Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ANAK DENGAN ANEMIA

Dosen pembimbing:

Ns. Zakiyah Mujahidah, S. Kep., M. Kep

Disusun oleh:

KELOMPOK 5

Nabella Khofifah Fauziah (1033222038)

NesiaRossamurti (1033222070)

Virginia Pipit Damayanti (1033222103)

Yuyun Hayatun (1033222057)

UNIVERSITAS MH THAMRIN JAKARTA

2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas kehadiran Allah SWT atas segala limpahan rahmat, inayah,
taufik, dan ilham-Nya. Sehingga kami dapat menyusun dan menyelesaikan
tugasmakalah ini yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada Pasien Anak dengan
Anemia”.

Dalam Menyusun makalah ini kami banyak mendapat hambatan dan kesulitan.
Namun berkat bimbingan, dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, akhirnya kami
dapat menyelesaikan penulisan makalah ini tepat pada waktunya.

Kami menyadari bahwa sepenuhnya dalam penyusunan makalah ini masih terdapat
banyak kekurangan dan masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu, kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk menyempurnakan
makalah ini.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan
Mahasiswa dan Khususnya bagi kami sendiri.

Jakarta, 12 Maret 2023

Kelompok 5

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................... i

DAFTAR ISI................................................................................................... ii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.............................................................................. 1


1.2 Tujuan Penulisan.......................................................................... 2
1.3 Manfaat Penulisan........................................................................ 2

BAB 2 TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi.......................................................................................... 4
2.2 Etiologi.......................................................................................... 4
2.3 Patofisiologi.................................................................................. 5
2.4 Klasifikasi Anemia......................................................................... 9
2.5 Manifestasi Klinis.......................................................................... 10
2.6 Penatalaksanaan.......................................................................... 11
2.7 Pengkajian Keperawatan.............................................................. 12
2.8 Diagnosa Keperawatan................................................................ 13
2.9 Perencanaan, penatalaksanaan, evaluasi keperawatan............. 13

BAB 3 TINJAUAN KASUS

3.1 Pengkajian keperawatan.............................................................. 15


3.2 Diagnosa keperawatan................................................................. 16
3.3 Perencanaan, pelaksanaan, evaluasi keperawatan..................... 17

BAB 4 PENUTUP

4.1 Kesimpulan................................................................................... 26
4.2 Saran............................................................................................ 26

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 27

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Anemia adalah suatu istilah yang menunjukkan rendahnya sel darah merah
dan kadar hemoglobin dan hematocrit dibawah normal. Anemia bukan
merupakan penyakit, melainkan pencerminan keadaan suatu penyakit atau
gangguan fungsi tubuh. Secara fisiologis anemia terjadi apabila terdapat
kekurangan jumlah hemoglobin untuk mengangkut oksigen kejaringan
(Brunner &suddarth, 2001).

Penyebab anemia yang paling sering terjadi pada anak-anak adalah akibat
kekurangan vitamin B12 dan asam folat. Selain itu, anemia yang paling banyak
ditemukan pada anak-anak diberbagai negara didunia adalah anemia gizi besi.
Anemia gizi besi merupakan anemia yang disebabkan oleh defisiensi zat besi
dimana zat besi dalam tubuh tidak cukup untuk mempertahankan fungsi
fisiologis normal jaringan darah, otak, dan otot. Selain itu anemia gizi besi juga
dapat disebabkan karena kekurangan zat gizi mikro lainnya seperti vitamin C,
yang berfungsi sebagai enhancer untuk mencegah pengendapan zat besi di
dalam usus. Oleh karena itu, asupan zat gizi mikro harus seimbang untuk
menghindari terjadinya anemia gizi besi (izzania et al., 2021).

Anemia merupakan masalah kesehatan yang ekstrim diseluruh dunia dengan


prevalensi 37%, yang sebagian besar terjadi pada masyarakat dinegara-
negara berkembang seperti Asia Tenggara dan Afrika. Hasil Riskesdas tahun
2018 prevalensi anemia di Indonesia yaitu 23,7% dengan proporsi 22,7%
diperkotaan dan 25,0% dipedesaan dan 23,9% perempuan. Berdasarkan
kelompok umur, penderita anemia pada umur 15-24 tahun sebesar 32,0%
serta pada remaja putri dan Wanita pada usia subur 13-49 tahun masing-
masing sebesar 22,7% (Mataram & Antarini, 2020). Nilai ambang batas untuk
anemia menurut WHO (2001) adalah untuk umur 5-11 tahun < 11,5 g/L, untuk

1
2

umur 11-14 tahun ≤ 2,0 g/L, remaja diatas 15 tahun untuk anak perempuan<
12,0 g/L dan anaklaki-laki< 3,0 g/L.

Penyebab mendasar kejadian anemia adalah rendahnya asupan zat besi serta
kesalahan dalam konsumsi zat besi (Nasrudin et al., 2021). Faktor lain
terjadinya anemia gizi besi pada remaja putri yaitu pengetahuan yang kurang
tentang anemia, dan sikap yang tidak mendukung (Listiana, 2016).

Hasil penelitian Safitri dan Sri Maharani (2019), menunjukkan terdapat


hubungan antara pengetahuan gizi terhadap kejadian anemia pada remaja
putri di SMP Negeri 13 Kota Jambi. Sehingga dapat dikatakan bahwa remaja
putri yang memiliki pengetahuan tentang gizi kurang baik akan mengalami
anemia, dibandingkan mereka yang memiliki pengetahuan tentang gizi baik.

Berdasarkan fenomena diatas, peneliti tertarik untuk meneliti gambaran


pengetahuan dan asuhan keperawatan dengan anemia pada anak.

1.2 Tujuan Penulisan


1.2.1 Tujuan Umum
Dapat mengetahui gambaran pengetahuan dan asuhan keperawatan
pada anak remaja sebagai upaya pencegahan anemia.
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Dapat memahami tentang definisi anemia pada anak.
b. Dapat memahami tentang penyebab anemia pada anak.
c. Dapat memahami tentang proses anemia pada anak.
d. Dapat memahami tentang tanda-tandagejala pada anemia pada
anak.
e. Dapat memahami asuhan keperawatan dengan anemia pada anak.

