Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Family Centered Care (FCC) merupakan pendekatan yang
digunakan dalam memberikan pelayanan kesehatan pada anak dengan
melibatkan orang tua. Family Center Care juga menekankan keterlibatan
orang tua atau keluarga anak dalam pemberian asuhan keperawatan pada
anak di rumah sakit (Hidayat, 2008). Keluarga didukung dalam peran
pemberian asuhan keperawatan dan keputusan dengan melihat keluarga
sumeber kekuatan dalam masalah keperawatan (Wong, 2008).
Penerapan Family Centered Care bermanfaat untuk meningkatkan
kerjasama yang optimal pada keluarga dalam pengambilan keputusan
berdasarkan informasi dari keluarga (Saleeba, 2008). Tujuan penerapan
Family Centered Care dalam perawatan anak, menurut Brunner &
Suddarth (1986 dalam Fretes, 2012) adalah memberikan kesempatan bagi
orang tua merawat anak mereka dalam proses hospitalisasi dengan
pengawasan dari perawat dengan aturan yang berlaku.
Family Centered Care merupakan suatu metode perawatan bagi
anak dan keluarganya, tidak hanya ditujukan padaindividu tetapi semua
anggota keluarga dianggap sebagai menerima perawatan. Konsep FCC
didasrkan padasejumlah elemen pendukung yang diantaranya: adanya
pengakuan bahwa keluarga merupakan konstanta dalamkehidupan anak,
pengakuan terhadap kekuatan keluarga, serta fasilitas koaborasi antara
keluarga pasien dengan tenaga professional kesehatan (Institute for Patient
and Family Centered Care, 2011).
Perawat merupakan salah satu tenaga professional kesehatan yang
berperan dalam upaya meningkatkan kesehatan pasien dan keluarga
melalui kegiatan health promotion. Dalam penerapan di lapangan, perawat
memegang peranan sebagai agen pembawa perubahan (change agent),

1
sebagai fasilitator dalam pemberdayaan, dan sebagai praktisi pembuat
strategi (Piper, 2009).
Oleh karena itu perawat harus memiliki pengetahuan dan
kompetensi yang cukup dalam pelaksanaan Family Centered Care
sehingga asuhan keperawatan dapat berjalan dengan baik. Pengetahuan
(knowledge) juga diartikan sebagai hasil pengindraan manusia atau hasil
tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata,
hidung, dan sebaginya), dengan sendirinya pada waktu penginderaan
sehingga menghasilkan pengetahuan. Hal tersebut sangat dipengaruhi oleh
intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek salah satunya melalui
health promotion (Notoadmojo, 2007).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka bagaimana konsep
Family Centered Care (FCC) dan health promotion pada infant-remaja?

C. Tujuan
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui dengan jelas tentang konsep Family Centered
Care (FCC) dan health promotion pada infant-remaja.
2. Tujuan khusus
Agara mahasiswa/ (i) mengetahui dan memahami tentang:
a. Pengertian Family Center Care (FCC) dan health promotion pada
infant-remaja
b. Tujuan Family Center Care (FCC) dan health promotion pada
infant-remaja
c. Prinsip Family Center Care (FCC) dan health promotion pada
infant-remaja
d. Kebijakan Family Center Care (FCC)
e. Ruang lingkup health promotion.

2
D. Manfaat
1. Bagi Penulis
Diharapkan agar penulis mempunyai tambahan wawasan dan
pengetahuan dalam konsep Family Centered Care (FCC) dan health
promotion pada infant-remaja.
2. Bagi Institusi Pelayanan
Menjadi acuan dalam memberikan asuhan keperawatan anak yang
berfokus pada Family Centered Care (FCC) dan health promotion
pada infant-remaja.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sumber bacaan atau referensi untuk meningkatkan kualitas
pendidikan keperawatan dan sebagai masukan dalam peningkatan
asuhan keperawatan keperawatan yang berfokus pada Family
Centered Care (FCC) dan health promotion pada infant-remaja.

E. Sistematika Penulisan
Dalam penyusunan makalah ini dibagi dalam beberapa bab, yaitu:
Bab I : Berisi pendahuluan yang terdiri dari latar belakang
belakang, rumusan masalah, tujuan dan sistematika
penulisan.
Bab II : Berisi tinjauan pustaka yang terdiri dari konsep Family
Centered Care (FCC) dan health promotion pada infant-
remaja.
Bab III : Berisi penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.

3
BAB II

TELAAH PUSTAKA

A. Pengertian Family Centered Care (FCC)


Family Centered Care (FCC) atau perawatan yang berpusat pada
keluarga didefinisikan sebagai filosofi perawatan berpusat pada keluarga,
mengakui keluarga sebagai konstanta dalam kehidupan anak. Family
Centered Care meyakini adanya dukungan individu, menghormati,
mendorong dan meningkatkan kekuatan dan kompetensi keluarga.
Intervensi keperawatan dengan menggunakan pendekatan family centered
care menekankan bahwa pembuatan kebijakan, perencanaan program
perawatan, perancangan fasilitas kesehatan, dan interaksi sehari-hari antara
klien dengan tenaga kesehatan harus melibatkan keluarga. Keluarga
diberikan kewenangan untuk terlibat dalam perawatan klien, yang berarti
keluarga dengan latar belakang pengalaman, keahlian dan kompetensi
keluarga memberikan manfaat positif dalam perawatan anak. Memberikan
kewenangan kepada keluarga berarti membuka jalan bagi keluarga untuk
mengetahui kekuatan, kemampuan keluarga dalam merawat anak
(Yuliastati & Nining, 2016).

B. Manfaat Penerapan Family Centered Care


Manfaat penerapan family centered care adalah sebagai berikut
(Yuliastati & Nining, 2016):
1. Hubungan tenaga kesehatan dengan keluarga semakin menguat dalam
meningkatkan kesehatan dan perkembangan setiap anak.
2. Meningkatkan pengambilan keputusan klinis berdasarkan informasi
yang lebih baik dan proses kolaborasi.
3. Membuat dan mengembangkan tindak lanjut rencana perawatan
berkolaborasi dengan keluarga.
4. Meningkatkan pemahaman tentang kekuatan yang dimiliki keluarga
dan kapasitas pemberi pelayanan.

4
5. Penggunaan sumber-sumber pelayanan kesehatan dan waktu tenaga
profesional lebih efisien dan efektif (mengoptimalkan manajemen
perawatan di rumah, mengurangi kunjungan ke unit gawat darurat atau
rumah sakit jika tidak perlu, lebih efektif dalam menggunakan cara
pencegahan).
6. Mengembangkan komunikasi antara anggota tim kesehatan.
7. Persaingan pemasaran pelayanan kesehatan kompetitif.
8. Meningkatkan lingkungan pembelajaran untuk spesialis anak dan
tenaga profesi lainnya dalam pelatihan-pelatihan.
9. Menciptakan lingkungan yang meningkatkan kepuasan profesional.
10. Mempertinggi kepuasan anak dan keluarga atas pelayanan kesehatan
yang diterima.

