Anda di halaman 1dari 137

SKRIPSI

PENGARUH LATIHAN RENTANG GERAK SENDI BAWAH SECARA


AKTIF (Aktive Lower Range of Motion Exercise) TERHADAP
KEJADIAN NEUROPATI SENSORIK PADA
PASIEN DM TIPE 2 NON ULKUS
DI RSUD KAB. WAJO

ni diajukan sebagai salah satu


syarat untukndapatkan g)

Oleh:

SURIANTI
C121 12 644

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014

i
ii
HALAMAN PENGESAHAN
SKRIPSI
PENGARUH LATIHAN RENTANG GERAK SENDI BAWAH SECARA
AKTIF (Aktive Lower Range of Motion Exercise) TERHADAP
KEJADIAN NEUROPATI SENSORIK PADA
PASIEN DM TIPE 2 NON ULKUS
DI RSUD KAB. WAJO

Telah dipertahankan dihadapan Sidang Tim Penguji Akhir


Hari/Tanggal : Rabu, 8 Januari 2014
Pukul : 08.00-10.00
Tempat : Ruang Kelas GA 402 PSIK Unhas
Oleh
SURIANTI
C121 12 644
Dan yang bersangkutan dinyatakan
LULUS

Tim Penguji Akhir:

Penguji I : Dr. Hj. Elly L Sjattar, SKp., M.Kes …………...…………..

Penguji II : Andina Setyawati, S.Kep.,Ns., M.Kep ……………...………..

Penguji III : Abdul Majid, S.Kep.,Ns.,M.Kep.,Sp.KMB …….............................

Penguji IV : Arnis Puspitha, S.Kep.,Ns., M.Kes ..…………….....…….

Mengetahui:

A.n. Dekan
Wakil Dekan Bidang Akademik Ketua Program Studi Keperawatan
Fakultas Kedokteran Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin, Universitas Hasanuddin,

Prof. dr. Budu, Ph.D.,Sp.M(K),M.Med.Ed Dr. Werna Nontji, S.Kp.,M.Kep


NIP. 19661231 199503 1 009 NIP. 19500114 197207 2 001

iii
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Yang bertanda tangan di bawah ini

Nama : Surianti

Nomor Mahasiswa : C121 12 644

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Skripsi yang saya tulis ini benar-benar
merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambil alihan tulisan
atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat
dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan Skripsi ini merupakan hasil karya
orang lain, maka saya bersedia mempertanggungjawabkan sekaligus bersedia
menerima sanksi yang seberat-beratnya atas perbuatan tidak terpuji tersebut.

Demikian, pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tanpa ada paksaan
sama sekali.

Makassar,

Yang membuat pernyataan,

Surianti

iv
KATA PENGANTAR

‫بسم هللا ألرحمن ألرحيم‬

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

nikmat kesehatan, kesempatan, rahmat, dan hidayah sehingga Proposal dengan

judul “Pengaruh latihan rentang gerak sendi bawah secara aktif terhadap

kejadian neuropati sensorik pada pasien DM tipe 2 non ulkus di RSUD Kab.

Wajo” ini dapat terselesaikan sebagaimana mestinya.

Dalam menyelesaikan penelitian ini, penulis menyadari bahwa itu tak

lepas dari bantuan berbagai pihak, baik secara moril maupun secara materil.

Olehnya itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Irawan Yusuf, Ph.D selaku dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Hasanuddin.

2. Bapak Prof. Dr. Budu, Ph.D., SpM(K), M.MedED selaku wakil dekan bidang

akademik Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

3. Ibu Dr. Werna Nontji, S.Kp. M.Kep selaku ketua program studi ilmu

keperawatan Universitas Hasanuddin Makassar.

4. Bapak Abd. Majid, S.Kep.Ns., M.Kep. Sp.KMB sebagai pembimbing I dan

Arnis Puspitha, S.Kep.Ns., M.Kes sebagai pembimbing II, yang telah

meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, arahan, ide, motivasi

dan banyak masukan dalam menyelesaikan skripsi ini.

v
5. Ibu Dr. Hj. Elly L. Sjattar, S.Kp., M.Kes. dan Andina Setyawati S.Kep.Ns.,

M.Kep. selaku dewan penguji yang memberikan masukan, kritikan dan saran

demi menyempurnakan skripsi ini.

6. Dosen pengajar PSIK FK UNHAS serta staf yang membantu kelancaran

perkuliahan kami.

7. Kepada Pemerintah Kabupaten Wajo yang telah memberikan tugas belajar

untuk melanjutkan pendidikan.

8. Direktur RSUD Kab. Wajo yang telah memberikan izin untuk meneliti di

Poliklinik Interna RSUD Kab. Wajo.

9. Ayahanda, Ibunda dan saudaraku tercinta, serta semua keluarga yang

memberikan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.

10. Teman-teman seperjuangan Ners B 2012 yang memberikan bantuan dan

semangat selama penyusunan skripsi ini.

Penyusun menyadari bahwa penelitian ini jauh dari sempurna, untuk itu

kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penyusun harapkan dari

pembaca yang budiman untuk penyempurnaan penulisan selanjutnya. Di samping

itu penyusun juga berharap semoga penelitian ini bermanfaat bagi peneliti dan

bagi nusa dan bangsa. Wassalam.

Makassar, 14 januari 2014

Peneliti

vi
ABSTRAK

Surianti. PENGARUH LATIHAN RENTANG GERAK SENDI BAWAH SECARA AKTIF


(AKTIVE LOWER RANGE OF MOTION EXERCISE) TERHADAP KEJADIAN
NEUROPATI SENSORIK PADA PENDERITA DM TIPE 2 NON ULKUS DI RSUD KAB.
WAJO, dibimbing oleh Abdul Majid dan Arnis Puspitha.

Latar Belakang: Komplikasi kronik yang paling sering ditemukan pada penderita DM adalah
neuropati diabetik. Hal ini berkaitan dengan hiperglikemik kronik yang merusak vaskuler dan sel
saraf. Salah satu terapi non farmakologi adalah latihan rentang gerak sendi bawah (ROM). Tujuan
penelitian: Untuk mengetahui pengaruh latihan rentang gerak sendi bawah secara aktif terhadap
kejadian neuropati sensorik pada penderita DM tipe 2 non ulkus.
Metode: Desain quasy-experimental pre-post test design dengan teknik purposive sampling.
Terdiri dari 20 kelompok intervensi dan 20 kelompok kontrol. Kelompok intervensi diberi latihan
ROM sedangkan kelompok kontrol tanpa latihan. Kedua kelompok diobservasi 3 kali seminggu
selama 1 bulan dengan menggunakan 10 g monofilamen untuk sensasi proteksi dan kuesioner
Diabetic Neuropathy Symptom (DNS) untuk keluhan polineuropati perifer (PNP). Uji statistik
Wilcoxon untuk uji dependen dan Mann-Withney untuk uji independen dengan significancy
(ɑ=0,05)
Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna rerata sensasi
proteksi kelompok intervensi antara pre dengan post test pada kaki kanan dan kaki kiri p=0,000
dan PNP ( p=0,005) serta terdapat perbedaan yang bermakna rerata PNP pada post test antara
kedua kelompok (p=0,001), namun tidak untuk rerata sensasi proteksi.
Simpulan & Saran: Simpulan dari penelitian ini adalah latihan ROM aktif berpengaruh terhadap
PNP pada penderita DM tipe 2 non ulkus. Latihan ROM sebaiknya dilakukan dalam waktu 3-5
kali per minggu selama 8 sampai 12 minggu dan dilakukan secara komprehensif sehingga
menghasilkan pengaruh signifikan.

Kata Kunci: ROM; Neuropati Sensorik; Sensasi Proteksi; PNP

Sumber Literatur: 56 kepustakaan (2000-2013)

vii
ABSTRACT

EFFECT OF ACTIVE LOWER RANGE OF MOTION EXERCISE OCCURRENCE OF


PATIENTS SENSORY NEUROPATHY IN DIABETES TYPE 2 NON ULCERS IN THE
HOSPITAL KAB. WAJO, guided by Abdul Majid and Arnis Puspitha

Background: Chronic Complications are most often found in people with diabetes is diabetic
neuropathy. It is associated with chronic hyperglycemic vascular damage and nerve cells. One of
the non-pharmacological therapy is lower range of motion exercises (ROM). Objective: To
determine the effect of active lower range of motion exercises on the incidence of sensory
neuropathy in patients with diabetes mellitus type 2 non-ulcer.
Methods: Design Quasy-experimental pre-post test design with purposive sampling technique.
Consisted of 20 intervention group and 20 control group. The intervention group was given ROM
exercises while the control group without exercise. Both groups were observed 3 times a week for
1 month with using a 10 g monofilament for sensation of protection and Diabetic Neuropathy
Symptom questionnaire (DNS) for complaints of peripheral polyneuropathy (PNP). Wilcoxon
statistics test for independent test and Mann-Whitney to independent test with a significancy
(p=0.05)
Results: The results showed that there were significant differences in mean sensation of protection
between the intervention group with a pre-post test on the right foot and left foot (p=0.000) and
PNP (p=0.005) and there is a significant difference between the mean of PNP two groups
(p=0.001), but not for the average sensation of protection
Conclusion: the active lower ROM exercises influence on PNP in patients with diabetes mellitus
type 2 non ulcer. ROM exercises should be done within 3-5 times per week for 8 to 12 weeks and
is done in a comprehensive manner so as to result a significant effect.

Keywords: Active ROM Exercises; Sensory neuropathy; Sensation of Protection; PNP

Sources Literature: 56 bibliography (2000-2013)

viii
DAFTAR ISI

Halaman judul ………………………………………………………......…... i

Halaman Pengajuan Skripsi …….……………….………………………...... ii

Halaman Pengesahan ………………………………………………………. iii

PERNYATAAN KEASLIAN SPOPOSAL .…..………………………….... iv

KATA PENGANTAR ……………………………………………….…........ v

ABSTRAK ………………………………………………………………........ vii

DAFTAR ISI ………………………………………………………………... ix

DAFTAR TABEL ………………………………………………………….... xi

DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………... xii

DAFTAR BAGAN ..………………………………………………..……..... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………….……………. xiv

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ………..………………………………………...……. 1

B. Rumusan Masalah ………….....................................……..………….. 4

C. Tujuan Penelitian …………………………………………………..... 6

D. Manfaat Penelitian ………………………………………………......... 6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Diabetes Mellitus ..................................................................……..… 8

B. Neuropati Diabetikum ……..….........................................……....... 15

C. Latihan Rentang Gerak Sendi Bawah ….........................................… 31

ix
BAB III. KERANGKA DAN HIPOTESIS

A. Kerangka Konsep …………..……………………………………...... 36

B. Hipotesis Penelitian ……………………………………………....... 37

BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian …………………………………………………… 38

B. Tempat dan Waktu Penelitian ………...………………….………… 38

C. Populasi dan Sampel ………………………………………………... 39

D. Alur Penelitian …..…………………………………………………... 41

E. Variabel Penelitian ………………………………………………….. 42

F. Instrumen Penelitian …...…………………………………………… 43

G. Pengolahan dan Analisis Data ...………………………...…………... 44

H. Masalah Etika ..……………………………………………………… 47

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian ……………………………………………...…....... 49

B. Pembahasan ……………………………………………….....……... 59

C. Keterbatasan Penelitian .....………………………………...….......… 69

BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan .....………....……………………………………………..... 72

B. Saran ....……………………………………………………...……… 72

DAFTAR PUSTAKA

x
DAFTAR TABEL

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis

Kelamin, Pendidikan, Pekerjaan, Riwayat Genetik DM, Riwayat HT

dan Kebiasaan Merokok ……………..…..................................... 50

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Umur,

Lama Menderita DM dan Kadar GDS ........................................ 52

Tabel 5.3 Analisis Perbedaan Sensasi Proteksi dan Keluhan Polineuropati

Perifer antara Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol pada

Pengukuran Pre …………………………………....................... 53

Tabel 5.4 Analisis Perbedaan Sensasi Proteksi dan Keluhan Polineuropati

Perifer Kelompok Intervensi pada Pengukuran Pre dan Post ….. 54

Tabel 5.5 Analisis Perbedaan Sensasi Proteksi dan Keluhan Polineuropati

Perifer Kelompok Kontrol pada Pengukuran Pre dan Post …... 56

Tabel 5.6 Analisis Perbedaan Sensasi Proteksi dan Keluhan Polineuropati

Perifer antara Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol pada

Pengukuran Post ………...………………………........................ 57

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Cara Kerja Monofilamen dan Titik Sentuhnya .....…………. 27

Gambar 2.2 Cara Penggunaan Garpu Tala ..................................…………. 28

Gambar 2.3 Cara Penggunaan Tusukan Peniti .........................…………… 28

Gambar 2.4 Cara Penggunaan Refleks Pergelangan Kaki .......………….. 29

Gambar 2.5 Cara Penggunaan Biothesiometer .........................…………... 29

Gambar 2.6 Fleksi dan Ekstensi Pinggul ..................................…………… 32

Gambar 2.7 Hiperekstensi Pinggul ............................................………….. 32

Gambar 2.8 Abduksi, Adduksi, Rotasi Dalam dan Rotasi Luar Pinggul ..... 33

Gambar 2.9 Sirkumduksi Pinggul .............................................……….… 33

Gambar 2.10 Fleksi dan Ekstensi Lutut .......................................………… 34

Gambar 2.11 Dorsofleksi dan Plantarfleksi ..................................……….. 34

Gambar 2.12 Inversi dan Eversi ....................................................…………. 34

Gambar 2.13 Fleksi, Ekstensi Abduksi dan Adduksi ................................. 35

xii
DAFTAR BAGAN

Bagan 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ……………………………...… 36

Bagan 4.1 Alur Penelitian ……..................…………………………….. 41

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Penjelasan Kepada Calon Responden

Lampiran 2 Lembaran Persetujuan Menjadi Responden Penelitian

Lampiran 3 Lembar Kuesioner Data Demografi

Lampiran 4 Lembar Diagnosis DNE

Lampiran 5 Kuesioner DNS

Lampiran 6 Pedoman Penilaian Monofilamen Tes

Lampiran 7 Standar Operasional ROM

Lampiran 8 Surat Rekomendasi Etik

Lampiran 9 Surat Ijin Penelitian

Lampiran 10 Surat Keterangan Selesai Meneliti

Lampiran 11 Master Tabel

Lampiran 12 Hasil SPSS

xiv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Diabetes Mellitus (DM) menjadi suatu penyakit epidemi yang meluas

dan menimbulkan krisis bagi sistem kesehatan dan masyarakat (American

Association of Clinical Endocrinologist, 2007). Dalam kurun waktu 25-30

tahun yang akan datang, jumlah pasien diabetes akan sangat meningkat akibat

peningkatan kemakmuran, perubahan demografi dan urbanisasi serta

perubahan pola gaya hidup (Suyono, 2009).

Dalam angka absolut prevalensi diabetes secara global sebesar 472 juta

jiwa pada tahun 2030 (Tesfaye & Selvarajah, 2012). Data International

Diabetic Federation (IDF) tahun 2012 tentang penderita DM dengan kisaran

umur 20 tahun sampai dengan 79 tahun di dunia mencapai 371 juta sedangkan

di daerah Pasifik Barat mencapai 132 juta jiwa. Indonesia berada diurutan

ketujuh dunia dengan angka kejadian sekitar 7,6 juta jiwa. Dinas Kesehatan

Propinsi Sulawesi Selatan tahun 2008 melaporkan secara keseluruhan penderita

DM mencapai 5010 penderita.

Data Rekam Medik Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten

Wajo menjelaskan jumlah kunjungan DM tahun 2011, sebanyak 1189, tahun

2012 sebanyak 1270 kunjungan. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan

kejadian DM tiap tahunnya, sehingga diperlukan adanya intervensi untuk

mengurangi komplikasi lebih lanjut.

1
Komplikasi kronik yang sering pada DM adalah neuropati perifer

dengan prevalensi berkisar antara 22,7% sampai 54,0% (Tan, 2010). Neuropati

perifer dikaitkan dengan morbiditas, mortalitas dan berkurangnya kualitas

hidup yang ditandai dengan nyeri, parestesia dan kehilangan sensori, itu

mempengaruhi hingga 50% dari penderita diabetes.

Angka kejadian dan derajat keparahan bervariasi sesuai dengan usia,

lama menderita DM, dan kendali glikemik (Subekti, 2009). Jaringan yang

dipengaruhi oleh DM yaitu retina, ginjal, dan saraf. Semua jaringan ini dapat

ditembus glukosa dengan bebas sehingga peningkatan konsentrasi glukosa

darah meningkatkan akumulasi intraselular glukosa dan produk metabolik

glukosa yang berikutnya (Lin, et al., 2012).

Mekanisme hiperglikemia menuju pada komplikasi mikrovaskular dan

neurologi termasuk peningkatan akumulasi polyols melalui jalur aldosa

reduktase. Aldosa reduktase mengkatalisis penurunan glukosa tehadap sorbitol

yang secara kompetitif menghambat sintesis myo-inositol glomerural dan

neural. Penurunan sintesis myo-inositol menekan metabolisme phospoinositida

dan kemudian menurunkan aktivitas Na+K+-ATPase. Hiperglikemia akut

menurunkan fungsi saraf, sedangkan hiperglikemia kronik berhubungan

dengan hilangnya serabut saraf myelin dan serabut saraf yang tidak bermyelin,

degenerasi wallerian, dan penumpulan reproduksi serabut saraf (Kelkar, 2005).

Penderita neuropati perifer memperlihatkan sensasi yang berubah,

nyeri, kelemahan, atau gejala autonomik. Tanda klinis berubah dengan luas dan

mungkin menyerupai myelopati, radikulopati, penyakit otot, ataupun juga

2
hiperventilasi sehingga identifikasi penderita neuropati dapat menjadi sulit.

Gejala biasanya dimulai di bagian distal jari kaki sebelum ke bagian jari kaki

dan menyebar ke daerah proksimal (Hughes, 2002). Neuropati diabetik yang

berisiko terjadinya ulkus dan amputasi (Subekti, 2009).

Berbagai intervensi untuk mencegah atau memperlambat munculnya

neuropati sensorik telah banyak dikembangkan melalui penelitian. Beberapa

intervensi yang pernah diteliti yaitu, pengaruh latihan fisik senam kaki

terhadap efektifitas fungsi sensori di daerah telapak kaki pada penderita DM di

Puskesmas Kedung Mundu kota Semarang Jawa Tengah, oleh Semendawai

tahun 2013, menggunakan rancangan quasi experiment pre-post test one group

design teknik total sampling sebanyak 10 orang, dengan hasil p=0,005 (p<ɑ)

sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan efektifitas fungsi sensori

pada pasien yang mengalami neuropati diabetik sebelum dan sesudah

pemberian latihan fisik senam kaki.

Selanjutnya oleh Widyawati (2010) dalam penelitiannya terhadap 56

orang anggota Persadia Unit RSU Dr. Sutomo Surabaya mengenai pengaruh

latihan rentang gerak sendi bawah secara aktif (range of motion exercise)

terhadap tanda dan gejala neuropati diabetikum pada penderita DM tipe 2,

menggunakan quasy experiment pre-post test design dengan teknik consecutive

sampling menunjukkan hasil pada kelompok intervensi bahwa terdapat

perbedaan rerata skor keluhan polineuropati p=0,031.

Latihan rentang gerak sendi atau range of motion (ROM) termasuk

dalam latihan jasmani yang berfungsi melancarkan peredaran darah yang akan

3
memudahkan nutrien masuk ke dalam sel dan secara langsung latihan pada

penderita DM dapat membantu meningkatkan sensivitas reseptor insulin

sehingga kadar gula darah menjadi stabil, dengan demikian kerusakan sel-sel

(khususnya sel saraf) lebih jauh dapat dihindari, juga terbukti memperbaiki

fungsi endotel vaskular (Yuni & Soebardi, 2009).

Dengan latihan ROM terjadi pergerakan tungkai yang mengakibatkan

peregangan otot-otot tungkai dan menekan vena sekitar otot tersebut, hal ini

akan mendorong darah ke arah jantung dan tekanan vena akan menurun,

mekanisme ini dikenal dengan “pompa vena” (Guyton & Hall, 2008).

Mekanisme ini akan membantu melancarkan peredaran darah bagian kaki,

memperbaiki sirkulasi darah, memperkuat otot-otot kecil, mencegah terjadinya

kelainan bentuk kaki, meningkatkan kekuatan otot betis dan paha, dan

mengatasi keterbatasan sendi.

