Anda di halaman 1dari 15

ANALISIS JURNAL

EVIDANCEBASE PRACTIC KEPERAWATAN BENCANA

OLEH :
KELOMPOK 4
Lasri Kasim 841416011
Novilina Daud 841416128
Sumarni Lakoro 841416007
Dhea Nindita Labindjang 841416013
Faradila U Hadji 841416016
Zeinpita Maseke 841416020
Devi Utami Gobel 841416071
Sri Susanti Abdul Wahab 841416073
Basilica Clara Baharu 841416074
Aditya Pratama Kadir 841416075
Siti Fadlina Barmawi 841416078
Nur Masenda Pakaya 841416079

PRODI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2019
EVIDANCEBASE PRATIC KEPERAWATAN BENCANA
Penanganan Kesehatan pada Tanggap Darurat Bencana Erupsi Gunung Merapi

1.1 Latar Belakang


Bencana erupsi Gunung Merapi tahun 2010 di wilayah Jawa Tengah mengakibatkan
jatuhnya banyak korban bencana yang mengalami dampak fisik dan dampak psikologis.
Dampak fisik menurut data dari BNPB 5 Desember 2010 tercatat 354 jiwa meninggal
dunia, dan 240 jiwa mengalami luka-luka, serta 47.486 orang 1 mengungsi.
Korban mengalami dampak psikologis berupa stres dan trauma kehilangan. Menurut
data Deputi Bidang Penanganan Darurat BNPB terdapat 27pengungsi dirujuk ke Rumah
Sakit Jiwa Magelang dan 19 pengungsi dirujuk ke Rumah Sakit Jiwa Daerah Klaten karena
mengalami gangguan jiwa berat sebelum dua 2 minggu tinggal di pengungsian. Korban
bencana dapat mengalami dampak t e rburuk akibat s tr e s sberkepanjangan yaitu terjadinya
PostTraumaticStress 3 Disorder(PTSD).
Korban bencana sangat banyak tidak sebanding dengan tim kesehatan yang berada
dilokasi bencana. Perawat sebagai tim kesehatan bencana harusmenentukanprioriritas
dalam penanganan masalah kesehatan yang terjadi pada korban. Perawatmenentukan
prioritas penanganan korban bencana untuk upaya penyelamatan, pencegahan kematian
dan kecacatan.
1.2 Tujuan Analisis
1) Mahasiswa mampu menganalisis jurnal yang berjudul “ Penanganan Kesehatan pada
Tanggap Darurat Bencana Erupsi Gunung Merapi”
2) Mahasiswa mampumengentahui implikasi keperawatan dalam penanganan kesehatan
saat tanggap darurat bencana
1.3 Metode Penelitian
1) Desain penelitian : Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
kualitatif dengan pendekatan fenomenologi interpretatif. Penelitian ini dilakukan di
RSUP Dr. Kariadi dan RS Roemani Semarang.
2) Tehnik Sampling : Partisipan pada penelitian ini dipilih dengan tehnikpurposive
sampling.
3) Jumlah Sampling : sampel berjumlah 6 orang
4) Adapun kriteria inklusi dalam penelitian ini yaitu partisipan merupakan perawat di
RSUP Dr. Kariadi dan RS Roemani Semarang dengan masa kerja 3 tahun atau lebih,
partisipan pernah bertugas dalam penanganan bencana erupsi Gunung Merapi, dan
bersedia menjadi partisipan.
5) Instrumen Penelitian : Data dikumpulkan dengan metode wawancara semi terstruktur
dan direkam dengan alat perekam. Hasil wawancara kemudian ditranskrip verbatim dan
dianalisis mengunakan langkah-langkah Colaizzi untuk mendapatkan tema sebagai
hasil dari penelitian ini.
6) Hasil : Hasil penelitian ini ditemukan enam tema yang diperoleh dari hasil wawancara.
