KESEJAHTERAAN LANSIA
Dosen pembimbing :
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan
baik dan tepat pada waktunya. Dalam makalah ini kami membahas mengenai Isu-Isu
Strategis Untuk Promosi Kesehatan Dan Kesejahteraan Lansia. Kami menyadari bahwa
masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh karena itu kami
mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang dapat membangun.
Kritik dari pembaca sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan makalah
selanjutnya.
Terimakasih telah meluangkan waktu untuk membaca makalah ini,kami
sampaikan terimakasih.
Kelompok 1
DAFTAR ISI
A. Latar Belakang
Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang berbudaya luhur, memiliki ikatan
kekeluargaan yang mencerminkan nilai-nilai keagamaan dan budaya yang
menghargai peran serta kedudukan para lanjut usia dalam keluarga maupun
masyarakat, Sebagai warga yang telah berusia lanjut, para lanjut usia mempunyai
kebajikan ,kearipan serta pengalaman berharga yang dapat di teladani oleh generasi
penerus dalam pembangunan nasional. Seiring dengan kemajuan teknologi dan ilmu
pengetahuan telah memicu timbulnya berbagai perubahan dalam masyarakat,
dengan meningkatkan angka harapan hidup.
Dari hasil sensus penduduk yang dilaksakan oleh BPS menunjukan pada tahun 2000
usia harapan hidup di Indonesia mencapai 67 dari populasi lanjut usia yang di
perkirakan 17 juta orang. Padatahun 2020 jumlah penduduk lanjut usia Indonesia
diproyeksika nmencapai 28 juta orang yang berusia 71 tahun. Perubahan komposisi
penduduk lanjut usia menimbulkan berbagai kebutuhan baru yang harus dipenuhi,
sehingga dapat pula menjadi permasalahan yang komplek bagi lanjut usia,baik
sebagai individu keluarga mau pun masyarakat.
Keberadaan usia lanjut ditandai dengan umur harapan hidup yang semakin
meningkat dari tahun ke tahun , hal tersebut membutuhkan upaya pemeliharaan
serta peningkatan kesehatan dalam rangka mencapai masa tua yang sehat, bahagia,
berdaya guna, dan produktif (pasal 19 UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan).
Guna mengatasi lanjut usia, diperlukan program pelayanan kesejahteraan
social lanjut usia yang terencana, tepat guna dan tetap memiliki karakteristik.
Sebagaibangsa yang menjamin keharmonisan hubungan di antara anak, Three in one
roof, yang artinya bahwa suasana hubungan yang harmonis antar ketiga generasi
akan terus terjalin sepanjang masa, walaupun saat ini mereka cenderung tidak
tinggal bersama dalam satu rumah. Namun semangatnya masih terpatri dalam satu
atap kebersamaan.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian geriatri?
2. Bagaimana strategi dan kebijakan pelayanan kesehatan lanjut usia di
Indonesia?
3. Apa saja isu-isu, strategi dan kegiatan untuk promosi kesehatan dan
kesejahteraan lansia?
4. Bagaimanakah promosi kesehatan dan strategi proteksi kesehatan untuk
komunitas lansia?
5. Bagaimana peran perawat dalam promosi kesehatan untuk lansia?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui geriatric.
2. Untuk mengetahui strategi dan kebijakan pelayanan kesehatan lanjut usia di
Indonesia.
3. Untuk mengetahui saja isu-isu, strategi dan kegiatan untuk promosi
kesehatan dan kesejahteraan lansia.
4. Untuk mengetahui promosi kesehatan dan strategi proteksi kesehatan untuk
komunitas lansia.
5. Untuk mengetahui peran perawat dalam promosi kesehatan untuk lansia.
BAB II
CASE REPORT
Kampus Bina Widya Km. 12,5 Simpang Baru Panam, Pekanbaru 28293,
Telp/Fax (0761) 63277
PENDAHULUAN
Upaya untuk meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat khususnya
orang miskin telah dilakukan oleh pemerintah. Pembangunan nasional sebagai
upaya mewujudkan tujuan negara sebagaimana tertuang dalam pembukaan
Undang- Undang Dasar 1945, kemudian daripada itu untuk membentuk suatu
pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum.
