Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK

LANSIA PEMBANGUNAN DI INDONESIA

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas pada mata kuliah “Keperawatan Gerontik”

DOSEN PENGAMPU:

Drs. H. Zulkifli,S.Kep MMKes.MM

DISUSUN OLEH:

MUHAMMAD SAIBAN AMRULLOH (P07120420027)

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN MATARAM

PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN PROFESI NERS

T.A. 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah Swt. atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai selesai. Tidak lupa saya mengucapkan terima
kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan
sumbangan baik pikiran maupun materi.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan
dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan saya berharap lebih jauh lagi agar
makalah ini bisa pembaca praktikkan dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi saya sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman saya.
Untuk itu saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..............................................................................................1
DAFTAR ISI .............................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN .........................................................................................3
1.1 LATAR BELAKANG ........................................................................3
1.2 TUJUAN .............................................................................................4
1.3 RUMUSAN MASALAH ...................................................................4
BAB II PEMBAHASAN ..........................................................................................5
2.1 PEMBANGUNAN LANSIA DI INDONESIA ................................5
BAB III PENUTUUP ................................................................................................10
3.1 KESIMPULAN ..................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................11
BAB I

PENDAHULUA

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Keberhasilan Pembangunan Nasional memberikan dampak

meningkatnya Umur Harapan Hidup (UHH) yaitu dari 68,6 pada tahun 2004

menjadi 70,6 pada tahun 2009. Meningkatnya UHH menyebabkan peningkatan

jumlah lanjut usia, dimana pada tahun 2020 diperkirakan mencapai 28,8 juta

jiwa. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang

Kesehatan menyebutkan bahwa upaya untuk meningkatkan dan memelihara

kesehatan masyarakat termasuk lanjut usia dilaksanakan berdasarkan prinsip

non diskriminatif, partisipatif dan berkelanjutan. Setiap upaya untuk

meningkatkan derajat kesehatan masyarakat merupakan investasi bagi

pembangunan negara. Prinsip non diskriminatif mengandung makna bahwa

semua masyarakat harus mendapatkan pelayanan kesehatan termasuk lansia

(Soewono, et al., 2010).

Usia harapan hidup (UHH) yang semakin meningkat juga membawa

konsekuensi tersendiri bagi semua sektor yang terkait dengan pembangunan.

Bukan hanya pada sektor kesehatan tetapi juga sektor ekonomi, sosial, budaya,

dan sektor lainnya. Oleh karena itu, peningkatan jumlah penduduk lansia perlu

diantisipasi, dimulai dari sektor kesehatan dengan mempersiapkan layanan

keperawatan yang komprehensif bagi lansia (Effendi & Makhfudli, 2009).

1
2

Penduduk lansia (lanjut usia) dapat digolongkan menjadi 3 yaitu, lansia

muda (60-69 tahun), lansia madya (70-79 tahun), dan lansia tua (80 tahun

keatas). Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan bahwa 24,2 persen provinsi

Indonesia yang memiliki struktur penduduk tua, empat provinsi dengan

proporsi lansia terbesar adalah D.I. Yogyakarta (13,05 persen), Jawa Tengah

(11,11 persen), Jawa Timur (10,96 persen), dan Bali (10,05 persen). Pada tahun

2014 jumlah lanjut usia mengalami peningkatan mencapai 20,24 juta jiwa

(BPS, 2014).

Lanjut Usia (Lansia) adalah usia yang rentan terhadap berbagai macam

masalah kesehatan, yang berhubungan dengan kemunduruan kesehatan fisik.

Penyakit atau gangguan umum akibat kemunduran fisik antara lain : gangguan

pendengaran, bronkhitis kronis, gangguan pada tungkai/sikap berjalan,

gangguan pada koksa/sendi panggul, anemia, demensia, gangguan penglihatan,

ansietas/kecemasan, penyakit kardiovaskuler dan pembuluh darah, penyakit

pencernaan makanan, dekompensasi kordis, diabetes mellitus, osteomalasia,

hipotiroidisme, dan gangguan pada defekasi (Nugroho, 2000).

