Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Konsep sehat sakit menjelaskan manusia bahwa manusia


berada pada suatu rentang sehat pada suatu ujung dan sakit
pada ujung yang lain. Semua orang dalam segala tingkatan usia
termasuk usia pra sekolah mengharapkan hidup sehat dan
terhindar dari berbagai penyakit. Namun demikian manusia
pernah merasakan sakit, dan salah satu upaya pengobatan itu
adalah dengan hospitalisasi.
Hospitalisasi pada anak pra sekolah akan menimbulkan
ketidaknyamanan. Anak pra sekolah akan merasa kehilangan
berkaitan dengan keterbatasan fisik, kehilangan rutinitas,
ketergantungan, takut cedera dan nyeri pada tubuh. Perpisahan
dalam hal ini akan mempengaruhi anak yang menganggap hal
tersebut sebagai perasaan ditinggalkan. Hospitalisasi ini
meningkatkan ansietas perpisahan pada anak.
Konsep Family-Centered Care sebagai filosofi dalam
memberikan pelayanan keperawatan di Rumah Sakit merupakan
pendekatan yang bisa dilakukan karena dalam pendekatan ini
terjadi hubungan timbal balik antara penyedia pelayanan, pasien
dan keluarga sehingga akan meminimalkan konflik yang selama
ini timbul sebagai akibat kurangnya informasi dan komunikasi.
Family-Centered Care dapat dipraktekkan dalam segala tahapan
usia dan berbagai macam latar belakang.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui lebih dalam mengenai family center care dalam
tatanan kesehatan.

1
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengertian family center care.
b. Mengetahui Sejarah family center care
c. Mengetahui Kebijakan family center care
d. Mengetahui dan memahami Konsep tindakan, klasifikasi
tingkah laku anak.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Family Centered Care


Dalam paradigma keperawatan anak, anak merupakan
individu yang masihbergantung pada lingkungan untuk
memenuhi kebutuhan individualnya. Lingkungan yang
mendukung tersebut salah satunya adalah keluarga (Supartini,
2004). Sebagai suatu system, keluarga dipandang sebagai suatu
system yang berintraksi secara berkelanjutan. Intraksi
merupakan hal penting dalam keluarga sehingga perubahan
pada salah satu anggota keluarga dapat mempegaruhi anggota
keluarga yang lain. Jenis intraksi yang digunakan dalam
keluarga akan dapat menyebabkan disfungsi. Jenis intraksi
tertutup terhadap informasi dari lingkungan luar dan tidak
mampu beradaptasi dengan perubahan yang ada dapat
menyebabkan gangguan dalam system keluarga. Oleh karena itu,
penerapan asuhan keperawatan turut berfokus pada keluarga
dalam hal ini perawat harus mengenal hubungan dalam keluarga
untuk mengidentifikasi kelemahan dan kelebihan keluarga yang
dapat dimamfaatkan untuk membantu keluarga beradaptasi
dengan perubahan yang terjadi (Wong, 2008).
Menurut Wong (2008), perubahan dalam anggota keluarga
yang bisa mempengaruhi anggota keluarga yang lain adalah
stress. Misalnya anak mengalami sakit. Kondisi sakit, membuat
perubahan dalam keluarga. Dalam hal ini, fokus intraksi pada
keluarga adalah pada anak yang sakit sedangkan kebutuhan
intraksi dengan anggota atau lingkungan yang lain menjadi
berkurang. Stres dalam keluarga dapat diminimalkan dengan
cara melibatkan keluarga dalam perawatan anak. Keterlibatan
keluarga dalam perawatan anak diterapkan dalam asuhan
keperawatan yang dikenal dengan konsep Family Centered Care
(perawatan yang berfokus pada keluarga).

3
Family Centered Care muncul sebagai konsep penting
dalam perawatan kesehatan pada akhir abad ke 20. Konsep
family centered care awalnya dikembangkan di Negara-negara
diuntungkan secara ekonomi, didasarkan pada pentingnya
memenuhi kebutuhan pisikososial dan perkembangan anak
dengan penekanan pada peran keluarga dan pemahaman bahwa
keluarga merupakan sumber utama kekuatan dan dukungan
anak (American Pediatric Role). Family centered care sebagai
standar perawatan kesehatan anak di banyak Rumah Sakit dan
peraktek klinik. Meskipun dukungan luas namun family centered
care kurang diimplementasikan kedalam peraktik klinik (Denmis,
2012). Aplikasi family centered care di Rumah sakit anak
California dan Piladelphia sudah terstandard dengan baik,
sedangkan di Indonesia kemungkinan bisa diterapkan namun
untuk mewujudkan penerapan yang ideal tidak mudah karna
belum banyak petugas kesehatan yang memahami konsep family
centered care dan asuhan keperawatan sering terjebak rutinitas.
Family Centered Care di defenisikan menurut (Harson,
1997 dalam Fiane, 2012), sebagai suatu pendekatan inovatif
dalam merencanakan, melakukan dan mengevaluasi tindakan
keperawatan yang diberikan kepada anak didasarkan pada
mamfaat hubangan antar perawat dan keluarga yaitu orang tua.
Menurut Stower (1992 dalam Fiane, 2012), Family Centered
Care merupakan suatu pendekatan yang holistik. Pendekatan
Family Centered Care tidak hanya memfokuskan asuhan
keperawatan kepada anak sebagai klien atau individu dengan
kebutuhan biologis, pisikologi, sosial, dan spiritual
(biopisikospritual) tetapi juga
melibatkan keluarga sebagai bagian yang konstan dan
tidak bisa dipisahkan dari kehidupan anak. Menurut Stower
(1992), didukung oleh Gill (1993, dalam Fiane, 2012) yang
menyebutkan bahwa Family Centered Care merupakan
kalaborasi bersama antara orangtua dan tenaga profesional.