C. Elemen-elemen Family Centered Care (FCC)


Dalam family centered care kebutuhan semua anggota keluarga
tidak hanya harus dipertimbangkan, dengan mengacu pada elemen penting
family centered care yang meliputi (Yuliastati & Nining, 2016):
1. Memasukkan pemahaman ke dalam kebijakan dan praktik bahwa
keluarga bersifat konstan dalam kehidupan anak, sementara sistem
pelayanan dari personal pendukung di dalam sistem tersebut berubah-
rubah.
2. Memfasilitasi kolaborasi keluarga/profesional pada semua tingkat
pelayanan keperawatan di rumah sakit, rumah, dan di masyarakat.
Perawatan anak secara individual, pengembangan implementasi dan
evaluasi program serta pembentukan kebijakan.
3. Saling bertukar informasi yang lengkap dan jelas antara anggota
keluarga dan profesional dalam hal dukungan tentang cara yang
supportif di setiap saat.
4. Menggabungkan pemahaman dan penghormatan terhadap
keanekaragaman budaya, kekuatan dan individualitas di dalam dan
diantara seluruh keluarga termasuk keanekaragaman suku, ras,

5
spiritual, sosial, ekonomi, bidang pendidikan dan geografi ke dalam
kebijakan praktik.
5. Mengenali dan menghormati metode koping yang berbeda dan
menerapkan program dan kebijakan menyeluruh yang menyediakan
pelayanan perkembangan, pendidikan, emosi, lingkungan dan
dukungan keuangan untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang
berbeda-beda.
6. Mendorong dan memfasilitasi dukungan dan jaringan kerja sama
keluarga dengan keluarga.
7. Menetapkan bahwa rumah, rumah sakit, dan pelayanan masyarakat dan
sistem pendukung untuk anak-anak yang memerlukan pelayanan
kesehatan khusus dan keluarganya bersifat fleksibel, dapat diakses, dan
komprehensif dalam menjawab pemenuhan kebutuhan keluarga yang
berbeda sesuai yang diperlukan.
8. Menghargai keluarga sebagai keluarga, dan anak-anak sebagai anak-
anak, mengakui bahwa mereka memiliki beragam kekuatan, perhatian,
emosi dan cita-cita yang melebihi kebutuhan mereka untuk
mendapatkan layanan dan dukungan kesehatan serta perkembangan
khususnya.

D. Prinsip-prinsip Family Centered Care (FCC)


Beberapa prinsip Family Centered Care meliputi (Yuliastati &
Nining, 2016):
1. Menghormati setiap anak dan keluarganya.
Perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada anak
menghormati anak dan keluarga sebagai subjek perawatan. Perawat
menghormati anak dan keluarga memiliki pilihan yang terbaik bagi
perawatan mereka.
2. Menghargai perbedaan suku, budaya, sosial, ekonomi, agama, dan
pengalaman tentang sehat sakit yang ada pada anak dan keluarga.
Perawat menghargai perbedaan suku, budaya, sosial ekonomi, agama

6
dan pengalaman tentang sehat sakit anak dan keluarga dalam
memberikan asuhan keperawatan. Pelayanan yang diberikan mengacu
kepada standar asuhan keperawatan dan diperlakukan sama pada
semua pasien dan keluarga.
3. Mengenali dan memperkuat kelebihan yang ada pada anak dan
keluarga. Mengkaji kelebihan keluarga dan membantu
mengembangkan kelebihan keluarga dalam proses asuhan keperawatan
pada klien.
4. Mendukung dan memfasilitasi pilihan anak dan keluarga dalam
memilih pelayanan kesehatannya. Memberikan kesempatan kepada
keluarga dan anak untuk memilih fasilitas kesehatan yang sesuai untuk
mereka, menghargai pilihan dan mendukung keluarga.
5. Menjamin pelayanan yang diperoleh anak dan keluarga sesuai dengan
kebutuhan, keyakinan, nilai, dan budaya mereka. Memonitor
pelayanan keperawatan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan, nilai,
keyakinan dan budaya pasien dan keluarga.
6. Berbagi informasi secara jujur dan tidak bias dengan anak dan
keluarga sebagai cara untuk memperkuat dan mendayagunakan anak
dan keluarga dalam meningkatkan derajat kesehatan. Petugas
kesehatan memberikan informasi yang berguna bagi pasien dan
keluarga, dengan benar dan tidak memihak. Informasi yang diberikan
harus lengkap, benar dan akurat.
7. Memberikan dan menjamin dukungan formal dan informal untuk anak
dan keluarga. Memfasilitasi pembentukan support grup untuk anak dan
keluarga, melakukan pendampingan kepada keluarga, menyediakan
akses informasi support grup yang tersedia dimasyarakat.
8. Berkolaborasi dengan anak dan keluarga dalam penyusunan dan
pengembangan program perawatan anak di berbagai tingkat pelayanan
kesehatan. Melibatkan keluarga dalam perencanaan program
perawatan anak, meminta pendapat dan ide keluarga untuk
pengembangan program yang akan dilakukan.

7
9. Mendorong anak dan keluarga untuk menemukan kelebihan dan
kekuatan yang dimiliki, membangun rasa percaya diri, dan membuat
pilihan dalam menentukan pelayanan kesehatan anak. Petugas
kesehatan berupaya meningkatkan rasa percaya diri keluarga dengan
memberikan pengetahuan yang keluarga butuhkan dalam perawatan
anak (American Academy of Pediatric, 2003).

E. Kebijakan terkait Family Centered Care (FCC)


Kebijakan terkait Family Centered Care (Harson 1997 dalam
Fiane, 2012) adalah :
1. Pengaturan jadwal kegiatan untuk anak-anak
Mengatur jadwal aktivitas anak pada saat dirawat dengan
melibatkan anak dan orang tua. Pengaturan jadwal dengan berdasarkan
aktivitas yang dilakukan dirumah seperti jam mandi, makan, nonton
televisi, bermain.pengaturan jadwal ini akan membantu anak
beradaptasi,meningkatkan control diri terhadap aktivitas selama
dirawat dan meminimalkan kejaadian anak kekurangan istirahat
seperti: anak sedang istirahat kemudian ada suster yang memberikan
tindakan pada anak, sehingga waktu istirahat anaak berkurang.
2. Fasilitas kemandirian anak
Anak dilibatkan dalam proses keperawatan dengan melibatkan
kemandirian melalui self care seperti: mengatur jadwal
kegiatan,memilih makanan,mengenakan baju, mengatur waktu tidur.
Prinsip tindakan ini adalah perawat respek terhadap individualitas
pasien dan keputusan yang diambil.
3. Berikan pemahaman atau informasi
Anak pra sekolah memiliki kemampuan kognitif berfikir magis
yang mengakibatkan kesalahan interpretasi terhadap sakit sebagai
hukuman.petugas kesehatan memberikan informasi yang jelas tentang
prosedur yang akan dilakukan, berikan kesempatan anak memegang
alat yang akan dilakukan, misalnya stetoskop atau kompetensi anak

