Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Family centered care merupakan sebuah pendekatan yang dapat meminimalisir terjadinya
trauma pada anak maupun keluarga. Pendekatan ini dibangun dengan kolaborasi antar keluarga,
perawat, staf rumah sakit, pemberi dan pengevaluasi layanan kesehatan(Neal et al, 2007).

Family Centered Care didefinisikan oleh Association for the Care of Children’s Health
(ACCH) sebagai filosofi dimana pemberi perawatan mementingkan dan melibatkan peran
penting dari keluarga, dukungan keluarga akan membangun kekuatan., membantu untuk
membuat sesuatu pilihan yang terbaik, dan meningkatkan pola normal yang ada dalam
kesehariannya selama anak sakit dan menjalani penyembuhan.

Familiy Centered Care didefinisikan menurut Hanson (199, dalamdunst dan Trivette 2009)
sebagai pendekatan inovatif dalam merencanakan, melakukan, dan mengevaluasi tindakan
keperawatan yang diberikan didasarkan pada manfaat hubungan antara perawat dan keluarga
yaitu orang tua.

Gill (1993, dalam fiancé, 2012) yang menyebutkan bahwa Family Centered Care merupakan
kolaborasi bersama orang tua dan tenaga professional. Kolaborasi orang tua dengan tenaga
professional dalam membentuk mendukung keluarga terutama dalam aturan keperawatan yang
mereka lakukan merupakan filosofi Family Centered Care. Kemudian, secara lebih spesifik
dijelaskan bahwa filosofi Family Centered Care yang dimaksudkan merupakan dasar pemikiran
dalam keperawatan anak yang digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan kepada anak
dengan melibatkan keluarga sebagai focus utama perawatan. Kutipan definisi dari para ahli
diatas memberikan bahwa dalam penerapan Family Centered Care sebagai suatu pendekatan
yang holistic, dan filosofi dalam keperawatan anak. Perawat sebagai tenaga professional perlu
melibatkan orang tua dalam perawatan anak. Adapun peran perawat dalam menerapkan Family
Centered Care adalah sebagai mitra dan pasilitator dalam perawatan anak di rumah sakit.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana definisi dari family centered care?

1
2. Bagaimana tujuan family centered care?
3. Bagaimana elemen-elemen family centered care?
4. Bagaimana prinsip-prinsip dari family centered care?
5. Bagaimana penerapan family centered care diruang Nicu?
6. Bagaimana definisi dari autromatic care?
7. Untuk mengetahui manfaat dari atromatic care?
8. Bagaimana tujuan autromatic care?
9. Bagaimana factor yang mempengaruhi autromatic care dirumah sakit?
10. Bagaimana Penerapan prinsip automatic care
1.3 Tujuan

Untuk mengetahui gambaran perilaku perawat anak dalam aplikasi family centered care dan
autromatic care di rumah sakit dan untuk mendeskripsikan pengetahuan perawat anak tentang
family centered care dan autromatic care.

2
BAB II

PEMBAHASAN

1.1 Definisi Family Centered Care (FCC)

Family Centered Care didefinisikan oleh Association for the Care of Children’s Health
(ACCH) sebagai filosofi dimana pemberi perawatan mementingkan dan melibatkan peran
penting dari keluarga, dukungan keluarga akan membangun kekuatan., membantu untuk
membuat sesuatu pilihan yang terbaik, dan meningkatkan pola normal yang ada dalam
kesehariannya selama anak sakit dan menjalani penyembuhan.

Familiy Centered Care didefinisikan menurut Hanson (199, dalamdunst dan Trivette 2009)
sebagai pendekatan inovatif dalam merencanakan, melakukan, dan mengevaluasi tindakan
keperawatan yang diberikan didasarkan pada manfaat hubungan antara perawat dan keluarga
yaitu orang tua.

Stower (1992 dalam fiancé, 2012), Family Centered Care merupakan suatu pendekatan yang
holistik. Pendekatan Family Centered Care tidak hanya memfokuskan asuhan keperawatan pada
anak sebagai klien atau individu dengan kebutuhan biologis, psikologi, social dan spiritual
(biopsikospiritual) tetapi juga melibatkan keluarga sebagai bagian yang konstan dan tidak bisa di
pisahkan dari kehidupan anak.

Gill (1993, dalam fiancé, 2012) yang menyebutkan bahwa Family Centered Care merupakan
kolaborasi bersama orang tua dan tenaga professional. Kolaborasi orang tua dengan tenaga
professional dalam membentuk mendukung keluarga terutama dalam aturan keperawatan yang
mereka lakukan merupakan filosofi Family Centered Care. Kemudian, secara lebih spesifik
dijelaskan bahwa filosofi Family Centered Care yang dimaksudkan merupakan dasar pemikiran
dalam keperawatan anak yang digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan kepada anak
dengan melibatkan keluarga sebagai focus utama perawatan. Kutipan definisi dari para ahli
diatas memberikan bahwa dalam penerapan Family Centered Care sebagai suatu pendekatan
yang holistic, dan filosofi dalam keperawatan anak. Perawat sebagai tenaga professional perlu

3
melibatkan orang tua dalam perawatan anak. Adapun peran perawat dalam menerapkan Family
Centered Care adalah sebagai mitra dan pasilitator dalam perawatan anak di rumah sakit.

1.2 Tujuan Family Centered Care

Tujuan penerapan konsep Family Centered Care dalam perawtan anak, menurut Brunner and
Suddarth (1986, dalam Fretes,2012) adalah memberikan kesempatan bagi orang tua untuk
merawat anak mereka selama proses hospitalisasi dengan pengawasan dari perawat sesuai
dengan aturan yang berlaku.

Selain itu, Family Centered Care juga bertujuan untuk meminumalkan trauma selama
perawatan anak dirumah sakit dan meningkatkan kemandirian sehingga peningkatan kualitas
hidup dapat tercapai.

