Disusun oleh :
Kelompok 3
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan
rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyusun makalah ini tanpa suatu halangan
apapun. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Kritis.
Kami berharap agar makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi kami selaku
penulis dan umumnya bagi para pembaca agar dapat mengetahui tentang “Asuhan
Keperawatan Kritis Pada moskuloskeletal ”.
Ungaran,
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Multiple Fraktur mengakibatkan trauma pada tulang tergantung pada jenis
trauma,kekuatan, dan arahnya.Taruma tajam yang langsung atau trauma tumpul yang
kuat dapat menyebabkan tulang patah dengan luka terbuka sampai ketulang yang
disebut patah tulang terbuka. Patah tulang yang didekat sendi atau yang mengenai
2
sendi dapat menyebabkan patah tulang disertai luksasi sendi yang disebut fraktur
dislokasi.
Sindrom kompartemen merupakan masalah medis akut setelah cedera
pembedahan,di mana peningkatan tekanan (biasanya disebabkan oleh
peradangan) di dalam ruang tertutup (kompartemen fasia) di dalam tubuh
mengganggu suplai darah atau lebih dikenal dengan sebutan kenaikan tekanan
intra-abdomen. Tanpa pembedahan yang cepat dan tepat, hal ini dapat
menyebabkan kerusakan saraf dan otot kematian
Cedera medulla spinalis paling sering terjadi karena trauma/cedera
pada vertebra. Adanya kompresi tulang menyebabkan diskontinuitas jaringan
tulang dan atau tulang rawan lumbal serta dapat merusak system saraf otonom
(saraf parasimpatis). Pada area kornu lateralis medulla spinalis bagian sacral
yang erat kaitannya dengan status miksi dan defekasi. Kompresi juga dapat
merusak fleksus saraf utama terutama F. lumbalis yang tergabung dalam
fleksus lumbosakralis yang berpengaruh pada persarafan ekstrimitas bawah.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian, patofisiologi, dan kolmplikasi pada multiple
fraktur ?
2. Bagaimana pengertian, patofisiologi, etiologi, dan komplikasi pada
sindrome kompartemen ?
3. Bagaimana pengertian, patofisiologi, etiologi, dan komplikasi pada?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian, patofisiologi, dan kolmplikasi pada
multiple fraktur ?
2. Untuk mengetahui pengertian, patofisiologi, etiologi, dan komplikasi
pada sindrome kompartemen ?
3. Untuk mengetahui pengertian, patofisiologi, etiologi, dan komplikasi
pada?
3
BAB II
PEMBAHSAN
A. MULTIPLE FRAKTUR
1. Pengertian.
Adalah terputuisnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang
umumnya disebabkan oleh ruda paksa. Trauma yang menyebabkan tulang patah
dapat berubah trauma langsung, misalnya benturan pada lengan bawah yang
menyebabkan patah tulang radius dan ulna, dan dapat berubah trauma tidak
langsung, misalnya jatuh bertumpu pada tangan yang menyebabkan tulang
klavikula atau radius distal patah.
Akibat trauma pada tulang tergantung pada jenis trauma,kekuatan, dan
arahnya.Taruma tajam yang langsung atau trauma tumpul yang kuat dapat
menyebabkan tulang patah dengan luka terbuka sampai ketulang yang disebut
patah tulang terbuka. Patah tulang yang didekat sendi atau yang mengenai sendi
dapat menyebabkan patah tulang disertai luksasi sendi yang disebut fraktur
dislokasi.
4
2. Klasifikasi patah tulang.
Patah tulang dapat dibagi menurut ada tidanya hubungan antara patahan
tulang denga dunia luar, yaitu patah tulang tertutup dan patah tulang terbuka
yang memungkinkan kuman dari luar dapat masuk kedalam luka sampai ke
tulang yang patah.
Patah tulang terbuka dibagi menjadi tiga derajat yang ditentukan oleh berat
ringannya luka dan berat ringannya patah tulang.
Patang tulang juga dapat dibagi menurut garis fraktrunya misanya fisura,
patah tulang sederhana, patah tulang kominutif ( pengecilan, patah tulang
segmental,patah tulang impaksi ), patah tulang kompresi, impresi dan patah
tulang patologis.
1. Komplikasi segera
Lokal :
5
Pembuluh darah ( robek )
Sistem saraf ( Sumssum tulang belakang, saraf tepi motorik dan
sensorik)
Otot
Organ dalam ( jantung,paru,hepar, limpha(pada Fr.kosta),kandung
kemih (Fr.Pelvics)
Umum :
6
Khusus untuk patah tulang meliputi :
o ReposisI
o Imobilisasi
o Mobilisasi berupa latihan seluruh system tubuh.