Tema saling berinteraksi antara tema yang satu dengan tema yang lainnya
1.4 Analisis Jurnal
Berdasarkan jurnal Penanganan Kesehatan padaTanggap Darurat Bencana Erupsi
Gunung Merapiadalah Perawat melakukan proses evakuasi dan triage pada korban bencana
denganmemprioritaskan pada kelompok yang berkebutuhan khusus (kelompok rentan) dan
bukan kelompok berkebutuhan khusus (bukan kelompok rentan). Kelompok kebutuhan
khususmerupakanmasyarakat yang rentan selama terjadinya bencana. Kelompok khusus
dalam konteks tanggap darurat yaitu kelompok rentan diantaranya adalah individu
penyandang cacat, wanita hamil, anak-anak, orang lanjut usia, tahanan, beberapa anggota
etnis minoritas, orang-orang dengan bahasa hambatan, dan 16 miskin
Upaya perawatan pada korban becana pada saat tanggap darurat meliputi kebutuhan
fisik korban, kebutuhan konseling, dan kebutuhan psikologi korban. Pemenuhan kebutuhan
dasar saat tanggap darurat seperti yang disebutkan dalam PP No 21 tahun 2008 pasal 952
salah satunya adalah pelayanan kesehatan. Perawat melakukan pemenuhan kebutuhan fisik
di bidang kesehatan antara lain pemeriksaan fisik dan jugamemberikan obat-obatan. Hal
ini dilakukan karena tim medis yang jumlahnya terbatas dan harus memberikan pelayanan
pada korban yang jumlahnya cukup banyak.Perawat melakukan pertolongan psikologis
pertama salah satunya dengan pemenuhan kebutuhan fisik menurut teori Hirarki Maslow.
Korban membutuhkan beberapa informasi termasuk masalah psikologis.Kegiatan
membantu masyarakat melalui upayapelayanan sosial psikologis menurut PP No. 21 tahun
2008 pasal 68 adalah dengan memberikan bantuan konseling dan konsultasi keluarga.
Perawat melakukan konseling pada korban bencana antara lain adalah pemakaian masker,
penjelasan obat, edukasipenyakitnya, dan juga motivasi bersabar. Perawat melakukan
konseling yang salah satunya betujuan untuk menurunkan stress pada ana-anak maupun
orang dewasa.Perawat melakukan pemenuhan kebutuhan psikologi korban dengan
menguatkan perasaan dan membesarkan hati korban. Perawat mengajak korban untuk
berpikir secara positif menyikapi peristiwa bencana yang terjadi. Tindakan perawat ini
bertujuan mengurangi stress pada korban. Penelitian olehKholidiah dan Alsa (2012)
menunjukkan bahwa berpikir positif terbukti efektif menurunkan stress. Perawat juga
melakukan upaya perawatan dengan terapi bermain pada korban anak-anak. Perawat
berusahamenghilangkanstress dan mencegah terjadinya PTSD. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Mashar (2012) bahwa korban yang dilakukan play terapi mengalami
penurunan stress dan memiliki karakteristik perkembangan sesuai tahapan.
1.5 Kelebihan Jurnal
1) Peneliti sudah memasukan kriteria inklusi
2) Memaparkan penanganan yang di lakukan perawat saat bencana
1.6 Kekurangan Jurnal
Keterbatasan pertama, penelitian ini dilakukan hanya pada satu regional saja yaitu
wilayah Semarang Jawa Tengah, dimana penelitian ini mungkin akan berbeda ketika
dilakukan di daerah lain karenaperbedaan kultur dan kemampuan perawat sendiri. Perawat
merupakan satu tim yang sama dari regional yang sama dan waktu bertugas yang relatif
sama. Sehingga pengalaman perawat kurang banyak variasi saat memberikan pelayanan
kesehatan pada korban bencana.
Keterbatasan kedua, yaitu perawat yangmemenuhi kriteria inklusi jumlahnya terbatas
dan mempengaruhi dalam pemilihan partisipan terkait dengan informasi yang digali oleh
peneliti. Keterbatasan ketiga adalah waktu peristiwa terjadi dengan proses pengambilan
data dilakukan pada jarak waktu yang sudah lama, sehingga terjadi bias memori (kejadian
yang lupa) dari partisipan.
1.7 Implikasi Jurnal
Kondisi bencana menyebabkan jatuhnya banyak korban baik mengalami masalah fisik
maupun psikologis. Perawat perlu memprioritaskan penanganan dalammemberikan
pelayanan kesehatan pada korban bencana. Penanganan awal untuk evakuasi dan triage
yang dilakukan secara simultan pada korban bencana berbeda dengan triage di ruang
emergensi rumah sakit. Prinsip dari triage dalam managemen bencana adalah lakukan yang
terbaik untuk menolong banyak orang. Kondisi bencana hanya terdapat sumber daya yang
terbatas, tidak sebanding dengan banyaknya jumlah korban.
