Anda di halaman 1dari 41

BAB II

TELAAH PUSTAKA

A. HIPERTENSI
1. Defenisi
Hipertensi merupakan suatu kondisi dimana tekanan darah sistolik
>140 mmhg dan diastolik diatas 90 mmHg (Mancia et al, 2013; Weber et
al, 2013), dan berdasarkan pengukuran dua kali atau lebih (Brunner and
Suddarth’s, 2010). Berdasarkan data penelitian secara RCT (Randomized
Control Trial), bahwa pasien-pasien dengan nilai tekanan darah tersebut
menunjukkan hasil yang baik jika dilakukan penanganan. Dikatakan
tekanan darah ideal adalah 115/75 mmHg, tapi tidak ada bukti untuk
menjustifikasikan mengatasi hipertensi ke level yang lebih rendah. Angka
tersebut digunakan untuk semua orang dewasa 18 - 80 tahun, namun jika
umurnya lebih, tekanan darah diatas 150 mmHg masih dapat di terima.
Seringkali target tekanan darah yang lebih rendah diperlukan pada dewasa
muda, dimana therapi lebih dapat ditoleransi. Beberapa pedoman
merekomendasikan pasien-pasien dengan Diabetes Melitus atau gagal
ginjal kronik memiliki tekanan darah < 140/90 mmHg.

2. Klasifikasi
Mancia et al (2013) mengklasifikasikan hipertensi ke dalam kategori
berikut (ESH/ESC Guidelines untuk hipertensi artery) :

Kategori Sistolik Diastolik


(mmHg) (mmHg)
Optimal <120 dan <80
Normal 120-129 Dan / atau 80-84
High Normal 130-139 Dan / atau 85-89
Hipertensi grade 1 140-159 Dan / atau 90-99
Hipertensi grade 2 160-179 Dan / atau 100-109
Hipertensi grade 3 ≥180 Dan / atau ≥110

5
Isolated systolic ≥140 dan <90
hypertension

Weber et al (2013) dalam Clinical Practice Guidelines for the


Management of Hypertension in the Community mengklasifikasikan
hipertensi sebagai berikut :
Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik
(mmHg)
Pre hipertensi 120-139 80-89
Hipertensi stage 1 140-159 90-99
Hipertensi stage 2 ≥160 ≥100

3. Jenis - Jenis
a. Hipertensi Primer
Pada usia dewasa, 90%-95% kasus hipertensi merupakan
hipertensi primer (esensial). Penyebabnya masih belum diketahui,
faktor genetik dan lingkungan yang paling banyak dipelajari
(multifactorial and polygenic agent) sebagai faktor predisposisi. Faktor
lingkungan seperti intake garam, obesitas, sedentary lifestyle banyak
diprediksi sebagai penyebab hipertensi. Sedangkan faktor genetik yang
diduga menjadi penyebab adalah aktivitas yang tinggi hormon RAA
(Renin-Angiotensin-Aldosteron) dan aktivitas saraf simpatik. Ada juga
yang menyebutkan resistensi kinerja insulin menjadi penyebab
hipertensi jenis ini.
Pada penderita hipertensi yang sulit dikontrol, dimana penderita
biasanya tidak terdiagosa sebagai penderita hipertensi, atau pada
mereka yang putus pengobatan, dapat terjadi hipertensi emergensi dan
hipertensi urgensi. Apabila terjadi kasus hipertensi emergensi (krisis
hipertensi) harus segera mungkin diturunkan sampai dengan level
tekanan darah dibawah 140/90 mmHg untuk mengindari kerusakan
organ. Sedangkan hipertensi urgensi terjadi ketika tekanan darah
sangat meningkat, namun tidak ada tanda-tanda tanda kerusakan organ

6
yang progresif atau yang mengancam kerusakan organ. Obat-obatan
oral seperti Beta-Adrenergic Blocking Agents (labetalol), ACE
Inhibitor (captopril) atau Alpha-2 Agonis (clonidin) dapat diberikan
dengan tujuan menormalkan kembali tekanan darah dalam 24 sampai
dengan 48 jam. Pemantauan tanda vital perlu diperketat, bahkan
dianjurkan dipantau 5 menit sekali (Brunner and suddarth’s, 2010).
b. Hipertensi Sekunder
Kasus hipertensi sekunder sekitar 5% dari kasus hipertensi,
penyebab diketahui dengan pasti sehingga penanganannya ditujukan
untuk mengatasi penyebabnya. Tipe utama dari kategori ini adalah
pada kasus gagal ginjal kronik, stenosis arteri renal, sekresi aldosteron
yang banyak (hyperaldosteronism), pheochromocytoma, dan sleep
apnea, koarktasio aorta, penggunaan kontrasepsi oral, cushing
syndrome, penyakit thyroid. Hipertensi jenis ini juga dapat terjadi
secara akut sebagai respon dari perubahan resistensi perifer ataupun
cardiac output.

4. Manisfetasi Klinis
Dalam Brunner and Suddarth’s (2010) manifestasi klinis yang mungkin
muncul pada pasien hipertensi antara lain :
a. Pada pemeriksaan fisik ditemukan abnormalitas pada tekanan darah
b. Perubahan pada retina dengan hemoragic, eksudat, arteriol yang
menyempit, terdapat infark yang kecil, atau terjadi papilledema
mungkin ditemukan pada kasus hipertensi yang berat
c. Gejala biasanya menunjukkan kerusakan vasculer terkait dengan sistem
organ yang melibatkan pembuluh darah tersebut
d. Coronary Artery Disessea dengan angina atau infark miokard
e. Hipertrofi ventrikel kiri, yang dapat berkembang menjadi gagal jantung
f. Perubahan patologis pada fungsi ginjal (nocturia, naiknya level BUN
dan kreatinin)
g. Kerusakan cerebrovasculer (stroke, atau Transient Ischemic Attack)

7
5. Faktor Resiko
a. Faktor yang bisa dikendalikan seperti:
1) Kegemukan
Obesitas menyebabkan luas permukaan tubuh menjadi lebih
luas, sehingga kolom hidrostatik yang dilalui untuk sirkulasi
sistemik akan semakin panjang. Makin panjang kolom hidrostatik
makin tinggi pula tahanan sistemiknya, maka diperlukan juga
tekanan hidrostatik yang lebih besar untuk dapat memenuhi
kebutuhan suplay O2 dan nutrisi ke jaringan. Selain itu, kondisi
obesitas, maka posisi pembuluh darah sering kali terjepit oleh
lapisan lemak, sehingga akan menimbulkan beban afterload yang
lebih tinggi. Kondisi obesitas juga menyebabkan tubuh
membutuhkan lebih banyak oksigen untuk membakar kalori,
dengan demikian kerja jantung akan semakin berat untuk
berusaha memenuhi kebutuhan oksigen tersebut. Pada kondisi
obesitas, seringkali lemak januh dan lemak trans yang masuk ke
dalam tubuh secara terus menerus dapat menyebabkan
penumpukan lemak di dalam pembuluh darah. Akibatnya arteri
menyempit dan perlu tekanan lebih besar untuk memompa darah
ke seluruh tubuh.
2) Diabetes Melitus
Glukosa yang merupakan produk hasil pemecahan
karbohidrat yang kita konsumsi, akan diangkut oleh darah ke
seluruh tubuh lalu diubah menjadi sumber energi. Agar glukosa
bisa masuk ke dalam sel tubuh dibutuhkan insulin. Pada kondisi
diabetes mellitus, produksi insulin oleh pankreas tidak adekuat,
sehingga menyebabkan glukosa menumpuk di intravaskuler.
Kodisi ini akan mengakibatkan darah terlalu kental karena
molekul glukosa yang berukuran cukup besar banyak berada di
dalam intravaskuler. Viskositas dara h yang meningkat ini
menyebabkan tahanan sistemik semakin besar, sehingga jantung

