Anda di halaman 1dari 28

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN POST OPERASI


CORONARY ARTERY BAYPASS GRAFT (CABG)

OLEH :
KELOMPOK
1. I GEDE ARYA KRISNAWAN
2. DWIYANA FITRIAH
3. NI PUTU RANI WIDYARI

IKATAN NERS KARDIOVASKULER INDONESIA (INKAVIN)


JAKARTA
2023
0
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gangguan kardiovaskular terjadi disebabkan oleh kegagalan dalam
mempertahankan pola kehidupan yang baik dan sehat, seperti tidak
berolahraga secara teratur, banyak bekerja dalam posisi duduk yang lama
serta tidak dibarengi dengan pola makan yang baik (Pahlawi & Sativani,
2021).
Prayogi et al. (2019) menyebutkan bahwa penyakit kardiovaskular
merupakan penyebab kematian nomor satu di negara maju dan berkembang
termasuk Indonesia. Diperkirakan lebih dari 36 juta kematian diakibatkan
oleh penyakit tidak menular (PTM) tiap tahun, diperoleh 9 juta dari total
kematian terjadi sebelum umur 60 tahun pada negara berkembang.
Penyebab utama kematian di benua Asia yang dinyatakan oleh World
Health Organization (WHO) dikutip dari Pratiwi & Saragi (2018) disebabkan
oleh penyakit jantung. Survei yang dilakukan oleh Riset Kesehatan Dasar
tahun 2018 menunjukkan prevalensi penyakit jantung koroner berdasarkan
diagnosis tenaga kesehatan dan gejala di Indonesia ialah sebesar 1,5% atau
diperkirakan sekitar 2.650.340 orang. Di wilayah Sulawesi Selatan diperoleh
angka PJK mendekati prevalensi nasional yaitu mencapai 2,9%.
Mabruroh & Syarif (2020) menambahkan bahwa penyakit jantung
koroner (PJK) atau Coronary Artery Disease (CAD) saat ini menjadi masalah
kesehatan yang tinggi di masyarakat. Terdapat 18.2 juta (6.7%) orang dewasa
usia lebih dari 19 tahun memiliki riwayat PJK serta menyebabkan 365.914
kematian pada tahun 2017. American Heart Association (AHA)
menambahkan, di USA terdapat 15,5 juta orang dengan usia ≥20 tahun
menderita PJK.
Coronary Artery Disease (CAD) atau yang lebih populer dikenal
penyakit jantung koroner merupakan penyakit kardiovaskular penyebab
kematian terbesar dan insidensinya pada saat ini cenderung meningkat. Hal
ini berkaitan dengan peningkatan taraf hidup dan berubahnya masyarakat

1
agraris menjadi masyarakat industri maupun perubahan pola makanan
(Awaludin et al., 2018).
Dalam penelitian Pahlawi & Sativani (2021) WHO menyatakan
bahwa Cardio Vascular Disease (CVD) mengalami peningkatan secara
radikal dengan perkiraan 12 juta orang meninggal tiap tahunnya dan
kebanyakan berasal dari negara berkembang. Penyakit jantung koroner (PJK)
dianggap sebagai beban pertumbuhan CVD dan menjadi penyebab utama
dilakukannya operasi jantung di seluruh dunia. PJK memengaruhi arteri
koroner yang memasok darah yang mengandung oksigen tinggi ke otot
jantung karena menyebabkan timbulnya plak aterosklerotik di dalam arteri
koroner sehingga terjadilah stenosis arteri. Stenosis dan penurunan suplai
darah melalui salah satu segmen arteri ini memiliki efek berbahaya pada otot
jantung.
Salah satu penanganan yang dapat dilakukan untuk memperbaiki
keadaan arteri pada penyakit jantung koroner ini adalah dengan dilakukannya
Coronary Artery Bypass Graft (CABG). CABG adalah operasi mayor yang
digunakan untuk memperbaiki arteri yang tersumbat dan menyempit dengan
memotong dan mengganti arteri yang tersumbat tersebut dari pembuluh sehat
yang disebut "graft" yang diambil dari kaki, lengan, atau dada (Pahlawi &
Sativani, 2021).
Menurut data dari The World Bank tahun 2015 dikutip dari Harahap
et al (2021) sebanyak 4.511.101 per 100.000 populasi dengan posisi tertinggi
yaitu benua Asia sebanyak 28.907 dari 100.000 populasi. Berdasarkan data
yang diperoleh dari WHO, tercatat di tahun 2011 terdapat 140 juta pasien di
seluruh rumah sakit di dunia, sedangkan pada tahun 2012 data mengalami
peningkatan sebesar 148 juta jiwa sedangkan untuk kawasan Asia pasien
operasi mencapai angka 77 juta jiwa pada tahun 2012.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah pada penulisan studi kasus ini adalah
Bagaimana penerapan asuhan keperawatan pada pasien Post Operasi CABG
(Coronary Artery Bypass Grafting)?

2
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan studi kasus ini adalah :
1.3.1. Untuk mengetahui dan memahami konsep Coronary Arteri Bypass
Graft (CABG).
1.3.2. Untuk mengetahui dan memahami Asuhan Keperawatan pada pasien
dengan pasca operasi Coronary Arteri Bypass Graft (CABG).

