Anda di halaman 1dari 10

TUGAS KEPERAWATAN HIV/AIDS

STIGMA PADA ODHA

OLEH KELOMPOK VI :

1. GDE ARYYA ASTAWA PUTRAYANA (34)


2. NI LUH KOMANG MEGA RATNASARI (35)
3. IDA AYU PUTU APSARI DEWI (36)
4. I GUSTI AYU ARI PURNAMAWATI (37)
5. I DEWA AYU DWI APRIANI (38)

KELAS B/SEMESTER I
PROFESI NERS

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas segala

rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah keperawatan HIV/AIDS yang

berjudul “Stigma Pada ODHA”. Meskipun banyak tantangan dan hambatan yang kami

alami dalam proses pengerjaannya, tetapi kami berhasil menyelesaikan makalah ini tepat

pada waktunya.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah meluruskan

penulisan makalah ini, baik dosen maupun teman-teman yang secara langsung maupun

tidak langsung memberikan kontribusi positif dalam proses pengerjaannya.

Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,

diharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah

kami ini untuk ke depannya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi peningkatan proses

belajar mengajar dan menambah pengetahuan kita bersama. Akhir kata kami

mengucapkan terima kasih.

Denpasar, 30 Juni 2020

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Stigma dan diskriminasi merupakan hambatan terbesar dalam upaya pencegahan dan
penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia. Stigma berasal dari pikiran individu yang
takut jika berada dekat dengan ODHA. Munculnya stigma dan diskriminasi dapat
disebabkan karena kurangnya keterlibatan masyarakat dalam setiap upaya pencegahan
dan penanggulangan HIV/AIDS. Akibatnya, banyak masyarakat yang kurang
mendapatkan informasi yang tepat mengenai HIV/AIDS, khususnya dalam mekanisme
penularan HIV/AIDS (Wati dkk, 2017).
Tingginya kasus HIV memerlukan upaya pencegahan dan penanggulangan HIV.
Salah satu hambatan paling besar dalam pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS
adalah masih tingginya stigma dan diskriminasi terhadap orang dengan HIV/AIDS
(ODHA). Bentuk stigma dan diskriminasi diantaranya tidak bersedia makan makanan
yang disediakan atau dijual oleh ODHA, tidak membolehkan anaknya bermain bersama
dengan anak HIV, tidak mau menggunakan toilet bersama dengan ODHA, bahkan
menolak untuk tinggal dekat dengan orang yang menunjukkan gejala HIV/AIDS.
Stigma berasal dari pikiran seorang individu atau masyarakat yang mempercayai bahwa
penyakit HIV merupakan akibat dari perilaku amoral yang tidak dapat diterima
masyarakat yang tergambar dalam pandangan negatif sebagai akibat dari perasaan takut
berlebihan jika berada dekat dengan ODHA (Shaluhiyah dkk, 2015).
Munculnya stigma dan diskriminasi dapat disebabkan karena kurangnya keterlibatan
masyarakat dalam setiap upaya pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS seperti
penyuluhan kesehatan tentang HIV/AIDS. Akibatnya, banyak masyarakat yang kurang
mendapatkan informasi yang tepat mengenai HIV/AIDS, khususnya dalam mekanisme
penularan HIV/AIDS. Perilaku diskriminatif pada ODHA tidak hanya melanggar hak
asasi manusia, melainkan juga sama sekali tidak membantu upaya pencegahan dan
penanggulangan HIV/AIDS (Wati dkk, 2017).
Adanya stigma pada ODHA akan mengakibatkan berbagai dampak seperti isolasi
sosial, penyebarluasan status HIV dan penolakan dalam berbagai lingkup kegiatan
kemasyarakatan seperti dunia pendidikan, dunia kerja, dan layanan kesehatan.
Tingginya penolakan masyarakat dan lingkungan akan kehadiran orang yang terinfeksi
HIV/AIDS menyebabkan sebagian ODHA harus hidup dengan menyembunyikan status
(Maman dkk, 2009). Salah satu penelitian di Iran menemukan prevalensi stigma dan
persepsi negatif terhadap ODHA berkisar 46-69%. Penelitian Shaluhiyah, et al
menunjukkan hampir separuh dari responden (49,7%) memiliki sikap negatif terhadap
ODHA (Situmeang, 2017).

