Anda di halaman 1dari 46

MAKALAH

PATOFISIOLOGIS KELAINAN KOGENITAL PADA SISTEM


HEMATOLOGI DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK :
TALASEMIA DAN DAMPAKNYA TERHADAP PEMENUHAN
KEBUTUHAN DASAR MANUSIA & INTERVENSI KEPERAWATAN
PADA BAYI DAN ANAK : PEMBERIAN KEMOTERAPI

MATA KULIAH : KEPERAWATAN ANAK II


Dosen Pengampu : Maria Anita Yusiana, S.Kep., Ns., M.Kes

Disusun Oleh:

Alma Puspita Eka Putri (01.2.19.00681)

Widya Setia Pratiwi (01.2.19.00708)

SEKOLAH TINGGI KESEHATAN RS BAPTIS KEDIRI

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

TAHUN AKADEMIK 2021/2022


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena berkat rahmatNya dan karuniaNya, sehingga kami dapat menyusun
makalah pada mata kuliah Keperawatan Anak II dengan baik dan tepat pada
waktunya.

Makalah ini dibuat dari berbagai informasi di internet dan buku


literatur yang ada serta beberapa bantuan dari pihak lain untuk membantu
menyelesaikan makalah ini. Terwujudnya tugas ini, tidak terlepas dari bantuan
dari berbagai pihak, oleh karena itu kami selaku kelompok mengucapkan
terima kasih kepada:

1. Maria Anita Yusiana, S.Kep., Ns., M.Kes selaku dosen pengampu pada
mata kuliah Keperawatan Anak II yang telah memberikan ilmu dan
wawasan dalam menyusun tugas ini.
2. Semua sumber-sumber yang telah membantu kami dalam menyelesaikah
makalah ini.
Kami menyadari bahwa masih ada banyak kekurangan yang mendasar
pada makalah ini. Oleh karena itu, kami mengundang pembaca untuk
memberikan saran serta kritik yang dapat membangun kami. Kritik dari
pembaca sangat kami harapkan untuk menyempurnakan makalah kami
selanjutnya.

Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi


semua pihak baik itu penulis dan pembacanya.

Kediri, 22 September 2021

Penyusun

2
DAFTAR ISI

COVER.................................................................................................................

KATA PENGANTAR........................................................................................i

DAFTAR ISI......................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1

A. Latar Belakang Masalah........................................................................1


B. Rumusan Masalah.................................................................................3
C. Tujuan Masalah.....................................................................................3
D. Manfaat Penulisan.................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................5

A. Konsep Teori Dan Asuhan Keperawatan Talasemia.......................5


1. Definisi...........................................................................................5
2. Etiologi...........................................................................................5
3. Klasifikasi ......................................................................................6
4. Patofisiologis..................................................................................8
5. Manifestasi Klinis...........................................................................8
6. Pemeriksaan Penunjang..................................................................9
7. Penatalaksanaan ...........................................................................11
8. Pengkajian....................................................................................14
9. Diagnose.......................................................................................17
10. Implementasi Dan Intervensi........................................................22
11. Evaluasi........................................................................................26

B. Intervensi Keperawatan Pemberian Kemoterapi.......................... 33


1. Definisi........................................................................................ 33
2. Tujuan.......................................................................................... 33
3. Macam-Macam Kemoterapi........................................................ 34
4. Dasar Pemberian Kemoterapi...................................................... 34

3
5. Indikasi & Kontraindikasi............................................................ 36
6. Efek Samping.............................................................................. 37
7. SOP Pemberian Kemoterapi........................................................ 39
BAB III Penutup..............................................................................................43

A. Kesimpulan..........................................................................................43
B. Saran....................................................................................................44
Daftar Pustaka.................................................................................................44

4
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Penyakit kronik merupakan kondisi yang menyebabkan anak
menjalani hospitalisasi minimal selama satu bulan dalam satu tahun, dan
umumnya mendapatkan pengobatan rutin dalam jangka waktu yang lama.
Prevalensi penyakit kronik di beberapa negara maju cenderung meningkat.
Data survey nasional memperkirakan bahwa sekitar 30% dari semua anak
Indonesia mempunyai bentuk kondisi yang kronik (Dahnil et al., 2017).
Salah satu penyakit kronik yang banyak terjadi di Indonesia adalah
penyakit thalasemia. Talasemia merupakan penyakit kronik yang
diturunkan secara autosomal resesif dari orang tua kepada anaknya yang
disebabkan oleh defisiensi sintesis rantai polipeptida yang mempengaruhi
sumsum tulang produksi hemoglobin dengan manifestasi klinis anemia
berat (Potts & Mendleco, 2007).
Thalasemia adalah penyakit genetis yang terdeteksi disaat
seseorang masih dalam usia anak-anak. Penyakit genetic ini diakibatkan
oleh ketidakmampuan sumsum tulang membentuk protein yang
dibutuhkan untuk memproduksi hemoglobin (Rosnia et al., 2015).
Thalasemia merupakan penyakit kelainan darah yang di wariskan dan
merupakan kelompok penyakit hemoglobinopati (Marnis et al.,2018).
Thalasemia sebagai penyakit genetik yang diderita seumur hidup akan
membawa banyak masalah bagi penderitanya. Thalasemia merupakan
kelainan seumur hidup yang disebabkan oleh kelainan gen autosom
resesif, pada gen kromosom ke-16 pada alfa thalasemia dan kromosom ke-
11 pada beta thalassemia. Thalasemia adalah suatu penyakit keturunan
yang diakibatkan oleh kegagalan pembentukan salah satu dari empat rantai
asam amino yang membentuk hemoglobin, sehingga hemoglobin tidak
terbentuk sempurna. Tubuh tidak dapat membentuk sel darah merah yang

5
normal, sehingga sel darah merah mudah rusak atau berumur pendek
kurang dari 120 hari dan terjadilah anemia (Rahayuet al., 2016). Menurut
World Health Organization (WHO), penyakit thalasemia merupakan
penyakit genetik terbanyak di dunia yang saat ini sudah dinyatakan
sebagai masalah kesehatan dunia. kurang lebih 7% dari penduduk dunia
mempunyai gen thalasemia. Penderita thalasemia mengalami Kelainan
hemoglobin yang menyebabkan eritrosit mudah mengalami destruksi.
sehingga usia sel darah merah menjadi lebih pendek dari normal yaitu
berusia 120 hari. Hal ini menyebabkan penderita thalasemia mengalami
anemia dan menurunnya kemampuan hemoglobin mengikat oksigen
(Marnis et al., 2018).
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang
diturunkan secara resesif,secara molekuler dibedakan menjadi thalasemia
alfa dan beta, sedangkan secara klinis dibedakan menjadi thalasemia
mayor dan minor. Anak yang menderita penyakit ini memiliki kondisi
yang baik saat di lahirkan akan tetapi dengan semakin bertambahnya usia
anak akan mengalami anemia baik ringan ataupun berat hal ini di sebabkan
karena ketiadaan parsial atau total hemoglobin. jika keadaan ini tidak
segera di atasi akan menyebabkan kematian 4 dini pada anak. Gejala yang
didapat pada pasien berupa gejala umum yaitu: anemis, pucat, mudah
capek, dan adanya penurunan kadar hemoglobin pembesaran limpa, dan
Fascies Cooley’s (sumsum memproduksi sel darah merah berlebihan
sehingga rongga sumsum membesar menyebabkan penipisan tulang dan
penonjolan pada dahi) Hal ini disebabkan oleh penurunan fungsional
hemoglobin dalam menyuplai atau membawa oksigen ke jaringanjaringan
tubuh yang digunakan untuk oksidasi sel. Sehingga oksigenasi ke jaringan
berkurang. Selain sebagai pembawa oksigen, hemoglobin juga sebagai
pigmen merah eritrosit sehingga apabila terjadi penurunan kadar
hemoglobin ke jaringan maka jaringan tersebut menjadi pucat (Ray, 2013).
Oleh karena itu, penderita Thalasemia akan mengalami anemia sepanjang
hidupnya (Sawitri & Husna, 2018).