1.4 Manfaat Studi Kasus


Manfaat dari penulisan studi kasus ini adalah :
Agar peserta dapat lebih memahami tentang konsep dan praktik asuhan
keperawatan pada pasien dengan pasca operasi Coronary Arteri Bypass Graft
(CABG).

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 KONSEP CORONARY ARTERY BYPASS GRAFT (CABG)


2.1.1 Pengertian CABG
CABG (Coronary Artery Bypass Grafting) adalah operasi jantung untuk
revaskularisasi aliran arteri koroner dengan pembuluh pintas baru yaitu arteri
atau vena yang diambil dari kaki, lengan dan dada pasien pembuluh darah
tersebut disambungkan ke pembuluh darah yang mengalami sumbatan
sehingga aliran darah kembali normal dan miokard kembali mendapat suplai
oksigen yang adekuat (Smeltzer & Bare, 2013).
CABG merupakan prosedur revaskularisasi untuk memperbaiki dan
meningkatkan aliran darah ke jantung yang dilakukan untuk mengurangi
angina pada pasien yang telah gagal terapi medis dengan obat atau angioplasty
(PTCI) (Kulick & Shiel, 2011).
Coronary Artery Bypass Graft (CABG) merupakan salah satu
penanganan intervensi dari Penyakit Jantung Koroner (PJK), dengan cara
membuat saluran baru melewati arteri koroner yang mengalamipenyempitan
atau penyumbatan. Teknik ini dilakukan dengan menggunakan pembuluh darah
dari bagian tubuh lain untuk pintasan arteri yang menghalangi pesokan darah
ke jantung. Pembuluh darah yang sering digunakan adalah arteri mamaria
interna, arteri radialis, dan vena safena magna (Soeharto, 2015).
CABG memberikan saluran baru untuk aliran darah ke arteri koroner
bagian distal ke daerah yang mengalami oklusi atau stenosis. Tindakan ini
menghasilkan adanya peningkatan suplai oksigen ke daerah miokard dan
menunjukkan adanya perbaikan kualitas hidup dan usia harapan hidup
(mengurangi tingkat kematian) pada penderita penyakit jantung koroner.

2.1.2 Tujuan CABG


Tujuan dilakukannya tindakan CABG adalah untuk revaskularisasi
aliran arteri koroner akibat adanya penyempitan atau sumbatan ke otot jantung
(Arif Muttaqin, 2010).

4
2.1.3 Indikasi CABG
Menurut Arif Muttaqin (2010), pasien penyakit jantung koroner yang
dianjurkan untuk bedah CABG adalah pasien yang hasil kateterisasi jantung
ditemukan adanya :
1. Penyempitan >50% dari left main disease atau left mainquivelant yaitu
penyempitan menyerupai left main arteri misalnya ada penyempitan bagian
proximal dari arteri anterior desenden dan arteri circumflex.
2. Penderita dengan three vessel disease yaitu tiga arteri koroner semuanya
mengalami penyempitan bermakna yang fungsi jantung mulai menurun
(EF<50%).
3. Penderita yang gagal dilakukan balonisasi dan stent.
4. Penyempitan 1 atau 2 pembuluh namun pernah mengalami gagal jantung.
5. Anatomi pembuluh darah yang sesuai untuk CABG.

2.1.4 Kontraindikasi
Menurut Arif Muttaqin (2010) kontraindikasi dari tindakan CABG
secara mutlak tidak ada, namun secara relatif CABG dikontraindikasikan bila
terdapat berbagai faktor yang akan memperberat atau meningkatkan resiko
selama dan sesudah pembedahan seperti :
1. Faktor usia yang sudah sangat tua. ( >75 tahun menurut WHO)
2. Pasien dengan penyakit pembuluh darah koroner kronik akibat diabetes
mellitus dan EF yang sangat rendah <50%. Pada pasien dengan EF yang
kurang dari 50% ini operasi akan dilakukan dengan teknik On Pump.
3. Sklerosis aorta yang berat.
4. Struktur arteri koroner yang tidak mungkin untuk disambung.

2.1.5 Teknik bedah CABG


Terdapat 2 teknik yang digunakan pada bedah CABG yaitu on pump
dan off pump. Teknik tersebut memiliki kekurangan dan kelebihan masing-
masing.
a. Teknik Bedah On Pump