4
Kalaborasi orangtua dan tenaga professional dalam membentuk
mendukung keluarga terutama dalam aturan perawatan yang
mereka lakukan merupakan filosofi Family Centered Care.
Kemudian, secara lebih sfesifik dijelaskan bahwa filosofi Family
Centered Care yang dimaksudkan marupakan dasar pemikiran
dalam keperawatan anak yang digunakan untuk memberikan
asuhan keperawatan kepada anak dengan melibatkan keluarga
sebagai fokus utama perawatan. Kutipan defenisi dari para ahli
diatas memberikan bahwa dalam penerepan Family Centered
Care sebagai suatu pendekatan holistik dan filisofi dalam
keperawatan anak, Perawat sebagai tenaga professional perlu
melibatkan orangtua dalam perawatan anak. Adapun peran
perawat dalam menerapkan Family Centered Care adalah sebagai
mitra dan pasilitator dalam perawatan anak dirumah sakit.
Tujuan penerapan konsep Family Centered Care dalam
perawatan anak, menurut Brunner and Suddarth (1986 dalam
Fretes, 2012) adalah memberikan kesempatan bagi orangtua
untuk merawat anak mereka selama proses hospitalisasi dengan
pengawasan dari perawat sesuai dengan aturan yang berlaku
Selain itu Family Centered Care juga bertujuan untuk
meminimalkan trauma selama perawatan anak dirumah sakit
dan meningkatkan kemandirian sehingga peningkatan kualitas
hidup dapat tercapai (Robbins, 1991 dalam American Academy of
Pediatrics 2003).

B. Sejarah Family-Centered Care


Pada tahun 1987, ACCH mengidentifikasi adanya delapan
element Family-Centered Care (Shelton et al., 1987) 5 yang
dikemukanakn oleh C. Everest Koop dalam Surgeon General's
Report: Children With Special Health Care Needs (U.S. Department
of Health and Human Services, 1987) 5. Sejak saat itu, definisi
Family-Centered Care telah mendapatkan perhatian social dan
cultural dari keluarga (Johnson et al., 1992) 5 dan mendukung

5
peran administrasi para staff. Family-Centered Care tidak hanya
di peruntukkan pada standar praktik perawatan pada anak sakit
tetapi juga didukung USA dengan tindakan yang dilakukan
legislatifnya pada Maternal Child Health Block Grant Amendments
in the Omnibus Budget and Reconciliation Act of 1989, the
Individuals with Disabilities Education Act, the Developmental
Disabilities Assistance and Bill of Rights Act, and the Mental
Health Amendments of 1990 (Johnson et al., 1992)

C. Alasan Dilakukan Family-Centered Care


1. Membangun sistem kolaborasi daripada kontrol.
2. Berfokus pada kekuatan dan sumber-sumber keluarga
daripada kelemahan keluarga
3. Mengakui keahlian keluarga dalam merawat anak seperti
sebagaimana professional
4. Mebangun pemberdayaan daripada ketergantungan
5. Meningkatkan lebih banyak sharing informasi dengan pasien,
keluarga dan pemberi pelayanan dari pada informasi hanya
diketahui oleh professional.
6. Menciptakan program yang fleksibel dan tidak kaku.

D. Element Family Centered Care


Menurut Shelton (1987, dalam Fretes 2012), terdapat beberapa
elemen Family Centered Care, yaitu:
1. Perawat menyadari bahwa keluarga adalah bagian yang
konstan dalam kehidupan anak, sementara system layanan
dan anggota dalam system tersebut berfluktuasi.
Kesadaran perawat bahwa keluarga adalah bagian yang
konstan, merupakan hal yang penting. Fungsi perawat
sebagai motivator menghargai dan menghormati peran
keluarga dalam merawat anak serta bertanggung jawab
penuh dalam mengelola kesehatan anak. Selain itu,
perawat mendukung perkembangan sosial dan emosional,

