Anda di halaman 1dari 251

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA LANSIA DENGAN

PERUBAHAN KARDIOVASKULER
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Gerontik

Dosen pengampu: Ns. Ritanti, M.Kep, Sp. Kep. Kom

Disusun oleh:
Muhammad Panji Asmoro 1710711015
Siva Herawati 1710711016
Ririn Alfiah Rianti 1710711018
Ganis Eka Madani 1710711024
Fiqih Nur Aida 1710711033
Hopipah Indah N. 1710711053

TUTOR B

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL "VETERAN" JAKARTA
2020
1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nya
kami dapat menyusun dan menyelesaikan makalah “Asuhan Keperawatan Gerontik pada Lansia
dengan Perubahan Kardiovaskuler” ini tepat pada waktu yang telah ditentukan. Makalah ini diajukan
guna memenuhi tugas yang diberikan dosen pada mata kuliah Keperawatan Gerontik.
Pada kesempatan ini juga kami berterima kasih atas bimbingan dan masukan dari semua pihak
yang telah memberi kami bantuan wawasan untuk dapat menyelesaikan makalah ini, baik itu secara
langsung maupun tidak langsung.
Kami menyadari isi makalah ini masih jauh dari kategori sempurna, baik dari segi kalimat, isi,
maupun dalam penyusunan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari dosen mata kuliah
yang bersangkutan dan rekan-rekan semuanya, sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini
dan makalah-makalah selanjutnya.

Depok, 19 April 2020

Kelompok

2
DAFTAR ISI

COVER .....................................................................................................................................1
KATA PENGANTAR ..............................................................................................................2
DAFTAR ISI ............................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...............................................................................................................4
B. Rumusan Masalah..........................................................................................................5
C. Tujuan Penulisan............................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN
A. Prevalensi Stroke, Hipertensi, dan Jatuh pada Lansia....................................................6
1. Prevalensi Stroke .....................................................................................................6
2. Prevalensi Hipertensi………………………...................................................….....6
3. Prevalensi Resiko Jatuh pada Lansia........................................................................9
B. Pengertian, Etiologi, Komplikasi dari masalah yang dialami Lansia............................10
1. Pengertian, Etiologi dan Komplikasi Stroke pada Lansia ......................................10
2. Pengertian, Etiologi dan Komplikasi Hipertensi pada Lansia ................................19
3. Pengertian, Etiologi dan Komplikasi Resiko Jatuh pada Lansia ............................25
C. Asuhan Keperawatan pada Lansia dengan Perubahan Kardiovaskuler.........................27
1. Kasus .......................................................................................................................27
2. Pengkajian Individu Kesehatan Keperawatan Lansia .............................................28
3. Analisa Data ..........................................………………………………………..…36
4. Diagnosa .....................................…………………………………………...…..…38
5. Intervensi .................................................................................................................38
BAB III PENUTUP
A. Simpulan …..........................………………………….……………....……………….41
B. Saran …….........................…………………………….....……………………………41
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................42

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Stroke adalah suatu kondisi yang terjadi ketika pasokan darah ke suatu bagian
otak tiba-tiba terganggu, karena sebagian sel-sel otak mengalami kematian akibat
gangguan aliran darah karena sumbatan atau pecahnya pembuluh darah otak.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Nasional tahun 2013, prevalensi stroke
di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar tujuh per mil dan yang
terdiagnosis oleh tenaga kesehatan (nakes) atau gejala sebesar 12,1 per mil. Jadi,
sebanyak 57,9 persen penyakit stroke telah terdiagnosis oleh nakes.
Jumlah penderita hipertensi di dunia terus meningkat setiap tahunnya,
diperkirakan pada 2025 akan ada 1,5 miliar orang yang terkena hipertensi. Diperkirakan
juga setiap tahun ada 9,4 juta orang meninggal akibat hipertensi dan komplikasi. Karena
itu, bertepatan dengan Hari Hipertensi Sedunia 2018, Kementerian Kesehatan
mengimbau seluruh masyarakat agar melakukan deteksi dini hipertensi secara teratur.
Selain itu juga menerapkan pola hidup sehat dengan perilaku CERDIK (Cek kesehatan
secara berkala, Enyahkan asap rokok, Rajin aktifitas fisik, Diet sehat dan seimbang,
Istirahat yang cukup, dan Kelola stres).
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan presentase
lansianya yang cukup tinggi. Persentase penduduk lansia tahun 2008, 2009 dan 2012
telah mencapai lebih dari 7% jumlah keseluruhan penduduk, dengan sebaran penduduk
lansia di provinsi D.I.Yogyakarta memiliki proporsi lansia paling tinggi (13,20%),
sedangkan jumlah lansia paling rendah berada di Provinsi Papua (2,56%) dan
Kepulauan Riau (3,76%). Penduduk lansia yang terbesar di Yogyakarta berasal dari
Kabupaten Sleman, yaitu berkisar 135.644 orang atau 12,95% dari jumlah penduduk
Sleman (Pemerintah KabupatenSleman, 2015). Menurut BPS Kabupaten Semarang
(2015) di Kabupaten Semarang penduduknya pada akhir tahun 2010 sebanyak 933.764
jiwa dan pada akhir tahun 2014 mencapai 955.481 jiwa. Dibandingkan dengan kondisi
akhir tahun 2010 3 terdapat penambahan jumlah penduduk sebanyak 21.717 jiwa atau
rata-rata pertahunnya bertambah 5.429 jiwa.

4
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana prevalensi mengenai kasus Stroke, Hipertensi, dan Resiko jatuh
pada lansia di Indonesia?
2. Apa definisi dari kasus Stroke, Hipertensi, dan Resiko jatuh pada lansia?
3. Apa etiologi dari kasus Stroke, Hipertensi, dan Resiko jatuh pada lansia?
4. Apa saja komplikasi yang timbul pada kasus Stroke, Hipertensi, dan Resiko
jatuh pada lansia?
5. Apa saja yang harus ditanyakan saat pengkajian individu kesehatan keperawatan
pada lansia?
6. Bagaimana penilaian psikososial dan spiritual pada lansia?
7. Apa saja penilaian dalam kemandirian lansia?
8. Bagaimana mengkaji status mental lansia?
9. Bagaimana mengkaji skala depresi lansia?
10. Apa saja analisa data dari kasus lansia yang didapatkan?
11. Apa saja diagnosa yang di dapat dalam kasus lansia?
12. Apa saja intervensi yang dilakukan pada kasus lansia tersebut?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui prevalensi mengenai kasus Stroke, Hipertensi, dan Resiko jatuh
pada lansia di Indonesia
2. Mengetahui definisi dari kasus Stroke, Hipertensi, dan Resiko jatuh pada lansia
3. Mengetahui Etiologi dari kasus Stroke, Hipertensi, dan Resiko jatuh pada lansia
4. Mengetahui komplikasi yang timbul pada kasus Stroke, Hipertensi, dan Resiko
jatuh pada lansia
5. Mengetahui cara pengkajian individu kesehatan keperawatan pada lansia
6. Mengetahui penilaian psikososial dan spiritual pada lansia
7. Mengetahui penilaian dalam kemandirian lansia
8. Mengetahui pengkajian status mental pada lansia
9. Mengetahui pengkajian skala depresi pada lansia
10. Mengetahui analisa data dari kasus lansia yang didapatkan
11. Mengetahui diagnosa yang di dapat dalam kasus lansia
12. Mengetahui intervensi yang dilakukan pada kasus lansia

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Prevalensi Stroke, Hipertensi, dan Jatuh pada Lansia


1. Prevalensi Stroke
Serangan stroke merupakan kematian beberapa sel otak secara tiba-tiba
diakibatkan kurangnya subsidi oksigen ketika aliran darah ke otak tersumbar atau
pecah. Secara global, kejadian stroke menjadi penyebab utama kematian kedua dan
penyebab utama disabilitas ketiga. Secara global, 70% kejadian stroke dan 87%
kejian berhubungan dnegan stroke, paling banyak terjadi pada negara berkembang
dan menengah kebawah. Pada negara maju, kejadian Stroke sudah menurun hingga
42% dalam dekade ini.
Berdasarkan data dari studi Global Burden of Disease, ada berbagai stroke
standar usia dan jenis kelamin. Tingkat terendah adalah di Jepang (706,6 / 100.000
orang) dan Singapura (804,2 / 100.000 orang), dengan tingkat rendah juga di
Bangladesh dan Bhutan. Angka tertinggi berada di Mongolia (4.409,8 / 100.000
orang) dan Indonesia (3.382,2 / 100.000 orang), dengan angka tinggi juga diamati
di Myanmar, Laos, Korea Utara, dan Kamboja. Hipertensi tetap menjadi faktor
risiko medis paling umum untuk stroke, sedangkan merokok saat ini dan inaktifitas
adalah faktor risiko terkait gaya hidup yang paling dominan.
Diambil dari Riskesdas 2018, insiden penderita stroke mengalami kenaikan
dari 7% menjadi 10,9%. Daerah yang paling tinggi tingkat kejadian stroke berada
di Kalimantan Timur, naik menjadi 14,7% dan daerah terendah ada di papua dengan
kenaikan menjadi 4,1%. Kenaikan ini dihubungkan dengan pola hidup seperti
merokok, konsumsi alcohol, aktivitas fisik, dan konsumsi nutrisi.

2. Prevalensi Hipertensi
Data World Health Organization (WHO) tahun 2015 menunjukkan sekitar
1,13 Miliar orang di dunia menyandang hipertensi, artinya 1 dari 3 orang di dunia
terdiagnosis hipertensi. Jumlah penyandang hipertensi terus meningkat setiap
tahunnya, diperkirakan pada tahun 2025 akan ada 1,5 Miliar orang yang terkena
hipertensi, dan diperkirakan setiap tahunnya 10,44 juta orang meninggal akibat
hipertensi dan komplikasinya.

6
Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) tahun 2017,
menyatakan bahwa dari 53,3 juta kematian didunia didapatkan penyebab kematian
akibat penyakit kardiovaskuler sebesar 33,1%, kanker sebesar 16,7%, DM dan
gangguan endokrin 6% dan infeksi saluran napas bawah sebesar 4,8%. Data
penyebab kematian di Indonesia pada tahun 2016 didapatkan total kematian sebesar
1,5 juta dengan penyebab kematian terbanyak adalah penyakit kardiovaskuler
36,9%, kanker 9,7%, penyakit DM dan endokrin 9,3% dan Tuberkulosa 5,9%.
IHME juga menyebutkan bahwa dari total 1,7 juta kematian di Indonesia
didapatkan faktor risiko yang menyebabkan kematian adalah tekanan darah
(hipertensi) sebesar 23,7%, Hiperglikemia sebesar 18,4%, Merokok sebesar 12,7%
dan obesitas sebesar 7,7%.
Riskesdas 2018 menyatakan prevalensi hipertensi berdasarkan hasil
pengukuran pada penduduk usia ≥18 tahun sebesar 34,1%, tertinggi di Kalimantan
Selatan (44.1%), sedangkan terendah di Papua sebesar (22,2%). Estimasi jumlah
kasus hipertensi di Indonesia sebesar 63.309.620 orang, sedangkan angka kematian
di Indonesia akibat hipertensi sebesar 427.218 kematian.
Hipertensi terjadi pada kelompok umur 31-44 tahun (31,6%), umur 45-54
tahun (45,3%), umur 55-64 tahun (55,2%). Dari prevalensi hipertensi sebesar
34,1% diketahui bahwa sebesar 8,8% terdiagnosis hipertensi dan 13,3% orang
yang terdiagnosis hipertensi tidak minum obat serta 32,3% tidak rutin minum obat.
Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar penderita Hipertensi tidak mengetahui
bahwa dirinya Hipertensi sehingga tidak mendapatkan pengobatan.
Alasan penderita hipertensi tidak minum obat antara lain karena :
1) Penderita hipertensi merasa sehat (59,8%),
2) Kunjungan tidak teratur ke fasyankes (31,3%),
3) Minum obat tradisional (14,5%),
4) Menggunakan terapi lain (12,5%),
5) Lupa minum obat (11,5%),
6) Tidak mampu beli obat (8,1%),
7) Terdapat efek samping obat (4,5%) dan
8) Obat hipertensi tidak tersedia di Fasyankes (2%).

7
8
3. Prevalensi Jatuh
Menurut World Health Organization (2014), proporsi penduduk di atas 60
tahun di dunia tahun 2000 sampai 2050 akan berlipat ganda dari sekitar 11%
menjadi 22%, atau secara absolut meningkat dari 605 juta menjadi 2 milyar lansia.
Nazam (2013) melakukan survei tentang kejadian pasien jatuh di AS, dimana hasil
survei tersebut menunjukkan 2,3-7% per1000 lansia mengalami jatuh dari tempat
tidur setiap hari dan 29-48% lansia mengalami luka ringan dan 7,5% dengan luka-
luka serius. Kongres XII PERSI (2012) melaporkan bahwa angka kejadian pasien
jatuh di Indonesia bulan Januari-September 2012 sebesar 14%, hal ini
menggambarkan presentasi angka pasien jatuh masuk ke dalam lima besar insiden
medis selain medicine eror (Komariah, 2015). Peningkatan jumlah lansia juga
terjadi di negara Indonesia. Persentase penduduk lansia tahun 2011, 2012 dan 2013
telah mencapai di atas 7% dari keseluruhan penduduk, dengan spesifikasi 13,04%
berada di Yogyakarta, 10,4% berada di Jawa Timur, 10,34% berada di Jawa
Tengah, dan 9,78% berada di Bali (Susenas, 2014). Penduduk lansia terbesar di
Yogyakarta berasal dari Kabupaten Sleman, yaitu berkisar 135.644 orang atau
12,95% dari jumlah penduduk Sleman (Pemkab Sleman, 2015).

Memasuki usia tua akan mengalami kondisi kemunduran fisik yang ditandai
dengan pendengaran kurang jelas, penglihatan semakin memburuk, penurunan
kekuatan otot (gangguan muskuloskeletal) yang mengakibatkan gerakan lambat,
dan gerakan tubuh yang tidak proporsional. Akibat perubahan fisik lansia tersebut,
mengakibatkan gangguan mobilitas fisik yang akan membatasi kemandirian lansia
dalam memenuhi aktifitas sehari-hari dan menyebabkan terjadinya risiko jatuh pada
lansia (Stanley & Beare, 2012).

Gangguan muskuloskeletal merupakan penyebab gangguan pada berjalan


dan keseimbangan yang dapat mengakibatkan kelambanan gerak, kaki cenderung
mudah goyah, serta penurunan kemampuan mengantisipasi terpeleset, tersandung,
dan respon yang lambat memudahkan terjadinya jatuh pada lansia. Faktor
muskuloskeletal ini sangat berperan terhadap terjadinya risiko jatuh pada lansia
(Sunaryo et al, 2016).

Jatuh merupakan kegagalan manusia untuk mempertahankan keseimbangan


badan untuk berdiri. Faktor risiko jatuh pada usia lanjut dapat digolongkan dalam

9
dua goongan yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik faktor yang
berasal dari dalam tubuh lanjut usia sendiri seperti kelemahan otot ekstremitas
bawah, kekakuan sendi, gangguan sensorik. Sedangkan faktor ekstrinsik
merupakan faktor dari luar (lingkungan sekitar) (Darmojo, 2009).

Di Indonesia prevalensi cidera jatuh pada penduduk diatas usia 55 tahun


mencapai 49,4%, umur diatas 65 tahun keatas 67,1% (Kemenkes, RI, 2013).
Insidensi jatuh setiap tahunnya di antara lansia yang tinggal di komunitas meningkat
dari 25% pada usia 70 tahun menjadi 35% setelah berusia lebih dari 75 tahun
(Stanley & Beare, 2012). Kejadian jatuh dilaporkan terjadi pada sekitar 30% lansia
berusia 65 tahun ke atas yang tinggal di rumah (komunitas), separuh dari angka
tersebut mengalami jatuh berulang. Lansia yang tinggal dirumah mengalami jatuh
sekitar 50% dan memerlukan perawatan di rumah sakit sekitar 10-25%. (Darmojo
& Martono, 2009).

B. Pengertian, Etiologi, Komplikasi dari masalah yang dialami Lansia


1. Stroke
1.1 Pengertian Stroke
Stroke adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan perubahan
neurologis yang disebabkan oleh adanya gangguan suplai darah ke bagian dari otak.
Menurut jurnal Siti Alchuriyah, dan Chatarina Umbul Wahjuni, Faktor Risiko
Kejadian Stroke Usia Muda Pada Rumah Sakit Brawijaya Surabaya (2016), Stroke
atau CerebroVascular Accident (CVA) adalah kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak, di mana secara mendadak
(dalam beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) timbul gejala dan tanda
yang sesuai dengan daerah fokal yang terganggu, yang dapat mengakibatkan kematian
dan penyebab utama kecacatan. Stroke dapat menyerang siapa saja mulai dari anak-
anak sampai dewasa. Tidak ada patokan mengenai usia berapa seseorang rawan
terkena stroke, walaupun memang biasanya stroke menyerang seseorang yang berusia
di atas 65 tahun (stroke pada anak sangat jarang dan biasanya di hubungkan dengan
kelainan bawaan kongenital).

10
1.2 Klasifikasi Stroke
Dua jenis stroke yang utama adalah iskemik dan hemoragik. (Menurut Joyce
M. Black dan Jane HokansonHawks edisi 8 buku 3)
Stroke iskemik disebabkan oleh adanya penyumbatan akibat gumpalan aliran
darah baik itu sumbatan karena trombosis (penggumpalan darah yang menyebabkan
sumbatan di pembuluh darah) atau embolik (pecahan gumpalan darah/udara/benda
asing yang berada dalam pembuluh darah sehingga dapat menyumbat pembuluh darah
di otak) ke bagian otak.
Perdarahan ke dalam jaringan otak atau ruang subarakhnoid adalah penyebab
dari strokehemoragik. Jumlah total strokeiskemik sekitar 83% dari seluruh kasus
stroke. Sisanya sebesar 17% adalah hemoragik.
Secara patologi stroke dibedakan menjadi sebagai berikut:
1) Stroke Iskemik

Sekitar 80% sampai 85% stroke adalah stroke iskemik, yang terjadi akibat
obstruksi atau bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum.

Klasifikasi stroke iskemik berdasarkan waktunya terdiri atas:

(1) Transient Ischaemic Attack (TIA): defisit neurologis membaik dalam waktu
kurang dari 30 menit.
(2) Reversible Ischaemic Neurological Deficit (RIND): defisit neurologis
membaik kurang dari satu minggu.
(3) Stroke In Evolution (SIE)/Progressing Stroke.
(4) Completed Stroke.

Beberapa penyebab stroke iskemik meliputi:

• Trombosis Aterosklerosis (tersering); Vaskulitis: arteritis temporalis,


poliarteritisnodosa; Robeknya arteri: karotis, vertebralis (spontan atau traumatik);
Gangguan darah: polisitemia, hemoglobinopati (penyakit sel sabit).
• Embolisme Sumber di jantung: fibrilasi atrium (tersering), infark miokardium,
penyakit jantung rematik, penyakit katup jantung, katup prostetik, kardiomiopati
iskemik; Sumber trombo embolia terosklerotik di arteri: bifurkasio karotis komunis,
arteri vertebralis distal; Keadaan hiperkoagulasi: kontrasepsi oral, karsinoma.

11
• Vasokonstriksi Vasospasme serebrum setelah PSA (Perdarahan Subarakhnoid).
Terdapat empat subtipe dasar pada stroke iskemik berdasarkan penyebab: lakunar,
thrombosis pembuluh besar dengan aliran pelan, embolik dan kriptogenik
(Dewantodkk, 2009).

2) Stroke Hemoragik

Stroke hemoragik, yang merupakan sekitar 15% sampai 20% dari semua stroke,
dapat terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi
perdarahan ke dalam ruang subarakhnoid atau langsung ke dalam jaringan otak.

Beberapa penyebab perdarahan intraserebrum:

Perdarahan intraserebrum hipertensif; perdarahan subarakhnoid (PSA) pada ruptur


aaneurismasakular (Berry), ruptur amalformasiarterio vena(MAV), trauma;
penyalahgunaan kokain, amfetamin; perdarahan akibat tumor otak; infarkhemoragik;
penyakit perdarahan sistemik termasuk terapi antikoagulan (Price, 2005).

1.3 Etiologi Stroke


• Trombosis

Penggumpalan (trombus) mulai terjadi dari adanya kerusakan pada bagian


garis endotial dari pembuluh darah. Ateroskeloris merupakan penyebab utama.
Ateroskeloris menyebabkan zat lemak tertumpuk dan membentuk plak pada dinding
pembuluh darah. Plak ini terus membesar dan menyebabkan penyempitan (stenosis)
pada arteri. Stenosis menghambat aliran darah yang biasanya lancar pada arteri.
Darah akan berputar-putar di bagian permukaan yang terdapat plak, menyebabkan
penggumpalan yang akan melekat pada plak tersebut. Akhirnya rongga pembuluh
darah menjadi tersumbat. Selain itu, penyumbatan dapat terjadi karena inflamasi
pada arteri atau disebut arteritis atau vaskulitis tetapi hal ini jarang terjadi.

Trombus bisa terjadi di semua bagian sepanjang arteri karotid atau pada
cabang-cabangnya. Bagian yang biasa terjadi penyumbatan adalah pada bagian
yang mengarah pada percabangan dari karotid utama ke bagian dalan dan luar dari
arteri karotid. Stroke karena trombosis adalah tipe yang paling sering terjadi pada
orang denyan diabetes.

12
• Embolisme

Sumbatan pada arteri serebral yang disebabkan oleh embolus menyebabkan


stroke emblolik. Embolus terbentuk di bagian luar otak, kemudia terlepas dan
mengalir melalui sirkulasi serebral sampai embolus tersebut melekat pada
pembuluh darah dan menyumbat arteri. Embolus yang paling sering terjadi adalah
plak. Trombus dapat terlepas dari arteri karotis bagian dalam pada bagian luka plak
dan bergerak ke dalan sirkulasi serebral. Kejadian fibrilasi atrial kronik dapat
berhubungan dengan tingginya kejadiab stroke embolik, yaitu darah terkumpul di
dalam atrium yang kosong. Gumpalan darah yang sangat kecil terbentuk dalam
atrium kiri dan bergerak menuju jantung dan masuk ke dalan sirkulasi serebral.
Pompa mekanik jantung buatan memiliki permukaan yang lebih kasar dibandingkan
otot jantung yang normal dan dapat juga menyebabkan peningkatan risiko
terjadinya penggumpalan. Endokarditis yang disebabkan oleh bakteri maupu. yang
non bakteri dapat menjadi sumber terjadinya emboli. Sumber-sumber penyebab
emboli lainnya adalag tumor, lemak, bakteri dan udara. Emboli biasa terhadi pada
seluruh bagian pembuluh darah serebral. Kejadian embolu pada serebral meningkat
bersamaan dengan meningkatnya usia.

• Pendarahan (Hemoragik)
Pendarahan intraserebral paling banyak disebabkan oleh adanya ruptur
arteriosklerotik dan hipertensi pembuluh darah, yang bisa menyebabkan perdarahan
ke dalam jaringan otak. Perdarahan intraserebral paling sering terjadi akibat dari
penyakit hipertensi dan umumnya terjadi setelah usia 50tahun. Akibat lain dari
perdarahan adalah aneurisma. Aneurisma adalah pembengkakan pada pembuluh
darah. Walaupun aneurisma serebral biasanya kecil (diameternya 2-6mm), hal ini
hisa menyebabkan ruptur. Diperkirakan sekitar 6% dari seluruh stroke disebabkan
oleh ruptur aneurisma.
Stroke yang disebabkan oleh perdarahan sering kali menyebabkan spasme
pembuluh darah serebral dan iskemik pada serebral karena darah yang berada di
luar pembuluh darah membuat iritasi oada jaringan. Stroke hemoragik biasanya
menyebabkan terjadinya kehilangan fungsi yang banyak dan penyembuhannya
paling lambat dibandingkan dengan tipe stroke yang lain. Keseluruhan angka
kematian karena stroke hemoragik berkisar antara 25% sampai 60%. Jumlah

13
volume perdarahan merupakan satu-satunya prediktor yang paling penting untuk
melihat kondisi klien. Oleh sebab itu, tidak mengherankan bahwa perdarahan pada
otak penyebab paling fatal dari semua jenis stroke.

Penyebab lain

Spasme arteri serebral yang disebabkan oleh infeksi, menurunkan aliran


darah ke arah otak yang disuplai oleh pembulug darah yang menyempit. Spasme
yang berdurasi pendek tidak selamanya menyebabkan kerusakan otoak yang
permanen.

Kondisi hiperkoagulasi adalah kondisi terjadi penggumpalab yang


berlebihan pada pembuluh darah yang bisa terjadi pada ksondisi kekurangan protein
C dan protein S, serra gangguan aliran gumpalan darah yang dapat menyebabkab
terjadinya stroke trombosis dan stroke iskemik. Tekanan pada pembuluh darah
serebral bisa disebabkan oleh tumor, gumpalan darah yang besar, pembengkakan
pada jaringan otak, perlukaan pada otak, atau gangguan lain. Namun, penyebab-
penyebab tersebur jarang terjadi pada kerjadian stroke.

1.4 Faktor Risiko Stroke


• Usia
Pada lansia. Karena pada lansia elastisitas pembuluh darahnya menurun
sehingga menigkatnya resistensi perifer yang mengakibatkan tekanan darah
meningkat. Akibat dari tekanan darah yang meningkat akan mengakibatkan
pengerasan dan penyumbatan arteri. Dalam hal ini, pada usia lansia memiliki
risiko terkena stroke dua kali lipat setiap 10tahun penambahan usia.

• Jenis Kelamin
Faktor risiko yang tidak bisa dimodifikasi tidak dapat dicegah atau
diobati salah satunya adalah penuaan. Kejadian stroke pada pria sedikit lebih
tinggi dibandingkan pada wanita.

• Penyakit kardiovaskular

14
Terutama penyakit yang disebut atrial fibrilasi yaitu penyakit jantung
dengan denyut jantung yang tidak teratur di bilik kri atas. Denyut jantung di
atrium kiri ini mencapai empat kali lebih cepat dibandingkan bagian-bagian lain
jantung. Ini menyebabkan aliran darah menjadi tidak teratur dan secara
insidentil terjadi pembentukan gumpalan darah. Gumpalan-gumpalan inilah
yang kemudian dapat mencapai otak dan menyebabkan stroke.

• Diabetes Mellitus
Kondisi diabetes mellitus dapat meningkatkan risiko terjadinya stroke,
serta angka kesakitan dan kematian setelah terjadinya stroke. Mekanisme
terjadinya kondisi tersebut disebabkan oleh perubahan makrovaskular pada
penderita diabetes. Penderita diabetes memiliki resiko tiga kali lipat terkena
stroke dan mencapai tingkat tertinggi pada usia 50-60tahun. Ada faktor lain
yang dapat memperbesar risiko stroke, seperti 40% penderita diabetes yang pada
umumnya juga mengidap hipertensi.

• Hipertensi
Merupakan faktor risiko utama yang menyebabkan pengerasan dan
penyumbatan arteri. Penderita hipertensi memiliki risiko stroke empat hingga
enam kali lipat dibandinkan orang tanpa hipertensi. Sekitar 40 hingga 90 persen
pasien stroke ternyata menderita hipertensi sebelum terkena stroke.

• Merokok
Faktor risiko yang sebenarnya paling mudah diubah. Perokok berat
menghadapi risiko lebih besar diandingkan perokok ringan. Merokok
melipatgandakan risiko stroke iskemik, terlepas dari faktor risiko yang lain, dan
dapat juga meningkakan risiko stroke hemoragik hingga 3,5%. perlu diketahui
bahwa merokok memicu produksi fibrinogen (faktor penggumpal darah) lebih
banyak. Nikotin dalam tembakaulah penyebab meningkatnya tekanan darah
segera setelah isapan pertama. Seperti zat-zat lain dalam asap rokok, nikotin
diserap oleh pembuluh-pembuluh darah amat kecil di dalam paru-paru dan
diedarkan ke aliran darah. Hanya dalam beberapa detik nikotin sudah mencapai
otak. Otak beraksi terhadap niktin dengan memberi sinyak pada kelenjar adrenal

15
untuk melepas epinefrin (adrenalin). hormon yang kuat ini akan menyempitkan
pembuluh darah dan memaksa jantung untuk bekerja lebi berat karena tekanan
yang lebih tinggi. Setelah merokok dua batang saja maka baik tekanan sitolik
maupun diastolik akan meningkat 10mmHg.

• Obat-obatan terlarang
Penggunaan obat-obatan terlarang seperti kokain dan senyawa
olahannya dapat menyebabkan stroke. Kokain juga menyebabkan gangguan
denyut jantung (arrythmia) atau denyut jantung menjadi lebih cepat. Masing-
masing menyebabkan pembentukan gumpalan darah. Sehingga mengakibatkan
sempitnya lumen pembuluh darah.

• Konsumsi alkohol berlebihan


Dalam penelitian terbaru, disebutkan bahwa walaupun konsumsi alkohol
yang berlebihan dapat meningkatkan kejadian stroke pada seseorang, konsumsi
alkohol yang ringan atau sedang bisa mencegah terjadinya stroke iskemik.
Kejadian stroje jarang terjadi pada wanita usia produktif atau usia untuk
mengandung. Namun, kontrasepsi estrogen oral dalam dosis yang tinggi
berdominasi dengan hipertensi, merokok, sakit kepala migren, dan peningkatan
usia, dapat meningkatkan kejadian stroke pada wanita.

• Infeksi
Secara alami, sistem kekebalan tubuh biasanya melakukan perlawanan
terhadap infeksi dalam bentuk meningkatkan peradangan dan sifat penangkalan
infeksi pada darah. Tetapi, reaksi kekebalan ini juga meningkatkan faktor
penggumpalan dalam darah yang memicu risiko stroke embolik-iskemik.
Infeksi ini akan menimbulkan peradangan pada pembulu darah yang
menyebabkan perubahan pada dinding pembuluh darah (Vaskulitis/arteritis).
Karena terjadinya peradangan maka akan mengakibatkan sempitnya arteri
cerebral sehingga aliran darah ke otak menurun dan mengakibatkan suplai darah
dan O2 ke otak juga menurun.
1.5 Tanda Gejala

16
Stroke Non-
Gejala Klinis Stroke Hemoragik
Hemoragik

Gejala defisit local Berat Ringan Berat/ringan+/biasa

SIS sebelumnya Amat jarang -

Permulaan (onset) Menit/jam 1-2 menit Pelan (jam/hari)

Nyeri kepala Hebat Sangat hebat Ringan/ tidak ada

Muntah pada Sering Sering Tidak, keculi lesi di


awalnya batang otak

Hipertensi Hampir selalu Biasanya tidak Sering sekali

Kesadaran Bisa hilang Bisa hilang Dapat hilang


sebentar

Kaku kuduk Jarang Bisa ada pada Tidak ada


permulaan

Hemiparesis Sering sejak awal Tidak ada Sering dari awal

Deviasi mata Bisa ada Tidak ada Mungkin ada

Gangguan bicara Sering Jarang Sering

Likuor Sering berdarah Selalu berdarah Jernih

Perdarahan Tidak ada Bisa ada Tidak ada


Subhialoid

Paresis/gangguan Mungkin (+)


N III

1.6 Komplikasi Stroke


• Perdarahan
Setelah pemberianrt-PA (pemecah gumpalan darah), klien berpotensi
mengalami perdarahan intracranial dan perdarahan sistemik. Penyebaran
gumpalan dari perdarahan intracranial bias merusak jaringan otak. Tekanan dari

17
gumpalan tersebut juga mengganggu aliran darah dan menyebabkan iskemia
tambahan. Peningkatan tekanan intracranial (TIK) terjadi karena gumpalan
darah memenuhi ruang dan sekeliling jaringan edema iskemia, serta dapat
mengarah kepada kondisi isi intracranial berpindah melewati garis tengah,
kemungkinan terjadi hernia pada batang otak, dan kematian.

• Edema Serebral
Peningkatan TIK adalah komplikasi potensial dari stroke iskemik yang luas.
Peningkatan TIK juga merupakan komplikasi potensial untuk perdarahan
intraserebral, baik merupakan kondisi utama maupun sekunder dari terapi
trombolisis.

• Stroke Berulang
Kejadian stroke berulang dalam empat minggu pertama setelah stroke iskemik
akut berkisar antara 0,6% - 2,2% per minggu. Resiko anti koagulasi termasuk
perdarahan intracranial, perdarahan sistemik, dan kematian. Resiko jangka
panjang dari stroke berulang adalah 4% - 14% per tahun.

• Aspirasi
Klien dengan stroke akan beresiko mengalami aspirasi pneumonia yang
merupakan penyebab langsung kematian pada 6% klien. Aspirasi paling sering
terjadi pada periode awal dan dihubungkan dengan hilangnya sensasi faringeal,
hilangnya control motoric orifaringeal, dan penurunan kesadaran.

Potensial Komplikasi Lainnya :

Komplikasi lain dari stroke bergantung pada lokasi atau jaringan yang
terkena (infark). Jika batang otak yang terkena, tekanan darah menjadi fluktuasi,
pola napas terganggu,dan disritmia jantung dapat terjadi.Cedera fisik ini terjadi
berhubungan dengan ketidakmampuan klien untuk menyadari keterbatasannya.
Komplikasi dari imobilitas juga bisa terjadi.

Koma bisa terjadi karena suplai darah kebatang otak atau kesistem
formasi oretikularis yang mengontrol kesadaran, mungkin secara langsung
tersumbat.Demikian pula pada struktur bagian dalam dari thalamus yang

18
menerima dan menyampaikan informasi kekorteks serebral bisa terlibat dalam
kondisi ini. Sumbatan vascular dari arteri karotis internal atau pada salah satu
cabang utamanya bisa juga menurunkan tingkat kesadaran.

Ketika stroke yang terjadi adalah fatal, kematian mungkin terjadi antara
3 jam – 12 jam, tapi lebih sering terjadi antara 1 – 14 hari setelah episode yang
pertama. Secara khusus, dengan semua jenis tipe stroke yang fatal, peningkatan
suhu tubuh, denyut jantung, dan rata-rata pernapasan terjadi bersamaan dengan
koma dalam beberapa atau hari sebelum kematian. Manifestasi ini terjadi akibat
dari kerusakan pada vasomotor dan pusat pengaturan panas.

2. Hipertensi
2.1 Pengertian Hipertensi
Hipertensi arterial, disederhanakan dengan sebutan, tekanan darah tinggi.
Didefinisikan sebagai elevasi persisten dari tekanan darah sistolik (TDS) pada level
140 mmHg atau lebih dan tekanan darah diastolik (TDD) pada level 90 mmHg atau
lebih.
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu keadaan dimana tekanan
darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg
pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup
istirahat/tenang (Kemenkes RI, 2013).
Hipertensi sering disebut “the silent killer” karena sering tanpa keluhan,
sehingga penderita tidak tahu kalau dirinya mengidap hipertensi, tetapi kemudian
mendapatkan dirinya sudah terdapat penyakit penyulit atau komplikasi dari hipertensi.

2.2 Klasifikasi Hipertensi


Berdasarkan jenis penyebabnya, hipertensi dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu :
1) Hipertensi primer disebut juga dengan esensial atau hipertensi idiopatik
Kebanyakan klien dengan kombinasi elevasi sistolik dan diastolik tekanan
darah. Etiologinya banyak faktor dengan penyebab yang tidak dapat diketahui (90%),
tetapi umumnya berkaitan dengan homeostatic.

2) Hipertensi Sekunder

19
Pada klien yang terkena hipertensi dari sebab yang dapat diidentifikasi (dengan
keadaan penyakit atau masalah yang spesifik) dan pada banyak kasus penyebab
utamanya dapat diperbaiki. Penyebabnya dapat ditentukan (10%), antara lain kelainan
pembuluh darah ginjal, gangguan kelenjar tiroid (hipertiroid), penyakit kelenjar
adrenal (hiperaldosteronisme) dll.

Berdasarkan gejala dibedakan menjadi dua yaitu :


1) Hipertensi benigna merupakan keadaan hipertensi yang tidak menimbulkan
gejala-gejala, biasanya ditemukan saat penderita cek up.
2) Hipertensi maligna merupakan keadaan hipertensi yang membahayakan
biasanya disertai keadaan kegawatan sebagai akibat komplikasi pada organ-
organ seperti otak, jantung dan ginjal.

20
Untuk menegakkan diagnosis hipertensi dilakukan pengukuran darah minimal
2 kali dengan jarak 1 minggu.

Klasifikasi Hipertensi menurut JNC - VII 2003

Kategori TDS (mmHg) TDD (mmHg)

Normal < 120 dan < 80

Pra-hipertensi 120 - 139 atau 80 – 89

Hipertensi
tingkat 1 140 - 159 atau 90 – 99

Hipertensi
tingkat 2 > 160 atau > 100

Hipertensi Sistolik Terisolasi > 140 dan < 90

Joint National Committe on Prevention Detection, Evaluation,and Treatment or High Pressure VII/JNC -
VII, 2003

2.3 Etiologi Hipertensi


Berdasarkan etiologinya Hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu (Smeltzer, 2001):
➢ Hipertensi Esensial (Primer) yaitu Hipertensi yang penyebabnya tidak
diketahui namun banyak faktor yang mempengaruhi seperti genetika,
lingkungan, hiperaktivitas, susunan saraf simpatik, sistem renin angiotensin,
defek dalam eksresi Na, peningkatan Na dan Ca intraseluler, dan factor-faktor
yang meningkatka risiko, seperti obesitas, alkohol, merokok serta polisitemia.
➢ Hipertensi Sekunder atau hipertensi renal. Penyebab spesifiknya diketahui
seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vascular renal,
hiperaldosteronisme primer dan sindrom cushing, feokromositoma, koarktasio
aorta, hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan, dan lain – lain.

21
Corwin (2009) menyebutkan penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut
usia adalah terjadinya perubahan – perubahan pada:
• Elastisitas dinding aorta menurun
• Katup jantung menebal dan menjadi kaku
• Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun, sesudah
berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah menurun
menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
• Kehilangan elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi karena kurangnya
efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi
• Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer

2.4 Faktor Risiko Hipertensi


Terdapat dua Faktor Risiko Hipertensi yaitu:
1) Faktor Risiko yang tidak dapat diubah
Faktor Risiko yang melekat pada penderita Hipertensi dan tidak dapat
diubah,antara lain :
• Umur
• Jenis Kelamin
• Genetik
2) Faktor Risiko yang dapat diubah
Faktor Risiko yang diakibatkan perilaku tidak sehat dari penderita hipertensi
antara lain :
• Merokok
• Diet rendah serat
• Dislipidemia
• Konsumsi garam berlebih
• Kurang aktivitas fisik
• Stres
• Berat badan berlebih/ kegemukan
• Konsumsi alkohol

22
a. Gaya hidup
Kebiasaan mengkonsumsi makanan dengan kandungan garam yang tinggi
memicu naiknya tekanan darah hal ini dapat memicu terjadinya penyakit
hipertensi dan membuat resiko terkena stroke lebih besar.
b. Stress
Realitas kehidupan setiap hari yang tidak bisa dihindari, stress atau
ketegangan emosional dapat mempengaruhi system kardiovaskuler, khusus
hipertensi, stress dianggap sebagai faktor psikologis yang dapat
meningkatkan tekanan darah. Pada lansia, terjadi perubahan fisiologis
maupun psikologis, hal ini cenderung membuat lansia merasa tidak nyaman
dengan dirinya sendiri. Keadaan tidak rileks inilah yang dapat memicu
ketegangan emosional pada lansia.
c. Merokok
Pada sistem kardiovaskuler, rokok menyebabkan peningkatan tekanan
darah. Merokok juga mengakibatkan dinding pembuluh darah menebal
secara bertahap yang dapat menyulitkan jantung untuk memompa darah.
Kerja jantung yamg lebih berat tentu dapat meningkatkan tekanan darah.
Perokok berat dapat dihubungkan dengan peningkatan insiden hipertensi
maligna dan risiko terjadinya stenosis arteri renal yang mengalami
ateriosklerosis.
d. Obesitas
Pada usia + 50 tahun dan dewasa lanjut asupan kalori mengimbangi
penurunan kebutuhan energi karena kurangnya aktivitas. Itu sebabnya berat
badan meningkat. Obesitas dapat memperburuk kondisi lansia. Kelompok
lansia dapat memicu timbulnya berbagai penyakit seperti artritis, jantung
dan pembuluh darah, hipertensi. Indeks masa tubuh (IMT) berkorelasi
langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik. Risiko
relatif untuk menderita hipertensi pada orang obes 5 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan seorang yang berat badannya normal. Pada penderita
hipertensi ditemukan sekitar 20-30% memiliki berat badan lebih.
e. Kurang Olahraga
Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan penyakit tidak menular,
karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang
akan menurunkan tekanan darah (untuk hipertensi) dan melatih otot jantung
23
sehingga menjadi terbiasa apabila jantung harus melakukan pekerjaan yang
lebih berat karena adanya kondisi tertentu Kurangnya aktivitas fisik
menaikan risiko tekanan darah tinggi karena bertambahnya risiko untuk
menjadi gemuk. Orang-orang yang tidak aktif cenderung mempunyai detak
jantung lebih cepat dan otot jantung mereka harus bekerja lebih keras pada
setiap kontraksi, semakin keras dan sering jantung harus memompa semakin
besar pula kekuaan yang mendesak arteri.
f. Minum Alkohol
Banyak penelitian membuktikan bahwa alkohol dapat merusak jantung dan
organ-organ lain, termasuk pembuluh darah. Kebiasaan minum alkohol
berlebihan termasuk salah satu faktor resiko hipertensi.
g. Minum Kopi
Faktor kebiasaan minum kopi didapatkan dari satu cangkir kopi
mengandung 75 – 200 mg kafein, di mana dalam satu cangkir tersebut
berpotensi meningkatkan tekanan darah 5 -10 mmHg.

2.5 Tanda dan Gejala Hipertensi


Tidak semua penderita hipertensi mengenali atau merasakan keluhan maupun
gejala, sehingga hipertensi sering dijuluki sebagai pembunuh diam-diam (silent killer).
Keluhan-keluhan pada penderita hipertensi antara lain :
• Sakit kepala
• Gelisah
• Jantung berdebar-debar
• Pusing
• Penglihatan kabur
• Rasa sakit di dada
• mudah lelah, dan lain-lain

2.6 Komplikasi Hipertensi


Pasien dengan hipertensi dapat meninggal dengan cepat; penyebab terserang
kematian adalah penyakit jantung, sedangkan stroke dan gagal ginjal sering ditemukan,
dan sebagian kecil pada pasien dengan retinopati. Pada hipertensi berat yaitu apabila
tekanan darah diastolic sama atau lebih besar dari 130mmHg,atau kenaikan tekanan

24
darah yang terjadi secara mendadak, alat-alat tubuh yang sering terserang hipertensi
antara lain:
• Mata : Berupa perdarahan retina, gangguan penglihatan sampai dengan
kebutaan.
• Ginjal : Berupa gagal ginjal
• Jantung : Berupa payah jantung, jantung koroner.
• Otak : Berupa pendarahan akibat pecahnya mikro anerisma yang dapat
menggakibatkan kematian, iskemia dan proses emboli

3. Risiko Jatuh pada Lansia


3.1 Pengertian
Lansia adalah seseorang yang mencapai berusia 55 tahun yang merupakan
kelompok orang lansia yang mengalami proses penuan yang terjadi secara bertahap
dan merupakan proses alami yang tidak dapat dihindari (UU No.4 Tahun 1945).
Lanjut usia adalah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih. Pada usia ini
adalah fase menurunkan kemampuan akan akal dan fisik, yang di mulai dengan
adanya perubahan hidup (Kemenkes RI, 2010).
Jatuh adalah kejadian yang tidak disadari oleh seseorang yang terduduk di
tempat yang lebih rendah tanpa disebabkan oleh hilangnya kesadaran, stroke atau
kekuatan yang berlebihan (Boedhi-Darmojo, 2011).
Jatuh pada lansia sebagaian besar disebabkan oleh kondisi lingkungan yang
tidak menguntungkan. Sebaliknya, penurunan pada orang yang berusia lebih dari 75
tahun biasanya dikaitkan dengan faktor obat dan terkait penyakit (Miller, 2012).
Jatuh adalah kondisi medis serius yang mempengaruhi kesehatan lansia. Jatuh
merupakan salah satu sindrom geriatri yang paling umum yang mengancam
kemandirian lansia (Kamel, Abdulmajeed & Ismail, 2013)

3.2 Etiologi
Penyebab jatuh pada lansia biasanya merupakan gabungan beberapa
faktor, antara lain:
1) Kecelakaan
Merupakan penyebab jatuh yang utama ( 30 – 50% kasus jatuh
lansia ), Murni kecelakaan misalnya terpeleset, tersandung.

25
Gabungan antara lingkungan yang jelek dengan kelainan-kelainan
akibat proses menua misalnya karena mata kurang awas, benda-benda
yang ada di rumah tertabrak, lalu jatuh, nyeri kepala dan atau vertigo,
hipotensi orthostatic, hipovilemia/curah jantung rendah, disfungsi
otonom, penurunan kembalinya darah vena ke jantung, terlalu lama
berbaring, pengaruh obat-obat hipotensi, hipotensi sesudah makan.
2) Obat – obatan
• Diuretik / antihipertensi
• Antidepresen trisiklik
• Sedativa
• Antipsikotik
• Obat – obat hipoglikemia
• Alkohol
3) Proses penyakit yang spesifik
Penyakit – penyakit akut seperti :
a) Kardiovaskuler :
• Aritmia
• Stenosis aorta
• Sinkope sinus carotis
b) Neurologi :
• TIA
• Stroke
• Serangan kejang
• Parkinson
• Kompresi saraf spinal karena spondilosis
• Penyakit serebelum
4) Idiopatik (Tak Jelas Sebabnya)
5) Sinkope : Kehilangan Kesadaran secara Tiba-Tiba
• Drop attack (Serangan roboh)
• Penurunan darah ke otak secara tiba-tiba
• Terbakar matahari

26
3.3 Komplikasi
Jatuh pada lansia menimbulkan komplikasi – komplikasi seperti :
a. sindroma kecemasan setelah jatuh,
b. perlukaan baik jaringan lunak atau patah tulang,
c. disabilitas (Penurunan mobilitas),
d. penurunan status fungsional /penurunan kemandirian,
e. pasien meninggal dunia.

C. Asuhan Keperawatan pada Lansia dengan Perubahan Kardiovaskuler


1. Kasus
Seorang lansia laki-laki berusia 78 tahun post stroke dan afasia sejak 2
tahun yang lalu. Lansia tinggal di panti jompo. Hasil pengkajian perawat
terhadap terhadap care giver : lansia sering marah-marah dan melempar benda-
benda di sekitarnya. Lansia kesal juka petugas tidak paham apa yang diinginkan
lansia. Care giver dan petugas panti sering berkomunikasi dengan nada tinggi,
cepat, berteriak dan menggunakan kalimat yang panjang dengan posisi berdiri
di samping lansia. Lansia mengalami kelumpuhan di ekstremitas kiri, sehingga
banyak aktivitas lansia dibantu oleh care giver. Makanan disajikan dipotong-
potong kecil, lansia mampu makan walaupun agak lambat: mandi, menggosok
gigi dan berpakaian dibantu, biasanya lansia didorong dengan kursi roda ke
kamar mandi, care giver mengatakan lansia memakai diapers karena sudah tidak
bisa merasakan sensasi ingiin berkemih atau BAB (Barthel Index : 5 : Katz
Index : 1).
Care giver mengtakan lansia tidak mau mengikuti senam ataupun
kegiatan lain yang ada di panti. Lansia masih sering merokok jika teman-
temannya ada yang merokok, apabila dilarang, lansia melempar barang yang
ada di dekatnya. Lansia sejak muda sudah merokok dan seorang perokok berat.
Lansia Pernah jatuh dari kursi roda 3 bulan yang lalu, saat berpindah dari kursi
roda ke tempat tidur. Lansia terpeleset karena lantai licin dan lansia gemar
menggunakan sandal yang lebih besar dari ukuran kakinya dan sol yang tipis.
Hasil pemeriksaan TTV : TD 180/100 mmHg, N : 89 x/mnt, S : 36,7 C, RR : 13
x/mnt.

27
Data tambahan :
Klien mengeluh pusing, punggung dan leher terasa tegang.

2. Pengkajian Individu Kesehatan Keperawatan Lansia


PENGKAJIAN INDIVIDU
KESEHATAN KEPERAWATAN LANSIA

Tanggal masuk : 20 April 2020


Nama Panti : Panti Jompo Mulia Limo

I. IDENTITAS DIRI KLIEN


Nama : Tn. A
Umur : 78 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Status Perkawinan : Kawin
Agama : Islam
Suku : Betawi
Pendidikan Terakhir : SMP
Sumber Informasi : Klien dan Care Giver
Keluarga yang dapat : Anak klien
dihubungi
Diagnosis medis (bila ada) : Post Stroke dan Afasia

II. RIWAYAT KESEHATAN SAAT INI


Riwayat Kesehatan Sekarang
1) Keluhan Utama
Klien sering marah-marah dan melempar benda-benda di sekitarnya.
Klien kesal jika petugas tidak paham apa yang diinginkan klien. Klien
mengalami kelumpuhan di ekstremitas kiri, sehingga banyak aktivitas
klien dibantu oleh care giver. Klien memakai diapers karena sudah tidak
bisa merasakan sensasi ingiin berkemih atau BAB. Klien mengeluh
pusing, punggung dan leher terasa tegang.

28
2) Kronologi Keluhan
a. Faktor pencetus : Klien sejak muda sudah merokok dan seorang
perokok berat
b. Timbulnya keluhan : ( ) mendadak (✓) bertahap
c. Lamanya : 8 bulan
d. Tindakan utama : Tidak melakukan apapun untuk mengatasi

III. RIWAYAT KESEHATAN YANG LALU


a. Klien sejak muda sudah merokok dan seorang perokok berat
b. Klien pernah jatuh dari kursi roda 3 bulan yang lalu, saat berpindah dari
kursi roda ke tempat tidur.
c. Klien terpleset karena lantai licin dank klien gemar menggunakan sandal
yang lebih besar dari ukuran kakinya dan sol yang tipis.

IV. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA


Tn.A mengatakan bahwa ada anggota keluarganya yang mempunyai
sakit hipertensi atau darah tinggi dan strok yaitu ayahnya.

V. STATUS PEMERIKSAAN FISIK


V.I Keadaan Umum
1) Tanda-tanda vital
a. Tekanan Darah (TD) : 180/100 mmHg
b. Nadi : 89 x/menit
c. RR : 13 x/menit
d. Suhu : 36,7˚ C
e. Tinggi Badan : 163 cm
f. Berat Badan : 55 kg

2) Kepala dan Rambut


• Inspeksi : Bentuk kepala bulat, distribusi rambut merata, warna rambut
hitam keputihan
• Palpasi : Kepala tidak ada benjolan

29
3) Mata
• Inspeksi : Simetris, sklera berwarna putih, konjungtiva tidak anemis
• Palpasi : Tidak ada nyeri, tidak ada benjolan

4) Hidung
• Inspeksi : Bentuk simetris, bulu hidung merata
• Palpasi : Tidak ada nyeri,tidak ada benjolan

5) Telinga
• Inspeksi : Simetris,Tampak bersih, pendengaran baik,tidak ada cairan
keluar
• Palpasi : Tidak nyeri, tidak ada benjolan

6) Mulut
• Inspeksi : Mulut bersih, mukosa bibir nampak kering, gigi sudah banyak
yang tanggal
• Palpasi : Tidak nyeri, tidak ada benjolan

7) Leher
• Inspeksi : nampak tidak ada pembesaran pada kelenjar tiroid
• Palpasi : Tidak ada pembesaran pada kelenjar tiroid

V.II Sistem Pernafasan


• Inspeksi : Tarikan nafas dalam, Pernafasan lambat, RR : 13 x/
menit,pergerakan dada simetris
• Palpasi : Tidak ada benjolan,tidak ada nyeri,vokal premitus : normal
(paru kanan-kiri seimbang getarannya)
• Perkusi : Batas paru ics 4- ics 6, suara sonor
• Auskultasi : Suara nafas Vesikuler, tidak ada suara tambahan

V.III Sistem Kardiovaskuler


• Inspeksi : Bentuk dada simetris, tidak ada pembengkakan
• Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada inflamasi

30
• Perkusi : perkusi suara redup
• Auskultasi : Tidak ada bunyi jantung tambahan

V.IV Sistem Pencernaan


• Inspeksi : Bentuk perut simetris,tidak ada pembengkakan, warna kulit
perut sawo matang,tidak ada inflamasi,tidak ada pengeluaran umbilicus
• Auskultasi : Bising usus 8 x/menit
• Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa, tidak ada acites
• Perkusi : adanya suara timpani

V.V Sistem Perkemihan


• Inspeksi : warna urin kuning, urin tidak berbau menyengat, ada
inkontinensia urin
• Palpasi : tidak nyeri tekan pada pelvis

V.VI Sistem Integumen


• Inspeksi : Ada lesi, tidak ada inflamasi, kulit berwarna sawo matang
• Palpasi : Tidak ada nyeri, turgor kulit tidak elastis

V.VII Ekstremitas
1) Ekstremitas atas
2222 | 4444
2) Ekstremitas bawah
2222 | 4444

VI. PENILAIAN PSIKOSOSIAL DAN SPIRITUAL


1) Pola interaksi dengan lingkungan
Kemampuan berinteraksi saat ini kurang baik kadang ngobrol dengan
teman satu kamarnya ,terkadang suka marah-marah dengan caregiver dan
klien tidak pernah mengikuti senam atau pun kegiatan lain yang
dilaksanakan di panti setiap harinya. Klien suka masih merokok jika
teman- temannya ada yang merokok.