5
Teknik bedah on pump prosedur dijalankan menggunakan alat
mekanis mesin jantung paru. Mesin jantung paru memungkinkan lapangan
bedah yang bebas darah sementara perfusi tetap dapat dipertahankan untuk
jaringan dan organ lain di tubuh. Pintasan jantung paru dilakukan dengan
memasang kanula di atrium kanan dan vena kava untuk menampung darah
dari tubuh. Kanula kemudian di hubungkan dengan tabung yang berisi
cairan kristaloid isotonik. Darah vena yang diambil dari tubuh disaring,
dioksigenasi, di jaga temperaturnya kemudian dikembalikan ketubuh.
Kanulasi yang mengembalikan darah ke tubuh dimasukkan ke aorta
ascenden. Selanjutnya untuk membuat jantung arrest diberikan cairan
cardioplegia yang formulanya tinggi kalium, mengandung dekstrose, buffer
pH, hiperosmolalitas, dan anastesilokal. Rute pemberiannya bisa melalui
root aorta (antegrade) dan melalui sinus coronaries (retrograde) serta
melalui keduanya.
b. Teknik Bedah Off Pump
Pada teknik bedah off pump tidak menggunakan mesin jantung paru
sehingga jantung tetap berdetak secara normal dan paru-paru berfungsi
secara biasa saat bedah dilakukan.
Adapun kriteria pasien Off Pump:
1. Pasien yang direncanakan bedah elektif.
2. Hemodinamik stabil.
3. EF dalam batas normal (lebih dari 60%).
4. Fungsi LV baik.
5. Pembuluh darah distal cukup besar.
6. Usia tua disertai penyakit komorbid seperti penyakit Arteri karotis,
aterosklerosis aorta, disfungsi ginjal atau paru.
7. Mempunyai komplikasi dengan mesin Cardio Pulmonary Bypass (CPB).
8. 1-2 vessel disease di anterior.
Tetapi bedah dengan teknik Off Pump memiliki kontraindikasi absolut
diantaranya :
1. Hemodinamik tidak stabil.
2. Buruknya kualitas target pembuluh darah termasuk pembuluh darah intra

6
myocard.
3. Penyakit pembuluh darah yang menyebar/difus.
4. Pembuluh darah yang mengalami kalsifikasi/penebalan.

Menurut Arif Muttaqin (2010) kontraindikasi relatif yaitu :


1. LVEF <35%
2. Cardiomegali/CHF
3. LM kritis
4. Recent/Current MCI
5. Cardiogenic syock

Menurut Benetti & Ballester (2011) keuntungan dari teknik Off Pump
adalah:
1. Meminimalkan efek trauma bedah.
2. Pemulihan/mobilisasi lebih dini.
3. Drainase darah pascabedah minimal.
4. Tersedia akses sternotomi untuk rebedah.
5. Menurunkan morbiditas dirumah sakit (termasuk insiden infeksi dada,
pemakaian inotropik, kejadian SVT, transfusi darah, lama rawat ICU)
6. Penelitian : pelepasan CKMB dan trop I lebih rendah kejadian stroke
lebih rendah.

Pada teknik bedah operasi CABG On Pump dan Off pump ini ada 3
pembuluh darah yang sering digunakan sebagai bypass, yaitu :
1. Arteri mamaria interna : arteri mamaria interna biasanya berasal dari
dinding bawah arteri subklavia, melewati bagian atas pleura dan tepat
lateral terhadap sternum. Penggunaan arteri mamaria interna dengan
ujung proksimal masih dihubungkan ke arteri sub klavia, arteri mamaria
interna kiri lebih panjang dan lebih besar sehingga sering di gunakan
sebagai bypass arteri coroner (Shapira et al, 2012). Arteri mamaria
interna sering digunakan karena memiliki kepatenan pembuluh darah
yang baik. Studi menunjukkan bahwa sekitar 96% kasus CABG yang

7
menggunakan arteri mamaria interna dapat bertahan lebih dari 10 tahun.
Arteri mamaria interna sering di gunakan untuk bypass arteri Left
anterior ascenden. Hal ini disebabkan karena jarak/lokasi Left Interna
Mamaria Arteri (LIMA) dan LAD berdekatan serta berada pada sisi yang
sama (Wood et al, 2015).

2. Arteri radialis: Arteri ini melengkung melintasi sisi radialis tulang


Carpalia dibawah tendon Musculus Abductor Pollicis Longus dan tendo
Musculus extensor Pollicis Longus dan Brevis. Arteri radialis di insisi
lebih kurang 2 cm dari siku dan berakhir satu inchi dari pergelangan
tangan. Biasanya sebelum dilakukan pemeriksaan Allen Test untuk
mengetahui kepatenan arteri ulnaris jika arteri radialis diambil. Pada
pasien yang menggunakan arteri radialis harus mendapatkan terapi Ca
Antagonis selama 6 bulan setelah bedah menjaga agar arteri radialis tetap
terbuka lebar. Dunning et al, (2010) mengatakan bahwa sebuah studi
menunjukkan bahwa arteri radialis memberikan lebih banyak
kemampuan revaskularisasi dalam waktu yang lebih lama dibandingkan
vena savena.
3. Vena Savena : Ada dua vena savena yang terdapat pada tungkai bawah
yaitu vena savena magna dan parva. Namun yang sering dipakai sebagai
saluran baru pada CABG adalah vena savena magna. Arif Muttaqin
(2010) mengatakan bahwa Vena savena sering digunakan pada CABG
karena diameter ukurannya mendekati arteri koroner.

2.1.6 Komplikasi
1. Hipertensi
Hipertensi setelah pasca bedah jantung dapat menyebabkan rupture atau
kebocoran jalur jahitan dan meningkatkan pendarahan. Dapat juga
disebabkan karena riwayat hipertensi, peningkatan kadar katekolamin atau
renin, hipotermia atau nyeri, terkadang ditemukan tanpa penyebab yang
jelas. Hipertensi ini umumnya bersifat sementara dan dapat diturunkan
dalam 24 jam. Pada klinik sering digunakan gabungan inotropik dan

8
vasodilator seperti golongan milrinone.
2. Hipotensi
Pada tandur vena savena dapat kolaps jika tekanan perfusi terlalu rendah,
vena tidak memiliki dinding otot seperti yang dimiliki oleh arteri, sehingga
mengakibatkan iskemia miokard. Hipotensi juga dapat disebabkan oleh
penurunan volume intravaskuler, vasodilatasi sebagai akibat penghangatan
kembali kontraktilitas ventrikel yang buruk atau disritmia.

