PENDAHULUAN
1
CABG adalah pada pasien dengan kriteria angina pectoris yang tidak dapat
ditangani dengan obat atau PCI (Percutaneous Coronary Intervention),left main
stenosis 60%, oklusi 70% arteri koroner pada satu atau lebih pembuluh darah dan
pada pasien dengan PCI bermasalah..( Hinkle & Cheeve, 2015).
Wanita menunjukan frekwensi angka yang sedikit terhadap tindakan
CABG dibanding pria, Wanita yang mendapat tindakan CABG biasa yang
berumur sangat tua serta mempunyai penyakit seperti diabetes. ( perry et al, 2010
dalam Hinkle & Cheeve, 2015).
Penyakit jantung koroner merupakan penyakit tidak menular yang menjadi
penyebab utama kematian secara global yaitu sebesar tiga puluh sembilan persen
(39%) (Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI, 2012). Di Amerika Serikat sekitar
600.000 orang meninggal karena penyakit jantung di setiap tahun dan penyakit
jantung koroner menewaskan lebih dari 385.000 orang per tahun. Di Indonesia
tahun 2010 tingkat kefatalan (CFR) penyakit jantung ada Rawat Inap Rumah
Sakit tahun 2009-2010 sebesar 8,7% (Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI,
2012). Pada penanganan penyakit jantung koroner diperlukan operasi jantung
yaitu Coronary Artery Bypass Grafting (CABG). Ini adalah pengobatan untuk
pasien dengan penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah jantung (Medical
Surgical Nursing vol 1, 2000). CABG adalah pilihan yang baik untuk masalah ini
karena mengembalikan aliran darah normal kembali ke otot jantung, mengurangi
gejala (biasanya angina) dan juga dapat meningkatkan harapan hidup pasien
(NICOR, 2011).
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Rumah
Sakit Jantung Dan Pembuluh Darah Harapan Kita tahun 2016, menunjukkan
jumlah operasi CABG periode Januari sampai dengan Agustus 2016 adalah 446
kasus. Data dibuku register ruang ICUD Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh
Darah Harapan Kita. ( Register ICUD, 2016).
Perawatan pasien pasca bedah jantung pada umumnya dilakukan di unit
perawatan kritis atau intensive care unit ( ICU ). Asuhan keperawatan yang
spesifik pada pasien pasca bedah jantung sangat menentukan keberhasilan pasien
melewati masa – masa kritis pasca pembedahan.
2
Berdasarkan latar belakang diatas, penulia mengangkat judul studi kasus
ini yaitu “ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN PASCA BEDAH
CORONARY ARTERI BYPASS GRAFT (CABG) DI RUANG ICUD RUMAH
SAKIT JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH HARAPAN KITA
JAKARTA TAHUN 2016 “.
1. Tujuan Umum
Mampu memahami konsep asuhan keperawatan pada pasien post
operasi CABG.
2. Tujuan Khusus
a. Memahami pengertian dari CABG.
b. Mengetahui tujuan CABG.
c. Mengetahui indikasi CABG.
d. Mengetahui komplikasi dari CABG.
e. Mengatahu dan memahami penatalaksaan pasien CABG.
1.2. Manfaat Studi Kasus
1.2.1. Bagi penulis
Dapat lebih memahami tentang konsep dan praktik asuhan
keperawatan pada pasien dengan paska bedah Coronary Arteri
Bypass Graft (CABG)
1.2.2. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat menjadi tambahan referensi dalam pembelajaran mengenai
asuhan keperawatan pada pasien dengan paska bedah Coronary
Arteri Bypass Graft (CABG)
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1.1. Pengertian
CABG adalah Pintasan jantung paru yang merupakan suatu alat mekanis
untuk sirkulasi dan oksigen darah untuk seluruh tubuh pada saat memintas jantung
paru. (Aspiani, 2015).
2.1.2. Indikasi
Menurut Hinkle & Cheeve (2015), indikasi mayor atau utama untuk
tindakan CABG adalah :
1. Angina yang tidak dapat dikontrol lagi dengan obat-obatan atau PCI
2. Stenosis di cabang utama arteri koroner kiri( Left Coronary Artery/ LCA)
atau terdapat banyaknya lesi di pembuluh darah koroner.
3. Pencegahan dan penanganan untuk Miokard Infark, Dysritmia atau gagal
jantung.