Perawat kesehatan bencana harus memprioritaskan penanganan kesehatan untuk upaya
penyelamatan, pencegahan kematian dan kecacatan. Perawat dapat melakukan upaya awal
untuk evakuasi dan triage yang dapat menyelamatkan banyak korban. Perawat
memprioritaskan evakuasi dan triage korban bencana pada kelompok rentan. Kelompok ini
sangat rentan terjadi kematian, mudah terserang penyakit dan mempunyai ketergantungan
yang tinggi akan bantuan dan pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
Perawat kesehatan bencana berpedoman untuk menyelamatkan nyawa korban bencana
sebanyak-banyaknya. Perawat melakukan penanganan korban secara holistik. Perawat
kesehatan bencana perlu melakukan persiapan fisik, mental dan spiritual. Perawat harus
memperhatikan tindakan pertolongan psikologis pertama untuk mencegah dan mengatasi
permasalahan psikologis yang banyak di derita oleh kelompok rentan.
1.8 Kesimpulan
Perawat kesehatan bencana melakukan upaya triage dan evakuasi yang berbeda dengan
yangdikerjakan di rumah sakit. Perawat melakukan upaya triage dan evakuasi secara
simultan denganmemprioritaskan penanganan pada kelompok rentan. Kelompok rentan
meliputi anak-anak, balita, ibu hamil, difabel dan lansia. Kelompok rentan harus di
prioritaskan karena mereka rentan terhadap kematian, penyakit, dan mempunyai
ketergantungan yang tinggi pada bantuan orang lain serta pemenuhan kebutuhan korban
sendiri. Perawat memprioritaskan pada kelompok rentan untuk meningkatkan upaya
penyelamatan, pencegahanpenyakit, dan kecacatan. Penanganan awal perawat pada upaya
triage dan evakuasi pada kelompok rentan akan dapat menyelamatkan korban bencana yang
banyak.
1.9 Saran
Penelitian di lakukan di daerah lain dan dengan bentuk bencana yang lain selain gunung
merapi
EVIDENCE BASED PRAKTICE KEPERAWATAN BENCANA
Dimensi Kesehatan Mental Pada Pengungsi Akibat Bencana

1.2 Latar Belakang


Bencana adalah salah satu hal yang paling ditakuti oleh dunia,baik itu oleh oleh negara
miskin, negara berkembang, maupun oleh negara maju. Saat terjadi bencana, tentunya
terjadi banyak kerusakan materil seperti rusaknya rumah tinggal dan gedung-gedung
pemerintahan, rusaknya infrastruktur jalan dan rumah sakit , serta berbagai macam
kerusakan lainnya.
Pasca terjadinya sebuah bencana kondisi para pengungsi sangat rentan untuk
mengalami gangguan kesehatan mental. Kesehatan mental yang terganggu terus menerus
akan mengakibatkan penyakit mental lainnya seperti anxiety,depresi hingga mengidap
PTSD (Pos Traumatic Stress Disorder)
Untuk dapat mengenali terganggu atau tidaknya kondisi kesehatan mental seseorang
terlebih bagi para pengungsi akibat bencana. Maka dapat dikenali dengan memahami
dimensi-dimensi kesehatan mental pada yang bersangkutan
1.10 Tujuan Analisis
1) Mahasiswa mampu menganalisis jurnal yang berjudul “Dimensi Kesehatan Mental
Pada Pengungsi Akibat Bencana”
2) Mahasiswa mampumengentahui implikasi keperawatan dalam penanganan kesehatan
mental saat bencana
1.11 Metode Penelitian
1) Instrumen Penelitian : Data dikumpulkan dengan menggunakan kajian literatur dan
dokumen, yaitu literatur berupa buku-buku, makalah ataupun jenis tulisan lainnya dan
juga kajian terhadap berbagai macam dokumen yang terkait dengan topik kesehatan
mental pengungsi
2) Adapun kriteria inklusi dalam penelitian ini yaitu pengungsi baik dari pengungsi anak-
anak hingga pengungsi dewasa yang beresiko mengalami gangguan mental pada saat
bencana.