Secara khusus salah satu sasaranya, diatur dalam pasal 34 UUD 1945 yang
berbunyi fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.
Sebagaimana tertuang dalam UU No. 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan
Sosial, negara telah melakukan penyelenggaraan pelayanan dan pengembangan
kesejahteraan sosial secara terencana, terarah dan berkelanjutan untuk
mewujudkan kehidupan yang layak dan bermartabat, serta untuk memenuhi hak
dasar atas warga negara demi tercapainya kesejahteraan sosial.
Penyelenggaraan kesejahteraan sosial meliputi:
1. rehabilitasi sosial;
2. jaminan sosial;
3. pemberdayaan sosial; dan
4. perlindungan sosial.
Penyelenggaraan kesejahteraan sosial menjadi tanggung jawab pemerintah dan
pemerintah daerah. Pemerintah daerah sendiri terdiri atas pemerintah provinsi
dan pemerintah kabupaten/kota. Pemerintah dan pemerintah daerah
melakukan koordinasi dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian
penyelenggaraan kesejahteraan sosial.
Berdasarkan Sensus Penduduk tahun 2012 jumlah penduduk lanjut usia
Indonesia mencapai 18.043.721 jiwa dengan sebaran sebanyak 8,36 juta jiwa di
daerah perkotaan dan sisanya sebanyak 10,44 juta jiwa di daerah pedesaan.
Pada tahun yang sama, Pusat Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial
Kementrian Sosial RI mencatat 2.851.606 jiwa mengalami keterlantaran, dimana
sampai saat ini jumlah lansia yang telah dilayani baru 26.500 orang (Kementerian
Sosial RI a, 2012).
Jumlah lanjut usia terlantar di Provinsi Riau juga sangat mengkhawatirkan.
Berikut adalah rincian jumlah lanjut usia terlantar dari tahun 2007 hingga 2012
berdasarkan masing-masing kabupaten di seluruh Provinsi Riau.
Tabel 1
Rincian jumlah lanjut usia terlantar di Provinsi Riau 2007-2012
Tahu
n
No Kabupaten/Kota Jumlah
2007 2008 2009 2010 2011 2012
1 Kota Pekanbaru 330 397 412 412 41 382 2.345
2
2 Kota Dumai 2.56 347 253 5 5 6 3.238
7 1
3 Kabupaten Kampar 4.48 - 4.485 4.485 4.485 4.485 22.425
5
4 Kabupaten Kuansing 1.27 5 2.523 2.065 2.000 2.000 9.918
7 3
5 Kabupaten Rokan Hulu 1.47 - 1.473 1.473 1.473 805 6.697
3
6 Kabupaten Rokan Hilir - - - - - - -
7 Kabupaten Inderagiri 303 7 718 3.682 3.682 377 8.769
Hulu
8 Kabupaten Inderagiri 2.84 - 110 3.581 - 1.974 8.507
Hilir 2
9 Kabupaten Bengkalis 1.51 4 1.516 3.947 3.947 3.947 14.877
6
10 Kabupaten Pelalawan 1.12 - 1.123 1.255 1.255 1.602 6.358
3
11 Kabupaten Siak Sri 10.1 - 10.15 264 25 451 21.277
Inderapura 54 4 4
12 Kabupaten Meranti - - - 1.482 25 253 1.988
3
Juml 26.0 808 22.77 22.65 17.76 16.37 106.46
ah 70 6 1 6 7 2
Sumber: Dinas Sosial Provinsi Riau, 2012
Tabel 2
Jumlah Lanjut Usia Berdasarkan Asal Daerah
Tahu
N Kabupaten/Kota n Jumla
o h
200 200 200 201 201 201
7 8 9 0 1 2
1 Kota Pekanbaru 38 43 43 54 44 40 26
2
2 Kota Dumai 5 4 5 2 3 1 20
3 Kabupaten Kampar 11 14 13 6 9 10 63
4 Kabupaten Kuansing 1 2 1 - 2 3 10
5 Kabupaten Rokan Hulu 2 - - 1 1 2 6
6 Kabupaten Rokan Hilir - - - - - - -
7 Kabupaten Inderagiri Hulu - - 1 1 2 2 6
8 Kabupaten Inderagiri Hilir 3 2 3 3 4 4 19
9 Kabupaten Bengkalis 1 1 1 1 1 4 9
10 Kabupaten Pelalawan 1 1 1 1 1 1 6
