Anda di halaman 1dari 36

KEPERAWATAN GERONTIK

Program Pemerintah Tentang Kebijakan Lansia

OLEH :
KELOMPOK 5
I Gede Endra Suryantha 17.321.2667
I Ketut Antono 17.321.2669
I Made Wahyu Aditra 17.321.2671
Komang Purnama Sari 17.321.2676
Ni Luh Asriani 17.321.2688
Ni Putu Linda Kusuma Wardani 17.321.2701
Ni Putu Yunita Diyantari 17.321.2703
Putu Eka Wulandari 17.321.2707
A11-A

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI
TAHUN AJARAN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmatnya, kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Program Pemerintah
Tentang Kebijakan Lansia. Harapan kami semoga makalah ini dapat membantu
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca supaya kami dapat
memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepanya dapat lebih baik
lagi dan semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan,
petunjuk, maupun pedoman bagi pembaca dalam administrasi pendidikan. Kami
sangat berterima kasih kepada pihak yang berkontribusi dalam pembuatan makalah
ini. Makalah ini kami sadari masih banyak kekurangan karena pengalaman yang
kami miliki sangat kurang. Oleh karena itu, kami harapkan kepada pembaca untuk
memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan
makalah ini.

Denpasar, 04 November 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................. i


DAFTAR ISI ............................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................. 2
1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................................... 2
1.4 Manfaat Penulisan ................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Kebijakan-Kebijakan Program Kesehatan Lansia ................................................ 3
2.2 Strategi dan Kegiatan Untuk Promosi Kesehatan dan Kesejahteraan Lansia ....... 6
2.3 Dukungan Keluarga Terhadap Kesehatan dan Kesejahteraan Lansia……….......13
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan .......................................................................................................... 16
3.2 Saran ..................................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 17

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Lansia merupakan seseorang yang telah memasuki usia 60 tahun keatas.
Lansia merupakan kelompok umur pada manusia yang telah memasuki tahapan
akhir dari fase kehidupannya. Kelompok yang dikategorikan lansia ini akan terjadi
suatu proses yang disebut Aging Process atau proses penuaan. Usia lanjut sebagai
tahap akhir siklus kehidupan merupakan tahap perkembangan normal yang akan
dialami oleh setiap individu yang mencapai usia lanjut. Hal tersebut merupakan
suatu kenyataan yang tidak dapat dihindari oleh setiap manusia (Notoatmodjo,
2014).

Dengan bertambahnya umur, terjadi proses penuaan akan berdampak pada


aspek kehidupan baik sosial, ekonomi, maupun kesehatan. Dari aspek kesehatan
fungsi fisiologis mengalami penurunan akibat proses degeneratif (penuaan)
sehingga penyakit tidak menular yang banyak muncul pada usia lanjut. Selain itu
masalah degeneratif menurunkan daya tahan tubuh sehingga rentan terkena infeksi
penyakit menular. Penyakit tidak menular pada lansia di antaranya hipertensi,
stroke, diabetes mellitus dan radang sendi atau rematik. Sedangkan penyakit
menular yang diderita adalah tuberkulosis, diare, pneumonia dan hepatitis.

Perubahan tersebut mengakibatkan terjadinya peningkatan angka kesakitan


pada lansia. Angka kesakitan pada lansia adalah proporsi lansia yang mengalami
masalah kesehatan hingga mengganggu aktifitas sehari-hari selama satu bulan
terakhir. Angka kesakitan lansia di Indonesia pada tahun 2012 yaitu sebesar
52,03%. Tidak ada perbedaan yang berarti antara lansia perempuan (49,67%) dan
laki-laki (49,30%).