B. SINDROME KOMPARTEMEN
1. DEFENISI
Sindrom kompartemen, suatu keadaan yang potensial menimbulkan
kedaruratan, adalah peningkatan tekanan interstisial dalam sebuah ruangan
yang tertutup, biasanya kompartemen oseofacial ekstremitas yang
nonclompliant, misalnya kompartemen lateral, anterior dan posterior
dalam tungkai serta kompartemen volar superficial dan dalam lengan serta
pergelangan tangan. Peningkatan tekanan dapat menyebabkan gangguan
mikrovaskular dan nekrosis jaringan lokal. (Barbara J. Gruendemann dan
Billie Fernsebner).
Sindrom kompartemen merupakan masalah medis akut setelah cedera
pembedahan,di mana peningkatan tekanan (biasanya disebabkan oleh
peradangan) di dalam ruang tertutup (kompartemen fasia) di dalam tubuh
mengganggu suplai darah atau lebih dikenal dengan sebutan kenaikan
tekanan intra-abdomen. Tanpa pembedahan yang cepat dan tepat, hal ini
dapat menyebabkan kerusakan saraf dan otot kematian (Arief Muttaqin.
2011).
2. ANATOMI
Kompartemen adalah merupakan daerah tertutup yang dibatasi oleh
tulang, interosseus membran, dan fascia, yang melibatkan jaringan otot,
syaraf dan pembuluh darah. Otot mempunyai perlindungan khusus yaitu
fascia, dimana fascia ini melindungi semua serabut otot dalam satu
kelompok. Secara anatomik, sebagian besar kompartemen terletak di
anggota gerak. Terletak di lengan atas (kompartemen anterior dan
posterior), dilengan bawah (yaitu kompartemen flexor superficial, fleksor
profundus, dan kompartemen ekstensor).
7
Di anggota gerak bawah, terdapat : tiga kompartemen ditungkai atas
(kompartemen anterior, medial, dan kompartemen posterior), empat
ditungkai bawah (kompartemen anterior, lateral, posterior superfisial,
posterior profundus). Sindrom kompartemen yang paling sering di daerah
tungkai bawah (yaitu kompartemen anterior, lateral, posterior superficial,
dan posterior profundus) serta lengan atas (kompartemen volar dan
dorsal).
Setiap kompartemen pada tungkai bawah memiliki satu nervus mayor.
Kompartemen anterior memiliki nervus peroneus profundus,
kompartemen lateral memiliki nervus peroneus superficial, kompartemen
posterior profunda memiliki nervus tibialis posterior dan kompartemen
posterior superficial memiliki nervus suralis. Ketika tekanan kompartemen
meningkat, suplai vaskuler ke nervus akan terpengaruh menyebabkan
timbulnya paresthesia.
3. ETIOLOGI
Terdapat berbagai penyebab dapat meningkatkan tekanan jaringan lokal
yang kemudian memicu timbullnya sindrom kompartemen, yaitu antara
lain:
a. Penurunan Volume Kompartemen
Kondisi ini disebabkan oleh :
1) Penutupan defek fascia
2) Traksi internal berlebihan pada fraktur ekstremitas
b. Peningkatan Tekanan Eksternal
1) Balutan yang terlalu ketat
2) Berbaring di atas lengan
3) Gips
c. Peningkatan Tekanan pada Struktur Komparteman
Beberapa hal yang bisa menyebabkan kondisi ini antara lain :
1) Pendarahan atau Trauma vaskuler
2) Peningkatan permeabilitas kapiler
3) Penggunaan otot yang berlebihan
4) Luka bakar
5) Operasi
6) Gigitan ular
7) Obstruksi vena
8
Sejauh ini penyebab sindroma kompartemen yang paling sering
adalah cedera, dimana 45% kasus terjadi akibat fraktur, dan
80% darinya terjadi di anggota gerak bawah.
4. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi sindrom kompartemen melibatkan hemostasis jaringan
lokal normal yang menyebabkan peningkatan tekanan jaringan, penurunan
aliran darah kapiler, dan nekrosis jaringan lokal yang disebabkan hipoksia.
Tanpa memperhatikan penyebabnya, peningkatan tekanan jaringan
menyebabkan obstruksi vena dalam ruang yang tertutup. Peningkatan
tekanan secara terus menerus menyebabkan tekanan arteriolar
intramuskuler bawah meninggi.