Latihan ROM merupakan salah satu bentuk intervensi yang dapat

diterapkan untuk mengurangi gejala neuropati sensorik namun penelitian

tentang manfaat latihan ROM saat ini lebih banyak dikaitkan pada kasus

muskuloskletal maupun neurologi seperti stroke sedangkan pada DM masih

sangat minim. Menurut Goldsmith, Lidtke, & Shott pada tahun 2002 dalam

penelitiannya memperoleh hasil bahwa latihan ROM dapat menurunkan

tekanan kaki bagian plantar pada penderita DM.

Melihat masalah di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian

dengan judul “pengaruh latihan rentang gerak sendi bawah secara aktif (Aktive

4
Lower Range of Motion Exercise) terhadap kejadian neuropati sensorik pada

penderita DM tipe 2 non ulkus di RSUD Kab. Wajo.”

B. Rumusan Masalah

Tingginya prevalensi DM di negara berkembang, dengan komplikasi

kronik yang paling sering ditemukan adalah neuropati diabetik yang 25%

berisiko terjadinya ulkus dan risiko amputasi 15-40 kali.

Latihan rentang gerak sendi bawah termasuk latihan jasmani yang

diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif tindakan untuk mencegah dan

mengurangi gejala neuropati sensorik, dimana berfungsi melancarkan

peredaran darah yang akan memudahkan nutrien masuk ke dalam sel dan

secara langsung latihan pada penderita DM dapat membantu meningkatkan

sensivitas reseptor insulin sehingga kadar gula darah menjadi stabil. Dengan

demikian kerusakan sel-sel (khususnya sel saraf) lebih jauh dapat dihindari,

juga terbukti memperbaiki fungsi endotel vaskular (Yuni & Soebardi, 2009)

Berdasarkan uraian dalam rumusan masalah di atas maka muncul

pertanyaan penelitian yakni “apakah ada pengaruh latihan rentang gerak sendi

bawah secara aktif (Aktive Lower Range of Motion Exercise) terhadap kejadian

neuropati sensorik pada penderita DM tipe 2 non ulkus di RSUD Kab. Wajo?“.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Diketahuinya pengaruh latihan rentang gerak (ROM) sendi bawah secara

aktif terhadap kejadian neuropati sensorik pada penderita DM tipe 2 non

ulkus di RSUD Kab. Wajo.

5
2. Tujuan khusus

a. Teridentifikasinya perbedaan sensasi proteksi pada penderita DM tipe

2 non ulkus antara pre dengan post latihan ROM aktif pada kelompok

intervensi dan kelompok kontrol.

b. Teridentifikasinya perbedaan keluhan polineuropati perifer pada

penderita DM tipe 2 non ulkus antara pre dengan post latihan ROM

aktif pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol.

c. Teridentifikasinya perbedaan sensasi proteksi pada penderita DM tipe

2 non ulkus antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol pada

pre dan post latihan ROM aktif.

d. Teridentifikasinya perbedaan keluhan polineuropati perifer pada

penderita DM tipe 2 non ulkus antara kelompok intervensi dengan

kelompok kontrol pada pre dan post latihan ROM aktif.

D. Manfaat penelitian

1. Dalam bidang akademik atau ilmiah

Diharapkan dapat menjadi dasar dalam pengembangan terapi keperawatan

medikal bedah yang mengoptimalkan program edukasi dan monitoring

terhadap penderita DM secara komprehensif, seperti meningkatkan

kemandirian penderita DM dan keluarga sehingga dapat mencegah

komplikasi lebih lanjut melalui praktek latihan secara mandiri di rumah.

6
2. Pelayanan masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan untuk mendukung

intervensi keperawatan DM dan neuropati diabetikum, serta memberi

kontribusi yang positif bagi pasien DM dan keluarganya.

3. Pengembangan Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi data dasar untuk

pengembangan ilmu melalui penelitian.

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Diabetes Mellitus

1. Defenisi

American Diabetes Association (ADA) tahun 2012 menyatakan

bahwa Diabetes Mellitus (DM) merupakan kelompok penyakit metabolik

yang ditandai oleh hiperglikemia kronis yang menimbulkan gangguan

metabolisme karbohidrat, lemak dan protein sebagai akibat dari gangguan

sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. DM merupakan sekelompok

kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah

atau hiperglikemia dan dapat menimbulkan komplikasi makrovaskuler dan

mikrovaskuler (Smeltzer & Bare, 2002). Seseorang dikatakan menderita

diabetes jika memiliki kadargula darah puasa > 126 mg/dL dan pada tes

sewaktu > 200 mg/dL (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia [PERKENI],

2011).

Kesimpulan bahwa DM merupakan penyakit kronis yang

disebabkan oleh ketidakmampuan tubuh menggunakan insulin atau

memproduksi insulin. Seseorang dikatakan menderita diabetes jika

memiliki kadargula darah puasa > 126 mg/dL dan pada tes sewaktu > 200

mg/dL.

2. Klasifikasi dan Etiologi

Klasifikasi menurut ADA (2012) dan PERKENI (2011), diabetes mellitus

dibagi menjadi:

8
a. Tipe 1

Defesiensi insulin absolut yang disebabkan oleh:

1) Faktor Genetik, dimana kecenderungan genetik ini ditemukan pada

individu yang memiliki tipe antigen human leucocyte antigen

(HLA) tertentu (Smeltzer & Bare, 2002).

2) Faktor Immunologi, yaitu terdapatnya suatu respons autoimun.

3) Faktor Lingkungan, yaitu faktor-faktor eksternal seperti virus atau

toksin tertentu yang dapat memicu proses autoimun yang

menimbulkan destruksi sel beta (Smeltzer & Bare, 2002).

b. Tipe 2

Terdapat dua masalah yang berhubungan dengan insulin yaitu

resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Pada kondisi resistensi

insulin, terjadi gangguan ikatan antara insulin dan reseptornya pada

dinding sel sehingga insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi

pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin

dan peningkatan glukosa dalam darah, sel-sel beta pankreas akan

meningkatkan produksi insulin sehingga kadar glukosa darah akan

dipertahankan dalam keadaan normal. Namun jika sel-sel beta tidak

mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan terhadap insulin, maka

kadar glukosa darah akan meningkat dan terjadi DM tipe 2 (Sherwood,

2012).

c. Tipe lain

9
Karena penyebab lain, misalnya, cacat genetik pada fungsi sel-b,

cacat genetik pada kerja insulin, penyakit pankreas eksokrin (seperti

cystic fibrosis), dan obat-obatan chemicalinduced (seperti dalam

pengobatan HIV/AIDS atau setelah transplantasi organ)

d. Diabetes Mellitus Gestasional

Peningkatan kadar gula darah yang menyertai kehamilan biasanya

terjadi pada trimester kedua atau ketiga.

3. Faktor Risiko

Faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan proses tejadinya DM tipe 2

menurut PERKENI tahun 2011, dibagi menjadi dua yaitu:

a. Faktor risiko yang tidak dapat diubah

1) Riwayat keluarga

2) Ras atau latar belakang etnis

3) Riwayat diabetes pada kehamilan

b. Faktor risiko yang dapat diubah

1) Usia

2) Pola makan

3) Gaya hidup

4) Obesitas

5) Hipertensi

6) Bahan-bahan kimia dan obat-obatan

7) Penyakit dan infeksi pada pankreas

8) Dislipidemia

10
4. Manifestasi Klinik

Manifestasi klinik yang sering dijumpai pada pasien DM menurut Price &

Wilson tahun 2006 yaitu:

a. Poliuria (peningkatan pengeluaran urin)

b. Polidipsi (peningkatan rasa haus)

c. Rasa lelah dan kelemahan otot

d. Polifagia (peningkatan rasa lapar)

e. Peningkatan angka infeksi

f. Kelainan kulit: gatal-gatal dan bisul

g. Kelainan ginekologis

h. Kesemutan rasa baal akibat terjadinya neuropati

i. Kelemahan tubuh

j. Luka atau bisul yang tidak sembuh-sembuh

k. Pada laki-laki kadang mengeluh impotensi

l. Mata kabur

5. Komplikasi

a. Komplikasi akut

1) Hipoglikemia

2) Ketoadosis diabetik (KAD)

3) Sindrom hiperosmolar hiperglikemik non-ketotik

b. Komplikasi kronis

Terdiri atas (PERKENI, 2011):

1) Makroangiopati

11
a) Penyakit arteri koroner

b) Penyakit serebrovaskuler

c) Penyakit vaskuler perifer

2) Mikrovaskuler

a) Retinopati diabetik

b) Nefropati diabetik

c) Neuropati

6. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan DM menurut PERKENI tahun 2011 ada 4 pilar yaitu:

a. Edukasi

Untuk hasil optimal dalam pengelolaan DM dibutuhkan

perubahan perilaku. Tugas utama tim kesehatan yaitu mendampingi

pasien dalam menuju perubahan perilaku sehat karena itu perlu

dilakukan edukasi bagi pasien dan keluarga untuk pengetahuan dan

peningkatan motivasi. Hal tersebut dapat terlaksana melalui dukungan

tim penyuluh yang terdiri dari dokter, ahli gizi, perawat dan tenaga

kesehatan lain.

Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu

dilakukan sebagai bagian dari upaya pencegahan dan pengelolaan DM

secara holistik. Edukasi dapat dilakukan secara individual dengan

pendekatan berdasarkan penyelesaian masalah, serta memerlukan

perencanaan yang baik, implementasi, evaluasi dan dokumentasi.

b. Terapi nutrisi medis

12
Prinsip pengaturan makan pada penyandang DM hampir sama

dengan anjuran makan masyarakat umum yaitu makanan yang

seimbang dan sesuai kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing

individu, hanya perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam

hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan terutama pengguna obat

penurun glukosa darah atau insulin.

c. Latihan jasmani

Rekomendasi PERKENI (2011 ), latihan jasmani secara teratur

3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit, selain untuk menjaga

kebugaran juga untuk menurunkan berat badan dan memperbaiki

sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah.

Latihan jasmani yang dianjurkan bersifat aerobik seperti jalan kaki,

bersepeda santai, jogging dan berenang. Latihan jasmani disesuaikan

dengan umur dan status kesehatan. Untuk mereka yang relatif sehat,

intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan, sedangkan yang sudah

mengalami komplikasi DM, dapat dikurangi. Hindarkan kebiasaan

hidup yang kurang gerak atau bermalas-malasan.

Latihan jasmani pada diabetes tipe 2 dapat memperbaiki kendali

glukosa secara menyeluruh, terbukti dengan penurunan konsentrasi

HbA1c, yang cukup menjadi pedoman untuk penurunan risiko

komplikasi diabetes dan kematian (Yunir & Soebardi, 2009).

13
d. Terapi farmakologis

Terapi farmakologis terdiri dari (PERKENI, 2011):

1) Obat hipoglikemik oral (OHO)

Berdasarkan cara kerjanya terbagi menjadi:

a) Pemicu sekresi insulin

Sulfonilurea dan Glinid terdiri dari 2 macam obat yaitu

Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat

fenilalanin), diberikan sesaat sebelum makan.

b) Peningkat sensitivitas terhadap insulin

Tiazolidindon (pioglitazon), efek samping edema.

c) Penghambat glukoneogenesis

Metformin diberikan sebelum makan, pada saat makan dan

sesudah makan.

d) Penghambat glukosidase alfa

Acarbose diberikan bersama makan pada suapan pertama.

e) DPP-IV inhibitor

Meningkatkan sekresi insulin dan menghambat sekresi

glukagon, diberikan sebelum makan dan pada saat makan.

2) Suntikan

a) Insulin

b) Agonis GLP-1/incretin mimetic

14
Bekerja sebagai perangsang pelepasan insulin yang tidak

menimbulkan hipoglikemia ataupun peningkatan berat badan,

serta dapat menghambat pelepasan glukagon.

3) Terapi kombinasi

Terapi dengan OHO kombinasi (secara terpisah ataupun fixed-

combinationi dalam bentuk tablet tunggal) harus dipilih dua

macam obat dari kelompok yang mempunyai mekanisme kerja

berbeda. Bila sasaran glukosa darah belum tercapai, dapat pula

diberikan kombinasi tiga OHO dari kelompok berbeda atau

kombinasi OHO dengan insulin.

B. Neuropati Diabetikum

1. Defenisi

Neuropati dalam diabetes mengacu kepada sekelompok penyakit

yang menyerang semua tipe saraf, termasuk saraf perifer (sensorimotor),

otonom dan spinal, kelainan tersebut tampak beragam secara klinis dan

bergantung pada lokasi sel saraf yang terkena (Smeltzer & Bare, 2002).

Neuropati diabetikum merupakan kondisi disfungi saraf perifer yang

disebabkan oleh DM bukan karena penyebab lain (Boulton, et al., 2005).

Sedangkan polineuropati diabetika menggambarkan keterlibatan banyak

saraf tepi dan distribusi umumnya bilateral simetris meliputi gangguan

motorik, sensorik maupun otonom (Kelkar, 2005).

15
2. Patofisiologi

Patofisiologi terjadinya neuropati diabetik belum jelas. Kelkar

(2005) memaparkan beberapa teori yang menyebabkan neuropati

diabetikum sebagai berikut:

a. Teori vaskuler

Terjadinya mikroangiopati akan merubah fungsi dan struktur kapiler

endoneural sehingga menurunkan penyediaan darah pada saraf yang

terkena (iskemik). Selain itu terjadi penebalan membrana basalis yang

menyebabkan kerusakan “blood nerve barrier” dan peningkatan

permeabilitas sel saraf sehingga metabolit yang toksik masuk ke dalam

sel saraf. Proses iskemik ini juga menyebabkan terganggunya transport

aksonal, aktivitas Na/K-ATPase yang akhirnya menimbulkan degenerasi

akson.

b. Teori metabolik

1) Penimbunan sorbitol (Polyol Pathway)

Terdiri atas dua reaksi yaitu:

a) Reduksi glukosa menjadi sorbitol oleh enzim aldose redutase

b) Oksidasi sorbitol menjadi fruktosa oleh enzim sorbitol

dehidrogenase

Pada keadaan hiperglikemik terjadi peningkatan glukosa intraselulr

yang berakibat meningkatya jalur ini. Sorbitol dan fruktosa bersifat

osmotik sehingga banyak menarik air, yang akan menimbulkan

16
edema pada sel schwann dan rusaknya akson.yang mengakibatkan

gangguan penghantaran impuls saraf.

2) Penurunan kadar mioinositol

Mioinositol ialah suatu heksitol siklik yang merupakan bahan utama

membran fosfolipid dan komponen dari vitamin B. Mioinositol

berperan dalam transmisi impuls, transport elektrolit dan sekresi

peptida. Hiperglikemia menurunkan konsentrasi mioinositol melalui

2 cara :

a) Glukosa secara kompetitif menghambat transport aktif

mioinositol oleh saraf, yang tergantung dari natrium dan energi.

b) Peningkatan aktifitas jalur poliol dalam sel saraf menyebabkan

hilangnya mioinositol saraf.

Karena mioinositol berfungsi dlam transmisi impuls saraf, maka

akan terjadi gngguan penghantaran saraf baik motorik maupu

sensorik.

3) Glikosilasi non enzimatik

Hiperglikemia kronis akan menyebabkan terjadinya proses glikosilasi

protein dengan hasil akhir terbentuknya advanced glycoslated end

product (AGE) yang ireversibel dan sangat toksik yang dapat

merubah protein tubuh. Tiga mekanisme AGE yang dapat

menyebabkan perubahan patologis:

a) Terbentuknya AGE intraseluler dengan cepat oleh glukosa,

fruktosa dan bahan perantara sangat reaktif dari jalur metabolik

17
yang secara langsung akan mengubah fungsi protein pada

jaringan target.

b) AGE dapat mengubah alur transduksi sinyal termasuk ligan pada

matrik ekstraseluler.

c) AGE dapat mengubah tingkat ekspresi gen melalui reseptor

spesifik AGE.

Glikosilasi akan menyebabkan terbentuknya glycosilated myelin yang

mempunyai reseptor spesifik dan akan difagositosis oleh makrofag,

menyebabkan hilangnya mielin pada saraf tepi sehingga terjadi

gangguan fungsi sel saraf.

c. Teori hipoksia

Hiperglikemia kronis menyebabkan perubahan-perubahan metabolik

yaitu:

1) Perubahan pelepasan oksigen dari sel darah merah

2) Perubahan pola aliran darah mikrovaskuler

3) Perubahan pada mikrovaskuler itu sendiri.

Secara keseluruhan menyebabkan mikrohipoksia endoneuron yang

mempengaruhi perubahan-perubahan struktural fungsional pada serabut

saraf.

d. Teori hormonal

Fungsi saraf perifer pada polineuropati diabetika dipengaruhi oleh tiga

hormon yaitu: tiroksin, testosteron dan insulin. Tiroksin dapat

memperbaiki hantaran saraf motorik dan peningkatan aktifitas Na-K-

18
ATPase, sedangkan insulin menormalkan glukosa dapat mencegah

terjadinya neuropati diabetika.

e. Teori osmotik

Akibat hiperglikemia terjadi penimbunan sorbitol dan fruktosa melalui

jalur poliol di dalam sel schwann yang menyebabkan akumulasi air di

dalamnya dan terjadi peningkatan tekanan osmotik. Hal ini akan

mengakibatkan kerusakan sel saraf selanjutnya terjadi demielinisasi.

f. Teori Nerve Growth Factor (NGF)

Nerve Growth Factor (NGF) berupa protein yang memberi dukungan

besar terhadap kehidupan serabut saraf dan neuron simpatis. Pada pasien

DM terjadi penurunan NGF sehingga transport aksonal yang retrograde

(dari organ ke target menuju badan sel) terganggua. Penurunan kadar

NGF pada kulit berkorelasi positif dengan adanya gejala small fibers

sensory neuropathy.

3. Klasifikasi

Klasifikasi neuropati diabetik dalam Subekti (2009):

a. Neuropati Difus:

1) Polineuropati sensorimotor simetris distal

2) Neuropati otonom

a) Neuropati sudomotor

b) Neuropati otonom kardiovaskuler

c) Neuropati gastrointestinal

d) Neuropati genitourinaria

19
3) Neuropati lower limb motor simetris proksimal (amiotropi)

b. Neuropati fokal:

1) Neuropati kranial

2) Radikulopati/pleksopati

3) Entrapment neuropti

4. Manifestasi Klinis

a. Gejala sensorik

Gejala sensorik lebih sering timbul pada segmen distal anggota

gerak dan lebih sering pada tungkai daripada lengan. Akibat disfungsi

sensorik, dapat menimbulkan simtom positif, simtom negatif atau

kombinasi keduanya.

Keluhan sensorik yang termasuk simtom positif adalah:

parestesi, rasa seperti terbakar, nyeri seperti tertusuk, rasa gatal yang

biasanya cenderung menjadi berat pada malam hari. Sedangkan simtom

negatif adalah: mati rasa, rasa tebal (hipestesi), seperti mengenakan

kaos kaki, seperti berjalan tidak menginjak tanah.

Neuropati yang berlanjut akan muncul gejala kaki terasa baal

(mati rasa), penurunan fungsi proprioseptif dan penurunan sensibilitas

sentuhan, penurunan sensibilitas nyeri dan suhu berisiko mengalami

cedera dan infeksi pada kaki tanpa diketahui. Pada pemeriksaan fisik

ditemukan penurunan pada refleks tendon dalam dan sensori vibrasi

(Smeltzer & Bare, 2002).

20
b. Gejala motorik

Gejala motorik sebagai akibat kelemahan otot yang berfungsi

sebagai alat gerak aktif. Distribusi kelemahan otot khas, biasanya otot-

otot kaki dan tungkai bawah yang pertama kali terkena dan lebih berat,

sedangkan otot-otot tangan dan lengan bawah lebih akhir terkena dan

kurang berat

Pada neuropati terjadi peningkatan tekanan pada sendi

pergelangan kaki sehingga menyebabkan keterbatan sendi gerak yang

berpotensi menimbulkan ulkus diabetikum (Casselli, Pham, Giurini,

Armstrong, & Veves, 2002). Hal ini menyebabkan perubahan pada gaya

berjalan yang lebih lanjut akan menimbulkan kerusakan pada struktur

kaki pendrita DM. Keterbatasan sendi menimbulkan kelemahan otot

bahkan atropi hal iniah yang yang memperberat perubahan gaya

berjalan penderita DM sehingga penderita DM dapat mengalami

deformitas (Andreassen, Jakobsen, & Andersen, 2006).