Dalam rangka peningkatan kualitas hidup lansia dan menjadikan lansia


sehat dan mandiri pemerintah telah merumuskan berbagai kebijakan pelayanan
kesehatan usia lanjut ditujukan untuk meningkatkan derajat kesehatan dan mutu
kehidupan lansia untuk mencapai masa tua bahagia dan berdaya guna
1
kehidupan keluarga dan masyarakat sesuai dengan keberadaannya. Sebagai wujud
nyata pelayanan sosial dan kesehatan pada kelompok usia lanjut ini, pemerintah
telah mencanangkan program dan kebijakan untuk kesejahteraan dan kesehatan
lansia.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana kebijakan-kebijakan program kesehatan lansia?
2. Bagaimana strategi dan kegiatan untuk promosi kesehatan dan kesejahteraan
lansia?
3. Bagaimana dukungan keluarga terhadap kesehatan dan kesejahteraan
lansia?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Memenuhi penugasan mata kuliah Keperawatan Gerontik.
2. Mengembangkan teori tentang kebijakan-kebijakan program kesehatan
lansia.
3. Mengembangkan teori tentang strategi dan kegiatan untuk promosi
kesehatan dan kesejahteraan lansia.
4. Mengembangkan teori tentang dukungan keluarga terhadap kesehatan dan
kesejahteraan lansia.

1.4 Manfaat Penulisan


1. Agar dapat memperdalam tentang kebijakan-kebijakan program kesehatan
lansia.
2. Agar dapat memperdalam tentang strategi dan kegiatan untuk promosi
kesehatan dan kesejahteraan lansia.
3. Agar dapat memperdalam tentang dukungan keluarga terhadap kesehatan
dan kesejahteraan lansia.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kebijakan-Kebijakan Program Kesehatan Lansia


Indonesia akan memasuki ageing population ditandai antara lain oleh
persentase lanjut usia yang mencapai 10% pada tahun 2020. Pertumbuhan lanjut
usia yang sangat pesat ini diperkirakan akan terjadi di Indonesia. Berdasarkan data
proyeksi yang dikeluarkan BPS (2015-2045), diperkirakan pada tahun 2045 lanjut
usia Indonesia akan meningkat sebesar 2,5 kali lipat dibandingkan lanjut usia tahun
2019. Pada 2045 nanti berdasarkan prediksi ini dapat dikatakan bahwa hampir
seperlima penduduk Indonesia adalah lanjut usia. Data Riset Kesehatan Dasar
Kementerian Kesehatan tahun 2018, menunjukkan penyakit yang terbanyak pada
lanjut usia adalah untuk penyakit tidak menular antara lain : penyakit jantung,
diabetes mellitus, stroke, rematik dan cidera. Seiring dengan menurunnya sistem
kekebalan tubuh, lanjut usia juga menjadi rentan teserang penyakit-penyakit
menular antara lain seperti ISPA, diare, dan pneumonia. Lanjut usia juga berisiko
untuk masalah gizi terutama gizi lebih, gangguan mental emosional, depresi, serta
demensia.

Upaya mengatasi penyakit tersebut, akan menjadi beban yang sangat berat
baik bagi masyarakat maupun pemerintah serta program Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN). Berdasarkan laporan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
tahun 2017, biaya klaim BPJS adalah sebanyak 24% yang dipergunakan untuk
kebutuhan perawatan kesehatan penduduk lanjut usia, padahal jumlah lanjut usia
hanya sebesar 9% dari total penduduk Indonesia. Data Susenas 2018 menunjukkan
bahwa, baru 68% lanjut usia memiliki jaminan kesehatan, sehingga ke depan
pemerintah perlu mendorong agar seluruh lanjut usia memiliki jaminan kesehatan.
Kondisi lanjut usia yang berisiko disabilitas memerlukan perawatan jangka
panjang, namun sampai saat ini belum tersedia jaminan untuk perawatan jangka
panjang (Long Term Care/LTC). Upaya untuk mewujudkan lanjut usia sehat yang
memenuhi kriteria sehat fisik, jiwa, sosial dan spiritual hingga akhir hayat, harus
dimulai sejak pralanjut usia dengan menggunakan pendekatan holistik dan secara
3
komprehensif, khususnya bagi pralanjut usia (45-59 tahun) dan lanjut usia dengan
kemandirian dan ketergantungan ringan. Keluarga merupakan support sistem bagi
lanjut usia dalam mempertahankan kesehatannya. Dukungan keluarga merupakan
salah satu hal terpenting dalam meningkatkan kualitas hidup lanjut usia. Dukungan
keluarga yang baik akan meningkatkan kualitas hidup lanjut usia sehingga lanjut
usia dapat menikmati hidup di masa tuanya. Pelayanan kesehatan bagi lanjut usia,
dengan program pelayanan mencakup pengasuhan dan pemberdayaan berdasarkan
tingkat kemandirian/ ketergantungan.

