Anda di halaman 1dari 49

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK

PELAYANAN LANSIA DI PANTI WERDHA, NURSING


HOME, HOSPICE CARE, DAN DAY CARE CENTER

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gerontik


Dosen Pengampu : Induniasih, S.Kp.,M.Kes

Disusun Oleh :

Kelompok 1

1. Muhammad Andre Decaprio (P07120521012)


2. Sukmawati Kusuma (P07120521018)
3. Ni Made Ayu Ari Supramawati (P07120521022)
4. Dwi Suci Rhamdanita (P07120521034)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN YOGYAKARTA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat
rahmat dan karunia-Nya, kami telah menyelesaikan makalah mengenai “Pelayanan
Lansia Di Panti Werdha, Nursing Home, Hospice Care, dan Day Care Center”. Kami
juga menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu
dalam penyusunan makalah ini. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas
Keperawatan Gerontik dari Ibu Induniasih, S.Kp.,M.Kes selaku dosen pengampu.

Kami berharap makalah ini dapat berguna untuk kita semua. Kami
menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna, untuk itu kritik dan saran
sangat kami harapkan demi perbaikan penulisan makalah selanjutnya. Oleh karena
itu, kami meminta maaf bila ada kesalahan atau kekurangan dalam kata-kata maupun
penulisan.

Yogyakarta, 27 April 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................i

DAFTAR ISI ..................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ..........................................................................................1


B. Rumusah Masalah......................................................................................4
C. Tujuan Penulisan.......................................................................................5
D. Manfaat Penulisan.....................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN

A. Konsep Lansia...........................................................................................6
B. Konsep Pelayanan Lansia di Panti Werdha..............................................16
C. Konsep Pelayanan Lansia di Nursing Home............................................31
D. Konsep Pelayanan Lansia di Hospice Care..............................................35
E. Konsep Pelayanan Lansia di Day Care Center.........................................39

BAB III KESIMPULAN


A. Kesimpulan ...............................................................................................42
B. Saran .........................................................................................................43

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................44

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembangunan nasional yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil
dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 telah
menghasilkan perbaikan kualitas kesehatan dan kondisi sosial masyarakat. Hal
tersebut ditandai dengan meningkatnya usia harapan hidup (UHH) masyarakat
Indonesia. Inti dari tujuan pembangunan adalah mewujudkan suatu masyarakat
yang makmur dan sejahtera baik secara individu maupun sosial (Safri Miradj,
2014 dalam Luhur, U. B., 2016).
Keberhasilan pembangunan nasional dapat dilihat dari meningkatnya
kesejahteraan masyarakat dimana didukung dengan adanya perbaikan kesehatan,
perbaikan pendidikan, dan perkembangan teknologi. Perkembangan ilmu
pengetahuan dan perbaikan dalam berbagai bidang mampu menekan turunnya
angka kematian dan kelahiran. Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data angka
harapan hidup, bahwa Indonesia menempati posisi ke 6 pada periode 2010-2015
dari negara ASEAN. Pada periode tahun 2010-2015 angka harapan hidup
Indonesia tercatat 70.1, mengalami kenaikan dari 69.1 pada periode tahun 2005-
2010. Usia harapan hidup (UHH) merupakan salah satu indikator untuk memilik
derajat kesehatan penduduk. Adanya peningkatan UHH maka dapat dijadikan
patokan bahwa masa tua penduduk Indonesia semakin panjang. Dengan bertambah
panjangnya usia penduduk maka akan menambah jumlah penduduk pada ketegori
lanjut usia (Luhur, U. B., 2016).
Hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2013, menyatakan bahwa
jumlah penduduk lanjut usia Indonesia mencapai 20,04 juta orang, atau sekitar
8,05 persen dari seluruh penduduk Indonesia. Diperkirakan mulai tahun 2010 akan
terjadi ledakan jumlah penduduk lanjut usia, pada tahun 2020 presentase lanjut
usia diperkirakan menjadi 11.34 persen. Peningkatan jumlah lanjut usia ini
tentunya perlu diberi perhatian khusus, dengan harapan agar nantinya tidak

1
menjadi beban dan tetap memberikan manfaat bagi masyarakat dan pembangunan
nasional (Luhur, U. B., 2016).
Kondisi masa tua yang semakin panjang, diharapkan tidak menjadi beban
namun menjadikan sumber daya manusia yang bermanfaat bagi diri sendiri,
keluarga, dan pembangunan bangsa (Siti Partini Suadirman, 2011:5 dalam Luhur,
U. B., 2016).
Berdasarkan PP nomor 43 Tahun 2004 Tentang Pelaksanaan Upaya
Peningkatan Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia Pasal 1 ayat 4 dan 5, menerangkan
bahwa kondisi lanjut usia di Indonesia dapat dibedakan menjadi dua kategori,
yaitu lanjut usia potensial dan lanjut usia tidak potensial. Lanjut usia potensial
adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas yang masih mampu
untuk memenuhi kebutuhan sendiri, mampu untuk melakukan pekerjaan dan
kegiatan yang mampu menghasilkan barang atau jasa dan tidak bergantung pada
orang lain. Sedangkan lanjut usia tidak potensial adalah seseorang yang telah
mencapai usia 60 tahun ke atas yang sudah tidak mempunyai kemampuan untuk
memenuhi kebutuhannya sendiri dan bergantung pada orang lain (Luhur, U. B.,
2016).
Dalam fase kehidupan, lanjut usia mengalami banyak penurunan baik pada
kondisi fisik dan biologisnya. Kondisi dan keadaan yang dialami oleh lanjut usia
merupakan suatu keadaan yang lazim dialami oleh setiap individu yang telah
mencapai batasan umur tertentu. Lambat laun, lanjut usia menjadi sosok yang
renta dan akan bergantung pada orang lain. Perubahan kondisi fisik pada lanjut
usia dapat terlihat jelas, perubahan pada kulit yang semakin mengendur, keadaan
tremor atau kecenderungan tangan yang selalu bergetar, rambut mulai memutih,
dan berbagai perubahan lain pada lanjut usia. Selain mengalami perubahan, lanjut
usia mengalami suatu masa yang dinamakan kemunduran. Kemunduran yang
lambat laun dialami oleh lanjut usia seperti kemunduran fungsi fisik dan psikis.
Selain itu permasalahan dapat bersumber dari kondisi ekonomi dan sosial
masyarakat. Permasalahan terjadi tidak hanya dari dalam diri, namun dapat berasal
dari faktor luar seperti keluarga. Orang lanjut usia biasanya akan mengalami

2
masalah baik fisik maupun masalah sosial (Argyo Demartoto, 2006:96 dalam
Luhur, U. B., 2016).
Permasalahan fisik yang dialami oleh lanjut usia merupakan proses alami
yang tidak dapat dihindari oleh semua orang. Permasalahan sosial pada lanjut usia
dapat berasal dari lingkungan tempat tinggalnya, seperti halnya apabila lanjut usia
tidak mampu untuk menyesuaikan diri dengan baik. Keluarga telah menjadi sistem
pendukung yang paling penting bagi orang tua. Di Indonesia, penduduk di daerah
pedesaan maupun perkotaan sebagian besar hidup dengan anak-anak mereka dan
anggota keluarga lainnya hanya sejumlah kecil dari mereka hidup sendiri (Luhur,
U. B., 2016).
Kusrini (2013) dalam Ageing in Indonesia-Health Status and Challenges for
the Future mengatakan bahwasannya lanjut usia yang tinggal di perkotaan
cenderung untuk hidup sendiri, sementara lanjut usia yang tinggal di pedesaan
hidup dengan anak-anaknya. Keluarga merupakan sumber utama terpenuhinya
kebutuhan emosional, semakin besar rasa emosional yang tumbuh dalam keluarga
menimbulkan adanya rasa senang dan bahagia, sebaliknya apabila semakin kecil
dukungan emosional dalam keluarga mengakibatkan timbulnya perasaan tidak
senang. Konsep tersebut berlaku bagi lanjut usia, dimana lanjut usia yang tinggal
bersama keluarga masa senjanya akan terlihat senang dan bahagia karena dekat
dengan keluarga. Hal berbeda akan terlihat apabila lanjut usia tinggal sendiri.
Kebanyakan dari mereka akan terlihat depresi dan berdiam diri. Hal ini karena
minimnya komunikasi dan tentunya berimbas pada kurangnya perhatian pada
dirinya, sehingga menyebabkan lanjut usia menarik diri dari kondisi sosial
masyarakat (Luhur, U. B., 2016).
Permasalahan yang dialami oleh lanjut usia tentunya perlu mendapatkan
perhatian lebih, dapat dengan pemberian motivasi baik berasal dari lingkungan
keluarga maupun lingkungan sekitar. Pemberian motivasi dalam bentuk interaksi
dan komunikasi kepada lanjut usia diharapkan dapat merubah pola hidup mereka
untuk tetap berbaur dalam lingkungan sosial masyarakat dan tidak merasa di
dalam kesendirian. Pada umumnya, masa senja seseorang akan dihinggapi rasa

3
kesepian, kesendirian, dan ketakutan akan kematian. Lanjut usia apabila dalam
kesehariannya tidak melakukan berbagai kegiatan dapat medorong munculnya
kepikunan dalam dirinya. Kegiatan yang dilakukan oleh lanjut usia cenderung
terbatas, walau begitu dalam keseharian tetap harus diisi dengan kegiatan-kegiatan
yang bermanfaat. Berbagai permasalahan yang dialami oleh lanjut usia, tidak
memungkiri menyebabkan kesenjangan kesejahteraan sosial. Keadaan tercapainya
suatu kondisi kesejahteraan sosial mencakup tiga syarat utama yaitu (1) ketika
masalah sosial mampu diatasi dengan baik, (2) ketika kebutuhan terpenuhi, dan (3)
ketika peluang-peluang sosial terbuka secara maksimal (Miftachul Huda, 2009:72
dalam Luhur, U. B., 2016).
Peningkatan populasi lansia diikuti dengan berbagai persoalan-persoalan yang
dialami lansia, seperti; penurunan kondisi fisik dan psikis, menurunnya
penghasilan akibat pensiun, kesepian akibat ditinggal oleh pasangan atau teman
seusia mereka. Oleh karena itu, diperlukan adanya suatu perhatian dan penanganan
khusus bagi lansia tersebut. Upaya untuk mengatasi berbagai persoalan lansia,
maka pemerintah dalam hal ini Depertemen Sosial mengupayakan suatu wadah
atau sarana untuk menampung lansia dalam satu institusi yaitu Panti Pelayanan
Sosial atau dikenal dengan Panti Werdha. Adapun pelayanan lainnya seperti
nursing home, hospice care, dan day care center.
Berdasarkan hal tersebut, makalah ini disusun mengenai pelayanan lansia di
panti werdha, nursing home, hospice care, dan day care center.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana konsep mengenai pelayanan lansia di panti werdha, nursing home,
hospice care, dan day care center ?