Keterbatan gerak sendi ekstremitas bawah pada pasien DM

secara signifikan berisiko terjadinya ulkus kaki (Zimny, Schatz, &

Pfohl, 2004). Deformitas dan peningkatan tekanan pada area yang

mengalami deformitas secara berulang dan terus menerus secara tidak

langsung dapat merusak integritas kulit dan mempercepat timbulnya

ulkus kaki pada penderita DM (Giacomozzi, D'Ambrogi, Cesinaro,

Macellari, & Uccioli, 2008).

21
c. Gejala otonom

Dapat mengenai semua sistem simpatis maupun parasimpatis, dengan

keluhan-keluhan meliputi:

1) Kardiovaskuler: pusing, pingsan (hipotensi ortostatik)

2) Sudomotor: keringat sedikit, kulit kering

3) Pupil: adaptasi jelek di tempat terang, tidak tahan sinar terang

4) Seksual: impotensi, ejakulasi retrograde, tidak terdapat orgasme

5) Kandung kemih: inkontinensia urin, urin menetes, rasa tidak puas

setelah berkemih.

6) Gastrointestinal: diare dan konstipasi.

5. Faktor-faktor risiko neuropati diabetikum

Echeverry (2001) menjelaskan beberapa faktor-faktor risiko

neuropati sebagai berikut:

a. Umur.

Proses penuaan merupakan proses fisiologis yang dihubungkan

dengan perubahan anatomi dan fisiologi semua sistem dalam tubuh.

Umur yang lanjut menyebabkan kelainan pada saraf tepi sehingga

terjadi penurunan aliran darah pada pembuluh darah yang menuju saraf

tepi dan berkurangnya secara progresif serabut saraf yang bermielin

maupun tak bermielin mengakibatkan terjadinya neuropati diabetik

(Smeltzer & Bare, 2002).

22
b. Lamanya menderita diabetes.

Lamanya menderita diabetes menyebabkan risiko timbulnya

komplikasi seperti neuropati diabetik meningkat. Hal ini terjadi karena

peningkatan pembentukan radikal bebas yang menyebabkan kerusakan

endotel vaskular dan menurunkan vasodilatasi pembuluh darah.

c. Hipertensi.

Pada hipertensi esensial terjadi gangguan fungsi endotel disertai

peningkatan permeabilitas endotel. Disfungsi endotel ini akan

menambah tahanan perifer dan kompikasi vaskular serta penurunan

kadar NO. Selain itu hipertensi menyebabkan terjadinya stress oksidatif

dalam dinding arteri sehingga terjadi penurunan NO yang

mengakibatkan peningkatan adhesi leukosit dan peningkatan resistensi

perifer (Subekti, 2009).

d. Dislipidemia.

Kelainan lipoprotein merupakan faktor utama dalam komplikasi

diabetes yang meliputi peningkatan Low Density Lipoprotein (LDL)

dan penurunan High Density Lipoprotein (HDL). Sebagian besar sel di

dalam pembuluh darah dapat mengoksidasi LDL, kolestrol LDL yang

teroksidasi akan merusak jalur metabolisme NO dan juga menghambat

vasodilatasi serta menstimulasi faktor pertumbuhan (growth factor)

yang menyebakan hiperproliferasi sel otot polos dan sel endotel

pembuluh darah (Subekti, 2009).

23
e. Merokok.

Merokok dihubungkan dengan terjadinya komplikasi DM

termasuk neuropati diabetik. Merokok dapat menyebabkan terjadinya

mekanisme interaksi trombosit dalam dinding pembuluh darah yang

memicu peningkatan kadar kolestrol LDL dan penurunan kolestrol

HDL sehingga terjadi stress oksidatif. Selain itu merokok dapat

menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah melalui gangguan fungsi

endotel dan peningkatan karbonmonoksida yang mengakibatkan

terjadinya spasme arteri dan penurunan kapasitas oksigen darah

(Smeltzer & Bare, 2002).

f. Tinggi badan

Penelitian menunjukkan bahwa tinggi badan (TB) berpengaruh

terdadap kecepatan konduksi saraf tepi, artinya makin tinggi seseorang

kecepatan konduksi saraf tepinya relatif makin lambat. Disamping itu

secara anatomis seseorang dengan TB yang makin tinggi, maka lebih

panjang saraf tepinya sehingga akan lebih mudah terkena.

6. Diagnosis

Penegakan diagnosis neuropati diabetik memerlukan evaluasi hati-

hati, karena dalam 10-26% pasien diabetes dengan neuropati kemungkinan

memiliki penyebab lain (Lin, Quan, & Lorenzo, 2012). Pemeriksaan

symptom scoring dan physical examinationscoring yang telah terbukti

memiliki sensitivitas dan spesifitas tinggi untuk mendiagnosis neuropati

diabetik atau polineuropati sensorik perifer yaitu dengan menggunakan

24
skor Diabetic Neuropathy Examination (DNE) dan Diabetic Neuropathy

Symptom (DNS).

a. Diabetic Neuropathy Examination (DNE)

Alat ini mempunyai sensitivitas yang tinggi yaitu 96% dan

spesifisitas 51% (Jayaprakash et al, 2011). Skor DNE dipakai untuk

mendiagnosis polineuropti sensorik perifer pada penderita DM.

Scoring DNE (Jayaprakash, et al., 2011)

DNE scoring.

1. Kekuatan otot:

a. Quadriceps femoris (ekstensi sendi lutut)

b. Tibialis anterior (dorsofleksi kaki)

2. Refleks: pemeriksaan pada triceps surae (tendon achiles).

3. Sensasi jari telunjuk yaitu dengan pemeriksaan sensitivitas pada tusukan jarum

(pinprick sensation).

4. Sensasi ibu jari kaki yaitu dengan pemeriksaan sensitivitas pada tusukan jarum,

sensitivitas terhadap sentuhan, persepsi getar dan sensitivitas pada posisi sendi.

Hanya dilakukan pada telapak kaki kanan dan pada kaki yang diperiksa.

Skor 0-2:

0 = normal.

1 = defisit ringan atau sedang.

kekuatan otot: skala medical research council 3-4, refleks kurang, sensasi

kurang.

2 = defisit berat/sangat terganggu.

Kekuatan otot: skala medical research council 0-2, refleks tidak ada, sensasi

tidak ada.

Skor maksimum: 16 poin.

Skor > 3 dianggap signifikan untuk terjadinya neuropati.

25
b. Diabetic Neuropathy Symptom (DNS).

Diabetic Neuropathy Symptom (DNS) merupakan salah satu

pemeriksaan untuk menilai polineuropati sensorik perifer.

Scoring DNS (Jayaprakash, et al., 2011)

DNS Scoring

1. Apakah anda mengalami ketidakstabilan saat berjalan ?

2. Apakah anda mengalami rasa nyeri dan rasa terbakar di kaki pada saat istirahat

dan malam hari, bukan pada waktu berolah raga.

3. Apakah anda merasakan kaki atau jari kaki anda seperti ditusuk-tusuk pada

waktu istirahat dan malam hari ?

4. Apakah kaki atau jari kaki anda mati rasa ?

Pertanyaan dijawab ya (positif = 1 poin) jika gejala terjadi selama 2 minggu terakhir,

jika dijawab tidak (negatif = 0 poin).

Skor maksimum 4 poin.

0 poin:Polineuropati perifer tidak terjadi.

1-4 poin: Polineuropati perifer terjadi.

Laporan dari ADA dan AACE menyatakan untuk penilaian neurologi

digunakan 5 uji klinis sederhana yang terbukti dalam mengidentifikasi

kehilangan sensasi proteksi, idealnya digunakan dua uji klinis yaitu 10 g

monofilamen ditambah salah satu tes lainnya:

a. 10 g monofilamen atau Semmes Weinstein Monofilament (SWM)

Merupakan alat klinis untuk mendeteksi neuropati dan

mengidentifikasi pasien dengan peningkatan risiko ulkus dan amputasi

(Tan, 2010).

26
Gambar 2.1 Cara Kerja Monofilamen dan Lokasi Titik Sentuhnya (Lee, Kim,
Choi, Park, Kim, & Cho, 2003)

Monofilamen digunakan pada sepuluh titik (Gambar 2.1),

Lokasi uji permukaan dorsal kaki antara jari kaki pertama dan kedua,

pertama, ketiga dan kelima telapak jari kaki, pertama, ketiga dan

kelima kepala metatarsal, medial dan midfoot lateral, dan tumit dalam

urutan acak. Monofilamen ditekan tegak lurus untuk menguji titik

dengan tekanan yang cukup untuk menekuk monofilamen selama 1-2

detik. Pasien diminta untuk menjawab "Ya atau Tidak", ketika

dirasakan atau tidak merasakan tekanan monofilamen dengan

menutup mata atau memalingkan wajah, jika pasien tidak merasakan

sentuhan monofilamen di lebih dari 4 dari 10 titik, maka dinyatakan

neuropati (Lee, Kim, Choi, Park, Kim, & Cho, 2003). Setelah sekitar

100 lengkungan, monofilamen cenderung "kelelahan" dan perlu untuk

"istirahat" selama 24 jam, hindari pengujian pada kalus karena dapat

memberikan hasil yang tidak akurat, kata Dr Saxon (Tucker, 2009)

b. Garpu tala 128 Hz (Tuning forks 128Hz)

Digunakan untuk memeriksa persepsi getaran pada bagian

dorsal sendi interfalang hallux kanan, respon abnormal dapat

27
didefinisikan ketika pasien kehilangan sensasi getaran dan pemeriksa

masih merasakan hal itu sambil memegang garpu pada ujung jari kaki

(Boulton, et al., 2008)

Gambar 2.2 Cara Penggunaan Garpu Tala (Boulton, et al., 2008)

c. Sensasi tusukan peniti

Peniti ditusukkan pada bagian permukaan dorsal hallux, dengan

tekanan hanya cukup merusak kulit, ketidakmampuan merasakan

tusukan peniti dianggap tes abnormal yang dikaitkan dengan

peningkatan risiko ulkus (Boulton, et al., 2008).

Gambar 2.3 Cara Penggunaan Tusukan Peniti (Boulton, et al., 2008)

d. Reflek pergelangan kaki

Tendon achilles harus dibentangkan sampai posisi pergelangan kaki

netral sebelum dipukul dengan palu tendon, jika respon awal tidak ada

maka pasien diminta untuk mengail jari bersama-sama dan

menariknya kemudian diuji kembali, total ketidak hadiran refleks

28
pergelangan kaki baik saat istiraahat maupun penguatan dianggap

hasil abnormal yang juga dikaitkan dengan peningkatan risiko ulkus.

Gambar 2.4 Cara Penggunaan Refleks Pergelangan Kaki (Boulton, et al., 2008)

e. VPT (Vibration Perception Threshold testing)

Biothesiometer atau neurothesiometer merupakan perangkat genggam

sederhana yang memberikan penilaian semikuantitatif getaran persepsi

threshold pada daerah hallux (Boulton, et al., 2008).

Gambar 2.5 Cara Penggunaan Biothesiometer (Boulton, et al., 2008)

7. Intervensi medis

a. Pencegahan

Lin, Quan, & Lorenzo (2012) memaparkan langkah-langkah

berikut dapat mencegah atau memperlambat memburuknya neuropati

diabetikum yaitu: kontrol diabetes (menjaga gula darah pada tingkat

normal), menjaga tekanan darah normal, berolahraga teratur, berhenti

merokok, batasi jumlah konsumsi alkohol, makan makanan sehat dan

hindari peningkatan kadar trigliserida dalam darah, serta menjaga berat

badan ideal.

b. Pengobatan

29
Terapi obat disesuaikan dengan patogenitas dan gejala yang

muncul antara lain menurut Boulton, et al., (2005):

1) Analgesik (Aspirin, Acetaminophen, Non Steroid Anti

Inflammatory Drugs /NSAIDs)

2) Golongan Tricyclic (Imipramine, Amitriptyline) sebagai analgetik

paresthetic.

3) Medikasi lain (Phenitoin, Carbamazepine, Mexilitene,

Clonazepam)

c. Screening

Proses screening yang dilakukan pada penderita DM meliputi

pemantauan kadar gula darah, HbA1C, lipid darah, tekanan darah

selanjutnya dilakukan screening untuk mengetahui manifestasi klinis

neuropati diabetikum secara spesifik dengan menggunakan instrumen

yang pada umumnya bersifat non invasif, low cost, sensitif, spesifik

dan mampu memprediksi sacara klinis dengan tepat. Instrumen yang

dipergunakn meliputi kuesioner, pemeriksaan fisik, penggunaan

Semmes Weinstein Monofilament (SWM), Vibration Perception

Threshold (VPT) dan Nerve Conduction Velocities (NCV) (Pham,

Armstrong, Harvey, Harkless, Giurini, & Veves, 2000) dan (Meijer, et

al., 2003). Screening sangat penting dalam mengidentifikasi neuropati

awal, memungkinkan sebelumnya intervensi dan manajemen untuk

mengurangi risiko ulserasi dan amputasi ekstremitas bawah (Feng,

Schlosser, & Sumpio, 2009).

30
8. Intervensi keperawatan

Fard, Esmaelzadeh, & Larijani (2007) dalam penelitiananya

menyatakan bahwa angka kejadian komplikasi neuropati yang akan

menyebabkan ulkus diabetikum dapat diturunkan sebanyak 50% apabila

tenaga kesehatan waspada terhadap kondisi kaki penderita DM yaitu

melalui pengkajian dan anamnesis rutin, pemberian edukasi kepada pasien

dan perawatan yang baik terhadap adanya faktor risiko penyebab ulkus.

Selain modifikasi gaya hidup dan manajemen nutrisi, ditekankan juga

perlunya aktivitas fisik sekitar 150 menit per minggu (AACE, 2007).

Terapi latihan endurance ternyata terbukti akan memperbaiki

fungsi endotel vaskular serta mencegah komplikasi makro maupun

mikrovaskuler (Yunir & Soebardi, 2009). Latihan jasmani akan

berpengaruh baik pada lemak tubuh, tekanan darah arterial, sensitifitas

barorefleks, vasodilatasi pembuluh darah.

C. Latihan Rentang Gerak Sendi Bawah

1. Defenisi

Latihan rentang gerak sendi atau biasa disebut range of motion

(ROM) adalah latihan yang dilakukan untuk mempertahankan atau

memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan menggerakkan persendian

secara normal dan lengkap untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot

(Potter & Perry, 2006).

2. Tujuan latihan rentang gerak sendi menurut Potter & Perry (2006):

a. Mempertahankan atau memelihara kekuatan otot

31
b. Memelihara mobilitas persendian

c. Merangsang sirkulasi darah

d. Mencegah kelainan bentuk

3. Latihan Rentang Gerak Sendi Ekstremitas Bawah

Latihan ROM ekstremitas bawah, dalam Potter & Perry (2006) yaitu:

a. Pinggul

1) Fleksi: Menggerakkan tungkai ke depan dan atas (90-120°)

2) Ekstensi: Menggerakkan kembali ke samping tungkai yang lain,

(90-120°)

Gambar 2.6 Fleksi dan Ektensi Pinggul (Potter & Perry, 2006).

3) Hiperekstensi: Mengerakan tungkai ke belakang tubuh (30-50°)

Gambar 2.7 Hiperekstensi Pinggul (Potter & Perry, 2006).

4) Abduksi: Menggerakkan tungkai ke samping menjauhi tubuh (30-

50°)

5) Adduksi: Mengerakkan tungkai kembali ke posisi media dan

melebihi jika mungkin (30-50°)

6) Rotasi dalam: Memutar kaki dan tungkai ke arah tungkai lain (90°)

32
7) Rotasi luar: Memutar kaki dan tungkai menjauhi tungkai lain (90°)

Gambar 2.8 Abduksi, Adduksi, Rotasi Dalam dan Rotasi Luar Pinggul (Potter &
Perry, 2006)

8) Sirkumduksi: Menggerakan tungkai melingkar

Gambar 2.9 Sirkumduksi Pinggul (Potter & Perry, 2006).

b. Lutut

1) Fleksi: Mengerakkan tumit ke arah belakang paha (120-130°)

2) Ekstensi: Mengembalikan tungkai kelantai (120-130°)

Gambar 2.10 Fleksi dan Ekstensi Lutut (Potter & Perry, 2006)

c. Pergelangan kaki

1) Dorsifleksi: Menggerakkan kaki sehingga jari-jari kaki menekuk ke

atas (20-30°)

33
2) Plantarfleksi: Menggerakkan kaki sehingga jari-jari kaki menekuk

ke bawah (45-50°)

Gambar 2.11 Dorsofleksi dan Plantarfleksi (Potter & Perry, 2006)

d. Kaki

1) Inversi: Memutar telapak kaki ke samping dalam (10°)

2) Eversi: Memutar telapak kaki ke samping luar (10°)

Gambar 2.12 Inversi dan Eversi (Potter & Perry, 2006)

e. Jari-jari kaki

1) Fleksi: Menekukkan jari-jari kaki ke bawah (30-60°)

2) Ekstensi: Meluruskan jari-jari kaki (30-60°)

3) Abduksi: Menggerakkan jari-jari kaki satu dengan yang lain (15°)

4) Adduksi: Merapatkan kembali bersama-sama (15°)

Gambar 2.13 Fleksi, Ekstensi, Abduksi dan Adduksi Jari-Jari Kaki (Potter &
Perry, 2006).

4. Kontra Indikasi Latihan

Latihan ROM ini aman namun bukan berarti tidak berisiko. Menurut Potter

& Perry (2006) latihan ini tidak boleh dilakukan pada :

34
a. Klien dengan gangguan atau penyakit yang memerlukan energi untuk

metabolisme atau berisiko meningkatkan kebutuhan energi, seperti pada

penyakit jantung dan respirasi.

b. Klien dengan gangguan persendian yaitu inflamasi dan gangguan

muskuloskletal seperti trauma dan injuri.

5. Prosedur Latihan

Potter & Perry (2006) menjelaskan beberapa hal yang harus diperhatikan

pada saat melakukan latihan ROM sebagai berikut:

a. Latihan diterapkan pada sendi secara proporsional untuk menghindari

ketegangan dan injuri otot serta kelelahan

b. Posisi yang diberikan memungkinkan gerakan sendi secara leluasa

c. Latihan dilakukan secara sistematis dan berulang

d. Gerakan sendi yang adekuat adalah gerakan sampai dengan mengalami

tahanan bukan nyeri.

e. Amati respon non verbal

f. Latihan harus dihentikan dan beri kesempatan istirahat bila terjadi

spasme otot.

35
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

A. Kerangka Konsep

INDEPENDEN DEPENDEN

Sensasi Proteksi
Latihan ROM Neuropati
secara aktif Sensorik
Keluhan PNP

1. Riwayat Genetik DM
2. Hipertensi
3. Umur
4. Lama Menderita DM
5. Kadar GDS

MODERAT

Bagan 3.1 Kerangka konsep penelitian pengaruh latihan rentang gerak sendi bawah secara aktif
terhadap kejadian neuropati sensorik pada penderita DM tipe 2 non ulkus di RSUD
Kab. Wajo.

36
B. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka konsep, maka hipotesis dalam penelitian ini

adalah:

1. Ada pengaruh latihan rentang gerak sendi bawah secara aktif terhadap

sensasi proteksi pada penderita DM tipe 2 non ulkus.

2. Ada pengaruh latihan rentang gerak sendi bawah secara aktif terhadap

keluhan polineuropati perifer pada penderita DM tipe 2 non ulkus.

3. Ada perbedaan rerata sensasi proteksi antara kelompok intervensi dengan

kelompok kontrol

4. Ada perbedaan rerata keluhan polineuropati perifer antara kelompok

intervensi dengaan kelompok kontrol.

37
BAB IV
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif desain eksperimental

dengan kategori quasi-experiment pre-post design untuk mengetahui pengaruh

latihan rentang gerak sendi bawah secara aktif (ROM) terhadap kejadian

neuropati sensorik. Responden terdiri dari dua kelompok yaitu kelompok

intervensi dan kelompok kontrol. Observasi dan pengukuran terlebih dahulu

dilakukan pada kedua kelompok, kemudian kelompok intervensi diberi latihan

aktif rentang gerak sendi bawah sedangkan kelompok kontrol tidak diberi

latihan, setelah latihan dilakukan observasi dan pengukuran ulang pada kedua

kelompok untuk mengetahui akibat dari perlakuan tersebut sebanyak 3 kali

seminggu selama 1 bulan.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di poliklinik interna RSUD Kab. Wajo yang

kemudian dilanjutkan dengan memberikan latihan dan observasi melalui

kunjungan rumah.