31
2) Bahasa
Klien menggunakan bahasa jawa dalam keseharian nya

3) Perhatian dengan orang lain/lawan bicara


Klien ketika berbicara kadang menatap lawan bicara, dan terkadang tidak
menatap lawan bicara

4) Keadaan emosi
Klien terlihat suka marah-marah dengan petugas, klien kesal jika petugas
tidak paham apa yang diinginkan lansia, klien mengatakan ketika malam
sulit tidur karna suka mengalami sakit kepala, jika klien dilarang oleh
petugas klien melempar barang yang berada didekatnya.

5) Persepsi klien tentang kondisinya


Klien mengatakan bahwa penyakitnya tidak akan bisa sembuh, bahwa
sakitnya itu disebabkan karna ia suka marah-marah dengan orang lain

6) Konsep diri
a. Gambaran diri
Bagian ekstremitas kiri klien lumpuh
b. Ideal Diri
Klien bercita- cita dulu ingin menjadi guru, harapan klien saat ini ingin
sembuh dan bertemu keluarga
c. Harga Diri
Klien mengatakan bahwa sudah tidak berguna lagi, klien mengatakan
bahwa dirinya jelek
d. Peran diri
Peran klien di keluarga adalah sebagai kepala keluarga, ketika berada
dalam lingkungan anak sebagai kakak tertua
e. Identitas Diri
Klien seorang laki- laki, berusia 78 tahun, ditemukan di pinggir jalan
oleh dinas sosial dan dibawa ke panti sosial tresna werdha Cipayung

32
7) Spiritual
Klien beragama islam dan kadang melakukan sholat di panti. Klien jarang
mengikuti kegiatan keagamaan yang dilakukan di panti.

VII. PENILAIAN KEMANDIRIAN LANSIA


a. INDEKS KATZ

No Aktivitas Mandiri Tergantung

• Mandi (ke kamar mandi, menggosok


1.
bagian tubuh, gosok gigi)
YA
• Dengan bantuan lebih dari satu bagian
tubuh
• Berpakaian (memakai dan melepaskan
2.
pakaian dan melakukannya dengan cepat)
YA
• Memakai pakaian komplit dengan
bantuan
• Toilet (pergi ke toilet, untuk BAB dan
3.
BAK, membersihkan diri sendiri serta
memakai baju/celana sendiri).
YA
• Membutuhkan bantuan untuk pergi ke
toilet, membersihkannya, memakai
pakaian setelah eliminasi
• Pergerakan
4.
• Bergerak dari dan ke tempat tidur dengan YA
bantuan/ asisten
• Continence
5.
• Membutuhkan bantuan serta supervisi
YA
untuk mengontrol BAK dan BAB atau
dengan penggunaan kateter
• Makan
6.
• Makan sendiri tetapi membutuhkan
YA
bantuan untuk memotong makanan
seperti daging, sayur ataupun buah

33
Analisis Hasil
Nilai A : Kemandirian dalam hal makan, kontinen (BAK/BAB), berpindah,
kekamar kecil, mandi dan berpakaian/
Nilai B : Kemandirian dalam semua hal kecuali satu dari fungsi tersebut.
Nilai C : Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi dan satu fungsi
tambahan
Nilai D : Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi, berpakaian, dan satu
fungsi tambahan.
Nilai E : Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi, berpakaian, ke kamar
kecil, dan fungsi tambahan.
Nilai F : Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi, berpakain, ke kamar
kecil, berpindah dan satu fungsi tambahan.
Nilai G : Ketergantungan pada keenam fungus tersebut

Hasil Penilaian : F - Ketidaktergantungan dalam semua fungsi tetapi tidak


bisa mandi, berpakaian, toilet, bergerak dan satu fungsi tambahan

b. BARTHEL INDEKS

No. Aktifitas Score

Makan (jika makan harus dipotong terlebih dahulu berarti


1 1
memerlukan bantuan)
Bergerak dari kursi roda ke tempat tidur dan kembali
2 1
(termasuk duduk tegak di tempat tidur)
Membersihkan diri (mencuci muka, menyisir rambut, bercukur,
3 1
membersihkan gigi)
Penggunaan toilet (keluar masuk WC, melepas/memakai celana,
4 0
menyiram WC, cebok)
5 Mandi 1
Berjalan di permukaan yang rata (jika tidak bisa berjalan,
6 0
menjalankan kursi roda)
7 Naik turun tangga 0

34
Berpakaian (termasuk didalamnya mengikat tali sepatu
8 1
mengencangkan dan mengendorkannya, mengencangkan sabuk)
9 Mengontrol BAB 0
10 Mengontrol BAK 0
Jumlah 5

Hasil Penilaian :
Jadi jumlah skore barthel = 5 yang berarti lansia masih ketergantungan berat terhadap
orang lain dalam melakukan ADL
Index Barthel Menurut Kemenkes

Skor Barthel Index :


20 = mandiri
12-19 = ketergantungan ringan
9-11 = ketergantungan sedang
35
5-8 = ketergantungan berat
0-4 = ketergantungan total

3. Analisa Data
Data Masalah

DS:
1. Care giver mengatakan Klien Hambatan Mobilitas Fisik
memakai diapers karena sudah tidak (00085, hal 217)
bisa merasakan sensasi ingin
berkemih atau BAB
2. Care giver mengatakan Klien tidak
mau mengikuti senam ataupun
kegiatan lain yang ada di panti.

DO:
1. Klien mengalami kelumpuhan di
extremitas kiri.
2. Banyak aktivitas Klien dibantu oleh
care giver
3. Makanan disajikan dipotong-potong
kecil, Klien mampu makan walaupun
agak lambat
4. Mandi, menggosok gigi dan
berpakain dibantu.
5. Biasanya Klien didorong dengan
kursi roda ke kamar mandi

36
DS:
1. Klien gemar menggunakan sandal
yang lebih besar dari ukuran kakinya
dan sol yang tipis.
DO:
1. Klien pernah jatuh dari kursi roda 3 Risiko Jatuh
bulan yang lalu, saat berpindah dari (00155, hal 390)
kursi roda ke tempat tidur.
2. Klien terpeleset karena lantai licin
3. Klien sering marah-marah dan
melempar benda disekitarnya

DS:
1. Klien mengeluh pusing dan merasa
tegang pada punggung dan leher
2. Klien mengatakan sejak muda sudah
merokok dan seorang perokok berat
DO: Risiko Penurunan Curah Jantung
1. Klien masih sering merokok jika ada (00240, hal 231)
temannya yang merokok
2. TTV
TD : 180/100 mmHg
N : 89 x/mnt
S : 36
RR : 13 x/mnt

37
4. Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan Mobilitas Fisik b.d penurunan kekuatan otot
2) Resiko Jatuh d.d riwayat jatuh, penggunaan alat bantu (kursi roda)
3) Risiko penurunan curah jantung b.d peningkatan tekanan darah

5. Intervensi Keperawatan
Nursing Care Plan

No Diagnosa NOC NIC

1. Hambatan Setelah dilakukan tindakan Terapi latihan mobilisasi sendi


mobilitas fisik keperawatan selama 3x24 jam, 1. Jelaskan kepada
hambatan mobilitas fisik pasien dan keluarga
berkurang , dengan kriteria : tujuan melakukan
mobilisasi sendi
1. Pasien mampu
2. Tentukan level
menggerakan sendi
motivasi pasien
sendiya
untuk meningkatkan
2. Pasien mampu
atau memlihara
menggerakan ototnya
peningkatan sendi
3. Pasien mampu
3. Melakukan latihan
menggerakkan jari jari
ROM pasif dengan
bagin kiri dari sekala 1
bantuan perawat
menjadi 3
4. Memonitori lokasi
4. Pasien mampu
dan kecendrungan
menggerakkan
adanya nyeri dan
pergelangan tangan kiri,
ketidak nyamanan
siku ,bahu dari sekala 1
selama pergerakan
menjadi 2
5. Kolaborasikan
5. Pasien mampu
dengan ahli terapi
menggerakkan lutut kiri
fisik dalam
dari skala 1 menjadi 3
mengembangkan
dan menerapkan

38
sebuah program
latihan
6. Mendorong paasien
bergerak sesuai
kebutuhan

2. Risiko Jatuh Setelah dilakukan tindakan 1. Berikan penyuluhan


keperawatan selama 3x24 jam, tentang apa saja bahaya
Klien tidak mengalami jatuh, lingkungan yang ada
dengan kriteria : disekitar Panti Jompo
yang dapat
1. Mampu
menyebabkan resiko
mengidentifikasi bahaya
jatuh
lingkungan yang dapat
2. Anjurkan untuk
meningkatkan cedera.
memakai alat bantu
Dari skala 1 menjadi 3
jalan (jika
2. Mampu menggunakan
membutuhkan)
alat bantu untuk
3. Ajarkan gerakan latihan
menghindari cedera.
seimbang
Dari skala 1 menjadi 3
3. Mampu mempraktekan
gerakan latihan
keseimbangan. Dari
skala 1 menjadi 3
3. Risiko Setelah dilakukan tindakan 1. Anjurkan dan
Penurunan Curah keperawatan dalam 3x24 jam pertahankan
Jantung masalah dapat teratasi, dengan pembatasan aktivitas
kriteria hasil: yaitu istirahat di tempat
1. Klien menjadi tidak tidur
pusing. Dari skala 1 2. Ajarkan tindakan yang
menjadi 3 membuat kenyamanan,
2. Klien tidak merasakan seperti ijatan punggung
tegang pada leher dan dan leher, meninggikan
kepala tempat tidur

39
punggung. Dari skala 1 3. Motivasi klien untuk
menjadi 3 berhenti merokok
3. TD berada dalam rentan 4. Anjurkan klien untuk
normal banyak minum air putih

40
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Menurut WHO, Stroke adalah tanda tanda klinis yang berkebang cepat akibat
gangguan fungsi otak fokal atau global karena adanya sumbatan atau pecahan
pembuluh darah di otak dengan gejala gejalan yang berlangsung selama 24 jam atau
lebih.
Hipertensi didefinisikan oleh Joint National Commitee on Detection,
Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC) sebagai tekanan yang lebih
tinggi dari 140/90 mmHg dan diklasifikasikan sesuai derajat keparahannya, mempunyai
rentang dari tekanan darah (TD) normal tinggi sampai hipertensi maligna. Keadaan ini
dikategorikan sebagai primer/esensial (hampir 90 % dari semua kasus) atau sekunder,
terjadi sebagai akibat dari kondisi patologi yang dapat dikenali, sering kali dapat
diperbaiki.
Jatuh merupakan masalah fisik yang sering terjadi pada lansia, dengan
bertambahnya usia kondisi fisik, mental, dan fungsi tubuh pun menurun. Jatuh dan
kecelakaan pada lansia merupakan penyebab kecacatan yang utama.

B. Saran
Masa tua adalah sesuatu yang akan dan harus dihadapi oleh setiap manusia, untuk
menjalani proses kehidupan mereka. Tidak ada satupun orang yang dapat menghindarinya
dan berusaha agar tetap dapat terlihat awet muda.Berbagai proses harus dilewati, namun
beberapa orang ada yang dapat melalui prosesnya dengan baik, namun ada pula yang tidak
cukup lancar. Ditinjau dari berbagai aspek dan sudut pandang, dari segi fisik dan kejiwaan.
Mencegah lebih baik daripada mengobati. Istilah ini sudah sangat lumrah di kalangan kita.
Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya stroke, maka yang harus kita ubah mulai
sekarang adalah pola hidup dan pola makan yang sehat dan teratur. Jika kita membiasakan
hidup sehat, maka kita tidak akan mudah terserang penyakit.
Maka, perawat yang melakukan tindakan asuhan keperawatan pada berbagai
tingkatan usia harus dan wajib tahu bagaimana konidisi fisiologis pasiennya. Termasuk
pada usia lanjut. Semoga makalah ini dapat menjadi salah satu referensinya. Baik sebagai
acuan dalam pembelajaran, ataupun sebagai pedoman dalam tindakan asuhan keperawatan
pada klien usia lanjut.
41
DAFTAR PUSTAKA

Best Practices in Nursing Care to Older Adults, The Hartford Institute for Geriatric
Nursing, New York University, College of Nursing, www.hartfordign.org

Joyce M. Black dan Jane Hokanson Hawks edisi 8 buku 3

RISKESDAS, 2018. HASIL UTAMA RISKESDAS 2018, s.l.: s.n.

Venketasubramanian, N., Byung , W. Y., Pandian, J. & Navarro, J. C., 2017. Stroke
Epidemiology in South, East, and South-East Asia: A Review. Journal of Stroke , 19(3),
pp. 286-294.

Mick, D.J., & Ackerman, M.H. (2004, Sept). Critical care nursing for older adults:
Pathophysiological and functional considerations. Nursing Clinics of North America,
39(3), 473-93.

R. Boedhi Darmojo & Martono Hadi (1999). Geriatri Ilmu Kesehatan Usia Lanjut, Jakarta,
Balai Penerbit FK Universitas Indonesia

Smeltzer S. C. & Bare B.G. (2001). Buku ajar keperawatan medikal bedah brunner suddart.
Ed. 8. Vol. 3. Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta.

Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta: Salemba Medika

Smeltzer, Suzanne C dan Bare, Brenda, 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah :
Brunner dan Suddarth (ed.8, vol.2), Terjemahan oleh Agung Waluyo, (et,all), EGC :
Jakarta.

NANDA NIC NOC

PT2MT Kemenkes RI

42
ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK
LANSIA DENGAN DIABETES MELITUS

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan gerontik

Dosen Pengampu: Ns. Ritanti, M.Kep., Sp.Kep.Kom

Disusun oleh:

Triyono 1710711086

Putri Widyawati 1710711091

Fijri Reski Nendareswari 1710711093

Chaerani 1710711096

Tsania Ramadhanty 1710711097

Ummi Nurahmah 1710711111

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

2020

i
KATA PENGANTAR

Dengan memanatkan pui syukur kehadirat Tuhan YME yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-NYA kepada saya sehingga dapat membuat makalah Keperawatan
Gerontik.

Makalah yang berudul “Asuhan Keperawatan Gerontik Lansia dengan Diabetes


Melitus” ditulis untuk memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah Keperawatan
Gerontik.

Pada kesempatan yang baik ini, kami menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima
kasih kepada semua pihak yang dengan tulus ikhlas telah memberikan bantuan dan
dorongan kepada kami dalam pembuatan makalah ini terutama kepada :

1. Ibu Ns. Ritanti, M.Kep., Sp.Kep.Kom selaku dosen pada mata kuliah
Keperawatan Gerontik.
2. Orang tua kami yang telah memberikan semangat, dukungan serta doa untuk
menyelesaikan makalah ini.
3. Rekan satu kelas tutorial yang telah mendukung dan menyelesaikan makalah
ini.

Jakarta, 19 April 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. i


DAFTAR ISI................................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1


1.1 Latar Belakang ........................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan ..................................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 3


2.1 Prevalensi DM pada Lansia .................................................................................... 3
2.2 Pengertian, Etiologi, Komplikasi dari DM yang dialami lansia ............................. 5
2.2.1 Pengertian DM .............................................................................................. 5
2.2.2 Etiologi DM .................................................................................................. 6
2.2.3 Komplikasi DM ............................................................................................ 6
2.3 Asuhan Keperawatan Gerontik pada Lansia dengan DM ....................................... 9
2.3.1 Kasus ............................................................................................................ 9
2.3.2 Pengkajian .................................................................................................... 9
2.3.3 Data Fokus .................................................................................................. 19
2.3.4 Analisa Data ............................................................................................... 20
2.3.5 Diagnosa Keperawatan ............................................................................... 22
2.3.6 Intervensi Keperawatan .............................................................................. 22

BAB III PENUTUP ................................................................................................... 27


3.1 Kesimpulan ........................................................................................................... 27
3.2 Saran ..................................................................................................................... 27

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 28

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keperawatan adalah ilmu yang mempelajari penyimpangan atau tidak
terpenuhinyakebutuhan dasar manusia yang dapat mempengaruhi perubahan,
penyimpangan atau tidak berfungsinyasecara optimal setiap unit yang terdapat
dlam sistem hayati tubuh manusia, baik secara individu, keluarga, ataupun
masyarakat dan ekosistem.
Masalah kesehatan adalah suatu masalah yang sangat kompleks, yang saling
berkaitandengan masalah-masalah lain diluar kesehatan sendiri. Demikian pula
pemecahan masalahkesehatan masalah, tidak hanya dilihat dari segi kesehatannya
sendiri, tapi harus dilihat dari segi-segi yang ada pengaruhnya terhadap masalah “
sehat sakit “ atau kesehatan tersebut.
Gerontologi, studi ilmiah tentang efek penuaan dan penyakit yang
berhubungan dengan penuaan pada manusia, meliputi aspek biologis, fisiologis,
psikososial, dan aspek rohani dari penuaan. Perawat yang merencanakan dan
memberikan perawatatn pada orang diusianya yang telah lanjut mendukung dan
mengembangkan teori yang menjadi dasar untuk asuhan keperawatan selama
tahap akhir kehidupan ini.
World Health Organization (WHO) mencatat pada tahun 2010 sekitar 10.9
juta (26,9%) lansia menderita diabetes, dan pada tahun 2050 angka ini
diperkirakan akan meningkat menjadi 26,7 juta (55%). Masih menurut WHO pada
tahun 2000 terdapat 1 juta penduduk mengalami kematian akibat diabetes dengan
prevalensi sekitar 2% dan pada tahun 2012 terdapat 1,5 juta penduduk mengalami
kematian akibat diabetes dengan prevalensi sekitar 2,7%. Seluruh kematian akibat
DM di dunia, 70% kematian terjadi di negara-negara berkembang termasuk
Indonesia.
Diabetes melitus merupakan penyebab hiperglikemi. Hiperglikemi
disebabkan oleh berbagai hal, namun hiperglikemi paling sering disebabkan oleh
diabetes melitus. Pada diabetes melitus gula menumpuk dalam darah sehingga
gagal masuk ke dalam sel. Kegagalan tersebut terjadi akibat hormon insulin

1
jumlahnya kurang atau cacat fungsi. Hormon insulin merupakan hormon yang
membantu masuknya gula darah (WHO, 2016).
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana prevalensi DM pada lansia saat ini?
2. Apakah pengertian, etiologi, komplikasi dari DM yang dialami lansia?
3. Bagaimana Askep gerontik untuk lansia dengan DM?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui prevalensi DM pada lansia saat ini
2. Untuk mengetahui pengertian, etiologi, komplikasi DM pada lansia
3. Untuk mengetahui Askep gerontik pada lansia dengan DM

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Prevalensi DM pada Lansia
Diabetes adalah penyakit kronis serius yang terjadi karena pankreas tidak
menghasilkan cukup insulin (hormon yang mengatur gula darah atau glukosa),
atau ketika tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan insulin yang
dihasilkannya. Diabetes adalah masalah kesehatan masyarakat yang penting,
menjadi salah satu dari empat penyakit tidak menular prioritas yang menjadi target
tindak lanjut oleh para pemimpin dunia. Jumlah kasus dan prevalensi diabetes
terus meningkat selama beberapa dekade terakhir. (WHO Global Report, 2016).
Kriteria diagnosis Diabetes Melitus (DM) menurut pedoman American
Diabetes Association (ADA) 2011 dan konsensus Perkumpulan Endokrinologi
Indonesia (PERKENI) 2011:
1. Glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl dengan gejala klasik penyerta
2. Glukosa 2 jam pasca pembebanan ≥200 mg/dl
3. Glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl bila terdapat keluhan klasik DM
seperti banyak kencing (poliuria), banyak minum (polidipsia), banyak
makan (polifagia), dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan
penyebabnya.
Kriteria diagnosis DM (konsensus PERKENI 2015) :
1. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl. Puasa adalah kondisi tidak
ada asupan kalori minimal 8 jam, atau
2. Pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dl 2 jam setelah Tes Toleransi
Glukosa Oral (TTGO) dengan beban glukosa 75 gram, atau
3. Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl dengan keluhan klasik
(poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat
dijelaskan sebabnya), atau
4. Pemeriksaan HbA1c ≥6,5% dengan menggunakan metode yang
terstandarisasi oleh National Glycohaemoglobin Standarization Program
(NGSP).

Situasi Diabetes di Dunia

3
Secara global, diperkirakan 422 juta orang dewasa hidup dengan diabetes
pada tahun 2014, dibandingkan dengan 108 juta pada tahun 1980. Prevalensi
diabetes di dunia (dengan usia yang distandarisasi) telah meningkat hampir dua
kali lipat sejak tahun 1980, meningkat dari 4,7% menjadi 8,5% pada populasi
orang dewasa. Hal ini mencerminkan peningkatan faktor risiko terkait seperti
kelebihan berat badan atau obesitas. Selama beberapa dekade terakhir, prevalensi
diabetes meningkat lebih cepat di negara berpenghasilan rendah dan menengah
daripada di negara berpenghasilan tinggi
Diabetes menyebabkan 1,5 juta kematian pada tahun 2012. Gula darah yang
lebih tinggi dari batas maksimum mengakibatkan tambahan 2,2 juta kematian,
dengan meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular dan lainnya. Empat puluh
tiga persen (43%) dari 3,7 juta kematian ini terjadi sebelum usia 70 tahun.
Persentase kematian yang disebabkan oleh diabetes yang terjadi sebelum usia 70
tahun lebih tinggi di negaranegara berpenghasilan rendah dan menengah daripada
di negara-negara berpenghasilan tinggi. (WHO Global Report, 2016).

Situasi Diabetes di Indonesia

4
Jika dibandingkan dengan tahun 2013, prevalensi DM berdasarkan diagnosis
dokter pada penduduk umur ≥ 15 tahun hasil Riskesdas 2018 meningkat menjadi
2%. Prevalensi DM berdasarkan diagnosis dokter dan usia ≥ 15 tahun yang
terendah terdapat di Provinsi NTT, yaitu sebesar 0,9%, sedangkan prevalensi DM
tertinggi di Provinsi DKI Jakarta sebesar 3,4%.
Prevalensi DM semua umur di Indonesia pada Riskesdas 2018 sedikit lebih
rendah dibandingkan prevalensi DM pada usia ≥15 tahun, yaitu sebesar 1,5%.
Sedangkan provinsi dengan prevalensi DM tertinggi semua umur berdasarkan
diagnosis dokter juga masih di DKI Jakarta dan terendah di NTT.

Gambar di atas membandingkan prevalensi diabetes melitus pada semua umur


dengan rutin periksa kadar gula darah di Indonesia selama tahun 2018, dimana
dapat diketahui bahwa kesadaran untuk memeriksa kadar gula darah secara rutin
pada penderita diabetes sudah cukup baik, karena prevalensinya lebih tinggi
dibandingkan penderita DM semua umur

2.2 Pengertian, Etiologi, Komplikasi dari DM yang dialami lansia


2.2.1 Pengertian DM
Diabetes Militus (DM) disebut diabetes saja merupakan penyakit gangguan
metabolic menahun akibat pancreas tidak memproduksi cukup insulin atau tubuh
tidak dapat menggunakan insulin yang diproduksi secara efektif. Insulin adalah
hormone yang mengatur keseimbangan kadar gula darah. Akibatnya terjadi
peningkatan konsentrasi glukosa didalam darah (hiperglikemia).

Diabetes melitus merupakan penyebab hiperglikemi. Hiperglikemi


disebabkan oleh berbagai hal, namun hiperglikemi paling sering disebabkan oleh

5
diabetes melitus. Pada diabetes melitus gula menumpuk dalam darah sehingga
gagal masuk ke dalam sel. Kegagalan tersebut terjadi akibat hormon insulin
jumlahnya kurang atau cacat fungsi. Hormon insulin merupakan hormon yang
membantu masuknya gula darah (WHO, 2016).

Diabetes melitus adalah suatu keadaan kelebihan kadar glukosa dalam tubuh
disertai dengan kelainan metabolik akibat gangguan hormonal dan dapat
menimbulkan berbagai kompilkasi kronik. Diabetes melitus juga merupakan
penyakit yang menahun atau tidak dapat disembuhkan.tes mil

Diabetes mellitus yang dialami Lansia adalah DM tipe 2, Hal ini bisa terjadi
karena pada usia yang sudah cenderung tua, efek dari gaya hidup tidak sehat yang
selama ini dilakukan, dan lansia sudah lebih lama terpapar zat gula tersebut, Hal
ini menyebabkan gula menumpuk dari makanan maupun dan minuman yang
pernah dikonsumsi. Kebiasaan buruk yang sudah dijalani sejak muda inilah yang
meningkatkan kadar gula darah saat memasuki usia lansia

2.2.2 Etiologi DM

Insulin Dependent Mellitus (IDDM) atau Diabetes Melitus Tergantung Insulin


(DMTI) disebabkan oleh destruksi sel B pulau Langerhans akibat proses
autoimun. Sedangkan Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (DMTTI)
disebabkan kegagalan relatif sel B dan resitensi insulin. Resistensi insulin adalah
turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh
jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel B tidak
mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi defisiensi
relatif insulin.

2.2.3 Komplikasi DM

1. Komplikasi metabolik akut menurut Smeltzer and Bare (2001) diantaranya


:

a) Hipoglikemia

Hipoglikemia (kekurangan glukosa dalam darah) timbul sebagai


komplikasi diabetes yang disebabkan karena pengobatan yang kurang
tepat. Pasien diabetes melitus pada umumnya mengalami hiperglikemia

6
(kelebihan glukosa dalam darah) namun karena kondisi tersebut pasien
diabetes melitus berusaha untuk menurunkan kelebihan glukosa dengan
memberikan suntik insulin secara berlebihan, konsumsi makanan yang
terlalu sedikit dan aktivitas fisik yang berat sehingga mengakibatkan
hipoglikemia (Smeltzer & Bare, 2001).

b) Ketoasidosis diabetik

Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah komplikasi diabetes yang


disebabkan karena kelebihan kadar glukosa dalam darah sedangkan
kadar insulin dalam tubuh sangat menurun sehingga mengakibatkan
kekacauan metabolik yang ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis
dan ketosis (Soewondo, 2006).

c) Sindrom HHNK (koma hiperglikemia hiperosmoler nonketotik)

Sindrom HHNK adalah komplikasi diabetes melitus yang ditandai


dengan hiperglikemia berat dengan kadar glukosa serum lebih dari 600
mg/dl. Sindrom HHNK disebabkan karena kekurangan jumlah insulin
efektif. Hiperglikemia ini muncul tanpa ketosis dan menyebabkan
hiperosmolalitas, diuresis osmotik dan dehidrasi berat. (Price & Wilson,
2005).

2. Komplikasi metabolik kronik menurut Price and Wilson (2005) diantaranya


:

a) Komplikasi pembuluh darah kecil (mikrovaskuer)

1) Kerusakan retina mata (Retinopati)

Kerusakan retina mata (retinopati) adalah suatu mikroangiopati


ditandai dengan kerusakan dan sumbahan pembuluh darah kecil.
Retinopati belum diketahui penyebabnya secara pasti, namun
keadaan hiperglikemia diangap sebagai faktor risiko yang paling
utama. Pasien diabetes melitus memiliki risiko 25 kali lebih mudah
mengalami retinopati dan meningkat dengan lamanya diabetes.
(Pandelaki, (2009).

7
2) Kerusakan ginjal (Nefropati diabetik)

Kerusakan ginjal pada pasien diabetes melitus ditandai dengan


albuminuria menetap (>300mg/24jam atau >200ih/menit) minimal
dua kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3 sampai dengan 6 bulan.
Nefropati diabetik merupakan penyebab utama terjadinya gagal
ginjal terminal. Pasien diabetes melitus tipe 1 dan tipe 2 memiliki
faktor risiko yang sama namun angka kejadian nefropati diabetikum
lebih tinggi pada pasien diabetes melitus tipe 2 dibandingkan pada
pasien diabetes melitus tipe 1 (Hendromartono, 2006).

3) Kerusakan syaraf (Neuropati diabetik)

Neuropati diabetik berawal dari hiperglikemia yang


berkepanjangan. Risiko yang dihadapi pasien diabetes melitus
dengan neuropati diabetik yaitu adanya ulkus yang tidak sembuh-
sembuh dan amputasi jari atau kaki (Subekti, 2006).

b) Komplikasi pembuluh darah besar ( makrovaskuer ).

1) Penyakit jantung koroner

Risiko komplikasi penyakit jantung koroner pada pasien


diabetes mellitus dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti
hipertensi, hiperglikemia, kadar kolesterol total, kadar kolestrol
LDL (low density lipoprotein), kadar kolesterol HDL (high density
lipoprotein), kadar trigliserida, merokok, dan adanya riwayat
keluarga (Yanti, 2008).

2) Penyakit serebrovaskuler

Pasien diabetes melitus berisiko 2 kali lipat dibandingkan


dengan pasien nondiabetes untuk terkena penyakit serebrovaskuler.
Gejala yang ditimbulkan pada penyakit ini menyerupai gejala pada
komplikasi akut diabetes, seperti adanya keluhan pusing atau
vertigo, gangguan penglihatan, kelemahan dan bicara pelo.
(Smeltzer & Bare, 2001).

8
2.3 Asuhan Keperawatan Gerontik pada Lansia dengan DM

2.3.1 Kasus

Seorang lansia laki-laki berusia 75 tahun tinggal dipanti jompo bersama


dengan istrinya (68 tahun). Lansia mengeluh lemas serasa ingin pingsan. Pada saat
dikaji, lansia terkadang tidak mendegarkan perawat dengan baik dan sulit
memahami kata-kata perawat. Akhir-akhir ini lansia mengeluh sering haus, sering
BAK terutama pada malam hari, sering merasa lapar, berat badan turun 5 kg dalam
satu bulan terakhir.lansia juga mengeluh mudah lelah, kesemutan pada jari tangan
dan kaki, pandangan kabur seperti ada kabut putih. Hasil pemeriksaan GDS lansia
3 hari terakhir: 320 mg/dl, 201 mg/dl, 375 mg/dl.
Istri mengatakan lansia lebih banyak berbaring di tempat tidur sambil
menonton TV sambil makan camilan, tidak mau ikut kegiatan senam ataupun
kegiatan seni lainnya. Istri mengatakan tidak tahu tentang penyakit suaminya.
Lansia mendapatkan injeksi insulin 1x/ hari, tetapi jarang diinjeksikan karena
lansia menganggap penyakitnya adalah penyakit tua.
Istri mengatakan sering bertengkar karena lansia mengalami menurunan
pendengaran. Lansia sering menonton TV dengan volume keras, berbicara kepada
istri dengan nada yang tinggi dan berteriak. Namun lansia menganggap istri tidak
pernah mendengarkan perkataannya. Istri mengatakan sudah menjawab tetapi
sambil mengerjakan sesuatu dan dengan jarak yang cukup jauh
2.3.2 Pengkajian

Tanggal masuk : 12 April 2020

Nama Panti : Werdha wisma mulia

1. IDENTITAS DIRI KLIEN

Nama : Tn L

Umur : 75 tahun

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Status Perkawinan : Menikah

Agama : Islam

9
Suku : Jawa

Pendidikan Terakhir : SMP

Sumber Informasi : Klien dan Istrinya

Keluarga yang dapat dihubungi :

Diagnosis medis (bila ada) :

2. RIWAYAT KESEHATAN SAAT INI


Riwayat Kesehatan Sekarang
1) Keluhan Utama
Klien mengeluh lemas serasa ingin pingsan, sering merasa haus dan lapar,
sering BAK terutama di malam hari, Berat badan turun 5 kg dalam
sebulan terkahir. Klien juga mengeluh mudah lelah, kesemutan pada jari
tangan dan kaki dan juga pandangan kabur seperti tertutup kabut putih.
2) Kronologi keluhan
a. Faktor pencetus : Klien lebih banyak
berbaring nonton televisi dan makan cemilan
b. Timbulnya keluhan : (√)mendadak ()bertahap
c. Lamanya : 2 tahun
d. Tindakan utama mengatasi : Klien mendapatkan injeksi insulin
1×/hari

3. RIWAYAT KESEHATAN YANG LALU

Klien tidak memiliki riwayat penyakit DM sebelumnya

4. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA

Klien mengatakan keluarganya tidak ada yg punya penyakit seperti dirinya.

5. STATUS PEMERIKSAAN FISIK


1. Keadaan Umum
a. Tanda-tanda vital :

10
a. Tekanan Darah (TD) : 130/80 mmHg
b. Nadi : 88x/menit
c. RR : 22x/menit
d. Suhu : 36°C
e. Tinggi Badan : 165cm
f. Berat Badan : 75kg
b. Kepala dan Rambut
Rambut berwarna putih, tidak ada lesi, dan tidak ada nyeri tekan
pada kepala.
c. Mata

Simetris, tidak memakai kacamata, pandangan kabur seperti ada


kabut putih..

d. Hidung
Masih berfungsi dengan normal, tidak ada sumbatan dan spesimen
yang keluar
e. Telinga
Kedua telinga simetris, telinga sedikit kotor, pengalami penurunan
pendengaran
f. Mulut
Bibir lembab, gigi sedikit kotor dan tidak ada sariawan
g. Leher

Tidak ada benjolan/ pembesaran kelenjar tiroid.

2. Sistem Pernafasan
I : pengembangan dada simetris kanan dan kiri, tulang dada terlihat
jelas
P : taktil fremitus teraba sama sama antara kanan dan kiri, depan dan
belakang.
P : perkusi dada redup.
A : bunyi nafas vesikuler.

3. Sistem Kardiovaskuler
I : warna kulit sesuai dgn warna kulit bagian tubuh lainnya.

11
P : tidak ada pembesaran jantung.

P : perkusi suara redup.

A : tidak terdapat bunyi jantung tambahan.

4. Sistem Pencernaan
I : cekung, tidak terdapat lesi
A : bising usus 7x/menit.
P : timpani.
P : tidak ada nyeri tekan.
5. Sistem Perkemihan
I : bak 7x/ hari
P : tidak ada nyeri tekan
6. Sistem Integumen
I : kulit tampak pucat dan terdapat kerutan, ada lesi dibagian tangan
kanan atas P: tidak ada nyeri pada kulit
7. Ekstremitas
a. Ekstremitas atas
Kuku bersih, capilary refil kembali <3 detik.

b. Ekstremitas bawah

Kuku bersih, capilary refil kembali <3 detik, telapak kaki pecah-
pacah, terdapat luka di punggu.

6. PENILAIAN PSIKOSOSIAL DAN SPIRITUAL


1. Pola interaksi dengan lingkungan
Tn L jarang bercengkrama dengan lansia lainnya, hanya berbicara
dengan istrinya. Tn L juga jarang keluar panti. Tn L lebih sering
menonton TV
2. Bahasa
Klien menggunakan bahasa Indonesia sehari – hari
3. Perhatian dengan orang lain/lawanbicara
Klien kurang memperhatikan lawan bicara dan Istri Tn L mengatakan
sering bertengkar karena Tn L mengalami penurunan pendengaran
4. Keadaan emosi

12
Klien lebih banyak diam dan terkadang sering bertengkar dengan istrinya
karena masalah pendengaran

5. Persepsi klien tentang kondisinya

Klien menganggap kondisinya merupakan kondisi penyakit biasa karena


sudah tua.
6. Konsep diri
a. Gambaran diri
Klien tidak merasa tidak menerima keadaan fisik dan penyakit
terhadap tubuhnya saat ini .

b. Ideal diri
klien mengatakan ingin cepat pulang dan sembuhagar bisa
berkumpul dengan keluarganya
c. Harga diri
Klien merasa tidak dihargai oleh istrinya

d. Peran diri
Klien mengatakan perannya sebagai kepala keluarga saat ini tidak
efisein dan tidak baik
e. Identitas diri
Klien menyadari identitasnya sebagai kepala keluarga bagi istrinya
dan klien menyadari identitas pribadi saat ini

f. Spiritual
Klien merasa malas melakukan ibadah sesuai dengan
kepercayaannya dan tidak mau mengikuti kegiatan ibadah

7.PENGKAJIAN STATUS MENTAL


1. SHORT PORTABLE MENTAL STATUS QUESTIONARE
(SPMSQ)

Benar Salah No. Pertanyaan


√ 1 Tanggal berapa hari ini (tanggal bulan, tahun)?
√ 2 Hari apa hari ini?

13
√ 3 Apa nama tempat ini?
√ 4 Dimana alamat anda?
√ 5 Berapa umur anda sekarang?
√ 6 Tanggal, bulan dan tahun anda dilahirkan?
√ 7 Siapa presiden kita saat ini?
√ 8 Siapa presiden sebelumnya?
√ 9 Siapa nama ibu anda?
√ 10 Berapakah 20-3? Hasilnya dikurang 3 dan
seterusnya?
Jumlah 6

Hasil Penilaian :

Dari hasil spmsq didapatkan nilai 6 dengan masalah Fungsi intelektual


kerusakan sedang

Keterangan

Pertanyaan 1: Benar apabila dapat menyebutkan tanggal, bulan dan tahun


yang tepat Pertanyaan 2: Benar apabila dapat menyebutkan hari

Pertanyaan 3: Benar apabila dapat mendeskripsikan tempat dengan benar

Pertanyaan 4: Benar apabila dapat menyebutkan alamat dengan benar

Pertanyaan 5: Benar apabila dapat menjawab umur sesuai dengan


kelahirannya

Pertanyaan 6: Benar apabila menjawab tanggal, bulan dan tahun


kelahiran

Pertanyaan 7: Benar apabila menyebutkan nama presiden saat ini

Pertanyaan 8: Benar apabila menyebutkan nama presiden sebelumnya

Pertanyaan 9: Benar apabila dapat menyebutkan nama ibunya

Pertanyaan 10: Benar apabila dengan mengurangi dengan benar sampai


akhir

14
Interpretasi:
Skala 0-2: Fungsi intelektual utuh
Skala 3-4: Fungsi intelektual kerusakan ringan
Skala 5-7: Fungsi inteletual kerusakan sedang Skala
8-10: Fungsi intelektual kerusakan berat

2. MINI MENTAL STATUS EXAMINATION (MMSE)

No. ASPEK KOGNITIF NILAI KRITERIA


1 ORIENTASI 6 Dapat menyebutkan dengan benar hari,
tanggal, bulan, tahun sekarang, musim apa,
(Skor maksimum: 10)
nama tempat, alamat rumah (jalan, no rumah,
kota, kabupaten dan provinsi), nama presiden
sebelumnya, nama ibu kandung, dan hasil
pengurangan
bilangan
2 REGISTRASI 1 Pewawancara menyebutkan 3 buah benda, 1
detik untuk tiap benda.
(Skor maksimum: 3)
Kemudian mintalah klien mengulang ke 3
nama tersebut. Berikan satu angka untuk
setiap jawaban yang benar. Bila masih salah,
ulanglah menyebutkan 3 nama tersebut,
sampai ia dapat dapat mengulangnya dengan
benar. Hitunglah jumlah percobaan dan
catatlah (bola,
bendera, pohon)
3 ATENSI & KALKULASI 3 Hitunglah berturut-turut selang 7 mulai dari
100 kebawah 1 angka untuk tiap jawaban
(Skor maksimum: 5)
yang benar. Berhenti setelah 5 hitungan (93,
86, 79, 72, 65).
Kemungkinan lain ejalah kata “dunia”

dari akhir ke awal (a-i-n-u-d).

15
4 DAYA INGAT (RECALL) 3 Tanyakanlah kembali nama ke 3benda
yang telah disebutkan di atas. Berikan 1 angka
(Skor maksimum: 3)
untuk setiap jawabn yangbenar.
5 BAHASA 6 a. Apakah benda-benda ini (Perlihatkan
pensil dan arloji) (2angka)
(Skor maksimum: 9)
b. Ulangi kalimat berikut, “Jika Tidak Dan
Atau Tapi.” (1angka)
c. Laksanakan 3 buah perintah ini,
“Peganglah selembar kertasdengan tangan
kananmu, lipatlah kertas dengan tangan
kananmu, lipatlah kertas itu pada
pertengahandan
letakkanlah di lantai.” (3 angka)
d. Bacalah dan laksanakan perintah berikut:
“Pejamkan mata anda!”(1
angka)

e. Tulislah sebuah kalimat (1angka)

f. Tirulah gambar (1angka)

TOTAL SKOR

Hasil Penilaian:

Dari hasil pengkajian mmse didapatkan nilai 17 dengan masalah


probable gangguan kognitif

Penilaian:

Nilai 24-30: Normal

16
Nilai 17-23: Probable gangguan kognitif

Nilai 0-16: Definitif gangguan kognitif

8. PENGKAJIAN SKALA DEPRESI

Pengkajian ini menggunakan skala Depresi Geriatrik bentuk singkat dari


Yesavage (1983) yang instrumennya disusun secara khusus digunakan pada
lanjut usia untuk memeriksa depresi. Jawaban pertanyaan sesuai indikasi
dinilai 1, nilai 5 atau lebih dapat menandakan depresi.
No Pertanyaan Ya Tidak
Pilihlah jawaban yang sesuai sebagaimana yang anda rasakan
dalam 1 minggu terakhir.
1 Apakah pada dasarnya anda puas dengan kehidupan saat Ya Tidak

Ini
2 Apakah anda membatalkan banyak dari rencana kegiatan Ya Tidak

minat anda
3 Apakah anda merasa bahwa hidup anda kosong/ hampa Ya Tidak
4 Apakah anda sering merasa kebosanan Ya Tidak
5 Apakah anda mempunyai suatu harapan/ masa depan yang Ya Tidak

baik setiap waktu


6 Apakah anda terganggu dengan memikirkan kesulitan Ya Tidak

anda tanpa jalan keluar


7 Apakah anda seringkali merasa bersemangat Ya Tidak
8 Apakah anda mengkhawatirkan sesuatu hal yang buruk Ya Tidak

akan menimpa anda


9 Apakah anda seringkali merasa gembira Ya Tidak
10 Apakah anda seringkali merasa tak terbantukan Ya Tidak
11 Apakah anda seringkali merasa gelisah dan resah Ya Tidak
12 Apakah anda lebih menyukai tinggal dirumah daripada Ya Tidak

keluar rumah dan melakukan sesuatu hal yang baru

17
13 Apakah anda seringkali mengkhawatirkan masa depan Ya Tidak

Anda
14 Apakah anda merasa kesulitan dengan daya ingat anda Ya Tidak
15 Apakah anda berpikir/bersyukur masih hidup saat ini Ya Tidak
16 Apakah anda sering merasa kelabu dan berputus asa Ya Tidak
17 Apakah anda merasa tidak berguna saat ini Ya Tidak
18 Apakah anda sering menyesalkan masa lalu anda Ya Tidak
19 Apakah menurut anda hidup ini penuh tantangan yang Ya Tidak

Menyenangkan
20 Apakah anda merasa kesulitan mengawali suatu kegiatan Ya Tidak
21 Apakah anda merasakan penuh daya dan energi Ya Tidak
22 Apakah menurut anda keadaan yang dihadapi tanpa Ya Tidak

Harapan
23 Apakah anda seringkali marah karena alasan sepele Ya Tidak
24 Apakah menurut anda keadaan orang lain lebih baik dari Ya Tidak

Anda
25 Apakah anda sering lupa bagaimana menangis Ya Tidak
26 Apakah anda sulit berkonsentrasi Ya Tidak
27 Apakah anda bangun pagi dengan perasaan yang Ya Tidak

Menyenangkan
28 Apakah anda lebih suka menghindari acara/sosialisasi Ya Tidak
29 Apakah mudah bagi anda dalam mengambil keputusan Ya Tidak
30 Apakah anda berpikiran jernih seperti biasanya Ya Tidak
JUMLAH ITEM YANG TERGANGGU

Hasil Penilaian :
Setelah dilakukan pengkajian Skala depresi pada klien didapatkan nilai 20 dengan
depresi sedang

Keterangan:

Nilai 0-10 = normal/ tidak depresi

18
Nilai 11-15= depresi ringan

Nilai 16-20= depresi sedang

Nilai 21-30= depresi berat

2.2.3 Data Fokus

Data Subjektif Data Objektif

• Lansia mengeluh lemas serasa ingin • Berat badan turun 5 kg dalam satu
pingsan. bulan terakhir.
• Akhir-akhir ini lansia mengeluh • Hasil pemerikasaan GDS lansia
sering haus dalam 3 hari terakhir : 320 mg/dl,
• Lansia mengeluh sering BAK 201 mg/dl, 375 mg/dl.
terutama di malam hari • Lansia mendapatkan injeksi insulin
• Lansia mengeluh sering merasa 1x/hari, tetapi jarang diinjeksikan
lapar karena lansia mengganggap
• Lansia juga mengeluh mudah lelah penyakitnya adalah penyakit tua
• Lansia mengeluh kesemutan pada • Lansia tidak mau ikut kegiatan
jari tangan dan kaki senam ataupun kegiatan seni lainnya
• Lansia mengeluh pandangan kabur • Obat-Obatan yang Dikonsumsi Saat
seperti ada kabut putih. Ini vitamin B komplex dan vitamin
• Lansia mengganggap penyakitnya C.
adalah penyakit tua • TTV:
• Lansia mengganggap istri tidak Tekanan darah: 130/80
pernah mendengarkan perkataannya Nadi : 88x/ menit

• Istri mengatakan lansia lebih banyak Respirasi: 22x/ menit

berbaring di tempat tidur sambil Suhu: 36 derajat celcius

menonton TV sambil makan cemilan • Lansia terlihat setiap hari badannya

• Istri mengatakan lansia tidak mau semakin kurus

ikut kegiatan senam ataupun • Pada saat dikaji lansia terkadang


kegiatan seni lainnya tidak mendengarkan perawat dengan

19
• Istri mengatakan tidak tau tentang baik dan sulit memahami kata-kata
penyakit suaminya. perawat
lansia menganggap penyakitnya • Lansia terlihat mudah lelah,
adalah penyakit tua. kesemutan pada jari tangan dan kaki
• Istri mengatakan sering bertengkar • Lansia sering menonton TV dengan
karena lansia mengalami penurunan volume keras/kencang
pendengaran. • Lansia berbicara kepada istri dengan
• Istri mengatakan Lansia sering nada yang tinggi dan berteriak
nonton TV dengan volume yang
kencang
• Istri mengatakan Lansia sering
berbicara kepada istri dengan nada
tinggi dan berteriak. Namun lansia
menganggap istri tidak pernah
mendengarkan perkataannya.

2.2.4 Analisa Data

Analisa Data Masalah keperawatan

DS: Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari


kebutuhan tubuh pada Tn L usia 75 tahun
• Lansia mengatakan sering merasa
(Nanda; 00002 hal.177)
lapar dan haus
• Lansia juga mengeluh mudah lelah
• Lansia mengeluh lemas serasa
ingin pingsan.
• Lansia mengeluh sering BAK
terutama di malam hari
DO:

• berat badan turun 5 kg dalam satu


bulan terakhir.

20
• Lansia terlihat setiap hari
badannya semakin kurus
DS: Gangguan presepsi sensori pendengaran pada
• Istri mengatakan sering bertengkar Tn L usia 75 tahun
karena lansia mengalami menurunan
pendengaran.
• lansia menganggap istri tidak pernah
mendengarkan perkataannya.
• Istri lansia mengatakan sudah
menjawab tetapi sambil mengerjakan
sesuatu dan dengan jarak yang cukup
jauh
DO :

• Pada saat dikaji, lansia terkadang tidak


mendegarkan perawat dengan baik dan
sulit memahami kata-kata perawat.
• Lansia sering menonton TV dengan
volume keras/kencang
• Lansia berbicara kepada istri dengan
nada yang tinggi dan berteriak.
DS: Intoleransi aktivitas pada Tn L usia 75 tahun

• Lansia mengeluh lemas dan serasa (Nanda; 00094 hal.227)


ingin pingsan
• Lansia mengeluh kesemutan pada jari
tangan dan kaki
• Lansia mengeluh pandangan kabur
seperti ada kabut putih.
• Istri mengatakan lansia lebih banyak
berbaring di tempat tidur sambil
menonton TV sambil makan cemilan

21
• Istri mengatakan lansia tidak mau
ikut kegiatan senam ataupun kegiatan
seni lainnya
DO:

• lansia juga terlihat mudah lelah,


kesemutan pada jari tangan dan kaki

2.2.5 Diagnosa Keperawatan


1. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh pada Tn L
usia 75 tahun
2. Gangguan presepsi sensori pendengaran pada Tn L usia 75 tahun
3. Intoleransi aktivitas pada Tn L usia 75 tahun

2.2.6 Intervensi Keperawatan

NO DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI (NIC)


KRITERIA HASIL
(NOC)

1 Ketidakseimbangan (NOC HAL 644) (NIC HAL 558)


nutrisi: kurang dari
Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nutrisi (National
kebutuhan tubuh
keperawatan selama 3x24 Management)
pada Tn L usia 75
am diharapkan masalah
tahun (Nanda; (NIC 1100 HAL 197)
kebutuhan nutrisi pada
00002 hal.177)
kakek B usia 75 tahun dapat • Tentukan status gizi dan
teratasi dengan kriteria kemampuan klien untuk
hasil: memenuhi kebutuhan
nutrisi.
Status nutsisi (NIC 1004
• Ciptakan lingkungan yang
HAL 551)
menyenangkan untuk
1. Asupan makanan makan sesuai kebutuhan
tercukupi

22
2. Asupan cairan • Anjurkan pasien terkait
tercukupi dengan kebutuhan diet
3. Adanya peningkatan untuk kondisi sakit
berat badan Monitor Nutrisi (Monitoring
4. Tidak terjadi Nutrition)
penurunan berat badan
(NIC 1160 HAL 235)
yang berarti.
5. Klien mampu • Timbang berat badan klien
mengidentifikasi secara berkala
kebutuhan nutrisi. • Monitor turgor kulit
6. Intake nutrisi dan • Monitor adanya pucat,
cairan adekuat. kemerahan, dan jaringan
7. Klien melaporkan konjungtiva yang kering
keadekuatan tingkat • Identifikasi perubahan
energy. nafsu makan dan aktivitas
akhir-akhir ini
• Tentukan motivasi klien
untuk mengubah kebiasaan
makan.
• Berikan informasi yang
tepat tentang kebutuhan
nutrisi dan bagaimana
memenuhinya.
2 Gangguan presepsi Setelah dilakukan tindakan HAL, 336
sensori keperawatan selama 3x 24 Peningkatan komunikasi defisit
pendengaran pada jam masalah presepsi pendengaran
Tn L usia 75 tahun sensori: • Fasilitsi perlengkapan untuk
Pendengaran pada kakek B pemeriksaan pendengaran
usia 75 tahun dapat teratasi sesuai kebutuhan
dengan kriteria hasil : • Fasilitasi penggunaan alat
1. Klien dapat bantu dengar sesuai kebutuhan
meginterpretasi kan ide • Ajarkan kepada klien bahwa
yang dikomunikasikan suara akan terdengar berbeda

23
oleh orang lain secara dengan menggunakan alat
benar bantu dengar
2. Klien mengkompensasi • Jaga kebersihan alat bantu
defisit sensori dengan dengar
memaksimalkan indera • Cek alat bantu dengar secara
yang tidak rusak rutin
• Berikan arahan sederhana
dalam satu waktu
• Hindari berteriak pada klien
gangguan komunikasi
• Bicara dengan melihat wajah
klien langsung, pejan,jelas dan
singkat
• Gnakan kata-kata yang simple
dan kalimat pendek sesuai
kebutuhan
• Tinggikan volume suara jika
diperlukan
• Tarik perhatian klien dengan
sentuhan
• Jangan menutupi mulut,
merokok, berbicara dengan
muut terbuka lebar, atau
mengunyah permen karet
ketika berbicara
• Gunakan kertas, pensil, atau
komputer untuk komunkasi
sesuai kebutuhan
3 Intoleransi aktivitas (NOC hal. 684) NIC hal.527
pada Tn L usia 75
setelah dilakukan tindakan Manaemen Energi (Energy
tahun
keperawatan selama 3x 24 Management) (NIC 0180 HAL
jam masalah intoleransi 177)

24
(Nanda 00094 aktivitas pada kakek B • Tentukan keterbatasan klien
hal.241) dapat teratasi dengan terhadap aktivitas.
kriteria hasil : • Tentukan penyebab lain
kelelahan.
Adaptasi terhadap
• Motivasi klien untuk
disabilitas fisik (Nic 1308
mengungkapkan perasaan
hal.73)
tentang keterbatasannya.
1. Mengidentifikasi cara- Peningkatan latihan (Nic 0200
cara untuk hal.338)
meningkatkan rasa
• Hargai keyakinan individu
kendali diri
terkait latihan fisik
2. Mengidentifikasi
rencana untuk • Gali pengalaman individu

memenuhi aktivitas sebelumnya mengenali

hidup sehari hari latihan

3. Mendapatka bantuan • Gali hambatan untuk

dari tenaga kesehatan melakukan latihan

professional • Dukung ungkapan perasaan

4. Menggunakan system mengenai latihan atau

dukungan sosial kebutuhan untuk melakukan


latihan
• Dukung individu untuk mulai
melanjutkan latihan
• Libatkan keluarga/orang yang
memberi perawatan dalam
merencanakan dan
meningkatkan program
latihan

25
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Proses menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan


kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri. Mengganti dan mempertahankan
fungsi normalnya sehingga tidak dapt bertahan terhadap infeksi dan
memperbaiki kerusakan yang diderita. Sehingga lansia mudah terpajan penyakit,
seperti Diabetes Melitus (DM). seseorang dikatakan menderita atau resiko
menderita penyakit DM jika seseorang sering buang air kecil pada malam hari,
mudah lapar, muah Lelah, sering haus dan penurunan berat badan yang cepat,
serta sering mengalami kebas-kebas, dan KGD sewaktu diatas 200mg/dL dan
KGD 2 jam PP diatas 126mg/dL.