11 Kabupaten Siak Sri - - - - 1 1 2
Inderapura
12 Kabupaten Meranti 3 3 2 1 2 2 13
Juml 65 70 70 70 70 70 41
ah 5
Sumber: UPT PSTW Khusnul Khotimah Provinsi Riau, 2012
Dari data-data diatas dapat dilihat bahwa masalah lanjut usia terlantar di
Provinsi Riau masih memerlukan perhatian yang lebih agar terciptanya dan
meningkatnya kesejahteraan sosial bagi lanjut usia. Berdasasrkan laporan
tahunan Dinas Sosial Provinsi Riau dari tahun 2007 hingga 2012, peningkatan
kesejahteraan sosial bagi lanjut usia belum dapat dilakukan pada seluruh lanjut
usia terlantar yang menjadi sasaran dari UPT PSTW Khusnul Khotimah Provinsi
Riau yang disebabkan oleh berbagai hal terutama keterbatasan ketersediaan
anggaran dan kurangnya koordinasi dan sharing anggaran dari Pemerintah
Kabupaten/Kota dalam berbagai program dan kegiatan. Kemudian terbatasnya
tenaga administrasi operasional, pendamping yang terampil dalam bidang
kesejahteraan sosial sesuai dengan profesi pekerjaan sosial, hal ini disebabkan
kurangnya atensi pemerintah Kabupaten/Kota dan masyarakat serta kesadaran
dalam peningkatan kesejahteraan sosial dan pemberdayaan sosial bagi lanjut
usia di daerah Kabupaten/Kota. Sementara lanjut usia tersebut pada umumnya
mengalami gangguan kesehatan sehingga memerlukan penanganan khusus. UPT
PSTW Khusnul Khotimah Provinsi Riau merupakan satu-satunya instansi
pemerintah yang menyelenggarakan pelayanan bagi lanjut usia di Provinsi Riau,
untuk itu perlu strategi yang baik guna menjalankan tugas pokok dan fungsinya
agar tujuan dari penyelenggaraan desentralisasi yaitu peningkatan
kesejahteraan rakyat termasuk lanjut usia dapat tercapai.
Menurut David dalam Sindoro (2004), strategi merupakan cara untuk
mencapai sasaran jangka panjang. Kemudian menurut Steiner dan Miner dalam
Iriantara (2004), strategi mengacu pada formulasi misi, tujuan, dan objektif
dasar organisasi; strategi-strategi program dan kebijakan untuk mencapainya;
dan metode yang diperlukan untuk memastikan bahwa strategi
diimplementasikan untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi
Selanjutnya menurut Simamora (2001), strategi organisasi terdiri menjadi
dua, yaitu strategi inovasi dan strategi peningkatan kualitas. Strategi inovasi
ditinjau dari koordinasi antar unit kerja, pengembangan keahlian kerja,
penyusunan pengembangan karier,pemberian insentif kerja, dan penetapan
standar
kerja. Kemudian strategi peningkatan kualitas ditinjau dari penjabaran deskripsi
kerja, partisipasi dalam pengambilan keputusan, penilaian pekerjaan,
keseragaman perlakuan, dan pelatihan dan pengembangan kualitas.
Kemudian menurut Hatten dan Hatten dalam Purwanto (2008), ada
beberapa petunjuk mengenai cara pembuatan strategi sehinggi bisa berhasil,
diantaranya:
1. Strategi haruslah konsisten dengan lingkungannya. Ikutilah arus
perkembangan yang bergerak dimasyarakat (jangan melawan arus), dalam
lingkungan yang memberi peluang untuk bergerak maju.
2. Setiap strategi tidak hanya membuat satu strategi. Tergantung pada ruang
lingkup kegiatannya. Apabila banyak strategi yang dibuat, maka strategi yang
satu haruslah konsisten dengan strategi lainnya.