3. Aritmia
Takiaritmia yang terjadi dapat mempengaruhi curah jantungdapat
menurunkan waktu pengisian diastolik ventrikel, juga menurunkan perfusi
arteri koroner. Aritmia sering terjadi 24-36 jam pasca bedah. Bradi aritmia
dan blok terjadi karena depresi sel sistem konduksi oleh kardioplegi atau
cedera pada nodus dan jalur konduksi oleh manipulasi pembedahan, jahitan,
edema lokal.
4. Hipovolemia
Merupakan penyebab tersering terjadinya penurunan curah jantung setelah
operasi jantung. Prosedur operasi menyebabkan kehilangan darah meski
sudah dilakukan penggantian cairan. Namun, pada saat suhu tubuh dinaikkan
yang awalnya hipotermi mengakibatkan vasodilatasi pembuluh darah
sehingga dibutuhkan lebih banyak cairan untuk memenuhi rongga pembuluh
darah.
5. Tamponade
Terjadi apabila darah terakumulasi disekitar jantung akibat kompresi jantung
kanan oleh darah atau bekuan darah dan menekan miokard. Hal ini
mengancam aliran balik vena, menurunkan curah jantung dan tekanan darah.
Tindakan meliputi pemberian cairan dan vasopressor untuk
mempertahankan curah jantung dan tekanan darah sampai dekompresi bedah
dilakukan.
6. Peri Miokardial Infark (PMI) paska operasi
7. Perdarahan
Ada 2 jenis perdarahan yaitu :

9
a. Perdarahan arteri
Meskipun jarang, namun hal ini merupakan kedaruratan yang mengancam
hidup yang biasanya diakibatkan oleh ruptur atau kebocoran jalur jahitan.
b. Perdarahan vena
Menurut Arif Muttaqin (2009) perdarahan vena lebih umum terjadi dan
disebabkan oleh masalah pembedahan atau koagulopati, kesalahan
hemostasis dari satu atau lebih pembuluh darah mengakibatkan
abnormalitas pendarahan. Tindakan ditujukan pada penurunan jumlah
perdarahan dan memperbaiki penyebab dasar.

2.1.7 Perawatan Pasca Bedah


Perawatan pasca bedah dimulai sejak penderita masuk ke ICU. Untuk
mengetahui problem pasca bedah dianjurkan untuk mengetahui problem
penderita prabedah dan intra bedah sehingga dapat diantisipasi dengan baik
misalnya problem pernapasan, diabetes dan lain-lain. Hal-hal yang harus
diperhatikan pada perawatan pasien pasca bedah terbagi atas :
1. Perawatan di ICU, monitoring Hemodinamik :
a. CVP
b. Denyut jantung/ heart rate (HR)
c. Wedge presure (PCWP) dan PAP.
d. Tekanan Darah dan MAP
e. Curah jantung (CO), cardiac index(CI)
f. Peripheral oxygen saturation (SpO2)
g. Systemic vascular resistant (SVR), PVR
h. Obat-obat inotropik yang digunakan untuk support fungsi jantung,
dosisnya, rutenya dan lain-lain.
i. Alat lain yang dipakai untuk membantu seperti IABP, pacu jantung dll.
2. EKG
Pemantauan EKG setiap saat harus dikerjakan dan dilihat irama dasar
jantung dan adanya kelainan irama jantung seperti AF, VES, blok
atrioventrikel dll. Rekording/pencatatan EKG lengkap minimal 1 kali dalam
sehari dan tergantung dari problem yang dihadapi terutama bila ada

10
perubahan irama dasar jantung yang membahayakan.
3. Sistem pernapasan
Penderita dari kamar bedah masih belum sadar. Sampai di ICU segera
pasang alat bantu nafas dan dilihat :
a. Ukuran dan kedalaman ETT yang digunakan.
b. Tidal volume dan minut volume, RR, FiO2, PEEP, Mode ventilator.
c. Lihat cairan yang keluar dari bronkhus / tube, apakah lendirnya normal,
kehijauan, kental atau berbusa kemerahan sebagai tanda edema paru.
Bila perlu diperiksa kultur.
4. Sistem neurologis
Kesadaran dilihat dari pasien mulai bangun atau masih diberikan obat -
obatan sedatif dan relaxan. Bila pasien mulai bangun maka dapat dievaluasi
dengan meminta pasien untuk menggerakkan keempat ekstremitasnya.
5. Sistem ginjal
Dilihat produksi urine tiap jam dan perubahan warna yang terjadi akibat
hemolisis dan lain-lain. Dilakukan pemeriksaan ureum dan kreatinin.
6. Gula darah
Bila pasien menderita DM maka kadar gula darah harus dikontrol.
7. Laboratorium :
a. HB, HT, trombosit, leukosit
b. Analisa gas darah
c. SGOT/SGPT, Albumin, ureum, kreatinin, gula darah
d. Enzim CK dan CKMB
8. Water Seal Drain
Drain vaskuler yang dipasang harus diketahui sehingga perdarahan dari
mana mungkin bisa diketahui. Jumlah drain tiap satuan waktu biasanya tiap
jam tetapi bila ada perdarahan maka observasi dikerjakan tiap ½ jam atau
tiap ¼ jam. Perdarahan yang terjadi lebih dari 3 cc/kgBB/jam dianggap
sebagai perdarahan pasca bedah dan mungkin memerlukan re-open untuk
menghentikan perdarahan.
9. Foto thoraks
Pemerikasaan foto thoraks di ICU segera setelah sampai di ICU untuk

