Anda di halaman 1dari 17

BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN

A. TINJAUN KONSEP TEORI


1. Definisi
Kejang demam adalah perubahan aktivitas motorik atau behavior
yang bersifat paroksimal dan dalam waktu terbatas akibat dari adanya
aktifitas listrik abnormal di otak yang terjadi karena kenaikan suhu
tubuh (Widagno, 2012).
Kejang demam merupakan kejang yang terjadi pada suhu badan
tinggi (kenaikkan suhu tubuh diatas 38⁰C) karena terjadi kelainan
ektrakranial. Kejang demam atau febrile convulsion adalah bangkitan
kejang yang terjadi pada kenaikkan suhu tubuh yang disebabkan oleh
proses ekstrakranium (Lestari,2016).
Jadi, dapat disimpulkan, kejang demam adalah gangguan yang
terjadi akibat dari peningkatan suhu tubuh anak yang dapat
menyebabkan kejang yang diakibatkan karena proses ekstrakranium.
2. Etiologi

Hingga kini belum diketahui pasti penyebab kejang demam.


Demam sering disebabkan infeksi saluran pernapasan atas, otitis
media, pneumonia, dan infeksi saluran kemih (Lestari, 2016). Menurut
Ridha (2014), mengatakan bahwa faktor resiko terjadinya kejang
demam diantaranya :
a. Faktor-faktor prinatal
b. Malformasi otak congenital
c. Faktor genetika
d. Demam
e. Gangguan metabolisme
f. Trauma
g. Neoplasma
h. Gangguan Sirkulasi

1
3. Klasifikasi
Dibawah ini beberapa klasifikasi dari kejang demam, diantaranya
adalah :

a. Kejang demam sederhana (simple febrile convulsion),


Biasanya terdapat pada anak umur 6 bulan sampai 5 tahun,
disertai kenaikan suhu tubuh yang mencapai ≥ 39⁰C.
Kejang bersifat umum dan tonik-klonik, umumnya
berlangsung beberapa detik/menit dan jarang sampai 15
menit. Pada akhir kejang kemudian diakhiri dengan suatu
keadaan singkat seperti mengantuk (drowsiness), dan
bangkitan kejang terjadi hanya sekali dalam 24 jam, anak
tidak mempunyai kelainan neurologik pada pemeriksaan
fisis dan riwayat perkembangan normal, demam bukan
disebabkan karena meningitis atau penyakit lain dari otak.
b. Kejang demam kompleks (complex or complicated febrile
convulsion), Biasanya kejang terjadi selama ≥ 15 menit atau
kejang berulang dalam 24 jam dan terdapat kejang fokal
atau temuan fokal dalam masa pasca bangkitan. Umur
pasien, status neurologik dan sifat demam adalah sama
dengan kejang demam sederhana.
c. Kejang demam simtomatik (symptomatic febrile seizure),
Biasanya sifat dan umur demam adalah sama pada kejang
demam sederhana dan sebelumnya anak mempunyai
kelainan neurologi atau penyakit akut. Faktor resiko untuk
timbulnya epilepsi merupakan gambaran kompleks waktu
bangkitan. Kejang bermula pda umur < 12 bulan dengan
kejang kompleks terutama bila kesadaran pasca iktal
meragukan maka pemeriksaan CSS sangat diperlukan untuk
memastikan kemungkinan adanya meningitis.
d. Kejang tonik, Kejang ini membuat semua otot kaku seperti
kejang tonik-klonik tahap pertama, sehingga keseimbangan
tubuh bisa hilang dan tubuh bisa jatuh. Kejang jenis ini akan
mempengaruhi otot punggung, lengan, dan tungkai.
e. Kejang klonik, Kejang seperti ini muncul sebagai gerakan
otot berkedut yang berulang atau berirama (kelonjatan)
seperti halnya fase kedua kejang tonik-klonik. Kendati

