Anda di halaman 1dari 19

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang telah memberikan karunia dan rahmat-Nya
kepada kami, hingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Karya
sederhana ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Keperawatan Komunitas II di STIKes Widya Dharma Husada Tangerang,
Tangerang Selatan.
Kami menyadari, bahwa makalah ini tidak dapat diselesaikan tanpa
dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, kami menyampaikan
terima kasih sebesar-besarnya dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:
1. Dr. H. Darsono sebagai Ketua Yayasan Widya Dharma Husada yang telah
mencurahkan segenap perhatian dan pemikiran untuk kemajuan yayasan dan
perkembangan mahasiswa.
2. Drs. H. M. Hasan, SKM,. M.Kes sebagai Ketua STIKes Widya Dharma
Husada yang telah bekerja keras dalam peningkatan kualitas pendidikan di
STIKes ini.
3. Nita Ekawati, S.Kep.Ns. Selaku Dosen mata kuliah Keperawatan Komunitas
II yang meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam pelaksanaan bimbingan,
pengarahan, dorongan dalam rangka penyelesaian penyusunan makalah ini.
4. Keluarga tercinta yang telah memberikan dorongan dan bantuan serta
pengertian yang besar kepada kami, baik selama mengikuti perkuliahan
maupun dalam menyelesaikan makalah ini.
5. Rekan-rekan semua yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Tak ada gading yang tak retak. Tak ada yang sempurna di dunia ini.
Demikian pula dengan penulisan makalah ini. Kritik dan saran sangatlah kami
harapkan dan dapat disampaikan secara langsung maupun tidak langsung. Semoga
makalah ini menjadi tambahan pengetahuan bagi siapa pun yang membacanya.

Tangerang selatan, Oktober 2014

Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii

i
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Tujuan............................................................................................................2
C. Rumusan Masalah.........................................................................................2
BAB II TINJAUAN TEORITIS..............................................................................3
A. Definisi Lansia..............................................................................................3
B. Perubahan Peran Diri Pada Lansia................................................................4
C. Permasalahan Sosial terkait Kesejahteraan Lansia.......................................5
D. Hubungan sosial budaya dengan lansia.........................................................7
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN.....................................................................9
A. Pengkajian.....................................................................................................9
B. Diagnosa......................................................................................................11
C. Intervensi.....................................................................................................11
BAB IV PENUTUP...............................................................................................16
A. Kesimpulan.................................................................................................16
B. Saran............................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................18

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peningkatan penduduk lansia pada dasarnya merupakan dampak positif
dari pembangunan. Pembangunan meningkatkan taraf hidup masyarakat,
menurunkan angka kematian dan meningkatkan usia harapan hidup. Namun,
disisi lain pembangunan secara tidak langsung juga berdampak negatif melalui
perubahan nilai - nilai dalam keluarga yang berpengaruh kurang baik terhadap
kesejahteraan lansia. Lansia sering kehilangan pertalian keluarga yang selama
ini diharapkan. Perubahan yang terjadi juga menyebabkan berkurangnya peran
dan status lansia dalam keluarga. Selain itu juga mulai terlihat hilangnya
bentuk - bentuk dukungan keluarga terhadap lansia (Junaidi, 2007). Penduduk
lansia di Indonesia tahun 2006 sebesar 19 juta jiwa, dengan usia harapan hidup
66,2 tahun, tahun 2010 diperkirakan jumlah lansia sebesar 23,9 juta jiwa
dengan usia harapan hidupnya 67,4 tahun dan pada tahun 2020 jumlah lansia
diperkirakan sebesar 28,8 juta jiwa dengan usia harapan hidup 71,1 tahun.
Peningkatan jumlah penduduk lansia disebabkan oleh tingkat sosial ekonomi
masyarakat yang meningkat, kemajuan dibidang pelayanan kesehatan dan
tingkat pengetahuan masyarakat yang meningkat (MENKOKESRA, 2007).
Meningkatnya jumlah lansia membutuhkan penanganan yang serius
karena secara alamiah lansia itu mengalami kemunduran baik dari fisik,
biologis, maupun mentalnya. Hal ini tidak terlepas dari masalah ekonomi,
sosial dan budaya sehingga perlu adanya peran serta dan dukungan dari
keluarga dalam penanganannya. Menurunnya fungsi berbagai organ, lansia
menjadi rentan terhadap penyakit yang bersifat akut atau kronis. Ada
kecenderungan terjadi penyakit degeneratif dan penyakit metabolik (Nugroho,
2007).
Permasalahan yang dihadapi lansia memerlukan pemecahan sebagai
upaya untuk menyesuaikan diri atau beradaptasi terhadap masalah dan tekanan
yang menimpa mereka. Konsep untuk memecahkan masalah ini disebut dengan
mekanisme koping. Koping dilakukan untuk menyeimbangkan emosi individu

