Anda di halaman 1dari 56

KASUS 1

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA LANSIA DENGAN PERUBAHAN


KARDIOVASKULER

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Gerontik

Dosen Pengampu : Ns. Diah Ratnawati, M.Kep., Sp.Kep.Kom

Disusun Oleh :
Rifki Anugerah 1810711050
Ahmad Nursalam 1810711053
Della Yunita 1810711066
Sondang Mariani 1810711090
Hilmi Yoda 1810711099
Rahmadia 1810711107

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA
2021
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya kepada penyusun sehingga akhirnya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini
tepat pada waktunya.

Makalah yang berjudul Asuhan Keperawatan Gerontik pada Lansia dengan Perubahan
Kardiovaskuler ini ditulis untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Gerontik.

Pada kesempatan yang baik ini, izinkanlah penyusun menyampaikan rasa hormat dan
ucapan terima kasih kepada semua pihak yang dengan tulus ikhlas telah memberikan bantuan dan
dorongan kepada penyusun dalam menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-baiknya. Selain itu,
kami pun berterima kasih kepada Ns. Nourmayansa Vidya Anggraini M.Kep, Sp.Kep.Kom selaku
dosen mata kuliah Keperawatan Gerontik yang telah memberikan bimbingan dan juga masukan
kepada penyusun makalah.

Semoga dengan disusunnya makalah ini, dapat bermanfaat bagi mahasiswa fakultas ilmu
kesehatan UPN Veteran Jakarta. Kami menyadari isi makalah ini masih jauh dari kategori
sempurna, baik dari segi kalimat, isi, maupun dalam penyusunan. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun dari dosen mata kuliah yang bersangkutan dan rekan-rekan semuanya, sangat
kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini dan makalah-makalah selanjutnya.

Jakarta, 23 Februari 2021

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN

1. Konsep Dasar

A. Latar Belakang

Peningkatan jumlah penduduk terjadi secara global, tidak terkecuali di Indonesia. Adapun
peningkatan tajam terjadi pada kelompok penduduk lanjut usia (lansia). Tahun 1960an,
Indonesia berada pada era tambahan jumlah bayi yang luar biasa, yang dikenal dengan baby
boom. Masa ini berlangsung sampai dengan digerakkannya program KB di tahun 1970an yang
kemudian berhasil menekan pertumbuhan penduduk melalui kelahiran. Perbaikan ketersediaan
sumber pangan dan perbaikan kesehatan mengurangi risiko penyakit dan menambah usia
harapan hidup penduduk. Hasil perbaikan tersebut, kini membawa bayi-bayi pada era baby
boom menua, sehingga memperlebar piramida kelompok penduduk tua. Era ini diperkirakan
akan terus berlangsung, dan pada tahun 2050 diperkirakan jumlah mereka mencapai 2,1 miliar
di seluruh dunia (UN, 2017 dalam Statistik Penduduk Lanjut Usia 2019, 2019).

Lanjut Usia (Lansia) adalah kelompok pendu duk yang berusia 60 tahun keatas. Secara
biologis lanjut usia ialah orang yang mengalami proses penuaan secara terus menerus, yang
ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin rentannya terhadap serangan
penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan dalam
struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ (Roubenoff et al., 2000).

Menurut Nugroho (2008) proses menua adalah proses yang terjadi sepanjang hidup
manusia, dimulai sejak awal kehidupan. Proses menua merupakan akibat dari kehilangan yang
bersifat berrtahap (gradual loss) yang terkait dengan banyaknya perubahan yang terjadi pada
lansia. Proses penuaan ini menyebabkan terjadinya perubahan fungsi pada lansia seperti
masalah kesehatannya.

Stroke adalah suatu kondisi yang terjadi ketika pasokan darah ke suatu bagian otak tiba-tiba
terganggu, karena sebagian sel-sel otak mengalami kematian akibat gangguan aliran darah
karena sumbatan atau pecahnya pembuluh darah otak. Dalam jaringan otak, kurangnya aliran
darah menyebabkan serangkaian reaksi biokimia yang dapat merusakan atau mematikan sel-sel
saraf otak. Kematian jaringan otak dapat menyebabkan hilangnya fungsi yang dikendalikan oleh
jaringan itu. Aliran darah yang berhenti membuat suplai oksigen dan zat makanan ke otak
berhenti, sehingga sebagian otak tidak bisa berfungsi sebagaimana mestinya (Nabyl, 2012).

Stroke merupakan penyebab kematian ketiga di dunia setelah penyakit jantung koroner dan
kanker, baik di negara maju maupun negara berkembang. Satu dari 10 kematian disebabkan oleh
stroke (Marsh&Keyrouz, 2010; American Heart Association, 2014; Stroke forum, 2015). Secara
global, 15 juta orang terserang stroke setiap tahunnya, satu pertiga meninggal dan sisanya
mengalami kecacatan permanen (Stroke Forum, 2015). Stroke merupakan penyebab kecacatan
yang dapat dicegah (American Health Association, 2014).

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Nasional tahun 2018 berdasarkan diagnosis
Dokter, prevalensi stroke di Indonesia mengalami peningkatan yang tinggi yaitu dari 7 per mil
menjadi 10.9 per mil. Daerah yang paling tinggi tingkat kejadian stroke berada di Kalimantan
Timur, naik menjadi 14,7% (sebelumnya 10 %) dan daerah terendah ada di papua dengan
kenaikan menjadi 4,1%. Sedangkan berdasarkan karakteristik prevalensi penyakit stroke
meningkat seiring dengan bertambahnya umur, kejadian terbanyak pada kelompok umur ≥75
tahun yaitu sebesar 50,2%.
Stroke memiliki faktor risiko yang cukup banyak, namun secara dikenal dua faktor risiko
yaitu faktor yang diubah dan faktor yang tidak dapat diubah. Faktor risiko yang dapat diubah
diantar lain merokok, diabetes mellitus, kelainan jantungm kegemukan, konsumsi alkohol,
hiperkolesterolemia , latihan fisik gangguan pola tidur dan hipertensi (AHA/SHA, 2006,
Primary prevention of ischemic stroke).
Hampir 1 milyar orang diseluruh dunia memiliki tekanan darah tinggi. Hipertensi adalah
salah satu penyebab utama kematian dini diseluruh dunia. Di tahun 2020 sekitar 1,56 miliar
orang dewasa akan hidup dengan hipertensi. Hipertensi membunuh hampir 8 miliyar orang
setiap tahun di dunia dan hampir 1,5 juta orang setiap tahunnya di kawasan Asia Timur-Selatan.
Sekitar sepertiga dari orang dewasa di Asia Timur-Selatan menderita hipertensi (WHO, 2015).

Berdasarkan Riskesdas Tahun 2018 diperoleh hasil prevalensi stroke menurut diagnosis
dokter , diagnosis atau minum obat antihipertensi, dan hasil pengukuran untuk angka nasional
nya sebesar 8,4% (diagnosis dokter), 8,8 (diagnosis atau minum obat antihipertensi) dan 34,1
(hasil pengukuran).
Salah satu permasalahan lansia adalah tingginya angka prevalensi kejadian jatuh. Jatuh
merupakan kegagalan manusia untuk mempertahankan keseimbangan badan untuk berdiri.
Faktor risiko jatuh pada usia lanjut dapat digolongkan dalam dua goongan yaitu faktor intrinsik
dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik faktor yang berasal dari dalam tubuh lanjut usia sendiri
seperti kelemahan otot ekstremitas bawah, kekakuan sendi, gangguan sensorik. Sedangkan
faktor ekstrinsik merupakan faktor dari luar (lingkungan sekitar) (Darmojo, 2009).

A. Rumusan Masalah
1. Bagaimana prevalensi mengenai kasus Stroke, Hipertensi, dan Resiko jatuh pada
lansia di Indonesia?
2. Apa definisi dari kasus Stroke, Hipertensi, dan Resiko jatuh pada lansia?
3. Apa etiologi dari kasus Stroke, Hipertensi, dan Resiko jatuh pada lansia?
4. Apa saja komplikasi yang timbul pada kasus Stroke, Hipertensi, dan Resiko jatuh
pada lansia?
5. Apa saja yang harus ditanyakan saat pengkajian individu kesehatan keperawatan
pada lansia?
6. Bagaimana penilaian psikososial dan spiritual pada lansia?
7. Apa saja penilaian dalam kemandirian lansia?
8. Bagaimana mengkaji status mental lansia?
9. Bagaimana mengkaji skala depresi lansia?
10. Apa saja analisa data dari kasus lansia yang didapatkan?
11. Apa saja diagnosa yang di dapat dalam kasus lansia?
12. Apa saja intervensi yang dilakukan pada kasus lansia tersebut?

B. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui prevalensi mengenai kasus Stroke, Hipertensi, dan Resiko jatuh pada
lansia di Indonesia
2. Mengetahui definisi dari kasus Stroke, Hipertensi, dan Resiko jatuh pada lansia
3. Mengetahui Etiologi dari kasus Stroke, Hipertensi, dan Resiko jatuh pada lansia
4. Mengetahui komplikasi yang timbul pada kasus Stroke, Hipertensi, dan Resiko jatuh
pada lansia
5. Mengetahui cara pengkajian individu kesehatan keperawatan pada lansia
6. Mengetahui penilaian psikososial dan spiritual pada lansia
7. Mengetahui penilaian dalam kemandirian lansia
8. Mengetahui pengkajian status mental pada lansia
9. Mengetahui pengkajian skala depresi pada lansia
10. Mengetahui analisa data dari kasus lansia yang didapatkan
11. Mengetahui diagnosa yang di dapat dalam kasus lansia
12. Mengetahui intervensi yang dilakukan pada kasus lansia
BAB II

PEMBAHASAN

1. KONSEP DASAR

A. Prevalensi
1. Pravalensi Stroke
Stroke merupakan salah penyakit yang berbahaya, dapat menyebabkan cacad pada
penderita, yang tentu saja akan menghambat produktifitas. Stroke dapat menyebabkan
kematian dan menempati urutan ketiga di Indonesia setelah penyakit kanker dan jantung
(Batticaca. 2008, Adibhatla et al. 2008, Muljadi.2011)
Menurut WHO, setiap tahun 15 juta orang di seluruh dunia mengalami stroke.
Sekitar 5 juta menderita kelumpuhan permanen. Di kawasan Asia Tenggara terdapat 4,4
juta orang mengalami stroke (WHO,2010).
Stroke menjadi perhatian dunia, menjadikan beban bagi keluarga dan Negara.
Kejadian stroke selalu meningkat dari tahun ketahun, di Negara eropa yaitu tercatat
650.000 penderita dan setiap 4 detik terjadi kasus kematian akibat stroke. Negara
berkembang kejadian stroke berkisar antara 30 %-70 % dengan stroke haemorrhagis dan
non haemorhagic. Indonesia insiden stroke diperkirakan 800- 1000 penderita setiap
tahunnya dan merupakan Negara penyumbang insiden stroke terbesar di Negara Asia.
Prevalensi Stroke di Indonesia berdasarkan Hasil Riskesdas 2018

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Nasional tahun 2013,


prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar sebesar
12,1%. Prevalensi stroke berdasarkan diagnosis nakes dan gejala tertinggi terdapat di
Sulawesi Selatan (17,9%), DI Yogyakarta (16,9%), Sulawesi Tengah (16,6%), diikuti
Jawa Timur sebesar (16 %) sedangkan Sumatera Barat sebesar (12,2 %). Daerah
ternedah terkena stoke 
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Nasional tahun 2018
berdasarkan diagnosis Dokter, prevalensi stroke di Indonesia mengalami peningkatan
yang tinggi yaitu dari 7 per mil menjadi 10.9 per mil. Daerah yang paling tinggi tingkat
kejadian stroke berada di Kalimantan Timur, naik menjadi 14,7% (sebelumnya 10 %)
dan daerah terendah ada di papua dengan kenaikan menjadi 4,1%. Kenaikan ini
dihubungkan dengan pola hidup seperti merokok, konsumsi alcohol, aktivitas fisik, dan
konsumsi nutrisi,stres dll.