11
melihat alat-alat dirongga thorak. Perawatan pasca bedah di ICU harus
disesuaikan dengan problem yang dihadapi seperti komplikasi yang
dijumpai. Umumnya bila fungsi jantung normal, penyapihan terhadap
respirator segera dimulai dan begitu juga ekstubasi beberapa jam setelah
pasca bedah.
10. Fisioterapi.
Fisioterapi harus segera mungkin dikerjakan termasuk penderita dengan
ventilator. Bila sudah ekstubasi fisioterapi penting untuk mencegah retensi
sputum (napas dalam, vibrilasi, postural drainase).
11. Perawatan setelah dari ruang ICU
Setelah klien keluar dari ICU maka pemantauan terhadap fungsi semua
organ terus dilanjutkan. Biasanya pindah dari ICU adalah pada hari pertama
pasca bedah dengan hemodinamik stabil. Umumnya pemeriksaan
hematologi rutin dan thoraks foto telah dikerjakan termasuk laboratorium
yaitu Elektrolit, Darah lengkap, AGD, Faal Hemostatis, Enzim CKMB
dan troponin T.
Hari ketiga lihat dan diperiksa antara lain : Elektrolit, thrombosit,
Ureum, Gula darah, Thoraks foto dan EKG 12 lead.
Hari keempat lihat keadaan, pemeriksaan atas indikasi. Hari kelima
Hematologi, LFT, Ureum dan bila perlu elektrolit, foto thoraks tegak.
Hari ke 6-10 pemerikasaan atas indikasi, misalnya thrombosit. Biasanya
diberikan analgetik karena rasa sakit daerah dada waktu batuk akan
mengganggu pernapasan klien.
Obat-obat lain seperti anti hipertensi, anti diabet dan vitamin harus sudah
dimulai, expectoransia, bronchodilator, juga diperlukan untuk
mengeluarkan sputum yang banyak sampai hari ke7 atau sampai klien
pulang.
Perawatan luka dapat dilakukan dengan teknik tertutup atau terbuka. Bila
ada tanda-tanda infeksi seperti kemerahan dan bengkak pada luka apalagi
dengan tanda-tanda panas, leukositosis, maka luka harus dibuka jahitannya
sehingga nanah yang ada bisa bebas keluar. Bila luka sembuh dengan baik
jahitan sudah dapat di buka pada hari ke delapan atau sembilan pasca

12
bedah. Untuk klien yang mengalami obesitas dan diabetus melitus jahitan
dipertahankan lebih lama untuk mencegah luka terbuka. Mobilisasi di
ruangan mulai dengan duduk di tempat tidur, turun dari tempat tidur,
berjalan di sekitar tempat tidur, berjalan ke kamar mandi dan keluar dari
ruangan dengan dibimbing oleh fisioterapis atau oleh perawat.

2.2 ASKEP KEPERAWATAN PASCA BEDAH


2.2.1 Pengkajian
Setelah selesai operasi, pasien segera dipindahkan keruang ICU, segera setelah
pasien tiba di ICU, perawat harus segera melakukan pengkajian meliputi semua
sistem organ untuk menentukan status pasca bedah dibandingkan dengan
prabedah dan mengetahui perubahan yang mungkin terjadi selama
pembedahan.
1. Status Kardiovaskular
Meliputi frekuensi dan irama jantung, tekanan darah arteri, tekanan vena
sentral (CVP), tekanan arteri paru, tekanan baji paru (PCWP), bentuk
gelombang pada tekanan darah invasive, curah jantung dan cardiac index,
drainase rongga dada, fungsi pacemaker.
2. Status Respirasi
Pengkajian terhadap status respirasi bertujuan untuk mengetahui secara dini
tanda dan gejala tidak adekuatnya ventilasi dan oksigenasi. Perawat
mengkaji status respirasi pasien selama bedah, ukuran endotrakeal tube,
masalah yang dihadapi selama intubasi, lama penggunaan alat mesin jantung
paru. Selanjutnya kaji gerakan dada, suara nafas, setting ventilator
(frekuensi pernafasan/RR, tidal volume, konsentrasi oksigen, Mode, PEEP),
kecepatan nafas, tekanan ventilator, saturasi oksigen, analisa gas darah.
3. Status Neurologi
Kesadaran dipantau sejak klien mulia bangun atau masih diberikan obat
sedatif. Jika pasien mulai bangun maka minta pasien untuk menggerakkan
seluruh ekstremitas. Kaji juga tingkat responsifitas, ukuran pupil dan reaksi
terhadap cahaya, reflex, gerakan ekstremitas, dan kekuatan genggaman
tangan.