8
selama dan menggunakan sebagai dasar pengalaman untuk dimasa
mendatang.
4. Mempertahankan sosialisasi
Memfasilitasi terbentuknya support group diantara orang tua dan
anak, sehingga orang tua dan anak mendapatkan dukungan dari
lingkungan. Misalnya grup orang tua dengan talasemia, grup anak
dengan penyakit asma. Perawat dapat memfasilitasi grup untuk tukar
menukar pengalaman selama merawat anak baik melalui kegiatan
informal atau formal seperti seminar.
5. Fasilitas
Ruangan pengkajian khusus untuk anak.pengadaan ruangan khusu
yang menjamin privacy orang tua untuk menjelaskan riwayat
kesehatan anak akan memberikan dampak orang tua tidak ragu-ragu,
tidak khawatir informasi dipertahankan oleh tenaga kesehatan.setelah
data tentang anak didapatkan petugas kesehatan dapat melibatkan
orang tua dalam perencanaan asuhan keperawatan anak yang
merupakan salah satu prinsip Family Centered Care. Selain itu terkait
dengan konsep autraumatik care dan hospitalisasi, maka r uang rawat
anak perlu didekorasi (Room’s setting, colour, pictures) untuk
meningkatkan rasa nyaman toddler dan ruang tindakan harus dapat
menurunkan kecemasan toddler. Diperlukan juga adanya ruangan
bermain dan berbagai macam permainan (Toys in pediatric room)
untuk menunjang dan menstimulasi tumbuh kembang, menurunkan
stranger ansietas, takut dalam pain, dan hospitalization.
6. Menyediakan ruangan bermain
Pengadaan ruang bermain akan membantu anak beradaptasi selama
perawata dirumah sakit. Kegiatan bermain akan memberikan stimulasi
perkembangan motoric halus, kasar, personal social dan bahasa pada
anak.kegiatan bermain akan menimbulkan perasaan relaks pada anak
dan meminimalkan kebosanan selama perawatan. Anak dengan

9
bermain diharapkan dapat mengekspresikan kekreatifan dan perasaan
(Dennis, 2012).

F. Definisi Health Promotion


Green dan Kreuter (2005) menyatakan bahwa “Health promotion
adalah kombinasi upaya-upaya pendidikan, kebijakan (politik), peraturan,
dan organisasi untuk mendukung kegiatan-kegiatan dan kondisi-kondisi
hidup yang menguntungkan kesehatan individu, kelompok, atau
komunitas”.
Sedangkan Kementerian/Departemen Kesehatan Republik
Indonesia merumuskan pengertian health promotion sebagai berikut:
“Upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam
mengendalikan faktor-faktor kesehatan melalui pembelajaran dari, oleh,
untuk dan bersama masyarakat, agar mereka dapat menolong dirinya
sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumberdaya masyarakat,
sesuai sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang
berwawasan kesehatan.” Hal tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri
Kesehatan No. 1114/Menkes/SK/VIII/2005.

Gambar 2.1 Definisi health promotion

10
G. Tujuan Health Promotion
Tujuan dari penerapan health promotion pada dasarnya merupakan
visi promosi kesehatan itu sendiri, yaitu menciptakan/membuat
masyarakat yang:
1. Mau (willingness) memelihara dan meningkatkan kesehatannya.
2. Mampu (ability) memelihara dan meningkatkan kesehatannya.
3. Memelihara kesehatan, berarti mau dan mampu mencegah penyakit,
4. Melindungi diri dari gangguan-gangguan kesehatan.
5. Meningkatkan kesehatan, berarti mau dan mampu meningkatkan
kesehatannya. Kesehatan perlu ditingkatkan karena derajat kesehatan
baik individu, kelompok atau masyarakat itu bersifat dinamis tidak
statis.
Sedangkan, menurut Green, tujuan promosi kesehatan terdiri dari 3
tingkatan tujuan, yaitu:
1. Tujuan Program
Merupakan pernyataan tentang apa yang akan dicapai dalam periode
waktu tertentu yang berhubungan dengan status kesehatan.
2. Tujuan Pendidikan
Merupakan deskripsi perilaku yang akan dicapai dapat mengatasi
masalah kesehatan yang ada.
3. Tujuan Perilaku
Merupakan pendidikan atau pembelajaran yang harus tercapai
(perilaku yang diinginkan). Oleh sebab itu, tujuan perilaku
berhubungan dengan pengetahuan dan sikap.
4. Tujuan Intervensi Perilaku dalam promosi kesehatan
a. Mengurangi perilaku negatif bagi kesehatan. Misal : mengurangi
kebiasaan merokok
b. Mencegah meningkatnya perilaku negatif bagi kesehatan. Misal :
mencegah meningkatnya perilaku ‘seks bebas'
c. Meningkatkan perilaku positif bagi kesehatan. Misal : mendorong
kebiasaan olah raga

11
d. Mencegah menurunnya perilaku positif bagi kesehatan. Misal :
mencegah menurunnya perilaku makan kaya serat.

H. Ruang Lingkup Health Promotion pada Bayi


Menurut Alimul (2005), beberapa promosi kesehatan yang dapat
dilakukan pada bayi diantaranya, yaitu:
1. Pemberian ASI
Pemberian ASI pada bayi merupakan hal yang penting. Pemberian
promosi kesehatan berperan dalam menunjang ibu untuk memberikan
ASI pada bayinya. Beberapa hal berikut dapat mendukung pemberian
ASI kepada bayi, yaitu:
a. Membiarkan bayi bersama ibunya segera setelah lahir selama
beberapa jam pertama.
b. Mengajarkan cara merawat payudara yang sehat pada ibu untuk
mencegah masalah umum yang timbul.
c. Membantu ibu pada waktu pertama kali memberi ASI.
d. Menempatkan bayi di dekat ibu pada kamar yang sama (rawat
gabung).
e. Memberikan ASI pada bayi sesering mungkin.
f. Memberikan kolustrum dan ASI saja
g. Menghidari susu botol dan “dot empeng”.
2. Mempromosikan Vaksinasi
Imunisasi merupakan usaha dalam memberikan kekebalan pada bayi
dan anak dengan memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar tubuh
membuat zat anti untuk mencegah terhadap infeksi penyakit tertentu.
Vaksin merupakan bahan yang dipakai untuk merangsang
pembentukan zat anti yang dimasukkan ke dalam tubuh melalui
suntikan ataupun per oral.
Imunisasi yang dapat diberikan kepada bayi, yaitu:
a. Imunisasi BCG (Bacillus Calmette Guerin)

