DISUSUN OLEH :
NPM 22230232
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT. Karena dengan
rahmatdan hidayah serta karunianya, sehingga masih diberi kesempatan untuk bekerja
menyelesaikan makalah kami yang berjudul “Konsep dan Asuhan Keperawatan Pada
Anak Thalasemia”.
Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Anak .
Tidak lupa kami ucapkan banyak terima kasih kepada dosen pengajar kami dan
teman-teman yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan makalahini.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak
kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan
yangdimiliki. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak kami harapkan.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................. i
KATA PENGANTAR........................................................................................... ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii-iv
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
3.1. PENGKAJIAN......................................................................................... 25
3.2. ANALISA DATA.................................................................................... 28
3.3. NURSING CARE PLAN......................................................................... 32
iii
BAB IV PENUTUP
4.1. KESIMPULAN........................................................................................ 40
4.2. SARAN.................................................................................................... 40
DAFTAR PUSTAKA
iv
BAB I
PENDAHULUAN
4
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2. Etiologi
Penyakit thalassemia adalah penyakit keturunan yang tidak dapat
ditularkan.banyak diturunkan oleh pasangan suami isteri yang mengidap thalassemia
6
dalam sel – selnya/ Faktor genetik (Suriadi, 2001). Thalassemia bukan penyakit
menular melainkan penyakit yang diturunkan secara genetik dan resesif. Penyakit ini
diturunkan melalui gen yang disebut sebagai gen globin beta yang terletak pada
kromosom 11. Pada manusia kromosom selalu ditemukan berpasangan. Gen globin
beta ini yang mengatur pembentukan salah satu komponen pembentuk hemoglobin.
Bila hanya sebelah gen globin beta yang mengalami kelainan disebut pembawa sifat
thalassemia-beta.
Seorang pembawa sifat thalassemia tampak normal/sehat, sebab masih
mempunyai 1 belah gen dalam keadaan normal (dapat berfungsi dengan baik).
Seorang pembawa sifat thalassemia jarang memerlukan pengobatan. Bila kelainan
gen globin terjadi pada kedua kromosom, dinamakan penderita thalassemia
(Homozigot/Mayor). Kedua belah gen yang sakit tersebut berasal dari kedua orang
tua yang masing-masing membawa sifat thalassemia. Pada proses pembuahan, anak
hanya mendapat sebelah gen globin beta dari ibunya dan sebelah lagi dari ayahnya.
Bila kedua orang tuanya masing-masing pembawa sifat thalassemia maka pada setiap
pembuahan akan terdapat beberapa kemungkinan. Kemungkinan pertama si anak
mendapatkan gen globin beta yang berubah (gen thalassemia) dari bapak dan ibunya
maka anak akan menderita thalassemia. Sedangkan bila anak hanya mendapat sebelah
gen thalassemia dari ibu atau ayah maka anak hanya membawa penyakit ini.
Kemungkinan lain adalah anak mendapatkan gen globin beta normal dari kedua orang
tuanya.
Sedangkan menurut (Suriadi, 2001) Penyakit thalassemia adalah penyakit
keturunan yang tidak dapat ditularkan.banyak diturunkan oleh pasangan suami isteri
yang mengidap thalassemia dalam sel – selnya/ Faktor genetik.Jika kedua orang tua
tidak menderita Thalassaemia trait/pembawasifat Thalassaemia, maka tidak mungkin
mereka menurunkan Thalassaemia trait atau pembawa sifat Thalassaemia biasa
disebut juga dengan Thalassaemia mayor kepada anak-anak mereka. Semua anak-
anak mereka akan mempunyai darah yang normal.
7
Apabila salah seorang dari orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat
Thalassaemia sedangkan yang lainnya tidak, maka satu dibanding dua (50%)
kemungkinannya bahwa setiap anak-anak mereka akan menderita Thalassaemia
trait/pembawa sifat Thalassaemia, tidak seorang diantara anak-anak mereka akan
menderita Thalassaemia mayor. Orang dengan Thalassaemia trait/pembawa sifat
Thalassaemia adalah sehat, mereka dapat menurunkan sifat-sifat bawaan tersebut
kepada anak-anaknya tanpa ada yang mengetahui bahwa sifat-sifat tersebut ada di
kalangan keluarga mereka.
Apabila kedua orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat
Thalassaemia, maka anak-anak mereka mungkin akan menderita Thalassaemia
trait/pembawa sifat Thalassaemia atau mungkin juga memiliki darah yang normal,
atau mereka mungkin juga menderita Thalassaemia mayor.(hoffbrand dkk,2006).