13
4. Sistem percernaan
Observasi status cairan dan asupan nutrisi pasien.
5. Status pembuluh darah perifer
Kaji denyut nadi perifer, warna kulit, warna kuku, mukosa bibir, suhu kulit,
edema.
6. Sistem perkemihan
Observasi produksi urine setiap jam dan perubahan warna yang terjadi
akibat hemolisis dan lain-lain. Pemeriksaan ureum kreatinin harus
dikerjakan jika fasilitas memungkinkan.
7. Status Cairan dan elektrolit.
Haluaran semua selang drainase, parameter curah jantung, dan indikasi
ketidak seimbangan elektrolit.
8. Nyeri
Kaji sifat, jenis, lokasi, durasi, respon terhadap analgesik.
9. Status Gastro intestinal
Auskultasi bising usus, palpasi abdomen, nyeri pada saat palpasi.
10. Status alat yang dipakai
Kepatenan alat dan pipa untuk menentukan baik atau tidak kondisinya
meliputi, pipa endotrakeal, ventilator, monitor saturasi, kateter arteri paru,
infus intravena, pacemaker, sistem drainase dan urine. Selanjutnya jika
pasien sudah sadar dan mengalami perkembangan yang baik, perawat harus
mengembangkan pengkajian terhadap status psikologis dan emosional
pasien dan risiko akan komplikasi.

14
CABG
WOC CABG

Off Pump On Pump


Sternotomi

Intubasi dan Dilakukan Anastesi


pemasangan ETT Umum Pemakaian mesin
Trauma Luka Insisi Perdarahan pintas jantung
Operasi
Merangsang
produksi slam Ketidak efektifan Port the entry Pemasangan Penggunaan
Hipothermia
ventilasi Nyeri Akut microorganisme drain cardioplegi
ETT

Bersihan Jalan Nafas Resiko Infeksi Produksi darah


Tidak Efektif Vasokontriksi
meningkat
pembuluh darah
Gangguan Ventilasi Pola Nafas Tidak Resiko ETT
Spontan Efektif Perdarahan
Volume intravascular
Menurunkan
menurun
metabolisme
ETT

Penurunan Cardiac Stroke volume Penurunan pengisian Venus return


menurun Akral dingin
Output menurun ventrikel

Gangguan Perfusi
Jaringan ETT

Dakota, 2019

15
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin terjadi antara lain :
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan kehilangan darah, gangguan
fungsi miokardium (preload, afterload, kontraktilitas).
2. Hipotermia berhubungan dengan terpapar suhu lingkungan rendah.
3. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan efek agen farmakologis
(anestesi)
4. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan efek samping
prosedur pembedahan
5. Nyeri berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur operasi)
6. Resiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif
7. Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan gangguan metabolisme.
8. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan efek samping tindakan
pembedahan.
9. Risiko perdarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan.

17
2.2.3 Rencana Asuhan Keperawatan

No Diagnosa keperawatan Luaran & Kriteria Hasil Perencanaan


SDKI SLKI SIKI
1 Penurunan curah jantung Luaran utama : curah jantung Observasi
berhubungan dengan Setelah dilakukan intervensi - Identifikasi tanda dan gejala primer penurunan curah
kehilangan darah, gangguan keperawatan selama 1 x 24 jam, jantung (meliputi dyspnea, kelelahan, edema, ortopnea,
fungsi miokardium (preload, penurunan curah jantung tidak terjadi paroxysmalnocturnal dyspnea, peningkatan CVP)
afterload, kontraktilitas) dengan kriteria hasil : - Identifikasi tanda/gejala sekunder penurunan curah
CRT dari tingkat 3 5 jantung (meliputi peningkatan BB, hepatomegali,
Ket : distensi vena jugularis, palpitasi, rnkhi basah, oliguria,
1. Memburuk batuk, kulit pucat)
2. Cukup memburuk - Monitor intake dan output cairan
3. Sedang - Monitor EKG 12 lead
4. Cukup membaik - Monitor tekanan darah
5. Membaik - Monitor saturasi O2
Terapeutik
- Posisikan pasien semi-fowler atau fowler
- Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi O2
- Pertahankan suhu tubuh normal