Pada titik ini, tidak ada yang masuk ke kapiler sehingga menyebabkan
kebocoran ke dalam kompartemen yang diikuti oleh meningkatnya
tekanan dalam kompartemen.
Penekanan terhadap saraf perifer disekitarnya akan menimbulkan nyeri
hebat. Metsen mempelihatkan bahwa bila terjadi peningkatan intra
kompartemen, tekanan vena meningkat.
Setelah itu, aliran darah melalui kapiler akan berhenti. Dalam keadaan
ini penghantaran oksigen juga akan terhenti, Sehingga terjadi hipoksia
jaringan (pale). Jika hal ini terus berlanjut, maka terjadi iskemia otot dan
nervus, yang akan menyebabkan kerusakan ireversibel komponen tersebut.
Terdapat tiga teori yang menyebabkan hipoksia pada kompartemen
sindrom yaitu:
a. Spasme arteri akibat peningkatan tekanan kompartemen
b. Theori of critical closing pressure.
Hal ini disebabkam oleh diameter pembuluh darah yang kecil dan
tekanan mural arteriol yang
tinggi. Tekanan trans mural secara signifikan berbeda (tekanan arteriol
tekanan jaringan), ini dibutuhkan untuk memelihara patensi aliran
darah.
Bila tekanan-tekanan jaringan meningkat atau tekanan arterio menurun
maka tidak ada lagi perbedaan tekanan. Kondisi seperti ini dinamakan
dengan critical closing pressure. Selanjutnya adalah arteriol akan
menutup.
c. Tipisnya dinding vena
9
Karena dinding vena itu tipis, maka ketika tekanan jaringan
melebihi tekanan vena maka ia akan
kolaps. Akan tetapi bila kemudian darah mengalir secara kontinyu
dari kapiler maka, tekanan vena akan meningkat lagi melebihi tekanan
jaringan sehingga drainase vena terbentuk kembali McQueen dan
Court-Brown berpendapat bahwa perbedaan tekanan diastolik dan
tekanan kompartemen yang kurang dari 30 mmHg mempunyai
korelasi klinis dengan sindrom kompartemen. Patogenesis dari
sindroma kompartemen kronik telah digambarkan oleh Reneman.
Otot dapat membesar sekitar 20% selama latihan dan akan
menambah peningkatan sementara dalam tekanan intra kompartemen.
Kontraksi otot berulang dapat meningkatkan tekanan
intamuskular pada batas dimana dapat terjadi iskemia berulang.
Sindroma kompartemen kronik terjadi ketika tekanan antara kontraksi
yang terus ± menerus tetap tinggi dan mengganggu aliran darah.
5. MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis yang terjadi pada syndrome kompartemen dikenal dengan 5
P yaitu :
a. Pain (nyeri)
Nyeri yang hebat saat peregangan pasif pada otot-otot yang
terkena, ketika
ada trauma langsung. Nyeri merupakan gejala dini yang paling penting
. Terutama jika munculnya nyeri tidak sebanding dengan keadaan
klinik (pada anak-anak tampak semakin gelisah atau memerlukan
analgesia lebih banyak dari biasanya). Otot yang tegang pada
kompartemen merupakan gejala yang spesifik dan sering.
b. Pallor (pucat)
Diakibatkan oleh menurunnya perfusi ke daerah tersebut.
c. Pulselesness (berkurang atau hilangnya denyut nadi )
d. Parestesia (rasa kesemutan)
e. Paralysis
Merupakan tanda lambat akibat menurunnya sensasi saraf yang
berlanjut
dengan hilangnya fungsi bagian yang terkena kompartemen sindrom.
Sedangkan pada kompartemen syndrome akan timbul beberapa gejala
khas, antara lain :
10
1) Nyeri yang timbul saat aktivitas, terutama saat olahraga. Biasanya
setelah berlari atau beraktivitas selama 20 menit.
2) Nyeri bersifat sementara dan akan sembuh setelah beristirahat 15-
30 menit. Terjadi kelemahan atau atrofi otot.
6. KOMPLIKASI
Sindrom kompartemen jika tidak mendapatkan penanganan dengan
segera, akan menimbulkan berbagai komplikasi antara lain :
a. Nekrosis pada syaraf dan otot dalam kompartemen
b. Kontraktur volkan, merupakan kesrusakan otot yang disebabkan oleh
terlambat penanganan sindrom kompartemen sehingga timbul
deformitas pada tangan, jari, dan pergelangan tangan karena adanya
trauma pada lengan bawah.
c. Trauma vascular
d. Gagal ginjal akut
e. Sepsis
f. Acute respiratory distress syndrome (ARDS)
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
8. PENATALAKSANAAN
Tujuan dari penanganan sindrom kompartemen adalah mengurangi
defisit fungsi neurologis dengan lebih dulu mengembalikan aliran darah
lokal, melalui bedah dekompresi. Walaupun fasciotomi disepakati sebagai
terapi yang terbaik, namun beberapa hal, seperti timing, masih
diperdebatkan. Semua ahli bedah setuju bahwa adanya disfungsi
neuromuskular adalah indikasi mutlak untuk melakukan fasciotomi.
