Anda di halaman 1dari 30

KEPERAWATAN KRITIS

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN PASCA BEDAH JANTUNG

Disusun oleh :
Agum setiawan 11171003
Aningtya Resti Utami 11171009
Ayu Rismawati 11171052
Fahrul Suko Nusantara 11171059
Karmila wulansari 11171023
Muhammad Murdhani Nasution 11171071
Nurindah Dwi Lestari 11171075
Rika Andriani 11171034
Rizka Fauziyah 11171079
Sammy Febri Yani 11171036
Widya Kartika Utami 11171085

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN REGULER X-A

STIKes PERTAMEDIKA JAKARTA

TAHUN AJARAN 2020-2021


KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Atas, rahmat dan karunia-
Nya, kami dapat menyelesaikan tugas penulisan makalah mata kuliah keperawatan kritis tepat
waktu. Tidak lupa shalawat serta salam tercurah kepada Rasullah SAW yang syafa’atnya kita
nantikan kelak.

Penulisan makalah ini berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN PASCA BEDAH


JANTUNG” dapat diselesaikan karena bantuan banyak pihak. Kami berharap dengan
makalah ini pembaca mendapatkan sudut pandang baru setelah membaca makalah ini. Kami
memohon maaf apabila ada kesalahan dalam penulisan makalah ini. Oleh karena itu,
sangatlah kami harapkan saran dan kritik yang positif dan membangun agar makalah ini
menjadi lebih baik dan berguna dimas mendatang.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I 1
PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan 1
BAB II 2
ASKEP BEDAH JANTUNG 2
A. Bedah Jantung 2
B. Macam-Macam Bedah Jantung 3
C. Kriteria Seleksi 6
D. Prosedur 7
E. Eksisi Tumor 8
F. Perbaikan Pada Trauma 8
G. Alat Bantu Mekanis Dan Jantung Buatan Total 8
H. Patofisiologi Bedah Jantung 10
Aterosklerosis ,Spasme aa. Coronaria 10
Hipoksia 10
Jaringan iskemic 10
Perubahan metabolisme 10
Fungsi Ventrike menurun 10
Gangguan gerakan jantung 10
Kontraksi Miokardium menurun 10
Perubahan hemodinamik 10
Curah jantung menurun 10
Tekanan darah meningkat, denyut jantung menurun 10
BAB III 11
ASUHAN KEPERAWATAN 11
A. Pengkajian 11

ii
B. Pengkajian Komplikasi 12
C. Diagnosa Keperawatan 14
D. Masalah Kolaboratif / Komplikasi Potensial 14
E. Perencanaan dan Implementasi 15
F. Intervensi Keperawatan 15
G. Evaluasi 19
BAB IV 20
PENUTUP 20
A. Kesimpulan 20
B. Saran 20
DAFTAR PUSTAKA 21

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bedah jantung dilakukan untuk menangani berbagai masalah jantung. Prosedur yang
sering mencakup angioplasti koroner perkutan, revaskularisasi arteri koroner dan
perbaikan penggantian katup jantung yang rusak.

Di masa kini, pasien dengan penyakit jantung dan komplikasi yang menyertainya
dapat dibantu untuk mencapai kualitas hidup yang lebih besar dan yang diperkirakan
sepuluh tahun sham. Dengan prosedur diagnostik yang canggih yang memungkinkan
diagnostik dimulai lebih awal dan lebih akurat, menyebabkan penanganan dapat
dilakukan jauh sebelum terjadi kelemahan yang berarti.
Penanganan dengan teknologi dan farmakoterapi yang baru terus dikembangkan
dengan cepat dan dengan keamanan yang semakin meningkat. Mungkin tak ada
intervensi terapi yang begitu berarti seperti pembedahan jantung yang dapat
memperbaiki kualitas hidup pasien dengan penyakit jantung.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah pengertian bedah jantung?

2. Apa saja macam-macam bedah jantung?

3. Apasajakah alat bantu mekanis dan jantung buatan total?

4. Apakah patofisiologi bedah jantung?


5. Bagaimanakah asuhan keperawatan perioperatif?

1
C. Tujuan

1. Memahami pengertian bedah jantung

2. Mengetahui macam-macam bedah jantung

3. Mengetahui alat bantu mekanis dan jantung buatan total

4. Mengetahui patofisiologi bedah jantung

5. Memahami asuhan keperawatan perioperatif

2
BAB II

ASKEP BEDAH JANTUNG

A. Bedah Jantung

Bedah jantung dilakukan untuk menangani berbagai masalah jantung. Prosedur yang
sering mencakup angioplasti koroner perkutan, revaskularisasi arteri koroner dan
perbaikan penggantian katup jantung yang rusak
Di masa kini, pasien dengan penyakit jantung dan komplikasi yang menyertainya
dapat dibantu untuk mencapai kualitas hidup yang lebih besar dan yang diperkirakan
sepuluh tahun sham. Dengan prosedur diagnostik yang canggih yang memungkinkan
diagnostik dimulai lebih awal dan lebih akurat, menyebabkan penanganan dapat
dilakukan jauh sebelum terjadi kelemahan yang berarti. Penanganan dengan teknologi
dan farmakoterapi yang baru terus dikembangkan dengan cepat dan dengan keamanan
yang semakin meningkat. Mungkin tak ada intervensi terapi yang begitu berarti
seperti pembedahan jantung yang dapat memperbaiki kualitas hidup pasien dengan
penyakit jantung.

Pembedahan jantung pertama yang berhasil, penutupan luka tusuk ventrikel kanan,
telah dilakukan di tahun 1895 oleh ahli bedah halls de Vechi. Di Amerika Serikat
pembedahan serupa yang sukses, jugs penutupan luka tusuk, dilakukan di tahun 1902.
Diikuti oleh pembedahan katup di tahun 1923 dan 1925, penutupan duktus paten di
tahun 1937 dan 1938, dan reseksi koarktasi aorta pada tahun 1944. Era baru tandur
pintasan arteri koroner bermula di tahun 1954.

Perkembangan yang paling revolusioner dalam perkembangan pembedahan jantung


adalah teknik pintasan jantung-paru. Pertama kali digunakan dengan berhasil pada
manusia di tahun 1951. Di masa kini lebih dari 250.000 prosedur yang dilakukan
dengan menggunakan pintasan jantung paru. Terbanyak (lebih dari 200.000)
dilakukan di Amerika Utara. Kebanyakan prosedur adalah graft pintasan arteri
koroner (CABG = coronary artery bypass graft) dan perbaikan atau penggantian
katup.