2. Waktu

Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 1 Agustus 2013 sampai

dengan 30 September 2013.

38
C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien DM tipe 2 yang berobat

di RSUD Kab. Wajo dalam bulan Agustus – September 2013 yang

terdiagnosis neuropati.

2. Sampel dan cara pemilihan sampel

Pemilihan sampel pada penelitian ini dengan menggunakan purposive

sampling yaitu berdasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat

oleh peneliti sendiri dengan ciri dan sifat-sifat populasi yang sudah

diketahui sebelumnya (Notoatmodjo, 2010).

3. Estimasi besar sampel

Rumus untuk menghitung ukuran sampel dari populasi yang diketahui

jumlahnya adalah sebagai berikut (Sugiyono, 2010):

( )

Dimana:

s = jumlah sampel

N = perkiraan besar populasi (diambil dari rata-rata kunjungan

perbulan yaitu 100 kunjungan, kemudian dibagi 2 menjadi 50

populasi tiap bulan)

5% (1,96)

P = perkiraan proporsi, jika tidak diketahui dianggap 50%

Q = 1 – P (100% - P)

d = tingkat kesalahan yang dipilih (0,05)

39
Jadi besar sampelnya :

( )

( )
( ) ( )

( )
( ) ( )

dibagi dalam 2 kelompok yaitu 20 orang kelompok intervensi dan 20 orang

kelompok kontrol.

4. Kriteria inklusi dan eksklusi

a. Kriteria inklusi

1) Penderita DM tipe 2 ≥ 5 tahun dengan komplikasi mikrovaskuler.

2) Responden rutin menggunakan terapi DM dengan jenis yang sama.

3) Penderita DM tipe 2 non ulkus yang terdiagnosis neuropati

4) Berdomisili di daerah Kabupaten Wajo (dalam kota)

5) Responden tidak mengalami gangguan pendengaran dan bicara

b. Kriteria eksklusi

1) Responden tidak menderita kelainan pada persendian

2) Responden dengan ulkus diabetikum, selulitis dan vaskulitis.

3) Responden dengan gagal jantung, status asmatikus dan atau

komplikasi lain yang membuat responden cepat lelah.

4) Responden dengan paska trauma (injuri muskuloskletal)

40
D. Alur Penelitian

POPULASI
Pasien DM tipe 2 di RSUD Kab. Wajo
Puposive
sampling
SAMPEL
Penderita DM tipe 2 terdiagnosis neuropati
memenuhi kriteria inklusi (s=40)

Informed Consent

PRE TEST:
Monofilamen+ kuesioner DNS

INTERVENSI KONTROL

Latihan ROM aktif frekuensi 1X sehari Aktivitas seperti biasa tanpa latihan
secara individu selama 1 bulan ROM

observasi dan post tes dilakukan 3 X observasi dan post tes dilakukan 3 X
seminggu selama 1 bulan seminggu selama 1 bulan

ANALISA DATA
UNIVARIAT (Mean, Median, SD, Minimum dan Maksimum)
BIVARIAT (Mann-Withney dan Wilcoxon)

PENYAJIAN HASIL

KESIMPULAN DAN SARAN

LAPORAN HASIL

Bagan 4.1 Alur penelitian pengaruh latihan rentang gerak sendi bawah secara aktif terhadap
kejadian neuropati sensorik pada penderita DM tipe 2 non ulkus di RSUD Kab.
Wajo.

41
E. Variabel Penelitian

1. Identifikasi variabel

a. Variabel dependen dalam penelitian ini yaitu neuropati sensorik yang

terdiri dari sensasi proteksi diukur dengan 10 g monofilamen dan

keluhan polineuropati perifer dengan kuesioner DNS.

b. Variabel independen dalam penelitian ini yaitu latihan rentang gerak

sendi bawah secara aktif

c. Variabel moderat meliputi beberapa faktor yang mempengaruhi

terjadinya neuropati sensorik antara lain riwayat genetik DM,

hipertensi, umur, lama mendrita DM dan kadar GDS.

2. Defenisi operasional dan kriteria obyektif

a. Latihan rentang gerak sendi bawah secara aktif

Aktivitas rentang gerak sendi ekstremitas bawah (pinggul, lutut,

pergelangan kaki, kaki dan jari-jari kaki) yang dilakukan responden

secara mandiri dengan frekuensi 1 kali sehari selama 1 bulan dengan

intensitas untuk setiap gerakan yaitu 10 kali. Jenis gerakan yang

dilakukan yaitu ROM pada ekstremitas bawah kanan dan kiri bawah

sesuai dalam Potter & Perry (2006).

b. Neuropati sensorik

1) Sensasi proteksi diukur dengan menggnakan 10 g monofilamen

disentuh pada 10 titik baik telapak kaki kanan maupun kiri secara

acak. Neuropati terjadi apabila negatif di 4 titik sensasi atau lebih,

42
sedangkan neuropati tidak terjadi apabila kurang dari 4 titik sensasi

yang negatif atau positif semua.

Kriteria objekrtif :

Memburuk : terdapat penambahan titik sensasi

Tetap : tidak ada perubahan titik sensasi

Membaik : terdapat penurunan titik sensasi

2) Keluhan polineuropati perifer

Gejala polineuropati perifer yang dirasakan oleh responden.

Pemeriksaan dengan menggunkan kuesioner Diabetic Neuropathy

Symptom (DNS)-Score yang terdiri dari 4 pertanyaan. Neuropati

tidak terjadi jika 0 poin sedangkan neuropati terjadi jika 1-4 poin.

Kriteria objektif :

Memburuk : terdapat penambahan poin

Tetap : tidak ada perubahan poin

Membaik : terdapat penurunan poin

F. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini proses pengambilan dan pengumpulan data

diperoleh dengan menggunakan instrumen sebagai berikut:

1. 10 gr monofilamen

American Association of Clinical Endocrinologists (2007)

merekomendasikan monofilamen 10-g sebagai alat skrining utama untuk

evaluasi kaki diabetes. Validitas dan reliabilitas alat ini sesuai dengan

43
penelitian Miranda-Palma et al., dalam Tan (2010) menemukan 10 g

monofilamen memiliki sensitivitas 86% dan spesifisitas 58%

2. Kuesioner Diabetic Neuropati Sympton Score (DNS-Score).

Kuesioner ini dapat dipakai untuk mengetahui keluhan

polineuropati sensorik pada responden. Validitas dan reliabilitas kuesioner

ini telah mengklasifikasikan secara spesifik apakah penderita DM disertai

neuropati atau tidak (Meijer, et al., 2003).

3. Enumerator

Pengumpulan data dilakukan peneliti sendiri dengan dibantu oleh

satu orang enumerator. Enumerator dalam penelitian ini bekerja dibagian

klinik interna dengan kualifikasi pendidikan sarjana keperawatan, yang

sebelumnya dilatih untuk memperoleh kesamaan persepsi dan pandangan

terhadap kuesioner DNS dan penggunaan monofilamen.

G. Pengelolaan dan Analisa Data

1. Pengolahan data

Langkah-langkah pengolahan data menurut Hastono (2007) sebagai

berikut:

a. Editing

Kegiatan ini dilakukan untuk memeriksa apakah kuesioner dan

instrumen penelitian sudah lengkap, jelas, relevan dan konsisten. Pada

proses ini tidak ada instrumen yang belum diisi secara lengkap karena

peneliti melakukan pengukuran dan kontrol terhadap hasil pencatatan

tersebut setiap kali pengukuran selesai dilakukan.

44
b. Coding

Pada tahapan ini peneliti melakukan coding pada beberapa variabel

antara lain jenis kelamin yaitu 1 untuk laki-laki dan 2 untuk perempuan,

pendidikan yaitu 1 untuk PT, 2 untuk SMA, 3 untuk SMP, 4 untuk SD

dan 5 untuk TS, pekerjaan yaitu 1 untuk tidak bekerja dan 2 untuk

bekerja, riwayat genetik DM yaitu 1 untuk ya dan 2 untuk tidak, riwayat

HT yaitu 1 untuk ya dan 2 untuk tidak, kebiasaan merokok yaitu 1

untuk ya dan 2 untuk tidak.

c. Entry

Kegiatan dimulai dengan mengubah jenis data dimodifikasi sesuai

dengan teknik analisis yang dipergunakan. Tindakan selanjutnya

memasukkan data ke dalam komputer dengan program analisis data

SPSS 21.

d. Cleaning

Kegiatan pembersihan data dengan melakukan pengecekan ulang untuk

mengetahui apakah data yang dimasukkan ada yang salah.

2. Analisa data

Analisis data dilakukan sesuai dengan tujuan penelitian yang ingin dicapai.

Pada penelitian ini analisis data yang dipergunakan meliputi:

a. Analisis univariat

Analisis univariat bertujuan mendeskripsikan karakteristik setiap

variabel yang diteliti. Hasil analisis meliputi mean, median, simpangan

45
deviasi, nilai minimal dan maksimal untuk data numerik, sedangkan

proporsi untuk data kategorik. Analisis yang dilakukan meliputi:

1) Data karakteristik responden

2) Sensasi proteksi pada kelompok intervensi

3) Sensasi proteksi pada kelompok kontrol

4) Keluhan polineuropati perifer pada kelompok intevensi

5) Keluhan polineuropati perifer pada kelompok kontrol

b. Analisis bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk uji dependen pre dan post

latihan, hasil uji normalitas data diperoleh tidak berdistribusi normal

sehingga dilakukan uji alternatif yaitu: “Wilcoxon Signed Ranks Test”.

Tingkat kemaknaan yang ditetapkan sebesar 95%, artinya bila nilai

p<0,05 maka disimpulkan ada pengaruh latihan rentang gerak sendi

bawah terhadap neuropati sensorik dan bila p>0,05 maka disimpulkan

tidak ada pengaruh latihan rentang gerak sendi bawah terhadap

neuropati sensorik.

Uji independen digunakan “Mann-Whitney” untuk mengetahui

perbedaan rerata sensasi proteksi dan keluhan polineuropati perifer

antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol pada pengukuran

pre dan post. Nilai p<0,05 maka disimpulkan ada perbedaan rerata

antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol, dan bila p>0,05

maka disimpulkan tidak perbedaan.

46
H. Masalah Etika

Etika dalam penelitian yang perlu diperhatikan menurut Komisi Etik

Penelitian Kesehatan 2005 meliputi:

1. Respect for person (Menghormati harkat dan martabat manusia)

a. Peneliti berupaya menghargai hak-hak responden dengan memberikan

penjelasan kepada calon responden tentang tujuan penelitian dan

informasi yang berhubungan dengan keterlibatannya dalam penelitian.

b. Calon responden diberi kebebasan untuk memilih bersedia atau tidak

bersedia terlibat dalam penelitian ini, dan peneliti menyediakan surat

permohonan serta lembar persetujuan responden.

c. Menjaga kerahasiaan dan atau informasi yang didapatkan dengan

memberi nomor urut sebagai pengganti nama responden dan

dokumentasi penelitian tidak menampilkan wajah atau identitas

responden.

2. Benefice (Manfaat)

Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan

(balancing harms and benefits). Dalam penelitian ini peneliti

memberikan intervensi latihan ROM secara aktif dan melakukan

pengukuran sensasi proteksi dan keluhan polineuropati perifer. Intervensi

yang dilakukan ini telah melalui penelaah manfaat latihan ROM dari

berbagai hasil penelitian sebelumnya.

47
3. Justice (Keadilan)

Responden harus mendapat perlakuan yang sama dengan moral

yang benar dan layak dalam memperoleh haknya. Setiap responden

dalam penelitian ini memiliki hak yang sama untuk diberikan intervensi

yang dapat memberikan manfaat bagi responden. Intervensi latihan ROM

aktif pada ekstremitas bawah yang diberikan pada kelompok intervensi

diharapakan dapat memberikan manfaat berupa penurunan gejala

neuropati dan perbaikan perfusi perifer sehingga komplikasi lebih lanjut

dapat dihindari. Apabila penelitian ini berakhir dan hasil penelitian

membuktikan bahwa intervensi yang diberikan efektif sesuai dengan

hipotesis penelitian, maka peneliti akan memberikan intervensi yang

sama kepada seluruh responden dalam kelompok kontrol berupa latihan

ROM aktif pada ekstremitas bagian bawah setelah hasil penelitian

diperoleh.

48
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Penelitian ini dilaksanakan Rumah Sakit Kabupaten Wajo. Adapun

jumlah responden sebanyak 40 orang yang tediri dari 20 orang kelompok

intervensi dan 20 orang kelompok kontrol. Adapun cara pengambilan sampel

pada penelitian ini dilakukan dengan cara menunggu pasien DM yang datang

berobat di Rumah Sakit, kemudian didiagnosis neuropati dengan menggunakan

kusioner DNS dan DNE.

Responden yang terdiagnosis diberi penjelasan tentang tujuan dan

manfaat penelitian serta tindakan-tindakan yang akan dilakukan, selanjutnya

menandatangani informed consent. Kelompok intervensi diberi latihan rentang

gerak sendi bawah secara aktif setiap hari sedangkan kelompok kontrol hanya

dianjurkan untuk tetap melakukan aktifitas seperti biasa, seluruh responden

akan diobservasi setiap 3 kali seminggu dengan menggunakan monofilamen

untuk mengetahui sensasi proteksi dan setiap minggunya diobservasi dengan

menggunakan kuesioner DNS.

Setelah data terkumpul selanjutnya dilakukan pemeriksaan kelengkapan

kemudian data diolah menggunakan SPSS 21, lalu disajikan dalam bentuk

tabel disertai penjelasan.

49
Adapun hasil penelitian sebagai berikut:

1. Analisis Univariat

Analisis univariat dalam penelitian ini menggambarkan distribusi frekuensi

karakteristik responden yang terbagi dua yaitu dalam bentuk kategorik dan

numerik.

a. Karakteristik responden yang berbentuk kategorik yaitu jenis kelamin,

pendidikan, pekerjaan, riwayat genetik DM, riwayat HT dan kebiasaan

merokok dihitung dengan menjelaskan jumlah dan persentase masing-

masing.

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin,


Pendidikan, Pekerjaan, Riwayat genetik DM, Riwayat HT dan Kebiasaan
Merokok (n=20)

Karakteristik Intervensi Kontrol


Responden f % f %
Jenis kelamin
Laki-laki 14 70 9 45
Perempuan 6 30 11 55
Pendidikan
1. PT 4 20 7 35
2. SMA 8 40 3 15
3. SMP 4 20 3 15
4. SD 3 15 6 30
5. TS 1 5 1 5
Pekerjaan
1. Tidak bekerja 9 45 8 40
2. Bekerja 11 55 12 60
Riwayat genetik DM
1. Ya 3 15 4 20
2. Tidak 17 85 16 80
Riwayat HT
1. Ya 5 25 5 25
2. Tidak 15 75 15 75
Kebiasaan merokok
1. Ya 0 0 0 0
2. Tidak 20 100 20 100
Sumber: Data Primer 2013

50
Distribusi frekuensi karakteristik responden pada kelompok

intervensi berdasarkan jenis kelamin yaitu terbanyak laki-laki 14 orang

(70%) dan 6 orang (30%) perempuan, sedangkan pada kelompok

kontrol 9 orang (45%) laki-laki dan 11 orang (55%) perempuan.

Berdasarkan pendidikan pada kelompok intervensi paling

banyak 8 orang (40%) berpendidikan SMA dan ada 1 orang (5%) yang

tidak pernah sekolah, sedangkan pada kelompok kontrol paling banyak

7 orang (35%) berpendidikan PT dan 1 orang (5%) yang tidak pernah

sekolah.

Berdasarkan pekerjaan pada kelompok intervensi lebih dari

setengah yang bekerja yang bekerja 11 orang (55%), sedangkan pada

kelompok kontrol paling banyak 12 orang (60%) yang bekerja.

Pada kelompok intervensi terdapat 3 orang (15%) memiliki

riwayat genetik DM, sedangkan pada kelompok kontrol ada 4 orang

(20%) memiliki riwayat genetik DM, untuk riwayat hipertensi pada

kedua kelompok sama yaitu masing-masing 5 orang (25%) serta seluruh

responden (100%) tidak memiliki kebiasaan merokok.

b. Karakteristik yang berbentuk numerik yaitu umur, lama menderita DM

dan kadar GDS digambarkan dengan mean, median, standar deviasi,

nilai minimum dan maksimum.

51
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Umur, Lama
Menderita DM dan Kadar GDS (n=20)

Karakteristik Kelompok Median (Min-Max) Mean± SD


Umur Intervensi 61 (42-70) 58±7,727
Kontrol 55,50 (45-72) 56±7,043
Lama Menderita DM Intervensi 8,50 (6-10) 8±1,501
Kontrol 8,50 (6-10) 8±1,565
Kadar GDS Intervensi 173 (82-517) 218,20±113,467
Kontrol 211,50 (140-442) 246,90±93,308
Sumber: Data Primer 2013
SD: Standar Deviasi

Distribusi frekuensi karakteristik responden pada kelompok

intervensi yaitu rerata berumur 58 tahun dengan rentang umur 42 tahun

sampai 70 tahun, rerata lama menderita DM 8 tahun dengan rentang 6

tahun sampai 10 tahun, rerata kadar GDS 218,20 dengan rentang 82

sampai 517. Pada kelompok kontrol yaitu rerata berumur 56 tahun

dengan rentang umur 45 tahun sampai 72 tahun, rerata lama menderita

DM 8 tahun dengan rentang 6 tahun sampai 10 tahun, rerata kadar GDS

246,90 dengan rentang 140 sampai 442.

2. Analisis Bivariat

a. Analisis sensasi proteksi dan keluhan polineuropati perifer antara

kelompok intervensi dengan kelompok kontrol pada pre test.

Uji Mann-Whitney dilakukan untuk melihat perbedaan sensasi

proteksi dan keluhan polineuropati perifer antara kelompok intervensi

dengan kelompok kontrol pada pre test.

52
Tabel 5.3 Analisis Perbedaan Sensasi Proteksi (SP) dan Keluhan Polineuropati
Perifer (PNP) antara Kelompok Intervensi dengan Kelompok Kontrol
pada Pre Test (n=20)

Variabel Kelompok Median (Min-Max) Mean± SD p value


SP Kaki kanan Intervensi 4 (2-6) 4,10±1,119 0,688
Kontrol 4 (2-6) 4,00±0,918
SP Kaki kiri Intervensi 4 (2-6) 3,95±1,099 0,302
Kontrol 3,5 (2-6) 3,55±1,234
PNP Intervensi 2 (1-3) 1,70±0,571 0,425
Kontrol 2 (1-2) 1,55±0,510
*Uji Mann-Whitney
SD: Standar Deviasi

1) Analisis sensasi proteksi kaki kanan antara kelompok intervensi

dengan kelompok kontrol pada pre test.

Pada tabel 5.3 dapat dilihat bahwa rerata sensasi proteksi

kaki kanan kelompok intervensi pada pre test adalah 4,10 dengan

standar deviasi 1,119. Pada kelompok kontrol rerata sensasi

proteksi pada kaki kanan yaitu 4,00 dengan standar deviasi 0,918.

Hasil analisis didapatkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang

bermakna rerata sensasi proteksi kaki kanan pada pre test antara

kelompok intervensi dengan kontrol p=0,688 (p>0,05).

2) Analisis sensasi proteksi kaki kiri antara kelompok intervensi

dengan kelompok kontrol pada pre test.

Pada tabel 5.3 dapat dilihat bahwa rerata sensasi proteksi

pada kaki kiri kelompok intervensi pada pre test adalah 3,95

dengan standar deviasi 1,099. Pada kelompok kontrol rerata sensasi

proteksi pada kaki kiri yaitu 3,55 dengan standar deviasi 1,234.

Hasil analisis didapatkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang

53
bermakna rerata sensasi proteksi kaki kiri pada pre test antara

kelompok intervensi dengan kontrol (p=0,302; p>0,05).

3) Analisis keluhan polineuropati perifer antara kelompok intervensi

dan kelompok kontrol pada pre test.

Pada tabel 5.3 dapat dilihat bahwa rerata keluhan

polineuropati perifer kelompok intervensi pada pre test adalah 1,70

dengan standar deviasi 0,571. Pada kelompok kontrol rerata

keluhan polineuropati perifer yaitu 1,55 dengan standar deviasi

0,510. Hasil analisis didapatkan bahwa tidak terdapat perbedaan

yang bermakna rerata sensasi keluhan polineuropati perifer pada

pre test antara kelompok intervensi dengan kontrol p=0,425

(p>0,05).

b. Analisis sensasi proteksi dan keluhan polineuropati perifer pada

kelompok intervensi.