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimanakah pengertian stigma pada ODHA?
1.2.2 Apa sajakah factor-faktor terbentuk stigma pada ODHA?
1.2.3 Bagaimanakah manifestasi stigma?
1.2.4 Apa sajakah tipe-tipe stigma pada ODHA?
1.2.5 Bagaimanakah cara menghentikan stigma pada ODHA?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian stigma pada ODHA
1.3.2 Untuk mengetahui factor-faktor terbentuk stigma pada ODHA
1.3.3 Untuk mengetahui manifestasi stigma
1.3.4 Untuk mengetahui tipe-tipe stigma pada ODHA
1.3.5 Untuk mengetahui cara menghentikan stigma pada ODHA
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Stigma Pada ODHA


Menurut Lacko, Gronholm, Hankir, Pingani, dan Corrigan dalam Fiorillo, Volpe,
dan Bhugra (2016) stigma berhubungan dengan kehidupan sosial yang biasanya
ditujukan kepada orang-orang yang dipandang berbeda, diantaranya seperti menjadi
korban kejahatan, kemiskinan, serta orang yang berpenyakitan salah satunya orang HIV.
Orang yang mendapat stigma dilabelkan atau ditandai sebagai orang yang bersalah.
Stigma pada ODHA adalah sebuah penilaian negatif yang diberikan oleh masyarakat
karena dianggap bahwa penyakit HIV-AIDS yang diderita sebagai akibat perilaku yang
merugikan diri sendiri dan berbeda dengan penyakit akibat virus lain. Ditambah lagi
kondisi ini diperparah karena hampir sebagian besar kasus penularan HIV pada ODHA
disebabkan karena aktivitas seksual yang berganti-ganti pasangan.
Wan Yanhai (2009) menyatakan bahwa orang-orang dengan infeksi HIV (HIV
positif) menerima perlakuan yang tidak adil (diskriminasi) dan stigma karena penyakit
yang dideritanya. Stigma pada ODHA melekat kuat karena masyarakat masih memegang
teguh nilai-nilai moral, agama dan budaya atau adat istiadat bangsa timur (Indonesia) di
mana masyarakatnya belum/ tidak membenarkan adanya hubungan di luar nikah dan seks
dengan berganti-ganti pasangan, sehingga jika virus ini menginfeksi seseorang maka
dianggap sebagai sebuah balasan akbibat perilakunya yang merugikan diri sendiri. Hal ini
terjadi karena masyarakat menganggap ODHA sebagai sosok yang menakutkan. Maka
dari itu mencibir, menjauhi serta menyingkirkan ODHA adalah sebuah hal biasa karena
menjadi sumber penularan bagi anggota kelompok masyarakat lainnya. Justifikasi seperti
inilah yang keliru atau salah karena bisa saja masyarakat tidak mengerti bahwa
penuluaran virus HIV itu tidak hanya melalui hubungan seksual akibat " membeli sex"
tetapi ada banyak korban ODHA yang tertular akibat penyebab lain seperti jarum suntik,
transfusi darah ataupun pada bayi-bayi yang tidak berdosa karena ibunya adalah ODHA.

2. Faktor-Faktor Terbentuk Stigma Pada ODHA


Faktor-faktor terbentuknya stigma pada ODHA sebagai berikut:
1. Pengetahuan.
Stigma terbentuk karena ketidaktahuan, kurangnya pengetahuan tentang
HIV/AIDS, dan kesalahpahaman tentang penularan HIV/AIDS (Liamputtong, 2013).
Hal-hal tersebut dikarenakan rendahnya tingkat pengetahuan seseorang. Pengetahuan
adalah hasil tahu dari informasi yang ditangkap oleh panca indera. Pengetahuan
dipengaruhi oleh faktor pendidikan, pekerjaan, umur, lingkungan, sosial dan budaya
(Wawan dan Dewi, 2011). Hal ini sesuai dengan penelitian Walusimbi dan Okonsky
dalam Erkki dan Hedlund (2013) yang menyatakan bahwa perawat yang memiliki
pengetahuan tinggi akan memiliki rasa ketakutan penularan HIV/AIDS yang rendah dan
sikap positif yang lebih baik dibandingkan perawat yang berpengetahuan rendah.
2. Persepsi.
Persepsi terhadap seseorang yang berbeda dari orang lain dapat mempengaruhi
perilaku dan sikap terhadap orang tersebut. Cock dan kawan-kawan menyatakan bahwa
stigma bisa berhubungan dengan persepsi seperti rasa malu dan menyalahkan orang
yang memiliki penyakit seperti HIV/AIDS (Paryati et al, 2012).

