Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR TIBIA SINISTRA

POST REMOVAL OF INPLATE

Oleh :
Agustina Yulisa Palayukan
202217005

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SINT CAROLUS


JAKARTA
2022
A. Definisi
Fraktur adalah gangguan dari kontinuitas yang normal dari suatu tulang. Jika
terjadi fraktur, maka jaringan lunak di sekitarnya juga sering terganggu. Radiografi
(sinar-x) dapat menunjukan keberadaan cedera tulang, tetapi tidak mampu
menunjukan otot atau ligament yang robek, saraf yang putus, atau pembuluh darah
yang pecah yang dapat menjadi komplikasi dari pemulihan klien (Black, 2014).

Fraktur adalah gangguan komplet atau tak komplet pada kontinuitas struktur
tulang dan didefinisikan sesuai dengan jenis dan keluasannya. Fraktur terjadi ketika
tulang menjadi subjek tekanan yang lebih besar dari yag diserapnya (Brunner &
Suddarth, 2016).

Fraktur merupakan terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya


disebabkan oleh tekanan dan kebanyak diakibatkan kecelakaan lalu lintas. Kasus
fraktur di Indonesia, fraktur ekstremitas bawah akibat kecelakaan memiliki prevalensi
yang paling tinggi terjadinya cedera yaitu fraktur tulang tibia.
a. Klasifikasi fraktur menurut Black & Hawks, 2014 :

1. Fraktur tertutup (closed) bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar di sebut juga fraktur bersih ( karna kulit masih utuh ) tanpa
ada komplikasi. Pada fraktur tertutup terdapat klasifikasi tersendiri
berdasarkan keadaan jaringan lunak di sekitar trauma yaitu :
1. Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera
2. Tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan
3. Tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan
4. Tingkat 3 : cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan
acaman sindroma kompartemen
2. Fraktur terbuka (open compound) terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit. Kerusakan jaringan dapat
sangat luas pada fraktur terbuka, yang dibagi berdasarkan keparahannya :

 Derajat 1 : Luka kurang dari 1 cm; kontaminasi minimal


 Derajat 2 : Luka lebih dari 1 cm; kontaminasi sedang
 Derajat 3 : Luka melebihi 6 – 8 cm, ada kerusakan luas pada jaringan
lunak, saraf, dan tendon, dan kontaminasi banyak. Oleh karena
berhubungan dengan dunia luar, risiko infeksi harus segera dikenali dan
ditangani

b. Klasifikasi fraktur berdasarkan komplit dan ketidakkomplitannya :

1. Fraktur komplit, patah melintang disatu bagian tulang,


membaginya menjadi fragmen-fragmen yang terpisah;
sering kali bergeser.
2. Fraktur inkomplit, fraktur terjadi hanya pada satu sisi
korteks tulang; biasanya tidak bergeser.
 Green stick, fraktur inkomplit dimana satu sisi
korteks tulang patah dan sisi lain melekuk tetapi
masih utuh

c. Klasifikasi fraktur berdasarkan bentuk garis patahan dan hubungan dengan


mekanisme trauma

1. Fraktur transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan


merupakan akibat dari trauma langsung
2. Fraktur oblik: fraktur yang garis patahanya membentuk sudut terhadap
sumbu tulang dan merupakan akibat trauma angulasi.
3. Fraktur spiral: akibat torsi ekstremitas dimana fraktur ini arah garis
patahanya membentuk spiral yang di sebabkan trauma rotasi.
4. Fraktur avulusi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi
otot pada insersinya pada tulang.

B. Anatomi dan Fisiologi Tulang

Tulang dapat diklasifikasikan berdasarkan bentuk


1. Tulang Panjang lebih panjang daripada lebarnya dan ditemukan di
ekstremitas atas dan bawah. Humerus, radius, ulna, femur, tibia, fibula,
metatarsal, metacarpal, dan falangs
2. Tulang pendek (misalnya karpal, tarsal) tidak memiliki axis yang panjang,
berbentuk kubus
3. Tulang pipih (misalnya rusuk, cranium, scapula, dan beberapa bagian dari
pelvis girdle) melindungi bagian tubuh yang lunak dan memberikan
permukaan yang luas untuk melekatnya otot.
4. Tulang irregular memiliki berbagai macam bentuk, seperti tulang
belakang, osikel telinga, tulang wajah, dan pelvis.