4
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran umum tentang konsep pelayanan lansia di panti
werdha, nursing home, hospice care, dan day care center.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui konsep lansia
b. Untuk mengetahui konsep pelayanan lansia di panti werdha
c. Untuk mengetahui konsep pelayanan lansia di nursing home.
d. Untuk mengetahui konsep pelayanan lansia di hospice care.
e. Untuk mengetahui konsep pelayanan lansia di day care center.

D. Manfaat Penulisan
1. Untuk Tim Kesehatan
Sebagai media informasi mengenai pelayanan lansia di panti werdha, nursing
home, hospice care, dan day care center.
2. Untuk mahasiswa
Sebagai media informasi sekaligus pembelajaran dan menambah wawasan
khususnya bagi mahasiswa Kesehatan
3. Untuk masyarakat umum
Masyarakat membutuhkan informasi kesehatan berupa berbagai media, salah
satunya makalah ini diharapkan membantu menyediakan informasi khususnya
bagi keluarga yang mempunyai lansia.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Lansia
1. Definisi Lansia
Menurut World Health Organization (WHO), lansia adalah seseorang
yang telah memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia merupakan kelompok
umur pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase
kehidupannya. Kelompok yang dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu
proses yang disebut Aging Process atau proses penuaan Azzahro, A. H.
(2019).
Menurut Nugroho (2012) dalam Azzahro, A. H. (2019), seseorang
dikatakan lansia ialah apabila berusia 60 tahun atau lebih, karena faktor
tertentu tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya baik secara jasmani,
rohani maupun sosial.
Proses penuaan adalah siklus kehidupan yang ditandai dengan
tahapan-tahapan menurunnya berbagai fungsi organ tubuh, yang ditandai
dengan semakin rentannya tubuh terhadap berbagai serangan penyakit
yang dapat menyebabkan kematian misalnya pada sistem kardiovaskuler
dan pembuluh darah, pernafasan, pencernaan, endokrin dan lain
sebagainya. Hal tersebut disebabkan seiring meningkatnya usia sehingga
terjadi perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem
organ. Perubahan tersebut pada umumnya mengaruh pada kemunduran
kesehatan fisik dan psikis yang pada akhirnya akan berpengaruh pada
ekonomi dan sosial lansia. Sehingga secara umum akan berpengaruh pada
activity of daily living (Fatimah, 2010 dalam Azzahro, A. H., 2019).

6
2. Teori Proses Menua
Menurut Depkes RI (2016) dalam Azzahro, A. H. (2019),  tentang proses
menua yaitu:
a. Teori – teori biologi
1) Teori genetik dan mutasi (somatic mutatie theory)
Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk
spesies-spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan
biokimia yang diprogram oleh molekul – molekul/DNA dan setiap sel
pada saatnya akan mengalami mutasi sehingga terjadi penurunan
kemampuan fungsional sel.
2) Pemakaian dan rusak
Kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel – sel tubuh lelah (rusak).
3) Reaksi dari kekebalan sendiri (auto immune theory)
Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat
khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat
tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit.
4) Teori “immunology slow virus” (immunology slow virus theory)
Sistem immune menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan
masuknya virus kedalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan organ
tubuh.
5) Teori stress
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh.
Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan
lingkungan internal, kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-sel
tubuh lelah terpakai.
6) Teori radikal bebas

7
Radikal bebas dapat terbentuk dialam bebas, tidak stabilnya radikal
bebas (kelompok atom) mengakibatkan osksidasi oksigen bahan-bahan
organik seperti karbohidrat dan protein. Radikal bebas ini dapat
menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi.
7) Teori rantai silang
Sel-sel yang tua atau usang, reaksi kimianya menyebabkan ikatan yang
kuat, khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya
elastis, kekacauan dan hilangnya fungsi.
8) Teori program
Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang membelah
setelah sel-sel tersebut mati.
b. Teori kejiwaan sosial
1) Aktivitas atau kegiatan (activity theory)
Lansia mengalami penurunan jumlah kegiatan yang dapat
dilakukannya. Teori ini menyatakan bahwa lansia yang sukses adalah
mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial. Ukuran
optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari lansia berupa
mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu agar
tetap stabil.
2) Kepribadian berlanjut (continuity theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lansia. Pada
teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang
yang lansia sangat dipengaruhi oleh tipe personality yang dimiliki.
3) Teori pembebasan (disengagement theory)
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang
secara berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan
sosialnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia
menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas sehingga sering
terjaadi kehilangan ganda (triple loss), yakni: (1) Kehilangan peran;
(2) Hambatan kontak sosial; (3) Berkurangnya kontak komitmen.

8
3. Batasan Lanjut Usia
Menurut Nugroho (2008) dalam Azzahro, A. H. (2019), ada beberapa
pendapat para ahli mengenai batasan lanjut usia diantaranya :
a) Menurut World Health Organization (WHO), ada empat tahapan lanjut
usia yaitu:
1) Usia pertengahan (middle age) usia 45-59 tahun
2) Lanjut usia (elderly) usia 60-74 tahun
3) Lanjut usia tua (old) usia 75-90 tahun
4) Usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun
b) Menurut Koesoemanto Setyonegoro, lanjut usia dikelompokkan
sebagai berikut:
1) Usia dewasa muda (elderly adulthood) yaitu usia 18/20-25 tahun
2) Usia dewasa penuh (middle years) atau maturitas (usia 25-60/65
tahun)
3) Lanjut usia (geriatric age) yaitu usia lebih dari 65/70 tahun,
terbagi:
(1) Usia 70-75 tahun (young old)
(2) Usia 75-80 tahun (old)
(3) Usia lebih dari 80 tahun (very old)
c) Menurut Hurlock, perbedaan lanjut usia terbagi dalm dua tahap yaitu:
1) Early old age (usia 60-70 tahun)
2) Advanced old age (usia 70 tahun ke atas)
4. Karakteristik Lansia
Lansia memiliki karakteristik yang berusia lebih dari 60 tahun, kebutuhan
dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, kebutuhan

9
biopsikososial dan spiritual, kondisi adaptif hingga kondisi maladaptif
(Maryam, 2008 dalam Azzahro, A. H., 2019).

5. Klasifikasi Lansia
Menurut Depkes RI (2013) dalam Azzahro, A. H. (2019), klasifikasi
lansia terdiri dari:
a) Pra lansia yaitu seseorang yang berusia antara 45-59 tahun
b) Lansia ialah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
c) Lansia resiko tinggi ialah seseorang yang berusia 60 tahun lebih
dengan masalah Kesehatan
d) Lansia potensial ialah lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan
dan kegiatan yang dapat mengahasilkan barang atau jasa
e) Lansia tidak potensial ialah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah,
sehingga hidupnya tergantung pada bantuan orang lain
6. Ciri-Ciri Lansia
Menurut Depkes RI (2016) dalam Azzahro, A. H. (2019), ciri-ciri lansia
adalah sebagai berikut :
a) Lansia merupakan periode kemunduran
Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan faktor
psikologis sehingga motivasi memiliki peran yang penting dalam
kemunduran pada lansia. Misalnya lansia yang memiliki motivasi yang
rendah dalam melakukan kegiatan, maka akan mempercepat proses
kemunduran fisik, akan tetapi ada juga lansia yang memiliki motivasi
yang tinggi, maka kemunduran fisik pada lansia akan lebih lama
terjadi.
b) Lansia memiliki status kelompok minoritas

10
Kondisi ini sebagai akibat dari sikap sosial yang tidak menyenangkan
terhadap lansia dan diperkuat oleh pendapat yang kurang baik,
misalnya lansia yang lebih senang mempertahankan pendapatnya
maka sikap sosial di masyarakat menjadi negatif, tetapiada juga lansia
yang mempunyai tenggang rasa kepada orang lain sehingga sikap
sosial masyarakat menjadi positif.

c) Menua membutuhkan perubahan peran


Perubahan peran pada lansia sebaiknya dilakukan atas dasar keinginan
sendiri bukan atas dasar tekanan dari lingkungan. Misalnya lansia
menduduki jabatan sosial di masyarakat sebagai Ketua RW, sebaiknya
masyarakat tidak memberhentikan lansia sebagai ketua RW karena
usianya.
d) Penyesuaian yang buruk pada lansia
Perlakuan yang buruk terhadap lansia membuat mereka cenderung
mengembangkan konsep diri yang buruk sehingga dapat
memperlihatkan bentuk perilaku yang buruk. Akibat dari perlakuan
yang buruk itu membuat penyesuaian diri lansia menjadi buruk pula.
Contoh: lansia yang tinggal bersama keluarga sering tidak dilibatkan
untuk pengambilan keputusan karena dianggap pola pikirnya kuno,
kondisi inilah yang menyebabkan lansia menarik diri dari lingkungan,
cepat tersinggung dan bahkan memiliki harga diri yang rendah.
7. Perubahan-perubahan pada Lansia
Semakin bertambahnya umur manusia, terjadi proses penuaan secara
degeneratif yang akan berdampak pada perubahan-perubahan pada diri
manusia, tidak hanya perubahan fisik, tetapi juga kognitif, perasaan, sosial
dan seksual (Azizah dan Lilik M, 2011 dalam Azzahro, A. H, 2019).
a. Perubahan Fisik
1) Sistem Indra

