Anda di halaman 1dari 18

LATAR BELAKANG

Tuberkulosis atau TBC merupakan penyakit infeksi menular yang disebabkan


oleh kuman sejenis bakteri yang bernama Mycobacterium tuberculosa. Penyakit
ini dapat menyerang semua tingkat usia mulai dari anak, remaja, dewasa hingga
lansia. TBC lebih sering menyerang paru-paru daripada organ lain di dalam tubuh
manusia seperti tulang, kulit dan ginjal. Penyakit ini merupakan penyakit
pembunuh ketiga setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit pernapasan, serta
merupakan penyakit menular nomor satu yang menjadi penyebab kematian di
Indonesia (Purwanda dkk, 2012).
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksius terbanyak penyebab kematian di
dunia. Menurut WHO (2014) 9,6 juta jiwa terjangkit Tuberkulosis dan 1,5 juta
diantaranya meninggal akibat penyakit tersebut. Hampir 95% kasus kematian
akibat Tuberkulosis (TB) berada di negara berpendapatan menengah kebawah.
Tuberkulosis bukan hanya banyak ditemukan pada orang dewasa, namun juga
pada anak-anak. Menurut WHO (2014) sekitar 1 juta anak-anak terkena penyakit
TB dan 140.000 diantaranya meninggal.
Indonesia telah mencapai kemajuan yang bermakna dalam upaya pengendalian
TB. Menurut Riskesdas (2013) prevalensi penduduk Indonesia yang didiagnosi
TB Paru oleh tenaga kesehatan tahun 2013 adalah 0,4%. Lima provinsi dengan
TB paru tertinggi adalah Jawa Barat (0,7%), Papua (0,6%), DKI Jakarta (0,5%),
Banten (0,4%), dan Papua Barat (0,4%). Dari seluruh penduduk yang terdiagnosis
TB paru oleh tenaga kesehatan, hanya 44,4% diobati dengan obat program. Lima
provinsi terbanyak yang mengobati TB dengan obat program adalah DKI Jakarta

(68,9%), DI Yogyakarta (67,3%), Jawa Barat (56,2%), Sulawesi Barat (54,2%),


dan Jawa Tengah (50,4%).
Rumah sakit Husada adalah rumah sakit tipe B yg memberikan berbagai layanan
termasuk perawatan pasien dengan TB paru, jumlah pasien TB paru di RS Husada
pada periode Januari sampai Februari 2016 sebanyak 145 kasus.
Berdasarkan latar belakang diatas,yang memberikan gambaran bahwa penyakit
TBC merupakan penyakit infeksius tertinggi penyebab kematiandanbanyak
fenomena fenomena TB berulang karena tidak patuh terhadap pengobatan. Oleh
karena itu penulis tertarik untuk mengambil kasus pada Ny. K guna mendapatkan
gambaran langsung tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan TB paru.

KASUS
Ny. K berusia 47 tahun, tanggal lahir: 31 Januari 1969. Alamat klien: Jl. Kebon
Jeruk XVI No. 200 RT.006 RW.008 Jakarta Barat. Klien seorang istri dengan 2
orang anak.Klien beragama Islam. Klien datang ke IGD pada tanggal 25 April
2016 pada jam 10.30 dengan keluhan sesak nafas setiap melakukan aktivitas,
disertai batuk sejak seminggu yang lalu. Batuk disertai produksi sputum berwarna
putih kental namun sulit keluar. Klien mengatakan nyeri pada bagian dada pada
saat batuk.Klien mengakui adik perempuannya menderita TB Paru dan meninggal
2 tahun yang lalu.
Pengkajian di IGD di dapatkan Keadaan Umum: klien tampak sesak nafas,
Kesadaran: Compos Mentis, dengan GCS 15 (E4V5M6). Hasil observasi TTV:
TD: 120/70 mmHg, N: 88 x/mnt, S: 38.4oC, P: 28 x/mnt, dengan suara nafas
Ronchi. Klien terpasang O2 nasal kanul 4 lt/mnt.Klien terpasang IVFD RL 10
tts/menitDari hasil pengkajian pasien dinyatakan TB Paru. Untuk penanganan
lebih lanjut pasien dikonsulkan ke dokter spesialis paru dan dilanjutkan dirawat.
Pasien dipindahkan ke Ruang Melati pada jam 14.00.
Untuk mendapatkan gambaran tentang perjalanan kesehatan Ny. K dengan TB
Paru maka dilakukan pengkajian dengan 11 Pola Gordon pada tanggal 25 April
2016 pada jam 15.30.
1. Pola persepsi manajemen kesehatan
Kesehatan menurut klien dan keluargasangat penting, ini terlihat pada saat
Ny. Kdirumah merasa sesak nafas dan batuk-batuk, keluarga membawa Ny. K
ke Klinik Dokter, namun saat 3 hari pengobatan tidak mengalami perubahan,