3.2 Saran

Seorang lansia atau keluarga dari lansia diharapkan dapat mengontrol


makanan dan aktivitasnya agar terhindar dari penyakit Diabetes Melitus (DM).
diharapkan juga untuk tidak terlalu sering mengkonsumsi makanan yang manis.
Seorang lansia dan keluarga dari lansia diharapkan untuk mengetahui diet yang
tepat untuk dikonsumsi

26
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Muhith & Sandu Siyoto, 2018, Aplikasi Komunikasi Terapeutik Nursing &
Health, Yogyakarta, ANDI

Ismaini, N. 2001. Etika Keperawatan. WidyaMedika: Jakarta.

Kristen L. Mauk. 2013. Gerontological Nursing Competencies For Care. Jones &
Bartlett Learning

Lanywati, E. 2011. Diabetes Melitus Penyakit Kencing Manis. Kanisius: Yogyakarta

Mauk, K, L. (2013). Gerontological nursing competencies for care, 3rd edition. USA:
Jones & Bartlett.
Maryam, R, Siti., et al. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Salemba
Medika: Jakarta

Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddarth Edisi 8 Vol 2. Jakarta : EGC

Sulastri, Sri & Sahadi Humaedi. 2017. Pelayanan Lanjut Usia Terlantar Dalam Panti,
No.1., Vol.4., ISSN : 2442-4480. Prosiding KS : Riset & PKM
.

27
ASUHAN KEPERAWATAN ELDER ABUSED DAN NEGLECT PADA LANSIA

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Gerontik

Dosen Pengampu: Ns. Ritanti Wahyudi, M.Kep, Sp. Kep. Kom

Disusun Oleh:

Nurhidayah Perwaningsih 1710711111


Esther Novita Angelia 1710711115
Indah Cahyasari 1710711116
Siti Alifah Nadya Putri 1710711120
Endang Setia Asih 1710711121

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL "VETERAN" JAKARTA

TAHUN 2020

xxviii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan
hidayah-Nya kami dapat menyusun dan menyelesaikan makalah “Asuhan Keperawatan
Gerontik dengan Elder Abused dan neglect” ini tepat pada waktu yang telah ditentukan.
Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas yang diberikan dosen pada mata
kuliah Keperawatan Gerontik.

Pada kesempatan ini juga kami berterima kasih atas bimbingan dan masukan dari semua
pihak yang telah memberi kami bantuan wawasan untuk dapat menyelesaikan makalah ini, baik
itu secara langsung maupun tidak langsung.

Kami menyadari isi makalah ini masih jauh dari kategori sempurna, baik dari segi
kalimat, isi, maupun dalam penyusunan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun
dari dosen mata kuliah yang bersangkutan dan rekan-rekan semuanya, sangat kami harapkan
demi kesempurnaan makalah ini dan makalah-makalah selanjutnya.

Jakarta, April 2020

Kelompok

xxix
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................................ ii

DAFTAR ISI........................................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................................. 5

I.1 Latar Belakang ....................................................................................................................... 5

I.2 Rumusan Masalah ................................................................................................................. 6

I.3 Tujuan Penulisan ................................................................................................................... 6

BAB II TINJAUAN TEORI ............................................................................................................ 7

II.1 Prevalensi Elder Abused and neglect ................................................................................ 7


II.2 Pengertian Elder Abused and neglect ............................................................................... 9
II.3 Etiologi Elder Abused and neglect .................................................................................. 10
II.4 Tanda dan Gejala Elder Abused and neglect ................................................................. 11
II.5 Klasifikasi Elder Abused and neglect ............................................................................. 12
II.6Konsep Elder Abused and neglect .............................................................................15
II.7 Penatalaksanaan dan Perawatan Elder Abused and neglect ......................................... 29
II.8 Terapi Modalitas Elder Abused and neglect .................................................................. 30
II.9 Pencegahan Elder Abused and neglect ........................................................................... 32
II.10 Data Tambahan dalam Pengkajian ................................................................................. 34
II.11 Etika dan Peran Perawat .................................................................................................. 35
II.12 Teori Penuaan sesuai Kasus ........................................................................................... 49
II.13Asuhan Keperawatan................................................................................................59

BAB III PENUTUP .......................................................................................................................... 82

III.1 Simpulan ............................................................................................................................ 82

III.2 Saran ................................................................................................................................... 82

xxx
xxxi
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Setiap pribadi manusia rentan untuk mengalami kekerasan. Kapan saja, dimana
saja, dan tidak memandang status sosial dan juga usia. Orang yang sudah lanjut usia
(lansia) juga tidak luput dari kekerasan, bahkan kekerasan terhadap lansia bisa timbul dari
orang-orang terdekat seperti anak, menantu bahkan cucu sendiri. Kekerasan terhadap
orang lansia bisa terjadi dalam bentuk fisik, verbal, diabaikan secara emosional
(psikologis), dan juga dimanfaatkan. Banyak korban adalah mereka yang sudah rapuh dan
hidup mereka tergantung pada orang lain untuk memenuhi kebutuhan mereka.

Pelecehan terhadap orang lansia juga bisa dalam bentuk eksploitasi


keuangan dalam pengertian menggunakan sumber daya dari orangtua (biasanya dilakukan
oleh pasangan dewasa yang tidak mempunyai pekerjaan dan hanya bisa meminta dari
orangtua). Tanda-tanda dan gejala-gejala kekerasan terhadap orang lansia, juga mirip
dengan bentuk-bentuk lain, seperti dalam bentuk kekerasan dalam rumah tangga antara
suami dengan istri atau orangtua dengan anak.

Perlu kita ketahui, kebanyakan korban mengalami lebih dari satu jenis perlakuan
kekerasan. Beberapa korban mengalami rasa malu, takut, malu, kecemasan, kebingungan,
penarikan, dan depresi. Mereka menutup diri dan sulit untuk berinteraksi dengan orang
lain. Ada banyak cara untuk mengurangi kekerasan terhadap orang lansia. Salah satunya
dengan menghormati mereka sebagai pribadi yang membutuhkan perhatian lebih namun
tidak berlebihan. Itu bisa dimulai dari diri kita sendiri. Suatu saat nanti kita akan menjadi
sama seperti mereka, menjadi lansia. Tentunya kita menginginkan supaya setiap anak,
menantu dan cucu-cucu bisa menghormati dan keberadaan kita. Kalau kita ingin
diperlakukan demikian, maka kita harus memperlakukan orang lansia yang ada di sekitar
kita seperti apa yang ingin kita terima pada saat kita tua nanti.

32
I.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana prevalensi elder abused and neglect ?


2. Apa pengertian elder abused and neglect ?
3. Apa etiologi elder abused and negle ?
4. Apa tanda dan gejala elder abused and neglect?
5. Apa komplikasi elder abused and neglect ?
6. Apa klasifikasi elder abused and neglect ?
7. Bagaimana konsep elder abused and neglect ?
8. Bagaimana penatalaksanaan dan perawatan elder abused and neglect ?
9. Bagaimana terapi modalitas elder abused and neglect ?
10. Bagaimana pencegahan elder abused and neglect ?
11. Apa data tambahan dalam pengkajian ?
12. Bagaimana etika dan peran perawat ?
13. Apa teori penuaan sesuai kasus ?
14. Bagaiman asuhan keperawatan terkait elder abused and neglect ?
I.3 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui prevalensi elder abused and neglect


2. Mengetahui pengertian elder abused and neglect
3. Mengetahui etiologi elder abused and negle
4. Mengetahui tanda dan gejala elder abused and neglect
5. Mengetahui komplikasi elder abused and neglect
6. Mengetahui klasifikasi elder abused and neglect
7. Mengetahui konsep elder abused and neglect
8. Mengetahui penatalaksanaan dan perawatan elder abused and neglect
9. Mengetahui terapi modalitas elder abused and neglect
10. Mengetahui pencegahan elder abused and neglect
11. Mengetahui data tambahan dalam pengkajian
12. Mengetahui etika dan peran perawat
13. Mengetahui teori penuaan sesuai kasus
14. Mengetahui asuhan keperawatan terkait elder abused and negle

33
BAB II

TINJAUAN TEORI

II. 1 Prevalensi Elder Abused And Neglect

1. Pravelensi Dunia
Kekerasan pada lansia bukanlah fenomena langka di Amerika serikat atau
dimanapun. Sebaliknya, semua indikator menyarankan bahwa penganiayaan terhadap
lansia semakin eluas dan terjadi diantara semua subkelompok. Meskipun perkiraan
dari kekerasan pada lansia umumnya berkisar dari 2% hingga 10% untuk Amerika
Serikat (National Reserach Council, 2003) dan dunia 3% hingga 28% (Cooper,
selwood, & livingston, 2008), sulit untuk yakin tentang keakuratan estimasi ini karena
definisi yang tidak dilaporkan dan berbeda signifikan dari pelecehan dan penelantaran
pada lansia. Studi menunjukkan bahwa sebagian besar penganiayaan diulang, jarang
dilaporkan kepada pihak berwenang, dan mewakili lebih dari satu bentuk pelecehan.

Dua studi prevalensi pelecehan yang representatif nasional baru-baru ini


menunjukkan tingkat tinggi secara keseluruhan dan khusus formulir. Laumann,
leitsch, dan waite (2008) meminta sampel dari 3005 orang dewasa yang tinggal di
komunitas berusia 57-85 tahun tentang setiap pengalaman penganiayaan verbal,
keuangan, atau fisik baru-baru ini. Sembilan persen responden melaporkan secara
verbal, 3,5% keuangan, dan 0,2% penganiayaan fisik oleh anggota keluarga dalam
satu tahun terakhir. Acierno (2009) mensurvei sampel yang lebih besar lagi (5777
orang dewasa berusia 60 tahun ke atas) tentang yang terbaru penganiayaan di lima
bentuk; pengabaian serta emosional, kekerasan fisik, seksual, dan finansial. Hasilnya
disarankan bahwa sekitar 1 dari 10 penghuni komunitas, secara kognitif utuh orang
dewasa yang lebih tua mengalami pengabaian atau pelecahan emosional, fisik, atau
seksual selama setahun terakhir. Tingkat meningkat menjadi 1 dari 7 ketika
eksploitasi keuangan dimasukkan. Di anatara berbagai bentuk pelecehan, eksploitasi
keuangan dan pelecehan emosional adalah pelecehan paling umum dan seksual yang
paling sedikit.

34
2. Prevalensi di Indonesia
Perlakuan salah terhadap orang tua merupakan salah satu bentuk cedera yang
dapat dicegah dan merupakan masalah yang serius. Prevalensi perlakukan salah pada
orang tua bervariasi di berbagai negara, yakni sekitar 11,4% di Amerika Serikat pada
tahun 2008, 2,2% di Irlandia pada tahun 2010 dan 36,2% di Republik Rakyat Cina
pada tahun 2010. Sementara itu, belum ada data akurat mengenai prevalensi
perlakuan salah terhadap orang tua di Indonesia.
Hasil penelitian yang telah dilakukan di wilayah Binaan Puskesmas Padang Bulan
Kecamatan Medan Baru yaitu di Kelurahan Merdeka, Kelurahan Babura, dan
Kelurahan Petisa Hulu sebanyak 97 responden didapat data bahwa pada dasarnya
responden tidak mengalami kekerasan psikologis, verbal atau emosional yaitu
sebanyak 88 orang (90,7%). Hal ini dikarenakan keluarga yang merawat lansia
menghormati dan mendukung kebutuhan psikologis lansia. Kebutuhan psikologi
lansia berupa komunikasi reguler, dukungan emosional, suasana yang aman, tidak
gaduh, dan mempertahankan aktifitas yang masih bisa dilakukan oleh lansia.

Berdasarkan hasil penelitian terhadap 97 lansia di wilayah binaan Puskesmas


Padang Bualan Kecamatan Medan Baru tepatnya di Kelurahan Merdeka, Kelurahan
Babura, dan Kelurahan Petisa Hulu terdapat perilaku kekerasan pengabaian terhadap
lansia sebanyak 82 orang (84,5%).
Bentuk kekerasan pengabaian yang dialami lansia tertinggi adalah perilaku
kekerasan pengabaian berupa tidak dibantu dalam keberihan diri yaitu sebanyak 84
orang (86,6%), tertinggi selanjutnya adalah perilaku kekerasan pengabaian berupa
tidak diingatkan untuk melakukan pemeriksaan rutin secara teratur sebanyak 66 orang
(68,0%), perilaku kekerasan pengabaian berupa tidak diingatkan untuk minum obat
sebanyak 55 orang (56,7%), perilaku kekerasan pengabaian berupa tidak diajak
rekreasi sebanyak 22 orang (22,7%), perilaku kekerasan pengabaian berupa tidak
dibantu dalam menghadapi masalah sebanyak 18 orang (18,6%), perilaku kekerasan
pengabaian berupa tidak dilibatkan dalam mengambil keputusan, tidak diberi

35
makanan sehat seperti nasi, lauk, dan sayur, apatis terhadap kondisi lansia sebanyak
17 orang (17,5), perilaku kekerasan pengabaian berupa tidak dilibatkan dalam acara
keluarga sebanyak 13 orang (13,4%), dan perilaku kekerasan pengabaian berupa tidak
diberi pakaian yang layak dan tidak diberi tempat tinggal yang memadai sebanyak 6
orang (6,2%).

Hasil penelitian yang dilakukan di Puskesmas Ampeman pada tahun 2016


menunjukan data :

II. 2 Pengertian Elder Abuse and Neglect

1. Pengertian Neglect
Menurut WHO (1999) dalam buku Keperawatan Komunitas Teori Dan Praktik
Keperawatan(2009) kekerasan adalah penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaa, ancama
n atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan, atau sekelompok orang(masyarakat) m
engakibatkan atau mungkin mengakibatkan trauma atau cedera fisik, kematian, kerugian
psikologis, gangguan perkembangan, atau perampasan hak. Kekuatan fisik dan kekuasa
an harus dilihat dari segi pandang yang luasmencakup rindakan atau penyiksaan secara f
isik, psikis, seksual dan kurang perhatian (neglect) abuse.
Penelantaran (neglect) didefinisikan sebagai jenis penganiayaan yang mengacu p
ada kegagalan oleh pengasuh untuk memberikan yang diperlukan, perawatan yang sesua
i dengan usia meski secara finansial mampu melakukannya atau ditawarkan berarti keua
ngan atau lainnya untuk melakukannya. Penelantaran (neglect) adalah kegagalan keluarg
a untuk memberikan kebutuhan yang sesuai bagi lansia, seperti tidak memberikan rumah
yang aman, makanan, pakaian, pengobatan, atau meninggalkan lansia sendirian atau de
ngan seseorang yang tidak dapat merawatnya. Penelantaran (neglect) biasanya ditandai

36
oleh pola berkelanjutan perawatan yang tidak memadai dan mudah diamati oleh individ
u dalam kontak dekat dengan lansia. Seringkali karena kesibukan, keluarga lansia meng
abaikan kebutuhan lansia seperti kebersihan yang buruk, berat badan yang buruk, dan p
erawatan medis yang tidak memadai

2. Pengertian Abuse
Abuse adalah perilaku yang dirancang untuk mengendalikan dan menaklukkanm
anusia yang lain melalui penggunaan ketakutan, penghinaan, dan lisan atau fisik.Kata ke
kerasan merupakan terjemahan dari kata violence, artinya suatu seranganterhadap fisik
maupun integritas mental psikologis seseorang. Kekerasan di sini mulaidari kekerasan fi
sik seperti perkosaan, pemukulan, sampai dengan kekerasan dalambentuk yang lebih hal
us, seperti pelecehan seksual dan penciptaan ketergantungan.Kekerasan tidak hanya men
yangkut siksaan fisik belaka, tapi juga meliputi perkataan,sikap, dan berbagai hal atau si
stem yang menyebabkan kerusakan secara fisik, mental,sosial atau lingkungan, dan atau
menghalangi seseorang untuk meraih potensinyasecara penuh. Bentuk kekerasan tidak h
anya yang mengandung aspek fisik, tapi jugaaspek psikologis yang meliputi perkataan d
an sikap Merupakan sebuah ekspresi baik yang dilakukan secara fisik ataupun secara
verbalyang mencerminkan pada tindakanagresidan penyerangan pada kebebasan ataum
artabat seseorang yang dapat dilakukan oleh perorangan atau sekelompok orangumumny
a berkaitan dengan kewenangannya
yakni bila diterjemahkan secara bebasdapat diartinya bahwa semua kewenangan tanpa m
engindahkan keabsahan penggunaanatau tindakan kesewenangwenangan itu dapat pula
dimasukan dalam rumusan
II. 3 Etiologi Elder Abuse and Neglect

1. Kekerasan dalam Rumah Tangga


Menyaksikan kekerasan dalam rumahtangga adalah menakutkan bagi anak-
anak. Bahkan jika ibu melakukan yangterbaik untuk melindungi anak-
anaknya dan menjaga mereka dari pelecehanfisik, situasi masih sangat merusak. Jika
Anda atau orang yang dicintaiberada dalam hubungan yang tidak baik , keluar adalah
hal terbaik untuk melindungi anak-anak.
2. Alkohol dan penyalahgunaan obat.
Hidup dengan pecandu alkohol sangatsulit bagi anakanak dan dengan mudah dapat m
engakibatkanpenyalahgunaan dan penelantaran. Parents who are drunk or high are un
37
ableto care for their children, make good parenting decisions, and control often-
dangerous impulses. Orang tua yang mabuk tidak mampu untuk merawatanak-
anak mereka, tidak mampu membuat keputusan pengasuhan yang baik,dan kontrol im
puls seringberbahaya. Penyalahgunaan zat juga umumnyamengarah ke kekerasan fisi
k.
3. Penyakit mental yang tidak diobati.
Orang tua yang menderita depresi,gangguan kecemasan, gangguan bipolar, atau lain
penyakit mentalmengalami kesulitan merawat diri, apalagi anakanak mereka. Orang t
uaakan dijauhi oleh anakanak mereka karenaorang tua tersebut bisa marahtanpa seba
b. Anakanak akan merasa lebih baik bila dirawat oleh pengasuhmereka.
4. Kurangnya keterampilan pengasuhan.
Beberapa pengasuh pernah belajarketerampilan yang diperlukan untuk mengasuh ana
k yang baik. Teen parents,for example, might have unrealistic expectations about ho
w much care babiesand small children need. Orang tua yang masih remaja mungkin
memilikiharapan yang tidak realistis tentang bagaimana cara merawat bayi dankebutu
han anak kecil.. Atau orang tua yang menjadi korban kekerasansemasa anakanak, mu
ngkin hanya tahu bagaimana membesarkan anakanak mereka dengan cara mereka dib
esarkan.. Dalam kasus tersebut, kelas orangtua, terapi, dan kelompok pengasuh adala
h dukungan sumber daya yangbesar untuk belajar keterampilan guna menjadi orangtu
a yang lebih baik.

II. 4 Tanda dan Gejala Elder Abuse and Neglect


1. Tanda dan gejala Elder Abuse
a. Fisik
Luka memar, bekas goresan, lecet dan bekas ikatan pada pergelangan tangan dan
kaki, gigi terlepas disertai dengan pendarahan, rambut lepas dalam jumlah yang
banyak dan kemerahan pada kulit kepala, overdosis obat, dehidrasi, pakaian
tidak bersih, buruknya kebersihan, infeksi pada alat kelamin, perdarahan dan
atau robekan pada daerah anal dan alat kelamin (kecurigaan seksual).

b. Psikologis
Cemas berlebihan, ketakutan berlebih, menjadi pendiam apabila banyak orang,
terlihat murung dan menyendiri, perubahan pola tidur, insomnia, penurunan
nafsu makan, depresi, munculnya gejala paranoid, disorientasi, apatis.

2. Tanda dan gejala Neglect


a. Tanda kekerasan fisik

38
Cedera yang tidak diketahui asalnya, masalah medis yang tidak diketahui
penyebabnya.

b. Tanda kekerasan seksual


Memiliki perilaku seksual yang tidak semestinya, hamil atau memiliki penyakit
menular seksual, memiliki masalah pada organ intim, nyeri atau kesulitan
berjalan atau duduk.

c. Tanda kekerasan emosional


Kehilangan percaya diri, depresi, gelisah, sakit kepala atau sakit perut secara
tiba-tiba, menarik diri, terlambatnya atau terganggunya proses tumbuh
kembang, penurunan prestasi, menghindari situasi tertentu.

II. 5 Klasifikasi Elder Abuse and Neglect


Ada 7 jenis pelecehan yang diakui oleh The National Center on Elder Abuse. Setiap
jenis penyalahgunaan memiliki serangkaian tanda dan gejala yang terkait dengannya.
ada berbagai tanda dan faktor risiko penyalahgunaan lansia yang dapat membantu
memperbaiki situasi sebelum kerusakan permanen terjadi. Sangat penting untuk mendidik
diri sendiri dan lansia tentang apa yang diklasifikasikan sebagai pelecehan orang tua, dan
tanda peringatan.

The 7 Types of Elder Abuse


The National Center on Elder Abuse mengidentifikasi tujuh jenis pelecehan yang
melibatkan orang tua (1). Ini termasuk:

1. Physical Abuse
Pelecehan fisik lansia diartikan sebagai menggunakan beberapa jenis kekuatan fisik
pada lansia yang dapat menyebabkan kerusakan tubuh, gangguan yang berkelanjutan,
atau rasa sakit fisik. Ini mungkin termasuk memukul individu dengan tangan atau
benda.

Ini juga dapat mencakup pemukulan, mendorong, mendorong, menggigit, menampar,


mengguncang, membakar atau menendang korban. Pelecehan fisik juga dapat
melibatkan penggunaan narkoba secara tidak tepat, hukuman fisik, mencekok makan
individu dan menggunakan pengekangan fisik.
Gejala dan tanda-tanda pelecehan fisik meliputi:

a. Patah tulang
b. Tengkorak patah
c. Memar
d. Ramah
e. Potongan yang tidak bisa dijelaskan
f. Tanda dari tali
g. Laserasi
h. Luka terbuka
i. Dislokasi
j. Terkilir
39
k. Cedera internal atau perdarahan
l. Bukti pemberian terlalu banyak atau terlalu sedikit obat
m. Kacamata rusak
n. Bukti perangkat penahan
o. Orang tua itu melaporkan ditampar, dipukul, dianiaya, atau ditendang
p. Perubahan mendadak dalam kepribadian atau perilaku orang lanjut usia
q. Penolakan untuk memiliki pengunjung melihat senior sendirian

3. Sexual Abuse
Pelecehan seksual terhadap lansia didefinisikan sebagai melakukan hubungan seks
non-konsensual dengan seorang lansia. Segala jenis kontak seksual dengan seseorang
yang tidak dapat memberikan persetujuan juga merupakan bentuk pelecehan seksual.
Ini bisa termasuk sentuhan yang tidak diinginkan, kekerasan seksual, ketelanjangan
yang dipaksakan, sodomi, hubungan seksual atau mengambil gambar individu ketika
mereka telanjang.

Tanda-tanda khas bahwa orang lanjut usia mengalami pelecehan seksual meliputi:

a. PMS yang tidak dijelaskan


b. Infeksi genital yang tidak dapat dijelaskan
c. Memar di payudara atau alat kelamin
d. Pendarahan dari anus atau vagina
e. Pakaian dalam yang bernoda, berdarah atau sobek
f. Laporan oleh lansia bahwa dia mengalami pelecehan seksual

3. Emotional or Psychological Abuse


Pelecehan emosional seorang lansia didefinisikan sebagai menimbulkan rasa sakit,
kesedihan atau kesulitan dengan cara verbal atau nonverbal. Ini bisa termasuk
menghina lansia, melakukan serangan verbal, mempermalukan lansia, mengancam ,
mengintimidasi lansia atau pelecehan. Selama pelecehan emosional, orang tua sering
diperlakukan seperti anak kecil dan terisolasi dari kegiatan yang mereka sukai, teman
atau keluarga. Pelecehan emosional juga dapat melibatkan memberi orang tua itu
"perawatan diam" atau menjaga mereka terisolasi secara sosial.

Gejala dan tanda-tanda pelecehan emosional atau psikologis termasuk yang berikut:

a. Lansia tidak berkomunikasi, tidak responsif, atau menarik diri


b. Lansia tampaknya gelisah atau kesal secara emosional
c. Lansia memiliki perilaku yang tidak biasa yang meniru demensia
d. Sebuah laporan dari senior yang mengindikasikan penganiayaan verbal atau
emosional
4. Neglect of the Elderly

Ini didefinisikan sebagai menolak atau gagal memberi orang tua perawatan yang
mereka butuhkan untuk menjalani kehidupan yang nyaman. Ini mungkin juga
melibatkan kegagalan merawat lansia oleh seseorang yang memiliki kewajiban untuk
merawat lansia. Ini dapat melibatkan gagal membayar layanan kesehatan di rumah atau
gagal memberikan perawatan penting kepada pasien.

40
Mengabaikan orang lanjut usia biasanya berarti menolak atau gagal memberikan
kepada orang tua kebutuhan hidup, seperti air, makanan, tempat tinggal, pakaian, obat-
obatan, kebersihan, keselamatan pribadi, atau kenyamanan yang diperlukan.

Gejala dan tanda-tanda pengabaian lansia meliputi:

a. Mengizinkan individu untuk hidup dalam kondisi hidup yang tidak bersih
b. Mengizinkan individu hidup dengan kondisi berbahaya seperti kabel yang rusak,
kurang panas atau air bersih yang mengalir
c. Luka tidur yang tidak diobati
d. Malnutrisi
e. Dehidrasi
f. Gagal mengobati masalah kesehatan
g. Sebuah laporan oleh orang tua tentang penganiayaan

5. Abandonment of the Elder


Mengabaikan seorang penatua diartikan sebagai meninggalkan senior oleh seseorang
yang memiliki tanggung jawab untuk merawat individu, atau yang memiliki hak asuh
atas mereka.

Tanda-tanda dan gejala ditinggalkannya lansia meliputi:

a. Meninggalkan senior di tempat umum, seperti pusat perbelanjaan


b. Meninggalkan senior di fasilitas perawatan atau rumah sakit
c. Laporan dari senior bahwa dia ditinggalkan
6. Financial Abuse
Penyalahgunaan keuangan seorang penatua didefinisikan secara ilegal atau tidak benar
menggunakan aset orang tua atau properti lainnya. Ini mungkin termasuk memalsukan
tanda tangan mereka, mengambil uang tunai dari penatua, menandatangani cek
penatua, memaksa orang tua untuk menandatangani dokumen yang mereka tidak
mengerti, mencuri harta benda atau uang mereka, dan menggunakan keuntungan
sebagai kuasa mereka dengan tidak sah, wali atau konservator
Gejala dan tanda-tanda eksploitasi finansial lansia meliputi:

a. Termasuk nama pengasuh pada kartu bank orang tua


b. Perubahan dalam rekening bank atau sejumlah besar uang ditarik
c. Perubahan pada dokumen hukum, seperti surat wasiat
d. Menggunakan kartu ATM orang tua tanpa izin
e. Hilangnya harta atau dana penatua
f. Memberikan perawatan yang lebih tua di bawah standar ketika mereka mampu
mendapatkan perawatan yang lebih baik
g. Menemukan tanda tangan palsu pada judul atau transaksi keuangan lainnya
h. Orang tua melaporkan eksploitasi keuangan
i. Menyediakan layanan yang tidak perlu
j. Mentransfer aset ke seseorang yang bukan anggota keluarga
k. Kemunculan kembali kerabat yang mengklaim hak atas harta atau urusan senior

7. Self Neglect

41
Pengabaian diri di antara para lansia ditandai oleh lansia yang terlibat dalam perilaku
yang mengancam keselamatan atau kesehatan pribadi mereka. Biasanya terlihat ketika
orang yang lebih tua menolak atau gagal menyediakan air, makanan, tempat tinggal,
pakaian, obat-obatan, kebersihan dan keamanan yang memadai. Ini tidak termasuk
situasi di mana orang tua yang kompeten secara mental membuat keputusan sukarela
untuk melakukan hal-hal yang mengancam kesehatan mereka karena pilihan pribadi.

Tanda-tanda dan gejala pengabaian diri meliputi:

a. Hidup di tempat yang tidak memadai atau menjadi tunawisma


b. Gagal memiliki atau menggunakan alat bantu medis seperti gigi palsu, alat bantu
dengar dan kacamata
c. Hidup di lingkungan hidup yang tidak bersih
d. Hidup dengan kabel yang rusak, kekurangan pipa ledeng atau dalam kondisi yang
tidak bersih

II. 7 Konsep Elder Abuse and Neglect

A. Gambaran Umum Kekerasan dan Penelantaran Lansia

Dalam beberapa dekade terakhir, kelompok-kelompok tambahan telah diakui


membutuhkan perlindungan: korban kekerasan dalam rumah tangga dan orang tua yang
dilecehkan atau diabaikan. Meskipun masalah orang dewasa lanjut usia yang dilecehkan atau
diabaikan bukanlah hal baru, pelecehan yang lebih tua telah mendapat perhatian yang
meningkat sebagai masalah sosial.

1. Karakteristik Kekerasan Lansia

Definisi kekerasan lansia telah berubah dari waktu ke waktu sebagai respons
terhadap perubahan dalam iklim politik, sentimen publik, pendanaan yang tersedia, dan
peningkatan pengetahuan dan minat profesional. Bagian ini membahas karakteristik yang
diakui secara luas tentang kekerasan pada lansia dan bagian berikut membahas pengakuan
historis kekerasan pada lansia . Dewan Penelitian Nasional (2003, hal. 1) mendefinisikan
penganiayaan lansia sebagai “(a) Tindakan yang disengaja yang menyebabkan bahaya
atau menciptakan risiko bahaya yang serius, apakah dimaksudkan atau tidak, bagi seorang
lansia yang rentan oleh pengasuh atau orang lain yang berdiri di hubungan kepercayaan
dengan lansia, atau (b) kegagalan oleh pengasuh untuk memenuhi kebutuhan dasar lansia
atau untuk melindungi penatua dari bahaya. ”Definisi ini dikembangkan untuk mengatasi
ambiguitas historis tentang apa yang merupakan kekerasan yang dialami oleh lansia dan
untuk menumbuhkan empiris. investigasi subjek menggunakan desain penelitian yang
sebanding. Meskipun tujuan yang mengagumkan, definisi tersebut tidak membahas
42
masalah yang diidentifikasi oleh dokter dan terbukti dalam statuta negara (Pillemer et al.,
Di media) Pusat Nasional Penyalahgunaan Penatua (2009b) mengakui tiga kategori dasar
pelecehan terhadap penatua (yaitu, pelecehan penatua dalam rumah tangga, pelecehan
penatua institusi, dan pengabaian diri atau penyalahgunaan diri) dan tujuh jenis atau
bentuk utama (yaitu, pelecehan fisik, pelecehan seksual, emosi atau pelecehan psikologis,
penelantaran, pengabaian, eksploitasi finansial atau material, dan swadaya). Pengabaian
diri dalam klasifikasi ini mencakup perilaku orang dewasa yang lebih tua yang
mengancam kesehatan atau keselamatan mereka (Nasional Center on Elder Abuse,
2009a).

Secara internasional, konsep pelecehan terhadap orang tua memiliki batas yang
hampir tidak terbatas, sebagaimana dibuktikan oleh Majelis Dunia Kedua PBB tentang
Penuaan (United Nations Economic and Social Council, 2002). Majelis Dunia ini
memandang pelecehan yang lebih tua mencakup hampir semua hal yang menyebabkan
bahaya atau kesusahan bagi orang yang lebih tua dan yang terjadi dalam suatu hubungan
dengan harapan kepercayaan. Ini mencakup tindakan seluas mulai dari bentuk agresi
langsung hingga penolakan martabat orang lanjut usia (Urusan Ekonomi dan Sosial PBB,
2008). Contoh-contoh lain dari pandangan yang terus berkembang tentang pelecehan
terhadap orang tua termasuk artikel surat kabar yang menggambarkan korban bencana
yang lebih tua sebagai menderita pelecehan yang lebih tua dan iklan layanan hukum
berlabel kualitas perawatan yang dikompromikan dalam fasilitas perawatan jangka
panjang sebagai penyalahgunaan yang lebih tua.

2. Pengakuan Sejarah terhadap Masalah Sosial


Kesadaran akan pelecehan terhadap orang tua sebagai masalah sosial dimulai pada
1950-an dan 1960-an ketika tulisan-tulisan Geneva Mathiasen dan Gertrude Hall
memperkenalkan konsep melindungi orang dewasa yang rentan. Pusat-pusat seperti
Benjamin Rose Institute di Cleveland, Ohio, mengembangkan konsep pada awal 1970-an
melalui proyek demonstrasi awal, biasanya secara khusus terkait dengan pengabaian diri.
Akan tetapi, kesadaran akan kekerasan fisik tidak muncul sampai akhir tahun 1970-an,
dan kesadaran akan jenis-jenis pelecehan yang lebih lanjut juga terjadi. Akhir 1980-an
menyaksikan kriminalisasi yang meningkat atas pelecehan terhadap orang tua, sebuah
gerakan yang berlanjut hingga hari ini. Dengan itu, penipuan konsumen yang ditujukan
untuk lansia , termasuk penipuan dan game con, digolongkan dalam kekerasan orang tua.
Bersamaan dengan itu, pengakuan atas kekerasan dalam rumah tangga di kemudian hari
43
sebagai bentuk pelecehan yang lebih tua berfungsi untuk mengubah paradigma praktik
untuk memberdayakan para korban dan meminta pertanggungjawaban pelaku.

Tahun 1990-an dalam mengatasi kekerasan lansia, dengan dokter semakin


mendominasi intervensi masalah, kadang-kadang dengan twist peradilan pidana, seperti
dalam pembentukan pusat forensik dan penanda terkait dengan pelecehan yang lebih tua.
Dalam konteks ini juga, pelecehan yang lebih tua telah dilihat sebagai masalah kesehatan
masyarakat, dengan intervensi yang dianggap sebagai lensa pencegahan. Akhirnya,
pelecehan orang tua telah menjadi perhatian global. Pertama kali diakui di Amerika
Serikat, Inggris Raya, dan Kanada, kekerasan lansia menjadi masalah internasional pada
akhir 1990-an, sebagaimana dibuktikan oleh pembentukan Jaringan Internasional untuk
Pencegahan Penyalahgunaan Penatua di tahun 1997 dan Hari Kesadaran kekerasan lansia
Sedunia pada tahun 2006 , sebuah acara yang diperingati di negara-negara di seluruh
dunia setiap tahun sejak itu. Laporan-laporan pelecehan pada lansia meningkat, dan
sekarang diakui sebagai masalah sosial dan kesehatan utama dan aspek signifikan dari
kekerasan keluarga. Perhatian yang meningkat ini dapat dikaitkan dengan alasan seperti
berikut:

a. Populasi lansia telah meningkat dengan cepat, dengan kelompok orang tua yang
paling rentan (yaitu, mereka yang berusia 85 tahun ke atas) meningkat pada tingkat
tercepat.
b. Anak-anak dewasa semakin banyak dipanggil untuk merawat orang tua mereka;
namun, beberapa kekurangan kapasitas, keterampilan, sumber daya, ketersediaan,
atau kedekatan fisik untuk menjalankan tanggung jawab ini dengan sukses.
c. Para peneliti dan dokter mengarahkan lebih banyak perhatian pada masalah yang
mempengaruhi orang dewasa yang paling rentan, yang mengarah pada lebih banyak
informasi dan publikasi.
d. Upaya pendidikan telah membuat para profesional dan publik lebih sadar akan
undang-undang pelaporan dan layanan perlindungan orang dewasa.
e. Dengar pendapat kongres dan program pendidikan telah merangsang minat publik dan
profesional dalam masalah ini
f. Organisasi, seperti Komite Nasional untuk Pencegahan Penyalahgunaan Penatua dan
Asosiasi Layanan Perlindungan Dewasa Nasional, telah mempromosikan jejaring
profesional dan mengadvokasi kebijakan publik untuk mengatasi kekerasan lansia.

44
Perawat gerontologis telah berada di garis depan penelitian, publikasi, dan
mempraktikkan inovasi dalam pelecehan terhadap orang tua. Jurnal keperawatan telah
menampilkan artikel tentang pelecehan yang lebih tua sejak 1970-an dan, teks
keperawatan yang berorientasi klinis tentang pelecehan yang lebih tua telah ditulis
bersama oleh perawat sejak 1980-an. Sejak pertengahan 1980-an, keperawatan telah
diwakili dalam bidang pelecehan yang lebih tua melalui penelitian para sarjana seperti
Terry Fulmer, Linda Phillips, dan Elizabeth Podnieks. Perawat juga telah
mengembangkan alat dan protokol klinis penting, khususnya di bidang skrining dan
penilaian.

3. Prevalensi dan Penyebab

Kekerasan terhadap orang tua bukanlah fenomena yang jarang atau terisolasi di
Amerika Serikat atau di tempat lain. Sebaliknya, semua indikator menunjukkan bahwa
kekerasan lansialebih luas dan terjadi di antara semua subkelompok. Meskipun perkiraan
kekerasan lansiaumumny a berkisar dari 2% hingga 10% untuk Amerika Serikat (Dewan
Riset Nasional, 2003) dan 3% hingga 28% di seluruh dunia (Cooper, Selwood, &
Livingston, 2008), sulit untuk percaya diri tentang keakuratan estimasi ini karena definisi
signifikan yang kurang dilaporkan dan perbedaan kekerasan dan penelantaran lansia.
Studi menunjukkan bahwa sebagian besar penganiayaan diulang, jarang dilaporkan
kepada pihak berwenang, dan mewakili lebih dari satu bentuk kekerasan .

Dua studi prevalensi pelecehan yang representatif nasional baru-baru ini


menunjukkan tingkat tinggi secara keseluruhan dan untuk bentuk-bentuk tertentu.
Laumann, Leitsch, dan Waite (2008) menanyakan sampel dari 3005 orang dewasa yang
tinggal di komunitas berusia 57 hingga 85 tahun tentang pengalaman penganiayaan
verbal, keuangan, atau fisik baru-baru ini. Sembilan persen responden melaporkan
penganiayaan verbal, 3,5% finansial, dan 0,2% fisik oleh anggota keluarga dalam setahun
terakhir. Acierno (2009) mensurvei sampel yang lebih besar (5777 orang dewasa berusia
60 tahun dan lebih tua) tentang penganiayaan baru-baru ini di lima bentuk: pengabaian
serta pelecehan emosional, fisik, seksual, dan keuangan. Hasilnya menunjukkan bahwa
sekitar 1 dari 10 orang dewasa yang tinggal di komunitas, secara kognitif masih utuh
mengalami pengabaian atau pelecehan emosional, fisik, atau seksual selama setahun
terakhir. Angka ini meningkat menjadi 1 banding 7 ketika eksploitasi keuangan
45
dimasukkan. Di antara berbagai bentuk pelecehan, eksploitasi keuangan dan pelecehan
emosional adalah yang paling umum dan pelecehan seksual yang paling sedikit.

Meskipun masalahnya dapat memengaruhi lansia , korban kekerasan yang


dilaporkan pada umumnya adalah seorang wanita yang terisolasi secara sosial dan secara
fisik atau kognitif pada usia lanjut yang tinggal sendirian atau bersama pelaku kekerasan
dan bergantung pada pelaku kekerasan tersebut untuk perawatan. Studi lain telah
mengidentifikasi profil para lansia yang dianiaya berdasarkan jenis kekerasan . Misalnya,
korban penelantaran cenderung memiliki karakteristik berikut: usia yang lebih tua; hidup
sendiri; terisolasi secara sosial; sumber daya ekonomi yang tidak memadai; dan memiliki
demensia, penyakit mental, penyalahgunaan zat, atau perilaku menimbun (Choi, Kim, &
Asseff, 2009; Dyer, Goodwin, Pickens-Pace, Burnett, & Kelly, 2007; Ernst & Smith,
dalam pers; Nathanson, 2009). Akhirnya, mungkin ada beberapa hubungan antara jenis
pelecehan dan jenis kelamin pelaku, dengan laki-laki lebih mungkin untuk
mengeksploitasi atau secara fisik melecehkan penatua dan wanita lebih cenderung
mengabaikan fisik atau secara psikologis melecehkan penatua.

Studi tentang jenis-jenis penganiayaan tertentu menunjukkan bahwa


penyalahgunaan oleh penatua merupakan hasil dari banyak variabel yang saling terkait.
Brandl et al. (2007) merangkum karakteristik yang terkait dengan korban dan pelaku
(Kotak 10-1), menekankan bahwa karakteristik pelaku merupakan prediktor yang lebih
kuat untuk terjadinya kekerasan daripada karakteristik korban. Penelitian tentang
penyebab pelecehan seksual menunjuk pada arah berikut :

a. Penyebab bervariasi berdasarkan bentuk penyalahgunaan.


b. Etiologi segala bentuk penyalahgunaan adalah gabungan dari beberapa variabel yang
saling terkait.
c. Asal mula kekerasan orang tua ditemukan baik pada korban dan pelaku serta dalam
hubungan antara keduanya.
d. Etiologi pelecehan yang lebih tua berbeda dari yang disarankan untuk populasi yang
dilecehkan lainnya dalam cara-cara penting (mis., Pelecehan yang lebih tua secara
unik dikaitkan dengan ageism).

4. Pertimbangan Budaya

46
Sebagai masalah di seluruh dunia, pelecehan terhadap orang tua ditangani dalam
konteks hak asasi manusia untuk bebas dari kekerasan di rumah. Sebagian besar fokusnya
adalah pada variasi budaya dalam definisi pelecehan yang lebih tua, dan banyak penelitian
di Amerika Serikat berpusat pada sikap terhadap pelecehan yang lebih tua di berbagai
komunitas etnis (Malley-Morrison, Nollido, & Chawla, 2006) (Pertimbangan Budaya 10-
1) . Karena berbagai alasan, sebagian besar penelitian tentang pelecehan terhadap para
penatua lintas kelompok etnis dan budaya lainnya dilakukan pada 1990-an.

Variasi budaya melampaui ras dan etnis, tentu saja. Meskipun penelitian di bidang
ini sangat minim, beberapa penelitian menunjukkan bahwa beberapa kelompok mungkin
lebih rentan terhadap pelecehan lansia, terutama pengabaian diri, karena isolasi sosial.
Misalnya, lingkungan sosial homofobik dapat menyebabkan kaum gay dan lesbian pada
lansia hidup dalam persembunyian, memberikan nilai tinggi pada kemandirian, dan
menghindari kontak dengan penyedia layanan senior. Penelitian terbaru oleh Walsh,
Olson, Ploeg, Lohfeld, dan MacMillan (in press) di Kanada menggunakan wawancara
kelompok fokus dengan lesbian yang lebih tua mengungkapkan kekhawatiran tentang
kehilangan identitas orientasi seksual mereka saat pindah ke panti jompo. Responden juga
menyuarakan rasa takut akan diskriminasi dan potensi isolasi ekstrim dalam pengaturan
kelembagaan.

Meskipun memahami variasi budaya dalam kejadian dan interpretasi pelecehan


yang lebih tua adalah penting, perawat juga harus ingat bahwa individu berbeda-beda.
Tidak semua anggota kelompok budaya, agama, atau minoritas bersikap sesuai dengan
tren yang dilaporkan.

B. Faktor Risiko Untuk Kekerasan Dan Penelantaran Orang Tua


Karena risiko kekerasan dan penelantaran yang lebih tua dikaitkan dengan kombinasi
karakteristik dan keadaan di waktu dan pelaku, identifikasi semua faktor risiko sangat
kompleks. Paling sering, beberapa faktor risiko harus ada dan ini umumnya berkembang
dalam waktu yang lama. Karakteristik yang cenderung umum pada sebagian besar situasi
kekerasan seksual adalah visibilitas masalah, kerentanan orang tua, dan faktor risiko
psikososial dan pengasuh.
1. Hal yang Tak Terlihat dan Kerentanan
Berbeda dengan kebanyakan masalah yang mempengaruhi orang dewasa yang lebih
tua, salah satunya faktor risiko utama untuk kekerasan lansia adalah hal yang tak terlihat.

47
Meskipun meningkatnya perhatian yang diberikan pada kekerasan yang lebih tua,
sebagian besar kasus tidak dilaporkan, bahkan di negara-negara dengan pelaporan yang
baik. Faktor-faktor yang tak terlihat dan kurang laporan turut berkontribusi, meliputi:
a. Orang yang lebih tua umumnya kurang kontak dengan masyarakat daripada segmen
populasi lainnya.
b. Orang yang lebih tua enggan mengaku telah dilecehkan atau dilecehkan. dicurigai,
karena mereka takut akan pembalasan atau percaya situasi alternatif mungkin lebih
buruk daripada yang kasar.
c. Banyak mitos dan stereotip negatif yang terkait dengan yang lama usia menumbuhkan
penolakan kuat terhadap penuaan dan bahkan lebih kuat penolakan masalah sosial
yang terkait dengan rentan orang yang lebih tua.
Kerentanan dikaitkan dengan kombinasi sosial, faktor pribadi, situasional, dan
lingkungan. Sebagai contoh, orang tua mungkin memiliki keterbatasan psikososial yang
signifikan dari kondisi seperti demensia, depresi, dan mental penyakit. Kondisi ini dapat
meningkatkan kerentanan mereka terhadap pengabaian diri sendiri atau penyalahgunaan
atau eksploitasi oleh orang lain; mereka juga bias mempengaruhi kemampuan untuk
mencari bantuan dari orang lain. Faktor lain itu mengarah pada kerentanan adalah tidak
adanya kerabat dekat atau lainnya mendukung orang yang mampu dan mau memberikan
yang memadai dan bantuan yang sesuai.

2. Faktor Psikososial
Gangguan fungsi kognitif adalah salah satu karakteristik yang paling umum dari
orang dewasa yang dilecehkan. Perhatian yang cukup telah difokuskan pada demensia
sebagai faktor risiko untuk pengabaian diri serta kekerasan psikologis dan fisik (Cooper
et al., 2009). Gangguan penilaian, kurangnya wawasan, ketidakmampuan untuk membuat
keputusan yang aman, dan kehilangan kontak dengan kenyataan adalah spesifik gangguan
yang dapat menyebabkan pelecehan dan pengabaian. Satu studi menemukan bahwa
perlakuan buruk terdeteksi pada 47,3% sampel dari 129 orang dengan demensia dan
pengasuh mereka (Wiglesworth et al., 2010). Wiglesworth dan rekannya menemukan
variabel berikut yang terkait dengan peningkatan kekerasan: perilaku agresif dari orang
dengan demensia dan kegelisahan pengasuh, depresi, pendidikan rendah, dan beban yang
dirasakan lebih tinggi. Selain demensia, depresi dan delirium adalah kondisi lain yang
bias meningkatkan risiko kekerasan dan penelantaran yang lebih tua. Karakteristik depresi
yang berkontribusi pada perannya dalam pengabaian diri termasuk isolasi sosial,
pandangan negatif, dan kurangnya minat perawatan diri.
48
Ketika orang dewasa yang lebih tua menyangkal gangguan kognitif atau menolak
bantuan atau evaluasi, risiko penyalahgunaan orang tua meningkat. Orang lanjut usia yang
hidup sendiri dan menyadari gangguan mereka mereka mungkin takut mengakuinya,
karena mereka takut bahwa mereka memiliki masalah yang tidak dapat diatasi yang akan
membutuhkan pindah ke fasilitas perawatan jangka panjang. Ketakutan ini dapat
menyebabkan isolasi sosial, penyebab dari gangguan pengobatan secara progresif tetapi
tidak menurunkan fungsi kesehatan.
Penyakit mental jangka panjang juga dapat mempengaruhi usia yang lebih tua
orang dewasa untuk kekerasan atau pengabaian, terutama dalam kombinasi dengan yang
lain faktor, seperti demensia atau hilangnya sosial yang signifikan mendukung. Faktor
risiko tambahan timbul dari lingkungan sosial dan sumber lingkungan. Tidak adanya
sistem pendukung adalah salah satu faktor penyebab paling umum untuk penelantaran
diri, terutama pada orang berusia 80-an, 90-an, atau lebih tua yang mungkin memilikinya
hidup lebih lama dari sebagian besar orang yang pernah memberikan dukungan dan
layanan nyata. Ini terutama bermasalah bagi orang-orang yang telah seumur hidup
menyendiri atau yang tidak memiliki anak atau keluarga besar.

3. Faktor Pengasuh
Pengasuhan itu sendiri tidak menyebabkan kekerasn pada lansia; Namun, itu bisa
menyebabkan kekerasan ketika mereka yang mengasumsikan peran pengasuhan tidak
mampu melakukannya karena tekanan hidup, karakteristik patologis, karakteristik
kepribadian, sumber daya tidak mencukupi, atau kurangnya pemahaman tentang kondisi
orang dewasa yang lebih tua. Peduli- pemberi yang melakukan pelecehan sering
menunjukkan beberapa hal yang sama faktor risiko yang terkait dengan penatua yang
disalahgunakan, terutama jika pengasuh sendiri adalah orang dewasa yang lebih tua.
Faktor pengasuh seperti bergaul dengan kekerasan orang tua termasuk kesehatan yang
buruk, dampak kognitif pasangan, isolasi sosial, ketergantungan dan kehancuran, dan
hubungan interpersonal yang buruk dengan penatua yang tergantung. Bukan itu tidak
biasa untuk memiliki situasi yang saling mengabaikan atau kasar ketika pasangan
menikah yang lebih tua memiliki beberapa psikososial faktor-faktor risiko baru saja
diidentifikasi dan, di samping itu, terisolasi secara sosial. Misalnya, pasangan yang sama-
sama menderita demensia dapat saling menyalahgunakan satu sama lain dan mengabaikan
diri sendiri.

49
C. Kekerasan Dan Penelantaran Lansia Di Panti Jompo
Kesadaran kekerasan pada lansia di panti jompo meletus selama awal 1970-an ketika
banyak paparan tentang subjek diterbitkan. Dua paparan yang banyak dibaca adalah laporan
kelompok studi Ralph Nader tentang panti jompo Old Age: The Last Segregation (Townsend,
1970) dan Tender Greed Greed (Mendelson, 1974). Namun, mungkin tidak ada
penggambaran yang begitu jelas dan mengecewakan seperti novelis May Sarton (1973) As
We Are Now, ditulis setelah mengunjungi seorang teman di fasilitas New Hampshire. Selama
periode ini juga, Kongres mengadakan dengar pendapat tentang kebakaran dan masalah
keselamatan lainnya untuk penghuni panti jompo, yang memuncak dalam serangkaian
laporan yang dicetak tahun 1974–1976 dan berjudul Nursing Home Care di Amerika Serikat:
Kegagalan dalam Kebijakan Publik. Pada akhir dekade, Bruce Vladeck (1980, pg 3,4)
merangkum hasil dari upaya ini: “Rumah jompo yang khas adalah tempat yang jauh lebih
baik daripada beberapa tahun yang lalu. . . . Tetapi ketidakpedulian, pengabaian, dan
penganiayaan fisik pasien terus berlanjut. . . "
Meskipun data berbasis bukti jarang, penelitian yang tersedia menunjukkan bahwa
kekerasan pada lansia di panti jompo dan pengaturan kelembagaan lainnya adalah masalah
yang tersebar luas dan tersembunyi (Gittler, 2008). Meskipun undang-undang pelaporan
negara berbeda-beda, agen layanan perlindungan dewasa setempat dan program ombudsman
panti jompo menyelidiki laporan tersebut. Ketika laporan penyalahgunaan dibuktikan,
penyelidikan lebih lanjut dilakukan oleh lembaga negara yang bertanggung jawab untuk
lisensi dan sertifikasi dan juga oleh otoritas lisensi profesional negara ketika penyalahgunaan
dilakukan oleh seorang profesional (Gittler, 2008). Sebuah survei sampel acak baru-baru ini
terhadap anggota keluarga dengan kerabat lansia di panti jompo menemukan bahwa 21% dari
penghuni ini diabaikan pada setidaknya satu kesempatan dalam setahun terakhir (Zhang et
al., 2010). Selain itu, sebuah penelitian di Michigan membandingkan tingkat pelecehan lansia
di seluruh pengaturan perawatan (panti jompo, hidup berbantuan, dan membayar perawatan
di rumah) menemukan bahwa pindah dari perawatan di rumah yang dibayar ke perawatan di
rumah lebih dari tiga kali lipat kemungkinan diabaikan, bahkan ketika menyesuaikan dengan
kondisi kesehatan . Memang, panti jompo ditemukan memiliki tingkat tertinggi untuk semua
bentuk pelecehan lansia (Page, Conner, Prokhorov, Post, & Fang, dalam pers). Keluarga
penghuni panti jompo telah mengidentifikasi pengabaian dan perawatan sementara sebagai
dua jenis pelecehan yang paling sering dilaporkan (Griffore, Barboza, Oehmke, & Post,
2009).