3. Strategi yang efektif hendaklah memfokuskan dan menyatukan semua
sumber daya dan tidak mencerai beraikan satu dengan yang lainnya.
4. Strategi hendaklah memuaskan perhatian pada apa yang merupakan
kekuatannya dan tidak pada titik-titik yang justru pada kelemahannnya.
Selain itu, hendaklah juga memanfaatkan kelemahan persaingan dan
membuat langkah-langkah yang tepat untuk menempatkan posisi kompetitif
yang lebih kuat.
5. Sumber daya adalah suatu yang kritis. Mengingat strategi adalah suatu yang
mungkin, maka harus membuat sesuatu yang layak dan dapat dilaksanakan.
6. Strategi hendaknya memperhitungkan resiko yang tidak terlalu besar.
Memang setiap strategi mengandung resiko, tetapi haruslah berhati-hati
sehingga tidak menjerumuskan organisasi ke dalam lubang yang besar. Oleh
sebab itu suatu strategi harusnya dapat dikontrol.
7. Strategi hendaknya disusun di atas landasan keberhasilan yang telah dicapai.
Jangan menyusun strategi diatas kegagalan.
8. Tanda-tanda dari suksesnya strategi ditampakkan dengan adanya dukungan
dari pihak-pihak yang terkait, terutama para eksekutif, dari semua pimpinan
unit kerja dalam organisasi.
Berdasarkan latar belakang diatas, penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui dan menganalisa strat strategi dalam upaya peningkatan
kesejahteraan sosial bagi lanjut usia yang dilakukan oleh UPT PSTW Khusnul
Khotimah Provinsi Riau dan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
penerapan strategi peningkatan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia di UPT.
METODE
Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah mengandalkan hasil
wawancara antara peneliti dengan informan yang dengan sengaja peneliti
tentukan sesuai dengan kebutuhan informasi yang diperlukan. Kemudian
observasi untuk melihat dan menganalisa kejadian-kejadian dilapangan.
Selanjutnya, menyeleksi data-data yang diperoleh sesuai dengan kebutuhan dan
mengelompokan data sesuai dengan jenis dan bentuknya. Kemudian diolah dan
dianalisis secara deskriptif kualitatif sesuai dengan materi permasalahan serta
berupaya melakukan pemahaman secara mendalam, serta interpretasi yang
dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Penilaian Pekerjaan
Penilaian pekerjaan di UPT PSTW Khusnul Khotimah Provinsi Riau dilakukan
dengan pengamatan mengenai kinerja para pegawainya, baik yang berstatus
Pegawai Negeri Sipil maupun honorer. Hal ini dilakukan secara bersama-sama
oleh UPT PSTW Khusnul Khotimah Provinsi Riau dengan Dinas Sosial Provinsi
Riau. Pegawai yang memiliki kinerja yang sangat buruk, baik dari segi ketepatan
waktu, absensi dan hasil pekerjaan akan diberikan teguran, pembinaan lebih
lanjut dan bahkan diberhentikan.
A. Pengertian Geriatri
Geriatri merupakan cabang ilmu dari gerontology dan kedokteran yang
mempelajari kesehatan pada lansia dalam berbagai aspek, yaitu promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitative. Pada prinsipnya geriatric mengusahakan masa
tua yang bahagia dan berguna. (DEPKES RI, 2000)
Gerontology adalah suatu ilmu yang mempelajari proses penuaan dan
masalah yang akan terjadi pada lansia yaitu kesehatan, social, ekonomi, perilaku,
lingkungan dan lail-lain. (DEPKES RI, 2000)
Tujuan pelayanan geriatric adalah sebagai berikut:
1. Mempertahan derajat kesehatan setinggi-tingginya sehingga terhindar dari
penyakit atau gangguan/kesehatan.
2. Memelihara kondisi kesehatan dengan aktivitas fisik sesuai kemampuan
dan aktivitas mental yang mendukung.