keluarga membawa Ny. K berobat ke RS Husada. Beberapa bulan yang lalu


Ny.K minum obat paru namun pengobatannya belum tuntas, dan pada saat
adik perempuannya dirawat di RS karena TB Paru Ny. K yang menjaga dan
merawatnya sampai adiknya meninggal, selama 2 tahun.Ny K tidak
mengetahui adiknya menderita TB paru, yang diketahui hanya sakit paru
paru basah.Saat merawat adik pasien Ny K tidak menggunakan APD seperti
masker.
Masalah keperawatan :Kurang Pengetahuan tentang penyakit TB Paru.
2. Pola nutrisi dan metabolik
Sebelum sakit klien makan 3x sehari dalam satu hari dengan nasi sayur dan
lauk pauk dan klien menghabiskan satu porsi. Tidak ada gangguan menelan.
klien juga minum sehari 8-10 gelas perhari. Setelah sakit nafsu makan
menurun dengan disertai mual, klien makan 3x sehari dengan porsi makan.
BB sebelum sakit: 48 kg, BB setelah sakit: 42 kg (dalam waktu sebulan)
dengan TB: 155 cm. IMT: 17,48 (Status Gizi: Gizi Kurang dengan Kategori:
Kurus). Saat ini klien mendapatkan diit TKTP dengan 1900 kalori dan 80 gr
protein. Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 25 April 2016 adalah
Hb: 9,9 gr/dL, Ht: 29%, Leko: 6,5 ribu/L, Trombosit: 200 ribu/L.
Suhu:38.4oC, N : 88 x/ mnt
Masalah keperawatan : Perubahan Nutrisi: Kurang dari Kebutuhan Tubuh,
Infeksi.

3. Pola Eliminasi
Sebelum sakit klien mengatakan BAK 6-7 x/hari, BAB 1 x/hari dengan
konsistensi lembek, tidak ada keluhan, diare dan konstipasi disangkal.Setelah
sakit klien mengatakan BAK sehari 6-7 x/hari, belum BAB sejak dirawat (1
hari).
Masalah keperawatan: Tidak ditemukan
4. Pola Istirahat - Tidur
Sebelum masuk RS klien mengatakantidur malam selama 6-7 jam, tidak
ada keluhan sulit tidur. Di rumah sakit tidur siang 2 jam, tidur malam 7-8
jam. Masalah keperawatan : Tidak ditemukan
5. Pola aktivitas latihan
Sebelum sakit aktivitas klien sehari hari mengerjakan pekerjaan rumah
tangga, siang hari klien duduk santai sambil nonton TV.klien tidak mengalami
keluhan saat beraktivitas, pola aktifitas klien baik.
Saat pengkajian klien tampak lemah.Klien tampak batuk dan mengatakan
nyeri pada bagian dada pada saat batuk.TTV: TD: 120/70 mmHg, N: 88
x/mnt, S: 38.4oC, P: 28 x/mnt, dengan suara nafas Ronchi.Klien terpasang O2
nasal kanul 4 lt/mnt.Selama beberapa hari perawatan, keluhan sesak klien
berkurang dan memakai oksigen jika sesak datang sehingga klien dapat
melakukan ADL sendiri dengan ditemani keluarga tanpa sesak beberapa saat.
Masalah keperawatan : Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas, Intoleransi
aktifitas akfifitas.