12
Pemberian vaksi ini diberikan pada usia 0-11 bulan, namun
umumnya diberikan pada bayi usia 2 atau 3 bulan. Pemberian
vaksin ini hanya 1 kali melalui intradermal.
b. Hepatitis B
Vaksin ini diberikan secara 3 kali, dengan waktu pemberian pada
usia 0-11 bulan dengan interval 4 minggu. Pemberiannya
dilakukan secara intramuscular.
c. Imunisasi Polio
Pemberian vaksin ini 4 kali sewaktu pada usia 0-11 bulan dengan
interval 4 minggu. Pemberiannya melalui oral.
d. Imunisasi DPT (Diphteri, Pertusis, dan Tetanus)
Frekuensi dari pemberian vaksin ini yaitu 3 kali. Waktu pemberian
antara usia 2-11 bulan dengan interval 4 minggu. Pemberiannya
dengan memlalui intramuscular.
e. Imunisasi Campak
Frekuensi pemberian vaksin ini diberikan 1 kali. Waktu pemberian
pada usia 9-11 bulan. Cara pemberiannya melalui subcutan.
f. Imunisasi MMR (Measles, Mumps, dan Rubella)
Imunisasi yang digunakan untuk mencegah penyakit campak
(measles) gondong, parotis epidemika (mumps) dan rubella
(campak jerman). Pemberian imunisasi campak yang monovalent
pada usia 4-6 bulan atau 9-11 bulan, khusus pada daerah endemik
dan boster dapat dilakukan MMR pada usia 15-18 bulan.
g. Imunisasi Tiphus Abdominalis
Terdapat 3 jenis vaksin tiphus abdominalis di Indonesia, yaitu:
1) Kuman yng dimatikan, diberikan untuk bayi usia 6-12 bulan
dengan dosis 0,1 ml, 1-2 tahun 0,2 ml, 2-12 tahun diberikan
sebanyak 2 kali dengan interval 4 minggu.
2) Kuman yang dilemahkan (vivotif, berna), dapat diberikan
dalam bentuk kapsul enteric coated sebelum makan pada hari
ke-1, 2 dan 5 pada anak usia 6 tahun.

13
3) Antigen kapsular Vi polysaccaharide (Typhim Vi, Pasteur
Meriux) diberikan pada usia 2 tahun dan dapat diulang tiap 2
tahun.
h. Imunisasi Varicella
Pemberiannya tunggal pada usia 12 tahun di daerah tropic dan bila
usia 13 tahun dapat diberikan 2 kali suntikan interval 4-8 minggu.
i. Imunisasi Hepatitis A
Diberikan pada usia 2 tahun untuk pemberian awal menggunakan
vaksin havrix dengan 2 suntikan interval 4 minggu dan boster 6
bulan kemudian.
j. Imunisasi HiB (Haemophilus Influenzae Tipe B)
Untuk pemberian awal PRP-T dilakukan 3 kali suntikan interval 2
bulan. Suntikan PRP-OMPC dilakukan 2 kali suntikan interval 2
bulan kemudian bosternya diberikan pada usia 18 bulan.
3. Perawatan Tali Pusar
Beberapa hal yang perlu diingat saat merawat tali pusar bayi, yaitu:
a. Jaga kebersihan area pusrt dan sekitarnya, serta upayakan selalu
dalam keadaan kering.
b. Gunakan kapas baru pada setiap basuhan.
c. Agar tali pusar lebih cepat lepas, gunakan kain kasa pada bagian
pusar yang terus dibalut sehingga mendapat udara cukup.
d. Saat membersihkan, pastikan suhu kamar tidak terlalu dingin.
e. Agar praktis, kenakan popok dan atasan dari bahan kaos yang
longgar.
f. Ini dilakukan 1-2 kali sehari.

I. Ruang Lingkup Health Promotion pada Anak Balita


Kegiatan promosi kesehatan yang dapat dilakukan pada sasaran
anak balita (Irianti, 2001) antara lain:
1. Pemeriksaan dan penimbangan anak dilaksanakan setiap bulan agar
terjamin pertumbuhan dan kesehatannya

14
2. Berikan anak balita satu kapsul vitamin A takaran tinggi setiap 6 bulan
untuk mencegah kebutaan.
3. Berikan makanan seimbang sesuai dengan perkembangan umurnya.
4. Berikan oralit jika terjadi diare dan periksa suhu tubuh jika mengalami
gejala panas.
5. Perhatikan kasih sayang dengan mengajak berbicara dan bermain
bersama, agar terpenuhi kebutuhan mental dan emosi anak.
6. Anak balita yang tumbuh dan berkembang dengan baik akan menjamin
kelangsungan hidup yang lebih baik.
Anggota keluarga, guru, taman kanak-kanak atau pengasuh anak
diikutsertakan dalam kegiatan pembinaan kesehatan. Kegiatan pelayanan
dan pembinaan kesehatan anak balita akan berhasil dengan baik dengan
adannya dukungan dari lingkungan sekitar. Para ibu perlu didorong pula
untuk rutin memeriksakan kesehatan anaknya.

J. Ruang Lingkup Health Promotion pada Remaja


1. Masa remaja
Masa remaja (adolescence) merupakan masa transisi atau
perubahan dari masa anak-anak ke masa dewasa yang diawali dengan
masa pubertas. Pada masa ini terjadi banyak perubahan yang
berlangsung cepat dalam hal perubahan fisik, kognitif dan
psikososial/tingkah laku.
Perubahan-perubahan tubuh secara fisik disebabkan karena
pengaruh hormonal, pekembangan kognitif juga menunjukkan
kemajuan berupa kemampuan berfikir dalam artian dapat memahami
akibat dari perbuatan/tingkah laku serta dapat melakukan beberapa
tindakan secara serentak (Machfoedz, 2009).
2. Tahapan remaja
Menurut (Notoatmodjo, 2005) tahapan remaja dibagi menjadi 3, yaitu :
a. Remaja awal (10-14 tahun)
Memiliki karakteristik:

15
1) Kekhawatiran pada body image
2) Mempercayai dan menghargai orang dewasa
3) Kekhawatiran tentang hubungan dengan teman sebaya
b. Remaja menengah (15-18 tahun)
Memiliki karakteristik:
1) Sangat dipengaruhi oleh teman sebaya
2) Kehilangan kepercayaan pada orang dewasa
3) Mencoba mandiri sering tampak dalam bentuk penolakan
terhadap pola makan keluarga
c. Remaja lanjut (19-24 tahun)
Memiliki karakteristik:
1) Merencanakan masa depan dan bersifat lebih mandiri
2) Telah mempunyai persepsi terhadap body image
3. Masalah remaja puteri
Masalah yang dialami remaja puteri antara lain:
a. Makan tidak teratur
b. Kehamilan
c. Gangguan makan
d. Obesitas/ kegemukan
e. Alcohol dan penyalahgunaan obat
f. Jerawat.
Sebagai tenaga kesehatan salah satunya tentu harus memiliki
kompetensi sebagai educator, fasilitator, advocator dan motivator.
Pendidikan kesehatan/ promosi kesehatan yang dilaksanakan pada
remaja adalah pentingnya pendidikan mengenai kesehatan reproduksi
wanita dan masalah gizi pada remaja.
Tugas tersebut antara lain:
1. Pengaturan menu seimbang/gizi seimbang untuk remaja
2. Informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi remaja
3. Konseling pada remaja mengenai:

16
a. Perubahan fisik/biologi sesuai dengan usia perkembangan remaja
putra maupun putri.
b. Perubahan emosi dan perilaku pada usia remaja
c. Proses kehamilan yang mungkin terjadi pada usia remaja dan
dampaknya
d. Penyalahgunaan obat dan bahan yang berbahaya, termasuk dalamm
kelompok narkoba
e. Kenakalan remaja.