1.3 Manfaat Penulisan


a. Bagi masyarakat
Diharapakan makalah keperawatan dengan masalah anemia pada anak ini
dapat menjadi sarana untuk mengetahui status Kesehatan anak dikalangan
masyarakat.
3

b. Bagi Pengembangan Ilmu Dan Teknologi Keperawatan


Diharapkan dapat menjadi bahan/referensi bagi perpustakaan dan
pedoman atau acuan bagi peneliti selanjutnya.

c. Bagi Penulis
Menambah wawasan dalam melaksanakan praktik keperawatan anak yang
dapat dipakai sebagai acuan dalam bekerja.
BAB 2
TINJAUAN TEORI

1.1 Definisi
Anemia adalah kondisi berkurangnya sel darah merah atau yang biasa
disebut dengan eritrosit dalam sirkulasi darah atau hemoglobin sehingga
tidak mampu memenuhi fungsinya sebagai pembawa oksigen keseluruh
jaringan (Astuti & Ertiana, 2018).
Anemia merupakan istilah yang menunjukkan rendahnya sel darah merah
dan kadar hematokrit dibawah nilai normal. Anemia bukan merupakan
penyakit tetapi merupakan pencerminan keadaan suatu penyakit atau
gangguan fungsi tubuh. Secara fisiologis anemia terjadi apabila terdapat
kekurangan jumlah hemoglobin sebagai mengangkut oksigen keseluruh
jaringan tubuh (Wijaya & Putri, 2013).

1.2 Etiologi
Jenis anemia berdasarkan penyebabnya yaitu (Wijaya & Putri, 2013):
a. Anemia pasca pendarahan
Terjadi akibat pendarahan massif seperti kecelakaan, operasi dan
persalinan dengan pendarahan.
b. Anemia defisiensi
Terjadi karena kekurangan bahan baku pembuat sel darah. Hasil
Penelitian dibagian Ilmu Kesehatan Anak penyebab anemia defisiensi
besi menurut umur adalah:
1) Bayi dibawah umur 1 tahun
Persediaan zat besi kurang karena berat badan lahir rendah atau
lahir kembar.
2) Anak berumur 1-2 tahun
Masukan besi yang kurang karena tidak mendapat makanan
tambahan, kebutuhan meningkat akibat infeksi berulang,
malabsorbsi, kehilangan darah berlebihan akibat pendarahan karena
infeksi parasite dan diverticulum meckeli.
3) Anak berumur 2-5 tahun

4
5

Masukan besi kurang karena jenis makanan, kebutuhan meningkat


karena infeksi berulang, kehilangan darah berlebihan akibat
pendarahan karena infeksi parasite dan diverticulum meckeli.
4) Anak berumur 5 tahun – masa remaja
Kehilangan berlebihan karena pendarahan antara lain akibat
infestasi parasit dan poliposis.
5) Usia remaja – dewasa
Pada Wanita yaitu karena menstruasi berlebihan.
c. Anemia hemolitik
Terjadi karena penghancuran sel darah merah yang berlebihan.
1) Faktor intrasel
Faktor yang berasal dari dalam sel seperti, talasemia,
hemoglobinopatia (talasemia Hb E, sickle cell anemia) sterositas,
defisiensi enzim eritrosit (G-6PD, piruvat kinase, glutation
reductase).
2) Faktor ekstrasel
Faktor yang berasal dari luar sel seperti, Intoksikas, infeksi (malaria),
Imunologis (inkompati bilitas golongan darah, reaksi hematolik pada
transfuse darah).
d. Anemia aplastic
Terjadi karena terhentinya pembuatan sel darah sumsum tulang atau
kerusakan sumsung tulang.

1.3 Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum tulang atau
kehilangan sel darah merah secara berlebihan. Kegagalan sumsum tulang
dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, invasi tumor atau kebanyakan
akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang
melalui pendarahan destruksi, dapat mengakibatkan defekasi sel merah
yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah yang menyebabkan
destruksi sel darah merah.
Pecah atau rusaknya sel darah merah terjadi terutama dalam hati dan
limpa. Hasil samping proses ini adalah bilirubin yang akan memasuki aliran
darah. Setiap kenaikan destruksi sel merah atau hemolisis segera
6

direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi normal


kurang lebih 1mg/dl, kadar diatas 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada
sklera). Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi
(pada kelainan hemolitik) maka hemoglobin akan muncul dalam plasma
hemoglobinemia.
Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas haptoglobin plasma
(Protein pengikat hemoglobin yang terlepas dari sel darah merah yang
telah rusak) untuk mengikat semuanya, hemoglobin akan berdifusi dalam
glomerulus ginjal dan kedalam urin (hemoglobinuria). Anemia pada pasien
disebabkan oleh penghancuran sel darah merah atau produksi sel darah
merah yang tidak mencukupi biasanya dapat diperoleh dengan dasar
menghitung retikulosit dalam sirkulasi darah, derajat proliferasi sel darah
merah muda dalam sumsum tulang dan cara pematanganya, seperti yang
terlihat dalam biopsy dan ada tidaknya hyperbilirubinemia dan
hemoglobinemia.
Anemia defisiensi zat besi adalah anemia yang paling sering menyerang
anak-anak, bayi cukup bulan yang lahir dari ibu nonanemik dan bergizi
baik, memiliki cukup persediaan zat besi sampai berat badan lahirnya
menjadi dua kali lipat pada umumnya saat berusia 46 bulan. Sesudah itu
zat besi harus tersedia dalam makanan untuk memenuhi kebutuhan anak.
Jika asupan zat besi dari makanan tidak mencukupi maka terjadi anemia
defisiensi zat besi. Hal ini paling sering terjadi karena pengenalan
makanan padat yang terlalu dini (sebelum usia 4-6 bulan) dihentikannya
susu formula bayi yang mengandung zat besi atau ASI sebelum usia 1
tahun dan minum susu sapi berlebihan tanpa tambahan makanan pada
kaya besi. Bayi yang tidak cukup bulan, bayi dengan perdarahan perinatal
berlebihan atau bayi dari ibu yang kurang gizi dan kurang zat besi juga
tidak memiliki cadangan zat besi yang adekuat. Bayi ini berisiko lebih tinggi
menderita anemia defisiensi besi sebelum berusia 6 bulan. Anemia
defisiensi zat besi dapat juga terjadi karena kehilangan darah yang kronik.
Pada Bayi terjadi karena perdarahan usus kronik yang disebabkan oleh
protein dalam susu sapi yang tidak tahan panas. Pada anak sembarang
umur kehilangan darah sebanyak 1-7 ml dari saluran cerna setiap hari
menyebabkan anemia defisiensi zat besi. Pada remaja putri anemia
7

defisiensi zat besi juga dapat terjadi karena menstruasi yang berlebihan.
Anemia aplastic diakibatkan karena rusaknya sumsum tulang.
Gangguannya berupa berkurangnya sel darah dalam darah tepi sebagai
akibat terhentinya pembentukan sel hemopoetik (sel-sel sumsum tulang
yang memproduksi sel darah merah, sel darah putih, dan kepingan darah)
dalam sumsum tulang.
Aplasia dapat terjadi hanya pada satu, dua atau ketiga system hemopoetik
(eritropoetik, granulopoetik dan trombopoetik). Aplasia hanya mengenai
system eritropoetik disebut eritroblastopenia (anemia hipoplastik). Aplasia
mengenai system granulopoetik disebut agranulosistosis (Penyakit
Schultz), dan aplasia mengenai system trombopoetik disebut
amegakariositik trombositopenik (ATP). Bila mengenai ketiga-tiga system
disebut panmieloptisis atau lazimnyadisebut anemia aplastik.
Kekurangan asam folat akan mengakibatkan anemia megaloblastik. Asam
folat merupakan bahan esensial untuk sintesis DNA (Desoxyribonucleic
acid) dan RNA (Ribonucleid acid), yang penting sekali untuk metabolisme
inti sel dan pematangan sel (Wijaya & Putri, 2013).
8