Tulang panjang umumnya memiliki poros (diafisis) dan dua pangkal (epifisis
proksimal dan distal). Diafisis adalah celah silinder dari tulang kompak yang
mengitasi celah medular (sumsum). Berjajar di bagian dalam dengan lapisan jaringan
penghubung yang tipis yang disebut endosteum. Pada anak-anak dan dewasa awal,
epifisis terpisah dari diafisis oleh lempeng atau kartilago epifisium, dimana tulang
tumbuh lebih panjang. Ketika pertumbuhan tulang lengkap, kartilago epifisium
digantikan oleh tulang, yang menghubungkannya dengan diafisis.

Tulang dilapisi oleh lapisan jaringan penghubung yang disebut periosteum.


Lapisan luar (fibrosa) dan periousteum memiliki banyak pembuluh darah dan saraf,
beberapa di antaranya memasuki tulang melalui kanal Volkmann. Lapisan ini sangat
kokoh dan dapat menahan fragmen fraktur tidak bergeser (nondisplaced) tetap pada
tempatnya. Lapisan dalam (osteogenic) melekat langsung pada tulang dengan
kolagen. Tidak terdapat periosteum pada permukaan astikular tulang panjang; area ini
dilapisi oleh

C. Etiologi dan Faktor Risiko


Fraktur dapat terjadi akibat beberapa hal, yaitu:
1. Adanya kelebihan beban mekanis pada suatu tulang, saat tekanan yang
diberikan pada tulang terlalu banyak dibandingkan yang mampu
ditanggungnya. Gaya dapat secara langsung, seperti saat sebuah benda
bergerak menghantam suatu area tubuh diatas tulang dan juga dapat terjadi
secara tidak langsung seperti ketika suatu kontraksi otot menekan tulang.
2. Gangguan metabolic tulang seperti osteoporosis, karena adanya kerapuhan
tulang akibat gangguan yang telah ada sebelumnya.
3. Osteopenia atau osteogenesis imperfecta. Tulang menjadi rapuh dan mudah
patah

D. Test Diagnostik
1. Radiografi (Sinar-X)
Merupakan uji non invasive yang paling sering digunakan untuk mendeteksi
abnormalitas pada tulang. Digunakan sebagai alat skrining untuk mengetahui
adanya masalah skeletal; namun tidak memperlihatkan kelainan jaringan
lunak/tendon atau ligament.
2. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Merupakan pemeriksaan yang menggunakan magnet besar untuk
menghasilkan gambaran yang detail akan jaringan lunak begitu pula tulang.
MRI digunakan untuk mendeteksi kondisi yang memengaruhi tendon,
ligament, dan otot.
3. Computed Axial Tomography (CAT)
Pemindaian CAT memungkinkan untuk melihat secara segmental dari area
tertentu; membantu dalam mengetahui tumor pada jaringan lunak dan fraktur
tulang spinal
4. Dual Energy X-Ray Absorptiometry (DEXA)
Pemindaian DEXA mengukur kehilangan tulang dan dianggap uji standar
utama untuk osteoporosis

E. Penatalaksanaan
Open Reduction Internal Fixation (ORIF) merupakan tidakan bedah
pemasangan plate dan skrew yang digunakan untuk mempertemukan dan memfiksasi
kedua ujung fragmen tulang yang patah dan untuk mengoptimalkan penyembuhan
(Journal of Orthopaedic Surgery, 2011).
Setelah tulang tersambung (sekitar satu hingga dua tahun) maka plate dan
skrew akan dilepas. Tindakan ini disebut dengan Removal of Inplate (ROI). Apabila
ROI tidak dilakukan maka akan mengganggu pertumbuhan tulang dan akan terjadi
infeksi akibat reaksi penolakan dari tubuh (Prabowo, 2015)
Daftar Pustaka

Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Singapore: Elsevier.

Brunner & Suddarth. (2016). Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. Jakarta : EGC

Ignatavicius, D. D., dkk. (2017). Medical Surgical Nursing Concepts For Interprofessional
Collaborative Care : ELSEVIER

Prabowo, A. A. (2015). Keperawatan pada Klien dengan Post Remove of Inplate Fraktur
Tibia di RSUD Sukoharjo. Universitas Muhammadiyah Surakarta

Anda mungkin juga menyukai