Disusun oleh :
1. Debora
2. Desyana Rahmadani Permatasari
3. Kuswatun Hidayah
4. Rizky Dwi H
2019/2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Trauma yang
pada lengan bawah yang menyebabkan patah tulang radius dan ulna, dan dapat
berupa trauma tidak langsung, misalnya jatuh bertumpu pada tangan yang
adalah komplit atau tidak komplit, bentuk garis patah dan hubungannya dengan
mekanisme trauma, jumlah garis patah, bergeser atau tidak bergeser, terbuka atau
tertutup serta komplikasi atau tanpa komplikasi. Fraktur komplit, bila garis
fraktur melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang,
sedangkan fraktur tidak komplit bila garis patah tidak melalui seluruh penampang
tulang, seperti hairline fracture (patah retak rambut), buckle fracture atau torus
fracture bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan kompresi tulang spongiosa
fracture yang mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya yang terjadi
pada tulang panjang anak. Bentuk garis fraktur dan hubungannya dengan
mekanisme trauma yang meliputi garis patah melintang (trauma angulasi atau
langsung), garis patah oblik (trauma angulasi), garis patah spiral (trauma rotasi),
1
3
pada tulang spongiosa) dan fraktur avulsi (trauma tarikan/traksi otot pada
insersinya di tulang, misalnya fraktur patela. Jumlah garis patah meliputi fraktur
kominutif bila garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan, fraktur
segmental bila garis patah lebih dari satu tetapi tidak berhubungan. Bila dua garis
patah disebut pula fraktur bifokal. Fraktur multiple bila garis patah lebih dari satu
tetapi pada tulang yang berlainan tempatnya, misalnya fraktur femur, fraktur
kruris dan fraktur tulang belakang. Deskripsi fraktur berikutnya adalah bergeser
atau tidak. Fraktur undisplaced (tidak bergeser), garis patah komplit tetapi kedua
lokasi fragmen. Berikutnya adanya komplikasi atau tanpa komplikasi yang akan
B. Rumusan Masalah
C.Tujuan
1) Tujuan Umum
2) Tujuan Khusus
Adapun Tujuan Khusu Pembuatan Makalah ini adalah untuk memenuhi Tugas
Mata Kuliah KMB II yang diberikan oleh Dosen Pembimbing Ns. AMILIA
D. Manfaat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh
tulang.
tertutup adalah suatu fraktur yang bersih (karena kulit masih utuh atau
B. Etiologi
1) Kekerasan langsung
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.Kekuatan dapat berupa
C. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang
dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan
dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang
berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini
eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang
1) Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap
2) Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk
A. Klasifikasi
Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis , dibagi
1). Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh)
tanpa komplikasi.
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan
kulit.
penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.
b) Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan kompresi
c) Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya yang
angulasijuga.
lengkap ttetapi kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
overlapping).
1. 1/3 proksimal
2. 1/3 medial
3. 1/3 distal
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan
a. Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak
sekitarnya.
b. Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan.
c. Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam
dan pembengkakan.
d. Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan
A. Manifestasi Klinik
2. Deformitas
3. Bengkak/edema
13
4. Echimosis (Memar)
5. Spasme otot
6. Nyeri
7. Kurang/hilang sensasi
8. Krepitasi
9. Pergerakan abnormal
B. Penatalaksanaa
n
Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan
disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period). Kuman
1) Pembersihan luka
2) Exici
3) Hecting situasi
4) Antibiotik
1. Rekognisis/Pengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya.
2. Reduksi/Manipulasi/Reposisi
mereduksi fraktur. Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur, namun
kasus, roduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami
penyembuhan.
biadi dan alat lain dipasang oleh dokter. Alat immobilisasi akan menjaga reduksi
dilakukan untuk mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang
benar.
imoblisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi. Sinar-x
Ketika tulang sembuh, akan terlihat pembentukan kalus pada sinar-x. Ketika
kalus telah kuat dapat dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan imobilisasi.
pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk
pin, kawat, sekrup, plat paku, atau batangan logam digunakan untuk
yang solid terjadi. Alat ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke rongga
sumsum tulang, alat tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi
fragmen tulang.
3. Retensi/Immobilisasi
interna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu,
pin dan teknik gips, atau fiksator eksterna. Implan logam dapat digunakan untuk
fraktur.