1.3.1 Pathway Anemia


Defisiensi B12, Kegagalan produksi Destruksi Perdarahan /
folat, besi SDM oleh sumsum SDM berlebih hemofilia
tulang

Penurunan SDM

Hb berkurang

Anemia

Suplai O2 dan nutrisi


ke jaringan berkurang

Gastrointestinal Hipoksia SSP

Penurunan kerja Kerja lambung Mekanisme an aerob Reaksi


gastrointestinal menurun antar
saraf
ATP berkurang Asam laktat
Peristalti Asam berkurang
c lambung pusin
menurun meningkat g
Makanan kelelahan Energi untuk
Anoreksia
sulit dicerna membentuk
mual
antibodi
Intolerans Gangguan
berkurang
konstipas i aktivitas perfusi jaringan
Perubahan nutrisi
i kurang dari
Risiko
kebutuhan tubuh
infeksi

Sumber :https://www.scribd.com/document/248448707/Pathway-Anemia
9

1.4 Klasifikasi Anemia


Berdasarkan factor morfologik SDM dan indeksnya, antara lain (Wijaya
&Putri, 2013):
a. Anemia Makroskopik atau Normositik Makrositik
Memiliki SDM lebih besar dari normal (MCV>100) tetapi normokromik
konsentrasi hemoglobin normal (MCHC normal). Keadaan ini
disebabkan terganggunya atau terhentinya sitesis asam
deoksibonukleat (DNA) yang ditemukan pada defisiensi B12, asam
folat, dan pada pasien yang mengalami kemoterapi kanker disebabkan
agen-agen mengganggu sintesis DNA.
1. Anemia yang Megaloblastic berkaitan dengan kekurangan dari
vitamin B12 dan asam folic tidak cukup atau penyerapan yang tidak
mencukupi, kekurangan folate secara normal tidak menghasilkan
gejala jika B12 cukup. Anemia megaloblastic merupakan penyebab
paling umum anemia macroytic.
2. Anemia pernisiosa merupakan suatu kondisi autoimun yang
melawan sel parietal dari perut. Sel parietal menghasilkan factor
intrinsic, diperlukan dalam menyerap vitamin B12 dari makanan.
Penghancuran dari sel parietal menyebabkan kematian factor
intrinsic dan tidak dapat menyerap vitamin B12.

b. Anemia Mikrositik
Anemia Hipokromik mikroskotik, Mikroskotik adalah sel kecil, hipokronik
adalah pewarna yang berkurang. Sel-sel ini mengandung hemoglobin
dalam jumlah yang kurang dari jumlah normal, keadaan ini
menyebabkan kekurangan zat besi seperti anemia pada defisiensi besi,
kehilangan darah kronis dan gangguan sintesis globin.
1. Anemia kekurangan besi merupakan jenis anemia yang paling
umum dari semua jenis anemia dan yang paling sering adalah
microytic hypochromic. Anemia kekurangan besi disebabkan ketika
penyerapan atau masukan dari zat besi tidak cukup. Zat besi adalah
suatu zat di dalam tubuh yang erat dengan ketersediaan jumlah
darah yang diperlukan dan kekurangan zat besi mengakibatkan
berkurangnya hemoglobin di dalam sel darah merah.
10

2. Hemoglobinopathies lebih jarang. Di masyarakat kondisi ini adalah


lazim seperti anemia sel sabit merupakan kondisi sel-sel darah
merah berbentuk bulan sabit, dan thalassemia merupakan penyakit
kelainan darah.

c. Anemia Normositik
SDM memiliki ukuran dan bentuk normal serta mengandung jumlah
hemoglobin normal. (MCV dan MHCH normal atau rendah) tetapi
mengalami anemia. Penyebab anemia jenis ini adalah pendarahan
yang akut, anemia dari penyakit yang kronis, anemia yang aplastic
(kegagalan sumsum tulang).

1.5 Manifestasi Klinik


Menurut (Handayani & Haribowo, 2008) tanda dan gejala anemia yaitu:
a. Gejala umum pada anemia
Gejala umum anemia disebut sindrom anemia. Gejala umum anemia
merupakan gejala yang timbul pada semua anemia pada kadar
hemoglobin yang sudah menurun di bawah nilai normal.
Gejala-gejala tersebut diklasifikasikan menurut organ yang terkena:
1. Sistem kardiovaskuler: lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi, sesak
nafas saat beraktivitas, gagal jantung.
2. Sistem saraf: sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata
berkunang, kelemahan otot, iritabilitasi, lesu, serta perasaan dingin
pada ekstermitas.
3. Sistem urogenital: gangguan haid dan libido menurun.
4. Epitel: warna kulit pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit
menurun, rambut tipis dan halus.
b. Gejala khas masing-masing anemia
Gejala khas menjadi ciri dari masing-masing jenis anemia adalah:
1. Anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis
angularis.
2. Anemia defisiensi asam folat: lidah merah.
3. Anemia hemolitik: icterus dan hepato splenomegaly.
4. Anemia aplastic: pendarahan kulit atau mukosa dan tanda infeksi.
11

1.6 Penatalaksanaan
1.6.1 Terapi
Beberapa hal yang harus diperhatikan pada saat pemberian terapi
pada penderita anemia antara lain (Bakta, 2017).
a. Pengobatan diberikan berdasarkan hasil diagnose yang telah
ditegakkan.
b. Pemberian hematinik (obat yang membantu proses
pembentukan sel darah merah) tidak dianjurkan untuk pemberian
tanpa indikasi yang jelas.
c. Pengobatan anemia dapat berupa sebagai berikut:
1. Terapi untuk keadaan darurat misalnya pendarahan akut
akibat anemia aplastic yang mengancam jiwa atau anemia
pasca pendarahan akut yang disertai dengan gangguan
hemodinamik.
2. Terapi suportif, memberikan makan gizi seimbang terutama
mengandung kadar besi yang tinggi yang bersumber dari
hewani, yaitu hati, limfa, daging dan dari nabati yaitu bayam,
kacang-kacangan.
3. Terapi khusus untuk masing-masing jenis anemia.
4. Terapi kausal untuk mengobati penyakit dasar yang menjadi
penyebab anemia tersebut.
d. Dalam keadaan diagnose akurat tidak dapat ditegakkan,
terpaksa memberikan terapi percobaan ex juvan tivus. Kita
harus melakukan pemantauan yang ketat pada respon terapi
dan perubahan perjalanan penyakit dan melakukan evaluasi
tentang kemungkinan perubahan diagnosis.
e. Transfusi darah diberikan pada anemia setelah pendarahan
akut dengan tanda-tanda gangguan hemodinamik. Pada anemia
kronik transfuse hanya diberikan jika anemia bersifat adanya
ancaman pada jantung diberikan packed red cell jangan whole
blood. Anemia kronik sering dijumpai peningkatan volume darah
oleh karena itu transfuse darah harus diberikan tetesan secara
pelan. Dapat juga diberikan diuretic kerja cepat misalnya
furosemide sebelum transfusi.
12