Penanganan kompartemen secara umum meliputi :
a. Terapi Medikal/Non Bedah
Pemilihan terapi ini adalah jika diagnosa kompartemen masih dalam
bentuk dugaan sementara. Berbagai bentuk terapi ini meliputi :
1) Menempatkan kaki setinggi jantung, untuk mempertahankan ketin
ggian
kompartemenyang minimal, elevasi dihindari karena dapat menuru
nkan aliran darahdan akan lebih memperberat iskemia
2) Pada kasus penurunan ukuran kompartemen, gips harus di buka da
n pembalut kontraiksi dilepas.
11
3) Pada kasus gigitan ular berbisa, pemberian anti racun dapat mengh
ambat perkembangan sindroma kompartemen
4) Mengoreksi hipoperfusi dengan cairan kristaloid dan produk darah
5) Pada peningkatan isi kompartemen, diuretic dan pemakaian
manitol dapat mengurangi tekanan kompartemen. Manitol
mereduksi edema seluler, dengan memproduksi kembali energy
seluler yang normal dan mereduksi selotot yang melalui
kemampuan dari radikal bebas
b. Terapi Bedah Fasciotomi
Dilakukan jika tekanan intrakompartemen mencapai >30
mmHg. Tujuan dilakukan tindakan ini adalah menurunkan
tekanan dengan memperbaiki perfusi otot. Jika tekanannya <30 mm
Hg maka tungkai cukup diobservasi dengan cermat dan diperiksa
lagi pada jam-jam berikutnya. Kalau keadaan tungkai membaik,
evaluasi terus dilakukan hingga fase berbahaya terlewati.
Akan tetapi jika memburuk maka segera lakukan fasciotomi.
Keberhasilan dekompresi untuk perbaikan perfusi adalah 6 jam.
Terdapat dua teknik dalam fasciotomi yaitu teknik insisi tunggal dan
insisi ganda. Insisi ganda pada tungkai bawah paling sering digunakan
karena lebih aman dan lebih efektif, sedangkan insisi tunggal
membutuhkan diseksi yang lebih luas dan resiko kerusakan arteri dan
vena peroneal.
C. POST LAMINEKTOMI
1. Pengertian
Fraktur/patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. Fraktur lumbal
adalah fraktur atau patah tulang yang terjadi pada area vertebra lumbalis (L1-
L5). Laminektomi adalah suatu tindakan pembedahan atau pengeluaran dan
atau pemotongan lamina tulang belakang dan biasanya dilakukan untuk
memperbaiki luka pada spinal. Laminektomi adalah pengangkatan sebagian
dari diskus lamina (Long, 1996). Laminektomi adalah memperbaiki satu atau
lebih vertebra, osteophytis dan Hernia nodus pulposus (Donna, 1995).
2. Etiologi
Biasanya merupakan fraktur kompresi karena trauma indirek dari atas dan dari
bawah, dapat menimbulkan fraktur stabil atau tidak stabil.
12
Trauma adalah penyebab yang paling banyak menyebabkan cedera pada tulang
belakang.