Tabel 5.4 Analisis Perbedaan Sensasi Proteksi (SP) dan Keluhan Polineuropati
Perifer (PNP) pada Kelompok Intervensi antara Pre dengan Post Test
(n=20)

Variabel Mean± SD p value


SP Kaki kanan Pre 4,10±1,119 0,000
Post 3,30±0,979
Selisih 0,80±0,140
SP Kaki kiri Pre 3,95±1,099 0,000
Post 3,10±1,252
Selisih 0,85±0,153
PNP Pre 1,70±0,571 0,005
Post 0,75±0,716
Selisih 0,95±-0,145
*Uji Wilcoxon
SD= Standar Deviasi

54
1) Sensasi proteksi pada kelompok intervensi antara pre dengan post

test.

Sensasi proteksi dianalisis menggunakan titik sensasi dari

monofilamen tes dengan rentang nilai 0-10. Uji Wilcoxon

dilakukan untuk melihat perbedaan sensasi proteksi antara pre

dengan post test pada kelompok intervensi.

Hasil analisis dari tabel 5.4 didapatkan bahwa terdapat

perbedaan yang bermakna rerata sensasi proteksi pada kaki kanan

antara pre dengan post test (p=0,000) dengan selisih rerata 0,80.

Hal ini menunjukkan bahwa terjadi perbaikan sensasi proteksi dari

rerata 4,10 menjadi 3,30 setelah latihan ROM. Sama halnya pada

rerata sensasi proteksi pada kaki kiri antara pre dan post test

(p=0,000; a=0,05) dengan selisih rerata 0,85. Hal ini menunjukkan

bahwa terjadi perbaikan sensasi proteksi dari rerata 3,95 menjadi

3,10 setelah latihan ROM.

2) Keluhan polineuropati perifer pada kelompok intervensi antara pre

dengan post test.

Keluhan polineuropati perifer dianalisis menggunakan

kuesioner Diabetic Neuropathy Symptom (DNS) dengan rentang

nilai 0-4 poin. Uji Wilcoxon dilakukan untuk melihat perbedaan

keluhan polineuropati perifer kelompok intervensi antara pre dan

post test.

55
Hasil analisis dari tabel 5.4 didapatkan bahwa terdapat

perbedaan yang bermakna rerata keluhan polineuropati perifer

antara pre dengan post test (p=0,005; a=0,05) dengan selisih rerata

0,95. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi perbaikan keluhan

polineuropati perifer dari rerata 1,70 menjadi 0,75 setelah latihan

ROM.

c. Analisis sensasi proteksi dan keluhan polineuropati perifer pada

kelompok kontrol.

Tabel 5.5 Analisis Perbedaan Sensasi Proteksi (SP) dan Keluhan Polineuropati
Perifer (PNP) pada Kelompok Kontrol antara Pre dengan Post Test
(n=20)

Variabel Mean± SD p value


SP Kaki kanan Pre 4,00±0,918 0,317
Post 3,85±1,089
Selisih 0,15±0,171
SP Kaki kiri Pre 3,55±1,234 0,739
Post 3,60±1,273
Selisih 0,05±0,039
PNP Pre 1,55±0,510 0,083
Post 1,55±0,510
Selisih 0,00±0,00
*Uji Wilcoxon
SD: Standar Deviasi

1) Sensasi proteksi pada kelompok kontrol antara pre dengan post

test.

Hasil analisis dari tabel 5.5 didapatkan bahwa tidak terdapat

perbedaan yang bermakna rerata sensasi proteksi pada kaki kanan

antara pre dengan post test (p=0,317) dengan selisih rerata 0,15.

Hal ini menunjukkan bahwa terjadi perbaikan sensasi proteksi dari

rerata 4,00 menjadi 3,85 meski tanpa latihan ROM. Rerata sensasi

56
proteksi kaki kiri antara pre dengan post test (p=0,739; a=0,05)

dengan selisih rerata 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi

peningkatan sensasi proteksi (memburuk) dari rerata 3,55 menjadi

3,60 tanpa latihan ROM.

2) Keluhan polineuropati perifer pada kelompok intervensi antara pre

dengan post test.

Hasil analisis dari tabel 5.5 didapatkan bahwa tidak terdapat

perbedaan rerata keluhan polineuropati perifer antara pre dengan

post test (p=0,083; a=0,05) dengan selisih rerata 0,00. Hal ini

menunjukkan bahwa tidak terjadi perubahan keluhan polineuropati

perifer jika tanpa latihan ROM.

d. Analisis sensasi proteksi dan keluhan polineuropati perifer antara

kelompok intervensi dengan kelompok kontrol pada post test.

Uji Mann-Whitney dilakukan untuk melihat perbedaan sensasi

proteksi dan keluhan polineuropati perifer antara kelompok intervensi

dengan kelompok kontrol pada post test.

Tabel 5.6 Analisis Perbedaan Sensasi Proteksi (SP) dan Keluhan Polineuropati
Perifer (PNP) antara Kelompok Intervensi dengan Kelompok Kontrol
pada Post Test (n=20)

Variabel Kelompok Median (Min-Max) Mean± SD p value


SP Kaki kanan Intervensi 3 (2-5) 3,30±0,979 0,073
Kontrol 4 (2-6) 3,85±1,089
SP Kaki kiri Intervensi 3 (1-6) 3,10±1,252 0,186
Kontrol 3 (2-6) 3,60±1,273
PNP Intervensi 1 (0-2) 0,75±0,716 0,015
Kontrol 2 (1-2) 1,55±0,510
*Uji Mann-Whitney
SD: Standar Deviasi

57
1) Analisis sensasi proteksi kaki kanan antara kelompok intervensi

dengan kelompok kontrol pada post test.

Pada tabel 5.6 dapat dilihat bahwa rerata sensasi proteksi

pada kaki kanan kelompok intervensi pada post test adalah 3,30

dengan standar deviasi 0,979. Pada kelompok kontrol rerata sensasi

proteksi pada kaki kanan yaitu 3,85 dengan standar deviasi 1,089.

Hasil analisis didapatkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang

bermakna rerata sensasi proteksi kaki kanan pada post test antara

kelompok intervensi dengan kontrol (p=0,073; p>0,05).

2) Analisis sensasi proteksi kaki kiri antara kelompok intervensi

dengan kelompok kontrol pada post test.

Pada tabel 5.6 dapat dilihat bahwa rerata sensasi proteksi

pada kaki kiri kelompok intervensi pada post test adalah 3,10

dengan standar deviasi 1,252. Pada kelompok kontrol rerata sensasi

proteksi pada kaki kiri yaitu 3,60 dengan standar deviasi 1,273.

Hasil analisis didapatkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang

bermakna rerata sensasi proteksi kaki kiri pada post test antara

kelompok intervensi dengan kontrol (p=0,168; p>0,05).

3) Analisis keluhan polineuropati perifer antara kelompok intervensi

dengan kelompok kontrol pada post test.

Pada tabel 5.6 dapat dilihat bahwa rerata keluhan

polineuropati perifer kelompok intervensi pada post test adalah

0,75 dengan standar deviasi 0,716. Pada kelompok kontrol rerata

58
keluhan polineuropati perifer yaitu 1,55 dengan standar deviasi

0,510. Hasil analisis didapatkan bahwa terdapat perbedaan yang

bermakna rerata keluhan polineuropati perifer pada post test antara

kelompok intervensi dengan kontrol (p=0,015; p>0,05).

B. Pembahasan

Hasil penelitian meliputi interpretasi dan diskusi hasil penelitian.

Peneliti akan menjelaskan tentang karakteristik responden yang berpengaruh

terhadap kejadian neuropati, perbedaan sensasi proteksi dan keluhan

polineuropati perifer setelah diberikan intervensi latihan rentang gerak sendi

bawah secara aktif, perbedaan sensasi proteksi dan keluhan polineuropati

perifer antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol.

1. Karakteristik responden.

Secara keseluruhan jumlah responden yang berjenis kelamin laki-

laki yaitu 23 orang dan perempuan 17 orang, hal ini menggambarkan tidak

terlalu berbeda frekuensi antara laki-laki dan perempuan. Menurut Lin,

Quan & Lorenzo (2012), DM mempengaruhi laki-laki dan perempuan

dengan frekuensi yang sama. Namun laki-laki dapat lebih awal menderita

neuropati sensorik daripada perempuan, sedangkan nyeri neuropatik

menyebabkan morbiditas lebih pada perempuan dibandingkan laki-laki.

Pada data penelitian diperoleh rentang umur responden pada

kelompok intervensi 42–70 tahun dengan rerata 58 tahun sedangkan pada

kelompok kontrol rerata berumur 56 tahun dengan rentang 45-72 tahun.

Penuaan merupakan proses fisiologi yang dihubungkan dengan perubahan

59
anatomi dan fisiologi semua sistem, dimana perubahan itu umumnya

dimulai pada umur pertengahan. Lanjut usia menyebabkan kelainan pada

saraf tepi sehingga terjadi penurunan aliran darah pada pembuluh darah

yang menuju saraf tepi dan berkurangnya secara progresif serabut saraf yang

bermielin maupun tak bermielin mengakibatkan terjadinya neuropati

diabetik (Echeverry, 2001).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rerata lama menderita DM

yaitu 8 tahun. Lamanya menderita diabetes menyebabkan risiko timbulnya

komplikasi seperti neuropati diabetik meningkat (Tesfaye, et al., 2010). Hal

ini disebabkan karena peningkatan pembentukan radikal bebas yang

menyebabkan kerusakan endotel vaskular dan menurunkan vasodilatasi

pembuluh darah (Subekti, 2009).

Data dari responden pada kelompok intervensi didapatkan rerata

kadar GDS 218,20mg/dl dan 246,90mg/dl pada kelompok kontrol. Secara

keseluruhan hampir setengah yaitu 19 responden (45%) memiiki kadar GDS

tinggi (>200mg/dl). Hal ini menggambarkan bahwa rerata responden

memiliki kontrol glikemik yang buruk. Kelkar (2005) memaparkan bahwa

secara keseluruhan kejadian neuropati diabetik meningkat dengan durasi

DM dan derajat hiperglikemik.

Penelitian menggunakan metode observasional analitik dengan desain

cross sectional study oleh Malik & Ardiansyah (2010) tentang “Hubungan

antara hiperglikemia, usia dan lama menderita pasien diabetes dengan angka

kejadian neuropati diabetika” dengan 60 sampel menunjukkan hasil bahwa

60
hubungan yang signifikan dari didapatkan untuk usia (p=0,026),

hiperglikemi (p=0,001) dan lama menderita (p=0,000) dengan kejadian

neuropati.

Priyantono (2005) dalam penelitiannya tentang faktor-faktor risiko

yang berpengaruh terhadap timbulnya polineuropati pada penderita DM

tipe 2 menemukan bahwa umur dan lamanya DM menunjukkan peran

penting sebagai faktor risiko polineuropati pada penderita DM tipe 2. Lebih

lanjut Prasetyo (2011) mengatakan bahwa lama menderita DM sangat

berkaitan dengan perkembangan dan progresifitas neuropati diabetik dan hal

ini berpengaruh terhadap timbulnya nyeri neuropati pada penderita DM

sehingga lama menderita DM merupakan faktor risiko independen untuk

terjadinya nyeri neuropati diabetik pada penderita DM tipe 2.

Sebuah studi case control oleh Booya, et al. (2005) “Potential risk

factors for diabetic neuropathy” terhadap 110 respoden, menemukan

hubungan yang signifikan antara neuropati dengan umur, jenis kelamin,

kontrol glikemik dan lama menderita DM (p=0,04; 0,04; <0,001 dan 0,005).

Namun tidak terdapat hubungan dengan faktor risiko aterosklerosis

(hipertensi, hiperlipidemia dan merokok). Hal ini berbeda dengan penelitian

prosfektif oleh Tesfaye, et al. (2005) “Vascular risk factors and diabetic

neuropathy” menunjukkan bahwa, terlepas dari kontrol glikemik, kejadian

neuropati dikaitkan dengan faktor risiko kardiovaskular yang dimodifikasi,

termasuk: peningkatan kadar trigliserida, indeks massa tubuh, merokok dan

hipertensi.

61
Young, et al. dalam Tudhope (2010) di Inggris dengan metode cross-

sectional menyimpulkan bahwa prevalensi neuropati perifer meningkat

dengan usia, dari 5% pada kelompok usia 20-29 tahun menjadi 44,2% pada

usia 70-79 tahun dengan lebih dari 50% dari DM tipe 2 berusia diatas 60

tahun. Selanjutnya penelitian di Spayol menemukan insiden 14% dengan

lama menderita DM kurang dari 5 tahun dan meningkat menjadi 50% pada

penderita yang lebih dari 20 tahun terdiagnosis DM.

Sama halnya dengan penelitian Davies, et al. (2006) “The

prevalence, severity, and impact of painful diabetic peripheral neuropathy

in type 2 diabetes” mendapati rerata durasi diabetes dengan neuropati adalah

8 tahun dan total prevalensi 26,4%, sekitar 20,8% pasien dengan durasi

diabetes kurang dari 5 tahun dan 36,8% dari mereka dengan durasi diabetes

lebih dari 10 tahun.

Dari beberapa teori dan penelitian terkait maka disimpulkan bahwa

umur, kontrol glikemik dan lama menderita DM merupakan faktor yang

berpengaruh terhadap kejadian neuropati diabetik.

2. Pengaruh latihan rentang gerak sendi bawah secara aktif terhadap sensasi

proteksi.

Hasil penelitian menunjukkan perbaikan rerata sensasi proteksi

kelompok intervensi pada kaki kanan dari 4,10 menjadi 3,30 yang

menunjukkan terdapat perbedaan yang bermakna antara pre dengan post test

(p=0,000) sama halnya pada kaki kiri dari 3,95 menjadi 3,10 dengan

(p=0,000). Sehingga dapat dikatakan bahwa ada pengaruh latihan ROM

62
aktif terhadap sensasi proteksi. Sedangkan pada kelompok kontrol tidak

terlihat perubahan yang bermakna pada kaki kanan (p=0,317) dan kaki kiri

(p=0,739; a=0,05).

Hiperglikemik kronik berkontribusi meningkatkan viskositas

pembuluh darah sehingga aliran darah yang membawa nutrien penting yang

dibutuhkan sel terhambat (Silbernagl & Lang, 2007). Selain itu terjadi

penebalan membrana basalis yang menyebabkan kerusakan “blood nerve

barrier” dan peningkatan permeabilitas sel saraf sehingga metabolit yang

toksik masuk ke dalam sel saraf. Proses iskemik ini juga menyebabkan

terganggunya transport aksonal, aktivitas Na/K-ATPase yang akhirnya

menimbulkan degenerasi akson (Kelkar, 2005).

Neuropati sensorik berakibat terjadinya demyelinasi multipokal dan

hilangnya akson sehingga penderita DM dengan neuropati akan kehilangan

sensasi dalam merasakan nyeri, panas, vibrasi dan tekanan, karakteristik

dimulai dari bagian distal ke arah proksimal (Callaghan, et al., 2012).

Dengan kata lain ujung-ujung saraf penderita tidak lagi sensitif terhadap

sensasi proteksi yang terdeteksi dengan pemeriksaan 10 g monofilamen

(Boulton, et al., 2008).

Dengan latihan ROM terjadi pergerakan tungkai yang

mengakibatkan peregangan otot-otot tungkai dan menekan vena sekitar otot

tersebut, hal ini akan mendorong darah ke arah jantung dan tekanan vena

akan menurun, mekanisme ini dikenal dengan “pompa vena” (Guyton &

Hall, 2008). Mekanisme ini akan membantu melancarkan peredaran darah

63
bagian kaki, memperbaiki sirkulasi darah, memperkuat otot-otot kecil,

mencegah terjadinya kelainan bentuk kaki, meningkatkan kekuatan otot

betis dan paha, dan mengatasi keterbatasan sendi. Peredaran darah yang

lancar akan menghambat proses demyelinisasi sel-sel saraf yang akan

merusak axon, apabila sel-sel saraf dalam kondisi baik maka proses

transmisi impuls terutama sel reseptor sensasi proteksi pun adekuat.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Semendawai

(2013) tentang “Pengaruh latihan fisik senam kaki terhadap efektifitas

fungsi sensori di daerah telapak kaki” menunjukkan hasil bahwa terdapat

perbedaan efektifitas fungsi sensori (p=0,005). Hasil yang sama juga

diperoleh Mulyati (2009) dalam penelitinnya tentang “Pengaruh masase

kaki secara manual terhadap proteksi, nyeri dan ABI pada pasien DM tipe

2” yang menunjukkan hasil bahwa terdapat perbedaan rerata skor sensasi

proteksi pasien (p=0,000). Kedua penelitian tersebut dan penelitian ini

sendiri memang menerapkan jenis terapi yang berbeda, namun dengan

melihat tujuan dari masing-masing terapi, ketiganya memiliki kesamaan

yaitu melancarkan peredaran darah.

Secara keseluruhan pada kelompok intervensi terjadi perbaikan

rerata titik sensasi proteksi, namun terdapat responden yang tidak

mengalami perbaikan sensasi proteksi (tidak terjadi penurunan titik sensasi

proteksi) yaitu kaki kanan 6 responden dan kaki kiri 4 responden. Hal ini

dikarenakan setiap responden memiliki tingkat sensitifitas yang berbeda

terhadap sensasi proteksi (dengan menggunakan monofilamen). Peneliti

64
menyimpulkan semakin banyak titik semakin sulit untuk pengembalian

mielinisasi serabut saraf. Hal ini juga dipengaruhi oleh lama seseorang

menderita DM, dan umur responden.

Penelitian tentang pengaruh durasi menderita DM terhadap derajat

neuropati perifer oleh Syamsurijal & Wahyuliati (2007) metode penelitian

observasional analitik dengan desain cross sectional study sebanyak 66

responden, membuktikan bahwa terdapat hubungan durasi menderita

diabetes melitus terhadap derajat neuropati perifer.

Sebuah penelitian cross-sectional yang bertujuan untuk mengetahui

derajat neuropati dan faktor risiko yang berhubungan dengan neuropati

dilakukan oleh Fatimah, et al. (2010). Pengukuran dilakukan dengan

menggunakan Siemens-Weinstein Monofilament (SWM) dan Neuropathy

Disability Score (NDS) untuk mengukur derajat neuropati diabetes, dengan

hasil yaitu faktor lanjut usia (p=0,02), berat badan (p=0,03), HbA1c

(p=0,005) dan lama menderita diabetes (p<0,005) sebagai kesimpulan

keempat faktor tersebut mempunyai hubungan yang bermakna dengan

derajat neuropati.

Hasil penelitian ini dan didukung hasil penelitian sebelumnya

membuktikan hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa latihan rentang

gerak sendi bawah secara aktif berpengaruh terhadap sensasi proteksi pada

pasien DM tipe 2 yang dibuktikan dengan adanya perbedaan yang bermakna

rerata skor sensasi proteksi kelompok intervensi antara pre dengan post test.

Akhirnya dapat disimpulkan bahwa latihan rentang gerak sendi bawah

65
secara aktif dapat memperbaiki sensasi proteksi pada penderita DM tipe 2

dengan komplikasi neuropati sensorik.

Hasil penelitian ini pun menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan

yang bermakna rerata sensasi proteksi pada post test antara kelompok

intervensi dengan kelompok kontrol, pada kaki kanan (p=0,073) dan kaki

kiri (p=0,186; p>0,05). Peneliti berpendapat bahwa hal ini bisa terjadi

karena pada kelompok kontrol meskipun tidak diberi latihan rentang gerak

sendi bawah secara aktif, responden tetap dianjurkan untuk aktifitas lain,

serta lebih dari setengah responden 12 orang (60%) masih aktif bekerja.

Berkaitan dengan hasil penelitian yang menyebutkan bahwa tidak

ada perbedaan rerata sensasi proteksi antara kelompok intervensi dan

kelompok kontrol, maka hasil penelitian ini menolak hipotesis yang

menyatakan bahwa sensasi proteksi berbeda pada kelompok intervensi dan

kelompok kontrol.

3. Pengaruh latihan rentang gerak sendi bawah secara aktif terhadap keluhan

polineuropati perifer.