6
serta memenuhi kebutuhan anak dalam keluarga. Oleh
karena itu, dalam menjalankan sistem perawatan
kesehatan, keluarga dilibatkan dalam membuat keputusan,
mengasuh, mendidik, dan melakukan pembelaan terhadap
hak anak-anak mereka selama menjalani masa perawatan.
Keputusan keluarga dalam perawatan anak merupakan
suatu pertimbangan yang utama karena keputusan ini
didasarkan pada mekanisme koping dan kebutuhan yang
ada dalam keluarga. Dalam pembuatan keputusan, perawat
memberikan saran yang sesuai namun keluarga tetap
berhak memutuskan layanan yang ingin didapatkannya.
Beberapa hal yang diterapkan untuk menghargai dan
mendukung individualitas dan kekuatan yang dimiliki
dalam satu keluarga seperti 1). Kunjungan yang dibuat
dirumah keluarga atau ditempat lain dengan waktu dan
lokasi yang disepakati bersama keluarga, 2) Perawat
mengkaji keluarga berdasarkan kebutuhan keluarga, 3).
Orangtua adalah bagian dari keluarga yang menjadi fokus
utama dari perawatan yang diberikan mereka turut
merencanakan perawatan dan peran mereka dalam
perawatan anak dan 4). Perencanaan perawatan yang
diberikan bersifat komprehensif dan perawatan
memberikan semua perawatan yang dibutuhkan misalnya
perawatan pada anak, dukungan kepada orangtua,
bantuan keuangan, hiburan dan dukungan emosional
(Shelton 1987, dalam Fretes, 2012).
2. Memfassilitasi kerjasama antara keluarga den perawat di
semua tingkat pelayanan kesehatan, merawat anak secara
individual, pengembangan program, pelaksanaan dan
evaluasi serta pembentukan kebijakan hal ini ditujukan
ketika
3. Kalaborasi untuk memberikan perawatan kepada anak
peran kerjasama antara orangtua dan tenaga perofesional

7
sangat penting dan vital. Keluarga bukan sekedar sebagai
pendamping, tetapi terlibat didalam pemberian pelayanan
kesehatan kepada anak mereka. Tenaga professional
memberikan pelayanan sesuai dengan keahlian dan ilmu
yang mereka peroleh sedangkan orangtua berkontribusi
dengan memberikan imformasi tentang anak mereka.
Dalam kerja sama antara orangtua dengan tenaga
professional, orangtua bisa memberikan masukan untuk
perawatan anak mereka. Tapi, tidak semua tenaga
professional dapat menerima masukan yang diberikan.
Beberapa disebabkan karena kurangnya pengalaman
tenaga professional dalam melakukan kerjasama dengan
orang tua (Shelton 1987, dalam Fretes, 2012).
4. Kerjasama dalam mengembangkan masyarakat dan
pelayanan rumah sakit Pada tahap ini anak-anak dengan
kebutuhan khusus merasakan mampaat dari kemamfuan
orangtua dan perawat dalam mengembangkan,
melaksanakan dan mengevaluasi program. Hal yang harus
diutamakan pada tahap ini adalah kalaborasi dengan
bidang yang lain untuk menunjang proses perawatan.
Family Centered Care memberikan kesempatan kepada
orangtua dengan professional untuk berkontribusi melalui
pengetahuan dan pengalaman yang mereka miliki untuk
mengembangkan perawatan terhadap anak di rumah sakit.
Pengalaman merawat anak membuat orangtua dapat
memberikan perspektif yang penting, berkaitan dengan
perawatan anak serta cara perawat untuk menerima dan
mendukung keluarga (Shelton 1987, dalam Fretes, 2012).
5. Kalaborasi dalam tahap kebijakan Family Centered Care
dapat tercapai melalui kalaborasi orangtua dan tenaga
professional dalam tahap kebijakan. Kalaborasi ini untuk
memberikan mamfaat kepada orangtua, anak dan tenaga
professional. Orangtua bisa menghargai kemampuan yang

8
mereka miliki dengan memberikan pengetahuan mereka
tentang sistem pelayanan kesehatan serta kompotensi
mereka. Keterlibatan mereka dalam membuat keputusan
menambah kualitas pelayanan kesehatan.
Orangtua dapat melakukan peran mereka sebagai role
model kepada anak-anak. Peran orangtua dengan
mengambil bagian dalam hubungan kolborasi dengan
tenaga professional, memberikan kesehatan kepada
orangtua memjalankan peraturan dalam kehidupan anak
mereka. Kaloborasi yang harus dilakukan oleh perawat
dengan keluarga dalam berbagai tingkat pelayanan baik
dirumah sakit maupun masyarakat dapat dilakukan
dengan beberapa cara: 1). Kemampuan bekerjasama dan 2).
Kesempatan berintraksi dan 3). Penilaian kepribadian 4).
Perencanaan perawatan untuk setiap anak dan 5).
Pengembangan dimasyarakat dan pelayanan kesehatan
(Shelton, 1987, dalam Fretes, 2012)
6. Menghormati keanekaragaman ras, etnis budaya dan sosial
ekonomi dalam keluarga. Tujuannya adalah untuk
menunjang keberhasilan perawatan anak mereka dirumah
sakit dengan mempertimbangkan tingkat perkembangan
anak diagnosa medis. Hal ini akan menjadi sulit apabila
program perawatan diterapkan bertentangan dengan nilai-
nilai yang dianut dalam keluarga (Shelton, 1987, dalam
Fretes, 2012).
7. Mengakui kekuatan keluarga dan individualitas serta
memperhatikan perbedaan mekanisme koping dalam
keluarga elemen ini mewujudkan 2 konsep yang seimbang
pertama, Family Centered Care harus menggambarkan
keseimbangan anak dan keluarga. Hal ini berarti dalam
menemukan maslah pada anak, maka kelebihan dari anak
dan keluarga harus dipertimbangkan dengan baik. Kedua
menghargai dan menghormati mekanisme koping dan