6. Pola Persepsi Sensori dan Kognitif/perseptual,


Sebelum sakit klien tidak punya gangguan dalam kemampuan sensori.
Penglihatan baik, pendengaran baik, sistem pengecapan normal, sistem
penciuman normal, bahasa yang digunakan bahasa indonesia. Setelah dirawat
penglihatan baik +/+, pergerakan bola mata normal, klien tidak memakai
kacamata, tidak ada tanda-tanda radang, system pendengaran baik +/+, daun
telinga simetris, klien tidak memakai alat bantu dengar. Sistem pengecapan
klien normal, system penciuman normal, kesadaran compos mentis dengan
GCS 15 (E4V5M6).Pasien mampu memahami dan menjawab pertanyaan
yang diberikan oleh perawat.Klien merasa nyeri saat bernafas dan batuk,
Skala nyeri 4 ( 0 10 ), nyeri seperti ditusuk tusukdi daerah dada
Masalah Keperawatan : Gangguan rasa nyaman nyeri
7. Pola persepsi diri/konsep diri
Gambaran diri : anngota tubuh yang paling disukai adalah hidung yang
mancung, identitas diri : Klien adalah seorang isteri dan ibu dari dua anak laki
laki. Ideal diri : Klien percaya diri mengatakan kuat dan bersemangat karena
dukungan dari suami dan keluarganya.Klien mengatakan ingin cepat pulang
kerumahnya.
Masalah keperawatan :Tidak ditemukan
8. Pola peran - Hubungan
Saat ini klien berusia 47 tahun dan sebagai ibu rumah tangga dengan 2 orang
anak. Klien dekat dengan suami dananak-anaknya.Setelah sakit peran dan
hubungan klien sedikit terganggu karena klien tidak dapat mengurus keluarga,

tidak dapat beraktifitas dirumah. Klien sedih karena tidak dapat berkumpul
dengan keluarganya
Masalah keperawatan : ketidakberdayaan
9. Pola seksualitas - reproduksi
Klien berjenis kelamin perempuan, seorang istri dan mempunyai 2 orang
anak, klien menggunakan alat kontrasepsi Spiral, tidak ada keluhan pada
sistem reproduksinya.
Masalah keperawatan: Tidak ditemukan
10. Pola Koping - Toleransi stress
Sebelum dirumah sakit pasien mengatakan bila ada masalah akan selalu minta
pertolongan kepada suami dan keluarga.Saat sakit klien berusaha menerima,
pasrah dan sabar menjalani perawatan.Klien selalu mendapat dukungan dari
suami, anak-anak dan keluarganya.
Masalah keperawatan: Tidak ditemukan
11. Pola Nilai Dan Kepercayaan
Klien beragama Islam, menjalankan sholat lima waktu, sekali sekali
mengikuti pengajian di lingkungan rumahnya. Klien berasal dari suku sunda
dan tidak ada kepercayaan yang bertentangan dengan kesehatan. Klien
menganggap sakit yang diderita karena kuman. Klien mengatakan berdoa
untuk meminta kesembuhan.
Masalah keperawatan : Tidak ditemukan

Setelah dilakukan pengkajian dengan menggunakan 11 Pola Gordon maka,


berdasarkan hasil pengkajian pada tanggal 25 April ditemukan tujuhmasalah
keperawatan, yaitu Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas, Perubahan Nutrisi:
Kurang dari Kebutuhan Tubuh, Infeksi, Gangguan Rasa Nyaman Nyeri, Kurang
Pengetahuan tentang penyakit TB Paru, ketidakberdayaan dan Keterbatasan
Aktifitas.Masalah-masalah

keperawatan

tersebut

ditindak

lanjuti

dengan

melakukan asuhan keperawatan secara komprehensif berdasarkan proiritas


masalah.