8
memerlukan tekanan yang lebih kuat untuk memompakan darah
ke seluruh tubuh.
3) Kurangnya aktivitas fisik
Jika seseorang kurang begerak frekwensi denyut jantung
menjadi lebih tinggi sehingga memaksa jantung bekerja lebih
keras setiap kali kontraksi.
4) Perokok
Racun di dalam rokok terutama karbon monoksida
menyebabkan oksigen yang terikat oleh hemoglobin di dalam
sirkulasi sedikit dikarenakan afinitas CO (karbon oksida) lebih
tinggi terhadap Hemoglobin jika dibandingkan dengan O2,
sehingga jantung akan mengkompensasi dengan menaikkan heart
rate untuk memenuhi kebutuhan suplay ke jaringan. Untuk
mengejar cardiac output yang optimal maka kenaikan denyut
jantung tersebut diikuti dengan peningkatan kontraktilitas
miokard, sehingga tekanan darah akan meningkat pula. Nikotin
dari asap rokok masuk ke tubuh dan diedarkan oleh pembuluh
darah. Nikotin yang masuk sampai otak diperkirakan dapat
menyebabkan merangsang kelenjar adrenal untuk melepas
epinephrin yang mengakibatkan vasokonstriksi, sehingga akan
meningkatkan afterload. Beban afterload yang meningkat
menyebabkan tekanan darah makin tinggi.
5) Sensitivitas Natrium
Pemasukan garam yang berlebih dapat menyebabkan retensi
air meningkat, karena sifat garam adalah menarik air (osmosis).
Peningkatan retensi air maka akan menaikkan beban preload
sehingga akan menyebabkan daya untuk melakukan ejeksi
semakin besar. Ada juga pendapat yang mengatakan hormon
natriuretik menghambat aktivitas pompa Na-K-ATPase, sehingga
akan mengganggu terjadinya proses potensial aksi di miokard.
Terganggunya proses potensial aksi ini mengakibatkan aktivitas
listrik jantung menurun. Sehingga, suplay O2 ke jaringan hanya

9
mengandalkan efektivitas dari kerja mekanik jantung, sehingga
jantung harus memompa lebih kuat untuk memenuhi kebutuhan
jaringan.
6) Kalium rendah
Apabila tubuh kekurangan kalium, natrium yang berlebihan
di dalam tubuh tidak bisa keluar, sehingga resiko hipertensi
meningkat
7) Minuman beralkohol
Resiko hipertensi meningkat dua kali lipat bagi
pengkonsumsi alkohol
8) Stres
Kondisi stres akan menyebabkan aktivasi dari sistem saraf
simpatik. Aktivitas saraf simpatik dihubungkan dengan dapat
menyebabkan produksi katekolamin, akibatnya terjadi
vasokontriksi yang akan menurunkan perfusi ke ginjal. Ketika
perfusi ke ginjal menurun, maka ginjal akan memproduksi
hormon renin oleh korteks adrenal. Hormon renin berfungsi untuk
mengubah angiotensinogen dalam darah (diproduksi di ginjal)
menjadi angiotensin I. Oleh angiotensin converting enzyme
(ACE) di paru, angitensin I akan diubah menjadi angiotensin II.
Angiotensin II bersifat vasokonstriktor, sehingga akan membuat
beban afterload meningkat. Beban afterload yang meningkat
memaksa jatung untuk memompa lebih kuat untuk dapat
memberikan suplay ke jaringan. Selain itu angitensin II juga
memicu diproduksinya hormon aldosteron. Hormon aldosteron
berfungsi dalam mekanisme retensi garam dan air, sehingga akan
meningkatkan beban pre load dan afterload.

b. Faktor yang tidak bisa dikendalikan


1) Ras
Suku berkulit hitam beresiko lebih tinggi terkena hipertensi

10
2) Usia
Hipertensi bisa terjadi pada semua usia, tetapi semakin
bertambah usia seseorang resiko terserang hipertensi semakin
meningkat. Hal ini terjadi akibat perubahan alami pada jantung,
pembuluh darah dan hormon.
Faktor lain yang diduga menjadi penyebab adalah kekakuan
aorta seiring meningkatnya usia, sering menyebabkan isolated or
predominant systolic pressure (diastolik sering ditemukan dalam
rentang normal).
3) Riwayat keluarga
Hipertensi bisa diturunkan. Anak yang salah satu orang
tuanya mengidap hipertensi memiliki resiko 25% menderita
hipertensi juga. Jika kedua orangtuanya mengidap hipertensi,
60% keturunannnya mengidap hipertensi
4) Jenis kelamin
Hipertensi banyak ditemukan pada laki- laki dewasa muda
dan paruh baya. Pada wanita, setelah berusia 55 tahun atau yang
mengalami menopause.

6. Regulasi Tekanan Darah


Mekanisme pengaturan tekanan darah dibagi menjadi 2, yaitu :
a. Mekanisme Jangka Pendek
Mengatur diameter pembuluh darah, heart rate, dan kontraktilitas.
Mekanisme jangka pendek dipengaruhi oleh sistem saraf dan kontrol
kimia.
1) Sistem saraf
a) Baroreseptor : meningkatkan aktivitas parasimpatik, dan
menurunkan aktivitas simpatik, mengurangi heart rate,
meningkatkan diameter arteri, dan menurunkan tekanan darah
b) Pusat vasomotor : meningkatkan aktivitas serat-serat
vasomotorik (saraf simpatis, kontriksi smooth muscle,
menurunkan diameter arteri dan meningkatkan tekanan darah).

11
c) Kemoreseptor : respon terhadap perubahan kadar oksigen, pH
darah atau CO2
d) Pusat otak tertinggi (medulla oblongata) : melalui penyaluran
ke pusat medullar.