1.3 Element Family Centered Care

Menurut Shellton (1987, dalam Fretes 2012). Terdapay beberapa elemen Familly Centered
Care, yaitu :

1. Perawat menyadari bahwa keluarga adalah bagian yang konstan dalam kehidupan anak,
sementara system layanan dan anggota dalam system tersebut berfluktuasi.
2. Memfasilitasi kerjasama antara keluarga dan perawat di semua tingkat pelayanan
kesehatan, merawat anak secara individual, pengembangan program, pelaksanaan dan
evaluasi serta pembentukan kebijakan.
3. Menghormati keanekaragaman ras, etnis budaya dan social ekonomi dalam keluarga.
4. Mengakui kekuatan keluarga dan individualitas serta memperhatikan perbedaan
mekanisme koping dalam keluarga elemen ini mewujudkan 2 konsep yang seimbang
pertama, Family Centered Care harus menggambarkan keseimbangan anak dan keluarga.
5. Memberikan informasi yang lengkap dan jelas kepada orang tua dan secara berkelanjutan
dengan dukungan penuh.
6. Mendorong dan memfasilitasi keluarga untuk saling mendukung.
7. Memahami dan menggabungkan kebutuhan dalam setiap perkembangan bayi, anak-anak,
remaja dan keluarga mereka kedalam system perawtan kesehaatan.

4
8. Menerapkan kebijakan yang komprehensif dan program-program yang memberikan
dukungan emosional dan keuangan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
9. Merancang system perawatan kesehatan yang fleksibel, dapat dijangkau dengan mudah
dan responsip terhadap kebutuhan keluarga teridentifkasi.
1.4 Prinsip FCC menurut Potter&Perry (2007)
a. Martabat dan kehormatan

Praktisi keperawatan mendengarkan dan menghormati pandangan dan pilihan pasien.


Pengetahuan, nilai, kepercayaan dan latar belakang budaya pasien dan keluarga bergabung dalam
rencana dan intervensi keperawatan.

b. Berbagi informasi

Praktisi keperawatan berkomunikasi dan memberitahukan informasi yang berguna bagi


pasien dan keluarga dengan benar dan tidak memihak kepada pasien dan keluarga. Pasien dan
keluarga menerima informasi setiap waktu, lengkap, akurat agar dapat berpartisipasi dalam
perawatan dan pengambilan keputusan

c. Partisipasi

Pasien dan keluarga termotivasi berpartisipasi dalam perawatan dan pengambilan


keputusan sesuai dengan kesepakatan yang telah mereka buat.

d. Kolaborasi

Pasien dan keluarga juga termasuk ke dalam komponen dasar kolaborasi. Perawat
berkolaborasi dengan pasien dan keluarga dalam pengambilan kebijakan dan pengembangan
program, implementasi dan evaluasi, desain fasilitas kesehatan dan pendidikan professional
terutama dalam pemberian perawatan. (Potter&Perry 2007)

2.5 Penerapan Family Centered Care Di Ruangan Nicu

Penerapan Family Centered Care diruangan Nicu (Neonatal intensive care unit) dimana nicu
disediakan khusus untuk bayi baru lahir yang mengalami gangguan kesehatan. Lama perawatan
diruang nicu berbeda-beda, tergantung kondisi setiap bayi. Setelah lahir, bayi tidak dapat
bergantung pada ibunya, seperti saat berada dalam kandungan. Bayi diharapkan cepat

5
beradaptasi dengan liingkungan dan mulai menggunakan organ dalam tubuhnya secara mandiri.
Sayangnya, tidak semua bayi dapat melakukannya dan lahir dengan sehat, sehingga harus
ditolong dengan pertolongan medis. Alas an bayi baru lahir masuk ke ruang nicu, antara lain :

1. Bayi lahir premature, yaitu sebelum memasuki minggu ke -37


2. Bayi mengalami masalah saat persalinan berlangsung
3. Bayu menunjukan tanda-tanda gangguan kesehatan saat dilahirkan
4. Bayi lahir dengan berat badan rendah, yaitu kurang dari 2500 gram atau diatas 4000
gram.

Family Centered Care (asuhan berpusat pada keluarga) filosifi family centered care bersifat
konstan dalam hidup anak. System pelayanan dan personal harus mendukung, menghargai,
mendorong, dan meningkatkan kekuatan dan kompetensi keluarga melalui pemberdayaan
pendekatan dan pemberian bantuan efektif.

Konsep dasar dalam family centered care adalah :

a. Memampukan keluarga dengan menciptakan kesempatan dan cara bagi semua anggota
keluarga untuk menunjukan kemampuan dan untuk mendapatkan dan untuk mendapatkan
kemampuan dan kompetensi terbaru yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan anak
dan keluarga.
b. Pemberdayaan menggambarkan interaksi professional dengan keluarga dealam cara
tertentu sehingga keluarga mempertahankan dan mendapat kontrol atas kehidupan
mereka sendiri dan membuat perubahan positif yang dihasilkan dari perilaku membantu
yang mengembangkan kekuatan, kemampuan dan tindakan mereka sendiri.

Perawatan bayi diruang perawatan intensif bagi orang tua merupakan suatu situasi krisis yang
mengakibatkan pengalaan stress, cemas, depresi, dan bahkan dapat mengalami posttraumatic
stress. Upaya yang dapat dikembangkan untuk meminimalkan dampak neagitf perawatan
tersebut, baik bagi bayi ataupun orang tua, yaitu dengan mengaplikasikan family centered care
(fcc).

Family centered care melibatkan orang tua dari berperan pasif menjadi berperan aktif
untuk terlibat dalam perawtan anaknya. Berdasarkan sebagai hasil penelitian, didapatkan bahwa

6
fcc merupakan model yang relative aman dan mudah diterapkan. Selain itu, model ini juga
terbukti dapat meningkatkan berat badan bayi, menurunkan behavioral stress pada bayi,
meningkatkan kesejahteraan dan bonding attachment antara ibu dan bayi, menurunkan stress
yang dialami orang tua terkait perawatan bayinya, menurunkan length of stay (los), dan membuat
orang tua merasa lebih percaya diri dan kompeten dalam merawat bayinya setelah pulang ke
rumah. Sehingga dengan diaplikasikannya fcc, diharapkan dapat juga meningkatkan kualitas
hidup neonatas.