4
4. Penanganan terhadap komplikasi dari kegagalan tindakan PCI.
5
5) 1 atau 2 vessel desease stenosis LAD yang signifikan tetapi
terdapat daerah miokardium viable yang besar dan termasuk
kriteria cukup tinggi dari pemeriksaan non invasif
6) Angina refaktur terhadap pengobatan yang maksimal tindakan
bedah dapat dilakukan dengan resiko yang dapat diterima
b. Kelas II
1) Stenosis LAD proksimal dengan 1 vessel desease Dapat menjadi
kelas I bila terdapat iskemik berdasarkan pe,riksaan non invasif
atau LV EF 50%
2) 1 atau 2 vessel tanpa stenosis LAD proksimal yang signifikan tetapi
dengan daerah moikardium viable yang sedang dan terdapat
iskemik pada pemeriksaan non invasif
c. Kelas III
1) 1 atau 2 vesle desease tanpa LAD yang signifikan pada :
Pasien dengan gejala ringan yang bukan berasal dari iskemik
miokardium / belum menerima pengobatan yang maksimal dan
atau memiliki daerah miokardium viable yang kecil
Pada pasien tanpa iskemik pada pemeriksaan non infasif
2) Stenosis coronary pada ambang batas ( 50 – 60% diameter pada
lokasi non left main coronary artery ) dan tidak terdapat iskemik
pada pemeriksaan non invasif
a. Stenosis coronary nonsignifikan ( kurang dari 50% diameter )
6
Akan menjadi kelas I bila terdapat iskemik berdasarkan pemeriksaan non
invasif dan atau LV EF < 50%. Jika terdapat daerah miokardium viable
yang besar dan termasuk kriteria resiko tinggi dari hasil pemeriksaan non
invasif akan menjadi kelas I
c. Kelas IIB
Satu atau Dua vessel disease tidak pada LAD
b. Kelas IIA
Iskemik yang mengancam / infark yang tidak responsif pada terapi non
bedah yang maksimal
c. Kelas IIB
1) Gagal pompa ventrikel kiri yang progresif dengan stenosis
kororner yang mengancam daerah miokardium viable diluar lokasi
infark awal
2) Untuk reperfusi pada jam – jam pertama ( 6 – 12 j ) pada STEMI
d. Kelas III
Untuk reperfusi primer lambat ( lebih dari 12 jam ) pada STEMI tanpa
iskemi yang mengancam
c. Kelas III
7
Fungsi LV buruk tanpa adanya tanda dan gejala iskemi intermiten dan
tanpa adanya daerah miokardium yang viable dan terrevaskulariasi
b. Kelas IIA
c. Kelas IIB
8
Ketidakstabilan haemodinamik pada pasien dengan kelainan koagulasi
dan memiliki riwayat sternotomi.
d. Kelas III
1) Tidak iskemi
b. Kelas IIA
Stenosis yang nyata pada koroner distal yang memungkinkan dilakukan
bypass dengan daerah miocardium besar yang terancam pada
pemeriksaan
c. Klas IIB
Iskemia pada daerah distribusi non LAD dengan graff arteri mamaria
interna paten ke LAD yang memperdarahi area miocardium fungsional
dan tanpa usaha pengobatan medikal mentosa dan/refaskularisasi
perkutan yang agresif
9
2.1.4. Patofisiologi CABG
v
Faktor resiko: merokok, hiperlipidemia, hipertensi, obesitas, dan diabetes mellitus
Umur diatas 40 tahun, jenis kelamin (pria lebih banyak dari pada wanita)
Sel endotel menghasilkan sel adhesion molecule seperti sitokin, kemokin dan growth factor
Sel inflamasi seperti monosit dan T-limfosit masuk ke permukaan endotel dan migrasi
dari endotelium ke sub endotel
10
Revaskularisasi
PCI Medikamentos
CABG
a
Transplantasi vena
safena Transplantasi LIMA
11
a. Arteri Mammari Interna (AMI)
AMI adalah cabang kedua dari arteri subklavia dan turun kebawah
dinding arteriol dada tepat dilateral terhadap sternum dibelakang
cartilage costae. Untuk mengisolasi AMI, ruang pleura yang dimasuki
AMI di diseksi bebas dan cabang – cabangnya di kauterisasi. AMI kiri
dan kanan dapat digunakan, AMI kiri lebih panjang dan lebih lebar dari
AMI kanan, oleh karena itu dapat digunakan untuk bypass arteri koroner
decenden anterior kiri, sedangkan AMI kanan dianastomosiskan ke arteri
koroner kiri atau arteri koroner sirkumfleks. Adapun keuntungan dan
kerugian Arteri Mammari Internal untuk revaskularisasi miokard adalah
sebagai berikut :
1) Keuntungan :
a) Memperbaiki potensi frekwensi jangka pendek dan panjang
pada tandur vena safena.
b) Diameternya mendekati arteri koroner.
c) Tidak dibutuhkan anastomosis aortic.
d) AMI mempertahankan intervasi system saraf dan mempunyai
kemampuan mengadaptasi ukuran untuk memberi aliran darah
sesuai dengan kebutuhan miokard.
e) Tidak ada insisi kaki.
f) Endotelium vaskuler beradaptasi terhadap tekanan arteri dan
aliran tinggi mengakibatkan penurunan hiperplasi intima dan
arterosklerosis.