1.12 Analisis Jurnal
Berdasarkan analisis jurnal dengan judul Dimensi Kesehatan Mental Pada Pengungsi
Akibat Bencana kondisi pengungsi dikatikan dengan dimensi kesehatan mental tersebut,
maka berbagai macam dimensi kesehatan mental tersebut harus diusahakan untuk dapat
dipenuhi agar para pengungsi dapat terhindar dari gangguan kesehatan mental yang sangat
mungkin untuk terjadi. Pemenuhan kebutuhan dan kapasitas para pengungsi terkait
kesebelas dimensi kesehatan mental yang diungkapkan oleh Maslow dan Mittlemenn
(dalam Notosoedirjo & Latipun, 2005) tersebut dinilai mampu untuk menekan tingkat
stress dan trauma dari pengungsi. Untuk itu, diperlukan bantuan dan dukungan dari para
praktisi yang bergeran di bidang pengananan pengungsi dan yang berkecimpung dalam
penanganan kesehatan mental. Salah satunya adalah profesi pekerjaan sosial yang dapat
turut berperan serta menangani para pengungsi agar terhindar dari gangguan kesehatan
mental.
Peran yang dapat dilakukan oleh pekerja sosial dalam hal ini adalah yakni pertama
sebagai advokasi Dalam melakukan advokasi, pekerja sosial dapat melakukan upaya
perlindungan dan mewakili kepentingan para pengungsi dalam melakukan koordinasi
dengan pihakpihak terkait (terutama dengan pihak Pemerintah) agar hak-hak dari para
pengungsi dan kebutuhan dasar mereka dapat terpenuhi dengan layak. Selain itu pekerja
sosial juga dapat mengadvokasi agar para pengungsi dapat tetap memperoleh kehidupan
yang layak yang diberikan oleh negara dan pihak-pihal lainnya secara lebih luas.Kedua
fasilitator, fasilitator disini sebagai pekerja sosial yang dapat membantu para pengungsi
dalam berhubungan dengan sistem sumber yang berkompeten guna memenuhi kebutuhan
mereka. Sistem sumber yang dimaksud adalah sumber terhadap pemenuhan kebutuhan
hidup, mulai dari kebutuhan pangan, sandang dan pangan. Selaian itu juga sistem sumber
untuk akses pekerjaan dan pendidikan serta sistem sumber terkait bantuan lainnya.
Terutama yang bisa dilakukan oleh lembaga pemerintah dan lembaga non pemerintah.
Ketiga yakni membentuk kelompok-kelompok bantu diri (self help). Pembentukan
kelompok ini dimaksudkan agar pengungsi dapat saling mendukung di antara mereka
sendiri dalam menghadapi situasi dan kondisi kehidupan di dalam kamp penampungan,
memikirkan dan merencanakan alternatif-alternatif pemecahan masalah dan
langkahlangkah yang dapat ditempuh apabila bencana terjadi kembali dan menginventarisir
berbagai macam kebutuhan maupun sistem sumber yang diharapkan dapat membantu
mereka. Dan yang terkahir yaknipartisipasi, pekerja sosial dapat melibatkan para
pengungsi dalam kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan di kamp pengungsian, seperti dapur
umum, membangun fasilitas umum atau perbaikan sanitasi lingkungan dan menciptakan
beberapa kegiatan baru, misalnya dengan menyelenggarakan latihan keterampilan yang
sederhana, melibatkan para orang tua untuk ikut mendirikan dan mengajar di sekolah tenda
dan sebagainya. Kegiatan ini bertujuan agar pengungsi dapat mengalihkan berbagai
macam perasaan negatifnya seperti rasa cemas, rasa takut dan lain sebagainya menjadi
perasaan yang lebih positif dengan mengikuti berbagai macam kegiatan yang sifatnya
gotong royong dan konstruktif
1.13 Kelebihan Jurnal
1) Memaparkan secara jelas dan lengkap mulai dari pendahuluan hingga akhirdan
mendeskripsikan step by step tentang dimensi kesehatan mental untuk para pengungsi
setelah pasca bencana
2) Penulisan jurnal ini teratur dan sesuai dengan kaidah pembuatan penulisan jurnal
1.14 Kekurangan Jurnal
1) Pada jurnal ini peneliti tidak memasukan kriteria inklusi karena tidak ada seseorang
dapat berpartisipasi dalam studi penelitian atau apakah penelitian individu dapat
dimasukkan dalam penelaahan sistematis
2) Jurnal ini sudah memberitahukan deskripsi secara lengkap hanya saja tidak ada disertai
gambar maupun tabel
3) Ada beberapa referensi yang dipergunakan dalam penelitian sebagian besar
menggunakan referensi dengan tahun yang lama.
