Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN RISIKO PERILAKU KEKERASAN

OLEH :

IDA AYU PUTU APSARI DEWI


NIM. P07120320072

PROFESI NERS

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK


INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN
KEPERAWATAN 2021
LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN
RISIKO PERILAKU KEKERASAN

A. Konsep Dasar Penyakit / Perilaku yang Muncul pada Pasien


1. Definisi Risiko Perilaku Kekerasan
Menurut Muhith (2015), kekerasan (violence) merupakan suatu bentuk
perilaku agresi (aggressive behavior) yang menyebabkan atau dimaksudkan
untuk menyebabkan penderitaan atau menyakiti orang lain, termasuk terhadap
hewan atau benda-benda. Ada perbedaan antara agresi sebagai suatu bentuk
pikiran maupun perasaan dengan agresi sebagai bentuk perilaku. Agresi
adalah suatu respon terhadap kemarahan, kekecewaan, perasaan dendam atau
ancaman yang memancing amarah yang dapat membangkitkan suatu perilaku
kekerasan sebagai suatu cara untuk melawan atau menghukum yang berupa
tindakan menyerang, merusak hingga membunuh. Agresi tidak selalu
diekspresikan berupa tindak kekerasan menyerang orang lain (assault),
agresivitas terhadap diri sendiri (self aggression) serta penyalahgunaan
narkoba (drugs abuse) untuk melupakan persoalan hingga tindakan bunuh diri
juga merupakan suatu bentuk perilaku agresi. Perilaku kekerasan atau perilaku
agresi merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan definisi ini, maka
perilaku kekerasan dapat dibagi dua menjadi perilaku kekerasan secara verbal
dan fisik. Sedangkan marah tidak harus memiliki tujuan khusus. Marah lebih
menunjuk kepada suatu perangkat perasaan tertentu yang biasanya disebut
dengan perasaan marah (Stuart dan Sundeen, 1995).
Perilaku kekerasan merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang, baik secara fisik maupun psikologis Marah merupakan
perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap kecemasan / kebutuhan
yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman.(Keliat, 2010). Menurut
Wati, 2010 Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada dirinya
sendiri maupun orang lain, disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tidak
terkontrol.
Dari beberapa pengertian diatas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa
perilaku kekerasan merupakan ungkapan perasaan marah yang mengakibatkan
hilangnya kontrol diri yang mengakibatkan individu bisa berperilaku
menyerang atau melakukan suatu tindakan yang dapat membahayakan diri
sendiri, orang lain dan lingkungan.