Menurut Williams (2005) penyebab thalasemia adalah
1. Gangguan resesif autosomal yang diturunkan
2. Gangguan herediter yang disebabkan kelainan sistem rantai beta dan rantai alfa
globin
2.3. Patofisiologi
Penyakit thalassemia disebabkan oleh adanya kelainan/perubahan/mutasi pada
gen globin alpha atau gen globin beta sehingga produksi rantai globin tersebut
berkurang atau tidak ada. Didalam sumsum tulang mutasi thalasemia menghambat
pematangan sel darah merah sehingga eritropoiesis dan mengakibatkan anemia berat.
Akibatnya produksi Hb berkurang dan sel darah merah mudah sekali rusak atau
umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari). (Kliegman,2012)
Normal hemoglobin adalah terdiri dari Hb-A dengan polipeptida rantai alpa dan
dua rantai beta. Pada beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kurangnya rantai beta
thalasemia yaitu tidak adanya atau kekurangan rantai beta dalam molekul hemoglobin
yang mana ada gangguan kemampuan ertrosit membawa oksigen. Ada suatu
8
kompensator yang meningkat dalam rantai alpa, tetapi rantai beta memproduksi
secara terus menerus sehingga menghasilkan hemoglobin defictive. Ketidak
seimbangan polipeptida ini memudahkan ketidakstabilan dan disintegrasi. Hal ini
menyebabkan sel darah merah menjadi hemolisis dan menimbulkan anemia dan atau
hemosiderosis.
Kelebihan pada rantai alpa ditemukan pada talasemia beta dan kelebihan rantai
beta dan gama ditemukan pada talasemia alpa. Kelebihan rantai polipeptida ini
mengalami presipitasi, yang terjadi sebagai rantai polipeptida alpa dan beta, atau
terdiri dari hemoglobin tak stabil badan heint, merusak sampul eritrosit dan
menyebabkan hemolisis. Reduksi dalam hemoglobin menstimulasi yang konstan pada
bone marrow, produksi RBC diluar menjadi eritropik aktif. Kompensator produksi
RBC secara terus menerus pada suatu dasar kronik, dan dengan cepatnya destruksi
RBC,menimbulkan tidak edukatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi dan
edstruksi RBC menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan mudah pecah atau
rapuh. (Suriadi, 2001 )
Pada talasemia letak salah satu asam amino rantai polipre tidak berbeda
urutannya/ditukar dengan jenis asam amino lain. Perubahan susunan asam amino
tersebut. Bisa terjadi pada ke-4 rantai poliper Hb-A, sedangkan kelainan pada rantai
alpha dapat menyebabkan kelainan ketiga Hb yaitu Hb-A, Hb-A2 dan Hb-F.
(Suriadi,2001).
9
2. Thalasemia mayor, umumnya menampakkan manifestasi klinis pada usia 6
bulan, setelah efek Hb 7 menghilang.
a. Tanda awal adalah awitan mendadak, anemia, demam yang tidak dapat
dijelaskan, cara makan yang buruk, penurunan BB dan pembesaran limpa.
b. Tanda lanjut adalah hipoksia kronis; kerusakan hati, limpa, jantung, pankreas,
kelenjar limphe akibat hemokromotosis, ikterus ringan atau warna kulit
mengkilap, kranial tebal dengan pipi menonjol dan hidung datar; retardasi
pertumbuhan; dan keterlambatan perkembangan seksual.
3. Komplikasi jangka panjang sebagai akibat dari hemokromatosis dengan
kerusakan sel resultan yang mengakibatkan :
a. Splenomegali
b. Komplikasi skeletal, seperti menebalan tulang kranial, pembesaran kepala,
tulang wajah menonjol, maloklusi gigi, dan rentan terhadap fraktur spontan.
c. Komplikasi jantung, seperti aritmia, perikarditis, CHF dan fibrosis serat otot
jantung.
d. Penyakit kandung empedu, termasuk batu empedu.
e. Pembesaran hepar dan berlanjut menjadi sirosis hepatis.
f. Perubahan kulit, seperti ikrerus dan pragmentasi coklat akibat defisit zat besi.
g. Retardasi pertumbuhan dan komplikasi endokrin.
4. Gejala lain pada penderita Thalasemia adalah jantung mudah berdebar-debar. Hal
ini karena oksigen yang dibawah tersebut kurang, maka jantung juga akan
beusaha bekerja lebih keras sehingga jantung penderita akan mudah berdebar-
debar, lama-kelamaan jantung akan bekerja lebih keras sehingga lebih cepat
lelah. Sehingga terjadi lemah jantung, limfa penderita bisa menjadi besar karena
penghancuran darah terjadi di sana, selain itu sumsum tulang juga bekerja lebih
keras karena berusaha mengkompensasi kekurangan Hb, sehingga tulang menjadi
tipis dan rapuh sehingga mudah rapuh. Jika ini terjadi pada muka (tulang hidung
maka wajah akan berubah bentuk, batang hidung akan hilang/ melesak ke dalam
10
(fasise cookey) ini merupakan salah satu tanda khas penderita thalasemia.