Meningkatnya jumlah penduduk Lanjut Usia (Lansia) juga menimbulkan

masalah terutama dari segi kesehatan dan kesejahteraan lansia. Jika masalah

tersebut tidak ditangani akan berkembang menjadi masalah yang lebih

kompleks. Masalah yang kompleks pada lansia diantaranya dari aspek fisik,

mental, dan sosial berkaitan dengan kesehatan dan kesejahteraan, sehingga

menyebabkan kebutuhan terhadap pelayanan kesehatan khususnya untuk lansia

juga ikut meningkat (Notoatmodjo, 2007).


3

Seiring dengan semakin tingginya populasi usia lanjut dan sebagai upaya

untuk meningkatkan kesejahteraan lansia, pemerintah telah mencanangkan

berbagai program dan kebijakan guna mewujudkan kesejahteraan usia lanjut.

Salah satunya adalah kebijakan terkait pelayanan kesehatan lansia. Pelayanan

kesehatan lansia bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan dan kualitas

hidup lansia guna mencapai masa tua yang bahagia dan bermanfaat dalam

kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat sesuai dengan keberadaannya.

Sebagai wujud nyata pelayanan sosial dan kesehatan pada kelompok lansia ini,

Pemerintah telah mencanangkan pelayanan kesehatan pada lansia melalui

beberapa jenjang, yaitu pelayanan kesehatan lansia ditingkat masyarakat adalah

Posyandu Lansia, pelayanan kesehatan tingkat dasar adalah Puskesmas, dan

pelayanan kesehatan tingkat lanjutan adalah Rumah Sakit. Posyandu Lansia

adalah Pos Pelayanan Terpadu untuk masyarakat khususnya lansia dalam suatu

wilayah tertentu yang telah disepakati serta digerakkan oleh masyarakat

dimana lansia bisa mendapatkan pelayanan kesehatan (Kuncoro, 2011).

Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) Lanjut Usia adalah suatu wadah

pelayanan kepada lanjut usia di masyarakat, yang proses pembentukan dan

pelaksanaannya dilakukan oleh masyarakat bersama lembaga swadaya

masyarakat (LSM), lintas sektor pemerintah dan non-pemerintah, swasta,

organisasi sosial dan lain-lain, dengan menitikberatkan pelayanan kesehatan

pada upaya promotif dan preventif. Disamping pelayanan kesehatan, di

Posyandu Lanjut Usia juga dapat diberikan pelayanan sosial, agama,

pendidikan, ketrampilan, olahraga dan seni budaya serta pelayanan lain yang
4

dibutuhkan para lanjut usia dalam rangka meningkatkan kualitas hidup melalui

peningkatan kesehatan dan kesejahteraan mereka. Selain itu mereka dapat

beraktifitas dan mengembangkan potensi diri (Soewono, et al., 2010).

Dalam menjalankan kegiatan Posyandu Lansia dibutuhkan juga peran

dari pihak terdekat lansia, yaitu keluarga lansia. Peran keluarga sangat penting

dalam upaya peningkatan derajat kesehatan dan kualitas hidup lansia (lanjut

usia). Terdapat beberapa peran keluarga, diantaranya adalah sebagai perawat

keluarga, sebagai pendorong, inisiator-kontributor, sebagai penghubung

keluarga serta sebagai pencari nafkah. Disamping itu, peran keluarga juga

dapat dilakukan melalui dukungan perubahan perilaku menuju perilaku hidup

bersih dan sehat (PHBS) dalam keluarga, perbaikan lingkungan meliputi

lingkungan fisik, biologis, sosial budaya, begitu juga lingkungan ekonomi.

Peran keluarga berikutnya adalah membantu dalam penyelenggaraan pelayanan

kesehatan (promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif), peran keluarga yang

terakhir ialah ikut serta dalam proses kontrol dan evaluasi pelaksanaan

pelayanan bagi lansia (Depkes RI, 2013).