50
Penganiayaan pada lansia di panti jompo jarang dilaporkan kepada pihak berwenang,
meskipun banyak hukum negara bagian dan federal yang bertujuan melindungi penduduk dari
penganiayaan (Gittler, 2008). Secara kategorikal, ini mencakup undang-undang sertifikasi
Medicare / Medicaid federal, undang-undang perizinan negara bagian, undang-undang
pelecehan federal dan negara bagian, seperti undang-undang layanan perlindungan dewasa
dan hukum pidana, undang-undang penipuan dan penyalahgunaan perawatan kesehatan
federal dan negara bagian, dan undang-undang ombudsman perawatan jangka panjang ( baik
Undang-Undang Federal Amerika yang Lebih Lama dan hukum yang mendukung negara).
Studi terhadap karyawan panti jompo mengungkapkan bahwa ketika pelecehan yang lebih
tua tidak dilaporkan, biasanya karena salah satu alasan berikut: stres staf dan kelelahan;
pendidikan atau pelatihan staf yang tidak memadai tentang pelecehan terhadap orang tua;
kesulitan dalam menentukan apakah suatu situasi harus dilaporkan atau tidak; hambatan
untuk membuat laporan; atau keyakinan bahwa beberapa situasi pelecehan yang lebih tua
terjadi karena staf terlalu banyak bekerja, tidak berpengalaman, atau frustrasi dalam
menangani penghuni yang sulit (McCool, Jogerst, Daly, & Xu, 2009; Shinan-Altman &
Cohen, 2009).

D. Konsekuensi Fungsional yang Terkait dengan Kekerasan dan Penelantaran Lansia


Orang tua yang memiliki beberapa faktor risiko cenderung menjadi datang korban
kekerasan yang lebih tua, seperti yang diilustrasikan oleh berikut ini contoh kasus:
1. Seorang pria alkohol setengah baya menabrak ayahnya yang sudah lanjut usia sebuah
argumen. Pada gilirannya, keduanya dipukuli oleh putra mereka / cucu, yang
menginginkan uang untuk obat-obatan.
2. Seorang wanita tua tidak pernah meninggalkan rumah karena dia takut padanya
penyimpangan ingatan akan mencegahnya menemukan jalan kembali. Ketika dia berani
keluar, dia jatuh di teras, dan kantor lokal tentang penuaan disebut. Pekerja penjangkauan
menemukan dia tidak punya makanan di rumah dan kekurangan gizi.
3. Pasangan pengangguran mempertahankan kakek-nenek mereka yang memiliki gangguan
dikurung di rumah, menolak pengunjung, meninggalkan mereka berhari-hari tanpa
makanan yang memadai, dan tidak membantu karena takut kehilangan akses pemeriksaan
ke Jaminan Sosial.
4. Seorang putra mengunjungi ibunya di panti jompo dan melakukan hubungan seksual
menyerangnya ketika anggota staf tidak hadir.

51
5. Seorang wanita lanjut usia yang tertekan menolak untuk mengambil obat yang
dibutuhkan. akibatnya kakinya jadi bengkak dia tidak bisa meninggalkan kursinya
6. Seorang wanita berusia 80-an — yang lemah, tidak bisa mengendalikan, dan pernah
menderita hipertensi — ditinggalkan dalam gawat darurat dengan catatan yang berbunyi,
“Sangat tergantung! Tangani dengan peduli."
Situasi ini menggambarkan berbagai bentuk kekerasan, yaitu didefinisikan di bawah ini
(Pusat Nasional Penyalahgunaan Penatua, 2009b):

1. Kekerasan fisik: penggunaan kekuatan fisik yang dapat mengakibatkan cedera tubuh,
sakit fisik, atau gangguan
2. Kekerasan seksual: kontak seksual nonkonsensual dalam bentuk apa pun dengan orang
tua
3. Kekerasan emosional (psikologis): penderitaan, rasa sakit, atau tekanan melalui tindakan
verbal atau nonverbal
4. Kelalaian: penolakan atau kegagalan untuk memenuhi bagian mana pun dari seseorang
kewajiban atau tugas kepada orang tua
5. Penelantaran : desersi seorang lansia oleh seorang individu yang telah memikul tanggung
jawab untuk menyediakan perawatan untuk yang lebih tua, atau oleh orang dengan hak
asuh fisik lebih tua
6. Menelantarkan diri sendiri: perilaku lansia yang mengancam kesehatan atau
keselamatannya sendiri
Tindakan spesifik yang didefinisikan dalam undang-undang negara tentang pelanggaran
lansia termasuk pengaruh yang tidak semestinya, kurungan yang tidak masuk akal,
pelanggaran hak, dan menyangkal privasi atau pengunjung.

Penelantaran diri dan kekerasan diri adalah bentuk penganiayaan yang lebih tua berbeda
dari tipe lain dalam hal mereka tidak memiliki pelaku lainnya dari orang yang lebih tua itu
sendiri. Dalam kasus penelantaran diri, orang yang lebih tua gagal memenuhi kebutuhan
esensial, biasanya karena faktor - faktor seperti gangguan fungsional yang serius atau
keinginan untuk mati. Satu studi menemukan bahwa penelantaran diri adalah sangat terkait
dengan kemampuan koping kondisi kronis orang miskin (Gibbons, 2009). Dalam kasus
kekerasan diri, orang yang lebih tua bisa menyebabkan cedera atau sakit pada dirinya sendiri,
termasuk mutilasi tubuh.

Meskipun sampai saat ini sastra tua biasanya tidak membahas situasi yang saling
melecehkan atau bicara negatif, perawat yang bekerja di lingkup rumah telah lama bergabung

52
situasi di mana dua orang, seringkali pasangan yang sudah menikah, saling melakukan
kekerasan atau keduanya ditelantarkan. Situasi ini mungkin berakar dalam hubungan jangka
panjang, yang saling kasar tetapi biasanya berevolusi karena penurunan bertahap dalam
fungsional kemampuan kedua orang tersebut. Mereka juga dapat dikaitkan dengan
keterampilan koping yang buruk dari pasangan atau pengasuh yang dihadapkan dengan
permintaan yang meningkat dan sedikit atau tidak ada bantuan dari luar. Kebanyakan situasi
ini sekarang diakui sebagai aspek dari kekerasan dalam rumah tangga.

Sejak akhir 1980-an, kekerasan dalam rumah tangga di kemudian hari terjadi telah diakui
sebagai aspek lain dari kekerasan penatua. Beberapa perhatian ini muncul dari gerakan
perempuan yang babak belur tahun 1970-an dan beberapa terkait dengan perhatian pada
masalah ini oleh organisasi nasional seperti AARP. Penelitian ini menyatakan bahwa
kekerasan dalam rumah tangga terhadap wanita yang lebih tua mungkin lebih umum dari yang
diduga. Misalnya, sebuah studi sectional dari 842 wanita lansia yang tinggal di komunitas
menemukan bahwa hampir setengahnya pernah mengalami fisik, logis, atau pelecehan
seksual sejak berusia 55 tahun, berulang kali (Fisher & Regan, 2006). Acak lain studi sampel
dari 370 wanita usia 65 dan lebih tua dari a sistem perawatan kesehatan menemukan bahwa
26,5% telah mengalami Kekerasan ner pada beberapa waktu dan 2,2% dalam setahun terakhir
(Bonomi et al., 2007).

Program yang membahas kekerasan dalam rumah tangga sebagai aspek dari kekerasan
terhadap penatua jarang dan jarang, terutama di daerah pedesaan. Dengan menggunakan
layanan yang tersedia termasuk tidak dapat diaksesnya beberapa tempat penampungan dan
keengganan korban yang lebih tua untuk pergi kasar hubungan karena keterikatan jangka
panjang dengan pelaku trator. Sebuah studi baru-baru ini mengeksplorasi pencarian bantuan
di rumah tangga situasi kekerasan di kalangan wanita berusia 50 tahun ke atas mendorong
beberapa tema untuk dipertimbangkan agen layanan kapan campur tangan dengan populasi
ini. Mereka memasukkan pentingnya keluarga dan teman, kepercayaan ditempatkan pada
dokter, ketidaknyamanan dengan pelabelan perilaku sebagai kekerasan dalam rumah tangga,
dan nilai out- mencapai di tempat-tempat yang tepat, seperti kantor utama dokter perawatan,
agen perawatan di rumah, dan dalam iman komunitas (Leisey, Kupstas, & Cooper, 2009).
Meskipun pemerkosaan dan kekerasan seksual lainnya dilakukan orang tua mendapat
perhatian selama akhir 1970 – an saat itu fokusnya adalah pada pelecehan seksual oleh orang
asing. Selama tahun 1990-an, kekerasan seksual oleh anggota keluarga dan perawatan dibayar
Pemberi menjadi aspek yang diakui secara luas dari pelecehan orang tua. Kembali kekerasan

53
seksual terhadap orang tua tidak umum, tetapi konsekuensi fisik dan emosional yang
dihasilkan dapat parah dan tahan lama (Poulos & Sheridan, 2008). Penelitian pada pelecehan
seksual yang dilaporkan menemukan korban tipikal menjadi lebih tua wanita yang tinggal di
fasilitas keperawatan (Teaster & Roberts, 2004). Studi nasional pertama tentang pelecehan
seksual di fasilitas perawatan menyatakan bahwa pelaku tipikal adalah seorang pria (78,4%)
berusia 56 (kisaran 19 hingga 96) dan hampir sama dengan penduduk lainnya (41%) sebagai
staf fasilitas (43%). Korbannya menderita berbagai penyakit (paling umum penyakit
Alzheimer 64%, penyakit jantung 45%, dan/atau diabetes 16%) dan memiliki kondisi lumpuh
(biasanya 48% kognitif, psikiatri 40%, dan/atau fisik 38%). Hampir setengah dari korban
membutuhkan bantuan di semua aktivitas hidup sehari-hari (ADL), dan dua pertiganya tidak
dapat berjalan secara mandiri. Pelecehan seksual paling sering diwakili oleh penganiayaan,
yang empat kali lebih sering daripada vagi- perkosaan terakhir, bentuk biasa kedua (Ramsey-
Klawsnik, Teaster, Mendiondo, Marcum, & Abner, 2008). Sebagian besar kasus tidak pernah
dituntut karena tidak cukup bukti atau karena korban tidak dapat berpartisipasi dalam
penuntutan (Burgess, Ramsey- Klawsnik, & Gregorian, 2008).

II.8. Penatalaksanaan Elder Abuse and Neglect


Pengelolaan pasien salah perlakuan hendaknya menggunakan tim multidisiplin
yang terdiri dari dokter (termasuk psikiatri), perawat, pekerja sosial, perwakilan hukum
dan petugas administrasi. Poin penting dalam penangan salah perlakuan terhadap orang
tua yaitu bukan menghukum pelaku, namun secepatnya menghentikan salah perlakuan
tersebut. Oleh karena itu, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam tatalaksana
salah perlakuan terhadap orang tua. Hal pertama yang perlu diperhatikan yaitu
memastikan keamanan pasien dan menghargai otonomi pasien. Penting untuk melakukan
diskusi bersama dengan pasien mengenai rencana selanjutnya. Jika pasien menolak
intervensi, evaluasi ulang apakah pasien dalam kondisi mampu mengambil keputusan
sendiri. Pada pasien yang mampu mengambil keputusan namun menolak intervensi, maka
hal yang dapat dilakukan ialah mengedukasi pasien mengenai pola perlakuan salah,
memberikan nomor telepon yang dapat dihubungi dan informasi tempat perlindungan
yang bisa dicapai jika ada kondisi darurat. Pada pasien yang tidak mampu mengambil
keputusan sendiri, maka perwalian menjadi penting.Halini dapat dilakukan oleh petugas
perlindungan sosial.

54
Perlu diperhatikan pula untuk menghindari ketergesaan penanganan. Jika pasien
dinilai dalam kondisi yang membahayakan dan mampu mengambil keputusan sendiri
maka pasien secepatnya dipersiapkan untuk menjauhkan diri dari pelaku dan diberikan
pertolongan medis sesuai kebutuhannya serta disediakan tempat perlindungan sementara.
Idealnya, jika pasien tinggal di rumah milik sendiri, maka diusahakan pelaku kekerasan
dijauhkan dari rumahnya walaupun seringkali hal ini tidak mudah untuk dilakukan. Selain
itu, hal lain yang perlu diperhatikan yaitu penghargaan terhadap pramurawat.Pramurawat
perlu diberikan bantuan berupa kesempatan untuk beristirahat berkala, pelatihan, bantuan
dari kerabat dan teman, dilibatkan dalam support group serta menangani kondisi medis
spesifik yang dimilikinya. Pada pengelolaan kasus salah perlakuan, dokter dapat
mengalami dilema etik yaitu antara menyeimbangkan kerahasiaan dokter-pasien dengan
keselamatan pasien. Oleh karena itu, dibutuhkan peraturan perundangan yang jelas
mengenai hal ini. Di Amerika dan Inggris telah terdapat peraturan perundangan yang
mengatakan bahwa kondisi salah perlakuan terhadap orang tua ini mutlak harus
dilaporkan secara hukum meski beberapa pihak menyatakan bahwa hal ini bersifat
paternalistik dan kolot. Namun, di Indonesia belum terdapat undang-undang yang secara
khusus mengatur mengenai salah perlakuan pada orang tua sehingga data yang dimiliki
masih tertinggal dibanding salah perlakuan pada anak.

Di Indonesia juga terdapat beberapa kendala lainnya dalam penataksanaan salah


perlakuan pada lansia. Hal tersebut terkait kurang baiknya pelayanan medis yang ada.
Selain itu, kendala lainnya yaitu tidak terdapatnya keseragaman dalam penatalaksaan
pelayanan seperti ketidaksesuaian ide dengan dana yang tersedia.

II.9. Terapi Elder Abuse and Neglect

1. Pengertian Terapi Modalitas


Terapi modalitas merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengisi waktu luang bagi
lansia. Terapi modalitas adalah suatu kegiatan dalam memberikan askep baik di Institusi
pelayanan maupun di masyarakat yang bermanfaat. Pencapaian tujuan terapi modalitas
tergantung pada keadaan kesehatan klien dan tingkat dukungan yang tersedia (Maryam,
dkk 2008). Pencapaian tujuan terapi modalitas tergantung pada keadaan kesehatan klien
dan tingkat dukungan yang tersedia. Terapi ini merupakan kegiatan yang dilakukan
untuk mengisi waktu luang bagi lansia ( Anastasia, 2010 )

2. Manfaat Terapi Modalitas Pada Lansia


Manfaat terapi aktifitas kelompok pada lansia (Mubarak, 2008) :
55
a) Agar anggota kelompok merasa dimiliki, diakui dan dihargai eksistensinya oleh
anggota kelompok yang lain.
b) Membantu anggota kelompok berhubungan dengan yang lain serta merubah perilaku
yang dekstruktif dan maladaptif.
c) Sebagai tempat untuk berbagi pengalaman dan saling membantu satu sama lain untuk
menemukan cara menyelesaikan masalah.
d) Mengisi waktu luang bagi lansia.
e) Meningkatkan kesehatan lansia.
f) Meningkatkan produktivitas lansia.
g) Meningkatkan interaksi sosial antar lansia.

3. Klasifikasi Terapi Modalitas Pada Lansia (Maryam Siti, dkk 2008):


a) Psikodarma
Bertujuan untuk mengekspresikan perasaan lansia
b) Terapi aktivitas kelompok (TAK)
Terdiri atas 7-10 orang. Bertujuan untuk meningkatkan kebersamaan, bersosialisasi,
bertukar pengalaman, dan mengubah perilaku. Untuk terlaksananya terapi ini
dibutuhkan leader, co-leader ,dan fasilitator.
c) Terapi Musik
Bertujuan untuk menghibur para lansia sehingga meningkatkan kebersamaan, gairah
hidup dan dapat mengenang masa lalu.
d) Terapi Berkebun
Bertujuan melatih kesabaran, kebersamaan, dan memanfaatkan waktu luang.
e) Terapi dengan binatang
Bertujuan untuk meningkatkan rasa kasih sayang dan mengisi hari-hari sepinya
dengan bermain bersama binatang.
f) Terapi Okupasi
Bertujuan untuk memanfaatkan waktu luang dan meningkatkan produktivitas dengan
membuat atau menghasilkan karya dari bahan yang telah disediakan.
g) Terapi Kognitif
Bertujuan agar daya ingat tidak menurun. Seperti mengadakan cerdas cermat, mengisi
TTS, dan lain-lain.
h) Liter review terapi/ terapi rekreasi

56
Bertujuan untuk meningkatkan sosialisasi, gairah hidup, menurunkan rasa bosan, dan
melihat pemandangan.
i) Terapi Keagamaan
Bertujuan untuk kebersamaan, persiapan menjelang kematian, dan meningkatkan rasa
nyaman. Seperti mengadakan pengajian, kebaktian, dan lain-lain.
j) Terapi Keluarga
Dalam terapi keluarga semua masalah keluarga yang dirasakan diindentifikasi dan
kontribusi dari masing-masing anggoa keluarga terhadap munculnya masalah
tersebut digali. Dengan demikian terlebih dahulu masing-masing anggota keluarga
mawas diri; apa masalah yang terjadi di keluarga, apa kontribusi masing-masing
terhadap timbulnya masalah, untuk kemudian mencari solusi untuk mempertahankan
keutuhan keluarga dan meningkatkan atau mengembalikan fungsi keluarga seperti
yang seharusnya.
k) Terapi Aroma
Terapi aroma berhubungan dengan inhalasi atau pemakaian minyak alami yang
diuapkan dari berbagai tanaman. Mereka yang menggunakan terapi aroma
mengatakan terapi aroma efektif dalam menurunkan stress, mencegah penyakit
tertentu baik fisik maupun psikologis.
II.10. Pencegahan Elder Abuse and Neglect

A. Pencegahan
1. Menurut Carol A. Miller
Kekerasan atau kesalahan dalam memperilakukan para lansia biasanya
membutuhkan beragam intervensi, yang dapat dikategorikan menurut fungsi
dasar :
a. Core, pelayanan integrative (pelayanan berbasis proteksi)
b. Emergency service selama krisi atau sesaat sebelum atau setelah
pengabaian/kesalahan memperlakukan. Kegiatan dapat berupa :
1) Older people : crisis hotline, emergency shelters, health service, victi
assistance, discretionary funds, dan police service.
2) Caregiver : Abusers anonymous, voluntary emergency caretakes, 24-
hours homemaker-home health aide.
c. Pelayanan pendukung untuk mengelola masalah dan memperbaiki situasi.
Kegiatan berupa :

57
1) Older people : legal assistance, friendly visiting, home-delivered
meals, information and referral, visiting nurses, public guardians,
home supervision, transportation and escort services, senior centers.
2) Caregiver: financial incentives and assistance, homemaker-home
health aides, support groups, chore service, respite care, adult day
care, companion service.
d. Pelayanan rehabilitasi
Layanan rehabilitasi untuk mengatasi masalah baik korban maupun pelaku
1) Older people : mental health counseling, consciousness raising
groups, training in self-defense, dietary counseling, health services
and supplies.
2) Care giver : alcoholism and drug abuse treatment, mental health
counseling, health service and supplies, dietary counseling,
temporary residence models (elders), training in caregiving.
e. Pelayanan pencegahan
Pelayanan pencegahan temasuk program yang diarahkan untuk mengubah
masyarakat danegan cara mengurangi kemungkinan penganiyaan atau
peabaian. Kegiatan dapat berupa :
1) Older people : educational programs against abuse, training in self-
defense, policies prohibiting ageism.
2) Caregiver : community organization for social integration of families
, training in caregiving.
2. Menurut Kristen L Mauk.
Pencegahan terbaik adalah edukasi, jadi edukasi mengenai elder abuse harus
menjadi prioritas. Kegiatan yang dapat dilakukan oleh lansia sebagai
intervensi pencegahan :
a. Tetap aktif dalam bersosialisasi
b. Memiliki akses pada telfon dan menggunakannya sebagai privasi
c. Menyimpan kontak penting di dua tempat berbeda (di handphone dan
di buku telefon)
d. Mempertahankan kontak dengan teman dan keluarga
e. Mengetahui situasi finansial
f. Memiliki tempat yang aman dan privasi untuk berkas-berkas yang
penting
g. Membiarkan keluarga dan teman datang secara teratur
h. Memiliki rencana untuk keselamatan saat darurat

58
i. Membiarkan orang yang dipercaya mengetahui kemana lansia akan
pergi ke luar kota atau berlibur.
II.11. Etika dan Peran Perawat

A. Prinsip etika keperawatan


Beberapa prinsip etika yang harus dijalankan dalam pelayanan pada lansia adalah
(Kane et al, 1994, Reuben et al, 1996) :

1. Otonomi (Autonomy)
Otonomi berasal dari bahasa latin, yaitu autos, yang berarti sendiri, dan nomos
yang berarti aturan. Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa
individu mampu berpikir logis dan mampu membuat keputusan sendiri. Orang
dewasa dianggap kompeten dan memiliki kekuatan membuat sendiri, memilih dan
memiliki berbagai keputusan atau pilihanyang harus dihargai oleh orang lain.
Prinsip otonomi merupakan bentuk respek terhadap seseorang, atau dipandang
sebagai persetujuan tidak memaksa dan bertindak secara rasional. Otonomi
merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut pembedaan
diri. Praktek profesional merefleksikan otonomi saat perawat menghargai hak-hak
klien dalam membuat keputusan tentang perawatan dirinya.
2. Berbuat baik (Beneficience)
Beneficience berarti, hanya melakukan sesuatu yang atau kejahatan, penghapusan
kesalahan atau kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh diri dan dalam situasi
pelayanan kesehatan, terjadi konflik antara prinsip ini dengan otonomi. Contoh
perawat menasehati klien tentang program latihan. Kebaikan memerlukan pencegahan
dari kesalahan orang lain. Terkadang untuk memperbaiki kesehatan secara umum,
tetapi tidak seharusnya melakukannya apabila klien dalam keadaan risiko serangan
jantung.
Dalam kasus: perawat membantu lansia tersebut untuk melakukan kebersihan
diri dan membantu lansia dalam melakukan aktivitas yang diinginkan. Perawat
juga memotivasi lansia untuk ikut kegiatan senam dan kegiatan lain bersama
lansia lainnya.
3. Keadilan (justice)
Prinsip keadilan dibutuhkan untuk terapi yang sama dan adil terhadap orang lain
yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal, dan kemanusiaan. Nilai ini
direfleksikan dalam praktek profesional ketika perawat bekerja untuk terapi yang

59
benar sesuai hukum, standar praktek dan keyakinan yang benar untuk memperoleh
kualitas pelayanan kesehatan.
Dalam kasus: Dalam membantu lansia perawat memperlakukan semua lansia
secara adil tanpa membeda-bedakan.
4. Tidak merugikan (Non-maleficience)
Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya/ cedera fisik dan psikologis pada klien.
Johnson ( 1989 ) menyatakan bahwa prinsip untuk tidak melukai orang lain
berbeda dan lebih keras daripada prinsip untuk melakukan yang baik.
Dalam kasus: Perawat rutin melakukan pemeriksaan kesehatan dan
penjaringan penyakit terhadap para lansia di panti untuk mencegah berbagai
penyakit dan komplikasi lainnya.
5. Kejujuran (veracity)
Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini diperlukan oleh pemberi
pelayanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setiap klien dan untuk
meyakinkan bahwa klien sangat mengerti. Prinsip berhubungan dengan kemampuan
seseorang untuk mengatakankebenaran. Informasi harus ada agar menjadi akurat,
komprensensif, dan objektif. Veracity untuk memfasilitasi pemahaman dan
penerimaan materi yang ada,dan mengatakan yang sebenarnya kepada klien tentang
segala sesuatu yang berhubungan dengan keadaan dirinya selama menjalani
perawatan. Walaupun demikian, terdapat beberapa argument mengatakan adanya
batasan untuk kejujuran seperti jika kebenaran akan kesalahan prognosis klien
untuk pemulihan atau adanya hubungan paternalistic bahwa ”doctors knows
best” sebab individu memiliki otonomi, mereka memiliki hak untuk mendapatkan
informasi penuh tentang kondisinya. Kebenaran merupakan dasar dalam membangun
hubungan saling percaya.
Dalam kasus: perawat juga memberikan berbagai saran serta menjaga semua
rahasia atau permasalahan lansia
6. Menepati janji (fidelity)
Prinsip fidelity dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan komitmennya
terhadap orang lain. Perawat setia pada komitmennya dan menepati janji serta
menyimpan rahasia klien. Ketaatan, kesetiaan, adalah kewajiban seseorang untuk
mempertahankan komitmen yang dibuatnya. Kesetiaan, menggambarkan kepatuhan
perawat terhadap kode etik yangmenyatakan bahwa tanggung jawab dasar dari
perawat adalah untuk meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit, memulihkan

60
kesehatan dan meminimalkan penderitaan.
Dalam kasus: Perawat juga selalu menepati janji apabila ingin bertemu
dengan lansia.
7. Kerahasiaan (Confidentiality)
Aturan dalam prinsip kerasahasiaan adalah informasi tentang klien harus dijaga
privasi klien. Segala sesuatu yang terdapat dalam dokumen catatankesehatan
klien hanya boleh dibaca dalam rangka pengobatan klien. Tidak ada
seorangpun dapat memperoleh informasi tersebut kecuali jika diijinkan oleh
klien dengan bukti persetujuan. Diskusi tentang klien diluar area pelayanan,
menyampaikan pada teman atau keluarga tentang klien dengan tenaga
kesehatan lain harus dihindari.
Dalam kasus: perawat juga memberikan berbagai saran serta menjaga semua
rahasia atau permasalahan lansia
8. Akuntabilitas (Accountability)
Akuntabilitas merupakan standar yang pasti bahwa tindakan seorang profesional
dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa terkecuali.

Selain poin-poin di atas, ada karakteristik lain yang harus dipenuhi oleh profesi
keperawatan terkait dengan keilmuan, yakni body of knowiedge. Body of knowledge
keperawatan merupakan kerangka pengetahuan yang membangun ilmu keperawatan.
Body of knowiedge keperawatan ini terdiri atas tiga aspek. Pertama adalah paradigma
kepcrawatan yang memandang manusia dalam inter aksinya dengan lingkungan untuk
mencapai keadaan sehat. Kedua, houndaries, berupa model konseptual dan teori
keperawatan. Ketiga, metode untuk mengembangkan pengetahuan dalam bentuk
penelitian dan uji coba teori keperawatan.

Profesionalisme keperawatan, selain didukung oleh keilmuan, juga harus terealisasi


dalam bentuk pelayanan kepada klien-baik individu, keluarga, maupun masyarakat.
Aspek yang perlu diperbarui dalam layanan keperawatan adalah lingkup area layanan
keperawatan.

B. Peran Perawat
Peran dapat diartikan sebagai seperangkat perilaku yang diharapkan oleh individu
sesuai dengan status sosialnya. Jika seorang perawat, peran yang dijalankannya harus
sesuai dengan lingkup kewenangan perawat. Peran menggambarkan otoritas seseorang

61
yang diatur dalam sebuah aturan yang jelas. Tidak menutup ke- mungkinan ada dua
atau lebih profesi yang memiliki peran yang sama. Kesamaan peran bukan berarti sama
dalam segala hal. Peran boleh sama, tetapi ruang lingkup atau kewenangan masing-
masing profesi tentu berbeda. Tidak mungkin ada satu profesi kesehatan yang
menyerobot kewenangan profesi kesehatan lain. Oleh karena itu, diperlukan suatu
standar dari masing-masing profesi keseht an. Sebagai tenaga kesehatan, perawat
memiliki sejumlah peran di dalam menjalankan tugasnya sesuai dengan hak dan
kewenang an yang ada. Peran pcrawat yang utama adalah sebagai pelaksana, pengelola,
pendidik, dan peneliti.

1.Pelaksana layanan keperawatan (care provider).

Perawat memberikan layanan berupa asuhan keperawatan secara langsung kepada


klien (individu, keluarga, maupun komunitas) sesuai dengan kewenangannya. Asuhan
keperawatan diberikan kepada klien di semua tatanan layanan kesehatan dengan meng
gunakan metodologi proses keperawatan, berpedoman pada standar keperawatan,
dilandasi oleh etik dan etika keperawatan, serta berada dalam lingkup wewenang dan
tanggung jawab keperawatan. Asuhan keperawatan ini merupakan bantuan yang
diberikan kepada klien karena adanya kelemahan fisik dan mental, keterbatasan
pengetahuan, serta kurangnya kemauar untuk dapat melaksanakan kegiatan hidup
sehari-hari secara mandiri. Dalam perannya sebagai care provider, perawat bertugas
untuk:

a. Memberi kenyamanan dan rasa aman bagi klien,


b. Melindungi hak dan kewajiban klien agar tetap terlaksana
c. Memfasilitasi klien dengan anggota tim kesehatan lainnya; dengan seimbang: serta
d. Berusaha mengembalikan kesehatan klien.
Peran sebagai care provider merupakan peran yang sangat penting di antara peran-
peran yang lain (bukan berarti peran yang lain tidak penting). Baik/tidaknya kualitas
layanan profesi keperawatan, dirasakan langsung oleh klien. Keperawatan sebagai
profesi yang profesional bukan hanya dibuktikan dengan jenjang pendidikan yang
tinggi. Banyaknya ilmu dan teori keperawatan juga harus diwujudkan ke dalam
aktivitas pelayanan nyata kepada klien agar klien mendapatkan kepuasan. Ini me
rupakan langkah promosi yang sangat efektif dan murah dalam upaya membentuk citra
perawat yang baik. Stigma-stigma negatif tentang perawat dapat hilang dengan
pembuktian nyata berupa layanan keperawatan profesional kepada klien.

62
Dalam kasus: perawat membantu lansia tersebut untuk melakukan kebersihan
diri dan membantu lansia dalam melakukan aktivitas yang diinginkan. Perawat
rutin melakukan pemeriksaan kesehatan dan penjaringan penyakit terhadap
para lansia di panti untuk mencegah berbagai penyakit dan komplikasi lainnya.
Perawat juga memberikan pelayanan kesehatan jiwa bagi lansia yang mengalami
masalah psikis atau trauma terhadap masalah yang dialami.

2.Pengelola (manager).

Perawat mempunyai peran dan tanggung jawab dalam mengelola layanan keperawatan
di semua tatanan layanan kesehatan (rumah sakit, puskesmas, dan sebagainya) maupun
tatanan pendidikan yang berada dalam tanggung ja- wabnya sesuai dengan konsep
manajemen keperawatan. Manajemen keperawatan dapat diartikan sebagai proses
pelaksanaan layanan keperawatan melalui upaya staf keperawatan dalam memberikan
asuhan keperawatan, pengobatan, dan rasa aman kepada pasien/keluarga/masyarakat
(Gillies, 1985). Dengan demi- kian, perawat telah menjalankan fungsi manajerial
keperawat an yang meliputi planning, organízing, actuating, staffing, directing, dan
controlling

a. Perencanaan (planning)
Seorang manajer keperawatan harus mampu menetapkan pekerjaan yang harus
dilakukannya guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang didasarkan atas
rencana yang logis dan bukan perasaan. Fungsi perencanaan meliputi beberapa
tugas, di antaranya mengenali masalah, menetapkan dan mengkhususan tujuan
jangka panjang dan jangka pendek, mengembangkan tujuan, dan terakhir
menguraikan bagaimana tujuan dan sasaran tersebut dapat dicapai.
b. Pengorganisasian (organizing)
Fungsi ini meliputi proses mengatur dan mengalokasikan pekerjaan, wewenang,
serta sumber daya keperawatan sehingga tujuan keperawatan dapat dicapai.
c. Gerak aksi (actuating)
Actuating atau disebut juga "gerak aksi" mencakup kegiatan yang dilakukan oleh
seorang manajer keperawatan untuk mengawali dan melanjutkan kegiatan yang
telah ditetapkan dalam unsur perencanaan dan peng- organisasian agar dapat
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam melaksanakan fungsi actuating,
seorang manajer keperawatan harus mampu menetapkan dan memuaskan

63
kebutuhan manusiawi para staf keperawatan, memberi penghargaan, memimpin,
mengembangkan, serta memberi kompensasi kepada mereka.
d. Pengelolaan staf (staffng)
Fungsi staffing mencakup memperoleh, menempatkan, dan mempertahankan
anggcta/staf pada posisi yang dibutuhkan dalam pekerjaan keperawatan.
e. Pengarahan (directing)
Seorang manajer keperawatan harus mampu memberikan arahan kepada staf
keperawatan sehingga mereka menjadi perawat yang berpengetahuan dan saran
yang mampu bekerja secara efektif guna mencapai sa telah ditetapkan.
f. Pengendalian (controlling)
Tugas-tugas dalam fungsi ini mencakup kelanjutan tugas untuk melihat apakah
kegiatan yang dilaksanakan oleh staf keperawatan telah berjalan sesuai dengan
rencana.

Fungsi manajerial dilaksanakan di tiap tingkatan mana jemen, baik first level manager,
middle manager maupun top manager. Oleh karena itu, untuk dapat melaksanakan
peran manajer dengan baik, seorang perawat harus memiliki keterampilan manajerial
yang meliputi technical skill, human skill, and conceptual skill. Technical skill adalah
kemampuan untuk menggunakan metode, teknik, pengetahuan dan peralatan yang
digunakan untuk tugas-tugas manajerial. Human skill mencakup kemampuan untuk
bekerja sama, memahami dan memotivasi orang lain baik individu maupun kelompok.
Dengan kata lain, human skill adalah keterampilan yang terkait dengan kepemimpinan
dan hubungan antarmanusia. Conceptual skill mencakup kemampuan untuk
memahami kompleksitas organisasi secara keseluruhan dan kemampuan menilai
apakah ke giatan yang dilakukan seseorang sesuai dengan organisasi atau tidak.
Keterampilan ini juga meliputi kemampuan untuk mengoordinasikan dan
mengintegrasikan semua kepentingan dan aktivitas organisasi. Jadi, conceptual skill
berhubungan dengan kemampuan dan keterampilan berpikir

3. Pendidik dalam keperawatan


Sebagai pendidik, perawat berperan mendidik individu, keluarga, masyarakat, serta
tenaga keperawatan dan tenaga kesehatan lainnya. Perawat bertugas memberikan
pendidikan kesehatan kepada klien-dalam hal ini individu, keluarga, serta masyarakat-
sebagai upaya menciptakan perilaku individu/masyarakat yang kondusif bagi ke-

64
sehatan. Pendidikan kesehatan tidak semata ditujukan untuk membangun kesadaran
diri dengan pengetahuan tentang kese hatan. Lebih dari itu, pendidikan kesehatan
bertujuan untuk membangun perilaku kesehatan individu dan masyarakat. Kesehatan
bukan sekadar untuk diketahui dan disikapi, tetapi juga diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari.
Peran perawat sebagai pendidik tidak hanya ditujukan untuk klien, tetapi juga tenaga
keperawatan lain. Upaya ini dilakukan untuk memberi pemahaman yang benar tentang
kepera watan agar tercipta kesamaan pandangan dan gerak bersama di antara perawat
dalam meningkatkan profesionalisme. Selain itu, melalui pendidikan keperawatan,
eksistensi profesi keperawatan dapat terus terpelihara. Peran ini dapat dilaksanakan di
institusi pendidikan keperawatan maupun institusi layanan kesehatan.
Untuk dapat melaksanakan peran sebagai pendidik (edukator), ada beberapa
kemampuan yang harus dimiliki seorang mpuan tersebut berupa perawat sebagai syarat
utama. Kema wawasan ilmu pengetahuan yang luas, kemampuan berkomu nikasi,
pemahaman psikologis, dan kemampuan menjadi model/ contoh dalam perilaku
profesional.
a. Wawasan ilmu pengetahuan
Pendidikan kesehatan merupakan upaya sadar yang dilakukan oleh seorang
edukator untuk memengaruhi orang lain agar dapat berperilaku atau memiliki
pengetahuan dan pemahaman yang sesuai dengan yang diharapkan. Dalam proses
pendidikan ini terjadi transfer ilmu pengetahuan. Karenanya, perawat harus
memiliki wawasan ilmu pengetahuan yang luas bukan hanya menyangkut ilmu
keperawatan, tetapi juga ilmu-ilmu lain yang mendukung agar perannya sebagai
edukator dapat terlaksana dengan benar dan tepat
b. Komunikasi
Keberhasilan proses pendidikan dipengaruhi oleh kemampuan perawat dalam
berkomunikasi, baik secara verbal maupun non-verbal. Kemampuan
berkomunikasi ini merupakan aspek mendasar dalam keperawatan. Seperti kita
ketahui, perawat harus berinteraksi langsung dengan klien selama 24 jam penuh.
Dalam proses tersebut, sudah tentu terjadi komunikasi sebab interaksi merupakan
bagian dari komunikasi. Melalui komunikasi, perawat dapat memberikan
informasi/penjelasan kepada klien, membujuk dan menghibur klien, juga
melakukan tugas-tugas lainnya. Dalam proses komunikasi ini, perawat diharapkan
mampu memengaruhi dan meyakinkan pihak lain baik itu klien, rekan sejawat,

65
maupun tenaga kesehatan lain tentang peran, fungsi, serta eksistensi profesi
keperawatan. Dengan komunikasi yang baik, perawat akan mampu meningkatkan
citra profesionalisme pada dirinya. Sebaliknya, jika komunikasi perawat kurang
baik, hal ini akan berimbas pada penilaian klien terhadap perawat. Tidak jarang
perawat dikatakan judes, kaku, tidak memahami perasaan orang lain, dan berbagai
stigma negatif lainnya. Penilaian negatif ini tentunya akan berdampak pada
profesionalisme keperawatan. Oleh sebab itu, mengingat begitu pentingnya
komunikasi, setiap perawat dituntut untuk mampu menguasai teknik komun kasi
yang baik, mengatasi berbagai hambatan dalam komunikasi, serta memahami
faktor-faktor yang menunjang ko- nuIkasi.
c. Pemahaman psikologis
Sasaran pelayana kerawatan adalah klien (manusia), dalam hal ini individu,
keluarga, dan juga masyarakat. Karenanya, agar dapat memengaruhi orang lain,
perawat harus mampu memahami psikologis orang lain, di samping memahami
psikologis situasi. Untuk itu, perawat harus meningkatkan sensitivitas dan
kepeduliannya. Saat berbicara dengan orang lain, perawat harus melakukannya
dengan "hati". Artinya, apa yang perawat sampaikan harus mampu menyentuh hati
orang lain. Dengan demikian, setiap pemikiran dan ide perawat dapat langsung
diterima oleh klien sehingga tujuan pendidikan kesehatan dapat tercapai
d. Menjadi model/contoh
Betapapun bagusnya gaya komunikasi perawat dan luasnya wawasan ilmu
pengetahuan mereka, orang lain perlu melihat bukti atas apa yang
disampaikannya. Jika terdapat kesesuaian antara perkataan dan perbuatan perawat,
citra dan penilaian orang lain terhadap profesi perawat akan meningkat. Upaya
untuk mengubah dan meningkatkan profesionalisme perawat paling baik di
lakukan melalui pembuktian secara langsung melalui peran sebagai model.
Perawat harus mampu menjadi baik dalam menjalankan profesinya
Dalam kasus: Perawat juga memberikan pendidikan kesehatan mengenai
masalah gizi dan diet, serta pentingnya olahraga
4. Peneliti dan pengembang ilmu keperawatan

Sebagai sebuah profesi dan cabang ilmu pengetahuan, keperawatan harus terus
melakukan upaya untuk mengembangkan dirinya. Berbagai tantangan, persoalan, dan
pertanyaan seputar keperawatan harus mampu dijawab dan diselesaikan dengan baik.
Salah satunya adalah melalui upaya riset, Riset keperawatan akan menambah dasar
66
pengetahuan ilmiah keperawatan dan mening katkan praktik keperawatan bagi klien.
Praktik berdasarkan riset merupakan hal yang harus dipenuhi (esensial) jika profesi
keperawatan ingin menjalankan kewajibannya pada masyakat dalam memberikan
perawatan yang efektif dan efisien (Patricia dan Arthur, 2002). Oleh karena itu, setiap
perawat harus mampu melakukan riset keperawatan. Ada beberapa hal yang harus
dijadikan prinsip oleh perawat dalam melaksana kan peran dan fungsinya dengan baik
dan benar. Prinsip tersebut harus menjiwai setiap perawat ketika memberi layanan
keperawatan kepada klien.

a. Nursing is caring. Artinya, perawat harus memiliki kepedulian terhadap klien.


Kepedulian ini ditunjukkan dengan tindakan yang segera dan tepat dalam
menanggapi keluhan klien
b. Nursing is laughing. Artinya, perawat harus mempunyai keyakinan bahwa senyum
merupakan suatu kiat dalam memberikan asuhan keperawatan guna meningkatkan
rasa nyaman klien
c. Nursing is touching. Artinya, sentuhan perawat sangat berarti dalam menenangkan
dan meningkatkan kenyamanan klien embuhannya. Sentuhan yang dilakukan
tentunya bersifat terapeutik dan dilakukan sehingga dapat mempercepat
penyembuhannya pada saat yang tepat.
d. Nursing is helping. Artinya, perawat asuhan keperawatan yang diberikan adalah
untuk menolong klien. Ini dilakukan dengan sepenuh hati, ikhlas/tulus, tanpa ada
tendensi tertentu yang sifatnya pribadi.
e. Nursing is helieving in arther. Artinya, perawat meyakini bahwa orang lain
memiliki hasrat/kemauan serta kemampuan untuk meningkatkan status
kesehatannya
f. Nursing is trusting. Artinya, perawat dalam melaksanakan pekerjaannya harus
menjaga dan memelihara kepercayaan klien dengan cara terus-menerus
meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan
g. Nursing is believing in self Artinya, perawat harus memiliki kepercayaan diri
dalam menjalankan profesinya. Perawat harus mcyakini bahwa keperawatan
merupakan profesi yang luhur dan memiliki peran strategis dalam meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat
h. Nursing is iearning. Artinya, perawat harus selalu belajar dan meningkatkan
pengetahuan serta keterampilan keperawatan profesional melalui asuhan
keperawatan yang diberikan.
67
i. Nursing is respecting. Artinya, perawat harus memperlihatkan rasa hormat dan
penghargaan kepada orang lain (kien dan keluarganya) dengan menjaga
kepercayaan dan rahasia klien
j. Nursing is listening Artinya, perawat harus mau menjadi pendengar yang baik
ketika klien berbicara atau mengeluh.
k. Nursing is doing. Artinya, perawat melakukan pengkajian dan intervensi
keperawatan dengan didasarkan atas pengetahuan yang ia miliki. Tujuannya
adalah untuk memberikan rasa aman dan nyaman pada klien serta memberikan
asuhan ke perawatan yang komprehensif pada mereka.
l. Nursing is feeling. Artinya, perawat dapat menerima, merasakan, dan memahami
perasaan klien baik perasaan duka, senang, frustasi, maupun perasaan puas klien.
m. Nursing is accepting. Artinya, perawat harus menerima diri sendiri sebelum dapat
menerima orang lain.
n. Nursing is communicating. Artinya, perawat meyakini bahwa komunikasi yang
baik (terapeutik) dapat membuat klien merasa nyaman sehingga akan membantu
penyembuhan.
Dalam kasus: Dalam memberikan pelayanan kesehatan, tentunya perawat
mencari dan mempelajari berbagai literatur penelitian yang kemudian akan
diterapkan.

Dalam melaksanakan keperawatan, menurut Hidayat (2012) perawat mempunyai


peran dan fungsi sebagai perawat sebagai berikut:

1) Pemberian perawatan (Care Giver) Peran utama perawat adalah memberikan


pelayanan

keperawatan, sebagai perawat, pemberian pelayanan keperawatandapat dilakukan


dengan memenuhi kebutuhan asah, asih dan asuh. Contoh pemberian asuhan
keperawatan meliputi tindakan yang membantu klien secara fisik maupun psikologis
sambil tetap memelihara martabat klien. Tindakan keperawatan yang dibutuhkan dapat
berupa asuhan total, asuhan parsial bagi pasien dengan tingkat ketergantungan
sebagian dan perawatan suportif-edukatif untuk membantu klien mencapai
kemungkinan tingkat kesehatan dan kesejahteraan tertinggi (Berman, 2010).
Perencanaan keperawatan yang efektif pada pasien yang dirawat haruslah berdasarkan
pada identifikasi kebutuhan pasien dan keluarga.

68
Dalam kasus: perawat membantu lansia tersebut untuk melakukan kebersihan
diri dan membantu lansia dalam melakukan aktivitas yang diinginkan. Perawat
rutin melakukan pemeriksaan kesehatan dan penjaringan penyakit terhadap
para lansia di panti untuk mencegah berbagai penyakit dan komplikasi lainnya.
Perawat juga memberikan pelayanan kesehatan jiwa bagi lansia yang mengalami
masalah psikis atau trauma terhadap masalah yang dialami.

2) Sebagai advocat keluarga

Selain melakukan tugas utama dalam merawat, perawat juga mampu sebagai advocat
keluarga sebagai pembela keluarga dalam beberapa hal seperti dalam menentukan
haknya sebagai klien. Dalam peran ini, perawat dapat mewakili kebutuhan dan harapan
klien kepada profesional kesehatan lain, seperti menyampaikan keinginan klien
mengenai informasi tentang penyakitnya yang diketahu oleh dokter. Perawat juga
membantu klien mendapatkan hak-haknya dan membantu pasien menyampaikan
keinginan (Berman, 2010).

Dalam kasus: Selain itu perawat mempertahankan dan melindungi hak-hak


lansia yang meliputi hak atas pelayanan sebaik-baiknya dan hak atas informasi
yang diinginkan.

3) Pencegahan penyakit

Upaya pencegahan merupakan bagian dari bentuk pelayanan keperawatan sehingga


setiap dalam melakukan asuhan keperawatan harus selalu mengutamakan tindakan
pencegahan terhadap timbulnya masalah baru sebagai dampak dari penyakit atau
masalah yang diderita. Salah satu contoh yang paling signifikan yaitu keamanan,
karena setiap kelompok usia beresiko mengalami tipe cedera tertentu, penyuluhan
preventif dapat membantu pencegahan banyak cedera, sehingga secara bermakna
menurunkan tingkat kecacatan permanen dan mortalitas akibat cidera pada pasien
(Wong, 2009).

Dalam kasus: Perawat rutin melakukan pemeriksaan kesehatan dan penjaringan


penyakit terhadap para lansia di panti untuk mencegah berbagai penyakit dan
komplikasi lainnya.

4) Pendidik

69
Dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien, perawat harus mampu berperan
sebagai pendidik, sebab beberapa pesan dan cara mengubah perilaku pada pasien atau
keluarga harus selalu dilakukan dengan pendidikan kesehatan khususnya dalam
keperawatan. Melalui pendidikan ini diupayakan pasien tidak lagi mengalami
gangguan yang sama dan dapat mengubah perilaku yang tidak sehat. Contoh dari peran
perawat sebagai pendidik yaitu keseluruhan tujuan penyuluhan pasien dan keluaraga
adalah untuk meminimalkan stres pasien dan keluarga, mengajarkan mereka tentang
terapi dan asuhan keperawatan di rumah sakit, dan memastikan keluarga dapat
memberikan asuhan yang sesuai di rumah saat pulang (Kyle & Carman, 2015).

Dalam kasus: Perawat juga memberikan pendidikan kesehatan mengenai


masalah gizi dan diet, serta pentingnya olahraga

5) Konseling

Konseling merupakan upaya perawat dalam melaksanakan peranya dengan


memberikan waktu untuk berkonsultasi terhadap masalah yang dialami oleh pasien
maupun keluarga, berbagai masalah tersebut diharapkan mampu diatasi dengan cepat
dan diharapkan pula tidak terjadi kesenjangan antara perawat, keluarga maupun pasien
itu sendiri. Konseling melibatkan pemberian dukungan emosi, intelektual dan
psikologis. Dalam hal ini perawat memberikan konsultasi terutama kepada individu
sehat dengan kesulitan penyesuaian diri yang normal dan fokus dalam membuat
individu tersebut untuk mengembangkan sikap, perasaan dan perilaku baru dengan cara
mendorong klien untuk mencari perilaku alternatif, mengenai pilihan-pilihan yang
tersedia dan mengembangkan rasa pengendalian diri (Berman, 2010).

Dalam kasus: Saat di panti, para lansia biasanya senang bercerita atau
mengutarakan permasalahan yang sedang dihadapi, disini perawat selain
berperan jadi pendengar yang baik

6) Kolaborasi

Kolaborasi merupakan tindakan kerja sama dalam menentukan tindakan yang akan
dilaksanakan oleh perawat dengan tim kesehatan lain. Pelayanan keperawatan pasien
tidak dilaksanakan secara mandiri oleh tim perawat tetapi harus melibatkan tim
kesehatan lain seperti dokter, ahli gizi, psikolog dan lain-lain, mengingat pasien
merupakan individu yang kompleks/ yang membutuhkan perhatian dalam
perkembangan (Hidayat, 2012).
70
7) Pengambilan keputusan etik

Dalam mengambil keputusan, perawat mempunyai peran yang sangat penting sebab
perawat selalu berhubungan dengan pasien kurang lebih 24 jam selalu disamping
pasien, maka peran perawatan sebagai pengambil keputusan etik dapat dilakukan oleh
perawat, seperti akan melakukan tindakan pelayanan keperawatan (Wong, 2009).

8) Peneliti

Peran perawat ini sangat penting yang harus dimiliki oleh semua perawat pasien.
Sebagai peneliti perawat harus melakukan kajian-kajian keperawatan pasien, yang
dapat dikembangkan untuk perkembangan teknologi keperawatan. Peran perawat
sebagai peneliti dapat dilakukan dalam meningkatkan mutu pelayanan keperawatan
pasien (Hidayat, 2012).

ELIMINASI URINE

A. Definisi
Inkontinensia urine pada populasi lansia merupakan masalah serius. Definisi
paling sederhana inkontinensia urine yaitu berkemih nonvolunter, ketika tekanan di
dalam kandung kemih lebih besar dari resistansi uretra. Agency for Health Care Policy
and Research (AHCPR) Guidline mendefinisikan inkontinensia urine sebagai “
pengeluaran urine involunter yang cukup menimbulkan masalah” (Mass, L, Meridean,
2001).
Inkontinensia urin menurut International Continence Society didefinisikan
sebagai keluarnya urin secara involunter yang menimbulkan masalah sosial dan higiene
serta secara objektif tampak nyata. Inkontinensia urin dapat merupakan suatu gejala,
tanda ataupun suatu kondisi. Kondisi ini bukan merupakan bagian yang normal dari
proses penuaan, walaupun prevalensinya meningkat sejalan dengan peningkatan usia.
Inkontinensia urin merupakan kehilangan kontrol berkemih yang bersifat
sementara atau menetap. Klien tidak dapat mengontrol sfingter uretra eksterna.
Merembesnya urine dapat berlangsung terus menerus atau sedikit sedikit (Potter dan
Perry, 2005).

71
Menurut Hidayat (2006), inkontinensia urin merupakan ketidakmampuan otot
sfingter eksternal sementara atau menetap untuk mengontrol ekskresi urin. Secara umum
penyebab inkontinensia dapat berupa proses penuaan, pembesaran kelenjar prostat,
penurunan kesadaran, dan penggunaan obat narkotik atau sedatif.
Inkontinensia urin yang dialami oleh pasien dapat menimbulkan dampak yang
merugikan pada pasien, seperti gangguan kenyamanan karena pakaian basah terus, risiko
terjadi dekubitus (luka pada daerah yang tertekan), dan dapat menimbulkan rasa rendah
diri pada pasien. Inkontinensia urin yang tidak segera ditangani juga akan mempersulit
rehabilitasi pengontrolan keluarnya urin (Hariyati, 2000).