(hoffbrand dkk,2006)
Secara klinis Thalasemia dapat dibagi dalam beberapa tingkatan sesuai beratnya
gejala klinis(Doenges,2000) :
1. mayor, intermedia dan minor atau troit (pembawa sifat). Batas diantara
tingkatan tersebut sering tidak jelas. Anemia berat menjadi nyata pada umur 3
– 6 bulan setelah lahir dan tidak dapat hidup tanpa ditransfusi.
2. Pembesaran hati dan limpa terjadi karena penghancuran sel darah merah
berlebihan, haemopoesis ekstra modular dan kelebihan beban besi. Limpa
yang membesar meningkatkan kebutuhan darah dengan menambah
penghancuran sel darah merah dan pemusatan (pooling) dan dengan
menyebabkan pertambahan volume plasma.
3. Perubahan pada tulang karena hiperaktivitas sumsum merah berupa
deformitas dan fraktur spontan, terutama kasus yang tidak atau kurang
mendapat transfusi darah. Deformitas tulang, disamping mengakibatkan muka
mongoloid, dapat menyebabkan pertumbuhan berlebihan tulang prontal dan
zigomatin serta maksila. Pertumbuhan gigi biasanya buruk.
4. Gejala lain yang tampak ialah anak lemah, pucat, perkembangan fisik tidak
sesuai umur, berat badan kurang, perut membuncit. Jika pasien tidak sering
mendapat transfusi darah kulit menjadi kelabu serupa dengan besi akibat
penimbunan besi dalam jaringan kulit.
5. Keadaan klinisnya lebih baik dan gejala lebih ringan dari pada Thalasemia
mayor, anemia sedang (hemoglobin 7 – 10,0 g/dl)
Gejala deformitas tulang, hepatomegali dan splenomegali, eritropoesis ekstra
medular dan gambaran kelebihan beban besi nampak pada masa dewasa.
6. Umumnya tidak dijumpai gejala klinis yang khas, ditandai oleh anemia
mikrositin, bentuk heterozigot tetapi tanpa anemia atau anemia ringan.
11
Thalasemia mayor (Thalasemia homozigot)
Thalasemia intermedia
Thalasemia minor atau troit ( pembawa sifat)
1. Pada hapusan darah tepi di dapatkan gambaran hipokrom mikrositik,
anisositosis, polklilositosis dan adanya sel target (fragmentasi dan banyak sel
normoblas).
2. Kadar besi dalam serum (SI) meninggi dan daya ikat serum terhadap besi
(IBC) menjadi rendah dan dapat mencapai nol
Elektroforesis hemoglobin memperlihatkan tingginya HbF lebih dari 30%,
kadang ditemukan juga hemoglobin patologik. Di Indonesia kira-kira 45%
pasien Thalasemia juga mempunyai HbE maupun HbS.
3. Kadar bilirubin dalam serum meningkat, SGOT dan SGPT dapat meningkat
karena kerusakan parankim hati oleh hemosiderosis.
4. Penyelidikan sintesis alfa/beta terhadap refikulosit sirkulasi memperlihatkan
peningkatan nyata ratio alfa/beta yakni berkurangnya atau tidak adanya
sintetis rantai beta.
12
Gangguan pada satu rantai globin _ sedangkan tiga lokus
globin yang ada masih bisa menjalankan fungsi normal sehingga tidak
terlihat gejala-gejala bila ia terkena thalasemia.
b. Delesi pada dua rantai α (α -Thalassemia Trait 1)
Pada tingkatan ini terjadi penurunan dari HbA2 dan
peningkatan dari HbH dan terjadi manifestasi klinis ringan seperti
anemia kronis yang ringan dengan eritrosit hipokromik mikrositer dan
MCV(mean corpuscular volume) 60-75 fl.
c. Delesi pada tiga rantai α (HbH disease)
Delesi ini disebut juga sebagai HbH disease (β4) yang disertai
anemia hipokromik mikrositer, basophylic stippling, heinz bodies, dan
retikulositosis. HbH terbentuk dalam jumlah banyak karena tidak
terbentuknya rantai α sehingga rantai β tidak memiliki pasangan dan
kemudian membentuk tetramer dari rantai β sendiri (β 4). Dengan
banyak terbentuk HbH, maka HbH dapat mengalami presipitasi dalam
eritrosit sehingga dengan mudah eritrosit dapat dihancurkan. Penderita
dapat tumbuh sampai dewasa dengan anemia sedang (Hb 8-10 g/dl)
dan MCV(mean corpuscular volume) 60-70 fl.
d. Delesi pada empat rantai α (Hidrops fetalis/Thalassemia major)
Delesi ini dikenal juga sebagai hydrops fetalis. Biasanya
terdapat banyak Hb Barts (γ4) yang disebabkan juga karena tidak
terbentuknya rantai γ sehingga rantai γ membentuk tetramer sendiri
menjadi γ4. Manifestasi klinis dapat berupa ikterus,
hepatosplenomegali dan janin yang sangat anemis. Kadar Hb hanya 6
g/dl dan pada elektroforesis Hb menunjukkan 80-90% Hb Barts,
sedikit HbH, dan tidak dijumpai HbA atau HbF. Biasanya bayi yang
mengalami kelainan ini akan beberapa jam setelah kelahirannya.