6
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari Thalasemia ?
2. Bagaimana etiologi pada Thalasemia ?
3. Bagaimana klasifikasi pada Thalasemia ?
4. Apakah manifestasi klinis pada Thalasemia ?
5. Bagaimana pemeriksaan penunjang pada Thalasemia ?
6. Bagaimana penatalaksanaan pada Thalasemia ?
7. Bagaimana Pengkajian Askep pada Thalasemia ?
8. Bagaimana Diagnosa Askep pada Thalasemia ?
9. Apa saja intervensi dan implementasi Askep pada Thalasemia ?
10. Bagaimana evaluasi Askep pada Thalasemia ?
11. Apakah definisi pada Pemberian Kemoterapi ?
12. Apakah tujuan dari Pemberian Kemoterapi ?
13. Apa saja macam-macam dari Pemberian Kemoterapi ?
14. Bagaimana dasar pada Pemberian Kemoterapi ?
15. Bagaimana indikasi dan kontraindikasi dari Pemberian Kemoterapi ?
16. Apa efek samping pada Pemberian Kemoterapi ?
17. Bagaimana SOP pada Pemberian Kemoterapi ?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui definisi dari Thalasemia
2. Untuk mengetahui etiologi pada Thalasemia
3. Untuk mengetahui klasifikasi pada Thalasemia
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis pada Thalasemia
5. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang pada Thalasemia
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan pada Thalasemia
7. Untuk mengetahui Pengkajian Askep pada Thalasemia
8. Untuk mengetahui Diagnosa Askep pada Thalasemia
9. Untuk mengetahui intervensi dan implementasi Askep pada
Thalasemia
10. Untuk mengetahui evaluasi Askep pada Thalasemia
11. Untuk mengetahui definisi pada Pemberian Kemoterapi

7
12. Untuk mengetahui tujuan dari Pemberian Kemoterapi
13. Untuk mengetahui macam-macam dari Pemberian Kemoterapi
14. Untuk mengetahui dasar pada Pemberian Kemoterapi
15. Untuk mengetahui indikasi dan kontraindikasi dari Pemberian
Kemoterapi
16. Untuk mengetahui efek samping pada Pemberian Kemoterapi
17. Untuk mengetahui SOP pada Pemberian Kemoterapi

D. Manfaat Penulisan
Untuk memberikan informasi tambahan, referensi dan keterampilan serta
untuk memahami dan memberi wawasan luas mahasiswa keperawatan saat
melakukan Asuhan Keperawatan sehingga mampu mengoptimalkan
pelayanan Asuhan keperawatan pada masyarakat terutama dengan masalah
Thalasemia serta memahami tentang Intervensi Keperawatan Pemberian
Kemoterapi.

8
BAB II
PEMBAHASAN

A. KONSEP & ASUHAN KEPERAWATAN TALASEMIA


1. Definisi
Thalasemia merupakan suatu sindrom kelainan darah yang
diwariskan (inherited) dan merupakan kelompok penyakit
hemoglobinopati, yaitu kelainan yang disebabkan oleh gangguan
sintesis hemoglobin akibat mutasi di dalam atau dekat gen globin.
Kelainan hemoglobin pada penderita thalasemia akan menyebabkan
eritrosit mudah mengalami destruksi, sehingga usia sel-sel darah
merah menjadi lebih pendek dari normal yaitu berusia 120 hari
(Marnis, Indriati, & Nauli, 2018).

Thalasemia adalah suatu gangguan darah yang diturunkan ditandai


oleh defisiensi produk rantai globulin pada hemoglobin (Suriadi,
2010).

Penyakit thalasemia merupakan salah satu penyakit genetik


tersering di dunia. Penyakit genetic ini diakibatkan oleh
ketidakmampuan sumsum tulang membentuk protein yang dibutuhkan
untuk memproduksi hemoglobin (Potts & Mandleco, 2007).
Hemoglobin merupakan protein kaya zat besi yang berada di dalam sel
darah merah yang berfungsi untuk mengangkut oksigen dari paru-paru
keseluruh bagian tubuh (McPhee & Ganong, 2010) dalam (Rosnia
Safitri, Juniar Ernawaty, 2015)

2. Etiologi
Thalassemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang
diturunkan secara resesif. ditandai oleh defisiensi produksi globin pada
hemoglobin. Dimana terjadi kerusakan sel darah merah di dalam

9
pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari
100 hari). kerusakan tersebut karena hemoglobin yang tidak normal
(hemoglobinopatia). Sebagian besar penderita thalassemia terjadi
karena factor turunan genetic pada sintesis hemoglobin yang
diturunkan oleh orang tua (Suriadi, 2006).

Sementara menurut Ngastiyah (2006) Penyebab kerusakan tersebut


karena hemoglobin yang tidak normal (hemoglobinopatia) dan
kelainan hemoglobin ini karena adanya gangguan pembentukan yang
disebabkan oleh gangguan structural pembentukan hemoglobin
(hemoglobin abnormal) misalnya pada HbS, HbF, HbD dan
sebagainya, selain itu gangguan jumlah (salah satu/beberapa) rantai
globin seperti pada thalassemia. Ketidakseimbangan dalam rantai
protein globin alfa dan beta, yang diperlukan dalam pembentukan
hemoglobin, disebabkan oleh sebuah gen cacat yang diturunkan. Untuk
menderita penyakit ini, seseorang harus memiliki 2 gen dari kedua
orang tuanya. Jika hanya 1 gen yang diturunkan, maka orang tersebut
hanya menjadi pembawa tetapi tidak menunjukkan gejala-gejala dari
penyakit ini.

3. Klasifikasi
Klasifikasi dari penyakit thalassemia menurut Suriadi (2006) yaitu:
a. Thalassemia alfa

Thalassemia alfa merupakan jenis thalassemia yang


mengalami penurunan sintesis dalam rantai alfa.

b. Thalassemia beta

Thalassemia beta merupakan jenis thalassemia yang


mengalami penurunan pada rantai beta.

Sedangkan berdasarkan jumlah gen yang mengalami gangguan,


Hockenberry & Wilson (2009) mengklasifikasikan Thalasemia menjadi :

10
a. Thalasemia Minor

Thalasemia minor merupakan keadaan yang terjadi pada


seseorang yang sehat namun orang tersebut dapat
mewariskan gen Thalasemia pada anak-anaknya.
Thalasemia trait sudah ada sejak lahir dan tetap akan ada
sepanjang hidup penderita. Penderita tidak memerlukan
transfusi darah dalam hidupnya.

b. Thalasemia Intermedia

Thalasemia intermedia merupakan kondisi antara


Thalasemia mayor dan minor. Penderita Thalasemia ini
mungkin memerlukan transfusi darah secara berkala, dan
penderita Thalasemia jenis ini dapat bertahan hidup sampai
dewasa.

c. Thalasemia Mayor

Thalasemia jenis ini sering disebut Cooley Anemia dan


terjadi apabila kedua orangtua mempunyai sifat pembawa
Thalasemia (Carrier). Anak-anak dengan Thalasemia mayor
tampak normal saat lahir, tetapi akan menderita kekurangan
darah pada usia 3-18 bulan. Penderita Thalasemia mayor
akan memerlukan transfusi darah secara berkala seumur
hidupnya dan dapat meningkatkan usia hidup hingga 10-20
tahun. Namun apabila penderita tidak dirawat penderita
Thalasemia ini hanya bertahan hidup sampai 5-6 tahun
(Potts & Mandleco, 2007). (Bakta, 2003; Permono, dkk,
2006; Hockenberry & Wilson, 2009). Thalasemia mayor
biasanya menjadi bergejala sebagai anemia hemolitik
kronis yang progresif selama 6 bulan kehidupan. Transfusi
darah reguler diperlukan pada penderita ini untuk
mencegah kelemahan yang amat dan gagal jantung yang

11
disebabkan oleh anemia (Nelson, 2000) dalam (Putri,
2015).