2) Kerugian :
a) Diseksi AMI lebih panjang mengakibatkan waktu bypass lebih
panjang.
b) Diseksi ekstensif dapat meningkatkan resiko perdarahan pasca
operasi.
c) Memasuki ruang pleura sehingga selang pleura dada diperlukan
pasca operasi.
d) Nyeri pasca operasi dapat meningkat karena masuk keruang
pleura dan diseksi luas.
12
.
b. Arteri Radialis
Terdapat dua arteri dibagian lengan bawah yaitu arteri radial.
Kebanyakan orang menerima aliran darah yang adekuat pada lengan dari
arteri ulnar sendiri dan tidak ada efek samping apabila arteri radial
digunakan sebagai graft. Arteri radial di insisi dilengan bawah kira – kira
13
2 inchi dari siku dan berakhir kira – kira 1 inchi dari pergelangan tangan.
Arteri radial tidak dapat digunakan sebagai graft apabila terdapat keluhan
seperti jari – jari sering sakit dalam udara dingin. Untuk itu diperiksa
allen test. Pada pasien yang menggunakan graft arteri radialis harus
mendapat therapy Calcium Chanel Blocker selama 6 bulan setelah
operasi untuk menjaga agar arteri radial tetap terbuka lebar.
14
Gambar.2.3. Arteri gastroepiploika
Vena safena dapat diambil dari lutut atas atau bawah, tetapi vena
safena dari lutut bawah sangat diminati oleh karena diameternya mendekati
ukuran arteri koroner. Vena safena diambil dari insisi yang dibuat sepanjang
bagian dalam kaki. Obstruksi pada arteri koroner di Bypass dengan membuat
anastomosis satu ujung vena tandur ke aorta (anastomosis proksimal dan ujung
yang lain ke arteri tepat melewati obstruksi/ anastomosis distal).
15
Gambar. 2.4. Vena sevana
16
melalui kateter disambungkan pada vena cava superior dan inferior
atau atrium kanan bertujuan agar darah tidak masuk ke ventrikel
kanan. Darah kemudian masuk kedalam reservoar, reservoar juga
berfungsi sebagai tempat untuk memasukkan obat-obatan atau
komponen darah apabila diperlukan. Setelah memasuki reservoar,
darah akan masuk ke dalam oksigenator. Oksigenator merupakan
proses paling vital dimana oksigenator mengambil alih fungsi paru.
Oksigenator terdiri dari mikroporus membrane yang memisahkan
komponen gas dari darah. Membran oksigenator menambahkan
sekitar 470 ml oxygen dan mengekstrak 350 ml karbondioksida.
Mesin pengatur suhu juga dihubungkan dengan oksigenator untuk
menurunkan suhu darah sesuai dengan prosedur masing-masing
Institusi. Selama proses pumping berlangsung, banyak microbubble
yang terbentuk. Penggunaan membrane oksigenator dan mikrofilter
mampu menyaring mikrobubble agar tidak ikut masuk ke peredaran
darah. Pada teknik operasi ini, suhu diturunkan menjadi 28-30 derajat
Celcius, yang bertujuan untuk menurunkan kebutuhan jaringan akan
oksigen seminimal mungkin, nadi dipertahankan 60-80 kali per menit,
dan tekanan arteri 70-80 mmHg (Botham, 2007).
17
Gambar 2.5 Skema mesin Cardiopulmonary Bypass (CPB)
2. Off Pump
Operasi bedah jantung off pump tidak memakai mesin jantung paru
atau CPB. Dengan teknik ini jantung tetap berdetak normal dan paru-paru
berfungsi seperti biasa. Hal ini jelas menghilangkan penempatan pipa khusus
untuk mesin pada ruang-ruang pembuluh darah jantung, penggunaan sirkulasi
buatan dan manipulasi aorta yang berlebihan.
18
Teknik off pump adalah prosedur yang sangat khusus dan saat ini
dilakukan oleh beberapa ahli bedah yang berpengalaman dan memperoleh
hasil yang baik. Off pump CABG adalah teknik baru dengan manfaat tingkat
komplikasi yang lebih rendah.
1. Sistem kardiovaskuler
a. Penurunan curah jantung
Terjadi akibat hipovolumia, hal ini disebabkan karena oleh kehilangan
darah saat pembedahan, vasodilatasi pembuluh darah karena perubahan
suhu yang semula hipotermik yang mulai meningkat maka diperlukan
banyak volume untuk mengisi ruang intravaskuler. Peningkatan
permeabilitas kapiler menyebabkan cairan masuk keruang interstitial.
b. Gangguan Afterload
Terjadi akibat hipotermik yang mencetus terjadinya vasokontriksi
pembuluh darah
19
c. Tamponade jantung
Tamponade jantung dapat menurunkan preload ke jantung dengan
menghalangi masuknya darah kejantung. Cairan yang terkumpul dalam
ruang perikardium menekan jantung dari luar, menghalangi darah
memasuki ventrikel, hal ini dapat menyebabkan hipotensi
arteri,takikardiia, bunyi jantung lemah dan penurunan haluaran urine.
d. Infark miokard
Gejala infark miokard dapat tertutup oleh ketidaknyamanan pascaoperasi
atau tindakan anestesi-analgesia, hal ini perlu dicurigai bila terjadi
penurunan darah rerata dengan preload yang normal. Tahanan vaskuler
sistemik dan frekuensi jantung dapat meningkat untuk mengkompensasi
kontraktilitas yang buruk.
g. Hipertensi,
Peningkatan Afterload sebagai akibat keadaan hipotermik yang
mencetuskan vasokontrik pada pembuluh darah menyebabkan sistemik
vascular respon meningkat sehingga memunculkan hipertensi.