Menurut penelitian Susilowati (2014) yang berjudul Faktor-faktor yang

mempengaruhi kunjungan lanjut usia ke posyandu lanjut usia desa Tegalgiri

Nogosari Boyolali, ada beberapa faktor yang mempengaruhi diantaranya

adalah status pekerjaan, tingkat pendidikan, sikap lansia, dan dukungan

keluarga. Sedangkan menurut hasil penelitian Suseno (2012) didapatkan

kesimpulan bahwa dukungan keluarga merupaka faktor yang paling kuat

mempegaruhi keaktifan lansia dalam mengikuti kegiatan posyandu lansia.


5

Kurangnya keaktifan lansia (lanjut usia) dalam memanfaatkan pelayanan

kesehatan dalam kegiatan posyandu lansia berdampak pada kondisi kesehatan

lansia yang tidak dapat terpantau dengan baik, sehingga jika lansia mengalami

suatu resiko penyakit akibat penurunan kondisi tubuh, dikhawatirkan hal

tersebut dapat berakibat fatal dan mengancam jiwa lansia itu sendiri. Oleh

sebab itu, diperlukan dukungan keluarga dalam mendukung minat atau

kesediaan lansia untuk mengikuti kegiatan posyandu lansia. Apabila lansia

(lanjut usia) tidak mengikuti posyandu lansia, ada beberapa kemungkinan

buruk yang bisa terjadi, diantaranya adalah lansia menjadi terlantar, turunnya

harga diri lansia, dan mudah merasa tersinggung dikarenakan turunnya

kemampuan fisik.

Dari hasil survei pendahuluan yang telah dilakukan oleh peneliti pada

tanggal 10 Oktober 2016, jumlah rata-rata lansia yang berkunjung dalam

kegiatan posyandu lansia tiga bulan terakhir di seluruh posyandu lansia

wilayah kecamatan Karas, kabupaten Magetan adalah sebanyak 400 orang atau

hanya 7,4% dari sasaran lansia yang berjumlah 5380 orang yang ada di seluruh

desa di wilayah Puskesmas Taji Kecamatan Karas. Sedangkan dari hasil

wawancara kepada 10 lansia yang terdaftar di Posyandu Lansia Desa Ginuk

kecamatan Karas, 9 lansia mengatakan bahwa mereka tidak hadir dalam

kegiatan posyandu lansia tiga bulan terakhir. Dari 9 lansia yang tidak datang ke

posyandu lansia tersebut, 5 lansia mengatakan bahwa mereka tidak ke

posyandu lansia karena tidak ada yang mengantar/menjemput, dan 4 lansia

yang lain mengatakan bahwa mereka tidak ke posyandu lansia karena lupa dan
6

tidak ada yang mengingatkan. Dalam kegiatan posyandu lansia tiga

bulan terakhir di Desa Ginuk tersebut, didapatkan data bahwa dari 930

lansia yang terdaftar, rata-rata hanya 90 orang atau hanya 9,7% yang

hadir/aktif dalam kegiatan posyandu lansia.

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas serta dari

hasil survei pendahuluan yang telah dilakukan oleh peneliti, maka

peneliti ingin mengadakan penelitian tentang hubungan antara

dukungan keluarga dengan tingkat kunjungan lansia dalam kegiatan

posyandu lansia di Desa Ginuk, Kecamatan Karas, Kabupaten Magetan,

Jawa Timur.

1.2 TUJUAN

Untuk mengetahui lansia pembangunan di indonesia

1.3 RUMUSAN MASALAH

Bagaimana pembangunan lansia di indonesia


7

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PEMBANGUNAN LANSIA DI INDONESIA

Kepahiang (29/6) Jumlah penduduk lansia yang membesar ternyata


berpotensi memberikan banyak keuntungan jika mereka tetap tangguh, sehat
dan produktif. Sebagai penduduk senior, mereka memiliki sejumlah
kelebihan. Selain menjadi penyangga Pembangunan Nasional, mereka juga
menjadi pelestari nilai-nilai kesetiakawanan sosial, pemelihara sekaligus
pewaris budaya bangsa kepada generasi sesudahnya. Karena itu, para lansia
butuh dukungan dari keluarga, lingkungan, dan masyarakat sekitar, untuk
membuat mereka merasa aman dan nyaman dalam kehidupan sehari-hari.