B. Etiologi dan Faktor Resiko


1. Etiologi
Inkontinensia urine bisa disebabkan oleh kondisi yang terkait saluran kemih bagian
bawah maupun kondisi yang tidak terkait saluran kemih bagian bawah. Jika terkait
saluran kemih bagian bawah, kondisi ini lebih diakibatkan karena aktivitas otot
dinding kandung kemih yang berlebihan. Hal tersebut bisa dipengaruhi oleh penyakit
saraf, sumbatan di saluran kemih, batu di kandung kemih atau pun kanker kandung
kemih. Namun, inkontinensia urine juga dapat terjadi meski saluran kemih normal.
Kondisi tersebut biasanya terjadi pada lanjut usia dan terkait dengan kondisi mobilitas
juga kognitif.
2. Faktor Resiko
Seiring bertambahnya usia, risiko seseorang mengalami inkontinensia urine semakin
meningkat. Selain itu, ada juga faktor lain yang bisa memicu terjadinya kondisi
tersebut, yaitu konsumsi obat tertentu, seperti obat darah tinggi, obat anti-nyeri, dan
beberapa golongan obat penenang. Kondisi fisiologis yang menurun juga beberapa
penyakit seperti pembesaran prostat, infeksi saluran kemih dapat menjadi faktor risiko
terjadinya inkontinensia urin.
Dibanding pria, wanita lebih rentan mengalami inkontinensia urine karena memiliki
saluran kemih lebih pendek. Sedangkan pria yang mengidap pembesaran prostat lebih
berisiko mengalami inkontinensia urine.

C. Tanda Gejala
Berdasarkan gejalanya, inkontinensia urine bisa dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu:

72
1. Inkontinensia Stres. Urine bocor keluar di saat terjadi tekanan di kandung kemih,
misalnya saat batuk, bersin, atau tertawa.
2. Inkontinensia Urge. Pengidap memiliki keinginan yang kuat untuk tiba-tiba buang air
kecil diikuti dengan keluarnya urine yang tidak disengaja (mengompol). Pengidap
bisa buang air kecil hingga lebih dari 8 kali dalam sehari, termasuk di malam hari.
3. Inkontinensia Overflow. Pengidap sering mengompol dalam jumlah urine yang
sedikit-sedikit karena kandung kemih tidak sepenuhnya kosong.
Infeksi saluran kemih pada orang dewasa yang lebih tua mungkin sangat halus;
kemih inkontinensia mungkin merupakan tanda awal atau primer. Perubahan perilaku
atau tingkat fungsi dapat menjadi tanda penyajian, khususnya pada penderita demensia.
Orang dewasa yang lebih tua juga kemungkinan memiliki bakteriuria
kronis, suatu kondisi yang ditandai sebagai 105 atau lebih unit pembentuk koloni tanpa
gejala infeksi saluran kemih. Prevalensi bacteriuria kronis di Indonesiapenghuni panti
jompo adalah 25% hingga 50% wanita dan 15% sampai 40% pria (Nicolle, 2009).

D. Tipe-tipe Inkontinensia Urine


Adapun tipe-tipe inkontinensia urin menurut Hidayat, 2006
1. Inkontinensia Keadaan dimana seseorang mengalami pengeluaran urin tanpa sadar,
Dorongan terjadi segera setelah merasa dorongan yang kuat setelah berkemih.
Inkontinensia dorongan ditandai dengan seringnya terjadi miksi
(miksi lebih dari 2 jam sekali) dan spame kandung kemih (Hidayat,
2006). Pasien Inkontinensia dorongan mengeluh tidak dapat
menahan kencing segera setelah timbul sensasi ingin kencing.
Keadaan ini disebabkan otot detrusor sudah mulai mengadakan
kontraksi pada saat kapasitas kandung kemih belum terpenuhi.
2. Inkontinensia Keadaan dimana seseorang mengalami pengeluaran urin yang terus
Total menerus dan tidak dapat diperkirakan. Kemungkinan penyebab
inkontinensia total antara lain: disfungsi neorologis, kontraksi
independen dan refleks detrusor karena pembedahan, trauma atau
penyakit yang mempengaruhi saraf medulla spinalis, fistula,
neuropati.
3. Inkontinensia Stres Inkontinensia Urin (SUI) didefinisikan oleh Internasional
Stress Continence Society (ICS) adalah keluarnya urin tanpa disadari pada
saat aktifitas atau saat bersin atau saat batuk. Inkontinensia stress

73
terjadi disebabkan otot spingter uretra tidak dapat menahan keluarnya
urin yang disebabkan meningkatnya tekanan di abdomen secara tiba-
tiba. Peningkatan tekanan abdomen dapat terjadi sewaktu batuk,
bersin, mengangkat benda yang berat, maupun tertawa.(Mass, L,
Meridean, dkk. (2001)
4. Inkontinensia Keadaan di mana seseorang mengalami pengeluaran urin yang tidak
Reflex dirasakan.
Inkontinensia tipe ini kemungkinan disebabkan oleh adanya
kerusakan neurologis (lesi medulla spinalis). Inkontinensia refleks
ditandai dengan tidak adanya dorongan untuk berkemih, merasa
bahwa kandung kemih penuh, dan kontraksi atau spasme kandung
kemih tidak dihambat pada interval teratur
5. Inkontinensia keadaan seseorang yang mengalami pengeluaran urin secara tanpa
Fungsional disadari dan tidak dapat diperkirakan. Keadaan inkontinensia ini
ditandai dengan tidak adanya dorongan untuk berkemih, merasa
bahwa kandung kemih penuh, kontraksi kandung kemih cukup kuat
untuk mengeluarkan urin.

E. Perubahan Fungsi Yang Berkaitan Dengan Sistem Perkemihan


Perubahan yang berkaitan dengan usia pada ginjal, kandung kemih, uretra, dan
mekanisme kontrol dalam sistem saraf dan tubuh lainnya memengaruhi proses
fisiologis yang mengontrol eliminasi urin. Di Selain itu, segala perubahan terkait usia
yang mengganggu keterampilan terlibat dalam eliminasi urin yang sesuai secara sosial
dapat mengganggu kontrol kemih. Perubahan terkait usia itu secara langsung atau
secara tidak langsung mempengaruhi fungsi dan kontrol urin dibahas di dua bagian
selanjutnya.

Sistem Perkemihan Perubahan yang Terjadi

Ginjal ❖ Massa ginjal berkurang 25% pada usia 80 tahun ke atas.


❖ Setelah umur 30 tahun mulai terjadi penurunan kemampuan
ginjal dan pada usia 60 tahun kemampuan tingggal 50% dari
umur 30 tahun, ini disebabkan berkurangnya populasi nefron dan
tidak adanya kemampuan regenerasi. Dengan menurunnya

74
jumlah populasi nefron akan terjadi penurunan kadar renin yang
menyebabkan hipertensi.
❖ Terjadi penebalan membran basalis kapsula Bowman dan
terganggunya permeabilitas, perubahan degeneratif tubuli,
perubahan vaskuler pembuluh darah kecil sampai hialinisasi
arterioler dan hiperplasia intima arteri menyebabkan disfungsi
endotel yang berlanjut pada pembentukan berbagai sitokin yang
menyebabkan resobsi natrium ditubulus ginjal. Efisien ginjal
dalam pembuangan sisa metabolisme terganggu dengan
menurunnya massa dan fungsi ginjal
- jumlah neufron tinggal 50% pada akhir rentang hidup rata-rata
- aliran darah ginjal tinggal 50% pada usia 75 tahun
- tingkat filtrasi glomerulus dan kapasitas ekskresi maksimum
menurun. Hal ini dapat disebabkan karena total aliran darah
ginjal dan pengurangan dari ukuran dan jumlah glomerulus.
❖ Aliran plasma ginjal yang efektif menurun sejalan dari usia 40 ke
90-an. Umumnya filtrasi tetap ada pada usia muda, kemudian
berkurang tetapi tidak terlalu banyak pada usia 70, 80, dan 90
tahunan. Transport maksimal tubulus untuk tes ekskresi PAH
(paraaminohipurat) menurun progresif sejalan dengan
peningkatan usia dan penurunan GFR.
❖ Membran basalis glomerulus mengalami penebalan, sklerosis
pada area fokal, dan total permukaan glomerulus mengalami
penurunan, panjang dan volume tubulus proksimal berkurang.
Implikasi dari hal ini adalah filtrasi menjadi kurang efisien,
sehingga secara fisiologis glomerulus yang mampu menyaring
20% darah dengan kecepatan 125 mL/menit (pada lansia
menurun hingga 97 mL/menit atau kurang) dan fungsi
penyaringan protein dan eritrosit menjadi terganggu.
Pembuluh darah ❖ Sejak umur 40 tahun, aliran darah renal berkurang, terutama di
ginjal korteks. Pada korteks ginjal, arteri aferen dan eferen cenderung
untuk atrofi yang berarti terjadi pengurangan jumlah darah yang
terdapat di glomerulus.

75
Vesica urinaria/ ❖ Otot kandung kemih menjadi lemah, kapasitasnya menurun
kandung kemih sampai 200 ml atau menyebabkan frekuensi BAK meningkat.
❖ Aktivitas kendali sfingter dan detrusor hilang, sehingga sering
kencing tanpa sadar, terutama di malam hari.
❖ Penurunan kapasitas kandung kemih (N: 350-400 mL),
peningkatan volume residu (N: 50 mL), peningkatan kontraksi
kandung kemih yang tidak di sadari dan atopi pada otot kandung
kemih secara umum.
❖ Dengan bertambahnya usia kapasitas kandung kemih menurun,
sisa urin setelah selesai berkemih cenderung meningkat dan
kontraksi otot kandung kemih yang tidak teratur sering terjadi.
Keadaan ini menyebabkan sering berkemih dan kesulitan
menahan keluarnya urin. Pada wanita pasca menopause karena
menipisnya mukosa disertai dengan menurunnya kapasitas,
kandung kemih lebih rentan dan sensitif terhadap rangsangan
urine, sehingga akan berkontraksi tanpa dapat dikendalikan.
Mekanisme Kontrol Perubahan pada sistem saraf dan sistem regulator lain
mempengaruhi fungsi perkemihan. Impuls motorik dalam saraf
spinal mengontrol perkemihan, sedangkan otak bertanggung jawab
untuk mendeteksi sensasi pemenuhan kandung kemih,
menghambat pengosongan kandung kemih saat dibutuhkan, dan
stimulasi kontraksi pengosongan kandung kemih. Saat kandung
kemih terisi, reseptor sensori di dinding kandung kemih mengirim
sinyal ke saraf spinal sakral. Pada lansia, perubahan degeneratif di
korteks serebral dapat mengubah sensasi pemenuhan kandung
kemih dan kemampuan mengosongkan kandung kemih dengan
komplet. Pada orang dewasa, sensasi penuh dimulai ketika
kandung kemih terisi setengah. Tetapi, pada lansia interval antara
persepsi awal dari dorongan untuk mengosongkan dan kebutuhan
sebenarnya untuk mengosongkan kandung kemih menjadi lebih
singkat sehingga meningkatkan kejadian inkontinensia urin.

F. Kondisi yang Menyebabkan Inkontinensia Urine

76
1. Kondisi berkaitan dengan inkontinensia adalah obesitas, diabetes, alkoholisme,
multiple sclerosis, Penyakit Parkinson, kecelakaan serebrovaskular, dan penyakit
paru obstruktif kronik (PPOK). Gangguan metabolism yang menginduksi diuresis,
seperti diabetes dan hiperkalsemia, dapat menyebabkan inkontinensia. Kondisi
yang memengaruhi status mental, misalnya sebagai delirium, dapat
dimanifestasikan atau disertai dengan inkontinensia urin. Demikian juga banyak
kondisi yang memengaruhi fisiologis proses, seperti penyakit akut, dapat
menyebabkan atau memperburuk inkontinensia. Setiap penyakit akut atau
intervensi bedah yang sementara membatasi mobilitas atau membahayakan
kemampuan mental juga merupakan faktor risiko inkontinensia urin.
2. Efek obat dapat mempengaruhi kondisi saluran kemih dan dapat menyebabkan
terjadinya Inkontinensia Urine. Misalnya seorang pria dengan hiperplasia prostat
berisiko lebih tinggi untuk mengalami retensi urin ketika mereka mengonsumsi
obat golongan adrenergik atau antikolinergik. Beberapa obat yang digunakan
untuk mengobati inkontinensia juga dapat menyebabkan inkontinensia. Misalnya,
terazosin, yang digunakan untuk hiperplasia prostat jinak, bias menyebabkan
relaksasi uretra dan inkontinensia stres.
3. Faktor lingkungan dapat menghalangi atau menghambat lansia —khususnya
mereka yang memiliki keterbatasan mobilitas — untuk menggunakan toilet di
rumah atau tempat umum. Hambatan lingkungan termasuk pada tangga tidak
adanya pegangan dan pagar dan kursi toilet yang tidak sesuai ketinggiannya.

DATA TAMBAHAN KASUS


Saat di panti, perawat membantu lansia tersebut untuk melakukan kebersihan diri
dan membantu lansia dalam melakukan aktivitas yang diinginkan. Kuku lansia terlihat
panjang dan sangat kotor. Dalam membantu lansia perawat memperlakukan semua lansia
secara adil tanpa membeda-bedakan. Selain itu perawat mempertahankan dan melindungi
hak-hak lansia yang meliputi hak atas pelayanan sebaik-baiknya dan hak atas informasi
yang diinginkan. Perawat juga memotivasi lansia untuk ikut kegiatan senam dan kegiatan
lain bersama lansia lainnya. Perawat rutin melakukan pemeriksaan kesehatan dan
penjaringan penyakit terhadap para lansia di panti untuk mencegah berbagai penyakit dan
komplikasi lainnya. Perawat juga memberikan pelayanan kesehatan jiwa bagi lansia yang
mengalami masalah psikis atau trauma terhadap masalah yang dialami. Dalam memberikan
pelayanan kesehatan, tentunya perawat mencari dan mempelajari berbagai literatur

77
penelitian yang kemudian akan diterapkan. Perawat juga memberikan pendidikan
kesehatan mengenai masalah gizi dan diet, serta pentingnya olahraga. Saat di panti, para
lansia biasanya senang bercerita atau mengutarakan permasalahan yang sedang dihadapi,
disini perawat selain berperan jadi pendengar yang baik, perawat juga memberikan
berbagai saran serta menjaga semua rahasia atau permasalahan lansia. Perawat juga selalu
menepati janji apabila ingin bertemu dengan lansia.
Lansia tidak dapat membersihkan diri sendiri, sehingga membutuhkan bantuan dari
caregiver. Lansia mengeluh merasa nyeri pada bagian tubuh yang lebam. Care giver sering
membantu lansia mengganti celana yang disebabkan rembesnya urine. Perawat telah
mengompres bagian tubuh lansia yang lebam. Karena usia yang sudah tua, lansia tidak
mampu mengunyah makanan yang keras dikarenakan giginya yang sudah tidak lengkap,
sehingga harus memakan makanan yang lunak. Lansia mengatakan sering merasakan tidak
enak pada perutnya. Lansia sering BAK pada malam hari sehingga sering dimarahi oleh
keluarganya. Selain itu, air BAK yang dikeluarkan banyak. Gigi lansia tampak kuning dan
terlihat ada karies gigi. Lansia juga mengatakan sering mengalami nyeri di gusinya. Saat
Care giver memberikan tekanan pada intra abdomen urine pasien menetes keluar. Lansia
mengatakan merasa lemas. Lansia terlihat pucat dan lemah. Hasil pemeriksaan TTV : TD :
90/70, S : 37,0, RR : 19 x/mnt, BB/TB : 40kg/160cm.

ASUHAN KEPERAWATAN
Kasus 3
Seorang lansia laki-laki (78 tahun) mengalami hemiparese kanan akibat stroke, tinggal bersama
anak laki-lakinya yang memiliki 4 orang anak. Anak laki-lakinya bekerja dari pagi hingga larut
malam sehingga jarang berkomunikasi. Istri anak laki-lakinya seorang ibu rumah tangga yang
mengurus semua pekerjaan rumah dan 4 orang anaknya yang semuanya sekolah. Hasil pengkajian
perawat: . Hasil pengkajian TTV: di dapatkan TD: 140/90 mmHg, Suhu: 36,5’c, Nadi: 100 x/
menit, RR: 20x/menit. lansia mengatakan anak dan menantunya sering memperlakukannya
secara kasar, dicaci maki dan terkadang dipukul karena dianggap tidak berguna dan hanya
menjadi beban keluarga. Kondisi rumah yang sempit hanya ada 2 kamar, membuat lansia tidak
memiliki kamar sendiri hanya Kasur kecil yang berantakan dan kotor di sudut ruang utama.
Lansia hanya diberikan makan 1 kali sehari dengan lauk pauk telur dan tempe dan nasi ½ porsi
setiap hari Lansia tampak kurus dan bibir yang kering, menantunya menyarankan lansia agar
sedikit minum agar tidak sering buang air kecil karena tidak ada yang membantu ke kamar mandi.
Lansia juga mengeluh keluarga sering memarahi lansia karena bau pesing, tidak bisa mengontrol
BAK. Lansia mengatakan tidak berasa ingin BAK, tiba-tiba ada urine yang rembes (palpasi
vesika urinaria: distensi -). Lansia mengatakan jika bangkit dari duduk ke posisi berdiri atau batuk
urine sering keluar sehingga pakaiannya basah. Lansia tampak lusuh dan kotor, rambut dan
jambang panjang. Lansia mengatakan sudah berhari-hari tidak mandi karena tidak ada yang
membantunya. Lansia kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari karena banyak luka lebam di
78
badannya. Lansia sering disuruh untuk mengemis di jalanan, hasil mengemis diambil oleh
anaknya. Lansia diantar ke Panti oleh Ketua RW. Pihak panti berusaha mengkonfirmasi ke
keluarga, namun anggota keluarga enggan memberikan keterangan. Keluarga juga jarang
membesuk lansia di panti dan belum tau kapan akan membawa lansia kembali ke rumah.

A. PENGKAJIAN
Tanggal masuk :

Nama Panti :

I. IDENTITAS DIRI KLIEN

Nama : lansia T
Umur : 78 tahun
Jenis Kelamin : laki – laki
Status Perkawinan : menikah
Agama : islam
Suku : jawa
Pendidikan Terakhir : SMA
Sumber Informasi :-
Keluarga yang dapat dihubungi :-
Diagnosis medis (bila ada) :-

II. RIWAYAT KESEHATAN SAAT INI


Riwayat Kesehatan Sekarang
1. Keluhan Utama
Lansia T mengatakan anak dan menantunya sering memperlakukannya secara
kasar, dicaci maki dan terkadang dipukul karena dianggap tidak berguna dan
hanya menjadi beban keluarga.
2. Kronologi keluhan
a. Faktor pencetus : Lansia mengatakan anak dan menantunya sering
memperlakukannya secara kasar, dicaci maki dan terkadang dipukul karena
dianggap tidak berguna dan hanya menjadi beban keluarga
b. Timbulnya keluhan : ( ) mendadak ( ) bertahap
c. Lamanya :
d. Tindakan utama mengatasi :
III. RIWAYAT KESEHATAN YANG LALU

79
-
IV. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA
-
V. STATUS PEMERIKSAAN FISIK
A. Keadaan Umum
1. Tanda-tanda vital
a. Tekanan Darah (TD) : 140/90
b. Nadi : 100x/menit
c. RR : 20x/menit
d. Suhu : 36,50C
e. Tinggi Badan : 164 cm
f. Berat Badan : 47 kg
2. Kepala dan Rambut
Kepala tidak ada luka dan rambut sudah berwarna putih, rambut dan jambang
panjang
3. Mata
Penglihatan sudah mulai berkurang

4. Hidung
Lansia T Hidung bagus dan simetris
5. Telinga
Lansia T pendengarannya masih baik
B. Sistem Pernafasan
Lansia T dalam pengkajian didapatkan RR normal yaitu 20 x/mnt, irama pernafasan
normal, dan bunyi nafas normal.
C. Sistem Kardiovaskuler
Lansia T irama dan denyut jantung normal dan tidak ada penyakit keturunan terkat
dengan kardiovaskuler.
D. Sistem Pencernaan
Pencernaan pada lansia T normal, karena lansia BAB sehari 1 kali dipagi hari.
E. Sistem Perkemihan
Perkemihan pada lansia T
o Lansia mengatakan tidak terasa ingin BAK
o Lansia mengatakan tiba tiba urine nya merembes

80
o Lansia mengatakan ketuka bangun dari duduk atau batuk urine nya sering
keluar sehingga pakaiannya basah
o Lansia juga mengeluh keluarga sering memarahi lansia karena bau Pesing
o tercium bau pesing pada lansia, dan terlihat celana basah
o Palpasi vesika urinary : distensi (-)
F. Ekstremitas
1. Ekstremitas atas
Lansia T mengatakan banyak lebam di daerah ekstemitas atas
2. Ekstremitas bawah
Lansia T mengatakan banyak lebam di daerah ekstemitas bawah

VI. PENILAIAN PSIKOSOSIAL DAN SPIRITUAL


A. Pola interaksi dengan lingkungan
Interaksi bagus tetapi lansia T erkadang lupa
B. Bahasa
Bahasa yang digunakan Bahasa Indonesia

C. Perhatian dengan orang lain/lawan bicara


Kurang memperhatikan
D. Keadaan emosi
Emosi pada lansia T stabil
E. Persepsi klien tentang kondisinya
-
F. Konsep diri
1. Gambaran diri
Lansia T mengatakan dirinya sudah tidak muda lagi
2. Ideal diri
Lansia T mengatakan dirinya senang jika beliau dibutuhkan oleh orang lain
3. Harga diri
-
4. Peran diri
Lansia T mengata kan dirinya sudah berperan sebagai ayah yang baik saat
anaknya masih kecil
5. Identitas diri

81
-
G. Spiritual
Klien beribadah yaitu solat 5 waktu

➢ AGE RELATED CHANGES (PERUBAHAN TERKAIT PROSES MENUA)


FUNGSI FISIOLOGIS
1. Kondisi Umum
Ya Tidak
Kelelahan :
Perubahan BB :
Perubahan nafsu :
makan
Masalah tidur :
Kemampuan ADL :
KETERANGAN : .....................................................................................................
.
.....................................................................................................
.
2. Integumen
Ya Tidak
Lesi / luka : Ya
Pruritus :
Perubahan :
pigmen
Memar : Ya
Pola :
penyembuhan lesi
KETERANGAN : .........................................................................................................
.
.........................................................................................................
.
3. Hematopoetic
Ya Tidak
Perdarahan : Tidak
abnormal
Pembengkakan : Tidak
kel. Limfe
Anemia : Ya

82
KETERANGAN : ....................................................................................................
.
4 Kepala
.
Ya Tidak
Sakit kepala : Tidak
Pusing : Ya
Gatal pada kulit : Ya
kepala
KETERANGA : ...............................................................................................................
...............................................................................................................
N
5 Mata
.
Ya Tidak
Perubahan : Ya
penglihatan
Pakai kacamata : Tidak
Kekeringan mata : Ya
Nyeri : Tidak
Gatal : Tidak
Photobobia : Tidak
Diplopia : Tidak
Riwayat infeksi : Tidak
KETERANGA : ..........................................................................................................
..........................................................................................................
N
6. Telinga
Ya Tidak
Penurunan pendengaran : Ya
Discharge : Tidak
Tinitus : Tidak
Vertigo : Tidak
Alat bantu dengar : Tidak
Riwayat infeksi : Tidak
Kebiasaan membersihkan : Tidak
telinga
Dampak pada ADL : .........................................................................................
.

83
KETERANGAN : .........................................................................................
.
.........................................................................................
.
7 Hidung sinus
.
Ya Tidak
Rhinorrhea : Tidak
Discharge : Tidak
Epistaksis : Tidak
Obstruksi : Tidak
Snoring : Tidak
Alergi : Tidak
Riwayat infeksi :
KETERANGA : ..................................................................................................................
.
N
..................................................................................................................
.

8. Mulut,
tenggorokan
Ya Tidak
Nyeri telan : Tidak
Kesulitan menelan : Tidak
Lesi : Tidak
Perdarahan gusi : Ya
Caries : Ya
Perubahan rasa : Tidak
Gigi palsu : Tidak
Riwayat Infeksi :
Pola sikat gigi : Lansia jarang sikat gigi
KETERANGAN : ........................................................................................................
........................................................................................................
9 Leher
.
Ya Tidak
Kekakuan : Tidak
Nyeri tekan : Ya
Massa : Tidak

84
KETERANGA : ........................................................................................................................
.
N
........................................................................................................................
.
10 Pernafasan
.
Ya Tidak
Batuk : Ya
Nafas pendek : Ya
Hemoptisis : Tidak
Wheezing : Tidak
Asma : Tidak
KETERANGAN : ...................................................................................................................
...................................................................................................................
11 Kardiovaskuler
.
Ya Tidak
Chest pain : Tidak
Palpitasi : Tidak
Dipsnoe : Tidak
Paroximal : Tidak
nocturnal
Orthopnea : Tidak
Murmur : Tidak
Edema : Tidak
KETERANGAN : ...............................................................................................................
...............................................................................................................
12 Gastrointestinal
.
Ya Tidak
Disphagia : Tidak
Nausea / vomiting : Tidak
Hemateemesis : Tidak
Perubahan nafsu : Ya
makan
Massa : Tidak
Jaundice : Tidak
Perubahan pola : Ya
BAB

85
Melena : Tidak
Hemorrhoid : Tidak
Pola BAB : ...........................................................................................................
KETERANGAN : ...........................................................................................................
...........................................................................................................
13 Perkemihan
.
Ya Tidak
Dysuria : Tidak
Frekuensi : .......................................................................................................
Hesitancy : Ya
Urgency : Ya
Hematuria : Tidak
Poliuria : Ya
Oliguria : Tidak
Nocturia : Ya
Inkontinensia : Ya
Nyeri berkemih : Tidak
Pola BAK : ...........................................................................................................
KETERANGAN : ...........................................................................................................
...........................................................................................................
14 Reproduksi (laki-
. laki)
Ya Tidak
Lesi : Tidak
Disharge : Tidak
Testiculer pain : Tidak
Testiculer massa : Tidak
Perubahan gairah : Tidak
sex
Impotensi : Tidak

Reproduksi
(perempuan)
Lesi :
Discharge :
Postcoital bleeding :

86
Nyeri pelvis :
Prolap :
Riwayat menstruasi : ..............................................................................................
Aktifitas seksual :
Pap smear :
KETERANGAN : ...........................................................................................................
...........................................................................................................
15 Muskuloskeletal
.
Ya Tidak
Nyeri Sendi : Ya
Bengkak : Ya
Kaku sendi : Ya
Deformitas : Tidak
Spasme : Tidak
Kram : Tidak
Kelemahan otot : Ya
Masalah gaya : Ya
berjalan
Nyeri punggung : Ya
Pola latihan : ............................................................................................
Dampak ADL : ..................................................................................................
KETERANGAN : ...........................................................................................................
...........................................................................................................
16 Persyarafan
.
Ya Tidak
Headache : Tidak
Seizures : Tidak
Syncope : Tidak
Tic/tremor : Tidak
Paralysis : Tidak
Paresis : Ya
Masalah memori : Ya
KETERANGAN : ...........................................................................................................
...........................................................................................................

➢ NEGATIVE FUNCTIONAL CONSEQUENCES

87
1. Kemampuan ADL
Tingkat kemandirian dalam kehidupan sehari-hari (Indeks Barthel)
No Kriteria Dengan Mandiri Skor
Bantuan Yang
Didapat
1 Makan 5 10 10
2 Berpindah dari kursi roda ke tempat tidur, atau 5-10 15 10
sebaliknya
3 Personal toilet (cuci muka, menyisir rambut, gosok 0 5 3
gigi)
4 Keluar masuk toilet (mencuci pakaian, menyeka 5 10 5
tubuh, menyiram)
5 Mandi 0 5 0
6 Berjalan di permukaan datar (jika tidak bisa, dengan 0 5 5
kursi roda )
7 Naik turun tangga 5 10 10
8 Mengenakan pakaian 5 10 5
9 Kontrol bowel (BAB) 5 10 10
10 Kontrol Bladder (BAK) 5 10 5

2. Aspek Kognitif
MMSE (Mini Mental Status Exam)

N Aspek Nilai Nilai Kriteria


o Kognitif maksima Klie
l n
1 Orientasi 5 Menyebutkan dengan benar :
Tahun : 2019 Hari :
Musim : ............................ Bulan :
.............................................
Tanggal :
2 Orientasi 5 Dimana sekarang kita berada ?
Negara: …………………… Panti :
………………………………..
Propinsi: ………………….. Wisma :
……………………………..
Kabupaten/kota :
…………………………………………………
….

88
3 Registrasi 3 Sebutkan 3 nama obyek (misal : kursi, meja,
kertas), kemudian ditanyakan kepada klien,
menjawab :
1) Kursi 2). Meja 3). Kertas
4 Perhatiandankalkula 5 Meminta klien berhitung mulai dari 100
si kemudia kurangi 7 sampai 5 tingkat.
Jawaban :
1). 93 2). 86 3). 79 4). 72 5).
65
5 Mengingat 3 Minta klien untuk mengulangi ketiga obyek
pada poin ke- 2 (tiap poin nilai 1)
6 Bahasa 9 Menanyakan pada klien tentang benda (sambil
menunjukan benda tersebut).
1). ...................................
2). ...................................
3). Minta klien untuk mengulangi kata berikut :
“ tidak ada, dan, jika, atau tetapi )
Klien menjawab :

Minta klien untuk mengikuti perintah berikut


yang terdiri 3 langkah.
4). Ambil kertas ditangan anda
5). Lipat dua
6). Taruh dilantai.
Perintahkan pada klien untuk hal berikut (bila
aktifitas sesuai perintah nilai satu poin.
7). “Tutup mata anda”
8). Perintahkan kepada klien untuk menulis
kalimat dan
9). Menyalin gambar 2 segi lima yang saling
bertumpuk

Total nilai 30
Interpretasi hasil :
24 – 30 : tidak ada gangguan kognitif
18 – 23 : gangguan kognitif sedang
0 - 17 : gangguan kognitif berat
Kesimpulan :…………………………………………………………………………………..

3. Tes Keseimbangan
Time Up Go Test
No Tanggal Pemeriksaan Hasil TUG (detik)
1

3
89
Rata-rata Waktu TUG

Interpretasi hasil

Interpretasi hasil:
Apabila hasil pemeriksaan TUG menunjukan hasil berikut:
>13,5 detik Resiko tinggi jatuh
>24 detik Diperkirakan jatuh dalam kurun waktu
6 bulan
>30 detik Diperkirakan membutuhkan bantuan
dalam mobilisasi dan melakukan ADL
(Bohannon: 2006; Shumway-Cook,Brauer & Woolacott: 2000; Kristensen, Foss &
Kehlet: 2007: Podsiadlo & Richardson:1991)
4. Kecemasan, GDS
Pengkajian Depresi
Jawaban
No Pertanyaan
Ya Tdk Hasil
1. Anda puas dengan kehidupan anda saat ini 0 1 1
2. Anda merasa bosan dengan berbagai aktifitas dan kesenangan 1 0 1
3. Anda merasa bahwa hidup anda hampa / kosong 1 0 1
4. Anda sering merasa bosan 1 0 1
5. Anda memiliki motivasi yang baik sepanjang waktu 0 1 1
8. Anda takut ada sesuatu yang buruk terjadi pada anda 1 0 1
7. Anda lebih merasa bahagia di sepanjang waktu 0 1 1
8. Anda sering merasakan butuh bantuan 1 0 1
9. Anda lebih senang tinggal dirumah daripada keluar melakukan 1 0 1
sesuatu hal
10. Anda merasa memiliki banyak masalah dengan ingatan anda 1 0 0
11. Anda menemukan bahwa hidup ini sangat luar biasa 0 1 1
12. Anda tidak tertarik dengan jalan hidup anda 1 0 1
13. Anda merasa diri anda sangat energik / bersemangat 0 1 1
14. Anda merasa tidak punya harapan 1 0 1
15. Anda berfikir bahwa orang lain lebih baik dari diri anda 1 0 1
Jumlah
(Geriatric Depressoion Scale (Short Form) dari Yesafage (1983) dalam Gerontological
Nursing, 2006)
90
Interpretasi :
Jika Diperoleh skore 5 atau lebih, maka diindikasikan depresi

5. Status Nutrisi
Pengkajian determinan nutrisi pada lansia:

No Indikators score Pemeriksaan


1. Menderita sakit atau kondisi yang mengakibatkan perubahan 2 -
jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi
2. Makan kurang dari 2 kali dalam sehari 3 3
3. Makan sedikit buah, sayur atau olahan susu 2 2
4. Mempunyai tiga atau lebih kebiasaan minum minuman 2 -
beralkohol setiap harinya
5. Mempunyai masalah dengan mulut atau giginya sehingga tidak 2 2
dapat makan makanan yang keras
6. Tidak selalu mempunyai cukup uang untuk membeli makanan 4 4
7. Lebih sering makan sendirian 1 1
8. Mempunyai keharusan menjalankan terapi minum obat 3 kali 1 -
atau lebih setiap harinya
9. Mengalami penurunan berat badan 5 Kg dalam enam bulan 2 2
terakhir
10. Tidak selalu mempunyai kemampuan fisik yang cukup untuk 2 2
belanja, memasak atau makan sendiri
Total score 16
(American Dietetic Association and National Council on the Aging, dalam Introductory
Gerontological Nursing, 2001)
Interpretasi:
0 – 2 : Good
3 – 5 : Moderate nutritional risk
6≥ : High nutritional risk
(Yang di centang aja yang dijumlah)
6. Hasil pemeriksaan Diagnostik
No Jenis pemeriksaan Tanggal Hasil
Diagnostik Pemeriksaan

91
7. Fungsi sosial lansia
APGAR KELUARGA DENGAN LANSIA
Alat Skrining yang dapat digunakan untuk mengkaji fungsi sosial lansia

NO URAIAN FUNGSI SKORE


1. Saya puas bahwa saya dapat kembali pada keluarga (teman- ADAPTATION 1
teman) saya untuk membantu pada waktu sesuatu
menyusahkan saya
2. Saya puas dengan cara keluarga (teman-teman)saya PARTNERSHI 0
membicarakan sesuatu dengan saya dan mengungkapkan P
masalah dengan saya
3. Saya puas dengan cara keluarga (teman-teman) saya GROWTH 0
menerima dan mendukung keinginan saya untuk melakukan
aktivitas / arah baru
4. Saya puas dengan cara keluarga (teman-teman) saya AFFECTION 0
mengekspresikan afek dan berespon terhadap emosi-emosi
saya seperti marah, sedih/mencintai
5. Saya puas dengan cara teman-teman saya dan saya RESOLVE 1
meneyediakan waktu bersama-sama
Kategori Skor: TOTAL 2
Pertanyaan-pertanyaan yang dijawab:
1). Selalu : skore 22). Kadang-kadang : 1
3). Hampir tidak pernah : skore 0
Intepretasi:
< 3 = Disfungsi berat
4 - 6 = Disfungsi sedang
> 6 = Fungsi baik
Smilkstein, 1978 dalam Gerontologic Nursing and health aging 2005

92
B. DATA FOKUS

DATA SUBJEKTIF DATA OBJEKTIF


1. Lansia mengatakan hanya diberikan makan 1 1. lansia tampak kurus
kali sehari dengan lauk pauk telur dan tempe 2. tercium bau pesing pada
dan nasi ½ porsi setiap hari. lansia, dan terlihat
2. lansia mengatakan sering disuruh mengemis celana basah
di jalanan, dan hasil mengemis diambil oleh 3. Palpasi vesika urinary :
anaknya. distensi (-)
3. pihak panti mengatakan sudah berusaha 4. lansia tampak lusuh ,
mengonfirmasi ke keluarga namun keluarga kotor , rambut panjang
enggan memberikan keterangan. dan jambang panjang ,
4. lansia mengatakan tidak terasa ingin BAK dan bau badan
5. lansia mengatakan tiba tiba urine nya 5. terlihat banyak luka
merembes lebam di tubuh lansia
6. lansia mengatakan ketuka bangun dari duduk (bekas pukulan)
atau batuk urine nya sering keluar sehingga
pakaiannya basah
7. lansia juga mengeluh keluarga sering
memarahi lansia karena bau Pesing
8. Lansia mengatakan anak dan menantunya
sering memperlakukannya secara kasar,
dicaci maki dan terkadang dipukul karena
dianggap tidak berguna dan hanya menjadi
beban keluarga
9. Lansia mengatakan sudah berhari hari tidak
mandi
10. lansia mengatakan sulit melakukan aktivitas
karena banyak luka lebam di tubuh nya

93
11. pihak panti mnegatakan keluarga jarang
membesuk lansia di panti dan belum tau
kapan akan membawa lansia pulang ke
rumah.

C. ANALISA DATA
NO. DATA MASALAH

1. DS: Inkontinensia Urine


• Lansia mengatakan tidak berasa ingin BAK, tiba-
tiba ada urine yang rembes (palpasi vesika
urinaria: distensi (-))
• Lansia mengatakan jika bangkit dari duduk ke
posisi berdiri atau batuk urine sering keluar
sehingga pakaiannya basah
• Lansia sering BAK pada malam hari sehingga
sering dimarahi oleh keluarganya

DO:
.
• Care giver mengatakan air BAK yang dikeluarkan
banyak
• Saat Care giver memberikan tekanan pada intra
abdomen urine pasien menetes keluar.
• Care giver sering membantu lansia mengganti
celana yang disebabkan rembesnya urine

2. DS:
• Lansia mengatakan hanya diberikan makan 1 kali Ketidakseimbangan
sehari dengan lauk pauk telur dan tempe dan nasi
½ porsi setiap hari nutrisi kurang dari
• Lansia juga mengatakan sering mengalami nyeri kebutuhan tubuh
di gusinya yang meyebabkannya nafsu makan
• lansia tidak mampu mengunyah makanan yang 00002
keras, sehingga harus memakan makanan yang
lunak
• Lansia mengatakan sering merasakan tidak enak
pada perutnya.
DO:
• Lansia terlihat pucat dan lemah. Hasil
pemeriksaan TTV : TD : 90/70, S : 37,0, RR : 19
x/mnt, BB/TB : 40kg/160cm.
• Gigi lansia yang sudah tidak lengkap
• Membran mukosa pucat
94
3. Data Subjektif : Deficit perawatan
- Lansia mengatakan anak dan menantunya sering diri
memperlakukannya secara kasar, dicaci maki dan
terkadang dipukul karena dianggap tidak berguna
dan hanya menjadi beban keluarga
- Lansia mengatakan sudah berhari hari tidak
mandi
- lansia mengatakan sulit melakukan aktivitas
karena banyak luka lebam di tubuh nya
- pihak panti mnegatakan keluarga jarang
membesuk lansia di panti dan belum tau kapan
akan membawa lansia pulang kerumah.
DO :
- lansia tampak lusuh , kotor , rambut panjang dan
jambang panjang , dan bau badan
- terlihat banyak luka lebam di tubuh lansia (bekas
pukulan)
4. Data Subjektif : Resiko sindrom
- lansia mengatakan sering disuruh mengemis di paska trauma
jalanan, dan hasil mengemis diambil oleh
anaknya.

95
- lansia juga mengeluh keluarga sering memarahi
lansia karena bau Pesing
- Lansia mengatakan anak dan menantunya sering
memperlakukannya secara kasar, dicaci maki
dan terkadang dipukul karena dianggap tidak
berguna dan hanya menjadi beban keluarga
Data Objektif :
- terlihat banyak luka lebam di tubuh lansia (bekas
pukulan)

D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Inkonentinensia Urine pada lansia laki-laki di PSTW Ciracas.

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh pada lansia di PSTW Ciracas

3. Deficit perawatan diri : mandi pada lansia di PSTW Ciracas

4. Resiko sindrom paska trauma pada lansia di PSTW Ciracas

E. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa
No. Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1. Inkontinensia Urine Setelah dilakukan tindakan NIC: Perawatan
pada lansia laki-laki keperawatan selama 3x24 jam Inkontinensia Urin
di PSTW Ciracas. diharapkan klien dapat (Hal : 362, kode : 0610)
memperbaiki pola berkemih. 1. Identifikasi faktor
Dengan kriteria hasil : penyebab
NOC: Kontinensia inkontinensia pada
Urin(Hal.236, Kode : 0502) pasien

96
1. Mengenali keinginan (misalnya output
berkemih dipertahankan urine, pola berkemih,
pada sangat terganggu di fungsi kognitif,
tingkatkan ke sedikit masalah perkemihan)
terganggu (1-5) 2. Jelaskan penyebab
2. Menjaga pola berkemih terjadinya
yang teratur inkontinensia
dipertahankan pada sangat 3. Monitor eliminasi
terganggu di tingkatkan ke urine, meliputi
sedikit terganggu (1-4) frekuensi,
3. Berkemih pada tempat konsistensi, bau,
yang tepat dipertahankan volume, dan warna
pada sangat terganggu di urine
tingkatkan ke tidak 4. Sediakan popok kain
terganggu (1-5) yang nyaman dan
4. Klien mampu menuju melindungi
toilet diantara waktu ingin 5. Modifikasi
berkemih dipertahankan Pakaian dan
pada sangat terganggu di lingkungan untuk
tingkatkan ke tidak mempermudah akses
terganggu (1-5) toilet
5. Tidak terdapat urine yang 6. Bersihkan kulit
merembes ketika sekitar area genetalia
berkemih dipertahankan seacara teratur
pada sangat terganggu di
tingkatkan ke tidak NIC : Latihan Kandung
terganggu (1-5) Kemih
( Hal : 139, Kode : 0570)
NOC : Eliminasi Urin 1. Pertimbangkan
(Hal.85, kode : 0503) kemampuan untuk
1. Inkontinensia urin mengenali dorongan
dipertahankan pada pengosongan
sangat terganggu di kandung kemih.

97
tingkatkan ke sedikit 2. Bantu pasien
terganggu (1-4) mengidentifikasi pola
2. Mengenali keinginan inkontinensia
berkemih dipertahankan 3. Tetapkan jadwal
pada sangat terganggu di interval berkemih
tingkatkan ke tidak berdasarkan pola
terganggu (1-5) berkemih
3. Mengosongkan kantung 4. Ajarkan secara sadar
kemih sepenuhnya pada pasien menahan
dipertahankan pada urin sampai saat
sangat terganggu di buang hajat yang
tingkatkan ke sedikit dijadwalkan
terganggu (1-4) 5. Tunjukan
kepercayaan bahwa
inkontinensia dapat
ditingkatkan

NIC : Bantuan Perawatan


Diri : Eliminasi
(Hal : 80, Kode : 1804)
1. Pertimbangkan
usiasaat
mempromosikan
aktivitas perawatan
diri
2. Buatlah jadwal
aktivitas terkait
eliminasi
3. Bantu pasien ke toilet
atau tempat lain untuk
eliminasi pada
interval waktu
tertentu

98
4. Beri privasi selama
eliminasi
5. Siram
toilet/bersihkan alat-
alat untuk eliminasi
(kursi toilet, pispot)
monitor integritas kulit
pasien
2. Nutrisi : Tujuan umum: 1. Manajemen nutrisi
Ketidakseimbangan, Setelah dilakukan kunjungan • Menentukan status gizi
kurang dari kebutuhan keluarga diharapkan mampu pasien dan kemampuan
tubuh pada lansia di memenuhi kebutuhan nutrisi. pasien memenuhi
PSTW Ciracas kebutuhan gizi (197)
Tujuan khusus: • Menawarkan makanan
1. Status nutrisi ringan yang padat gizi
• Asupan gizi dipertahankan (197)
pada tingkat banyak • Menentukan apa yang
menyimpang dari rentang menjadi preferensi
normal (2) dan ditingkatkan makanan bagi klien.
ke tingkat sedikit (197)
menyimpang (4) (551) • Memberikan pilihan
• Asupan makanan makanan sambil
dipertahankan pada tingkat menawarkan bimbingan
banyak menyimpang dari terhadap pilihan
rentang normal (2) dan makanan yang lebih
ditingkatkan ke tingkat sehat, jika diperlukan
sedikit menyimpang (4) (197)
(551)
• Rasio berat badan/ Tinggi 2. Manajemen gangguan
badan dipertahankan pada makan
tingkat banyak menyimpang • Batasi aktivitas fisik
dari rentang normal (2) ke sesuai kebutuhan untuk
tingkat sedikit menyimpang meningkatkan berat
(4) (551) badan. (179)
99
• Memonitor berat badan
2. Tingkat Nyeri klien secara rutin. (179)
• Kehilangan nafsu makan • Mengajarkan dan
dipertahankan pada tingkat mendukung konsep
cukup berat (2) dan nutrisi yang baik dengan
ditingkatkan ke ringan (4) klien (179)
(577) • Memonitor asupan
• Intoleransi makanan kalori makanan harian
dipertahankan pada tingkat (179)
sedang (3) dan ditingkatkan • Bangun harapan terkait
ke ringan (4) (577) dengan perilaku makan
• Nyeri yang dilaporkan yang baik,intake/asupan
dipertahankan pada tingkat makanan/cairan dan
cukup berat (2) dan jumlah aktivitas fisik.
ditingkatkan ke ringan (4) (179)
(577)
3. Bantuan peningkatan
3. Nafsu makan Berat Badan
• Keinginan untuk makan • Monitor asupan kalori
dipertahankan pada tingkat setiap hari. (78)
cukup terganggu (3) dan • Membantu klien untuk
ditingkatkan ke sedikit makan atau disuapi
terganggu (4) (319) makan. (78)
• Intake makanan • Mendiskusikan denagn
dipertahankan pada tingkat klien dan keluarga
banyak terganggu (2) dan mengenai prsepsi atau
ditingkatkan ke tingkat factor penghambat
sedikit terganggu (4) (320) kemampuan atau
Merasakan makanan keinginan untuk makan.
dipertahankan pada tingkat (78)
banyak terganggu (2) dan Mengajarkan pasien dan
ditingkatkan ke tingkat cukup keluarga bagaimana cara
terganggu (3) (319)

100
membeli makanan murah
tetapi bergizi tinggi.(78)
3. Defisit perawatan diri: Setelah dilakukan tindakan 1. Perawatan Rambut
mandi pada lansia di keperawatan selama 3x24 jam dan Kulit Kepala (385)
PSTW Ciracas diharapkan klien dapat • Monitor kondisi
melakukan perawatan diri dengan rambut dan kulit
kriteria hasil: kepala, termasuk
1. Perawatan Diri: Mandi kelainan-kelainannya.
(441) • Siapkan peralatan
• Mandi dengan bersiram untuk membersihkan
mempertahankan pada rambut.
sangat terganggu, • Bantu pasien berada
ditingkatkan ke sedikit pada posisi yang
terganggu (1-4) nyaman.
• Mencuci wajah • Cuci dan kondisikan
mempertahankan pada rambut, memijatkan
banyak terganggu, sampo dan
ditingkatkan ke tidak kondisioner ke kulit
terganggu (2-5) kepala dan rambut.
• Mencuci badan bagian • Atur janji dengan
atas mempertahankan tukang cukur atau
pada sangat terganggu, penata rambut untuk
ditingkatkan ke sedikit memotong rambut.
terganggu (1-4) • Siapkan perlengkapan
• Mencuci badan bagian mencukur yang aman.
bawah mempertahankan
pada sangat terganggu, 2. Perawatan Kuku (370)
ditingkatkan ke sedikit • Monitor atau bantu
terganggu (1-4) membersihkan kuku
• Membersihkan area sesuai dengan
perineum kemampuan perawatan
mempertahankan pada diri individu.
banyak tergangu,

101
ditingkatkan pada sedikit • Rendam kuku dalam
terganggu (2-4) air hangat, bersihkan
bagian bawah kuku
2. Perawatan Diri: dengan orange stik dan
Kebersihan (438) dorong kutikula
• Mempertahankan dengan gunting
kebersihan mulut kutikula.
dipertahankan pada • Monitor perubahan
sangat terganggu, kuku.
ditingkatkan ke sedikit
terganggu (1-4) 3. Pemeliharaan
• Mengeramas rambut Kesehatan Mulut (264)
mempertahankan pada • Monitor gigi meliputi
sangat terganggu, warna, kebersihan dan
ditingkatkan ke sedikit ada tidaknya debris.
terganggu (1-4) • Intruksikan dan bantu
• Menyisir rambut pasien untuk
mempertahankan pada membersihkan mulut
banyak terganggu, setelah makan dan
ditingkatkan ke sedikit sesering mungkin,
terganggu (2-4) sesuai dengan
• Mencukur rambut kebutuhan.
mempertahankan pada • Susun jadwal
sangat terganggu, pemeriksaan gigi
ditingkatkan ke sedikit sesuai dengan
terganggu (1-4) kebutuhan.
• Mempertahankan
penampilan yang rapi 4. Bantuan Perawatan
dipertahankan pada Diri: Mandi/Kebersihan
banyak terganggu, (82)
ditingkatkan ke sedikit • Tentukan jumlah dan
terganggu (2-4) tipe terkait dengan
• Mempertahankan
kebersihan diri
102
mempertahankan pada bantuan yang
sangat terganggu, diperlukan.
ditingkatkan ke sedikit • Meletakkan handuk,
terganggu (1-4) sabun, deodorant, alat
bercukur, dan asesoris
lain yang diperlukan di
kamar mandi.
• Fasilitasi pasien untuk
menggosok gigi
dengan tepat.
• Fasilitasi pasien untuk
mandi sendiri dengan
tepat.
• Memonitor integritas
kulit klien.
• Berikan bantuan
sampai pasien benar-
benar mampu merawat
diri secara mandiri.
4. Resiko sindrom paska Setelah dilakukan tindakan Konseling
trauma pada lansia di keperawatan, selama 3x24 jam, (Hal : 128, Kode : 5240)
PSTW Ciracas diharapkan : 1. bangun hubungan
NOC : Pemulihan Terhadap terapeutik yang
Kekerasan didasarkan pada (rasa)
(Hal: 341, Kode : 2514) saling percaya dan saling
1. Penyembuhan trauma menghormati
psikologis 2. tunjukkan empati,
2. Penyembuhan trauma fisik kehangatan dan
3. Harga diri ketululsan
4. Perasaan mampu 3. sediakan privasi dan
memberdayakan diri berikan jaminan
5. Hubungan interpersonal yang kerahasiaan
positif 4. gunakan teknik refleksi
dan klarifikasi untuk
103
memfasilitasi ekspresi
yang menjadi perhatian
5. dukung ekspresi perasaan
(klien)
6. dukung keterampilan
baru

Intervensi Krisis
(Hal : 121, Kode 6610)
1. sediakan atmosfer
dukungan
2. berikan keamanan
3. dukung ekspresi perasaan
dengan cara tidak
merusak
4. bantu dalam
mengembangkan koping
baru dan kemampuan
menyelesaikan masalah
5. bantu mengidentifikasi
kekuatan pribadi dan
kemampuan yang dapat
digunakan untuk
menyelesaikan masalah
6. bantu klien untuk
memutuskan tindakan
tindakan tertentu
evaluasi bersama klien
apakah krisis telah
diselesaikan melalui rencana
tindakan yang dipilih

104
105
BAB III

PENUTUP

III. 1 Simpulan
Berdasarkan pembahasan di atas penulis menyimpulkan bahwa Kekerasan
terhadap orang lansia bisa terjadi dalam bentuk fisik, verbal, diabaikan secara emosional
(psikologis), dan juga dimanfaatkan. Banyak korban adalah mereka yang sudah rapuh dan
hidup mereka tergantung pada orang lain untuk memenuhi kebutuhan mereka

Pelecehan terhadap orang lansia juga bisa dalam bentuk eksploitasi


keuangan dalam pengertian menggunakan sumber daya dari orangtua (biasanya dilakukan
oleh pasangan dewasa yang tidak mempunyai pekerjaan dan hanya bisa meminta dari
orangtua).

Perlu kita ketahui, kebanyakan korban mengalami lebih dari satu jenis perlakuan
kekerasan. Beberapa korban mengalami rasa malu, takut, malu, kecemasan, kebingungan,
penarikan, dan depresi. Mereka menutup diri dan sulit untuk berinteraksi dengan orang
lain.

III. 2 Saran
Makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kami mengharapkan
kritik dan saran dari dosen pembimbing dan teman-teman sesama mahasiswa. Dan lebih
memperhatikan masalah-masalah dalam keluarga.