4) Tidak adanya saran untuk penelitian selanjutnya

1.7 Implikasi Jurnal

Berdasarkan analisa terhadap kondisi pengungsi dikatikan dengan dimensi kesehatan


mental tersebut, maka berbagai macam dimensi kesehatan mental tersebut harus
diusahakan untuk dapat dipenuhi agar para pengungsi dapat terhindar dari gangguan
kesehatan mental yang sangat mungkin untuk terjadi.
Pemenuhan kebutuhan dan kapasitas para pengungsi terkait kesebelas dimensi
kesehatan mental yang diungkapkan oleh Maslow dan Mittlemenn (dalam Notosoedirjo &
Latipun, 2005) tersebut dinilai mampu untuk menekan tingkat stress dan trauma dari
pengungsi. Untuk itu, diperlukan bantuan dan dukungan dari para praktisi yang bergeran
di bidang pengananan pengungsi dan yang berkecimpung dalam penanganan kesehatan
mental.
1.8 Kesimpulan
Pengungsi yang diakibatkan dari bencana mempunyai banyak kerentanan untuk dapat
secara sadar menerima dampak negatif dari bencana tersebut. Hal yang paling rentan terjadi
terhadap para pengungsi bahkan dapat berdampak panjang adalah terjadinya gangguan
kesehatan mental pada diri pengungsi. Kesehatan mental yang mungkin terjadi akibat dari
terjadinya bencana adalah seperti anxiety, depresi hingga PTSD (Post Traumatic Stress
Disorder).
Dengan demikian, assessment dan identifikasi terhadap kesehatan mental dari para
pengungsi sangat perlu untuk dilakukan, salah satunya dengan menggunakan dimensi-
dimensi kesehatan mental yang diungkapkan oleh Maslow dan Mittlemenn (dalam
Notosoedirjo & Latipun, 2005) yang menekankan pemberian dukungan emosi dan rasa
aman bagi para pengungsi sebagai dasar pondasi utama di dalam kesehatan mental.
1.9 Saran
Peneliti dapat memasukan kriteria inklusi dan dapat mengikut sertakan orang lain untuk
berpartisipasi dalam studi penelitian
EVIDENCE BASED PRAKTICE KEPERAWATAN BENCANA
Pengaruh Terapi Suportif Kelompok terhadap Kecemasan pada Klien Pasca Bencana
Banjir Bandang di Perumahan Relokasi Desa Suci Kecamatan Panti Kabupaten
Jember

1. Latar Belakang
Bencana (disaster) merupakan setiap kejadian yang menyebabkan kerusakan
pada fungsi masyarakat yang meliputi hilangnya nyawa manusia, kerusakan sarana dan
prasarana, terganggunya perekonomian, serta segala sesuatu yang dapat mengganggu
kehidupan masyarakat jika tidak segera diatasi. Indonesia memiliki banyak wilayah
yang rawan bencana, meliputi bencana alam maupun bencana non alam yang sering
terjadi dan berdampak menjadi peristiwa traumatis.
Kejadian banjir bandang di Kecamatan Panti Kabupaten Jember terjadi pada tanggal 01
Januari 2006 mengakibatkan adanya korban jiwa dan kerugian harta benda serta
rusaknya infrastruktur daerah. Daerah yang terparah terlanda banjir bandang adalah
wilayah Desa Suci dan Desa Kemiri, Kecamatan Panti. Dampak dari banjir
menimbulkan kerugian pada kehidupan manusia dan memburuknya derajat kesehatan
baik dari segi fisik maupun non-fisik. Bentuk kerugian yang secara non-fisik seperti
trauma terhadap peristiwa yang pernah dialami merupakan salah satu dampak
psikologis yang sering ditemui pada masyarakat korban bencana alam adalah Post
Traumatic Stress Disorder (PTSD). PTSD merupakan suatu sindrom yang dialami oleh
seseorang yang mengalami kejadian traumatis. Kondisi demikian akan menimbulkan
dampak psikologis berupa gangguan perilaku mulai dari cemas yang berlebihan, mudah
tersinggung, tidak bisa tidur, tegang, dan berbagai reaksi lainnya. Kecemasan
merupakan suatu respon terhadap stres, bencana yang mengancam jiwa. berlangsung
secara terus-menerus yang dapat disebabkan adanya faktor potensi stressor psikososial
seperti peristiwa traumatis atau keadaan yang mengganggu kehidupan individu ,
mengganggu kehidupan sosialnya dan bisa menjadi patologis yang nantinya mengarah
pada gangguan jiwa . Oleh karena itu perlu sekali adanya penanganan yang tepat untuk
korban bencana yang mengalami kecemasan.