 
Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2018 berdasarkan Diagnosis Dokter menurut
karakteristik. Prevalensi penyakit stroke meningkat seiring dengan bertambahnya umur,
kejadian terbanyak pada kelompok umur ≥75 tahun yaitu sebesar 50,2%. Sedangkan
untuk jenis kelamin yang terbesar adalah laki-laki sebanyak 11 %.
Berdasarkan hasil suatu penelitian menyatakan jenis kelamin pria lebih berisiko
terkena stroke dari pada wanita, tetapi penelitian menyimpulkan bahwa lebih banyak
wanita yang meninggal karena stroke. Risiko stroke pria 1,25 lebih tinggi dari pada
wanita, serangan stroke pada pria terjadi pada pria terjadi di usia lebih muda sedangkan
wanita lebih berpotensi terserang stroke pada usia lanjut hingga kemungkinan
meninggal karena penyakit itu lebih besar (Abdul G, 2009). 
Selain itu kejadian stroke cenderung lebih tinggi pada masyarakat dengan
Pendidikan rendah (tidak/belum sekolah) dan juga tidak bekerja yaitu sebesar 21,2%
dan 21,8%. Sedangkan untuk daerah pemukiman, prevalensi kejadian stroke lebih
tinggi di perkotaan dibandingkan pedesaan sebesar 12,6%.

2. Pravalensi Hipertensi
Berdasarkan data WHO dalam Noncommunicable Disease Country Profiles
prevalensi didunia pada usia >25 tahun mencapai 38,4%. Prevalensi Indonesia lebih
besar jika dibandingkan dengan Banglandesh, Korea, Nepal, dan Thailand (Krishnan
dkk. 2011). Prevalensi hipertensi di Indonesia pada usia >18 tahun mencapai 25,8%.
Jawa Barat merupakan provinsi yang menempati posisi ke empat sebesar 29,4% angka
ini lebih besar dibandingkan dengan prevalensi di Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur
dan DKI Jakarta (Riset Kesehatan Dasar, 2013).
Prevalensi hipertensi di dunia diperkirakan sebesar 1 milyar jiwa dan hampir 7,1 juta
kematian setiap tahunnya akibat hipertensi, atau sekitar 13% dari total kematian
(Gusmira, 2012). Prevalensi hipertensi di Indonesia untuk penduduk berumur diatas 25
tahun adalah 8,3%, dengan prevalensi laki-laki sebesar 12,2% dan perempuan 15,5%
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar Depkes (Riskesdas) 2013, sekitar 76% kasus
hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis. Hal ini terlihat dari hasil pengukuran
tekanan darah pada usia 18 tahun ke atas ditemukan prevalensi hipertensi di Indonesia
sebesar 31,7% (Depkes RI, 2013). Hipertensi seringkali ditemukan pada lansia. Dari
hasil studi tentang kondisi sosial ekonomi dan kesehatan lanjut usia yang dilaksanakan
Komnas Lansia di 10 Provinsi tahun 2012, diketahui bahwa penyakit terbanyak yang
diderita lansia adalah penyakit sendi (52,3%) dan Hipertensi (38,8%), penyakit tersebut
merupakan penyebab utama disabilitas pada lansia (Kemenkes RI, 2013).
Prevalensi hipertensi berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 :
 Prevalensi angka nasional (Indonesia) menurut diagnosis , diagnosis
atau minum obat dan hasil pengukuran pada penduduk > 18 tahun (2013-2018)
 Prevalensi Hipertensi berdasarkan diagnosis dokter, diagnosis dokter atau minum
obat hipertensi menurtu provinsi

Prevalensi hipertensi berdasarkan dignosis dokter atau minum obat antihipertensi


pada penduduk umur ≥ 18 tahun menurut provinsi , daerah terbanyak dengan angka
kejadian hipertensi berdasarkan diagnosis dokter yaitu Sulawesi Utara (13,21 %), DIY
Yogyakarta (10,68) dan Kalimantan Timur (10,57%). Sedangkan untuk daerah dengan
terendah angka kejadian hipertensi yaitu Papua (4,39%). Dan untuk angka nasional nya
sebesar 8,4 %.
Sedangkan prevalensi hipertensi berdasarkan diagnosis atau minum obat hipertensi
diperoleh hasil daerah terbanyak yaitu Sulawesi Utara (13,53), Gorontalo (11,10) dan
Kalimantan Timur (11,07) dan untuk daerah terendah yaitu Papua (4,75%). Dan untuk
angka nasional nya sebesar 8,8 %.

Prevalensi hipertensi berdasarkan Diagnosis Dokter diperoleh angka kejadian


paling banyak pada kelompok umur 75 tahun keatas yaitu 24,04% ,Jenis kelamin
perempuan (10,95). Untuk pendidikan tidak atau belum pernah sekolah (14,88%),
pekerjaan tidak bekerja (12,70%) dan tempat tinggal perkotaan (9,10%).
Prevalensi hipertensi berdasarkan Diagnosis atau minum obat hipertensi
diperoleh angka kejadian paling banyak pada kelompok umur 75 tahun keatas yaitu
25,26 % , Jenis kelamin perempuan (11,57). Untuk pendidikan tidak atau belum pernah
sekolah (15,80%), pekerjaan tidak bekerja (12,70%) dan tempat tinggal perkotaan
(9,46%).

3. Pravalensi Jatuh Pada Lansia


WHO menyatakan di kawasan Asia Tenggara populasi lansia sebesar 8% atau
sekitar 142 juta jiwa. Pada tahun 2050 diperkirakan jumlah lansia meningkat 30 kali
lipat. Pada tahun 2000 jumlah lansia sekitar 5.300.000 (7,4%) dari total populasi,
sedangkan pada tahun 2010 jumlah lansia 24.000.000 (9,77%) dari total populasi, dan
tahun 2020 diperkirakan jumlah lansia sekitar 80.000.000 jiwa. Berdasarkan data jumlah
penduduk usia lanjut di Indonesia sebanyak 18.861.820 jiwa, untuk Sumatra Barat yaitu
sebanyak 595.305 jiwa penduduk usia lanjut (Depkes RI, 2013).
Pada tahun 2019, persentase lansia mencapai 9,60 persen atau sekitar 25,64 juta
orang. Kondisi ini menunjukkan bahwa Indonesia sedang bertransisi menuju ke arah
penuaan penduduk karena persentase penduduk berusia di atas 60 tahun mencapai di
atas 7 persen dari keseluruhan penduduk dan akan menjadi negara dengan struktur
penduduk tua (ageing population) jika sudah berada lebih dari 10 persen. Fenomena ini
merupakan cerminan dari meningkatnya angka harapan hidup penduduk Indonesia.
Apabila diimbangi dengan kemampuan kelompok lanjut usia yang bisa mandiri,
berkualitas, dan tidak menjadi beban masyarakat, maka secara tidak langsung ageing
population akan memberikan pengaruh positif terhadap pembangunan nasional.
(Statistik Penduduk Lanjut Usia, 2019).
Salah satu permasalahan lansia adalah tingginya angka prevalensi kejadian jatuh.
Jatuh merupakan kegagalan manusia untuk mempertahankan keseimbangan badan untuk
berdiri. Faktor risiko jatuh pada usia lanjut dapat digolongkan dalam dua goongan yaitu
faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik faktor yang berasal dari dalam
tubuh lanjut usia sendiri seperti kelemahan otot ekstremitas bawah, kekakuan sendi,
gangguan sensorik. Sedangkan faktor ekstrinsik merupakan faktor dari luar (lingkungan
sekitar) (Darmojo, 2009).
Nadzam (2009), melaporkan survei yang dilakukan oleh Morse pada tahun 2008
tentang kejadian pasien jatuh di Amerika Serikat yang menunjukan 2,3-7% per 1000
lansia jatuh dari tempat tidur setiap hari. Survey tersebut menunjukan bahwa 29-48%
pasien mengalami luka dan 7,5% dengan luka-luka serius.
Di Indonesia prevalensi cidera jatuh pada penduduk diatas usia 65 tahun tahun
mencapai 30%, dan pada pasien lebih dari 80 tahun sebesar 50% setiap tahunnnya.
Semakin meningkat usia, risiko untuk jatuh juga semakin meningkat (Kemenkes, RI,
2018). 

Badan Pusat Statistik mencatat bahwa pada tahun 2015 di Indonesia jumlah
penduduk usia >60 tahun sebesar 8,49% dan diprediksikan akan meningkat hingga
15,77% pada tahun 2035. Usia lanjut secara umum mengalami perubahan kondisi fisik
dan psikis, beberapa perubahan tersebut dapat dilihat dari penampakan kulit, wajah,
perubahan organ tubuh, sistem indra, sistem saraf, dan kognitif. Perubahan-perubahan
tersebut pada akhirnya akan memengaruhi aktivitas kehidupan seharihari. Salah satu
masalah fisik yang sering mengakibatkan morbiditas serta mortalitas pada usia lanjut
adalah jatuh.
Jatuh adalah kejadian yang tidak disadari dimana seseorang terjatuh dari tempat
yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah yang bisa disebabkan oleh hilangnya
kesadaran, stroke, atau kekuatan yang berlebihan. Berdasarkan survei masyarakat di
Jepang, didapatkan sekitar 30% usia lanjut yang berumur >75 tahun, setiap tahunnya
mengalami jatuh. Separuh dari angka tersebut mengalami jatuh berulang. Insiden jatuh
di Indonesia tercatat dari 115 penghuni panti sebanyak 30 orang usia lanjut atau sekitar
43,47% mengalami jatuh. Rubenztein6 dalam penelitiannya melaporkan bahwa 93,1%
dari usia lanjut yang mengalami kelemahan, sebesar 68,7% di antaranya memiliki pola
Activity of Daily Living (ADL) yang buruk dan meningkatkan risiko jatuh.

B. Pengertian, Etiologi , Faktor Risiko dan Komplikasi

1. STROKE
 Pengertian Stroke
Stroke adalah suatu keadaan yang mengakibatkan seseorang mengalami kelumpuhan atau
kematian karena terjadinya gangguan pendarahan di otak yang menyebabkan kematian jaringan
otak (batticaca,2009).
Stroke adalah suatu sindrom klinis yang ditandai dengan hilangnya fungsi otak secara akut
dan dapat menimbulkan kematian (world health organization,2014)
Stroke terjadi akibat pembulu darah yang membawa darah dan oksigen ke otak
mengalami penyumbatan atau ruptur, kekurangan oksigen menyebabkan fungsi control gerakan
tubuh yang dikendalikan oleh otak tidak berfungsi (American Heart Association {AHA}, 2015)

 Etiologi Stroke
 Trombosis

Penggumpalan (trombus) mulai terjadi dari adanya kerusakan pada bagian garis endotial
dari pembuluh darah. Ateroskeloris merupakan penyebab utama. Ateroskeloris menyebabkan
zat lemak tertumpuk dan membentuk plak pada dinding pembuluh darah. Plak ini terus
membesar dan menyebabkan penyempitan (stenosis) pada arteri. Stenosis menghambat aliran
darah yang biasanya lancar pada arteri. Darah akan berputar-putar di bagian permukaan yang
terdapat plak, menyebabkan penggumpalan yang akan melekat pada plak tersebut. Akhirnya
rongga pembuluh darah menjadi tersumbat. Selain itu, penyumbatan dapat terjadi karena
inflamasi pada arteri atau disebut arteritis atau vaskulitis tetapi hal ini jarang terjadi.
Trombus bisa terjadi di semua bagian sepanjang arteri karotid atau pada cabang-cabangnya.
Bagian yang biasa terjadi penyumbatan adalah pada bagian yang mengarah pada percabangan
dari karotid utama ke bagian dalan dan luar dari arteri karotid. Stroke karena trombosis adalah
tipe yang paling sering terjadi pada orang denyan diabetes.