3. Patofisiologi
Cedera medulla spinalis paling sering terjadi karena trauma/cedera pada
vertebra. Adanya kompresi tulang menyebabkan diskontinuitas jaringan tulang
dan atau tulang rawan lumbal serta dapat merusak system saraf otonom (saraf
parasimpatis). Pada area kornu lateralis medulla spinalis bagian sacral yang erat
kaitannya dengan status miksi dan defekasi. Kompresi juga dapat merusak fleksus
saraf utama terutama F. lumbalis yang tergabung dalam fleksus lumbosakralis
yang berpengaruh pada persarafan ekstrimitas bawah. Dapat dijelaskan secara
terinci:
4. Manifestasi
Secara klinis pasien mengeluh nyeri pinggang bawah dan sangat hebat, mendadak
sebelah gerakan fleksi dan adanya spasme otot para vertebrata. Terdapat nyeri
tekan yang jelas pada tingkat prolapsus diskus bila dipalpasi. Terdapat nyeri pada
daerah cedera, hilang mobilitas sebagian atau total atau hilang sensasi di sebelah
bawah dari tempat cedera dan adanya pembengkakan, memar disekitar fraktur jauh
lebih mendukung bila ada deformitas (gibbs) dapat berupa angulasi
(perlengkungan). Berubahnya kesegarisan atau tonjolan abnormalitas dari
prosesus spinalis dapat menyarankan adanya lesi tersembunyi. Lesi radiks dapat
ditandai dengan adanya deficit sensorik dan motorik segmental dalam distribusi
saraf tepi, perlu diperiksa keadaan neurologist serta kemampuan miksi dan
defekasi seperti adanya inkontinensia uri et alvi paresthesia. Selama 24 jam
pertama setelh trauma, suatu lesi partikel dari medulla spinalis dimanifestasikan
paling sedikit dengan masih berfungsinya daerah sacral sensori perianal dan suatu
aktifitas motorik volunteer fleksor kaki.
13
5. Komplikasi
Kemampuan komplikasi yang dapat terjadi diantaranya:
1. Nyeri pada jangka lama
2. Spasme otot
3. Gangguan miksi dan defekasi
4. Disfungsi pernafasan
5. Disfungsi seksual
6. Hiterotopie ossification
7. Pysiological counseling
8. Dekubitus Deformitas
9. ISK
10. Ileus paralitik.
6. Pemeriksaan Penunjang
1. Rontgen. Pemeriksaan dengan sinar X atau fluoroskopik dari kolumna
vertebralis dan ekstrimitas dapat membantu menegakkan diagnosa awal.
2. Laminografi atau tomografi terkomputerisasi. Dapat memperlihatkan lesi
tulang yang tersembunyi terutama di kanalis spinalis
3. Ct Scan atau MRI. Merupakan satu-satunya cara untuk menunjukkan
apakah ada fraktur vertebra mengancam akan menekan medula spinalis.
7. Penatalaksanaan
Bila tidak ada keluhan neurologik :
1. Istirahat di tempat tidur: terlentang dengan dasar keras, posisi defleksi 3-4
minggu
2. Beri analgetik bila nyeri
3. Pada fraktur stabil, setelah 3-4 minggu kalau tidak merasa sakit lagi, latih
otot-otot punggung 1-2 minggu, kemudian mobilisasi, belajar duduk jalan dan
bila tidak ada apa-apa klien boleh pulang. Pada fraktur yang tidak stabil
ditunggu 6-8 minggu. Bila kelainan neurologik didapatkan:
14
broek, gips korset, jaket minerva, tergantung dari tempat fraktur. Pada
pemasangan gips korset: harus meliputi sampai manubrium sterni, simpisis
daerah fraktur dan di bawah ujung skapula.
ASUHAN KEPERAWATAN
KLIEN DENGAN GANGGUAN MUSKULOSKELETAL
15
Sistem muskuloskeletal meliputi tulang, sendi, otot dan jaringan konektif yang
berhubungan (kartilago, tendon dan ligamen).
SISTEM RANGKA
Dipelihara oleh “Sistem Haversian” yaitu sistem yang berupa rongga yang di
tengahnya terdapat pembuluh darah.
Terjadi proses pembentukan jaringan tulang baru dan reabsorpsi jaringan tulang
yang telah rusak.
FUNGSI TULANG
1. Menyokong memberikan bentuk
2. Melindungi organ vital.
3. Membantu pergerakan.
4. Memproduksi sel darah merah pada sumsum.
5. Penyimpanan garam mineral.
PEMBAGIAN TULANG
1. Tulang axial ( tulang pada kepala dan badan)
Seperti : tl. tengkorak, tl. vertebrae, tl. rusuk dan sternum.
HISTOLOGI TULANG
Ada 2 tipe tulang : a. Kompaktum → kuat, tebal, padat.
b. Kankellous → lebih kopong, renggang
16
Metafisis : Bagian tulang yang mengembang di antara epifisis dan
diafisis.
SISTEM ARTIKULAR
Artikulasi/persendian : hubungan antara dua tulang atau lebih.
Namun tidak semua persendian dapat melakukan pergerakan :
1) Synarthrosis :
- Sendi yang tidak dapat melakukan pergerakan sama sekali
2) Amphiarthrosis :
- Sendi dengan pergerakan sedikit/terbatas, seperti tl. simphisis pubis
SISTEM MUSKULAR
40-50 % BB manusia.
Pergerakan terjadi karena adanya kontraksi.