2. Penyebab/ Faktor Predisposisi/ Presipitasi


a. Faktor Predisposisi
1) Teori biologi
Berdasarkan hasil penelitian pada hewan, adanya pemberian
stimulus elektris ringan pada hipotalamus ternyata menimbulkan prilaku
agresif, dimana jika terjadi kerusakan fungsi limbic (untuk emosi dan
perilaku) lobus frontal (untuk pemikiran rasional), lobius temporal (untuk
interprestasi indra penciuman dan memori) akan menimbulakn mata
terbuka lebar, pupil berdilatasi, dan hendak menyerang objek yang ada
disekitarnya.
- Neurologic faktor, beragam komponen dari sistem saraf seperti synap,
neurotransmitter, dendrit, axon terminalis mempunyai peran
memfasilitasi atau menghambat rangsangan dan pesan-pesan yamg
akan mempengaruhi sifat agresif. Sistem limbik sangat terlibat dalam
menstimulasi timbulnya perilaku bermusuhan dan respons agresif.
- Genetic faktor, adanya faktor gen yang diturunkan melalui orang tua,
menjadi potensi perilaku agresif. Menurut riset Kazuo Murakami
(2007) dalam gen manusia terdapat dormant (potensi) agresif yang
sedang tidur dan akan bangun jika terstimulasi oleh faktor eksternal.
Menurut penelitian genetik tipe karkotype XYY, pada umumnya
dimiliki oleh penghuni pelaku tindak kriminal serta orang-orang yang
tersangkut hukum akibat perilaku agresif.
- Cyrcardian Rhytm (irama sirkardian tubuh), memegang peranan pada
individu. Menurut penelitian pada jam-jam tertentu manusia
menghalangi peningkatan cortisol terutama pada jam-jam sibuk
seperti menjelang masuk kerja dan menjelang berakhirnya pekerjaan
sekitar
jam 9 dan jam 13. Pada jam tertentu orang lebih mudah terstimulasi
untul bersikap agresif.
- Biochemistry faktor (Faktor biokimia tubuh) seperti neurotransmiter
di otak (epinephrin, norepinephrin, dopamin, asetikolin, dan
serotonin) sangat berperan dalam penyampaian informasi melalui
sistem persyarafan dalam tubuh, adanya stimulus dari luar tubuh yang
di anggap mengancam atau membahayakan akan dihantar melalui
implus neurotransmitter ke otak dan meresponnya melalui serabut
efferent. Peningkatan hormon androgen dan norephinephrin serta
penurunan serotonin dan GABA pada cairan cerebospinal vertebra
dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya perilaku agresif.
- Brain Area dirsorder, gangguan pada sistem imbik dan lobus
temporal, sindrom otak organik, tumor otak, trauma otak, penyakit
ensepalitis, epilesi ditemukan sangat berpengaruh terhadap perilaku
agresif dan tindak kekerasan.
2) Faktor Psikologis
- Teori Psikoanalisa
Agresif dan kekerasan dapat dipengaruhi oleh riwayat tumbuh
kembang seseorang (life span hystori). Teori ini menjelaskan
bahwa adanya ketidakpusan fase oral antara usia 0-2 tahun dimana
anak tidak mendapatkan kasih sayang dan pemenuhan kebutuhan
air susu yang cukup cendurung mengembangkan sikap agresif dan
bermusuhan setelah dewasa sebagai kompesasi adanya
ketidakpercayaan pada lingkungannya. Tidak terpenuhinya
kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak
berkembangnya ego dan membuat konsep diri yang
rendah.Perilaku agresif dan tindak kekerasan merupakan
pengungkapan secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaanya
dan rendahnya harga diri pelaku tindak kekerasan.
- Imitation, modeling, and information processing theory
Menurut teori ini perilaku kekerasan bisa berkembang dalam
lingkungan yang menolelir kekerasan.Adanya contoh, model dan
perilaku yang ditiru dari madia atau lingkungan sekitar
memungkinkan individu meniru perilaku tersebut. Dalam suatu
penelitian beberapa anak dikumpulkan untuk menonton tayangan
pamukulan pada boneka dengan raward positif (makin keras
pukulanya akan diberi coklat), anak lain menonton tayangan cara
mengasihii dan mencium boneka tersebut dengan reward positif
pula (makin baik belainya mendapat hadiah coklat). Setelah anak-
anak keluar dan diberi boneka ternyata masing-masing anak
berperilaku sesuai dengan tontonan yang pernah dialaminya.
- Learning Theory
Perilaku kekerasan merupakan hasil belajar individu terhadap
lingkungan terdekatnya.Ia mengamati bagaimana respon ayah saat
menerima kekecewaan dan mengamati bagaimana respons ibu
saat marah. Ia juga belajar bahwa dengan agresifitas lingkungan
sekitar menjadi peduli, bertanya, menanggapi, dan menganggap
bahwa dirinya eksis dan patut untuk diperhitungkan. (Yosep,
2011)