1
dalam situasi yang penuh tekanan.Dan Dukungan sosial dari keluarga
merupakan segala bentuk perilaku dan sikap positif yang diberikan keluarga
kepada salah satu anggota keluarga yang lansia.
Dukungan keluarga memegang peranan penting dalam menentukan
bagaimana mekanisme koping yang akan ditunjukkan oleh lansia. Adanya
dukungan dari keluarga dapat membantu lansia menghadapi masalahnya. Dari
permasalahan tersebut penyusun akan membahas dalam makalah ini dengan
batasan pengertian Sosial, peran sosial lansia, dan asuhan keperawatan terkait
masalah sosial budaya lansia.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui asuhan keperawatan lansia dari aspek sosial budaya.
2. Tujuan Khusus
a. Agar penyusun lebih mengetahui tentang peran sosial dan budaya lansia.
b. Untuk mengetahui hubungan sosial budaya dengan lansia
c. Sebagai bahan referensi yang terkait mengenai askep lansia.
d. Sebagai bahan belajar dan pengetahuan tentang penanganan lansia dalam
lingkungan sosial.
C. Rumusan Masalah
1. Apa definisi lansia ?
2. Apa itu perubahan peran diri pada lansia ?
3. Permasalahan Sosial terkait Kesejahteraan Lansia ?
4. Hubungan sosial budaya dengan lansia
5. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada lansia dengan gangguan sosial
kultural?

2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Definisi Lansia
Lansia adalah tahap akhir siklus hidup manusia, merupakan bagian
dari proses kehidupan yang tak dapat dihindarkan dan akan dialami oleh
setiap individu. Pada tahap ini individu mengalami banyak perubahan baik
secara fisik maupun mental, khususnya kemunduran dalam berbagai fungsi
dan kemampuan yang pernah dimilikinya. Perubahan penampilan fisik
sebagian dari proses penuaan normal, seperti rambut yang mulai memutih,
kerut-kerut ketuaan di wajah, berkurangnya ketajaman panca indera, serta
kemunduran daya tahan tubuh, merupakan acaman bagi integritas orang usia
lanjut. Belum lagi mereka harus berhadapan dengan kehilangan-kehilangan
peran diri, kedudukan sosial, serta perpisahan dengan orang-orang yang
dicintai. Semua hal tersebut menuntut kemampuan beradaptasi yang
cukup besar untuk dapat menyikapi secara bijak (Soejono, 2007). Penuaan
merupakan proses normal perubahan yang berhubungan dengan waktu, sudah
dimulai sejak lahir dan berlanjut sepanjang hidup. Usia tua adalah fase akhir
dari rentangkehidupan.
Pengertian lansia (lanjut usia) menurut UU no 4 tahun 2000 adalah
seseorang yang mencapai umur 55 tahun, tidak berdaya mencari nafkah
sendiri untuk keperluan hidupnya sehari - hari dan menerima nafkah dari
orang lain. Kehidupan itu akan diakhiri dengan proses penuaan yang berakhir
dengan kematian. Dari aspek sosial, penduduk lanjut usia merupakan satu
kelompok sosial sendiri. Di negara Barat, penduduk lanjut usia menduduki
strata sosial di bawah kaum muda. Hal ini dilihat dari keterlibatan mereka
terhadap sumber daya ekonomi, pengaruh terhadap pengambilan keputuan
serta luasnya hubungan sosial yang semakin menurun. Akan tetapi di
Indonesia penduduk lanjut usia menduduki kelas sosial yang tinggi yang
harus dihormati oleh warga muda.