Berikut adalah skema pengaturan tekanan darah melalui


mekanisme jangka pendek :

12
Gambar diatas menunjukan mekanisme pengaturan tekanan darah
jangka pendek.

13
2) Kontrol Kimia
Hormon yang paling penting :
a) Hormon yang dikeluarkan medula adrenal, epinephrine dan
norepinephrine
b) Faktor natriuretik atrium, antagonis aldosteron  ginjal
banyak mengeluarkan garam dan air
c) ADH (Hormon antidiuretik) ginjal menahan air
d) Angiotensin II  vasokonstriksi, merangsang aldosteron
e) Endothelium-derived factor : meningkatkan masuk Ca ke otot
polos pembuluh darah
f) Nitric oxide (NO) : bersifat vasodilator
g) Alkohol : vasodilator
h) Kimia-kimia inflamasi : histamin, kinin, dsb

b. Mekanisme Pengaturan Jangka Panjang


Mengatur homeostasis sirkulasi melalui sistem humoral endokrin dan
parakrin fasoaktif yang melibatkan ginjal sebagai organ pengatur
utama distribusi cairan ekstraseluler.
Berikut adalah skema pengaturan jangka panjang :

14
7. Patofisiologi

15
8. Komplikasi
a. Retinopati
Tekanan darah yang tinggi menyebabkan tekanan pada pembuluh
darah retina juga meningkat. Lama kelaman terjadi kerusakan pada
pembuluh darah ini sehingga retina tidak dapa menjalankan fungsinya
manangkap dan meneruskan cahaya dari lensa ke saraf mata. Hal
tersebut menyebabkan pasien mengalami gangguan penglihatan.
b. Gagal Jantung
Tekanan darah yang tinggi menyebabkan afterload meningkat
akibat tahanan sistemik yang meningkat. Keadaan ini menyebabkan
kontraksi ventrikel kiri meningkat untuk memompa darah ke seluruh
tubuh. Keadaan ini lama- kelamaan menyebabkan terjadinya
kerdiomegali dan gagal jantung
c. Gagal Ginjal Kronik
Tekanan darah yang tinggi menyebabkan stenosis pada arteri
Renalis yang memperdarahi ginjal. Hal ini mengakibatkan suplay
darah ke ginjal berkurang sehingga ginjal tidak dapat menjalankan
fungsinya
d. Penyakit Serebrovaskular
Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan suplai darah ke
otak berkurang. Hal tersebut bisa disebabkan karena stenosis pada
pembuluh darah atau Cerebrovascular Disease Non Hemoragic dan
ruptur pembuluh darah atau Cerebrovaskular Disease Hemoragic.

9. Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik


a. Laboratorium Darah
1) Ureum kreatinin
Pemeriksaan ureum dan kreatinin merupakan penanda dari
kerusakan ginjal. Penderita hipertensi kronik yang menalami
masalah ginjal akan dilakukan pemeriksaan ini. Penurunan perfusi
ke ginjal akan menyebabkan kenaikan level serum ureum kreatinin

16
2) Kolesterol
Peningkatan LDL atau rendahnya HDL terkait dengan peningkatan
risiko kerusakan cardiovascular. LDL yang tinggi dapat di terapi
menggunakan obat-obatan golongan statin.
3) Glukosa darah, terutama gula darah puasa
Glukosa darah yang tinggi melebihi batas normal dapat
menyebabkan viskositas darah meningkat sehingga bisa
menyebabkan terjadinya hipertensi.
4) Elektrolit
Terutama unutk mengetahui kadar kalium, jika tinggi menunjukkan
kerusakan pada ginjal, biasanya dibarengi dengan kenaikan
creatinin. Jika rendah, mengisyaratkan produksi aldosteron sedikit.
5) Hemoglobin/hematokrit
Pengukuran ini dapat mengidentifikasikan faktor hipertensi atau
penyakit kardiovaskuler, termasuk kejadian anemia, termasuk
apakah dikarenakan kerusakan ginjal.
6) Tes faal hati
Obat-obatan hipertensi dapat mempengaruhi kerja hati.
b. Sampel Urine
1) Albuminuria
Jika terjadi nilai positif +1 atau lebih mengidentifikasikan
terjadinya kerusakan fungsi ginjal
2) Sel darah merah dan sel darah putih
Penemuan sel darah merah pada urin yang positif mengindikasikan
infeksi saluran kemih, batu ginjal, atau kondisi lain termasuk tumor
bladder.
c. Diagnostik lain
1) Tekanan Darah meningkat 20% di atas tekanan darah yang biasa
2) Ekokardiogram untuk mengetahui melihat adanya hipertrofi
ventrikel kiri.
3) Thoraks foto untuk mengetahui adanya pembesaran ventrikel kiri
4) Funduskopi untuk mengetahui gangguan padanya retina

17
5) Elektrokardiogram : identifikasi adanya kejadian infark miokard,
atau atrial maupun ventricular hipertrofi, kejadian aritmia,
gangguan hantaran, ataupun efek obat-obatan.
6) Cradiac Magneting Resonance (MRI) : mengetahui ukuran LV dan
beratnya jika echo tidak bisa dilakukan
7) Pemeriksaan vaskuler : doppler karotis, ancle brachial indeks

10. Penatalaksanaan
Tujuan dari penatalaksanaan hipertensi adalah untuk mencegah
kematian dan komplikasi dengan mengurangi dan menjaga tekanan darah
dibawah 140/90mmHg atau di bawah 130/80mmHg untuk pasien dengan
diabetes mellitus dan gagal ginjal kronik (Brunner and Suddarth’s, 2010).
Tatalaksana penyakit ini dapat dijalankan melalui terapi non
farmakologis maupun farmakologis.
a. Non Farmakologi
Intervensi untuk mengubah gaya hidup telah menunjukkan dapat
mengurangi tekanan darah, dan juga mengurangi risiko terjadinya
kerusakan organ lain yang dapat diakibatkan oleh hipertensi.
1) Kurangi berat badan
Dengan mengurangi berat badan dapat mengurangi risiko
hipertensi, diabetes, maupun dilipidemia. Sebuah penelitian
mengatakan, rata-rata tekanan darah menurun terkait dengan
pegurangan berat badan sekitar 5,1kg sebesar 4,4mmHg untuk
sistolik dan 3,6mmHg untuk diastolik. Jagalah tubuh anda dengan
BMI <25kg/m2 dan lingkar pinggang <102cm untuk pria dan
<88cm untuk wanita.
2) Mengatur diit
Mengganti diit dengan sayur dan buah merupakan cara diet yang
paling tradisional. Namun pada sebagian orang, cara diet seperti ini
merupakan cara yang cukup mahal. Disarankan pasien dengan
hipertensi mengkonsumsi ikan paling tidak 2x seminggu dan

18
konsumsi sayur dan buah sekitar 300-400gr/hari. Susu kedelai
berefek menurunkan tekanan darah dibandingkan susu sapi.
3) Kurangi konsumsi garam
Membatasi konsumsi garam dapat mengurangi takanan darah,
terutama pada orang yang sensitif natrium, yang sering terjadi pada
orang dengan kulit hitam. Dalam sehari pasien dengan hipertensi
tidak lebih dari 4000 mg atau setara dengan ½ sendok teh garam
beryodium (Depkes, 2011). Sedangkan menurut American Heart
Association (AHA, 2013), untuk dewasa dengan kisaran umur 25-
75 tahun, dengan tekanan darah 120-159/80-95 mmHg, diet garam
yang direkomendasikan adalah 2400 mg atau sampai dengan 3300
mg / hari. Biasanya orang-orang tidak menyadari jika roti,
makanan kaleng, makanan cepat saji, sup, daging olahan,
mengandung banyak garam. Faktor kultural dan demografi juga
berpengaruh dalam konsumsi garam.
4) Olahraga
Aerobik yang reguler dapat mengurangi hipertensi, namun
terkadang susah dilakukan karena terbatasnya regimen exercise.
Dapat diganti berupa bersepeda, naik tangga, dan sebagainya.
Sebuah penelitian menunjukkan aerobic menurunkan rata-rata
6,9mmHg sistolik, dan diatolik 4,9mmHg diastolik pada penderita
hipertensi. Sebaiknya olah raga dilakukan 2-3x/minggu.
5) Konsumsi alkohol
Minum alkohol 2x sehari dapat mengurangi risiko penyakit
kardiovaskuler, namun jika konsumsi melebihi dari itu,
menyebabkan tekanan darah tinggi. Sumber lain menyarankan
konsumsi alkohol pada laki-laki dibatasi 20-30gr. Pada wanita
sebaiknya dibatasi 1x sehari, sekitar 10-20gr. Total per minggu
untuk laki-laki adalah 140gr, sedangkan wanita 80gr.
6) Merokok
Berhenti merokok tidak megurangi tekanan darah, namun merokok
menjadi faktor utama pencetus terjadinya penyakit kardiovaskuler.