3) Faktor sosial budaya


Dalam budaya tertentu seperti rebutan berkah, rebutan uang
receh, sesaji atau kotoran kerbau di keraton, serta ritual-ritual yang
cenderung mengarah pada kemusyrikan secara tidak langsung turut
memupuk sikap agresif dan ingin menang sendiri.Kontrol
masyarakat yang rendah dan kecenderungan menerima merupakan
faktor predisposisi terjadinya perilaku kekerasan. Hal ini dipicu
dengan maraknya demontrasi,film-film kekerasan, mistik tahayul
dan perdukunan (santet, teluh) dalam tayangan televisi (Yosep,
2011). Seseorang akan berespon terhadap peningkatan
emosionalnya secara agresif sesuai dengan respons yang dipelajari.
Sesuai dengan teori menurut bandura bahwa agresi tidak berbeda
dengan respon-respon yang lain. Factor ini dapat dipelajari melalui
observasi atau imitasi, dan potdapat mempengaruhi perilaku
kekerasan. Adanya norma dapat membantu mendefinisikan
ekspresi
marah yang dapat diterima dan yang tidak dapat diterima.(Wati,
2010).
4) Aspek Religiusitas
Dalam tinjauan religiusitas, kemarahan dan agresifitas
merupakan dorongan dan bisikan syetan yang menyukai kerusakan
agar menusia menyesal (devil support). Semua bentuk kekerasan
adalah bisikan syetan yang dituruti masunia sebagai bentuk
kompensasi bahwa kebutuhan dirinya terancam dan segera
dipenuhi tetapi tanpa melibatkan akal (ego) dan norma agama
(super ego) (Yosep, 2011).
b. Faktor presipitasi
Menurut Yosep (2011) Faktor-faktor yang dapat mencetuskan
perilaku kekerasan sering kali berkaitan dengan :
1) Ekspresi diri, ingin menunjukan eksistensi diri atau simbol solidaritas
seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah,
perkelahian masal dan sebagainya.
2) Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial
ekonomi.
3) Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuati dalam keluarga serta
tidak membisakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung
melakukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
4) Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan
ketidakmampuan menempatkan dirinya sebagai seorang yang dewasa.
5) Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat
menghadapi rasa frustasi.
6) Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan
keluarga.
Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa reancam,
baik berupa imjury secara fisik, psikis, atau ancaman konsep diri.
Beberapa factor pencetus injury perilaku kekerassan adalah sebagai
berikut (Wati, 2010) :
1) Klien : kelemahan fisik, keputasasaan, ketidak berdayaan,
kehidupan yang penuh dengan agresif, dan masa lalu yang tidak
menyenangkan.
2) Interaksi : penghinaan, kekerasan, kehilangan orang yang berarti,
konflik, mersa terancam baik internal dari permasalan diri klien
sendiri maupun eksternal dari lingkungan.
3) Lingkungan : panas, padat, dan bising.

3. Rentang Respon
Kemarahan yang ditekan atau pura-pura tidak marah akan mempersulit
diri- sendiri dan mengganggu hubungan interpersonal. Pengungkapan
kemarahan dengan langsung dan konstruktif pada waktu terjadi akan
melegakan individu dan membantu orang lain untuk mengerti perasaan yang
sebenarnya. Oleh karenanya, perawat harus pula mengetahui tentang respon
kemarahan seseorang dan fungsi positif marah. Marah merupakan perasaan
jengkel yang timbul sebagai respon terhadap kecemasan/kebutuhan yang tidak
terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman (Stuart dan Sundeen, 1995).
Secara umum,rentang respon adapatif dan maladaptif merupakan bagian
dari rentang respon sosial,dimana pembagian adalalah sebagai berikut :
a. Respon adaptif merupakan respon yang masih dapat diterima oleh norma-
norma sosial dan kebudayaan secara umum yang berlaku di masyarakat
dan individu dalam menyelesaikan masalahnya, dengan kata lain respon
adaptif adalah respon atau masalah yang masih dapat di toleransi atau
masih dapat di selesaikan oleh kita sendiri dalam batas yang normal.
b. Respon maladaptif merupakan respon yang diberikan individu dalam
menyelesaikan masalahnya menyimpang dari norma - norma dan
kebudayaan suatu tempat atau dengan kata lain di luar batas individu
tersebut. :
Adaptasi Maldaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Amuk


Menurut Stuart& Sundeen (1995) rentang respon marah yaitu :
1) Asertif adalah kemarahan atau rasa tidak setuju yang dinyatakan atau
diungkapkan tanpa menyakiti orang lain akan memberi kelegaan pada
individu dan tidak menimbulkan masalah.
2) Frustasi adalah respon yang terjadi akibat gagal mencapai tujuan
karena tidak reakstis atau hambatan dalam proses percakapan tujuan.
3) Pasif adalah individu tidak mampu mengungkapkan perasaannya,
pasien tampak pemalu, pendiam sulit diajak bicara karena rendah diri
dan merasa kurang mampu.
4) Agresif adalah perilaku yang menyertai marah dan merupakan
dorongan untuk bertindak dalam bentuk destruktif dan masih
terkontrol. Perilaku yang tampak dapat berupa : muka kusam , bicara
kasar, menuntut, kasar disertai kekerasan.
5) Amuk adalah perasaan marah dan bermusuhan kuat disertai kehilangan
kontrol diri, individu dapat merusak diri sendiri, orang lain dan
lingkungan