2. Sistem Respirasi
Kegagalan pertukaran gas dapat terjadi karena efek dari anestesi yang
menyebabkan meningkatnya produksi mukus, dan nyeri karena insisi dinding
dada mungkin menurunkan efektifitas ventilasi paru.
20
3. Sistem Neurologi
Emboli dan trombus mungkin menyebabkan infark serebral, gangguan pada
sistem neurologi harus segera dikaji segera saat pasien mulai pulih dari efek
anestesi
4. Sistem Renal
Gagal ginja akut dan elektrolit imbalan Terjadi akibat hipoperfusi keginjal
atau karena pemakaian obat yang bersifat toksik terhadap ginjal.
Ketidakseimbangan Potasium, sodium, kalium, kalsium dan gula darah
berhubungan kehilangan saat pembedahan, perubahan metabolik, pemakaian
obat.
5. Komplikasi lain
a. Pembedahan dan anestesi menyebabkan stres di liver
b. Infeksi, pemakaian alat-alat invasif untuk monitor dan support pasien
membuka jalan untuk terjadinya infeksi, maka sangat penting adanya
source infection control
21
Tujuan utama perawatan paska bedah: meliputi restorasi curah jantung,
pertukaran gas yang adekuat, pemeliharaan keseimbangan cairan dan elektrolit,
berkurangnya gejala penginderaan yang berlebihan, penghilangan nyeri, usaha
untuk beristirahat, pemeliharaan perfusi jaringan yang memadai, pemeliharaan
perfusi ginjal yang memadai, pemeliharaan suhu tubuh normal, mempelajari
aktivitas perawatan diri dan tidak adanya komplikasi.
Dalam Aspiani (2015) dan Hinkle & Cheeve (2015), disebutkan bahwa
beberapa paremeter penting yang harus dikaji pada pasien pasca bedah
diperawatan ICU, yaitu diantaranya :
1. Sistem neurologi
Kesadaran dipantau sejak pasien mulai bangun atau masih diberikan obat
sedatif pelumpuh otot, ukuran pupil dan reaksi terhadap cahaya, kesemetrisan
muka, jika pasien mulai bangun maka minta ia untuk menggerakkan seluruh
ektremitas, dan kekuatan genggaman tangan
2. Sistem Kardiovaskuler
Tahap pertama adalah dilakukan serah terima pasien antara petugas kamar
operasi dengan petugas diruang ICU. Pemantauan tekanan vena central,
tekanan atrium kanan dan kiri, denyut jantung, tekanan darah, curah jantung,
obat-obat yang digunakan dan alat-alat yang dipakai misalnya IABP, pacu
jantung dan lain-lain.
3. Sistem respirasi
Bisanya pasien masih belum sadar sampai ke icu karena pemberian sedasi
sebelum dipindakan, respirator segera di pasang, perhatikan gerakan dada,
suara napas, pengaturan ventilator (frekuensi, volume tidal, konsentrasi
oksigen, mode, tekanan positif akhir ekspirasi (PEEP), kecepatan napas,
saturasi oksigen arteri (SaO2) , CO2, pipa drainase rongga dada, gas darah
arteri.
4. Status pembuluh darah perifer
Denyut nadi perifer, warna kulit, dasar kuku, mukosa, bibir dan cuping
telinga, suhu kulit, edema, kondisi balutan dan pipa invasif.
22
5. Fungsi Ginjal dan keseimbangan cairan dan elektrolit; haluaran urin,
osmolaritas, serum creatinin dan ureum
6. Drain
Produksi drain harus diobsevasi setiap jam, bila terjadi perdarahan maka
observasi setiap 30 menit. Jumlah perdarahan lebih dari 200 cc/jam pada
dewasa mungkin perlu tindakan retoraktomi.
7. Laboratorium
Setelah sampai di ICU maka dilakukan pemeriksaan terhadap hemoglobin,
hematokrit, trombosit, analisa gas darah, albumin, ureum, kreatinin, gula
darah, dan enzim CK-CKMB. Gula darah; kadar gula diperiksa setiap 6 jam
bila pasien menderita Diabetes
8. EKG
Pencatatan lengkap EKG minimal dilakukan satu kali dalam sehari dan
tergantung masalah yang dihadapi terutama jika terdapat perubahan irama
dasar jantung yang membahayakan.
