Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN ANAK
ALL (AKUT LIMFOBLASTIK LEUKIMIA)

Disusun oleh :
RIZKHY ERWIN H
071211027

PROGRAM STUDI PROFESI NERS 33


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
2022
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Definisi Pengertian
Kejang merupakan perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai akibat
dari aktivitas neuronal yang abnormal dan pelepasan listrik serebral yang berlebihan,
(Betz & Sowden, 2002). Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada
kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38ºC) yang disebabkan oleh proses
ekstrakranium. Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering
dijumpai pada anak terutama pada golongan anak berumur 6 bulan sampai 4 tahun.
Hampir 3% dari anak yang berumur dibawah 5 tahun pernah mengalami kejang demam
(Ngastiyah, 2014). Jadi kejang demam adalah kenaikan suhu tubuh yang menyebabkan
perubahan fungsi otak akibat perubahan potensial listrik serebral yang berlebihan
sehingga mengakibatkan renjatan berupa kejang.
Kejang Demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering ditemukan
pada anak, hal ini terutama pada rentang usia 4 bulan sampai 4 tahun. Kejang demam
merupakan gangguan transien pada anak-anak yang terjadi bersamaan dengan demam.
Keadaan ini merupakan salah satu gangguan neurologik yang paling sering dijumpai
pada masa kanak-kanak dan menyerang sekitar 4% anak. Pada setiap anak memiliki
ambang kejang yang berbeda-beda, hal ini tergantung dari tinggi serta rendahnya
ambang kejang seorang anak. Anak dengan kejang rendah, kejang dapat terjadi pada
suhu 38ºC, tetapi pada anak dengan ambang kejang yang tinggi kejang baru akan terjadi
pada suhu 40ºC atau bahkan lebih (Sodikin, 2012). Kejang Demam adalah bangkitan
kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38ºC) yang
disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium (Widodo, 2011).
2. Etiologi

Penyebab dari kejang demam menurut Wulandari & Erawati (2016) diantaranya
sebagai berikut.

a. Faktor genetika
Faktor keturunan memegang penting untuk terjadinya kejang demam 25-50 %
anak yang mengalami kejang memiliki anggota keluarga yang pernah mengalami
kejang demam sekurang-kurangnya sekali.
b. Infeksi
1) Bakteri diantaranya penyakit pada traktus respiratorius (pernapasan),
pharyngitis (radang tenggorokan), tonsillitis (amandel), dan otitis media
(infeksi telinga).
2) Virus diantaranya varicella (cacar), morbili (campak), dan dengue (virus
penyebab demam berdarah ).
c. Demam
Kejang demam cenderung timbul dalam 24 jam pertama pada waktu sakit dengan
demam atau pada waktu demam tinggi.
d. Gangguan Metabolisme
Hipoglikemia, gangguan elektrolit (Na dan K) misalnya pada pasien dengan
riwayat diare sebelumnya.
e. Trauma
Kejang demam dapat terjadi karena trauma lahir dan trauma kepala.

3. Fatofisiologi
Menurut Staff pengajar FKUI (2005: 847) sumber energi otak adalah glukosa
yang melalui proses oksidasi menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran
yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu
ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah

oleh ion kalium (K+) yang sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan

elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (CL-). Akibatnya konsentrasi kalium dalam
sel neuron tinggi dan konsentrasi natrium rendah, dan di luar sel neuron terdapat
keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar
sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran
dari neuron. Untuk menjaga keseinibangan potensial ini diperlukan energi dan
bantuan enzim Na-K-ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1°C akan mengakibatkan kenaikan
metabolisms basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20 %. Pada,
usia 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan
dengan orang dewasa hanya 15%. Sehingga kenaikan suhu tubuh dapat
mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan terjadi difusi ion
kalium maupun natrium melalui membran, akibatnya terjadi lepas muatan listrik.
Lepas muatan listrik ini sedemikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh
sel maupun ke membran sekitarya dan dengan bantuan neurotransmitter
mengakibatkan terjadinya kejang.
Pathway