2
demikian, otot tidak menjadi kaku pada awalnya. Kejang
jenis ini terjadi pada otot leher, wajah dan lengan.
f. Kejang tonik-klonik, Jenis ini yang paling banyak terjadi
pada kejang umum. Gejalanya dapat terbagi menjadi dua
tahap, yaitu tahap tonik yang ditandai dengan hilang
kesadaran, tubuh menjadi kaku, serta tubuh dapat jatuh ke
lantai. Tahap berikutnya adalah tahap klonik yang ditandai
dengan anggota tubuh bergerak-gerak (kelojotan),
kehilangan kendali atas buang air besar dan buang air kecil,
lidah tergigit, serta sulit bernapas. Kejang ini biasanya
berhenti setelah beberapa menit, sesudah itu, penderita
dapat merasa pusing, bingung, lelah, atau sulit mengingat
apa yang sudah terjadi. (Syilfia, 2015)
4. Patofisiologi
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi
dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang
terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu
ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui
dengan mudah ion kalium (K+ ) dan sangat sulit dilalui oleh ion
Natriun (Na+ ) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (CI- ).
Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi
Na+ rendah, sedang diluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya.
Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan luar sel,
maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial
membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial
membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang
terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini
dapat diubah oleh :

a. Perubahan konsentrasi ion diruang ekstraselular.

b. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme,


kimiawi atau aliran listrik dan sekitarnya.

c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit


atau keturunan.

Pada keadaan demam kenaikkan suhu 1⁰C akan mengakibatkan


kenaikkan metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan

3
meningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari
seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa hanya 15%. Oleh
karena itu kenaikkan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari
membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari
ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik.
Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas
keseluruh sel maupun ke membran sel disekitarnya dengan bantuan
“neurotransmitter” dan terjadi kejang. Tiap anak mempunyai ambang
kejang yang berbeda dan tergantung tinggiu rendahnyaambang kejang
seseorang anak akan menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu.

Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak


berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang demam
yang berlangsung lama ( lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea,
meningkatkanya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot
skeletal yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat
disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai
denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang
disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan
metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalah faktor
penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama
berlangsungnya kejang (Lestari, 2016 & Ngastiyah, 2012).

5. Manifestasi Klinis
Dewanto (2009), mengatakan gambaran klinis yang dapat dijumpai
pada pasien dengan kejang demam diantaranya :
a. Suhu tubuh mencapai >38ºC.
b. Anak sering hilang kesadaran saat kejang.
c. Mata mendelik, tungkai dan lengan mulai kaku, bagian
tubuh anak berguncang (gejala kejang bergantung pada
jenis kejang).
d. Kulit pucat membiru.
e. Akral dingin.
f. Kejang umum biasanya diawali dengan kejang tonik
kemudian klonik, berlangsung selama 10 sampai 15 menit
bisa juga lebih.
g. Takikardi : Pada bayi frekuensi sering diatas 150-
200x/menit.

4
h. Pulsasi arteri melemah dan tekanan nadi mengecil yang
terjadi akibat sebagai menurunnya curah jantung.
6. Penatalaksanaan
Ngastiyah (2012), Dalam penanggulangan kejang demam ada
beberapa faktor yang perlu dikerjakan yaitu:
a. Penatalaksanaan Medis
1) Memberantas kejang secepat mungkin
Bila pasien datang dalam keadaan status
konvulsivus (kejang), obat pilihan utama yang
diberikan adalah diazepam yang diberikan secara
intravena. Dosis yang diberikan pada pasien kejang
disesuaikan dengan berat badan, kurang dari 10 kg
0,5-0,75 mg/kgBB dengan minimal dalam spuit 7,5
mg dan untuk BB diatas 20 kg 0,5 mg/KgBB.
Biasanya dosis rata-rata yang dipakai 0,3 mg
/kgBB/kali dengan maksimum 5 mg pada anak
berumur kurang dari 5 tahun, dan 10 mg pada anak
yang lebih besar.
Setelah disuntikan pertama secara intravena
ditunggu 15 menit, bila masih kejang diulangi
suntikan kedua dengan dosis yang sama juga
melalui intravena. Setelah 15 menit pemberian
suntikan kedua masih kejang, diberikan suntikan
ketiga denagn dosis yang sama juga akan tetapi
pemberiannya secara intramuskular, diharapkan
kejang akan berhenti. Bila belum juga berhenti
dapat diberikan fenobarbital atau paraldehid 4 %
secara intravena. Efek samping dari pemberian
diazepan adalah mengantuk, hipotensi, penekanan
pusat pernapasan.
Pemberian diazepan melalui intravena pada anak
yang kejang seringkali menyulitkan, cara pemberian
yang mudah dan efektif adalah melalui rektum.
Dosis yang diberikan sesuai dengan berat badan
ialah berat badan dengan kurang dari 10 kg dosis
yang diberikan sebesar 5 mg, berat lebih dari 10 kg
diberikan 10 mg. Obat pilihan pertama untuk