4. Patofisiologis
Kelebihan pada rantai alpha ditemukan pada beta thalasemia dan
kelebihan rantai beta dan gama ditemukan pada alpha thalasemia.
Kelebihan rantai polipeptida ini mengalami presippitasi dalam sel
eritrosit. Globin intra eritrosik yang mengalami presipitasi, yang terjadi
sebagai rantai polipeptida alpa dan beta, atau terdiri dari hemoglobin
tak stabilbadan Heinz, merusak sampul eritrosit dan menyebabkan
hemolisis. Reduksi dalam hemoglobin menstimulasi bone marrow
memproduksi RBC yang lebih. Dalam stimulasi yang konstan pada
bone marrow, produksi RBC secara terus-menerus pada suatu dasar
kronik, dan dengan cepatnya destruksi RBC, menimbulkan tidak
adekuatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi dan destruksi
RBC, menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan
produksi dan destruksi RBC menyebabkan bone marrow menjadi tipis
dan mudah pecah atau rapuh. Penyebab anemia pada talasemia bersifat
primer dan sekunder. Penyebab primer adalah berkurangnya sintesis
Hb A dan eritropoesis yang tidak efektif disertai penghancuran sel-sel
eritrosit intrameduler. Penyebab sekunder adalah karena defisiensi
asam folat, bertambahnya volume plasma intravaskuler yang
mengakibatkan hemodilusi, dan destruksi eritrosit oleh system
retikuloendotelial dalam limfa dan hati. Penelitian biomolekular
menunjukkan adanya mutasi DNA pada gen sehingga produksi rantai
alfa atau beta dari hemoglobin berkurang. Tejadinya hemosiderosis
merupakan hasil kombinasi antara transfusi berulang, peningkatan
absorpsi besi dalam usus karena eritropoesis yang tidak efektif, anemia
kronis serta proses hemolysis.

5. Manifestasi Klinis
Pada beberapa kasus Thalassemia dapat ditemukan gejala-gejala
seperti: badan lemah, kulit kekuningan (jaundice), urin gelap, cepat
lelah, denyut jantung meningkat, tulang wajah abnormal dan

12
pertumbuhan terhambat serta permukaan perut yang membuncit
dengan pembesaran hati dan limpa Pasien Thalassemia mayor
umumnya menunjukkan gejalagejala fisik berupa hambatan
pertumbuhan, anak menjadi kurus, perut membuncit akibat
hepatosplenomegali dengan wajah yang khas, frontal bossing, mulut
tongos (rodent like mouth), bibir agak tertarik, dan maloklusi gigi.
Perubahan ini terjadi akibat sumsum tulang yang terlalu aktif bekerja
untuk menghasilkan sel darah merah, pada Thalassemia bisa
menyebabkan penebalan dan pembesaran tulang terutama tulang
kepala dan wajah, selain itu anak akan mengalami pertumbuhan yang
terhambat. Akibat dari anemia kronis dan transfusi berulang, maka
pasien akan mengalami kelebihan zat besi yang kemudian akan
tertimbun di setiap organ, terutama otot jantung, hati, kelenjar
pankreas, dan kelenjar pembentuk hormon lainnya, yang dikemudian
hari akan menimbulkan komplikasi. Perubahan tulang yang paling
sering terlihat terjadi pada tulang tengkorak dan tulang wajah. Kepala
pasien Thalassemia mayor menjadi besar dengan penonjolan pada
tulang frontal dan pelebaran diploe (spons tulang) tulang tengkorak
hingga beberapa kali lebih besar dari orang normal.

6. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis untuk Thalassemia terdapat dua yaitu secara screening
test dan definitive test. Di daerah endemik, anemia hipokrom
mikrositik perlu diragui sebagai gangguan Thalassemia (Wiwanitkit,
2007).
a. Screening Test
1) Interpretasi apusan darah

Dengan apusan darah anemia mikrositik sering


dapat dideteksi pada kebanyakkan Thalassemia
kecuali Thalassemia α silent carrier. Pemeriksaan
apusan darah rutin dapat membawa kepada
diagnosis Thalassemia tetapi kurang berguna untuk
skrining.

13
2) Pemeriksaan osmotic fragility (OF)

Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan


fragiliti eritrosit. Secara dasarnya resistan eritrosit
untuk lisis bila konsentrasi natrium klorida
dikurangkan dikira. Studi yang dilakukan menemui
probabilitas formasi pori-pori pada membran yang
regang bervariasi mengikut order ini: Thalassemia <
kontrol < spherositosis (Wiwanitkit, 2007). Studi
OF berkaitan kegunaan sebagai alat diagnostik telah
dilakukan dan berdasarkan satu penelitian di
Thailand, sensitivitinya adalah 91.47%, spesifikasi
81.60, false positive rate 18.40% dan false negative
rate 8.53% (Wiwanitkit, 2007).

3) Indeks eritrosi

Dengan bantuan alat indeks sel darah merah dapat


dicari tetapi hanya dapat mendeteksi mikrositik dan
hipokrom serta kurang memberi nilai diagnostik.
Maka metode matematika dibangunkan
(Wiwanitkit, 2007).

besi pula MCV rendah, eritrosit normal ke rendah


dan anemia adalah gejala lanjut (Yazdani, 2011)

b. Devinitive Test
1) Elektroforesis hemoglobin

Pemeriksaan ini dapat menentukan pelbagai jenis


tipe hemoglobin di dalam darah. Pada dewasa
konstitusi normal hemoglobin adalah Hb A1 95-
98%, Hb A2 2-3%, Hb F 0.8-2% (anak di bawah 6
bulan kadar ini tinggi sedangkan neonatus bisa
mencapai 80%). Nilai abnormal bisa digunakan

14
untuk diagnosis Thalassemia seperti pada
Thalassemia minor Hb A2 4-5.8% atau Hb F 2-5%,
Thalassemia Hb H: Hb A2 <2% dan Thalassemia
mayor Hb F 10-90%. Pada negara tropikal
membangun, elektroporesis bisa juga mendeteksi
Hb C, Hb S dan Hb J (Wiwanitkit, 2007).

2) Kromatografi hemoglobin

Pada elektroforesis hemoglobin, HB A2 tidak


terpisah baik dengan Hb C. Pemeriksaan
menggunakan high performance liquid
chromatography (HPLC) pula membolehkan
penghitungan actual Hb A2 meskipun terdapat
kehadiran Hb C atau Hb E. Metode ini berguna
untuk diagnosa Thalassemia β karena ia bisa
mengidentifikasi hemoglobin dan variannya serta
menghitung konsentrasi dengan tepat terutama Hb F
dan Hb A2 (Wiwanitkit, 2007).

3) Molecular diagnosis

Pemeriksaan ini adalah gold standard dalam


mendiagnosis Thalassemia. Molecular diagnosis
bukan saja dapat menentukan tipe Thalassemia
malah dapat juga menentukan mutasi yang berlaku
(Wiwanitkit, 2007).

7. Penatalaksanaan
Pengobatan Thalasemia bergantung pada jenis dan tingkat
keparahan dari gangguan. Seseorang pembawa atau yang memiliki
sifat alfa atau beta Thalasemia cenderung ringan atau tanpa gejala dan
hanya membutuhkan sedikit atau tanpa pengobatan. Terdapat tiga
standar perawatan umum untuk Thalasemia tingkat menengah atau
berat, yaitu transfusi darah, terapi besi dan chelation, serta

15
menggunakan suplemen asam folat. Selain itu, terdapat perawatan
lainnya adalah dengan transplantasi sum-sum tulang belakang,
pendonoran darah tali pusat, dan HLA (Children's Hospital & Research
Center Oakland, 2005).

a. Transfusi darah

Transfusi yang dilakukan adalah transfusi sel darah merah.


Terapi ini merupakan terapi utama bagi orang-orang yang
menderita Thalasemia sedang atau berat. Transfusi darah
dilakukan melalui pembuluh vena dan memberikan sel
darah merah dengan hemoglobin normal. Untuk
mempertahankan keadaan tersebut, transfusi darah harus
dilakukan secara rutin karena dalam waktu 120 hari sel
darah merah akan mati. Khusus untuk penderita beta
Thalasemia intermedia, transfusi darah hanya dilakukan
sesekali saja, tidak secara rutin. Sedangkan untuk beta
Thalasemia mayor (Cooleys Anemia) harus dilakukan
secara teratur (Children's Hospital & Research Center
Oakland, 2005). Terapi diberikan secara teratur untuk
mempertahankan kadar Hb di atas 10 g/dl (Arnis, 2016).

b. Terapi Khelasi Besi (Iron Chelation)

Hemoglobin dalam sel darah merah adalah zat besi yang


kaya protein. Apabila melakukan transfusi darah secara
teratur dapat mengakibatkan penumpukan zat besi dalam
darah. Kondisi ini dapat merusak hati, jantung, dan organ-
organ lainnya. Untuk mencegah kerusakan ini, terapi
khelasi besi diperlukan untuk membuang kelebihan zat besi
dari tubuh. Terdapat dua obat-obatan yang digunakan
dalam terapi khelasi besi menurut National Hearth Lung
and Blood Institute (2008) yaitu:

16
1) Deferoxamine Deferoxamine adalah obat cair yang
diberikan melalui bawah kulit secara perlahan-lahan
dan biasanya dengan bantuan pompa kecil yang
digunakan dalam kurun waktu semalam. Terapi ini
memakan waktu lama dan sedikit memberikan rasa
sakit. Efek samping dari pengobatan ini dapat
menyebabkan kehilangan penglihatan dan
pendengaran.