11
Sistem pendengaran: Prebiakusis (gangguan pada pendengaran)
oleh karena hilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada
telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada yang
tinggi, suara yang tidak jelas, sulit dimengerti kata-kata, 50%
terjadi pada usia diatas 60 tahun.
2) Sistem Integumen
Pada lansia kulit mengalami atropi, kendur, tidak elastis kering dan
berkerut. Kulit akan kekurangan cairan sehingga menjadi tipis dan
berbercak. Kekeringan kulit disebabkan atropi glandula sebasea
dan glandula sudoritera, timbul pigmen berwarna coklat pada kulit
dikenal dengan liver spot.
3) Sistem Muskuloskeletal
Perubahan sistem muskuloskeletal pada lansia: Jaringan
penghubung (kolagendan elastin), kartilago, tulang, otot dan sendi.
Kolagen sebagai pendukung utama kulit, tendon, tulang, kartilago
dan jaringan pengikat mengalami perubahan menjadi bentangan
yang tidak teratur.
a) Kartilago: jaringan kartilago pada persendian menjadi lunak
dan mengalami granulasi, sehingga permukaan sendi menjadi
rata. Kemampuan kartilago untuk regenerasi berkurang dan
degenerasi yang terjadi cenderung kearah progresif,
konsekuensinya kartilago pada persendiaan menjadi rentan
terhadap gesekan.
b) Tulang: berkurangnya kepadatan tulang setelah diamati adalah
bagian dari penuaan fisiologi, sehingga akan mengakibatkan
osteoporosis dan lebih lanjut akan mengakibatkan nyeri,
deformitas dan fraktur.
c) Otot: perubahan struktur otot pada penuaan sangat bervariasi,
penurunan jumlah dan ukuran serabut otot, peningkatan

12
jaringan penghubung dan jaringan lemak pada otot
mengakibatkan efek negatif.
d) Sendi: pada lansia, jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon,
ligamen dan fasia mengalami penuaan elastisitas.
4) Sistem kardiovaskuler
Perubahan pada sistem kardiovaskuler pada lansia adalah massa
jantung bertambah, ventrikel kiri mengalami hipertropi sehingga
peregangan jantung berkurang, kondisi ini terjadi karena
perubahan jaringan ikat. Perubahan ini disebabkan oleh
penumpukan lipofusin, klasifikasi SA Node dan jaringan konduksi
berubah menjadi jaringan ikat.
5) Sistem Respirasi
Pada proses penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru,
kapasitas total paru tetap tetapi volume cadangan paru bertambah
untuk mengkompensasi kenaikan ruang paru, udara yang mengalir
ke paru berkurang. Perubahan pada otot,kartilago dan sendi torak
mengakibatkan gerakan pernapasan terganggu dan kemampuan
peregangan toraks berkurang.
6) Pencernaan dan Metabolisme
Perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan, seperti penurunan
produksi sebagai kemunduran fungsi yang nyata karena kehilangan
gigi, indra pengecap menurun, rasa lapar menurun (kepekaan rasa
lapar menurun), liver (hati) makinmengecil dan menurunnya
tempat penyimpanan, dan berkurangnya aliran darah.
7) Sistem perkemihan
Pada sistem perkemihan terjadi perubahan yang signifikan. Banyak
fungsi yang mengalami kemunduran, contohnya laju filtrasi,
ekskresi, dan reabsorpsi oleh ginjal.
8) Sistem saraf

13
Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan atropi
yang progresif pada serabut saraf lansia. Lansia mengalami
penurunan koordinasi dan kemampuan dalam melakukan aktifitas
sehari-hari.
9) Sistem reproduksi
Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan menciutnya
ovary dan uterus. Terjadi atropi payudara. Pada laki- laki testis
masih dapat memproduksi spermatozoa, meskipun adanya
penurunan secara berangsur-angsur.

b. Perubahan Kognitif:
1) Daya Ingat (Memory)
2) IQ (Intellegent Quotient)
3) Kemampuan Belajar (Learning)
4) Kemampuan Pemahaman (Comprehension)
5) Pemecahan Masalah (Problem Solving)
6) Pengambilan Keputusan (Decision Making)
7) Kebijaksanaan (Wisdom)
8) Kinerja (Performance)
9) Motivasi (Motivation)
c. Perubahan mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental :
1) Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa
2) Kesehatan umum
3) Tingkat Pendidikan
4) Keturunan (hereditas)
5) Lingkungan
6) Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian.
7) Gangguan konsep diri akibat kehilangan kehilangan jabatan.

14
8) Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan
teman dan keluarga.
9) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap
gambaran diri,perubahan konsep diri. Perubahan spiritual agama
atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya. Lansia
semakinmatang (mature) dalam kehidupan keagamaan, hal ini
terlihat dalam berfikir danbertindak sehari-hari.
d. Perubahan Psikososial
1) Kesepian
Terjadi pada saat pasangan hidup atau teman dekat meninggal
terutama jikalansia mengalami penurunan kesehatan, seperti
menderita penyakit fisik berat,gangguan mobilitas atau gangguan
sensorik terutama pendengaran.
2) Duka cita (Bereavement)
Meninggalnya pasangan hidup, teman dekat, atau bahkan hewan
kesayangan dapat meruntuhkan pertahanan jiwa yang telah rapuh
pada lansia. Hal tersebut dapat memicu terjadinya gangguan fisik
dan kesehatan.
3) Depresi
Duka cita yang berlanjut akan menimbulkan perasaan kosong, lalu
diikuti dengan keinginan untuk menangis yang berlanjut menjadi
suatu episode depresi. Depresi juga dapat disebabkan karena stres
lingkungan dan menurunnya kemampuan adaptasi.
4) Gangguan cemas
Dibagi dalam beberapa golongan: fobia, panik, gangguan cemas
umum,gangguan stress setelah trauma dan gangguan obsesif
kompulsif, gangguan-gangguan tersebut merupakan kelanjutan
dari dewasa muda dan berhubungan dengan sekunder akibat
penyakit medis, depresi, efek samping obat, atau gejala
penghentian mendadak dari suatu obat.

15
5) Parafrenia
Suatu bentuk skizofrenia pada lansia, ditandai dengan waham
(curiga), lansia sering merasa tetangganya mencuri barang-
barangnya atau berniat membunuhnya. Biasanya terjadi pada
lansia yang terisolasi/diisolasi ataumenarik diri dari kegiatan
sosial.
6) Sindroma Diogenes
Suatu kelainan dimana lansia menunjukkan penampilan perilaku
sangat mengganggu. Rumah atau kamar kotor dan bau karena
lansia bermain-main dengan feses dan urinnya, sering menumpuk
barang dengan tidak teratur. Walaupun telah dibersihkan, keadaan
tersebut dapat terulang kembali.
8. Tujuan Pelayanan Kesehatan pada Lansia
Tujuan pelayanan kesehatan pada lansia menurut Depkes RI (2016) dalam
Azzahro, A. H. (2019), terdiri dari :
a) Mempertahankan derajat kesehatan para lansia pada taraf yang
setinggi-tingginya,sehingga terhindar dari penyakit atau gangguan.
b) Memelihara kondisi kesehatan dengan aktifitas-aktifitas fisik dan
mental.
c) Mencari upaya semaksimal mungkin agar para lansia yang menderita
suatu penyakit atau gangguan, masih dapat mempertahankan
kemandirian yang optimal.
d) Mendampingi dan memberikan bantuan moril dan perhatian pada
lansia yang berada dalam fase terminal sehingga lansia dapat
mengadapi kematian dengan tenang dan bermartabat. Fungsi
pelayanan dapat dilaksanakan pada pusat pelayanan sosial lansia, pusat
informasi pelayanan sosial lansia, dan pusat pengembangan pelayanan
sosial lansiadan pusat pemberdayaan lansia.

B. Konsep Pelayanan Lansia di Panti Werdha

16
1. Definisi dan Pengertian Panti Werdha
Panti Sosial Tresna Werdha merupakan institusi hunian bersama dari para
lansia yang secara fisik atau kesehatan masih mandiri, akan tetapi telah
mengalami keterbatasan terutama mempunyai keterbatasan di bidang sosial
ekonomi (Safitri, A., 2014). Panti sosial tresna werdha adalah panti sosial yang
mempunyai tugas memberikan bimbingan dan pelayanan bagi lansia terlantar
agar dapat hidup secara baik dan terawat dalam kehidupan masyarakat baik
yang berada di dalam panti maupun yang berada di luar panti (Setyaningrum,
N., 2012).

Secara umum Panti Wredha memiliki fungsi sebagai berikut :


a. Pusat pelayanan kesejahteraan lanjut usia (dalam memenuhi kebutuhan
pokok lansia).
b. Menyediakan suatu wadah berupa kompleks bangunan dan memberikan
kesempatan pula bagi lansia melakukan aktivitas-aktivitas sosial-rekreasi.
c. Bertujuan membuat lansia dapat menjalani proses penuaannya dengan
sehat dan mandiri.
2. Prinsip-prinsip Perancangan Panti Wredha
Dalam artikel “Pynos dan Regnier” (1991) dalam Handayani,
Sumarni (2015) tertulis tentang 12 macam prinsip yang diterapkan pada
lingkungan dalam fasilitas lansia untuk membantu dalam kegiatan-kegiatan
lansia. Kedua-belas prinsip tersebut dikelompokkan dalam aspek fisiologis dan
psikologis, yaitu sebagai berikut:
a. Aspek Fisiologis
1) Keselamatan dan keamanan, yaitu penyediaan lingkungan yang
memastikan setiap penggunanya tidak mengalami bahaya yang tidak
diinginkan. Lansia memiliki permasalahan fisik dan panca indera sepeti
gangguan penglihatan, kesulitan mengatur keseimbangan, kekuatan kaki

17
berkurang, dan radang persendian yang dapat mengakibatkan lansia lebih
mudah jatuh atau cedera. Penurunan kadar kalsium di tulang, seiring
dengan proses penuaan, juga dapat meningkatkan resiko lansia
mengalami patah tulang. Permasalahan fisik ini menyebabkan tingginya
kejadian kecelakaan pada lansia.
2) Signage/orientation/wayfindings, keberadaan penunjuk arah di
lingkungan dapat mengurangi kebingungan dan memudahkan
menemukan fasilitas yang tersedia. Perasaan tersesat merupakan hal
yang menakutkan dan membingungkan bagi lansia yang lebih lanjut
dapat mengurangi kepercayaan dan penghargaan diri lansia. Lansia yang
mengalami kehilangan memori (pikun) lebih mudah mengalami
kehilangan arah pada gedung dengan rancangan ruangan-ruangan yang
serupa (rancangan yang homogen) dan tidak memiliki petunjuk arah.
Adanya penunjuk arah pada area koridor dapat mempermudah lansia
untuk menuju ke suatu tempat. Terkadang lansia lupa akan jalan pulang,
hal tersebut dapat berpengaruh pada psikologis lansia. Jika lansia sering
tersesat maka mereka akan sering mengalami depresi dan akan
berpengaruh terhadap kesehatan mereka.
3) Aksesibilitas dan fungsi, tata letak dan aksesibilitas merupakan syarat
mendasar untuk lingkungan yang fungsional. Aksesibilitas adalah
kendala untuk memperoleh dan menggunakan sarana, prasarana dan
fasilitas bagi lanjut usia untuk memperlancar mobilitas lanjut usia.
Adanya handrail pada koridor dan area yang lain dapat membantu lansia
dalam berjalan dan beraktivitas layaknya mereka dapat melakukan segala
hal tanpa bantuan. Sedangkan ramp dapat mempermudah aksesibilitas
bagi para lansia yang menggunakan kursi roda.
4) Adaptabilitas, yaitu kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungan, lingkungan harus dirancang sesuai dengan pemakainya,
termasuk yang menggunakan kursi roda maupun tongkat penyangga.