3. Melakukan diagnosis dini yang tepat dan memadai.
4. Melakukan pengobatan yang tepat.
5. Memelihara kemandirian secara maksimal.
6. Tetap memberikan bantuan moril dan perhatian sampai akhir hayatnya
agar kematiannya berlangsung dengan tenang.
Prinsip-prinsip pelayanan geriatric adalah sebagai berikut:
1. Pendekatan yang menyeluruh (biopsikososialspiritual).
2. Orientasi terhadap kebutuhan klien.
3. Diagnosis secara terpadu.
4. Team work (koordinasi).
5. Melibatkan keluarga dalam pelaksanaannya.
Perkembangan geriatric baru terjadi pada abad ke-20. Di Indonesia, geriatric baru
berkembang dan masih dalam masa perintisan. Pada prinsipnya, geriatric
mengusahakan agar para lansia dapat menjadi lansia yang berguna dan bahagia,
sehingga tidak menjadi beban bagi keluarga dan masyarakat.
B. Strategi dan Kebijakan Pelayanan Kesehatan Lanjut Usia di Indonesia
Undang-undang Dasar (UUD) 1945, juga Undang-undang (UU) Nomor 36
Tahun 2009 tentang Kesehatan, sudah sangat jelas menggariskan bahwa setiap
orang berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya. Tentu saja, setiap orang
berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan
lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan
kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Dalam hal pelayanan kesehatan
bagi warga lansia, juga tidak bisa lepas dari semua ketentuan perundang-undangan
tersebut.
Di dunia saat ini, jumlah penduduk lanjut usia sudah mencapai sekitar 21%
dari total populasi dunia. Pada tahun 2025, diperkirakan akan mencapai jumlah
sekitar 1,2 miliar jiwa. Ini jelas memerlukan satu perhatian khusus, termasuk di
negara-negara berkembang seperti In-donesia, karena dari jumlah 1,2 milyar lanjut
usia tersebut, sekitar 80% hidup di negara-negara sedang berkembang. Khusus di
Indonesia, sensus penduduk tahun 2010 ini menunjukkan bahwa populasi lansia
kita adalah sekitar 18,1 juta jiwa atau 9,6% dari total populasi. Jumlah sebesar itu
telah menjadikan Indonesia sebagai salah satu dari lima negara dengan jumlah
penduduk lansia terbanyak, dan makin lama makin banyak.
Dari satu sisi, hal itu menandakan keadaan kesehatan warga makin bagus,
tapi kompleksitas permasalahan lansia sangat banyak, sehingga ‘pekerjaan rumah’
kita pun lebih banyak lagi. Jumlah usia lansia 60 tahun ke atas diperkirakan akan
meningkat menjadi 29,1 juta jiwa pada tahun 2020 dan 40 juta jiwa pada tahun
2030. Sekali lagi, memerlukan upaya-upaya yang sangat serius dalam pelayanan
kesehatan bagi mereka.
a. Rencana Strategis Kementerian Kesehatan
Kementerian Kesehatan mengembangkan beberapa strategi:
1. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam pembangun-an
kesehatan melalui kerjasama nasional dan global.
2. Meningkatkan pelayanan kesehatan yang merata, terjangkau,
bermutu dan berkeadilan, serta berbasis bukti; dengan
pengutamaan pada upaya promotif dan preventif. Salah satu
masalah yang dihadapi dalam hal ini adalah pengaruh iklan, melalui
media massa, terutama TV, yang mempengaruhi banyak orang
yang percaya berbagai macam upaya-upaya kesehatan alternatif,
tetapi masih dipertanyakan basis buktinya.
3. Meningkatkan pembiayaan pembangunan kesehatan, terutama
untuk mewujudkan jaminan sosial kesehatan nasional. Meskipun
pemerintah sekarang ini mengembangkan sistem jaminan sosial,
ter-masuk jaminan sosial di bidang kesehatan, tetapi yang lebih
utama sebenarnya adalah promosi pencegahan penyakit.
Penyediaan jaminan sosial dan kesehatan penting, tetapi jauh lebih
penting adalah upaya pencegahan. Prinsipnya, jangan sampai atau
sesedikit mungkin warga masyarakat terkena penyakit. Karena itu,
perubahan prilaku untuk hidup bersih dan sehat menjadi sangat
substansial. Kalau kemudian terpaksa jatuh sakit, saat itulah
jaminan kesehatan menjadi penting dan bermanfaat.