Tiga

masalah

keperawatan

yang

menjadi

prioritas

adalah

Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas, Perubahan Nutrisi: Kurang dari


Kebutuhan Tubuh, dan Infeksi. Ketiga masalah tersebut akan dibahas secara rinci
satu persatu.
Masalah utama yang akan dibahas adalah Ketidakefektifan Bersihan Jalan
Nafas berhubungan dengan sekret berlebih, yang ditandai dengan keluhan
sesak nafas setiap melakukan aktivitas, disertai batuk sejak seminggu yang lalu.
Batuk disertai produksi sputum berwarna putih kental namun sulit keluar. P: 24
x/mnt, dengan suara nafas Ronchi. Klien terpasang O2 nasal kanul 4 lt/mnt.Klien
mendapat terapi oral Mucopect 3x30 mg.
Menurut NANDA (2015) ketidakefektifan bersihan jalan nafas adalah
ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran
pernafasan untuk mempertahankan kebersihan jalan nafas. Menurut Carperito
(2006) bersihan jalan nafas tidak efektif merupakan suatu keadaan ketika
seseorang individu mengalami suatu ancaman yang nyata atau potensial pada
status pernafasan sehubungan dengan ketidakmampuan untuk batuk secara efektif.
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang terjadi pada Ny. K karena peningkatan

sekresi kelenjar mukosa dan peningkatan produksi sputum sehingga dapat


mengganggu jalan nafas klien.
Menurut Nanda (2015) Orang terinfeksi aktif TBC dilakukan pemeriksaan
droplet, basil tuberculosis memasuki saluran pernafasan (Micobacterium
tuberculosis) lalu menembus

mekanisme

pertahanan

sistem pernafasan,

berkolonisasi di saluran nafas atas, bakteri-bakteri bertahan dibronkus maka


terjadi peradangan dibronkus, setelah itu terjadi penumpukan sekret, peningkatan
sekret disaluran pernafasan yang tidak dapat keluar saat batuk yang menyebabkan
ketidakefektifan bersihan jalan nafas
Tindakan keperawatan secara mandiri yang dilakukan untuk mengatasi masalah
ketidakefektifan bersihan jalan nafas yaitu mengkaji frekuensi nafas, mengkaji
adanya produksi sputum, pemberian posisi semi fowler, menganjurkan teknik
rekasasi nafas dalam dan batuk efektif, mengkaji frekuensi, irama dan kedalaman
nafas klien, mengkaji adanya produksi sputum (meliputi: jumlah dan warna),
memberikan posisi nyaman: posisi semi fowler, menganjurkan pada klien untuk
latihan nafas dalam dan batuk efektif.
Menurut Supandi (2008) tujuan dari posisi semi fowler untuk mengurangi
kerusakan membran alveolus akibat tertimbunnya cairan. Pemberian posisi semi
fowler ini untuk membuka jalan nafas agar terbuka dan pasien tampak rileks dan
nyaman. Membatasi aktivitas pasien dan menganjurkan pasien melakukan
aktivitas sesuai toleransi. Menurut Smeltzer dan Bare (2002) teknik relaksasi
nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan keperawatan, yang dalam hal ini
perawat mengajarkan kepada klien bagaimana cara melakukan nafas dalam, nafas