Tipe-tipe otot :
1) Otot jantung
2) Otot polos
3) Otot lurik atau rangka.
KARTILAGE
Kartilage adalah jaringan konektif yang tebal yang dapat menahan tekanan.
Kartilage umum terdapat pada tulang embrio
Umumnya kartilage ini berubah secara bertahap menjadi tulang dengan proses
ossifikasi tetapi beberapa kartilage tidak berubah setelah dewasa..
LIGAMEN DAN TENDON
17
Ligamen dan tendon tersusun dari jaringan konektif fibrosa yang tebal, mengandung
serabut kolagen dalam jumlah yang sangat besar. Tendon menghubungkan otot ke
tulang.
Tendon merupakan perpanjangan dari pembungkus otot yang berhubungan
langsung dengan periosteum.
Ligamen menghubungkan tulang dan sendi dan memberikan kestabilan pada saat
pergerakan.
18
FRAKTUR
DEFINISI :
Hilangnya kesinambungan substansi tulang dengan atau tanpa pergeseran fragmen-
fragmen fraktur.
Terputusnya hubungan/kontinuitas jaringan tulang.
SEBAB :
a. Trauma :
Langsung (kecelakaan lalulintas)
Tidak langsung (jatuh dari ketinggian dengan posisi berdiri/duduk sehingga
terjadi fraktur tulang belakang )
b. Patologis : Metastase dari tulang
c. Degenerasi
d. Spontan : Terjadi tarikan otot yang sangat kuat.
JENIS FRAKTUR
a. Menurut jumlah garis fraktur :
Simple fraktur (terdapat satu garis fraktur)
Multiple fraktur (terdapat lebih dari satu garis fraktur)
Comminutive fraktur (banyak garis fraktur/fragmen kecil yang lepas)
19
TANDA KLASIK FRAKTUR
1. Nyeri
2. Deformitas
3. Krepitasi
4. Bengkak
5. Peningkatan temperatur lokal
6. Pergerakan abnormal
7. Ecchymosis
8. Kehilangan fungsi
9. Kemungkinan lain.
PATOFISIOLOGI
Fraktur
Perdarahan
Kerusakan jaringan di ujung tulang
↓
1. Vasodilatasi
2. Pengeluaran plasma
3. Infiltrasi sel darah putih
20
TAHAP PENYEMBUHAN TULANG
1. Haematom :
Dalam 24 jam mulai pembekuan darah dan haematom
Setelah 24 jam suplay darah ke ujung fraktur meningkat
Haematom ini mengelilingi fraktur dan tidak diabsorbsi selama penyembuhan
tapi berubah dan berkembang menjadi granulasi.
2. Proliferasi sel :
Sel-sel dari lapisan dalam periosteum berproliferasi pada sekitar fraktur
Sel ini menjadi prekusor dari osteoblast, osteogenesis berlangsung terus, lapisan
fibrosa periosteum melebihi tulang.
Beberapa hari di periosteum meningkat dengan fase granulasi membentuk
collar di ujung fraktur.
3. Pembentukan callus :
Dalam 6-10 hari setelah fraktur, jaringan granulasi berubah dan terbentuk
callus.
Terbentuk kartilago dan matrik tulang berasal dari pembentukan callus.
Callus menganyam massa tulang dan kartilago sehingga diameter tulang
melebihi normal.
Hal ini melindungi fragmen tulang tapi tidak memberikan kekuatan, sementara
itu terus meluas melebihi garis fraktur.
4. Ossification
Callus yang menetap menjadi tulang kaku karena adanya penumpukan garam
kalsium dan bersatu di ujung tulang.
Proses ossifikasi dimulai dari callus bagian luar, kemudian bagian dalam dan
berakhir pada bagian tengah
Proses ini terjadi selama 3-10 minggu.
KOMPLIKASI
1. Umum :
Shock
Kerusakan organ
Kerusakan saraf
Emboli lemak
2. D i n i :
Cedera arteri
Cedera kulit dan jaringan
Cedera partement syndrom.
3. Lanjut :
Stffnes (kaku sendi)
Degenerasi sendi
21
Penyembuhan tulang terganggu :
o Mal union
o Non union
o Delayed union
o Cross union
TATA LAKSANA
1. Reduksi untuk memperbaiki kesegarisan tulang (menarik).
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Riwayat perjalanan penyakit.
2. Riwayat pengobatan sebelumnya.
3. Pertolongan pertama yang dilakukan
4. Pemeriksaan fisik :
Identifikasi fraktur
Inspeksi
Palpasi (bengkak, krepitasi, nadi, dingin)
Observasi spasme otot.