19
Merokok menyebabkan peningkatan tekanan darah dan denyut
jantung, segera setelah 15 menit setelah merokok, menstimulasi
saraf simpatik untuk bekerja. Program ini hanya berhasil 20-30%
setiap tahunnya.
b. Terapi farmakologis.

20
21
22
Dalam memberikan obat-obat anti hipertensi, perhatikan kontra
indikasi berikut ini:

23
11. WOC HIPERTENSI
Terlampir

24
B. Penyakit Jantung Koroner (PJK)
1. Pengertian
American heart association (AHA), mendefinisikan penyakit jantung
koroner adalah istilah umum untuk penumpukan plak di arteri jantung
yang dapat menyebabkan serangan jantung.penumpukan plak pada arteri
koroner ini disebut dengan aterosklerosis. (AHA, 2014).
Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan keadaan dimana terjadi
penimbunan plak pembuluh darah koroner. Hal ini menyebabkan arteri
koroner menyempit atau tersumbat. Arteri koroner merupakan arteri yang
menyuplai darah otot jantung dengan membawa oksigen yang banyak,
terdapat beberapa faktor memicu penyakit ini, yaitu: gaya hidup, faktor
genetik, usia dan penyakit penyerta yang lain. (Norhasimah, 2010)

2. Etiologi
Etiologi penyakit jantung koroner adalah adanya penyempitan,
penyumbatan, atau kelainan pembuluh arteri koroner. Penyempitan atau
penyumbatan pembuluh darah tersebut dapat menghentikan aliran darah
ke otot jantung yang sering ditandai dengan nyeri. Dalam kondisi yang
parah, kemampuan jantung memompa darah dapat hilang. Hal ini dapat
merusak sistem pengontrol irama jantung dan berakhir dan berakhir
dengan kematian. (Hermawatirisa,2014:hal 2)

25
Penyempitan dan penyumbatan arteri koroner disebabkan zat lemak
kolesterol dan trigliserida yang semakin lama semakin banyak dan
menumpuk di bawah lapisan terdalam endothelium dari dinding
pembuluh arteri. Hal ini dapat menyebabkan aliran darah ke otot jantung
menjadi berkurang ataupun berhenti, sehingga mengganggu kerja jantung
sebagai pemompa darah. Efek dominan dari jantung koroner adalah
kehilangan oksigen dan nutrient ke jantung karena aliran darah ke jantung
berkurang. Pembentukan plak lemak dalam arteri memengaruhi
pembentukan bekuan aliran darah yang akan mendorong terjadinya
serangan jantung. Proses pembentukan plak yang menyebabkan
pergeseran arteri tersebut dinamakan arterisklerosis. (Hermawatirisa,
2014:hal 2)
Awalnya penyakit jantung di monopoli oleh orang tua. Namun, saat
ini ada kecenderungan penyakit ini juga diderita oleh pasien di bawah usia
40 tahun. Hal ini biasa terjadi karena adanya pergeseran gaya hidup,
kondisi lingkungan dan profesi masyarakat yang memunculkan “tren
penyakit” baru yang bersifat degenaratif. Sejumlah prilaku dan gaya
hidup yang ditemui pada masyarakat perkotaan antara lain mengonsumsi
makanan siap saji yang mengandung kadar lemak jenuh tinggi, kebiasaan
merokok, minuman beralkohol, kerja berlebihan, kurang berolahraga, dan
stress. (Hermawatirisa, 2014:hal 2).

26
3. Patofisiologi
Aterosklerosis atau pengerasan arteri adalah kondisi pada arteri besar
dan kecil yang ditandai penimbunan endapan lemak, trombosit, neutrofil,
monosit dan makrofag di seluruh kedalaman tunika intima (lapisan sel
endotel), dan akhirnya ke tunika media (lapisan otot polos). Arteri yang
paling sering terkena adalah arteri koroner, aorta dan arteri-arteri
sereberal. (Ariesty, 2011:hal 6).
Langkah pertama dalam pembentukan aterosklerosis dimulai dengan
disfungsi lapisan endotel lumen arteri, kondisi ini dapat terjadi setelah
cedera pada sel endotel atau dari stimulus lain, cedera pada sel endotel
meningkatkan permeabelitas terhadap berbagai komponen plasma,
termasuk asam lemak dan triglesirida, sehingga zat ini dapat masuk
kedalam arteri, oksidasi asam lemak menghasilkan oksigen radikal bebas
yang selanjutnya dapat merusak pembuluh darah. (Ariesty, 2011:hal 6).
Cedera pada sel endotel dapat mencetuskan reaksi inflamasi dan
imun, termasuk menarik sel darah putih, terutama neutrofil dan monosit,
serta trombosit ke area cedera, sel darah putih melepaskan sitokin
proinflamatori poten yang kemudian memperburuk situasi, menarik lebih
banyak sel darah putih dan trombosit ke area lesi, menstimulasi proses
pembekuan, mengaktifitas sel T dan B, dan melepaskan senyawa kimia
yang berperan sebagai chemoattractant (penarik kimia) yang
mengaktifkan siklus inflamasi, pembekuan dan fibrosis. Pada saat ditarik
ke area cedera, sal darah putih akan menempel disana oleh aktivasi faktor
adhesif endotelial yang bekerja seperti velcro sehingga endotel lengket
terutama terhadap sel darah putih, pada saat menempel di lapisan
endotelial, monosit dan neutrofil mulai berimigrasi di antara sel-sel
endotel keruang interstisial.
Di ruang interstisial, monosit yang matang menjadi makrofag dan
bersama neutrofil tetap melepaskan sitokin, yang meneruskan siklus
inflamasi. Sitokin proinflamatori juga merangsang ploriferasi sel otot
polos yang mengakibatkan sel otot polos tumbuh di tunika intima.
(Ariesty, 2011:hal 6).