“Lansia bukanlah beban negara. Justru mereka adalah ‘penyangga


pembangunan’, karena para lansia dengan kematangan pola hidup dan
pikirnya merupakan 'penjaga nilai', menjadi tuntunan hidup antar generasi.
Kita semua sepakat bahwa menjadikan lansia sejahtera lahir dan batin bukan
hanya tugas dan tanggung jawab pemerintah saja melainkan juga tanggung
jawab masyarakat termasuk organisasi sosial, organisasi profesi, akademi,
LSM dan kelompok masyarakat lainnya. Peran masyarakat dalam
meningkatkan kualitas lansia dapat menjadi daya ungkit dalam
meningkatkan kesejahteraan bangsa dan negara,” ujar Staf Ahli Menteri
Bidang Pengetasan Kemiskinan Kementerian Pemberdayaan Perempuan
dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) pada Pertemuan Akbar Nasional
Bersama 3.000 Lansia yang merupakan rangkaian Peringatan Hari Lanjut
Usia Nasional (HLUN) Tahun 2019 di Kab. Kepahiang, Provinsi Bengkulu.

Berdasarkan Data Sensus Ekonomi Nasional (Susenas) Badan Pusat


Statistik (BPS) 2017, jumlah lansia sebanyak 23,4 juta jiwa atau 8,97 persen
dari total penduduk Indonesia. Nantinya pada 2050, 1 dari 4 penduduk
8

Indonesia adalah penduduk lansia dan lebih mudah menemukan penduduk


lansia dibandingkan bayi atau balita.

Pemilihan Kab. Kepahiang sebagai lokasi pertemuan akbar bersama


lansia ini bukan tanpa alasan, namun melihat komitmen Kab. Kepahiang
dalam memberikan ruang dan penghargaan pada jasa-jasa kelompok lansia. 

“Diperlukan upaya sinergis dan strategis yang pro lansia dalam


memberdayakan mereka agar lebih sehat, produktif, kreatif, mandiri, dan
sejahtera. Hal ini dapat dilakukan melalui kewirausahaan dan kegiatan
kreatif yang mampu merangsang produktivitas ekonomi para lansia,” ujar
Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah.

Bupati Kepahiang, Hidayattullah Sjahid mengatakan bahwa di Kab.


Kepahiang telah dibentuk kelompok kerja model lanjut usia responsif
gender Maju Mandiri Sejahtera dan kelompok lansia di setiap
desa/kelurahan. Kegiatan pada kelompok lansia tersebut antara lain senam
lansia, posyandu lansia, dan kelompok usaha bersama (KUBE) lansia. Kab.
Kepahiang juga telah memiliki pondok silaturahmi lansia yang merupakan
kepedulian dari tokoh masyarakat untuk menyediakan tempat berkumpulnya
lansia. 

Melalui Pertemuan Akbar Nasional Bersama 3.000 Lansia dengan tema


“Gerakan Sayangi Lansia, Semua Lansia adalah Orangtua Kita”, Kemen
PPPA ingin menandai puncak Peringatan HLUN yang rencananya akan
dilaksanakan pada 4 Juli 2019 di Bandung dengan acara yang
menggembirakan untuk kelompok lansia, khususnya dalam memberikan
kebahagiaan bagi lansia dengan berkumpul bersama komunitasnya.