3
Kemajuan dalam diagnostik, penatalaksanaan medis, teknik bedah dan anestesia, dan
pintasan jantung paru, dan juga perawatan yang diberikan di unit perawatan kritis
serta program rehabilitasi telah banyak membantu pembedahan menjadi pilihan
penanganan yang aman untuk pasien dengan penyakit jantung.

B. Macam-Macam Bedah Jantung

1. Pintasan jantung paru

Banyak prosedur bedah jantung bisa dijalankan karena adanya pintasan jantung-
paru (sirkulasi ekstrakorponeal). Prosedur ini merupakan alat mekanis untuk
sirkulasi dan oksigenasi darah untuk seluruh tubuh pada saat “memintas” jantung
dan paru. Mesin jantung-panu memungkinkan dicapainya medan openasi yang
bebas darah Sementara perfusi tetap dapat dipertahankan untuk jaringan dan organ
lain di tubuh.

Pintasan jantung-paru dilakukan dengan memasang kanula di atrium kanan, vena


kava, atau vena femoralis untuk mengeringkan darah dari tubuh. Kanula kemudian
dihubungkan ke tabung yang berisi larutan kristaloid isotonik (biasanya dekstrosa
5% dalam larutan Ringer laktat). Darah vena yang terambil dari tubuh dan kanula
tadi disaring, dioksigenasi, didinginkan atau dihangatkan. dan kemudian
dikembalikan ke tubuh. Kanula yang diper gunakan uniuk mengembalikan darah
teroksigenasi biasanya dimasukkan ke aorta asendens, tapi bisa jugs dimasukkan ke
arteri femoralis.

Meskipun pintasan jantung-paru merupakan teknik yang biasa pada pembedahan


jantung, namun sebenarna sangat kompleks. Pasien memerlukan antikoagulan
dengan hatiin untuk rnencegah pembentukan trombus dan kemungkinan embolisasi
yang dapat terjadi ketika danah berhubungan dengan permukaan asing sirkuit
pintasan jantung-paru dan dipompakan ke tubuh dengan pompa mekanis (bukan
pembuluh darah dan jantung normal) Setelah dibebaskan dari mesin pintasan,
pasien diberikan protamin sullal untiuk menangkal efek heparin.

4
Selama dilakukannya prosedur ini, tubuh dijaga agar selalu dalam keadaan
hipotermia, biasanya 28°C sampai 32°C(82,4°F sampai 89,6°F). Darah didinginkan
selama pintasan jantung paru dan dikembalikan ke tubuh. Darah yang didinginkan
tersebut akan menurunkan kecepatan metabolisme basal, sehingga kebutuhan akan
oksigen juga berkurang. Darah yang dingin biasanya mempunyai kekentalan yang
tinggi, namun larutan kristaloid yang digunakan untuk mengisi tabung akan
mengencerkan darah tadi Ketika prosedur pembedahan telah selesai, darah
dihangatkan kembali di dalam sirkuit pintasan jantung-paru.
Haluaran urin, tekanan darah, gas darah arteri, elektrolit, uji pembekuan darah, dan
elektrokardiograrn (EKG) semuanya dipakai untuk memantau status pasien selama
pintasan jantung-paru.

Masih banyak hal yang harus dipelajari mengenai pintasan jantung paru. Ada
berbagai sirkuit pintasan dan mekanisme pensompaan yang digunakan pada masa
kini. Sampai saat ini masih terus diusahakan agan pasien bisa lebih lama berada
dalam mesin pintasan jantung-paru dengan lebih aman. Penelitian terus dilakukan
untuk memperbaiki mesin pintasan jantung paru untuk mencegah atau
meminimalkan masalah-masalah berikut: hemolisis, peningkatan permeabilitas
memhran kapiler dan kehilangan elektrolit, hipoksia dan anoksia jaringan,
pembentukan trombus atau emboli. diseksi jantung dan pembuluh danah,
meningkatnya ketekolamin dan hormon antidiuretik (ADH), dan respons inflamasi
sistemik yang merupakan komplikasi prosedur itu.

2. Jantung buatan

Pemasangan jantung buatan telah menarik perhatian dunia sejak akhir tahun 1950-
an. Semenjak itu banyak terjadi kemajuan sehingga jantung buatan secara klinis
dapat dipakai manusia. Cooley menggunakan jantung buatan di Texas pada tahun
1969 untuk menunjang sirkulasi sebelum transpiantasi. Implantasi permanen
jantung buatan total dilakukan pertama kali pada tahun 1982 untuk drg. Barney
Clark di University of Utah.. Perkembangan jantung buatan terus berlanjut untuk
memperbaiki daya tahan hidup dan mengurangi morbiditas. Institut Jantung, Paru,
dan Darah Nasional (National Heart, Lung, and Blood Institute, NHLBI) dan

5
Institut Kesehatan Nasional (National Institutes of Health, NIH) telah menyediakan
pendanaan untuk jantungbuatan elektromekanik permanen tanpa kabel. Institut
jantung Texas dan 3-M dan Penn Statet Abiomed turut berpartisipasi dalam
eksperimen fase II. Tujuan keseluruhan pemasangan mi adalah untuk memberi
kualitas hidup yang tinggi bagi pasien yaitu bebas dan pemasangan jalur
perkutaneus. Alat mi dijalankan menggunakan sistem transmisi energi listrik
transkutaneus (transcutaneous electrical energy transmission systems, TEETS)
dengan baterai portabel.

3. Transplantasi jantung

Transplantasi dari manusia ke manusia, pertama kali dilakukan di tahun 1967.


sejak itu prosedur, peralatan dan pengobatan transplantasi terus dikembangkan. Di
tahun 1983, sikosporin sudah tersedia untuk penggunaan umum. Siklosporin adalah
imunosupresan yang menekan dengan kuat kemampuan tubuh menolak protein
asing seperti, organ yang ditransplansikan. Sayangnya siklosporin juga
menurunkan kemampuan tubuh untuk melawan infeksi, sehingga harus diperoleh
keseimbangan yang sangat baik antara penekanan penolakan dan pencegahan
infeksi. Sejak tersedianya siklosporin di tahun 1983, transplantasi jantung telah
menjadi terapi pilihan bagi pasien dengan penyakit jantung tahap akhir.

Indikasi transplantasi yang paling sering adalah kardiomiopati, penyakit jantung


iskemik, penyakit jantung kongenital, penyakit katup dan penolakan transplantasi
jantung sebelumnya. Pasien biasanya memiliki gejala sangat berat yang tidak dapat
dikontrol dengan pengobatan, tidak ada pilihan pembedahan lain dan prognosis
hidupnya kurang dari 12 bulan. Pasien diseleksi oleh suatu tim multidisipliner
sebelum dinyatakan sebagai kandidat transplantasi jantung. Umur pasien, status
paru, kondisi kesehatan kronis lain, infeksi, riwayat transplantasi, penyesuaian dan
status kesehatan terakhir digunakan untuk mengevaluasi pasien untuk transplantasi.

