OLEH KELOMPOK VI :
KELAS B/SEMESTER I
PROFESI NERS
Puji syukur kami panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas segala
rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah keperawatan HIV/AIDS yang
berjudul “Stigma Pada ODHA”. Meskipun banyak tantangan dan hambatan yang kami
alami dalam proses pengerjaannya, tetapi kami berhasil menyelesaikan makalah ini tepat
pada waktunya.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah meluruskan
penulisan makalah ini, baik dosen maupun teman-teman yang secara langsung maupun
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
diharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah
kami ini untuk ke depannya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi peningkatan proses
belajar mengajar dan menambah pengetahuan kita bersama. Akhir kata kami
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Stigma dan diskriminasi merupakan hambatan terbesar dalam upaya pencegahan dan
penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia. Stigma berasal dari pikiran individu yang
takut jika berada dekat dengan ODHA. Munculnya stigma dan diskriminasi dapat
disebabkan karena kurangnya keterlibatan masyarakat dalam setiap upaya pencegahan
dan penanggulangan HIV/AIDS. Akibatnya, banyak masyarakat yang kurang
mendapatkan informasi yang tepat mengenai HIV/AIDS, khususnya dalam mekanisme
penularan HIV/AIDS (Wati dkk, 2017).
Tingginya kasus HIV memerlukan upaya pencegahan dan penanggulangan HIV.
Salah satu hambatan paling besar dalam pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS
adalah masih tingginya stigma dan diskriminasi terhadap orang dengan HIV/AIDS
(ODHA). Bentuk stigma dan diskriminasi diantaranya tidak bersedia makan makanan
yang disediakan atau dijual oleh ODHA, tidak membolehkan anaknya bermain bersama
dengan anak HIV, tidak mau menggunakan toilet bersama dengan ODHA, bahkan
menolak untuk tinggal dekat dengan orang yang menunjukkan gejala HIV/AIDS.
Stigma berasal dari pikiran seorang individu atau masyarakat yang mempercayai bahwa
penyakit HIV merupakan akibat dari perilaku amoral yang tidak dapat diterima
masyarakat yang tergambar dalam pandangan negatif sebagai akibat dari perasaan takut
berlebihan jika berada dekat dengan ODHA (Shaluhiyah dkk, 2015).
Munculnya stigma dan diskriminasi dapat disebabkan karena kurangnya keterlibatan
masyarakat dalam setiap upaya pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS seperti
penyuluhan kesehatan tentang HIV/AIDS. Akibatnya, banyak masyarakat yang kurang
mendapatkan informasi yang tepat mengenai HIV/AIDS, khususnya dalam mekanisme
penularan HIV/AIDS. Perilaku diskriminatif pada ODHA tidak hanya melanggar hak
asasi manusia, melainkan juga sama sekali tidak membantu upaya pencegahan dan
penanggulangan HIV/AIDS (Wati dkk, 2017).
Adanya stigma pada ODHA akan mengakibatkan berbagai dampak seperti isolasi
sosial, penyebarluasan status HIV dan penolakan dalam berbagai lingkup kegiatan
kemasyarakatan seperti dunia pendidikan, dunia kerja, dan layanan kesehatan.
Tingginya penolakan masyarakat dan lingkungan akan kehadiran orang yang terinfeksi
HIV/AIDS menyebabkan sebagian ODHA harus hidup dengan menyembunyikan status
(Maman dkk, 2009). Salah satu penelitian di Iran menemukan prevalensi stigma dan
persepsi negatif terhadap ODHA berkisar 46-69%. Penelitian Shaluhiyah, et al
menunjukkan hampir separuh dari responden (49,7%) memiliki sikap negatif terhadap
ODHA (Situmeang, 2017).
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian stigma pada ODHA
1.3.2 Untuk mengetahui factor-faktor terbentuk stigma pada ODHA
1.3.3 Untuk mengetahui manifestasi stigma
1.3.4 Untuk mengetahui tipe-tipe stigma pada ODHA
1.3.5 Untuk mengetahui cara menghentikan stigma pada ODHA
BAB II
PEMBAHASAN
3. Tingkat Pendidikan
Tingkat Pendidikan dapat mempengaruhi munculnya stigma. Jika tingkat
pendidikan tinggi maka tingkat pengetahuan juga akan tinggi. Hal ini sesuai dengan
penelitian Walusimbi dan Okonsky dalam Erkki dan Hedlund (2013) dimana
menyatakan bahwa perawat yang memiliki pengetahuan tinggi akan memiliki rasa
ketakutan penularan HIV/AIDS yang rendah dan sikap positif yang lebih baik.
4. Umur
Umur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi stigma seseorang.
Semakin bertambah umur seseorang maka semakin berubah sikap dan perilaku
seseorang sehingga pemikiran seseorang bisa berubah (Suganda dalam Paryati et al,
2012). WHO (2013) membagi umur seseorang terbagi atas 4, yaitu balita (di bawah 1
tahun), anak-anak (2-9 tahun), remaja (10-19 tahun), dan dewasa (lebih dari 19 tahun).