4. Klasifikasi

Menurut Prichard dan Mc Greal (Lumbantobing,2001:24) kejang demam


dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Kejang demam sederhana.
Ciri-ciri kejang demam sederhana adalah:
1) Kejang bersifat simetris.
2) Usia penderita antara 6 bulan sampai 4 tahun.
3) Suhu 100°F (37,78°C) atau lebih.
4) Lamanya kejang berlangsung kurang dari 3 menit.
5) Keadaan neurologi (fungsi syaraf) normal dan setelah kejang juga
normal.
6) EEG yang dibuat setelah tidak demam adalah normal.
b. Kejang demam tidak khas.
Kejang demam yang tidak sesuai dengan ciri-ciri tersebut diatas digolongkan
sebagai kejang demam tidak khas.
Menurut Livingston (Lumbantobing,2001:14) mengklasifikasikan kejang
demam sebagai berikut.
a. Kejang demam sederhana.
Ciri-ciri kejang demam sederhana adalah:
1) Kejang bersifat umum.
2) Lamanya kejang berlangsung singkat (kurang dari 15 menit).
3) Usia waktu kejang pertama muncul kurang dari 6 tahun.
4) Frekuensi bangkitan kejang 1-4 kali dalam 1 tahun.
5) EEG normal.
b. Epilepsi yang dicetuskan oleh kejang.
Kejang demam yang tidak sesuai dengan ciri-ciri tersebut diatas disebut
oleh Livingston sebagai epilepsi yang dicetuskan kejang.
Menurut Fukuyama (Lumbantobing, 2001:25) menggolongkan kejang demam
sebagai berikut.
a. Kejang demam sederhana
Kejang demam sederhana harus memenuhi semua kriteria berikut.
1) Keluarga penderita tidak ada riwayat epilepsi.
2) Sebelumnya tidak ada riwayat cedera otak oleh penyebab apapun.
3) Serangan kejang yang pertama terjadi antara usia 6 bulan sampai 6
tahun.
4) Lamanya kejang berlangsung tidak lebih dari 20 menit. e. Kejang tidak
bersifat lokal.
5) Tidak didapatkan gangguan atau abnormalitas pasca kejang.
6) Sebelumnya juga tidak didapatkan abnormalitas neurologic atau
abnormalitas perkembangan.
7) Kejang tidak berulang dalam waktu singkat.
b. Kejang demam kompleks
Bila ciri-ciri kejang demam tidak memenuhi kriteria diatas maka
digolongkan kejang demam kompleks.
5. Gelaja Klinis

Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam,


berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, klonik, fokal,
atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti, anak tidak
memberi reaksi apapun sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak terbangun
dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Kejang dapat diikuti oleh hemiparesis
sementara (Hemiparesis Todd) yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari.
Kejang unilateral yang lama diikuti oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang
yang berlangsung lama sering terjadi pada kejang demam yang pertama.
Durasi kejang bervariasi, dapat berlangsung beberapa menit sampai lebih dari 30
menit, tergantung pada jenis kejang demam tersebut. Sedangkan frekuensinya dapat
kurang dari 4 kali dalam 1 tahun sampai lebih dari 2 kali sehari. Pada kejang demam
kompleks, frekuensi dapat sampai lebih dari 4 kali sehari dan kejangnya berlangsung
lebih dari 30 menit. 
Adapun gejala kejang demam diantaranya sebagai berikut.
a. Demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang tejradi secara
tiba-tiba)
b. Pingsan yang berlangsung selama 30 detik-5 menit (hampir selalu terjadi pada
anak-anak yang mengalami kejang demam)
c. Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya berlangsung
selama 10-20 detik)
d. Gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama, biasanya
berlangsung selama 1-2 menit)
e. Lidah atau pipinya tergigit
f. Gigi atau rahangnya terkatup rapat
g. Inkontinensia (mengompol)
h. Gangguan pernafasan
i. Apneu (henti nafas)
j. Kulitnya kebiruan
Setelah mengalami kejang, biasanya akan terjadi beberapa hal diantaranya sebagai
berikut :
a. Akan kembali sadar dalam waktu beberapa menit atau tertidur selama 1 jam atau
lebih
b. Terjadi amnesia (tidak ingat apa yang telah terjadi)-sakit kepala
c. Mengantuk
d. Linglung (sementara dan sifatnya ringan)
6. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala
Adakah tanda-tanda mikro atau makrosepali. Adakah dispersi bentuk kepala.
Apakah tanda-tanda kenaikan tekanan intrakarnial, yaitu ubun-ubun besar
cembung, bagaimana keadaan ubun-ubun besar menutup atau belum.
b. Rambut
Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain rambut. Pasien
dengan malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang jarang, kemerahan
seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa menyebabkan rasa sakit pada
pasien.