106
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. 2008. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta. EGC

Hadisuyatmana, Ruli. 2016. Poverty and Lack of Knowledge Cause Negligence of Female Elders
Living in Extended Families. Jurnal Ners: Vol. 11 No. 2.
Kristen L. Mauk. 2013. Gerontological Nursing Competencies For Care. Jones & Bartlett
Learning

Madina, Noto. 2016. Salah Perlakuan terhadap Orang Tua: Faktor Risiko dan Tatalaksana. Jurnal
Penyakit Dalam Indonesia: Vol. 3, No.1.
Mardiyah, Lailatul. 2018 Kekerasan pada Lansia dalam Keluarga di Wilayah Binaan Puskesmas
Padang Bulan Kecamatan Medan Baru. Universitas Sumatera Utara.
Mauk, K, L. (2013). Gerontological nursing competencies for care, 3rd edition. USA: Jones &
Bartlett.
Miller, A Carol. 2012. Nursing for Wellness in older Adults. 6th ed. Wolters Kluwer : Lippicott

Williams & Wikins


KEPERAWATAN GERONTIK

KASUS 4

Di susun guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Gerontik


Dosen Pengampu : Ns. Ritanti, S.Kep, M.Kep, Sp. Kom
Disusun oleh :

Norma Amalia 1710711057


Dila Sari Putri 1710711071
Lilis Mulyani 1710711073
Aldin Aditya Fareza 1710711075
Tiara fadjriyaty 1710711081
Mutiara Tobing 1710711085

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAKARTA
2019
Prevalensi Demensia Alzheimer

Alzheimer (pikun) merupakan penyakit degenerative dimana terjadinya penurunan fungsi


otak yang mempengaruhi emosi, daya ingat, pengambilan keputusan, perilaku dan fungsi otak
lainnya hingga mengganggu aktivitas sehari-hari.

Menurut World Health Organization (WHO), pada tahun 2010 terdapat 35,6 juta orang di
dunia yang menderita demensia. Terdapat 9 negara dengan angka kejadian demensia terbanyak di
dunia pada tahun 2010 adalah Cina (5,4 juta orang), Amerika Serikat (3,9 juta orang), India (3,7
juta orang), Jepang (2,5 juta orang), Jerman (1,5 juta orang), Rusia (1,2 juta orang), Perancis (1,1
juta orang), Italia (1,1 juta orang), dan Brasil (1 juta orang). Diperkirakan meningkat menjadi 65,7
juta pada tahun 2030 dan 115,4 juta pada tahun 2050. (WHO, 2012)

Peningkatan angka kejadian demensia terjadi seiring bertambahnya usia. Prevalensi


demensia meningkat dua kali setiap pertambahan usia 5 tahun setelah melewati usia 60 tahun.
Terdapat 7,2% populasi lanjut usia yang berusia 60 tahun ke atas pada tahun 2010 di Indonesia.
Belum ada data yang pasti tentang prevalensi demensia di Indonesia (Kemenkes RI, 2010)
DI Yogyakarta merupakan provinsi dengan persentase jumlah lanjut usia terbanyak di
Indonesia. Persentase lanjut usia Indonesia 15 tahun lagi terlihat di DI Yogyakarta sekarang.
Angka prevalensi demensia dari survei demensia di DI Yogyakarta menunjukan nilai yang lebih
tinggi dibandingkan dengan angka prevalensi pada tingkat internasional.
Prevalensi demensia lanjut usia umur 60 tahun atau lebih di DI Yogyakarta mencapai
20.1%. Semakin meningkatnya umur maka tingkat prevalensi demensia juga meningkat.
Perempuan memiliki angka prevalensi demensia lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki karena
pengaruh dari hormon estrogen dan usia perempuan lebih panjang dibandingan dengan laki-laki.
Dari sisi tempat tinggal, lanjut usia yang tinggal di perkotaan lebih rendah prevalensi demensianya
dibandingkan dengan yang tinggal di perdesaan. Hal ini terjadi karena faktor pendidikan dan
aktivitas yang menstimuli penggunaan otak lebih banyak di perkotaan dibandingkan dengan di
perdesaan.
KONSEP ALZHEIMER/DEMENTIA

1. Definisi Penyakit Alzheimer


Alzheimer merupakan penyakit kronik, progresif, dan merupakan gangguan
degeneratif otak dan diketahui mempengaruhi memori, kognitif dan kemampuan untuk
merawat diri (Suddart, & Brunner, 2002).

Alzheimer merupakan penyakit degeneratif yang ditandai dengan penurunan daya


ingat, intelektual, dan kepribadian. Tidak dapat disembuhkan, pengobatan ditujukan untuk
menghentikan progresivitas penyakit dan meningkatkan kemandirian penderita. (Dr. Sofi
Kumala Dewi, dkk, 2008 )

Alzheimer adalah penyakit yang merusak dan menimbulkan kelumpuhan, yang


terutama menyerang orang berusia 65 tahun keatas (patofiologi : konsep klinis proses- proses
penyakit, juga merupakan penyakit dengan gangguan degeneratif yang mengenai sel-sel otak
dan menyebabkan gangguan fungsi intelektual, penyakit ini timbul pada pria dan wanita dan
menurut dokumen terjadi pada orang tertentu pada usia 40 tahun.

Alzheimer merupakan penyakit degenerasi neuron kolinergik yang merusak dan


menimbulkan kelumpuhan, yang terutama menyerang orang berusia 65 tahun ke atas.
Penyakit Alzheimer ditandai dengan hilangnya ingatan dan fungsi kognitif secara progresif.

2. EtioLogi Penyakit Alzheimer


Penyebab yang pasti belum diketahui. Beberapa alternative penyebab yang telah
dihipotesa adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi flament, predisposisi
heriditer. Dasar kelainan patologi penyakit Alzheimer terdiri dari degerasi neuronal, kematian
daerah spesifik jaringan otak yang mengakibatkan gangguan fungsi kongnitif dengan
penurunan daya ingat secara progresif. Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam
amino dapat berperan dalam kematian selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut
mengalami degenerasi yang diakibatkan oleh adanya peningkatan calcium intraseluler,
kegagalan metabolism energy, adanya formasi radikal bebas atau terdapat produksi protein
abnormal yang non spesifik.

Penyebab degenerasi neuron kolinergik pada penyakit Alzheimer tidak diketahui.


Sampai sekarang belum satupun penyebab penyakit ini diketahui, tetapi ada tiga faktor utama
mengenai penyebabnya, yaitu:

a. Virus lambat
Merupakan teori yang paling populer (meskipun belum terbukti) adalah yang
berkaitan dengan virus lambat. Virus-virus ini mempunyai masa inkubasi 2-30 tahun
sehingga transmisinya sulit dibuktikan. Beberapa jenis tertentu dari ensefalopati viral
ditandai oleh perubahan patologis yang menyerupai plak senilis pada penyakit alzheimer.

b. Proses autoimun
Teori autoimun berdasarkan pada adanya peningkatan kadar antibodi-antibodi
reaktif terhadap otak pada penderita penyakit alzheimer. Ada dua tipe amigaloid (suatu
kempleks protein dengan ciri seperti pati yang diproduksi dan dideposit pada keadaan-
keadaan patologis tertentu), yang satu kompos isinya terdiri atas rantai-rantai IgG dan
lainnya tidak diketahui. Teori ini menyatakab bahwa kompleks antigen-antibodi
dikatabolisir oleh fagosit dan fragmen-fragmen imunoglobulin dihancurkan didalam
lisosom, sehingga terbentuk deposit amigaliod ekstraseluler.
c. Keracunan aluminium
Teori keracunan aluminium menyatakan bahwa karena aluminium bersifat
neurotoksik, maka dapat menyebabkan perubahan neurofibrilar pada otak. Deposit
aluminium telah diidentifikasi pada beberapa klien dengan penyakit alzheimer, tetapi
beberapa perubahan patologis yang meyerupai penyakit ini berbeda dengan yang terlihat
pada keracunan aluminium. Kebanyakan penyelidik menyakini dengan alasan utama
aluminium merupakan logam yang terbanyak dalam kerak bumi dan sistem pencernaan
manusia tidak dapat mencernanya.

Predisposisi genetik juga ikut berperan dalam perkembangan penyakit alzheimer.


Diperkirakan 10-30% klien alzheimer mengalami tipe yang diwariskan dan dinyatakan
sebagai penyakit alzheimer familiar(FAD).

Dipihak lain, benzodiazepin dibuktikan mengganggu fungsi kognitif selain


memiliki efek anti-ansietas, mungkin melalui reseptor GABA yang menghambat pelepas
muatan neuron-neuron kolinergik di nukleus basalis. Terdapat bukti-bukti awal bahwa obat
yang menghambat reseptor GABA memperbaiki ingatan.

3. Faktor Resiko Alzheimer


a. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi:
1) Usia
Alzheimer lebih banyak terjadi pada orang lanjut usia, resikonya semakin
meningkat seiring dengan semakin bertambahnya usia anda.

2) Riwayat keluarga
3) Faktor genetic
Adanya gen APOE (apoliporprotein E) meningkatkan resiko terkena
Alzheimer 3-8 kali lebih daripada orang yang tidak mempunya gen ini.

4) Jenis kelamin
Wanita mempunyai resiko yang lebih tinggi daripada pria.

b. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi:


1) Gangguan pembuluh darah
Berbagai penyakit yang menyebabkan gangguan pada pembuluh darah seperti
diabetes, tekanan darah tinggi, aterosklerosis dapat meningkatkan resiko Alzheimer.
Gangguan pada pembuluh darah dapat menyebabkan terjadinya stroke yang
merupakan salah satu yang dapat menyebabkan terjadinya demensia.

2) Riwayat cedera kepala


Cedera kepala dapat meningkatkan resiko terjadinya Alzheimer.

3) Gangguan tidur
Berbagai penyakit dan hal yang menyebabkan gangguan tidur dapat
meningkatkan resiko terjadinya Alzheimer, misalnya sindrom tidur apnea.

4) Faktor hormonal
Terapi sulih hormon estrogen juga dapat meningkatkan resiko terjadinya
Alzheimer.

4. Patofisiologi Penyakit Alzheimer


Terdapat beberapa perubahan khas biokimia dan neuropatologi yang dijumpai pada
penyakit Alzheimer, antara lain: serabut neuron yang kusut (masa kusut neuron yang tidak
berfungsi) dan plak seni atau neuritis (deposit protein beta-amiloid, bagian dari suatu protein
besar, protein prukesor amiloid (APP). Kerusakan neuron tersebut terjadi secara primer pada
korteks serebri dan mengakibatkan rusaknya ukuran otak.

Secara maskroskopik, perubahan otak pada Alzheimer melibatkan kerusakan berat


neuron korteks dan hippocampus, serta penimbunan amiloid dalam pembuluh darah
intracranial. Secara mikroskopik, terdapat perubahan morfologik (structural) dan biokimia
pada neuron – neuron. Perubahan morfologis terdiri dari 2 ciri khas lesi yang pada akhirnya
berkembang menjadi degenarasi soma dan atau akson dan atau dendrit. Satu tanda lesi pada
AD adalah kekusutan neurofibrilaris yaitu struktur intraselular yang berisi serat kusut dan
sebagian besar terdiri dari protein “tau”.

Dalam SSP, protein tau sebagian besar sebagai penghambat pembentuk structural yang
terikat dan menstabilkan mikrotubulus dan merupakan komponen penting dari sitokleton sel
neuron. Pada neuron AD terjadi fosforilasi abnormal dari protein tau, secara kimia
menyebabkan perubahan pada tau sehingga tidak dapat terikat pada mikrotubulus secara
bersama – sama. Tau yang abnormal terpuntir masuk ke filament heliks ganda yang
sekelilingnya masing – masing terluka. Dengan kolapsnya system transport internal, hubungan
interseluler adalah yang pertama kali tidak berfungsi dan akhirnya diikuti kematian
sel. Pembentukan neuron yang kusut dan berkembangnya neuron yang rusak menyebabkan
Alzheimer.

Lesi khas lain adalah plak senilis, terutama terdiri dari beta amiloid (A-beta) yang
terbentuk dalam cairan jaringan di sekeliling neuron bukan dalam sel neuronal. A-beta adalah
fragmen protein prekusor amiloid (APP) yang pada keadaan normal melekat pada membrane
neuronal yang berperan dalam pertumbuhan dan pertahanan neuron. APP terbagi menjadi
fragmen – fragmen oleh protease, salah satunya A-beta, fragmen lengket yang berkembang
menjadi gumpalan yang bisa larut. Gumpalan tersebut akhirnya bercampur dengan sel – sel
glia yang akhirnya membentuk fibril – fibril plak yang membeku, padat, matang, tidak dapat
larut, dan diyakini beracun bagi neuron yang utuh. Kemungkinan lain adalah A-beta
menghasilkan radikal bebas sehingga mengganggu hubungan intraseluler dan menurunkan
respon pembuluh darah sehingga mengakibatkan makin rentannya neuron terhadap stressor.
Selain karena lesi, perubahan biokimia dalam SSP juga berpengaruh pada AD. Secara
neurokimia kelainan pada otak.

5. Manifestasi Klinis Penyakit Alzheimer


Gejala Alzheimer Berdasarkan National Alzheimer ‘s Association (2003), dibagi
menjadi 3 tahap, yaitu:

a. Gejala Ringan (lama penyakit 1-3 tahun)


1) Lebih sering binggung dan melupakan informasi yang baru dipelajari.
2) Diorintasi : tersesat di daerah sekitar yang dikenalnya dengan baik.
3) Bermasalah dalam melaksanakan tugas rutin.
4) Mengalami perubahan dalam kepribadian dan penilaian misalnya mudah
tersinggung,mudah menuduh ada yang mengambil barangnya bahkan menuduh
pasangannya tidak setia lagi/selingkuh.
b. Gejala sedang (lama penyakit 3-10 tahun)
1) Kesulitan dalam mengerjakan aktifitas hidup sehari –hari seperti makan dan mandi.
2) Perubahan tingkah laku misalnya : sedih dan emosi.
3) Mengalami gangguan tidur.
4) Keluyuran.
5) Kesulitan mengenali keluarga dan teman(pertama-tama yang akan sulit untuk dikenali
adalah orang-orang yang paling jarang ditemuinya, mulai dari nama, hingga tidak
mengenali wajah sama sekali. Kemudian bertahap kepada orang-orang yang cukup
jarang ditemui).
c. Gejala berat (lama penyakit 8-12 tahun)
1) Sulit / kehilangan kemampuan berbicara
2) Kehilangan napsu makan, menurunya berat badan.
3) Sangat tergantung pada caregiver/pengasuh.
4) Perubahan perilaku misalnya : Mudah curiga, depresi, apatis atau mudah mengamuk
Gejala klinis dapat terlihat sebagai berikut :

a. Kehilangan daya ingat/memori, terutama memori jangka pendek.


Pada orang tua normal, dia tidak ingat nama tetangganya, tetapi dia tahu orang itu
adalah tetangganya. Pada penderita Alzheimer, dia bukan saja lupa nama tetangganya
tetapi juga lupa bahwa orang itu adalah tetangganya.

b. Kesulitan melakukan aktivitas rutin yang biasa.


Seperti tidak tahu bagaimana cara membuka baju atau tidak tahu urutan-urutan
menyiapkan makanan.

c. Kesulitan berbahasa.
Umumnya pada usia lanjut didapat kesulitan untuk menemukan kata yang tepat,
tetapi penderita Alzheimer lupa akan kata-kata yang sederhana atau menggantikan suatu
kata dengan kata yang tidak biasa.

d. Disorientasi waktu dan tempat


Kita terkadang lupa kemana kita akan pergi atau hari apa saat ini, tetapi penderita
Alzheimer dapat tersesat pada tempat yang sudah familiar untuknya, lupa di mana dia saat
ini, tidak tahu bagaimana cara dia sampai di tempat ini, termasuk juga apakah saat ini
malam atau siang.

e. Penurunan dalam memutuskan sesuatu atau fungsi eksekutif


Misalnya tidak dapat memutuskan menggunakan baju hangat untuk cuaca dingin
atau sebaliknya.

f. Salah menempatkan barang


Seseorang secara temporer dapat salah menempatkan dompet atau kunci. Penderita
Alzheimer dapat meletakkan sesuatu pada tempat yang tidak biasa, misal jam tangan pada
kotak gula.

g. Perubahan tingkah laku.


Seseorang dapat menjadi sedih atau senang dari waktu ke waktu. Penderita
Alzheimer dapat berubah mood atau emosi secara tidak biasa tanpa alasan yang dapat
diterima.

h. Perubahan perilaku
Penderita Alzheimer akan terlihat berbeda dari biasanya, ia akan menjadi mudah
curiga, mudah tersinggung, depresi, apatis atau mudah mengamuk, terutama saat problem
memori menyebabkan dia kesulitan melakukan sesuatu.

i. Kehilangan inisiatif
Duduk di depan TV berjam-jam, tidur lebih lama dari biasanya atau tidak
menunjukan minat pada hobi yang selama ini ditekuninya.

6. Komplikasi
Kehilangan memori , gangguan penilaian dan perubahan kognitif lain dapat disebabkan
oleh Alzheimer .Seseorang dengan penyakit Alzheimer mungkin tidak dapat berkomunikasi.

Penyakit Alzheimer dapat berkembang menjadi tahap akhir , perubahan otak mulai
mempengaruhi fungsi fisik, seperti menelan , keseimbangan, dan kontrol usus dan kandung
kemih . Efek ini dapat meningkatkan kerentanan terhadap masalah kesehatan tambahan
seperti :

a. Pneumonia dan infeksi lainnya.


Kesulitan menelan dapat menyebabkan orang dengan penyakit Alzheimer untuk
menghirup (aspirasi) makanan atau cairan ke saluran udara dan paru-paru mereka, yang
dapat menyebabkan pneumonia. Ketidakmampuan untuk mengontrol pengosongan
kandung kemih (urinary incontinence) mungkin memerlukan penempatan tabung untuk
mengeringkan dan mengumpulkan urin (kateter urin). Memiliki kateter meningkatkan
risiko infeksi saluran kemih, yang dapat menyebabkan lebih serius, infeksi yang
mengancam jiwa.

b. Cedera karena jatuh.


Orang dengan Alzheimer menjadi semakin rentan untuk jatuh. Terjun dapat
menyebabkan patah tulang. Selain itu, jatuh adalah penyebab umum dari cedera kepala
serius.

7. Pemeriksaan Penunjang Penyakit Alzheimer


a. Neuropatologi
Diagnosa definitive tidak dapat ditegakkan tanpa adanya konfirmasi neuropatologi.
Secara umum didapatkan atropi yang bilateral, simetris sering kali berat otaknya berkisar
1000 gr (850-1250gr).Beverapa penelitian mengungkapkan atropi lebih menonjol pada
lobus temporoparietal, anterior frontal sedangkan korteks oksipital, korteks motorik
primer, system somatosensorik tetap utuh (jerins 1937) kelainan-kelainan neuropatologi
pada penyakit Alzheimer terdiri dari :

1) Neurofibrillary tangles (NFT)


Merupakan sitoplasma neuronal yang terbentuk dari filament-filamen abnormal
yang berisi protein neurofilamen, hipokampus, amigdala, substansia alba, lokus
seruleus, dorsal raphe dari inti batang otak. NFT selain didapatkan pada penyakit
Alzheimer, juga ditemukan pada otak manula,down sindromeparkinson, SSPE,
sindroma ekstrapiramidal, supranuklear palsy. Densitas NFT berkolerasi dengan
beratnya demensia.

2) Senile plague (SP)


Merupakan struktur kompleks yang terjadi akibat degenerasi nerve ending yang
berisi filament-filamen abnormal, serat amiloid ekstraseluler, astrosit, microglia.
Amloid prekusor protein yang terdapat pada neokorteks, amygdale, hipokampus,
korteks somatosensorik, korteks piriformis, dan sedikit didapatkan pada korteks
motorik primer, korteks somatosensorik, korteks visual dan auditorik. Senile plague ini
juga terdapat pada jaringan perifer. Perry (1987) mengatakan densitas senile plague
berhubungan dengan penurunan kolinergi. Kedua gambaran histopatologi (NFT dan
senile plague) merupakan gambaran karakteristik untuk penderita penyakit Alzheimer.

3) Degenerasi neuron
Pada pemeriksaan mikroskopik perubahan dan kematian neuron pada penyakit
Alzheimer sangat selektif. Kematian neuron pada neokorteks terutama didapatkan pada
neuron pyramidal lobus temporal dan frontalis. Juga ditemukan pada hipokampus,
amigdala, nucleus batang otak termasuk lokus seruleus, raphe nucleus dan substanasia
nigra. Kematian sel noradrenergic terutama pada nucleus basalis dari meynert, dan sel
noradrenergic terutama pada lokus seruleus serta sel serotogenik pada pertumbuhan
saraf pada neuron kolinergik yang berdegenerasi pada lesi eksperimen binatang dan ini
merupakan harapan dalam pengobatan penyakit Alzheimer.

4) Perubahan vakuoler
Merupakan suatu neuronal sitoplasma yang berbentuk oval dan dapat
menggeser nucleus. Jumlah vakuoler ini berhubungan secara bermakna dengan jumlah
NFT dan SP, perubahan ini sering didapatkan pada korteks temporomedial, amygdale
dan insula. Tidak pernah ditemukan pada korteks frontalis, parietal, oksipital,
hipokampus, serebelum dan batang otak.

5) Lewy body
Merupakan bagian sitoplasma intraneuronal yang banyak terdapat pada
anterhinal, gyrus cingulated, korteks insula, dan amydala. Sejumlah kecil pada korteks
frontalis, temporal, parietalis, oksipitalis. Lewy body kortikal ini sama dengan
immunoreaktivitas yang terjadi pada lewy body batang otak pada gambaran
histopatologi penyakit Parkinson. Hansen et al menyatakan lewy body merupakan
variasi dari penyakit Alzheimer.

b. Pemeriksaan neuropsikologis
Penyakit Alzheimer selalu menimbulkan gejala demensia. Fungsi pemeriksaan
neuropsikologik ini untuk menentukan ada atau tidak adanya gangguan fungis konginitif
umum dan mengetahui secara rinci pola deficit yang terjadi. Test psikologis ini juga
bertujuan untuk menilai fungsi yang ditampilkan oleh beberapa bagian otak yang berbeda-
beda seperti gangguan memori, kehilangan ekspresi, kalkulasi, perhatian dan pengertian
berbahasa.

Evaluasi neuropsikologis yang sistematik mempunyai fungsi diagnostic yang


penting karena :

1) Adanya deficit konginitif yang berhubungan dengan demensia awal yang dapat
diketahui bila terjadi perubahan ringan yang terjadi akibat penuaan yang normal.
2) Pemeriksaan neuropsikologi secara kompherensif memungkinkan untuk membedakan
kelainan kongnitif pada global demensia dengan defisit selektif yang diakibatkan oleh
disfungsi fokal, faktor metabolic, dan gangguan psikiatrik.
3) Mengidentifikasi gambaran kelainan neuropsikologik yang diakibatkan oleh demensia
karena berbagai penyebab. (CERALD) menyajikan suatu prosedur penilaian
neuropsikologis denagn mempergunakan alat baterai yang bermanifestasi gangguan
fungsi kongnitif, dimana pemeriksaan terdiri dari :
• Verbal fluency animal category.
• Modifikasi boston naming test.
• Mini mental state.
• Word list recall.
• Construction praxis.
• Word list memory.
• Word list recognition.
Test ini memakan waktu 30-40 menit dan <20-30 menit pada control.

c. CT Scan dan MRI


Merupakan metode non invasif yang berevolusi tinggi untuk melihat kwantifikasi
perubahan volume jaringan otak pada penderita Alzheimer antemortem. Pemeriksaan ini
berperan dalam menyingkirkan kemungkinan adanya penyebab demensia lainnya selain
Alzheimer seperti multiinfark dan tumor serebri. Atropi kortikal menyeluruh dan
pembesaran vertikel keduannya merupakan gambaran marker dominan yang sangat
spesifik pada penyakit ini. Tetapi gambaran ini juga didapatkan pada demensia lainnya
seperti multiinfark, Parkinson, binswanger sehingga kita sukar untuk membedakan denagn
penyakit Alzheimer. Penipisan substansia alba serebri dan pembesaran vertikel berkorelasi
dengan beratnya gejala klinik dan hasil pemeriksaan status mini mental. Pada MRI
ditemukan peningkatan intensitas pada daerah kortikal dan periventrikuler (capping
anterior home pada ventrikel lateral). Capping ini merupakan predileksi untuk demensia
awal. Selain didapatkan kelainan dikortikal, gambaran atropi juga terlihat pada daerah
subkortikal seperti adanya atropi hipokampus, amigdala, serta pembesaran sisterna basalis
dan fissure sylvii. Seab et al, menyatakan MRI lebih sensitive untuk membedakan
demensia dari penyakit Alzheimer dengan penyebab lain, dengan memperhatikan usuran
(atropi) dari hipokampus.

d. EEG
Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang suklinis. Sedang pada
penyakit Alzheimer didapatkan perubahan gelombang lambat pada lobus frontalis yang
non spesifik.

e. PET (Positron Emission Tomography)


Pada penderita Alzheimer, hasil PET ditemukan penurunan aliran darah,
metabolisme 02, dan glukosa didaerah serebral. Up take I.123 sangat menurun pada
regional parietal, hasil ini sangat berkorelasi dengan kelainan fungsi kognisi dan selalu dan
sesuai dengan hasil observasi penelitian neuropatologi.

f. SPECT (Single Photon Emission Computet Tomography)


Aktivitas I.123 terendah pada refio parieral penderita Alzheimer. Kelainan ini
berkorelasi dengan tingkat kerusakan fungsional dan defisit kogitif. Kedua pemeriksaan ini
(SPECT dan PET) tidak digunakan secara rutin.

g. Laboratorium darah
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik pada penderita Alzheimer.
Pemeriksaan laboratorium ini hanya untuk menyingkirkan penyebab penyakit demensia
lainnya seperti pemeriksaan darah rutin, B12, Calcium, Posfort, BSE, fungsi renal dan
hepar, tiroid, asam folat, serologi sifilis, screening antibody yang dilakukan secara selektif.

8. Pencegahan Penyakit Alzheimer


Para ilmuwan berhasil mendeteksi beberapa faktor resiko penyebab Alzheimer, yaitu:
usia lebih dari 65 tahun, faktor keturunan, lingkungan yang terkontaminasi dengan logam
berat, rokok, pestisida, gelombang elektromagnetic, riwayat trauma kepala yang berat dan
penggunaan terapi sulih hormon pada wanita. Dengan mengetahui faktor resiko di atas dan
hasil penelitian yang lain, dianjurkan beberapa cara untuk mencegah penyakit Alzheimer, di
antaranya yaitu :

a. Bergaya hidup sehat, misalnya dengan rutin berolahraga, tidak merokok maupun
mengkonsumsi alkohol.
b. Mengkonsumsi sayur dan buah segar. Hal ini penting karena sayur dan buah segar
mengandung antioksidan yang berfungsi untuk mengikat radikal bebas. Radikal bebas ini
yang merusak sel-sel tubuh.
c. Menjaga kebugaran mental (mental fitness). Istilah ini mungkin masih jarang terdengar.
Cara menjaga kebugaran mental adalah dengan tetap aktif membaca dan memperkaya diri
dengan berbagai pengetahuan.
9. Penatalaksanaan Medis Penyakit Alzheimer
Pengobatan penyakit Alzheimer masih sangat terbatas oleh karena penyebab dan
patofisiologis masih belum jelas. Pengobatan simptomatik dan suportif seakan hanya
memberikan rasa puas pada penderita dan keluarga. Pemberian obat stimulan, vitamin B, C,
dan E belum mempunyai efek yang menguntungkan.
a. Inhibitor kolinesterase
Beberapa tahun terakhir ini, banyak peneliti menggunakan inhibitor untuk
pengobatan simptomatik penyakit Alzheimer, dimana penderita Alzheimer didapatkan
penurunan kadar asetilkolin. Untuk mencegah penurunan kadar asetilkolin dapat
digunakan anti kolinesterase yang bekerja secara sentral seperti fisostigmin, THA
(tetrahydroaminoacridine). Pemberian obat ini dikatakan dapat memperbaiki memori dan
apraksia selama pemberian berlangsung. Beberapa peneliti mengatakan bahwa obat-obatan
anti kolinergik akan memperburuk penampilan intelektual pada organ normal dan
penderita Alzheimer.
b. Thiamin
Penelitian telah membuktikan bahwa pada penderita Alzheimer didapatkan
penurunan thiamin pyrophosphatase dependent enzyme yaitu 2 ketoglutarate (75%) dan
transketolase (45%), hal ini disebabkan kerusakan neuronal pada nucleus basalis.
Pemberian thiamin hidrochloryda dengan dosis 3gr/hari selama tiga bulan peroral,
menunjukan perbaikan bermakna terhadap fungsi kognisi dibandingkan placebo selama
periode yang sama.
c. Nootropik
Nootropik merupakan obat psikotropik, telah dibuktikan dapat memperbaiki fungsi
kognisi dan proses belajar pada percobaan binatang. Tetapi pemberian 4000mg pada
penderita Alzheimer tidak menunjukan perbaikan klinis yang bermakna.
d. Klonidin
Gangguan fungsi intelektual pada penderita Alzheimer dapat disebabkan kerusakan
noradrenergik kortikal. Pemberian klonidin (catapres) yang merupakan noradrenergik
alpha 2 reseptor agonis dengan dosis maksimal 1,2 mg peroral selama 4 mgg, didapatkan
hasil yang kurang memuaskan untuk memperbaiki fungsi kognitif.
e. Haloperiodol
Pada penderita Alzheimer, sering kali terjadi gangguan psikosis (delusi, halusinasi)
dan tingkah laku. Pemberian oral haloperiodol 1-5 mg/hari selama 4 mgg akan
memperbaiki gejala tersebut. Bila penderita Alzheimer menderita depresi sebaiknya
diberikan tricyclic anti depressant (aminitryptiline25-100 mg/hari).
f. Acetyl L-Carnitine (ALC)
Merupakan suatu substrate endogen yang disintesa didalam mitokondria dengan
bantuan enzim ALC transferace. Penelitian ini menunjukan bahwa ALC dapat
meningkatkan aktivitas asetil kolinesterase, kolin asetiltransferase. Pada pemberiaan dosis
1-2 gr /hari/oral selama 1 tahun dalam pengobatan, disimpulakan bahwa dapat
memperbaiki atau menghambat progresifitas kerusakan fungsi kognitif.
TINJAUAN KASUS

Seorang lansia laki-laki (85 tahun) tinggal bersama istri (76 tahun) di apartmen lantai 3. Dua tahun
yang lalu opa didiagnosis penyakit Alzheimer, tapi opa masih bisa melakukan kegiatan sehari-hari.
Sekarang opa mulai mengabaikan kebersihan dirinya dan tidak mampu mengingat kapan terakhir
kali makan. Oma mengatakan, opa sering terbangun di malam hari untuk pergi ke toilet, dan
beberapa kali opa bukannya kembali ke kamar tidur malah membuka pintu apartmen, keluyuran
di luar dan tidak bisa kembali ke rumah. Oma menjadi waspada dan takut opa hilang. Oma juga
membuatkan jadwal kegiatan yang sudah atau belum dilakukan opa. Hasil pemeriksaan GDS : 18;
MMSE : 20; dan SPMSQ : 6

PENGKAJIAN INDIVIDU KEPERAWATAN

KESEHATA LANSIA

I. IDENTITAS DIRI KLIEN


Nama : Opa

Umur : 85 tahun

Jenis Kelamin : laki-laki

Status Perkawinan : sudah kawin

Agama : islam

Suku : jawa

Pendidikan Terakhir : SMA

Sumber Informasi : oma (istri opa)

Keluarga yang dapat dihubungi :

Diagnosis medis (bila ada) :

II. RIWAYAT KESEHATAN SAAT INI

1. Keluhan Utama
Keluhan utama kesulitan melakukan aktivitas rutin yang biasa. Klien sudah
kehilangan daya ingat (pikun) dan perhatian menurun
2. Kronologi keluhan

a. Faktor pencetus :

b. Timbulnya keluhan : ( ) mendadak (√ ) bertahap

c. Lamanya :

d. Tindakan utama mengatasi :

III. RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU

Klien mengatakan tidak mempunyai riwayat penyakit terdahulu.


IV. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA
Keluarga klien tidak mempunyai riwayat penyakit keturunan

V. STATUS PEMERIKSAAN FISIK


A. Keadaan Umum
Lansia sudah kelihatan lusuh, kesadaran compos mentis walau kadang sering
bingung
1. Tanda-tanda vital

a. Tekanan Darah (TD) : 130/80mmHg

b. Nadi : 60x/menit

c. RR : 22x/menit

d. Suhu : 36.5

e. Tinggi Badan : 160cm

f. Berat Badan : 44kg

g. GDS : 18 mg/dl

h. MMSE : 20

i. SPSMQ :6

2. Kepala dan Rambut


rambut putih, tipis, dan mudah rontok. Pada kulit kepala tidak terdapat
lesi/benjolan. Tidak tampak oedema pada palpebrae. Mengenai gigi, hanya
tertinggal 3 buah (1 di bawah, 1 di atas), lidah tampak bersih,dan tidak ada
pembesaran tonsil
3. Mata
Sclera tampak putih kekuningan (agak keruh), conjunctiva merah muda, pupil
isokor dan ada refleks terhadap cahaya.
4. Hidung
Rongga hidung tidak ada polip/benda asing, tidak ada peradangan mukosa
hidung, letak septum dibagian tengah.
5. Telinga
Daun telinga tampak bersih, sedang pendengaran kurang.
6. Mulut
Mengenai gigi, hanya tertinggal 3 buah (1 di bawah, 1 di atas), lidah tampak
bersih,dan tidak ada pembesaran tonsil
7. Leher
Tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening ataupun kelenjar tyroid. Kaku
kuduk tidak ada.

B. Sistem Pernafasan
Refleks fisiologik (ketukan tendon) pada biceps, triceps, lutut, dan achiles dalam
keadaan normal (kontraksi otot biasa). Refleks Babinski negatif. Pemeriksaan
Nervus abduscens; klien masih mampu menggerakkan bola mata kanan-kiri, dan
atas-bawah. nervus fascialis ; klien masih mampu tersenyum.

C. Sistem Kardiovaskuler

Inspeksi pada dinding dada terlihat ictus cordis pada ICS 5, perkusi jantung terdengar
pekak, sedangkan auskultasi jantung terdengar S1 S2 tunggal, tidak ada suara
tambahan

D. SistemPencernaan
Auskultasi : bising usus 8 kali

Perkusi : bunyi abdomen timpani

E. Sistem Perkemihan
Baik 3 kali sehari
konsentrasi urin jernih

F. SistemIntegumen
Elastisitas menurun, keriput
G. Ekstremitas

• Ekstremitas

Tidak ditemukan kelumpuhan ekstremitas, patah tulang tidak ada, kulit keriput,
tidak ada pembengkakan/edema. klien berjalan tampak sempoyongan dengan
menggunakan tongkat

VI. PENILAIAN PSIKOSOSIAL DAN SPIRITUAL


• Pola interaksi dengan lingkungan

klien berinteraksi dengan baik dengan tetangga dan lingkungan


• Bahasa
Klien menggunakan bahasa Indonesia dan menggunakan bahasa yang sederhana
dalam sehari hari
• Perhatian dengan orang lain/lawan bicara
Klien memperhatikan lawan bicara
• Keadaan emosi
Emosional klien stabil
• Persepsi klien tentangkondisinya

Klien mengalami gangguan ingatan pada dirinya


• Konsep diri

o Gambarandiri

Klien mulai tidak mengetahui tentang kondisi kesehatannya


o Idealdiri
klien mengatakan ingin cepat pulang dan sembuhagar bisa berkumpul
dengan keluarganya
o Hargadiri
Klien merasa tidak dihargai oleh keluarga dan lingkungan sosial
o Peran diri
Peran diri sebagai suami atau kepela keluarga terganggu
o Identitas diri
Klien mulai lupa dengan aktifitas kesehariannya dikarenakan penyakit alzheimer
• Spiritual
Klien rajin melakukan kegiatan keagamaan

VII. PENILAIAN KEMANDIRIAN LANSIA


A. INDEKS KATZ
1. Mandi (ke kamar mandi, menggosok bagian tubuh,
gosokgigi) Tanpa bantuan
Dengan menggunakan bantuan tapi hanya untuk satu bagian tubuh
(misalnya: menggosok bagian punggung/kaki) *
Dengan bantuan lebih dari satu bagian tubuh

2. Berpakaian (memakai dan melepaskan pakaian dan melakukannya


dengancepat) Memakai pakaian komplit tanpa bantuan
Memakai pakaian tanpa bantuan, tapi kegiatan tertentu
memerlukan asisten, seperti: memakai/mengikat tali sepatu *
Memakai pakaian komplit dengan bantuan

3. Toilet (pergi ke toilet, untuk BAB dan BAK, membersihkan diri


sendiri serta memakai baju/celanasendiri)
Dapat pergi ke toilet, membersihkan sendiri dan menata baju/celana tanpa
antuan sama sekali
Membutuhkan bantuan untuk pergi ke toilet, membersihkannya,
memakai pakaian setelah eliminasi *
Tidak bisa pergi ke toilet sendiri

4. Pergerakan
Bergerak dari dan ke tempat tidur kursi tanpa bantuan/ asisten
(mungkin bisa juga dengan pegangan/ tongkat penyangga) *
Bergerak dari dan ke tempat tidur dengan bantuan/
asisten Tidak dapat bergerak dari tempat tidur
sama sekali
5. Continence
Dapat mengontrol saat BAK dan BAB dengan
sendiri Kadang tidak dapat mengontrol saat BAK
dan BAB sendiri
Membutuhkan bantuan serta supervisi untuk mengontrol BAK dan
BAB atau dengan penggunaan kateter

6. Makan
Makan sendiri tanpa bantuan
Makan sendiri tetapi membutuhkan bantuan untuk memotong
makanan seperti daging, sayur ataupun buah *
Makan dengan bantuan/ makan melalui IV fluids/ tubes

Keterangan :

= mengindikasikan kemandirian

= mengindikasikan ketegantungan

Kategori :

A – Ketidaktergantungan dalam semua fungsi keenam fungsi

B – Ketidaktergantungan dalam semua hal tetapi masih ada fungsi yang tidak bisa dilakukan

C – Ketidaktergantungan dalam semua fungsi tetapi tidak bisa mandi sendiri dan satu
tambahan fungsi lainnya

D – Ketidaktergantungan dalam semua fungsi tetapi tidak bisa mandi, berpakaian,


dan satu tambahan fungsi lainnya

E – Ketidaktergantungan dalam semua fungsi tetapi tidak bisa mandi, berpakaian, toilet
dan satu fungsi lainnya

F - Ketidaktergantungan dalam semua fungsi tetapi tidak bisa mandi, berpakaian, toilet,
bergerak dan satu fungsi lainnya

G – Tergantung dalam semua fungsi tersebut

Hasil Penilaian :
E (klien perlu bantuan saat mandi, berpakaian, toilet dan makan)

VIII. PENGKAJIAN STATUS MENTAL


8. SHORT PORTABLE MENTAL STATUS QUESTIONARE (SPMSQ)
Benar Salah No. Pertanyaan
✓ 1 Tanggal berapa hari ini (tanggal bulan, tahun)?
✓ 2 Hari apa hari ini?
✓ 3 Apa nama tempat ini?
✓ 4 Dimana alamat anda?
✓ 5 Berapa umur anda sekarang?
✓ 6 Tanggal, bulan dan tahun anda dilahirkan?
✓ 7 Siapa presiden kita saat ini?
✓ 8 Siapa presiden sebelumnya?
✓ 9 Siapa nama ibu anda?
✓ 10 Berapakah 20-3? Hasilnya dikurang 3 dan seterusnya?
Jumlah 6

Hasil Penilaian :
Jumlah skor kesalahan sebanyak 6 poin sehingga disimpulkan fungsi intelektual terjadi
kerusakan sedang

Keterangan :
Pertanyaan 1: Benar apabila dapat menyebutkan tanggal, bulan dan tahun yang
tepat Pertanyaan 2: Benar apabila dapat menyebutkan hari
Pertanyaan 3: Benar apabila dapat mendeskripsikan tempat dengan benar
Pertanyaan 4: Benar apabila dapat menyebutkan alamat dengan benar
Pertanyaan 5: Benar apabila dapat menjawab umur sesuai dengan
kelahirannya Pertanyaan 6: Benar apabila menjawab tanggal, bulan dan
tahun kelahiran Pertanyaan 7: Benar apabila menyebutkan nama
presiden saat ini
Pertanyaan 8: Benar apabila menyebutkan nama presiden
sebelumnya Pertanyaan 9: Benar apabila dapat menyebutkan
nama ibunya
Pertanyaan 10: Benar apabila dengan mengurangi dengan benar sampai akhir

Interpretasi:
Skala 0-2: Fungsi intelektual utuh
Skala 3-4: Fungsi intelektual kerusakan
ringan Skala 5-7: Fungsi inteletual
kerusakan sedang Skala 8-10: Fungsi
intelektual kerusakan berat

9. MINI MENTAL STATUS EXAMINATION (MMSE)


No. ASPEK KOGNITIF NILAI KRITERIA
1 ORIENTASI Dapat menyebutkan dengan benar hari,
(Skor maksimum: 10) tanggal, bulan, tahun sekarang, musim apa,
Dapat menjawab nama tempat kita nama tempat, alamat rumah (jalan, no
melakukan pengkajian ( skor 1)
rumah, kota, kabupaten dan provinsi), nama
Dapat menjawab hasil pengurangan
presiden sebelumnya, nama ibu kandung,
bilangan 4-2 = 2 dengan benar
dan hasil pengurangan
(skor 1)
bilangan
2 REGISTRASI Pewawancara menyebutkan 3 buah
(Skor maksimum: 3) benda, 1 detik untuk tiap benda.
Hanya bisa mengulang 2 buah Kemudian mintalah klien mengulang ke 3
benda yaitu bendera dan pohon
nama tersebut. Berikan satu angka untuk
(skor 2)
setiap jawaban yang benar. Bila masih
salah, ulanglah menyebutkan 3 nama
tersebut, sampai ia dapat dapat
mengulangnya dengan benar. Hitunglah
jumlah percobaan dan catatlah (bola,
bendera, pohon)
3 ATENSI & KALKULASI Hitunglah berturut-turut selang 7 mulai
(Skor maksimum: 5) dari 100 kebawah 1 angka untuk tiap
Dapat mengeja kata dunia dari jawaban yang benar. Berhenti setelah 5
akhir ke awal
hitungan (93, 86, 79, 72, 65).
(skor 5)
Kemungkinan lain ejalah kata “dunia”
dari akhir ke awal (a-i-n-u-d).
4 DAYA INGAT (RECALL) Tanyakanlah kembali nama ke 3 benda
(Skor maksimum: 3) yang telah disebutkan di atas. Berikan 1
Dapat mengingat 2 benda yaitu angka untuk setiap jawaban yang benar.
bendera dan pohon
(skor 2)
5 BAHASA g. Apakah benda-benda ini (Perlihatkan
(Skor maksimum: 9) pensil dan arloji) (2angka)
• Dapat menyebutkan nama h. Ulangi kalimat berikut, “Jika Tidak
dari benda yang
Dan Atau Tapi.” (1angka)
ditunjukkan yaitu pensil dan
jam tangan (skor 2) i. Laksanakan 3 buah perintah ini,
• Dapat mengulang kata “jika “Peganglah selembar kertasdengan
tidak dan atau tapi”(skor 1) tangan kananmu, lipatlah kertas
• Dapat mengikuti perintah dengan tangan kananmu, lipatlah
dengan baik (skor 3)
kertas itu pada pertengahandan
• Bisa membaca dan
melaksanakan perintah letakkanlah di lantai.” (3 angka)
dengan baik (skor 1) j. Bacalah dan laksanakan perintah
berikut: “Pejamkan mata anda!”(1

• Dapat menulis “saya sedang angka)


menulis” (skor 1)
7. Tulislah sebuah kalimat (1angka)
• Dapat meniru gambar yang
dicontohkan (skor 1) 8. Tirulah gambar ini (1angka)

TOTAL SKOR 20

Hasil Penilaian :
skor yang didapatkan saat pengkajian jumlahnya 20 termasuk kategori probable gangguan
kognitif
Penilaian:

Nilai 24-30: Normal

Nilai 17-23: Probable gangguan


kognitif Nilai 0-16: Definitif

gangguan kognitif

IX. PENGKAJIAN SKALA DEPRESI


Pengkajian ini menggunakan skala Depresi Geriatrik bentuk singkat dari
Yesavage (1983) yang instrumennya disusun secara khusus digunakan pada lanjut
usia untuk memeriksa depresi. Jawaban pertanyaan sesuai indikasi dinilai 1, nilai
5 atau lebih dapat menandakan depresi.

No Pertanyaan Ya Tidak
1 Apakah pada dasarnya anda puas dengan kehidupan saat
Ya Tidak
ini
2 Apakah anda membatalkan banyak dari rencana kegiatan Ya Tidak
minat anda
3 Apakah anda merasa bahwa hidup anda kosong/ hampa Ya Tidak
4 Apakah anda sering merasa kebosanan Ya Tidak
5 Apakah anda mempunyai suatu harapan/ masa depan yang Ya Tidak
baik setiap waktu
6 Apakah anda terganggu dengan memikirkan kesulitan Ya Tidak
anda tanpa jalan keluar
7 Apakah anda seringkali merasa bersemangat Ya Tidak
8 Apakah anda mengkhawatirkan sesuatu hal yang buruk Ya Tidak
akan menimpa anda
9 Apakah anda seringkali merasa gembira Ya Tidak
10 Apakah anda seringkali merasa tak terbantukan Ya Tidak
11 Apakah anda seringkali merasa gelisah dan resah Ya Tidak
12 Apakah anda lebih menyukai tinggal dirumah daripada Ya Tidak
keluar rumah dan melakukan sesuatu hal yang baru
13 Apakah anda seringkali mengkhawatirkan masa depan Ya Tidak
anda
14 Apakah anda merasa kesulitan dengan daya ingat anda Ya Tidak
15 Apakah anda berpikir/bersyukur masih hidup saat ini Ya Tidak
16 Apakah anda sering merasa kelabu dan berputus asa Ya Tidak
17 Apakah anda merasa tidak berguna saat ini Ya Tidak
18 Apakah anda sering menyesalkan masa lalu anda Ya Tidak
19 Apakah menurut anda hidup ini penuh tantangan yang Ya Tidak
menyenangkan
20 Apakah anda merasa kesulitan mengawali suatu kegiatan Ya Tidak
21 Apakah anda merasakan penuh daya dan energi Ya Tidak
22 Apakah menurut anda keadaan yang dihadapi tanpa Ya Tidak
harapan
23 Apakah anda seringkali marah karena alasan sepele Ya Tidak
24 Apakah menurut anda keadaan orang lain lebih baik dari Ya Tidak
anda
25 Apakah anda sering lupa bagaimana menangis Ya Tidak
26 Apakah anda sulit berkonsentrasi Ya Tidak
27 Apakah anda bangun pagi dengan perasaan yang Ya Tidak
menyenangkan
28 Apakah anda lebih suka menghindari acara/sosialisasi Ya Tidak
29 Apakah mudah bagi anda dalam mengambil keputusan Ya Tidak
30 Apakah anda berpikiran jernih seperti biasanya Ya Tidak
Jumlah Item yang Terganggu

Hasil penilaian :
Skor yang didapatkan atau pertanyaan yang mengindikasikan terganggu sebanyak 15 termasuk
dalam kategori depresi ringan

Keterangan:

Pertanyaan bila dijawab dengan pilihan “Ya” atau “Tidak” yang bercetak tebal berarti
terganggu: nilai 1, yang tidak bercetak tebal berarti tidak terganggu: nilai 0, jawaban
kemudian dibuat total skornya, bila:

Nilai 0-10 = normal/ tidak


depresi Nilai 11-15 = depresi
ringan
Nilai 16-20 = depresi
sedang Nilai 21-30 =
depresi berat

Jakarta,………………

(…………………………….)

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Data fokus

Data subjektif Data objektif


• Keluarga mengatakan opa sering • Hasil pemeriksaan MMSE : 20,
terbangun dimalam hari untuk SPMSQ : 6, GDS : 18
pergi ke toilet dan beberapa kali • Klien mudah lupa
opa bukannya kembali ke kamar • Klien tidak mampu mengingat
tidur malah membuka pintu perilaku tertentu yang pernah
apartemen. dilakukan
• Keluarga mengatakan opa tidak • Klien tidak mampu menyimpan
mampu mengingat kapan terakhir informasi baru
kali makan. • Klien lupa kapan terakhir makan
dan mandi
• Oma menjadi waspada dan takut • Klien tidak mampu makan
opa hilang • Klien tidak mampu mengingat
• Oma juga membuatkan jadwal perilaku tertentu yang pernah
kegiatan yang sudah atau belum dilakukan- Klien tidak mampu
dilakukan opa. menyimpan informasi baru (DT)
• Keluarga mengatakan opa sering • Opa tampak kesulitan mengingat
keluyuran dan tidak bisa kembali kata dan yang familier
ke rumah. • Klien mudah tersesat (DT)
• Keluarga mengatakan khawatir • Klien terlihat resah (DT)
takut opa hilang. • Klien lupa kapan terakhir makan
• Klien tidak mampu makan (DT)
• Klien tidak mampu memegang alat
makan (DT)
B. Analisa data

Analisa data Masalah keperawatan


Data subjektif : Hambatan memori b.d gangguan kognitif
• Keluarga mengatakan opa sering ringan
terbangun dimalam hari untuk
pergi ke toilet dan beberapa kali
opa bukannya kembali ke kamar
tidur malah membuka pintu
apartemen.
• Keluarga mengatakan opa tidak
mampu mengingat kapan terakhir
kali makan.
• Oma menjadi waspada dan takut
opa hilang
• Oma juga membuatkan jadwal
kegiatan yang sudah atau belum
dilakukan opa.

Data objektif :
• Hasil pemeriksaan MMSE : 20,
SPMSQ : 6, GDS : 18
• Klien mudah lupa
• Klien tidak mampu mengingat
perilaku tertentu yang pernah
dilakukan
• Klien tidak mampu menyimpan
informasi baru
• Klien tidak mampu menyimpan
informasi baru (DT)
• Opa tampak kesulitan mengingat
kata dan yang familier (DT)
Data subjektif : Keluyuran b.d gangguan kognitif
• Keluarga mengatakan opa sering
terbangun dimalam hari untuk
pergi ke toilet dan beberapa kali
opa bukannya kembali ke kamar
tidur malah membuka pintu
apartemen.
• Keluarga mengatakan opa sering
keluyuran dan tidak bisa kembali
ke rumah.
• Keluarga mengatakan khawatir
takut opa hilang.