3
B. Perubahan Peran Diri Pada Lansia
Dalam kebudayaan dewasa ini, dimana efisiensi, kekuatan, kecepatan
dan kemenarikan bentuk fisik sangat dihargai, mengakibatkan orang lansia
sering dianggap tidak ada gunanya lagi. Karena mereka tidak dapat bersaing
dengan orang-orang yang lebih muda dalam berbagai bidang tertentu dimana
kriteria nilai sangat diperlukan, dan sikap sosial terhadap mereka tidak
menyenangkan.
Lebih jauh lagi, orang lansia diharapkan untuk mengurangi peran
aktifnya dalam urusan masyarakat dan sosial. Demikian juga dengan dunia
usaha dan profesionalisme. Hal ini mengakibatkan pengurangan jumlah
kegiatan yang dapat dilakukan oleh lansia, dan karenanya perlu mengubah
beberapa peran yang masih dilakukannya. Karena sikap sosial yang tidak
menyenangkan bagi kaum lansia, pujian yang mereka hasilkan dihubungkan
dengan peran usia tua bukan dengan keberhasilan mereka. Perasaan tidak
berguna dan tidak diperlukan lagi bagi lansia menumbuhkan perasaan rendah
diri dan kemarahan, yaitu suatu perasaan yang tidak menunjang proses
penyesuaian sosial seseorang.
1. Peran dalam Keluarga
Kehidupan dalam keluarga pada usia lanjut yang merupakan hal
yang paling serius adalah keharusan untuk melakukan perubahan peran.
Mereka semakin sulit dari tahun ketahun. Semakin radikal perubahan
tersebut dan semakin radikal perubahan tersebut dan semakin berkurang
prestise peran tersebut, maka semakin besar pula penolakan terhadap
perubahan. Pria atau wanita yang telah terbiasa dengan peran sebagai
kepala keluarga akan menemukan kesulitan untuk hidup bergantung
dirumah anaknya. Seperti juga halnya dengan pria yang memperoleh
kedudukan dan prestise serta tanggung jawab dalam dunia kerjanya,
merasa akan sulit menghadapi fakta sebagai pembantu istrinya apabila
sudah pensiun. Peran ini dirasakan akan menghilangkan otoritas dan
kejantanannya.