5. Pemeriksaan diagnostik :
Laboratorium (HCt, Hb, Leukosit, LED)
RÖ
CT-Scan
Cara PQRST :
o Provikatif (penyebab)
o Quality (bagaimana rasanya, kelihatannya)
o Region/radiation (dimana dan apakah menyebar)
22
o Severity (apakah mengganggu aktivitas sehari-hari)
o Timing (kapan mulainya)
DATA OBYEKTIF
Inspeksi dan palpasi ROM dan kekuatan otot
Bandingakan dengan sisi lainnya.
Pengukuran kekuatan otot (0-5)
Duduk, berdiri dan berjalan kecuali ada kontra indikasi.
Kyposis, scoliosis, lordosis.
PROSEDUR DIAGNOSTIK
1. X-ray dan radiography
2. Arthrogram (mendiagnosa trauma pada kapsul di persendian atau ligamen).
Anestesi lokal sebelum dimasukkan cairan kontras/udara ke daerah yang akan
diperiksa.
3. Lamnograph (untuk mengetahui lokasi yang mengalami destruksi atau mengevaluasi
bone graf).
4. Scanograph (mengetahui panjang dari tulang panjang, sering dilakukan pada anak-
anak sebelum operasi epifisis).
5. Bone scanning (cairan radioisotop dimasukkan melalui vena, sering dilakukan pada
tumor ganas, osteomyelitis dan fraktur).
6. MRI
7. Arthroscopy (tindakan peneropongan di daerah sendi)
8. Arthrocentesis (metode pengambilan cairan sinovial)
- Lutut (ekstensi)
23
Pemijatan
Menguragi penekanan dan support social
3. Spasme otot
Spasme otot (kram/kontraksi otot involunter)
Spasme otot dapat disebabkan iskemi jaringan dan hipoksia.
Tindakan keperawatan :
a. Rubah posisi
b. Letakkan guling kecil di bawah pergelangan kaki dan lutut
c. Berikan ruangan yang cukup hangat
d. Hindari pemberian obat sedasi berat → dapat menurunkan aktivitas
pergerakan selama tidur
e. Beri latihan aktif dan pasif sesuai program
INTERVENSI
1. Istirahat
Istirahat adalah intervensi utama
Membantu proses penyembuhan dan meminimalkan inflamasi, pembengkakan
dan nyeri.
Pemasangan bidai/gips.
2. Kompres hangat
Rendam air hangat/kantung karet hangat
Diikuti dengan latihan pergerakan/pemijatan
3. Kompres dingin
Metoda tidak langsung seperti cold pack
Dampak fisiologis adalah vasokonstriksi dan penerunan metabolic
Membantu mengontrol perdarahan dan pembengkakan karena trauma
Nyeri dapat berkurang, dapat menurunkan aktivitas ujung saraf pada otot
Harus hati-hati, dapat menyebabkan jaringan kulit nekrosis
Tidak sampai > 30 menit.
24
TRAKSI
BEBAN TRAKSI
1. Dewasa = 5 - 7 Kg
2. Anak = 1/13 x BB
JENIS TRAKSI
1. Traksi kulit Buck’s
Traksi yang paling sederhana dan dipasang untuk jangka waktu yang pendek.
Indikasi :
o Untuk mengistirahatkan sendi lutut pasca trauma sebelum dioperasi
o Digunakan pada anak.
Komplikasi :
o Perban elastis dapat mengganggu sirkulasi
o Timbul alergi kulit
o Dapat timbul ulserasi akibat tekanan pada maleolus
o Pada lansia, traksi yang berlebihan dapat merusak kulit yang rapuh.
25
2. Traksi Russell’s
Modifikasi dari traksi Buck’s
Digunakan untuk fraktur lutut
Digunakan pada orang dewasa
Komplikasi :
o Perlu bedrest → decubitus, pneumoni
o Penderita bergerak, beban turun → traksi tidak adekuat
o Infeksi
3. Cervical traksi
Digunakan pada fraktur cervical, maxillaries, clavicula
Beban 4-6 pounds
Komplikasi :
o Dapat terjadi gangguan integritas kulit
o Alergi
o Klien tidak nyaman dan melelahkan
4. Pelvic traksi
Digunakan pada dislokasi dan fraktur pelvis, fraktur tulang belakang
system pernapasan
- tacycardi
26
GIPS
INDIKASI
1. Immobilisasi dan penyangga fraktur
2. Stabilisasi dan istirahatkan
3. Koreksi deformitas
4. Mengurangi aktivitas pada pada daerah yang terinfeksi
5. Membuat cetakan tubuh orthotik
Gips yang ideal adalah dapat membungkus tubuh sesuai dengan bentuk tubuh.