27
Selain itu kolesterol dan lemak plasma mendapat akses ke tunika
intima karena permeabilitas lapisan endotel meningkat, pada tahap
indikasi dini kerusakan teradapat lapisan lemak diarteri. Apabila cedera
dan inflamasi terus berlanjut, agregasi trombosit meningkat dan mulai
terbentuk bekuan darah (tombus), sebagian dinding pembuluh diganti
dengan jaringan parut sehingga mengubah struktur dinding pembuluh
darah, hasil akhir adalah penimbunan kolesterol dan lemak, pembentukan
deposit jaringan parut, pembentukan bekuan yang berasal dari trombosit
dan proliferasi sel otot polos sehingga pembuluh mengalami kekakuan
dan menyempit. Apabila kekakuan ini dialami oleh arteri-arteri koroner
akibat aterosklerosis dan tidak dapat berdilatasi sebagai respon terhadap
peningkatan kebutuhan oksigen, dan kemudian terjadi iskemia
(kekurangan suplai darah) miokardium dan sel-sel miokardium sehingga
menggunakan glikolisis anerob untuk memenuhi kebutuhan energinya.
Proses pembentukan energi ini sangat tidak efisien dan menyebabkan
terbentuknya asam laktat sehinga menurunkan pH miokardium dan
menyebabkan nyeri yang berkaitan dengan angina pectoris. Ketika
kekurangan oksigen pada jantung dan sel-sel otot jantung
berkepanjangan dan iskemia miokard yang tidak tertasi maka terjadilah
kematian otot jantung yang di kenal sebagai miokard infark.

28
4. Faktor - Faktor Resiko
a. Faktor Utama
1) Hipertensi
Merupakan salah satu faktor resiko utama penyebab terjadinya
PJK. Penelitian di berbagai tempat di Indonesia (1978) prevalensi
Hipertensi untuk Indonesia berkisar 6-15%, sedang di negara maju
mis : Amerika 15-20%. Lebih kurang 60% penderita Hipertensi tidak
terdeteksi, 20% dapat diketahui tetapi tidak diobati atau tidak
terkontrol dengan baik.
Penyebab kematian akibat Hipertensi di Amerika adalah
Kegagalan jantung 45%, Miokard Infark 35% cerebrovaskuler
accident 15% dan gagal ginjal 5%. Komplikasi yang terjadi pada
hipertensi esensial biasanya akibat perubahan struktur arteri dan
arterial sistemik, terutama terjadi pada kasus-kasus yang tidak diobati.
Mula-mula akan terjadi hipertropi dari tunika media diikuti dengan
hialinisasi setempat dan penebalan fibrosis dari tunika intima dan
akhirnya akan terjadi penyempitan pembuluh darah. Tempat yang
paling berbahaya adalah bila mengenai miokardium, arteri dan arterial
sistemik, arteri koroner dan serebral serta pembuluh darah ginjal.
Komplikasi terhadap jantung Hipertensi yang paling sering adalah
Kegagalan Ventrikel Kiri, PJK seperti angina Pektoris dan Miokard
Infark. Dari penelitian 50% penderita miokard infark menderita
Hipertensi dan 75% kegagalan Ventrikel kiri akibat Hipertensi.
Perubahan hipertensi khususnya pada jantung disebabkan karena :
a) Meningkatnya tekanan darah.
Peningkatan tekanan darah merupakan beban yang berat untuk
jantung, sehingga menyebabkan hipertropi ventrikel kiri atau
pembesaran ventrikel kiri (faktor miokard). Keadaan ini
tergantung dari berat dan lamanya hipertensi.
b) Mempercepat timbulnya arterosklerosis.
Tekanan darah yang tinggi dan menetap akan menimbulkan
trauma langsung terhadap dinding pembuluh darah arteri

29
koronaria, sehingga memudahkan terjadinya arterosklerosis
koroner (faktor koroner) Hal ini menyebabkan angina pektoris,
Insufisiensi koroner dan miokard infark lebih sering didapatkan
pada penderita hipertensi dibanding orang normal.
Tekanan darah sistolik diduga mempunyai pengaruh yang lebih
besar. Kejadian PJK pada hipertensi sering dan secara langsung
berhubungan dengan tingginya tekanan darah sistolik. Penelitian
Framingham selama 18 tahun terhadap penderita berusia 45-75
tahun mendapatkan hipertensi sistolik merupakan faktor pencetus
terjadinya angina pectoris dan miokard infark. Juga pada
penelitian tersebut didapatkan penderita hipertensi yang
mengalami miokard infark mortalitasnya 3x lebih besar dari pada
penderita yang normotensi dengan miokard infark.
Hasil penelitian Framingham juga mendapatkan hubungan
antara PJK dan Tekanan darah diastolik. Kejadian miokard infark
2x lebih besar pada kelompok tekanan darah diastolik 90-104
mmHg dibandingkan Tekanan darah diastolik 85 mmHg,
sedangkan pada tekanan darah diastolik 105 mmHg 4x lebih
besar. Penelitian stewart 1979 & 1982 juga memperkuat
hubungan antara kenaikan takanan darah diastolik dengan resiko
mendapat miokard infark. Apabila Hipertensi sistolik dari
Diastolik terjadi bersamaan maka akan menunjukkan resiko yang
paling besar dibandingkan penderita yang tekanan darahnya
normal atau Hipertensi Sistolik saja. Lichenster juga melaporkan
bahwa kematian PJK lebih berkolerasi dengan Tekanan darah
sistolik diastolik dibandingkan Tekanan darah Diastolik saja.
Pemberian obat yang tepat pada Hipertensi dapat mencegah
terjadinya miokard infark dan kegagalan ventrikel kiri tetapi perlu
juga diperhatikan efek samping dari obat-obatan dalam jangka
panjang. oleh sebab itu pencegahan terhadap hipertensi
merupakan usaha yang jauh lebih baik untuk menurunkan resiko
PJK. Tekanan darah yang normal merupakan penunjang

30
kesehatan yang utama dalam kehidupan, kebiasaan merokok dan
alkoholisme. Diet serta pemasukan Na dan K yang seluruhnya
adalah faktor-faktor yang berkaitan dengan pola kehidupan
seseorang. Kesegaran jasmani juga berhubungan dengan Tekanan
darah sistolik, seperti yang didapatkan pada penelitian Fraser dkk.
Orang-orang dengan kesegaran jasmani yang optimal tekanan
darahnya cenderung rendah. Penelitian di Amerika Serikat
melaporkan pada dekade terakhir ini telah terjadi penurunan
angka kematian PJK sebayak 25%. Keadan ini mungkin akibat
hasil dari deteksi dini dan pengobatan hipertensi, pemakaian
betablocker dan bedah koroner serta perubahan kebiasaan
merokok.
2) Hiperkolesterolemia.
Hiperkolesterolemia merupakan masalah yang cukup panting
karena termasuk faktor resiko utama PJK di samping Hipertensi dan
merokok. Kadar Kolesterol darah dipengaruhi oleh susunan makanan
sehari-hari yang masuk dalam tubuh (diet) . Faktor lainnya yang dapat
mempengaruhi kadar kolesterol darah disamping diet adalah
Keturunan, umur, dan jenis kelamin, obesitas, stress, alkohol,
exercise. Beberapa parameter yang dipakai untuk mengetahui adanya
resiko PJK dan hubungannya dengan kadar kolesterol darah:
1) Kolesterol Total
Kadar kolesterol total yang sebaiknya adalah ( 200 mg/dl, bila >
200 mg/dl berarti resiko untuk terjadinya PJK meningkat .