4. Meningkatkan pengembangan dan pendayagunaan sum-ber daya
manusia (SDM) kesehatan yang merata dan bermutu. Ini, sekali
lagi, tidak mudah. Salah satu contoh kerumitannya adalah
ketidaksesuaian antara permintaan dan penyediaan. Pada suatu
saat, diperlukan tenaga khusus untuk bidang tertentu, tetapi lem-
baga pendidikan tidak atau belum menghasilkannya. Misalnya,
seka-rang kita membutuhkan banya tenaga promosi kesehatan
untuk mendukung visi dan misi mengutamakan upaya pencegahan,
tetapi belum ada lembaga pendidikan khusus yang menghasilkan
kualifikasi tenaga tersebut. Kalau pun ada, masih sangat terbatas.
Sebaliknya,pada sisi lain, ada banyak penawaran yang sebenarnya
sudah mulai me-limpah. Contoh, akibat promosi pendidikan
kejuruan, mulai ada yang mendirikan SMK Kesehatan.
Pertanyaannya adalah mau dikemanakan lu-lusannya? Karena,
sudah cukup banyak Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) yang lebih
jelas kualifikasinya, bahkan sudah dipadukan agar mereka bisa
ditingkatkan kualifikasinya sampai tingkat D3, S1, bahkan S2 dan
S3. SMK Kesehatan yang baru didirikan itu pasti saja
mencanangkan lulusannya akan menjadi tenaga perawat
kesehatan. Ini menimbulkan persoalan baru, karena status mereka
belum jelas dalam keseluruhan struktur dan sistem pendidikan
kesehatan yang sudah ada. Sebagaimana gejala umum dalam dunia
pendidikan kita saat ini, setiap ada satu je-nis lembaga pendidikan
yang mulai berkembang, segera ditiru dan menjamur, kehadiran
SMK Kesehatan ini mengkhawatirkan. Sekarang saja sudah
terpantau ada sekitar 400 lembaga. Dalam hal ini, masyarakat
sendiri harus lebih berhati-hati.
5. Meningkatkan ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat
dan alat kesehatan serta menjamin keamanan, khasiat,
kemanfaatan, dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan dan
makanan.
6. Meningkatkan manajemen kesehatan yang akuntabel, trans-paran,
berdaya guna dan berhasil guna untuk memantapkan
desentralisasi kesehatan yang bertanggung jawab.
C. Isu – isu, Strategi dan Kegiatan untuk promosi Kesehatan dan Kesejahteraan
Lansia
1. Pengertian dan Lingkup Promosi Kesehatan
Dewasa ini promosi kesehatan (health promotion) telah menjadi bidang
yang semakin penting dari tahun ke tahun. Dalam tiga dekade terakhir, telah
terjadi perkembangan yang signifikan dalam hal perhatian dunia mengenai
masalah promosi kesehatan. Pada 21 November 1986, World Health
Organization (WHO) menyelenggarakan Konferensi Internasional Pertama
bidang Promosi Kesehatan yang diadakan di Ottawa, Kanada. Konferensi ini
dihadiri oleh para ahli kesehatan seluruh dunia, dan menghasilkan sebuah
dokumen penting yang disebut Ottawa Charter (Piagam Ottawa). Piagam ini
menjadi rujukan bagi program promosi kesehatan di tiap negara, termasuk
Indonesia.
Dalam Piagam Ottawa disebutkan bahwa promosi kesehatan adalah
proses yang memungkinkan orang-orang untuk mengontrol dan meningkatkan
kesehatan mereka (Health promotion is the process of enabling people to
increase control over, and to improve, their health, WHO, 1986). Jadi, tujuan
akhir promosi kesehatan adalah kesadaran di dalam diri orang-orang tentang
pentingnya kesehatan bagi mereka sehingga mereka sendirilah yang akan
melakukan usaha-usaha untuk menyehatkan diri mereka.