Transplantasi jantung dianggap sebagai uaha terakhir untuk mengatasi untuk


mengatasi penyakit jantung tahap akhir yang refrakter terhadap
pengobatankonvensional dan pembedahan. Gagal jantung kelas III dan IV

6
memiliki harapan hidup kurang dan satu tahun. Dua penyebab tersering
memburuknya miokardium adalah kardiomiopati kongestif dan penyakit koroner
lanjut. Penyakit-penyakit ini merupakan 80%-90% alasan dilakukarmya
transplàntasi jantung. Kardiomiopati adalah penyakit otot jantung yang tidak
diketahui penyebabnya. Kunci yang membedakan kardiomiopati dan kelainan
jantung lain adalah adanya penyakit mendasari yang hanya menyerang miokardium
ventrikel namun tidak menyerang struktur miokardium lain seperti katup atau
arteria koronaria.

Kardiomiopati dikelompokkan menurut tiga jenis kelainan struktur dan fungsi: 1)


kongestif (dilatasi), (2) restriktif atau obliteratif, atau (3) hipertrofi.
Kardiomiopati kongestif ditandai dengan dilatasi nyata dan ventrikel yang
hipodinamik. Dapat teijadi hipertrofi miokardium yang lebih ringan. Ventrikel
yang hipodinamik berkontraksi secara buruk, menyebabkan gagal ke depan dan ke
belakang seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Perlu dicatat bahwa keempat
ruang jantung mengalami dilatasi sekunder akibat bertambahnya volume dan
tekanan. Seringkali terbentuk trombus dalam ruang-ruang ini akibat darah yang
mengumpul dan stasis; sehingga terancam terjadi emboli. Biasanya awitan
penyakit tidak jelas; tetapi dapat berkembang menjadi gagal jantung tahap akhir
yang refrakter. Prognosis gagal jantung refrakter sangat buruk dan dapat
menyebabkan dipertimbangkarmya transplantasi jantung. Penyebab pasti
kardiomiopati kongestif masih belum diketahui; namun diperkirakan disebabkan
faktorautoimun dan virus. Penyebab multifaktorial mungkin merupakan penjelasan
yang lebih memuaskan.
Kardiomiopati hipertrofik, berlawanan dengari kardiomiopati kongestif, ditandai
oleh jantung yang hipertrofi dan hiperdinamik. Bertambahnya massa otot tidak
disertai dilatasi miokardium bermakna. Diduga terdapat dasar genetika.
Kardiomiopati restriktif mencerminkan gangguan pengisian ventrikel akibat
berkurangnya daya regang ventrikel. Fibrosis endokardium atau miokardium dapat
mengakibatkan restriksi pengisian. Restriksi mengurangi ukuran rongga;
berkembangnya kardiomiopati ke bentuk restriksi rongga yang lebih berat dikenal
sebagai kardiomiopati obliteratif. Meskipun kardiomiopati hipertrofik dan restriktif

7
dapat mengakibatkan gagal jantung, kardiomiopati kongestif merupakan penyebab
tersering dilakukannya transpiantasi jantung.

C. Kriteria Seleksi

Resipien transplantasi jantung yang memenuhi kriteria seleksi menjalani pemeriksaan


klinis dan psikologis yang terperinci. Dengan semakin luasnya penerapan prosedur
ini, keputusan untuk menentukan siapa yang berhak menjalani ttansplantasi jantung
menjadi semakin kontroversial. Tersedianya donor tetap merupakan faktor pembatas.
Akibatnya, begitu diputuskan untuk melakukan transpiantasi, maka timbul masalah
dalam menentukan prioritas antara satu dengan yang lain. Penentuan yang lebih sulit
lagi adalah untuk menentukan prioritas di antara pasien pengguna VADs dan jantung
buatan sebagai jembatan untuk dilakukannya transplantasi.

Umumnya, faktor-faktor yang dapat menimbulkan komplikasi setelah operasi atau


memengaruhi kelangsungan hidup jangka panjang harus disingkirkan. Faktor-faktor
ini mencakup penyakit atau infeksi sistemik aktif, hipertensi pulmonalis dengan
resistensi vaskular paru yang menetap (lebih dan 4 satuan Wood), emboli atau infark
paru, ulkus peptikum yang aktif, diabetes melitus bergantung insulin dengan penyakit
sekunder pada organ lain, gagal ginjal atau hati yang ireversibel, peminum alkohol
atau pecandu obat-obatan. Hal-hal yang tidak nyata, seperti motivasi untuk melakukan
rehabilitasi, dukungan keluarga, dan keadaan psikologis, juga harus dipertimbangkan.
Dengan makin luasnya penggantian oleh asuransi, masalah keuangan pribadi menjadi
semakin kurang berarti untuk proses seleksi. Apabila diidentifikasi tidak terdapat
kontraindikasi, maka dapat dimulai proses pencarian donor.
Donor potensial biasanya adalah korban kecelakaan usia muda yang tidak mengalami
kerusakan jantung atau penyakit jantung yang jelas dan tidak ada infeksi sistemik.
Pencocokan jaringan donor terhadap resipien meliputi pencocokan sistem ABO.
Pencocokan berat tubuh yang sesuai juga penting untuk dilakukan; 20% perbedaan
berat tubuh dianggap masth dapat diterima.

8
D. Prosedur

Teknik pembedahan untuk transpiantasi jantung relatif mudah dimengerti, seperti


yang digambarkan pada Gbr. 33—17. Bagian dan kedua atrium dibiarkan pada
tempatnya untuk beranastomosis pada jantung donor. Bagian atrium kanan dekat vena
kava superior dibiarkan utuh untuk mempertahankan fungsi nodus sinus. Jantung
donor kemudian dijahit pada kedua atrium resipien dan pada aorta dan arteria
pulmonalis. Prosedur mi (yaitu saat transplan menggantikan jantung resipien) dikenal
sebagai transpiantasi ortotopik, berbeda dengan transpiantasi heterotopik atau
“piggyback”, yang dilakukan oleh beberapa pusat kesehatan jika resistensi vaskular
paru-paru sangat tinggi dan bila beban akhir yang tinggi pada arteria pulmonalis
mungkin menyebabkan gagal ventrikel kanan refrakter pada jantung transplan.
Alasannya adalah bahwa ventrikel kanan yang asli telah beradaptasi dengan beban
akhir yang tinggi sehingga harus dibiarkan pada tempatnya. Sebagai alternatif,
beberapa pusat kesehatan melakukan transplantasi kardiopulmonar pada hipertensi
pulmonalis primer atau penyakit vaskular paru-paru akibat penyakit jantung
kongenital.