1.6.2 Pemeriksaan Diagnostik


Menurut Muscari (2005), pemeriksaan diagnostik pada anemia
adalah:
a. Jumlah pemeriksaan darah lengkap dibawah normal (Hemoglobin
<12 g/dL, Hematokrit< 33%, dan sel darah merah).
b. Feritin dan kadar besi serum rendah pada anemia defisiensi besi.
c. Kadar B12 serum rendah pada anemia pernisiosa.
d. Tes comb direk positif menandakan anemia hemolitik autoimun.
e. Hemoglobin elektro foresis mengidentifikasi tipe hemoglobin
abnormal pada penyakit sel sabit.
f. Tes schilling digunakan untuk mendiagnosa defisiensi vitamin
B12.

1.7 Pengkajian Keperawatan


a. Usia anak: Fe ↓ biasanya pada usia 6-24 bulan.
b. Pucat: pasca perdarahan, pada difisiensi zat besi, anemia hemolistik,
anemia aplastic.
c. Mudah Lelah: kurangnya kadar oksigen dalam tubuh.
d. Pusing kepala: kurangnya asupan atau aliran darah keotak.
e. Napas pendek: rendahnya kadar Hb.
f. Nadi cepat: Kompensasi dari refleks cardiovascular.
g. Eliminasi urine: kadang-kadang terjadi penurunan produksi urine:
Penurunan aliran darah keginjal sehingga hormon renin angiotensin
aktif untuk menahan garam dan air sebagai kompensasi untuk
memperbaiki perpusi dengan manefestasi penurunan produksi urine.
h. Gangguan pada system saraf: Anemia difisiensi B 12.
i. Gangguan cerna: Pada anemia berat sering nyeri timbul nyeri perut,
mual, muntah dan penurunan nafsu makan.
j. Iritabel (cengeng, rewel atau mudah tersinggung).
k. Suhu tubuh meningkat: Karena dikeluarkanya leokosit dari jaringan
iskemik.
l. Pola makan.
m. Pemeriksaan penunjang: Nilai normal sel darah: Jenis sel darah:
13

Eritrosit (juta/mikrolt) umur bbl 5,9 (4,1 – 7,5), 1 Tahun 4,6 (4,1 – 5,1), 5
Tahun 4,7 (4,2 -5,2), 8 – 12 Tahun 5 (4,5 -5,4).
Hb (gr/dl) Bayi baru lahir 19 (14 – 24), 1 Tahun 12 (11 – 15), 5 Tahun
13,5 (12,5 – 15), 8 – 12Tahun 14 (13 – 15,5).
Leokosit (per mikrolt) Bayi baru lahir 17.000 (8-38), 1 Tahun 10.000 (5
– 15), 5 Tahun 8000 (5 – 13), 8 – 12 Tahun 8000 (5-12).
Trombosit (per mikrolt) Bayi baru lahir 200.000, 1 Tahun 260.000, 5
Tahun 260.000, 8 – 12Tahun 260.0004.
Hemotokrit (%0) Bayi baru lahir 54, 1 Tahun 36, 5 Tahun 38, 8 – 12
Tahun 40.

1.8 Diagnosa Keperawatan


Menurut Wijaya (2013), dari hasil pengkajian diatas dapat disimpulkan
diagnose keperawatan sebagai berikut:
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan konsentrasi
hemoglobin dalam darah.
b. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d inadekuat
intake makanan
c. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan
oksigen.
d. Defisit perawatan diri b.d kelemahan fisik.
e. Kecemasan orang tua b.d proses penyakit anak.
f. Kurang pengetahuan b.d kurang terpapar dengan informasi.
g. Resiko tinggi infeksi b.d imunitas tubuh sekunder menurun (penurunan
Hb), prosedur invasif.

1.9 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau terencana tentang
kesehatan pasien dengan tujuan yang telah di tetapkan, dilakukan dengan
cara berkesinambungan, dengan melibatkan pasien, keluarga dan tenaga
kesehatan lainnya. Evaluasi pada pasien dengan anemia adalah infeksi
tidak terjadi, kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi, pasien dapat
mempertahankan atau meningkatkan aktivitas peningkatan perfusi jaringan
perifer, dapat mempertahankan integritas kulit, pasien mengerti dan
14

memahami tentang penyakit, prosedur diagnostik dan rencana


pengobatan.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 PengkajianKeperawatan
Pengkajian dilakukan pada An. M. P dengan diagnosa medis Anemia aplastik
dilakukan pada minggu 26 Juni 2019 jam 10.00 WITA.
1. Keluhan utama Keluhan utama An. M.P adalah mengeluh lemas seluruh
badan &pusing. Keluhan lain yang dirasakan oleh An. M.P adalah sulit
beraktifitas, tidak ada nafsu makan dan sering muntah. Riwayat kesehatan
saat ini An. M. P masuk rumah sakit dengan keluhan lemas seluruh badan
dan pusing, An. M. P sempat di rawat di RSUD kabupaten TTS sebelum
dirujuk ke RSUD Prof. Dr. W. Z Johannes Kupang.
Riwayat kehamilan dan persalinan. Prenatal: tempat pemeriksaan umum
(posyandu), frekuensi pemeriksaan kehamilan (5 kali), dengan keluhan
sakit kepala. Intranatal: Bersalin dirumah, dengan jenis pertolongan
spontan. Postnatal: pasien waktu bayi mendapat ASI kurang lebih 1 tahun,
dan ASI yang didapat adalah ASI ekslusif, imunisasi lengkap. Riwayat
masa lampau keluarga mengatakan bahwa waktu kecil pasien pernah
menderita panas tinggi, tapi tidak pernah dirawat di rumah sakit. Tidak
mempunyai riwayat alergi dan juga tidak pernah mengalami kecelakaan
serta imunisasi dasar yang didapat lengkap. Riwayat sosial, saat dilakukan
pengkajian riwayat sosial, pasien diasuh oleh orang tuanya, pasien
berstatus anak, hubungan dengan teman sebaya baik, lingkungan rumah
juga baik. Kebutuhan dasar saat dilakukan pengkajian nutrisi keluarga
mengatakan makanan yang disukai adalah sayur dan telur, selera makan
pasien menurun, alat makan yang digunakan adalah piring dan sendok,
pola makan 3x sehari, hanya menghabiskan ½ porsi makan. Pola istirahat
dan tidurPola tidur pasien teratur, kebiasaan pasien sebelum tidur adalah
menonton TV, pasien tidur siang dari jam 1- jam 4 dan jam tidur malam
dari jam 9 - jam 6 pagi. Personal hygiene pasien mandi 2x sehari, sikat gigi
2x sehari. Saat sakit eliminasi (urin dan bowel) dibantu keluarga. Saat
dilakukan pengkajian pasien tidak mempunyai tindakan operasi, status
nutrisi (tidak ada nafsu makan, mual dan muntah), status cairan (pasien
menghabiskan 400cc per hari). Terapi yang didapatkan An. M.P adalah
15
16