2) Deferasirox adalah pil yang dikonsumsi sekali


sehari. Efek sampingnya adalah sakit kepala, mual,
muntah, diare, sakit sendi, dan kelelahan.

c. Suplemen Asam Folat

Asam folat adalah vitamin B yang dapat membantu


pembangunan sel-sel darah merah yang sehat. Suplemen ini
harus tetap diminum di samping melakukan transfusi darah
ataupun terapi khelasi besi.

d. Transplantasi sum-sum tulang belakang

Bone Marrow Transplantation (BMT) sejak tahun 1900


telah dilakukan. Darah dan sumsum transplantasi sel induk
normal akan menggantikan selsel induk yang rusak. Sel-sel
induk adalah sel- sel di dalam sumsum tulang yang
membuat sel-sel darah merah. Transplantasi sel induk
adalah satu-satunya pengobatan yang dapat menyembuhkan
Thalasemia. Namun, memiliki kendala karena hanya
sejumlah kecil orang yang dapat menemukan pasangan
yang baik antara donor dan resipiennya (Okam, 2001).

e. Pendonoran darah tali pusat (Cord Blood)

Cord Cord blood adalah darah yang ada di dalam tali pusat
dan plasenta. Seperti tulang sumsum, itu adalah sumber
kaya sel induk, bangunan blok dari sistem kekebalan tubuh

17
manusia. Dibandingkan dengan pendonoran sumsum
tulang, darah tali pusat non-invasif, tidak nyeri, lebih murah
dan relatif sederhana (Okam, 2001).

f. HLA (Human Leukocyte Antigens)

Human Leukocyte Antigens (HLA) adalah protein yang


terdapat pada sel dipermukaan tubuh. Sistem kekebalan
tubuh kita mengenali sel kita sendiri sebagai 'diri' dan sel
‘asing' sebagai lawan didasarkan pada protein HLA
ditampilkan pada permukaan sel kita. Pada transplantasi
sumsum tulang, HLA ini dapat mencegah terjadinya
penolakan dari tubuh serta Graft versus Host Disease
(GVHD). HLA yang terbaik untuk mencegah penolakan
adalah melakukan donor secara genetik berhubungan
dengan penerima (Okam, 2001).

8. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah pertama dari proses keperawatan.
Kegiatan yang dilakukan pada saat pengkajian adalah mengumpulkan
data, memvalidasi data, megorganisasikan data dan mencatat yang
diperoleh. Langkah ini merupakan dasar untuk perumusan diagnose
keperawatan dan mengembangkan rencana keperawatan sesuai
kebutuhan pasien serta melakukan implementasi keperawatan.
a. Asal Keturunan/Kewarganegaraan
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa disekitar laut
tengah (mediterania). Seperti turki, yunani, Cyprus, dll. Di
Indonesia sendiri, thalassemia cukup banyak dijumpai pada
anak, bahkan merupakan penyakit darah yang paling
banyak diderita.
b. Umur
Pada thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala
tersebut telah terlihat sejak anak berumur kurang dari 1
tahun. Sedangkan pada thalasemia minor yanmbg gejalanya

18
lebih ringan, biasanya anak baru datang berobat pada umur
sekitar 4-6 tahun.
c. Riwayat kesehatan anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran napas
bagian atas infeksi lainnya. Hal ini mudah dimengerti
karena rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport.
d. Pertumbuhan dan perkembangan
Sering didapatkan data mengenai adanya kecenderungan
gangguan terhadap tumbuh kembang sejak anak masih
bayi, karena adanya pengaruh hipoksia jaringan yang
bersifat kronik. Hal ini terjadi terutama untuk thalassemia
mayor. Pertumbuhan fisik anak adalah kecil untuk umurnya
dan ada keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti
tidak ada pertumbuhan rambut pubis dan ketiak.
Kecerdasan anak juga dapat mengalami penurunan. Namun
pada jenis thalasemia minor sering terlihat pertumbuhan
dan perkembangan anak normal.
e. Pola makan
Karena adanya anoreksia, anak sering mengalami susah
makan, sehingga berat badan anak sangat rendah dan tidak
sesuai dengan usianya.
f. Pola aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak
banyak tidur / istirahat, karena bila beraktivitas seperti anak
normal mudah merasa lelah
g. Riwayat kesehatan keluarga
Karena merupakan penyakit keturunan, maka perlu dikaji
apakah orang tua yang menderita thalassemia. Apabila
kedua orang tua menderita thalassemia, maka anaknya
berisiko menderita thalassemia mayor. Oleh karena itu,
konseling pranikah sebenarnya perlu dilakukan karena

19
berfungsi untuk mengetahui adanya penyakit yang mungkin
disebabkan karena keturunan.
h. Riwayat ibu saat hamil (Ante Natal Core – ANC)
Selama Masa Kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara
mendalam adanya faktor risiko thalassemia. Sering orang
tua merasa bahwa dirinya sehat. Apabila diduga faktor
resiko, maka ibu perlu diberitahukan mengenai risiko yang
mungkin dialami oleh anaknya nanti setelah lahir. Untuk
memestikan diagnosis, maka ibu segera dirujuk ke dokter.
i. Data keadaan fisik
Anak thalassemia yang sering didapatkan diantaranya
adalah:
1) Keadaan umum = Anak biasanya terlihat lemah dan
kurang bergairah serta tidak selincah aanak
seusianya yang normal.
2) Kepala dan bentuk muka. Anak yang belum/tidak
mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk khas,
yaitu kepala membesar dan bentuk mukanya adalah
mongoloid, yaitu hidung pesek tanpa pangkal
hidung, jarak kedua mata lebar, dan tulang dahi
terlihat lebar.
3) Mata dan konjungtiva terlihat pucat kekuningan
4) Mulut dan bibir terlihat pucat kehitaman
5) Dada, Pada inspeksi terlihat bahwa dada sebelah kiri
menonjol akibat adanya pembesaran jantung yang
disebabkan oleh anemia kronik
6) Perut, Kelihatan membuncit dan pada perabaan
terdapat pembesaran limpa dan hati
( hepatosplemagali).
7) Pertumbuhan fisiknya terlalu kecil untuk umurnya
dan BB nya kurang dari normal. Ukuran fisik anak

20
terlihat lebih kecil bila dibandingkan dengan anak-
anak lain seusianya.
8) Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada
usia pubertas Ada keterlambatan kematangan
seksual, misalnya, tidak adanya pertumbuhan
rambut pada ketiak, pubis, atau kumis. Bahkan
mungkin anak tidak dapat mencapai tahap
adolesense karena adanya anemia kronik.
9) Kulit Warna kulit pucat kekuning- kuningan. Jika
anak telah sering mendapat transfusi darah, maka
warna kulit menjadi kelabu seperti besi akibat
adanya penimbunan zat besi dalam jaringan kulit
(hemosiderosis) (Wiayaningsih, 2013).