“Melalui kegiatan ini, diharapkan seluruh pemangku kepentingan juga


mampu memahami pentingnya perlindungan dan pemberdayaan kelompok
lansia, khususnya perempuan lansia, dan lansia pada umumnya. Kepada
sahabat lansia, saya mengajak untuk selalu bahagia dengan melakukan
9

beberapa hal, yakni selalu berpikir positif, melakukan hobi dan mengelola
diri dalam hal makanan dan gerak badan. Ayo selalu berdoa agar terus
diberkati, jangan bosan untuk mengingatkan dan mencontohkan yang baik
kepada generasi muda,” tutup Titi Eko.

Jakarta (25/08) - Hasil Sensus Penduduk Indonesia pada tahun 2020


menunjukkan persentase penduduk Lansia sebesar 9,78% mengalami
kenaikan dibanding tahun 2010 silam sebesar 7,59%. Lansia merupakan
salah satu kelompok risiko yang mempunyai tiga karakteristik faktor risiko
yaitu biologis, sosial-lingkungan, dan  gaya hidup. Proses lansia agar
disikapi secara bijak, sehingga lansia dapat menikmati hari tua mereka
dengan sehat dan bahagia. 

 Plt. Asisten Deputi Bidang Pemberdayaan Disabilitas dan Lansia


Kemenko PMK Ade Rustama mengatakan bahwa pentingnya program
pembinaan ketahanan keluarga lanjut usia dan renta demi terciptanya
penuaan yang sehat.

"Penuaan yang sehat yaitu tentang mempertahankan kemampuan


fungsional yang memungkinkan seseorang melakukan hal-hal yang mereka
hargai, dengan ini pemerintah juga ikut serta dalam menyediakan sarana dan
prasarana yang dibutuhkan oleh para lansia" ucapnya saat memberikan
pengantar pada Rakor Kebijakan Program Pembinaan Ketahanan Keluarga
Lansia dan Rentan secara daring, pada Rabu (25/08). 

Direktur Direktorat Bina Ketahanan Keluarga Lansia dan Rentan Badan


Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Erisman
menjelaskan bahwa saat ini pemerintah sudah memiliki Program Lansia
Tangguh. 

"Program Lansia Tangguh ini dikelola oleh Bina Keluarga Lansia


(BKL) yang diukur melalui tujuh dimensi lansia tangguh yaitu dimensi
spiritual, kesehatan fisik, lingkungan, intelektual, emosional, profesional,
1
0

dan sosial kemasyarakatan. Sehingga nantinya seseorang atau kelompok


lansia dapat mampu beradaptasi terhadap proses penuaan secara positif
sehingga mencapai masa tua berkualitas dalam lingkungan yang nyaman"
ujarnya.

Selain itu pemerintah juga memiliki Program Pendampingan Perawatan


Jangka Panjang yaitu memberikan pemahaman dan keterampilan dalam
Pendampingan dan Perawatan Jangka Panjang bagi keluarga yang
mempunyai Lansia yang sudah tidak dapat merawat dirinya sendiri melalui
kelompok Bina Keluarga Lansia (BKL).

Pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul dan


berkualitas menjadi fokus pemerintah untuk membawa Indonesia Maju pada
tahun 2045. Pembangunan SDM ini dilakukan mulai dari masa prenatal
sebelum kelahiran, hingga memasuki lanjut usia (lansia). Fase lanjut usia
juga menjadi penentu dan menjadi pilar pembangunan nasional.

Pemerintah tengah menyiapkan agar SDM lansia bisa mandiri,


sejahtera, dan bermartabat di usia senjanya. Ini telah dipersiapkan sejak dini
dengan menyiapkan investasi lapangan kerja yang produktif sejak dini
kepada generasi muda.

Pemerintah juga telah memiliki Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 88


Tahun 2021 tentang Strategi Nasional Kelanjutusiaan. Perpres ini juga
menjadi payung hukum dalam koordinasi lintas sektor dalam menjalankan
program-program kelanjutusiaan.