Lebih lanjut dokumen itu menjelaskan bahwa untuk mencapai derajat
kesehatan yang sempurna, baik fisik, mental, maupun sosial, individu atau
kelompok harus mampu mengenal serta mewujudkan aspirasi-aspirasinya untuk
memenuhi kebutuhannya dan agar mampu mengubah atau mengatasi
lingkungannya (lingkungan fisik, sosial budaya, dan sebagainya). Kesehatan
adalah sebuah konsep positif yang menitikberatkan sumber daya pada pribadi
dan masyarakat sebagaimana halnya pada kapasitas fisik. Untuk itu, promosi
kesehatan tidak hanya merupakan tanggung jawab dari sektor kesehatan, akan
tetapi jauh melampaui gaya hidup secara sehat untuk kesejahteraan (WHO,
1986).
Penyelenggaraan promosi kesehatan dilakukan dengan
mengombinasikan berbagai strategi yang tidak hanya melibatkan sektor
kesehatan belaka, melainkan lewat kerjasama dan koordinasi segenap unsur
dalam masyarakat. Hal ini didasari pemikiran bahwa promosi kesehatan adalah
suatu filosofi umum yang menitikberatkan pada gagasan bahwa kesehatan yang
baik merupakan usaha individu sekaligus kolektif (Taylor, 2003).
Bagi individu, promosi kesehatan terkait dengan pengembangan
program kebiasaan kesehatan yang baik sejak muda hingga dewasa dan lanjut
usia (Taylor, 2003). Secara kolektif, berbagai sektor, unsur, dan profesi dalam
masyarakat seperti praktisi medis, psikolog, media massa, para pembuat
kebijakan publik dan perumus perundang-undangan dapat dilibatkan dalam
program promosi kesehatan. Praktisi medis dapat mengajarkan kepada
masyarakat mengenai gaya hidup yang sehat dan membantu mereka memantau
atau menangani risiko masalah kesehatan tertentu. Para psikolog berperan
dalam promosi kesehatan lewat pengembangan bentuk-bentuk intervensi untuk
membantu masyarakat memraktikkan perilaku yang sehat dan mengubah
kebiasaan yang buruk. Media massa dapat memberikan kontribusinya dengan
menginformasikan kepada masyarakat perilaku-perilaku tertentu yang berisiko
terhadap kesehatan seperti merokok dan mengonsumsi alkohol. Para pembuat
kebijakan melakukan pendekatan secara umum lewat penyediaan informasi-
informasi yang diperlukan masyarakat untuk memelihara dan mengembangkan
gaya hidup sehat, serta penyediaan sarana-sarana dan fasilitas yang diperlukan
untuk mengubah kebiasaan buruk masyarakat. Berikutnya, perumus perundang-
undangan dapat menerapkan aturan-aturan tertentu untuk menurunkan risiko
kecelakaan seperti misalnya aturan penggunaan sabuk pengaman di kendaraan
(Taylor, 2003).
2. Lingkup promosi kesehatan
Oleh karena itu, lingkup promosi kesehatan dapat disimpulkan sebagai
berikut (Iqi, 2008):
a. Pendidikan kesehatan (health education) yang penekanannya pada
perubahan/perbaikan perilaku melalui peningkatan kesadaran, kemauan,
dan kemampuan.
b. Pemasaran sosial (social marketing), yang penekanannya pada
pengenalan produk/jasa melalui kampanye.
c. Upaya penyuluhan (upaya komunikasi dan informasi) yang tekanannya
pada penyebaran informasi.
d. Upaya peningkatan (promotif) yang penekanannya pada upaya
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan.
e. Upaya advokasi di bidang kesehatan, yaitu upaya untuk memengaruhi
lingkungan atau pihak lain agar mengembangkan kebijakan yang
berwawasan kesehatan (melalui upaya legislasi atau pembuatan
peraturan, dukungan suasana, dan lain-lain di berbagai bidang/sektor,
sesuai keadaan).
f. Pengorganisasian masyarakat (community organization), pengembangan
masyarakat (community development), penggerakan masyarakat (social
mobilization), pemberdayaan masyarakat (community empowerment), dll.