Upaya untuk menangani kecemasan antara lain dengan psikoterapi. Terapi suportif
adalah suatu bagian dari psikoterapi yang digunakan pada komunitas berbasis pskiatrik.
Terapi suportif kelompok adalah kumpulan dua orang atau lebih yang memiliki masalah
yang sama, mengekspresikan pengalaman bersama tentang masalah yang dialami yang
bertujuan untuk mendukung dan memperkuat potensi yang dimiliki anggota
kelompok, meningkatkan kepercayaan diri, dan berbagi pengalaman terhadap masalah
yang dihadapi sehingga dapat membantu anggota kelompok mengatasi masalah yang
berhubungan stres dalam hidup yang berfokus pada disfungsi pikiran, perasaan dan
perilaku.
2. Tujuan Analisis
Mahasiswa mampu menganalisis jurnal yang berjudul “Pengaruh Terapi
Suportif Kelompok terhadap Kecemasan pada Klien Pasca Bencana Banjir Bandang di
Perumahan Relokasi Desa Suci Kecamatan Panti Kabupaten Jember”
3. Metode Penelitian
1) Desain Penelitian : Penelitian ini menggunakan desain quasi experiment dengan
menggunakan pendekatan non equivalent with control group design. Pada
penelitian ini dilakukan pretest dan posttest pada kelompok intervensi dan
kelompok kontrol sebelum dan sesudah intervensi.
2) Teknik sampling : Pada penelitian ini menggunakan simple random sampling
3) Jumlah sampel : Pengambilan sampel dalam penelitian ini didasarkan pada
responden yang mememenuhi kriteria inklusi. Sampel yang telah memenuhi kriteria
inklusi sebanyak 36 responden yang terbagi menjadi 13 responden pada kelompok
intervensi dan 23 responden pada kelompok control. Dan Jumlah keseluruhan
sampel sebanyak 53 responden.
4) Instrumen Penelitian : Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah wawancara dengan warga yang pernah mengalami banjir saat dilakukan
studi pendahuluan dan hasil pengisian kuesioner kecemasan yang dirasakan klien
pasca bencana banjir dilakukan saat penelitian. Kuesioner kecemasan yang
digunakan pada penelitian ini yaitu kuisioner Taylor Manifest Anxiety Scale
(TMAS).
5) Hasil : Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang digunakan
dalam penelitian ini diterima, yang berarti bahwa ada pengaruh Terapi Suportif
Kelompok terhadap Kecemasan Klien Pasca Bencana Banjir Bandang di
Perumahan Relokasi Desa Suci Kecamatan Panti Kabupaten Jember.
4. Analisis Jurnal
Berdasarkan jurnal Pengaruh Terapi Suportif Kelompok terhadap Kecemasan pada
Klien Pasca Bencana Banjir Bandang di Perumahan Relokasi Desa Suci Kecamatan
Panti Kabupaten Jember adalah pada penelitian ini peneliti melakukan penelitian
dengan membagi kelompok intervensi dan kelompok control sebelum dilakukannya
terapi suportif dan setelah diberikan terapi suportif. Kemudian peneliti menganalisis
perbedaan di antara kelompok intervensi dan kelompok control sebelum diberikan
terapi suportif dengan kelompok intervensi dan kelompok control setelah diberikan
terapi suportif. Kemudian hasil yang didapatkan pada penelitian ini yaitu :
1) Gambaran Kecemasan pada Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol Sebelum
Diberikan Terapi Suportif Kelompok
Gangguan kecemasan adalah sekelompok kondisi yang memberi gambaran penting
tentang kekhawatiran yang berlebihan, disertai respon perilaku, emosional, dan
fisiologis. Individu yang mengalami gangguan kecemasan dapat memperlihatkan
perilaku yang tidak lazim. Perilaku yang tidak lazim tersebut dapat berupa rasa
panik tanpa alasan, khawatir yang tidak beralasan terhadap obyek atau kondisi
kehidupan, melakukan tindakan berulang-ulang tanpa dapat dikendalikan,
mengalami kembali peristiwa yang traumatis, atau rasa khawatir yang tidak dapat
dijelaskan atau berlebihan.