Hasil penelitian menunjukkan perbaikan rerata keluhan polineuropati

perifer pada kelompok intervensi dari 1,70 menjadi 0,75 yang menunjukkan

terdapat perbedaan yang bermakna antara pengukuran pre dengan post

(p=0,005). Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh latihan ROM

aktif terhadap keluhan polineuropati perifer. Sedangkan pada kelompok

kontrol tidak terlihat perubahan (p=0,083; a=0,05).

66
Jaringan yang dipengaruhi oleh DM yaitu retina, ginjal, dan saraf.

Semua jaringan ini dapat ditembus glukosa dengan bebas sehingga

peningkatan konsentrasi glukosa darah meningkatkan akumulasi intraselular

glukosa dan produk metabolik glukosa yang berikutnya (Lin, Quan &

Lorenzo, 2012). Sel-sel saraf akan mengalami peningkatan kerentanan baik

terhadap faktor seluler dan faktor imun humoral, termasuk aktivasi limfosit,

deposisi imunoglobulin dan aktivasi komplemen. Akibat disfungsi saraf

sensorik yang lebih sering timbul pada segmen distal anggota gerak

terutama tungkai menimbulkan gejala yaitu nyeri seperti terbakar, kaki dan

jari-jari seperti tertusuk, mati rasa dan ketidakstabilan saat berjalan

(Boulton, et al., 2005).

Latihan ROM berfungsi melancarkan peredaran darah khususnya

pada area yang dilibatkan dalam latihan yaitu ekstremitas bawah yang akan

memudahkan nutrien masuk ke dalam sel dan secara langsung latihan pada

penderita DM dapat membantu meningkatkan sensitifitas reseptor insulin

sehingga kadar gula darah menjadi stabil. Dengan demikian kerusakan sel-

sel (khususnya sel saraf) lebih jauh dapat dihindari (Yuni & Soebardi,

2009). Dengan tetap aktif bergerak, kondisi peredaran darah tetap lancar

sehingga berpengaruh terhadap keluhan polineuropati perifer.

Latihan jasmani teratur merupakan salah satu pilar pengelolaan DM

tipe 2, selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan

dan memperbaikin sensitifitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali

67
glukosa darah. Efek ini terutama terjadi akibat peningkatan uptake gula dan

sensitifitas insulin pada otot (Sazli, 2011).

Pengaruh latihan fisik; senam aerobik terhadap penurunan kadar gula

darah pada penderita DM tipe 2 di wilayah Puskesmas Bukateja Purbalingga

oleh Indriyani, et al. (2007) menunjukkan bahwa ada pengaruh latihan fisik:

senam aerobik terhadap penurunan kadar gula darah pada penderita DM tipe

2 (p=0,0001) dengan rerata penurunan sebesar 30,14 mg%.

Hal ini sejalan dengan penelitian oleh Widyawati (2010) tentang

“Pengaruh active lower range of motion terhadap tanda dan gejala neuropati

diabetikum pada penderita DM tipe 2” di Persadia Unit RSU Dr. Soetomo

Surabaya dengan 54 responden, terdiri dari kelompok intervensi dan

kontrol. Kelompok intervensi diberi latihan ROM aktif selama sebulan

yang menunjukkan hasil bahwa terdapat perbedaan rerata skor keluhan

polineuropati p=0,031.

Dilihat dari keseluruhan kelompok intervensi terjadi perbaikan rerata

keluhan polineuropati perifer, namun terdapat 4 responden yang tidak

mengalami perbaikan (tidak terjadi penurunan poin DNS). Peneliti

berpendapat bahwa hal ini dapat disebabkan karena beberapa responden

memiliki kadar gula darah yang tidak terkontrol. Terdapat 8 responden

(40%) yang memiliki kadar GDS tinggi (>200mg/dl). Kadar gula darah

tidak semata dapat dilakukan dengan cara olahraga saja, melainkan harus

sejalan dengan pilar tatalaksana DM yang lain yaitu diet dan kontrol

(minum obat).

68
Dewi (2013) meneliti tentang faktor risiko perilaku yang

berhubungan dengan kadar gula darah pada penderita diabetes melitus tipe 2

di RSUD Kabupaten Karanganyar, dengan teknik purposive sampling

sebanyak 72 responden, penelitian ini menyimpulkan bahwa faktor risiko

perilaku yang berhubungan dengan kadar gula darah adalah sikap olahraga,

sikap pengobatan, praktik diet, praktik olahraga dan praktik pengobatan.

Faktor risiko yang dapat dimodifikasi meliputi hiperglikemia,

hipertensi, hiperkolesterolemia, penyalahgunaan alkohol dan merokok.

Bahkan, hiperglikemia telah terbukti menjadi faktor risiko terkuat untuk

pengembangan dari neuropati perifer. Dalam DCCT (Diabetes Control dan

Complictions Trial) dan UKPDS (United Kingdom Prospective Diabetes

Study), menunjukkan bahwa kontrol glukosa yang lebih baik dapat

mencegah atau memperlambat perkembangan neuropati diabetes (Tudhope,

2010).

Hasil penelitian ini dan didukung penelitian sebelumnya

membuktikan hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa latihan rentang

gerak sendi bawah secara aktif berpengaruh terhadap keluhan polineuropati

perifer penderita DM tipe 2 yang dibuktikan dengan adanya perbedaan yang

bermakna antara pengukuran pre dengan post test pada kelompok intervensi.

Akhirnya dapat disimpulkan bahwa latihan rentang gerak sendi bawah

secara aktif berpengaruh terhadap keluhan polineuropati pada penderita DM

tipe 2 dengan komplikasi neuropati sensorik.

69
Hasil penelitian ini pun menunjukkan perbedaan yang bermakna

rerata keluhan polineuropati perifer pada post test antara kelompok

intervensi dengan kelompok kontrol (p=0,001; p>0,05). Dengan demikian

maka hasil penelitian ini membuktikan hipotesis penelitian yang

menyatakan bahwa keluhan polineuropati perifer berbeda pada kelompok

intervensi dan kelompok kontrol.

A. Ketebatasan Penelitian

Peneliti menyadari bahwa dalam penelitian ini terdapat keterbatasan antara

lain:

1. Sehubungan dengan terbatasnya kualitas waktu interaksi antara peneliti dan

responden, peneliti mengalami kesulitan melakukan observasi langsung

secara terus menerus sehingga peneliti mengajarkan kepada keluarga untuk

melakukan observasi terhadap pelaksanaan latihan ROM dengan cara

mengisi lembar observasi yang telah disediakan. Peneliti merasa

pelaksanaan intervensi menjadi belum optimal karena peneliti tidak

melakukan pengawsan secara terus menerus.

2. Pemeriksaan kadar glukosa darah hanya dilakukan pada saat pertama kali

di Rumah Sakit dan peneliti tidak melakukan pemeriksaan ulang selama

penelitian berlangsung.

3. Dalam penetapan kriteria inklusi bahwa responden adalah penderita DM

tipe 2 dengan komplikasi mikrovaskuler, sementara kenyataan sampai saat

penelitian selesai dilakukan belum ada pencatatan mengenai jenis DM dan

70
komplikasi lain yang diderita, sehingga agak sulit menemukan responden

dengan neuropati diabetikum murni.

71
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat dirumuskan simpulan sebagai berikut:

1. Terdapat perbedaan yang bermakna nilai sensasi proteksi antara pre dengan

post test pada kelompok intervensi.

2. Terdapat perbedaan yang bermakna nilai keluhan polineuropati perifer

antara pre dengan post test pada kelompok intervensi.

3. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna nilai rerata sensasi proteksi antara

kelompok intervensi dengan kelompok kontrol pada post test.

4. Terdapat perbedaan yang bermakna nilai rerata keluhan polineuropati

perifer antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol pada post test.

B. Saran

Berkaitan dengan simpulan hasil penelitian, terdapat beberapa hal yang peneliti

sarankan demi pengembangan hasil penelitian ini:

1. Perlu mengoptimalkan tatalaksana DM, neuropati diabetikum dan

pencegahan komplikasi khususnya intervensi keperawatan secara

komprehensif.

2. Penerapan latihan rentang gerak sendi bawah secara aktif perlu

disempurnakan dan waktu pemberian intervensi tersebut perlu diperpanjang

untuk dapat mengetahui efektivitas latihan tersebut.

3. PERSADIA merupakan organisasi tempat berkumpulnya para penderita

DM. Agar sekiranya PERSADIA ini bisa benar-benar berfungsi dalam

72
memberikan segala bentuk informasi terutama yang berkaitan dengan

tatalaksana DM untuk meningkatkan kualitas hidup penderita DM.

73
DAFTAR PUSTAKA

American Association of Clinical Endocrinologist (AACE). (2007). Medical


guidelines for clinical practice for the management of diabetes mellitus.
Endocrine Practice , 13 (1), 3-68.

American Diabetes Association. (2012). Standards of medical care in diabetes


2012. Diabetes Care , 35 (1), S11-S63. DOI: 10.2337/dc12-s011

Andreassen, C., Jakobsen, J., & Andersen, H. (2006). A progressive late


compilcation in diabetic distal symmetric polyneuropathy. Diabetes , 55,
806-812.

Boulton, A. J., Vinik, A. I., Arezzo, J. C., Bril, V., Feldmen, E. L., Freemen, L., et
al. (2005). Diabetic neuropathies (A statement by the American Diabetes
Associatio). Diabeties Care , 28 (4), 956-962.

Boulton, A. J., Armstrong, D. G., Albert, S. F., Frygberg, R. G., Hellman, R.,
Kirkman, M. S., et al. (2008). Comprehensive foot examination and risk
assessment. Diabetes Care , 31 (8), 1679-1685. DOI: 10.2337/dc08-9021

Casselli, A., Pham, H., Giurini, J. M., Armstrong, D. G., & Veves, A. (2002). The
forefoot-rearfoot plantar pressure ratio is incrased in severe diabetic
neuropathy and can predict foot ulceration. Diabetes Care, 25 (6), 1066-
1071.

Dahlan, M. S. (2008). Langkah-langkah membuat proposal penelitian dibidang


kedokteran dan kesehatan. Jakarta: Sagung Seto.

Davies, M.,Brophy, S., William, R., & Taylor, A. (2006). The prevalence,
severity, and impact of painful diabetic peripheral neuropathy in type 2
diabetes. Diabetes Care, 29 (7), 1518-1522, DOI: 10.2337/dc05-2228

Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Selatan (2009), Profil kesehatan Sulawesi


Selatan tahun 2008, Diakses tanggal 30 Mei 2013
http://datinkessulsel.wordpress.com/profil-kesehatan/

Echeverry, D. M., (2001). Dabetic neuropathy. eMedicine Journal,


http://www.emedicine.com

Fard, A. S., Esmaelzadeh, M., & Larijani, B. (2007). Assessment and treatment of
diabetic foot ulcer. The International Journal of Clinical Practice , 61
(11), 1931-1938.
Feng, Y., Schlosser, F. J., & Sumpio, B. E. (2009). The Semmes Weinstein
monofilament examination as a screening tool for diabetic. Journal of
Vascular Surgery , 50 (3), 675-682.

Giacomozzi, C., D'Ambrogi, E., Cesinaro, S., Macellari, V., & Uccioli, L. (2008,
July 4). Muscle performance and ankle joint mobility in long term patients
with diabetes. BMC Musculoskeletal Disorders , 1-8.DOI: 10.1186/1471-
2474-9-99

Goldsmith, J. R., Lidtke, R. H., & Shott, S. (2002). The effects of Range-of-
Motion therapy on the plantar pressures of patients with Diabetes Mellitus.
Journal of the American Podiatric Medical Association , 92 (9), 483-490.

Guyton, & Hall. (2008). Buku ajar fisiologi kedokteran (11 ed). Jakarta: EGC

Hastono, S. P. (2007). Analisis data kesehatan. FKM-UI.

Hughes, R.A. (2002). Peipheral Neuropathy. British Medical Journal, 324, 466-
469.

International Diabetic Federation (IDF). (2012). Diabetes atlas. International


Diabetes Federation, diakses Tanggal 30 april 2013,
<http://www.idf.org/diabetesatlas.

Jayaprakash, P., Bhansali, A., Bhansali, S., Dutta, P., Anantharaman, R.,
Shanmugasundar, G., et al. (2011). Validation of bedside methods in
evaluation of diabetic peripheral neuropathy. Indian Journal Medical ,
645-649.

Kelkar, P. (2005). Diabetic neurophaty. Medscape . 25(2), 168-173. Diakses


tanggal 24 juni 2013, http://www.medscape.com/viewarticle/510707

Komisi Nasional Etika Penelitian Kesehatan (2005). diakses tanggal 30 Juni 2013,
http://www.knepk.litbang.depkes.go.id/knepk/

Lee, S., Kim, H., Choi, S., Park, Y., Kim, Y., & Cho, B. (2003). Clinical
usefulness of the two-site semmes-weinstein monofilament test for
detecting diabetic peripheral neuropathy. The Korean Academy of Medical
Sciences , 103-107.

Lin, H. C., Quan, D., & Lorenzo, N. (2012). Diabetic neurophaty. Medscape .
diakses tanggal 29 juni 2013
http://emedicine.medscape.com/article/1170337-differential
Meijer, J. W., Bosma, E., Lefrandt, J. D., Links, T. P., Smit, A. J., Stewart, R. E.,
et al. (2003). Clinical diagnosis of diabetic polyneuropathy with the
diabetic neuropathy symptom and diabetic neuropathy examination score.
Diabetes Care , 26 (3), 697-701.

Mulyati, L. (2009). Pengaruh masase kaki secara manual terhadap sensasi


proteksi, sensasi nyeri dan ABI pada pasien DM tipe 2 di RSUDaerah
Curup Bengkulu. FIK UI

Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI). (2011). Konsensus


pengelolaan dan pencegahan diabetes mellitus tipe 2 di Indonesia.

Pham, H., Armstrong, D. G., Harvey, C., Harkless, L. B., Giurini, J. M., & Veves,
A. (2000). Screening techniques to identify people at high risk for diabetic
foot ulceration. Diabetes Care , 23 (5), 606-611.

Potter, P. A., & Perry, A. G. (2006). Buku ajar fundamental keperawatan :


Konsep, proses dan praktik (4 ed., Vol. 2). Jakarta: EGC.

Prasetyo, G. A. (2011). Lama menderita diabetes melitus tipe 2 sebagai faktor


risiko nyeri neuropati diabetik. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada,
diakses tanggal23/01/2014,
http://etd.ugm.ac.id/index.php?mod=penelitian_detail&sub
=PenelitianDetail&act=view&typ=html&buku_id=50434&obyek_id=4

Price, S. A., & Wilson, L. M. (2006). Patofisiologi konsep klinis proses-proses


penyakit (6 ed., Vol. 2). Jakarta: EGC.

Priyantono, T. (2005). Faktor-faktor risiko yang berpengaruh terhadap timbulnya


polineuropati pada penderita DM tipe 2. Semarang: FK-UNDIP, diakses
tanggal 14 september 2013, http://eprints.undip.ac.id/15006/

Semendawai, R. K. (2013). Pengaruh latihan fisik senam kaki terhadap efektifitas


fungsi sensori di daerah telapak kaki pada penderita DM di Puskesmas
Kedung Mundu kota Semarang Jawa Tengah. Diakses tanggal 4 Juli 2013.
digilib.unismus.ac.id/files/disk1/141/jtpunismus-gdl-rudiksumaj-7048-1-
abstrak.pdf

Sigal, R. J., Kenny, G. P., Wasserman, D. H., Castaneda-Sceppa, C., & White, R.
D. (2006). Physical Activity/Exercise and Type 2 Diabetes: A consensus
statement from the American Diabetes Association. Diabetes Care , 29
(6), 1433-1438.
Silbergl, S., & Lang, F. (2007). Teks dan atlas berwarna patofisiologi. Jakarta:
EGC

Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2003). Buku ajar keperawatan medikal bedah (8
ed., Vol. 2). Jakarta: EGC.

Soewondo, P., & Aswar, A. (2007). Penatalaksanaan ketoasidosis diabetik. In R.


Gustaviani, A. Mansjoer, & I. Rinaldi (Eds.), Naskah lengkap penyakit
dalam (p. 202). Jakarta: FKUI.

Soewondo, P., & Hendarto, H. (2009). Asidosis laktat. In A. W. Sudoyo, B.


Setiyohadi, I. Alwi, M. Simadibrata, & S. Setiati, Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam (pp. 1917-1921). Jakarta: Interna Publisher.

Soewondo, P. (2009). Ketoasidosis diabetik. In A. W. Sudoyo, B. Setiyohadi, I.


Alwi, M. Simadibrata, & S. Setiati, Buku ajar ilmu penyakit dalam (pp.
1906-1911). Jakarta: Interna Publisher.

Subekti, I. (2009). Neuropati diabetik. In A. W. Sudoyo, B. Setiyohadi, I. Alwi,


M. Simadibrata, & S. Setiati, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (pp. 1947-
1951). Jakarta: Interna Publisher.

Sugiyono. (2010). Statistika untuk penelitian. Bandung: Alfabeta.

Suyono, S. (2009). Diabetes melitus di Indonesia. In A. W. Sudoyo, B.


Setiyohadi, I. Alwi, M. Simadibrata, & S. Setiati, Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam (pp. 1873-1879). Jakarta: Interna Publisher.

Tan, L. S. (2010, July 22). The clinical use of the 10 g monofilament and its
limitations : a review. Diabetes Research and Clinical Practice , 1-7.
DOI:10.1016/j.diabres.2010.06.021

Tesfaye, S., Chaturvedi, N., Eaton, S. E., Ward, J. D., Manes, C., Ionescu-
Tirgoviste, C., et al. (2005). Vascular risk factors and diabetic neuropathy.
The New England Journal of Medicine , 341-350.

Tesfaye, S., Boulton, A. J., Dyck, P. J., Freeman, R., Horowitz, M., Kempler, P.,
et al. (2010). Diabetic neuropathies: update on definitions, diagnostic
criteria, estimation of severity, and treatments. Diabetes Care , 33 (10),
2285-2293.

Tesfaye, S. and Selvarajah, D. (2012), Advances in the epidemiology,


pathogenesis and management of diabetic peripheral neuropathy. Diabetes
Metab. Res. Rev., 28: 8–14. doi: 10.1002/dmrr.2239 diakses tanggal 5 Juli
2013, http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/dmrr.2239/full

Tucker, M. E. (2009). Tuning fork bested monofilament in neurophaty diabetic


screens. IMNG Medical Media. diakses tanggal 28 juni 2013
http://www.clinicalendocrinologynews.com/news/clinical-news/single-
article/tuning-fork-bested-monofilament-in-diabetic-neuropathy-
screens/7429a164b9f7216042757d8e19a132f7.html

Widyawati, I. Y. (2010). Pengaruh latihan aktive lower range of motion terhadap


tanda dan gejala neuropati diabetikum pada penderita DM tipe II di
PERSADIA unit RSU Dr. Soetomo Surabaya. Media Jurnal Ners , 5 (2).

Yunir, E., & Soebardi, S. (2009). Terapi non farmakologis pada diabetes mellitus.
In A. W. Sudoyo, B. Setiyohadi, I. Alwi, M. Simadibrata, & S. Setiati,
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (pp. 1891-1895). Jakarta: Interna
Publisher.

Young, M. J., Boulton, A. J. M., Macleod, A. F., William, D. R. R., & Sonksen, P.
H. (1993). A multicentre study of the prevalence of diabetic peripheral
neuropathy in the United Kingdom hospital clinic population.
Diabetologia, 36 (2), 150-154. DOI: 10.1007/BF00400697

Zimny, S., Schatz, H., & Pfohl, M. (2004). The role of limited joint mobility in
diabetic patients with an at risk foot. Diabetes Care , 27 (4), 942-946.
Lampiran 1

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON RESPONDEN

Assalamualaikum Bapak (Ibu) perkenalkan nama saya Surianti

mahasiswi Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas

Hasanuddin Makassar. Saat ini saya sedang melakukan penelitian sebagai salah

satu persyaratan menyelesaikan pendidikan yang berjudul “pengaruh latihan

rentang gerak sendi bawah secara aktif terhadap kejadian neuropati sensorik

pada penderita DM tipe 2 non ulkus di RSUD Kab. Wajo.”

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh latihan rentang

gerak sendi bawah secara aktif terhadap kejadian neuropati sensorik pada

penderita DM tipe 2 non ulkus. Penelitian ini membutuhkan sekitar 44 subyek

penelitian dengan waktu keikutsertaan masing-masing selama kurang lebih 1

hari.