omeprazole 1 x 60 mg secara intravena, ceftriaxon 1 x 50 mg secara


intravena, dexametazon 1 x 2 mg per oral, IVFD NaCl 0,9 % 20 tetes per
menit secara IV, sucralfat 4 x 1 gram, transfusi darah O (PRC) 500 cc 25
tetes per menit).
Pemeriksaan penunjang saat dilakukan pemeriksaan laboratorium
didapatkan HB 2,4 g/dl (12 - 16 g/dl), eritrosit 1,09 106 / uL (4,50 - 6,20
106 /uL), hematokrit 9,2 % (40,0 - 54,0 %), trombosit 17 10 3 /uL (150-400
103 /uL), gulah darah sewaktu 135 mg/dL (70 - 150 mg/dL), BUN 11 mg/dl
(< 48 mg/dL), kreatinin darah 0,59 mg/dl (0,7 - 1,3).
2. Pemeriksaan fisik.
Keadaan umum sakit sedang, kesadaran compos menstis E:4V5:M:6,
tanda-tanda vital TD (90/60 mmhg), nadi: 76x/m, RR 20x/m, Suhu: 36,30 c.
(CRT >3 detik), tinggi badan 140 cm, berat badan sebelum sakit 41 kg,
saat sakit 39 kg, berat badan ideal 19,2 kg, status gizi kurang. Tidak ada
hidrosefalus, ubun-ubun anterior tidak ada kelainan, ubun-ubun posterior
tidak ada kelainan, leher tidak kaku kuduk, tidak ada pembesaran limfe,
kunjungtiva anemis, warna sklera putih, telinga bersih, tidak ada gangguan
pendengaran, tidak ada secret, membran mukosa lembab, lidah bersih,
gigi bersih, perut tidak kembung, ada bising usus 38 kali per menit, ada
mual dan muntah. Pada pemeriksaan genetalia preputium bersih, tidak
ada hipospadia, tidak terdapat skrotum. Pergerakan sendi bebas tidak ada
hambatan pada ekstremitas aras dan bawah, tidak mampu berjalan karena
lemas, tidak ada fraktur, ketrampilan motorik baik.
3. Informasi lain.
Saat dilakukan pengkajian tentang pengetahuan, ibu An.M.P mengatakan
sudah paham tentang pengertian, penyebab, tanda dan gejala, serta
penanganan. Saat ditanya bagaimana persepsi orangtua terhadap
anaknya: ibu mengatakan hanya pasrah dan berdoa kepada Tuhan dan
berharap anaknya cepat sembuh.

3.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan ditegakkan hasil pengkajian dan analisa data, mulai
dari menetapkan masalah, penyebab dan data-data yang mendukung.
Masalah pada An. M. P adalah:
17

1) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan


suplai O2 ke jaringan.
2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake tidak adekuat.
3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.

Prioritas Masalah Dalam memprioritaskan masalah ada 3 hal yang perlu


dipertimbangkan yaitu apakah masalah tersebut mengancam kehidupan,
mengancam kesehatan atau mengancam tumbuh kembang pasien. Prioritas
masalah pada An. M.P adalah:
1) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer merupakan masalah yang dapat
mengancam kehidupan pasien
2) Kekurangan merupakan masalah yang dapat mengancam kesehatan
pasien.
3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan merupakan masalah
yang mengancam tumbuh dan kembang.

3.3 Perencanaan keperawatan, pelaksanaan keperawatan, evaluasi


keperawatan
Untuk diagnosa keperawatan ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
berhubungan dengan penurunan suplai O2 ke jaringan. Goal: pasien akan
meningkatkan perfusi jaringan yang adekuat selama dalam perawatan.
Objektif: Dalam jangka waktu 3 x 24 jam perfusi jaringan perifer kembali
adekuat dengan kriteria hasil: pusing berkurang, pucat pada seluruh badan
berkurang, pasien tidak lemas, konjungtiva kurang anemis, capillary refill time
< 2 detik, Hb meningkat dari 2,4 gr/dl menjadi 3 gr/dl. Dengan intervensinya
yaitu: 1) Kaji jenis perdarahan. 2) Anjurkan pasien untuk makan makanan yang
tinggi zat besi. 3) Nilai CRT. 4) ukur tanda tanda vital. 5) Kolaborasi pemberian
transfusi & obat antikoagulan. 6) Pasang transfusi darah O (PRC) 20 tts/m. 7)
Kolaborasi pemeriksaan laboratorium. Untuk diagnosa nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan kekurangan asupan nutrisi esensial.
Goal: Pasien akan meningkatkan asupan nutrisi yang adekuat selama dalam
perawatan. Objektif: Dalam jangka waktu 3 x 24 jam asupan nutrisi kembali
adekuat dengan kriteria hasil: nafsu makan pasien membaik, mual dan muntah
18

berkurang, BB meningkat 32 menjadi 33 kg, porsi makan meningkat dari ½


menjadi ¾ porsi, dengan intervensinya yaitu: 1) Berikan makanan yang hangat
dan menarik sesuai kesukaan pasien. 2) Beri makanan dalam porsi kecil tapi
sering. 3) Timbang BB. 4) ajarkan pasien tidak konsumsi makanan berbumbu
dab bergas. 5) ajak anak makan sambil bercerita. 6) kolaborasi dengan dokter
untuk pemberian suplimen, vitamin, zat besi dan folat. 7) kolaborasi dengan
ahli gizi untuk rubah makan TKTP kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien
dengan rasional kalori dan nutrisi yang sesuai dapat menyeimbangkan
kebutuhan pasien. Untuk diagnosa intoleransi aktivitas berhubungan dengan
kelemahan fisik. Goal: pasien akan meningkatkan aktivitas selama dalam
perawatan. Objektif: Dalam jangka waktu 3 x 24 jam pasien dapat toleran
terhadap aktivitas dengan kriteria hasil pasien tidak lemah, kekuatan otot 5/5,
ADL tidak dibantu dengan intervensinya yaitu: 1) Kaji faktor yang
menyebabkan kelelahan dengan rasional salah satu penyebabnya adalah
meningkatnya TIK. 2) Monitor TTV, rasional untuk mengetahui tingkat
perkembangan pasien. 3) Bantu pasien untuk mengidentifikasi aktivitas yang
mampu dilakukan dengan rasional memudahkan dalam proses terapi.