Prinsip-prinsip dalam mewujudkan lanjut usia sehat, mandiri, aktif dan produktif
meliputi :
1. Menjadi lanjut usia sehat adalah hak asasi setiap manusia.
2. Pelayanan kesehatan primer adalah ujung tombak untuk tercapainya lanjut usia
sehat yang didukung oleh pelayanan rujukan yang berkualitas.
3. Partisipasi lanjut usia perlu diupayakan dalam kegiatan baik di keluarga maupun
masyarakat berupa kegiatan sosial ekonomi sesuai dengan kemampuan, minat
dan kondisi kesehatannya.
4. Pelayanan bagi lanjut usia diupayakan secara lintas program dan lintas sektor.
5. Pelayanan bagi lanjut usia perlu dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip
keadilan dan kesetaraan gender.

Kebijakan pelayanan kesehatan lanjut usia disusun berdasarkan prinsip-prinsip


mewujudkan lanjut usia sehat sebagai berikut :
1. Pembinaan kesehatan lanjut usia terutama ditujukan pada upaya peningkatan
kesehatan dan kemampuan untuk mandiri, tetap produktif dan berperan aktif
dalam pembangunan, selama mungkin.
2. Pemberdayaan masyarakat melalui peningkatan peran keluarga dan masyarakat,
serta menjalin kemitraan dengan Lembaga Swadaya Masyarakat, organisasi
kemasyarakatan, kelompok khusus, dan swasta dalam penyelenggaraan upaya
kesehatan lanjut usia secara berkesinambungan.
3. Pembinaan kesehatan lanjut usia dilaksanakan melalui pendekatan holistik
dengan memperhatikan nilai sosial dan budaya yang ada.
4
4. Pembinaan kesehatan lanjut usia dilaksanakan secara terpadu dengan
meningkatkan peran, koordinasi dan integrasi dengan lintas program dan lintas
sektor.
5. Pembinaan kesehatan lanjut usia dilaksanakan sebagai bagian dari pembinaan
kesehatan keluarga.
6. Pendekatan siklus hidup dalam pelayanan kesehatan untuk mencapai lanjut usia
sehat, mandiri, aktif dan produktif.
7. Upaya kesehatan lanjut usia dilaksanakan melalui fasilitas pelayanan kesehatan
tingkat pertama dan rujukan yang berkualitas, secara komprehensif meliputi
upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.

Kebijakan program kesehatan lansia lainnya adalah :


1. Pembinaan Terpadu (Posbindu) atau posyandu lansia adalah suatu wadah
pelayanan kesehatan bersumber daya masyarakat (UKBM) untuk melayani
penduduk lansia, yang proses pembentukan dan pelaksanaannya dilakukan oleh
masyarakat bersama lembaga swadaya masyarakat (LSM), lintas sektor
pemerintah dan non-pemerintah, swasta, organisasi sosial dan lain-lain, dengan
menitik beratkan pelayanan kesehatan pada upaya promotif dan preventif.
2. Dalam UU No. 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, beberapa
kebijakan yang dituangkan didalamnya :
1) Meningkatkan dan memperkuat peran keluarga dan masyarakatdalam
penyelenggaraan pelayanan sosial bagi lansia dengan melibatkan-melibatkan
seluruh seluruh unsur dan komponen masyarakat termasuk dunia usaha, atas
dasar swadaya dan kesetiakawanan sosial sehingga dapat melembaga dan
berkesi-nambungan
2) Meningkatkan koordinasi intra dan inter sektoral, antar berbagai instansi
pemerintah di pusat dan daerah serta dengan masyarakat/organisasi sosial
3) Membangun dan mengembangkan sistem jaminan dan perlindungan sosial
bagi lanjut usia
4) Membangun dan memperluas aksesibilitas bagi kesejah-teraan lanjut usia
5) Meningkatkan, mengembangkan dan memantapkan peran kelembagaan lansia
5
untuk meningkatkan kualitas dan profesionalitas pelayanan lansia
3. Undang-Undang Nomor 4 tahun 1965 tentang Pemberian Bantuan Penghidupan
Bagi Orang Jompo yang kemudian diikuti oleh Keputusan Menteri Sosial RI
Nomor HUK/3-1-50/107 tahun 1971 tentang pelaksanaan UU tersebut. Sejalan
dengan meningkatnya perhatian dan kepedulian terhadap penduduk lanjut usia
disertai dengan perubahan pendekatan terhadap kelompok penduduk ini, maka
dikeluarkanlahUU No. 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia
(Tambahan Lembaran NegaraNomor3796) sebagai pengganti UU No. 4Tahun
1965
4. Kebijakan Pemberian kemudahan bagi para lanjut usia yang memiliki masalah
kesehatan dapat menjangkau pelayanan kesehatan misalnya dengan Jamkesmas
dan Jaminan Sosial Lanjut Usia (Jasoslansia)