18
Kamar mandi dan dapur merupakan ruangan dimana aktivitas banyak
dilakukan dan keamanan harus menjadi pertimbangan utama.
b. Aspek Psikologis
1) Privasi, yaitu kesempatan bagi lansia untuk mendapat ruang/ tempat
mengasingkan diri dari orang lain atau pengamatan orang lain
sehingga bebas dari gangguan yang tak dikenal. Auditory privacy
merupakan poin penting yang harus diperhatikan.
2) Interaksi sosial, yaitu kesempatan untuk melakukan interaksi dan
bertukar pikiran dengan lingkungan sekeliling (sosial). Salah satu
alasan penting untuk melakukan pengelompokkan berdasarkan unsur
lansia di Panti Wredha adalah untuk mendorong adanya pertukaran
informasi, aktivitas rekreasi, berdiskusi dan meningkatkan
pertemanan. Interaksi sosial mengurangi terjadinya depresi pada lansia
dengan memberikan lansia kesempatan untuk berbagi masalah,
pengalaman hidup dan kehidupan sehari-hari mereka.
3) Kemandirian, yaitu kesempatan yang diberikan untuk melakukan
aktivitasnya sendiri tanpa atau sedikit bantuan dari tenaga kerja panti
wredha, kemandirian dapat menimbulkan kepuasan tersendiri pada
lansia karena lansia dapat melakukan aktivitas-aktivitas yang
dilakukanya sehari-hari tanpa bergantung dengan orang lain.
4) Dorongan/tantangan, yaitu memberi lingkungan yang merangsang rasa
aman tetapi menantang. Lingkungan yang mendorong lansia untuk
beraktivitas didapat dari warna, keanekaragaman ruang, pola-pola
visual dan kontras.
5) Aspek panca indera, kemudian fisik dalam hal penglihatan,
pendengaran, penciuman yang harus diperhitungkan di dalam
lingkungan. Indera penciuman, peraba, penglihatan, pendengaran, dan
perasaan mengalami kemunduran sejalan dengan berambah tuanya
seseorang. Rangsangan indera menyangkut aroma dari dapur atau
taman, warna dan penataan dan tekstur dari beberapa bahan.

19
Rancangan dengan memperlihatkan stimulus panca indera dapat
digunakan untuk membuat rancangan yang lebih merangsang atau
menarik.
6) Ketidak-asingan/ keakraban, lingkungan yang aman dan nyaman
secara tidak langsung dapat memberikan perasaan akrab pada lansia
terhadap lingkungannya. Tinggal dalam lingkungan rumah yang baru
adalah pengalaman yang membingungkan untuk sebagian lansia.
Menciptakan keakraban dengan para lansia melalui lingkungan baru
dapat mengurangi kebingungan karena perubahan yang ada.
7) Estetik/penampilan, yaitu suatu rancangan lingkungan yang tampak
menarik. Keseluruhan dari penampilan lingkungan mengirimkan suatu
pesan simbolik atau pesepsi tertentu pada pengunjung, teman, dan
keluarga tentang kehidupan dan kondisi lansia sehari-hari.
8) Personalisasi, yaitu menciptakan kesempatan untuk menciptakan
lingkungan yang pribadi dan menandai sebagai “miliki” seorang
individu. Tempat
3. Visi dan Misi Panti Wredha
Menurut Handayani, Sumarni (2015), Visi dari Panti Wredha hunian vertikal
tersebut adalah lanjut usia yang bahagia, sejahtera, dan berguna. Visi tersebut
memiliki misi yaitu:
a. Meningkatkan kualitas pelayanan lanjut usia yang meliputi:
1) Kesehatan fisik, sosial, spiritual, dan psikologi
2) Pengetahuan, keterampilan dan rekreasi
3) Jaminan sosial dan jaminan kehidupan
4) Jaminan perlindungan hukum
b. Meningkatkan profesionalisme pelayanan pada lanjut usia
4. Fungsi dan Tujuan Panti Werdha
Secara umum, Panti Sosial Tresna Werdha atau Panti werdha mempunyai
fungsi sebagai berikut (Herwijayanti, 1997 dalam Afriansyah, A., & Santoso,
M. B., 2019) :

20
a. Sebagai tempat untuk menampung manusia lanjut usia yang menyediakan
fasilitas dan aktifitas khusus untuk manula yang dijaga dan dirawat oleh
suster atau pekerja sosial.
b. Pusat pelayanan kesejahteraan lanjut usia dalam memenuhi kebutuhan
pokok lansia dengan sistem penyantunan di dalam panti;
c. Menyediakan suatu wadah berupa kompleks bangunan dan memberikan
kesempatan pula bagi lansia melakukan aktivitas-aktivitas sosial-rekreas
serta membuat lansia dapat menjalani proses penuaannya dengan sehat dan
mandiri.

Sesuai dengan permasalahan lansia, pada umumnya penyelenggaraan Panti


Werdha mempunyai tujuan antara lain (Departemen Sosial RI, 1997 dalam
Afriansyah, A., & Santoso, M. B., 2019) :
a. Untuk menampung manusia lanjut usia dalam kondisi sehat dan mandiri
yang tidak memiliki tempat tinggal dan keluarga atau yang memiliki
keluarga namun dititipkan karena ketidakmampuan keluarga untuk merawat
manula .
b. Agar terpenuhi kebutuhan hidup lansia;
c. Agar dihari tuanya dalam keadaan tentram lahir dan batin.
d. Dapat menjalani proses penuaannya dengan sehat dan mandiri.
5. Pelayanan Panti Werdha Terhadap Lansia
Merujuk pada Peraturan Menteri Sosial No. 19 tahun 2012 tentang Pedoman
Pelayanan Sosial Lanjut Usia, pada pasal 7 tercantum bahwa pelayanan dalam
panti dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas hidup,
kesejahteraan, dan terpenuhinya kebutuhan dasar lanjut usia.
Adapun jenis pelayanan yang diberikan dalam panti menurut Afriansyah, A.,
& Santoso, M. B. (2019), meliputi:
a. Tempat tinggal yang layak bagi lansia adalah yang bersih, sehat, aman,
nyaman, dan memiliki akses yang mudah pada fasilitas yang dibutuhkan

21
lansia, sehingga dengan kondisi kemampuan fisiknya yang makin menurun
masih memungkinkan dapat menjalankan aktivitas sehari-hari dengan
mudah, aman, dan tidak sangat tergantung pada orang lain. Umumnya
lanjut usia dihadapkan pada masalah hunian sebagai berikut: lokasi kamar
yang berjauhan dengan lokasi kamar mandi, keadaan kamar mandi yang
kurang mendukung, penggunaan tangga, permukaan lantai yang tidak rata,
dan alur sirkulasi hunian terhadap fasilitas lingkungan kurang menunjang.
Tempat tinggal yang layak bagi lansia adalah yang lapang atau barrier free.
Hal ini sangat bermanfaat bagi lansia, terutama dalam pergerakan atau
aksesibilitas dalam rumah, bahkan ketika mereka harus menggunakan kursi
roda. Kurniadi (2012) dalam Afriansyah, A., & Santoso, M. B. (2019),
merinci karakterik rumah yang ramah lansia, secara garis besar, terbebas
dari tangga dan lantai yang tidak rata atau licin, pencahayaan yang baik,
kamar mandi dekat dengan kamar dan memungkinkan kursi roda dapat
masuk, dan aman karena mereka kurang mampu melindungi dirinya
terhadap bahaya. Di negara-negara maju, pelayanan kelompok lanjut usia
dilakukan dalam ruangan khusus, bahkan rumah sakit khusus dan
perkampungan khusus. Adanya fasilitas tersebut ditujukan untuk memberi
lingkungan kehidupan yang nyaman dan sesuai bagi kelompok lanjut usia
(Wijayanti, 2008 dalam Afriansyah, A., & Santoso, M. B., 2019). Kondisi
hunian di dalam panti pun seyogyanya memperhatikan kebutuhan lansia
tersebut.
b. Para lansia seyogyanya mendapatkan makanan yang sesuai dengan kondisi
kesehatannya. Oleh karena itu, makanan untuk lansia sebaiknya dikontrol
atas rekomendasi ahli gizi. Ahli gizi perlu berkerjasama dengan dokter
untuk mengetahui kondisi kesehatan lansia atau jenis penyakit yang
diderita, untuk menentukan apa yang boleh atau tidak boleh dimakan.
Dengan demikian, makanan untuk masing-masing lansia kemungkinan
berbeda dengan cara mengolah yang berbeda pula. Pakaian yang digunakan
sebaiknya bersih, layak dan nyaman dipakai. Untuk pemeliharaan

22
kesehatan seyogyanya terdapat fasilitas kesehatan berupa poliklinik yang
buka 24 jam dan memberikan pelayanan kegawatdaruratan yang mudah
diakses. Apabila perlu dirujuk, tersedia fasilitas ambulans yang siap setiap
saat. Biasanya diperlukan pula fasilitas fisioterapi.
c. Pemanfaatan waktu luang merupakan suatu upaya untuk memberikan
peluang dan kesempatan bagi lansia untuk mengisi waktu luangnya dengan
berbagai kegiatan atau aktivitas yang positif, bermakna, dan produktif bagi
dirinya maupun orang lain Kegiatan-kegiatan yang mereka lakukan harus
sesuai dengan minat, bakat, dan potensi yang mereka miliki (Annubawati,
2014 dalam Afriansyah, A., & Santoso, M. B., 2019). Tidak hanya sekedar
mengisi waktu luang tetapi sesuatu yang menyenangkan, akan lebih baik
jika produktif; sehingga dapat berfungsi sebagai terapi masalah psikososial
dan emosional yang mungkin dialami oleh lansia. Demikian juga dengan
kegiatan rekreasi, seyogyanya tidak hanya menyenangkan tetapi
merupakan kesempatan untuk berinteraksi dengan lingkungan di luar panti
sehingga mereka merasa tidak terisolasi tetapi masih terhubung dengan
lingkungan di sekitarnya.
d. Bimbingan mental dan agama lebih ditujukan untuk mengatasi masalah
emosional dan psikologis. Banyak lansia yang tinggal di panti werdha yang
kesepian, sedih, menarik diri dari pergaulan dan kegiatan, pasif, murung,
mengalami emosi negatif, bermusuhan dengan sesama penghuni panti, dan
sebagainya. Untuk membantu mengatasi masalah tersebut kegiatan
bimbingan mental dan keagamaan melalui kegiatan konseling dapat
membantu mereka. Sementara itu, bimbingan sosial lebih ditujukan untuk
mengatasi masalah relasi sosial dengan keluarga atau lingkungan sosialnya.
e. Pelayanan bagi lansia dalam panti diberikan sampai dengan lansia
meninggal. Pelayanan yang diberikan merupakan perawatan jangka
panjang (Long-Term Care). Oleh karena itu, pelayanan pengurusan
pemakaman pun turut menjadi tanggung jawab panti, sesuai dengan agama
yang dianutnya masing-masing.