Asisten Deputi Pemberdayaan Disabilitas dan Lanjut Usia Kementerian


Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko
PMK) Ponco Respati Nugroho menjelaskan, salah satu langkah yang perlu
dilakukan untuk mewujudkan visi Stranas Kelanjutusiaan dan membuat
1
1

lansia mandiri dan sejahtera adalah dengan mewujudkan ketahanan keluarga


lansia.

Ponco menerangkan, keluarga harus diberikan pemahaman mengenai


pentingnya dalam mendampingi dan merawat lansia. Menurutnya, keluarga
menjadi salah satu pilar untuk pemberdayaan lansia di Indonesia.

"Substansi ketahanan keluarga yakni bagaimana keluarga harus


dipersiapkan untuk hidup bersama lansia, merawat, dan turut
memberdayakannya," ujarnya dalam Rapat Koordinasi Pembahasan Progres
Program Bina Keluarga Lansia, pada Selasa (2/11).

Direktur Bina Ketahanan Keluarga Lansia BKKBN Erisman


menjelaskan, saat ini BKKBN telah memiliki program Bina Keluarga
Lansia (BKL). Kegiatan pokok BKL meliputi kegiatan penyuluhan,
kunjungan rumah, dan pencatata serta pelaporan.

Erisman menjelaskan, program ini bertujuan untuk meningkatkan


pengetahuan serta keluarga yang memiliki anggota keluarga lansia atau
untuk lansia itu sendiri.

"Program ini guna meningkatkan kualitas hidup dalam mewujudkan


lansia tangguh dan sejahtera," ucapnya.

Selain itu, Erisman menerangkan, BKKBN juga memiliki program


Sekolah Lansia untuk mewujudkan lansia tangguh, meningkatkan
pemahaman dan pengetahuan lansia, terkait kesehatan fisik, kehidupan
sosial dan ekonomi, serta lingkungan. Selain itu, juga ada Gerakan Lansia
Tangguh, serta platform online Go-Lantang untuk mewujudkan lansia
tangguh.

Asdep Ponco menambahkan, diharapkan dengan adanya program-


program dari BKKBN, keluarga dapat memahami kebutuhan lansia untuk
perawatan jangka panjang berdasarkan indikasi perawatan, memahami
model perawatan jangka panjang yang dapat dilakukan oleh keluarga
1
2

melalui BKL, melaksanakan langkah-langkah perawatan jangka panjang


oleh keluarga, dan mengembangkan konsep pelatihan perawatan jangka
panjang.

BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Lansia adalah kelompok usia yang perlu memperoleh perlindungan


dan perhatian lebih dari semua pihak. Tidak hanya pemerintah, namun
kelompok masyarakat diharapkan bisa memberikan layanan bagi lansia.
Kelompok lansia adalah mereka yang berusia 60 tahun keatas dan
memiliki permasalahan dan kebutuhan yang kompleks. Kelompok lansia
sama dengan kelompok usia lainnya yang memerlukan pemenuhan
kebutuhan pangan yang layak, bersosialisasi dan interaksi sosial, olahraga,
penyeluran bakat dan hobby, termasuk juga pemenuhan kebutuhan psikis
seperti bimbingan keagamaan dan rekreasi.

Salah satu program yang dilakukan pemerintah adalah program


daycare, yang tidak saja bisa dilakukan pemerintah, namun secara mudah
bisa diadopsi oleh kelompok-kelompok dalam masyarakat. Kegiatan yang
hanya dilaksanakan beberapa jam dalam sehari, mampu memberikan
dampak positif bagi kehidupan sehari-hari para lansia. Namun dengan
berbagai alasan dan kendala sampai saat ini, program daycare belum bisa
diselenggarakan oleh kelompok-kelompok masyarakat secara luas.
1
3