Tantangan terbesar dalam transplantasi adalah penanganan reaksi penolakan. Usaha


tubuh untuk menolak jaringan asing merupakan proses biologis yang mendasar.
Penemuan sikiosporin dan antibodi monoklonal telah banyak memperbaiki
kelangsungan hidup setelah transpiantasi. Terapi imunosupresif dengan sikiosporin
dapat dimulai sebelum operasi. Terapi imunosupresif tiga obat dengan azatioprin,
siklosporin, dan steroid diberikan terus menerus setelah operasi. Pemantauan
imunologis akan tandatanda penolakan dilakukan dengan ketat.

Biopsi endomiokardium tramsvenosa adalah penentu pasti (standar emas) untuk


deteksi dan diagnosis penolakan. Biopsi dilakukan dalam selang waktu tertentu dan
sesuai indikasi. (Metode non-invasif untuk mendeteksi reaksi penolakan, seperti MRI
dan ekokardiografi, masih diteliti) Teknik biopsi endomiokardium meliputi
pemasangan kateter biopsi (atau bioptome) melalui vena jugularis dekstra atau vena
subklavia ke dalam ventrikel kanan untuk mengambil beberapa bagian endokardium
untuk analisis. Selanjutnya terapi imunosupresif dapat disesuaikan berdasarkan hasil

9
biopsi. Antitimosit globulin (ATG), antilimfosit globulin (ALG), atau antibodi-
antibodi monoklonal OKT3 dapat ditambahkan untuk menangani reaksi penolakan.
Selain reaksi penolakan, juga merupakan masalah serius akibat terapi imunosupresif.
Infeksi merupakan penyebab utama kematian dalam tahun pertama setelah
transplantasi. Untuk itu dilakukan pencegahan dan tindakan terapeutik yang tepat.
Perjalanan Pascaoperasi. Pasien transplantasi jantung harus tetap dijaga dalam
keseimbangan antara risiko penolakan dan risiko infeksi. Mereka harus mcmaluhi
aturan kompleks tentang diit, obat-obatan, aktivitas, pemeriksaan laboratorium. biopsi
(untuk mendiagnosa penolakan) dan kunjungan ke klinik. Pasien sering diberi
siklosporin dan kortikosteroid untuk meminirnalkan penolakan. Selain penolakan dan
infeksi, komplikasi dapat mencakup percepatan terjadinya arteriosklerosis arteri
koroner; hipertensi dan hipotensi; gangguan sistern saraf pusat, pernapasan, dan
gastrointestinal (UI); gagal ginjal; dan respons terhadap stres psikososial akibat
transplantasi organ.Pasien transplantasi jantung dengan angka bertahan hidup 1 tahun
sekitar 80% sampai 90% dan angka bertahan hidup 5 tahun sekitar 60% sarnpai70%.

E. Eksisi Tumor

Tumor jantung cukup jarang. Tumor primer terjadi kurang dan 1% pada populasi;
tumor metastatik dilaporkan terjadi 1,5% sampai 35% pada pasien onkologi. Tumor
bisa menjadi tempat pembentukan trombus sehingga menciptakan risiko emboli.
Disritmia dapat terjadi bila mengenai miokardium atau sistem hantaran. Kebanyakan
tumor jantung adalah jinak.

Eksisi bedah dilakukan hanya untuk mencegah obstruksi ruang jantung atau katup.
Pintasan jantung-paru digunakan. kecuali pada tumor epikardial, yang dapat dieksisi
tanpa memasuki jantung dan tanpa menghentikan denyutan jantung. Akibat lokasinya,
eksisi tumor mungkin perlu diikuti penggantian katup. penambalan jantung, atau
implantasi pacu jantung. Asuhan keperawatan sama dengan yang diberikan pada
pembedahan jantung lain.

F. Perbaikan Pada Trauma


Pasien yang memerlukan pembedahan akibat trauma antung bisa akibat pukulan
tumpul, luka tembak, atau luka tusuk. Perbaikannya tentu saja pada katup dan septum
bila penyebabnya trauma tumpul, dan pada dinding atrium atau ventrikel bila

10
penyebabnya luka tembus. Dilakukan debridemen luka dan ditutup secara bedah bila
mungkin, namun perbaikan katup dan penggantlan atau tambalan tandur pada septum
dan dinding atrium aau ventrikel mungkin diperlukan. Pembedahan di sini biasanya
merupakan prosedur darurat, sehingga risiko komplikasi akibat cedera ataupun
pembedahan sangat tinggi.

G. Alat Bantu Mekanis Dan Jantung Buatan Total


Penggunaan pintasan jantung-paru pada pembedahan jantung dan kemungkinan
dilakukan transplantasi jantung pada penyakit jantung stadium akhir telah
rneningkatkan kebutuhan akan alat bantu jantung. Pasien yang tak mampu dilepas dan
pintasan jantung paru atau pasien yang sedang berada dalarn syok kardiogenik dapat
memperoleh keuntungan dari periode bantuan jantung mekanis. Alat yang paling
sering digunakan adalah pompa balon ultra aorta (IABP - intra-aortic baloon pump).
IABP nsengurangi kerja jantung selama kontraksi, namun tidak menyerupai kinerja
jantung yang sebenarnya.

Alat dengan kinerja yang menyerupai sebagian atau scmua fungsi pemompaan untuk
jantung juga sedang dikembangkan. Alat bantu ventrikel yang lebih canggih ini dapat
mensirkulasi darah tiap menit seperti yang dilakukan jantung. Tiap alat bantu
ventrikel digunakan untuk masing-mnasilig ventrikel. Saat ini yang paling sering
digunakan adalah pompa sentrifugal. Banyak alat dorong pneumatis yang digunakan,
dan basil klinisnya cukup menianjikan. Beberapa alat bantu ventrikel dapat
dikombinasikan dengan oxvgenalor-ex!racorporeal membrane oxygenation (ECMO).
Alat bantu kombinasi ventrikuler-oksigenator digunakan pada pasien yang jantungnya
tak dapat memompa darah secara adekuat ke paru atau tubuhnya.

Jantung buatan total dirancang untuk mengganti kedua ventrikel. Jantung pasien harus
diangkat untuk nmemasang jantung buatan total tadi. Semua alat-alat tadi masih
dalam taraf ekspenimental. Janvik-7 telah mengalami keberhasilan jangka pendek,
tetapi hasil jangka panjangnya cukup mengecewakan. Kebanyakan peneliti jantung
buatan total berharap dapat mengembangkan alat yang dapat dipasang secara
permanen dan yang akan dapat menggantikan kebutuhan transplantasi jantung donor
manusia untuk penanganan penyakit jantung stadium akhir.