Elizabeth dalam Jahja (2011) menyebutkan masa dewasa terbagi menjadi 3, yaitu masa
dewasa awal (21-40 tahun), masa dewasa madya (40-60 tahun), dan masa dewasa lanjut
(60 tahun sampai meninggal). Masa dewasa awal adalah masa seseorang berusaha
menyesuaikan dirinya terhadap pola hidupnya yang baru. Seseorang dengan masa ini
memiliki emosi yang tidak stabil serta belajar menjaga sebuah komitmen dan tanggung
jawab. Masa dewasa madya adalah masa seseorang lebih mendekatkan dirinya terhadap
agama. Masa dewasa lanjut adalah masa seseorang secara fisik dan psikologi telah
menurun.
3. Manifestasi Stigma
Biasanya orang yang terkena stigma dihubungkan dengan seks bebas,
penggunaan narkoba, dan homoseksual. Hal ini menjadi bumerang bagi mereka dimana
dianggap masyarakat sebagai orang yang berperilaku buruk. Wanita pun juga menjadi
korban terkena stigma karena berhubungan seksual dengan lawan jenis yang diduga
memiliki HIV/AIDS. Maka dari itu, stigma bisa muncul dari kata-kata kasar, gosip, dan
menjauhi atau mendiskriminasi ODHA (Liamputtong, 2013).
4. Felt or perceived stigma, dimana orang dapat merasakan bahwa ada stigma terhadap
dirinya dan takut berada di lingkungan komunitas. Misalnya seorang wanita tidak
ingin mencari pekerjaan dikarenakan takut status HIV/AIDS dirinya diketahui dan
dijauhi oleh rekan kerjanya.
5. Experienced stigma, dimana seseorang pernah mengalami diskriminasi dari orang
lain. Contohnya seperti pasien HIV/AIDS diperlakukan tidak ramah dibandingkan
dengan pasien yang tidak HIV/AIDS diperlakukan ramah oleh tenaga kesehatan.
6. Label avoidance, dimana seseorang tidak berpartisipasi dalam pelayanan kesehatan
untuk menghindari status dirinya sebagai orang yang memiliki penyakit. Salah satu
contoh adalah pasien menyembunyikan obatnya.
3.1 Simpulan
Stigma pada ODHA adalah sebuah penilaian negatif yang diberikan oleh masyarakat
karena dianggap bahwa penyakit HIV-AIDS yang diderita sebagai akibat perilaku yang
merugikan diri sendiri dan berbeda dengan penyakit akibat virus lain. Ditambah lagi kondisi
ini diperparah karena hampir sebagian besar kasus penularan HIV pada ODHA disebabkan
karena aktivitas seksual yang berganti-ganti pasangan. Faktor-faktor terbentuknya stigma
pada ODHA yaitu pengetahuan, persepsi, tingkat Pendidikan dan umur.
Biasanya orang yang terkena stigma dihubungkan dengan seks bebas, penggunaan
narkoba, dan homoseksual. Hal ini menjadi bumerang bagi mereka dimana dianggap
masyarakat sebagai orang yang berperilaku buruk. Wanita pun juga menjadi korban terkena
stigma karena berhubungan seksual dengan lawan jenis yang diduga memiliki HIV/AIDS.
Maka dari itu, stigma bisa muncul dari kata-kata kasar, gosip, dan menjauhi atau
mendiskriminasi ODHA.
Van Brakel dalam Fiorillo, Volpe, dan Bhugra (2016) mengungkapkan ada 6 tipe stigma
yaitu public stigma, structural stigma, self-stigma, felt or perceived stigma,experienced
stigma dan label avoidance.
Corrigan dalam Fiorillo, Volpe, dan Bhugra (2016) menyebutkan bahwa ada 3 strategi
yang dapat dilakukan untuk menghentikan stigma di masyarakat, yaitu protes, pendidikan,
dan kontak.
3.2 Saran
Dengan pembuatan makalah ini diharapkan mahasiswa dan pembaca mampu mengerti
dan memehami mengenai stigma pada ODHA sehingga dapat meneken penolakan
masyarakat dan lingkungan akan kehadiran orang yang terinfeksi HIV/AIDS yang dapat
menyebabkan sebagian ODHA harus hidup dengan menyembunyikan status. Sehingga
ODHA bisa berinteraksi dan diterima oleh masyarakat
DAFTAR PUSTAKA
Ardani, I., & Handani, S. (2017). Stigma terhadap Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) sebagai
Hambatan Pencarian Pengobatan: Studi Kasus pada Pecandu Narkoba Suntik di Jakarta
Tahun 2017. Buletin Penelitian Kesehatan Vol. 45 No. 2, 81-88.
Ariadne, E., & Dewi, S. (2017). Promosi Kesehatan HIV-AIDS dan Stigma terhadap Pengguna
Narkobak Suntik (Penasun) di Kabupaten Sumedang. Sosiohumaniora, 129-140.
ASHM. (2012). Stigma and Discrimination around HIV and HCV in Helathcare Settings:
Research Report. Retrieved 2018, from ASHM:
http://www.ashm.org.au/Publications/Stigma_and_Discrimination.pdf.
Stutterheim SE et al. HIV-Related Stigma and Psychological Distress: The Harmful Effects of
Specific Stigma Manifestations In Various Social Settings. AIDS, 2009; 23:17.
Sohn A, Park S. HIV/AIDS knowledge, stigmatizing attitudes, and re-lated behaviors and factors
that affect stigmatizing attitudes against HIV/AIDS among Korean adolescents. Osong
Public Health andResearch Perspectives. 2012; 3 (1): 24-30