9
individualitas yang dimiliki oleh anak maupun keluarga
dalam kehidupan mereka. Terkadang pengkajian dan
intervensi dan keperawatan hanya berfokus pada masalah
kesehatan dan perkembangan anak serta
mengesampingkan kelebihan yang dimiliki oleh anak
sehingga menimbulkan ketidak akuratan keadaan.
Orangtua dan perawat memiliki peran penting untuk
menemukan kekuatan yang dimiliki anak. Pendekatan ini
dapat membuat perbedaan yang positif dalam intraksi
antara perawat dan orangtua terutama orangtua dan anak.
Kesadaran terhadap kekuatan yang dimiliki anak dan
orangtua merupakan suatu langkah yang penting dalam
mengatur kepribadian dan penghargaan mereka terhadap
mekanisme koping (Shelton, 1987, dalam Fretes, 2012).
8. Memberikan imformasi yang lengkap dan jelas kepada
orangtua dan secara berkelanjutan dengan dukungan
penuh. Memberikan imformasi kepada orangtua bertujuan
untuk mengurangi kecemasan yang dirasakan orangtua
terhadap perawat anak mereka. Selain itu, dengan
demikian imformasi orangtua akan merasa menjadi bagian
yang penting dalam perawatan anak. Ketersedian imformasi
tidak hanya memiliki pengaruh emosional, melainkan hal
ini merupakan faktor kritikal dalam melibatkan partisifasi
orangtua secara penuh dalam proses membuat keputusan
terutama untuk setiap tindakan medis dalam perawatan
anak mereka (Shelton, 1987, dalam Fretes, 2012).
9. Mendorong dan mempasilitasi keluarga untuk saling
mendukung. Pada bagian ini, Shelton menjelaskan bahwa
dukungan yang lain yang dapat diberikan kepada keluarga
adalah dukungan antar keluarga. Elemen ini awalnya
diterapkan pada perawatan anak-anak dengan kebutuhan
kusus misalnya down syndrome atau autisme. Perawat
ataupun tenaga professional yang lain memfasilitasi

10
keluarga untuk mendapatkan dukungan dari keluarga lain
yang juga memiliki masalah yang sama mengenai anak
mereka. Dukungan antara keluarga ini berfungsi untuk:
a. Saling memberikan dukungan dan menjalin hubungan
persahabatan
b. Bertukar imformasi mengenai kondisi dan perawatan
anak
c. Memamfaatkan dan meningkatkan system pelayanan
yang ada untuk kebutuhan perawatan anak mereka.
Dukungan antara keluarga ini kemudian dimamfaatkan
juga untuk perawatan anak dengan kondisi akut atau
kronis dirumah sakit. Selain itu, perawat tidak hanya
menggunakan ilmu yang mereka miliki untuk memberikan
dukungan tetapi pengalaman mereka dalam melakukan
perawatan pada anak dan keluarga yang lain juga menjadi
pembelajaran klinik yang dapat digunakan untuk
memberikan dukungan kepada keluarga dan anak (Shelton,
1987, dalam Fretes, 2012).
10. Memahami dan menggabungkan kebutuhan dalam
setiap perkembangan bayi, anak-anak, remaja dan keluarga
mereka ke dalam system perawatan kesehatan Pemahaman
dan penerapan setiap kebutuhan dalam perkembangan
anak mendukung perawat untuk menerapkan pendekatan
yang komprehensif terhadap anak dan keluarga agar
mereka mampu dalam melewati setiap tahap
perkembangan dengan baik (Shelton, 1987, dalam Fretes,
2012).
11. Menerapkan kebijakan yang komprehensif dan program
program yang memberikan dukungan emosional dan
keuangan untuk memenuhi kebutuhan keluarga Dukungan
kepada keluarga bervariasi dan berubah setiap waktu
sesuai dengan kebutuhan keluarga tersebut. Jenis
dukungan yang diberikan misalnya mendukung keluarga