Data objektif :
• Hasil pemeriksaan MMSE : 20,
SPMSQ : 6, GDS : 18
• Klien mudah lupa
• Klien tidak mampu mengingat
perilaku tertentu yang pernah
dilakukan
• Klien mudah tersesat (DT)
• Klien terlihat resah (DT)
Data subjektif : Defisit perawatan diri : makan b.d
• Keluarga mengatakan opa mulai gangguan fungsi kognitif
mengabaikan kebersihan diri dan
tidak mampu mengingat kapan
terakhir makan.
• Keluarga mengatakan membuat
jadwal kegiatan yang sudah atau
belum dilakukan opa.
Data objektif :
• Klien lupa kapan terakhir makan
dan mandi
• Klien tidak mampu makan
• Klien tidak mampu makan (DT)
• Klien tidak mampu memegang alat
makan (DT)

C. Diagnosa keperawatan
1. Hambatan memori b.d gangguan kognitif ringan
2. Keluyuran b.d gangguan kognitif
3. Defisit perawatan diri : makan b.d gangguan kognitif

D. Intervensi keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Intervensi


kriteria hasil (NIC)
(NOC)
1. Kerusakan memori setelah dilakukakan Latihan memori
b.d gangguan tindakan keperawatan Stimulasi ingatan dengan
kognitif ringan selama 3x24 jam cara mengulangi pemikiran
(nanda 00131) diharapkan masalah pasien yang terakhir
gangguan memori yang diekspresikan dengan cara
dialami pasien berkurang yang tepat
atau tidak parah dengan • Kenangkan kembali
kriteria hasil : mengenai
memori (NOC hal. 311) pengalaman pasien
• Pasien dapat dengan cara yang
mengingat tepat
informasi yang • Implementasikan
baru saja terjadi teknik mengingat
secara akurat yang tepat,
• Pasien dapat misalnya visual
mengingat imagery, alat yang
informasi yang membantu ingatan,
terbaru secara teknik asosiasi,
akurat membuat daftar
• Pasien dapat dikomputer atau
mengingat menggunakan
informasi yang papan nama atau
sudah lama secara berlatih mengingat
akurat informasi
Kognisi (NOC hal. 227) • Berikan kesempatan
• Perhatian tidak pasien untuk
terganggu berkonsentrasi
• Konsentrasi tidak misalnya bermain
terganggu kartu dengan

• Memori langsung berpasangan

terganggu • Membuatkan

• Memori baru tidak jadwal apa yang

terganggu sudah dan belum

• Memproses dilakukan

informasi tidak • Berikan kesempatan

terganggu untuk menggunakan


ingatan kejadian
yang baru saja
terjadi, misalnya
menanyakan pada
pasien mengenai
hal-hal yang baru
saja dilakukan oleh
pasien
2. Keluyuran b.d setelah dilakukakan Manajemen demensia:
gangguan kognitif tindakan keperawatan keluyuran (NIC hal. 162)
selama 3x24 jam • Sertakan anggota
diharapkan masalah keluarga dalam
keluyuran tidak terjadi lagi perencanaan,
yang dengan kriteria hasil : memberikan dan
Tingkat demensia (NOC mengevaluasi
hal. 569) perawatan sejauh
• Tidak ada kesulitan yang diinginkan
mengingat • Identifikasi pola
peristiwa yang baru biasa dari perilaku
terjadi berkeliaran pasien
• Tidak ada kesulitan • Identifikasi dan
mempertahankan singkirkan potensi
percakapan bahaya bagi pasien
• Tidak ada kesulitan dilingkungan
memproses sekitar pasien
informasi • Modifikasi aspek
• Tidak ada yang berbahaya dari
keluyuran tidak rumah pasien yaitu:
aman singkirkan karpet,
• Tidak ada beri label kamar,
disorientasi tempat dan jaga rumah
• Tidak ada dengan penerangan
disorientasi waktu yang baik
• Tidak ada • Beri tanda pasien
gangguan pola dengan gelang atau
tidur/bangun tidur kalung tanda medis
• Pasang kunci
pengaman yang ada
yang rumit pada
pintu keluar
• Pasang alarm dan
perangkat sensor
• Gunakan symbol
daripada hanya
tanda
3. Defisit Perawatan setelah dilakukakan Bantuan perawatan diri:
diri : makan b.d tindakan keperawatan pemberian makan (NIC
gangguan fungsi selama 3x24 jam hal. 82)
kognitif (nanda hal diharapkan masalah defisit • Buatkan jadwal
260) perawatan: makan pada makan pasien
pasien teratasi dengan • Ingatkan waktu
kriteria hasil: makan pasien
perawatan diri: makan • Berikan makanan
(NOC hal. 440) dengan porsi dan
• Pasien tahu kapan diet yang sesuai
waktu makan dengan pasien
• Bisa menyiapkan • Monitor berat badan
alat yang akan pasien dengan tepat
digunakan untuk • Monitor status
makan hidrasi pasien
• Bisa menggunakan dengan tepat
alat makan • Fasilitasi alat yang
digunakan pasien
• Bisa memasukkan • Terus awasi jadwal
makanan ke mulut makan pasien
• Bisa mengunyah
makanan
• Bisa menelan
makanan
• Bisa menghabiskan
makanan
Daftar pustaka

Herdman, T.H. (2018). NANDA International Nursing Diagnoses: definitions and


classification 2018-2020. Jakarta: EGC.
Bulechek, M.G dkk.(2013). Nursing Interventions Classification (NIC), 6th Indonesian
edition. Indonesia: Mocomedia.
Moorhead Sue, dkk. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC), 5th Indonesian
edition. Indonesia: Mocomedia.
ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA PASIEN DENGAN RESIKO
TINGGI JATUH BESERTA OSTEOARTRITIS

Dosen pengampu:Ns. Ritanti, M.Kep., Sp. Kep.Kom

Disusun Oleh:

Indah Sari 1710711001

Mentari Elisabeth 1710711002

Novitasari 1710711006

Windu Syawalina W 1710711008

Dinna Wahyuni 1710711009

Mutia Ifanka 1710711010

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAKARTA
2020

148
KATA PENGANTAR

Assalammualaikum Wr.Wb

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan jasmani dan rohani
sehingga kita masih tetap bisa menikmati indahnya alam ciptaan-Nya. Shalawat dan salam
semoga senantiasa tercurahkan kepada teladan kita Nabi Muhammad SAW yang telah
menunjukkan kepada kita jalan yang lurus berupa ajaran agama yang sempurna dan menjadi
rahmat bagi seluruh alam.

Kami sangat bersyukur karena telah menyelesaikan makalah yang menjadi salah satu tugas
mata kuliah Keperawatan Gerontik dengan judul “Asuhan Keperawatan Gerontik Pada Pasien
Dengan Osteoartritis”, Disamping itu, kami sebagai penyusun mengucapkan banyak terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya makalah ini.

Akhir kata, kami memahami jika makalah ini tentu jauh dari kesempurnaan maka dari
itu kritik dan saran sangat kami butuhkan guna memperbaiki karya-karya kami di waktu yang
akan datang.

Wassalammualaikum Wr.Wb

Jakarta, April 2020

( KELOMPOK 5)

i
DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR ................................................................................................................ i

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................ii

BAB I ......................................................................................................................................... 3

PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 3

I.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 3

I.2 Rumusan Masalah ....................................................................................................... 4

I.3 Tujuan.......................................................................................................................... 4

BAB II........................................................................................................................................ 5

PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 5

II.1 Prevalensi jatuh pada lansia ........................................................................................ 5

II.2 Konsep Mobilisasi Dan Keamanan Pada Lansia......................................................... 6

II.3 Definisi Osteoartritis ................................................................................................... 8

II.4 Etiologi osteoartritis .................................................................................................... 9

II.5 Patofisiologi Osteoarthritis........................................................................................ 11

II.6 Manifestasi Klinis osteoarthritis ............................................................................... 13

II.7 Komplikasi osteoarthritis .......................................................................................... 14

II.8 Pemeriksaan Penunjang osteoarthritis ....................................................................... 14

II.9 Penatalaksanaan Osteoarthritis.................................................................................. 15

II.10 Sistem Muskuloskeletal Dan Perubahannya Pada Lansia ......................................... 17

II.11 Asuhan Keperawatan Gerontik ................................................................................. 23

BAB III .................................................................................................................................... 36

PENUTUP................................................................................................................................ 36

III.1 Kesimpulan................................................................................................................ 36

Daftar Pustaka .......................................................................................................................... 37

ii
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Tahun 2014 mencatat jumlah lansia di Indonesia berjumlah 18.781 juta jiwa dan
pada tahun 2025 jumlahnya akan mencapai 36 juta jiwa (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2014). Osteoartritis (OA) adalah penyakit rematik yang paling
sering mengenai lansia akibat gangguan metabolisme yang diikuti oleh beberapa
perubahan pada sistem muskuloskeletal pada lansia. Akibat dari osteoarthritis dapat
mempengaruhi lansia dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari. Aktivitas
sehari – hari yang dimaksud adalah seperti makan, minum, berjalan, tidur, mandi,
berpakaian, BAK, dan BAB.
Osteoartritis (OA) adalah penyakit rematik yang paling sering mengenai lansia
akibat gangguan metabolisme yang diikuti oleh beberapa perubahan pada sistem
muskuloskeletal pada lansia. Osteoathritis merupakan suatu patologi yang dimulai dari
kartilago hialin sendi lutut, dimana terjadi pembentukan osteofit pada tulang rawan
sendi dan jaringan subchondral yang menyebabkan penurunan elastisitas dari sendi.
Selain permukaan sendi (tulang rawan sendi) osteoathritis juga mengenai daerah-
daerah sekitar sendi dan tulang subchondral, capsul sendi yang membungkus sendi dan
otot-otot yang melekat berdekatan dengan sendi. Akibat dari semua itu akan
menimbulkan keluhan berupa adanya nyeri pada lutut terutama pada bagian medial
lutut, kekakuan atau keterbatasan gerak dalam pola capsular pattern sendi lutut,
gangguan stabilitas sendi dan menurunnya fungsi lutut yaitu sebagai penerima beban
tubuh dan juga fungsionalnya dalam berjalan. Akibat dari itu maka osteoarthritis dapat
mempengaruhi lansia dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari. Aktivitas
sehari – hari yang dimaksud adalah seperti makan, minum, berjalan, tidur, mandi,
berpakaian, BAK, dan BAB.
Menurut survey pendahuluan yang dilakukan di posyandu lansia Nedyo waras
dan Ngudi waras Kelurahan Jebres pada bulan agustus, penderita osteoarthritis yang
paling banyak terdapat pada rentang usia 60-72 tahun. Pada penderita osteoarthritis ini

3
banyak pada masuk grade 1 sebanyak 33 orang dan grade 2 sebanyak 31 orang. Tujuan
penelitian adalah Untuk mengetahui Hubungan nyeri lutut osteoarthritis dengan
aktivitas fisik pada lansia

I.2 Rumusan Masalah

1. Prevalensi jatuh pada lansia?


2. Apa itu konsep mobilisasi dan keamanan pada lansia?
3. Apa pengertian osteoarthritis?
4. Apa etiologi osteoarthritis?
5. Apa manifestasi klinis osteoarthritis?
6. Bagaimana patofisiologi osteoarthritis?
7. Apa saja komplikasi osteoarthritis?
8. Apa saja pemeriksaan penunjang osteoarthritis?
9. Apa saja penatalaksanaan medis osteoarthritis?
10. Apa perubahan fungsi musculoskeletal?
11. Bagaimana asuhan keperawatan gerontik pada lansia resiko jatuh dan
osteoarthritis?
I.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui prevalensi jatuh pada lansia


2. Untuk mengetahui konsep mobilisasi dan keamanan pada lansia
3. Untuk mengetahui pengertian osteoarthritis
4. Untuk mengetahui etiologi osteoarthritis
5. Untuk mengetahui manifestasi klinis osteoarthritis
6. Untuk mengetahui patofisiologi osteoarthritis
7. Untuk mengetahui apa saja komplikasi osteoarthritis
8. Untuk mengetahui apa saja pemeriksaan penunjang osteoarthritis
9. Untuk mengetahui apa saja penatalaksanaan medis osteoarthritis
10. Untuk mengetahui perubahan fungsi muskuloskeletal
11. Untuk mengetahui asuhan keperawatan gerontik pada lansia resiko jatuh dan
osteoarthritis

4
BAB II

PEMBAHASAN
II.1 Prevalensi jatuh pada lansia
Menurut World Health Organization (2014), proporsi penduduk di atas 60 tahun
di dunia tahun 2000 sampai 2050 akan berlipat ganda dari sekitar 11% menjadi 22%,
atau secara absolut meningkat dari 605 juta menjadi 2 milyar lansia. Nazam (2013)
melakukan survei tentang kejadian pasien jatuh di AS, dimana hasil survei tersebut
menunjukkan 2,3-7% per1000 lansia mengalami jatuh dari tempat tidur setiap hari
dan 29-48% lansia mengalami luka ringan dan 7,5% dengan luka-luka serius.
Kongres XII PERSI (2012) melaporkan bahwa angka kejadian pasien jatuh di
Indonesia bulan Januari-September 2012 sebesar 14%, hal ini menggambarkan
presentasi angka pasien jatuh masuk ke dalam lima besar insiden medis selain
medicine eror (Komariah, 2015). Peningkatan jumlah lansia juga terjadi di negara
Indonesia. Persentase penduduk lansia tahun 2011, 2012 dan 2013 telah mencapai di
atas 7% dari keseluruhan penduduk, dengan spesifikasi 13,04% berada di
Yogyakarta, 10,4% berada di Jawa Timur, 10,34% berada di Jawa Tengah, dan 9,78%
berada di Bali (Susenas, 2014). Penduduk lansia terbesar di Yogyakarta berasal dari
Kabupaten Sleman, yaitu berkisar 135.644 orang atau 12,95% dari jumlah penduduk
Sleman (Pemkab Sleman, 2015).
Memasuki usia tua akan mengalami kondisi kemunduran fisik yang ditandai
dengan pendengaran kurang jelas, penglihatan semakin memburuk, penurunan
kekuatan otot (gangguan muskuloskeletal) yang mengakibatkan gerakan lambat, dan
gerakan tubuh yang tidak proporsional. Akibat perubahan fisik lansia tersebut,
mengakibatkan gangguan mobilitas fisik yang akan membatasi kemandirian lansia
dalam memenuhi aktifitas sehari-hari dan menyebabkan terjadinya risiko jatuh pada
lansia (Stanley & Beare, 2012).
Gangguan muskuloskeletal merupakan penyebab gangguan pada berjalan dan
keseimbangan yang dapat mengakibatkan kelambanan gerak, kaki cenderung mudah
goyah, serta penurunan kemampuan mengantisipasi terpeleset, tersandung, dan
respon yang lambat memudahkan terjadinya jatuh pada lansia. Faktor
muskuloskeletal ini sangat berperan terhadap terjadinya risiko jatuh pada lansia
(Sunaryo et al, 2016).

5
Jatuh merupakan kegagalan manusia untuk mempertahankan keseimbangan
badan untuk berdiri. Faktor risiko jatuh pada usia lanjut dapat digolongkan dalam dua
golongan yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik faktor yang
berasal dari dalam tubuh lanjut usia sendiri seperti kelemahan otot ekstremitas
bawah, kekakuan sendi, gangguan sensorik. Sedangkan faktor ekstrinsik merupakan
faktor dari luar (lingkungan sekitar) (Darmojo, 2009).
Di Indonesia prevalensi cidera jatuh pada penduduk diatas usia 55 tahun
mencapai 49,4%, umur diatas 65 tahun keatas 67,1% (Kemenkes, RI, 2013). Insidensi
jatuh setiap tahunnya di antara lansia yang tinggal di komunitas meningkat dari 25%
pada usia 70 tahun menjadi 35% setelah berusia lebih dari 75 tahun (Stanley & Beare,
2012). Kejadian jatuh dilaporkan terjadi pada sekitar 30% lansia berusia 65 tahun ke
atas yang tinggal di rumah (komunitas), separuh dari angka tersebut mengalami jatuh
berulang. Lansia yang tinggal dirumah mengalami jatuh sekitar 50% dan memerlukan
perawatan di rumah sakit sekitar 10-25%. (Darmojo & Martono, 2009).

II.2 Konsep Mobilisasi Dan Keamanan Pada Lansia


II.2.1 Definisi
Gangguan mobilitas fisik yaitu suatu keadaan keterbatasan kemampuan pergerakan
fisik secara mandiri yang dialami seseorang.
II.2.3 Faktor-Faktor yang Menyebabkan atau Turut Berperan Terhadap Imobilitas
1. Penurunan fungsi muskuloskeletal
Otot-otot (atrofi, distrofi, atau cedera), tulang (infeksi, fraktur, tumor,
osteoporosis, atau osteomalasia), sendi (athritis dan tumor), atau kombinasi
struktur (kanker dan obat-obatan).
2. Perubahan fungsi neurologis
Infeksi, tumor, trauma, obat-obatan, penyakit vaskular (mis, stroke), penyakit
demelinasi, penyakit degeneratif (ex: penyakit parkinson), gangguan metabolik
(mis, hiperglikemia), gangguan nutrisi.
3. Nyeri
Penyebabnya multipel dan bervariasi seperti penyakit kronis dan traum
4. Defisit perseptual
Kelebihan atau kekurangan masukan persepsi sensori.
5. Berkurangnya kemampuan kognitif

6
Gangguan proses kognitif, seperti demensia berat jauh.
6. Jatuh Efek fisik: cedera atau fraktur.
Efek psikologis: sindrom setelah jatuh.
7. Perubahan hubungan sosial
Faktor-faktor aktual (mis, kehilangan pasangan, pindah jauh dari keluarga atau
teman-teman), faktor-faktor persepsi (mis, perubahan pola pikir seperti
depresi).
8. Aspek psikologis
Ketidakberdayaan dalam belajar.
II.2.3 Program Terapeutik
Program penanganan medis memiliki pengaruh yang kuat terhadap kualitas dan
kuantitas pergerakan pasien.
Faktor-faktor mekanisme mencegah atau menghambat pergerakan tubuh atau
bagian tubuh dengan penggunaan peralatan eksternal (misalnya gips dan traksi) atau
alat-alat (misalnya yang dihubungkan dengan pemberian cairan intravena,
pengisapan gaster, kateter urine, dan pemberian oksigen).
Sebagai intervensi dianjurkan istirahat dapat menurunkan kebutuhan metabolik,
kebutuhan oksigen dan beban kerja jantung. Selain itu istirahat memberikan
kesempatan pada sistem muskuloskeletal untuk relaksasi menghilangkan nyeri,
mencegah iritasi yang berlebihan dari jaringan yang cedera, dan meminimalkan
efek gravitasi. Secara fisiologis, suplai oksigen yang tidak adekuat mengganggu
pemeliharaan fungsi sel untuk meningkatkan aktivitas. Secara psikologis, depresi
menurunkan energi yang tersedia.
II.2.4 Dampak Masalah pada Lansia
Lansia sangat rentan terhadap konsekuensi fisiologis dan psikologis dari
imobilitas, perubahan yang berhubungan dengan usia disertai dengan penyakit
kronis menjadi predisposisi bagi lansia untuk mengalami komplikasi-komplikasi
ini imobilitas mempengaruhi tubuh yang telah terpengaruh sebelumnya.
Kompetensi fisik seseorang lansia mungkin berada atau dekat dengan tingkat
ambang batas untuk aktivitas mobilitas tertentu. Perubahan lebih lanjut atau
kehilangan dari imobilitas dapat membuat seseorang menjadi tergantung. Semakin
besar jumlah penyebab imobilitas, semakin besar potensial untuk mengalami efek-
efek akibat imobilitas.

7
Keuntungan latihan secara teratur untuk lansia termasuk memperlambat proses
penuaan, memperpanjang usia. Fungsi kardiovaskular yang lebih baik dan
peningkatan perasaan sejahtera.
II.2.5 Penatalaksanaan
1. Pencegahan Primer
Sebagai suatu proses yang berlangsung sepanjang kehidupan mobilitas
dan aktivitas bergantungan pada fungsi sistem muskuloskeletal,
kardiovaskular dan pulmonal, walaupun latihan tidak akan mengubah
rangkaian proses penuaan normal, hal tersebut dapat mencegah efek imobilitas
yang merusak dan gaya hidup kurang gerak. Program latihan juga
dihubungkan dengan peningkatan mood atau tingkat ketegangan ansietas dan
depresi. Hambatan terhadap latihan : Berbagai hambatan mempengaruhi
partisipasi lansia dalam latihan secara teratur. Hambatan lingkungan termasuk
kuranganya tempat yang aman untuk latihan dan kondisi iklim yang tidak
mendukung. Sikap budaya adalah hambatan lain untuk melakukan latihan.
Model peran yang kurang gerak, gangguan citra tubuh, dan ketakutan akan
kegagalan atau ketidaksetujuan semuanya turut berperan terhadap kegagalan
lansia untuk berpartisipasi dalam latihan yang teratur.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder memfokuskan pada pemeliharaan fungsi dan
pencegahan komplikasi, disgnosa keperawatan yang dihubungkan dengan
pencegahan sekunder adalah: gangguan mobilitas fisik.
3. Pencegahan Tersier
Upaya-upaya rehabilitatif untuk memaksimalkan mobilitas bagi lansia
melibatkan upaya multidisiplin yang terdiri dari perawat, dokter, ahli
fisioterapi dan terapi okupasi seseorang ahli gizi, aktivis sosial, dan keluarga
serta teman-teman.
II.3 Definisi Osteoartritis
Osteoartritis adalah penyakit peradangan sendi yang sering muncul pada usia
lanjut. Jarang dijumpai pada usia dibawah 40 tahun dan lebih sering dijumpai pada usia
diatas 60 tahun.
Osteoartritis yang dikenal sebagai penyakit sendi degeneratif atau osteoartrosis
(sekalipun terdapat inflamasi) merupakan kelainan sendi yang paling sering ditemukan

8
dan kerapkali menimbulkan ketidakmampuan (disabilitas). (Smeltzer , C Suzanne,
2002 hal 1087)
Osteoartritis merupakan golongan rematik sebagai penyebab kecacatan yang
menduduki urutan pertama dan akan meningkat dengan meningkatnya usia, penyakit
ini jarang ditemui pada usia di bawah 46 tahun tetapi lebih sering dijumpai pada usia di
atas 60 tahun. Faktor umur dan jenis kelamin menunjukkan adanya perbedaan frekuensi
(Sunarto, 1994, Solomon, 1997).
Penyakit Sendi Degeneratif (osteoarthritis) adalah penyakit kerusakan tulang
rawan sendi yang berkembang lambat dan penyebabnya belum diketahui (Kalim,
IPD,1997). Atau gangguan pada sendi yang bergerak ( Price & Wilson,1995).
Osteoarthritis yang juga dikenal sebagai penyakit sendi degeneratif atau
osteoarthritis (sekalipun terdapat inflamasi) merupakan kelainan sendi yang paling
sering ditemukan dan kerapkali menimbulkan ketidakmampuan (disabilitas).
Sedangkan menurut Harry Isbagio & A. Zainal Efendi (1995) osteoartritis
merupakan kelainan sendi non inflamasi yang mengenai sendi yang dapat digerakkan,
terutama sendi penumpu badan, dengan gambaran patologis yang karakteristik berupa
buruknya tulang rawan sendi serta terbentuknya tulang-tulang baru pada sub kondrial
dan tepi-tepi tulang yang membentuk sendi, sebagai hasil akhir terjadi perubahan
biokimia, metabolisme, fisiologis dan patologis secara serentak pada jaringan hialin
rawan, jaringan subkondrial dan jaringan tulang yang membentuk persendian. (R.
Boedhi Darmojo & Martono Hadi ,1999)
Osteoartritis diklasifikasikan menjadi :
1. Tipe primer (idiopatik) tanpa kejadian atau penyakit sebelumnya yang
berhubungan dengan osteoartritis
2. Tipe sekunder seperti akibat trauma, infeksi dan pernah fraktur (Long,
C Barbara, 1996 hal 336)
II.4 Etiologi osteoartritis
Penyebab dari osteoartritis hingga saat ini masih belum terungkap, namun beberapa
faktor resiko untuk timbulnya osteoartritis antara lain adalah :
1. Umur
Dari semua faktor resiko untuk timbulnya osteoartritis, faktor ketuaan adalah yang
terkuat. Prevalensi dan beratnya orteoartritis semakin meningkat dengan
bertambahnya umur. Osteoartritis hampir tak pernah pada anak-anak, jarang pada
umur dibawah 40 tahun dan sering pada umur diatas 60 tahun.
9
Perubahan fisis dan biokimia yang terjadi sejalan dengan bertambahnya umur
dengan penurunan jumlah kolagen dan kadar air, dan endapannya berbentuk
pigmen yang berwarna kuning.
2. Jenis Kelamin.
Wanita lebih sering terkena osteoartritis lutut dan sendi , dan lelaki lebih sering
terkena osteoartritis paha, pergelangan tangan dan leher. Secara keeluruhan
dibawah 45 tahun frekuensi osteoartritis kurang lebih sama pada laki dan wanita
tetapi diatas 50 tahun frekuensi oeteoartritis lebih banyak pada wanita dari pada
pria hal ini menunjukkan adanya peran hormonal pada patogenesis osteoartritis.
3. Genetic
Faktor herediter juga berperan pada timbulnya osteoartritis missal, pada ibu dari
seorang wanita dengan osteoartritis pada sendi-sendi inter falang distal terdapat
dua kali lebih sering osteoartritis pada sendi-sendi tersebut, dan anak-anaknya
perempuan cenderung mempunyai tiga kali lebih sering dari pada ibu dan anak
perempuan dari wanita tanpa osteoarthritis.
Heberden node merupakan salah satu bentuk osteoartritis yang biasanya ditemukan
pada pria yang kedua orang tuanya terkena osteoartritis, sedangkan wanita, hanya
salah satu dari orang tuanya yang terkena.
4. Suku.
Prevalensi dan pola terkenanya sendi pada osteoartritis nampaknya terdapat
perbedaan diantara masing-masing suku bangsa, misalnya osteoartritis paha lebih
jarang diantara orang-orang kulit hitam dan usia dari pada kaukasia. Osteoartritis
lebih sering dijumpai pada orang – orang Amerika asli dari pada orang kulit putih.
Hal ini mungkin berkaitan dengan perbedaan cara hidup maupun perbedaan pada
frekuensi kelainan kongenital dan pertumbuhan.
5. Kegemukan
Berat badan yang berlebihan nyata berkaitan dengan meningkatnya resiko untuk
timbulnya osteoartritis baik pada wanita maupun pada pria. Kegemukan ternyata
tak hanya berkaitan dengan osteoartritis pada sendi yang menanggung beban, tapi
juga dengan osteoartritis sendi lain (tangan atau sternoklavikula).
6. Cedera sendi, pekerjaan dan olah raga (trauma)
Kegiatan fisik yang dapat menyebabkan osteoartritis adalah trauma yang
menimbulkan kerusakan pada integritas struktur dan biomekanik sendi tersebut.
7. Kepadatan tulang dan pengausan (wear and tear)
10
Pemakaian sendi yang berlebihan secara teoritis dapat merusak rawan sendi
melalui dua mekanisme yaitu pengikisan dan proses degenerasi karena bahan yang
harus dikandungnya.
8. Akibat penyakit radang sendi lain
Infeksi (artritis rematord; infeksi akut, infeksi kronis) menimbulkan reaksi
peradangan dan pengeluaran enzim perusak matriks rawan sendi oleh membran
sinovial dan sel-sel radang.
9. Joint Mallignment
Pada akromegali karena pengaruh hormon pertumbuhan, maka rawan sendi akan
membal dan menyebabkan sendi menjadi tidak stabil / seimbang sehingga
mempercepat proses degenerasi.
10. Penyakit endokrin
Pada hipertiroidisme, terjadi produksi air dan garam-garam proteglikan yang
berlebihan pada seluruh jaringan penyokong sehingga merusak sifat fisik rawan
sendi, ligamen, tendo, sinovia, dan kulit. Pada diabetes melitus, glukosa akan
menyebabkan produksi proteaglikan menurun.
11. Deposit pada rawan sendi
Hemokromatosis, penyakit Wilson, akronotis, kalsium pirofosfat dapat
mengendapkan hemosiderin, tembaga polimer, asam hemogentisis, kristal
monosodium urat/pirofosfat dalam rawan sendi.

II.5 Patofisiologi Osteoarthritis

Penyakit sendi degeneratif merupakan suatu penyakit kronik, tidak meradang,


dan progresif lambat, yang seakan-akan merupakan proses penuaan, rawan sendi
mengalami kemunduran dan degenerasi disertai dengan pertumbuhan tulang baru pada
bagian tepi sendi.
Osteoarthritis dapat dianggap sebagai hasil akhir banyak proses patologi yang
menyatu menjadi suatu predisposisi penyakit yang menyeluruh. Osteoarthritis
mengenai kartiloago artikuler, tulang subkondrium ( lempeng tulang yang menyangga
kartilago artikuler) serta sinovium dan menyebabkan keadaan campuran dari proses
degenerasi, inflamasi, serta perbaikan. Proses degeneratif dasar dalam sendi telah

11
berkembang luas hingga sudah berada diluar pandangan bahwa penyakit tersebut hanya
semata-mata proses “aus akibat pemakaian” yang berhubungan dengan penuaaan.
Faktor resiko bagi osteoarthritis mencakup usia, jenis kelamin wanita,
predisposisi genetic, obesitas, stress mekanik sendi,trauma sendi, kelainan sendi atau
tulang yang dialami sebelumnya, dan riwayat penyakit inflamasi, endokrin serta
metabolik. Unsur herediter osteoarthritis yang dikenal sebagai nodal generalized
osteoarthritis ( yang mengenal tiga atau lebih kelompoksendi) telah dikomfirmasikan.
Tipe osteoarthritis ini meliputi proses inflamasi primer. Wanita pascamenopause dalam
keluarga yang sama ternyata memiliki tipe osteoarthritis pada tangan yang ditandai
dengan timbulnya nodus pada sendi interfalang distal dan proksimal tangan.
Gangguan congenital dan perkembangan pada koksa sudah diketahui benar
sebagai predisposisi dalam diri seseorang untuk mengalami osteartritis koksa.
Gangguan ini mencakup sublokasi-dislokasi congenital sendi koksa,displasia,
asetabulum, penyakit Legg-Calve-Perthes dan pergeseran epifise kaput femoris.
Obesitas memiliki kaitan dengan osteoarthritis sendi lutut pada wanita. Meskipun
keadaan ini mungkin terjadi akibat stress mekanik tambahan, dan ketidaksejajaran
sendi lulut terhadap bagian tubuh lainnya karena diameter paha, namun obesitas dapat
memberikan efek metabolik langsung pada kartilago. Secara mekanis,obesitas
dianggap meningkatkan gaya sendi dan arena itu menyebabkan generasi kartilago.
Teori faktor metabolik yang berkaitan dengan dan menyebabkan osteoarthritis.
Obesitas akan disertai dengan peningkatan masa tulang subkondrium yang dapat
menimbulkan kekakuan pada tulang sehingga menjadi kurang lentur terhadap dampak
beban muatan yang akan mentrasmisikan lebih besar gaya pada kartilago artikuler yang
melapisi atasnya dan dengan demikian memuat tulang tersebut lebih rentan terhadap
cidera.
Faktor-faktor mekanis seperti trauma sendi, aktivitas olahraga dan pekerjaan
juga turut terlibat. Factor-faktor ini mencakup kerusakan pada ligamentum krusiatum
dan robekan menikus, aktivitas fisik yang berat dan kebiasaan sering berlutut.
Proses degenerasi ini disebabkan oleh proses pemecahan kondrosit yang
merupakan unsur penting rawan sendi. Pemecahan tersebut diduga diawali oleh stress
biomekanik tertentu. Pengeluaran enzim lisosom menyebabkan dipecahnya
polisakarida protein yang membentuk matriks di sekeliling kondrosit sehingga
mengakibatkan kerusakan tulang rawan. Sendi yang paling sering terkena adalah sendi

12
yang harus menanggung berat badan, seperti panggul lutut dan kolumna vertebralis.
Sendi interfalanga distal dan proksimasi.
Osteoartritis pada beberapa kejadian akan mengakibatkan terbatasnya gerakan.
Hal ini disebabkan oleh adanya rasa nyeri yang dialami atau diakibatkan penyempitan
ruang sendi atau kurang digunakannya sendi tersebut.
Perubahan-perubahan degeneratif yang mengakibatkan karena peristiwa-
peristiwa tertentu misalnya cedera sendi infeksi sendi deformitas congenital dan
penyakit peradangan sendi lainnya akan menyebabkan trauma pada kartilago yang
bersifat intrinsik dan ekstrinsik sehingga menyebabkan fraktur ada ligamen atau adanya
perubahan metabolisme sendi yang pada akhirnya mengakibatkan tulang rawan
mengalami erosi dan kehancuran, tulang menjadi tebal dan terjadi penyempitan rongga
sendi yang menyebabkan nyeri, kaki kripitasi, deformitas, adanya hipertropi atau
nodulus. ( Soeparman ,1995)
II.6 Manifestasi Klinis osteoarthritis
Nyeri pada osteoarthritis disebabkan oeh inflamasi sinova,peregangan kapsula
dan ligamentum sendi, iritasi ujung-ujung saraf dalam periosteum akibat pertumbuhan
osteofit, mikrofraktur, trabekulum, hipertensi intraoseus, bursitis, tendonitis, dan
spasme otot. Gangguan fungsional disebabkan oleh rasa nyeri ketika sendi digerakkan
dan keterbatasan gerakan yang terjadi akibat perubahan structural dalam sendi.
Meskipun osteoarthritis terjadi paling sering pada sendi penyokong berat badan (
panggul, lutut, servikal, dan tulag belakang), sendi tengah dan ujung jari juga sering
terkena. Mungkin ada nodus tulanh yang khas, pada inspeksi dan palpasi ini biasanya
tidak ada nyeri, kecuali ada inflamasi.
Gejala khas pada penderita OA :

1. Rasa nyeri pada sendi


Merupakan gambaran primer pada osteoartritis, nyeri akan bertambah apabila
sedang melakukan sesuatu kegiatan fisik.
2. Kekakuan dan keterbatasan gerak
Biasanya akan berlangsung 15 - 30 menit dan timbul setelah istirahat atau saat
memulai kegiatan fisik.
3. Peradangan
Sinovitis sekunder, penurunan pH jaringan, pengumpulan cairan dalam ruang sendi

13
akan menimbulkan pembengkakan dan peregangan simpai sendi yang semua ini
akan menimbulkan rasa nyeri.
4. Mekanik
Nyeri biasanya akan lebih dirasakan setelah melakukan aktivitas lama dan akan
berkurang pada waktu istirahat. Mungkin ada hubungannya dengan keadaan
penyakit yang telah lanjut dimana rawan sendi telah rusak berat. Nyeri biasanya
berlokasi pada sendi yang terkena tetapi dapat menjalar, misalnya pada osteoartritis
coxae nyeri dapat dirasakan di lutut, bokong sebelah lateril, dan tungkai atas. Nyeri
dapat timbul pada waktu dingin, akan tetapi hal ini belum dapat diketahui
penyebabnya.
5. Pembengkakan Sendi
Pembengkakan sendi merupakan reaksi peradangan karena pengumpulan cairan
dalam ruang sendi biasanya teraba panas tanpa adanya pemerahan.
6. Deformitas
Disebabkan oleh distruksi lokal rawan sendi.
7. Gangguan Fungsi
Timbul akibat Ketidakserasian antara tulang pembentuk sendi.
II.7 Komplikasi osteoarthritis
1. Gangguan/kesulitan gerak
2. Kelumpuhan yang menurunkan kualitas hidup penderita.
3. Resiko jatuh
4. Patah tulang
II.8 Pemeriksaan Penunjang osteoarthritis
1. Sinar-X.
Gambar sinar X pada engsel akan menunjukkan perubahan yang terjadi pada tulang
seperti pecahnya tulang rawan.
2. Tes darah.
Tes darah akan membantu memberi informasi untuk memeriksa rematik.
3. Analisa cairan engsel
Dokter akan mengambil contoh sampel cairan pada engsel untuk kemudian
diketahui apakah nyeri/ngilu tersebut disebabkan oleh encok atau infeksi.
4. Artroskopi
Artroskopi adalah alat kecil berupa kamera yang diletakkan dalan engsel tulang.
Dokter akan mengamati ketidaknormalan yang terjadi.
14
5. Foto Rontgent menunjukkan penurunan progresif massa kartilago sendi sebagai
penyempitan rongga sendi
6. Serologi dan cairan sinovial dalam batas normal

II.9 Penatalaksanaan Osteoarthritis


1. Medikamentosa
Sampai sekarang belum ada obat yang spesifik yang khas untuk osteoartritis, oleh
karena patogenesisnya yang belum jelas, obat yang diberikan bertujuan untuk
mengurangi rasa sakit, meningkatkan mobilitas dan mengurangi ketidak mampuan.
Obat-obat anti inflamasinon steroid (OAINS) bekerja sebagai analgetik dan sekaligus
mengurangi sinovitis, meskipun tak dapat memperbaiki atau menghentikan proses
patologis osteoartritis.
a. Analgesic yang dapatdipakai adalah asetaminofen dosis 2,6-4,9 g/hari atau
profoksifen HCL. Asam salisilat juga cukup efektif namun perhatikan efek
samping pada saluran cerna dan ginjal
b. Jika tidak berpengaruh, atau tidak dapat peradangan maka OAINS seperti
fenofrofin, piroksikam,ibuprofen dapat digunakan. Dosis untuk osteoarthritis
biasanya ½-1/3 dosis penuh untuk arthritis rematoid. Karena pemakaian
biasanya untuk jangka panjang, efek samping utama adalahganggauan mukosa
lambung dan gangguan faal ginjal.
c. Injeksi cortisone.
Dokter akan menyuntikkan cortocosteroid pada engsel yang mempu
mengurangi nyeri/ngilu.
d. Suplementasi-visco.
Tindakan ini berupa injeksi turunan asam hyluronik yang akan mengurangi
nyeri pada pangkal tulang. Tindakan ini hanya dilakukan jika osteoarhtritis pada
lutut.
2. Perlindungan sendi
Osteoartritis mungkin timbul atau diperkuat karena mekanisme tubuh yang
kurang baik. Perlu dihindari aktivitas yang berlebihan pada sendi yang sakit. Pemakaian
tongkat, alat-alat listrik yang dapat memperingan kerja sendi juga perlu diperhatikan.
Beban pada lutut berlebihan karena kakai yang tertekuk (pronatio).
3. Diet

15
Diet untuk menurunkan berat badan pasien osteoartritis yang gemuk harus
menjadi program utama pengobatan osteoartritis. Penurunan berat badan seringkali
dapat mengurangi timbulnya keluhan dan peradangan.
4. Dukungan psikososial
Dukungan psikososial diperlukan pasien osteoartritis oleh karena sifatnya yang
menahun dan ketidakmampuannya yang ditimbulkannya. Disatu pihak pasien ingin
menyembunyikan ketidakmampuannya, dipihak lain dia ingin orang lain turut
memikirkan penyakitnya. Pasien osteoartritis sering kali keberatan untuk memakai alat-
alat pembantu karena faktor-faktor psikologis.
5. Persoalan Seksual
Gangguan seksual dapat dijumpai pada pasien osteoartritis terutama pada tulang
belakang, paha dan lutut. Sering kali diskusi karena ini harus dimulai dari dokter karena
biasanya pasien enggan mengutarakannya.
6. Fisioterapi
Fisioterapi berperan penting pada penatalaksanaan osteoartritis, yang meliputi
pemakaian panas dan dingin dan program latihan ynag tepat. Pemakaian panas yang
sedang diberikan sebelum latihan untk mengurangi rasa nyeri dan kekakuan. Pada sendi
yang masih aktif sebaiknya diberi dingin dan obat-obat gosok jangan dipakai sebelum
pamanasan. Berbagai sumber panas dapat dipakai seperti Hidrokolator, bantalan
elektrik, ultrasonic, inframerah, mandi paraffin dan mandi dari pancuran panas.
Program latihan bertujuan untuk memperbaiki gerak sendi dan memperkuat otot
yang biasanya atropik pada sekitar sendi osteoartritis. Latihan isometrik lebih baik dari
pada isotonik karena mengurangi tegangan pada sendi. Atropi rawan sendi dan tulang
yang timbul pada tungkai yang lumpuh timbul karena berkurangnya beban ke sendi
oleh karena kontraksi otot. Oleh karena otot-otot periartikular memegang peran penting
terhadap perlindungan rawan senadi dari beban, maka penguatan otot-otot tersebut
adalah penting.
7. Operasi
Operasi perlu dipertimbangkan pada pasien osteoartritis dengan kerusakan
sendi yang nyata dengan nyari yang menetap dan kelemahan fungsi. Tindakan yang
dilakukan adalah osteotomy untuk mengoreksi ketidaklurusan atau ketidaksesuaian,
debridement sendi untuk menghilangkan fragmen tulang rawan sendi, pebersihan
osteofit.
a. Penggantian engsel (artroplasti).
16
Engsel yang rusak akan diangkat dan diganti dengan alat yang terbuat dari plastik
atau metal yang disebut prostesis.
b. Pembersihan sambungan (debridemen).
Dokter bedah tulang akan mengangkat serpihan tulang rawan yang rusak dan
mengganggu pergerakan yang menyebabkan nyeri saat tulang bergerak.
c. Penataan tulang.
Opsi ini diambil untuk osteoatritis pada anak dan remaja. Penataan dilakukan agar
sambungan/engsel tidak menerima beban saat bergerak.
8. Terapi konservatif mencakup penggunaan kompres hangat, penurunan berat badan,
upaya untuk menhistirahatkan sendi serta menghindari penggunaan sendi yang
berlebihan pemakaian alat-alat ortotail. Untuk menyangga sendi yang mengalami
inflamasi ( bidai penopang) dan latihan isometric serta postural. Terapi okupasioanl dan
fisioterapi dapat membantu pasien untuk mengadopsi strategi penangan mandiri.

II.10 Sistem Muskuloskeletal Dan Perubahannya Pada Lansia

Sistem muskuloskeletal merupakan sistem yang terdiri dari tulang, sendi, dan
otot. Sistem tersebut paling erat kaitannya dengan mobilitas fisik individu. Seiring
bertambahnya usia, terdapat berbagai perubahan yang terjadi pada sistem
musculoskeletal yang terdiri dari tulang, otot, sendi, dan saraf.
II.10.1 Perubahan Fisiologis Tulang
Sistem skeletal pada manusia tersusun dari 206 tulang termasuk dengan sendi
yang menghubungkan antar keduanya. Kerangka yang dibentuk dari susunan tulang
tersebut sangat kuat namun relatif ringan. Fungsi utama sistem skeletal ini adalah
memberikan bentuk dan dukungan pada tubuh manusia. Selain itu, sistem ini juga
berperan untuk melindungi tubuh, misalnya tulang tengkorak yang melindungi otak
dan mata, tulang rusuk yang melindungi jantung, serta tulang belakang yang
melindungi sumsum tulang belakang. Struktur pada kerangka ini juga terdapat tendon
otot yang mendukung adanya pergerakan (Mauk, 2006).
Tulang mencapai kematangan pada saat waktu dewasa awal tetapi terus
melakukan remodeling sepanjang kehidupan. Menurut Colón, et al. (2018) secara
umum, perubahan fisiologis pada tulang lansia adalah kehilangan kandungan mineral
tulang. keadaan tersebut bedampak pada meningkatnya risiko fraktur dan kejadian

17
terjatuh. Selain itu, terjadi juga penurunan massa tulang atau disebut dengan
osteopenia. Jika tidak ditangani segara osteopenia bisa berlanjut menjadi
osteoporosis yang ditandai dengan karakteristik berkuranganya kepadatan tulang dan
meningkatkan laju kehilangan tulang.
Perubahan-perubahan lain yang terjadi menurut Miller (2012) antara lain:
1. Meningkatnya resorbsi tulang (misalnya, pemecahan tulang diperlukan untuk
remodeling)
2. Arbsorbsi kalsium berkurang
3. Meningkatnya hormon serum paratiroid;
4. Gangguan regulasi dari aktivitas osteoblast;
5. Gangguan formasi tulang sekunder untuk mengurangi produksi osteoblastik
dari matriks tulang; dan
6. Menurunnya estrogen pada wanita dan testosterone pada laki-laki.
II.10.2 Perubahan Fisiologis Otot
Selain tulang, otot yang dikontrol oleh neuron motorik secara langsung
berdampak pada kehidupan sehari-hari. Perubahan fisilogis pada otot yang terjadi pada
lansia disajikan dalam tabel berikut ( Colón, et al., 2018).
Perubahan Efek Fungsional

Peningkatan variabilitas dalam ukuran Peningkatan heterogenitas jarak kapiler,


serat otot karena kapiler dapat hanya terletak di tepi
serat→ berdampak negatif terhadap
oksigenasi jaringan

Kehilangan massa otot Penurunan kekuatan dan tenaga

Serabut otot (fiber) tipe II menurun Terjatuh

Infiltrasi lemak Kerapuhan atau otot melemah

Secara keseluruhan akibat dari perubahan kondisi otot yang berhubungan dengan
bertambahnya usia disebut sarkopenia. Sarkopenia adalah kehilangan masa, kekuatan
dan ketahanan otot (Miller, 2012). Berikut penampang mikroskoping tulang dan otot
dalam keadaan normal dan dalam kondisi patologis

18
Gambar 1 Penampang mikroskoping tulang dan otot

Sumber: Colón, et al., (2018)

II.10.3 Perubahan pada Sendi dan Jaringan Ikat


Proses degeneratif memengaruhi tendon, ligamen, cairan synovial. Perubahan-
perubahan yang terjadi pada sendi meliputi :
Organ/Jaringan Perubahan Fisiologis Efek

Sendi Menurunnya viskositas cairan Menurunnya perlindungan ketika


synovial bergerak (Miller, 2012).

Erosi tulang (Miller, 2012). Menghambat pertumbuhan tulang


(Miller, 2012).
Mengecilnya kartilago

Degenerasi gen dan sel Penurunan elastisitas, fleksibilitas,


elastin. stabilitas, dan imobilitas (Kurnianto,
2015).
Ligamen memendek

19
Fragmentasi struktur fibrosa
di jaringan ikat.

Pembentukan jaringan parut


di kapsul sendi dan jaringan
ikat (Miller, 2012).

Penurunan kapasitas gerakan, Gangguan fleksi dan ekstensi sehingga


seperti: penurunan rentang kegiatan sehari-hari menjadi
gerak pada lengan atas, fleksi terhambat.
punggung bawah, rotasi
eksternal pinggul, fleksi lutut,
dan dorsofleksi kaki (Miller,
2012).

Komponen-komponen kapsul sendi pecah dan kolagen pada jaringan


penyambung meningkat secara progresif (Stanley, et. al., 2007). Efek perubahan pada
sendi ini adalah gangguan fleksi dan ekstensi, penurunan fleksibilitas struktur berserat,
berkurang perlindungan dari kekuatan gerakan, erosi tulang, berkurangnya kemampuan
jaringan ikat (Miller, 2012), inflamasi, nyeri, penurunan mobilitas sendi, dan
deformitas (Stanley, et. al., 2007).

II.10.5 Perubahan pada Saraf


Proses degeneratif memengaruhi gerak refleks, sensasi, dan posisi sendi. Perubahan-
perubahan yang terjadi pada saraf meliputi:
Organ/Jaringan Perubahan Fisiologis Efek

Saraf Penurunan gerakan refleks. Berjalan lebih lambat.

Gangguan proprioception Berkurangnya respon terhadap


terutama pada wanita. rangsangan lingkungan (Miller, 2012).

Berkurangnya rasa sensasi


getaran dan posisi sendi pada

20
ektremitas bagian bawah
(Miller, 2012).

Perubahan kemampuan visual Perubahan pemeliharaan dalam posisi


tegak

Perubahan kontrol postural Peningkatan goyangan tubuh yang


merupakan tolak ukur dari gerakan
tubuh saat berdiri (Miller, 2012).

Adapun ringkasan perubahan fisiologis pada sistem muskuloskeletal digambarkan


dalam gambar berikut.

Gambar 2 Perubahan Fisiologis pada Sistem Muskuloskeletal

III.10.5 Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Sistem Muskuloskeletal


Berdasarkan rilis Joint Essential pada tahun 2013 berjudul ‘What Are The Effects Of
Aging On The Musculoskeletal System?’
1. Gangguan hormon.
Riwayat gangguan hormon yang tidak teratasi dengan baik dapat menyebabkan
metabolisme ke tulang maupun otot tidak optimal. Sebagai contoh, hipertiroidisme
berhubungan erat dengan kelemahan otot dan meningkatkan risiko fraktur akibat
demineralisasi tulang.

21
2. Penyakit sistemik.
Penyakit sistemik dapat berupa gangguan vaskuler atau metabolik. Sebagai contoh,
lansia dengan diabetes akan mengalami gangguan laju atau volume pengiriman
nutrisi yang dibutuhkan untuk remodeling jaringan. Oleh karena itu, sangat penting
untuk mengontrol proses patologis untuk mengoptimalkan penyembuhan dan
potensi perbaikan sistem muskuloskeletal.
3. Faktor diet.
Kekurangan nutrisi vitamin esensial (seperti vitamin D dan vitamin C yang
memainkan peran penting dalam pertumbuhan fungsional otot dan tulang),
kurangnya mineral tertentu (seperti kalsium, fosfor dan kromium dll) dapat menjadi
hasil dari masalah pencernaan yang berkaitan dengan usia. Dengan demikian,
terjadi penurunan penyerapan dari usus atau ketidakseimbangan dalam produksi
hormon tertentu yang mengatur konsentrasi serum vitamin dan mineral seperti
kalsitonin, vitamin D, hormon paratiroid (karena tumor yang sangat lazim di usia
lanjut). Diet yang sangat baik ialah diet yang kaya akan mikro-nutrisi dalam kualitas
tinggi sehingga mampu menurunkan risiko pengembangan cacat tulang dan
kelemahan otot sebagai bagian dari proses penuaan.
4. Minimnya aktivitas fisik.
Perubahan sistem muskuloskeletal dapat diperlambat dengan melakukan olahraga
karena dapat meningkatkan kemampuan untuk mempertahankan kekuatan dan
fleksibilitas sistem muskuloskeletal. Normalnya dalam satu hari, setidaknya 30
menit aktivitas lansia diisi dengan olahraga ringan (Miller, 2012). Beberapa
olahraga yang terkenal dikalangan lansia yaitu Tai chi, yoga, dan pilates (Arenson,
2009). Selain itu, berjalan juga merupakan olahraga yang mudah dan tidak
membutuhkan banyak peralatan sehingga dapat dilakukan oleh lansia.

Jika faktor-faktor tersebut di atas tidak tertangani dengan baik, dapat berubah menjadi
penurunan fungsi muskuloskeletal pada lansia. Penurunan fungsi muskuloskeletal
dipicu oleh tiga faktor (Fillit, Rockwood & Young, 2017) yaitu :
1. Efek penuaan pada komponen sistem muskuloskeletal, misalnya tulang rawan
artikular, kerangka, jaringan lunak, memberikan kontribusi untuk pengembangan
osteoporosis dan osteoarthritis serta penurunan gerakan sendi, kekakuan, dan
kesulitan dalam memulai gerakan.

22
2. Gangguan muskuloskeletal berhubungan dengan penuaan yang mulai terjadi pada
masa dewasa muda menyebabkan peningkatan rasa sakit dan cacat tanpa
memperpendek rentang hidupnya, misalnya seronegatif spondyloarthritis, trauma
muskuloskeletal.
3. Tingginya angka kejadian gangguan muskuloskeletal tertentu pada lansia, misalnya
polymyalgia rheumatica, penyakit Paget tulang, arthropathies terkait kristal.
II.11 Asuhan Keperawatan Gerontik
KASUS

Seorang lansia A laki-laki (68 tahun) tinggal di Wisma Anggrek tanpa ditemani oleh
social worker/care giver. Lansia menderita osteoarthritis sejak 2 tahun yang lalu, fraktur
panggul 2 tahun yang lalu sehingga jika berjalan dengan pincang sambil berpegangan
pada dinding sekitar dan osteoporosis. Lansia berjalan menggunakan alat bantu
crutches, lansia pernah jatuh di kamar mandi 2 bulan yang lalu. Kamar mandi tidak ada
pegangan/rail di dekat closet dan tidak terpasang karpet antislip, hasil pengkajian Morse
Fall Scale : 65. Hasil pengkajian perawat, didapatkan data kaki kiri atrofi dan
kontraktur, kaki kanan lebih Panjang 3 cm dari kaki kiri, kekuatan otot klien adalah
5555 5555 .
5555 4344
Lingkungan rumah tampak berantakan, gelap, dan tidak datar. Lansia belum pernah
latihan menggunakan alat bantu jalan dan ingin sekali dapat kembali berjalan-jalan
keluar. Penanggung jawab wisma mengatakan lansia sering berjalan mondar-mandir
tanpa arah, sering melihat ruangan lansia lainnya tanpa tujuan yang jelas, terkadang
lansia mengikuti PJ wisma kemanapun dia pergi. Terkadang lansia ditemukan di luar
pintu panti dan tidak tau arah kembali ke wisma.

II.11.1 Pengkajian Keperawatan Kesehatan Lansia


Tanggal masuk : 26/04/2020

Nama Panti : Wisma Anggrek

I. IDENTITAS DIRI KLIEN


Nama : Tn. A
Umur : 68 tahun
Jenis Kelamin : laki – laki

23
Status Perkawinan : menikah
Agama : islam
Suku : jawa
Pendidikan Terakhir : SMA
Sumber Informasi : PJ wisma
Keluarga yang dapat dihubungi : -
Diagnosis medis (bila ada) : osteoarthritis, dan osteoporosis.

II. RIWAYAT KESEHATAN SAAT INI


Riwayat Kesehatan Sekarang
3. Keluhan Utama
Lansia A mengatakan nyeri pada ekstremitas bawah/kaki/lutut
4. Kronologi keluhan
e. Faktor pencetus : sakit osteoarthritis
f. Timbulnya keluhan : ( √ ) mendadak ( ) bertahap
g. Lamanya : 2 tahun
h. Tindakan utama mengatasi : -
III. RIWAYAT KESEHATAN YANG LALU
Lansia A mempunyai osteoporosis dan riwayat fraktur
IV. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA
Riwayat keluarga tidak ada yang memiliki riwayat penyakit keturunan
V. STATUS PEMERIKSAAN FISIK
G. Keadaan Umum
6. Tanda-tanda vital
g. Tekanan Darah (TD) : 140/90
h. Nadi : 98
i. RR : 24
j. Suhu : 370C
k. Tinggi Badan : 170 cm
l. Berat Badan : 55 kg
7. Kepala dan Rambut
Kepala tidak ada luka dan rambut sudah berwarna putih
8. Mata
Penglihatan sudah mulai berkurang
24
9. Hidung
Lansia A Hidung baik
10. Telinga
Lansia A pendengarannya masih normal dan baik
H. Sistem Pernafasan
Lansia A dalam pengkajian didapatkan RR normal yaitu 24 x/mnt, irama
pernafasan normal, dan bunyi nafas normal.
I. Sistem Kardiovaskuler
Lansia A irama dan denyut jantung normal dan tidak ada penyakit
keturunan terkat dengan kardiovaskuler.
J. Sistem Pencernaan
Pencernaan pada Lansia A normal, karena lansia BAB sehari 1 kali
dipagi hari.
K. Sistem Perkemihan
Perkemihan pada Lansia A normal, karena lansia pada saat BAK tidak
ada keluhan
L. Sistem Integumen
Kulit Tn. A lembab
M. Ekstremitas
3. Ekstremitas atas
Normal
4. Ekstremitas bawah
Lansia A mengatakan sering mengalami nyeri dibagian kaki/lutut
Hasil pengkajian perawat didapatkan data kaki kiri atrofi dan
kontraktur, kaki kanan lebih Panjang 3 cm dari kaki kiri
VI. PENILAIAN PSIKOSOSIAL DAN SPIRITUAL
H. Pola interaksi dengan lingkungan
Interaksi bagus tetapi Lansia A terkadang lupa
I. Bahasa
Bahasa yang digunakan Bahasa Indonesia dan sesekali memakai Bahasa
jawa
J. Perhatian dengan orang lain/lawan bicara
Kurang memperhatikan
K. Keadaan emosi
25
Emosi pada Lansia A stabil
L. Persepsi klien tentang kondisinya
Lansia A mengatakan sakitnya ini karena umur dan Tn. A mengatakan
pernah jatuh serta sering lupa.
M. Konsep diri
6. Gambaran diri
Lansia A mengatakan dirinya sudah tidak muda lagi
7. Ideal diri
Lansia A mengatakan dirinya senang jika beliau dibutuhkan oleh
orang lain
8. Harga diri
Klien mengatakan dirinya tidak mau dibantu oleh anaknya
menggunakan uang
9. Peran diri
Lansia A mengata kan dirinya sudah berperan sebagai ayah yang
baik saat anaknya masih kecil
10. Identitas diri
Lansia A mengatakan lupa dengan keluarganya
N. Spiritual
Klien beribadah yaitu solat 5 waktu
MORSE FALL SCALE (MFS)/ SKALA JATUH DARI MORSE

Nama : Tn.A
Umur : 68 Tahun
Tanggal : 26/04/2020

NO PENGKAJIAN SKALA NILAI KET.