c. Muka/ Wajah.
Paralisis fasialis menyebabkan asimetri wajah; sisi yang paresis tertinggal bila
anak menangis atau tertawa, sehingga wajah tertarik ke sisi sehat. Adakah tanda
rhisus sardonicus, opistotonus, strimus. Apakah ada gangguan nervus cranial.
d. Mata
Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil dan
ketajaman penglihatan. Apakah keadaan sklera, konjungtiva.
e. Telinga
Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda adanya infeksi
seperti pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga, keluar cairan dari
telinga, berkurangnya pendengaran.
f. Hidung
Apakah ada pernapasan cuping hidung. Polip yang menyumbat jalan napas.
Apakah keluar sekret, bagaimana konsistensinya, jumlahnya.
g. Mulut
Adakah tanda-tanda sardonicus. Adakah cynosis. Bagaimana keadaan lidah.
Adakah stomatitis. Berapa jumlah gigi yang tumbuh. Apakah ada caries gigi .
h. Tenggorokan
Adakah tanda-tanda peradangan tonsil. Adakah tanda-tanda infeksi faring,
cairan eksudat.
i. Leher
Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid. Adakah
pembesaran vena jugulans.
j. Thorax
Pada infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak pernapasan,
frekwensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi Intercostale. Pada auskultasi,
adakah suara napas tambahan.
k. Jantung
Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung serta iramanya. Adakah bunyi
tambahan . Adakah bradicardi atau tachycardia.

l. Abdomen
Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen . Bagaimana
turgor kulit dan peristaltik usus. Adakah tanda meteorismus. Adakah pembesaran
lien dan hepar.
m. Kulit
Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya. Apakah
terdapat oedema, hemangioma. Bagaimana keadaan turgor kulit.
n. Ekstremitas
Apakah terdapat oedema, atau paralise terutama setelah terjadi kejang.
Bagaimana suhunya pada daerah akral.
o. Genetalia
Adakah kelainan bentuk oedema, sekret yang keluar dari vagina, tanda-tanda
infeksi.
7. Pemeriksaan Diagnostic

Pemeriksaan minimum untuk kejang tanpa demam pada anak menurut


Ngastiyah (2000: 233) meliputi:
a. Glukosa puasa: Batas normalnya lebih dari 10 g/dl. Hipoglikemia dapat
menjadi faktor presipitasi kejang.
b. Kalium: Batas normal kalium laki-laki 1,0 - 1,2 mmol/ L. Bila ada kerusakan
jaringan, kalium akan keluar dari sel dan masuk ke dalam cairan ekstraseluler.
Jika penurunan kalium dalam urine dapat menunjukan hiperkalemia (serum
kalium meningkat) dan sebaliknya.
c. Natrium : Batas normal natrium laki-laki 135 - 145 mmol/ L. Pada cairan
ekstraseluler kadar natrium urine biasanya rendah dan kadar natrium serum
rendah tidak normal / normal akibat memodilusi atau kadar meningkat.
d. EEG (Elektroensefalografi) adalah suatu cara untuk melokalisasi daerah
serebral yang tidak berfungsi dengan baik, mengukur aktivitas otak.
Gelombang otak untuk menentukan karakteristik dari gelombang pada masing-
masing tipe dari aktifitas kejang.
e. Pemeriksaan scan CT adalah suatu prosedur yang digunakan untuk
mendapatkan gambaran dari berbagai sudut kecil dari tulang tengkorak dan
otak.
8. Diagnose Keperawatan