3. Tingkat Pendidikan
Tingkat Pendidikan dapat mempengaruhi munculnya stigma. Jika tingkat
pendidikan tinggi maka tingkat pengetahuan juga akan tinggi. Hal ini sesuai dengan
penelitian Walusimbi dan Okonsky dalam Erkki dan Hedlund (2013) dimana
menyatakan bahwa perawat yang memiliki pengetahuan tinggi akan memiliki rasa
ketakutan penularan HIV/AIDS yang rendah dan sikap positif yang lebih baik.

4. Umur
Umur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi stigma seseorang.
Semakin bertambah umur seseorang maka semakin berubah sikap dan perilaku
seseorang sehingga pemikiran seseorang bisa berubah (Suganda dalam Paryati et al,
2012). WHO (2013) membagi umur seseorang terbagi atas 4, yaitu balita (di bawah 1
tahun), anak-anak (2-9 tahun), remaja (10-19 tahun), dan dewasa (lebih dari 19 tahun).
Elizabeth dalam Jahja (2011) menyebutkan masa dewasa terbagi menjadi 3, yaitu masa
dewasa awal (21-40 tahun), masa dewasa madya (40-60 tahun), dan masa dewasa lanjut
(60 tahun sampai meninggal). Masa dewasa awal adalah masa seseorang berusaha
menyesuaikan dirinya terhadap pola hidupnya yang baru. Seseorang dengan masa ini
memiliki emosi yang tidak stabil serta belajar menjaga sebuah komitmen dan tanggung
jawab. Masa dewasa madya adalah masa seseorang lebih mendekatkan dirinya terhadap
agama. Masa dewasa lanjut adalah masa seseorang secara fisik dan psikologi telah
menurun.
3. Manifestasi Stigma
Biasanya orang yang terkena stigma dihubungkan dengan seks bebas,
penggunaan narkoba, dan homoseksual. Hal ini menjadi bumerang bagi mereka dimana
dianggap masyarakat sebagai orang yang berperilaku buruk. Wanita pun juga menjadi
korban terkena stigma karena berhubungan seksual dengan lawan jenis yang diduga
memiliki HIV/AIDS. Maka dari itu, stigma bisa muncul dari kata-kata kasar, gosip, dan
menjauhi atau mendiskriminasi ODHA (Liamputtong, 2013).

4. Tipe-Tipe Stigma Pada ODHA


Van Brakel dalam Fiorillo, Volpe, dan Bhugra (2016) mengungkapkan ada 6 tipe
stigma sebagai berikut :
1. Public stigma, dimana sebuah reaksi masyarakat umum yang memiliki keluarga atau
teman yang sakit fisik ataupun mental. Salah satu contoh kata-katanya adalah “saya
tidak mau tinggal bersama dengan orang HIV/AIDS”.
2. Structural stigma, dimana sebuah institusi, hukum, atau perusahaan yang menolak
orang berpenyakitan. Misalnya, perusahaan X menolak memiliki pekerja HIV/AIDS.
3. Self-stigma, dimana menurunnya harga dan kepercayaan diri seseorang yang
memiliki penyakit. Contohnya seperti pasien HIV/AIDS yang merasa bahwa dirinya
sudah tidak berharga di dunia karena orang-orang disekitarnya menjauhi dirinya.

4. Felt or perceived stigma, dimana orang dapat merasakan bahwa ada stigma terhadap
dirinya dan takut berada di lingkungan komunitas. Misalnya seorang wanita tidak
ingin mencari pekerjaan dikarenakan takut status HIV/AIDS dirinya diketahui dan
dijauhi oleh rekan kerjanya.
5. Experienced stigma, dimana seseorang pernah mengalami diskriminasi dari orang
lain. Contohnya seperti pasien HIV/AIDS diperlakukan tidak ramah dibandingkan
dengan pasien yang tidak HIV/AIDS diperlakukan ramah oleh tenaga kesehatan.
6. Label avoidance, dimana seseorang tidak berpartisipasi dalam pelayanan kesehatan
untuk menghindari status dirinya sebagai orang yang memiliki penyakit. Salah satu
contoh adalah pasien menyembunyikan obatnya.