K. Peran Perawat
Peran perawat dalam Promosi Kesehatan menurut Notoatmodjo,
(2007). Pencegahan dapat dilakukan pada masa sebelum sakit dan pada
masa sakit, yaitu:
1. Masa sebelum sakit
a. Promosi kesehatan (health promotion)
Dalam hal ini pendidikan kesehatan diberikan kepada perorangan,
kelompok, atau masyarakat agar dapat mencegah terjadinya
penyakit.
b. Perlindungan khusus (specific protection)
Pendidikan kesehatan diberikan agar mengerti/memahami akan
pentingnya perlindungan khusus terhadap serangan penyakit.
2. Pada masa sakit
a. Diagnosis dini dan pengobatan segera (early diagnosis and pront
treatment)
Pemberian pemahaman tentang pengenalan dan pengertian jenis
penyakit pada tingkat awal serta mengadakan pengobatan yang
tepat sedini mungkin.
b. Pembatasan kecacatan (disability limination)
Pemberian pengertian untuk melakukan pengobatan sesempurna
mungkin, sehingga dapat dicegah adanya gangguan kemampuan

17
kerja yang ditimbulkan akibat adanya dampak dari penyakitnya,
yang dapat berupaa kecacatan.
c. Rehabilitasi (rehabilitation)
Keadaan disini digambarkan telah terjadi kecacatan. Falam hal ini
pemberian pengertian dan dorongan untuk tetap semangat dalam
menjalani hidup dan berbaur ditengah masyarakat seperti halnya
saat sebelum terjadi kecacatan.

18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Family Centered Care atau perawatan yang berpusat pada keluarga
didefinisikan sebagai filosofi perawatan berpusat pada keluarga, mengakui
keluarga sebagai konstanta dalam kehidupan anak. Family Centered Care
meyakini adanya dukungan individu, menghormati, mendorong dan
meningkatkan kekuatan dan kompetensi keluarga. Elemen family centered
care meliputi (1) memasukan pemahaman ke dalam kebijakan dan praktik
bahwa keluarga bersifat konstan dalam kehidupan anak, (2) memfasilitasi
kolaborasi keluarga/profesional pada semua tingkat pelayanan
keperawatan, (3) bertukar informasi yang lengkap dan jelas antara anggota
keluarga dan profesional.
Perawat merupakan salah satu tenaga professional kesehatan yang
berperan dalam upaya meningkatkan kesehatan pasien dan keluarga
melalui kegiatan health promotion. Pemberian promosi kesehatan pada
infant dapat diberikan dengan memberikan pendidikan kesehatan pada
orang tua terutama pada ibu, maupun keluarga. Sementara, pemberian
promosi kesehatan pada remaja difokuskan pada pendidikan seksual,
kesehatan organ reproduksi wanita, serta pentingnya pemenuhan gizi
seimbang. Dengan memberikan pemahaman awal terhadap pendidikan
kesehatan dapat menghindarkan remaja dari hal-hal buruk dan negatif serta
diharapkan dapat mengarahkan remaja pada hal-hal positif dan bermanfaat
lainnya.

B. Saran
1. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan institusi dapat memberikan tambahan literatur tentang
konsep Family Centered Care (FCC) dan health promotion pada
infant-remaja, sehingga dapat dijadikan referensi bagi mahasiswa dan
update ilmu pengetahuan.

19
2. Bagi Tenaga Kesehatan
Penatalaksanaan yang efektif dan efisien pada pasien untuk
mendapatkan hasil maksimal dalam memberikan asuhan keperawatan
yang berfokus pada Family Centered Care (FCC) dan health
promotion pada infant-remaja.
3. Bagi Mahasiswa
Diharapkan mahasiswa mampu mengetahui konsep Family
Centered Care (FCC) dan health promotion pada infant-remaja
sehingga dapat menerapkannya pada praktik klinik keperawatan di
kemudian hari.

20
DAFTAR PUSTAKA

Alimul, Aziz Hidayat. (2005). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Surabaya:


Salemba Medica

Donna L. Wong, et al. (2008). Buku Ajar Keperawatan Pedriatik. Cetakan


pertama. Jakarta : EGC

Susilowati, Dwi. (2016). Promosi Kesehatan. Badan PPSDMK Kemenkes RI:


Jakarta.

Irianti. I. & Herlina. E.N. (2001). Buku Ajar Psikologi untuk Mahasiswa
Kebidanan. Jakarta: EGC

Machfoedz. I. & Suryani. E. (2009). Pendidikan Bagian dari Promosi Kesehatan.


Yogyakarta: Fitramaya

Notoatmodjo, S. (2005). Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasinya. Jakarta:


Rineka Cipta

Notoatmodjo, S. (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka


Cipta

Yuliastati & Nining. (2016). Keperawatan Anak. Badan PPSDMK Kemenkes RI:
Jakarta.

21
SATUAN ACARA PENYULUHAN
(SAP)

“PENCEGAHAN STUNTING”

Disusun oleh:
Kelompok 9
1. Abdurrahman Nata Negara
2. Emmy Putri Wahyuni
3. Iis Sugiarty

Dosen Pembimbing:
1. Ns. Grace Carol Sipasulta, S. Kep., M. Kep., Sp. Mat.
2. Ns. Junita Lusty, S. Kep.

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
TAHUN 2019

22
SATUAN ACARA PENYULUHAN
(SAP)
Pokok Bahasan : Stunting
Sub Pokok Bahasan : Pencegahan Stunting
Sasaran : Orang tua Anak
Tempat : Politeknik Kesehatan Kemenkes Kaltim
Pelaksana : 1. Abdurrahman Nata Negara
2. Emmy Putri Wahyuni
3. Iis Sugiarty
Hari/Tanggal : Kamis, 03 Januari 2019
Waktu : 30 menit

A. Latar Belakang
Stunting merupakan istilah untuk penyebutan anak yang tumbuh
tidak sesuai dengan ukuran yang semestinya (bayi pendek). Stunting
(tubuh pendek) adalah keadaan tubuh yang sangat pendek hingga
melampaui defisit 2 SD dibawah median panjang atau tinggi badan
populasi yang menjadi referensi internasional. Stunting adalah keadaan
dimana tinggi badan berdasarkan umur rendah, atau keadaan dimana tubuh
anak lebih pendek dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya (MCN,
2009).
Stunted adalah tinggi badan yang kurang menurut umur (<-2SD),
ditandai dengan terlambatnya pertumbuhan anak yang mengakibatkan
kegagalan dalam mencapai tinggi badan yang normal dan sehat sesuai usia
anak. Stunted merupakan kekurangan gizi kronis atau kegagalan
pertumbuhan dimasa lalu dan digunakan sebagai indikator jangka panjang
untuk gizi kurang pada anak.
Stunting dapat didiagnosis melalui indeks antropometrik tinggi
badan menurut umur yang mencerminkan pertumbuhan linier yang dicapai

23
pada pra dan pasca persalinan dengan indikasi kekurangan gizi jangka
panjang, akibat dari gizi yang tidak memadai dan atau kesehatan.
Sekitar 8,8 juta anak Indonesia menderita stunting (tubuh pendek)
karena kurang gizi. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013
mencatat angka kejadian stunting nasional mencapai 37,2 persen. Angka
ini meningkat dari 2010 sebesar 35,6 persen (Rizma, 2016). Oleh karena
itu dalam hal ini diperlukan upaya pencegahan stunting salah satunya
dengan penyuluhan bagaimana cara mencegah stunting diberikan pada
orangtua anak.