Alat bantu ventrikel dari jantung buatan total sekarang sedang digunakan sebagai
penanganan temporer. sementara pasien menunggu jantungnya sendiri sembuh atau

11
sampai tersedia jantung donor yang sesuai untuk ditransplantasi. Kelainan pembekuan
darah, perdarahan, trombus, emboli, hemolisis, infeksi, dan kegagalan mekanis adalah
beberapa komplikasi jantung buatan total dan alat bantu ventrikel. Asuhan
keperawatan untuk pasien ini ditujukan tidak hanya pada pengkajian dan
meminimalkan komplikasi tersebut. tetapi juga melibatkan dukungan emosi dan
penyuluhan mengenai alat bantu mekanis itu sendiri.

H. Patofisiologi Bedah Jantung


Aterosklerosis
,Spasme aa.
Coronaria

Hipoksia
Jaringan Perubahan
iskemic metabolisme
Fungsi Ventrike
Gangguan gerakan menurun Kontraksi
jantung Miokardium
menurun
Perubahan
hemodinamik

Curah jantung
menurun

Tekanan darah
meningkat,
denyut jantung
menurun

12
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Parameter yang dikaji adalah sebagai berikut;

a. Status neurologis—tingkat responsivitas, ukuran pupil dan reaksi terhadap


cahaya, refleks, gerakan ekstremitas, dan kekuatan genggaman tangan.

b. Status Jantung—frekuensi dan irama jantung, suara jantung, tekanan darah arteri,
tekanan vena sentral (CVP), tekanan arteri paru, tekanan baji arteri paru (PAWP
= pulmonary artery wedge pressure). tekanan atrium kiri (LAP), bentuk
gelombang dan pipa tekanan darah invasif, curah jantung atau indeks. tahanan
pembuluh darah sistemik dan paru, saturasi oksigen arteri paru (SVO,) bila ada,
drainase rongga dada, dan status serta fungsi pacemaker.

c. Status respirasi—gerakan dada, suana napas, penentuan ventilator (fnekuensi,


volume tidal, konsentrasi oksigen, mode [mis, SIMV], tekanan positif akhir
ekspirasi [PEEPfl, kecepatan napas, tekanan ventilator, saturasi oksigen anteri
(SaO,), CO2 akhir tidal, pipa drainase rongga dada, gas darah arteri.

d. Status pembuluh darah perifer—denyut nadi perifer, warna kulit, dasar kuku,
mukosa. bibir dan cuping telinga, suhu kulit, edema, kondisi balutan dan pipa
invasif.

e. Fungsi ginjal—haluaran urin, berat jenis urin, dan osmolaritas

f. Status cairan dan elektrolit—asupan; haluaran dan semua pipa drainase. serta
parameter curah jantung, dan indikasi ketidakseinibangan elektrolit berikut:

13
Hipokalemia: intoksikasi digitalis, disritmia (gelombang U, AV blok, gelombang
T yang datar atau terbalik)

Hiperkalemia.- konfusi mental, tidak tenang, mual, kelemahan, parestesia


eksremitas, disrirmia (tinggi, gelombang T puncak, meningkatnya amplitudo,
pelebaran kompleks QRS; perpanjangan interval QT)
Hiponatremia: kelemahan, kelelahan, kebingungan, kejang, koma
Hipokalsemia parestesia, spasme tangan dan kaki, kram otot, tetani
Hiperkalsemia intoksikasi digitalis, asistole

g. Nyeri—sifat, jenis, lokasi, durasi, (nyeri karena irisan harus dibedakan dengan
nyeri angina): aprehensi, respons terhadap analgetika.

h. Catatan: Beberapa pasien yang telah menjalani CABG dengan arteri mamaria
interns akan mengalaini parestesis nervus ulnanis pada sisi yang sama dengan
graft yang diambil. Parestesia tersebut bisa sementara atau permanen. Pasien yang
menjalani CABG dengan arieni gasiroepiploika juga akan mengalami ileus
selama beberapa waktu pascaoperatif dan akan mengalami nyeri abdomen pada
tempat insisi selain nyeri dada.

Pengkajian juga mencakup observasi segala peralatan dan pipa untuk menentukan
apakah fungsinya baik: pipa endotrakheal, ventilator, monitor CO2 akhir tidal,
monitor Sa02, kateter arteri paru, monitor SO2, pipa arteri dan vena, slat infus
intravena dan selang, monitor jantung, pacemaker, pipa dada, dan sistem drainase
urin.
Begitu pasien sadar dan mengalami kemajuan selama periode pascaoperatif,
perawat harus mengembangkan pengkajian dengan memasukkan parameter yang
menunjukkan status psikologis dan emosional. Pasien dapat irternperlihatkan
iingkah laku yang mencerminkan penolakan dan depresi atau dapat pula
mengalami psikosis pasca kardiotomi. Tanda khas psikosis meliputi (1) ilusi
persepsi sementara, (2) halusinasi dengar dan penglihatan (3) disorientasi dan
waham paranoid.

14
B. Pengkajian Komplikasi

Pasien terus-menerus dikaji mengenai adanya indikasi ancaman komplikasi. Perawat


dan dokter bekerja secara kolaboratif unruk mengetahui tanda dan gejala awal
komplikasi dan memberikan tindakan untuk mencegah perkemhangannya. Penurunan
Curah Jantung. Penurunan curah jantung selalu merupakan ancaman bagi pasien yang
baru saja menjalani pembedahan jantung. Hal ini dapat terjadi karena berbagai
penyebab:

a. Gangguan preload—terlalu sedikit atau terlalu banyak volume darah yang kembali
ke jantung akibat hipovolemia. perdarahan yang berlanjut. tamponade jantung, atau
cairan yang berlebihan.

b. Gangguan afterload—arteri dan kapiler yang terlalu konstriksi atau terlalu dilatasi
karena perubahan suhu tubuh atau hipertensi.

c. Gangguan frekuensi jantung—terlalu cepat, terlalu lambat. atau disritmia

d. Gangguan kontraktilitas—gagal jantung. infark miokardium. ketidakseiinbangan


elektrolit, hipoksia

e. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.

Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dapat terjadi setelah pembedahan


jantung. Pengkajian keperawatan untuk komplikasi ini meliputi pemantauan asupan
dan haluaran, berat PAWP, hasil pengukuran tekanan atrium kiri dan CVP, tingkat
hematokrit, distensi vena leher, edema, ukuran hati, suara napas (misalnya krekels
halus, wheezing) dan kadar elektrolit.
Perubahan elektrolit serum harus dilaporkan segera sehingga penanganan dapat
segera diberikan. Yang penting kadar kalium, natrium dan kalsium tinggi atau
rendah.