2.2 Strategi dan Kegiatan Untuk Promosi Kesehatan dan Kesejahteraan


Lansia
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 79 Tahun 2014. Penyelenggaraan
Pelayanan Geriatri di Rumah Sakit, kenyataannya rumah sakit yang telah
menyelenggarakan pelayanan geriatri dengan tim terpadu, baru sebanyak 88 rumah
sakit dari total 2.813 rumah sakit yang ada di Indonesia. Kebutuhan perawatan
jangka panjang bagi lansia diperkirakan terus meningkat pada proporsi lanjut usia
dengan ketergantungan sedang dan berat yang memerlukan perawatan jangka
panjang. Kondisi ini bisa disebabkan belum optimalnya sosialisasi tentang
peraturan tersebut. Jika ditinjau dari Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 25 tahun
2016 tentang Rencana Aksi Nasional (RAN) Kesehatan Lanjut Usia tahun 2016-
2019 melalui 6 strategi yang menjadi acuan bagi penyelenggaraan program dan
kegiatan, baik di tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota di puskesmas terkait pada
masing-masing level, maka capaian hasil implementasinya secara garis besar
diperoleh sebagai berikut :
• Strategi 1 : Memperkuat dasar hukum pelaksanaan pelayanan kesehatan lanjut
usia. Untuk level Pusat, telah diterbitkan beberapa Peraturan Menteri Kesehatan
dan berbagai NSPK operasional dari lintas program di lingkungan kesehatan.
6
Terkait sosialisasi Permenkes No.67 tahun 2015 dan Permenkes No.79 Tahun
2014, seluruh provinsi telah mendapatkan sosialisasi Permenkes dimaksud.
Namun di level daerah, dalam hal advokasi kepada Pemda, baru 14 Provinsi
telah memiliki Peraturan Daerah tentang pembinaan kesehatan lanjut usia.
• Strategi 2 : Meningkatkan jumlah dan kualitas fasilitas kesehatan tingkat
pertama dan fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan yang melaksanakan
pelayanan kesehatan santun lanjut usia. Berdasarkan data rutin yang masuk dari
Dinas Kesehatan Provinsi hingga tahun 2018, telah terdapat 4.835 (48,4%)
Puskesmas yang melaksanakan pelayanan kesehatan santun lansia dari target
sebesar 40%, 88 Rumah Sakit yang menyelenggarakan pelayanan geriatri
terpadu dari target sebesar 34 RS, dan 55,8% lansia telah mendapatkan
pelayanan dari target sebesar 50%. Capaian indikator telah melampaui target
yang ditetapkan. Namun dari sisi ketenagaan, belum adanya standarisasi
pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia kesehatan (SDMK) pemberi
layanan kesehatan lanjut usia, dalam hal ini tenaga caregiver/ pendamping lanjut
usia yang memberikan layanan pada perawatan jangka panjang serta pemahaman
penggunaan instrumen untuk mengukur status kesehatan juga belum digunakan
secara sistematis.
• Strategi 3 : Membangun dan mengembangkan kemitraan dan jejaring
pelaksanaan pelayanaan kesehatan lanjut usia yang melibatkan lintas program,
lintas sektor, organisasi profesi, lembaga pendidikan, lembaga penelitian,
lembaga swadaya manusia, dunia usaha, media dan pihak terkait lainnya. Di
Tingkat Pusat, terdapat 5 Perusahaan yang melakukan kemitraan dengan
Kementerian Kesehatan terkait kesehatan lanjut usia. Sedangkan capaian daerah,
baru terdapat 9 Provinsi (26%) dan 4,7% Kab/Kota yang telah memiliki kerja
sama dengan dunia usaha (CSR) untuk mendukung pengembangan program