 Embolisme
Sumbatan pada arteri serebral yang disebabkan oleh embolus menyebabkan stroke
emblolik. Embolus terbentuk di bagian luar otak, kemudia terlepas dan mengalir melalui
sirkulasi serebral sampai embolus tersebut melekat pada pembuluh darah dan menyumbat
arteri. Embolus yang paling sering terjadi adalah plak. Trombus dapat terlepas dari arteri
karotis bagian dalam pada bagian luka plak dan bergerak ke dalan sirkulasi serebral. Kejadian
fibrilasi atrial kronik dapat berhubungan dengan tingginya kejadiab stroke embolik, yaitu darah
terkumpul di dalam atrium yang kosong. Gumpalan darah yang sangat kecil terbentuk dalam
atrium kiri dan bergerak menuju jantung dan masuk ke dalan sirkulasi serebral. Pompa
mekanik jantung buatan memiliki permukaan yang lebih kasar dibandingkan otot jantung yang
normal dan dapat juga menyebabkan peningkatan risiko terjadinya penggumpalan.
Endokarditis yang disebabkan oleh bakteri maupu. yang non bakteri dapat menjadi sumber
terjadinya emboli. Sumber-sumber penyebab emboli lainnya adalag tumor, lemak, bakteri dan
udara. Emboli biasa terhadi pada seluruh bagian pembuluh darah serebral. Kejadian embolu
pada serebral meningkat bersamaan dengan meningkatnya usia.
 Pendarahan (Hemoragik)
Pendarahan intraserebral paling banyak disebabkan oleh adanya ruptur arteriosklerotik dan
hipertensi pembuluh darah, yang bisa menyebabkan perdarahan ke dalam jaringan otak.
Perdarahan intraserebral paling sering terjadi akibat dari penyakit hipertensi dan umumnya
terjadi setelah usia 50tahun. Akibat lain dari perdarahan adalah aneurisma. Aneurisma adalah
pembengkakan pada pembuluh darah. Walaupun aneurisma serebral biasanya kecil
(diameternya 2-6mm), hal ini hisa menyebabkan ruptur. Diperkirakan sekitar 6% dari seluruh
stroke disebabkan oleh ruptur aneurisma.
Stroke yang disebabkan oleh perdarahan sering kali menyebabkan spasme pembuluh darah
serebral dan iskemik pada serebral karena darah yang berada di luar pembuluh darah membuat
iritasi oada pjaringan. Stroke hemoragik biasanya menyebabkan terjadinya kehilangan fungsi
yang banyak dan penyembuhannya paling lambat dibandingkan dengan tipe stroke yang lain.
Keseluruhan angka kematian karena stroke hemoragik berkisar antara 25% sampai 60%.
Jumlah volume perdarahan merupakan satu-satunya prediktor yang paling penting untuk
melihat kondisi klien. Oleh sebab itu, tidak mengherankan bahwa perdarahan pada otak
penyebab paling fatal dari semua jenis stroke.
 Penyebab lain

Spasme arteri serebral yang disebabkan oleh infeksi, menurunkan aliran darah ke arah otak
yang disuplai oleh pembulug darah yang menyempit. Spasme yang berdurasi pendek tidak
selamanya menyebabkan kerusakan otoak yang permanen.

Kondisi hiperkoagulasi adalah kondisi terjadi penggumpalab yang berlebihan pada


pembuluh darah yang bisa terjadi pada ksondisi kekurangan protein C dan protein S, serra
gangguan aliran gumpalan darah yang dapat menyebabkab terjadinya stroke trombosis dan
stroke iskemik. Tekanan pada pembuluh darah serebral bisa disebabkan oleh tumor, gumpalan
darah yang besar, pembengkakan pada jaringan otak, perlukaan pada otak, atau gangguan lain.
Namun, penyebab-penyebab tersebut jarang terjadi pada kerjadian stroke.

 Fakto Risiko Stroke


Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi :
a) Usia
Stroke dapat terjadi pada semua orang dan pada semua usia, termasuk anak-anak.
Kejadian penderita stroke iskemik biasanya berusia lanjut (60 tahun keatas) dan resiko stroke
meningkat seiring bertambahnya usia dikarenakan mengalaminya degeneratif organ-organ
dalam tubuh (Nurarif et all, 2013).
b) Jenis kelamin
Pria memiliki kecenderungan lebih besar untuk terkena stroke pada usia dewasa awal
dibandingkan dengan wanita dengan perbandingan 2:1. Insiden stroke lebih tinggi terjadi pada
laki-laki daripada perempuan dengan rata-rata 25%-30% Walaupun para pria lebih rawan
daripada wanita pada usia yang lebih muda, tetapi para wanita akan menyusul setelah usia
mereka mencapai menopause. Hal ini, hormon merupakan yang berperan dapat melindungi
wanita sampai mereka melewati masa melahirkan anak (Burhanuddin, Wahidudin, Jumriani,
2012).
Stroke diketahui lebih banyak diderita laki-laki dibanding perempuan. Kecuali umur 35-
44 tahun dan diatas 85 tahun, lebih banyak diderita perempuan. Hal ini diperkirakan karena
pemakaian obat kontrasepsi oral dan usia harapan hidup perempuan yang lebih tinggi
dibanding laki-laki. Perempuan indonesia mempunyai usia harapan hidup tiga sampai empat
tahun lebih tinggi dari usia harapan hidup laki-laki.
c) Genetik (herediter)
Adanya riwayat stroke pada orang tua, meningkatkan faktor risiko terjadinya stroke. Hal
ini diperkiraan melalui beberapa mekanisme antara lain ; 1) faktor genetik 2) faktor
kultur/lingkungan dan life style 3) interaksi antara faktor genetik dan lingkungan. (AHA/ASA,
2006, Primary prevention of ischemic stroke)
Namun, sampai saat ini belum diketahui secara pasti gen mana yang berperan dalam
terjadinya stroke.
d) Ras dan etnis
Penduduk Afrika-Amerika dan Hispanic-Amerika berportensi stroke lebih tinggi dibanding
Eropa-Amerika. Pada penelitiian penyakit aterosklerosis terlihat bahwa penduduk kulit hitam
mendapatkan stroke 38% lebih tinggi dibandingkan kulit putih (AHA/SHA 2006, Primary
prevention of ischemic stroke)

Faktor risiko yang dapat dimodifikasi :

a) Hipertensi
Hipertensi mengakibatkan pecahnya pembuluh darah otak sehingga timbul perdarahan
otak. Hipertensi dapat mempengaruhi hampir seluruh organ tubuh, terutama otak, jantung,
ginjal, mata, dan pembuluh darah perifer. Kemungkinan terjadinya komplikasi tergantung
kepada seberapa 16 besar tekanan darah itu, seberapa lama dibiarkan, seberapa besar kenaikan
dari kondisi sebelumnya, dan kehadiran faktor risiko lain.
Insiden stroke dapat bertambah dengan meningkatnya tekanan darah dan berkurang bila
tekanan darah dapat dipertahankan di bawah 140/90 mmHg, baik pada stroke iskemik,
perdarahan intrakranial, maupun perdarahan subaraknoid.
Pengendalian tekanan darah dapat mengurangi 38% insiden stroke (Black & Hawks, 2005).
b) Hiperkolestrolemia
Secara alamiah tubuh kita lewat fungsi hati membentuk kolesterol sekitar 1000 mg setiap
hari dari lemak jenuh. Selain itu, tubuh banyak dipenuhi kolesterol jika mengkonsumsi
makanan berbasis hewani, kolesterol inilah yang menempel pada permukaan dinding pembuluh
darah yang semakin hari semakin menebal dan dapat menyebabkan penyempitan dinding
pembuluh darah yang disebut aterosklerosis. Bila di daerah pembuluh darah menuju ke otot
jantung terhalang karena penumpukan kolesterol maka akan terjadi serangan jantung.
Sementara bila yang 17 tersumbat adalah pembuluh darah pada bagian otak maka sering
disebut stroke.

Kolestrol merupakan zat di dalam aliran darah di mana semakin tinggi kolestrol semakin
besar kolestrol tertimbun pada dinding pembuluh darah. Hal ini menyebabkan saluran
pembuluh darah menjadi lebih sempit sehingga mengganggu suplai darah ke otak.
Hiperkolestrol akan meningkatkanya LDL (lemak jahat) yang akan mengakibatkan
terbentuknya arterosklerosis yang kemudian diikuti dengan penurunan elastisitas pembuluh
darah yang akan menghambat aliran darah .

c) Diabetes Mellitus (DM)


Diabetes melitus mempercepat terjadinya arteriskelorosis baik pada pembuluh darah kecil
maupun pembuluh darah besar atau pembuluh darah otak dan jantung. Kadar glukosa darah
yang tinggi akan menghambat aliran darah dikarenakan pada kadar gula darah tinggi terjadinya
pengentalan darah sehingga menghamabat aliran darah ke otak. Hiperglikemia dapat
menurunkan sintesis prostasiklin yang berfungsi melebarkan saluran arteri, meningkatkanya
pembentukan trombosis dan menyebabkan glikolisis protein pada dinding arteri.
Diabetes melitus juga dapat menimbulkan perubahan pada sistem vaskular (pembuluh darah
dan jantung), diabetes melitus mempercepat terjadinya arteriosklerosis yang lebih berat, lebih
tersebar sehingga risiko penderita stroke meninggal lebih besar. Pasien yang memiliki riwayat
diabetes melitus dan menderita stroke mungkin diakibatkan karena riwayat 18 diabetes melitus
diturunkan secara genetik dari keluarga dan diperparah dengan pola hidup yang kurang sehat
seperti banyak mengkonsumsi makanan yang manis dan makanan siap saji yang tidak
diimbangi dengan berolahraga teratur atau cenderung malas bergerak .
d) Obesitas
Obesitas merupakan faktor predisposisi penyakit kardiovaskuler dan stroke .Jika seseorang
memiliki berat badan yang berlebihan, maka jantung bekerja lebih keras untuk memompa
darah ke seluruh tubuh, sehingga dapat meningkatkan tekanan daraH. Obesitas dapat juga
mempercepat terjadinya proses aterosklerosis pada remaja dan dewasa muda
Oleh karena itu, penurunan berat badan dapat mengurangi risiko terserang stroke.
Penurunan berat badan menjadi berat badan yang normal merupakan cerminan dari aktivitas
fisik dan pola makan yang baik.
e) Merokok
Merokok merupakan masalah kesehatan utama di banyak negara berkembang (termasuk
Indonesia). Rokok mengandung lebih 4000 jenis bahan kimia yang diantaranya bersifat
karsinogensik atau memengaruhi sistem vaskular. Penelitian menunjukkan bahwa merokok
merupakan faktor risiko terjadinya stroke, terutam dalam kombinasi dengan faktor risiko lain
misalnya pada kombinasi merokok dan pemakaian obat kontrasepsi oral. Hal ini juga
ditujukkan pada perokok pasif. Merokok meningkatkan terjadinya trombos, karena terjadinya
aterosklerosis (AHA/ASA, 2006, Primary prevention of ischemic stroke)
Merokok adalah penyebab nyata kejadian stroke yang lebih banyak terjadi pada usia dewasa
awal dibandingkan lebih tua. Risiko stroke akan menurun setelah berhenti merokok dan terlihat
jelas dalam periode 2-4 tahun setelah berhenti merokok.Perlu diketahui bahwa merokok
memicu produksi fibrinogen (faktor penggumpal darah) lebih banyak sehingga merangsang
timbulnya aterosklerosis.
Arterisklerosis dapat menyebabkan pembuluh darah menyempit dan aliran darah yang
lambat karena terjadi viskositas (kekentalan). Sehingga dapat menimbulkan tekanan pembuluh
darah atau pembekuaan darah pada bagian dimana aliran melambat dan menyempit. Merokok
meningkatkan juga oksidasi lemak yang berperan pada perkembangan arteriskelorosis dan
menurunkan jumlah HDL (kolestrol baik) atau menurunkan kemampuan HDL dalam
menyingkirkan kolesterol LDL yang berlebihan.
 Komplikasi Stroke
 Perdarahan
Setelah pemberianrt-PA (pemecah gumpalan darah), klien berpotensi mengalami perdarahan
intracranial dan perdarahan sistemik. Penyebaran gumpalan dari perdarahan intracranial bias
merusak jaringan otak. Tekanan dari gumpalan tersebut juga mengganggu aliran darah dan
menyebabkan iskemia tambahan. Peningkatan tekanan intracranial (TIK) terjadi karena
gumpalan darah memenuhi ruang dan sekeliling jaringan edema iskemia, serta dapat mengarah
kepada kondisi isi intracranial berpindah melewati garis tengah, kemungkinan terjadi hernia
pada batang otak, dan kematian.

 Edema Serebral
Peningkatan TIK adalah komplikasi potensial dari stroke iskemik yang luas. Peningkatan
TIK juga merupakan komplikasi potensial untuk perdarahan intraserebral, baik merupakan
kondisi utama maupun sekunder dari terapi trombolisis.

 Stroke Berulang
Kejadian stroke berulang dalam empat minggu pertama setelah stroke iskemik akut berkisar
antara 0,6% - 2,2% per minggu. Resiko anti koagulasi termasuk perdarahan intracranial,
perdarahan sistemik, dan kematian. Resiko jangka panjang dari stroke berulang adalah 4% -
14% per tahun.