Implementasi Keperawatan
Tindakan keperawatan dilakukan setelah perencanaan kegiatan dirancang
dengan baik. Tindakan keperawatan mulai dilakukan tanggal 27- 29 Mei 2019.
Pada hari pertama tanggal 27 Mei 2019
Untuk diagnosa keperawatan ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
berhubungan dengan penurunan suplai O2 ke jaringan implementasi yang
dilakukan yaitu: 1) Pukul 07.00 mengkaji jenis perdarahan hasilnya tidak
terdapat perdarahan. 2) Pukul 07.15 Menganjurkan pasien untuk makan
makanan yang tinggi zat besi hasilnya pasien mengatakan bersdia makan
makanan tinggi zat besi. 3) Pukul 07.30 menilai CRT, hasilnya CRT>3 detik. 4)
Pukul 07.45 mengukur tanda-tanda vital, hasilnya TD: 90/60 mmHg, Nadi:
78x/menit, Suhu: 36,30 c. 5) Pukul 08.00 Melakukan kolaborasi dengan dokter
untuk pemberian transfusi darah & obat antikoagulan (pasien menyetujui
pemberian transfusi darah O (PRC). 6) Pukul 08.15 memasang transfusi darah
O PRC 20 tts/m, hasilnya pasien terpasang PRC 20 tts/m 7). Pukul 08.30
kolaborasi pemeriksaan laboratorium, hasilnya pasien menyetujui pemeriksaan
19

laboratorium. 8). Pukul 09.00 Memberikan obat sucralfat 1 x1 gram (IV). Hasil
pasien mau dan obat diberikan Untuk diagnosa keperawatan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kekurangan asupan nutrisi
esensial implementasi yang dilakukan yaitu: 1) Pukul 08.45 memberikan
makanan yang hangat sesuai kesukaan pasien hasilnya pasien menyukai
makanan yang diberikan. 2) Pukul 09.00. memberi makanan dalam porsi kecil
tapi sering hasilnya pasien makan sesuai porsi yang diberikan. 3) Pukul 09.15
menimbang BB hasilnya BB 32 kg. 4) Pukul 09.30 melakukan kolaborasi
dengan dokter tentang kebutuhan suplemen makanan dengan rasional
suplemen makanan dapat meningkatkan nafsu makan sehingga intake
adekuat hasilnya dokter menyetujui makan yg diberikan. 5) Pukul 09.45
memberikan makanan pada pasien sambil bercerita. Hasilnya pasien mau
makan dan menghabiskan ½ porsi saja. Untuk diagnosa keperawatan
intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik implementasi yang
dilakukan yaitu: 1) Pukul 10.15 mengkaji faktor yang menyebabkan kelelahan
dengan hasilnya faktor penyebab kelelahan adalah lemas seluruh badan. 2)
Pukul 10.30 memonitor kardiovaskuler terhadap aktivitas dengan hasilnya
kardiovaskuler pasien nampak baik. 3) Pukul 10.45 membantu pasien untuk
mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan dengan hasilnya pasien
mengatakan bisa bercerita, duduk dan membaca buku.
Pada hari kedua tanggal 28 Mei 2019
dilakukan Untuk diagnosa keperawatan ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
berhubungan dengan penurunan suplai O2 ke jaringan implementasi yang
dilakukan yaitu: 1) Pukul 07.00 mengkaji jenis perdarahan hasilnya tidak
terdapat perdarahan. 2) Pukul 07.15 menganjurkan pasien untuk makan
makanan yang tinggi zat besi hasilnya pasien mengatakan bersedia makan
makanan tinggi zat besi. 3) Pukul 07.30 menilai CRT, hasilnya CRT>3 detik. 4)
Pukul 07.45 mengukur tanda tanda vital, hasilnya TD:90/60 mmHg, Nadi:
78x/menit, Suhu: 36,30C. 5) Pukul 09.00 memberikan obat sucralfat 1 x 1gran
secara intra vena dan hasilnya pasien menyetujui dan obat diberikan. 6) Pukul
08.15 memasang transfusi darah O PRC 20 tts/m hasilnya: pasien terpasang
PRC 20 tts/m. 7) Pukul 08.30 melakukan kolaborasi pemeriksaan
laboratorium, hasilnya pasen menyetujui pemeriksaan laboratorium. Untuk
diagnosa nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
20

kekurangan asupan nutrisi esensial implementasi yang dilakukan yaitu: 1)


Pukul 08.45 memberikan makanan yang hangat sesuai kesukaan pasien
hasilnya pasien menyukai makanan yang diberikan. 2) Pukul 09.00
memberikan makanan dalam porsi kecil tapi sering hasilnya pasien makan
sesuai porsi yang diberikan. 3) Pukul 09.15 menimbang BB hasilnya BB 39 kg.
4) Pukul 09.00 memberikan obat omeprazole 1 x 60 mg secara intra vena 5)
Pukul 09.45 Memberikan makan pada pasien: diet TKTP Untuk diagnosa
keperawatan intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
implementasi yang dilakukan yaitu: 1) Pukul 10.15 mengkaji faktor yang
menyebabkan kelelahan dengan hasilnya faktor penyebab kelelahan adalah
lemas seluruh badan. 2) Pukul 10.30. memonitor kardiovaskuler terhadap
aktivitas dengan hasilnya kardiovaskuler pasien nampak baik. 3) Pukul 10.45
membantu pasien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan
dengan hasilnya pasien mengatakan bisa bercerita, duduk dan membaca
buku.
Pada hari ketiga tanggal 29 Mei 2019
Untuk diagnosa keperawatan ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
berhubungan dengan penurunan suplai O2 ke jaringan implementasi yang
dilakukan yaitu: 1) Pukul 07.15 menganjurkan pasien untuk makan makanan
yang tinggi zat besi hasilnya pasien mengatakan bersdia makan makanan
tinggi zat besi. 2) Pukul 07.30 menilai CRT, hasilnya CRT>3 detik. 3) Pukul
07.45 mengukur tanda-tanda vital, hasilnya TD:90/60 mmHg, Nadi: 78x/menit,
suhu: 36,30 c. 3) Pukul 08.00 memasang transfusi darah O PRC 20 tts/m,
hasilnya pasien terpasang PRC 20 tts/m. Hasilnya memasang darah. 4)
memonitor pemberian transfusi darah PRC 20 tetes /menit. Hasilnya tetesan
lancar 4) Pukul 09.00 Memberikan obat sucralfat 1 x1 gram (IV). Hasil pasien
mau dan obat diberikan 5) Pukul 08.30 Mengecek hasil pemeriksaan
laboratorium, hasilnya Hb pasien 3 g/dl. Untuk diagnosa keperawatan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kekurangan asupan nutrisi
esensial implementasi yang dilakukan yaitu: 1) Pukul 08.00 memberikan
makanan yang hangat sesuai kesukaan pasien hasilnya pasien menyukai
makanan yang diberikan. 2) Pukul 08.20 memberikan makanan dalam porsi
kecil tapi sering hasilnya pasien makan sesuai porsi yang diberikan. 3) Pukul
09.00 memberikan obat omeprazole 1 x 60 mg secara intra vena 4).
21