10

lambat (menahan inspirasi secara maksimal) dan bagaimana cara menghembuskan


nafas secara perlahan. Selain dapat menurunkan intensitas nyeri, teknik relaksasi
nafas dalam juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigen
dalam darah. Tujuan dari teknik relaksasi nafas dalam adalah untuk meningkatkan
ventilasi alveoli, memelihara pertukaran gas, mencegah atelektasi paru,
meningkatkan efesiensi batuk, mengurangi stress fisik dan emosi.
Tindakan perawatan kolaboratif yang dilakukan adalah memberikan terapi
mucopect tablet 3x30 mg, dan terapi oksigen O2 nasal kanul 4 liter/menit.
Menurut MIMS (2015) Mucopect adalah obat yang digunakan untuk mengobati
penyakit-penyakit pada saluran pernafasan dimana terjadi banyak lendir atau
dahak. Mucopect mengandung ambroxol, obat yang termasuk agen mukolitik,
yaitu obat yang berfungsi mengencerkan dahak.Selain itu klien mendapatkan
terapi O2 nasal kanul 4 liter/mnt. Terapi oksigen ini merupakan salah satu dari
terapi keperawatan dalam hal pernafasan untuk mempertahankan oksigenisasi
jaringan yang adekuat (Harahap, 2005).
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, maka hasil evaluasi, klien mengatakan
batuk dan sesak sudah berkurang, produksi sputum sudah berkurang, keadaan
umum baik, klien pada posisi semi fowler, klien tampak sesak berkurang, suara
nafas vesikular, klien sudah tidak menggunakan terapi oksigen, TD: 120/80
mmHg, N: 82x/mnt, S: 36,2oC, P: 22 x/mnt. Masalah teratasi. Intervensi
keperawatan dihentikan.
Diagnosa keperawatan yang kedua adalah Perubahan Nutrisi: Kurang dari
Kebutuhan Tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat untuk

11

keperluan metabolisme tubuh, yang ditandai dengan nafsu makan menurun


dengan disertai mual, klien makan 3x sehari dengan porsi makan. BB sebelum
sakit: 48 kg, BB setelah sakit: 42 kg (dalam waktu sebulan) dengan TB: 155 cm.
IMT: 17,48 (Status Gizi: Gizi Kurang dengan Kategori: Kurus). Saat ini klien
mendapatkan diit TKTP dengan 1900 kaloi dan 80 gr protein. Hasil pemeriksaan
laboratorium pada tanggal 25 April 2016 adalah Hb: 9,9 gr/dL, Ht: 29%, Leu: 6,5
ribu/L, Trombosit: 200 ribu/L. Menurut NANDA (2015) nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh adalah intake nutrisi

yang tidak cukup untuk memenuhi

kebutuhan metabolik.
Menurut Nanda (2015) orang yang terinfeksi aktif TBC dilakukan pemeriksaan
droplet, basil tuberculosis memasuki salurn pernapasan (mycibacterium
tuberculosis) yang menembus mekanisme pertahanan sistem pernapasan lalu
berkolonisasi di saluran napas bawah, mengaktifasi respon imum menyebabkan
inflamasi yang memicu pembentukan serotonin, merangsang melanocoritin di
hipotalamus lalu terjadi anoreksia yang memnyebabkan asupan nutrisi kurang lalu
mengalami penurunan berat badan.
Tindakan keperawatan secara mandiri yang dilakukan untuk mengatasi masalah
Perubahan Nutrisi: Kurang dari Kebutuhan Tubuh yaitumengkaji adanya alergi
makanan, mengkaji adanya penurunan berat badan dan gula darah, memonitor
mual dan muntah, memonitor intake nutrisi,mengatur posisi semi fowler atau
fowler pada saat makan, memonitor lingkungan pada saat makan, memastikan diet
yang dimakan mengandung tinggi protein dan tinggi kalori.