9. Foto thorak
Pemeriksaan foto thorak dilakukan segera setelah sampai ICU untuk melihat
kateter vena central, kateter swangans. Umumnya jika fungsi jantung normal
penyapihan terhadap respirator segera dimulai dan begitu juga ekstubasi
beberapa jam setelah pascabedah.
10. Fisioterapi dada
Fisioterapi dada harus sesegera mungkin dikerjakan termasuk pada klien yang
terpasang ventilator, jika sudah ekstubasi fisioterapi tetap dilakukan untuk
mencegah retensi sputum.
Begitu pasien sadar dan mengalami kemajuan selama periode
pascaoperatif, perawat harus mengembangkan pengkajian dengan memasukan
parameter yang menunjukkan status psikologis dan emosional. Pasien dapat
menunjukkan tingkah laku yang mencerminkan penolakan dan depresi pasca
kardiaktomi. Tanda khas psikosis adalah ilusi persepsi sementara, halusinasi
dengar dan penglihatan, disorientasi dan waham paranoid. Kebutuhan
keluarga juga harus diperhatikan apakah mereka telah memperoleh informasi
yang memadai mengenai kondisi pasien
23
2.3. Asuhan Keperawatan
Pengkajian keperawatan disesuikan dengan pengkajian pasien pasca
operatif berdasarkan Aspiani (2015) dan Hinkle & Cheeve (2015), yaitu :
2.3.1. Pengkajian
1. Identitas pasien
2. Keluhan Utama
3. Riwayat penyakit
a. Riwayat penyakit sekarang
b. Riwayat Penyakit dahulu
c. Riwayat penyakit keluarga
4. Pengkajian sesuai sistem tubuh
5. Pemeriksaan Penunjang
a. EKG
b. Pemeriksaan darah
c. Foto thorak
2.3.2. Diagnosa Keperawatan
Dalam Aspiani (2015), mengaplikasikan konsep NIC & NOC, dan
Hinkle & Cheeve (2015), diagnosa pasca bedah yang sering muncul
adalah
24
6. Resiko perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan statis vena,
embolisasi, penyakit arteriosklerosis, efek vasopresor atau masalah
pembekuan darah
7. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan
8. Resiko perubahan perfusi ginjal berhubungan dengan penurunan
curah jantung, hemolisis atau terapi obat vasopresor
9. Resiko hipertemia berhubungan dengan infeksi atau sindrome pasca
perikardiotomi
10. Kurang pengetahuan mengenai pengetahuan mengenai aktivitas
perawatan diri.
2.3.3. Rencana Keperawatan
N Diagnosa
Tujuan Intervensi
o. Keperawatan
25
- Orientasi baik - Berikan cairan intravena sesuai
- Tidak ditemukan instruksi
gagal jantung - Pasang hemodinamik
monitoring invasive
- Urin output > 0,5-1 - Berikan inotropik sesuai
cc/kg/jam instruksi dokter
- Kapiler renfil < 3
dtk
- Akral hangat
2 Gangguan Setelah dilakukan Acid Base Management :
pertukaran gas asuhan keperawatan
1. Monitor level AGD, seperti
berhubungan selama 1x24 jam
penurunan atau peningkatan
dengan trauma klien menunjukkan
pH
pembedahan dada pertukaran gas
2. Monitor intake dan output
ekstensif adekuat, dengan
pasien
kriteria hasil :
3. Posisikan pasien untuk
- Status mental mengoptimalkan ventilasi
dalam rentang (semifowler)
normal 4. Monitor transpor oksigen ke
- Klien bernafas jaringan melalui PaO2, SaO2,
dengan mudah Hb, dan cardiac output jika
- Tidak ada memungkinkan
dispneu 5. Monitor terjadinya
- Tidak ada ketidakseimbangan elektrolit
kegelisahan yang berhubungan dengan
- Tidak ada asidosis metabolik seperti
sianosis hiponatremia, hiperkalemia,
- Tidak ada hipokalemia, hipokalsemia,
somnolen hipopospatemia,
- PaO2 dalam batas hipomagnesemia, jika ada.
normal 6. Monitor manifestasi
26
- PCO2 dalam kardiopulmonal pada asidosis
batas normal metabolik (seperti hipotensi,
- pH dalam batas hipoksia, aritmia, dan pola
normal nafas kussmaul)
- Saturasi O2 7. Monitor tanda dan gejala
dalam batas penurunan HCO3 seperti
normal lemah, disorientasi, sakit
- Ventilasi perfusi kepala, anoreksia, pH urine <6,
seimbang HCO3 level <22 mEq/l, pH
darah <7,35, hiperkalemia.