Kemitraan orang tua professional adalah mekanisme yang sangat kuat untuk
memampukan dan memberdayakan keluarga. Orang tua berhak dihargai seperti halnya
professional dan mempunyaihak untuk memutuskan apa yang penting bagi mereka sendiri dan
keluarganya. Peran professional adalah mendukung dan menguatkan kemampuan keluarga untuk
mengasuh dan meningkatkan perkembangan anggota dalam cara yang memampukan dan
memberdayakan. Professional harus juga bekerja sama sebagai suatu tim demi keuntungan
anakdan keluarga mereka.

Langkah pertama untuk mengaplikasikan model FCC diruang intensif neonatal adalah
dengan mengidentifikasi kebutuhan orang tua. Menurut Ward (2001), kebutuhan orang tua
dibagi kedalam 5 hal, yaitu :

1. Kebutuhan terhadap informasi (information)


2. Kebutuhan terhadap kepastian (assurance)
3. Kebutuhan terhadap kedekatan (proximity)
4. Kebutuhan terhadap kenyamanan (comfort)
5. Kebutuhan terhadap dukungan (support)

Jika kebutuhan orang tua dapat diidentifikasi dengan baik, maka pendapat memberikan
dukungan yang tepat bagi orang tua dalam memenuhi kebutuhan tersebut.

Hasil penelitian dilakukan Sikorova dan Kucova (2012) mengenai identifikasi kebutuhan
ibu dengan bayi yang dirawat di Neonatal Intensive Care Unit (NICU) di Ostrava, Czech
Republic, menunjukan bahwa ibu sangat membutuhkan dukungan dari perawat. Ibu
membutuhkan caring dari perawat untuk berespon dengan baik terhadap pertanyaan dari orang
tua dan melibatkan ibu dalam merawat bayinya yang sakit. Jika tidak dilibatkan dalam perawatan

7
bayinya, ibu akan mengalami stress yang tinggi akibat berpisah dengan bayinya ; merasa tidak
berdaya dan tidak mampu melindungi bayinya dari prosedur perawatan yang menyakitkan dan
ketidakmampuan untuk menyusui bayinya.

Ketika family center care diimplementasikan, lamanya hari rawat bisa bertambah singkat,
sehingga mengurangi biaya perawatan, berat badan bayi meningkat dan tingkat stress pasien
menurun. Staf juga mendapat keuntungan saat perawatan berpusat pada keluarga dilaksanakan.
Perawatan professional, pasien, keluarga bisa mendapatkan kualitas pelayanan yang baik.

2.6. Definisi Atraumatic Care

Atraumatic care adalah penyediaan asuhan terapeutik dalam lingkungan, oleh personel,
dan melalui penggunaan intervensi yang menghapuskan atau memperkecil distres psikologis dan
fisik yang diderita oleh anak-anak dan keluarganya dalam sistem pelayanan kesehatan (Wong, et
al., 2009). Atraumatic care adalah bentuk perawatan terapeutik yang diberikan oleh tenaga
kesehatan dalam tatanan pelayanan kesehatan anak, melalui penggunaan tindakan yang dapat
mengurangi distres fisik maupun distres psikologis yang dialami anak maupun orang tua
(Supartini, 2014). Asuhan terapeutik tersebut mencakup pencegahan, diagnosis, atau
penyembuhan kondisi akut atau kronis. Intervensi berkisar dari pendekatan psikologis berupa
menyiapkan anak-anak untuk prosedur pemeriksaaan, sampai pada intervensi fisik seperti
menyediakan ruangan untuk orang tua tinggal bersama anak dalam satu kamar (rooming in).
Distres psikologis meliputi kecemasan, ketakutan, kemarahan, kekecewaaan, kesedihan, malu,
atau rasa bersalah. Sedangkan distres fisik dapat berkisar dari kesulitan tidur dan immobilisasi
sampai pengalaman stimulus sensori yang mengganggu seperti rasa sakit (nyeri), temperatur
ekstrem, bunyi keras, cahaya yang dapat menyilaukan atau kegelapan (Wong, et al., 2009).

Atraumatic care berkaitan dengan siapa, apa, kapan, dimana, mengapa, dan bagaimana setiap
prosedur dilakukan pada anak untuk mencegah atau meminimalkan stress fisik dan psikologis
(Wong, 1989, dalam Wong, et al. 2009). Maka dapat disimpulkan, atraumatic care adalah
pelaksanaan perawatan terapeutik pada anak dan keluarga oleh perawat atau tenaga kesehatan
lain dengan intervensi meminimalkan atau mencegah timbulnya distres fisik maupun psikologis
dalam sistem pelayanan kesehatan.

2.7 Manfaat atraumatic care

8
Anak sebagai individu yang masih dalam usia tumbuh kembang perlu perhatian lebih,
karena masa anak merupakan proses menuju kematangan. Berbagai peristiwa yang dialami anak,
seperti sakit atau hospitalisasi akan menimbulkan trauma pada anak seperti cemas, marah, nyeri,
dan lain-lain. Kondisi tersebut jika tidak ditangani dengan baik, akan menimbulkan masalah
psikologis pada anak yang akan mengganggu perkembangan anak. Oleh karena itu, manfaat
atraumatic care adalah mencegah masalah psikologis (kecemasan) pada anak, serta
mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan anak (Hidayat, 2012). Beberapa penelitian
juga telah membuktikan bahwa penerapan atraumatic care memiliki pengaruh atau hubungan
terhadap penurunan respon kecemasan pada anak yang di hospitalisasi (Bolin, 2011 & Breving,
et al., 2015).