12

Menurut Smeltzer (2002) alergi makanan adalah respon abnormal tubuh terhadap
suatu makanan yang dicetuskan oleh reaksi spesifik pada sistem imun dengan
gejala yang spesifik pula. Menurut Burhan (2010) penurunan berat badan
merupakan salah satu gejala dari TB Paru, jika mengena gejala ini perlu tindakan
cepat dalam menanganinya, jika tidak ingin menjalar pada tubuh yang lain,
penurunan berat badan karena kurang asupan nutrisi. Pemberian posisi fowler
pada saat makan diharapkan mencegah tersendak dan sesak nafas. Kebutuhan
nutrisi dan kebersihan makan merupakan salah satu cara mencegah tuberkulosis
yang bisa dilakukan, sayur dan buah untuk dikonsusmsi dalam jumlah yang cukup
banyak untuk mencegah infeksi pada paru-paru (Burhan, 2010).
Tindakan kolaboratif yang dilakukan adalah konsul dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan protein yang dibutuhkan pasien. Pemasangan
IVFD RL 10 tetes/ menit, 8 mg Ondansentron IV.
Menurut Nanda (2015) Terapi diit bertujuan memberikan makanan secukupnya
guna memperbaiki dan mencegah kerusakan jaringan tubuh lebih lanjut serta
memperbaiki status gizi agar penderita dapat melakukan aktifitas normal. Menurut
MIMS (2015) ondansetron adalah obat yang digunakan untuk mencegah dan
mengobati mual dan muntah yang disebabkan oleh efek samping kemoterapi,
radioterapi atau operasi. Mual dan muntah disebabkan oleh senyawa alami tubuh
yang bernama serotonin. Ondansetron akan menghambat serotonin bereaksi pada
receptor 5HT3 sehingga membuat kita tidak mual dan berhenti muntah.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan maka evaluasi: Ny. K mengatakan nafsu
makan meningkat, mual dan muntah tidak ada, klien pada posisi semi fowler,

13

klien tampak menghabiskan porsi makanan, klien sudah tidak menggunakan


terapi oksigen, TD: 120/80 mmHg, N: 82x/mnt, S: 36,2oC, P: 22 x/mnt. Masalah
teratasi. Intervensi keperawatan dihentikan.
Diagnosa keperawatan yang ketiga adalah Infeksi berhubungan dengan daya
tahan tubuh menurun, yang ditandai dengan S: 38,4oC. Hasil pemeriksaan
laboratorium pada tanggal 25 April 2016 adalah Hb: 9,9 gr/dL, Ht: 29%, Leu: 6,5
ribu/L, Trombosit: 200 ribu/L. Hasil foto thorax: Fibroatelektasis proses
spesifik lama dikedua paru. Klien terpasang O2 nasal kanul 4 lt/mnt.Klien
terpasang IVFD RL 500ml/12 jam. Klien mendapat terapi oral Refamficim 1x450
mg, terapi IV Ceftriaxone 1x2 gr (drip dalam Nacl 0,9% 100ml), Pct 500mg
(drip).
Menurut NANDA (2015) Infeksi adalah suatu keadaan saat tubuh kemasukan
bibit penyakit (kuman) sehingga menimbulkan gejala demam atau panas tubuh
sebagai suatu reaksi tubuh menolak antigen (kuman) agar dapat melumpuhkan
atau mematikan kuman tersebut. Jika gejala demam bersifat mendadak, maka
disebabkan oleh infeksi virus. Tetapi jika demamnya secara bertahap atau lambat,
maka disebabkan oleh infeksi bakteri.
Tindakan keperawatan mandiri yang dilakukan adalah mengobservasi tanda-tanda
vital, mengobservasi suhu tubuh (derajat dan pola),Suhu: 36,2oC, Nadi 82X/
menit,menganjurkan klien untuk batuk/bersin dengan tissue/sapu tangan dan
membuang dahak ditempat penampungan, menganjurkan banyak istirahat,
tekankan untuk tidak menghentikan terapi yang dijalani.