kesehatan lanjut usia. Terkait Komda Lanjut Usia, hanya 17 (60%) Provinsi
yang memiliki Komda Lanjut Usia dan 26,8% Kabupaten/Kota yang mempunyai
Komda /forum kemitraan. Untuk pembinaan kemitraan dan jejaring pelayanan
kesehatan lanjut usia beserta lintas program dan sektor, sebesar 61,8% provinsi
telah membina posyandu lanjut usia terintegrasi.
7
• Strategi 4 : Meningkatkan ketersediaan data dan informasi di bidang kesehatan
lanjut usia. Seluruh Provinsi (100%) telah melakukan pencatatan dan pelaporan
program kesehatan lansia, dan memiliki data terpilah berdasarkan kelompok
umur dan jenis kelamin. Sedangkan Provinsi yang telah mengembangkan
penelitian tentang kesehatan lansia baru terdapat 3 Provinsi.
• Strategi 5 : Meningkatkan peran serta dan pemberdayaan keluarga, masyarakat,
dan lanjut usia, dalam upaya meningkatkan kesehatan lanjut usia. Pada
pengembangan perawatan lansia dalam keluarga (home care) dan perawatan
jangka panjang (long term care), terdapat 259 kabupaten/kota (50,4%) di 26
provinsi yang mengembangkan pelayanan home care dan 73 kabupaten/kota
(14,2%) di 21 provinsi yang mengembangkan pelayanan LTC. Tahun ini tengah
dilakukan tahap sosialisasi dan pemodelan pelaksanaan PJP di 6 provinsi, yaitu:
DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Bali, Jawa Barat, Bengkulu, dan Bangka Belitung.
Selain itu, dalam pengembangan pemberdayaan masyarakat, sudah ada 55,6%
puskesmas yang mempunyai posyandu lansia aktif di setiap desa, dan terdapat
100.470 Posyandu Lansia yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
• Strategi 6 : Meningkatkan peran serta Lansia dalam upaya peningkatan
kesehatan keluarga dan masyarakat. Menurut data laporan dari dinas kesehatan
provinsi, baru 27% Puskesmas yang telah melaksanakan kegiatan pemberdayaan
lansia tersebut. Tahun ini juga tengah dilakukan pengembangan model
pelaksanaan pemberdayaan lansia dalam meningkatkan status kesehatan
keluarga di 8 provinsi terpilih yaitu DKI Jakarta, Sumatera Barat, Jawa Barat,
Banten, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Jawa Timur dan Kalimantan Timur.
Upaya pencapaian cakupan dalam implementasi RAN tahun 2016-2019
Kesehatan lanjut usia ini, yang masih belum optimal akan dilanjutkan melalui
RAN Kesehatan lanjut usia tahun 2020-2024, agar menjadi lanjut usia sehat
menuju lanjut usia aktif dengan prioritas di sektor pendidikan misalnya
pendidikan berkelanjutan bagi lanjut usia dan dunia kerja. Pembinaan kesehatan
lanjut usia diharapkan dapat lebih terarah, sinergis dan komprehensif serta
memuat langkah-langkah konkrit yang harus dilaksanakan secara
berkesinambungan oleh berbagai tingkat pelaksana untuk dapat mewujudkan
8
lanjut usia sehat, mandiri, aktif dan produktif (SMART).

Promosi kesehatan dan proteksi kesehatan adalah dua elemen pencegahan


primer. Promosi kesehatan menekankan pada upaya membantu masyarakat
mengubah gaya hidup lansia dan bergerak menuju kondisi kesehatan yang optimum
sedangkan fokus proteksi kesehatan adalah melindungi individu dari penyakit dan
cedera dengan memberikan imunisasi dan menurunkan pemajanan terhadap
agens karsinogenik toksin dan hal-hal yang membahayakan kesehatan di
lingkungan sekitar.