5. Cara Menghentikan Stigma Pada ODHA


Corrigan dalam Fiorillo, Volpe, dan Bhugra (2016) menyebutkan bahwa ada 3
strategi yang dapat dilakukan untuk menghentikan stigma di masyarakat, yaitu protes,
pendidikan, dan kontak. Protes untuk menghilangkan pernyataan negatif masyarakat,
media, dan iklan. Pendidikan dapat memberikan informasi yang lengkap dan jelas
mengenai penyakit sehingga orang yang berpengetahuan lebih bisa bijak dalam
berhubungan dengan orang yang memiliki penyakit dan tidak akan mendiskriminasinya.
Kontak, maksudnya adalah orang yang memiliki penyakit dapat berkumpul dengan
orang yang memiliki penyakit yang sama sehingga dapat meningkatkan harga dirinya
dan semakin percaya diri. Adanya perkumpulan khusus juga dapat mengurangi
kecemasan seseorang dan bisa saling mengungkapkan perasaannya selama didiagnosa
penyakit.
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Stigma pada ODHA adalah sebuah penilaian negatif yang diberikan oleh masyarakat
karena dianggap bahwa penyakit HIV-AIDS yang diderita sebagai akibat perilaku yang
merugikan diri sendiri dan berbeda dengan penyakit akibat virus lain. Ditambah lagi kondisi
ini diperparah karena hampir sebagian besar kasus penularan HIV pada ODHA disebabkan
karena aktivitas seksual yang berganti-ganti pasangan. Faktor-faktor terbentuknya stigma
pada ODHA yaitu pengetahuan, persepsi, tingkat Pendidikan dan umur.
Biasanya orang yang terkena stigma dihubungkan dengan seks bebas, penggunaan
narkoba, dan homoseksual. Hal ini menjadi bumerang bagi mereka dimana dianggap
masyarakat sebagai orang yang berperilaku buruk. Wanita pun juga menjadi korban terkena
stigma karena berhubungan seksual dengan lawan jenis yang diduga memiliki HIV/AIDS.
Maka dari itu, stigma bisa muncul dari kata-kata kasar, gosip, dan menjauhi atau
mendiskriminasi ODHA.
Van Brakel dalam Fiorillo, Volpe, dan Bhugra (2016) mengungkapkan ada 6 tipe stigma
yaitu public stigma, structural stigma, self-stigma, felt or perceived stigma,experienced
stigma dan label avoidance.
Corrigan dalam Fiorillo, Volpe, dan Bhugra (2016) menyebutkan bahwa ada 3 strategi
yang dapat dilakukan untuk menghentikan stigma di masyarakat, yaitu protes, pendidikan,
dan kontak.

3.2 Saran
Dengan pembuatan makalah ini diharapkan mahasiswa dan pembaca mampu mengerti
dan memehami mengenai stigma pada ODHA sehingga dapat meneken penolakan
masyarakat dan lingkungan akan kehadiran orang yang terinfeksi HIV/AIDS yang dapat
menyebabkan sebagian ODHA harus hidup dengan menyembunyikan status. Sehingga
ODHA bisa berinteraksi dan diterima oleh masyarakat
DAFTAR PUSTAKA

Ardani, I., & Handani, S. (2017). Stigma terhadap Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) sebagai
Hambatan Pencarian Pengobatan: Studi Kasus pada Pecandu Narkoba Suntik di Jakarta
Tahun 2017. Buletin Penelitian Kesehatan Vol. 45 No. 2, 81-88.

Ariadne, E., & Dewi, S. (2017). Promosi Kesehatan HIV-AIDS dan Stigma terhadap Pengguna
Narkobak Suntik (Penasun) di Kabupaten Sumedang. Sosiohumaniora, 129-140.

ASHM. (2012). Stigma and Discrimination around HIV and HCV in Helathcare Settings:
Research Report. Retrieved 2018, from ASHM:
http://www.ashm.org.au/Publications/Stigma_and_Discrimination.pdf.

Damalita, A. F. (2014). Analisis Karakteristik dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Stigma


Pengidap HIV (ODHIV) di Kota Yogyakarta

Maman S, Abler L, Parker L, Lane T, Chirowodza A, Ntogwisangu J, etal. A comparison of


HIV stigma and discrimination in five internation-al sites: The influence of care and
treatment resources in high prevalencesettings. Journal of Social Science & Medicine.
2009; 68 (12): 2271-8.

Stutterheim SE et al. HIV-Related Stigma and Psychological Distress: The Harmful Effects of
Specific Stigma Manifestations In Various Social Settings. AIDS, 2009; 23:17.

Sohn A, Park S. HIV/AIDS knowledge, stigmatizing attitudes, and re-lated behaviors and factors
that affect stigmatizing attitudes against HIV/AIDS among Korean adolescents. Osong
Public Health andResearch Perspectives. 2012; 3 (1): 24-30

Anda mungkin juga menyukai