19
Edukasi
- Anjurkan aktivitas fisik sesuai toleransi
- Anjurkan aktivitas fisik secara bertahap
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian inotropic, antiaritmia bila perlu
2 Hipotermia berhubungan Luaran utama : termoregulasi membaik Observasi
dengan keterpapar suhu Setelah dilakukan asuhan keperawatan - Monitor suhu tubuh
lingkungan rendah selama 1 x 24 jam, pasien menunjukkan - Identifikasi penyebab hipotermia
pertukaran gas adekuat, dengan kriteria - Monitor tandan dan gejala akibat hipotermia
hasil : Terapeutik
- Menggigil menurun - Sediakan lingkungan yang hangat
- Suhu tubuh membaik - Ganti pakaian atu linen yang basah
- Suhu kulit membaik - Lakukan penghangatan pasif
Edukasi
- Anjurkan makan dan minum hangat
3 Bersihan jalan nafas tidak Luaran utama : bersihan jalan napas Observasi
efektif berhubungan dengan Setelah dilakukan asuhan keperawatan - Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha
efek agen farmakologis selama 1 x 24jam, pasien menunjukkan napas)
(anestesi) bersihan jalan nafas efektif dengan status - Monitor bunyi napas tambahan (gurgling, mengi,
pernapasan adekuat, dengan kriteria hasil :
20
- Batuk efektif meningkat wheezing, ronchi)
- Dispnea menurun - Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
- Frekuensi napas membaik Terapeutik
- Pertahankan kepatenan jalan napas
- Posisikan semi-fowler atau fowler
- Berikan minum hangat
- Lakukan fisioterapi dada jika perlu
- Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
- Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
- Anjurkan asupan cairan 2000ml/hari, jika tidak ada
kontraindikasi
- Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
4. Ketidakseimbangan Luaran utama : keseimbangan elektrolit Observasi
cairan dan elektrolit meningkat - Monitor kemungkinan penyebab ketidakseimbangan
berhubungan dengan Setelah dilakukan asuhan keperawatan elektrolit
efek samping prosedur selama 1 x 24jam, pasien menunjukkan - Monitor kadar elektrolit serum
keseimbangan cairan dan elektrolit
21
pembedahan meningkat dengan kriteria hasil : - Monitor kehilangan cairan
- Serum natrium membaik - Monitor adanya mual, muntah dan diare
- Serum kalium membaik - Monitor tanda gejala hipokalemia (mis: kelemahan otot,
- Serum clorida membaik interval QT memanjang, gelombang T datar atau
terbalik, depresi segmen ST, gelombang U, kelelahan,
parestesia, penurunan refleks, anoreksia, konstipasi,
motilitas usus menurun, pusing, depresi pernapasan)
- Monitor tanda dan gejala hiperkalemia (mis: peka
rangsang, gelisah, mual, muntah, takikardia mengarah ke
bradikardia, fibrilasi/takikardia ventrikel, gelombang T
tinggi, gelombang P datar, kompleks QRS tumpul, blok
jantung mengarah asistol)
- Monitor tanda dan gejala hiponatremia (mis: disorientasi,
otot berkedut, sakit kepala, membrane mukosa kering,
hipotensi postural, kejang, letargi, penurunan kesadaran)
- Monitor tanda dan gejala hipernatremia (mis: haus,
demam, mual, muntah, gelisah, peka rangsang,
membrane mukosa kering, takikardia, hipotensi, letargi,
konfusi, kejang)
- Monitor tanda dan gejala hipokalsemia (mis: peka
rangsang, tanda Chvostek (spasme otot wajah) dan tanda
22
Trousseau (spasme karpal), kram otot, interval QT
memanjang)
- Monitor tanda dan gejala hiperkalsemia (mis: nyeri
tulang, haus, anoreksia, letargi, kelemahan otot, segmen
QT memendek, gelombang T lebar, komplek QRS lebar,
interval PR memanjang)
Terapeutik
- Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
5. Nyeri berhubungan dengan Luaran utama : tingkat nyeri menurun Observasi
agen pencedera fisik (prosedur Setelah dilakukan asuhan keperawatan - Identifikasi karakteristik nyeri (mis. pencetus, pereda,
operasi) selama 1 x 24 jam, maka diharapkan kualitas, intensitas, frekuensi, durasi)
tingkat nyeri menurun dan kontrol nyeri - Identifikasi riwayat alergi obat
meningkat dengan kriteria hasil: - Identifikasi kesesuaian jenis analgesik (mis. narkotika,
- Keluhan nyeri menurun non-narkotika, atau NSAID) dengan tingkat keparahan
- Meringis menurun nyeri
- Frekuensi nadi membaik - Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
- Monitor efektifitas analgesik

23
Terapeutik
- Diskusikan jenis analgesik yang disukai untuk mencapai
analgesia optimal
- Dokumentasikan respons terhadap efek analgesik dan
efek yang tidak diinginkan
Edukasi
- Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik, sesuai
indikasi
6. Resiko infeksi berhubungan Luaran utama : tingkat infeksi menurun Observasi
dengan efek prosedur invasif Setelah dilakukan asuhan keperawatan - Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
selama 1 x 24 jam, infeksi tidak terjadi Terapeutik
dengan kriteria hasil : - Batasi jumlah pengunjung
- Demam menurun - Berikan perawatan kulit pada area edema
- Kemerahan menurun - Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
- Nyeri menurun dan lingkungan pasien
- Bengkak menurun - Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko tinggi
- Kadar sel darah putih menurun Edukasi
- Jelaskan tanda dan gejala infeksi

24
- Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
- Ajarkan cara memeriksa kondisi luka operasi
- Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
- Anjurkan meningkatkan asupan cairan
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu
7. Gangguan ventilasi spontan Luaran utama : ventilasi spontan Observasi
berhubungan dengan gangguan meningkat - Monitor frekuensi ,irama ,kedalaman dan upaya napas
metabolisme Setelah dilakukan asuhan keperawatan - Monitor pola napas
selama 1 x 24 jam, diharapkan ventilasi - Kemampuan batuk efektif
spontan meningkat dengan kriteria hasil: - Monitor adanya produksi sputum
- Dispnea menurun - Monitor adanya sumbatan sumbatan jalan napas
- Volume tidal membaik - Auskultasi bunyi napas
- SaO2 membaik - Monitor saturasi O2
- Monitor nilai AGD
Terapeutik
- Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
- Dokumentasi hasil pemantauan
Edukasi
- Jelaskan tujuan pemantauan