11
untuk memenuhi waktu istrahat mereka, pelayanan home
care, pelayan konseling, promosi kesehatan, program
bermaian, serta koordinasi layanan keseehatan yang baik
untuk membantu keluarga memamfaatkan layanan
kesehatan yang ada untuk menunjang kebutuhan layanan
kesehatan secara pinansial. Dukungan yang baik dapat
membantu menurunkan stress yang dialami oleh keluarga
karena ketidak seimbangan tuntutan kadaan kondisi
dengan ketersediaan tenaga yang dimiliki oleh keluarga
saat mendampingi anak selama dirawat dirumah sakit.
Oleh karena itu perawat harus kritis dalam mengkaji
kebutuhan keluarga sehingga dukungan dapat diberikan
dengan tepat termasuk mempertimbangkan kebijakan
yangberlaku baik dirumah sakit maupun dilingkungan
untuk menunjang dukungan yang akan diberikan kepada
keluarga (Shelton, 1987, dalam Fretes, 2012).
12. Merancang system perawatan kesehatan yang fleksibel,
dapat dijangkau dengan mudah dan responsip terhadap
kebutuhan keluarga teridentifikasi Sistem pelayanan
kesehatan yang fleksibel didasarkan pada pemahaman
bahwa setiap anak memiliki kebutuhan terhadap layanan
kesehatan yang berbeda maka layanan kesehatan yang ada
harus menyesuaikan dengan kebutuhan dan kelebihan
yang dimiliki oleh anak dan keluarga. Oleh karena itu,
tidak hanya satu intervensi kesehatan untuk semua anak
tetapi lebih dari satu intervensi yang berbeda untuk setiap
anak. Selain layanan yang fleksibel, dalam Family Centered
Care juga mendukung agar layanan kesehatan mudah
diakses oleh anak dan keluarga misalnya sistem
pembayaran layanan kesehatan yang dipakai selama anak
menjalani perawatan dirumah sakit baik menggunakan
asuransi atau jaminan kesehatan pemerintah dan swasta,
konsultasi kesehatan, prosedur pemeriksaan dan

12
pembedahan, layanan selama anak menjalani rawat inap
dirumah sakit dan sebagainya. Oleh karena itu perawat
harus mengkaji kebutuhan anak atau keluarga terhadap
akses layanan kesehatan yang dibutuhkan lalu melakukan
intervensi sesuai dengan kebutuhan anak dan keluarga.
Apabila layanan kesehatan yang direncanakan fleksibel dan
dapat diakses oleh anak dan keluarga maka layanan
kesehatan tersebut akan lebih responsif karena
memproritaskan kebutuhan anak dan keluarga (Shelton,
1987, dalam Fretes, 2012).

Hucthfield (1999 dalam Fiane 2012), meyatakan bahwa


dalam Family Centered Care terdapat hirarki. Hirarki ini
merupakan proses antara orantua dan perawat dalam
membagun hubungan kerjasama dalam perawatan anak. Pada
setiap tahap, dibahas beberapa aspek yang ditingkatkan oleh
orangtua dan perawat agar mencapai hubungan kerjasama yang
baik untuk menunjang perawatan anak dirumah sakit. Aspek
tersebut adalah status hubungan orangtua dan keluarga,
komunikasi peran perawat dan orangtua. Hirarki Family Centerd
Care terdiri dari 4 tahap yaitu:

1. Keterlibatan orangtua
Pada tahap ini orang tua dan perawat untuk
pertamakalinya melakukan intraksi. Perawat berperan
penuh dalam memberikan asuhan keperawatan dan
bertindak sebagai pemimpin dalam memberikan perawatan
dan orangtua dilibatkan dalam perawatan ini. Sedangkan
orangtua dan keluarga harus menghargai kehidupan anak
yang konstan, menghargai pengetahuan yang dimiliki oleh
anak dan menerima perbedaan yang dimiliki oleh anak.
Tahap keterlibatan orangtua ini merupakan tahap paling
awal, oleh karena itu komunikasi dan penyampaian

13
impormasi dari perawat mengenai perawatan anak dan dari
orangtua ke anak mengenai imformasi yang mengenai
kehidupan anak harus dilakukan dengan saling terbuka dan
jujur sehingga terjalin rasa saling percaya. Peran orangtua
adalah mendukung secara emosional dan sebagai atvokator
bagi anak. Sedangkan peran perawat adalah melakukan
proses keperawatan, menolong keluarga untuk
memaksimalakan kehidupan normal mereka serta sebagai
atvokator bagi keluarga (Hucthfield 1999 dalam Fiane, 2012).

2. Partisifasi orangtua
Pada tahap ini ditandai dengan telah terbinanya
hubungan kerjasama antar orangtua dan perawat. Anggota
keluarga yang lain dapat dilibatkan dalam hubungan ini.
Peran orantua adalah berpartisipasi dalam asuhan
keperwatan saat diminta oleh perawat maupun saat
dibutuhkan oleh anak. Partisipasi orangtua dalam merawat
anak dirundingkan bersama dan orangtua berpartisifasi
secara sukarela. Sedangkan perawat bertanggungjawab
terhadap semua bentuk perawatan yang diberikan orangtua
maupun yang diberikan oleh perawat sendiri serta
memberikan pendidikan kesehatan yang dibutuhkan
orangtua dan anak. Komunikasi pada tahap ini adalah
orangtua dan perawat
saling memberikan imformasi mengenai kondisi anak.
Orangtua memberikan imformasi mengenai kebiyasaan dan
tingkah laku anak selama dirumah untuk membantu
perawat saat merencanakan dan melakukan intervensi
keperawatan sedangkan perawat memberikan imformasi
mengenai segala bentuk perawatan yang diberikan dan
perkembangan kondisi anak selama perawatan (Hucthfield
1999 dalam Fiane, 2012).