4
2. Peran dalam Sosial Ekonomi
Walaupun mereka sudah mempersiapkan diri untuk pensiun, tetapi
lansia menghadapi masalah yang oleh Erikson disebut krisis identitas
(identity crisis), yang tidak sama dengan krisis identitas yang dihadapi
dimasa dewasanya, pada waktu mereka kadang-kadang diperlakukan
sebagai anak-anak dan kadang-kadang sebagai orang dewasa. Krisis
identitas yang menimpa orang setelah pensiun adalah sebagai akibat untuk
melakukan perubahan peran yang drastis dari seseorang yang sibuk dan
penuh optimis, menjadi seorang pengngangur yang tidak menentu. Dan
lebih lanjut lagi bahwa perubahan terhadap kebiasaan dan pola yang sudah
mantap yang telah dilakukan sepanjang hidup yang pernah dialaminya,
sering mengakibatkan perasaan yang traumatik bagi lansia.
3. Peran dalam Sosial masyarakat
Sebagian besar tugas perkembangan usia lanjut lebih banyak
berkaitan dengan kehidupan pribadi seseorang dari pada kehidupan orang
lain. Orang tua diharapkan untuk menyesuaiakan diri dengan menurunkan
kekuatan, dan menurunnya kesehatan secara bertahap. Hal ini sering
diartikan sebagai perbaikan dan perubahan peran yang pernah dilakukan
didalam maupun diluar rumah. Mereka juga diharapkan untuk mencari
kegiatan untuk menganti tugas-tugas terdahulu yang menghabiskan
sebagian besar waktu dikala masih muda dahulu. Bagi beberapa lansia
berkewajiban mengikuti rapat yang meyangkut kegiatan sosial dan
kewajiban sebagai warga negara sangat sulit dilakukan karena kesehatan
dan pendapatan yang menurun setelah mereka pensiun. Akibat dari
menurunnya kesehatan dan pendapatan, maka mereka perlu menjadwalkan
dan menyusun kembali pola hidup yang sesuai dengan keadaan saat itu,
yang berbeda dengan masa lalu.
C. Permasalahan Sosial terkait Kesejahteraan Lansia
Berbagai permasalahan sosial yang berkaitan dengan pencapaian
kesejahteraan Lanjut Usia, antara lain sebagai berikut :
1. Masih besarnya jumlah Lajut Usia yang berada dibawah garis kemiskinan.

5
2. Makin melemahnya nilai kekerabatan, sehingga anggota keluarga yang
berusia lanjut kurang diperhatikan, dihargai dan dan dihormati, berhubung
terjadi perkembangan pola kehidupan keluarga yang secara fisik lebih
mengarah pada bentuk keluarga kecil.
3. Lahirnya kelompok masyarakat industri, yang memiliki ciri kehidupan
yang lebih bertumpu kepada individu dan menjalankan kehidupan
berdasarkan perhitungan untung rugi, lugas dan efisien, yang secara tidak
langsung merugikan kesejahteraan lanjut usia.
4. Masih rendahnya kuantitas dan kualitas tenaga profesional pelayanan
lanjut usia dan masih terbatasnnya sarana pelayanan dan fasilitas khusus
bagi lanjut usia dengan berbagai bidang pelayanan pembinaan
kesejahteraan lanjut usia.
5. Belum membudaya dan melembaganya kegiatan pembinaan kesejateraan
lanjut usia
Menurut Departemen Sosial Republik Indonesia (1998), berbagai
permasalahan khusus yang berkaitan dengan kesejahteraan lanjut usia adalah
sebagai berikut:
1. Berlangsungnya proses menjadi tua, yang berakibat timbulnya masalah
baik fisik, mental maupun sosial. Mundurnya keadaan fisik yang
menyebabkan penuaan peran sosialnya dan dapat menjadikan mereka lebih
tergantung kepada pihak lain.
2. Berkurangnya integrasi sosial Lanjut Usia, akibat produktivitas dan
kegiatan Lanjut Usia menurun. Hal ini berpengaruh negatif pada kondisi
sosial psikologis mereka yang merasa sudah tidak diperlukan lagi oleh
masyarakat lingkungan sekitarnya.
3. Rendahnya produktivitas kerja lanjut usia dibandingkan dengan tenaga
kerja muda dan tingkat pendidikan serta ketrampilan yang rendah,
menyebabkan mereka tidak dapat mengisi lowongan kerja yang ada, dan
terpaksa menganggur.