9. Diagnosa
Diagnose keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai
respon klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya baik yang berlangsung actual maupun potensial. diagnosa
keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien individu,
keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan
kesehatan. berikut adalah diagnose keperawatan yang muncul pada
pasien dengan Thalasemia menurut (Nurarif & Kusuma, 2016) dengan
menggunakan standar diagnosis keperawatan indonesia dalam (PPNI,
2017)
1) Pola Napas Tidak Efektif (D.0005)
Pola Napas Tidak Efektif (D.0005)
Definisi : Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat

21
Gejala dan Tanda mayor Penyebab

 Subjektif  Depresi pusat pernapasan


 Dispnea  Hambatan upaya napas (mis. Nyeri saat
 Objektif bernapas, kelemahan otot pernapasan)
 Penggunaan otot bantu  Deformitas dinding dada
pernapasan  Deformitas tulang dada
 Fase ekspirasi  Gangguan neuromuskuler
memanjang  Gangguan neurologis (mis.
 Pola napas abnormal Elektroensefalogram EEG positif,
(mis. Takipnea, cedera kepala, gangguan kejang)
bradipnea,  Imaturitas neurologis
hiperventilasi,  Penurunan energi
kussmaul, cheyne-  Obesitas
stokes)  Posisi tubuh yang menghambat
Gejala dan Tanda minor ekspansi paru

 Subjektif  Sindrom hipoventilasi

 Ortopnea  Kerusakan inervasi diafragma

 Objektif (kerusakan saraf C5 ke atas )

 Pernapasan pursed-lip  Cedera pada medula spinalis

 Pernapasan cuping  Efek agen farmakologis

hidung  Kecemasan

 Diameter thoraks
anteriror-posterior
meningkat
 Ventilasi semenit
menurn
 Kapasitas vital menurn
 Tekanan ekspirasi
menurun
 Tekanan inspirasi
menurun

22
 Ekskrusi dada berubah

2) Perfusi Perifer Tidak Efektif (D.0009)


Perfusi Perifer Tidak Efektif (D.0009)
Definisi : Penurunan sirkulasi darah pada level kapiler yang dapat mengganggu
metabolisme tubuh.
Gejala dan Tanda mayor Penyebab

 Objektif  Hiperglikemia
 Pengisapan kapiler  Penurunan konsentrasi hemoglobin
>3detik  Peningkatan tekanan darah
 Nadi perifer menurun  Kekurangan volume cairan
atau tidak teraba  Penurunan aliran arteri dan/atau vena
 Akral teraba dingin  Kurang terpapar informasi tentang faktor
 Warna kulit pucat pemberat (mis. Merokok, gaya hidup
 Turgor kulit menurun monoton, trauma, obesitas, asupan garam,
Gejala dan Tanda minor imobilitas)
 Subjektif  Kurang terpapar informasi tentang proses
 Parastesia penyakit (mis. Diabetes melitus,
 Nyeri ekstremitas hiperlipidemia)
(klaudikasi intermiten)  Kurang aktivitas fisik
 Objektif
 Edema
 Penyembuhan luka
lambat
 Indeks ankle-brachial
<0,90
 Bruit femoral

3) Intoleransi Aktivitas (D.0056)


Intoleransi Aktivitas (D.0056)
Definisi : Ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari

23
Gejala dan Tanda mayor Penyebab

 Subjektif  Ketidakseimbangan antara suplai dan


kebutuhan oksigen.
 Mengeluh lelah
 Tirah baring.
 Objektif  Kelemahan.
 Frekuensi jantung  Imobilitas.
meningkat >20% dari  Gaya hidup monoton.
kondisi istirahat.

Gejala dan Tanda minor


 Subjektif
 Dispnea saat/setelah
aktivitas
 Merasa tidak nyaman
setelah beraktivitas
 Merasa lemah
 Objektif
 Tekanan darah berubah
>20% dari kondisi
istirahat
 Gambaran EKG
menunjukkan aritmia
saat/setelah aktivitas
 Gambaran EKG
menunjukkan iskemia
 Sianosis

4) Risiko Infeksi(D.0142)
Risiko Infeksi (D.0142)
Definisi : Berisiko mengalami peningkatan terserang organisme patogenik.

24
Faktor Risiko
 Penyakit kronis (mis. Diabetes militus)
 Efek prosedur invasive
 Malnutrisi
 Peningkatan paparan organisme pathogen lingkungan
 Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer
 Gangguan peristaltic
 Kerusakan integritas pH
 Penurunan kerja siliaris
 Ketuban pecah lama
 Ketuban pecah sebelum waktunya
 Merokok
 Statis cairan tubuh
 Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder
 Penurunan hemoglobin
 Imununosupresi
 Leukopoenia
 Supresi respon inflamasi
 Vaksinasi tidak adekuat

10. Intervensi & Implementasi


Intervensi keperawatan adalah gambaran atau tindakan yang akan
dilakukan untuk memecahkan masalah keperawatan yang dihadapi
pasien. Adapun rencana keperawatan yang seuai dengan penyakit
Thalasemia menurut (PPNI, 2018) (PPNI, 2016) adalah sebagai
berikut:
1) D1 : Pola Napas Tidak Efektif (D.0005)
Manajemen Jalan Napas (I.01011)
Definisi
Mengidentifikasi dan mengelola kepatenan jalan napas.

Tindakan

25
Observasi
- Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas).
- Monitor bunyi napas tambahan (mis. Gurgling, mengi,
wheezing, ronkhi kering).
- Monitor sputum (jumlah, warna, aroma).
Terapeutik
- Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tiit dan chin-
lift (jaw-thrust jika curiga trauma servikal).
- Posisikan semifowler atau fowler
- Berikan minum hangat
- Lakukan fisioterapi dada, jika perlu.
- Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik.
- Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal.
- Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGil.
- Berikan oksigen, jika perlu.

Edukasi
- Anjurkan asupan cairan 2000ml/hari, jika tidak kontraindikasi
- Ajarkan teknik batuk efektif.

Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik,
jika perlu

2) D2 : Perfusi Perifer Tidak Efektif (D.0009)


Perawatan Sirkulasi (I.02079)
Definisi
Mengidentifikasi dan merawat area lokal dengan keterbatasan
sirkulasi perifer.

Tindakan
Observasi
- Periksa sirkulasi perifer (mis. Nadi perifer, edema, pengisian
kapiler, warna, suhu, ankle-brachial index).
- Identifikasi faktor risiko gangguan sirkulasi (mis. Diabetes,
perokok, orang tua, hipertensi, dan kadar kolestrol tinggi).

26
- Monitor panas, kemerahan, nyeri atau bengkak pada
ekstremitas.
Terapeutik
- Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah diarea
keterbatasan perfusi.
- Hindari pengukuran tekanan darah pada ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi.
- Hindari penekanan dan pemasangan tourniquet pada area yang
cedera.
- Lakukan pencegahan infeksi.
- Lakukan perawatan kaki dan kuku.
- Lakukan hidrasi.

Edukasi
- Anjurkan berhenti merokok.
- Anjurkan berolahraga rutin
- Anjurkan mengecek air mandi untuk menghindari kulit
terbakar.
- Anjurkan menggunakan obat penurun tekanan darah,
antikoagulan, dan penurun kolestrol, jka perlu.
- Anjurkan minum obat pengontrol tekanan darah secara
teratur.
- Anjurkan menghindari penggunaan obat penyekat beta.
- Anjurkan melakukan perawatan kulit yang tepat (mis.
Melembabkan kulit kering pada kaki).
- Anjurkan program rehabilitasi vaskular.
- Anjurkan program diet untuk memperbaiki sirkulasi (mis.
Rendah lemak jenuh, minyak ikan omega 3).
- Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus dilaporkan
(mis. Rasa sakit yang tidak hilang saat istirahat, luka tidak
sembuh, hilangnya rasa).

27
3) D3 : Intoleransi Aktivitas (D.0056)
Manajemen Energi (I.05178)
Definisi
Mengidentifikasi dan mengelola penggunaan energi untuk mengatasi
atau mencegah kelelahan dan mengoptimalkan proses pemulihan.

Tindakan
Observasi
- Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan
kelelahan.
- Monitor kelelahan fisik dan emosional.
- Monitor pola dan jam tidur.
- Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan
aktivitas.

Terapeutik
- Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis.
Cahaya, suara, kunjungan).
- Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif.
- Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan.
- Fasilitasi susuk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah
atau berjalan.

Edukasi
- Anjurkan tirah baring.
- Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap.
- Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala
kelelahan tidak berkurang.
- Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan.

Kolaborasi
- Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan

28
makanan.

4) D4 : Risiko Infeksi (D.0142)


Pencegahan Infeksi (I.14539)
Definisi
Mengidentifikasi dan menurunkan risiko terserang organisme
patogenik.

Tindakan
Observasi
- Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik.
Terapeutik
- Batasi jumlah pengunjung.
- Berikan perawatan kulit pada area edema.
- Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
lingkungan pasien.
- Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko tinggi.