14
3. Kerjasama dengan orangtua
Status hubungan orangtua dan perawat sama yaitu
sebagai pemberi perawatan dengan memperhatikan
kesejahtraan keluarga misalnya perawat harus menyadari
bahwa kondisi sakit yang dialami oleh anak tidak hanya
menjadi perhatian orangtua. Oleh karena itu, komunikasi
orangtua dan perawat pada tahap ini adalah merundingkan
peran orangtua dan perawat dalam memberikan perawatan
serta mengidentifikasi kebutuhan orangtua terhadap
dukungan baik pisikis maupun fisik misalnya perawat
memastikan orangtua mendapatkan istrahat yang cukup
dalam masa perawatan anak dan memberdayakan orangtua
untuk memberikan perawatan kepada anak. Pada tahap ini,
orangtua berperan sebagai pemberi asuhan yang utama.
Oleh karena itu, orangtua juga memiliki wewenang untuk
memberikan perawatan kepada anak sedangkan perawat
berperana sebagai pendorong, penasehat dan fasilitator
(Hucthfield 1999 dalam Fiane, 2012).

4. Family Centered Care


Hubungan yang terjalin pada tahap ini adalah perawat
dan orangtua saling menghormati peran masing-masing dan
melibatkan anggota keluarga dalam perawatan anak.
Orangtua menghargai perawatan sebagai konselor atau
konsultan sedangkan perawat menyadari bahwa orangtua
mampu merawat anak meraka dalam semua aspek. Oleh
karena itu perawat mengkomunikasikan setiap keputusan
yang akan diambil mengenai perawatan anak dengan
orangtua (Hucthfield 1999 dalam Fiane 2012).

E. Kebijakan Terkait Family Centered Care


1. Jam Kunjung

15
Seiring dengan pemahaman keluarga sebagai sumber
kekuatan dan pendukung yang utama bagi anak, maka
kebijakan tentang jam kunjungan, ijin menemani anak selama
dirawat harus disesuaikan dengan konsep family centered care,
dalam konsep family centered care, keluarga dipandang
sebaagai unsure yang konstan sementara kehadiran profesi
kesehatan fluktuatif. Adalah sangat ideal jika anak dapat
didampingi selama 24 jam oleh orang tuanya. Tidak perlu ada
jam kunjung yang restrictive terhadap kenyamanan anak
terhadap orang tua. Hal yang perlu diperhatikan adalah
kujungan keluarga keruangan perawatan memperhatikan
prinsip aseptic dengan mencuci tangan sebelum dan setelah
kinjungan, pemakaian baju khusus dalam rangka
meminimalkan infeksi nosokomial. Baju untuk pengunjung
dibuat menarik dengan motif dan corak yang cocok untuk
anak-anak (Bissel C, 2010).
2. Pre-hospital Konseling
Konseling yang dilakukan tenaga kesehatan kepada orang
tua dan anak, terkait dengan kebijakan, prosedur dan
peraturan rumah sakit sebelum anak dirawat. Konseling ini
dilihat dari prinsip family centered care, petugas kesehatan
memberikan hak imformasi yang jelas kepada klien dan
keluarga. Menghormati anak dan keluarga, bahwa mereka
memiliki hak untuk bertanya (Bissel C, 2010).
3. Prosedur (treatment)
a. Mempertahankan perasaan mengontrol
Mempertahankan perasaan mengontrol terbagi atas 4
bagian:
1) Mempertahankan kebebasan anak untuk bergerak,
restrain untuk pemasangan intervena pada anak yang
kooperatif tidak diperlukan. Hal ini akan memberikan
kebebasan pada anak untuk bergerak, fasilitasi dengan

16
kursi roda pada anak yang mengalami kesulitan berjalan
agar dapat berkeliling ruangan dengan pengawasan.
2) Pengaturan jadwal kegiatan untuk anak, mengatur jadwal
aktivitas anak pada saat dirawat dengan melibatkan anak
dan orang tua. Pengaturan jadwal dengan berdasarkan
aktivitas yang dilakukan dirumah seperti jam mandi,
makan, nonton televise, bermain. Pengaturan jadwal ini
akan membantu anak beradaptasi.
3) Fasilitasi kemandirian anak, anak dilibatkan dalam
proses keperawatan dengan melibatkan kemandirian
melalui self care seperti: mengatur jadwal kegiatan,
memilih makanan, mengenakan baju, mengatur waktu
tidur. Prinsip tindakan ini adalah perawat respek
terhadap individualislitas pasien dan keputusan yang
diambil paien.
4) Berikan pemahaman atau informasi, anak prasekolah
memiliki kemampuan koognitif berpikir yang
mengakibatkan kesalahan interfretasi terhadap sakit dan
perawatan. Anak merasa sakit sebagai hukuman. Petugas
kesehatan memberikan imformasi yang jelas tentang
prosedur yang akan dilakukan, berikan kesempatan anak
memegang alat yang akan digunakan untuk
pemeriksaan, misalnya stetoskop (Bissel C, 2010).