Penggunaan gips sesudah operasi lebih memungkinkan klien untuk mobilisasi dari pada pasien
ditraksi.
WINDOWS
Dilakukan untuk :
1. Memeriksa luka
2. Membuka jahitan
3. Memeriksa adanya penekanan
4. Membuang/mengangkat benda asing
5. mengurangi penekanan.
PEMBUKAAN
1. Dibuat garis terlebih dahulu
2. Mata gergaji hanya memotong benda yang keras
3. Pemotongan dihentikan bila pasien merasa kepanasan
4. Selama pemotongan, mata gergaji ditekan dengan lembut
5. Pada saat memotong, anggota ekstremitas harus disangga.
6. Cuci dan keringkan, beri pelembab
7. Ajarkan aktivitas bertahap.
27
DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen, edema, jaringan lunak, pemasangan traksi,
stress/ ansietas.
b. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer b/d penurunan aliran darah (cedera vaskular, edema,
pembentukan trombus).
c. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan membran alveolar/
kaliper (interstisial, edema paru, kongesti).
INTERVENSI KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA NOC NIC
1 Nyeri akut b/d Setelah dilakukan perawatan 1. Mempertahankan
spasme otot, gerakan selama 2x24 jam diharapkan klien imobilisasi bagian yang
fragmen, edema, mampu sakit dengan tirah baring,
jaringan lunak, 1. mengurangi nyeri dan mencegah gips, bebat dan atau
pemasangan traksi, malformasi traksi.
stress/ ansietas 2. meningkatan aliran balik vena, 2. Tinggikan posisi
mengurangi edema ekstremitas yang terkena
3. mempertahankan kekuatan otot 3. Lakukan dan awasi
dan menigkatkan sirkulasi latihan gerak pasif
vaskuler 4. Lakukan tindakan untuk
4. menurunkan edema dan kenyamanan
mengurangi ras nyeri 5. Ajarakan penggunaan
5. menilai perkembangan masalah menejemen nyeri
klien. 6. Lakukan kompres dingin
sesuai keperluan
7. Kolaborasi pemberian
analgetik sesuai indikasi
28
2 Risiko disfungsi 1. meningkatkan sirkulasi darah 1. Dorongan klien untuk
neurovaskuler perifer dan mencegah kekakuan sendi secara rutin melakukan
b/d penurunan aliran 2. mencegah stasis vena dan latihan menggerakan
darah (cedera sebagai peunjuk perlunya jari/sendi distal cedera
vaskular, edema, penyesuaian kekuatan bebat/ 2. Hindarkan restriksi
pembentukan spalk sirkulasi akibat tekanan
trombus). 3. meningkatkan drainase vena bebat/spalk yang terlalu
dan menurunkan edema kecuali ketat
pada adanya keadaan hambatan 3. Pertahankan letak tinggi
aliran arteri yang menyebabkan ekstremitas yang cedera
penurunan perfusi kecuali ada
4. mungkin diberikan sebagai kontraindikasi adanya
upaya profilaktik untuk sindroma kompartemen
menurunkan trombus vena 4. Berikan obat antikogulan
5. mengevaluasi perkembangan bila diperlukan
masalah klien dan perlunya
intervensi sesuai keadaan klien
3. Gangguan pertukaran 1. Menngkatkan ventilasi 1. Intruksikan latihan
gas b/d perubahan alveolar dan perfusi nafas dalam dan
aliran darah, emboli, 2. Reposisi meningkatkan latihan batuk efektif
perubahan membran drainase sekret dan 2. Latihan dan ajarkan
alveolar/ kaliper menurunkan kongesti paru perubahan posisi yang
(interstisial, edema 3. Mencegah terjadnya aman sesuai keadaan
paru, kongesti). pembekuan darah pada klien
keadaan trombeobali. 3. Kolaborasi pemberian
Kortikosteroid telah obat antikogulan
menujukan keberhasilan 4. Analisa pemeriksaan
untuk mencegahan emboli gas darah, hb, kalsium,
lemak LED, lemak, dan
4. Adanya takipnea, dispnea trombosit
dan perubahan mental 5. Evaluasi frekuensi
29
merupakan tanda dini pernafasan dan upaya
infusiensi pernafasan, bernafas, perhatiakan
mungkin menujukan adanya stridor,
terjadinya emboli paru tahap penggunaan otot
awal aksesori pernafasan,
retraksi sela iga dan
sianosis.
30