4. Rehabilitasi
16
diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Reduksi dan imobilisasi
peredaran darah, nyeri, perabaan, gerakan) dipantau, dan ahli bedah ortopedi
dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan
fiksasi fraktur, menentukan luasnya gerakan dan stres pada ekstrermitas yang
17
evaluasi.
18
A. Pengkajian
Keberhasilan proses keperawatan sangat bergantuang pada tahap ini. Tahap ini
terbagi atas:
a) Pengumpulan Data
1) Anamnesa
a) Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status
b) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri
tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk
yang dirasakan atau digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau
menusuk.
19
apakah rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien
kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.
yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini
ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu,
tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur
21
patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes
dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik
yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung
f) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran
klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada
harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk membantu
proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu
dari nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar
terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan
mobilitas klien.
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi
walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces
pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi,
kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini
dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian
klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang
lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan
klien. Karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan
optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal
fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan. begitu juga pada
kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan
seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri
yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu
ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme koping
konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien
2) Pemeriksaan Fisik
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu
mendalam.
(1) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti:
(b) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada kasus
(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun bentuk.
daerah trauma
(b) Kepala
26
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada penonjolan,
(c) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan ada.
(d) Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun
(e) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi
perdarahan)
(f) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri
tekan.
(g) Hidung
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak
pucat.
(i) Thoraks
simetris.
(j) Paru
(1) Inspeksi
(2) Palpasi
(3) Perkusi
Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya.
(4) Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya seperti
(k) Jantung
(1) Inspeksi
(2) Palpasi
(3) Auskultasi
(l) Abdomen
(1) Inspeksi
28
(2) Palpasi
(3) Perkusi
(4) Auskultasi
(m)Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB.
b) Keadaan Lokal
muskuloskeletal adalah:
(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas operasi).
(c) Fistulae.
hyperpigmentasi.
(e) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal- hal yang tidak biasa
(abnormal).
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai
dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan
(b) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama
disekitar persendian.
(c) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3 proksimal, tengah,
atau distal).
Otot: tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi, benjolan yang terdapat di
permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga diperiksa status
pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar dapat mengevaluasi keadaan
sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat, dari tiap
arah pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik.
Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak.
3) Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan Radiologi
keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP
permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang dan
hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan. Hal yang harus dibaca pada x-ray:
(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau
juga rotasi.
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti:
(1) Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain
tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur
yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga
mengalaminya.
paksa.
b) Pemeriksaan Laboratorium
32
(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat
tulang.
c) Pemeriksaan lain-lain
(2) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan
(4) Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang
berlebihan.
(5) Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang.
B. Diagnosa Keperawatan
(Doengoes, 2000)
C. Intervensi Keperawatan
berpartisipasi dalam
34
individual
Tujuan : Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria akral hangat,
Tujuan : Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan kriteria klien
tidak sesak nafas, tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal
restriktif (imobilisasi)
klien.
5. Ubah posisi secara periodik sesuai
keadaan klien. Menurunkan insiden komplikasi kulit
dan pernapasan (dekubitus,
atelektasis, penumonia)
Mempertahankan hidrasi adekuat,
men-
40
INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN
3. Lindungi kulit dan gips pada daerah Mencegah gangguan integritas kulit
perianal dan jaringan akibat kontaminasi fekal.
Menilai perkembangan masalah klien.
4. Observasi keadaan kulit,
penekanan
42
gips/bebat terhadap
kulit,
insersi
pen/traksi.
Tujuan : Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu, bebas drainase purulen atau
Tujuan : klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien mengerti
D. Evaluasi
BAB IV PENUTUP
A.
Kesimpula
n
dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Trauma yang
pada
46
lengan bawah yang menyebabkan patah tulang radius dan ulna, dan dapat
berupa trauma tidak langsung, misalnya jatuh bertumpu pada tangan yang
menciut. Karena itu sebagian besar penderita perlu menjalani terapi fisik. Terapi
dimulai pada saat imobilisasi dilakukan dan dilanjutkan sampai pembidaian, gips
atau traksi telah dilepaskan. Pada patah tulang tertentu (terutama patah tulang
34
47
28
DAFTAR PUSTAKA
Rasjad C. Buku pengantar Ilmu Bedah Ortopedi edisi III. Makassar: Yarsif Watampone
2007.
Gunawan SG, Nafrialdi RS, Elysabeth. Farmakologi dan terapi. Edidi ke 5. Jakarta:
FKUI;2007
48
35