14
Perut buncit karena pembesaran limpa dan hati yang mudah diraba
Aktivitas tidak aktif karena pembesaran limpa dan hati(Hepatomegali ),
Limpa yang besar ini mudah ruptur karena trauma ringan saja
Gejala khas adalah:
Bentuk muka mongoloid yaitu hidung pesek, tanpa pangkal hidung, jarak
antara kedua mata lebar dan tulang dahi juga lebar.
Keadaan kuning pucat pada kulit, jika sering ditransfusi, kulitnya menjadi
kelabu karena penimbunan besi
2.6. Komplikasi
Berikut ini adalah beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada penderita
thalassemia.
1. Komplikasi Jantung
Kerusakan jantung akibat terlalu banyak zat besi dapat menyebabkan
penurunan kekuatan pompa jantung, gagal jantung, aritmia atau detak jantung
yang tidak beraturan, dan terkumpulnya cairan di jaringan jantung.
Ada beberapa pemeriksaan rutin yang harus dilakukan penderita thalasemia
beta mayor, yaitu pemeriksaan tiap enam bulan sekali untuk memeriksa fungsi
jantung, dan setahun sekali pemeriksaan menyeluruh untuk memeriksa konduksi
aliran listrik jantung menggunakan electrocardiogram oleh dokter spesialis
jantung.
Perawatan untuk meningkatkan fungsi jantung dapat dilakukan dengan terapi
khelasi yang lebih menyeluruh dan mengonsumsi obat penghambat enzim
konversi angiotensin.
2. Komplikasi pada Tulang
Sumsum tulang akan berkembang dan memengaruhi tulang akibat tubuh
kekuerangan sel darah merah yang sehat. Komplikasi tulang yang dapat terjadi
adalah sebagai berikut:
15
Nyeri persendian dan tulang
Osteoporosis
Kelainan bentuk tulang
Risiko patah tulang meningkat jika kepadatan tulang menjadi rendah.
3. Pembesaran Limpa (Splenomegali)
Pembesaran limpa terjadi karena limpa sulit untuk mendaur ulang sel darah
yang memiliki bentuk tidak normal dan berakibat kepada meningkatnya jumlah
darah yang ada di dalam limpa, membuat limpa tumbuh lebih besar.
Transfusi darah yang bertujuan meningkatkan sel darah yang sehat akan
menjadi tidak efektif jika limpa telah membesar dan menjadi terlalu aktif, serta
mulai menghancurkan sel darah yang sehat. Splenectomy atau operasi
pengangkatan limpa merupakan satu-satunya cara untuk mengatasi masalah ini.
Vaksinasi untuk mengatasi potensi infeksi yang serius, seperti flu dan
meningitis, disarankan untuk dilakukan jika anak Anda telah melakukan operasi
pengangkatan limpa, hal ini dikarenakan limpa berperan dalam melawan infeksi.
Segera temui dokter jika anak Anda memiliki gejala infeksi, seperti nyeri otot
dan demam, karena bisa berakibat fatal.
4. Komplikasi pada Hati
Kerusakan hati akibat terlalu banyak zat besi dapat menyebabkan terjadinya
beberapa hal, seperti fibrosis atau pembesaran hati, sirosis hati atau penyakit
degeneratif kronis di mana sel-sel hati normal menjadi rusak, lalu digantikan oleh
jaringan parut, serta hepatitis. Oleh karena itu, penderita thalassemia dianjurkan
untuk memeriksa fungsi hati tiap tiga bulan sekali. Pencegahan infeksi hati dapat
dilakukan dengan mengonsumsi obat antivirus, sedangkan mencegah kerusakan
hati yang lebih parah dapat dilakukan terapi khelasi.
5. Komplikasi pada Kelenjar Hormon
Sistem hormon diatur oleh kelenjar pituitari yang sangat sensitif terhadap zat
besi. Para penderita thalassemia beta mayor, walaupun telah melakukan terapi
16
khelasi, dapat mengalami gangguan sistem hormon.Perawatan dengan terapi
pergantian hormon mungkin diperlukan untuk mengatasi pertumbuhan dan masa
pubertas yang terhambat akibat kelenjar pituitari yang rusak. Ada beberapa
komplikasi pada kelenjar hormon yang dapat terjadi usai pubertas seperti berikut
ini:
Kelenjar tiroid – hipertiroidisme atau hipotiroidisme
Pankreas – diabetes
Pemeriksaan dengan mengukur berat dan tinggi badan harus dilakukan anak-
anak penderita thalassemia tiap enam bulan sekali untuk mengukur
pertumbuhannya. Sementara itu, pemeriksaan pertumbuhan pada para remaja
yang sudah memasuki masa pubertas dilakukan tiap satu tahun sekali.