3. Kegiatan Promosi Kesehatan
Kesehatan memerlukan prasyarat-prasyarat yang terdiri dari berbagai
sumber daya dan kondisi dasar, meliputi perdamaian (peace), perlindungan
(shelter), pendidikan (education), makanan (food), pendapatan (income),
ekosistem yang stabil (a stable eco-system), sumber daya yang
berkesinambungan (a sustainable resources), serta kesetaraan dan keadilan
sosial (social justice and equity) (WHO, 1986). Upaya-upaya peningkatan
promosi kesehatan harus memerhatikan semua prasyarat tersebut.
WHO, lewat Konferensi Internasional Pertama tentang Promosi
Kesehatan di Ottawa pada tahun 1986, telah merumuskan sejumlah kegiatan
yang dapat dilakukan oleh setiap negara untuk menyelenggarakan promosi
kesehatan. Berikut akan disediakan terjemahan dari Piagam Ottawa pada bagian
yang diberi subjudul Health Promotion Action Means. Menurut Piagam Ottawa,
kegiatan-kegiatan promosi kesehatan berarti:
a. Membangun kebijakan publik berwawasan kesehatan (build healthy
public policy)
b. Menciptakan lingkungan yang mendukung (create
supportive environments)
c. Memerkuat kegiatan-kegiatan komunitas (strengthen community actions)
d. Mengembangkan keterampilan individu (develop personal skills)
e. Reorientasi pelayanan kesehatan (reorient health services)
f. Bergerak ke masa depan (moving into the future)
A.Kesimpulan
Sebagai simpulan umum, ada beberapa hal yang sangat penting dan mendasar
dalam isu pelayanan kesehatan warga lansia.
Pertama, adalah bahwa proses menua (degeneratif) sudah harus di-antisipasi
sejak dini, sebelum usia 50 tahun, dan hal ini harus kita pahamkan dengan baik
kepada semua warga masyarakat. Bagi mereka yang sudah lansia, yang paling
penting adalah upaya pemulihan (re-habilitatif) agar tetap mampu mengerjakan
pekerjaan dan tugas se-hari-hari, sehingga mereka bisa hidup secara mandiri,
produktif, dan bahagia.
Kedua, keluarga masih sangat penting perannya dalam meningkatkan kesehatan
dan kesejahteraan lansia. Ini terutama berkaitan dengan konteks sosial-budaya
lokal.
Ketiga, kesadaran dari lansia sendiri sangat menentukan untuk bisa hidup secara
mandiri, sehat, dan bahagia. Almarhum Profesor Par-mono Ahmad, yang meninggal
pada usia 86 tahun, sampai usia 82 ta-hun masih memberikan layanan di klinik,
tetap segar. Ketika ditanya apa rahasianya, beliau menjawab hanya satu kalimat
singkat: Keep moving (Terus bergerak)! Dengan kata lain, terus berkegiatan, aktif!
Keempat, upaya peningkatan kualitas kesehatan lansia memerlukan dukungan
dari organisasi profesi, pemerintah pusat, pemerintah dae-rah, swasta, dan seluruh
kalangan masyarakat.
Yogyakarta Declaration on Ageing and Health telah dideklarasikan oleh Menteri
Kesehatan wilayah SEARO pada 4 September 2012, belum lama berselang di
Yogyakarta ini. Ada 14 butir pokok yang menjadi komitmen Menteri Kesehatan di
kawasan SEARO yang harus ditindaklanjuti. Pernyataan itu amat sangat bagus untuk
disebarluaskan menjadi gerakan dan juga kesadaran bagi seluruh masyarakat kita.
Indonesia harus berkomitmen untuk meningkatkan derajat kesehatan dan
kesejahteraaan warga lansianya dengan pelayanan yang optimum dan terintergrasi
lintas sektor yang didukung oleh seluruh komponen masyarakat.
B. Saran
Dengan makalah ini kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun serta kami berharap makalah ini bisa berguna bagi pembaca untuk
menambah referensi khususnya bagi mahasiswa ilmu keperawatan dalam
mempelajari tentang isi – isu strategis untuk promkes dan kesejahteraan lansia.
DAFTAR PUSTAKA