Konsep kesehatan lansia harus ditinjau kembali dalam upaya


merencanakan intervensi promosi kesehatan. Filner dan Williams (1997)
mendefinisikan kesehatan lansia sebagai kemampuan lansia untuk hidup dan
berfungsi secara efektif dalam masyarakat serta untuk menumbuhkan rasa
percaya diri dan otonomi sampai pada tahap maksimum, tidak hanya
terbebas dari penyakit. Apabila dibandingkan dengan kelompok usia
lainnya di Amerika lansia lebih aktif dalam mencari informasi mengenai
kesehatan dan mempunyai kemauan untuk mempertahankan kesehatan dan
kemandirinya. Promosi kesehatan harus benar-benar berfokus pada
perilaku beresiko yang dapat dimodifikasi yang disesuaikan dengan masalah
kesehatan utama menurut usia (USDHHS, 1998). Secara umum, pelayanan
kesehatan untuk lansia memiliki tiga tujuan :
1. Meningkatkan kemampuan fungsional
2. Memperpanjang usia hidup
3. Meningkatkan dan menurunkan penderita (O’Malley dan Blakeney, 1994 )

Dalam memaksimalkan promosi kesehatan lansia di komunitas


dibutuhkan suatu pendekatan multiaspek. Target intervensi harus mengarah pada
individu dan keluarga serta kelompok dan komunitas.
1. Intervensi berfokus-individu atau kelompok
Intervensi promosi kesehatan/proteksi kesehatan berfokus-individu atau keluarga
dirancang dalam upaya meningkatkan pengetahuan keterampilan dan
9
kompetensi individu atau keluarga untuk membuat keputusan kesehatan
yang memaksimalkan promosi kesehatan dan perilaku proteksi
kesehatan. Tujuannya adalah mendayagunakan lansia dan keluarganya dalam
membuat keputusan kesehatan yang rasional. Beberapa kategori yang
termasuk ke dalam intervensi promosi kesehatan dan proteksi kesehatan
dengan target individu dan/atau keluarga adalah :
a) Skrining kesehatan
b) Modifikasi gaya hidup
c) Pendidikan kesehatan (individu atau kelompok)
d) Konseling
e) Kelompok pendukung
f) Pelayanan kesehatan primer
g) Imunisasi
h) Keamanan di rumah
i) Perawatan di rumah (pelayanan kesehatan di rumah, perawatan personal atau
bantuan rumah tangga)
j) Makanan yang dikirimkan ke rumah
k) Dukungan sosial (penjaminan kembali telepon dan kunjungan rumah)
l) Manajemen kasus
m) Bantuan pemeliharaan di rumah

2. Intervensi berfokus pada komunitas


Intervensi berfokus komunitas adalah aktivitas dan program yang diarahkan
pada lansia komunitas secara keseluruhan atau sub kelompok lansia yang
beragam di komunitas. Tujuan intervensi berfokus komunitas adalah
meningkatkan kapasitas dan ketersediaan komunitas terhadap pelayanan
gabungan kesehatan dan sosial yang sesuai dan dibutuhkan dalam
upaya mempertahankan kemandirian dan status fungsional lansia di
komunitas. Intervensi di komunitas terutama melibatkan advokasi tindakan
politis dan partisipasi dalam pembuatan kebijakan yang memengaruhi lansia di
komunitas. Contoh intervensi berfokus komunitas adalah sebagai berikut :
masyarakat lansia American Month (bulan lansia Amerika) pusat informasi local
10
botlines telepon atau situs internet atau memperluas tanggunagan medicare
untuk pelayanan di rumah pemukiman lansia serta organisasi komunitas
lain yang tersedia untuk memberikan pelayanan yang komprehensif kepada
subkelompok asia.