Airway Management
27
Cough Enhancement
Oxygen Therapy
28
Respiratory Monitoring
29
sesuai dengan 4. Monitor vital sign
usia dan BB, BJ 5. Monitor masukan makanan /
urine normal, HT cairan dan hitung intake
normal kalori harian
Tekanan darah, 6. Lakukan terapi IV
nadi, suhu tubuh 7. Monitor status nutrisi
dalam batas 8. Dorong masukan oral
normal 9. Berikan penggantian
Tidak ada tanda nesogatrik sesuai output
tanda dehidrasi, 10. Kolaborasi dokter jika tanda
Elastisitas turgor cairan berlebih muncul
kulit baik, meburuk
membran mukosa
lembab, tidak ada
rasa haus yang
berlebihan
30
Berikan medikasi sesuai instruksi
dokter
31
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1. PENGKAJIAN
A. Identitas Pasien
Nama : Tn. E
Umur : 77 Tahun. (05-07-1939)
Jenis Kelamin : Laki-laki.
Agama : Islam
Pekerjaan : Pensiunan
Pendidikan : Sarjana
Alamat : Salendro Raya No. 18Lengkong Bandung
Jawa Barat
BB / TB : 65 Kg / 163 Cm
Tgl Masuk : 01-03-2017, jam 15.45
Tgl Pengkajian : 15-03-2017, jam 13.10
Diagnosa Medis : CAD 3VD, LM, EF 27%
LIMA to LAD
SVG to OM
32
3.1.2 Riwayat Penyakit
33
peningkatan vena jugularis. tampak luka post operasi midsternum
tertutup verban, drain di substernal (28) dan intrapleura kiri (24),
cairan produktif, warna merah tersambung ke WSD, CVP line di
subklavia sinistra.
f. CVP : 11 mmHg
g. Perkusi dan palpasi: tidak dilakukan mengingat kondisi pasien
tidak memungkinkan.
3. Sistem pernafasan
a. Gerakan dada : simetris kiri dan kanan
b. Suara paru-paru : vesikuler kanan dan kiri, ronchi (-), wheezing (-)
c. Frekuensi nafas: 16 kali/menit
d. Ventilator : terpasang ETT nomor 8, batas bibir 21 cm. Ventilasi
mekanik mode PSIMV PEEP 5 cmH2O, FiO2 50% dan Sa O2
100%
e. Drain : drainase rongga thorak terpasang, warna merah, 200
cc/jam dalam 2jam pertama
4. Sistem pencernaan
a. Status nutrisi : pasien masih dipuasakan, NGT (-)
b. Cairan : Jam 12.00 Loading RL 500 + 200, jam 14.00 gelofusin
500 cc, sampai jam 20.00 balance minus 462 cc
c. Balance cairan di OK : -750 cc
d. Diet cair : 1400-1550 kalori, total cairan 2500 ml (bila peristaltik
baik dan pasien sadar)
5. Sistem perkemihan
Terpasang kateter urine no. 16, jumlah urine: rata-rata 200 cc/jam,
warna kuning terang, tidak ada edema perifer
6. Sistem muskuloskeletal
Bentuk simetris, terpasang arteri line di radialis kiri, luka jahitan
tertutup verban di ekstremitas bawah sebelah kanan, tingkat aktivitas:
pasien tidak sadar, masih dalam pengaruh obat-obatan, kekuatan otot
lemah
34
7. Sistem integumen:
Akral dingin, warna kuku pucat, pulsasi arteri perifer +/+, turgor kulit
elastis, edema (-), suhu 35,6 oC, Tanda-tanda infeksi pada luka bekas
operasi: kalor, rubor, tumor dan keterbatasan fungsi tidak ada,
sedangkan dolor (+)
8. Ketidaknyamanan
Pasien mendapatkan Morphin drip syringe pump 1mg/jam, Skala nyeri
3/12 (menggunakan Behavior Pain Scale)
2. EKG
35
Gambar. EKG post Operasi
Interprestasi :
Irama : reguler
Heart rate : 93 x/menit
Gelombang P : ada (morfologi P normal, selalu diikuti
QRS kompleks)
PR interval : 0,12 s (normal)
Kompleks QRS : 0,08 s (normal)
Segmen ST : isoelektris (normal)
Q patologis : tidak ada
Axis : normo axis
Kesimpulan : sinus rhythm
36
3. Foto Rontgen
Interprestasi :
4. Hasil Laboratorium
37
Hs Troponin T - < 14
Ureum 45,0 16,6 – 48,5
BUN 21 8 – 23,0
Creatinin 1,43 0,67 – 1,17
GDS 122 70 – 99
100 – 1225
126.
Natrium 138 136 – 145
Kalium 4,85 3,5 – 5,1
Kalsium Total 2,25 2,2 – 2,55
Chlorida 103 98 – 107
Magnesium 2,11 1,6 – 2,6
Ph 7,359 7,35 – 7,45
PCO2 35,6 35-45
PO2 90,3 80 – 100
Laktat 1,1 0–2
HCO3 20,3 22 – 26
Induksi anestesi berjalan lancar, dipasang monitor AL, CVP. Preparasi kulit
dengan clhorhexidine 4%, dilanjutkan dengan draping. Vena di ambil dari tungkai
kanan untuk graft. Insisi median sternotomi. LIMA diambil secara pedicled.