6
4. Banyaknya lanjut usia yang miskin, terlantar dan cacat, sehingga
diperlukan bantuan dari berbagai pihak agar mereka tetap mandiri serta
mempunyai penghasilan cukup.
5. Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah kepada tatanan
masyarakat individualistik, sehingga Lanjut Usia kurang dihargai dan
dihormati serta mereka tersisih dari kehidupan masyarakat dan bisa
menjadi terlantar.
6. Adanya dampak negatif dari proses pembangunan seperti dampak
lingkungan, polusi dan urbanisasiyang dapat mengganggu kesehatan fisik
lanjut usia.
D. Hubungan sosial budaya dengan lansia
Kebudayaan merupakan sikap hidup yang khas dari sekelompok
individu yang dipelajari secara turun temurun, tetapi sikap hidup ini ada
kalanya malah mengundang resiko bagi timbulnya suatu penyakit.
Kebudayaan tidak dibatasi oleh suatu batasan tertentu yang sempit, tetapi
mempunyai struktur-struktur yang luas sesuai dengan perkembangan dari
masyarakat itu sendiri. Kebudayaan yang dianut oleh masyarakat tertentu
tidaklah kaku dan bisa untuk di rubah, tantangannya adalah mampukah
seorang perawat memberikan penjelasan dan informasi yang rinci tentang
pelayanan kesehatan asuhan keperawatan yang akan di berikan kepada lansia.
Sikap budaya terhadap warga usia lanjut mempunyai implikasi yang
dalam terhadap kesejahteraan fisik maupun mental mereka. Pada masyarakat
tradisional warga usia lanjut ditempatkan pada kedudukan yang terhormat,
sebagai Pinisepuh atau Ketua Adat dengan tugas sosial tertentu sesuai adat
istiadatnya, sehingga warga usia lanjut dalam masyarakat ini masih terus
memperlihatkan perhatian dan partisipasinya dalam masalah - masalah
kemasyarakatan. Hal ini secara tidak langsung berpengurah kondusif bagi
pemeliharaan kesehatan fisik maupun mental mereka.
Sebaliknya struktur kehidupan masyarakat modern sulit memberikan
peran fungsional pada warga usia lanjut, posisi mereka bergeser kepada
sekedar peran formal, kehilangan pengakuan akan kapasitas dan

7
kemandiriannya. Keadaan ini menyebabkan warga usia lanjut dalam
masyarakat modern menjadi lebih rentan terhadap tema - tema kehilangan
dalam perjalanan hidupnya. Era globalisasi membawa konsekuensi
pergeseran budaya yang cepat dan terus-menerus, membuat nilai-nilai
tradisional sulit beradaptasi. Warga usia lanjut yang hidup pada masa
sekarang, seolah-olah dituntut untuk mampu hidup dalam dua dunia yakni:
kebudayaan masa lalu yang telah membentuk sebagian aspek dari kepribadian
dan kekinian yang menuntut adaptasi perilaku. Keadaan ini merupakan
ancaman bagi integritas egonya, dan potensial mencetuskan berbagai masalah
kejiwaan.

8
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas etnis atau suku bangsa
mengidentifikasi dirinya dalam hubungannya dengan etnisitas dan
kelompok ras? Apakan kedua orang tua berasal dari latar belakang yang
sama? Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan,
agama, tangggal MRS, informan, tangggal pengkajian dan alamat klien.
2. Bahasa yang ditutur
Bahasa apa (bahasa-bahasa) yang digunakan di rumah? Bahasa apa yang
lebih disenangi jika berbicara dengan orang luar?
3. Mobilitas geografi
Dimana saja orang tua tinggal? Kapan mereka pindah ke tempat tinggal
mereka yang sekarang?
4. Agama keluarga
Apa agama dari keluarga? Apakah kedua orang tua berasal dari latar
belakang agama yang sama? Bagaimana aktifnya keluarga ini terlibat
dalam aktifitas praktik yang mendasar secara agama?
5. Kebiasaan diet, berpakaian
Apakah kebiasaan - kebiasaan diet dan berpakaian keluarga?
6. Penggunaan sistem-sistem tradisional
Sejauh mana keluarga menggunakan praktik-praktik penyembuhan
tradisional atau praktisi-praktisi tradisional?
7. Penerimaan oleh komunitas
Sejauh mana keluarga dipengaruhi diskriminasi?
Dikutip dari Frieman (2006 )
8. Orang-orang terdekat
Status perkawinan, kebiasaan pasien di dalam tugas-tugas keluarga dan
fungsi-fungsinya, pengaruh orang terdekat, proses interaksi dalam
keluarga.