23
6. Kebijakan dalam Pelayanan Lansia
Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 pasal 3 tentang kesejahteraan
sosial menyatakan bahwa upaya meningkatkan kesejahteraan sosial lanjut usia
meliputi pelaksanaan pelayanan bimbingan fisik, pelayanan bimbingan
keagamaan/ mental spiritual, pelayanan bimbingan sosial dan bimbingan
keterampilan (Afriansyah, A., & Santoso, M. B. 2019)
a. Pelayanan Bimbingan Fisik
Pelayanan bimbingan fisik merupakan serangkaian kegiatan yang bertujuan
untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan dan kemampuan
lanjut usia agar kondisi fisik, mental dan sosialnya dapat berfungsi secara
wajar. Pelayanan bimbingan fisik dapat berupa penyediaan menu makanan
tambahan sesuai dengan kalori yang dibutuhkan, kegiatan olahraga/
kebugaran yang dilakukan setiap pagi.
b. Pelayanan Bimbingan Keagamaan/ Mental Spiritual
Pelayanan bimbingan keagamaan/ mental spiritual merupakan serangkaian
kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan di ikuti dengan kegiatan
peningkatan iman dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Agama
dapat menjadi landasan perilaku seseorang apabila seseorang tersebut,
mengerti, merasakan membiasakan dan mengamalkan ajaran agama. Oleh
karena itu diperlukan adanya bimbingan keagamaan sehari-hari untuk
melakukan perintah Allah dan menjauhi larangannya, menanamkan betapa
pentingnya agama dalam kehidupan dan mengerti tujuan dari agama
tersebut.
c. Pelayanan Bimbingan Sosial
Bimbingan sosial merupakan upaya untuk membantu individu dalam
mengenal dan berhubungan dengan lingkungan sosial yang dilandasi
dengan tanggungjawab. Menurut Mappiare (1982: 130) dalam Afriansyah,
A., & Santoso, M. B. (2019), bimbingan sosial adalah upaya untuk
membantu individu dalam menghadapi keadaan batinnya sendiri dan
mengatasi konflik-konflik dalam diri dalam upaya mengatur dirinya sendiri

24
di bidang kerohanian, perawatan jasmani, pengisian waktu luang dan
sebagainya. Pelayanan bimbingan sosial diberikan dalam rangka
menciptakan hubungan sosial secara serasi dan harmonis diantara lanjut
usia, petugas, pimpinan lembaga dengan masyarakat. Petugas panti
Bersama pekerja sosial, relawan senantiasa memberikan support
(dorongan) secara rutin dan terus menerus, sehingga diharapkan mereka
dalam menghabiskan hari-hari tuanya di dalam panti mendapatkan
ketentraman, kebahagiaan lahir dan batin.
d. Pelayanan Bimbingan Keterampilan
Pelayanan bimbingan keterampilan diberikan untuk mengisi waktu luang,
meningkatkan produktivitas agar dapat menambah penghasilan, antara lain:
peternakan, pertanian, keterampilan memijat, membuat barang-barang
kerajinan dan lain-lain. Pelayanan keterampilan bagi lanjut usia potensial
dimaksudkan untuk memberi peluang untuk mendayagunakan
pengetahuan, keahlian, kemampuan, keterampilan, dan pengalaman yang
dimilikinya.
7. Kegiatan di Panti Werdha
Menurut Murti (2013) dalam Azizah, A. N. (2016) klasifikasi kegiatan PSTW,
yaitu:
a. Kegiatan Staf
1) Memantau dan menjaga manula
2) Memeriksa kesehatan secara rutin
3) Memastikan manula tetap aktif dengan menciptakan beberapa program
aktifitas
4) Menyediakan layanan pangan
5) Membantu dan merawat manula yang kesulitan
6) Mengurus dan merawat segala keperluan panti.
b. Kegiatan Manula
1) Melakukan aktifitas melatih fisik, seperti senam
2) Menjaga kebersihan dan kerapihan kamar dan seluruh panti

25
3) Melakukan aktifitas keseharian seperti menerima pangan, mencuci
pakaian, menjemur dan lain-lain
4) Bersosialisasi dengan sesama manula dan sesama staf
5) Melakukan aktifitas keterampilan dan kesenian
6) Menerima pemeriksaan kesehatan rutin
7) Menerima bimbingan psikis dan spiritualitas sesuai agama yang dianut
manula
8) Beristirahat

8. Pemberi Pelayanan di Panti Werdha


Dalam sebuah lembaga kesejahteraan sosial salah satunya yaitu panti
werdha terdapat pekerja sosial yang bekerja untuk membantu para lansia,
dimana pekerja sosial tersebut memiliki peran yang penting dalam proses
membantu para lansia agar sejahtera. Konsep tentang peran itu sendiri menurut
Komarudin dalam Prabandewi (2014) sebagai berikut:
a. Bagian dari tugas utama yang harus dilakukan oleh manajemen.
b. Pola perilaku yang diharapkan dapat menyertai suatu status.
c. Bagian dari fungsi seseorang dalam kelompok atau pranata.
d. Fungsi yang diharapkan dari seseorang atau menjadi karakteristik yang ada
padanya.
e. Funsi setiap variabel dalam hubungan sebab akibat.
Selain itu peran menurut (Edi Suharto,2011: 154) adalah sekumpulan
kegiatan altruistis yang dilakukan guna tercapainya tujuan yang telah
ditentukan bersama antara penyedia dan penerima layanan. Peran merupakan

26
cara yang dilakukan oleh seseorang untuk menggunakan kemampuannya
dalam situasi tertentu (Prabandewi, 2014).
Dalam melakukan pekerjaannya, pekerja sosial sangat memiliki peran
untuk mensejahterakan lansia. Berikut adalah peran pekerja sosial dalam
Prabandewi (2014) :
a. Pendidik dan Konsultan
Pekerja sosial sebagai pendidik berperan membantu lanjut usia dalam
menyediakan informasi dan mengembangkan ketrampilan yang dibutuhkan
untuk mendukung kehidupan sehari-hari. Sedangkan sebagai konsultan
pekerja sosial dapat menolong lanjut usia untuk memperoleh berbagai
pelayanan profesional yang di butuhkan oleh para ahli lain, seperti dokter,
perawat dan lain-lain.
b. Pembela (advocacy)
Pekerja sosial sebagai pembela pada dasarnya berfokus pada lanjut usia,
yaitu menolong lansia yang diperlakukan tidak adil dan berjuang demi
kepentingan lansia, dan peranannya berkembang bukan hanya sebagai
pembela lansia tetapi pada mengubah struktur/sistem.
c. Mediator/Fasilitator
Pekerja sosial sebagai perantara ini menghubungkan lansia dengan sistem
sumber yang berada dalam masyarakat. Tugas pekerja sosial sebagai
mediator dalah memberi pertolongan/bantuan konkrit, merujuk dan
menindak lanjuti pelayanan, mengidentifikasi masalah-masalah lanjut usia.
d. Pemungkinan (Enabler)
Pekerja sosial dalam menolong lanjut usia dengan berbagai cara antara lain,
mengartikulasikan permasalahan lansia, mengidentifikasi kebutuhan lansia,
mengklarifikasi permasalahan lansia, menjajagi strategi pemecahan
masalah dan menyeleksi strategi yang sesuai.
e. Penjangkauan (Outreach)

27
Pekerja sosial berperan menjangkau kelompok-kelompok lanjut usia yang
membutuhkan bantuan dan mengidentifikasi kondisi lingkungan yang
menghambat aksesbilitas lanjut usia dimasyarakat.
Peran yang ditampilkan oleh pekerja sosial di dalam masyarakat/
lembaga/ panti sosial akan bervariasi tergantung pada masalah yang
dihadapinya. Menurut Ife (1995: 118) dalam Prabandewi (2014) menyebutkan
ada empat peran penting yang harus dijalankan pekerja sosial dalam
pengembangan masyarakat, yakni peran fasilitas, pendidikan, representasional,
dan peran teknis. Hampir sama dengan Ife menurut Bradford W. Sheafor dan
Charles R. Horejsi,(2003: 55) dalam Prabandewi (2014) peran yang
ditampilkan pekerja sosial antara lain, peran sebagai perantara, peran sebgai
pemungkin, peran sebagai penghubung, peran sebagaiadvokasi, peran sebagai
perunding, peran sebagai pelindung, peran sebagai fasilitasi, peran sebagai
inisiator dan peran sebagai negosiator.
Dari beberapa definisi dan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa
peran pekerja sosial lansia adalah bagian dari tugas pekerja sosial lansia dimana
pekerja sosial bertugas sebagai pendidik dan konsultan, sebagai pembela,
sebagai mediator, sebagai pemungkin dan sebagai penjangkauan untuk
membantu para lansia.
9. Sistem Pendanaan di Panti Werdha
Menurut Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2018
Tentang Standar Nasional Rehabilitasi Sosial Lanjut Usia, penyelenggara
Rehabilitasi Sosial Lanjut Usia memiliki sumber dana yang dapat berasal dari:
a. Anggaran pendapatan dan belanja negara
b. Anggaran pendapatan dan belanja daerah
c. Sumbangan dari masyarakat;
d. Dana hibah dalam negeri atau luar negeri; dan
e. Sumber pendanaan lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
10. Sistem Penerimaan Klayan di Panti Werdha