B. Tujuan
1. Tujuan Intruksional Umum
Setelah dilakukan tindakan pendidikan kesehatan pasien dapat
mengetahui pencegahan stunting pada anak.
2. Tujuan Intruksional Khusus
Setelah dilakukan tindakan pendidikan kesehatan diharapkan
pasien dan/atau keluarga, mampu:
a. Menjelaskan kembali pengertian stunting
b. Menyebutkan penyebab stunting
c. Menyebutkan dampak stunting
d. Menyebutkan cara mencegah stunting
e. Menyebutkan zat gizi mikro yang berperan untuk menghindari
stunting.

C. Metode
Ceramah, diskusi dan tanya jawab.

D. Alat dan Bahan


Leaflet, Pertunjukan slides (melalui overhead projector, slide projector,
komputer dan LCD projector, atau lainnya), poster, video.

24
E. Materi
1. Pengertian stunting
2. Penyebab stunting
3. Dampak stunting
4. Cara mencegah stunting
5. Zat mikro yang berperan untuk menghindari stunting.

f. Setting Tempat

Ket :
: Layar
: Pemateri
: Orang tua Anak

g. Kegiatan Penyuluhan

No. Tahap Waktu Kegiatan Penyuluh Kegiatan Peserta


1. Pembukaan 10  Mengucapkan salam  Menjawab salam
Menit  Menyampaikan topik  Mendengarkan/
dan tujuan yang akan memperhatikan.
dicapai.
 Pre test  Mengisi kuesioner
2. Kegiatan Inti 10 Pelaksanaan materi: Menyimak dan
Menit Menjelaskan materi memperhatikan.
penyuluhan secara berurutan
dan teratur.

25
Materi:
1. Pengertian stunting
2. Penyebab stunting
3. Dampak stunting
4. Cara mencegah stunting
5. Zat mikro yang berperan
untuk menghindari
stunting.
3. Penutup 10 Evaluasi:  Bertanya dan
Menit 1. Menyimpulkan isi menjawab
penyuluhan pertanyaan.
2. Memberi kesempatan
untuk bertanya
3. Memberikan
kesempatan kepada
pasien dan keluarga
untuk menjawab
pertanyaan
4. Post test  Mengisi kuesioner
5. Menutup, dengan  Merespon dan
mengucapkan terima menjawab salam.
kasih serta memberi
salam.

H. Evaluasi
1. Evaluasi persiapan
Kesiapan media, alat untuk pendidikan kesehatan, pengaturan tempat
sudah disesuaikan dan materi sudah dipersiapkan.
2. Evaluasi proses
a. Alat dan tempat dapat digunakan sesuai rencana.

26
b. Peserta bersedia mengikuti kegiatan pendidikan kesehatan dengan
baik sampai selesai.
c. Peserta memberikan respon dengan bertanya dan menjawab
pertanyaan yang diberikan oleh penceramah/penyuluh.
3. Evaluasi hasil
a. 85 % peserta mampu menjelaskan pengertian stunting
b. 85 % menyebutkan penyebab stunting
c. 75% peserta mampu menyebutkan dampak stunting
d. 80 % peserta mampu menyebutkan dan menjelaskan cara mencegah
stunting
e. 75% peserta mampu menyebutkan zat mikro yang berperan untuk
menghindari stunting.

27
MATERI PENYULUHAN
PENCEGAHAN STUNTING

A. Pengertian
Stunting merupakan istilah untuk penyebutan anak yang tumbuh
tidak sesuai dengan ukuran yang semestinya (bayi pendek).
Stunting (tubuh pendek) adalah keadaan tubuh yang sangat pendek hingga
melampaui defisit 2 SD dibawah median panjang atau tinggi badan
populasi yang menjadi referensi internasional. Stunting adalah keadaan
dimana tinggi badan berdasarkan umur rendah, atau keadaan dimana tubuh
anak lebih pendek dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya (MCN,
2009).
Stunted adalah tinggi badan yang kurang menurut umur (<-2SD),
ditandai dengan terlambatnya pertumbuhan anak yang mengakibatkan
kegagalan dalam mencapai tinggi badan yang normal dan sehat sesuai usia
anak. Stunted merupakan kekurangan gizi kronis atau kegagalan
pertumbuhan dimasa lalu dan digunakan sebagai indikator jangka panjang
untuk gizi kurang pada anak.
Stunting dapat didiagnosis melalui indeks antropometrik tinggi
badan menurut umur yang mencerminkan pertumbuhan linier yang dicapai
pada pra dan pasca persalinan dengan indikasi kekurangan gizi jangka
panjang, akibat dari gizi yang tidak memadai dan atau
kesehatan. Stunting merupakan pertumbuhan linier yang gagal untuk
mencapai potensi genetic sebagai akibat dari pola makan yang buruk dan
penyakit (ACC/SCN, 2000)
Stunting didefinisikan sebagai indikator status gizi TB/U sama
dengan atau kurang dari minus dua standar deviasi (-2 SD) dibawah rata-
rata standar atau keadaan dimana tubuh anak lebih pendek dibandingkan

28
dengan anak-anak lain seusianya (MCN, 2009) (WHO, 2006). Ini adalah
indikator kesehatan anak yang kekurangan gizi kronis yang memberikan
gambaran gizi pada masa lalu dan yang dipengaruhi lingkungan dan
keadaan sosial ekonomi.

B. Penyebab Stunting
Menurut beberapa penelitian, kejadian stunted pada anak
merupakan suatu proses kumulatif yang terjadi sejak kehamilan, masa
kanak-kanak dan sepanjang siklus kehidupan. Pada masa ini merupakan
proses terjadinya stunted pada anak dan peluang peningkatan stunted
terjadi dalam 2 tahun pertama kehidupan.
Faktor gizi ibu sebelum dan selama kehamilan merupakan
penyebab tidak langsung yang memberikan kontribusi terhadap
pertumbuhan dan perkembangan janin. Ibu hamil dengan gizi kurang akan
menyebabkan janin mengalami intrauterine growth retardation (IUGR),
sehingga bayi akan lahir dengan kurang gizi, dan mengalami gangguan
pertumbuhan dan perkembangan.
Anak-anak yang mengalami hambatan dalam pertumbuhan
disebabkan kurangnya asupan makanan yang memadai dan penyakit
infeksi yang berulang, dan meningkatnya kebutuhan metabolic serta
mengurangi nafsu makan, sehingga meningkatnya kekurangan gizi pada
anak. Keadaan ini semakin mempersulit untuk mengatasi gangguan
pertumbuhan yang akhirnya berpeluang terjadinya stunted (Allen and
Gillespie, 2001).
Gizi buruk kronis (stunting) tidak hanya disebabkan oleh satu
faktor saja seperti yang telah dijelaskan diatas, tetapi disebabkan oleh
banyak faktor, dimana faktor-faktor tersebut saling berhubungan satu sama
lainnnya. Terdapat tiga faktor utama penyebab stunting yaitu sebagai
berikut :