14

Menurut Bastian (2014) pemberian kompres air hangat digunakan untuk


menurunkan demam, pemberian air hangat bukan menambah suhu tubuh menjadi
lebih hangat, tetapi akan menyerap panas dari dalam tubuh sehingga mampu
menurunkan demam. Menurut Yohmi (2009) metode kompres dengan alkohol
sudah lama ditinggalkan, karena alkohol bersifat mudah menguap dan proses
penguapan tersebut dibutuhkan energi panas yang diambil dari tubuh penderita.
Menurut Burhan (2010) penyakit TBC bisa tertular melalui cairan yang keluar
dari mulut dan hidung. Oleh karena itu, untuk penderita TBC diharapkan menutup
hidung dan mulutnya dengan tisue/sapu tangan saat batuk dan bersin. Selain itu,
penularan TBC juga disebabkan oleh penggunaan alat-alat makan seperti gelas
atau sendok bersama penderita penyakit TBC. Menurut Fredy (2014) obat
antipiretik diindikasikan untuk segala macam penyakit yang mengahasilkan gejala
demam. Obat antipiretik sebaiknya diberikan jika demam lebih dari 38 oC. Selain
untuk menurunkan demam, obat antipiretik juga untuk mengurangi nyeri.
Tindakan kolaboratif yang dilakukan adalah memberikan Ceftriaxon 2 gram drip,
PCT 500 mg drip, Rifamficin tablet 450 mg.
Menurut MIMS (2015) Rifampicin atau disebut juga dengan rifampin, merupakan
obat antibiotik yang dapat digunakan untuk mengobati beberapa infeksi serius
yang disebabkan oleh bakteri. Obat ini berfungsi menghentikan pertumbuhan dan
perkembangbiakan bakteri. Menurut Burhan (2010) penderita yang didiagnosis
TBC akan mengalami sakit paru menular seperti gejala batuk berdahak selama 3
kali dan dalam pemeriksaan laboratorium dahak yang baik adalah dahak yang
mukopurulen yang warnanya hijau kekuningan dan jumlahnya harus sekitar 3-5
ml dalam tiap pemeriksaan. MIMS (2015) Ceftriaxone adalah golongan antibiotik

15

cephalosporin yang dapat digunakan untuk mengobati beberapa kondisi akibat


infeksi bakteri, dan infeksi pada pasien dengan sel darah putih yang
rendah.Menurut

MIMS

(2015)

Obat

Parasetamol

memiliki

nama

lain

acetaminophen, obat ini termasuk sebagai analgesik (antinyeri) dan antipiretik


(penurun panas). Mekanisme kerja paracetamol yaitu sebagai inhibitor
prostaglandin yang lemah. Jadi mekanisme kerjanya dengan menghalangi
produksi prostaglandin, yang merupakan bahan kimia yang terlibat dalam
transmisi pesan rasa sakit ke otak. Dengan mengurangi produksi prostaglandin,
parasetamol membantu meredakan rasa sakit, seperti sakit kepala, sakit/nyeri pada
anggota tubuh lainnya dan demam atau panas.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan maka evaluasi : Ny. K mengatakan batuk
dan sesak sudah berkurang, keadaan umum baik, klien pada posisi semi fowler,
klien sudah tidak menggunakan terapi oksigen, TD: 120/80 mmHg, N: 82x/mnt,
S: 36,2oC, P: 22 x/mnt. Masalah teratasi. Intervensi keperawatan dihentikan.