28
Menurut Balai Pelayanan Sosial Tresna Werdha Yogyakarta, sistem
penerimaan klayan di panti werdha sebagai berikut :
a. Persyaratan Umum
Syarat Pendaftaran bagi siapapun yang bisa menjadi klien di Panti Werdha
adalah:
1) Lanjut usia yang telah berumur 60 tahun keatas
2) Penduduk dengan dibuktikan dengan NIK/KTP)
3) Diutamakan mandiri (masih dapat melakukan aktifitas sendiri seperti:
mencuci pakian sendiri, mencuci piring, membersihkan tempat tidur)
4) Tidak punya sanak keluarga/terlantar
5) Ada yang bertanggung jawab
6) Lanjut usia yang bersedia tinggal di Balai Pelayanan

b. Prosedur Penerimaan Klien

Penting untuk diketahui masyarakat bahwa BPSTW sebagai Balai


Pelayanan Lanjut Usia terlantar tidak bisa menerima langsung lansia terlantar

29
yang dibawa masyarakat tanpa melalui prosedur yang ditetapkan. Seringkali
masyarakat berasumsi bahwa ketika ada lansia terlantar baik di keluarga atau
dimanapun langsung begitu saja bisa diterima di BPSTW, padahal tidaklah
demikian. BPSTW memiliki persyaratan - persyaratan yang harus dipenuhi.
maka dari itu kami menghimbau agar masyarakat/publik/Ormas dapat
berkoordinasi dulu dengan Dinas Sosial, Pemerintahan, Satpol PP ataupun
langsung berkoordinasi dengan kami sebelum membawa lansia terlantar itu ke
BPSTW. Hal itu dilakukan agar pelayanan kepada lansia terlantar dapat
terlaksana secara maksimal, sesuai dengan tujuan operasional BPSTW,
ketepatan sasaran pelayanan, dan kesesuaian dengan kapasitas BPSTW.
Berikut adalah bagan yang perlu untuk diketahui pemohon yang
hendak mengajukan calon klien untuk diterima di BPSTW:

Keterangan bagan :
1) Pemohon datang ke Layanan Informasi BPSTW, mengisi Buku
Tamu

30
2) Pemohon melaporkan / mendaftarkan Lanjut Usia Terlantar
(LUT)
3) Petugas mencatat identitas LUT, apakah memenuhi syarat
untuk di visit:
a) Apabila memenuhi syarat dimasukkan ke dalam Daftar
Tunggu Klien
b) Apabila tidak memenuhi syarat langsung ditolak
4) Pelaksanaan visit ke lokasi
5) Pengambilan keputusan oleh Tim. Hasil visit dan keputusan
diterima/ditolak akan disampaikan kepada Pemohon
6) Selesai

C. Konsep Pelayanan Lansia di Nursing Home


1. Pengertian
Menurut ANA (1992) dalam Puteri Hanum (2013), nursing home
adalah perpaduan perawat kesehatan masyarakat dan ketrampilan tekhnis
yang terpilih dari perawat spesialis yang terdiri dari kumpulan perawat
komunitas, seperti perawat gerontologi, perawat psikiatri, perawat ibu dan
anak, perawat kesehatan masyarakat, dan perawat medikal – bedah.
Nursing home adalah fasilitas tempat tinggal untuk orang orang
dengan penyakit kronis atau kekurangan, baik secara fisik ataupun mental,
biasanya orang-orang tua yang mempunyai masalah saat makan atau
ketidakmampuan fisik. Nursing home juga disebut sebagai rumah
peristirahatan, yang berarti rumah perawatan jangka Panjang (Puteri
Hanum, 2013).

31
Nursing Homes biasanya dimaksudkan sebagai tempat perawatan dan
rehabilitasi. Layanan keperawatan biasanya disediakan untuk orang-orang
yang membutuhkan perawatan jangka panjang atau rehabilitasi setelah
operasi atau dalam pemulihan dari kondisi medis yang parah, seperti
stroke. Nursing Homes ini menyediakan semua perawatan pribadi, serta
perawatan selama 24 jam (Puteri Hanum, 2013)
Nursing home juga tempat untuk orang-orang yang tidak perlu di
rumah sakit, namun tidak bisa dirawat dirumah. Kebanyakan Nursing
Home mempunyai pelayanan keperawatan dan perawat-perawat yg
terampil yg siap 24 jam sehari (Puteri Hanum, 2013).
Beberapa Nursing home diatur seperti rumah sakit. Staf memberikan
perawatan medis, baik fisik, ucapan maupun terapi okupasi. Biasanya
terdapat pos-pos perawat di setiap lantai. Nursing home lain ada yang
bergaya seperti rumah pada umumnya. Mereka membuat Nursing home
tersebut memiliki nuansa seperti di rumah. Seringkali, mereka tidak
memiliki jadwal sehari-hari yang tetap, dan dapur mungkin akan terbuka
untuk para residen (penghuni). Para Anggota staff juga didorong untuk
mengembangkan hubungan dengan para residen (Puteri Hanum, 2013).
Para penghuni Nursing Home biasanya tinggal di tempat yg bersifat
pribadi maupun bersifat berbagi. Terkadang kamar mandi dibagi antara
para penghuni atau dibagi untuk dua ruangan. Beberapa ruangan memiliki
shower atau spa sendiri. Pelayanan Nursing Home biasanya adalah tipe yg
pelayanan yang paling mahal karena personil (staff) dan alat yang
dibutuhkan untuk melayani para pasiennya (penghuninya) (Puteri Hanum,
2013).
Nursing home juga menyediakan banyak pelayanan lain kepada para
pasiennya (penghuninya). Mereka termasuk: terapi (fisik, bergerak,
berbicara, pernafasan), pelayanan obat-obatan, peminjaman barang-
barang, perawatan khusus untuk para penderita kanker dan penyakit-
penyakit lain dan juga berbagai macam pelayanan khusus lainnya. Nursing

32
home juga memberikan berbagai pelayanan kepada para pasiennya (Puteri
Hanum, 2013).
2. Aktivitas Dalam Nursing Home
Banyak Nursing home dengan pelayanan jangka panjang
memperkerjakan perencana aktivitas untuk merencanakan aktivitas bagi
penghuni nursing home. Perancang aktivitas akan membangun ide-ide
aktifitas yang bisa termasuk apa saja dari menyiapkan tempat dimana
penghuni bisa menonton tv bersama. Ini juga termasuk merencanakan
permainan, rekreasi keluar, pertemuan internal dan rekreasi lain untuk
membuat kehidupan dalam nursing home menjadi nyaman dan
menyenangkan (Puteri Hanum, 2013).
Penghuni nursing home, anggota staff, keluarga maupun relawan dapat
membuat saran yang akan membantu perencanaan aktifitas-aktifitas dalam
nursing home. Biasanya akan di post-kan di kalender event-event dan bisa
diakses oler pasien yang memakai kursi roda, rencana ini bisa seperti
perayaan saat liburan seperti Idul Fitri, Idul Adha, Natal, Hari Valentine,
Halloween, pesta ulang tahun bulanan dimana teman-teman, keluarga, dan
semua penghuni diundang, event musik dan menyanyi bersama. Acara
outdoor seperti berkebun atau memasak di ruang terbuka, program seni
ataupun kerajinan tangan. Relawan dan anggota keluarga bisa turut
membantu dalam program ini (Puteri Hanum, 2013).
3. Tipe – tipe Nursing Home
Tipe – tipe nursing home dalam Masady Harfah (2014) sebagai berikut :
a. Tempat tinggal untuk lansia yang mandiri (Independent Living
Communities)
Tempat tinggal ini merupakan tempat tinggal untuk lansia yang masih
mandiri. Artinya lansia masih bisa melakukan aktivitas sehari-hari
seperti mandi, berpakaian, berjalan, BAB dan BAK secara mandiri.
Tempat tinggal ini sangat bervariasi sesuai dengan permintaan lansia,
ada yang berupa rumah tinggal yang dikhususkan untuk lansia seorang

33
diri atau untuk berdua. Tipe rumah ini beraneka ragam, ada seperti
rumah biasa, rumah yang bertingkat serta apartemen yang bisa dibeli
ataupun disewa oleh lansia itu sendiri. Biasanya lansia tersebut
menyediakan polisi atau penjaga keamanan untuk menjaga rumahnya
tersebut.
b. Tempat tinggal lansia yang menyediakan bantuan minimal (Assisted
Living Facilities)
Tempat tinggal khusus untuk lansia di mana lansia tinggal bersama
dengan lansia lainnya dan biasanya cocok untuk lansia yang
membutuhkan bantuan minimal ataupun tidak sama sekali. Masing-
masing lansia tinggal di kamar maupun di apartemen masing-masing
yang sudah disediakan alat untuk memberikan isyarat jika lansia
membutuhkan bantuan atau mengalami keadaan darurat (emergency)
jenis tempat tinggal ini biasanya memfasilitasi ruang tamu, ruang
makan, tempat laundry, transportasi, rekreasi bersama, housekeeping,
serta pelayanan keamanan
c. Intermediate Care
Tipe ini untuk para lansia yang membutuhkan pelayanan pada
kehidupan sehari-hari tetapi tidak membutuhkan bantuan perawatan.
d. Congregate Care
Tipe ini sangat mirip dengan tipe lansia yang hidup mandiri. Aspeknya
adalah komunitas dan lingkungan, dimana disediakan makanan satu
kali atau lebih dalam sehari yang disediakan di ruang makan untuk
bersama. Transportasi, kolam renang, toko kebutuhan sehari-hari,
bank, salon, laundry, layanan pekerjaan rumah, dan keamanan,
semuanya disediakan disini.
e. Skilled Nursing
Skilled nursing homes adalah fasilitas Nursing homes (rumah
perawatan) tradisional. Tipe ini menyediakan perawatan medis untuk