5
menanggulangi kejang atau status konvulsivus yang
dipilih oleh para ahli adalah difenilhidantion karena
tidak mengganggu kesadaran dan tidak menekan
pusat pernapasan, tetapi dapat mengganggu
frekuensi irama jantung.
2) Pengobatan penunjang
Sebelum memberantas kejang tidak boleh dilupakan
pengobatan penunjang yaitu semua pakaian ketat
dibuka, posisi kepala sebaiknya miring untuk
mencegah aspirasi isi lambung, usahakan agar jalan
napas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen.
Fungsi vital seperti kesadaran, suhu, tekanan darah,
pernapasan dan fungsi jantung diawasi secara ketat.
Untuk cairan intravena sebaiknya diberikan dengan
dipantau untuk kelainan metabolik dan elektrolit.
Obat untuk hibernasi adalah klorpromazi 2-. Untuk
mencegah edema otak diberikan kortikorsteroid
dengan dosis 20-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3
dosis atau sebaiknya glukokortikoid misalnya
dexametason 0,5-1 ampul setiap 6 jam sampai
keadaan membaik.
3) Memberikan pengobatan rumat
Setelah kejang diatasi harus disusul pengobatan
rumat. Daya kerja diazepan sangat singkat yaitu
berkisar antara 45-60 menit sesudah disuntikan,
oleh karena itu harus diberikan obat antiepileptik
dengan daya kerja lebih lama. Lanjutan pengobatan
rumat tergantung daripada keadaan pasien.
Pengobatan ini dibagi atas dua bagian, yaitu
pengobatan profilaksis intermiten dan pengobatan
profilaksis jangka panjang.
4) Mencari dan mengobati penyebab
Penyebab kejang demam sederhana maupun
epilepsi yang diprovokasi oleh demam biasanya
adalah infeksi respiratorius bagian atas dan otitis
media akut. Pemberian antibiotik yang adekuat
perlu untuk mengobati penyakit tersebut. Secara

6
akademis pasien kejang demam yang datang untuk
pertama kali sebaliknya dilakukan pungsi lumbal
untuk menyingkirkan kemungkinan adanya faktor
infeksi didalam otak misalnya meningitis.
b. Penatalaksaan Keperawatan
1) Pengobatan fase akut
a) Airway
I. Baringkan pasien ditempat yang rata,
kepala dimiringkan dan pasangkan
sudip lidah yang telah dibungkus
kasa atau bila ada guedel lebih baik.
II. Singkirkan benda-benda yang ada di
sekitar pasien, lepaskan pakaian yang
mengganggu pernapasan.
III. Berikan O2 boleh sampai 4L/menit.
b) Breathing
I. Isap lendir sampai bersih.
c) Circulation
I. Bila suhu tinggi lakukan kompres
hangat secara intensif.
II. Setelah pasien bangun dan sadar
berikan minum hangat (berbeda
dengn pasien tetanus yang jika
kejang tetap sadar).
2) Pencegahan kejang berulang
I. Segera berikan diazepam intravena,
dosis rata-rata 0,3mg/kgBB atau
diazepam rektal. Jika kejang tidak
berhenti tunggu 15 menit dapat
diulang dengan dengan dosis dan
cara yang sama.
II. Bila diazepan tidak tersedia, langung
dipakai fenobarbital dengan dosis
awal dan selanjutnya diteruskan
dengan pengobatan rumat.

7
B. TINJAUAN KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Keperawatan
a. Anamnesis
1) Identitas pasien
Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis
kelamin, tanggal lahir, umur, tempat lahir, asal suku
bangsa, agama, nama orang tua, pekerjaan orang
tua, penghasilan orang tua. Wong (2009),
mengatakan kebanyakan serangan kejang demam
terjadi setelah usia 6 bulan dan biasanya sebelum 3
tahun dengan peningkatan frekuensi serangan pada
anak-anak yang berusia kurang dari 18 bulan.
2) Keluhan utama
Biasanya anak mengalami peningkatan suhu tubuh
>38,0⁰C, pasien mengalami kejang dan bahkan
pada pasien dengan kejang demam kompleks
biasanya mengalami penurunan kesadaran.
3) Riwayat penyakit sekarang
Biasanya orang tua klien mengatakan badan
anaknya terasa panas, nafsu makan anaknya
berkurang, lama terjadinya kejang biasanya
tergantung pada jenis kejang demam yang dialami
anak.
4) Riwayat perkembangan anak
Biasanya pada pasien dengan kejang demam
kompleks mengalami gangguan keterlambatan
perkembangan dan intelegensi pada anak serta
mengalami kelemahan pada anggota gerak
(hemifarise).
5) Riwayat imunisasi
Biasanya anak dengan riwayat imunisasi tidak
lengkap rentan tertular penyakit infeksi atau virus
seperti virus influenza.
6) Riwayat nutrisi saat sakit