Berdasarkan perjalanan patofisiologi dan manifestasi klinik yang muncul maka


diagnosa keperawatan yang sering muncul pada pasien dengan kejang demam adalah:
a. Hipertermi
b. Pola napas tidak efektif
c. Risiko cedera
9. Tindakan Penangannan

Dalam penanggulangan kejang demam menurut IKA-FKUI (2005:850) ada


4 faktor yang perlu dikerjakan yaitu:
a. Memberantas kejang secepat mungkin.
Bila pasien datang dalam keadaan konvulsi, obat pilihan utama adalah
diazepam yang diberikan secara intravena. Pemberian dosis sesuai dengan BB.
Kurang dari 10 kg pemberiannya 0,5 -0,75 mg / kg BB dengan minimal
dalam spuit 0,75 mg. Bila BB diatas 20 kg pemberiannya 0,5 mg / kg
BB. Bila kejang belum juga berhenti dapat diberikan fenobarbital atau
poraldehid 4 % per I.V.
b. Pengobatan penunjang
Sebelum memberantas kejang tidak boleh dilupakan perlunya
pengobatan penunjang sebagai berikut:
1) Semua pakaian ketat dibuka.
2) Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung.
3) Usahakan untuk jalan napas bebas untuk menjamin kebutuhan
oksigen.
4) Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan
oksigen.
5) Fungsi vital harus diawasi secara ketat, jika suhu meningkat sampai
hiperpireksia dilakukan libernasi dengan kompres alkohol dan air es.
c. Pengobatan rumat.
Setelah kejang diatasi harus di susul pengobatan rumat, daya kerja
diazepam sangat singkat yang berkisar antara 45-60 menit. Oleh karena
itu harus diberikan obat antiepilepsi dengan daya kerja lebih lama, misalnya
fenobarbital yang diberikan langsung setelah kejang berhenti.Dengan
diazepam dosis awal pada neonatus 30 mg, umur 1 bulan - 1 tahun 50
mg dan umur 1 tahun keatas 75 mg, sedangkan cara pemberian secara IM.
d. Mencari dan mengobati penyebab.
Penyebab kejang demam sederhana dan epilepsi yang diprovokasi oleh
demam biasanya adalah infeksi respiratorius bagian atas dan otitis media
akut. Pemberian antibiotik yang adekuat untuk mengobati penyakit
tersebut. Secara akademis pasien kejang demam yang datang pertama kali
sebaiknya dilakukan fungsi lumbal untuk menyingkirkan kemungkinan
adanya faktor infeksi didalam otak, misalnya meningitis.
10. Komplikasi
a. Aspirasi
b. Asfiksi
c. Retardasi mental
d. Komplikasi tergantung pada :
1) Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga.
2) Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita
demam kejang.
3) Kejang berlangsung lama atau kejang tikal.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian

Pengkajian adalah pendekatan sistemik untuk mengumpulkan data dan


menganalisa, sehingga dapat diketahui kebutuhan perawatan pasien tersebut. Langkah-
langkah dalam pengkajian meliputi pengumpulan data, analisa dan sintesa data serta
perumusan diagnosa keperawatan. Pengumpulan data akan menentukan kebutuhan dan
masalah kesehatan atau keperawatan yang meliputi kebutuhan fisik, psikososial dan
lingkungan pasien. Sumber data didapatkan dari pasien, keluarga, teman, team
kesehatan lain, catatan pasien dan hasil pemeriksaan laboratorium. Metode
pengumpulan data melalui observasi (yaitu dengan cara inspeksi, palpasi, auskultasi,
perkusi), wawancara (yaitu berupa percakapan untuk memperoleh data yang
diperlukan), catatan (berupa catatan klinik, dokumen yang baru maupun yang lama),
literatur (mencakup semua materi, buku-buku, masalah dan surat kabar).
Pengumpulan data pada kasus kejang demam ini meliputi :
a. Data Subjektif
1) Biodata/Identitas
Biodata anak mencakup nama, umur, jenis kelamin.Biodata orang tua perlu
dipertanyakan untuk mengetahui status sosial anak meliputi nama, umur,
agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, alamat.
2) Riwayat Penyakit
Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang ditanyakan :
a) Apakah betul ada kejang .
Diharapkan ibu atau keluarga yang mengantar dianjurkan menirukan
gerakan kejang si anak
b) Apakah disertai demam .
Dengan mengetahui ada tidaknya demam yang menyertai kejang, maka
diketahui apakah infeksi infeksi memegang peranan dalam terjadinya
bangkitan kejang. Jarak antara timbulnya kejang dengan demam.
c) Lama serangan
Seorang ibu yang anaknya mengalami kejang merasakan waktu
berlangsung lama. Lama bangkitan kejang kita dapat mengetahui
kemungkinan respon terhadap prognosa dan pengobatan.
d) Pola serangan
Perlu diusahakan agar diperoleh gambaran lengkap mengenai pola
serangan apakah bersifat umum, fokal, tonik, klonik.
(1) Apakah serangan berupa kontraksi sejenak tanpa hilang kesadaran
seperti epilepsi mioklonik .
(2) Apakah serangan berupa tonus otot hilang sejenak disertai gangguan
kesadaran seperti epilepsi akinetik .
(3) Apakah serangan dengan kepala dan tubuh mengadakan flexi
sementara tangan naik sepanjang kepala, seperti pada spasme infantile
e) Frekuensi serangan
Apakah penderita mengalami kejang sebelumnya, umur berapa kejang
terjadi untuk pertama kali, dan berapa frekuensi kejang per tahun.
Prognosa makin kurang baik apabila kejang timbul pertama kali pada umur
muda dan bangkitan kejang sering timbul.
f) Sebelum kejang perlu ditanyakan adakah aura atau rangsangan tertentu
yang dapat menimbulkan kejang, misalnya lapar, lelah, muntah, sakit
kepala dan lain-lain.
Dimana kejang dimulai dan bagaimana menjalarnya. Sesudah kejang
perlu ditanyakan apakah penderita segera sadar, tertidur, kesadaran
menurun, ada paralise, menangis dan sebagainya.
3) Riwayat penyakit sekarang yang menyertai
Apakah muntah, diare, truma kepala, gagap bicara (khususnya pada penderita
epilepsi), gagal ginjal, kelainan jantung, DHF, ISPA, OMA, Morbili dan lain-
lain.
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini ditanyakan apakah
penderita pernah mengalami kejang sebelumnya, umur berapa saat kejang
terjadi untuk pertama kali. Apakah ada riwayat trauma kepala, radang selaput
otak, KP, OMA dan lain-lain.
5) Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Kedaan ibu sewaktu hamil per trimester, apakah ibu pernah mengalami
infeksi atau sakit panas sewaktu hamil. Riwayat trauma, perdarahan per
vaginam sewaktu hamil, penggunaan obat-obatan maupun jamu selama
hamil. Riwayat persalinan ditanyakan apakah sukar, spontan atau dengan
tindakan ( forcep/vakum ), perdarahan ante partum, asfiksi dan lain-lain.
Keadaan selama neonatal apakah bayi panas, diare, muntah, tidak mau
menetek, dan kejang-kejang.
6) Riwayat Imunisasi
Jenis imunisasi yang sudah didapatkan dan yang belum ditanyakan serta umur
mendapatkan imunisasi dan reaksi dari imunisasi. Pada umumnya setelah
mendapat imunisasi DPT efek sampingnya adalah panas yang dapat
menimbulkan kejang.
7) Riwayat Perkembangan
Ditanyakan kemampuan perkembangan meliputi :
a) Personal sosial (kepribadian/tingkah laku sosial) : berhubungan dengan
kemampuan mandiri, bersosialisasi, dan berinteraksi dengan
lingkungannya.
b) Gerakan motorik halus : berhubungan dengan kemampuan anak untuk
mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian
tubuh tertentu saja dan dilakukan otot-otot kecil dan memerlukan
koordinasi yang cermat, misalnya menggambar, memegang suatu benda,
dan lain-lain.
c) Gerakan motorik kasar : berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh.
d) Bahasa : kemampuan memberikan respon terhadap suara, mengikuti
perintah dan berbicara spontan.
8) Riwayat kesehatan keluarga.
Adakah anggota keluarga yang menderita kejang (+ 25% penderita kejang
demam mempunyai faktor turunan). Adakah anggota keluarga yang
menderita penyakit syaraf atau lainnya. Adakah anggota keluarga yang
menderita penyakit seperti ISPA, diare atau penyakit infeksi menular yang
dapat mencetuskan terjadinya kejang demam.
9) Riwayat sosial
Untuk mengetahui perilaku anak dan keadaan emosionalnya perlu dikaji
siapakah yanh mengasuh anak. Bagaimana hubungan dengan anggota
keluarga dan teman sebayanya.