9. Kultural
Latar belakang etnis, tingkah laku mengusahakan kesehatan (sistem
rujukan penyakit), nilai-nilai yang berhubungan dengan kesehatan dan
keperawatan, faktor-faktor kultural yang dihubungkan dengan penyakit

9
secara umum dan respons terhadap rasa sakit, kepercayaan mengenai
perawatan dan pengobatan.
10. Keluhan Utama
Keluhan biasanya berupa menyediri (menghindar dari orang lain)
komunikasi kurang atau tidak ada, berdiam diri dikamar, menolak interaksi
dengan orang lain, tidak melakukan kegiatan sehari-hari, dependen.
11. Faktor predisposisi
Kehilangan, perpisahan,harapan orang tua yang tidak realistis, kegagalan
/frustasi berulang, tekanan dari kelompok sebaya; perubahan struktur
sosial. Terjadi trauma yang tiba tiba misalnya harus dioperasi, kecelakaan,
dicerai pasangan, putus sekolah, PHK, perasaan malu karena sesuatu yang
terjadi (korban perkosaan, dituduh KKN, dipenjara tiba – tiba) perlakuan
orang lain yang tidak menghargai klien/ perasaan negatif terhadap diri
sendiri yang berlangsung lama.
12. Aspek fisik / biologis
Hasil pengukuran tanda vital (TD, Nadi, suhu, Pernapasan, TB, BB) dan
keluhan fisik yang dialami oleh klien.
13. Aspek Psikososial
a. Genogram yang menggambarkan tiga generasi
b. Konsep diri
1) Citra tubuh
Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah atau
tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi atau yang akan
terjadi. Menolak penjelasan perubahan tubuh, persepsi negatif
tentang tubuh. Preokupasi dengan bagian tubuh yang hilang,
mengungkapkan keputus asaan, mengungkapkan ketakutan.
2) Identitas diri
Ketidakpastian memandang diri, sukar menetapkan keinginan dan
tidak mampu mengambil keputusan
3) Peran

10
Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit, proses
menua, putus sekolah, PHK.
4) Ideal diri
Mengungkapkan keputus asaan karena penyakitnya :
mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi.
5) Harga diri
Perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap diri
sendiri, gangguan hubungan sosial, merendahkan martabat,
mencederai diri, dan kurang percaya diri.
c. Klien mempunyai gangguan / hambatan dalam melakukan hubungan sosial
dengan orang lain terdekat dalam kehidupan, kelompok yang diikuti dalam
masyarakat.
B. Diagnosa
1. Hambatan interaksi sosial berhubungan dengan ketiadaan orang terdekat,
ketidakselarasan sosial kultural, defisit pengetahuan atau keterampilan
tentang cara meningkatakan kebersamaan.
2. Isolasi sosial berhubungan dengan ketidakmampuan untuk terikat dalam
hubungan pribadi yang memuaskan, perilaku atau nilai sosial yang tidak
berterima.
C. Intervensi
Perencanaan dan implementasi keperawatan transkultural menawarkan tiga
strategi yaitu :
1. Perlindungan/mempertahankan budaya (Cultural carepreservation/
maintenance) bila budaya pasien tidak bertentangan dengan kesehatan,
2. Mengakomodasi/menegosiasi budaya (Cultural careaccommodatio atau
negotiations) apabila budaya pasien kurang mendukung kesehatan.
3. Mengubah dan mengganti budaya pasien dan keluarganya (Cultural care
repartening / recontruction).
Diagnosa 1
Tujuan atau Kriteria Hasil (NOC):
a. Pasien menunjukkan keterampilan interaksi sosial