25
- Informasikan hasil pemantuan
8. Perubahan perfusi jaringan Luaran utama : perfusi jaringan serebral Observasi
serebral berhubungan dengan meningkat - Identifikasi penyebab peningkatan TIK (mis. Lesi,
efek samping tindakan Setelah dilakukan asuhan keperawatan gangguan metabolisme, edema serebral)
pembedahan selama 1 x 24 jam, diharapkan perfusi - Monitor tanda/gejala peningkatan TIK (mis. Tekanan
serebral meningkat dengan kriteria hasil: darah meningkat, tekanan nadi melebar, bradikardia,
- Tingkat kesadaran meningkat pola napas ireguler, kesadaran menurun)
- Monitor MAP (Mean Arterial Pressure)
- Monitor CVP (Central Venous Pressure); jika perlu
- Monitor status pernapasan
- Monitor intake dan output cairan
Terapeutik
- Minimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan
yang tenang
- Berikan posisi semi fowler
- Pertahankan suhu tubuh normal
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian sedasi dan antikonvulsan; jika
perlu
- Kolaborasi pemberian diuretic osmosis; jika perlu
9. Risiko perdarahan Luaran utama : tingkat perdarahan Observasi
26
berhubungan dengan tindakan menurun - Monitor tanda dan gejala perdarahan
pembedahan Setelah dilakukan asuhan keperawatan - Monitor nilai hematokrithemoglobin sebelum dan
selama 1 x 24 jam, diharapkan tingkat setelah kehilangan darah
perdarahan menurun dengan kriteria hasil: - Monitor koagulasi
- Hematokrit membaik Terapeutik
- Hemoglobin membaik - Pertahankan bedrest selama perdarahan
- Batasi tindakan invasif jika perlu
Edukasi
- Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
- Anjurkan segera melaporkan jika terjadi perdarahan
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian produk darah jika perlu

27
DAFTAR PUSTAKA

Alligood, M. R. (2017). Pakar Teori Keperawatan dan Karya Mereka Edisi 8 Volume 1
(Penerjemah, Achir Yani dan Kusman Ibrahim). Singapore: Elsevier.

Amanda, T. . (2019). Asuhan Keperawatan pada Klien Gagal Jantung Congestive


dengan Masalah Keperawatan Intoleransi Aktivitas. Jombang: Insan Cendekia
Medika.

Antara, I. M. P. S., Yuniadi, Y., & Siswanto, B. B. (2019). Laporan Kasus Intervensi
penyakit jantung koroner dengan Sindroma Gagal Jantung. Jurnal Kardiologi
Indonesia, 30(1), 32–37.

Awaludin, S., A, A. C. N., & Sekarwati, W. (2018). HUBUNGAN KECEMASAN


DENGAN KUALITAS HIDUP PASIEN POST CORONARY ARTERY
BAYPASS GRAFT (CABG) DI RUANG REHABILITASI JANTUNG RUMAH
SAKIT JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH HARAPAN KITA JAKARTA.
Jurnal Kesehatan Kusuma Husada, 1(1), 243–247.

Black, J., & Hawks, J. (2014). Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis untuk
Hasil yang Diharapkan. Dialihbahasakan oleh Nampira R. Jakarta: Salemba
Emban Patria.

Brunner & Suddarth. (2014). Keperawatan Medikal-Bedah (12th Ed.; Eka Anisa
Mardela, Ed.). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Fikriana, R. (2018). Sistem Kardiovaskuler. Surabaya: CV Budi Utama.

Lemone, P. et al. (2015). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Gangguan


Kardiovaskular Edisi 5. Jakarta: EGC.

Majid, A. (2017). Penyakit Jantung Koroner, Patofisiologi, Pencegehan, Dan


Pengobatan Terkini. Medan: Universitas Sumatera Utara Press.

PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:Definisi dan Indikator


Diagnostik, Edisi 1 Cetakan III (Revisi). Jakarta: PPNI.

PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.

Smeltzer & Bare. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Brunner & Suddart
(edisi 8). Jakarta: EGC.

Soeharto. (2015). Serangan Jantung dan Stroke Hubungannya dengan Lemak Dan
Kolesterol, Edisi Keenam. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Stuart, G. W. (2016). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Alih Bahasa: Ramona P. Kapoh &
Egi Komara Yudha. Jakarta: EGC.
29
Suddarth, B. &. (2014). Keperawatan Medikal-Bedah (12th Ed.; Eka Anisa Mardela,
Ed.). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Suyanti, T., & Rahayu, S. (2020). Lama Post Operasi Coronary Artery Bypass Graft
(CABG) dengan Kualitas Hidup Pasien Post Operasi CABG Di RSPAD Gatot
Soebroto. Jurnal Akademika Baiturrahim Jambi (JABJ), 9(2), 166–173.
https://doi.org/10.36565/jab.v9i2.199

30

Anda mungkin juga menyukai