 Aspirasi
Klien dengan stroke akan beresiko mengalami aspirasi pneumonia yang merupakan
penyebab langsung kematian pada 6% klien. Aspirasi paling sering terjadi pada periode awal
dan dihubungkan dengan hilangnya sensasi faringeal, hilangnya control motoric orifaringeal,
dan penurunan kesadaran.

Potensial Komplikasi Lainnya :

Komplikasi lain dari stroke bergantung pada lokasi atau jaringan yang terkena (infark). Jika
batang otak yang terkena, tekanan darah menjadi fluktuasi, pola napas terganggu,dan disritmia
jantung dapat terjadi.Cedera fisik ini terjadi berhubungan dengan ketidakmampuan klien untuk
menyadari keterbatasannya. Komplikasi dari imobilitas juga bisa terjadi.

Koma bisa terjadi karena suplai darah kebatang otak atau kesistem formasi oretikularis
yang mengontrol kesadaran, mungkin secara langsung tersumbat.Demikian pula pada struktur
bagian dalam dari thalamus yang menerima dan menyampaikan informasi kekorteks serebral
bisa terlibat dalam kondisi ini. Sumbatan vascular dari arteri karotis internal atau pada salah
satu cabang utamanya bisa juga menurunkan tingkat kesadaran.

Ketika stroke yang terjadi adalah fatal, kematian mungkin terjadi antara 3 jam – 12 jam,
tapi lebih sering terjadi antara 1 – 14 hari setelah episode yang pertama. Secara khusus, dengan
semua jenis tipe stroke yang fatal, peningkatan suhu tubuh, denyut jantung, dan rata-rata
pernapasan terjadi bersamaan dengan koma dalam beberapa atau hari sebelum kematian.
Manifestasi ini terjadi akibat dari kerusakan pada vasomotor dan pusat pengaturan panas.

2. Hipertensi

 Pengertian Hipertensi
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan
darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima
menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang (kemenkes RI,2013).
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah dari arteri yang bersifat sistemik alias
berlangsung terus-menerus untuk jangka waktu lama. Hipertensi tidak terjadi tiba-tiba,
melaikan melalui proses yang cukup lama. Tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol untuk
priode tertentu akan menyebabkan tekanan darah tinggi permanen yang disebut hipertensi
(lingga,2012).

 Etiologi Hipertensi
1) Primer/Esensial/Idiopatik
Adalah hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya. Dan terdapat sekitar 95% kasus
yang menyebabkan hipertensi pada masyarakat di dunia. Walau belum diketahui
penyebabnya, banyak faktor yang mempengaruhinya, seperti :
a) Peningkatan konsumsi garam
Konsumsi natrium dalam jumlah yang banyak dipercaya dapat mengganggu regulasi
natrium alami tubuh. Peningkatan natrium dapat berakibat pada peningkatan volume
cairan karena natrium mengikat air. Volume cairan yang berlebihan juga dapat membuat
beban jantung meningkat dan akhirnya yang akan membuat tekanan darah meningkat.
b) Stress
Pada individu yang stress akan melepaskan sejumlah hormon yang dikeluarkan oleh
medula adrenal, seperti kortikosteroid, epineprin dan norepineprin yang akan berakibat
langsung pada penyempitan pembuluh darah. Semakin sempit diameter pembuluh darah
akan semakin besar resisten periperalnya, maka tekanan darah pun akan meningkat.
c) Obesitas
Semakin besar tubuh seseorang, beban jantung untuk memompa darah ke seluruh tubuh
akan meningkat, akibatnya tekanan darah akan meningkat.
Pada usia + 50 tahun dan dewasa lanjut asupan kalori mengimbangi penurunan
kebutuhan energi karena kurangnya aktivitas. Itu sebabnya berat badan meningkat.
Obesitas dapat memperburuk kondisi lansia. Kelompok lansia dapat memicu timbulnya
berbagai penyakit seperti artritis, jantung dan pembuluh darah, hipertensi. Indeks masa
tubuh (IMT) berkorelasi langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik.
Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang obes 5 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan seorang yang berat badannya normal. Pada penderita hipertensi
ditemukan sekitar 20-30% memiliki berat badan lebih.
d) Hiperkolestrol
Kolestrol yang berlebihan akan mengakibatkan tumbuhnya plak pada pembuluh darah
dan menyebabkan aterosklerosis. Akibatnya, tekanan darah harus tinggi agar darah
sampai ke seluruh tubuh.
e) Merokok
Nikotin berakibat langsung untuk melepaskan hormon ketikolamin, hormon inilah yang
akan membuat pembuluh darah kontriksi dan tekanan darah harus ikut tinggi pula.
f) Kurang Olahraga
Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan penyakit tidak menular, karena
olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan
tekanan darah (untuk hipertensi) dan melatih otot jantung sehingga menjadi terbiasa
apabila jantung harus melakukan pekerjaan yang lebih berat karena adanya kondisi
tertentu Kurangnya aktivitas fisik menaikan risiko tekanan darah tinggi karena
bertambahnya risiko untuk menjadi gemuk. Orang-orang yang tidak aktif cenderung
mempunyai detak jantung lebih cepat dan otot jantung mereka harus bekerja lebih keras
pada setiap kontraksi, semakin keras dan sering jantung harus memompa semakin besar
pula kekuaan yang mendesak arteri.

g.) Minum Alkohol


Banyak penelitian membuktikan bahwa alkohol dapat merusak jantung dan organ-organ
lain, termasuk pembuluh darah. Kebiasaan minum alkohol berlebihan termasuk salah satu
faktor resiko hipertensi.
h.) Minum Kopi
Faktor kebiasaan minum kopi didapatkan dari satu cangkir kopi mengandung 75 – 200
mg kafein, di mana dalam satu cangkir tersebut berpotensi meningkatkan tekanan darah 5
-10 mmHg.

2) Sekunder
Terjadi pada 5% kasus hipertensi yang ada di dunia. Pada hipertensi sekunder diketahui
penyebab pastinya, seperti penggunaan esterogen atau penyakit pada ginjal. Banyak peniliti
mengungkapkan bahwa penyabab pastinya berasal dari ginjal yang mengalami masalah.
Karena ginjal berfungsi meregulasi natrium dan cairan yang akan berakibat pada tekanan
darah. Seperti penyakit Renovascular Hypertention, penyakit ginjal ini ada karena terjadi
penyempitan arteri di ginjal, akibatnya ginjal mengintrepetasikan bahwa tubuh kekurangan
cairan dan menahan cairan yang dikeluarkan seminimal mungkin. Akibatnya, volume cairan
meningkat dan kardiak output akan ikut meningkat, beban jantung meningkat, tekanan darah
pun akan meningkat. Selain itu terdapat penyakit lain seperti polysystic kidney disease,
glomerular disease, cushing syndrome, dll.

 Faktor Resiko Hipertensi


a. Faktor resiko yang tidak dapat diatasi
1) Riwayat keluarga
Hipertensi dianggap poligenik dan multifaktorial yaitu pada seseorang dengan riwayat
hipertensi keluarga,beberapa gen mungkin berinteraksi dengan yang lainnya dan juga
lingkungan yang dapat menyebabkan tekanan darah naik dari waktu ke
waktu.Kecenderungan genetis yang membuat keluarga tertentu lebih rentan terhadap
hipertensi mungkin berhubungan dengan peningkatan kadaar natrium intraseluler dan
penurunan rasio kalsium-natrium,yang lebih sering ditemukan pada orang berkulit
hitam.Klien dengan orang tua yang memiliki hipertensi berada pada resiko hipertensi yang
lebih tinggi pada usia muda.
2) Usia
Hipertensi primer biasanya muncul antara usia 30-50 tahun.peristiwa hipertensi
meningkat dengan usia;50-60% klien yang berumur lebih dari 60 tahun memiliki tekanan
darah lebih dari 140/90 mmHg.Penelitian epidimiologi bagaimanapun juga,telah
menunjukka prognosis yang lebih buruk pada klien yang hipertensinya mulai pada usia
muda.Hipertensi sistolik terisolasi umumnya terjasi pada orang yang berusia lebih dari 50
tahun,dengan hampir 24% dari orang yang terkena pada usia 80 tahun.Diantaran orang
dewasa,pembacaan TDS lebih baik daripada TDD k arena merupakan prediktor yang lebih
baik untuk kemungkinan kejadian dimasa depan seperti penyakit jantung
koroner,stroke,gagal jantung,dan penyakit ginjal.
3) Jenis kelamin
Pada keseluruhan insiden,hipertensi lebih banyak terjadi pada pria dibandingkan wanita
sampai kira-kira usia 55 tahun.Resiko pada pria dan wanita hampir sama antara 55 sampai
74 tahun.Setelah usia 74 tahun,wanita beresiko lebih besar.
4) Etnis
Statik mortalitas mengindikasikan bahwa angka kematian pada wanita berkulit putih
dewasa dengan hipertensi lebih rendah pada angka 4,7% pria berkulit putih pada tingkat
terendah berikutnya yaitu 6,3% dan pria berkulit hitam pada tingkat terendah berikutnya
denga 22,5 %.Alasan peningkatan prevelensi hipertensi diantara orang berkulit hitam
tidaklah jelas,akan tetapi peningkatannya dikaitkan dengan kadar renin yang lebih
rendah,sensitivitas yang lebih besar terhadap vasopresin,tingginya asupan garam,dan
tingginya stress lingkungan.
b. Faktor resiko yang dapat diubah
1) Diabetes
Hipertensi telah terbukti terjadi lebih dari dua kali lipat pada klien dengan diabetes
menurut beberapa studi penelitian terkini.Diabetes mempercepat aterosklerosis dan
menyebabkan hipertensi karena kerusakan pada pembuluh darah besar.Oleh karena
itu,hipertensi akan menjadi diagnosis yang lazim pada diabetes meskipun diabetesnya
terkontrol dengan baik.Ketika seorang pasien diabetes didiagnosis hipertensi maka
keputusan pengobatan dan perawatan tindak lanjut harus benar-benar individual dan agresif.
2) Stress
Stress meningkatkan resistensi vaskular perifer curah jantung serta menstimulasi
aktivitas sistem saraf simpatis.Dari waku ke waktu hipertensi dapat berkembang. Stressor
bisa banyak hal, mulai dari suara, infeksi, peradangan, nyeri, berkurangnya suplai oksigen,
panas, dingin, trauma, pengerahan tenaga berkepanjangan, respon pada peristiwa kehidupan,
obesitas, usia tua, obat-obatan, penyakit, pembedahan dan pengobatan medis dapat menjadi
pemicu respon stress. Ransangan berbahaya ini dianggap oleh seseorang sebaga ancaman
atau dapat menyebabkan bahaya kemudian sebuah respon psikopatologis”melawaan atau
lari” diprakasai di dalam tubuh. Jika respon stress menjadi berlebihan atau berkepanjangan,
disfungsi organ sasaran atau penyakit akan dihasilkan.
3) Obesitas

Obesitas,terutama pada tubuh bagian atas dengan meningkatya jumlah lemak sekitar
diafragma, pinggang, dan perut ,dihubungkan dengan pengembangan hipertensi. Orang
dengan kelebihan berat badan teteapi memiliki kelebihan paling banyak dipantat, pinggul
dan paha berada pada resiko jauh lebih sedikit untuk pengembangan hipertensi sekuder
daripada peningkatan berat badan saja. Kombinasi obesitas dengan faktor-faktor lain dapat
ditandai dengan sindrom metabolis yang juga meningkatkan resiko hipertensi.

4) Nutrisi
Konsumsi nutrisi bissa menjadi faktor penting dalam perkembangan hipertensi
esensial .Paling tidak 40% dari klien yang akhirnya terkena hipertensi akan sensitif terhadap
garam dan kelebihan dan kelbihan garam mungkin menjadi penyebab pencetus hipertensi
pada individu ini.Diet tinggi garam mungkin menyebabkan pelepasan hormon natriuretik
yang berlebihan,yang mungkin secara tidak langsung meningkatkan tekanan darah.muatan
natrium juga menstimulasi mekanisme vasopressor didalam sistem saaraf pusat.