16

KESIMPULAN
Tuberkulosis (TB) adalah suatu infeksi akibat mycobacterium tuberculosis yang
dapat menyerang berbagai organ, terutama paru-paru dengan gejala yang sangat
bervariasi (Junaidi, 2010).
Setelah dilakukan tindakan keperawatan dari tanggal 25 April 28 April 2016,
perkembangan klien selama 4 hari perawatan cukup baik. Dengan kondisi terakhir
klien batuk dan sesak sudah berkurang, produksi sputum sudah berkurang,
keadaan umum baik, klien pada posisi semi fowler, suara nafas vesikular, klien
sudah tidak menggunakan terapi oksigen, nafsu makan meningkat, mual dan
muntah tidak ada, klien tampak menghabiskan porsi makanan, TD: 120/80
mmHg, N: 82x/mnt, S: 36,2oC, P: 22 x/mnt. Seluruh diagnosa keperawatan
tersebut dapat diatasi dengan baik dan klien diizinkan pulang. Perawat
memberikan Penkes tentang perawatan TB meliputi : Gizi, cara minum obat dan
etika batuk.
Setelah penulis melakukan tindakan Asuhan Keperawatan kepada Ny. K selama 4
hari perawatan, penulis dapat menilai bahwa fungsi perawatan atau pemeliharaan
kesehatan keluarga Ny. K sudah baik, keluarga mengetahui keadaan kesehatan Ny.
K, dan keluarga ikut terlibat dalam memanfaatkan fasilitas kesehatan. Selain itu,
penulis menyarankan kepada klien dan keluarga untuk wajib mengkonsumsi OAT
agar mengalahkan penyakit dan mengurangi keluhan-keluhan klien selama ini.
OAT juga berfungsi untuk mencegah berulangnya keluhan. Dukungan keluarga
sangat penting dalam proses pengobatan klien. Serta mengikuti kelompok OAT
yang ada di Puskesmas.

17

REFLEKSI DIRI
Mata ajar Comprehensive Health Assesment ini sangatlah memberi manfaat
kepada penulis, terutama dalam hal melakukan Asuhan Keperawatan kepada klien
yang menderita Tuberculosis Paru. Selama masa perawatan keluarga sering
bertanya terutama ibu pasien tentang kondisi klien dan tampak antusias ketika
penulis melakukan penkes tentang cara perawatannya, penulis senang karena
keluarga ingin mencegah terjadinya penularan TB Paru. Keluarga juga berjanji
selalu mengingatkan pasien untuk mengkonsumsi OAT secara teratur. Beberapa
hal yang dirasakan penulis terkait dengan perawatan klien TB paru yang belum
sesuai dengan teori yang didapat diantaranya klien tidak diperiksakan sputum
BTA. Berdasarkan literatur

yang

penulis

ketahui

pemeriksaan sputum guna menegakkan diagnosa TB Paru.

sebaiknya

dilakukan

18

DAFTAR PUSTAKA
Bastian, Agus. (2014). Hindari Kompres Dingin saat Demam. Online
http://health.kompas.com/read/2014/07/07/071433023/Hindari.Kompres.Di
ngin.saat.Demam diunduh pada tanggal 5 Juni 2016.
Burhan, Erlina. (2010). Tuberkulosis. http://tuberkulosis.org/ diunduh pada
tanggal 20 Juni 2016.
Fredy, Felix C. (2014). Antipiretik. Online www.kerjanya.net/faq/5481antipiretik.html diunduh pada tanggal 5 Juni 2016.
Junaidi, Iskandar. (2010). Penyakit Paru dan Saluran Pernapasan. Jakarta: Buana
Ilmu Populer.
Kementerian Kesehatan. (2013). Riset Kesehatan Dasar 2013.
NANDA. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
dan Nanda Nic-Noc. Edisi Revisi Jilid 3. Yogyakarta: Mediaction.
MIMS. (2015). Referensi Obat, Informasi Ringkas Produk Obat Volume 16.
Jakarta: Bhuana Ilmu Populer.
Purwanda, F., Fibriawan, Y., Sasmito, Widiyanti. (2012). Tuberculosis Counter
(TC) as the eqquipment to measure the level of TB in sputum. Indonesian
journal or tropical and infectious disease.
Potter, P. A. & Perry, A. G. (2009). Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah:
Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta: EGC.
Tambayong, J. (2008). Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.
WHO. (2014). http://www.tbindonesia.or.id/epidemiologi-tb-indonesia/ diunduh
pada tanggal 20 Juni 2016.
Yohmi, Elizabeth. (2009). 8 Pertanyaan Seputar Demam. Online
https://pranaindonesia.wordpress.com/2009/01/11/8-pertanyaan-seputardemam/ diunduh pada tanggal 5 Juni 2016.

Anda mungkin juga menyukai