2.8 Tujuan atraumatic care

Atraumatic care sebagai asuhan terapeutik memiliki beberapa tujuan, yaitu:

a. Jangan melukai, hal tersebut dinyatakan Wong dan koleganya (2009) sebagai tujuan utama
dari atraumatic care.

b. Mencegah dan mengurangi stres fisik (Supartini, 2014).

c. Mencegah dan mengurangi stres psikologis (Supartini, 2014).Untuk mencapai tujuan tersebut,
terdapat beberapa prinsip atraumatic care sebagai kerangka kerjanya (Wong, et al., 2009). 1.4
Prinsip atraumatic care Supartini (2014) menyatakan bahwa prinsip atraumatic care dibedakan
menjadi empat, yaitu: mencegah atau menurunkan dampak perpisahan antara orang tua dan anak
dengan menggunakan pendekatan family centered, meningkatkan kemampuan orang tua dalam
mengontrol perawatan anaknya, mencegah atau meminimalkan cedera fisik maupun psikologis
(nyeri) serta memodifikasi lingkungan fisik ruang perawatan anak.

a. Menurunkan atau mencegah dampak perpisahan dari keluarga

Dampak perpisahan bagi keluarga, anak mengalami gangguan psikologis seperti


kecemasan, ketakutan, dan kurangnya kasih sayang. Gangguan ini akan menghambat proses
penyembuhan anak dan dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak (Hidayat,
2012).

9
b. Meningkatkan kemampuan orang tua dalam mengontrol perawatan anak

Perawat berperan penting dalam meningkatkan kemampuan orang tua dalam merawat
anaknya. Beberapa bukti ilmiah menunjukkan pentingnya keterlibatan orang tua dalam
perawatan anaknya di rumah sakit. Orang tua dipandang sebagai subjek yang mempunyai potensi
untuk melaksanakan perawatan pada anaknya (Darbyshire, 1992 dan Carter & Dearmun, 1995,

dalam Wong, et al., 2009).

c. Mencegah atau menurunkan cedera fisik maupun psikologis (nyeri)

Nyeri sering dihubungkan dengan rasa takut, cemas, dan stres. Mengurangi nyeri
merupakan tindakan yang harus dilakukan dalam keperawatan anak. Proses pengurangan nyeri
sering tidak dapat dihilangkan tetapi dapat dikurangi melalui teknik farmakologi dan teknik
nonfarmakologi (Wong, et al., 2009).

d. Modifikasi lingkungan fisik

Modifikasi lingkungan fisik yang bernuansa anak dapat meningkatkan keceriaan,


perasaan aman, dan nyaman bagi lingkungan anak sehingga anak selalu berkembang dan merasa
nyaman di lingkungannya (Hidayat, 2012). 1.5 Intervensi atraumatic care Perawat sebagai salah
satu anggota tim kesehatan, memegang posisi kunci untuk membantu orang tua menghadapi
permasalahan yang berkaitan dengan perawatan anaknya di rumah sakit karena perawat berada di
samping pasien selama 24 jam dan fokus asuhan adalah peningkatan kesehatan anak. Asuhan
yang berpusat pada keluarga dan atraumatic care merupakan falsafah utama dalam pelaksanaan
asuhan keperawatan anak. Oleh karena itu, upaya dalam mengatasi masalah yang timbul baik
pada anak maupun orang tuanya selama dalam masa perawatan berfokus pada intervensi
atraumatic care yang berlandaskan pada prinsip atraumatic care (Supartini, 2014).

a. Intervensi menurunkan atau mencegah dampak perpisahan dari keluarga.

Mencegah atau meminimalkan dampak perpisahan pada anak dapat dilakukan dengan
cara melibatkan orang tua berperan aktif dalam perawatan anak (Supartini, 2014), yaitu:

10
1) Memperbolehkan orang tua untuk tinggal bersama anak selama 24 jam (rooming in) atau jika
tidak memungkinkan untuk rooming in maka berikan kesempatan orang tua untuk melihat anak
setiap saat dengan maksud untuk mempertahankan kontak antara mereka.

2) Modifikasi ruang perawatan dengan cara membuat situasi ruang rawat seperti di rumah.

3) Pempertahankan kontak dengan memfasilitasi pertemuan dengan guru, teman sekolah dan
berhubungan dengan siapa saja yang anak inginkan.

4) Libatkan orang tua untuk berpartisipasi dalam merawat anak yang sakit (Susilaningrum, et al.,
2013).

b. Intervensi meningkatkan kemampuan orang tua dalam mengontrol perawatan anak

Perawat dapat mendiskusikan dengan keluarga tentang kebutuhan anak untuk membantu
orang tua dengan cara memberikan informasi sehubungan dengan penyakit, prosedur
pengobatan, prognosis sertaperawatan yang dapat dilakukan orang tua, dan reaksi emosional
anak terhadap sakit dan hospitalisasi (Wong, et al., 2009). Perawat dapat juga menginformasikan
kepada orang tua mainan yang boleh dibawa ke rumah sakit, membuatkan keluarga jadwal
untuk anak, serta penting untuk perawat mempersiapkan anak dan orang tuanya sebelum dirawat
di rumah sakit melalui kegiatan pendidikan kesehatan pada orang tua. Sehingga selama
perawatan di rumah sakit orang tua diharapkan dapat belajar dalam hal peningkatan pengetahuan
maupun keterampilan yang berhubungan dengan keadaan sakit anaknya (Supartini, 2014).

c. Intervensi mencegah atau menurunkan cedera fisik maupun psikologis (nyeri)

Pengkajian nyeri merupakan komponen penting dalam proses keperawatan terkait


mengurangi atau mencegah dampak nyeri. Dalam pengkajian nyeri penting bagi perawat
menggunakan definisi operasional nyeri yang diungkapkan oleh McCaffery dan Pasero (1999)
dalam Wong dan koleganya (2009) yaitu nyeri adalah apapun yang dikatakan oleh orang yang
mengalaminya, ada pada saat orang tersebut mengatakan itu terjadi.