10) Pola kebiasaan dan fungsi kesehatan


Ditanyakan keadaan sebelum dan selama sakit bagaimana. Pola kebiasaan dan
fungsi ini meliputi :
a) Pola persepsi dan tatalaksanaan hidup sehat
Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan, pengetahuan tentang
kesehatan, pencegahan dan kepatuhan pada setiap perawatan dan tindakan
medis. Bagaimana pandangan terhadap penyakit yang diderita, pelayanan
kesehatan yang diberikan, tindakan apabila ada anggota keluarga yang
sakit, penggunaan obat-obatan pertolongan pertama.
b) Pola nutrisi
Untuk mengetahui asupan kebutuhan gizi anak. Ditanyakan bagaimana
kualitas dan kuantitas dari makanan yang dikonsumsi oleh anak. Makanan
apa saja yang disukai dan yang tidak. Bagaimana selera makan anak.
Berapa kali minum, jenis dan jumlahnya per hari.
c) Pola Eliminasi
BAK: ditanyakan frekuensinya, jumlahnya, secara makroskopis
ditanyakan bagaimana warna, bau, dan apakah terdapat darah. Serta
ditanyakan apakah disertai nyeri saat anak kencing. BAB: ditanyakan
kapan waktu BAB, teratur atau tidak. Bagaimana konsistensinya
lunak,keras,cair atau berlendir.
d) Pola aktivitas dan latihan
Apakah anak senang bermain sendiri atau dengan teman sebayanya.
Berkumpul dengan keluarga sehari berapa jam. Aktivitas apa yang disukai.
e) Pola tidur/istirahat
Berapa jam sehari tidur. Berangkat tidur jam berapa. Bangun tidur jam
berapa. Kebiasaan sebelum tidur, bagaimana dengan tidur siang.
b. Data Objektif
1) Pemeriksaan Umum
Pertama kali perhatikan keadaan umum vital : tingkat kesadaran, tekanan
darah, nadi, respirasi dan suhu. Pada kejang demam sederhana akan
didapatkan suhu tinggi sedangkan kesadaran setelah kejang akan kembali
normal seperti sebelum kejang tanpa kelainan neurologi.
2) Pemeriksaan Fisik
a) Kepala
Adakah tanda-tanda mikro atau makrosepali. Adakah dispersi bentuk
kepala. Apakah tanda-tanda kenaikan tekanan intrakarnial, yaitu ubun-
ubun besar cembung, bagaimana keadaan ubun-ubun besar menutup atau
belum.
b) Rambut
Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain rambut. Pasien
dengan malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang jarang,
kemerahan seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa menyebabkan
rasa sakit pada pasien.
c) Muka/ Wajah.
Paralisis fasialis menyebabkan asimetri wajah; sisi yang paresis tertinggal
bila anak menangis atau tertawa, sehingga wajah tertarik ke sisi sehat.
Adakah tanda rhisus sardonicus, opistotonus, strimus. Apakah ada
gangguan nervus cranial.
d) Mata
Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil dan
ketajaman penglihatan. Apakah keadaan sklera, konjungtiva.
e) Telinga
Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda adanya infeksi
seperti pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga, keluar cairan
dari telinga, berkurangnya pendengaran.
f) Hidung
Apakah ada pernapasan cuping hidung. Polip yang menyumbat jalan
napas. Apakah keluar sekret, bagaimana konsistensinya, jumlahnya.
g) Mulut
Adakah tanda-tanda sardonicus. Adakah cynosis. Bagaimana keadaan
lidah. Adakah stomatitis. Berapa jumlah gigi yang tumbuh. Apakah ada
caries gigi .
h) Tenggorokan
Adakah tanda-tanda peradangan tonsil. Adakah tanda-tanda infeksi faring,
cairan eksudat.
i) Leher
Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid. Adakah
pembesaran vena jugulans.
j) Thorax
Pada infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak pernapasan,
frekwensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi Intercostale. Pada
auskultasi, adakah suara napas tambahan.
k) Jantung
Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung serta iramanya. Adakah bunyi
tambahan . Adakah bradicardi atau tachycardia.
l) Abdomen
Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen . Bagaimana
turgor kulit dan peristaltik usus. Adakah tanda meteorismus. Adakah
pembesaran lien dan hepar.
m)Kulit
Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya. Apakah
terdapat oedema, hemangioma. Bagaimana keadaan turgor kulit.
n) Ekstremitas
Apakah terdapat oedema, atau paralise terutama setelah terjadi kejang.
Bagaimana suhunya pada daerah akral.
o) Genetalia
Adakah kelainan bentuk oedema, sekret yang keluar dari vagina, tanda-
tanda infeksi.

1. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan perjalanan patofisiologi dan manifestasi klinik yang muncul maka
diagnosa keperawatan yang sering muncul pada pasien dengan kejang demam adalah:
a. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan suhu tubuh
diatas nilai normal, kulit merah, kejang, takikardi, takipnea, dan kulit teraba
panas.
b. Pola napas tidak efektif behubungan dengan hambatan upaya napas ditandai
dengan dispnea, penggunaan otot bantu napas, fase ekspirasi memanjang, pola
napas abnormal, ortopnea, tekanan ekspirasi menurun, tekanan inspirasi
menurun, dan ekskursi dada berubah.
c. Risiko cedera berhubungan dengan hipoksia jaringan.

2. Rencana Asuhan Keperawatan Meliputi Tujuan Keperawatan, Intervensi Dan


Rasional Tindakan.
Tgl
Tujuan & kriteria Nama
No & Dx Kep Intervensi Rasional
hasil /TTD
Jam
1 20/5 Hipertermi Tujuan: SIKI lable:
2019 berhubungan Setelah dilakukan Manajemen
dengan proses tindakan asuhan hipertermia
penyakit keperawatan 1. Identifikasi penyebab 1. Identifikasi penyebab
ditandai selama 2x8 jam hipertermia. hipertermia
dengan suhu hipertermi teratasi mempermudah
tubuh 39,2 dengan kriteria memberi asuhan yang
C, kulit hasil: tepat untuk klien
tampak SLKI lable: 2. Monitor suhu tubuh. 2. Suhu tubuh
kemerahan, Termoregulasi merupakan acuan
dan kulit 1. Penurunan suhu dalam mengetahui
teraba panas. tubuh status termoregulasi
2. Suhu pada pasien.
rentang (36,5- 3. Longgarkan atau 3. Pakaian yang tidak
37,5 C) lepaskan pakaian. ketat dan nyaman
3. Warna kulit membantu pasien
normal lebih rileks.
4. Tidak teradi 4. Berikan cairan oral 4. Permberian cairan
kejang oral memenuhi
kebutuhan cairan dan
menurunkan demam.
5. Ganti linen setiap 5. Lingkungan yang
hari atau lebih sering bersih memberikan
jika mengalami kenyamanan bagi
hyperhidrosis. pasien.
6. Anjurkan tirah 6. Tirah baring
baring. memberikan
kesempatan pada
pasien untuk
beristirahat dan
memulihkan kondisi.
7. Kolaborasikan 7. Cairan dan elektrolit
pemberian cairan dan menjaga status
elektrolit intravena. hidrasi pasien tetap
baik.
2 20/5 Pola napas Tujuan: SIKI label
2019 tidak efektif Setelah dilakukan Manajemen Jalan
berhubungan tindakan asuhan Napas
dengan keperawatan 1. Monitor pola napas. 1. Mengetahui pola
hambatan selama 2x8 jam napas pasien.
upaua napas masalah pola 2. Monitor bunyi napas 2. Untuk mengetahui
ditandai napas tidak efektif tambahan. ada tidaknya bunyi