menimbang BB hasilnya BB 32 kg. 4) Memberikan makan pada pasien sesuai


diet TKTP. Untuk diagnosa keperawatan intoleransi aktivitas berhubungan
dengan kelemahan fisik implementasi yang dilakukan yaitu: 1) Pukul 10.30
memonitor kardiovaskuler terhadapa aktivitas dengan hasilnya kardiovaskuler
pasien nampak baik. 2) Pukul 10.45 membantu pasien untuk mengidentifikasi
aktivitas yang mampu dilakukan dengan hasilnya pasien mengatakan bisa
bercerita, duduk dan membaca buku.
Evaluasi Keperawatan Setelah melaksanakan tindakan keperawatan elama 3
hari maka tahap akhir yaitu melakukan evaluasi keperawatan. Evaluasi
keperawatan dilakukan dengan berdasarkan kriteria hasil yang ditetapkan
pada intervensi dengan SOAP. Hari pertama, tanggal 27 Mei 2019 Untuk
diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan perifer yaitu evaluasi pada pukul
13.30. S: pasien mengatakan masih pusing. O: nampak pucat pada seluruh
badan, pasien nampak lemas, CRT >3 detik, conjungtiva anemis, HB: 2,4 g/dl.
A: masalah belum teratasi. P: lanjutkan intervensi 1-7 pada hari kedua. Untuk
diagnosa nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kekurangan asupan nutrisi esensial, evaluasi pukul 14.00 S: pasien
mengatakan masih tidak ada nafsu makan. O: menghabiskan ½ porsi makan,
nampak mual dan muntah, BB 32 kg. A: masalah belum teratasi. P: lanjutkan
intervensi 1-7 pada hari kedua. Untuk diagnosa intoleransi aktivitas
berhubungan dengan kelemahan fisik evaluasi pukul 14.20, S: pasien
mengatakan masih lemah dan sulit beraktivitas. O: pasien nampak lemah,
kekuatan otot 4/4, kebutuhan dasar masih dibantu. A: masalah belum
teratasi .P: lanjutkan intervensi 1-3 pada hari kedua. Hari kedua, tanggal 28
Mei 2019 Untuk diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan perifer yaitu
evaluasi pada pukul 13.30. S: pasien mengatakan masih pusing. O: nampak
pucat pada seluruh badan, pasien nampak lemas, CRT >3 detik, conjungtiva
anemis, HB: 2,4 g/dl. A: masalah belum teratasi. P: lanjutkan intervensi 1-7
pada hari kedua. Untuk diagnosa nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kekurangan asupan nutrisi esensial, evaluasi pukul
14.00 S: pasien mengatakan masih tidak ada nafsu makan. O: menghabiskan
½ porsi makan, nampak mual dan muntah, BB 32 kg. A: masalah belum
teratasi. P: lanjutkan intervensi 1-7 pada hari kedua. Untuk diagnosa
intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik evaluasi pukul
22

14.20, S: pasien mengatakan sudah bisa melakukan aktivitas ringan seperti


makan dan membaca buku. O: pasien nampak makan sendiri, kekuatan otot
5/4, tidak lemah. A: masalah teratasi sebagian. P: intervensi 1-3 dilanjutkan
Hari ketiga, tanggal 29 Mei 2019 Untuk diagnosa ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer yaitu evaluasi pada pukul 13.00. S: pasien mengatakan masih
pusing. O: nampak pucat pada seluruh badan, pasien nampak lemas, CRT >3
detik, conjungtiva anemis, HB: 2,4 g/dl. A: masalah belum teratasi. P: lanjutkan
intervensi 1-7 pada hari kedua. Untuk diagnosa nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan kekurangan asupan nutrisi esensial, evaluasi
pukul 13.30 S: pasien mengatakan masih tidak ada nafsu makan. O:
menghabiskan ½ porsi makan, nampak mual dan muntah, BB 32 kg. A:
masalah belum teratasi. P: lanjutkan intervensi 1-7 pada hari kedua. Untuk
diagnosa intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik evaluasi
pukul 14.00, S: pasien mengatakan sudah bisa melakukan aktivitas ringan
seperti makan dan membaca buku. O: pasien nampak makan sendiri,
kekuatan otot 5/4, tidak lemah. A: masalah teratasi sebagian. P: intervensi 1-3
dilanjutkan.
Pembahasan Berdasarkan asuhan keperawatan pada An.M.P dengan Anemia
aplastik yang dilaksanakan di ruang kenanga RSUD Prof. Dr.W. Z. Johannes
Kupang selama 3 hari dari tanggal 27-29 Mei 2019. Pada bab ini penulis akan
membahas seluruh tahapan proses keperawatan yang terdiri dari: pengkajian,
diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi keperawatan. Pada bab ini
juga penulis melihat apakah ada kesenjangan antara teori dan kasus nyata
pada An. M.P yang ditemukan di lapangan.
1. Pengkajian Keperawatan Menurut Betz & Sowden (2009) pengkajian yang
ditemukan pada anak dengan anemian aplasti sebagai berikut: pasien
mengatakan lemah, letih dan lesu, pasien mengatakan nafsu makan
menurun, mual dan sering muntah, lemah, pusing, adanya pendarahan,
kadang-kadang sesak nafas dan penglihatan kabur. Rambut tampak
kering, tipis, mudah putus, wajah tampak pucat, bibir tampak pucat,
konjungtiva anemis, biasanya juga terjadi perdarahan pada gusi dan
telinga terasa berdengung. Jugular venous pressure akan melemah,
pasien tampak sesak nafas ditandai dengan respiration rate pada kanak-
kanak (5-11 tahun) berkisar antara 20- 30x per menit. Perdarahan saluran
23