Kadar kolesterol Total


normal Agak tinggi (Pertengahan) Tinggi
< 200 mg/dl 2-239 mg/dl >240 mg/dl

2) LDL Kolesterol.
LDL (Low Density Lipoprotein) kontrol merupakan jenis
kolesterol yang bersifat buruk atau merugikan (bad cholesterol)
karena kadar LDL yang meninggi akan rnenyebabkan penebalan
dinding pembuluh darah. Kadar LDL kolesterol lebih tepat sebagai

31
penunjuk untuk mengetahui resiko PJK dari pada kolesterol total.

Kadar LDL Kolesterol

Normal Agak tinggi (Pertengahan) Tinggi


< 130 mg/dl 130-159 mg/dl >160 mg/dl

3) HDL Kolesterol :
HDL (High Density Lipoprotein) kolesterol merupakan jenis
kolesterol yang bersifat baik atau menguntungkan (good
cholesterol) : karena mengangkut kolesterol dari pembuluh darah
kembali ke hati untuk di buang sehingga mencegah penebalan
dinding pembuluh darah atau mencegah terjadinya proses
arterosklerosis.
Kadar HDL Kolesterol
Normal Agak tinggi (Pertengahan) Tinggi
< 45 mg/dl 35-45 mg/dl >35 mg/dl

Jadi makin rendah kadar HDL kolesterol, makin besar


kemungkinan terjadinya PJK. Kadar HDL kolesterol dapat
dinaikkan dengan mengurangi berat badan, menambah exercise
dan berhenti merokok.
4) Rasio Kolesterol Total : HDL Kolesterol
Rasio kolesterol total: HDL kolesterol sebaiknya (4.5 pada laki-
laki dan 4.0 pada perempuan). makin tinggi rasio kolesterol total :
HDL kolesterol makin meningkat resiko PJK.
5) kadar Trigliserida.
Trigliserid didalam yang terdiri dari 3 jenis lemak yaitu Lemak
jenuh, Lemak tidak tunggal dan Lemak jenuh ganda. Kadar
triglisarid yang tinggi merupakan faktor resiko untuk terjadinya
PJK.

32
Kadar Trigliserida
Normal Agak tinggi Tinggi Sangat Sedang
< 150 mg/dl 150 – 250 mg/dl 250-500 mg/dl >500 mg/dl

Kadar trigliserid perlu diperiksa pada keadaan sbb : Bila kadar


kolesterol total > 200 mg/dl, PJK, ada keluarga yang menderita
PJK < 55 tahun, ada riwayat keluarga dengan kadar trigliserid
yang tinggi, ada penyakit DM & pankreas.
3) Merokok.
Pada saat ini merokok telah dimasukkan sebagai salah satu faktor
resiko utama PJK disamping hipertensi dan hiperkolesterolami. orang
yang merokok > 20 batang perhari dapat mempengaruhi atau
memperkuat efek dua faktor utama resiko lainnya.
Penelitian Framingham mendapatkan kematian mendadak akibat PJK
pada laki-laki perokok 10X lebih besar dari pada bukan perokok dan
pada perempuan perokok 4.5X lebih dari pada bukan perokok. Efek
rokok adalah Menyebabkan beban miokard bertambah karena
rangsangan oleh katekolamin dan menurunnya komsumsi 02 akibat
inhalasi co atau dengan perkataan lain dapat menyebabkan Tahikardi,
vasokonstrisi pembuluh darah, merubah permeabilitas dinding
pembuluh darah dan merubah 5-10 % Hb menjadi carboksi -Hb.
Disamping itu dapat menurunkan HDL kolesterol tetapi
mekanismenya belum jelas . Makin banyak jumlah rokok yang
dihidap, kadar HDL kolesterol makin menurun. Perempuan yang
merokok penurunan kadar HDL kolesterolnya lebih besar
dibandingkan laki – laki perokok. Merokok juga dapat meningkatkan
tipe IV abnormal pada diabetes disertai obesitas dan hipertensi,
sehingga orang yan gmerokok cenderung lebih mudah terjadi proses
aterosklerosis dari pada yang bukan perokok.
Apabila berhenti merokok penurunan resiko PJK akan berkurang 50
% pada akhir tahun pertama setelah berhenti merokok dan kembali
seperti yang tidak merokok setelah berhenti merokok 10 tahun.

33
b. Faktor Resiko Lainnya
1) Umur
Telah dibuktikan adanya hubungan antara umur dan kematian akibat
PJK. Sebagian besar kasus kematian terjadi pada laki-laki umur 35-44
tahun dan meningkat dengan bertambahnya umur. Kadar kolesterol
pada laki-laki dan perempuan mulai meningkat umur 20 tahun. Pada
laki-laki kolesterol meningkat sampai umur 50 tahun. Pada perempuan
sebelum menopause ( 45-50 tahun ) lebih rendah dari pada laki-laki
dengan umur yang sama. Setelah menopause kadar kolesterol
perempuan meningkat menjadi lebih tinggi dari pada laki-laki.
2) Jenis kelamin.
Di Amerika Serikat gejala PJK sebelum umur 60 tahun didapatkan
pada 1 dari 5 laki-laki dan 1 dari 17 perempuan . Ini berarti bahwa
laki-laki mempunyai resiko PJK 2-3 X lebih besar dari perempuan.
3) Geografis.
Resiko PJK pada orang Jepang masih tetap merupakan salah satu yang
paling rendah di dunia. Akan tetapi ternyata resiko PJK yang
meningkat pada orang jepang yang melakukan imigrasi ke Hawai dan
Califfornia . Hal ini menunjukkan faktor lingkungan lebih besar
pengaruhnya dari pada genetik.
4) Ras
Perbedaan resiko PJK antara ras didapatkan sangat menyolok,
walaupun bercampur baur dengan faktor geografis, sosial dan
ekonomi . Di Amerika serikat perbedaan ras perbedaan antara ras
caucasia dengan non caucasia ( tidak termasuk Negro) didapatkan
resiko PJK pada non caucasia kira-kira separuhnya.
5) Diet.
Didapatkan hubungan antara kolesterol darah dengan jumlah lemak di
dalam susunan makanan sehari-hari ( diet ). Makanan orang Amerika
rata -rata mengandung lemak dan kolesterol yang tinggi sehingga
kadar kolesterol cendrung tinggi. Sedangkan orang Jepang umumnya
berupa nasi dan sayur-sayuran dan ikan sehingga orang jepang rata-

34
rata kadar kolesterol rendah dan didapatkan resiko PJK yang lebih
rendah dari pada Amerika.
Beberapa petunjuk diet untuk menurunkan kolesterol :
a) Makanan harus mengandung rendah lemak terutama kadar lemak
jenuh tinggi.
b) Mengganti susunan makanan dengan yang mengandung lemak
tak jenuh.
c) Makanan harus mengandung rendah kolesterol.
d) Memilih makanan yang tinggi karbohidrat atau banyak tepung
dan Berserat.
e) Makanan mengandung sedikit kalori bila berat badan akan
diturunkan padta obesitas dan memperbanyak exercise.
6) Obesitas.
Obesitas adalah kelebihan jumlah lemak tubuh > 19 % pada lakilaki
dan > 21 % pada perempuan . Obesitas sering didapatkan bersama-
sama dengan hipertensi, DM, dan hipertrigliseridemi. Obesitas juga
dapat meningkatkan kadar kolesterol dan LDL kolesterol . Resiko PJK
akan jelas meningkat bila BB mulai melebihi 20 % dari BB ideal.
penderita yang gemuk dengan kadar kolesterol yang tinggi dapat
menurunkan kolesterolnya dengan mengurangi berat badan melalui
diet ataupun menambah exercise.
7) Diabetes.
Intoleransi terhadap glukosa sejak dulu telah diketahui sebagai
predisposisi penyakit pembuluh darah. Penelitian menunjukkan laki-
laki yang menderita DM resiko PJK 50 % lebih tinggi daripada orang
normal, sedangkan pada perempuaan resikonya menjadi 2x lipat.
8) Exercise.
Exercise dapat meningkatkan kadar HDL kolesterol dan memperbaiki
kolaterol koroner sehingga resiko PJK dapat dikurangi. Exercise
bermanfaat karena :
a) Memperbaiki fungsi paru dan pemberian 02 ke miokard
b) Menurunkan BB sehingga lemak tubuh yang berlebihan