29
1. Asupan makanan tidak seimbang (berkaitan dengan kandungan zat gizi
dalam makanan yaitu karbohidrat, protein,lemak, mineral, vitamin, dan
air).
2. Riwayat berat badan lahir rendah (BBLR),
3. Riwayat penyakit.
Lancet “Maternal and Child Nutrition” Series tahun 2004 memuat
satu konsep model faktor-faktor yang menyebabkan kekurangan gizi,
kecacatan atau disability dan kematian.
1. Dalam diagram tersebut terlihat bahwa kekurangan gizi kronis atau
pendek lebih dipengaruhi oleh faktor gangguan pertumbuhan pada
masa janin, kekurangan asupan zat gizi mikro dan kekurangan asupan
energi dan protein.
2. Sementara itu gizi kurang akut yang sering disebut gizi kurang atau
kurus lebih banyak dipengaruhi oleh faktor tidak cukupnya asupan gizi
terutama kalori dan protein dan infeksi penyakit.
3. Tidak optimalnya pemberian Air Susu Ibu merupakan salah satu
penyebabnya tingginya infeksi pada bayi yang mengakibatkan
kekurangan gizi akut dan kematian.
4. Kekurangan gizi mikro disamping menyebabkan kekurangan gizi
kronis juga menyebabkan disability, yang meningkatkan risiko
kematian
5. Faktor-faktor kemiskinan, sosial budaya dan politik, meningkatnya
infeksi penyakit, ketahanan pangan dan tidak optimalnya cakupan dan
kualitas pelayanan merupakan merupakan faktor yang secara bersama-
sama maupun secara sendiri-sendiri berpengaruh pada keadaan gizi ibu
hamil, kekurangan gizi mikro, asupan energi yang rendah dan tidak
optimalnya pemberian Air Susu Ibu.

C. Dampak Stunting
Stunting dapat mengakibatkan penurunan intelegensia (IQ),
sehingga prestasi belajar menjadi rendah dan tidak dapat melanjutkan

30
sekolah. Bila mencari pekerjaan, peluang gagal tes wawancara
pekerjaan menjadi besar dan tidak mendapat pekerjaan yang baik, yang
berakibat penghasilan rendah (economic productivity hypothesis) dan tidak
dapat mencukupi kebutuhan pangan. Karena itu anak yang menderita
stunting berdampak tidak hanya pada fisik yang lebih pendek saja, tetapi
juga pada kecerdasan, produktivitas dan prestasinya kelak setelah dewasa,
sehingga akan menjadi beban negara. Selain itu dari aspek estetika,
seseorang yang tumbuh proporsional akan kelihatan lebih menarik dari
yang tubuhnya pendek.
Stunting yang terjadi pada masa anak merupakan faktor risiko
meningkatnya angka kematian, kemampuan kognitif, dan perkembangan
motorik yang rendah serta fungsi-fungsi tubuh yang tidak seimbang (Allen
& Gillespie, 2001). Gagal tumbuh yang terjadi akibat kurang gizi pada
masa-masa emas ini akan berakibat buruk pada kehidupan berikutnya dan
sulit diperbaiki.
Masalah stunting menunjukkan ketidakcukupan gizi dalam jangka
waktu panjang, yaitu kurang energi dan protein, juga beberapa zat gizi
mikro.

D. Cara Mencegah Stunting


1. Mencegah Stunting pada Balita
Berbagai upaya telah kita lakukan dalam mencegah dan menangani
masalah gizi di masyarakat. Memang ada hasilnya, tetapi kita masih
harus bekerja keras untuk menurunkan prevalensi balita pendek
sebesar 2,9% agar target MD’s tahun 2014 tercapai yang berdampak
pada turunnya prevalensi gizi kurang pada balita kita.
Dalam keadaan normal, tinggi badan tumbuh bersamaan dengan
bertambahnya umur, namun pertambahan tinggi badan relatif kurang
sensitif terhadap kurang gizi dalam waktu singkat. Jika terjadi
gangguan pertumbuhan tinggi badan pada balita, maka untuk mengejar
pertumbuhan tinggi badan optimalnya masih bisa diupayakan,

31
sedangkan anak usia sekolah sampai remaja relatif kecil
kemungkinannya. Maka peluang besar untuk mencegah stunting
dilakukan sedini mungkin. dengan mencegah faktor resiko gizi kurang
baik pada remaja putri, wanita usia subur (WUS), ibu hamil maupun
pada balita. Selain itu, menangani balita yang dengan tinggi dan berat
badan rendah yang beresiko terjadi stunting, serta terhadap balita yang
telah stunting agar tidak semakin berat.
Kejadian balita stunting dapat diputus mata rantainya sejak janin
dalam kandungan dengan cara melakukan pemenuhan kebutuhan zat
gizi bagi ibu hamil, artinya setiap ibu hamil harus mendapatkan
makanan yang cukup gizi, mendapatkan suplementasi zat gizi (tablet
Fe), dan terpantau kesehatannya. Selain itu setiap bayi baru lahir hanya
mendapat ASI saja sampai umur 6 bulan (eksklusif) dan setelah umur
6 bulan diberi makanan pendamping ASI (MPASI) yang cukup jumlah
dan kualitasnya. Ibu nifas selain mendapat makanan cukup gizi, juga
diberi suplementasi zat gizi berupa kapsul vitamin A.
Kejadian stunting pada balita yang bersifat kronis seharusnya dapat
dipantau dan dicegah apabila pemantauan pertumbuhan balita
dilaksanakan secara rutin dan benar. Memantau pertumbuhan balita di
posyandu merupakan upaya yang sangat strategis untuk mendeteksi
dini terjadinya gangguan pertumbuhan, sehingga dapat dilakukan
pencegahan terjadinya balita stunting.
Bersama dengan sektor lain meningkatkan kualitas sanitasi
lingkungan dan penyediaan sarana prasarana dan akses keluarga
terhadap sumber air terlindung, serta pemukiman yang layak. Juga
meningkatkan akses keluarga terhadap daya beli pangan dan biaya
berobat bila sakit melalui penyediaan lapangan kerja dan peningkatan
pendapatan.
Peningkatan pendidikan ayah dan ibu yang berdampak pada
pengetahuan dan kemampuan dalam penerapan kesehatan dan gizi
keluarganya, sehingga anak berada dalam keadaan status gizi yang

32
baik. Mempermudah akses keluarga terhadap informasi dan
penyediaan informasi tentang kesehatan dan gizi anak yang mudah
dimengerti dan dilaksanakan oleh setiap keluarga juga merupakan cara
yang efektif dalam mencegah terjadinya balita stunting.