11
b. Pasien menunjukkan keterlibatan sosial
c. Pasien memahami dampak perilaku diri pada interaksi sosial
d. Pasien menunjukkan perilaku yang dapat meningkatkan atau
memperbaiki interaksi sosial
e. Pasien mendapatakan/meningkatkan keterampilan interaksi sosial
(mis; kedekatan dan kerja sama).
f. Pasien mengungkapakan keinginan untuk berhubungan dengan orang
lain.
Intervensi (NIC):
1) Modifikasi perilaku keterampilan sosial: Membantu pasien
mengembangkan atau meningkatakan keterampilan sosial
interpersonal.
2) Pembinaan hubungan kompleks: Membina hubungan yang
terapeutik dengan pasien yang kesulitan berinteraksi dengan orang
lain.
3) Promosi integritas keluarga: Meningkatkan persatuan dan kesatuan
keluarga.
4) Promosi keterlibatan keluarga : Memfasilitasi perawatan keluarga
dalam perawatan emosi dan kondisi fisik pasien.
5) Peningkatan Harga Diri: Membantu pasien meningkatkan penilaian
pribadi tentang harga diri.
6) Peningkatan sosialisi: Memfasilitasi kemampuan pasien untuk
berinteraksi dengan orang lain.
Aktivitas lain:
a) Buat interaksi terjadwal
b) Identifikasi perubahan perilaku tertentu
c) Identifikasi tugas-tugas yang dapat meningkatakan atau
memperbaiki interaksi sosial
d) Libatkan pendukung sebaya dalam memberkan umpan balik
kepada pasien dalam interksi sosial
e) Peningkatan sosialisa (NIC) :

12
f) Anjurkan bersikap jujur dan apa adanya dalam berinteraksi
dengan oran lain
g) Anjurkan menghargai hak orang lain
h) Anjurkan sabar dalam membina hubungan
i) Bantu pasien meningkatkan kesadaran tentang kekuatan dan
keterbatasan dala berkomunikasi dengan orang lain
j) Beri umpan balik positif jika pasien dapat berinterksi dengan
orang lain
k) Fasilitasi pasien dalam memberi masukan dan membuat
perencanaan aktivitas mendatang
Diagnosa 2
Tujuan/ Kriteria Evaluasi (NOC):
a. Pasien menunjukkan keterlibatan sosial (interaksi dengan teman dekat,
tetangga, anggota keluarga, berpartisipasi sebagai sukarelawan pada
aktivitas atau organisasi, dan sebagainya)
b. Mulai membina hubungan dengan orang lain
c. Mengembangkan hubungan satu sama lain
d. Mengembangkan keterampilan sosial yang dapat mengurangi isolasi
(mis, bekerja sama)
e. Melaporkan adanya dukungan sosial (mis, bantuan dalam bentuk dari
orang lain dalam bentuk bantuan emosi, waktu, keuangan, tenaga, atau
informasi)
Intervensi (NIC):
1) Modifikasi perilaku keterampilan sosial: Membantu pasien
mengembangkan atau meningkatakan keterampilan sosial
interpersonal.
2) Pembinaan hubungan kompleks: Membina hubungan yang
terapeutik dengan pasien yang kesulitan berinteraksi dengan orang
lain.

13
3) Peningkatan koping: Membantu pasien beradaptasi dengan
persepsi stresor, perubahan, atau ancaman yang menghambat
pemenuhan kenutuhan hidup dan peran.
4) Promosi integritas keluarga: Meningkatkan persatuan dan kesatuan
keluarga.
5) Promosi keterlibatan keluarga: Memfasilitasi perawatan keluarga
dalam perawatan emosi dan kondisi fisik pasien.
6) Peningkatan kesadaran diri: Membantu pasien menggali dan
memahami gagasan, perasaan, motivasi, dan perilaku pasien.
7) Peningkatan sosialisi: Memfasilitasi kemampuan pasien untuk
berinteraksi dengan orang lain.
8) Peningkatan sistem dukungan : Memfasilitasi dukungan kepada
pasien oleh keluarga, teman, dan komunitas.
Aktivitas lain :
a) Bantu pasien membedakan persepsi dan kenyataan
b) Identifikasi bersama pasien faktor-faktor yang mempengaruhi
perasaan isolasi sosial
c) Beri penguatan terhadap usaha-usaha yang dilakukan pasien,
keluarga, dan teman-teman untuk berinterksi
d) Peningkatan sosialisasi (NIC) :
e) Dukung hubungan dengan orang lain yang mempunyai minat
dan tujuan yang sama
f) Berikan umpan balik tentang peningkatan dalam aktivitas
g) Dukung pasien untuk mengubah lingkungan seperti jalan-jalan