35
c) berkurang bersama-sama dengan menurunkan LDL kolesterol.
d) Membantu menurunkan tekanan darah
e) Meningkatkan kesegaran jasmani.
9) Perilaku dan Kebiasaan lainnya.
Dua macam perilaku seseorang telah dijelaskan sejak tahun 1950 yaitu
: Tipe A dan Tipe B. Tipe A umumnya berupaya kuat untuk berhasil,
gemar berkompetisi, agresif, ambisi, ingin cepat dapat menyelesaikan
pekerjaan dan tidak sabar. Sedangkan tipe B lebih santai dan tidak
terikat waktu . Resiko PJK pada tipe A lebih besar daripada tipe B.
10) Perubahan Keadaan Sosial Dan stress.
Perubahan angka kematian yang menyolok terjadi di Inggris dan
Wallas. Korban serangan jantung terutama terjadi pada pusat
kesibukan yang banyak mendapat stress.
11) Keturunan
Hipertensi dan hiperkolesterolemi dipengaruhi juga oleh faktor
genetik.

5. Manifestasi Klinis
Menurut, Hermawatirisa 2014 : hal 3, Gejala penyakit jantung koroner
a. Timbulnya rasa nyeri di dada (Angina Pectoris)
b. Sesak napas (Dispnea)
c. Keanehan pada irama denyut jantung
d. Pusing
e. Rasa lelah berkepanjangan
f. Sakit perut, mual dan muntah
Penyakit jantung koroner dapat memberikan manifestasi klinis yang
berbeda-beda. Untuk menentukan manifestasi klinisnya perlu melakukan
pemeriksaan yang seksama. Dengan memperhatikan klinis penderita,
riwayat perjalanan penyakit, pemeriksaan fisik, elektrokardiografi saat
istirahat, foto dada, pemeriksaan enzim jantung dapat membedakan
subset klinis PJK.

36
6. Klasifikasi
Menurut,( Putra S, dkk, 2013: hal 4) Klasifikasi PJK :
a. Angina Pektoris Stabil/Stable Angina Pectoris
Penyakit Iskemik disebabkan ketidak seimbangan antara kebutuhan
dan suplai oksigen miokard. Di tandai oleh rasa nyeri yang terjadi jika
kebutuhan oksigen miokardium melebihi suplainya. Iskemia Miokard
dapat bersifat asimtomatis (Iskemia Sunyi/Silent Ischemia). Penyakit
ini sindrom klinis episodik karena Iskemia Miokard transien. Laki-laki
merupakan 70% dari pasien dengan Angina Pektoris dan bahkan
sebagian besar menyerang pada laki-laki ±50 tahun dan wanita 60
tahun.
b. Angina Pektoris Tidak Stabil/Unstable Angina Pectoris
Sindroma klinis nyeri dada yang sebagian besar disebabkan oleh
disrupsi plak ateroskelrotik dan diikuti kaskade proses patologis yang
menurunkan aliran darah koroner, ditandai dengan peningkatan
frekuensi, intensitas atau lama nyeri, Angina timbul pada saat
melakukan aktivitas ringan atau istirahat, tanpa terbukti adanya
nekrosis Miokard.
Adapun ciri – cirinya adalah :
1) Terjadi saat istirahat (dengan tenaga minimal) biasanya
berlangsung > 10 menit.
2) Sudah parah dan onset baru (dalam 4-6 minggu sebelumnya), dan
3) Terjadi dengan pola crescendo (jelas lebih berat, berkepanjangan,
atau sering dari sebelumnya).
c. Angina Varian Prinzmetal
Arteri koroner bisa menjadi kejang, yang mengganggu aliran darah ke
otot jantung (Iskemia). Ini terjadi pada orang tanpa penyakit arteri
koroner yang signifikan, Namun dua pertiga dari orang dengan
Angina Varian mempunyai penyakit parah dalam paling sedikit satu
pembuluh, dan kekejangan terjadi pada tempat penyumbatan. Tipe
Angina ini tidak umum dan hampir selalu terjadi bila seorang
beristirahat - sewaktu tidur. Anda mempunyai risiko meningkat untuk

37
kejang koroner jika anda mempunyai : penyakit arteri koroner yang
mendasari, merokok, atau menggunakan obat perangsang atau obat
terlarang (seperti kokain). Jika kejang arteri menjadi parah dan terjadi
untuk jangka waktu panjang, serangan jantung bisa terjadi.
d. Infark Miokard Akut/Acute Myocardial Infarction
Nekrosis Miokard Akut akibat gangguan aliran darah arteri koronaria
yang bermakna, sebagai akibat oklusi arteri koronaria karena trombus
atau spasme hebat yang berlangsung lama.
Infark Miokard terbagi 2 :
1) Non ST Elevasi Miokardial Infark (NSTEMI)
2) ST Elevasi Miokardial Infark (STEMI)

7. Diagnosis Dan Pemeriksaan


Pemeriksaan penunjang Untuk mendiagnosa PJK secara lebih tepat maka
dilakukan pemeriksaan penunjang diantaranya:
a. EKG memberi bantuan untuk diagnosis dan prognosis, rekaman yang
dilakukan saat sedang nyeri dada sangat bermanfaat. Gambaran
diagnosis dari EKG adalah :
1) Depresi segmen ST > 0,05 Mv

Sumber: Debarus.wordpress.com (2013)