Wong dan koleganya (2009) juga menyatakan bahwa prinsip pengkajian nyeri pada anak-anak
adalah QUESTT yaitu question the child (tanyakan pada anak), use a pain rating scale (gunakan
skala nyeri), evaluate behavioral and physiologic changes (evaluasi perubahanperubahan sikap

11
dan fisiologis), secure parent’s involvement (pastikanketerlibatan orang tua), take the cause of
pain into account (pertimbangkan penyebab nyeri), dan take action and evaluate results (lakukan
tindakan dan evaluasi hasilnya). Penatalaksanaan nyeri dapat dilakukan dengan dua teknik.
Pertama, teknik nonfarmakologi dapat dilaksanakan melalui distraksi, relaksasi, imajinasi
terbimbing, stimulasi kutaneus, memberikan strategi koping yang dapat mengurangi persepsi
nyeri dengan cara bicara hal yang positif pada diri, berhenti berfikir tentang hal menyakitkan,
dan kontrak perilaku (Wong, et al., 2009). Kedua, teknik farmakologis dilakukan dengan cara
meningkatkan efektivitas dari pemberian obat melalui penggunaan prinsip enam benar, meliputi:
benar klien, benar obat, benar dosis, benar cara, benar waktu, benar dokumentasi (Rusy dan
Weisman, 2000 dalam Utami, 2012). Untuk prosedur yang menimbulkan nyeri, anak harus
menerima analgesik dan sedasi yang cukup untuk meminimalkan nyeri dan kebutuhan restrein
yang berlebihan. Untuk anestesi lokal gunakan lidokain yang dibufer untuk mengurangi sensasi
sakit atau berikan EMLA(Extectic Mixture of Local Anesthetics) secara topikal sebelum
dilakukan injeksi parenteral (Wong, 2013). Apabila tindakan pencegahan tidak dilakukan maka
cedera dan nyeri akan berlangsung lama pada anak sehingga dapat mengganggu pertumbuhan
dan perkembangan (Hidayat, 2012).Supartini (2014) menyatakan bahwa meminimalkan rasa
takut terhadap cedera tubuh dan rasa nyeri dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:

1) Mempersiapkan psikologis anak dan orang tua untuk tindakan prosedur yang menimbulkan
rasa nyeri Persiapan ini dilakukan perawat dengan cara menjelaskan apa yang akan dilakukan
dan memberikan dukungan psikologis pada orang tua (Supartini, 2014). Persiapan anak-anak
untuk menghadapi prosedur yang menakutkan dapat menurunkan ketakutan mereka,
sertamemanipulasi teknik prosedural untuk anak-anak di setiap kelompok umur juga
meminimalkan ketakutan akan cedera tubuh (Wong, et al., 2009).

2) Lakukan permainan terlebih dahulu sebelum melakukan persiapan fisik anak

Permainan yang bisa dilakukan diantaranya bercerita, menggambar,menonton video kaset


dengan cerita yang berkaitan dengan tindakan atau prosedur yang akan dilakukan pada anak
(Supartini, 2014). Bermain adalah salah satu aspek penting dari kehidupan anak dan salah satu
alat paling efektif untuk penatalaksanaan stres, serta bermain jugasangat penting bagi mental,
emosional dan kesejahteraan sosial anak (Wong, et al., 2009). Kebutuhan bermain bagi anak
sama halnya dengan kebutuhan perkembangan anak, tidak berhenti saat anak sakit atau di

12
hospitalisasi. Bermain di rumah sakit memberikan banyak manfaat pada anak yaitu memberikan
pengalihan dan menyebabkan relaksasi, membantu anak merasa lebih nyaman di lingkungan
yang asing, membantu mengurangi stres akibat perpisahan dan perasaan rindu rumah, sebagai
alat untuk melepas ketegangan dan ungkapan perasaan, meningkatkan interaksi dan
perkembangan sikap yang positif terhadap orang lain, sebagai alat ekspresi ide-ide dan minat,
sebagai alat untuk mencapai tujuan terapeutik, dan menempatkan anak pada peran aktif dan
memberi kesempatan pada anak untuk menentukan pilihan dan merasa mengendalikannya
(Wong, et al., 2009). Supartini (2014) mengemukakan bahwa dalam melakukan aktivitas
bermain perawat hendaknya memperhatikan prinsip permainan pada anak di rumah sakit, yaitu:

a) Permainan tidak boleh bertentangan dengan pengobatan yang sedang dijalankan pada anak
Apabila anak harus tirah baring, harus dipilih permainan yang dapat dilakukan di tempat tidur,
dan anak tidak boleh diajak bermain dengan kelompoknya di tempat bermain khusus yang ada di
ruang rawat. Misalnya, sambil tiduran di tempat tidurnya anak dapat dibacakan buku cerita atau
diberi buku komik anak-anak, mobilmobilan yang tidak menggunakan remote control, robot-
robotan, dan permainan lain yang dapat dimainkan anak sambil tiduran.

b) Permainan yang tidak membutuhkan banyak energi, singkat, dan sederhana

Pilih jenis permainan yang tidak melelahkan anak, menggunakan alat permainan yang
ada pada anak atau yang tersedia di ruangan. Kalaupun akan membuat suatu alat permainan, pilih
yang sederhana agar tidak melelahkan anak. Misalnya, menggambar atau mewarnai, bermain
boneka, dan membaca buku cerita.

c) Permainan yang harus mempertimbangkan keamanan anak Pilih alat permainan yang aman
untuk anak, tidak tajam, tidak merangsang anak untuk berlari-lari, dan bergerak secara
berlebihan.

d) Permainan harus melibatkan kelompok umur yang sama

Apabila permainan dilakukan khusus di kamar bermain secara berkelompok, permainan harus
dilakukan pada kelompok umur yang sama. Misalnya, permainan mewarnai pada kelompok usia
prasekolah.

e) Melibatkan orang tua

13
Satu hal yang harus diingat bahwa orang tua mempunyai kewajiban untuk tetap
melangsungkan upaya stimulasi tumbuh-kembang pada anak walaupun sedang dirawat di rumah
sakit, termasuk dalam aktivitas bermain anaknya. Perawat hanya bertindak sebagai fasilitator
sehingga apabila permainan diinisiasi oleh perawat, orang tua harus terlibat secara aktif dan
mendampingi anak mulai dari awal permainan sampai mengevaluasi hasil permainan anak
bersama dengan perawat dan orang tua anak lainnya.