17
kontrol < spherositosis (Maureen,1999). Studi OF berkaitan kegunaan sebagai
alat diagnostik telah dilakukan dan berdasarkan satu penelitian di Thailand,
sensitivitinya adalah 91.47%, spesifikasi 81.60, false positive rate 18.40% dan
false negative rate 8.53% (Maureen,1999).
c. Indeks eritrosit
Dengan bantuan alat indeks sel darah merah dapat dicari tetapi hanya dapat
mendeteksi mikrositik dan hipokrom serta kurang memberi nilai diagnostik.
Maka metode matematika dibangunkan (Maureen, 1999).
d. Model matematika
Membedakan anemia defisiensi besi dari Thalassemia β berdasarkan
parameter jumlah eritrosit digunakan. Beberapa rumus telah dipropose seperti
0.01 x MCH x (MCV)², RDW x MCH x (MCV) ²/Hb x 100, MCV/RBC dan
MCH/RBC tetapi kebanyakkannya digunakan untuk membedakan anemia
defisiensi besi dengan Thalassemia β (Maureen, 1999).
Sekiranya Indeks Mentzer = MCV/RBC digunakan, nilai yang diperoleh
sekiranya >13 cenderung ke arah defisiensi besi sedangkan <13 mengarah ke
Thalassemia trait. Pada penderita Thalassemia trait kadar MCV rendah,
eritrosit meningkat dan anemia tidak ada ataupun ringan. Pada anemia
defisiensi besi pula MCV rendah, eritrosit normal ke rendah dan anemia
adalah gejala lanjut (Ngastiyah, 1997).
2. Definitive test
a. Elektroforesis hemoglobin
Pemeriksaan ini dapat menentukan pelbagai jenis tipe hemoglobin di dalam
darah. Pada dewasa konstitusi normal hemoglobin adalah Hb A1 95-98%, Hb
A2 2-3%, Hb F 0.8-2% (anak di bawah 6 bulan kadar ini tinggi sedangkan
neonatus bisa mencapai 80%). Nilai abnormal bisa digunakan untuk diagnosis
Thalassemia seperti pada Thalassemia minor Hb A2 4-5.8% atau Hb F 2-5%,
Thalassemia Hb H: Hb A2 <2% dan Thalassemia mayor Hb F 10-90%. Pada
18
negara tropikal membangun, elektroporesis bisa juga mendeteksi Hb C, Hb S
dan Hb J (Wiwanitkit, 2007).
b. Kromatografi hemoglobin
Pada elektroforesis hemoglobin, HB A2 tidak terpisah baik dengan Hb C.
Pemeriksaan menggunakan high performance liquid chromatography (HPLC)
pula membolehkan penghitungan aktual Hb A2 meskipun terdapat kehadiran
Hb C atau Hb E. Metode ini berguna untuk diagnosa Thalassemia β karena ia
bisa mengidentifikasi hemoglobin dan variannya serta menghitung konsentrasi
dengan tepat terutama Hb F dan Hb A2
c. Molecular diagnosis
Pemeriksaan ini adalah gold standard dalam mendiagnosis Thalassemia.
Molecular diagnosis bukan saja dapat menentukan tipe Thalassemia malah
dapat juga menentukan mutasi yang berlaku
2.7. Penatalaksanaan
1. Menurut (Suriadi, 2001) Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain :
a. Pemberian transfusi hingga Hb mencapai 9-10g/dl. Komplikasi dari
pemberian transfusi darah yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya
penumpukan zat besi yang disebut hemosiderosis. Hemosiderosis ini dapat
dicegah dengan pemberian deferoxamine (Desferal), yang berfungsi untuk
mengeluarkan besi dari dalam tubuh (iron chelating agent). Deferoxamine
diberikan secar intravena, namun untuk mencegah hospitalisasi yang lama
dapat juga diberikan secara subkutan dalam waktu lebih dari 12 jam.
b. Splenectomy : dilakukan untuk mengurangi penekanan pada abdomen dan
meningkatkan rentang hidup sel darah merah yang berasal dari suplemen
(transfusi).
c. Pada thalasemia yang berat diperlukan transfusi darah rutin dan pemberian
tambahan asam folat. Penderita yang menjalani transfusi, harus menghindari
19
tambahan zat besi dan obat-obat yang bersifat oksidatif (misalnya
sulfonamid), karena zat besi yang berlebihan bisa menyebabkan keracunan.