Edukasi
- Jelaskan tanda dan gejala infeksi.
- Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar.
- Ajarkan etika batuk.
- Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi.
- Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi.
- Anjurkan meningkatkan asupan cairan.

Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu

11. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yaitu
menilai efektifitas rencana yang telah dibuat, strategi dan pelaksanaan
dalam asuhan keperawatan serta menentukan perkembangan dan
kemampuan pasien mencapai sasaran yang telah diharapkan. Tahapan

29
evaluasi menentukan kemajuan pasien tehadap pencapaian hasil yang
diinginkan dan respons pasien terhadap dan keefektifan intervensi
keperawatan kemudian mengganti rencana perawatan jika diperlukan.
Tahap akhir dari proses keperawatan perawat mengevaluasi
kemampuan pasien ke arah pencapaian hasil. Nursalam, (2009).
Evaluasi dari tindakan keperawatan yang telah diberikan penting
dilakukan berikut adalah evaluasi berdasarkan 3 diagnosis keperawatan
pada materi sebelumnya :
1) D1 : Pola Napas (L.01004)
Pola Napas (L. 01004)
Definisi
Inspirasi dan/ atau ekspirasi yang memberikan ventilasi adekuat.
Ekspektasi Meningkat
Kriteria Hasil
Menurun Cukup Sedang Cukum Meningkat
Menurun Menigkat
Ventilasi 1 2 3 4 5
semenit
Kapasitas 1 2 3 4 5
vital
Diameter 1 2 3 4 5
thoraks
anterior-
posterior
Tekanan 1 2 3 4 5
ekspirasi
Tekanan 1 2 3 4 5
inspirasi
Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun
meningkat menurun
Dispnea 1 2 3 4 5
Penggunaan 1 2 3 4 5
otot bantu
Pemanjangan 1 2 3 4 5
fase
ekspirasi
Ortopnea 1 2 3 4 5

30
Pernapasan 1 2 3 4 5
pursed-tip
Pernapasan 1 2 3 4 5
cuping
hidung
Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik
Memburuk Membaik
Frekuensi 1 2 3 4 5
napas
Kedalaman 1 2 3 4 5
napas
Ekskursi 1 2 3 4 5
dada

2) D2 : Perfusi Perifer (L.02011)


Perfusi Perifer (L. 02011)
Definisi
Keadekutaan aliran darah pembuluh darah distal untuk mempertahankan jaringan
Ekspektasi Meningkat
Kriteria Hasil
Menurun Cukup Sedang Cukum Meningkat
Menurun Menigkat
Denyut nadi 1 2 3 4 5
perifer
Penyembuhan 1 2 3 4 5
luka
Sensasi 1 2 3 4 5
Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun
meningkat menurun
Warna kulit 1 2 3 4 5
pucat
Edema perifer 1 2 3 4 5
Nyeri 1 2 3 4 5
ekstremitas
Parastesia 1 2 3 4 5
Kelemahan 1 2 3 4 5
otot
Kram otot 1 2 3 4 5
Bruit 1 2 3 4 5

31
fernoralis
Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik
Memburuk Membaik
Pengisian 1 2 3 4 5
kapiler
Akral 1 2 3 4 5
Turgor kulit 1 2 3 4 5
Tekanan darah 1 2 3 4 5
distolik
Tekanan darah 1 2 3 4 5
sistolik
Tekanan arteri 1 2 3 4 5
rata-rata
Indeks ankle- 1 2 3 4 5
brachial

3) D3 : Toleransi Aktivitas (L.05047)


Toleransi Aktivitas (L. 05047)
Definisi
Respon fisiologis terhadap aktivitas yang membutuhkan tenaga.
Ekspektasi Meningkat
Kriteria Hasil
Menurun Cukup Sedang Cukum Meningkat
Menurun Menigkat
Frekuensi 1 2 3 4 5
nadi
Saturasi 1 2 3 4 5
oksigen
Kemudahan 1 2 3 4 5
dalam
melakukan
aktivitas
sehari-hari
Kecepatan 1 2 3 4 5
berjalan
Jarak berjalan 1 2 3 4 5
Kekuatan 1 2 3 4 5
tubuh bagian

32
atas
Kekuatan 1 2 3 4 5
tubuh bagian
bawah
Toleransi 1 2 3 4 5
dalam
menaiki
tangga
Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun
meningkat menurun
Keluhan lelah 1 2 3 4 5
Dispnea saat 1 2 3 4 5
aktivitas
Dispnea 1 2 3 4 5
setelah
aktivitas
Perasaan 1 2 3 4 5
lemah
Aritmia saat 1 2 3 4 5
aktivitas
Aritmia 1 2 3 4 5
setelah
aktivitas
Sianosis 1 2 3 4 5
Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik
Memburuk Membaik
Warna kulit 1 2 3 4 5
Tekanan 1 2 3 4 5
darah
Frekuensi 1 2 3 4 5
napas
EKG iskemia 1 2 3 4 5

4) D4 : Tingkat Infeksi (L.14134)


Definisi : Derajat infeksi berdasarkan observasi atau
sumber informasi
Menuru Cukup Sedang Cukup Meni

33
n menur meningk ngkat
un at
Kebersihan tangan 1 2 3 4 5
Kebersihan badan 1 2 3 4 5
Nafsu makan 1 2 3 4 5

Mening Cukup Sedang Cukup Menu


kat mening menuru run
kat n
Demam 1 2 3 4 5
Kemerahan 1 2 3 4 5
Nyeri 1 2 3 4 5
Bengkak 1 2 3 4 5
Vesikel 1 2 3 4 5
Cairan bebau busuk 1 2 3 4 5
Sputum berwarna 1 2 3 4 5
hijau
Drainase purulent 1 2 3 4 5
Piuria 1 2 3 4 5
Periode malaise 1 2 3 4 5
Periode menggigil 1 2 3 4 5
Letargi 1 2 3 4 5
Gangguan kognitif 1 2 3 4 5

Membur Cukup Sedang Cukup Mem


uk membu membai baik
rk k
Kadar sel darah putih 1 2 3 4 5
Kultur darah 1 2 3 4 5

34
Kultur urine 1 2 3 4 5
Kultur sputum 1 2 3 4 5
Kultur area luka 1 2 3 4 5
Kultur feses 1 2 3 4 5
Kadar sel darah putih 1 2 3 4 5

B. INTERVENSI KEPERAWATAN : PEMBERIAN KEMOTERAPI


1. Definisi
Menurut Smeltzer dan Bare (2002), kemoterapi adalah penggunaan
preparat antineoplastik sebagai upaya untuk membunuh sel-sel tumor
dengan mengganggu fungsi dan reproduksi seluler.
Menurut Desen (2008), kemoterapi merupakan terapi modalitas
kanker yang paling sering digunakan pada kanker stadium lanjut lokal,
maupun metastatis dan sering menjadi satu-satunya pilihan metode
terapi yang efektif.
Susanti dan Tarigan (2010) juga menjelaskan bahwa kemoterapi
adalah cara pengobatan tumor dengan memberikan obat pembasmi sel
kanker (sitostatika) yang diminum ataupun diinfuskan ke pembuluh
darah.
2. Tujuan
a. Menurunkan ukuran kanker sebelum operasi.
b. Merusak semua sel-sel kanker yang tertinggal setelah operasi.
c. Mengobati beberapa macam kanker darah dan menekan jumlah
kematian penderita kanker tahap dini.
d. Menunda kematian atau memperpanjang usia hidup pasien
sementara waktu meringnkan gejala.
e. Mengontrol dan memperlambat pertumbuhan sel-sel kanker