b. Meminimalkan Injuri Dan Nyeri


Protap prosedur khusus/standar operasional prosedur
atraumatik care, prinsip nyeri anak prasekolah sangat
dipengaruhi oleh perkembangan koognitif anak yang berada
pada tahap pre-oprasional dan pikiran magis, prinsip
tindakan pada anak pra-sekolah adalah atraumatic care.
Adanya prosedur khusus untuk perawatan di ruang anak
yang membedakan dengan dewasa akan meminimalkan

17
kekuatan anak, misalnya melakukan prosedur dengan
kegiatan bermain terlebih dahulu (Bissel C, 2010).

c. Meminimalkan Dampak Pemisahan Pada Prasekolah


Meminimalkan dampak pemisahan pada prasekolah dibagi
jadi tiga bagian:
1) Melibatkan orangtua dan keluaraga dalam perawatan
anak, mulai dari pengkajian, perencanaan, implementasi,
evaluasi dan pembuatan kebijakan.
2) Mempromosikan self mastery, perawat membantu klien
dengan memfasilitasi pengalaman positif selama dirawat,
sehingga peningkatan perasaan otonomi anak,
mengidentifikasi kekuatan atau kompetensi anak selama
penyembuhan dan dapat digunakan sebagai dasar
pengalaman untuk dimasa mendatang.
3) Mempertahankan sosialisasi, mempasilitasi terbentuknya
support group diantara orang tua dan anak, sehingga
orang tua dan anak, mendapatkan dukungan dari
lingkungan. Misalnya group orang tua dengan telesemia,
group anak dengan penyakit asama. Perawat dapat
mempasilitasi group untuk tukar menukar pengalaman
selama merawat dengan anak, baik melalui kegiatan
informal atau formal seperti seminar (Bissel C, 2010).

F. Fasilitas Family Centered Care


Adapun fasilitas yang harus disediakan dalam melakukan
aplikasi family centered care.
1. Ruangan kuhusus untuk anak
2. Menyediakan bed untuk penunggu
3. Tempat memajang foto keluarga
4. Lounge khusus untuk orang tua
5. Fasilitas telfon untuk keluarga dan anak
6. Menyediakan ruangan bermain

18
7. Menyediakan perpustakaan untuk anak
8. Konsultasi untuk orang tua (Anonim, 2011).

G. Konsep Tindakan
Defenisi Tindakan (practice) Merupakan suatu sikap yang
belum otomatis terwujud dalam satu tindakan (overt behavior)
yang mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata yang
diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang
memungkinkan seperti fasilitas yang diperlukan faktor dukungan
(support) dari pihak lain (Notoadmodjo, 2003)

H. Tindakan Mempunyai Beberapa Tindakan


1. Persepsi (perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan
tindakan yang akan diambil adalah merupakan tindakan
tingkat pertama. Misalnya, seorang ibu dapat memilih
makanan bergizi tinggi bagi anak balitanya.

2. Respon Terpimpin (guide response)


Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang
benar adalah merupakan indikator tingkat dua. Misalnya,
seorang ibu dapat memasak sayur dengan benar, mulai cara
mencucinya dan memotong-motongnya, lama memasaknya,
menutup pancinya dan sebagainya.

3. Mekanisme (guide response)


Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan
benar secara otomatis, atau sesudah itu sudah merupakan
kebiyasaan, maka ia sudah mencapai tindakan tingkat.
Misalnya, seorang ibu yang sudah mengimunisasikan bayinya
pada umur tertentu, tanpa menunggu perintah atau ajakan
orang lain.

19
4. Adopsi (adoption)
Adaptasi adalah suatu peraktik atau suatu tindakan yang
sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah
dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.
Misalnya, ibu dapat memilih dan memasak makanan bergizi
tinggi berdasarkan bahan-bahan yang murah dan sederhana.
Pengukuran tindakan dapat dilakukan secara tidak
langsung yakni dengan wawancara terhadap kegiatan-
kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari, atau bulan
yang lalu (recall). Pengukuran ini juga dapat dilakukan secara
langsung yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan
ressponden (Notoadmodjo, 2003).

I. Perubahan (Adopsi) Dan Indikator Tindakan Kesehatan


1. Perubahan (adopsi)
Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek
kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat
terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya diharapkan
ia akan melaksanakan atau memperaktikkan apa yang
diketahui atau disikapi (nilai baik). Inilah yang disebut
tindakan (practice) kesehatan.
2. Indikator Kesehatan
Indikator tersebut meliputi:
a. Tindakan (praktik) sehubungan dengan penyakit,
tindakan mencakup pencegahan penyakit seperti
melakukan pengurasan bak seminggu sekali dan
penyembuhan penyakit seperti minum obat sesuai
anjuran dokter, berobat ke fasilitas pelayanan kesehatan
yang tepat.
b. Tindakan (praktik) pemeliharaan dan peningkatan
kesehatan, tindakan ini mencakup: menkonsumsi
makanan dengan gizi seimbang, melakukan olahraga
teratur, tidak minum miras dan sebagainya.