34
para lansia dengan penyakit serius atau ketidak mampuan fisik selama
24 jam sehari.
f. Continuing Care Retirement Communities (CCRC) or Life Care
Communities (LCC)
Ini adalah komunitas yang dijalankan dan direncanakan untuk
menawarkan pelayanan lengkap tetapi modern. Misalnya saja,
kebanyakan para lansia hanya membutuhkan sedikit pengawasan dan
tidak membutuhkan seseorang untuk bersama mereka sepanjang
waktu.
g. Hospice Care
Hospice care adalah gabungan dari pelayanan rumah dan pelayanan
fasilitas yang disediakan untuk membantu pasien yang sakit parah dan
mendukung (membantu) keluarganya melewati saat-saat sulit.
h. Adult Day Care (tempat penitipan lansia)
Program Adult day care sama seperti tempat penitipan untuk anak-
anak. Tempat ini menyediakan makanan dan pelayanan kepada para
lansia di sebuah komunitas sepanjang hari apabila para pengasuh
mereka (keluarga atau orang lain) ada keperluan atau bekerja.
Pelayanan tipe ini hanya bersifat sementara, pelayanan ini
memungkinkan para pengasuh tetap atau para anggota keluarga lansia
untuk rehat selama beberapa hari atau hanya beberapa jam.
E. Biaya Nursing Home
Seperti layanan kesehatan lainnya, biaya nursing home bisa sangat
mahal, dan faktanya, bisa memicu kebangkrutan secara finansial bila
orang tersebut tidak memiliki asuransi hursing home yang layak untuk
membayar biayanya. Seperti asuransi, biaya nursing homes itu sulit
dipenuhi apabila didasarkan pada budget mereka (Puteri Hanum, 2013).
Menurut salah satu perusahaan asuransi, biaya nursing home terus
menerus menanjak. Data statistik menunjukan bahwa rata-rata biaya
sehari-hati dari sebuah ruangan pribadi pada pelayanan perawatan jangka

35
panjang melewati harga 190 dolar sehari dengan rata-rata 70.000 setahun.
(di Amerika). Ini dua kali lebih besar dari rata-rata pendapatan tahunan
nasional. Untuk perbandingan, Alaska memiliki harga tertinggi yaitu
204.000 dolar atau rata-rata 561 dolar sehari. Dan untuk yang paling
murah adalah 99 dolar sehari atau rata-rata 36 ribu dolar pertahun si
Shreveport, Louisiana (Puteri Hanum, 2013).
Sayangnya , kebanyakan orang tidak memiliki sumber dana yg cukup
untuk ini. Satu-satunya alternatif adalah mendapatkan bantuan pemerintah
melalui program bantuan Medicaid dan Medicare untuk membayar biaya
perawatan Nursing home (Puteri Hanum, 2013).

D. Konsep Pelayanan Lansia di Hospice Care


1. Pengertian
Hospice care adalah bentuk lain pelayanan yang kadang-kadang
diklasifikasikan sebagai long term. Hospice care menyediakan asuhan paliatif
(peringanan penderitaan) dan penunjang bagi penderita penyakit terminal dan
keluarganya. Disini penekanan ditujukan pada pengontrolan gejala dan
persiapan untuk dan penunjang sebelum dan setelah kematian. Hospice care
bisa berdiri sendiri, berbasis rumah sakit, atau berbasis rumah tangga. Hospice
care sebenarnya bukanlah suatu fasilitas, akan tetapi suatu konsep penyediaan
pelayanan kesehatan pada saat diperlukan (Palebangan Devi, 2014).
Hospice care memfokuskan pada pemeliharaan kualitas kehidupan
pasien dan bukan berfokus pada penanganan secara agresif terhadap penyakit
yang dimiliki pasien. Dalam penanganan ini, dukungan psikologis, emosional,
dan spiritual diberikan untuk membantu pasien dan keluarga mereka dalam
menghadapi proses menjelang kematian pasien (Palebangan Devi, 2014).
2. Tujuan Hospice Care
Tujuan hospice care dalam Palebangan Devi (2014) sebagai berikut :
a. Membantu klien dan keluarga memelihara kondisi kesehatan dan
kesejahteraan klien

36
b. Meringankan rasa sakit dan memfasilitasi rasa nyaman klien
c. Mempersiapkan klien dan keluarga untuk menghadapi kondisi penyakit
3. Pelayanan Hospice Care
Pelayanan Hospice care merupakan fase akhir perawatan paliatif, yang
dibuat bagi klien yang sudah tidak mendapat keuntungan dari pengobatan
medis, sudah tidak dapat bertahan hidup lama dari 6 bulan, atau sudah sangat
sekarat. The World Health Organization (2003) dalam Palebangan Devi
(2014), mendefiniskan perawatan paliatif :
a) Mendukung kehidupan, dan menganggap sekarat merupakan suatu proses
normal
b) Tidak mempercepat ataupun menunda kematian
c) Memberikan penghilang rasa nyeri dan gejala tekanan lainnya.
d) Mengintegrasikan aspek psikologis dan spiritual dari perawatan klien
e) Menawarkan sistem dukungan untuk membantu klien hidup seaktif
mungkin sampai meninggal
f) Menawarkan sistem dukungan untuk membantu keluarga beradaptasi
selama klien menderita penyakit dan kehilangan mereka sendiri
g) Meningkatkan kualitas hidup
Bersama dengan klien dan anggota keluarga, anggota tim pelayanan
kesehatan interdisiplin dan kolaborasi menentukan tujuan perawatan dan
memilih intervensi yang sesuai.
Perawatan hospice berfokus pada hal-hal berikut ini :
a) Klien dan keluarga sebagai unit perawatan
b) Perawatan rumah yang terkoordinasi dengan tetap tersedianya tempat tidur
Rumah sakit
c) Mengontrol gejala (fisik, sosiologis, psikologis, dan spiritual)
d) Pelayanan langsung oleh dokter
e) Fasilitas medis dan keperawatan tersedia setiap saat
f) Tindak lanjut proses kehilangan setelah kematian
4. Tujuan Pelayanan Hospice Care

37
a) Meringankan pasien dari penderitaannya
b) Memberikan dukungan moril, spiritual maupun pelatihan praktis dalam hal
perawatan pasien bagi keluarga pasien dan perilaku rawat
c) Memberikan dukungan moril bagi keluarga pasien selama masa duka cita
5. Peranan perawat
Dalam hospice, perawatan yang diberikan juga lebih berfokus pada
perawatan orang yang sedang menghadapi kematian daripada berfokus pada
upaya memenuhi kebutuhan fisiologis mereka. Beberapa peranan perawat
dalam Palebangan Devi (2014), antara lain :
a) Perawat menyelenggarakan pelayanan psikososial
Klien pada akhir kehidupan mengalami suatu variasi gejala psikologis,
misalnya:kecemasan, depresi, perubahan bentuk tubuh, penyangkalan,
ketidakberdayaan, ketidakberdayaan, ketidakyakinan, dan isolasi. Klien
mengalami kesedihan yang mendalam karena tidak mengetahui atau tidak
menyadari aspek dari status kesehatan atau pengobatan mereka. Sediakan
Informasi yang dapat membantu klien memahami kondisi mereka,
perjalanan penyakit mereka, keuntungan dan kerugian dari pilihan
pengobatan, serta nilai-nilai dan tujuan mereka untuk menjaga otonomi
klien yang diganggu oleh ketidaktahuan akan penanganan masa depan
atau ketidakyakinan tentang tujuan pengobatan (Weiner dan Roth, 2006
dalam Palebangan Devi, 2014).
b) Meningkatkan martabat dan harga diri klien
Perihal martabat melibatkan penghormatan diri positif seseorang,
kemampuan untuk menanamkan dan mendapatkan kekuatan dari arti
hidup individu itu sendiri, dan bagaimana individu diobati oleh pemberi
layanan.
Perawat meningkatkan harga diri dan martabat klien dengan
menghormatinya sebagai individu seutuhnya dengan perasaan, prestasi,
dan keinginan untuk bebas dari penyakit (Chochinov, 2002 dalam
Palebangan Devi, 2014). Sangat penting bagi perawat untuk memberikan

38
sesuatu yang klien hormati kewenangannya, pada saat yang sama
memperkuat komunikasi antar-klien, anggota keluarga, dan perawat.
Berikan keleluasan selama prosuder keperawatan, dan sensitif ketika klien
dan keluarga membutuhkan waktu sendiri bersama.
c) Menjaga lingkungan yang tenang dan nyaman
Lingkungan yang nyaman, bersih, menyenangkan membantu klien untuk
beristirahat, mempromosikan pola tidur yang baik dan mengurangi
keparahan gejala.
d) Mempromosikan kenyamanan spiritual dan harapan
Bantu klien membuat hubungan dengan praktik spiritual atau komunikasi
budaya mereka. Klien merasa nyaman ketika mereka memiliki asuransi
bahwa beberapa aspek kehidupan mereka akan melampaui kematian.
Dengarkan secara teratur harapan-harapan klien dan temukan cara untuk
membantu mereka mencapai tujuan yang mereka inginkan.
e) Melindungi terhadap keterbelakangan dan isolasi
Banyak klien dengan penyakit terminal takut untuk mati seorang diri.
Kesendirian membuat mereka jadi ketakutan dan merasa putus asa.
Perawat dalam suatu institusi harus menjawab panggilan klien dengan
cepat dan memeriksa klien sesering mungkin untuk meyakinkan mereka
bahwa seseorang berada didekatnya (Stanley,2002 dalam Palebangan
Devi, 2014).
f) Mendukung keluarga
Anggota keluarga dari klien yang menerima pelayanan paliatif
dipengaruhi oleh tantangan pemberian layanan dan berduka. Kurangnya
informasi merupakan masalah yang banyak dilaporkan anggota keluarga
klien yang sekarat (Kristjanson dan Aoun, 2004 dalam Palebangan Devi,
2014). Mereka membutuhkan dukungan perawat, petunjuk, dan edukasi
selama mereka merawat orang yang mereka cintai.
g) Membantu membuat keputusan akhir kehidupan

39
Klien dan anggota keluarga sering menghadapi keputusan pengobatan
yang kompleks dengan pengetahuan yang terbatas, perasaan takut atau
bersalah yang tidak terselesaikan. Anjurkan klien untuk
mengkomunikasikan dengan jelas keinginannya terhadap perawatan akhir
kehidupan sehingga anggota keluarga dapat bertindak sebagai pengganti
yang tepat ketika klien tidak dapat lagi berbicara untuk dirinya sendiri.