Pada bentuk yang sangat berat, mungkin diperlukan pencangkokan sumsum
tulang. Terapi genetik masih dalam tahap penelitian.
d. Menurunkan atau mencegah hemosiderosis dengan pemberian parenteral obat
penghelasi besi (iro chelating drugs), de feroksamin diberikan subkutan dalam
jangka 8-12 jam dengan menggunakan pompa portabel kecil (selamat tidur),
5-6 malam/minggu.
2. Penatalaksanaan Perawatan
a. Perawatan umum : makanan dengan gizi seimbang
b. Perawatan khusus :
Transfusi darah diberikan bila kadar Hb rendah sekali (kurang dari 6 gr%)
atau anak terlihat lemah dan tidak ada nafsu makan.
Splenektomi. Dilakukan pada anak yang berumur lebih dari 2 tahun dan
bila limpa terlalu besar sehingga risiko terjadinya trauma yang berakibat
perdarahan cukup besar.
Pemberian Roborantia, hindari preparat yang mengandung zat besi.
Pemberian Desferioxamin untuk menghambat proses hemosiderosis yaitu
membantu ekskresi Fe. Untuk mengurangi absorbsi Fe melalui usus
dianjurkan minum teh.
Transplantasi sumsum tulang (bone marrow) untuk anak yang sudah
berumur diatas 16 tahun. Di Indonesia, hal ini masih sulit dilaksanakan
karena biayanya sangat mahal dan sarananya belum memadai.
3. Penatalaksanaan Pencegahan
20
Penyakit Thalasemia belum ada obatnya, maka pencegahan dini menjadi hal
yang penting dibanding pengobatan. Program pencegahan Thalasemia menurut
Mansjoer (2000). Terdiri dari beberapa strategi, yakni :
a. penapisan (skining) pembawa sifat Thalasemia.
b. konsultasi genetik (genetic counseling)
c. Diagnosis prenatal.
1. Deferoxamine
Deferoxamine adalah obat cair yang diberikan melalui bawah kulit
secara perlahan-lahan dan biasanya dengan bantuan pompa kecil yang
digunakan dalam kurun waktu semalam. Terapi ini memakan waktu lama
dan sedikit memberikan rasa sakit. Efek samping dari pengobatan ini
dapat menyebabkan kehilangan penglihatan dan pendengaran.
2. Deferasirox
Deferasirox adalah pil yang dikonsumsi sekali sehari. Efek sampingnya
adalah sakit kepala, mual, muntah, diare, sakit sendi, dan kelelahan.
c. Suplemen Asam Folat
Asam folat adalah vitamin B yang dapat membantu pembangunan sel-sel
darah merah yang sehat. Suplemen ini harus tetap diminum di samping
melakukan transfusi darah ataupun terapi khelasi besi.
1. Transplantasi sum-sum tulang belakang
Bone Marrow Transplantation (BMT) sejak tahun 1900 telah
dilakukan. Darah dan sumsum transplantasi sel induk normal akan
menggantikan sel-sel induk yang rusak. Sel-sel induk adalah sel- sel di
dalam sumsum tulang yang membuat sel-sel darah merah.
Transplantasi sel induk adalah satu- satunya pengobatan yang dapat
menyembuhkan Thalasemia. Namun, memiliki kendala karena hanya
23
sejumlah kecil orang yang dapat menemukan pasangan yang baik
antara donor dan resipiennya (Okam, 2001).
2. Pendonoran darah tali pusat (Cord Blood)
Cord blood adalah darah yang ada di dalam tali pusat dan plasenta.
Seperti tulang sumsum, itu adalah sumber kaya sel induk, bangunan
blok dari sistem kekebalan tubuh manusia. Dibandingkan dengan
pendonoran sumsum tulang, darah tali pusat non-invasif, tidak nyeri,
lebih murah dan relatif sederhana (Okam, 2001).
d. HLA (Human Leukocyte Antigens)
Human Leukocyte Antigens (HLA) adalah protein yang terdapat pada
sel dipermukaan tubuh. Sistem kekebalan tubuh kita mengenali sel kita
sendiri sebagai 'diri' dan sel „asing' sebagai lawan didasarkan pada
protein HLA ditampilkan pada permukaan sel kita. Pada transplantasi
sumsum tulang, HLA ini dapat mencegah terjadinya penolakan dari tubuh
serta Graft versus Host Disease (GVHD). HLA yang terbaik untuk
mencegah penolakan adalah melakukan donor secara genetik
berhubungan dengan penerima (Okam, 2001).