15
f. Gangguan pertukaran gas.

Gangguan pertukaran gas adalah komplikasi lain yang mungkin terjadi pasca bedah
jantung. Semua jaringan tubuh memerlukan suplai oksigen dan nutrisi yang
adekuat untuk bertahan hidup. Untuk mencapai hal tersebut pada pasca
pembedahan, maka perlu dipasang pipa endotrakeal dengan bantuan ventilator
selama 4 sampai 48 jam atau lebih. Bantuan ventilasi dilanjutkan sampai nilai gas
darah pasien normal dan pasien menunjukkan kemampuan bernapas sendiri. Pasien
yang stabil setelah pembedahan dapat diekstubasi segera setelah 4 jam pasca
pembedahan, sehingga mengurangi kecemasannya sehubungan dengan
keterbatasan kemampuan berkomunikasi.

g. Pasien dikaji terus menerus untuk adanya indikasi gangguan pertukaran gas;
gelisah, cemas, sianosis pada selaput lendir dan jaringan perifer, takikardia dan
berusaha melepas ventilator. Suara napas dikaji sesering mungkin untuk
mendeteksi adanya cairan dalam paru dan untuk memantau pengembangan paru
Gas darah arteri selalu dipantau.

h. Gangguan Peredaran Darah Otak.


Fungsi otak sangat tergantung pada suplai oksigen darah yang berkesinambungan.
Otak tidak memiliki kapasitas untuk menyimpan oksigen dan sangat bergantung
pada perfusi berkesinambungan yang adekuat dan jantung. Jadi sangat penting
mengobservasi pasien mengenai adanya gejala hipoksia: gelisah, sakit kepala,
konfusi. dispnu, hipotensi. dan sianosis. Gas darah arteri, SaO, SO dan CO akhir
tidal harus dikaji bila ada penurunan oksigen dan peningkatan karbondioksida.
Pengkajian status neurologis pasien meliputi tingkat kesadaran. respons terhadap
perintah verbal dan stimulus nyeri, ukuran pupil dan reaksi terhadap cahaya.
gerakan ekstremitas. kekuatan menggenggarn tangan. adanya denyut nadi poplitea
dan kaki, begitu juga suhu dan warna ekstremitas. Setiap tanda yang menunjukkan
adanya perubahan status harus dicatat dan setiap temuan yang abnormal harus
dilaporkan ke ahli bedah segera karena bisa merupakan tanda awal komplikasi
pada periode pascaoperatif. Hipoperfusi dan mikroemboli dapat rnenyebahkan
kerusakan sistem saraf pusat setelah pembedahan jantung.

16
C. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan pada data pengkajian dan jenis prosedur bedah yang dilakukan. diagnosis
utama keperawatan mencakup yang berikut:

a. Menurunnya curah jantung berhubungan dengan kehilangan darah dan fungsi


jantung yang terganggu.

b. Risiko gangguan pertukaran gas berhubungan dengan trauma akibat pembedahan


dada ekstensif

c. Risiko kekurangan volume cairan dan keseirnbangan elektrolit berhubungan


dengan berkurangan volume darah yang beredar

d. Risiko gangguan persepsi-penginderaan berhubungan dengan penginderaan yang


berlebihan (suasana ruangan asuhan kritis, pengalaman pembedahan)

e. Nyeri berhubungan dengan trauma operasi dan iritasi akibat selang dada

f. Risiko perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan stasis vena, embolisasi.


penyakit aterosklerosis yang mendasarinya. efek vasopresor, atau rnasalah
pembekuan darah.

g. Risiko perubahan perfusi ginjal berhubungan dengan penurunan curah jantung,


hemolisis, atau terapi obat vasopresor

h. Risiko hipertermia berhubungan dengan infeksi atau sindrorn pasca


perikardiotom.
i. Kurang pengetahuan mengenai aktivitas perawatan diri

D. Masalah Kolaboratif / Komplikasi Potensial


Berdasarkan pada data pengkajian, komplikasi potensial yang dapat terjadi mencakup:

17
a. Komplikasi jantung: gagal jantung kongestif, infark miokardium, henti jantung.
disritmia.

b. Komplikasi paru: edema paru, emboli paru. efusi pleura, pneumo atau
hematotoraks, gagal napas. sindrom distres napas dewasa

c. Perdarahan

d. Komplikasi neurologis: cedera serebrovaskuler, emboli udara

e. Nyeri

f. Gagal ginjal, akut atau kronis

g. Ketidakseimbangan elektrolit

h. Gagal hati

i. Koagulopati
j. Infeksi, sepsis

E. Perencanaan dan Implementasi


Tujuan utama meliputi restorasi curali jantung, pertukaran gas yang adekuat,
pemeliharaan keseimbangan cairan dan elektrolit. berkurangnya gejala penginderaan
yang berlebihan. penghilangan nyeri, usaha untuk beristirahat, pemeliharaan perfusi
jaringan yang memadai, pemeliharaan perfusi ginjal yang memadai, pemeliharaan
suhu tubuh normal, mempelajari aktivitas perawatan diri. dan tidak adanya
komplikasi.

F. Intervensi Keperawatan

Penatalaksanaan keperawatan meliputi pengukuran haluaran urin yang akurat.


Haluaran urin kurang dari 20 ml jam menunjukkan adanya hipovolemia. Berat jenis

18
juga harus diukur untuk mengetahui kemampuan ginjal mengkonsentrasilcan urin
dalam tubulus renalis. Diuretik kerja cepat atau obat inotropika (digitalis,
isopnoterenol) dapat diberikan untuk meningkatkan cunah jantung dan aliran darah
ginjal. Perawat harus memperhatikan nitrogen urea darah (BUN) dan kadar kreatinin
serum serta kadar elektrolit serum. Bila ditemukan ketidaknormalan segera laporkan
kepada dokter karena mungkin diperlukan pembatasan cairan dan pembatasan
pemakaian ohat-obat yang biasanya diekskresi melalui ginjal.

a. Menjaga Suhu Tubuh Tetap Normal.

Pasien biasanva hipotermik saat dimasukkan ke unit perawatan intensif dan


prosedur pembedahan jantung. Pasien harus dihangatkan secara bertahap sampai
ke suhu normal, yang sebagian dapat diperoleh dari proses metabolisme basal
pasien itu sendiri dan ditambah bantuan udara ventilator yang dihangatkan,
selimut hangat, atau lampu pemanas. Selain pasien masih hipotermik, proses
pembekuan menjadi kurang efisien. jantung rentan terhadap disritmia, dan
oksigen tidak segera siap dipindahkan dan hemoglobin ke jaringan. Karena
anestesi menekan metabolisme basal. suplai oksigen yang ada biasanya sudah
mencukupi kebutuhan sel. Setelah pembedahan jantung, pasien berisiko
mengalami kenaikan suhu tubuh akibat infeksi atan sindrorn pascaperikardiotomi.
Peningkatan kecepatan metabolisme yang terjadi akan meningkatkan kebutuhan
oksigen jaringan sehingga meningkatkan beban kerja jantung. Upaya harus
dilakukan untuk mencegah terjadinya urutan kejadian tersebut atau
menghentikannya begitu diketahui.

b. Menjaga Curah Jantung.