 Komplikasi Hipertensi

Pasien dengan hipertensi dapat meninggal dengan cepat; penyebab terserang kematian
adalah penyakit jantung, sedangkan stroke dan gagal ginjal sering ditemukan, dan sebagian
kecil pada pasien dengan retinopati. Pada hipertensi berat yaitu apabila tekanan darah
diastolic sama atau lebih besar dari 130mmHg,atau kenaikan tekanan darah yang terjadi
secara mendadak, alat-alat tubuh yang sering terserang hipertensi antara lain:
- Mata : Berupa perdarahan retina, gangguan penglihatan sampai dengan kebutaann.
- Ginjal : Berupa gagal ginjal
- Jantung : Berupa payah jantung, jantung koroner.
- Otak : Berupa pendarahan akibat pecahnya mikro anerisma yang dapat menggakibatkan
kematian, iskemia dan proses emboli

3. Lansia Jatuh

 Pengertian Lansia Jatuh


Lansia adalah seseorang yang mencapai berusia 55 tahun yang merupakan kelompok
orang lansia yang mengalami proses penuan yang terjadi secara bertahap dan merupakan
proses alami yang tidak dapat dihandari (UU no.4 tahun 1945).
Lanjut usia adalah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih. Pada usia ini adalah
fase menurunkan kemampuan akan akal dan fisik, yang di mulai dengan adanya perubahan
hidup. (kemenkes RI 2010).
Jatuh adalah kejadian yang tidak disadari oleh seseorang yang terduduk di tempat
yang lebih rendah tanpa disebabkan oleh hilangnya kesadaran, stroke atau kekuatan yang
berlebihan (boedhi-Darmojo, 2011).
Jatuh pada lansia sebagaian besar disebabkan oleh kondisi lingkungan yang tidak
menguntungkan. Sebaliknya, penurunan pada orang yang berusia lebih dari 75 tahun biasanya
dikaitkan dengan faktor obat dan terkait penyakit (miller,2012).
Jatuh adalah kondisi medis serius yang mempengaruhi kesehatan lansia. Jatuh
merupakan salah satu sindrom geriatri yang paling umum yang mengancam kemandirian
lansia (kamel, Abdulmajeed & ismail, 2013)

 Etiologi Lansia Jatuh


Penyebab jatuh pada lansia biasanya merupakan gabungan beberapa faktor, antara lain:
1) Kecelakaan
Merupakan penyebab jatuh yang utama ( 30 – 50% kasus jatuh lansia ), Murni
kecelakaan misalnya terpeleset, tersandung. Gabungan antara lingkungan yang jelek
dengan kelainan-kelainan akibat proses menua misalnya karena mata kurang awas,
benda-benda yang ada di rumah tertabrak, lalu jatuh, nyeri kepala dan atau vertigo,
hipotensi orthostatic, hipovilemia/curah jantung rendah, disfungsi otonom, penurunan
kembalinya darah vena ke jantung, terlalu lama berbaring, pengaruh obat-obat hipotensi,
hipotensi sesudah makan.
2) Obat – obatan : Diuretik / antihipertensi, Antidepresen trisiklik, Sedativa, Antipsikotik,
Obat – obat hipoglikemia, Alkohol
3) Proses penyakit yang spesifik
Penyakit – penyakit akut seperti :
a) Kardiovaskuler : Stenosis aorta, Sinkope sinus carotis, hipotensi orthostatic
b) Neurologi : TIA, Stroke, Serangan kejang, Parkinson, Penyakit serebelum
4) Idiopatik (Tak Jelas Sebabnya)
5) Sinkope : Kehilangan Kesadaran secara Tiba-Tiba
 Drop attack (Serangan roboh)
 Penurunan darah ke otak secara tiba-tiba
Secara singkat faktor risiko jatuh pada lanjut usia dibagi dalam dua golongan
a. Faktor instrinsik
Faktor instrinsik adalah variabel-variabel yang menentukan mengapa seseorang
dapat jatuh pada waktu tertentu dan orang lain dalam kondisi yang sama mungkin tidak
jatuh (Gardner, 2000). Faktor intrinsik tersebut antara lain adalah gangguan muskuloskeletal
misalnya menyebabkan gangguan gaya berjalan, kelemahan ekstremitas bawah, kekakuan
sendi, sinkope yaitu kehilangan kesadaran secara tiba-tiba yang disebabkan oleh
berkurangnya aliran darah ke otak dengan gejala lemah, penglihatan gelap, keringat dingin,
pucat dan pusing.
b. Faktor ekstrinsik
Faktor ekstrinsik merupakan faktor dari luar (lingkungan sekitarnya) diantaranya
cahaya ruangan yang kurang terang, lantai yang licin, tersandung benda-benda.Faktor-faktor
ekstrinsik tersebut antara lain lingkungan yang tidak mendukung meliputi cahaya ruangan
yang kurang terang, lantai yang licin, tempat berpegangan yang tidak kuat, tidak stabil, atau
tergeletak di bawah, tempat tidur atau WC yang rendah atau jongkok, obat-obatan yang
diminum dan alat-alat bantu berjalan .(Darmojo, 2009).

 Komplikasi Lansia Jatuh

Jatuh pada lansia menimbulkan komplikasi – komplikasi seperti :


a. sindroma kecemasan setelah jatuh,
b. perlukaan baik jaringan lunak atau patah tulang,
c. disabilitas (Penurunan mobilitas),
d. penurunan status fungsional /penurunan kemandirian,
e. pasien meninggal dunia.
2. ASUHAN KEPERAWATAN

KASUS

Seorang lansia laki-laki berusia 78 tahun post stroke dan afasia sejak 2 tahun yang lalu.
Lansia tinggal di panti jompo. Hasil pengkajian perawat terhadap terhadap care giver : lansia
sering marah-marah dan melempar benda-benda di sekitarnya. Lansia kesal juka petugas tidak
paham apa yang diinginkan lansia. Care giver dan petugas panti sering berkomunikasi dengan
nada tinggi, cepat, berteriak dan menggunakan kalimat yang panjang dengan posisi berdiri di
samping lansia. Lansia mengalami kelumpuhan di ekstremitas kiri, sehingga banyak aktivitas
lansia dibantu oleh care giver. Makanan disajikan dipotong-potong kecil, lansia mampu makan
walaupun agak lambat: mandi, menggosok gigi dan berpakaian dibantu, biasanya lansia
didorong dengan kursi roda ke kamar mandi, care giver mengatakan lansia memakai diapers
karena sudah tidak bisa merasakan sensasi ingiin berkemih atau BAB (Barthel Index : 5 : Katz
Index : 1).

Care giver mengtakan lansia tidak mau mengikuti senam ataupun kegiatan lain yang ada
di panti. Lansia masih sering merokok jika teman-temannya ada yang merokok, apabila dilarang,
lansia melempar barang yang ada di dekatnya. Lansia sejak muda sudah merokok dan seorang
perokok berat. Lansia Pernah jatuh dari kursi roda 3 bulan yang lalu, saat berpindah dari kursi
roda ke tempat tidur. Lansia terpeleset karena lantai licin dan lansia gemar menggunakan sandal
yang lebih besar dari ukuran kakinya dan sol yang tipis. Hasil pemeriksaan TTV : TD 180/100
mmHg, N : 89 x/mnt, S : 36,7 C, RR : 13 x/mnt.

PENGKAJIAN

PENGKAJIAN INDIVIDU

KEPERAWATAN KESEHATAN LANSIA

Tanggal masuk : 23 Februari 2021

Nama Panti : Panti Sosial Karya Kasih

I. IDENTITAS DIRI KLIEN


Nama : Tn. X
Umur : 78 Tahun
Jenis Kelamin : Laki – Laki
Status Perkawinan : Kawin
Agama : Islam
Suku : Sunda
Pendidikan Terakhir : SMP
Sumber Informasi : Klien dan Care Giver
Keluarga yang dapat dihubungi : Tidak Ada
Diagnosis medis (bila ada) : Post Stroke dan Afasia

II. RIWAYAT KESEHATAN SAAT INI


Riwayat Kesehatan Sekarang
1. Keluhan Utama
Klien sering marah-marah dan melempar benda-benda di sekitarnya, klien kesal jika petugas
tidak paham apa yang diinginkan klien, dan klien sering berteriak dengan nada tinggi pada
pada petugas. klien mengalami kelumpuhan di extremitas kiri, sehingga banyak aktivitas
lansia dibantu , klien mampu makan walaupun agak lambat, klien memakai diapers karena
sudah tidak bisa merasakan sensasi ingin berkemih atau BAB.

2. Kronologi keluhan
a. Faktor pencetus : Lansia adalah perokok aktif sejak muda, dan bahkan
sekarang masih sering merokok dengan teman-temannya
b. Timbulnya keluhan : ( ) mendadak (√) bertahap
c. Lamanya : 9 bulan
d. Tindakan utama mengatasi : Tidak melakukan apapun

III. RIWAYAT KESEHATAN YANG LALU


a. Lansia post stroke dan afasia sejak 2 tahun lalu
b. Lansia perokok aktif sejak muda
c. Lansia pernah jatuh dari kurs roda 3 bulan yang lalu, saat berpindah dari kursi roda
ke tempat tidur
d. Lansia pernah terpeleset karena lantai licin dan lansia gemar menggunakan sandal
yang lebih besar dari ukuran kakinya dan sol yang tipis

IV. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA


Tn. X mengatakan bahwa di keluarganya ada yang mengidap hipertensi atau darah tinggi
yaitu ibu nya

V. STATUS PEMERIKSAAN FISIK


A. Keadaan Umum
1. Tanda-tanda vital :
a. Tekanan Darah (TD) : 180/100 mmHg
b. Nadi : 89x/menit
c. RR : 13x/menit
d. Suhu : 36,7 ̊C
e. Tinggi Badan : 169 cm
f. Berat Badan : 57 Kg
2. Kepala dan Rambut
Inspeksi : Bentuk kepala bulat, distribusi rambut merata, warna rambut hitam keputihan
Palpasi : Kepala tidak ada benjolan
3. Mata
Inspeksi : Simetris, sklera berwarna putih, konjungtiva tidak anemis
Palpasi : Tidak ada nyeri, tidak ada benjolan
4. Hidung
Inspeksi : Bentuk simetris, bulu hidung merata
Palpasi : Tidak ada nyeri,tidak ada benjolan
5. Telinga
Inspeksi : Simetris,Tampak bersih, pendengaran baik,tidak ada cairan keluar
Palpasi : Tidak nyeri, tidak ada benjolan
6. Mulut
Inspeksi : Mulut bersih , mukosa bibir terlihat kering, gigi tampak sedikit kuning dan
gigi banyak yang tanggal tersisa 8 buah
7. Leher
Inspeksi : nampak tidak ada pembesaran pada kelenjar tiroid
Palpasi : Tidak ada pembesaran pada kelenjar tiroid
B. Sistem Pernafasan
Inspeksi : Tarik napas dada, pernapasan lambat , RR 13x/mnt , pegerakan dada simetris
Palpasi : tidak ada benjolan, tidak ada nyeri, vokal premitus : normal ( paru kanan-kiri
seimbang getaranya
Perkusi : Batas paru ics 4-ics 6 , suara sonor
Auskultasi : suara napas vesikuler, tidak ada suara tambahan
C. Sistem Kardiovaskuler
Inspeksi : bentuk dada simetris, tidak ada pembengkakkan
Palpasi : tidak ada benjolan, tidak ada nyeri
Perkusi :
Auskultasi :
D. Sistem Pencernaan
Inspeksi : Bentuk perut simetris,tidak ada pembengkakan, warna kulit perut sawo
matang,tidak ada inflamasi,tidak ada pengeluaran umbilikus,
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa, tidak ada acites
Perkusi : adanya suara timpani
Auskultasi : Bising usus 10 x/menit
E. Sistem Perkemihan
Inspeksi : urin berwarna kuning, tidak ada bau yang menyengat, ada inkontinensia urin
Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada pelvis
F. Sistem Integumen
Inspeksi : ada lesi , tidak ada inflamasi, kulit sawo matang
Palpasi : tidak ada nyeri , turgor kulit tidak elastis
G. Ekstremitas
1. Ekstremitas atas
2222 | 4444
2. Ekstremitas bawah
2222 | 4444

VI. PENILAIAN PSIKOSOSIAL DAN SPIRITUAL


A. Pola interaksi dengan lingkungan
Kemampuan berinteraksi saat ini kurang baik kadang ngobrol dengan teman satu
kamarnya ,terkadang suka marah-marah dengan caregiver dan klien tidak pernah
mengikuti senam atau pun kegiatan lain yang dilaksanakan di panti setiap harinya. Klien
suka masih merokok jika teman- temannya ada yang merokok.
B. Bahasa
Klien biasa menggunakan bahasa sunda atau bahasa indonesia.
C. Perhatian dengan orang lain/lawan bicara
Klien saat bicara terkadang melihat langsung mata lawan bicara, kadang juga tidak
menatap mata lawan bicaranya.
D. Keadaan emosi
Keadaan emosi klien kurang stabil, klien sering marah-marah pada caregiver bila apa
yang dinginkannya tidak di berikan, sering berbicara dengan nada yang tinggi, dan
melempar barang yang ada di dekatnya.
E. Persepsi klien tentang kondisinya
Klien mengatakan bahwa penyakitnya sulit sembuh karena dia merasa sudah tua , ini
adalah penyakit orang tua, dan karena dia sering marah- marah.
F. Konsep diri
1. Gambaran diri
Ekstremitas kiri klien lumpuh.
2. Ideal diri
Klien bercita – cita dulu ingin menjadi pembalap , harapan klien saat ini dia ingin
sembuh dan bisa bergaul dengan teman –temannya dengan baik.
3. Harga diri
Klien mengatakan dirinya sudah tua dan tidak berguna lagi.
4. Peran diri
Lansia berperan sebagai kepala keluarga , sedangkan pada lingkungan anak dia
berperan sebagai kakak tertua.
5. Identitas diri
Klien seorang laki- laki, berusia 78 tahun, ditemukan di pinggir jalan oleh dinas
sosial dan dibawa ke panti sosial karya kasih.
G. Spiritual
Klien beragama islam dan kadang melakukan sholat di panti. Klien jarang mengikuti
kegiatan keagamaan yang dilakukan di panti..