A. Kesukarelaaan untuk ikut penelitian.

Bapak/Ibu bebas memutuskan untuk ikut serta dalam penelitian ini dan bebas

untuk mengundurkan diri tanpa dikenai sanksi apapun. Bila Bapak/Ibu tidak

bersedia untuk berpartisipasi maka Bapak/Ibu tetap akan menerima perawatan

medis seperti pasien yang lain.

B. Prosedur penelitian.

Apabila Bapak/Ibu bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian ini,

Bapak/Ibu diminta untuk menandatangani lembar persetujuan sebanyak dua

rangkap yaitu satu untuk disimpan dan satu untuk peneliti.


Adapun prosedur penelitian adalah sebagai berikut:

1. Pemeriksaan 10 g monofilamen 10 titik telapak kaki kanan dan kiri secara

acak, serta pemberian kuesioner yang berupa pertanyaan kepada

Bapak/Ibu mengenai kondisi penyakit.

2. Selanjutnya pada kelompok intervensi akan dilakukan latihan rentang

gerak sendi bawah secara aktif oleh responden secara rutin setiap hari,

sedangkan pada kelompok kontrol tidak diberi latihan hanya dianjurkan

untuk tetap melakukan aktifitas seperti biasa, kedua kelompok akan

diobservasi 3 kali seminggu dengan pemeriksaan 10 g monofilamen dan

kuesioner.

C. Kewajiban subyek penelitian.

Sebagai suyek penelitian, Bapak/Ibu berkewajiban mengikuti aturan atau

petunjuk penelitian yang tertulis di atas. Bila ada yang belum jelas, Bapak/Ibu

bisa bertanya lebih lanjut kepada peneliti. Selama penelitian obat-obatan yang

diinstruksikan dokter tetap dilanjutkan.

D. Risiko dan efek samping.

Penelitian yang dilakukan ini tidak memberikan risiko dan efek samping

kepada Bapak/Ibu.

E. Manfaat.

Keuntungan langsung yang Bapak/Ibu dapatkan dalam penelitian ini adalah

bisa mengetahui kondisi penyakitnya apa sudah terjadi komplikasi neuropati

sensorik atau tidak. Dengan adanya latihan rentang gerak sendi bawah secara
aktif diharapkan dapat mengurangi gejala neuropati sensorik yang dirasakan

responden.

F. Kerahasiaan.

Semua informasi yang berkaitan dengan identitas subyek penelitian akan

dirahasiakan dan hanya akan diketahui oleh peneliti. Hasil penelitian ini akan

dipublikasikan tanpa identitas subyek penelitian.

G. Pembiayaan.

Dalam penelitian ini Bapak/Ibu tidak dibebankan terhadap biaya apapun.

H. Informasi tambahan.

Bapak/Ibu diberi kesempatan untuk menanyakan semua hal yang belum jelas

sehubungan dengan penelitian ini.


Lampiran 2

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama :

Umur :

Alamat :

Setelah mendengarkan penjelasan tentang penelitian yang akan dilakukan

oleh saudari Surianti, Mahasiswi Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas

Kedokteran Universitas Makassar yang berjudul “pengaruh latihan rentang gerak

sendi bawah secara aktif terhadap kejadian neuropati diabetikum pada penderita

DM tipe 2 non ulkus di RSUD Kab. Wajo.”

Oleh karena itu, saya bersedia menjadi responden dalam penelitian ini,

saya bersedia memberikan informasi yang benar terhadap pertanyaan penelitian

ini dan saya bersedia untuk menjalani pemeriksaan yang dibutuhkan untuk

kepentingan penelitian.

Demikian surat pernyataan ini saya buat, untuk dapat dipergunakan

sebagaimana mestinya.

Sengkang, 2013

Peneliti Responden

(Surianti) ( )
Lampiran 3
LEMBAR KUESIONER DATA DEMOGRAFI

Nomor Responden :

Petunjuk Pengisian :

Jawablah pertanyaan berikut ini dengan mengisi tempat kosong yang

tersedia dengan memberi tanda check list (√) pada pilihan yang mewakili jawaban

Bapak/Ibu/Saudara/I.

Tanggal pengisian :

1. Jenis kelamin

Laki-laki

Perempuan

2. Usia tahun

3. Tingkat pendidikan terakhir

Perguruan Tinggi

SMA/sederajat

SMP/sederajat

SD

Tidak sekolah

4. Pekerjaan

Tidak bekerja

Pensiunan

Pegawai negeri

Pegawai swasta

Wiraswasta
5. Riwayat anggota keluarga lain yang menderita DM dan atau neuropati

diabetikum

Ada

Tidak ada

6. Riwayat Bapak/Ibu menderita hipertensi (darah tinggi)

Ya

Tidak

Sebutkan sudah berapa tahun Bapak/Ibu menderita darah tinggi?

7. Berapa tahun Bapak/Ibu menderita DM (kencing manis)?

5-10 tahun

> 10 tahun

8. Kebiasaan merokok

Ya, merokok

Tidak merokok

Berhenti merokok (< 1 tahun)

Bila jawaban no. 8 adalah “Ya, merokok” lanjutkan untuk menjawab

pertanyaan no. 9

9. Berapa batang Bapak/Ibu merokok dalam sehari?

1-10 batang per hari

>10 batang per hari

10. kadar glukosa darah terakhir (1 bulan terakhir)


Lampiran 4

LEMBAR DIAGNOSIS
DIABETIC NEUROPATHY EXAMINATION SCORE (DNE-Score)

Nomor Responden :

ITEM SKOR KET

A. Kekuatan otot 1) Quadrisep femoris (ekstensi sendi


lutut)
2) Tibialis anterior (dorsofleksi
kaki)
B. Refleks 3) Trisep surae/tendo achiles
C. Sensibilitas jari 4) Sensitivitas terhadap tusukan
telunjuk jarum
D. Sensibilitas ibu 5) Sensitvitas terhadap tusukan
jari kaki jarum
6) Sensitivitas terhadap sentuhan
7) Persepsi getar dengan
menggunakan garpu tala
8) Sensitivitas terhadap posisi sendi
TOTAL SKOR

Keterangan :

Skor 0 adalah normal; skor 1: defisit ringan atau sedang (kekuatan otot 3-4,

refleks dan sensitivitas menurun); skor 2: defisit berat (kekuatan otot 0-2, refleks

dari sensitivitas negatif/tidak ada)

Nilai maksimal dari 4 macam pemeriksaan tersebut diatas adalah 16. Sedangkan

kriteria diagnostik untuk neuropati bila nilai > 3 dari 16 nilai tersebut.
Lampiran 5

KUESIONER
DIABETIC NEUROPATHY SYMPTOM SCORE (DNS-Score)

Nomor Responden :

Petunjuk Pengisian :

 Berikan jawaban “Ya” (positif = 1 poin) diberikan apabila gejala

seringkali muncul dalam 1 minggu selama 2 minggu terakhir.

 Apabila tidak maka berikan jawaban “Tidak” (negatif = 0 poin)

NO PERTANYAAN JAWABAN SKOR


YA TIDAK
Selama 2 minggu terakhir
1. Apakah Anda mengalami ketidakstabilan saat
berjalan?
2. Apakah Anda merasakan nyeri seperti terbakar
atau kelemahan pada kaki dan atau jari kaki?
3. Apakah Anda merasakan kaki atau jari kaki
seperti ditusuk-tusuk?
4. Apakah kaki atau jari kaki Anda mati rasa?
TOTAL SKOR

Keterangan :

Nilai maksimum = 4 poin

0 poin : Polineuropati Perifer (PNP) tidak terjadi

1-4 poin : Polineuropati Perifer (PNP) terjadi


PEDOMAN PENGISIAN KUESIONER
DIABETIC NEUROPATHY SYMPTOM SCORE (DNS-Score)

Pertanyaan (1) : Suatu kondisi ketidakstabilan sehingga responden berjalan

seperti “orang mabuk” dan membutuhkan kontrol penglihatan.

Pertanyaan ini diberikan dengan asumsi bahwa responden

tidak mengalami keterbatasan dalam penglihatan, pendengaran

dan tidak mengalami defisit neurologis.

Pertanyaan (2) : Pertanyaan ini diberikan dengan asumsi bahwa klaudikasio

intermiten terjadi dengan mengesampingkan rasa sakit yang

muncul saat berjalan dan menghilang saat istirahat. Nyeri

iskemik pada saat istirahat muncul sebagai akibt adanya

penurunan pulsasi pada kaki dan pergelangan kaki dan atau

penurunan tekanan pada kaki.

Pertanyaan (3) : Kondisi ini ditekankan sering terjadi pada saat istirahat atau

pada malam hari, bagian distal atau proksimal, atau

menyeluruh.

Pertanyaan (4) : Kondisi ini ditekankan apakah terjadi di bagian distal,

proksimal atau menyeluruh.


Lampiran 6

PEDOMAN PENILAIAN MONOFILAMEN TES


Boulton, et al., (2008) dan Widyawati (2010)

Beberapa hal yang harus diperhatikan pada saat pemeriksaan yaitu sebagai

berikut:

a. Monofilamen tidak boleh dipergunakan lebih dari 24 jam.

b. Sebelum pemeriksaan dilakukan tunjukkan terlebih dahulu alat yang akan

dipergunakan dan lakukan uji coba pada lengan atau punggung tangan pasien

untuk memastikan bahwa alat yang dipergunakan aman dan tidak akan

melukai penderita.

c. Minta pasien untuk menutup mata, memalingkan wajah atau menatap ke atas.

d. Minta pasien untuk memberitahu ketika merasakan sentuhan monofilamen.

e. Penilaian sensasi proteksi ini dikatakan ”positif” apabila klien dapat merasakan

sensasi, sedangkan “negatif” apabila klien tidak mampu merasakan sensasi

yang diberikan. Hasil abnormal jika pasien tidak dapat merasakan sentuhan

monofilamen ketika ditekankan pada kaki dengan tekanan yang cukup.

Tekanan yang cukup dilihat saat monofilamen melengkung. Kegagalan

merasakan monofiamen pada 4 titik dari 10 titik pemeriksaan menunjukkan

bahwa penderita mengalami kehilangan sensasi proteksi.

f. Sentuh monofilamen pada setiap titik di telapak kaki secara acak selama 1 - 2

detik.

Perhatian: Jangan lakukan pemeriksaan dengan monofilamen apabila kulit

mengalami luka, nekrosis atau terdapat kalus.


Lampiran 7

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)


LATIHAN ROM (aktive lower range of motion)
PENGERTIAN Aktivitas rentang gerak sendi ekstremitas bawah
(pinggul, lutut, pergelangan kaki, kaki dan jari-jari
kaki) yang dilakukan responden secara mandiri 2 kali
sehari selama 1 bulan dengan intensitas 10 kali tiap
gerakan.
TUJUAN a. Untuk mengkaji kemampuan rentang gerak sendi

b. Untuk mempertahankan mobilitas dan fleksibilitas

fungsi sendi (mempertahankan tonus otot dan

mobilitas sendi)

c. Untuk mengembalikan fungsi sendi yang mengalami

kerusakan akibat penyakit, trauma atau kurangnya

penggunaan sendi

d. Untuk evaluasi respon klien terhadap suatu program

latihan

SASARAN Pasien DM tipe 2 yang berkunjung di poliklinik RSUD


Kab. Wajo.
PETUGAS Peneliti.
PERALATAN Lembar observasi.
Leaflet ROM
A. Tahap Pra Interaksi
1. Menyiapkan program latihan fisik.
2. Menyiapkan alat (lembar observasi) dan leaflet.
B. Tahap Orientasi
1. Mungucapkan salam dan sapa nama responden.
2. Menjelaskan tujuan/manfaat dan prosedur
pelaksanaan.
3. Menanyakan persetujuan/kesiapan responden.
PROSEDUR C. Tahap kerja
PELAKSANAAN 1. Menjaga privasi responden.
2. Melakukan latihan ROM pada ekstremitas kanan
dan kiri bawah:
a. Pinggul
1) Fleksi: Menggerakkan tungkai ke depan
dan atas (90-120°)
2) Ekstensi: Menggerakkan kembali ke
samping tungkai yang lain, (90-120°)

3) Hiperekstensi: Mengerakan tungkai ke


belakang tubuh (30-50°)

4) Abduksi: Menggerakkan tungkai ke


samping menjauhi tubuh (30-50°)
5) Adduksi: Mengerakkan tungkai kembali
ke posisi media dan melebihi jika
mungkin (30-50°)
6) Rotasi dalam: Memutar kaki dan tungkai
ke arah tungkai lain (90°)
7) Rotasi luar: Memutar kaki dan tungkai
menjauhi tungkai lain (90°)
8) Sirkumduksi: Menggerakan tungkai
melingkar

b. Lutut
1) Fleksi: Mengerakkan tumit ke arah
belakang paha (120-130°)
2) Ekstensi: Mengembalikan tungkai kelantai
(120-130°)

c. Pergelangan kaki
1) Dorsifleksi: Menggerakkan kaki sehingga
jari-jari kaki menekuk ke atas (20-30°)
2) Flantarfleksi: Menggerakkan kaki
sehingga jari-jari kaki menekuk ke bawah
(45-50°)
d. Kaki
1) Inversi: Memutar telapak kaki ke samping
dalam (10°)
2) Eversi: Memutar telapak kaki ke samping
luar (10°)

e. Jari-jari kaki
1) Fleksi: Menekukkan jari-jari kaki ke
bawah (30-60°)
2) Ekstensi: Meluruskan jari-jari kaki (30-
60°)
3) Abduksi: Menggerakkan jari-jari kaki satu
dengan yang lain (15°)
4) Adduksi: Merapatkan kembali bersama-
sama (15°)

D. Tahap Terminasi
1. Melakukan evaluasi tindakan yang akan
dilakukan.
2. Berpamitan dengan responden
3. Mencatat hasil dalam lembar observasi.
Lampiran 8
Lampiran 9
Lampiran 10
Lampiran 11

Master Tabel
DATA DEMOGRAFI RESPONDEN

Lama
Umur GDS
No KLP JK PDDK PKRJ R_DM R_HT DM Merokok
(tahun) (tahun) (mg/dl)
1 1 2 43 2 3 2 2 8 2 282
2 1 1 52 1 3 2 2 7 2 248
3 1 1 66 3 5 2 2 8 2 116
4 1 1 70 4 1 2 2 6 2 174
5 1 1 56 2 5 2 2 10 2 517
6 1 1 66 2 2 2 2 10 2 300
7 1 2 63 3 1 2 1 10 2 410
8 1 1 52 2 3 2 2 9 2 377
9 1 2 47 2 1 2 2 8 2 150
10 1 1 57 2 3 2 2 10 2 254
11 1 1 56 2 3 2 2 9 2 132
12 1 1 62 3 5 2 2 7 2 145
13 1 1 56 1 3 1 2 10 2 82
14 1 1 62 5 1 2 1 10 2 143
15 1 2 42 1 3 1 1 7 2 140
16 1 1 63 4 1 2 2 6 2 140
17 1 1 62 1 4 1 2 10 2 197
18 1 1 60 4 1 2 2 8 2 121
19 1 2 63 2 1 2 1 6 2 264
20 1 2 65 3 1 2 1 9 2 172
21 2 2 57 3 1 2 2 7 2 140
22 2 2 56 2 3 1 1 10 2 194
23 2 2 64 4 1 2 1 8 2 170
24 2 1 60 3 5 2 2 9 2 179
25 2 1 53 1 3 2 2 10 2 234
26 2 1 52 1 3 1 2 10 2 404
27 2 1 66 1 4 2 2 6 2 442
28 2 2 72 4 1 2 2 9 2 203
29 2 2 47 1 3 1 1 6 2 242
30 2 1 54 2 5 2 2 9 2 220
31 2 2 57 4 1 2 2 7 2 193
32 2 1 46 1 3 1 2 6 2 436
33 2 1 47 3 5 2 2 6 2 277
34 2 2 52 2 5 2 2 6 2 166
35 2 2 51 1 3 2 2 10 2 321
36 2 1 45 1 3 2 2 8 2 198
37 2 2 60 5 1 2 1 10 2 300
38 2 2 55 4 1 2 2 9 2 299
39 2 2 57 4 1 2 1 9 2 175
40 2 1 62 4 1 2 2 8 2 145
LEMBAR OBSERVASI SENSASI PROTEKSI (SP) DENGAN MONOFILAMEN
DAN KELUHAN POLINEUROPATI PERIFER (PNP) DENGAN DNS

NILAI
PRE POST1 POST2 POST3 POST4 Perubahan
KLP

NO
SP SP SP SP SP SP
PNP PNP PNP PNP PNP PNP
ka ki ka ki ka ki ka ki ka ki ka ki
1 1 4 3 2 4 3 2 3 3 2 3 3 1 3 2 0 1 1 2
2 1 4 3 1 4 3 1 3 3 1 3 2 0 2 2 0 2 1 1
3 1 5 4 2 5 4 2 5 4 2 4 4 2 4 4 2 1 0 0
4 1 4 6 1 4 6 1 4 6 1 3 6 1 3 6 1 1 0 0
5 1 5 5 2 5 5 2 5 5 2 5 4 2 4 4 2 1 1 0
6 1 6 6 3 6 6 3 5 5 3 5 5 3 4 5 2 2 1 1
7 1 5 3 2 5 3 2 5 3 2 5 3 1 4 2 1 1 1 0
8 1 2 5 2 2 5 2 2 5 1 2 5 1 2 4 1 0 1 1
9 1 4 3 1 4 3 1 4 3 1 4 2 1 3 2 0 1 1 1
10 1 4 3 2 4 3 2 4 3 1 3 2 0 3 2 0 1 1 2
11 1 5 3 2 5 3 2 5 3 2 5 2 1 4 2 1 1 1 1
12 1 3 5 1 3 5 1 3 4 1 3 4 1 2 3 0 1 2 1
13 1 4 5 2 4 5 2 4 5 2 4 5 1 4 4 1 0 1 1
14 1 4 4 2 4 4 2 4 4 2 4 4 2 4 4 1 0 0 1
15 1 4 2 1 4 2 1 4 2 1 3 2 1 3 1 0 1 1 1
16 1 3 4 1 3 4 1 3 4 1 3 4 0 2 3 0 1 1 1
17 1 6 3 2 6 3 2 6 3 2 6 3 1 5 2 1 1 1 1
18 1 2 4 2 2 4 2 2 4 1 2 4 1 2 3 1 0 1 1
19 1 3 4 1 3 4 1 3 4 1 3 4 0 3 3 0 0 1 1
20 1 5 4 2 5 4 2 5 4 2 5 4 1 5 4 1 0 0 1
21 2 4 2 1 4 2 1 4 2 1 5 2 1 5 3 1 1 1 0
22 2 2 4 2 2 4 2 2 4 2 2 4 2 2 4 2 0 0 0
23 2 5 3 2 5 3 2 5 3 2 5 3 2 5 4 2 0 1 0
24 2 4 3 2 4 3 2 4 3 2 4 3 2 4 3 2 0 0 0
25 2 3 5 1 3 5 1 3 5 1 3 5 1 3 6 1 0 1 0
26 2 4 4 2 4 4 2 4 4 2 4 4 2 4 4 2 0 0 0
27 2 6 2 1 6 2 1 6 2 1 6 2 1 6 2 1 0 0 0
28 2 5 5 2 5 5 2 5 5 2 5 5 2 6 5 2 1 0 0
29 2 4 3 1 4 3 1 4 2 1 4 2 1 3 2 0 1 1 1
30 2 4 3 1 4 3 1 4 3 1 4 3 1 4 3 1 0 0 0
31 2 4 4 2 4 4 2 4 4 2 4 4 2 4 3 2 0 1 0
32 2 4 2 1 4 2 1 4 2 1 4 2 1 4 2 0 0 0 1
33 2 5 2 1 5 2 1 4 2 1 4 2 0 4 2 0 1 0 1
34 2 3 6 1 3 6 1 3 6 1 3 6 1 3 6 1 0 0 0
35 2 5 5 2 5 5 2 5 5 2 5 5 2 5 5 2 0 0 0
36 2 4 4 2 4 4 2 4 3 2 4 3 2 3 3 1 1 1 1
37 2 3 5 2 3 5 2 3 5 2 3 5 2 3 6 2 0 1 0
38 2 4 2 2 4 2 2 4 2 2 4 2 2 4 2 2 0 0 0
39 2 3 6 2 3 6 2 3 6 2 3 6 2 3 6 2 0 0 0
40 2 4 4 1 4 4 1 4 4 1 4 4 1 4 4 1 0 0 0
Keterangan
JK: PDDK: PKRJ: R_DM: R_HT: Merokok: Kelompok:
1. Laki-laki 1. PT 1. TB 1. Ya 1. Ya 1. Ya 1. intervensi
2. Perempuan 2. SMA 2. P 2. Tidak 2.Tidak 2. Tidak 2. kontrol
3. SMP 3. PNS 3. Berhenti
4. SD 4. PS
5. TS 5. WRS
Lampiran 12
Hasil SPSS
Distribusi Frekuensi Data Demografi Kelompok intervensi
N Minimum Maximum Mean Std.
Deviation
Jenis_Kelamin_intervens 20 1 2 1,30 ,470
i
UMUR_intervensi 20 42 70 58,15 7,727
Pendidikan_intervensi 20 1 5 2,45 1,146
Pekerjaan_intervensi 20 1 2 1,55 ,510
Riwayat_Genetik_DM_I 20 1 2 1,85 ,366
ntervensi
Riwayat_HT_intervensi 20 1 2 1,75 ,444
Lama_DM_intervensi 20 6 10 8,40 1,501
merokok_intervensi 20 2 2 2,00 ,000
GDS_intervensi 20 82 517 218,20 113,467
Valid N (listwise) 20