Heparin diberikan. Perikardium dibuka, tampak seperti temuan. Dilakukan
anastomosis distal LIMA ke LAD dengan menggunakan stabilizer. Dilanjutkan
dengan anastomosis distal SVG ke OM1 dan SVG ke RCA distal dengan
menggunakan octopus dan stabilizer. Perdarahan dirawat seksama. Protamin
diberikan. Setelah itu dipasang drain substernal 28 Fr dan 24 Fr intrapleura kiri.
Dinding dada ditutup kembali dengan wire, luka operasi ditutup seperti biasa
dengan benang absorbable sintetik. Hemodinamik stabil ABP: 105/57 mmHg,
HR: 72 x/menit, CVP 11 mmHG dengan support adrenalin 0,05 mcg/kgbb/menit
dan NTG 0,5 mcg/kgbb/menit.
38
3.1.6 Penatalaksanaan Medis :
1. Simvastatin 1x20 mg
2. Aptor 1x100 mg
3. Paracetamol 3x1000mg
4. Captopril 3x3,125 mg
5. Bisoprolol 1x1,25mg
6. Fluimucil 3x400mg
7. Ventolin 4x1
8. Ondancentron 2x4mg
9. Ranitidin 2x50mg
10. Vascon
11. Adrenalin 0,05 mcg/kgbb/menit
12. Morfin 20 mcg/kgbb/jam
13. Dopamine 3 mcg/kgbb/menit
14. Yall 2x1 supp
15. Total cairan 1cc/kgbb/jam
Masalah
No Data Fokus Etiologi
Keperawatan
39
kuat.
- Akral teraba dingin, warna kuku
pucat, pulsasi arteri perifer +/+,
turgor kulit elastis, edema (-),
suhu 35,6 oC
- Kapiler renfil 4 dtk
- Urine output 200cc/jam
- Produksi drain 20-30 cc/jam
- Balance cairan dari OK -50 cc
- Intake cairan parenteral RL
2000 cc
- Balance cairan sampai jam
20.00 (8 jam perawatan) -462
cc
- Gambaran EKG post Op : sinus
rhytm
- Photo thorax post Op :
Kardiomegali
- S1-S2 normal, Murmur (-),
gallop(-).
- Bentuk prekordium Normal
- Kesadaran pasien SAS 3 (masih
pengaruh obat-obatan anestesi)
- Terpasang dobutamin 5
mikro/kgBB/mnt, pro syring
pump
2 DS: - Prosedur invasif Nyeri
DO:
40
midsternum, tungkai bawah kiri
dan kanan Post CABG
- Terpasang CVP di subclavia
sinistra.
- Terpasang arteri line di arteri
radialis sinistra.
- Terpasang drain intrapleura kiri
dan substernal.
- Terpasang dower catheter
ukuran No. 16 Fr.
- Terpasang ETT no. 8 kedalaman
21 cm.
- Tanda-tanda infeksi kalor,rubor,
tumor,dan keterbatasan fungsi
tidak ada, sedangkan dolor ada
- Skala nyeri 5/12 (menggunakan
Behavior Pain Scale)
- Drip Morphin 20 ug/kgbb/jam
3 DS : - Luka operasi dan Resiko infeksi
pemasangan alat-
DO :
alat invasif di
- TD: 153/91 (110) mmHg, Nadi: tubuh
88 x/mnt, Denyut nadi teraba
kuat.
- Leukosit : 8000
- Terdapat luka operasi di bagian
midsternum, tungkai bawah kiri
dan kanan.
- Terpasang CVP di subclavia
sinistra.
- Terpasang arteri line di arteri
radialis sinistra.
41
- Terpasang drain intrapleura kiri
dan substernal
- Terpasang dower catheter
ukuran No. 16 Fr.