14
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengaruh sosial budaya dalam masyarakat memberikan peranan
penting dalam mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Perkembangan sosial budaya dalam masyarakat merupakan suatu tanda
bahwa masyarakat dalam suatu daerah tersebut telah mengalami suatu
perubahan dalam proses berfikir. Perubahan sosial dan budaya bisa
memberikan dampak positif maupun negatif.
Hubungan antara kebudayaan dan kesehatan pasien lansia biasanya
dipelajari pada masyarakat yang terisolasi dimana cara - cara hidup mereka
tidak berubah selama beberapa generasi, walaupun mereka merupakan
sumber data-data bilogis yang penting dan model antropologi yang berguna,
lebih penting lagi untuk memikirkan bagaimana mengubah kebudayaan
mereka itu.
Dalam kebudayaan dewasa ini, dimana efisiensi, kekuatan, kecepatan
dan kemenarikan bentuk fisik sangat dihargai, mengakibatkan orang lansia
sering dianggap tidak ada gunanya lagi. Karena mereka tidak dapat bersaing
dengan orang-orang yang lebih muda dalam berbagai bidang tertentu dimana
kriteria nilai sangat diperlukan, dan sikap sosial terhadap mereka tidak
menyenangkan.
Perawat harus selalu menjaga hubungan yang efektif dengan
masyarakat pasien dengan selalu mengadakan komunikasi efektif demi
meningkatkan status kesehatan lansia dan mendukung keberhasilan
pemerintah dalam bidang kesehatan berbasis publik.
B. Saran
Makalah dibuat berdasarkan kebutuhan seorang mahasiswa sebagai
tanggung jawabnya dalam menyelesaikan tugas sebuah mata kuliah.
Diperlukan bimbingan dan arahan dari dosen pembimbing sehingga kiranya
makalah tersebut dapat menjadi sesuatu yang lebih berguna di masa yang
akan datang.

15
Penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan olehnya itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun sebagai bahan ajar
untuk penyusunan berikutnya. Semoga dengan pembuatan makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi mahasiswa dalam mempelajari asuhan
keperawatan gerontik khususnya yang berhubungan dengan masalah sosial
budaya pada lansia yang berhubungan dengan perubahan peran pada lansia.

16
DAFTAR PUSTAKA
Friedman, Marilyn, M. (1998). “Keperawatan Keluarga : Teori dan Praktik.”
EGC : Jakarta.
Jhonson, Marion dkk. (2004). “Nursing Outcomes Classification (NOC).” St.
Louise, Missouri : Mosby, Inc.
Bulechek, Gloria M dkk. (2004). “Nursing Intervention Classification (NIC).” St.
Louise, Missouri : Mosby, Inc.
Herdman, T.H. “NANDA Nursing Diagnoses: Definition and Classification.”
(2012-2014). Wiley-Blackwell: Oxford.
Nuryanti, Titik dkk. “Jurnal: Hubungan Perubahan Peran Diri Dengan Tingkat
Depresi Pada Lansia Yang Tinggal Di Upt Pslu Pasuruan Babat
Lamongan.” Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga Kampus C
Mulyorejo Surabaya.
Setiadi, Elly M. (2009). “Ilmu Sosial Budaya Dasar”. Kencana : Jakarta.

17

Anda mungkin juga menyukai