Penilaian Kemandirian Lansia


INDEKS KATZ
 Format Pengkajian Katz Indeks dengan Skoring Huruf (A-G)

Nama : Tn. X Golongan Darah : B


Jenis Kelamin : L/P Umur : 78Th TB/BB : 169cm/ 57 kg
Agama : Islam............... Alamat :-
Pendidikan : SD/SMP/SMA/PT Tanggal : ..................
Suku : Sunda Perawat : Ns. B

No Aktivitas Mandiri Tergantung


1. Mandi

Mandiri :
Bantuan hanya pada satu bagian mandi
misalnya menggosok /membersihkan
sebagian tertentu dari anggota tubuhnya
(seperti punggung atau ekstremitas yang tidak
mampu) atau mandi sendiri sepenuhnya.
Tergantung:
Bantuan mandi lebih dari satu bagian tubuh
atau tidak mampu keluar masuk bath up
sendiri, serta tidak mampu mandi sendiri.
2. Berpakaian

Mandiri :
Mengambil baju dari lemari atau laci,
memakai pakaian, melepas / mengancingi/
mengikat pakaian sendiri.
Tergantung :
Tidak dapat memakai baju sendiri atau hanya
sebagian.
3. Ke Toilet / Kamar Mandi

Mandiri :
masuk dan keluar kamar mandi sendiri,
membersihkan genetalianya sendiri, bila
harus menggunkan bed pan/pispot hanya
digunakan dimalam hari.
Tergantung :
Menerima bantuan saat masuk dan keluar
kamar mandi, menggunakan pispot/bed pan.
4. Berpindah

Mandiri :
Berpindah ke dan dari tempat tidur untuk
duduk, bangkit dari kursi/kursi roda sendiri.
Bila menggunakan alat bantu mekanis
diperbolehkan.
Tergantung :
Bantuan dalam naik atau turun dari tempat
tidur atau kursi, tidak melakukan satu atau
lebih perpindahan.
5. Kontinensia (BAK/BAB)

Mandiri :
BAK dan BAB seluruhnya dapat dikontrol
sendiri.
Tergantung :
Inkontinensia parsial atau total ; penggunaan
kateter, pispot atau bedpan, pempers, enema.

6. Makan
Mandiri :

Mengambil makanan dari piring dan
menyuapinya sendiri (tidak termasuk dalam
memotong atau mengiris daging, mengoles
roti atau mentega)
Tergantung :
Bantuan dalam mengambil makanan dari
piring dan menyuapininya , tidak makan sama
sekali ; makan parenteral (NGT)

Keterangan :
Beri tanda (√) pada poin (mandiri/tergantung) yang sesuai dengan kondisi klien.
Dari kemampuan melaksanakan 6 aktivitas diatas, kemudian diklasifikasikan menjadi
7 tahapan. Tahapan aktivitas diatas kemudian disebut dengan Indeks Katz secara
berurutan sebagai berikut :

Skor Interpretasi
A Kemandrian dalam hal mandi, berpakian, ke toilet/kamar
mandi,berpindah, kontinensia (BAB/BAK), makan
B Kemandirian dalam semua hal kecuali satu dari fungsi tersebut
C Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi dan satu fungsi
tambahan
D Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi, berpakaian dan
satu fungsi tambahan
E Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi, berpakaian, ke
kamar mandi dan satu fungsi tambahan
F Kemandiran dalam semua hal kecuali mandi, berpakaian, ke
kamar mandi, berpindah dan satu fungsi tambahan
G Ketergantungan dalam ke enam aktivitas diatas
Lain-Lain Ketergantungan pada sedikitnya dua fungsi tetapi tidak dapat
diklasifikasikan sebagai C, D dan E

KESIMPULAN

Lansia ketergantungan pada ke 5 aktivitas kecuali makan, maka lansia masuk kategor
F.

 Pengkajian Katz Indeks dengan Skoring Angka (0-6)


Nama : Tn. X Golongan Darah : B
Jenis Kelamin : L/P Umur : 78Th TB/BB : 169cm/ 57 kg
Agama : Islam Alamat : Jl.Dewa
Pendidikan : SD/SMP/SMA/PT Tanggal : 23 februari 2021
Suku : Sunda Perawat : Ns. B

Activities (Aktivitas) Independence (Mandiri) Dependence (Tergantung)


Poin ( 1 atau 0) (1 poin) ( 0 poin)
TIDAK memerlukan Memerlukan pengawasan,
pengawasan, bantuan atau bantuan atau arahan orang
arahan orang lain lain.
Mandi Mampu mandi secara penuh Mandi memerlukan bantuan
(Bathing) dengan mandiri atau mandi untuk lebih dari satu bagian
memerlukan bantuan di satu badannya atau tidak mampu
Poin = 0 bagian tubuh tertentu seperti masuk keluar bath up secara
punggung, area genital atau mandiri atau memerlukan
ekstremitas yang tidak mampu bantuan total dalam mandi
Berpakaian Mampu mengambil pakaian dari Membutuhkan bantuan
(Dressing) lemari dan laci dan mampu sebagian dalam berpakaian
memakai, mengancing, sendiri atau total
Poin = 0 reseleting dan mengikat pakian.
Mengikat tali sepatu dapat
dibantu.
Ke Kamar Mandi Mampu masuk dan keluar Memerlukan bantuan dalam
(Toileting) kamar mandi, naik dan turun, keluar masuk kamar mandi,
mengatur pakaian, membersihkan area genital
Poin = 0 membersihkan area genital atau menggunakan
tanpa bantuan bedpan/pispot

Berpindah Berpindah dari tempat tidur ke Memerlukan bantuan dalam


(Transferring) kursi ataupun sebaliknya tanpa berpindah dari tempat tidur
bantuan. ke kursi atau sebaliknya atau
Poin = 0 Menggunkan alat bantu mekanis memerlukan bantuan total
diperbolehkan atau dapat dalam berpindah
diterima
Kontinensia Mampu mengontrol diri Inkontinensia parsial atau
(BAK/BAB) sepenuhnya atas BAK dan BAB total dari usus atau kandung
(Continence) kemih

Poin = 0
Feeding Mampu mengambil makanan Memerlukan bantuan
(Makan) dari piring ke mulut (menyuapi) sebagian atau total dalam
tanpa bantuan. makan atau memerlukan
Poin = 1 Menyiapkan makanan dapat bantuan makan secara
dibantu atau disiapkan oleh parenteral (memakai NGT)
orang lain.
TOTAL POIN = 1 , 6 = High (Mandiri) 0 = Low(Sangat Tergantung/Bergantung)

Format Pengkajian Barthel Indeks

Nama : Tn. X Golongan Darah : B


Jenis Kelamin : L/P Umur : 78Th TB/BB : 169cm/ 57 kg
Agama : Islam Alamat : Jl.Dewa
Pendidikan : SD/SMP/SMA/PT Tanggal : 23 februari 2020
Suku : Sunda Perawat : Ns. B

No. Aktivitas Penilaian Nilai


1. Makan 0 = tidak mampu 5
5 = memerlukan bantuan, seperti memotong
makanan, mengoleskan mentega atu memerlukan
diet khusus
10 = mandiri/tanpa bantuan
2. Mandi 0 = tergantung 0
5 = mandiri
3. Perawatan diri 0 = perlu bantuan untuk menata penampilan diri 0
5 = mampu secara mandiri
4. Berpakaian 0 = tergantung atau tidak mampu 5
5 = perlu dibantu tapi dapat melakukannya sebagian
10 = mandiri (mampu mengancingkan baju,
menutup reseleting, merapihkan dll)
5. Buang air besar 0 = inkontinensia atau tergantung pada enema 5
5 = kadang inkontinensia (sekali seminggu)
10 = normal
6. Buang air kecil 0 = inkontinensia atau dipasang kateter atau tidak 0
mampu mengontrol BAK secara mandiri
5 = kadang inkontinensia
10 = normal
7. Penggunaan kamar 0 = tergantung atau tidak mampu 5
mandi
5 = perlu dibantu tapi tidak tergantung penuh
10 = mandiri
8. Berpindah tempat / 0 = tidak mampu atau mengalami gangguan 5
transfer keseimbangan
(berpindah tempat 5 = memerlukan banyak bantuan (satu atau dua
dari tempat tidur ke orang) untuk bisa duduk
tempat duduk atau
10 = memerlukan sedikit bantuan (hanya diarahkan
sebaliknya)
secara verbal)
15 = mandiri
9. Mobilitas (berjalan 0 = tidak mampu berjalan 5
pada permukaan yang
5 = hanya bisa bergerak dengan kursi roda
rata)
10 = berjalan dengan bantuan orang lain
15 = mandiri (meskipun menggunakan alat bantu
seperti tongkat)
10. Menaiki atau 0 = tidak mampu 0
menuruni tangga 5 = memerlukan bantuan
10 = mandiri
Keterangan :
0 – 20 : Ketergantungan Total
21 – 40 : Ketergantungan Berat
41 – 60 : Ketergantungan Sedang
61 – 90 : Ketergantungan Ringan
91 – 100 : Mandiri

Kesimpulan
Score yang di dapat sebesar 30 , sehinga masuk kategori ketergantungan berat.

DATA FOKUS

DATA SUBJEKTIF DATA OBJEKTIF


1. Care giver mengatakan klien memakai 1. Klien mengalami kelumpuhan di
diapers karena sudah tidak bisa extremitas kiri.
merasakan sensasi ingin berkemih atau 2. Banyak aktivitas klien dibantu oleh care
BAB giver
2. Care giver mengatakan Klien tidak mau 3. Makanan disajikan dipotong-potong kecil,
mengikuti senam ataupun kegiatan lain Klien mampu makan walaupun agak
yang ada di panti. lambat
3. Care giver mengatakan klien sering kali 4. Mandi, menggosok gigi dan berpakain
berbicara tidak jelas dibantu.
4. Klien mengatakan memiliki riwayat 5. Biasanya Klien didorong dengan kursi
hipertensi roda ke kamar mandi
5. Klien mengatakan sejak muda sudah 6. Klien Riwayat post stroke dan afasia sejak
merokok dan seorang perokok berat 2 tahun yang lalu
6. Klien gemar menggunakan sandal yang 7. Lansia kesal jika petugas tidak paham apa
lebih besar dari ukuran kakinya dan sol yang diinginkan lansia
yang tipis. 8. Lansia sering marah-marah dan melempar
benda-benda di sekitarnya.
9. Care giver dan petugas panti sering
berkomunikasi dengan nada tinggi, cepat,
berteriak dan menggunakan kalimat yang
panjang dengan posisi berdiri di samping
lansia.
10. Nilai Barthel Index : 5
11. Nilai Katz Index : 1
12. Klien pernah jatuh dari kursi roda 3 bulan
yang lalu, saat berpindah dari kursi roda
ke tempat tidur.
13. Klien terpeleset karena lantai licin
14. Klien sering marah-marah dan melempar
benda disekitarnya
15. Klien terlihat masih sering merokok jika
ada temannya yang merokok
16. TTV:
TD : 180/100 mmHg
N : 89 x/mnt
S : 36
RR : 13 x/mnt
17. Kekuatan otot:
2222 4444
2222 4444

ANALISA DATA

Data Fokus Masalah


Data Subjektif:
1. Care giver mengatakan klien memakai Hambatan Mobilitas Fisik b.d penurunan
diapers karena sudah tidak bisa kekuatan otot
merasakan sensasi ingin berkemih (Domain 4, Kode 00085)
atau BAB
2. Care giver mengatakan Klien tidak
mau mengikuti senam ataupun
kegiatan lain yang ada di panti.