Ada beberapa motif yang ditemukan dari lansia berkaitan dengan


alasan keikutsertaan dalam program day care di PSTW Sabai Nan Aluih
Sicincin. Terkait because motif , pertama ditemukan bahwa lansia ikut
dalam program karena ini adanya informasi positif tentang day care, baik
itu lewat pengalaman orang lain, leaflet atau melalui sosialisasi yang
dilakukan pihak panti.. Kedua adanya dukungan dari keluarga, disadari
maupun tidak dukungan keluraga menjadi penting. Lansia biasanya
memiliki tugas tambahan untuk merawat cucu.ketika tidak ada dukungan
dari anak atau pasangan maka dipastikan lansia enggan untuk ikut dalam
program day care. Ketiga prosedur perekrutan dan aturan yang sederhana
juga salah satu yang menjadi motif sebab (because motive) dalam
mengikuti program day care PSTW Sabai Nan Aluih. Keempat adanya
sarana transportasi, antar jemput lansia untuk melakukan akvitas di PSTW
Sabai Nan Aluih Sicincin.

Sementara itu, in order motives yang ditemukan adalah keinginan


untuk melakukan interaksi sosial, kedua adalah keinginan untuk hidup
sehat, dan in order to motive ketiga adalah harapan bisa berekreasi ke
tempay-tempat wisata bersama lansia lainnya
1
4

DAFTAR PUSTAKA

(Effendi & Makhfudli, 2009). (Soewono, et al., 2010). (Nugroho,


2000). (Notoatmodjo, 2007).(Kuncoro, 2011).(Soewono, et al., 2010).
(Depkes RI, 2013).
Dewi SR. (2015). Buku ajar keperawatan gerontik. Yogyakarta:
Deepublish.

Farzianpour F, Mohammad A, Sayyed MH, Bakhtiar P, Shadi H.


(2012). Evalua- tion of Quality of life the elderly popu- lation covered by
healthcare center of marivan and the influencing demo- graphic and
background factor. Irani- an Red Cresent Medical Journal. 14(11): 695-
696.

Henderson A, Buchwald D, Manson SM (2006). Relationship of


Medication Use to Health-Related Quality of Life Among a Group of
Older American. J appl gerontol. 20(10): 1-15.

Kemenkes RI (2013).Gambaran Kesehatan Lanjut Usia. Buletin


Jendela Data dan Informasi. X(1). Jakarta.
1
5

Kosim N, Nanik I, Siti K (2015). Faktor yang mempengaruhi kualitas


hidup penduduk di Desa Sentul Kecamatan Smber Suko Kabupaten
Lumajang. Artikel Ilmiah Mahasiswa. Jember: UNEJ.

Kathiravellu SC (2015).Hubungan status depresi terhadap kualitas


hidup lansia di wilayah kerja puskesmas Petang IIKabupaten Badung Bali.
Intisari Saint Medis. 6(1):92-101.

Naumova E, Ivanova M, Pawelec G, Constantinescu I, Boqunia KK,


Lange A, Oquz F, Ozdilli K, Franceschi C, Caruso C, Mishra M,
Middleton D. (2013). Immunogenetics of aging. International journal
immunogenet. 40(1): 77-81.

Padila (2013). Buku ajar keperawatan gerontik. Yogyakarta: Nuha


Medika.

Papalia, Diane E, Olds SW, Feldman RD, Gross D (2009). Human


Development (Tenth edition). Boston: Mc Graw Hill.

PBB (2015). World Population Ageing 2015. New York: Department


ofEconomics and Social Affairs.

Putri ST, Fitriana LA, Ningrum A, Sulastri A (2014). Studi


Komparatif: Kualitas Hidup Lansia yang Tinggal Bersama Keluarga dan
Panti. Tesis. Jakarta: Program Studi keperawatan FPOK Universitas
Pendidikan Indonesia.

Rohmah AI, Purwaningsih, Bariyah K (2012). Kualitas Hidup Lanjut


Usia. Jurnal keperawatan. 120-132.

Setyoadi N, Ermawati (2010). Perbedaan Tingkat Kualitas Hidup pada


Lansia Wanita di Komunitas dan Panti. Diakses melalui
http://ejournal.umm. ac.id/index.php/keperawatan/article/
viewFile/621/641_umm_sciencetific_ journal.pdf

Anda mungkin juga menyukai