38
2) Inversi gelombang T, ditandai dengan > 0,2 mV inversi
gelombang T yang simetris disandapan prekordial.
Perubahan EKG lainnya termasuk bundle branch block (BBB)
dan aritmia jantung, terutama Sustained VT. Serial EKG harus
dibuat jika ditemukan adanya perubahan segmen ST, namun
EKG yang normal pun tidak menyingkirkan diagnosis
APTS/NSTEMI. Pemeriksaaan EKG 12 sadapan pada pasien
PJK dapat mengambarkan kelainan yang terjadi dan ini
dilakukan secara serial untuk evaluasi lebih lanjut dengan
berbagai ciri dan katagori:
a) Angina pektoris tidak stabil; depresi segmen ST dengan
atau tanpa inversi gelombang T, kadang-kadang elevasi
segmen ST sewaktu nyeri, tidak dijumpai gelombang Q.
b) Infark miokard non-Q: depresi segmen ST, inversi
gelombang T dalam (Kulick, 2014: hal 42).
b. Chest X-Ray (foto dada) Thorax foto mungkin normal atau adanya
kardiomegali, CHF (gagal jantung kongestif) atau aneurisma
ventrikiler (Kulick, 2014: hal 42).
c. Latihan tes stres jantung (treadmill)
Treadmill merupakan pemeriksaan penunjang yang standar dan
banyak digunakan untuk mendiagnosa PJK, ketika melakukan
treadmill detak jantung, irama jantung, dan tekanan darah terus
menerus dipantau, jika arteri koroner mengalami penyumbatan
pada saat melakukan latihan maka ditemukan segmen depresi ST
pada hasl rekaman (Kulick, 2014: hal 42).
d. Ekokardiogram
Ekokardiogram menggunakan gelombang suara untuk menghasilkan
gambar jantung, selama ekokardiogram dapat ditentukan apakah
semua bagian dari dinding jantung berkontribusi normal dalam
aktivitas memompa. Bagian yang bergerak lemah mungkin telah
rusak selama serangan jantung atau menerima terlalu sedikit
oksigen,ini mungkin menunjukkan penyakit arteri koroner

39
(Mayo Clinik, 2012 hal 43).
e. Kateterisasi jantung atau angiografi adalah suatu tindakan invasif
minimal dengan memasukkan kateter (selang/pipa plastik) melalui
pembuluh darah ke pembuluh darah koroner yang memperdarahi
jantung, prosedur ini disebut kateterisasi jantung. Penyuntikkan
cairan khusus ke dalam arteri atau intravena ini dikenal sebagai
angiogram, tujuan dari tindakan kateterisasi ini adalah untuk
mendiagnosa dan sekaligus sebagai tindakan terapi bila ditemukan
adanya suatu kelainan (Mayo Clinik, 2012: hal 43).

f. CT scan (Computerized tomography Coronary angiogram)


Computerized tomography Coronary angiogram/CT Angiografi
Koroner adalah pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk
membantu memvisualisasikan arteri koroner dan suatu zat pewarna
kontras disuntikkan melalui intravena selama CT scan, sehingga
dapat menghasilkan gambar arteri jantung, ini juga disebut sebagai
ultrafast CT scan yang berguna untuk mendeteksi kalsium dalam
deposito lemak yang mempersempit arteri koroner. Jika sejumlah
besar kalsium ditemukan, maka memungkinkan terjadinya PJK
(Mayo Clinik, 2012: hal 43).

40
g. Magnetic resonance angiography (MRA)
Prosedur ini menggunakan teknologi MRI, sering dikombinasikan
dengan penyuntikan zat pewarna kontras, yang berguna untuk
mendiagnosa adanya penyempitan atau penyumbatan, meskipun
pemeriksaan ini tidak sejelas pemeriksaan kateterisasi.

8. Komplikasi
Menurut, (Karikaturijo, 2010: hal 11 ) Komplikasi PJK adalah:
a. Disfungsi ventrikular
b. Aritmia paska STEMI
c. Gangguan hemodinamik
d. Ekstrasistol ventrikel
e. Takikardi dan fibrilasi atrium dan ventrikel
f. Syok kardiogenik
g. Gagal jantung kongestif
h. Perikarditis
i. Kematian mendadak (Karikaturijo, 2010: hal 11 ).

41
9. Penatalaksanaan
1. Alur Penanganan SKA

Skema 2.3 Alur Penatalaksanaan SKA (Depkes, 2006)

2. Penanganan kegawat daruratan: (Diklat RSJPDHK, 2015)


a. Diagnosa dini:
1) Riwayat nyeri dada/perasaan tidak nyaman
2) Elevasi segmen ST >1mm pada 2 sadapan prekordial atau
ekstremitas yang berhubungan
3) LBBB yang dianggap baru
4) Peningkatan enzim jantung (CKMB, troponin)
5) Echokardiografi dapat membantu menentukan adanya infark
miokard akut
b. Tata laksana awal:
1) Oksigen 4L/menit (saturasi O2 dipertahankan >90%)
2) Aspirin 160mg (dikunyah)
3) Nitrat 5mg (sublingual)
4) Morfin (IV) bila nyeri tidak teratasi dengan nitrat

42
c. Tata laksana lanjut:
1) Berdasarkan stratifikasi resiko, sesuai indikasi dan kontra
indikasi (tidak boleh menunda referfusi)
2) Perbaikan aliran darah koroner dan perfusi jaringan
miokard (pada presentasi ≤ 12 jam)
a) Terapi fibrinolitik
Dianjurkan pada:
o Presentasi < 3 jam
o Tindakan invasif tidak mungkin dilakukan atau akan
terlambat
o Waktu antara pasien tiba sampai dengan inflasi
balon > 90 menit
o Tidak ada kontra indikasi fibrinolitik
Kontra indikasi absolut :
o Riwayat perdarahn intra kranial
o Lesi struktural cerebrovaskular
o Tumor intrakranial (primer maupun metastasis)
o Stroke iskemik dalam 3 bulan atau dalam 3 jam
terakhir
o Dicurigai adanya suatu diseksi aorta
o Adanya trauma/pembedahan/trauma kepala dalam
waktu 3 bulan terakhir
o Adanya perdarahan aktif
o Diseksi aorta
Kotra indikasi relatif:
o Riwayat hipertensi kronik dan berat yang tidak
terkontrol
o Hipertensi berat yang tidak terkontrol (sistolik < 180
mmhg atau diastolik > 100 mmhg)
o Riwayat stroke iskemik > 3 bulan
o Perdarahan internal dalam 2 – 4 minggu terakhir
o Terapi koagulan oral

43
o Kehamilan
o Ulkus peptikum aktif
o Khusus untuk streptokinase: riwayat pemaparan
sebelumnya (> 5 hari) atau riwayat alergi terhadap
zat-zat tersebut
b) Percotaneous Coronary Intervention (Stent)
o PCI Primer
o PCI Kombinasi dengan Fibrinolitik
o Rescue PCI
PCI Primer Dianjurkan pada:
o Presentasi ≥ 3 jam
o Tersedia fasilitas PCI
o Waktu kontak dengan waktu pasien tiba sampai
dengan inflasi balon < 90 menit
o Terdapat kontra indikasi fibrinolitik
o Resiko tinggi (gagal jantung kongestif, killip ≥ 3)
o Diagnosis infark miokard dengan elevasi ST masih
diragukan
Rescue PCI, Dilakukan bila terdapat kegagalan
trombolitik pada pasien dengan infark luas, dengan:
o Hemodinamik tidak stabil atau dengan aritmia
o Keluhan iskemik yang berkepanjangan
o Syok kardiogenik
c) Bedah Pintas Koroner/ bypass
Indikasi:
o Kegagalan PCI dimana terjadi oklusi mendadak
arteri koroner selama proses kateterisasi
o PCI tidak memungkinkan
o Pada pasien syok kardiogenik, pasien dengan
komplikasi VSD/MR

44
o Pasien dengan iskemia berkepanjangan atau
berulang, setelah optimalisasi terapi medikamentosa
dengan anatomi yang sesuai untuk tindakan bedah

10. WOC PENYAKIT JANTUNG KORONER


Terlampir

45

Anda mungkin juga menyukai