2. Penanggulangan dan pencegahan stunting pada Bayi


a. Penanggulangan stunting pada pertumbuhan bayi
Penanggulangan stunting yang paling efektif dilakukan
pada seribu hari pertama kehidupan, yaitu:
Pada ibu hamil
Memperbaiki gizi dan kesehatan Ibu hamil merupakan cara
terbaik dalam mengatasi stunting. Ibu hamil perlu mendapat
makanan yang baik, sehingga apabila ibu hamil dalam keadaan
sangat kurus atau telah mengalami KurangEnergiKronis (KEK),
maka perlu diberikan makanan tambahan kepada ibu hamil
tersebut. Setiap ibu hamil perlu mendapat tablet tambah darah,
minimal 90 tablet selama kehamilan. Kesehatan ibu harus tetap
dijaga agar ibu tidak mengalami sakit.
Pada saat bayi lahir
Persalinan ditolong oleh bidan atau dokter terlatih dan
begitu bayi lahir melakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD). Bayi
sampai dengan usia 6 bulan diberi Air Susu Ibu (ASI) saja (ASI
Eksklusif).
Bayi berusia 6 bulan sampai dengan 2 tahun
Mulai usia 6 bulan, selain ASI bayi diberi Makanan
Pendamping ASI (MP-ASI). Pemberian ASI terus dilakukan
sampai bayi berumur 2 tahun atau lebih. Bayi dan anak
memperoleh kapsul vitamin A, taburia, imunisasi dasar lengkap.
Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) harus diupayakan oleh
setiap rumah tangga.
b. Pencegahan stunting pada pertumbuhan bayi

33
Kebutuhan gizi masa hamil
Pada Seorang wanita dewasa yang sedang hamil, kebutuhan
gizinya dipergunakan untuk kegiatan rutin dalam proses
metabolisme tubuh, aktivitas fisik, serta menjaga keseimbangan
segala proses dalam tubuh. Di samping proses yang rutin juga
diperlukan energi dan gizi tambahan untuk pembentukan jaringan
baru, yaitu janin, plasenta, uterus serta kelenjar mamae. Ibu hamil
dianjurkan makan secukupnya saja, bervariasi sehingga kebutuhan
akan aneka macam zat gizi bisa terpenuhi. Makanan yang
diperlukan untuk pertumbuhan adalah makanan yang mengandung
zat pertumbuhan atau pembangun yaitu protein, selama itu juga
perlu tambahan vitamin dan mineral untuk membantu proses
pertumbuhan itu.
Kebutuhan Gizi Ibu saat Menyusui
Jumlah makanan untuk ibu yang sedang menyusui lebih
besar dibanding dengan ibu hamil, akan tetapi kualitasnya tetap
sama. Pada ibu menyusui diharapkan mengkonsumsi makanan
yang bergizi dan berenergi tinggi, seperti diisarankan untuk minum
susu sapi, yang bermanfaat untuk mencegah kerusakan gigi serta
tulang. Susu untuk memenuhi kebutuhan kalsium dan flour dalam
ASI. Jika kekurangan unsur ini maka terjadi pembongkaran dari
jaringan (deposit) dalam tubuh tadi, akibatnya ibu akan mengalami
kerusakan gigi. Kadar air dalam ASI sekitr 88 gr %. Maka ibu yang
sedang menyusui dianjurkan untuk minum sebanyak 2–2,5 liter (8-
10 gelas) air sehari, di samping bisa juga ditambah dengan minum
air buah.
Kebutuhan Gizi Bayi 0 – 12 bulan
Pada usia 0 – 6 bulan sebaiknya bayi cukup diberi Air Susu
Ibu (ASI). ASI adalah makanan terbaik bagi bayi mulai dari lahir
sampai kurang lebih umur 6 bulan. Menyusui sebaiknya dilakukan
sesegara mungkin setelah melahirkan. Pada usia ini sebaiknya bayi

34
disusui selama minimal 20 menit pada masing-masing payudara
hingga payudara benar-benar kosong. Apabila hal ini dilakukan
tanpa membatasi waktu dan frekuensi menyusui,maka payudara
akan memproduksi ASI sebanyak 800 ml bahkan hingga 1,5-2 liter
perhari.
Kebutuhan Gizi Anak 1-2 tahun
Ketika memasuki usia 1 tahun, laju pertumbuhan mulai
melambat tetapi perkembangan motorik meningkat, anak mulai
mengeksplorasi lingkungan sekitar dengan cara berjalan kesana
kemari, lompat, lari dan sebagainya. Namun pada usia ini anak
juga mulai sering mengalami gangguan kesehatan dan rentan
terhadap penyakit infeks seperti ISPA dan diare sehingga anak
butuh zat gizi tinggi dan gizi seimbang agar tumbuh kembangnya
optimal. Pada usia ini ASI tetap diberikan. Pada masa ini berikan
juga makanan keluarga secara bertahap sesuai kemampuan anak.
Variasi makanan harus diperhatikan. Makanan yang diberikan
tidak menggunakan penyedap, bumbu yang tajam, zat pengawet
dan pewarna. dari asi karena saat ini hanya asi yang terbaik untuk
buah hati anda tanpa efek samping.

E. Zat Gizi Mikro yang Berperan untuk Menghindari Stunting (Pendek)


1. Kalsium
Kalsium berfungsi dalam pembentukan tulang serta gigi, pembekuan
darah dan kontraksi otot. Bahan makanan sumber kalsium antara lain :
ikan teri kering, belut, susu, keju, kacang-kacangan.
2. Yodium
Yodium sangat berguna bagi hormon tiroid dimana hormon tiroid
mengatur metabolisme, pertumbuhan dan perkembangan tubuh.
Yodium juga penting untuk mencegah gondok dan kekerdilan. Bahan
makanan sumber yodium : ikan laut, udang, dan kerang.
3. Zink

35
Zink berfungsi dalam metabolisme tulang, penyembuhan luka, fungsi
kekebalan dan pengembangan fungsi reproduksi laki-laki. Bahan
makanan sumber zink : hati, kerang, telur dan kacang-kacangan.
4. Zat Besi
Zat besi berfungsi dalam sistem kekebalan tubuh, pertumbuhan otak,
dan metabolisme energi. Sumber zat besi antara lain: hati, telur, ikan,
kacang-kacangan, sayuran hijau dan buah-buahan.
5. Asam Folat
Asam folat terutama berfungsi pada periode pembelahan dan
pertumbuhan sel, memproduksi sel darah merah dan mencegah
anemia. Sumber asam folat antara lain: bayam, lobak, kacang-
kacangan, serealia dan sayur-sayuran.

36
DAFTAR PUSTAKA

Adinda. 2014. Masalah Gizi penyebab Stunting (Pendek).


(http://adindascabiosa.blogspot.co.id/2014/04/-masalah-gizi-penyebab-
stunting.html). Diakses pada tanggal 02 Januari 2019.

Laporan Tahuna Unicef Indonesia. (2012). Ringkasan Kajian Kesehatan Unicef


Indonesia. Diakses pada 02 Januari 2019.

Laporan Tahunan Indonesia. (2013). Penyajian Pokok-Pokok Hasil Riset


Kesehatan Dasar 2013.

Rizma. 2016. 8,8 Juta Anak Indonesia Bertubuh Kerdil.(


http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/16/01/26/o1k24o385-88-
juta-anak-indonesia-bertubuh-kerdil-part1). Diakses pada tanggal 02 Januari
2019.

37
Evaluasi Pre-Post Test Penyuluhan
Nama :
Umur :
Pekerjaan :
Pendidikan Terakhir :

Jawablah pertanyaan di bawah ini, sesuai dengan yang Anda ketahui !


1. Apakah pengertian stunting?
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
2. Bagaimana cara mencegah stunting?
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
3. Apa saja zat mikro yang berperan menghindari stunting?
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………

38

Anda mungkin juga menyukai