Penatalaksanaan keperawatan mencakup observasi terus-menerus status jantung


pasien dan segera memberitahu ahli bedah setiap perubahan yang menunjukkan
penurunan curah jantung. Perawat dan ahli bedah kemudian bekerja sarna secara
kolaboratif untuk memperbaiki masalah yang terjadi.
Disritmia, yang dapat terjadi ketika perfusi jantung berkurang, juga merupakan
indikator penting mengenai fungsi jantung. Disritmia yang paling sening terjadi

19
selama peniode pascaoperasi adalah bradikardi, takikardi dan denyutan ektopik.
Observasi terus-menerus pantauan jantung untuk adanya berbagai disritmia
merupakan bagian penting dalam penatalaksanaan dan perawatan pasien.Setiap
petunjuk adanya penurunan curah jantung harus segera dilaporkan ke dokter.
Data dan hasil pengkajian uji tersebut kemudian akan digunakan dokter untuk
menentukan penyebab masalahnya. Begitu diagnosa telah ditegakkan, dokter
bersama perawat bekerja secara kolaboratif untuk menjaga curah jantung dan
mencegah komplikasi lebih lanjut. Bila perlu, dokter dapat membenikan
komponen darah, cairan, digitalis, diuretik, vasodilator, atau vasopresor. Bila
perlu dilakukan pembedahan lagi, maka pasien dan keluanganya harus dibenitahu
mengenai prosedur tersebut.

c. Promosi Pertukaran Gas yang Memadai.

Untuk meyakinkan adanya pertukaran gas yang memadai, perawat harus


mengkaji dan menjaga patensi selang endotrakheal. selang harus dihisap bila ada
wheezing atau krekel (ronkhi). Pengisapan dapat dilakukan melalui kateter yang
sudah ada; perawat dan ahli terapi napas harus menaikkan fraksi oksigen inspirasi
ventilator (Fi02) selama tiga tarikan napas atau lebih, sebelurn mulai menghisap.
Bisa juga, oksigen 100% diherikan kepada pasien dengan resusitator manual
(Ambu) sebelum dan sesudah penghisapan untuk mencegah hipoksia yang dapat
terjadi akibat prosedur penghisapan. Pengukuran gas darah arteri harus
dibandingkan dengan data awal dan setiap ada perubahan harus dilaporkan
kepada dokter segera.

d. Menjaga Keseimbangan Cairan dan Elektrolit.

Untuk promosi keseimbangan cairan dan elektrolit, peravat harus mengkaji


dengan cermat setiap pemasukan dan pengeluaran. Pergunakan lembar khusus
untuk mencatat keseimbangan cairan positif atau negatif. Semua masukan cairan
harus dicatat, termasuk cairan intravena, larutan pembilas yang digunakan untuk
membilas kateter arteri dan vena dan pipa nasogastrik, dan cairan peroral. Begitu
pula, semua keluaran juga harus dicatat, meliputi urin, drainase nasogastrik, dan

20
drainase dada. Parameter hemodinamika (tekanan darah, tekanan baji pulmonal
dan atrium kiri, dan CVP) harus sesuai dengan asupan, haluaran dan berat badan
untuk menentukan kecukupan hidrasi dan curah jantung. Elektrolit serum harus
dipantau dan pasien harus diobservasi mengenai adanya tanda ketidakseimbangan
kalium, natrium dan kalsium (hipokalemia, hiperkalemia, hiponatremia dan
hipokalsemia).

e. Menurunkan Gejala Penginderaan yang Berlebihan.

Penginderaan yang berlebihan mempakan efek yang biasa terjadi, yang


berhubungan dengan pengalaman pembedahan dan faktor lingkungan di unit
perawatan kritis. Psikosis pasca kardiotomi dapat terjadi setelah pembedahari
jantung. Istilah mi mengacu pada sekelompok tingkah laku abnormal yang terjadi
dalam intensitas dan durasi yang beragam pada kebanyakan pasien. Pada tahun-
tahun awal pembedahn jantung, fenomena ini lebih sering terjadi dibanding
sekarang. Pada saat itu disebabkan karena kurangnya perfusi otak selama
pembedahan, mikroemboli, dan lamanya pasien berada dalam mesin pintasan
jantung paru. Kemajuan dalam teknik pembedahan telah menurunkan secara
bermakna faktor-faktor tadi. Sekarang, apabila terjadi, mungkin disebabkan oleh
kecemasan, kurang tidur, masukan indrawi yang berlebihan, dan disorientasi
terhadap malam dan siang saat pasien kehilangan perjalanan waktu. Ada temuan
penting yang menunjukkan bahwa pasien yang tak mampu mengekspresikan
kecemasannya sebelum pembedahan akan lebih rentan mengalami psikosis pada
periode pasca operasi.

f. Pengurangan Nyeri.

Nyeri dalam kemungkinan tidak dapat dirasakan tepat di atas daerah cedera tetapi
ke tempat yang lebih luas dan merata. Pasien yang baru saja menjalani
pembedahan jantung akan mengalami nyeri akibat terpotongnya syaraf interkostal
sepanjang irisan dan iritasi pleura oleh kateter dada. (Begitu pula, pasien dengan
CABG arteria mamaria interna dapat mengalami parestesia saraf ulna pada sisi
yang sama dengan sisi grafnya). Observasi dan mendengarkan adanya Tanda

21
nyeri yang diucapkan ataupun tidak diucapkan oleh pasien perlu diperhatikan.
Perawat harus mencatat secara akurat sifat, jenis, lokasi, dan durasi nyeri. (Nyeri
irisan harus dibedakan dengan nyeri angina.) Pasien harus dianjurkan minum obat
sesuai resep untuk mengurangi nyeri. Kemudian pasien harus dapat berpartisipasi
dalam benlatih menarik napas dalam dan batuk. dan secara progresif
memngkatkan perawatan diri. Nyeri menyebabkan ketegangan. yang akan
menstimulasi sistem saraf pusat untuk mengeluarkan adrenalin, yang
mengakibatkan konstriksi arteri. Hal ini akan mengakibatkan peningkatan
afrerload dan penurunan curah jantung. Morfin sulfat dapat mcngurangi nyeri dan
kecemasan serta merangsang tidur, yang pada gilirannya menurunkan kecepatan
metabolik dan keburuhan oksigen. Setelah pemberian opioid (narkotika), setiap
tanda-tanda adanya penurunan aprehensi dan nyeri harus dicatat dalam status
pasien. Pasien juga harus dipantau akan adanya tanda efek depresi pernapasan
akibat analgetika. Bila terjadi depresi pernapasan. harus diberikan antagonis
opioid (mis., naloxone [Narcan]) untuk melawan efek rersebut.

g. Meningkatkan Istirahat.