Berdasarkan hasil pretest pada kedua kelompok dapat dilihat bahwa baik pada
kelompok intervensi maupun kelompok kontrol, semua klien pada kedua kelompok
masih merasakan kecemasan. Gangguan kecemasan merupakan salah satu kondisi
yang sangat umum dirasakan oleh klien pasca bencana. Apabila gangguan
kecemasan tersebut tidak segera ditangani, maka akan bersifat patologi bagi klien.
Mayoritas klien baik pada kelompok kontrol maupun intervensi berada pada
kecemasan sedang, tidak ada satupun klien yang berada pada kategori tidak cemas
dan panik. Hal tersebut tentunya didasari oleh adanya pengalaman peristiwa
traumatis yang pernah dialami oleh klien pada kedua kelompok akibat peristiwa
bencana banjir bandang yang masih dirasakan sebagai suatu ancaman.
2) Gambaran kecemasan pada Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol Setelah
Diberikan Terapi Suportif Kelompok
Hasil posttest antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol memiliki rata-rata
yang berbeda. Klien pada kelompok intervensi yang pada nilai posttest
memperlihatkan mayoritas berada pada kecemasan ringan tentunya juga
dipengaruhi oleh mekanisme koping dari setiap anggota kelompok intervensi yang
terbentuk setelah menerima terapi suportif kelompok. Seseorang yang mengalami
kecemasan berusaha menggunakan berbagai mekanisme koping untuk mencoba
mengatasinya. Mekanisme pertahanan ego dapat mengatasi kecemasan ringan dan
sedang. Klien yang berada pada tingkat kecemasan ringan, berhubungan dengan
ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi
waspada dan meningkatkan lahan persepsinya. Respon fisik yang terjadi pada
kecemasan ringan berupa ketegangan otot yang ringan, sadar akan lingkungan atau
sedikit gelisah, dan penuh perhatian, dengan ciri-ciri yang muncul pada tingkat ini
adalah kelelahan, kesadaran meningkat, mampu untuk belajar, motivasi meningkat,
dan tingkah laku sesuai dengan situasi. Perbedaan nilai rata-rata posttest pada kedua
kelompok tersebut juga memperlihatkan bahwa mekanisme koping klien pada
kelompok intervensi lebih baik, hal tersebut berarti bahwa terapi suportif kelompok
efektif terhadap penurunan kecemasan klien pada kelompok intervensi. Terapi
suportif kelompok merupakan suatu terapi dengan teknik dan proses kelompok
yang dasar pelaksanaannya dapat menciptakan hubungan terapeutik antara terapis
dan klien sehingga bermanfaat untuk meningkatkan kekuatan, keterampilan koping
dan kemampuan klien menggunakan sumber koping, meningkatkan otonomi dalam
pengambilan keputusan, meningkatkan kemampuan klien mencapai kemandirian
seoptimal mungkin, dan kemampuan mengurangi distres subyektif dan respon
koping yang maladaptif.
Perbedaan Kecemasan pada Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol
Sebelum dan Setelah Pemberian Terapi Suportif Kelompok hasil penelitian
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan skor kecemasan pada masing-masing
kelompok. Berdasarkan hasil uji Paired t-test, dapat diketahui bahwa penurunan
skor pada kelompok intervensi lebih besar daripada kelompok kontrol. Saling
berbagi pengalaman dan masalah merupakan kebutuhan beberapa individu untuk
mengelola masalah psikososial kecemasan yang dialami. Terapi suportif kelompok
lebih dipilih sebagai intervensi untuk mengoptimalkan kemampuan pemberian
dukungan dari dan antar anggota kelompok dibandingkan terapi individu, berdasar
pada beberapa pertimbangan bahwa : kesempatan untuk mendapatkan umpan balik
segera dari anggota kelompok, dan kesempatan bagi peserta kelompok dari terapis
untuk mengobservasi respon psikologis, emosional, dan perilaku individu terhadap
anggota kelompok lainnya. Tujuan pemberian asuhan keperawatan pada anggota
kelompok yang mengalami kecemasan adalah untuk mengurangi kecemasan
dengan cara memanipulasi sumber kecemasan melalui tindakan keperawatan yang
terapeutik.