24
BAB III
Asuhan Keperawatan Pada thalsemia
3.1. Pengkajian
a. Asal Keturunan / Kewarganegaraan
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa di sekitar laut Tengah
(Mediteranial) seperti Turki, Yunani, dll. Di Indonesia sendiri, thalasemia cukup
banyak dijumpai pada anak, bahkan merupakan penyakit darah yang paling
banyak diderita.
b. Umur
Pada penderita thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala telah
terlihat sejak anak berumur kurang dari 1 tahun, sedangkan pada thalasemia
minor biasanya anak akan dibawa ke RS setelah usia 4 tahun.
c. Riwayat Kesehatan Anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran pernapasan atas atau infeksi
lainnya. Ini dikarenakan rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport.
d. Pertumbuhan dan Perkembangan
Seiring didapatkan data adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbang
sejak masih bayi. Terutama untuk thalasemia mayor, pertumbuhan fisik anak,
adalah kecil untuk umurnya dan adanya keterlambatan dalam kematangan
seksual, seperti tidak ada pertumbuhan ramput pupis dan ketiak, kecerdasan anak
juga mengalami penurunan. Namun pada jenis thalasemia minor, sering terlihat
pertumbuhan dan perkembangan anak normal.
e. Pola Makan
Terjadi anoreksia sehingga anak sering susah makan, sehingga BB rendah dan
tidak sesuai usia.
f. Pola Aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak seusianya. Anak lebih banyak
tidur/istirahat karena anak mudah lelah.
25
g. Riwayat Kesehatan Keluarga
Thalasemia merupakan penyakit kongenital, jadi perlu diperiksa apakah orang
tua juga mempunyai gen thalasemia. Jika iya, maka anak beresiko terkena
talasemia mayor.
h. Riwayat Ibu Saat Hamil (Ante natal Core – ANC)
Selama masa kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya
faktor resiko talasemia. Apabila diduga ada faktor resiko, maka ibu perlu
diberitahukan resiko yang mungkin sering dialami oleh anak setelah lahir.
i. Data Keadaan Fisik Anak Thalasemia
KU = lemah dan kurang bergairah, tidak selincah anak lain yang seusia.
Kepala dan bentuk muka. Anak yang belum mendapatkan pengobatan
mempunyai bentuk khas, yaitu kepala membesar dan muka mongoloid
(hidung pesek tanpa pangkal hidung), jarak mata lebar, tulang dahi terlihat
lebar.
Mata dan konjungtiva pucat dan kekuningan
Mulut dan bibir terlihat kehitaman
Dada, Pada inspeksi terlihat dada kiri menonjol karena adanya pembesaran
jantung dan disebabkan oleh anemia kronik.
Perut, Terlihat pucat, dipalpasi ada pembesaran limpa dan hati (hepatospek
nomegali).
Pertumbuhan fisiknya lebih kecil daripada normal sesuai usia, BB di bawah
normal
Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas tidak
tercapai dengan baik. Misal tidak tumbuh rambut ketiak, pubis ataupun
kumis bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai tapa odolense karena
adanya anemia kronik.
Kulit, Warna kulit pucat kekuningan, jika anak telah sering mendapat
transfusi warna kulit akan menjadi kelabu seperti besi. Hal ini terjadi
26
karena adanya penumpukan zat besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis).
(Nurarif,2013)
27
3.2. Analisa data
Pengikatan O2 berkurang
DO :
Anemia
Kompensator pada
Sianosis
rantai α
CRT > 3 detik
Pucat
Rantai β produksi terus
Hb 7
menerus
Ekstremitas dingin
Tanda-tanda vital
TD : 90/70
Hb defectif
Suhu : 350C
Nadi : 40 x/i
RR : 12 x/i Ketidakseimbangan
polipeptida
28
Eritrosit tidak stabil
Hemolisis
Suplai O2 menurun
Ketidakseimbangan suplai
O2 dengan Kebutuhan
Hipoksia
Ketidakseimbangan suplai
O2 kejaringan perifer
Ketidakefektifan Perfusi
jaringan Perifer
2. DS : Dyspneu Ketidakseimbangan
Klien mengatakan nutrisi kurang dari
tidak nafsu makan kebutuhan tubuh
Klien mengatakan
29
badannya lemas Kelelahan
DO :
Penurunan berat
Inteloransi aktivitas
badan, sebelum
sakit : 25 Kg, saat
sakit : 15 Kg
Perut membuncit Malas makan
Membran mukosa
pucat
Tonus otot Intake nutrisi menurun
menurun
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
3. DS : Eritrosit tidak stabil Keterlambatan
Klien mengatakan pertumbuhan dan
badannya lemas perkembangan
Klien mengatakan Hemolisis
tidak bisa
beraktivitas karena
nyeri
Anemia berat
DO :
Anemia
30
Anak melakukan Transfusi darah berulang
transfusi darah
berulang
Perkembangan Hemosiderosis
tidak sesuai umur
Penumpukan zat
besi
Penumpukan Besi
Lemah
Tampak pucat
Tidak bersemangat
Endoktrin
Tumbuh kembang
terganggu
Keterlambatan
pertumbuhan dan
perkembangan
31
3.3. Nursing Care Plan
32
Tidak ada ortostatik monitor adanya
hipertensi abnormalitas pola nafas
Tidak ada tanda-tanda monitor suhu,warna dan
peningkatan kelembaban kulit
intrakranial ( tidak identifikasi faktor penyebab
lebih dari 15 mmHg) perubahan tanda-tanda vital.
