Anda di halaman 1dari 16

Sistem Pelayanan Kesehatan Dan

Kebijakan Era Otonomi Daerah

Oleh Kelompok 2

Dosen Pembimbing:
Mohd. Jamil., SKp.,M.Bio.Med

PROGRAM B KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2020
Yang beranggotakan :................................
• M. Nasrul Ramadhan (1911316008)
• Dian Agusti Tanjung (1811316067)
• Raffy Edwar (1911316009)
• Liza Mulyanti (1911316002)
• Elvina (1911316003)
• Tiya Putri Yuni (1911316031)
• Fadiah Rilwahyuni (1911316047)
• Annisa Sholihat (1911316032)
• Rifahatul Mahmudah(1911316048)
• Nisa Hestyarini (1911316060)
Sistem Pelayanan
Kesehatan
Sistem pelayanan kesehatan adalah kumpulan dari berbagai faktor
yang komplek dan saling berhubungan yang terdapat dalam suatu
negara, yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan
kesehatan perorangan, kelompok, masyarakat pada setiap saat yang
dibutuhkan (WHO 1984).
Konsep Dasar Sistem Pelayanan
Kesehatan
Teori tentang sistem:
Teori tentang sistem:
••Input,
Input,
••Proses,
Proses,
••Output,
Output,
••Dampak,
Dampak,
••Umpan balik,
Umpan balik,
•• Lingkungan,
Lingkungan,
• Dalam era Otonomi Daerah
• Dewasa ini dikenal ada delapan strategi pembangunan millennium
semesta (Milennium Development Goals), mengisyaratkan kepada
semua negara di dunia untuk menurunkan 50 persen masalah
kemiskinan di negaranya masing-masing pada tahun 2015, termasuk
mengatasi masalah kesehatan penduduknya.
• Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H dan Undang-Undang Nomor
23 Tahun 1992 tentang kesehatan, secara tegas menyatakan bahwa,
setiap orang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan.
Hal-Hal Yang Menyebabkan Pelaksanaan
Otonomi Daerah untuk sector pelayanan
kesehatan  di Indonesia Menjadi Tidak Optimal
Penyebab tidak optimalnya:
• Lemahnya pengawasan maupun check and balances
• Daerah Pemahaman terhadap Otonomi Daerah yang keliru, baik oleh aparat
maupun oleh warga masyarakat menyebabkan pelaksanaan menyimpang dari
tujuan
• Keterbatasan sumberdaya dihadapkan dengan tuntutan kebutuhan dana yang
besar, memaksa Pemda menempuh pilihan yang membebani rakyat
• (DPRD), yang seharusnya berperan mengontrol dan meluruskan segala
kekeliruan implementasi Otonomi Daerah tidak menggunakan peran dan fungsi
yang semestinya, bahkan seringkali mereka ikut terhanyut dan berlomba
mengambil untung dari perilaku aparat dan masyarakat yang salah
• Kurangnya pembangunan sumber daya manusia
Cara Mengoptimalkan Pelaksanaan
Otonomi Daerah untuk sector
pelayanan kesehatan
Berikut syarat yang sekaligus merupakan faktor yang sangat
berpengaruh bagi keberhasilan Otonomi Daerah, yaitu: 
• Manusia selaku pelaksana dari Otonomi Daerah harus merupakan
manusia(tanaga kesehatannya) yang berkualitas.
• Keuangan sebagai sumber biaya dalam pelaksanaan Otonomi
Daerah khususnya untuk sector kesehatan harus tersedia dengan
cukup.
• Prasarana, sarana dan peralatan kesehatan harus tersedia dengan
cukup dan memadai.
• Organisasi dan manajemen pelayanan kesehatan  harus baik. 
untuk mengoptimalkan pelaksanaan Otonomi Daerah harus
ditempuh berbagai cara, seperti:
• Memperketat mekanisme pengawasan kepada
Kepala Daerah.dan seluruh jajaranny
• Memperketat pengawasan terhadap Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah.
• Dewan Perwakilan Rakyat Daerah wajib menyusun kode etik untuk
menjaga martabat dan kehormatan dalam menjalankan
tugasnya,sebagai fungsi pengawasan terhadap peraturan-peraturan
yang berkaitan dengan otonomi daerah
Pelaksanaan Pelayanaan
Kesehatan di Era Otonomi
Daerah
• Pelaksanaan otonomi daerah telah membawa perubahan pada pengelolaan
pelayanan pemerintah. Di bidang kesehatan, misalnya, kantor departemen
(kandep) dan kantor wilayah (kanwil) kesehatan yang sebelumnya merupakan
instansi vertikal pusat telah dilebur dengan dinas kesehatan (dinkes) di tingkat
kecamatan. Kini semua urusan kesehatan ditangani oleh dinas kesehatan
(instansi daerah) baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
• Penataan komponen internal ini secara tidak langsung berdampak pada
pelayanan yang diberikan. Struktur organisasi yang efisien, jumlah dan kualitas
staf yang cukup serta dana yang memadai dan dimanfaatkan secara efisien
akan berpengaruh terhadap derajat pelayanan.
• Strukturorganisasi dinas kesehatan di kabupaten/kota tidak mengalami
banyak perubahan menyusul keluarnya UU No. 22, 1999 tentang
Pemerintahan Daerah.
• dua masalah utama dalam pelayanan kesehatan dasar. Pertama, kurangnya
tenaga teknis, baik medis maupun paramedis di daerah terpencil (di NTB
misalnya, masih dibutuhkan 150 dokter dan 400 bidan). Kedua, status
kepegawaian tenaga medis.
• Puskemas adalah ujung tombak pelayanan kesehatan dasar yang disediakan
oleh pemerintah. Puskesmas, bersama unit penunjangnya, seperti posyandu,
pustu, pusling, dan polindes, sangat penting peranannya karena merupakan
pelayanan kesehatan utama yang dapat menyebar sampai ke masyarakat
tingkat desa dan biayanya relatif dapat dijangkau oleh kantong masyarakat
miskin.
• Hasil survei di 100 puskesmas di 10 kabupaten/kota menunjukkan bahwa
sebagian besar pasien dilayani oleh tenaga perawat/bidan di puskesmas
meskipun dokter hadir. Ironisnya, hasil survei SMERU juga menemukan bahwa
dokter kepala puskesmas dan tenaga medis lainnya memberikan pelayanan
pasien pribadi pada jam kerja puskesmas.
• Pasien yang ingin mendapat pelayanan dan obat yang lebih baik
umumnya memilih berobat ke dokter kepala puskesmas
meskipun harus membayar dengan biaya lebih tinggi. Hal ini
sebenarnya bertentangan dengan fungsi puskesmas, yaitu
sebagai tempat alternatif berobat bagi masyarakat miskin untuk
memperoleh pelayanan kesehatan yang lebih baik.
TERIMAKASIH.....

Anda mungkin juga menyukai