3. Macam-Macam Kemoterapi
Beberapa bentuk tindakan kemoterapi adalah :

35
a. Melalui tablet atau kapsul. Kemoterapi dengan cara ini
paling praktis karean dapat dilakukan penderita sendiri di
rumah dengan mengikuti saran dari dokter.
b. Melalui suntikan atau injeksi. Pemberian kemoterapi ini
hanya bisa dilakukan oleh dokter saja di klinik, rumah
sakit, ruang praktek dokter atau jika dimungkinkan dokter
bisa datang ke rumah.
c. Melalui infus. Pemberian kemoterapi melalui infus harus
dilakukan oleh paramedis yang berpengalaman. Pemberian
kemoterapi ini harus dilakukan di rumah sakit atau klinik
khusus.
4. Dasar Pemberian Kemoterapi
Obat anti kanker yang sekarang ini digunakan secara klinis
mempunyai efek sitostatik dengan cara memengaruhi sintesis atau
fungsi DNA. Titik tangkap obat kemoterapi terhadap sel tumor dapat
dibagi menjadi 12 titik tangkap, terutama peran dalam menghambat
atau merusak siklus sel kanker.
a. Kemoterapi tunggal dan kombinasi
Kemoterapi kombinasi mempunyai keberhasilan lebih
tinggi daripada kemoterapi tunggal. Pada umunya
kemoterapi kombinasi menggunakan beberapa obat dengan
titik tangkap yang berbeda. Meskipun keberhasilan
kemoterapi kombinasi lebih baik, tetapi harus dipikirkan
sungguh-sungguh tentang efek samping yang lebih berat
daripada kemoterapi tunggal. Keberhasilan kemoterapi
kombinasi banyak dipengaruhi oleh sensitifitas terhadap
obat, dan efek sinergis dari kombinasi tersebut. Terapi
kombinasi meningkatkan respon tumor terhadap
pengobatan selain itu dapat meminimalkan toksisitas.
Ditambahlagi, kemoterapi kombinasi tampaknya
menurunkan terjadinya klon obat resisten. Makin besar
tumor, makin besar penggandaan tumor sebelum mulai

36
pengobatan kemoterapi, dan karenanya lebih mungkin
untuk sel resisten obat atau klon ada dalam tumor. Terapi
agen tunggal tampaknya menigkatkan jumlah sel yanng
resisten obat, akan tetapi terapi kombinasi tampaknya
mencegah perkembangan sel resisten terhadap obat.
b. Kemoterapi ajuvan
Kemoterapi ajuvan berarti kemoterapi tambahan terhadap
pengobatan utama. Misalnya terapi utama adalah
pembedahan, maka pasca pembedahan diberikan
kemoterapi tambahan atau kemoterapi ajuvan. Dengan
kemoterapi ajuvan angka kesembuhan lebih tinggi. Hal
tersebut dimungkinkan karena kemoterapi ajuvan dapat
membunuh sel kanker yang tercecer waktu operasi, dan sel-
sel mikrometastasis yang tidak kelihatan secara klinis.
c. Kemoterapi pra-bedah
Kemoterapi pra-bedah dimaksudkan untuk mengecilkan
volume tumor, dan secepatnya menangkal mikrometastasis.
Kemoterapi pra-bedah juga berguna sebagai tindakan
pencegahan kalau ada sel yang tercecer karena ruptur atau
pecahan massa tumor waktu dilakukan tindakan operasi.
d. Kemoterapi dosis tinggi
Kemoterapi dosis tinggi adalah kemoterapi dengan dosis
yang tidak lazim. Sebagai contoh, dosis metotreksat
biasanya 30 mg/m2/kali pemberian per oral pada leukemia
limfoblastik akut, tetapi pada fase konsolidasi digunakan
2000-8000 mg/m2. Penggunaan metotreksat dosis tinggi
dimaksudkan untuk sebanyak mungkin mematikan sel
kanker. Tujuan lain adalah untuk mengurangi sifat
resistensi sel kanker terhadap metotreksat. Kalau pada dosis
biasa obat anti kanker melewati membran sel secara difusi
aktif, pada penggunaan obat dosis tinggi menjadi difusi
pasif karena tingginya kadar obat diluar sel. Karena

37
penggunaan obat dosis tinggi akan merusak sel normal
maka keberadaan obat didalam tubuh harus segera
dieliminasi.
e. Kemoterapi untuk saraf pusat
Kemoterapi untuk saraf pusat menjadi sangat penting
setelah diketahui bahwa salah satu tempat relaps pada
leukemia limfoblastik akut adalah dimeningen dan otak.
Secara statistik ternyata kanker pada saraf pusat merupakan
tumor padat yang paling sering dijumpai pada anak.
5. Indikasi & Kontraindikasi
a. Indikasi
Tidak semua kanker memerlukan obat sitostatika.
Pemberian sitostatika harus dengan hati-hati dan atas
indikasi. Menurut Brule, (WHO.1973) ada 7 indikasi
pemberian kemoterapi, yaitu :
1) Untuk menyembuhkan kanker
2) Memperpanjang hidup dan remisi
3) Memperpanjang interval bebas kanker
4) Menghentikan progesi sel kanker
5) Paliasi symptom
6) Mengecilkan volume kanker
7) Menghilangkan gejala para neoplasma
b. Kontraindikasi
Bagi kebanyakan pasien, kemoterapi merupakan
bagian penting dari pengobatan kanker dan telah
meningkatkan angka kelangsungan hidup dari sejumlah
besar kanker. Karena obat kemoterapi memiliki beberapa
efek samping jangka pendek dan jangka panjang, maka
dokter harus memastikan bahwa kondisi pasien tidak
membuat kemoterapi menjadi berbahaya atau bahkan
mengancam jiwa. Adapun kontraindikasi pemberian
kemoterapi terdiri dari kontraindikasi absolute dan relatif :

38
1) Kontraindikasi pemberian kemoterapi absolute,
yaitu :
a) Septikemia (infeksi)
Infeksi yang sedang berlangsung juga
merupakan salah satu kontraindikasi
pemberian kemoterapi karena kemoterapi
dapat menurunkan jumlah sel darah
sehingga pertahanan tubuh lemah dan tubuh
akan sulit melawan infeksi. Setelah
infeksiditangani, pemberian kemoterapi
dapat dimulai.
b) Penyakit stadium akhir
Koma.
2) Kontraindikasi pemberian kemoterapi relatif, yaitu :
a) Keadaan umum yang buruk.
b) Gangguan fungsi organ vital yang berat
seperti kerusakan hati, ginjal dan jantung.
c) Penderita yang tidak kooperatif.
d) Pasca pembedahan atau operasi.
e) Tumor yang resisten terhadap obat.
6. Efek Samping
Efek samping yang bisa timbul adalah :
a. Lemas
Efek samping yang umum timbul. Timbulnya dapat
mendadak atau perlahan. Tidak langsung menghilang
dengan istirahat, kadang berlangsung terus hingga akhir
pengobatan.
b. Mual dan Muntah
Ada beberapa obat kemoterapi yang lebih membuat mual
dan muntah. Selain itu ada beberapa orang yang sangat
rentan terhadap mual dan muntah. Hal ini dapat dicegah
dengan obat anti mual yang diberikan sebelum, selama atau

39
sesudah pengobatan kemoterapi. Mual dan muntah dapat
berlangsung singkat ataupun lama (Pazdur, 2001)
c. Gangguan Pencernaan
Beberapa jenis obat kemoterapi berefek diare. Bahkan ada
yang menjadi diare disertai dehidrasi berat yang harus
dirawat. Sembelit kadang bisa terjadi. Bila diare : kurangi
makanan berserat, sereal, buah dan sayur. Minum banyak
untuk mengganti cairan yang hilang. Bila susah BAB, maka
sebaiknya perbanyak makanan berserat, olahraga ringan
bila memungkinkan (Pazdur, 2002).
d. Stomatitis
Beberapa obat kemoterapi menimbulkan penyakit mulut
seperti terasa tebal atau infeksi. Kondisi mulut yang sehat
sangat penting dalam kemoterapi.
e. Rambut Rontok
Kerontokan rambut bersifat sementara, biasanya terjadi dua
atau tiga minggu setelah kemoterapi dimulai. Dapat juga
menyebabkan rambut patah didekat kulit kepala. Dapat
terjadi setelah beberapa minggu terapi. Rambut juga dapat
tumbuh lagi setelah kemoterapi selesai.
f. Otot dan Saraf
Beberapa obbat kemoterapi menyebabkan kesemutan dan
mati rasa pada jari tangan atau kaki serta kelemahan pada
otot kaki. Sebagian bisa terjadi sakit pada otot.
g. Efek Pada Darah
Beberapa jenis obat kemoterapi dapat mempengaruhi kerja
sumsum tulang yang merupakan pabrik pembuat sel darah,
sehingga jumlah sel darah menurun. Yang paling sering
adalah penurunan sel darah putih (leukosit). Penurunan sel
darah terjadi pada setiap kemoterapi dan tes darah akan
dilaksanakan sebelum kemoterapi berikutnya untuk