- Terpasang ETT no. 8 kedalaman
21 cm
- Tanda-tanda infeksi kalor,rubor,
tumor,dan keterbatasan fungsi
tidak ada, sedangkan dolor ada
- Skala nyeri 5/12 (menggunakan
Behavior Pain Scale)
No Diagnosa
Tujuan Intervensi
Keperawatan
42
jantung berhubungan keperawatan selama 2x24 - Pantau tanda-tanda
dengan Perubahan jam klien menunjukkan vital
preload dan afterload curah jantung optimal, - Monitor irama jantung
dengan kriteria: - Monitor tanda-tanda
penurunan curah
- Hemodinamik stabil
jantung
- Tanda-tanda vital
- Merekam EKG 12 lead
normal
- Ukur intake output/24
- MAP > 80 mmHg
jam
- HR 60 – 100x/menit
- Batasi aktifitas fisik
- Pasien sadar
Kolaborasi:
- Orientasi baik
- Tidak ditemukan gagal - Pemberian terapi sesuai
jantung program
- Urin output > 0,5 - Berikan inotropik
cc/kg/jam sesuai instruksi dokter
- Berikan oksigen sesuai
kebutuhan
- Berikan cairan
intravena sesuai
instruksi
- Pasang hemodinamik
monitoring invasive
43
tenang 9. Ajarkan teknik
6. Tanda-tanda vital relaksasi dan napas
dalam batas normal dalam
10. Beri lingkungan yang
nyaman
Kolaborasi:
44
antibiotik
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien Tn.T, 51 tahun masuk ruang rawat IWB (RSJPD Harapan Kita)
tanggal 23 Agustus 2016 jam 15.45 WIB untuk persiapan operasi CABG dengan
diagnosa CAD 3VD dengan EF 61 %. Rencana operasi CABG dijadwalkan
tanggal 24 agustus 2016 jam 08.00 WIB. Sebelumnya, pasien terdeteksi
mempunyai penyakit jantung sudah 5 bulan yang lalu disertai penyakit yang lain
seperti DM dan hipertensi yang sudah diderita sejak usia 40 tahun. Dalam minggu
terakhir ini, pasien sering mengeluh lemas dan mudah capek. Pada tanggal 24
agustus 2016 jam 08.00 WIB, dilakukan operasi CABG sekitar 5 jam.
Berdasarkan hasil pengkajian dan dilihat dari tinjauan teori, maka akan
dibahas beberapa aspek.
1. Berdasarkan indikasi
Menurut AHA, CABG dapat dilakukan pada pasien dengan
sumbatan/stenosis di LAD dan LCx pada bagian proksimal > 70%. Dan
pasien dengan tiga sumbatan arteri (three Vessels Deseas).
Berdasarkan hasil PACR pada 4 Januari 2016 ditemukan LAD diffuse
Desease, stenosis 90-95%, di mid setelah D1.
LCX total oklusi setelah OM1 , distal terisis dari Rca.
RCA Dominan, stenosis 70% di proksimal, Lesi tandem. Stenosis 70%
di distal dan stenosis 80-90% sebelum percabangan PDA-PL.
Kesimpulan : 3VD.
Hal tersebut diatas sesuai dengan indikasi CABG.
2. Asuhan keperawatan
45
a. Diagnosa Keperawatan
46
kemampuan bernafas sendiri. Pasien yang stabil dapat diekstubasi
setelah 4 jam pasca pembedahan. Hal ini juga dapat mengurangi
kecemasan pasien terhadap pemasangan alat-alat dan gangguan
komunikasi.
Pada kasus pasien terdapat kesesuaian antara teori dan hasil
pengkajian, Dimana pasien dilakukan ekstubasi kurang dari 24
jam, berdasarkan hasil analisa gas darah dalam batas normal, dan
pernafasan spontan adekuat.
47
Intervensi dan implementasi yang berikan pada pasien dilakukan
dengan intensiv dan pemantauan pada semua fungsi organ,
mempertahankteknik aseptik dan mencegah terjadinya
komplikasi. Diharapkan semua rencana yang disusun dapat
dikaukan dengan baik didukung dengan fasilitas yang memadai.
Selanjutkan intervensi yang masih diperlukan.
c. Evaluasi
Merupakan proses pencapaian tujuan dari asuhan keperawatan
yang diberikan. Diharapkan hasil yang diharapkan sesuai dengan
tujuan yang telah ditetapkan. Reassesmen diperlukan untuk
meningkatkan kualitas auhan yang diberikan dan
48
BAB V
49
DAFTAR PUSTAKA
Reny Yuli Aspiani (2015). Buku ajar Asuhan Keperawatan klien dengan
gangguan kardiovaskuler, aplikasi NIC & NOC. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Grace, Pierce A.et All, (2006). At a Glance Ilmu Bedah, Edisi Ketiga.
Jakarta. Erlangga
Carpenito, Lynda Juall, (2000). Diagnosa Keperawatan. Ed.8. Jakarta : EEC
Http://www.helpfulhealthtips.com/atherosclerosis-arteriosclerosissymptoms-
causes-suggestions/, diakses 24 Mei 2010
Http://www.singhealth.com.sg/PatientCare/OverseasReferral/bh/Procedures/Pages
/CardiothoracicSurgeryPackages.aspx diakses 24 Mei 2010.
Http://perawattegal.wordpress.com/2009/09/11/penyakit-jantung-koroner/,
diakses 24 Mei 2010
Http://ruslanpinrang.blogspot.com/2009/03/penyakit-jantung-koroner.html,
diakses 24 Mei 2010
Http://cakmoki86.wordpress.com/2008/11/02/penyakit-jantung-koroner/,
diakses 24 Mei 2010
50