4. Tanda dan Gejala


Stuart & Sundeen (1995) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku
kekerasan adalah sebagai berikut:
a. Fisik
1) Muka merah dan tegang
2) Mata melotot/ pandangan tajam
3) Tangan mengepal
4) Rahang mengatup
5) Postur tubuh kaku
6) Jalan mondar-mandir
b. Verbal
1) Bicara kasar
2) Suara tinggi, membentak atau berteriak
3) Mengancam secara verbal atau fisik
4) Mengumpat dengan kata-kata kotor
5) Suara keras
c. Perilaku
1) Melempar atau memukul benda/orang lain
2) Menyerang orang lain
3) Melukai diri sendiri/orang lain
4) Merusak lingkungan
5) Amuk/agresif
d. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan
jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi,
menyalahkan dan menuntut.
e. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
f. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang
lain, menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.
g. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
h. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual

5. Penatalaksanaan
a. Terapi Medis
Psikofarmaka adalah terapi menggunakan obat dengan tujuan untuk
mengurangi atau menghilangkan gejala gangguan jiwa. Jenis obat
psikofarmaka adalah :
1) Clorpromazine (CPZ, Largactile)
Indikasi untuk mensupresi gejala-gejala psikosa :agitasi, ansietas,
ketegangan, kebingungan, insomnia, halusinasi, waham, dan gejala-
gejala lain yang biasanya terdapat pada penderita skizofrenia, mania
depresif, gangguan personalitas, psikosa involution, psikosa masa
kecil.
2) Haloperidol (Haldol, Serenace)
Indikasinya yaitu manifestasi dari gangguan psikotik, sindroma gilles
de la toureette pada anak-anak dan dewasa maupun pada gangguan
perilaku berat pada anak-anak. Dosis oral untuk dewasa 1-6 mg sehari
yang terbagi 6-15 mg untuk keadaan berat. Kontraindikasinya depresi
sistem saraf pusat atau keadaan koma, penyakit parkinson,
hipersensitif terhadap haloperidol. Efek samping nya sering
mengantuk, kaku, tremor lesu, letih, gelisah.
3) Trihexiphenidyl (TXP, Artane, Tremin)
Indikasi untuk penatalaksanan manifestasi psikosa khususnya gejala
skizofrenia.
4) ECT (Electro Convulsive Therapy)
ECT adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang granmall secara
artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui elektrode yang
dipasang satu atau dua temples.Therapi kejang listrik diberikan pada
skizofrenia yang tidak mempan denga terapi neuroleptika oral atau
injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik.