Data Objektif:
a. Klien mengalami kelumpuhan di
extremitas kiri.
b. Banyak aktivitas Klien dibantu oleh
care giver
c. Makanan disajikan dipotong-potong
kecil, Klien mampu makan walaupun
agak lambat
d. Mandi, menggosok gigi dan berpakain
dibantu.
e. Biasanya Klien didorong dengan kursi
roda ke kamar mandi
f. Nilai Barthel Index : 5
g. Nilai Katz Index : 1
h. Kekuatan Otot
2222 4444
2222 4444
Data Subjektif: Hambatan komunikasi verbal bd. gangguan
1. Care giver mengatakan klien sering sistem saraf pusat
kali berbicara tidak jelas (Domain 5. Kode 00051)
2. Klien mengatakan memiliki riwayat
hipertensi

Data Objektif:
1. Klien Riwayat post stroke dan afasia
sejak 2 tahun yang lalu
2. Lansia kesal jika petugas tidak paham
apa yang diinginkan lansia

3. Lansia sering marah-marah dan


melempar benda-benda di sekitarnya.
4. Care giver dan petugas panti sering
berkomunikasi dengan nada tinggi,
cepat, berteriak dan menggunakan
kalimat yang panjang dengan posisi
berdiri di samping lansia.
Data Subjektif:
1. Klien gemar menggunakan sandal
yang lebih besar dari ukuran kakinya
dan sol yang tipis.
Data Objektif:
1. Klien pernah jatuh dari kursi roda 3 Risiko Jatuh riwayat jatuh dd. penggunaan
bulan yang lalu, saat berpindah dari alat bantu (kursi roda), usia >65 th
kursi roda ke tempat tidur. (Domain 11, Kode 00155)
2. Klien terpeleset karena lantai licin
3. Klien sering marah-marah dan
melempar benda disekitarnya

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Hambatan Mobilitas Fisik b.d penurunan kekuatan otot (Domain 4, Kode 00085)
2. Hambatan komunikasi verbal bd. gangguan sistem saraf pusat (Domain 5. Kode 00051)
3. Risiko Jatuh dd. riwayat jatuh, penggunaan alat bantu (kursi roda), usia >65 th (Domain 11,
Kode 00155)

RENCANA KEPERAWATAN

No. Diagnosa NOC NIC


1. Hambatan Mobilitas Tujuan umum : 1. Terapi latihan: ambulasi
Fisik b.d penurunan Setelah dilakukan tindakan (Kode 0221)
kekuatan otot keperawatan selama 3x24 jam  Terapkan/sediakan alat
(Domain 4, Kode lansia diharapkan mampu bantu (kursi roda,
00085) melakukan gerakan fisik secara tongkat) untuk ambulasi,
Ditandai dengan: mandiri dan terarah jika pasien tidak stabil
Data Subjektif:  Instruksikan
1. Care giver Tujuan Khusus : pasien/caregiver
mengatakan 1. Ambulasi : kursi roda mengenai pemindahan
klien memakai (Kode 0200) dan teknik ambulasi
diapers karena  Perpindahan ke dan dari yang aman
sudah tidak bisa kursi roda  Bantu pasien untuk
merasakan dipertahankan pada berdiri dan ambulasi
sensasi ingin sangat terganggu (1) dan dengan jarak tertentu dan
berkemih atau ditingkatkan ke cukup dengan sejumlah staf
BAB terganggu (3) tertentu
2. Care giver  Menjalankan kursi roda 2. Pengaturan posisi : kursi
mengatakan dengan aman roda (Kode 0846)
Klien tidak mau dipertahankan pada  Pilih kursi roda yang
mengikuti senam sangat terganggu (1) dan sesuai untuk pasien
ataupun kegiatan ditingkatkan ke sedikit  Cek posisi pasien dikursi
lain yang ada di terganggu (4) roda saat pasien duduk
panti.  Menjalankan kursi roda pada bantalan yang

Data Objektif: dalam jarak dekat dipilih dan pakai alas

1. Klien mengalami dipertahankan pada kaki yang sesuai

kelumpuhan di sangat terganggu (1) dan  Instruksikan pasien

extremitas kiri ditingkatkan ke sedikit mengenai bagaimana

2. Banyak aktivitas terganggu (4) cara berpindah dari

Klien dibantu 2. Kemampuan berpindah tempat tidur ke kursi

oleh care giver (Kode 0210) roda, sesuai kebutuhan

3. Makanan  Berpindah dari tempat 3. Bantuan perawatan diri

disajikan tidur ke kursi (Kode 1800)

dipotong-potong dipertahankan pada  Pertimbangkan usia


kecil, Klien sangat terganggu (1) dan pasien ketika
mampu makan ditingkatkan pada cukup meningkatkan aktivitas
walaupun agak terganggu (3) perawatan diri
lambat  Berpindah dari kursi  Monitor kemampuan
4. Mandi, roda ke toilet merawat diri secara
menggosok gigi dipertahankan pada mandiri
dan berpakain sangat terganggu (1) dan  Berikan bantuan sampai
dibantu. ditingkatkan ke cukup pasien mampu meakukan
5. Biasanya Klien terganggu (3) perawatan diri mandiri
didorong dengan  Berpindah dari toilet ke  Dorong kemandirian
kursi roda ke kursi roda pasien, tapi bantu ketika
kamar mandi dipertahankan pada pasien tak mampu
6. Nilai Barthel sangat terganggu (1) dan melakukannya
Index : 5 ditingkatkan ke cukup 4. Terapi aktivitas (Kode
7. Nilai Katz terganggu (3) 4310)
Index : 1 3. Partisipasi dalam latihan  Bantu klien untuk tetap
8. Kekuatan Otot (Kode 1633) fokus pada kekuatan,
2222 4444  Merencanakan latihan deiabndingkan dengan

2222 4444 yang tepat dengan kelemahan


tenaga kesehatan  Bantu dengan aktivitas
sebelum memulai secara teratur (ambulasi,
latihan dipertahankan berpindah,dan
pada tidak pernah kebersihan diri) sesuai
menunjukkan (1) dan dengan kebutuhan
ditingkatkan pada
kadang-kadang
menunjukkan (3)
 Mengidentifikasi
hambatan dalam
program latihan
dipertahankan pada
tidak pernah
menunjukkan (1) dan
ditingkatkan ke kadang-
kadang menunjukkan
(3)
 Menggunakan strategi
untuk menghadapi
hambatan dalam
olahraga dipertahankan
pada tidak pernah
menunjukkan (1) dan
ditingkatkan ke sering
menunjukkan (4)
4. Toleransi terhadap
aktivitas (Kode 0005)
 Kemudahan dalam
melakukan aktivitas
hidup harian (ADL)
dipertahankan pada
sangat terganggu (1) dan
ditingkatkan ke cukup
terganggu (3)
2. Hambatan komunikasi Tujuan Umum : 1. Mendengar aktif (Kode 4920)
verbal bd. gangguan Setelah dilakukan tindakan  Fokus penuh kepada
sistem saraf pusat keperawatan selama 3x24 jam, interaksi yang terjalin
(Domain 5. Kode diharapkan tidak ada hambatan dengan menekan perasaan
00051) pada komunikasi verbal pasien menghakimi, bias, asumsi
di tandai dengan : maupun menggunakan
Data Subjektif: Tujuan Khusus : pendapat personal serta
1. Care giver 1.Komunikasi : distraksi-distraksi lainnya.
mengatakan Mengekspresikan (Kode  Tunjukkan kesadaran dan
klien sering kali 0930) rasa sensitif terhadap
berbicara tidak  Menggunakan bahasa emosi yang ditunjukkan
jelas lisan :vokal klien.
2. Klien dipertahankan pada  Sadari tempo suara,
mengatakan sangat terganggu volume, kecepatan,
memiliki riwayat ditingkatkan ke sedikit maupun tekanan suara.
hipertensi terganggu (1-4)  Berespon segera sehingga
 Kejelasan berbicara menunjukkan pemahaman
Data Objektif:
dipertahankan pada terhadap pesan yang
1. Klien Riwayat
sangat terganggu diterima (dari pasien)
post stroke dan
ditingkatkan pada  Verifikasi pemahaman
afasia sejak 2
sedikit terganggu (1-4) mengenai pesan-pesan
tahun yang lalu
2.Komunikasi : Penerimaan yang disampaikan dengan
2. Lansia kesal jika
(Kode 0204) menggunakan pertanyaan
petugas tidak
 Interpretasi bahasa lisan maupun memberikan
paham apa yang
dipertahankan pada umpan balik.
diinginkan lansia
sangat terganggu 2. Peningkatan komunikasi :
3. Lansia sering ditingkatkan pada Kurang bicara (Kode 4976)
marah-marah dan sedikit terganggu (1-4)  Monitor pasien terkait
melempar benda- 3.Status kenyamanan : dengan perasaan frustasi,
benda di Sosiokultural (Kode 2012) kemarahan, depresi, atau
sekitarnya.  Mampu respon-respon lain
4. Care giver dan mengkomunikasikan disebabkan karena adanya
petugas panti kebutuhan gangguan kemampuan
sering dipertahankan pada berbicara.
berkomunikasi sangat terganggu  Kenali emosi dan peilaku
dengan nada ditingkatkan pada fisik (pasien) sebagai
tinggi, cepat, sedikit terganggu (1-4) bentuk komunikasi
berteriak dan 4.Kepuasan klien : (mereka).
menggunakan Komunikasii (Kode 3002)  Sediakan metode alternatif
kalimat yang  Staf menggunakan untuk berkomunikasi
panjang dengan komunikasi yang tidak dengan berbicara
posisi berdiri di menghakimi (misalnya, menulis di
samping lansia dipertahankan pada meja, menggunakan kartu,
tidak puas ditingkatkan kedipan mata, papan
pada sangat puas (1-4) komunikasi dengan
 Nilai-nilai personal gambar dan huruf, tanda
dipertimbangkan dalam dengan tangan atau postur,
komunikasi dan menggunakan
dipertahankan pada komputer).
tidak puas ditingkatkan  Sesuaikan gaya
pada sangat puas (1-4) komunikasi untuk
5.Keseimbangan alam memenuhi kebutuhan
perasaan (Kode 1204) klien (misalnya, berdiri I
 Menunjukkan alam depan pasien saat
persaan yang stabil berbicara, mendengarkan
dipertahankan pada dengan penuh perhatian,
dipertahankan pada menyampaikan satu ide
tidak pernah atau pemikiran pada satu
menunjukkan waktu, bicara pelan untuk
ditingkatkan pada sering menghindari berteriak,
menunjukkan (1-4) gunakan komunikasi
tertulis, atau bantuan
keluarga dalam
memahami pembicaraan
pasien).
 Ulangi apa yang
disampaikan pasien untuk
menjamin akurasi.
 Ungkapkan pertanyaan
dimana pasien dapat
menjawab dengan
menggunakan jawaban
sederhana ‘ya’ atau
‘tidak’, waspada akan
pasien dengan kondisi
expressive aphasia yang
mungkin memberikan
respon otomatis yang
tidak tepat.
3. Manajemen lingkungan
(Kode 6480)
 Individualisasikan
rutinitas sehari-hari untuk
memenuhi kebutuhan
pasien.
4. Menghadirkan diri (Kode
5340)
 Tunjukkan perilaku
menerima
 Bina rasa percaya dan
penghargaan positif
 Dengarkan apa yang
menjadi perhatian pasien
3. Risiko Jatuh riwayat Tujuan Umum : 1.Pencegahan jatuh (Kode
jatuh dd. penggunaan Setelah dilakukan tindakan 6490)
alat bantu (kursi roda), keperawatan 3x24 jam  Identifikasi perilaku dan
usia >65 th (Domain diharapkan resiko jatuh pada faktor yang mempengaruhi
11, Kode 00155) klien tidak terjadi resiko jatuh
ditandai dengan :  Identifikasi karakteristik dari
Data Subjektif: Tujuan Khusus : lngkungan yang mungkin
1. Klien gemar 1. Pengetahuan: meningkatkan potensi jatuh
menggunakan Pencegahan jatuh (Kode  Letakan benda – benda yang
sandal yang lebih 1828) mudah dijangkau oleh pasien
besar dari ukuran  Penggunaan alat bantu  Gunakan teknik yang tepat
kakinya dan sol yang benar untuk memindahkan pasien
yang tipis. dipertahankan pada dari dan ke kursi roda, tempat
pengetahuan sedang (3) tidur, toilet, dll.
Data Objektif:
dan ditingkatkan ke 2.Manajemen Lingkungan:
1. Klien pernah
pengetahuan sangat Keselamatan (Kode 6468)
jatuh dari kursi
banyak (5)  Identifikasi hal hal yang
roda 3 bulan
 Penggunaan Alas kaki membahayakan di
yang lalu, saat
yang tepat lingkungan
berpindah dari
kursi roda ke
dipertahankan pada  Modifikasi lingkungan untuk
pengetahuan sedang (3) meminimalkan hal yang
tempat tidur.
dan ditingkatkan ke berbahaya dan beresiko
2. Klien
pengetahuan sangat  Bantu pasien saat melakukan
terpeleset
banyak (5) perpindahan ke lingkungan
karena lantai
licin  Latihan untuk yang lebih aman.