40
memastikan jumlah sel darah telah kembali normal (Pazdur,
2001).
h. Mudah Terkena Infeksi
Hal ini disebabkan oleh karena jumlah leukosit turun,
karena leukosit adalah sel darah yang berfungsi untuk
perlindungan terhadap infeksi. Ada beberapa obat yang bisa
meningkatkan jumlah leukosit.
i. Perdarahan
Keping darah (trombosit) berperan pada proses pembekuan
darah. Penurunan jumlah trombosit mengakibatkan
perdarahan sulit berhenti, lebam, bercak merah dikulit.
j. Anemia
Anemia adalah penurunan jumlah sel darah merah yang
ditandai oleh penurunan Hb (hemoglobin). Karena Hb
letaknya di dalam sel darah merah. Akibat anemia adalah
seorang menjadi merasa lemah, mudah lelah dan tampak
pucat.
k. Kulit Dapat Menjadi Kering Dan Berubah Warna
Lebih sensitif terhadap matahari. Kuku tumbuh lebih
lambat dan terdapat garis putih melintang.
7. SOP Pemberian Kemoterapi
a. Persiapan Klien
1) Berikan salam, perkenalkan diri anda, dan identifikasi
klien dengan memeriksa identitas klien secara cermat.
2) Jelaskan tentang prosedur tindakan yang akan
dilakukan, berikan kesempatan kepada klien untuk
bertanya dan jawab seluruh pertanyaan klien.
3) Minta pengunjung untuk meninggalkan ruangan, beri
privasi kepada klien
4) Atur posisi klien sehingga merasakan aman dan
nyaman

41
b. Persiapan Alat
1) Obat sitostatika
2) Cairan NaCl 0,9 %, D5% atau intralit Pengalas plastik
dengan kertas absorbsi atau kain diatasnya
3) Gaun lengan panjang, masker, topi, kaca mata, sarung
tangan, sepatu
4) Spuit disposible (5cc, 10cc, 20cc, 50cc).
5) Infus set dan vena kateter kecil Alkohol 70% dengan
kapas steril Bak spuit besar
6) Label obat
7) Plasttik tempat pembuangan bekas
8) Kardex (catatan khusus)
c. Cara Kerja
1) Tahap prainteraksi
a) Mengecek program terapi yang digunakan, serta
waktu pemberian obat sebelumnya
b) Mencuci tangan
c) Periksa nama pasien, dosis obat, jenis obat, cara
pemberian obat
d) Menyiapkan alat
2) Tahap orientasi
a) Memberikan salam dan sapa nama pasien
b) Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan
c) Menanyakan persetujuan/kesiapan (inform
concent) pasien maupun keluarga
3) Tahap kerja
a) Perawat mencuci tangan
b) Meja dialasi dengan pengalas plastik diatasnya
ada kertas penyerap atau kain
c) Pakai gaun lengan panjang, topi, masker, kaca
mata, sepatu

42
d) Ambil obat sitostatika sesuai program, larutkan
dengan NaCl 0,9%, D5% atau intralit
e) Sebelum membuka ampul, pastikan bahwa
cairan tersebut tidak berada pada puncak ampul
f) Gunakan kasa waktu membuka ampul agar tidak
terjadi luka dan terkontaminasi dengan kulit
g) Pastikan bahwa obat yang diambil sudah cukup
dengan tidak mengambil 2 kali
h) Keluarkan udara yang masih berada dalam spuit
dengan menutupkan kapas atau kasa steril
diujung jarum spuit
i) Masukkan perlahan-lahan obat kedalam flabot
NaCl 0,9% atau D5% dengan volume cairan
yang telah ditentukan
j) Jangan tumpah saat mencampur, menyiapkan
dan saat memasukkan obat kedalam flabot atau
botol infus
k) Buat label, nama pasien, jenis obat, tanggal, jam
pemberian serta akhir pemberian atau dengan
syringe pump
l) Masukkan kedalam kontainer yang telah
disediakan
m) Masukkan sampah langsung ke kantong plastik,
ikat dan beri tanda atau jarum bekas dimasukkan
ke dalam tempat khusus untuk menghindari
tusukan
n) Periksa pasien, jenis obat, dosis obat, jenis
cairan, volume cairan, cara pemberian, waktu
pemberian dan akhir pemberian
o) Pakai proteksi : gaun lengan panjang, topi,
masker, kacamata, sarung tangan dan sepatu
p) Lakukan teknik aseptik dan antiseptic

43
q) Pasang pengalas plastik yang dilapisi kertas
absorbsi dibawah daerah tusukan infuse
r) Berikan anti mual ½ jam sebelum pemberian
anti neoplastik (primperan, zofran, kitril secara
intra vena)
s) Lakukan aspirasi dengan NaCl 0,9% 24. Beri
obat kanker secara perlahan-lahan (kalau perlu
dengan syringe pump) sesuai program
t) Bila selesai bilas kembali dengan NaCl 09% 26.
Semua alat yang sudah di pakai dimasukkan ke
dalam kantong plastik dan di ikat serta diberi
etiket
u) Buka gaun, topi, masker, kacamata kemudian
rendam dengan detergent
v) Bila disposible masukkan dalam kantong plastik
kemudian di ikat dan diberi etiket, kirim ke
incinerator/bakaran

44
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Thalasemia merupakan suatu sindrom kelainan darah yang diwariskan
(inherited) dan merupakan kelompok penyakit hemoglobinopati, yaitu
kelainan yang disebabkan oleh gangguan sintesis hemoglobin akibat
mutasi di dalam atau dekat gen globin. Kelainan hemoglobin pada
penderita thalasemia akan menyebabkan eritrosit mudah mengalami
destruksi, sehingga usia sel-sel darah merah menjadi lebih pendek dari
normal yaitu berusia 120 hari. Thalasemia merupakan penyakit anemia
hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif,secara molekuler
dibedakan menjadi thalasemia alfa dan beta, sedangkan secara klinis
dibedakan menjadi thalasemia mayor dan minor. Gejala yang didapat pada
pasien berupa gejala umum yaitu: anemis, pucat, mudah capek, dan adanya
penurunan kadar hemoglobin pembesaran limpa, dan Fascies Cooley’s
(sumsum memproduksi sel darah merah berlebihan sehingga rongga
sumsum membesar menyebabkan penipisan tulang dan penonjolan pada
dahi) Hal ini disebabkan oleh penurunan fungsional hemoglobin dalam
menyuplai atau membawa oksigen ke jaringanjaringan tubuh yang
digunakan untuk oksidasi sel. Sehingga oksigenasi ke jaringan berkurang.
Selain sebagai pembawa oksigen, hemoglobin juga sebagai pigmen merah
eritrosit sehingga apabila terjadi penurunan kadar hemoglobin ke jaringan
maka jaringan tersebut menjadi pucat.
B. Saran
Hasil dari penulisan makalah ini mungkin masih kurang benar dan
lengkap, tetapi harapannya pembaca dapat memahami, bisa mendapat
keluasan ilmu pengetahuan dalam bidang keperawatan khususnya pada
pelaksanaan asuhan keperawatan sebagai acuan literature dalam
melakukan penelitian pada klien anak Thalasemia serta memahami
Intervensi Keperawatan Pemberian Kemoterapi pada klien.

45
DAFTAR PUSTAKA

Apsari, Nurliana. Cipta. (2016). Pendampingan Bagi Anak Penyandang


Thalasemia Dan Keluarganya. Share : Social Work Journal.
Arnis, Yuliastati. & Amelia. (2016). Keperawatan Anak. Jakarta Selatan:
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Dahnil, Fitriayi, Ai Mardhiyah, dan Efri Widianti.(2017). Kajian Kebutuhan
supportive care pada orang tua anak penderita thalasemia.
https://id.scribd.com/document/347517668/SOP-Pemberian-Kemoterapi Diakses
pada tanggal 21 September 2021
https://www.academia.edu/11284095/REVISI_KEMOTERAPI Diakses pada
tanggal 21 September 2021
https://www.slideshare.net/EkaMeliyanti/tugas-fix-kepanak-intervensi-
kemotherapi Diakses pada tanggal 22 September 2021
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan: DPP PPNI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan: DPP PPNI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan: DPP PPNI

46

Anda mungkin juga menyukai