Jenis_Kelamin_intervensi
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
laki-laki 14 70,0 70,0 70,0
Valid perempuan 6 30,0 30,0 100,0
Total 20 100,0 100,0

UMUR_intrvensi.
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
kurang dari 60 tahun 9 45,0 45,0 45,0
Valid lebih dari 60 tahun 11 55,0 55,0 100,0
Total 20 100,0 100,0

Pendidikan_intervensi
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
PT 4 20,0 20,0 20,0
SMA 8 40,0 40,0 60,0
SMP 4 20,0 20,0 80,0
Valid
SD 3 15,0 15,0 95,0
TS 1 5,0 5,0 100,0
Total 20 100,0 100,0

Pekerjaan_intervensi
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Tidak Bekerja 9 45,0 45,0 45,0
Bekerja 11 55,0 55,0 100,0
Total 20 100,0 100,0

Riwayat_Genetik_DM_Intervensi
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Ya 3 15,0 15,0 15,0
Valid Tidak 17 85,0 85,0 100,0
Total 20 100,0 100,0

Riwayat_HT_intervensi
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Ya 5 25,0 25,0 25,0
Valid Tidak 15 75,0 75,0 100,0
Total 20 100,0 100,0

Lama_DM_intervensi.
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
kurang dari 7 tahun 3 15,0 15,0 15,0
Valid lebih dari 7 tahun 17 85,0 85,0 100,0
Total 20 100,0 100,0

merokok_intervensi
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Tidak 20 100,0 100,0 100,0

GDS_intervensi.
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Normal 12 60,0 60,0 60,0
Valid Tinggi 8 40,0 40,0 100,0
Total 20 100,0 100,0

Distribusi Frekuensi Data Demografi Kelompok kontrol


N Minimum Maximum Mean Std.
Deviation
Jenis_Kelamin_kontrol 20 1 2 1,55 ,510
UMUR_kontrol 20 45 72 55,65 7,043
Pendidikan_kontrol 20 1 5 2,55 1,395
Pekerjaan_kontrol 20 1 5 1,75 ,910
Riwayat_Genetik_DM_k 20 1 2 1,80 ,410
ontrol
Riwayat_HT_kontrol 20 1 2 1,75 ,444
L_DM_kontrol 20 6 10 8,15 1,565
Merokok_kontrol 20 2 2 2,00 ,000
GDS 20 140 442 246,90 93,308
Valid N (listwise) 20

Jenis_Kelamin_kontrol
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Laki-laki 9 45,0 45,0 45,0
Valid Perempuan 11 55,0 55,0 100,0
Total 20 100,0 100,0

UMUR_kontrol
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
kurang dari 60 tahun 14 70,0 70,0 70,0
Valid lebih dari 60 tahun 6 30,0 30,0 100,0
Total 20 100,0 100,0

Pendidikan_kontrol
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
PT 7 35,0 35,0 35,0
SMA 3 15,0 15,0 50,0
SMP 3 15,0 15,0 65,0
Valid
SD 6 30,0 30,0 95,0
TS 1 5,0 5,0 100,0
Total 20 100,0 100,0

Pekerjaan_kontrol
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Tidak Bekerja 8 40,0 40,0 40,0
Bekerja 11 55,0 55,0 95,0
Valid
5 1 5,0 5,0 100,0
Total 20 100,0 100,0

Riwayat_Genetik_DM_kontrol
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Ya 4 20,0 20,0 20,0
Valid Tidak 16 80,0 80,0 100,0
Total 20 100,0 100,0
Riwayat_HT_kontrol
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Ya 5 25,0 25,0 25,0
Valid Tidak 15 75,0 75,0 100,0
Total 20 100,0 100,0

Lama_DM_Kontrol
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
kurang dari 7 tahun 5 25,0 25,0 25,0
Valid lebih dari 7 tahun 15 75,0 75,0 100,0
Total 20 100,0 100,0

Merokok_kontrol
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Tidak 20 100,0 100,0 100,0

GDS_Kontrol
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Normal 9 45,0 45,0 45,0
Valid Tinggi 11 55,0 55,0 100,0
Total 20 100,0 100,0
UJI NORMALITAS DATA SENSASI PROTEKSI (MONOFILAMEN)

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Intervensi_Pre_kanan 20 100,0% 0 0,0% 20 100,0%
Intervensi_Post_kanan 20 100,0% 0 0,0% 20 100,0%
Intervensi_Pre_Kiri 20 100,0% 0 0,0% 20 100,0%
Intevensi_Post_kiri 20 100,0% 0 0,0% 20 100,0%
Kontrol_Pre_Kanan 20 100,0% 0 0,0% 20 100,0%
Kontrol_Post_Kanan 20 100,0% 0 0,0% 20 100,0%
Kontrol_Pre_Kiri 20 100,0% 0 0,0% 20 100,0%
Kontrol_Post_Kiri 20 100,0% 0 0,0% 20 100,0%

Descriptives
Statistic Std. Error
Mean 4,10 ,219
95% Confidence Interval for Lower Bound
Mean Upper Bound
5% Trimmed Mean 4,11
Median 4,00
Variance 1,253
Intervensi_Pre_kanan Std. Deviation 1,119
Minimum 2
Maximum 6
Range 4
Interquartile Range 2
Skewness -,215 ,512
Kurtosis -,195 ,992
Mean 3,30 ,280
95% Confidence Interval for 2,84 2,94
Mean 3,76 3,96
5% Trimmed Mean 3,28
Median 3,00
Variance ,958
Intervensi_Post_kanan Std. Deviation ,979
Minimum 2
Maximum 5
Range 3
Interquartile Range 2
Skewness ,067 ,512
Kurtosis -,964 ,992
Mean 3,95 ,246
95% Confidence Interval for Lower Bound 3,44
Intervensi_Pre_Kiri Mean Upper Bound 4,46
5% Trimmed Mean 3,94
Median 4,00
Variance 1,208
Std. Deviation 1,099
Minimum 2
Maximum 6
Range 4
Interquartile Range 2
Skewness ,372 ,512
Kurtosis -,551 ,992
Mean 3,10 ,280
95% Confidence Interval for 2,51
Mean 3,69
5% Trimmed Mean 3,06
Median 3,00
Variance 1,568
Intevensi_Post_kiri Std. Deviation 1,252
Minimum 1
Maximum 6
Range 5
Interquartile Range 2
Skewness ,507 ,512
Kurtosis -,092 ,992
Mean 4,00 ,205
95% Confidence Interval for Lower Bound 3,57
Mean Upper Bound 4,43
5% Trimmed Mean 4,00
Median 4,00
Variance ,842
Kontrol_Pre_Kanan Std. Deviation ,918
Minimum 2
Maximum 6
Range 4
Interquartile Range 2
Skewness ,000 ,512
Kurtosis ,536 ,992
Mean 3,85 ,244
95% Confidence Interval for Lower Bound 3,34
Mean Upper Bound 4,36
5% Trimmed Mean 3,83
Median 4,00
Variance 1,187
Kontrol_Post_Kanan Std. Deviation 1,089
Minimum 2
Maximum 6
Range 4
Interquartile Range 2
Skewness ,598 ,512
Kurtosis -,263 ,992
Mean 3,55 ,276
Kontrol_Pre_Kiri 95% Confidence Interval for Lower Bound 2,97
Mean Upper Bound 4,13
5% Trimmed Mean 3,50
Median 3,50
Variance 1,524
Std. Deviation 1,234
Minimum 2
Maximum 6
Range 4
Interquartile Range 3
Skewness ,246 ,512
Kurtosis -,949 ,992
Mean 3,60 ,285
95% Confidence Interval for Lower Bound 3,00
Mean Upper Bound 4,20
5% Trimmed Mean 3,56
Median 3,00
Variance 1,621
Kontrol_Post_Kiri Std. Deviation 1,273
Minimum 2
Maximum 6
Range 4
Interquartile Range 2
Skewness ,517 ,512
Kurtosis -,650 ,992

Percentiles
Percentiles
5 10 25 50
Intervensi_Pre_kanan 2,00 2,10 3,25 4,00
Intervensi_Post_kanan 2,00 2,00 3,00 3,00
Intervensi_Pre_Kiri 2,05 3,00 3,00 4,00
Weighted Average(Definition Intevensi_Post_kiri 2,00 2,00 2,00 3,00
1) Kontrol_Pre_Kanan 2,05 3,00 3,25 4,00
Kontrol_Post_Kanan 2,05 3,00 3,00 4,00
Kontrol_Pre_Kiri 2,00 2,00 2,25 3,50
Kontrol_Post_Kiri 2,00 2,00 3,00 3,00
Intervensi_Pre_kanan 3,50 4,00
Intervensi_Post_kanan 3,00 3,00
Intervensi_Pre_Kiri 3,00 4,00
Intevensi_Post_kiri 2,00 3,00
Tukey's Hinges
Kontrol_Pre_Kanan 3,50 4,00
Kontrol_Post_Kanan 3,00 4,00
Kontrol_Pre_Kiri 2,50 3,50
Kontrol_Post_Kiri 3,00 3,00

Percentiles
Percentiles
75 90 95
Intervensi_Pre_kanan 5,00 5,90 6,00
Intervensi_Post_kanan 4,00 5,00 5,95
Intervensi_Pre_Kiri 5,00 5,90 6,00
Intevensi_Post_kiri 4,00 4,90 5,95
Weighted Average(Definition 1)
Kontrol_Pre_Kanan 4,75 5,00 5,95
Kontrol_Post_Kanan 4,75 5,90 6,00
Kontrol_Pre_Kiri 4,75 5,00 5,95
Kontrol_Post_Kiri 4,75 5,90 6,00
Intervensi_Pre_kanan 5,00
Intervensi_Post_kanan 4,00
Intervensi_Pre_Kiri 5,00
Intevensi_Post_kiri 4,00
Tukey's Hinges
Kontrol_Pre_Kanan 4,50
Kontrol_Post_Kanan 4,50
Kontrol_Pre_Kiri 4,50
Kontrol_Post_Kiri 4,50

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic Df Sig.
Intervensi_Pre_kanan ,214 20 ,017 ,921 20 ,102
Intervensi_Post_kanan ,213 20 ,018 ,879 20 ,017
Intervensi_Pre_Kiri ,206 20 ,025 ,908 20 ,057
Intevensi_Post_kiri ,210 20 ,021 ,911 20 ,066
Kontrol_Pre_Kanan ,250 20 ,002 ,904 20 ,048
Kontrol_Post_Kanan ,232 20 ,006 ,887 20 ,024
Kontrol_Pre_Kiri ,172 20 ,123 ,905 20 ,052
Kontrol_Post_Kiri ,231 20 ,006 ,898 20 ,037

Intervensi_Pre_kanan
Intervensi_Post_kanan

Intervensi_Pre_Kiri
Intevensi_Post_kiri
Kontrol_Pre_Kanan

Kontrol_Post_Kanan
Kontrol_Pre_Kiri
Kontrol_Post_Kiri
Uji Normalitas PNP (DNS)

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
DNS_intervensi_Pre 20 100,0% 0 0,0% 20 100,0%
DNS_Intervensi_Post 20 100,0% 0 0,0% 20 100,0%
DNS_Kontrol_Pre 20 100,0% 0 0,0% 20 100,0%
DNS_Kontrol_Post 20 100,0% 0 0,0% 20 100,0%

Descriptives
Statistic Std. Error
Mean 1,70 ,128
95% Confidence Interval Lower Bound 1,43
for Mean Upper Bound 1,97
5% Trimmed Mean 1,67
Median 2,00
Variance ,326
DNS_intervensi_Pre Std. Deviation ,571
Minimum 1
Maximum 3
Range 2
Interquartile Range 1
Skewness ,038 ,512
Kurtosis -,395 ,992
Mean ,75 ,160
95% Confidence Interval Lower Bound ,41
for Mean Upper Bound 1,09
5% Trimmed Mean ,72
Median 1,00
Variance ,513
DNS_Intervensi_Post Std. Deviation ,716
Minimum 0
Maximum 2
Range 2
Interquartile Range 1
Skewness ,418 ,512
Kurtosis -,826 ,992
Mean 1,55 ,114
95% Confidence Interval Lower Bound 1,31
for Mean Upper Bound 1,79
5% Trimmed Mean 1,56
DNS_Kontrol_Pre
Median 2,00
Variance ,261
Std. Deviation ,510
Minimum 1
Maximum 2
Range 1
Interquartile Range 1
Skewness -,218 ,512
Kurtosis -2,183 ,992
Mean 1,55 ,114
95% Confidence Interval Lower Bound 1,31
for Mean Upper Bound 1,79
5% Trimmed Mean 1,56
Median 2,00
Variance ,261
DNS_Kontrol_Post Std. Deviation ,510
Minimum 1
Maximum 2
Range 1
Interquartile Range 1
Skewness -,218 ,512
Kurtosis -2,183 ,992

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
DNS_intervensi_Pre ,350 20 ,000 ,736 20 ,000
DNS_Intervensi_Post ,252 20 ,002 ,795 20 ,001
DNS_Kontrol_Pre ,361 20 ,000 ,637 20 ,000
DNS_Kontrol_Post ,361 20 ,000 ,637 20 ,000

DNS_intervensi_Pre
DNS_Intervensi_Post

DNS_Kontrol_Pre
DNS_Kontrol_Post
Analisis antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol pada pengukuran
pre-post
Mann-Whitney Test
Ranks
kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
intervensi 20 21,20 424,00
pre_sp_kanan kontrol 20 19,80 396,00
Total 40
intervensi 20 17,33 346,50
post_sp_kanan kontrol 20 23,68 473,50
Total 40
intervensi 20 22,35 447,00
pre_sp_kiri kontrol 20 18,65 373,00
Total 40
intervensi 20 18,13 362,50
post_sp_kiri kontrol 20 22,88 457,50
Total 40
intervensi 20 21,78 435,50
pre_pnp kontrol 20 19,23 384,50
Total 40
intervensi 20 16,28 325,50
post_pnp kontrol 20 24,73 494,50
Total 40

Test Statisticsa
pre_sp_kanan post_sp_kanan pre_sp_kiri post_sp_kiri pre_pnp
Mann-Whitney U 186,000 136,500 163,000 152,500 174,500
Wilcoxon W 396,000 346,500 373,000 362,500 384,500
Z -,401 -1,795 -1,032 -1,322 -,798
Asymp. Sig. (2-tailed) ,688 ,073 ,302 ,186 ,425
Exact Sig. [2*(1-tailed ,718b ,086b ,327b ,201b ,495b
Sig.)]

Test Statisticsa
post_pnp
Mann-Whitney U 115,500
Wilcoxon W 325,500
Z -2,435
Asymp. Sig. (2-tailed) ,015
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,021b

a. Grouping Variable: kelompok


b. Not corrected for ties.
HASIL ANALISIS SENSASI PROTEKSI
(Wilcoxon Test)
1. Kelompok Intervensi

a. Kaki kanan
Ranks
N Mean Rank Sum of Ranks
a
Negative Ranks 14 7,50 105,00
intervensi_ka_post4 - Positive Ranks 0b ,00 ,00
Intervensi_ka_Pre Ties 6c
Total 20

a. intervensi_ka_post4 < Intervensi_ka_Pre


b. intervensi_ka_post4 > Intervensi_ka_Pre
c. intervensi_ka_post4 = Intervensi_ka_Pre

Test Statisticsa
intervensi_ka_
post4 -
Intervensi_ka_
Pre
Z -3,557b
Asymp. Sig. (2- ,000
tailed)

a. Wilcoxon Signed Ranks Test


b. Based on positive ranks.

b. Kaki kiri
Ranks
N Mean Rank Sum of Ranks
Negative Ranks 16a 8,50 136,00
intervensi_ki_post4 - Positive Ranks 0b ,00 ,00
Intervensi_ki_Pre Ties 4c
Total 20

a. intervensi_ki_post4 < Intervensi_ki_Pre


b. intervensi_ki_post4 > Intervensi_ki_Pre
c. intervensi_ki_post4 = Intervensi_ki_Pre

Test Statisticsa
intervensi_ki_
post4 -
Intervensi_ki_
Pre
Z -3,900b
Asymp. Sig. (2- ,000
tailed)

a. Wilcoxon Signed Ranks Test


b. Based on positive ranks.

2. Keompok Kontrol
a. Kaki kanan
Ranks
N Mean Rank Sum of Ranks
Negative Ranks 4a 3,75 15,00
Kontrol_Post_Kanan - Positive Ranks 2b 3,00 6,00
Kontrol_Pre_Kanan Ties 14c
Total 20

a. Kontrol_Post_Kanan < Kontrol_Pre_Kanan


b. Kontrol_Post_Kanan > Kontrol_Pre_Kanan
c. Kontrol_Post_Kanan = Kontrol_Pre_Kanan

Test Statisticsa
Kontrol_Post_
Kanan -
Kontrol_Pre_
Kanan
Z -1,000b
Asymp. Sig. (2- ,317
tailed)

a. Wilcoxon Signed Ranks Test


b. Based on positive ranks.

b. Kaki kiri

Ranks
N Mean Rank Sum of Ranks
a
Negative Ranks 4 5,00 20,00
Kontrol_Post_Kiri - Positive Ranks 5b 5,00 25,00
Kontrol_Pre_Kiri Ties 11c
Total 20

a. Kontrol_Post_Kiri < Kontrol_Pre_Kiri


b. Kontrol_Post_Kiri > Kontrol_Pre_Kiri
c. Kontrol_Post_Kiri = Kontrol_Pre_Kiri

Test Statisticsa
Kontrol_Post_
Kiri -
Kontrol_Pre_
Kiri
Z -,333b
Asymp. Sig. (2- ,739
tailed)

a. Wilcoxon Signed Ranks Test


b. Based on negative ranks.
HASIL ANALISIS Polineuropati perifer (PNP)
(Wilcoxon Test)
1. Kelompok intervensi

Ranks
N Mean Rank
a
Negative Ranks 0 ,00
DNS_Post_intervensi - Positive Ranks 8b 4,50
DNS_Pre_Intervensi Ties 12c
Total 20

Ranks
Sum of Ranks
Negative Ranks ,00a
Positive Ranks 36,00b
DNS_Post_intervensi - DNS_Pre_Intervensi
Ties
Total

a. DNS_Post_intervensi < DNS_Pre_Intervensi


b. DNS_Post_intervensi > DNS_Pre_Intervensi
c. DNS_Post_intervensi = DNS_Pre_Intervensi

Test Statisticsa
DNS_Post_int
ervensi -
DNS_Pre_Inte
rvensi
Z -2,828b
Asymp. Sig. (2- ,005
tailed)

a. Wilcoxon Signed Ranks Test


b. Based on negative ranks.

2. Kelompok kontrol

Ranks
N Mean Rank Sum of Ranks
a
Negative Ranks 0 ,00 ,00
DNS_Post_Kontrol - Positive Ranks 3b 2,00 6,00
DNS_Pre_Kontrol Ties 17c
Total 20

a. DNS_Post_Kontrol < DNS_Pre_Kontrol


b. DNS_Post_Kontrol > DNS_Pre_Kontrol
c. DNS_Post_Kontrol = DNS_Pre_Kontrol
Test Statisticsa
DNS_Post_Ko
ntrol -
DNS_Pre_Kon
trol
Z -1,732b
Asymp. Sig. (2- ,083
tailed)

a. Wilcoxon Signed Ranks Test


b. Based on negative ranks.

Anda mungkin juga menyukai