Upaya dasar untuk memberikan rasa nyaman pada pasien bersama dengan
pembehan analgetika akan memperkuat efek analgesia dan meningkatkan
istirahat. Pasien harus dibantu merubah posisi setiap 1 sampai 2 jam dan
diposisikan sedemikian rupa sehingga dapat menghindari ketegangan pada daerah
luka operasi dan selang dada. Penekanan pada daerah irisan selama batuk dan
nenarik napas clalam dapat mengurangi nyeri. Aktivita keperawatan dijadwalkan
sebanyak mungkin uniuk mengurangi gangguan saat istirahat. Bila kondisi sudah
mulai stabil dan prosedur terapi serta pemantauan sudah mulai berkurang, maka
pasien dapat beristirahat lebih lama lagi.

h. Menjaga Perfusi Jaringan yang Adekuat.

Denyut nadi perifer (pedis, poplitea. tibialis, femoralis, radialis, brakhialis)


dipalpasi secara rutin untuk mengkaji adanya obstruksi arteri. Bila tidak teraba
denyutan pada satu ekstremitas, penyebabnya mungkin akibat kateterisasi

22
sebelurnnya pada ekstremitas tersebut. Bila ada denyut yang baru saja
menghilang harus segera dilaporkan kepada dokter. Setelah pembedahan harus
diupayakan mencegah stasis vena yang dapat mengakibatkan pembentukan
trombus dan selanjutnya emboli: (1) memakai stoking elastik atau halutan elastik,
(2 menghindari menyilang kaki. (3) menghindari pengunaan peninggi lutut pada
tempat tidur, (4) mengambil semua bantal pada rongga popliteal. dan (5)
memberikan latihan pasif diikuti dengan latihan aktif umuk meningkaikan
sirkulasi dan mencegah hilangnya tonus otot. Gejala embolisasi, yang berbeda
menurut tempatnya, bisa ditandai dengan (1) nyeri abdomen atau punggung
tengah (2) nyeri, hilangnya denyutan, pucat, rasa baal, atau dingin pada
ekstremitas (3) nyeri dada atau distres pernapasan pada emboli paru dan infark
miokardium: dan (4) kelemahan satu sisi dan perubahan pupil, seperti yang terjadi
pada cedera pembuluh darah otak. Semua gejala yang timbul harus segera
dilaporkan.

i. Menjaga Kecukupan Perfusi Ginjal.


Perfusi ginjal yang tidak mencukupi dapat tenjadi sebagai akibat pembedahan
janrung terbuka. Salah satu penyebab yang mungkin adalah rendahnva curah
jantung. Selain itu trauma terhadap sel darah selama pintasan jantung paru
menyebabkan hernolisis sel darah merah. Kejadian ini mengakibatkan
terbentuknya senyawa racun karena glomerulus tersumbat oleh debris sel darah
merah yang rusak tadi. Penggunaan bahan vasopresor untuk meningkatkan
tekanan darah juga dapat menyebabkan penurunan alinan darah ke ginjal.

G. Evaluasi

Hasil yang Diharapkan :

a. Tercapainya curah jantung yang adekuat

b. Terpeliharanya pertukaran gas yang adekuat

c. Terpeliharanva keseimbangan cairan dan elekirolit

23
d. Hilangnya gejala penginderaan yang berlebihan, kembali terorientasi terhadap
orang. tempat dan waktu

e. Hilangnya nyeri

f. Terpeliharanya perfusi jaringan yang adekuat

g. Tercapainya istirahat yang adekuat

h. Terpeliharanya perfusi ginjal yang adekuat

i. Terpeliharanya suhu tubuh normal

j. Mampu melakukan aktivitas perawatan diri

24
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Bedah jantung dilakukan untuk menangani berbagai masalah jantung. Prosedur yang
sering mencakup angioplasti koroner perkutan, revaskularisasi arteri koroner dan
perbaikan penggantian katup jantung yang rusak
Di masa kini, pasien dengan penyakit jantung dan komplikasi yang menyertainya
dapat dibantu untuk mencapai kualitas hidup yang lebih besar dan yang diperkirakan
sepuluh tahun silam.

Perkembangan yang paling revolusioner dalam perkembangan pembedahan jantung


adalah teknik pintasan jantung-paru. Pertama kali digunakan dengan berhasil pada
manusia di tahun 1951. Di masa kini lebih dari 250.000 prosedur yang dilakukan
dengan menggunakan pintasan jantung paru. Terbanyak (lebih dari 200.000)
dilakukan di Amerika Utara. Kebanyakan prosedur adalah graft pintasan arteri
koroner (CABG = coronary artery bypass graft) dan perbaikan atau penggantian
katup.
Kemajuan dalam diagnostik, penatalaksanaan medis, teknik bedah dan anestesia, dan
pintasan jantung paru, dan juga perawatan yang diberikan di unit perawatan kritis
serta program rehabilitasi telah banyak membantu pembedahan menjadi pilihan
penanganan yang aman untuk pasien dengan penyakit jantung.

B. Saran
Pada operasi bedah jantung diatas diharapkan mahasiswa atau pembaca dapat
mengerti dan memahami bedah jantung agar dapat menerapkan nantinya ketika
merawat pasien dirumah sakit.

25
DAFTAR PUSTAKA

Barbara C Long, (1996). Perawatan Medikal Bedah, Edisi II, Yayasan ikatan alumni
pendidikan keperawatan padjajaran Bandung: Bandung.

Carpenito Lynda Juall (1999). Rencana Asuhan Keperawatan dan Dokumentasi Keperawatan
(Ed. 2), Jakarta : Penerbit buku kedokteran. EGC.

Doenges E Marlynn (1999) Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien (Edisi 3) Penerbit buku kedokteran. EGC

Engram (1999). Rencanan Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Volume 2, Terjemahan dari
Medical Surgical Nursing Planning, (1993), Alih bahasa Suharyati, EGC: Jakarta.

Smeltzer S.C dan Bare Brenda G (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth(Ed. 8 Vol 2), EGC, Jakarta.

Sylvia A. Price et. Al (1994). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 4
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

26

Anda mungkin juga menyukai