8
Biasanya anak mengalami penurunan nafsu makan
karena mual dan muntahnya.
b. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum anak biasanya rewel dan kesadaran
composmentis.
2) TTV
Suhu biasanya >38ºC. Respirasi pada usia 2 – 12
bulan >49x/menit. Pada usia 12 bulan sampai
40x/menit.
3) BB
Biasanya pada anak dengan kejang demam tidak
terjadi penurunan berat badan yang berarti.
4) Kepala
Biasanya tampak simetris dan tidak ada kelainan
yang tampak.
5) Mata
Biasanya simetris, sklera tidak ikterik, konjungtiva
anemis.
6) Mulut Dan Lidah
Biasanya mukosa bibir tampak kering, tonsil
hipertermis, lidah tampak kotor.
7) Hidung
Biasanya penciuman baik, tidak, tidak ada
pernafasan cu[ing hidung, bentuk simetris, mukosa
hidung berwarna merah muda.
8) Telinga
Biasanya bentuk simetris kiri kanan, normalnya pili
sejajar dengan katus mata, keluar cairan, terjadi
gangguan pendengaran yang bersifat sementara,
nyeri tekan mastoid.
9) Leher
Biasanya terjadi pembesaran KGB.
10) Thoraks
a) Inspeksi, biasanya gerakan dada simteris,
tidak ada penggunaan otot bantu pernapasan.
b) Palpasi, biasanya vremitus kanan dan kiri
sama.

9
c) Auskultasi, biasanya ditemukan bunyi napas
tambahan seperti ronchi.
11) Jantung
Biasanya terjadi penurunan atau peningkatan denyut
jantung
a) Inpeksi, ictus cordis tidak terlihat.
b) Palpasi, ictus cordis di SIC V teraba.
c) Perkusi, batas kiri jantung : SIC II kiri di
linea parastrenalis kiri (pinggang jantung),
SIC V kiri agak ke mideal linea
midclavicularis kiri. Batas bawah kanan
jantung disekitar ruang intercostals III
sampai IV kanan, dilinea parasternalis
kanan, batas atasnya di ruang intercosta II
kanan linea parasternalis kanan.
d) Auskultasi, BJ II lebih lemah dari BJ I.
12) Abdomen
Biasanya lemas dan datar, kembung.
13) Anus
Biasanya tidak terjadi kelainan pada gerakan anak.
14) Ekstremitas
a) Atas : biasanya tonus otot mengalami
kelemahan CRT >2 detik, akral dingin.
b) Bawah : biasanya tonus otot mengalami
kelemahan CRT >2 detik, akral dingin.
c. Penilaian tingkat kesadaran
1) Composmentis, yaitu kesadaran normal, sadar
sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan
tentang keadaan sekelilingnya, nilai GCS: 15-14.
2) Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk
berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak
acuh, nilai GCS: 13 - 12.
3) Delirium, yaitu gelisah, disorientasi, memberontak,
berteriak - teriak, berhalusinasi, kadang berhayal,
nilai GCS: 11 - 10.
4) Somnolen, yaitu kesadaran menurun, respon
psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun

10
kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah
dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu
memberi jawaban verbal, nilai GCS: 9 – 7.
5) Stupor, yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi
ada respon terhadap nyeri, nilai GCS: 6 – 4.
6) Coma, yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada
respon terhadap rangsangan apapun (tidak ada
respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga
tidak ada respon pupil terhadap cahaya), nilai GCS:
≤ 3.
2. Diagnosa Keperawatan
a. D1 : Hipertermia (D.0130)

Hipertermia D.0130
Definisi  
Suhu tubuh meningkat di atas rentang normal tubuh.