3) Pertimbangkan untuk menghadirkan orang tua

Pada saat anak dilakukan tindakan atau prosedur yang menimbulkan rasa nyeri apabila
orang tua tidak dapat menahan diri, bahkan menangis bila melihatnya. Maka, perlu
dipertimbangkan untuk menghadirkan orang tua. Sebaiknya dalam kondisi ini tawarkan pada
anak dan orang tua untuk mempercayakan kepada perawat sebagai pendamping anak selama
prosedur tindakan (Supartini, 2014).

4) Tunjukkan sikap empati

Menunjukkan sikap empati sebagai pendekatan utama dalam mengurangi rasa takut
akibat prosedur yang menyakitkan. Empati merupakan kemampuan untuk memahami dan
menerima realita seseorang, merasakan perasaan dengan tepat, dan mengkomunikasikan
pengertian kepada pihak lain. Untuk mengekspresikan empati, perawat memperlihatkan
pengertian atas kepentingan pesan berdasarkan tingkat perasaan. Teknik ini mengharuskan
perawat untuk sensitif dan imajinatif, terutama jika perawat tidak memiliki pengalaman
terdahulu. Empati merupakan tujuan yang penting, kunci untuk menyelesaikan masalah, dan
mendukung komunikasi. Pernyataan yang menunjukkan empati sangat efektif karena
memperlihatkan perhatian perawat atas kandungan perasaan dan fakta dari komunikasi.
Pernyataan empati bersifat netral, tidak menuduh, dan membantu pembentukan kepercayaan
dalam situasi yang sulit (Potter & Perry, 2009).

5) Lakukan persiapan khusus jauh hari sebelumnya pada tindakan

pembedahan elektif (apabila memungkinkan) Persiapan khusus yang dapat dilakukan


misalnya, dengan mengorientasikan kamar bedah, tindakan yang akan dilakukan, dan petugas
yang akan menangani anak melalui cerita, gambar, atau menonton film video yang

14
menggambarkan kegiatan operasi tersebut. Terlebih dahulu lakukan pengkajian yang akurat
tentang kemampuan psikologis anak dan orang tua untuk menerima informasi ini dengan
terbuka. Lakukan pula relaksasi pada fase sebelum operasi sebagai persiapan untuk perawatan
pasca operasi (Supartini, 2014).

d. Intervensi modifikasi lingkungan fisik

Modifikasi lingkungan bernuansa anak dapat dilakukan dengan penataan atau dekorasi
menggunakan alat tenun dan tirai bergambar bunga atau binatang lucu, hiasan dinding
bergambar dunia binatang atau fauna, papan nama pasien bergambar lucu, dinding berwarna dan
penggunaan warna yang cerah di ruangan, serta tangga dicat warna-warni (Supartini,

2014). Penggunaan Pakaian seragam tim kesehatan yang berwarna putih pun bisa menjadi stresor
bagi anak, layaknya lingkungan rumah sakit yang asing bagi anak dan orang tua (Supartini,
2014). Sehingga penggunaan pakaian multi warna nonkonvensional pada perawat lebih disukai
oleh anak-anak dan orang tua yang anaknya dirawat di rumah sakit. Selain itu, seragam perawat
yang berwarna mampu meningkatkan persepsi orang tuatentang keandalan perawat dimana
penggunaan pakaian perawat nonkonvensional dapat berkontribusi untuk meningkatkan
hubungan anak dan perawat (Festini, et al., 2008 dalam Utami, 2012).

2.9. Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan atraumatic care di rumah sakit

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perawat dalam melaksanakan atraumatic
care di rumah sakit. Notoadmodjo (2010) menyatakan bahwa ada dua faktor yang mempengaruhi
pelaksanaan atraumatic care di rumah sakit, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

2.1 Faktor internal

Faktor internal yaitu faktor yang berasal dari dalam diri seseorang yang menjadi rasional
untuk seseorang berperilaku terdiri dari persepsi, pengetahuan, keyakinan, keinginan, motivasi,
niat, dan sikap.

a. Pengetahuan

Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia,

15
yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang
sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Sebelum seseorang
mengadopsi perilaku, ia harus tahu terlebih dahulu apa arti atau manfaat perilaku tersebut.
Perawat akan melaksanakan atraumatic care apabila ia tahu apa definisi, tujuan, manfaat, prinsip
dan intervensi atraumatic care tersebut.

b. Sikap

Sikap (attitude) merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2012). Sikap seseorang terhadap objek adalah
perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak
memihak (unfavorable) pada objek tersebut (Berkowits, 1972 dalam Azwar, 2007). Notoatmodjo
(2012) juga menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di
lingkungan tertentu sebagai penghayatan terhadap objek. Secara lebih sederhana sikap dapat
dianggap sebagai suatu predisposisi umum untuk berespon atau bertindak secara positif atau
negatif terhadap suatu objek atau orang disertai emosi positif atau negatif. Sikap membutuhkan
penilaian, ada penilaian positif, negatif atau netral tanpa reaksi afektif apapun (Maramis, 2006).
Sikap positif merupakan sikap yang menunjukkan atau mempertahankan, menerima, mengakui,
menyetujui, serta melaksanakan norma-norma yang berlaku dimana individu itu berada. Sikap
negatif merupakan sikap yang menunjukkan, memperlihatkan penolakan atau tidak menyetujui
terhadap norma-norma yang berlaku dimana individu itu berada (Niven, 2002).