b. Tindakan Keperawatan
Penatalaksanaan pada pasien dengan perilaku kekerasanmeliputi
(VIdebeck,2008) :
1) Terapi Modalitas
a) Terapi lingkungan
Begitu pentingnya bagi perawat untuk mempertimbangkan
lingkungan bagi semua pasien ketika mencoba mengurangi atau
menghilangkan agresif.Aktivitas atau kelompok yang direncanakan
seperti permainan kartu, menonton dan mendiskusikan sebuah
film,
atau diskusi informal memberikan pasien kesempatan untuk
membicarakan peristiwa atau isu ketika pasien tenang. Aktivitas
juga melibatkan pasien dalam proses terapeutik dan meminimalkan
kebosanan.
Penjadwalan interaksi satu-satu dengan pasien
menunjukkan perhatian perawat yang tulus terhadap pasien dan
kesiapan untuk mendengarkan masalah pikiran serta perasaan
pasien. Mengetahui apa yang diharapkan dapat meningkatkan rasa
aman pasien (Videbeck, 2008).
b) Terapi Kelompok
Pada terapi kelompok, pasien berpartisipasi dalam sesi
bersama dalam kelompok individu. Para anggota kelompok
bertujuan sama dan diharapkan memberi kontribusi kepada
kelompok untuk membantu yang lain dan juga mendapat bantuan
dari yang lain. Peraturan kelompok ditetapkan dan harus dipatuhi
oleh semua anggota kelompok. Dengan menjadi anggota
kelompok, pasien dapat mempelajari cara baru memandang
masalah atau cara koping atau menyelesaikan masalah dan juga
membantunya mempelajari keterampilan interpersonal yang
penting (Videbeck, 2008).
c) Terapi Keluarga
Terapi keluarga adalah bentuk terapi kelompok yang
mengikutsertakan pasien dan anggota keluarganya. Tujuannya
ialah memahami bagaimana dinamika keluarga memengaruhi
psikopatologi pasien, memobilisasi kekuatan dan sumber
fungsional keluarga, merestrukturisasi gaya perilaku keluarga yang
maladaptive, dan menguatkan perilaku penyelesaian masalah
keluarga (Steinglass dalam Videbeck, 2008).
d) Terapi Individual
Psikoterapi individu adalah metode yang menimbulkan
perubahan pada individu dengan cara mengkaji perasaan, sikap,
cara pikir, dan perilakunya. Terapi ini memiliki hubungan
personal
antara ahli terapi danpasien .Tujuan dari terapi individu yaitu
memahami diri dan perilaku mereka sendiri, membuat hubungan
personal, memperbaiki hubungan interpersonal, atau berusaha
lepas dari sakit hati atau ketidakbahagiaan.
Hubungan antara pasien dan ahli terapi terbina melalui
tahap yang sama dengan tahap hubungan perawat-pasien yaitu
introduksi, kerja, dan terminasi. Upaya pengendalian biaya yang
ditetapkan oleh organisasi pemeliharaan kesehatan dan lembaga
asuransi lain mendorong upaya mempercepat pasien ke fase kerja
sehingga memperoleh manfaat maksimal yang mungkin dari terapi
(Videbeck, 2008).
B. Konsep Dasar Aasuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa berupa factor
presipitasi, penilaian stressor , suberkoping yang dimiliki klien. Setiap
melakukan pengajian ,tulis tempat klien dirawat dan tanggal dirawat isi
pengkajian meliputi :
a. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
pekerjaan, pendidikan, tangggal MRS, informan, tangggal pengkajian, No
Rumah klien dan alamat klien.
b. Keluhan utama
Keluhan biasanya berupa menyediri (menghindar dari orang lain)
komunikasi kurang atau tidak ada, berdiam diri dikamar, menolak
interaksi dengan orang lain, tidak melakukan kegiatan sehari – hari,
dependen.
c. Faktor predisposisi
Kehilangan, perpisahan, penolakan orang tua, harapan orang tua yang
tidak realistis, kegagalan / frustasi berulang, tekanan dari kelompok
sebaya; perubahan struktur sosial. Terjadi trauma yang tiba tiba misalnya
harus dioperasi, kecelakaan dicerai suami, putus sekolah, PHK, perasaan
malu karena sesuatu yang terjadi (korban perkosaan, tituduh kkn, dipenjara
tiba – tiba) perlakuan orang lain yang tidak menghargai klien/ perasaan
negatif terhadap diri sendiri yang berlangsung lama.
d. Pemeriksaan Fisik
1) Rambut: Keadaan kesuburan rambut, keadaan rambut yang mudah
rontok, keadaan rambut yang kusam, keadaan tekstur.
2) Kepala: Adanya botak atau alopesia, ketombe, berkutu, kebersihan.
3) Mata: Periksa kebersihan mata, mata gatal atau mata merah.
4) Hidung: Lihat kebersihan hidung, membran mukosa.
5) Mulut: Lihat keadaan mukosa mulut, kelembabannya, kebersihan.
6) Gigi: Lihat adakah karang gigi, adakah karies, kelengkapan gigi.
7) Telinga: Lihat adakah kotoran, adakah lesi, adakah infeksi.
8) Kulit: Lihat kebersihan, adakah lesi, warna kulit, teksturnya,
pertumbuhan bulu.
9) Genetalia: Lihat kebersihan, keadaan kulit, keadaan lubang uretra,
keadaan skrotum, testis pada pria, cairan yang dikeluarkan
e. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tada vital (TD, Nadi, suhu, Pernapasan, TB, BB)
dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.
f. Aspek Psikososial
1) Genogram yang menggambarkan tiga generasi
2) Konsep diri
a) Citra tubuh
Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah atau
tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi atau yang akan
terjadi. Menolak penjelasan perubahan tubuh, persepsi negatif
tentang tubuh. Preokupasi dengan bagian tubuh yang hilang,
mengungkapkan keputusasaan, mengungkapkan ketakutan.
b) Identitas diri
Ketidak pastian memandang diri, sukar menetapkan keinginan dan
tidak mampu mengambil keputusan.
c) Peran
Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit,
proses menua, putus sekolah, PHK.
d) Ideal diri
Mengungkapkan keputusasaan karena penyakitnya :
mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi.
e) Harga diri
Perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap diri
sendiri, gangguan hubungan sosial, merendahkan martabat,
mencederai diri, dan kurang percaya diri.
3) Hubungan sosial
Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat, hambatan dalam
berhubungan dengan orang lain.
4) Spiritual
Nilai dan keyakinan, kegiatan beribadah.
g. Status mental
Kontak mata klien kurang /tidak dapat mepertahankan kontak
mata, kurang dapat memulai pembicaraan, klien suka menyendiri dan
kurang mampu berhubungan dengan orang lain, adanya perasaan
keputusasaan dan kurang berharga dalam hidup.
h. Kebutuhan persiapan pulang
1) Klien mampu menyiapkan dan membersihkan alat makan
2) Klien mampu BAB dan BAK, menggunakan dan membersihkan WC,
membersikan dan merapikan pakaian.
3) Pada observasi mandi dan cara berpakaian klien terlihat rapi
4) Klien dapat melakukan istirahat dan tidur , dapat beraktivitas didalam
dan diluar rumah
5) Klien dapat menjalankan program pengobatan dengan benar.
i. Mekanisme koping
Klien apabila mendapat masalah takut atau tidak mau menceritakan
nya pada orang orang lain (lebih sering menggunakan koping menarik
diri).
j. Masalah psikososial dan lingkungan
Data dapat melalui wawancara pada klien atau keluarganya. Pada
tiap masalah yang dimilki klien, beri uraian spesifik, singkat dan jelas.
k. Pengetahuan
Data dapat melalui wawancara pada klien atau keluarganya. Pada
tiap item yang dimiliki oleh klien simpulkan dalam masalah.
l. Aspek medik
Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi ECT,
Psikomotor, therapy okopasional, TAK , dan rehabilitas.
2. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul (Pohon Masalah)
a. Analisa Data
Data Fokus Masalah Keperawatan