Mendemonstrasikan
kemampuan kognitif yang Manajemen sensasi perifer
ditandai dengan monitor adanya daerah
Berkomunikasi tertentu yang hanya peka
dengan jelas dan terhadap
sesuai kemampuan panas/dingin/tajam/tumpul
33
motori cranial yang utuh : Terapi oksigen
tingkat kesadaran membaik , Jaga kepatenan jalan nafas
tidak ada gerakan involunter Sediakan peralatan
oksigen,system humidifikasi
Pantau aliran oksigen
Pantau posisi peralatan yang
menyalurkan oksigen pada
pasien
Pantau jumlah oksigen
secara teratur sesuai indikasi
Pantau tanda-tanda
keracunan oksigen atau
terjadi hipoventilasi yang
dipengaruhi oksigen
Pantau kecemasan pasien
terhadap pemasangan
oksigen
Cek oksigen secara teratur
untuk meyakinkan bahwa
konsentrasi oksigen yang
34
dianjurkan sudah megalir
Hentikan pemberian okisgen
jika pasien sudah tidak
mengalami sesak nafas
2. Ketidakseimbangan se setelah dilakukan Manajemen nutrisi Manajemen nutrisi
nutrisi kurang dari tindakan keperawatan selama Monitor nutrisi Kaji adanya alergi makanan
kebutuhan tubuh 1 x 24 jam diharapkan nafsu Kolaborasi dengan ahli gizi
berhubungan makan klien meningkat dan untuk menentukan jumlah
dengan anoreksia berat badan sesuai dengan kalori dan nutrisi yang
tinggi badan. dibutuhkan pasien
Anjurkan pasien untuk
Kritria hasil meningkatkan intake Fe
Adanya peningkatan berat Anjurkan untuk
badan meningkatkan protein dan
Bebrat badan ideal sesuai vitamin C
tinggi badan Berikan substansi gula
Mampu mengidentifikasi Yakinkan diet yang dimakan
kebutuhan nutrisi mengandung tinggi serat
Tidak ada tanda-tanda untuk mencegah konstipasi
35
malnutrisi Berikan makanan yang
Menunjukkan peningkatan terpilih
fungsi pengecapan dari Ajarkan bagaimana
menelan membuat catatan makanan
Tidak terjadi penurunan berat harian
badan yang berarti Monitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori
Berikan infomasi tentang
kebutuhan nutrisi
Kaji kemampuan pasien
mendapatkan nutrisi yang
dibutuhkan
Monitor nutrisi
BB dalam batas normal
Monitor adanya penurunan
berat badan
Monitor tipe dan jumlah
aktivitas yang biasa
36
dilakukan
Monitor lingkungan dan
selera makan
Jadwalkan pengobatan dan
tindakan selama tidak jam
makan]
Monitor turgor kulit
Monitor kadar albumin,
protein,hb,ht
Monitor tumbuh kembang
Monitor pucat,kemerahan
dan kekringan konjungtiva
3 Keterlambatan setelah dilakukan tindakan Peningkatan Peningkatan perkembangan
pertumbuhan dan keperawatan selama 3 x 24 perkembangan anak anak dan remaja
perkembangan jam diharapkan anak dapat dan remaja Kaji faktor penyebab
berhubungan tumbuh normal dan mampu Terapi nutrisi gangguan perkembangan
dengan efek berinteraksi dengan anak
ketidakberdayaan lingkungan sekitarnya Identifikasi dan gunakan
fisik sumber pendidikan untuk
37
Kriteria Hasil memfasilitasi perkembangan
Anak berfungsi optimal anak yang optimal
sesuai tingkatnya Berikan perawatajn yang
Keluarga dan anak mampu konsisten
menggunakan koping karena Tingkatkan komunikasi
adanya ketidakmampuan verbal dan stimulasi takstil
Keluarga mapu mendapatkan Berikan instruksi berulang
sumber-sumber sarapa dan sederhana
komunitas Berikan reinforcement
Kematangan fisik positif atas hasil yang
dicapai anak
Dorong anak melakukan
sosialisasi dengan kelompok
Ciptakan lingkungan yang
aman
Terapi nutrisi
Menyelesaikan penilaian
gizi, sesuai memantau
makanan / cairan tertelan
dan menghituing asupan
38
kalori harian
Memantau kesesuaian
perintah diet untuk
memenuhi kebutuhan gizi
sehari-hari
Kolaborasi dengan ahli
gizi,jumlah jenis nutrisiyang
dibutuhkan untuk memenuhi
persyaratan gizi yang sesuai
Pilih suplemen gizi yang
sesuai
39
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
4.2. Saran
40
DAFTAR PUSTAKA
41
42