E. Konsep Pelayanan Lansia di Day Care Center


1. Pengertian Program Day Care Service
Program pelayanan harian atau day care adalah sebuah model program
pelayanan sosial untuk lanjut usia bersifat sementara dan dilaksanakan di
dalam atau di luar panti dalam waktu tertentu (maksimal 8 jam) tidak
menginap yang dikelola oleh pemerintah atau masyarakat secara
professional. Secara umum program Day Care diharapkan menjadi
institusi subtitusi keluarga bagi masyarakat yang kesulitan dalam
membantu keluarga dalam memenuhi pemenuhan lanjut usia. Program ini
didesain guna membantu keluarga dalam memenuhi kebutuhan lansia.
Secara konseptual program Day Care tidak mengambil alih tanggung
jawab keluarga akan tetapi sebagai pelengkap dan penunjang pemenuhan
kebutuhan lansia (Asis, A. 2017).

2. Tujuan
Program pelayanan harian lanjut usia Day Care Service dalam Asis, A.
(2017), secara umum memiliki tujuan sebagai berikut:
a) Membantu keluarga dalam memberikan pelayanan terhadap lansia.
b) Menjadi institusi substitusi keluarga dalam proses pemenuhan
kebutuhan lanjut usia,
c) Membantu lansia dalam proses pengembangan dan aktualisasi diri
secara positif,

40
d) Membantu lansia dalam mewujudkan peran dan fungsinya secara
positif guna berdaptasi dengan lingkungannya,
e) Menciptakan hubungan yang harmonis bagi lansia, keluarga dan
masyarakat serta pengelola kegiatan.
3. Prinsip Pelayanan
Pelayanan harian lanjut usia dalam Asis, A. (2017), memegang prinsip
sebagai berikut:
a) Tidak mengambil alih tanggung jawab keluarga terhadap lanjut usia,
melainkan melengkapi dan menunjang pemenuhan kebutuhan lanjut
usia,
b) Tidak memisahkan lanjut usia dengan keluarga dan masyarakat,
c) Memberikan pelayanan prima yaitu pelayanan yang tanggap, cepat,
dan paripurna,
d) Menerapkan nilai-nilai penerimaan, individualisasi, kerahasiaan,
partisipasi dan tidak diskriminatif,
e) Pelayanan dilaksanakan secara terpadu dan menyeluruh dengan
melibatkan berbagai propesi berbagai profesi sesuai kebutuhan lanjut
usia.
4. Fungsi Pelayanan Harian Lanjut Usia (Day Care Services)
Pelayanan Harian Lanjut Usia atau Day Care Services dalam Asis, A.
(2017), memiliki beberapa fungsi sebagai berikut:
a) Fungsi Pengganti Sementara
Menggantikan tugas dan tanggung jawab keluarga dalam memelihara
dan merawat lanjut usia yang disebabkan oleh kesibukan atau alasan
lain secara sementara, seperti pemenuhan kebutuhan makan, kasih
sayang dan perhatian.
b) Fungsi Pendukung
Memberikan pelayanan dukungan terhadap kegiatan perawatan dan
pemeliharaan lanjut usia, seperti pelayanan conselling bagi lanjut usia.
c) Fungsi Alternatif

41
Memberikan alternatif pelayanan sosial lanjut usia bagi keluarga yang
tidak mampu sepenuhnya melaksanakan tugas perawatan dan
memelihara terhadap lanjut usia karena berbagai faktor.
d) Fungsi Perlindungan
Menyediakan pelayanan perlindungan bagi lanjut usia dari perlakuan
salah dan tindak kekerasan.
e) Fungsi Informatif
Menyediakan dan memberikan informasi tentang hal yang berkaitan
dengan kehidupan dan pelayanan harian lanjut usia, keluarga dan
masyarakat seperti menyediakan buku (perpustakaan) sebagai
(Laporan Pelaksanaan Day Care Services).

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Peningkatan populasi lansia diikuti dengan berbagai persoalan-persoalan yang
dialami lansia, seperti; penurunan kondisi fisik dan psikis, menurunnya
penghasilan akibat pensiun, kesepian akibat ditinggal oleh pasangan atau teman
seusia mereka. Oleh karena itu, diperlukan adanya suatu perhatian dan penanganan
khusus bagi lansia tersebut. Upaya untuk mengatasi berbagai persoalan lansia,
maka pemerintah dalam hal ini Depertemen Sosial mengupayakan suatu wadah

42
atau sarana untuk menampung lansia dalam satu institusi yaitu Panti Pelayanan
Sosial atau dikenal dengan Panti Werdha. Adapun pelayanan lainnya seperti
nursing home, hospice care, dan day care center.
Menurut World Health Organization (WHO), lansia adalah seseorang yang
telah memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia merupakan kelompok umur pada
manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Kelompok
yang dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu proses yang disebut Aging Process
atau proses penuaan.
Panti Sosial Tresna Werdha merupakan institusi hunian bersama dari para
lansia yang secara fisik atau kesehatan masih mandiri, akan tetapi telah mengalami
keterbatasan terutama mempunyai keterbatasan di bidang sosial ekonomi.
Nursing home adalah perpaduan perawat kesehatan masyarakat dan
ketrampilan tekhnis yang terpilih dari perawat spesialis yang terdiri dari kumpulan
perawat komunitas, seperti perawat gerontologi, perawat psikiatri, perawat ibu dan
anak, perawat kesehatan masyarakat, dan perawat medikal – bedah.
Hospice care adalah bentuk lain pelayanan yang kadang-kadang
diklasifikasikan sebagai long term. Hospice care menyediakan asuhan paliatif
(peringanan penderitaan) dan penunjang bagi penderita penyakit terminal dan
keluarganya. Disini penekanan ditujukan pada pengontrolan gejala dan persiapan
untuk dan penunjang sebelum dan setelah kematian
Program pelayanan harian atau day care adalah sebuah model program
pelayanan sosial untuk lanjut usia bersifat sementara dan dilaksanakan di dalam
atau di luar panti dalam waktu tertentu (maksimal 8 jam) tidak menginap yang
dikelola oleh pemerintah atau masyarakat secara professional.

B. Saran
Diharapkan perawat sebagai pemberi pelayanan baik itu di panti werdha, nursing
home, hospice care dan day care center sebelum terjun dalam pemberian
Tindakan hendaknya melakukan analisis terkait kehidupan lansia, lingkungan
keluarga. Perawat perlu memiliki strategi dalam menjalankan perawatan dengan

43
tidak mengesampingkan aspek interaksi sosial, kepercayaan, cara adaptasi dan
mengikutsertakan lansia dan keluarga dalam perawatan.

DAFTAR PUSTAKA

Afriansyah, A., & Santoso, M. B. (2019). Pelayanan Panti Werdha Terhadap


Adaptasi Lansia. Responsive: Jurnal Pemikiran Dan Penelitian Administrasi,
Sosial, Humaniora Dan Kebijakan Publik, 2(4), 190-198. Diakses pada
tanggal 26 April 2021, diunduh pada
http://journal.unpad.ac.id/responsive/article/view/ 22925
Asis, A. (2017). Efektivitas Program Day Care Service terhadap Pelayanan Sosial
Lanjut Usia di PSTW Gau Mabaji Kabupaten Gowa (Doctoral dissertation,
Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar). Diakses pada tanggal 27 April
2021, diunduh pada http://repositori.uin-alauddin.ac.id/8125/1/Abdul%20
Asis.pdf

44
Azizah, A. N. (2016). Panti Sosial Tresna Werdha di Kabupaten Magelang dengan
Pendekatan Konsep Home (Doctoral dissertation, Universitas Negeri
Semarang). http://lib.unnes.ac.id/23351/1/5112411005.pdf

Azzahro, A. H. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Lansia Penderita Gout Arthritis


Dengan Masalah Keperawatan Hambatan Religiositas Di Uptd Pstw
Magetan Asrama Ponorogo (Doctoral dissertation, Universitas
Muhammadiyah Ponorogo). Diakses pada tanggal 26 April 2021, diunduh
pada http://eprints.umpo.ac.id/5035/
Balai Pelayanan Tresna Werdha Yogyakarta. Diakses pada tanggal 29 April 2021,
diunduh pada http://dinsos.jogjaprov.go.id/bpstw
Handayani, Sumarni (2015) Landasan Konseptual Perencanaan Dan Perancangan
Panti Wredha Di Kota Yogyakarta, DIY. S1 thesis, UAJY. Diakses pada
tanggal 26 April 2021, diunduh pada http://e-journal.uajy.ac.id/8453/

Luh Gede Sri,dkk. Pelayanan Lansia Dengan Nursing Home Dan Home Care.
Diakses pada tanggal 27 April 2021, diunduh pada
https://pdfcoffee.com/pelayanan-lansia-dengan-nursing-home-dan-home-care-
pdf-free.html

Luhur, U. B. (2016). Pembinaan Lanjut Usia Melalui Day Care Service Di Balai
Pelayanan Sosial Tresna Werdha Yogyakarta. Diakses pada tanggal 26 April
2021, diunduh pada https://core.ac.uk/download/pdf/78027641.pdf

Masady, Harfah. 2014. Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat


Perkotaan Pada Kakek S (82Th) Dengan Masalah Resiko Jatuh Di Wisma
Flamboyan PSTW Budi Mulia 01 Cipayung. Diakses pada tanggal 26 April
2021, diunduh pada http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-4/20391106-PR-
Harfah.pdf

Prabandewi Swastika Della. 2014 Peran Pekerja Sosial Di Panti Sosial Tresna
Werdha (PSTW) Yogyakarta Unit Budi Luhur Dalam Meningkatkan
Kesejahteraan Lanjut Usia. Diakses pada tanggal 29 April 2021, diunduh pada
https://core.ac.uk/download/pdf/33530886.pdf
Palebangan Devi. 2014. Konsep Dying and Hospice Care Diakses pada tanggal 27
April 2021, diunduh pada https://www.academia.edu/8508856/Konsep_
Dying_and_Hospice_care

Puteri, Hanum. 2013. Nursing Home. Diakses pada tanggal 27 April 2021, diunduh
pada https://www.scribd.com/doc/193188167/Nursing-Home

45
Safitri, A. (2014). Panti Sosial Tresna Werdha Kota Pontianak. Jurnal Online
Mahasiswa S1 Arsitektur UNTAN, 3(1). Diakses pada tanggal 26 April 2021,
diunduh pada https://jurnal.untan.ac.id/index.php/jmarsitek/article/view/
10751/10275

Setyaningrum, N. (2012). Upaya Peningkatan Pelayanan Sosial Bagi Lansia Melalui


Home Care Service di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Yogyakarta Unit
Budhi Luhur. Diakses pada tanggal 26 April 2021, diunduh pada
https://eprints.uny.ac.id/9766/

46

Anda mungkin juga menyukai