Data Subjetif : Risiko Perilaku Kekerasan


- Pasien mengatakan pernah
melakukan tindak kekerasan
- Pasien mengatakan sering
merasa marah
- Suara keras dan bicara ketus
- Nada suara tinggi

Data Objektif

- Pasien tampak tegang saat


bercerita
- Pembicaraan pasien kasar jika
menceritakan marahnya
- Mata melotot, Pandangan tajam
- Nada suara tinggi
- Tangan mengepal
- Berteriak
- Mudah tersinggung
Data Subjektif Ketidakmampuan Koping Keluarga
- Pasien mengatakan merasa
diabaikan
Data Objektif

- Mengabaikan anggota keluarga


- Tidak memenuhi
kebutuhan anggota
keluarga
- Perilaku menyerang
- Perilaku menghasut
- Perilaku menolak
- Perilaku bermusuhan
Data Subjektif Resiko mencederai diri sendiri, orang
- Pasien mengatakan memiliki lain, dan lingkungan
riwayat dianiaya oleh ayahnya
dan menganiaya istrinya.
- Pasien mengatakan jalan untuk
mengatasi masalah adalah
dengan cara kekerasan.
Data Objektif

- Hubungan pasien dengan


keluarga tampak sangat tidak
harmonis

b. Pohon Masalah
Risiko Mencederai diri Effect
Sendiri, Orang lain dan Lingkungan

Risiko Perilaku Kekerasan


CCore Core Problem
problem

Ketidakmampuan koping keluarga cause


c. Daftar Masalah
Menurut Keliat (2014) daftar masalah yang mungkin muncul pada perilaku
kekerasan yaitu :
1) Risiko Perilaku Kekerasan
2) Ketidakmampuan koping keluarga
3) Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.