5. Kelebihan Jurnal
1. Peneliti sudah memasukan criteria inklusi
2. Memaparkan mengenai tingkat kecemasan sebelum bencana dan sesudah bencana
3. Mengetahui mengenai perbedaan tingkat kecemasan sesudah dan sebelum bencana
4. Kekurangan Jurnal
Keterbatasana pertama penelitian dilakukan hanya di pada satu regional saja yaitu
Desa Suci Kecamatan Panti Kabupaten Jember , dimana penelitian ini akan berbeda
ketika dilakukan didaerah lain karena perbedaan kultur dan kemampuan masyarakat itu
sendiri.
Keterbatasan kedua yaitu masyarakat yang memenuhi kriteria inklusi jumlahnya
terbatas dan mempengaruhi dalam pemilihan partisipan terkait informasi yang digali
oleh peneliti
Keterbatasan ketiga adalah waktu peristiwa terjadinya bencana dan proses
pengambilan data dilakukan pada jarak waktu yang sudah lama sehingga terjadi bias
memori (kejadian yang lupa) dari partisipan
5. Implikasi Jurnal
Dampak dari banjir menimbulkan kerugian pada kehidupan manusia dan
memburuknya derajat kesehatan baik dari segi fisik maupun non-fisik. Bentuk
kerugian yang secara non-fisik seperti trauma terhadap peristiwa yang pernah dialami
merupakan salah satu dampak psikologis yang sering ditemui pada masyarakat
kondisi demikian akan menimbulkan dampak psikologis berupa gangguan perilaku
mulai dari cemas yang berlebihan, mudah tersinggung, tidak bisa tidur, tegang, dan
berbagai reaksi lainnya. Kecemasan merupakan suatu respon terhadap stres, bencana
yang mengancam jiwa.
Upaya untuk menangani kecemasan antara lain dengan psikoterapi. Terapi
suportif adalah suatu bagian dari psikoterapi yang digunakan pada komunitas berbasis
pskiatrik. Terapi suportif kelompok adalah kumpulan dua orang atau lebih yang
memiliki masalah yang sama, mengekspresikan pengalaman bersama tentang masalah
yang dialami yang bertujuan untuk mendukung dan memperkuat potensi yang
dimiliki anggota kelompok, meningkatkan kepercayaan diri, dan berbagi pengalaman
terhadap masalah yang dihadapi sehingga dapat membantu anggota kelompok
mengatasi masalah yang berhubungan stres dalam hidup yang berfokus pada disfungsi
pikiran, perasaan dan perilaku. Terapi suportif kelompok merupakan suatu metode
yang efektif untuk berbagai gangguan kejiwaan dan kondisi medis termasuk
skizofrenia, gangguan bipolar, depresi, PTSD, gangguan kepribadian,
penyalahgunaan zat, dan kecemasan.
Terapi suportif kelompok dapat digunakan sebagai terapi lanjutan untuk
mengatasi masalah psikososial. Terapi ini dapat digunakan untuk mengurangi dampak
yang diakibatkan oleh bencana. Terapi ini dapat terus diterapkan pada korban bencana
karena efek yang ditimbulkan dari terapi ini benar-benar dapat mengatasi kecemasan
yang dialami korban bencana. Diharapkan setiap perawat mampu menerapkan terapi
suportif untuk mengatasi efek psikososial yang dialami korban bencana.
6. Kesimpulan
Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan pada kecemasan klien
sebelum dan setelah mendapatkan terapi suportif kelompok. Kesimpulan dari
penelitian ini adalah ada pengaruh terapi suportif kelompok terhadap kecemasan klien
pasca bencana banjir bandang di perumahan relokasi Desa Suci.
7. Saran
Disarankan pada responden agar dapat melanjutkan Supportive Group Therapy
untuk mengatasi klien dengan kecemasan pasca bencana banjir bandang

Referensi
Fitri Nurcahyani, et al. 2016. Pengaruh Terapi Suportif Kelompok terhadap
Kecemasan pada Klien Pasca Bencana Banjir Bandang di
Perumahan Relokasi Desa Suci Kecamatan Panti Kabupaten
Jember. e-Jurnal Pustaka Kesehatan, vol.4 (no.2)
Meilanny Budiarti S.,et al. 2018. Dimensi Kesehatan Mental Pada Pengungsi
Akibat Bencana. Jurnal Penelitian & PPM. Vol 5(1):2442-448
Martono,Setyo .,et al. 2014. Penanganan Kesehatan pada Tanggap Darurat Bencana
Erupsi Gunung Merapi. Medica Hospitalia. Vol 2(3):197-
204.https://www.reseachgate.net/publication/320444045

Anda mungkin juga menyukai