2.2 Faktor eksternal

Faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari luar diri seseorang yang mendukung
seseorang untuk bertindak (berperilaku) atau mencapai tujuan yang diinginkan, seperti
pengalaman, fasilitas, dan sosiobudaya (Notoadmodjo, 2010). Fasilitas atau sarana di rumah
sakit sangat diperlukan untuk mewujudkan sikap perawat agar menjadi tindakan, seperti
tersedianya ruang bermain atau alat-alat permainan untuk melakukan intervensi bermain pada
anak, tersedianya tirai bergambar bunga atau binatang lucu, hiasan dinding bergambar dunia
binatang atau fauna, papan nama pasien bergambar lucu, dan tersedianya pakaian berwarna
warni untuk perawat di ruang anak (Supartini, 2014)

16
2.10 Penerapan Prinsip Autraumatic Care

Semakin baik penerapan Atraumatic care yang diberikan maka semakin kecil risiko
kecemasan yang dialami anak saat proses hospitalisasi. Diharapkan perawat dapat memberikan
pelayanan atraumatic care kepada pasien anak sehingga dapat meminimalkan kecemasan pada
anak dan dapat mengoptimalkan kemampuan orang tua dalam mengontrol kesehatan anak
sehingga proses hospitalisasi dapat berjalan dengan baik.

1. Alat permainan sesuai dengan kebutuhan anak

Bermain merupakan suatu aktivitas bagi anak yang menyenangkan dan merupakan suatu
metode bagaimana mereka mengenal dunia. Bagi anak bermain tidak sekedar mengisi waktu,
tetapi merupakan kebutuhan anak seperti halnya makanan, perawatan, cinta kasih dan lain-lain.
Anak-anak memerlukan berbagai variasi permainan untuk kesehatan fisik, mentaldan
perkembangan emosinya. Dengan bermain anak dapat menstimulasi pertumbuhan otot-ototnya,
kognitifnya dan juga emosinya karena mereka bermain dengan seluruh emosinya, perasaannya
dan pikirannya. Elemen pokok dalam bermain adalah kesenangan dimana dengan kesenangan ini
mereka mengenal segala sesuatu yang ada disekitarnya sehingga anak yang mendapat
kesempatan cukup untuk bermain juga akan mendapatkan kesempatan yang cukup untuk
mengenal sekitarnya sehingga ia akan menjadi orang dewasa yang lebih mudah berteman, kreatif
dan cerdas, bila dibandingkan dengan mereka yang masa kecilnya kurang mendapat kesempatan
bermain. Macam – macam bermain :

a. Bermain aktif Pada permainan ini anak berperan secara aktif, kesenangan diperoleh dari apa
yang diperbuat oleh mereka sendiri. Bermain aktif meliputi :

1) Bermain mengamati/menyelidiki (exploratory play) Perhatian pertama anak pada alat bermain
adalah memeriksa alat permainan tersebut, memperhatikan, mengocok-ocok apakah ada bunyi,
mencium, meraba, menekan dan kadang-kadang berusaha membongkar.

2) Bermain konstruksi (construction play) Pada anak umur 3 tahun dapat menyusun balok-balok
menjadi rumah-rumahan.

3) Bermain drama (dramatic play) Misalnya bermain sandiwara boneka, main rumah-rumahan
dengan teman-temannya.

17
4) Bermain fisik Misalnya bermain bola, bermain tali dan lain-lain.

Bermain pasif Pada permainan ini anak bermain pasif antara lain dengan melihat dan
mendengar. Permainan ini cocok apabila anak sudah lelah bernmain aktif dan membutuhkan
sesuatu untuk mengatasi kebosanan dan keletihannya. Contoh ; melihat gambar di
buku/majalah.,mendengar cerita atau musik,menonton televisi dsb. Dalam kegiatan bermain
kadang tidak dapat dicapai keseimbangan dalam bermain, yaitu apabila terdapat hal-hal seperti
dibawah ini :

1) Kesehatan anak menurun. Anak yang sakit tidak mempunyai energi untuk aktif bermain.

2) Tidak ada variasi dari alat permainan.

3) Tidak ada kesempatan belajar dari alat permainannya.

4) Tidak mempunyai teman bermain.

2. Ajarkan kebiasaan mencuci tangan kepada anak dan keluarga

Mencuci tangan merupakan rutinitas yang murah dan penting dalam prosedur pengontrol
infeksi dan merupakan metode terbaik untuk mencegah transmisi mikroorganisme. Mencuci
tangan adalah tindakan aktif, singkat dengan menggosok bersamaan semua permukaan tangan
yang bersabun, yang kemudian diikuti dengan membasuhnya di bawah air hangat yang mengalir.
Aspek terpenting dari mencuci tangan adalah pergesekan yang ditimbulkan dengan menggosok
tangan bersamaan. Pergesekan ini secara mekanis menghilangkan mikroba-mikroba dari tangan.
Mencuci tangan dengan sabun, dengan air mengalir dan pergesekan yang dilakukan secara rutin
oleh semua tenaga kesehatan:

1. Adalah pengukur kontrol yang paling jelas untuk pencegahan infeksi nosokomial.

2. Mencegah kontaminasi silang antar pasien dan antara pasien dengan peralatan dan pemberi
asuhan kesehatan.

3. Adalah salah satu pengukur kontrol terpenting untuk memutus rantai infeksi.

Manfaat Cuci Tangan ( Pengaruh Positif Cuci Tangan) Pentingnya mencuci tangan untuk
menjaga kesehatan dan terhindar dari penyakit. Sebaiknya mengajarkan kebiasaan baik mencuci

18
tangan kepada anak yang masih kecil, karena salah satu penyakit pembunuh anak nomor 1 di
Indonesia adalah diare, yang dapat dicegah dengan mengajarkan anak untuk mencuci tangan.
Karena seperti yang kita ketahui, sepanjang hari kita akan banyak melakukan kontak langsung
dengan orang-orang, permukaan benda yang terkontaminasi, makanan, bahkan binatang dan
kotoran binatang . Hal itu tentunya akan menyebabkan menumpuknya bibit penyakit pada tangan
khususnya telapak tangan. Maka dari itu juga kita tidak mencuci tangan cukup sering, maka kita
dapat tertular berbagai penyakit lewat sentuhan ( misalnya : tanpa sadar kita menyantuh mata,
hudung,mulut dengan telapak tangan. Hal itu tentunya akan mengakibatkan kuman-kuman dan
bakteri-bakteri yang melekat pada telapak tangan akan berpindah ke mata, mulut atau hidung dan
tentunya akan menimbulkan berbagai macam penyakit. Tanpa kita sadari , kita juga dapat
menyebarkan penyakit ke orang lain lewat sentuhan langsung atau lewat media permukaan benda
yang mereka sentuh. Penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan mencuci tangan dengan
sabun

1.Diare.