d. Diagnosa Keperawatan
Risiko Perilaku Kekerasan
3. Rencana Asuhan Keperawatan

Tgl/ Diagnosa Rencana Tindakan Keperawatan Rasional


Waktu Kep. Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
Risiko TUM : Setelah diberikan 1. Agar pasien mampu
Perilaku Pasien dapat mengontrol tindakan keperawatan 1 1. Bina Hubungan Saling menceritakan semua
Kekerasan perilakunya dan dapat x 20 menit diharapkan Percaya masalah yang dialami
mengungkapkan pasien dapat 2. Identifikasi penyebab pasien yang mendorong
kemarahannya secara mengidentifikasi tanda dan gejala serta pasien melakukan
asertif. TUK 1 : penyebab dan tanda akibat perilaku perilaku kekerasan.
Pasien dapat membina perilaku kekerasan kekerasan yang 2. Mengetahui
hubungan saling dengan kriteria hasil : dirasakan pasien. penyebabtanda dan
percaya.. 1. Pasien 3. Latih cara mengalihkan gejala serta akibat
menyebutkan diri saat mendengar perilaku kekerasan yang
suara aneh dilakukan pasien.
a. Penyebab 4. Latih cara melakukan 3. Melatih pasien
perilaku teknik nafas dalam. mengatur rasa marahnya
kekerasa 5. Masukkan dalam dengan teknik nafas
n jadwal harian pasien dalam
b. Tanda dan gejala 4. Untuk membiasakan
perilaku pasien untuk mengatur
kekerasan, rasa marah dengan
c. Akibat dari teknik nafas dalam
perilaku
kekerasan
2. Pasien dapat
memperagakan
cara mengontrol
perilaku kekerasan
dengan cara
melakukan teknik
nafas dalam.
TUK 2 : Setelah diberikan SIKI : Pencegahan Perilaku 7. Untuk mengetahui
tindakan keperawatan 1 Kekerasan perkembangan pasien
Pasien dapat x 20 menit diharapkan 1. Monitor adanya benda dalam mengontrol rasa
mengindentifikasi pasien dapat yang berpotensi marah
penyebab dan tanda- menyebutkan jenis- membahayakan 8. Untuk menyalurkan rasa
tanda perilaku jenis perilaku 2. Pertahankan marah pasien secara
kekerasan. kekerasan yang pernah lingkungan bebas dari fisik
dilakukan degan bahaya secara rutin 9. Mengatur waktu pasien
kriteria hasil : SLKI : 3. Libatkan keluarga dalam mengulang cara
Status Orientasi dalam perawatan untuk mengontrol rasa
1. Khawati 4. Anjurkan pengunjung marahnya.
r dan keluarga
menurun mendukung
2. Curiga menurun keselamatan pasien
3. Sikap 5. Latih cara
bermusuhan mengungkapkan
menurun secara asertif
4. Tegang menurun 6. Latih mengurangi
5. Menarik diri kemarahan secara
menurun verbal dan non verbal
6. Proses
fikir membaik
TUK 3 : Setelah diberikan SIKI : Promosi Koping 1. Untuk mengetahui
Pasien mampu memilih cara tindakan keperawatan 1 1. Identifikasi kegiatan bagaimana kemampuan
yang kontruktif dalam x 15 menit diharapkan jangkka pendek dan pasien dalam
berespons terhadap pasien mampu jangka panjang sesuai mengontrolrasa
kemarahannya. menyebutkan akibat tujuan marahnya.
dari perilaku kekerasan 2. Identifikasi 2. Untuk membantu pasien
yang dilakukan degan pemahaman proses dalam mengontrol rasa
kriteria hasil : penyakit marah secara verbal
SLKI : Orientasi 3. Identifikasi dampak 3. Mengatur waktu pasien
Kognitif terhadap peran dan dalam mengulang cara
1. Identifikasi diri hubungan untuk mengontrol rasa
meningkat 4. Identifikasi metode marahnya.
2. Identifikasi orang penyelesaian masalah
terdekat meningkat 5. Gunakan pendekatan
3. Identifikasi tempat yang tenang dan
saat ini meyakinkan
4. Identifikasi hari 6. Diskusikan untuk
meningkat mengklarifikasi
kesalahpahaman dan
5. Identifikasi bulan mengevaluasi perilaku
meningkat sendiri
6. Identifikasi tahun 7. Diskusikan
meningkat konsekuensi tidak
7. Identifikas menggunakan rasa
i peristiwa bersalah dan rasa malu
meningkat 8. Hindari mengambil
keputusan saat pasien
berada dibawah
tekanan
9. Anjurkan menjalin
hubungan yang
memiliki kepentingan
dan tujuan sama
10. Ajarkan cara
memecahkan masalah
secara konstruktif
11. Latih penggunaan
teknik relaksasi.
TUK 4 : Setelah diberikan SIKI : Promosi Koping 1. Untuk mengetahui
Pasien mampu tindakan keperawatan 1 1. Motivasi terlibat perkembangan pasien
mendemonstrasikan perilaku x 15 menit diharapkan dalam kegiatan sosial dalam mengontrolrasa
yang terkontrol pasien mampu 2. Motivasi marah.
menyebutkan cara mengidentifikasi 2.Menganjurkan pasien
mengontrol perilaku system pendukung untuk berdoa dan tri sandya
kekerasan dengan yang tersedia untuk mengontrol rasa
kriteria hasil : 3. Kurangi rangsangan marah.
SLKI : Kontrol Diri lingkungan yang 3.Mengatur waktu pasien
1. Verbalisasi mengancam dalam mengulang cara
ancaman kepada 4. Anjurkan untuk mengontrol rasa
orang lain mengunngkapkan marahnya.
menurun perasaan dan
2. Verbalisasi persepsi
umpatan menurun 5. Latih penggunaan
3. Perilaku teknik relaksasi
menyerang 6. Latih keterampilan
menurun sosial, sesuai
4. Perilaku melukai kebutuhan
diri menurun
5. Perilaku
agresif/amuk
menurun
6. Suara keras
menurun
7. Bicara ketus
menurun
TUK 5 : Setelah diberikan SIKI : Dukungan Koping
Pasien memperoleh tindakan keperawatan 1 Keluarga
dukungan keluarga dalam x 15 menit diharapkan 1. Identifikasi respons
mengontrol perilaku dan pasien mampu emosional terhadap
menggunakan obat dengan menyebutkan cara kondisi saat ini
benar. mengontrol perilaku 2. Hargai dan dukung
kekerasan dengan mekanisme koping
kriteria hasil : adaptif yang
SLKI : Status Orientasi digunakan
1. Perilaku sesuai 3. Informasikan
realita membaik kemajuan pasien
secara berkala
2. Isi piker sesuai 4. Informasikan fasilitas
realita membaik perawatan kesehatan
3. Pembicaraan yang tersedia
mmbaik 5. Berikan kesempatan
4. Konsentrasi berkunjung bagi
membaik anggota keluarga
5. Kemampuan
mengambil
keputusan
membaik
6. Perawatan diri
membaik
DAFTAR PUSTAKA