Penyebab  
1. Dehidrasi
2. Terpapar lingkungan panas
3. Proses penyakit (mis. Infeksi, kanker
4. Ketidaksesuaian pakaian dengan suhu lingkungan
5. Peningkatan laju metabolism
6. Respon trauma
7. Aktivitas berlebihan
8. Penggunaan incubator
Gejala dan Tanda  
Mayor
Subjektif Objektif
(tidak tersedia) 1. Suhu tubuh diatas nilai normal
 
Gejala dan Tanda  
Minor
Subjektif Objektif
(tidak tersedia) 1. Kulit merah
2. Kejang
3. Takikardi
4. Takipnea
5. Kulit terasa hangat

11
b. D2 : Resiko Cedera (D.0136)

Risiko Cedera (D.0136)


Definisi  
Berisiko mengalami bahaya atau kerusakan fisik yang menyebabkan
seseorang tidak lagi sepenuhnya sehat atau dalam kondisi baik.
Fakto Risiko  
Eksternal
1. Terpapar pathogen
2. Terpapar zat kimia toksik
3. Terpapar agen nosocomial
4. Ketidakamanan transportasi

Internal
1. Ketidaknormalan profil darah
2. Perubahan orientasi afektif
3. Perubahan sensasi
4. Disfungsi autoimun
5. Disfungsi biokimia
6. Hipoksia jaringan
7. Kegagalan mekanisme pertahanan tubuh
8. Malnutrisi
9. Perubahan fungsi psikomotor
10. Perubahan fungsi kognitif

3. Intervensi Dan Implementasi Keperawatan


Perencanaan dan pelaksanaan dilakukan perawat agar dapat
mengurangi bahkan menghilangi kesakitan klien, berikut adalah
intervensi yang dapat di ambil pada anak yang mengalami asma sesuai
dengan diagnosis pada materi sebelumnya:
a. D1 : Manajemen Hipertermia (I.15506)

Manajemen Hipertermia (I.15506)


Definisi
Mengidentifikasi dan mengelola peningkatan suhu tubuh akibat
dissfungsi termoregulasi.
Tindakan
Observasi
- Identifikasi penyebab hipertermia (mis. Dehidrasi, terpapar

12
lingkungan panas, penggunaan inkubator).
- Monitor suhu tubuh.
- Monitor kadar elektrolit.
- Monitor haluaran urine
- Monitor komplikasi akibat hipertermia.
Terapeutik
- Sediakan lingkungan yang dingin.
- Longgarkan atau lepaskan pakaian.
- Basahi dan kipasi permukaan tubuh.
- Berikan cairan oral.
- Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami
hiperhidrosis (keringat berlebih).
- Lakukan pendinginan eksternal (mis. Selimut hipotermia atau
kompres dingin pada dahi, leher, dada, abdomen, aksila).
- Hindari pemberian antipiretik atau aspirin.
- Berikan oksiegn, jika perlu
Edukasi
- Anjurkan tirah baring.
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika
perlu.

b. D2 : Manajemen Kejang (I.06193)

Manajemen Kejang (I.06193)


Definisi
Mengidentifikasi dan mengelola kontraksi otot dan gerakan yang
tidak terkendali.
Tindakan
Observasi
- Monitor terjadinya kejang berulang.
- Monitor karakteristik kejang (mis. Aktivitas motorik dan
progresi kejang).
- Monitor status neurologis.
- Monitor tanda-tanda vital.
Terapeutik
- Baringkan pasien agar tidak terjatuh.
- Berikan alat empuk dibawahkepala, jika memungkinkan.
- Pertahankan kepatenan jalan napas.
- Longgarkan pakaian, terutama dibagian leher.
- Dampingi selama periode kejang.

13
- Jauhkan benda-benda berbahaya terutama benda tajam.
- Catat durasi kejang.
- Reorientasikan setelah periode kejang.
- Dokumentasikan periode terjadinya kejang.
- Pasang akses IV, jika perlu.
- Berikan oksigen, jika perlu.
Edukasi
- Anjurkan keluarga menghindari memasukkan apapun ke
dalam mulut pasien saat periode kejang.
- Anjurkan keluarga tidak menggunakan kekerasan untuk
menahan gerakan pasien.
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian antikonvulsan, jika perlu.

4. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yaitu
menilai efektifitas rencana yang telah dibuat, strategi dan pelaksanaan
dalam asuhan keperawatan serta menentukan perkembangan dan
kemampuan pasien mencapai sasaran yang telah diharapkan. Tahapan
evaluasi menentukan kemajuan pasien tehadap pencapaian hasil yang
diinginkan dan respons pasien terhadap dan keefektifan intervensi
keperawatan kemudian mengganti rencana perawatan jika diperlukan.
Tahap akhir dari proses keperawatan perawat mengevaluasi
kemampuan pasien ke arah pencapaian hasil. Nursalam, (2009).
Evaluasi dari tindakan keperawatan yang telah diberikan penting
dilakuakn berikut adalah evaluasi berdasarkan 2 diagnosis keperawatan
pada materi sebelumnya:
a. D1 : Hipertermia (D.0130)

Termoregulasi (L. 14134)


Definisi
Pengaturan suhu tubuh agar tetap berada pada rentang normal.
Ekspektasi Membaik
Kriteria Hasil
Menurun Cukup Sedang Cukum Meningkat
Menurun Menigkat
Menggigil 1 2 3 4 5
Kulit merah 1 2 3 4 5
Kejang 1 2 3 4 5
Akrosianosis 1 2 3 4 5

14
Konsumsi 1 2 3 4 5
oksiegn
Piloereksi 1 2 3 4 5
Vasokonstriks 1 2 3 4 5
i perifer
Kutis 1 2 3 4 5
memorata
Pucat 1 2 3 4 5
Takikardi 1 2 3 4 5
Takipnea 1 2 3 4 5
Bradikardi 1 2 3 4 5
Dasar kuku 1 2 3 4 5
sianolik
Hipoksia 1 2 3 4 5
Memburu Cukup Sedang Cukup Membaik
k Memburu Membaik
k
Suhu tubuh 1 2 3 4 5
Suhu kulit 1 2 3 4 5
Kadar glukosa 1 2 3 4 5
darah
Pengisian 1 2 3 4 5
kapiler
Ventilasi 1 2 3 4 5
Tekanan darah 1 2 3 4 5

b. D2 : Resiko Cedera (D.0136)

Tingkat Cedera (L. 14136)


Definisi
Keparahan dari cedera yang diamati atau dilaporkan.
Ekspektasi Menurun
Kriteria Hasil
Menurun Cukup Sedan Cukum Meningkat
Menurun g Menigkat
Toleransi 1 2 3 4 5
aktivitas
Nafsu makan
Toleransi
makanan
Meningkat Cukup Sedan Cukup Menurun
meningkat g menurun
Kejadian 1 2 3 4 5
cedera
Luka/lecet 1 2 3 4 5
Ketegangan 1 2 3 4 5

15
otot
Fraktur 1 2 3 4 5
Perdarahan 1 2 3 4 5
Ekspresi 1 2 3 4 5
wajah
kesakitan
Agitas 1 2 3 4 5
Iritabilitas 1 2 3 4 5
Gangguan 1 2 3 4 5
mobilitas
Gangguan 1 2 3 4 5
kognitif
Memburu Cukup Sedan Cukup Membaik
k Memburuk g Membaik
Tekanan 1 2 3 4 5
darah
Frekuensi 1 2 3 4 5
nadi
Frekuensi 1 2 3 4 5
napas
Denyut 1 2 3 4 5
jantung
apikal
Denyut 1 2 3 4 5
jantung
radialis
Pola 1 2 3 4 5
istirahat/tidur

16
DAFTAR PUSTAKA

Lestari, T, 2016.Asuhan Keperawatan Anak. Yogyakarta : Nuha Medika


Ngastiyah. 2012, Perawatan Anak Sakit: Edisi 2. Jakarta: EGC
Suariadi & Yuliani, Rita. 2010, Asuhan Keperawatan Pada Anak: Edisi 2. Jakarta:
CV Sagung Seto.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI.2018.Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia.Jakarta:PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI.2018.Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.


Jakarta : PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI.2018.Standar Luaran Keperawatan Indonesia.Jakarta :


PPNI

Widagdo, 2012. Tata Laksana Masalah Penyakit Anak dengan Kejang Demam.
Jakarta : CV Agung Seto
Wong, Donna L., dkk. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik: Volume 2.
Jakarta: EGC

17

Anda mungkin juga menyukai