Penyakit diare menjadi penyebab kematian kedua yang paling umum untuk anak-anak balita.
Sebuah ulasan yang membahas sekitar 30 penelitian terkait menemukan bahwa cuci tangan
dengan sabut dapat memangkas angka penderita diare hingga separuh. Penyakit diare seringkali
diasosiasikan dengan keadaan air, namun secara akurat sebenarnya harus diperhatikan juga
penanganan kotoran manusia seperti tinja dan air kencing, karena kuman-kuman penyakit
penyebab diare berasal dari kotoran-kotoran ini. Kuman-kuman penyakit ini membuat manusia
sakit ketika mereka masuk mulut melalui tangan yang telah menyentuh tinja, air minum yang
terkontaminasi, makanan mentah, dan peralatan makan yang tidak dicuci terlebih dahulu atau
terkontaminasi akan tempat makannya yang kotor. Tingkat kefektifan mencuci tangan dengan
sabun dalam penurunan angka penderita diare dalam persen menurut tipe inovasi pencegahan
adalah: Mencuci tangan dengan sabun (44%), penggunaan air olahan (39%), sanitasi (32%),
pendidikan kesehatan (28%), penyediaan air (25%), sumber air yang diolah (11%) [12]

2. Infeksi saluran pernapasan adalah penyebab kematian utama untuk anak-anak balita.

Mencuci tangan dengan sabun mengurangi angka infeksi saluran pernapasan ini dengan
dua langkah: dengan melepaskan patogen-patogen pernapasan yang terdapat pada tangan dan

19
permukaan telapak tangan dan dengan menghilangkan patogen (kuman penyakit) lainnya
(terutama virus entrentic) yang menjadi penyebab tidak hanya diarenamun juga gejala penyakit
pernapasan lainnya. Bukti-bukti telah ditemukan bahwa praktik-praktik menjaga kesehatan dan
kebersihan seperti - mencuci tangan sebelum dan sesudah makan/ buang air besar/kecil - dapat
mengurangi tingkat infeksi hingga 25 persen. Penelitian lain di Pakistan menemukan bahwa
mencuci tangan dengan sabun mengurangi infeksi saluran pernapasan yang berkaitan dengan
pnemonia pada anak-anak balita hingga lebih dari 50 persen.

3. Infeksi cacing, infeksi mata dan penyakit kulit.

Penelitian juga telah membuktikan bahwa selain diare dan infeksi saluran pernapasan
penggunaan sabun dalam mencuci tangan mengurangi kejadian penyakit kulit; infeksi mata
seperti trakoma, dan cacingan khususnya untuk ascariasis dan trichuriasis.

20
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Family centered care merupakan sebuah pendekatan yang dapat meminimalisir
terjadinya trauma pada anak maupun keluarga. Pendekatan ini dibangun dengan
kolaborasi antar keluarga, perawat, staf rumah sakit, pemberi dan pengevaluasi
layanan kesehatan(Neal et al, 2007).
Family Centered Care didefinisikan oleh Association for the Care of Children’s
Health (ACCH) sebagai filosofi dimana pemberi perawatan mementingkan dan
melibatkan peran penting dari keluarga, dukungan keluarga akan membangun
kekuatan., membantu untuk membuat sesuatu pilihan yang terbaik, dan meningkatkan
pola normal yang ada dalam kesehariannya selama anak sakit dan menjalani
penyembuhan.
Autraumatic care adalah penyediaan asuhan terapeutik dalam lingkungan oleh
personel dan melalui penggunaan intervensi yang menghapuskan atau memperkecil
distress psikologis dan fisik yag diderita oleh anak-anak dan keluarga mereka dalam
sistem pelayanan kesehatan.
B. Saran

Mengingat pentingnya komunikasi aktif dari keluarga untuk mendapatkan


informasi yang jelas dari tenaga kesehatan, orang tua hendaknya lebih berani
menyampaikan kebutuhan yang dikehendaki dari perawat untuk menjalin komunikasi
yang terbuka kepada tenaga kesehatan.

21
Daftar Pustaka

Muscary, ME, (2001), Panduan Belajar Keperawatan Pediatric, Edisi 3, (Alfrina Hany, SKp,
Penerjemah) Jakarta: EGC.

Anonim.(2007). Familycentered care. diakses tanggal 7 September 2007 dari


http://www.familycenteredcare.org

Bissel C, “Family-Centered Care” oleh as retrieved on 12 Jul 2007 02:22:57 GMT.


http://communitygateway.org/faq/fcc.ht m

Friedman, MM, (1998), Keperawatan Keluarga; Teori dan Praktik; Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Petersen M, F, Cohe J, Parsons V, (2004) Family-Centered Care: Do we Practice What We


Preach?, JOGNN July/Agustus 2004

6Hockenberry, J.M. & Wilson, D. (2007). Wong’s Nursing Care of Infants and Children”. (8th
edition). Canada: Mosby Company.

Supartini,Y. (2004). Buku ajar konsep dasar keperawatan anak. Jakarta ;EGC. 8. Wong, D.L dan
Hockenbery-Eaton. (2000), Nursing care of infants and children. (6th ed.). Missouri;Mosby

22

Anda mungkin juga menyukai