Dermawan, D & Rusdi. 2013. Keperawatan Jiwa: Konsep dan Kerangka Kerja

Asuhan Keperawatan jiwa. Yogyakarta : Gosyen Publishing

Keliat, B. A. 2010. Model Praktek Keperawatan profesional Jiwa. Jakarta: EGC

Muhith, A.2015. Pendidikan Keperawatan Jiwa: Teori dan Aplikasi. Yogyakarta :

CV Andi Offset

SDKI.2016.Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta :DPP PPNI

SIKI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indoneisa. Jakarta. DPP PPNI

SLKI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indoneisa. Jakarta. DPP PPNI

Stuart and Sundeen.1995.Buku Keperawatan (Alih Bahasa) Achir Yani S.

Hamid.Edisi 3.Jakarta : EGC

Videbeck, Sheila L. 2008. Buku ajar keperawatan jiwa.Jakarta :EGC

Yosep, I. 2007. Keperawatan Jiwa Edisi Revisi. Bandung: PT Refika Aditama


LEMBAR PENGESAHAN

Denpasar, April 2020


Pembimbing Akademik /CI
Mahasiswa

Kadek Dwi Juniari, S.Kep., Ida Ayu Putu Gayatri


Ns. NIP. Prabha
198906292012122003 NIM.P07120320031

Pembimbing Praktik/CT

I Gusti Ayu Harini, SKM.,


M.Kes NIP.
196412311985032011

Anda mungkin juga menyukai