1. Riwayat jatuh: apakah lansia pernah jatuh Tidak 0 25


dalam 3 bulan terakhir? Ya 25

2. Diagnosa sekunder: apakah lansia memiliki Tidak 0 15


lebih dari satu penyakit? Ya 15

3. Alat Bantu jalan: 15

26
- Bed rest/ dibantu perawat 0

- Kruk/ tongkat/ walker 15


- Berpegangan pada benda-benda di sekitar 30
(kursi, lemari, meja)
4. Terapi Intravena: apakah saat ini lansia Tidak 0 0
terpasang infus? Ya 20

5. Gaya berjalan/ cara berpindah: 20


- Normal/ bed rest/ immobile (tidak dapat 0
bergerak sendiri)
- Lemah (tidak bertenaga) 10
- Gangguan/ tidak normal (pincang/ diseret) 20

6. Status Mental 15
- Lansia menyadari kondisi dirinya 0
- Lansia mengalami keterbatasan daya ingat 15

Total Nilai 90

Pemeriksa

( )

Tingkatan Risiko Nilai MFS Tindakan

Tidak berisiko 0 – 24 Perawatan dasar

Risiko rendah 25 – 50 Pelaksanaan intervensi pencegahan jatuh standar

Risiko tinggi ≥ 51 Pelaksanaan intervensi pencegahan jatuh risiko tinggi

27
II.11.2 Data Fokus
Data subjektif Data objektif

1. Penanggung jawab wisma 1. lansia A laki-laki berusia 68 tahun


mengatakan lansia sering berjalan 2. lansia A tanpa ditemani oleh social
mondar-mandir tanpa arah, worker/care giver
2. Penanggung jawab wisma 3. Lansia menderita osteoarthritis sejak
mengatakan sering melihat ruangan 2 tahun yang lalu dan osteoporosis.
lansia lainnya tanpa tujuan yang 4. Lansia berjalan menggunakan alat
jelas, bantu crutches
3. Penanggung jawab wisma 5. Lansia pernah jatuh di kamar mandi 2
mengatakan terkadang lansia bulan yang lalu.
mengikuti PJ wisma kemanapun dia 6. Kamar mandi tidak ada pegangan/rail
pergi. di dekat closet dan tidak terpasang
4. Lansia A mengatakan nyeri di bagian karpet antislip,
ekstremitas bawah/kaki/lutut (DT) 7. Terkadang lansia ditemukan di luar
5. Lansia A mengatakan skala nyeri pintu panti dan tidak tau arah kembali
yang dideritanya adalah 5 (DT) ke wisma.
6. lansia A mengatakan berjalan tidak 8. Hasil pengkajian perawat, didapatkan
seperti saat masih muda karena nyeri data kaki kiri atrofi dan kontraktur,
(DT) kaki kanan lebih Panjang 3 cm dari
kaki kiri,
9. kekuatan otot Lansia A
5555 5555 .
5555 4344
10. hasil pengkajian Morse Fall Scale :
90 (DT)
11. Hasil Pengkajian Nyeri (DT)
P : sakit osteoarthritis
Q : berdenyut-denyut
R : nyeri di bagian ekstremitas
bawah/kaki/lutut
S:5
T : 2 tahun, nyeri timbul mendadak

28
II.11.3 Analisa Data
No. Data Masalah keperawatan

1. Data subjektif: Resiko jatuh pada lansia A laki-


laki (68 tahun) di Wisma Anggrek
- Lansia A mengatakan berjalan tidak
seperti saat masih muda karena nyeri
(DT)
Data objektif:

- lansia A tanpa ditemani oleh social


worker/care giver
- Lansia menderita osteoarthritis sejak
2 tahun yang lalu , dan osteoporosis.
- Lansia berjalan menggunakan alat
bantu crutches,
- Lansia pernah jatuh di kamar mandi 2
bulan yang lalu.
- Kamar mandi tidak ada pegangan/rail
di dekat closet dan tidak terpasang
karpet antislip,
- hasil pengkajian Morse Fall Scale : 90
- Hasil pengkajian perawat, didapatkan
data kaki kiri atrofi dan kontraktur,
kaki kanan lebih Panjang 3 cm dari
kaki kiri,
- kekuatan otot Lansia A
5555 5555 .
5555 4344

2. Data subjektif: Nyeri kronis pada lansia A laki-


laki (68 tahun) di Wisma Anggrek
- Lansia A mengatakan nyeri di bagian
ekstremitas bawah/kaki/lutut (DT)

29
- Lansia A mengatakan skala nyeri
yang dideritanya adalah 5 (DT)

Data objektif :

- Hasil Pengkajian Nyeri (DT)


P : sakit osteoarthritis
Q : berdenyut-denyut
R : nyeri di bagian ekstremitas
bawah/kaki/lutut
S:5
T : 2 tahun, nyeri timbul mendadak
3. Data subjektif Konfusi akut pada lansia A laki-
laki (68 tahun) di Wisma Anggrek
- Penanggung jawab wisma
mengatakan lansia sering berjalan
mondar-mandir tanpa arah, sering
melihat ruangan lansia lainnya tanpa
tujuan yang jelas, terkadang lansia
mengikuti PJ wisma kemanapun dia
pergi.
- Penanggung jawab wisma
mengatakan terkadang lansia
ditemukan di luar pintu panti dan
tidak tau arah kembali ke wisma.
Data objektif:

- lansia A laki-laki berusia 68 tahun

II.11.4 Diagnosa Keperawatan


1. Resiko jatuh pada lansia A laki-laki (68 tahun) di Wisma Anggrek
2. Nyeri kronis pada lansia A laki-laki (68 tahun) di Wisma Anggrek
3. Konfusi akut pada lansia A laki-laki (68 tahun) di Wisma Anggrek

II.11.5 Intervensi keperawatan


30
No Diagnosa Tujuan Rencana Kegiatan
Keperawata
Intervensi
n

1. Resiko Jatuh Setelah di lakukan tindakan Pembatasan Area (246)


pada Lansia keperawatan 3 x 24 jam di
1. Pastikan bahwa tindakan pembatasan
A wisma anggrek , dengan tujuan
dimulai (jika tingkatnya rendah,
menurunkan resiko jatuh pada
pastikan bahwa hal ini tidak efektif)
lansia A dengan kriteria hasil:
2. Batasi pada area yang tepat
1. Keparahan cedera fisik 3. Atur stimulus sensori dari manusia
(128) dan lingkungan
- Tidak ada memar 4. Gunakan alat pelindung dan tindakan
- Tidak ada fraktur 5. Sediakan tingkat supervise/surveilan
pada ekstremitas yang tepat untuk memonitor pasien
- Tidak terjadi dan mengizinkan adanya tindakan
gangguan imobilitas terapeutik
- Tidak ada penurunan 6. Sediakan bagi pasien kebutuhan fisik
kesadaran dan keamanan
2. Kontrol resiko (248) 7. Bantu pasien untuk memodifikasi
- Mengidentifikasi perilaku yang tidak tepat saat
factor resiko diinginkan
- Menghindari Manajemen Lingkungan: Keselamatan (193)
paparan ancaman
1. Identifikasi kebutuhan keamanan
kesehatan
pasien berdasarkan fungsi fisik dan
- Berpartisipasi dalam
kognitif serta riwayat perilaku di masa
skrining masalah
lalu
kesehatan
2. Identifikasi hal-hal yang
- Mengenali
membahayakan di lingkungan
perubahan status
3. Singkirkan bahan berbahaya dari
kesehatan
lingkungan jika diperlukan

31
- Mengenali 4. Modifikasi lingkungan untuk
perubahan status meminimalkan bahan berbahaya dan
kesehatan beresiko
3. Deteksi resiko (82) 5. Sediakan alat untuk beradaptasi
- Mengidentifikasi 6. Gunakan perlatan perlindungan untuk
kemungkinan resiko membatasi mobilitas fisik
kesehatan Pencegahan Jatuh (274)
- Melakukan skrining
1. Identifikasi perilaku dan factor yang
sesuai waktu yang
mempengaruhi resiko jatuh
dianjurkan
2. Kaji ulang riwayat jatuh bersama
- Manfaatkan sumber-
dengan pasien dan keluarga
sumber untuk
3. Identifikasi karakteristik dari
mengetahui resiko
lingkungan yang mungkin
kesehatan pribadi
meningkatkan potensi jatuh
4. Monitor gaya berjalan
5. Kunci kursi roda, tempat tidur atau
branker selama melakukan
pemindahan pasien
6. Letakan bendaa-benda dalam
jangkauan yang mudah bagi pasien
7. Instruksikan pasien untuk memanggil
bantuan terkait pergerakan
8. Ajarkan pasien bagaimana jika jatuh,
untuk meminimalkan cedera
9. Mengajarkan teknik balance
(keseimbangan) tubuh

2. Nyeri kronis Setelah di lakukan tindakan Manajemen lingkungan : kenyamanan ( 6482)


pada Lansia keperawatan 3 x 24 jam di hal 192
A laki-laki wisma anggrek , dengan tujuan
1. Tentukan tujuan pasien dan keluarga
menurunkan nyeri kronis pada
dalam mengelola lingkungan dan
lansia A dengan kriteria hasil:
kenyamanan yang optimal

32
A. Status kenyamanan fisik 2. Hindari gangguan yang tidak perlu
dan berikan untuk waktu istirahat
1. Control terhadap gejala
3. Ciptakan lingkungan yang tengan dan
2. Kesejahteraan fisik tidak
mendukung.
terganggu
4. Pertimbangkan sumber-sumber
3. Memiliki posisi yang
ketidaknyamanan, seperti balutan
nyaman
yang lembab, posisi selang, bautan
4. Perawatan pribadi dan
yang tertekan, seprei kusut, maupun
kebersihan tidak
lingkugan yang mengganggu
tergaggu
5. Sesuaikan suhu ruangan yang paling
5. Gatal-gatal tidak ada
menyamankan individu, jika
6. Nyeri otot tidak ada
memungkinka
A. Kontrol Nyeri
6. Hindari paparan dan aliran udara yang
1. Secara konsisten
tidak perlu, terlalu panas, maupun
menunjukan
terlalu dingin.
mengenali kapan
nyeri terjadi
Manajemen nyeri (1400) hal 198
2. Secara konsisten
1. Lakukan pengkajian nyeri
menunjukan
komprehensif yang meliputi lokasi,
dapat
karakteristik,onset/durasi,frekuensi,
menggambarkan
kualitas, intensitas atau beratnya nyeri
factor penyebab
dan factor pencetus
3. Secara konsisten
2. Pastikan perawatan analgesic bagi
menunjukan
pasien dilakukan dengan pemantauan
dapat
yang ketat
menggunakan
3. Gali pengetahuan dan kepercayaan
tindakan
pasien mengenai nyeri
pencegahan
4. Tentukan akibat dari pengalaman
4. Secara konsisten
nyeri terhadap repon nyeri pasien (
menunjukan
misalnya, tidur, nafsu makan,
menggunakan
pengertian, perasaan, hubungan,
sumber daya
performa kerja dan tanggung jawab
yang tersedia
peran)

33
5. Secara konsisten 5. Gali Bersama pasien factor-faktor
menunjukan yang dapat menurunkan atau
mengenali apa memperberat nyeri
yang terkait 6. Evaluasi Bersama pasien dan tim
dengan gejala kesehatan lainnya, mengenai
nyeri efektifitas tindakan pengontrolan
6. Secara konsisten nyeri yang pernah digunakan
menunjukan sebelumnya.
dapat 7. Mengajarkan teknik Tarik nafas
melaporkan nyeri dalam dan guided imagery pada saat
yang terkontrol nyeri datang

3. Konfusi akut Setelah di lakukan tindakan Stimulasi kognisi (4720) hal 423
pada Lansia keperawatan 3 x 24 jam di
1. Konsultasi dengan keluarga dalam
A wisma anggrek , dengan tujuan
rangka membangun dasar kognisi
menurunkan konfusi akutpada
klien
lansia A dengan kriteria hasil:
2. Informasikan klien mengenai beita
A. Orientasi kognitif terkini yang tidak mengancam
1. Tidak terganggu 3. Tawarkan stimulasi lingkungan
mengidentifikasi melalui kontak dengan banyak
diri sendiri personil
2. Tidak terganggu 4. Hadirkan perubahan secara berkala
mengidentifikasi 5. Orientasikan klien terhadap waktu,
orang-orang tempat dan orang
yang signifikan 6. Bicara pada klien
3. Tidak terganggu 7. Tunjukan sensitifitas terhadap respon
mengidentifikasi caregiver dengan berespon segera dan
tempat saat ini sesuai tanda tanda yang ditunjukan
4. Tidak terganggu 8. Mengajarkan teknik kognitif
mengidentifikasi
hari dengan Manajemen delirium 6440 hal 159
benar

34
5. Tidak terganggu 1. Monitor status neurologi secara
mengidentifikasi berkala.
peristiwa saat ini 2. Libatkan anggota keluarga atau tenag
yang signifikan. a sukarela dirumah sakit untuk
B. Tingkat delirium mengawasi pasien yang mengalami
1. Disorientasi agitasi dari pada melakukan
waktu ringan pengekangan.
2. Disorientasi 3. Kenali perasaan dan ketakutan pasien
tempat ringan 4. Biarkan pasien melakukan kebiasaan-
3. Disorientasi kebiasaan yang bias mengurangi
orang ringan kecemasan
4. Gangguan 5. Berikan pasien informasi mengenai
kognisi ringan apa yang terjadi dan apa yang bisa
5. Gangguan terjadi dimasa mendatang
memori ringan 6. Dukung adanya kunjungan dari orang-
6. Kesulitan orang yang penting bagi pasien, jika
menafsirkan memungkinkan.
rangsangan
lingkungan
ringan.

35
BAB III

PENUTUP

III.1 Kesimpulan

Mobilitas bukan merupakan sesuatu yang absolut dan statis dalam menentukan
kemampuan untuk berjalan, tetapi mobilitas optimal merupakan sesuatu yang
individualistis, relatif dan dinamis yang tergantung pada interaksi antara faktor-faktor
lingkungan dan sosial, afektif dan fungsi fisik. Keparahan imobilitas pada sistem
muskuloskeletal adalah penurunan tonus, kekuatan, ketahanan otot, rentang gerak sendi
dan kekuatan skeletal. Pengkajian pada pasien gangguan mobilisasi dapat ditemukan
adanya atrofi otot, mengecilnya tendon, ketidakadekuatnya sendi, nyeri pada saat
bergerak, keterbatasan gerak, penurunan kekuatan otot, paralisis, serta kifosis. Adapun
diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien gangguan mobilisasi adalah : Nyeri
akut/kronis berhubungkan dengan destruksi sendi, Intoleransi aktivitas berhubungan
dengan penurunan kekuatan otot, dan Kurang perawatan diri berhubungan dengan nyeri
pada waktu bergerak.

36
Osteoartritis merupakan golongan rematik sebagai penyebab kecacatan yang
menduduki urutan pertama dan akan meningkat dengan meningkatnya usia, penyakit
ini jarang ditemui pada usia di bawah 46 tahun tetapi lebih sering dijumpai pada usia di
atas 60 tahun. Faktor umur dan jenis kelamin menunjukkan adanya perbedaan frekuensi
(Sunarto, 1994, Solomon, 1997).

Daftar Pustaka

Long C Barbara, Perawatan Medikal Bedah (Suatu pendekatan proses Keperawatan),


Yayasan Ikatan alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran, Bandung, 1996

Potter, patricia A.2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan . Jakarta : EGC

R. Boedhi Darmojo & Martono Hadi (1999), Geriatri Ilmu Kesehatan Usia Lanjut, Jakarta,
Balai Penerbit FK Universitas Indonesia

Smeltzer S. C. & Bare B.G. (2001). Buku ajar keperawatan medikal bedah brunner suddart.
Ed. 8. Vol. 3. Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta.

Soeparman (1995), Ilmu Penyakit Dalam, Edisi Kedua, Jakarta, Balai Penerbit FKUI

Nanda.NIC.NOC

37
1
ASKEP LANSIA DENGAN DEPRESI

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Gerontik

Dosen Pengampu:

Ns. Ritanti, M.Kep,Sp.Kep.Kom

Disusun oleh:

Nir Ashmah (1710711121)

Nabilah Tiani R (1710711123)

Jyhan Aprilia A (1710711124)

Lilis Dwi (1710711127)

Niasa Lora R (1710711130)

Mugia Saidah (1710711145)

PROGRAM STUDI S.1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA
2020

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan
dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada
pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa
putus asa dan tidak berdaya, serta keinginan bunuh diri (Kaplan HI, Sadock BJ,
2010). Menurut Hawari (2006) dalam (Juwita, 2013) depresi adalah gangguan alam
perasaan (mood) yang ditandai dengan kemurungan dan kesedihan yang mendalam
dan berkelanjutan sehingga hilangnya kegairahan hidup, tidak mengalami
gangguan dalam menilai realitas (Reality Testing Ability, masih baik), kepribadian
tetap utuh atau tidak mengalami keretakan kepribadian (Splitting of personality),
perilaku dapat terganggu tetapi dalam batas-batas normal.

Depresi diartikan sebagai gangguan alam perasaan yang ditandai dengan


perasaan tertekan, menderita, berkabung, mudah marah dan kecemasan (WHO,
2001). Menurut Isaacs (2001) dalam (Prasetya, 2010) depresi juga dapat diartikan
sebagai keadaan emosional yang diartikan dengan kesedihan, berkecil hati,
perasaan bersalah, penurunan harga diri, ketidakberdayaan dan keputusasaan.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa depresi pada lanjut


usia adalah suatu bentuk gangguan alam perasaan yang bersifat patologis yang
ditandai dengan perasaan sedih, harga diri rendah, rasa bersalah, putus asa, perasaan
kosong, perasaan tertekan, menderita, mudah marah, gangguan makan, sulit tidur
dan kecemasan.

B. Teori-Teori Yang Berhubungan dengan Depresi pada Lansia.


Menurut (Setiati et al., 2009) terdapat beberapa teori yang
berhubungan dengan terjadinya depresi pada lansia:
1. Teori neurobiologi yang menyebutkan bahwa faktor genetik berperan.
Kemungkinan depresi yang terjadi pada saudara kembar monozigot adalah
60-80% sedangkan pada saudara kembar heterozigot 25-35%. Freud dan
Karl Abraham berpendapat bahwa pada proses berkabung akibat hilangnya
obyek cinta seperti orang maupun obyek abstrak dapat terintrojeksikan
kedalam individu sehingga menyatu atau merupakan bagian dari individu
itu. Obyek cinta yang hilang bisa berupa kebugaran yang tidak muda lagi,
kemunduran kondisi fisik akibat berbagai kondisi multipatoogi, kehilangan
fungsi seksual, dan lain-lain. Seligman berpendapat bahwa terdapat
hubungan anatara kehilangan yang tidak terhindarkan akibat proses menua
dan kondisi multipatologi tadi dengan sensasi passive helpesness yang
sering terjadi pada usia lanjut (Setiati et al., 2009).

3
Dalam teori Erik Erikson, kepribadian berkembang dan terus
tumbuh dengan perjalanan kehidupan. Perkembangan ini melalui beberapa
tahap psikososial seperti melalui konflik-konflik yang terselesaikan oleh
individu tersebut yang dipengaruhi oleh maturitas kepribadian pada fase
perkembangan sebelumnya, dukungan lingkungan terdekatnya dan tekanan
hidup yang dihadapinya. Erikson menyebutkan adanya krisis integrity
versus despair yaitu individu yang sukses melampaui tahapan tadi akan
dapat beradaptasi dengan baik, menerima segala perubahan yang terjadi
dengan tulus dan memandangkehidupan dengan rasa damai dan bijaksana.
Penelitian akhir-akhir ini juga mengatakan bahwa konflik integrity versus
despair berhasil baik pada usia lanjut yang lebih muda dibanding usia lanjut
yang tua (Setiati et al., 2009).
2. Teori Heinz Kohut menekankan pada aspek hilangnya rasa kecintaan pada
diri sendiri akibat proses penuaan ditambah dengan rasa harga diri dan
kepuasan diri yang kurang dukungan sosial yang tidak terpenuhi akan
menyebabkan usia lanjut tidak mampu memelihara dan mempertahankan
rasa harga diri mereka sering merasa tegang dan takut, cemas, murung,
kecewa dan tidak merasa sejahtera diusia senja (Setiati et al., 2009).
3. Teori neurobiology
Para ahli sepakat bahwa faktor genetik berperan
pada depresi lansia.Pada beberapa penelitian juga ditemukan adanya
perubahan neurotransmiter pada
depresi lansia, seperti menurunnya konsentrasi
serotonin, norepinefrin, dopamin, asetilkolin, serta meningkatnya
konsentrasi monoamin oksidase otak akibat proses penuaan. Atrofi
otak juga diperkirakan berperan pada depresi lansia.
4. Teori psikodinamik.
Elaborasi Freud pada teori Karl Abraham tentang proses berkabung
menghasilkan pendapat bahwa hilangnya objek cinta diintrojeksikan ke
dalam individu tersebut sehingga menyatu atau merupakan bagian dari
individu itu. Kemarahan terhadap objek
yang hilang tersebut ditujukan kepada diri sendiri. Akibatnya terjadi
perasaan bersalah atau menyalahkan diri tidak berguna,dan sebagainya.
5. Teori kognitif dan perilaku.
Konsep Seligman tentang learned helplessnesss
menyatakan bahwa terdapat hubungan antara
kehilangan yang tidak dapat dihindari akibt proses
penuaan seperti keadaan tubuh, fungsi seksual, dan
sebagainya dengan sensasi passive helplessness pada pasien usia lanjut.
Salah satu teori psikologis tentang terjadinya gangguan depresif adalah
terjadinya distorsi kognitif.

4
Dalam hal ini berkaitan dengan bagaimana interpretasi seseorang
terhadap peristiwa-peristiwa kehidupan yang dialaminya.
6. Teori psikoedukatif
Hal-hal yang dipelajari atau diamati individu pada
orang tua usia lanjut misalnya ketidakberdayaan
mereka, pengisolasian oleh keluarga, tiadanya sanaksaudara ataupun
perubahan-
perubahan fisik yangdiakibatkan oleh proses penuaan dapat memicu
terjadinya depresi pada usia lanjut.
Dukungan sosial yang buruk dan kegiatan religious
yang kurang dihubungkan dengan terjadinya depresi
pada lansia. Suatu penelitian komunitas di
Hongkong menunjukkan hubungan antara
dukungan sosial yang buruk dengan depresi.
Kegiatan religius dihubungkan dengan depresi yang
lebih rendah pada lansia di Eropa. “Religiouscoping” berhubungan dengan
kesehatan emosional
dan fisik yang lebih baik. “Religious coping”berhubungan dengan berkura
ngnya gejala- gejala depresif tertentu, yaitu kehilangan ketertarikan,
perasaan tidak berguna, penarikan diri dari interaksisosial,
kehilangan harapan, dan gejala- gejala
kognitiflain pada depresi (Blazer, 2003).

C. Etiologi.
Etiologi diajukan para ahli mengenai depresipada usia lanjut (Damping,
2003) adalah:
1. Polifarmasi.
2. Terdapat beberapa golongan obat yang dapat
menimbulkan depresi, antara lain: analgetika, obatanti
inflamasi nonsteroid, antihipertensi,antipsikotik, antikanker, ansiolitika, da
n lain-lain.
3. Kondisi medis umum.
Beberapa kondisi medis umum yang berhubungan dengan
depresi adalah gangguan endokrin,
neoplasma, gangguan neurologis, dan lain- lain.

D. Prevalensi Lansia Dengan Depresi


Prevalensi depresi pada lansia di dunia dengan usia rata-rata 60
tahun serta diperkirakan terdapat 500 juta jiwa. World Health
Organization(2012) menyebutkan bahwa terdapat 100 juta kasus depresi
setiap tahunnya (Evy, 2012).Prevalensi depresi di Indonesia berdasarkan
Pusat Informasi Penyakit Tidak Menular, lansia yang mengalami depresi

5
sebesar 11,6% (Kemenkes, 2012). Hasil laporan Riset Kesehatan Dasar
2013, menyebutkan bahwa prevalensi lansia berusia 55-64 tahun yang
mengalami depresi sebesar 15,9%, lansia usia 65-74 tahun sebesar 23,2%,
dan lansia usia diatas 75 tahunsebesar 33,7% (Kemenkes, 2013). Prevalensi
lansia di Jawa Tengah yang mengalami depresi berjumlah 12%. Prevalensi
depresi pada lansia usia 55-64 tahun sebesar 14,2%, pada lansia usia 65-74
tahunsebesar 18,0%, lansia usia > 75 tahun sebesar 28,7% (DinKes Jateng,
2013). Prevalansi Lansia di Kabupaten Kendal,yang mengalami depresi
sebesar 29,6%, dengan prevalensi tertinggi berada di wilayah Kecamatan
Kota Kendal yaitu sebesar 26,6% (Profil Kendal, 2012).

E. Gambaran Klinik.
Individu dengan depresi juga harus mengalami
paling sedikit empat gejala tambahan yang ditarik dari
suatu daftar yang meliputi :
1. Perubahan-perubahan dalam nafsu makan atau berat badan,
2. Tidur, dan aktivita spsikomotorik;
3. Energi yang berkurang;
4. Perasaan tidak berharga atau bersalah;
5. Kesulitan dalam berpikir,
6. Berkonsentrasi, atau membuat keputusan;
7. Pemikiran-pemikiran berulang tentang kematian atau pemikiran,
8. Rencana-rencana, atau usaha untuk bunuh diri
(American Psychiatric Association).
Dalam Gallo & Gonzales (2001) disebutkan gejala-
gejala depresi lain pada lanjut usia:
1. Kecemasan dan kekhawatiran
2. Keputusasan dan keadaan tidak berdaya
3. Masalah-masalah somatik yang tidak dapat dijelaskan
4. Iritabilitas
5. Kepatuhan yang rendah terhadap terapi medis atau diet
6. Psikosis
Manifestasi depresi pada lansia berbeda dengandepresi pad
a pasien yang lebih muda.Gejala-gejala depresi sering berbaur
dengan
keluhan somatik.Keluhan somatik cenderung lebih dominan
dibandingkan dengan mood depresi.
Gejala fisik yangdapat menyertai depresi dapat bermacam-macam
seperti sakit kepala, berdebar-
debar, sakit pinggang,gangguan gastrointestinal dan sebagainya.
Sedangkan menurut Greg Wilkinson, tanda dan gejala
depresi terbagi atas:

6
1. Suasana Hati
2. Sedih
3. Kecewa
4. Murung
5. Putus Asa
6. Rasa cemas dan tegang
7. Menangis
8. Perubahan suasana hati
9. Mudah tersinggung
10. Fisik
11. Merasa kondisi menurun, lelah
12. Pegal-pegal
13. Sakit
14. Kehilangan nafsu makan
15. Kehilangan berat badan
16. Gangguan tidur
17. Tidak bisa bersantai
18. Berdebar-debar dan berkeringat
19. Agitasi
20. Konstipasi.

F. Tingkatan Depresi pada Lansia.


Menurut Depkes RI tahun 2001 tingkatan depresi yaitu:
1. Depresi ringan.
Suasana perasaan yang depresif, Kehilangan minat,
kesenangan dan mudah lelah, konsentrasi dan perhatian kurang,
harga diri dan kepercayaan diri kurang, perasaan salah dan tidak
berguna, pandangan masa depan yang suram, gagasan dan perbuatan
yang membahayakan diri, tidak terganggu dan nafsu makan kurang.
2. Depresi Sedang.
Kesulitan nyata mengikuti kegiatan sosial, pekerjaan dan
urusan rumah tangga
3. Depresi berat tanpa gejala manic.
Biasanya Gelisah, kehilangan harga diri dan perasaan tidak
berguna, keinginan bunuh diri.
Gangguan depresi dibedakan dalam depresi ringan, sedang
dan berat sesuai dengan banyak dan beratnya gejala serta
dampaknya terhadap fungsi kehidupan seseorang. Menurut ICD 10,
pada gangguan depresi ada 3 gejala utama yaitu:
1. Mood terdepresi (suasana perasaan hati murung/sedih),
2. Hilang minat atau gairah,
3. Hilang tenaga dan mudah lelah, yang disertai dengan gejala lain seperti:

7
4. Konsentrasi menurun,
5. Harga diri menurun,
6. Perasaan bersalah,
7. Pesimis memandang masa depan,
8. Ide bunuh diri atau menyakiti diri sendiri,
9. Pola tidur berubah,
10. Nafsu makan menurun
Tabel 2.1Pedoman Berat Ringannya Depresi

Depresi Gejala Gejala lain Fungsi Keterangan

Utama

Ringan 2 2 Baik Distress +

Sedang 2 3 atau 4 Terganggu Berlangsung


minimal 2
minggu

Berat 3 4 Terganggu Intensitas gejala


berat sangat berat

Sumber: Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2000

G. Dampak Depresi Pada Lansia.


Pada usia lanjut depresi yang berdiri sendiri
maupun yang bersamaan dengan penyakit lain
hendaknya ditangani dengan sungguh-sungguh karenabila tidak diobati
dapat memperburuk perjalanan penyakit dan memperburuk prognosis.
Pada depresi dapat dijumpai hal-hal seperti
dibawah ini (Mudjaddid, 2003):
1. Depresi dapat meningkatkan angka kematian pada pasie
n dengan penyakit kardiovaskuler.
2. Pada depresi timbul ketidakseimbangan hormonal
yang dapat memperburuk penyakit kardiovaskular (Misal:
peningkatan hormone
adrenokortikotropin akan meningkatkan kadarkortisol).
3. Metabolisme serotonin yang terganggu pada
depresi akan menimbulkan efek trombogenesis.
4. Perubahan suasana hati (mood) berhubungandengan gangg
uan respons
imunitas termasukperubahan fungsi limfosit dan penurunan
jumlah limfosit.

8
5. Pada depresi berat terdapat penurunan aktivitas selnatural k
iller.
6. Pasien depresi menunjukkan kepatuhan yang buruk
pada program pengobatan maupun rehabilitasi.
Depresi pada lansia yang tidak ditangani dapat
berlangsung bertahun-tahun dan dihubungkan dengan
kualitas hidup yang jelek, kesulitan dalam fungsi sosial
dan fisik, kepatuhan yang jelek terhadap terapi, dan
meningkatnya morbiditas
dan mortalitas akibat bunuhdiri dan penyebab lainnya (Unützer,
2007). Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa depresi pada lansia menyebabk
an peningkatan penggunaan rumah sakitdan outpatient medical
services (Blazer, 2003).

H. Skala Pengukuran Depresi Pada Lanjut Usia.


Depresi dapat mempengaruhi perilaku dan aktivitas seseorang
terhadap lingkungannya. Gejala depresi pada lansia diukur menurut
tingkatan sesuai dengan gejala yang termanifestasi. Jika dicurigai terjadi
depresi, harus dilakukan pengkajian dengan alat pengkajian yang
terstandarisasi dan dapat dipercayai serta valid dan memang dirancang
untuk diujikan kepada lansia. Salah satu yang paling mudah digunakan
untuk diinterprestasikan diberbagai tempat, baik oleh peneliti maupun
praktisi klinis adalah Geriatric Depression Scale (GDS).
Alat ini diperkenalkan oleh Yesavagepada tahun 1983 dengan
indikasi utama pada lanjut usia, dan memiliki keunggulan mudah digunakan
dan tidak memerlukan keterampilan khusus dari pengguna. Instrument GDS
ini memiliki sensitivitas 84 % danspecificity 95 %. Tes reliabilitas alat
ini correlates significantly of 0,85 (Burns, 1999). Alat ini terdiri dari 30 poin
pertanyaan dibuat sebagai alat penapisan depresi pada lansia. GDS
menggunakan format laporan sederhana yang diisi sendiri dengan
menjawab “ya” atau “tidak” setiap pertanyaan, yang memrlukan waktu
sekitar 5-10 menit untuk menyelesaikannya. GDS merupakan alat
psikomotorik dan tidak mencakup hal-hal somatik yang tidak berhubungan
dengan pengukuran mood lainnya. Skor 0-10 menunjukkan tidak ada
depresi, nilai 11-20 menunjukkan depresi ringan dan skor 21-30 termasuk
depresi sedang/berat yang membutuhkan rujukan guna mendapatkan
evaluasi psikiatrik terhadap depresi secara lebih rinci, karena GDS hanya
merupakan alat penapisan.

I. Penatalaksanaan Depresi Pada usia Lanjut.


A. Terapi fisik.

9
Obat.
Secara umum, semua obat antidepresan sama efektivitasnya.
Pemilihan jenis antidepresan ditentukan oleh pengalaman klinikus dan
pengenalan terhadap berbagai jenis antidepresan. Biasanya pengobatan
dimulai dengan dosis separuh dosis dewasa, lalu dinaikkan perlahan-
lahan sampai ada perbaikan gejala.
B. Terapi Elektrokonvulsif (ECT).
Untuk pasien depresi yang tidak bisa makan dan minum, berniat
bunuh diri atau retardasi hebat maka ECT merupakan pilihan terapi yang
efektif dan aman. ECT diberikan 1- 2 kali seminggu pada pasien rawat
nginap, unilateral untuk mengurangi confusion/memory problem.Terapi
ECT diberikan sampai ada perbaikan mood(sekitar 5 - 10 kali),
dilanjutkan dengan anti depresan untuk mencegah kekambuhan.
C. Terapi Psikologik.
Psikoterapi.
Psikoterapi individual maupun kelompok paling efektif jika
dilakukan bersama-sama dengan pemberian antidepresan. Baik
pendekatan psikodinamik maupun kognitif behavior sama
keberhasilannya. Meskipun mekanisme psikoterapi tidak sepenuhnya
dimengerti, namun kecocokan antara pasien dan terapis dalam proses
terapeutik akan meredakan gejala dan membuat pasien lebih nyaman,
lebih mampu mengatasi persoalannya serta lebih percaya diri.
D. Terapi kognitif.
Terapi kognitif - perilaku bertujuan mengubah pola pikir pasien
yang selalu negatif (persepsi diri, masa depan, dunia, diri tak berguna,
tak mampu dan sebagainya) ke arah pola pikir yang netral atau positif.
Ternyata pasien usia lanjut dengan depresi dapat menerima metode ini
meskipun penjelasan harus diberikan secara singkat dan terfokus.
Melalui latihan-latihan, tugas-tugas dan aktivitas tertentu terapi kognitif
bertujuan merubah perilaku dan pola pikir.
E. Terapi keluarga
Problem keluarga dapat berperan dalam perkembangan penyakit
depresi, sehingga dukungan terhadap keluarga pasien sangat penting.
Proses penuaan mengubah dinamika keluarga, ada perubahan posisi dari
dominan menjadi dependen pada orang usia lanjut. Tujuan terapi
terhadap keluarga pasien yang depresi adalah untuk meredakan perasaan
frustasi dan putus asa, mengubah dan memperbaiki sikap/struktur dalam
keluarga yang menghambat proses penyembuhan pasien.
F. Penanganan Ansietas (Relaksasi),
Teknik yang umum dipergunakan adalah program relaksasi
progresif baik secara langsung dengan instruktur (psikolog atau terapis
okupasional) atau melalui tape recorder. Teknik ini dapat dilakukan

10
dalam praktek umum sehari-hari. Untuk menguasai teknik ini
diperlukan kursus singkat terapi relaksasi.
Penanganan depresi dapat dilakukan pada lansia itu sendiri, keluarga
lansia dan masyarakat, yaitu:
1. Diri Sendiri (Lansia)
2. Berfikir positif
3. Terbuka bila ada masalah
4. Menerima kondiri apa adanya
5. Ikut Kegiatan pengajian
6. Tidur yang cukup
7. Olahraga teratur
8. Optimis
9. Rajin beribadah
10. Latihan relaksasi
11. Ikut beraktivitas dan bekerja sesuai kemampuan
12. Keluarga
13. Dukung lansia tetap berkomunikasi
14. Ajak lansia berdiskuasi setiap minggu sekali
15. Mendengarkan keluahan lansia
16. Berikan bantuan ekonomi
17. Dukung kegiatan lansia
18. Ikut serta anak dan cucu merawat lansia
19. Memberikan kesempatan lansia beraktivitas sesuai dengan
kemampuan
Masyarakat
1. Sediakan sarana posbindu untuk pelayanan
kesehatan lansia
2. Siapkan tempat dan waktu latihan aktivitas
lansia.
3. Support.

J. Asuhan Keperawatan Lansia dengan Depresi


Seorang lansia laki-laki berusia 61 tahun tinggal bersama keluarga besarnya,
suasana rumah hampir setiap hari ramai oleh cucu-cucunya yang masih balita.
Lansia tidak bersemangat, menolak makan dan terlihat banyak diam serta
menyendiri di kamar. Menurut keluarga kondisi ini sudah berjalan hampir dua
bulan semenjak anak bungsunya memutuskan bekerja keluar kota, sehingga tidak
tinggal bersama lagi. Lansia merasa tidak dihargai oleh anaknya maupun istri
barunya dan ingin sendiri saja. Oleh karena itu, lansia datang ke puskesmas. Lansia
menceritakan bahwa telah menikah lagi dengan wanita berusia 40 tahun. Lansia
menanyakan kemampuan ereksi yang lambat dan merasa sangat lelah setelah

11
selesai berhubungan dengan istri barunya. Lansia juga bertanya apakah boleh
mempergunakan obat-obatan yang ditawarkan untuk meningkatkan staminanya.

Data Tambahan :
Hasil pengkajian pada perawat didaptkan tanda-tanda vital : tekanan darah 130/80
mmHg, S 36,5℃ N 60x/menit, RR 22x/menit, BB sesudah 75 kg , BB sebelum 80
kg. Komunikasi lansia tertutup dengan keluarganya,

1. PENGKAJIAN
IDENTITAS DIRI KLIEN
Nama : Tn. E
Umur : 61 Tahun
Jenis Kelamin : Laki - Laki
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan Terakhir : SMA
Sumber Informasi : Keluarga
Riwayat Kesehatan Sekarang
Keluhan Utama : Lansia merasa bahwa dirinya tidak dihargai
oleh anak dan istri barunya dan ingin sendiri
saja.
Kronologi keluhan : Semenjak anak bungsunya memutuskan
untuk bekerja di luar kota ,sehingga tidak
tinggal bersama lagi, lalu lansia tidak
bersemangat, menolak makan, dan
menyendiri di kamar dan dia merasa tidak
dihargai lagi oleh anak dan istri barunya.
Faktor pencetus : Anak bungsunya memutuskan untuk bekerja
di luar kota
Tindakan utama mengatasi : Lansia pergi ke Puskesmas

STATUS PEMERIKSAAN FISIK


Tanda – tanda vital
TD : 130 / 80 mmHg
S : 36,5C
N : 60 x/mnt
RR : 22 x / menit
Berat Badan : 75 Kg
Rambut dan kepala : Bentuk kepala bulat simetris, distribusi
rambut merata, warnah hitam keputihan
Leher : Tidak ada pembesaran vena jugularis

12
Mata : Simetris, sklera berwarna putih, konjungtiva
tidak anemis
Telinga : Simetris, tampak bersih, tidak ada
benjolan, tidak ada cairan di dalam telinga
Mulut : Mulut bersih, gigi ada beberapa yang
tanggal.

PENILAIAN PSIKOSOSIAL DAN SPIRITUAL.


Pola interaksi dengan lingkungan : Tertutup
Bahasa : Bahasa Indonesia
Perhatian dengan orang lain/lawan bicara : Baik
Keadaan emosi : Tidak stabil
Persepsi klien dengan kondisi : Kemampuan ereksi yang lambat dan
merasa sangat lelah setelah selesai
berhubungan dengan istri barunya
PENILAIAN KEMANDIRIAN KLIEN
No. Indeks Katz Mandiri Ketergantungan
1. Mandi Ke kamar mandi, Ya
menggosok bagian tubuh,
gosok gigi
2. Berpakaian Memakai dan melepaskan Ya
pakaian dan
melakukannya dengan
cepat)
3. Toilet Pergi ke toilet, untuk BAB Ya
dan BAK, membersihkan
diri sendiri serta memakai
baju/celana sendiri
4. Pergerakan Bergerak dari dan ke Ya
tempat tidur kursi dengan
pegangan/ tongkat
penyangga
5. Continence Mengontrol saat BAK dan Ya
BAB
6. Makan Untuk memotong Ya
makanan seperti daging,
sayur ataupun buah
Hasil Penilaian A

Kriteria Penilaian :

13
A : Ketidaktergantungan dalam semua fungsi keenam fungsi
B : Ketidaktergantungan dalam semua hal tetapi masih ada fungsi yang tidak bisa
dilakukan.
C : Ketidaktergantungan dalam semua fungsi tetapi tidak bisa mandi sendiri dan
satu tambahan fungsi lainnya.
D : Ketidaktergantungan dalam semua fungsi tetapi tidak bisa mandi, berpakaian,
dan satu tambahan fungsi lainnya
E : Ketidaktergantungan dalam semua fungsi tetapi tidak bisa mandi, berpakaian,
toilet dan satu fungsi lainnya
F : Ketidaktergantungan dalam semua fungsi tetapi tidak bisa mandi, berpakaian,
toilet, bergerak dan satu fungsi lainnya
G : Tergantung dalam semua fungsi tersebut

BARTHEL INDEKS
Dengan
No. Aktifitas Tanpa Bantuan
Bantuan
1 Makan (jika makan harus dipotong terlebih dahulu
0 10
berarti memerlukan bantuan)
2 Bergerak dari kursi roda ke tempat tidur dan kembali
0 15
(termasuk duduk tegak di tempat tidur)
3 Personal toilet (mencuci muka, menyisir rambut,
0 5
bercukur, membersihkan gigi)
4 Duduk dan berdiri dari toilet (cara memegang pakaian,
0 10
mengelap, menyiram WC)
5 Mandi sendiri 0 5
6 Berjalan di permukaan yang berbeda (jika tidak bisa
0 15
berjalan penggunaan kursi roda)
7 Naik turun tangga 0 10
8 Berpakaian (termasuk didalamnya mengikat tali sepatu
0 10
mengencangkan dan mengendorkannya)
9 Mengontrol BAB 0 10
10 Mengontrol BAK 0 10
Jumlah 100

Penilaian:
0-20 : ketergantungan
21-61 : ketergantungan berat/ sangat tergantung
62-90 : ketergantungan berat
91-99 : ketergantungan ringan
100 : mandiri.

PENGKAJIAN SKALA DEPRESI

14
Pengkajian ini menggunakan skala Depresi Geriatrik bentuk singkat dari
Yesavage (1983) yang instrumennya disusun secara khusus digunakan pada lanjut
usia untuk memeriksa depresi.

Penilaian
No Pertanyaan
Ya Tidak

Pilihlah jawaban yang sesuai sebagaimana yang anda rasakan dalam 1 minggu terakhir
Apakah pada dasarnya anda puas dengan kehidupan saat
1. Tidak
ini
Apakah anda membatalkan banyak dari rencana kegiatan
2. Ya
minat anda
3. Apakah anda merasa bahwa hidup anda kosong/ hampa Ya
4. Apakah anda sering merasa kebosanan Ya
Apakah anda mempunyai suatu harapan/ masa depan yang
5. Tidak
baik setiap waktu
Apakah anda terganggu dengan memikirkan kesulitan
6. Ya
anda tanpa jalan keluar
7. Apakah anda seringkali merasa bersemangat Tidak
Apakah anda mengkhawatirkan sesuatu hal yang buruk
8. Ya
akan menimpa anda
9. Apakah anda seringkali merasa gembira Tidak
10. Apakah anda seringkali merasa tak terbantukan Ya
11. Apakah anda seringkali merasa gelisah dan resah Ya
Apakah anda lebih menyukai tinggal dirumah daripada
12. Ya
keluar rumah dan melakukan sesuatu hal yang baru
Apakah anda seringkali mengkhawatirkan masa depan
13. Ya
anda
14. Apakah anda merasa kesulitan dengan daya ingat anda Tidak
15. Apakah anda berpikir/bersyukur masih hidup saat ini Tidak
16. Apakah anda sering merasa kelabu dan berputus asa Ya
17. Apakah anda merasa tidak berguna saat ini Ya
18. Apakah anda sering menyesalkan masa lalu anda Ya
Apakah menurut anda hidup ini penuh tantangan yang
19. Tidak
menyenangkan
20. Apakah anda merasa kesulitan mengawali suatu kegiatan Tidak
21. Apakah anda merasaAkan penuh daya dan energi Tidak
Apakah menurut anda keadaan yang dihadapi tanpa
22. Ya
harapan

15
23. Apakah anda seringkali marah karena alasan sepele Ya
Apakah menurut anda keadaan orang lain lebih baik dari
24. Ya
anda
25. Apakah anda sering lupa bagaimana menangis Tidak
26. Apakah anda sulit berkonsentrasi Ya
Apakah anda bangun pagi dengan perasaan yang
27. Tidak
menyenangkan
28. Apakah anda lebih suka menghindari acara/sosialisasi Ya
29. Apakah mudah bagi anda dalam mengambil keputusan Tidak
30. Apakah anda berpikiran jernih seperti biasanya Tidak
Jumlah Item yang Terganggu 20
Keterangan:
Pertanyaan bila dijawab dengan pilihan “Ya” atau “Tidak” yang bercetak tebal
berarti terganggu: nilai 1, yang tidak bercetak tebal berarti tidak terganggu: nilai 0,
jawaban kemudian dibuat total skornya, bila:
Nilai 0-10 = normal/ tidak depresi
Nilai 11-15= depresi ringan
Nilai 16-20= depresi sedang
Nilai 21-30= depresi berat

2. ANALISA DATA
Data Fokus Masalah
DS : Ketidakefektifan koping berhubungan
- Keluarga mengatakan lansia tidak dengan Krisis Situasi
bersemangat
- Keluarga mengatakan lansia banyak diam
- Keluarga mengatakan lansia sering
menyendiri di kamar
- Keluarga mengatakan kondisi ini sudah
berjalan hampir 2 bulan semenjak anak
bungsunya memutuskan untuk bekerja ke
luar kota sehingga tidak tinggal bersama
lagi

DO :

- Kantung mata lansia berwarna hitam


- Lansia terlihat lemah
TTV

- TD : 130 / 80 mmHg

16
- BB sesudah : 75 Kg
- BB sebelum : 80 Kg
- S : 36,5℃
- N : 60x/menit,
- RR 22x/menit
DT :

- Komunikasi lansia tertutup dengan


keluarganya

DS : Resiko Harga Diri Rendah


- Lansia mengatakan kemampuan ereksi Situasional ditandai dengan
lambat Gangguan Fungsi
- Lansia mengatakan merasa sangat
lelah setelah berhubungan dengan istri
barunya
- Lansia mengatakan bahwa istri
barunya berumur 40 tahun
- Lansia merasa tidak dihargai oleh
anaknya dan istrinya dan ingin sendiri
saja
- Lansia menanyakan aoakah boleh
mempergunakan obat – obatan yang
ditawarkan untuk meningkatkan
staminanya
DO :

- Lansia banyak diam


- Lansia tidak bersemangat
TTV

- TD : 130 / 80 mmHg
- S : 36,5℃
- N : 60x/menit,
- RR 22x/menit
DS : Risiko Gangguan Identitas Pribadi
- Keluarga mengatakan kondisi lansia ditandai dengan Transisi
menurun karena anak bungsunya Perkembangan (Lansia)
bekerja di luar kota sehinggan tidak
tinggal bersama lagi
- Lansia mengatakan tidak dihargai
oleh anak dan istri barunya

17
- Lansia mengatakan kemampuan
ereksi melambat
DO :

- Lansia banyak diam serta menyendiri


di kamar
- Lansia tidak bersemangat
TTV

- TD : 130 / 80 mmHg
- S : 36,5℃
- N : 60x/menit,
- RR 22x/menit

3. Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakefektifan koping berhubungan dengan Krisis Situasi
2) Resiko Harga Diri Rendah Situasional ditandai dengan Gangguan Fungsi
3) Risiko Gangguan Identitas Pribadi ditandai dengan Transisi
Perkembangan (Lansia

4. Intwrvensi

No Diagnosa NOC NIC


1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan Decision Making
koping berhubungan keperawatan selama 3x24
- Menginformasikan
dengan Krisis jam didapatkan kriteria
pasien alternatif atau
Situasi hasil:
solusi lain
- Decision making
penanganan
- Role inhasmet
- Memfasilitasi pasien
- Sosial support
utuk membuat
- Mengidentifikasi pola
keputusan
koping yang efektif
- Bantu pasien
- Mengungkapkan secara
mengidentifikasi,
verbal tentang koping
keuntungan, kerugian
yang efektif
dari keadaan

18
- Mengatakan penurunan Role Inhasmet
stres - Bantu pasien untuk
- Klien mengatakan telah identifikasi
menerima tentang bermacam-macam
keadannya nilai kehidupan
- Mampu - Bantu pasien
mengidentifikasi identifikasi strategi
strategi tentang koping positif untuk
mengatur pola nilai
yang dimiliki
Coping Enhancement
- Anjurkan pasien
untuk
mengidentifikasi
gambaran perubahan
peran yang realistis
- Gunakn pendekatan
tenang dan
meyakinkan
- Hindari pengambilan
keputusan pada saat
pasien berada dalam
stres berat
- Berikan informasi
aktual yang terkait
dengan diagnosis,
terapi dan prognosis.

2. Resiko Harga Diri Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji pemahaman


Rendah Situasional keperawatan selama 3x24 klien tentang harga

ditandai dengan jam, resiko harga diri rendah diri.


berkurang, dengan kriteria:
Gangguan Fungsi

19
1. Mengungkapkan 2. Bantu klien untuk
penerimaan diri mengidentifikasi
secara verbal dengan kemampuan dan
skala 3. aspek positif yang
2. Penerimaan dimiliki.
keterbatasan diri 3. Bantu klien
dengan skala 3. menggunakan
3. Melatih perilaku kemampuan positif
yang dapat yang dimiliki klien.
meningkatkan harga 4. Bantu klien untuk
diri dengan skala 3. menemukan
penerimaan diri.
5. Fasilitiasi
lingkungan dan
kegiatan yang akan
meningkatkan
harga diri.
6. Berikan
penghargaan /
pujian terhadap
klien atas kemajuan
klien.
7. Eksplorasi alasan
untuk kritik diri
atau rasa bersalah.
3. Risiko Gangguan Setlah dilakukan tindakan Behavior Management
keperawatan selama 3x 24 : Self-Harm
Identitas Pribadi
· Dorong pasien untuk
ditandai dengan jam diharapkan hasil: mengungkapkan secara
- Distorted Throught verbal konsekuensi dari
Transisi
Self-Control perubahan fisik dan
Perkembangan - Identity emosi yang
- Self-Mutilation mempengaruhi konsep
(Lansia
Restraint diri
- Mengungkapkan secara Family Involvement
Promotion :
verbal identitas secara · Bina hubungan dengan
personal pasien sejak masuk
kerumah sakit

20
- Memperlihatkan · Fasilitasi pengambilan
keputusan kolaboratif
kesesuaian prilaku
· Menjadi penghubung
verbal dan nonverbal antara pasien dan
keluarga
Self-Awareness
Enhancement
· Pantau pernytaan pasien
tentang harga dirinya
· Nilai apakah pasien
percaya diri terhadap
penilaiannya
· Pantau frekuensi
ungkapan verbal yang
negative terhadap diri
sendiri
· Dorong pasien untuk
mengidentifikasi
kekuatan
· Berikan pengalaman
yang dapat meningkatkan
otonomi pasien , jika
perlu
· Hindari memberi kritik
negative
· Dorong pasien untuk
mengevaluasi
perilakunya sendiri

21

Anda mungkin juga menyukai