cerna, hepatomegali dan kadang-kadang splenomegali, ada tanda-tanda


infeksi; demam, aktivitas menurun. Hasil pengkajian, penyebab anemia
pada An. M.P merupakan penyebab yang idiopatik atau karena autoimun.
Dari hasil pengkajian pada An. M.P data pengkajian data lain sesuai
dengan teori namun data pengkajian yang tidak ditemukan adalah sesak
napas, penglihatan kabur, rambut kering dan tipis, pembesaran hepardan
limfa, demam, hal ini disebabkan karena pada saat pengkajian berupa
wawancara dan pemeriksaan fisik tidak ditemukan data pendukung. Hal ini
menunjukan bahwa ada kesenjangan antara pengkajian teori dan studi
khasus. Dengan demikian, pernyataan teori dan kasus nyata yang ada di
lapangan sesuai, namun ada beberapa manifestasi klinis yang tidak
ditemukan pada An. M. P tidak ditemukan data adanya petekie, ekimosis,
epistaksis, ulserasi oral Pasien tidak mengalami perdarahan hal ini dapat
dipengaruhi oleh proses perawatan dan terapi obat yang sudah dilakukan
oleh perawat ruangan sebelum peneliti melakukan pengkajian.
2. Diagnosa Keperawatan Menurut Betz and Swoden (2009) dan Taylor
(2010) diagnosa keperawatan yang muncul pada anak dengan anemia
aplastik terdapat tujuh diagnosa adalah: Ketidakefektifan perfusi jaringan
perifer berhubungan dengan penurunan suplai O2 ke jaringan, resiko
cedera berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai O2, resiko tinggi
infeksi berhubungan dengan imunitas tubuh sekunder menurun
(penurunan HB) prosedur invasif, Intoleransi aktivitas berhubungan
dengan kelemahan, keletihan fisik berhubungan dengan menurunya
imunitas tubuh. Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan
berhubungan dengan menurunya imunitas tubuh, nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan kekurangan asupan nutrisi
esensial. Pada studi kasus anak M.P hanya ditemukan tiga diagnosa
keperawatan yaitu: Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan
dengan penurunan suplai O2 ke jaringan, Nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan kekurangan asupan nutrisi esensial,
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keleman. Empat diagnosa
keperawatan lainnya tidak ditemukan hal ini disebabkan karena tidak
ditemukan data subjektif dan objektif yang untuk merumuskan keempat
diagnosa keperawatan tersebut. Hal ini menunjukan bahwa ada
24

kesenjangan antara diagnosa keperawatan teori dan diagnosa


keperawatan pada AN. MP.
3. Intervensi Keperawatan Rencana keperawatan pada anak dengan anemia
aplastik menurut Taylor (2010) untuk diagnosa keperawatan pertama dan
diagnosa kedua dan keenam menurut Betz and Swoden (2009), diagnosa
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kekurangan
asupan nutrisi esensial sebagai berikut, ketidakefektifan perfusi jaringan
perifer berhubungan dengan penurunan suplai O2 ke jaringan. Intervensi:
ukur tanda-tanda vital. 2) observasi adanya emboli 3) tingkatkan aktivitas
untuk cegah pengumpulan darah 4) Berikan penkes tentang terapi
antikoogulan 5) Monitor tanda-tanda perdarahan 6) Monitor adanya data
laboratorium terkait dengan kehilangan darah (misalnya hemoglobin,
hematokrit). 7) anjurkan pasien untuk konsumsi sayursayuran yang hijau.
8) observasi nadi perifer setiap 4 jam 9) kaji warna kulit dan tekstur kulit
setiap 4 jam 10) berikan produk darah yang diresepkan dokter. 11)
kolaborasi pemberian terapi antikoagulan. Pada studi kasus semua
intervensi keperawatan pada An. M.P disusun berdasarkan intervensi teori
sehingga tidak ada kesenjangan antara intervensi teori dan studi kasus.
4. Implementasi Keperawatan Menurut Tailor implementasi adalah
pengelolan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah di susun
pada tahap perencanaan. Pada tahap ini, perawat yang memberikan
perawatan kepada pasien dan sebaiknya tidak bekerja sendiri tetapi juga
melibatkan tenaga kesehatan yang lain untuk memenuhi kebutuhan pasien
Implementasi keperawatan yang dilakukan pada A.n M. P semua disusun
berdasarkan interventsi teori yang ditetapkan, hal ini menunjukan tidak ada
kesenjangan teori dan kasus.
5. Evaluasi Keperawatan Menurut Capernito (2001), evaluasi adalah
perbandingan yang sistemik atau terencana tentang kesehatan pasien
dengan tujuan yang telah di tetapkan, dilakukan dengan cara
berkesinambungan, dengan melibatkan pasien, keluarga dan tenaga
kesehatan lainnya. Evaluasi keperawatan pada yang dilakukan An. M.P
dengan diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan
dengan dengan penurunan suplai O2 ke jaringan masalah belum teratasi.
Pada diagnosa nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
25

kekurangan asupan nutrisi esensial masalah belum teratasi. Evaluasi


keperawatan pada diagnosa intoleransi aktivitas berhubungan dengan
kelemahan didapatkan masalah teratasi sebagian.
BAB 4

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Anemia adalah keadaan dimana jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin
(protein pembawa oksigen) dalam sel darah merah berada dibawah normal. Sel
darah merah mengandung hemoglobin, yang memungkinkan mereka
mengangkut oksigen dari paru-paru dan mengantarkannya keseluruh bagian
tubuh. Anemia menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah merah atau jumlah
hemoglobin dalam sel darah merah, sehingga darah tidak dapat mengangkut
oksigen dalam jumlah sesuai yang diperlukan tubuh.

4.2 Saran
a. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi yang pembaca, terutama
mahasiswa keperawatan.
b. Semoga dapat menjadi bahan acuan pembelajaran bagi mahasiswa
keperawatan.

26
DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth. (2001). KeperawatanMedikalBedah. Jakarta: EGC.


Oktaviani, I., Rahmawati, D., & Kana, Y. (2021). Prevalensi dan factor risiko anemia
pada anak di Negara Maju. Jurnal Kesehatan masyarakat Indonesia, 16(4), 218-
226.
Diambildarihttps://www.researchgate.net/publication/357467913_Prevalensi_dan_
Faktor_Risiko_Anemia_pada_Anak_di_Negara_Maju
Wijaya, A, S& Putri, Y, M. (2013). KMB 2
KeperawatanMedikalBedahKeperawatanDewasa. Yogyakarta: NuhaMedika.

27

Anda mungkin juga menyukai