20
c. Tindakan (praktik) kesehatan lingkungan, tindakan ini
mencakup: membuang sampah ditempat sampah,
menggunakan air bersih untuk mandi dan sebagainya
(Notoadmodjo, 2003).

J. Klasifikasi Tingkah Laku Anak Menurut Wright


Metode kelasifikasi tingkah laku anak yang lain
dikembangkan oleh wiright, dimana Wright membagi beberapa
kategori berdasarkan kooperatif anak, yaitu:
1. Kooperatif (anak dapat diajak kerjasama) Sikap anak yang
mau diajak kerjasama dengan petugas kesehatan, misalnya
mau menerima perawatan, tidak menangis atau bersifat tidak
menyenangkan, tertarik dengan tindakan perawatan, dan
sebagainya.
2. Tidak kooperatif, dapat dibagi menjadi tiga:
a. Anak tidak mampu menjadi kooperatif Ini biyasanya
terjadi pada anak tuna mental kemampuan atau
kemampuan yang terbatas sehingga kemampuan untuk
kooperatif juga terbatas.
b. Anak belum mampu menjadi kooperatif Biyasanya terjadi
pada anak balita atau anak yang berumur kurang dari 3
tahun. Hal ini disebabkan karena usianya terlalu muda
dan belum dapat berkomunikasi. Namun dengan adanya
pertambahan usia diharapkan anak dapat menjadi
kooperatif.
c. Anak mempunyai potensi untuk menjadi kooperatif Hal ini
dapat terjadi bila ada pendekatan serta jomunikasi yang
baik, sehingga anak yang malu-malu tidak kooperatif
dapat berubah tingkah lakunya dan dapat dirawat.

3. Penampilan anak yang mempunyai potensi kooperatif yaitu


apabila :

21
a. Tingkah laku terkontrol (uncontrolled behavior)
biyasanya pada usia 3-6 tahun, anak menangis
menendang dan memukul.
b. Tingkah laku melawan (against behavior) anak tetap
menolak perawatan, keberanian cukup, potensi menjadi
kooperatif tinggi
c. Tingkah laku tegang (tense cooverative behavior) dahi
dan tangan berkeringat, suara bergetar dan pandangan
mata selalu curiga terhadap perawat.
d. Tingkah pemalu (shy behavior) anak ragu-ragu dan
selalu menangis, anak ingin selalu dipegang, berlindung
dibalik ibu
e. Tingkah cengeng (whining behavior) apapun yang
dikerjakan anak selalu cegeng terus menangis.

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

Penerapanan family centered care dalam perawatan pra-sekolah


melibatkan semua aspek dari kebijakan, fasilitas dan perawat (staf)
menjadi satu-kesatuan sinergi dalam perawatan anak. Proses
perubahan dalam perawatan anak melibatkan semua aktivitas
perawatan dari prosedur penerimaan pasien, minimalkan kecemasan
perpisahan, minimalkan kehilangan kontrol, minimalkan injuri dan
nyeri, kaji pengalaman positif terkait dengan hospitalisasi. Strategi
pelaksanaan FCC pada pra sekolah memerlukan sosialisasi, pilot
project dan evaluasi keberhasilan dan pengembangan pada unit yang
lebih besar.
Rumah sakit perlu menetapkan kebijakan penerapan family
centered care dalam perawatan anak dan ditunjang dengan SOP/
standar operasional prosedur, sekaligus dengan penyiapan SDM,

22
kerjasama lintas sektoral termasuk dengan institusi pendidikan untuk
pengembangan program ini.

DAFTAR PUSTAKA

Muscary, ME, (2001), Panduan Belajar Keperawatan Pediatric, Edisi


3, (Alfrina Hany, SKp, Penerjemah) Jakarta: EGC.
Anonim. (2007). Family centered care. diakses tanggal 7
September 2007 dari http://www.familycenteredcare.org
Bissel C, “Family-Centered Care” oleh as retrieved on 12 Jul 2007
02:22:57 GMT. http://communitygateway.org/faq/fcc.ht m
Friedman, MM, (1998), Keperawatan Keluarga; Teori dan Praktik;
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Petersen M, F, Cohe J, Parsons V, (2004) Family-Centered Care: Do
we Practice What We Preach?, JOGNN July/Agustus 2004
Hockenberry, J.M. & Wilson, D. (2007). Wong’s Nursing Care of
Infants and Children”. (8th edition). Canada: Mosby Company.
Supartini,Y. (2004). Buku ajar konsep dasar keperawatan anak.
Jakarta ;EGC.

23
Wong, D.L dan Hockenbery-Eaton. (2000), Nursing care of
infants and children. (6th ed.). Missouri;Mosby

24

Anda mungkin juga menyukai