3. Klien sering mengurangi resiko jatuh 3.Bantuan perawatan diri

marah-marah dipertahankan pada (Kode 1800)

dan melempar pengetahuan sedang (3)  Monitor kemampuan

benda dan ditingkatkan ke perawatan diri secara

disekitarnya pengetahuan sangat mandiri


banyak (5)  Bantu pasien menerima
kebutuhan terakait dengan
2. Ambulasi: kursi roda kondisi ketergantungan
(Kode 0201) pasien.
 Perpindahan ke dan dari  Dorong pasien untuk
kursi roda melakukan aktivitas
dipertahankan pada normal sehari-hari sampai
banyak terganggu (2) batas kemampuan pasien.
dan ditingkatkan tidak 4. Terapi Latihan:
terganggu (5) Keseimbangan (Kode
 Menjalankan kursi roda 0221)
dengan aman  Tentukan kemampuan
dipertahankan pada pasien untuk berpartisipasi
sedikit terganggu (4) dalam kegiatan yang
dan ditingkatkan ke membutuhkan
tidak terganggu (5) keseimbangan
 Kolaborasi dengan terapis
3. Perilaku pencegahan fisik, okupasional dan
jatuh (Kode 1909) terapis rekreasi dalam
 Menempatkan mengembangkan dan
penghalang untuk melaksanakan program
mencegah jatuh latihan yang sesuai.
dipertahankan pada  Berikan kesempatan untuk
jarang menunjukkan (2) mendiskusikan faktor-
dan ditingkatkan ke faktor yang mempengaruhi
tsering menunjukkan (4) ketakutan akan jatuh.
 Menggunakan prosedur  Sediakan lingkungan yang
pemindahan yang aman aman untuk latihan.
dipertahankan pada 5. Peningkatan latihan:
jarang menunjukkan (2) latihan kekuatan (Kode
dan ditingkatkan ke 0201)
sering menunjukkan (4)  Lakukan skrining
 Menggunakan alat bantu kesehatan sebelum
dengan benar memulai latihan untuk
dipertahankan pada mengidentifikasi ressiko
kadang-kadang dengan skala kesiapan
menunjukkan (3) dan latihan fisik terstandar.
ditingkatkan ke sering  Beri informasi mengenai
menunjukkan (4) jenis latihan daya tahan
otot yang bisa dilakukan
 Modifikasi gerakan dan
metode dalam
mengaplikasikan resistensi
untuk pasien yang harus
tetap duduk di kurdi
maupun di tempat tidur.
 Instruksikan untuk
melakukan sesi latihan
pada kelompok otot
tertentu secara berselang-
seling setiap harinya untuk
memfasilitasi adaptasi otot
terhadap latihan.

BAB III

PENUTUP
A. Simpulan
Lanjut Usia (Lansia) adalah kelompok pendu duk yang berusia 60 tahun keatas. Secara
biologis lanjut usia ialah orang yang mengalami proses penuaan secara terus menerus, yang
ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin rentannya terhadap serangan
penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan
dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ (Roubenoff et al., 2000).
Menurut Nugroho (2008) proses menua adalah proses yang terjadi sepanjang hidup
manusia, dimulai sejak awal kehidupan. Proses menua merupakan akibat dari kehilangan
yang bersifat berrtahap (gradual loss) yang terkait dengan banyaknya perubahan yang terjadi
pada lansia. Proses penuaan ini menyebabkan terjadinya perubahan fungsi pada lansia
seperti masalah kesehatannya.
Stroke adalah suatu sindrom klinis yang ditandai dengan hilangnya fungsi otak
secara akut dan dapat menimbulkan kematian (world health organization,2014). Angka
kejadian stroke didunia kira-kira 200 per 100.000 penduduk dalam setahun. Di indonesia
diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 penduduk terkena serangan stroke dan sekitar 25%
atau 125.000 orang meninggal sedangkan sisanya mengalami cacat ringan bahkan bisa
menjadi cacat berat. (Pudiastuti,2011).
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan
darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima
menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang (kemenkes RI,2013).

Salah satu permasalahan lansia adalah tingginya angka prevalensi kejadian jatuh. Jatuh
merupakan kegagalan manusia untuk mempertahankan keseimbangan badan untuk berdiri.
Kejadian jatuh pada lansia semakin meningkat apabila tidak ditangani dengan serius dan
bahkan bisa menyebabkan kematian. Frekuensi jatuh usia 65 tahun sekitar 28-35% atau 2-4
kali setiap tahunnya dan meningkat di usia 70 tahun mencapai 32-42% jatuh sampai 5-7
kali. Lansia yang tinggal di panti jompo lebih sering jatuh dari pada lansia yang tinggal di
rumah yang mencapai 30-50% setiap tahunnya dan meningkat 40% yang mengalami jatuh
berulang. Insiden jatuh di Indonesia sendiri terdapat 43,47% untuk lansia yang tinggal di
panti, kejadian ini dalam 1 tahun terjadi sampai 1-2 kali (Darmojo, 2015, p. 179) dan
(Nugroho, 2015, pp. 41-42).
B. Saran
Masa tua adalah sesuatu yang akan dan harus dihadapi oleh setiap manusia, untuk
menjalani proses kehidupan mereka. Tidak ada satupun orang yang dapat menghindarinya dan
berusaha agar tetap dapat terlihat awet muda.Berbagai proses harus dilewati, namun beberapa
orang ada yang dapat melalui prosesnya dengan baik, namun ada pula yang tidak cukup lancar.
Ditinjau dari berbagai aspek dan sudut pandang, dari segi fisik dan kejiwaan. Mencegah lebih
baik daripada mengobati. Istilah ini sudah sangat lumrah di kalangan kita. Oleh karena itu,
untuk mencegah terjadinya stroke, maka yang harus kita ubah mulai sekarang adalah pola
hidup dan pola makan yang sehat dan teratur. Jika kita membiasakan hidup sehat, maka kita
tidak akan mudah terserang penyakit.
Maka, perawat yang melakukan tindakan asuhan keperawatan pada berbagai tingkatan
usia harus dan wajib tahu bagaimana konidisi fisiologis pasiennya. Termasuk pada usia lanjut.
Semoga makalah ini dapat menjadi salah satu referensinya. Baik sebagai acuan dalam
pembelajaran, ataupun sebagai pedoman dalam tindakan asuhan keperawatan pada klien usia
lanjut.
Selain itu untuk mengendalikannya, Pemerintah juga melaksanakan Program Indonesia
Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS-PK) dan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas).
Harapannya, seluruh komponen bangsa dengan sadar mau membudayakan perilaku hidup sehat
dimulai dari keluarga. Germas dilakukan dengan melakukan aktifitas fisik, menerapkan
perilaku hidup sehat, konsumsi pangan sehat dan bergizi, melakukan pencegahan dan deteksi
dini penyakit, meningkatkan kualitas lingkungan menjadi lebih baik, dan meningkatkan
edukasi hidup sehat.
Kementerian Kesehatan mengimbau seluruh masyarakat agar melakukan deteksi dini
hipertensi secara teratur. Selain itu juga menerapkan pola hidup sehat dengan perilaku
CERDIK (Cek kesehatan secara berkala, Enyahkan asap rokok, Rajin aktifitas fisik, Diet sehat
dan seimbang, Istirahat yang cukup, dan Kelola stres).

DAFTAR PUSTAKA
American Hearth Association/American Stroke Association (AHA ASA).2006. Primary Prevention
of Ischemic Stroke. http://stroke.ahajournals.org/cgi/content/full/37/6/1583#FIG1173987

American Hearth Association/American Stroke Association (AHA/ASA).2012. Hearth Disease


and stroke statistics.

Badan Pusat Statistik.2019. Statistik Penduduk Lanjut Usia 2019. Jakarta : Badan Pusat Statistik

Darmojo, B. (2015). Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia

Darmojo RB, Martono H. 2009. Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut) edisi 4. Jakarta:
Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Gardner MM, Robertson MC, Campbell AJ. Exercise in preventing falls and falls related injuries in
older people: a review of randomised controlled trials. Br J Sport Med 2000;34:7-17.

Kementerian Kesehatan RI (2013) Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013. Jakarta:
Badan Peneliian dan Pengembangan Kesehatan.

Kementerian Kesehatan RI (2018) Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018. Jakarta:
Badan Penelitan dan Pengembangan Kesehatan.

Kementerian Kesehatan RI (2018) Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018.
Jakarta: Kementerian Kesehtan RI Badan Peneliian dan Pengembangan Kesehatan.

Nably.R.A2012.Deteksi dini gejala dan pengobatan stroke. Yogyakarta : Aulia Publishing

Nugroho, W.2015.Keperawatan Gerontik & Geriatrik. Jakarta : EGC

Susilawati, F., & Nurhayati, H.K (2018). Faktor Resiko Kejadian Stroke Di Rumah Sakit. Jurnal
Keperawatan, Volume XIV, No. 1, April 2018. ISSN 1907 – 0357

Yosi, O., dkk (2020). Edukasi Kesehatan Penyakit Stroke Pada Lansia. MEDIC, Volume 3, Nomor
2, Oktober 2020, Hal: 106-109

Ghani, L., dkk (2016). Faktor Risiko Dominan Penderita Stroke di Indonesia. Buletin Penelitian
Kesehatan, Vol. 44, No. 1, Maret 2016 : 49-58
Herawan, T., & Fahrun, N.R. (2017). Pengaruh Senam Hipertensi Lansia Terhadap Penurunan
Tekanan Darah Lansia Dengan Hipertensi Di Panti Wreda Darma Bhakti Kelurahan Pajang
Surakarta. JURNAL KESEHATAN, ISSN 1979-7621, Vol. 10, No. 1. Juni 2017.

Mahmudah, S., dkk. (2015). Hubungan Gaya Hidup Dan Pola Makan Dengan Kejadian Hipertensi
Pada Lansia Di Kelurahan Sawangan Baru. Biomedika, Volume 7 Nomor 2, Agustus 2015.

Deniro, A.J.N., dkk (2017). Hubungan antara Usia dan Aktivitas Sehari-Hari dengan Risiko Jatuh
Pasien Instalasi Rawat Jalan Geriatri. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia | Vol. 4, No. 4 |
Desember 2017 |

P2PTM Kemenkes RI.2019.Hari Hipertensi Dunia 2019 : “Know Your Number Kendalikan
Tekanan Darahmu dengan CERDIK”. http://p2ptm.kemkes.go.id/kegiatan-p2ptm/pusat-hari-
hipertensi-dunia-2019-know-your-number-kendalikan-tekanan-darahmu-dengan-cerdik

Stroke Forum.2015. Epidemiology of stroke. http://www.strokeforum.com/stroke-


background/epidemiology.html

Yastroki.2009. Indonesia tempati urutan pertama didunia dalam jumlah terbanyak penderita
stroke. http://www/.yastroki.or.od/read.php?id=341

Anda mungkin juga menyukai