dengan dapat teratasi napas tambahan.
dispnea, dengan kriteria 3. Pertahankan 3. Agar tidak
penggunaan hasil : kepatenan jalan terhambatnya jalan
otot bantu SLKI label : napas. napas.
napas, fase Pola Napas 4. Posisikan semi- 4. Agar pasien dalam
ekspresi 1. Dispnea fowler posisi nyaman.
memanjang, menurun. 5. Berikan oksigen. 5. Untuk membantu
pola napas 2. Penggunaan pernapasan pasien.
abnormal, otot bantu 6. Anjurkan asupan 6. Cairan membantu
ortopnea, napas cairan 200ml/hari. untuk proses
tekanan menurun. penyembuhan.
ekspirasi 3. Ortopnea 7. Kolaborasikan 7. Dengan diberikan
menurun, menurun pemberian bronkodilator akan
tekanan 4. Pemanjangan bronkodilator jika mempercepat proses
inspirasi fase ekspirasi. perlu. penyembuhan.
menurun, dan 5. Ekskursi dada
ekskursi dada membaik.
berubah. 6. Tekanan
ekspirasi
meningkat.
7. Tekanan
inspirasi
meningkat.
3. 20/5 Risiko cedera Tujuan: SIKI lable:
2019 berhubungan Setelah dilakukan Manajemen kejang
dengan tindakan asuhan 1. Monitor terjadinya 1. Membantu mengetahui
hipoksia keperawatan kejang berulang. tindakan yang tepat
jaringan. selama 2x24 jam untuk perawatan
pasien terhindar 2. Monitor kerakteristik pasien
dari cedera dengan kejang. 2. Membantu mengetahui
kriteria hasil: pemberian perawatan
SLKI lable: yang tepat untuk
Tingkat Cedera 3. Monitor tanda-tanda pasien.
1. Klien bebas dari vital. 3. Tanda-tanda vital
kejadian cedera. merupakan acuan
untuk mengetahui
keadaan umum
4. Baringkan pasien pasien.
agar tidak terjatuh. 4. Posisi berbaring
membuat pasien lebih
5. Jauhkan benda-benda aman.
berbahaya terutama 5. Menjaga keamanan
benda tajam. pasien, keluarga, dan
6. Anjurkan keluarga petugas.
menghindari 6. Mencegah terjadinya
memasukkan apapun cedera.
ke dalam mulut
pasien saat periode
kejang.
7. Kolaborasikan
pemberian 7. Pemberian
antikonvulsan. antikonvulsan
mengambalikan
kestabilan sel saraf
sehingga dapat
mencegah atau
mengatasi kejang.

DAFTAR PUSTAKA

Betz Cecily L, Sowden Linda A. (2002). Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC.
Sacharin Rosa M. (1996). Prinsip Keperawatan Pediatrik. Alih bahasa : Maulanny R.F. Jakarta :
EGC.
Arjatmo T.(2001). Keadaan Gawat Yang Mengancam Jiwa. Jakarta : gaya baru

LEMBAR PENGESAHAN

……………., ….…………2019
Nama Pembimbing/CI Nama Mahasiswa
……………………….. …………………………...
NIP. NIM.

Nama Pembimbing/CT

………………………….
NIP.

Anda mungkin juga menyukai