Secara umum komunitas lansia terbuka untuk praktik kesehatan baru dan
berespons terhadap bermacam-macam pendekatan yang berpotensi meningkatkan
kesehatan lansia. Dalam merencanakan program kesehatan yang efektif perawat
kesehatan komunitas harus memvalidasi strategi dan tujuan bersama kelompok
lansia yang ditargetkan. Keterlibatan lansia dalam merencanakan promosi
kesehatan dan aktivitas pencegahan penyakit adalah hal yang esensial karena lansia
sensitif terhadap kehilangan potensi kemandiriannya. Oleh karena itu jika
lansia dilibatkan rasa kemandirian lansia akan meningkat. Tahapan tindakan
yang dilakukan ketika bekerja dengan lansia di komunitas antara lain :
1. Jalankan program ditempat-tempat biasa lansia berkumpul seperti gereja, senior
center, dan tempat perkumpulan pensiunan
2. Libatkan aktivitas outreach ke dalam seluruh program
3. Siapkan sarana transportasi menuju tempat aktivitas kelompok
4. Antisipasi kebutuhan lansia yang memiliki pandangan dan/atau penglihatan
5. Tidak adekuat (contoh penggunaan tulisanyang besar, membatasi penggunaan
makalah, penggunaan ruangan yang tenang dan/atau pengeras suara yang
adekuat)
6. Pertahankan aktivitas secara berlahan dan berikan waktu yang cukup untuk
berespons
7. Berikan waktu yang cukup bagi para lansia untuk berbagi pengalaman hidup
8. Pertahankan pengajaran dalam waktu yang relatif singkat
9. Lakukan pengulangan ganda dan penguatan informasi 1
10. Susunlah aktivitas pendidikan kesehatan yang dapat memberikan rasa nyaman
pada para lansia dalam mengajukan pertanyaan dan atau menanyakan informasi
baru atau informasi yang masih meragukan lansia
11. Dorong keterlibata keluarga, teman dan kerabat

11
12. Advokasi untuk meningkatkan sumber sumber yang ada di komunitas serta
kebijakan yang memengaruhi lansia

Kebutuhan promosi kesehatan dan proteksi kesehatan lansia di komunitas :


a) Pelayanan Kesehatan
Lansia berusia lebih dari 65 tahun membutuhkan pelayanan kesehatan primer
yang teratur untuk mempertahankan kesehatan dan mencegah penyakit kronik
kecacatan serta kondisi yang mengancam hidupnya. Pelayanan promosi
kesehatan yang dapat mendasari intervensi keperawatan komunitas meliputi:
imunisasi, skrining penyakit, manajemen pengendalian penyakit, pengetahuan
pengobatan, program outreach, rujukan, manajemen medikasi.
b) Nutrisi
Nutrisi adekuat adalah hal paling penting bagi lansia dalam
mempertahankan kesehatan, mencegah penyakit, yang memperlambat
perkembangan penyakit kronis yang di derita. Dalam upaya membantu lansia
meningkatkan dan mempertahankan status nutrisinya, pengkajian nutrisi dan
membangun kekuatan yang ada adalah hal yang sangat membantu. Daftar
Periksa Skrining Nutrisi (Nutrision Screning Checklist) yang dibuat oleh
American Academy of Family Physicians, American Dietetic Association, dan
National Council on Aging (Nutrition Screning Initiative, 1992) adalah alat
pengkajian nutrisi yang sangat baik.
c) Makan sehat dan enak
Rencanakan kelas atau serial kelas nutrisi yang berfokus pada nutrisi dasar dan
manajemen resiko nutrisi (rendah garam, rendah lemak, rendah gula, tinggi serat
dan sebagainya).
d) Olahraga dan Kebugaran
Manfaat olahraga telah dibuktikan sepanjang rentang kehidupan
manusia. Olahraga untuk lansia harus mempertimbangkan kesehatan
dan status fungsionalnya.

12
2.3 Dukungan Keluarga Terhadap Kesehatan dan Kesejahteraan Lansia
Dukungan keluarga adalah salah satu cara untuk memenuhi hak lanjut usia
untuk hidup adalah hak asasi yang paling dasar bagi seluruh manusia. Hak hidup ini
juga telah diamanatkan dalam Pasal 9 UU No. 39 Tahun 1999 yaitu :
1) Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan meningkatkan
taraf kehidupannya
2) Setiap orang berhak hidup tenteram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir
dan batin, dan
3) Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat (Undang-
Undang Nomor 39, 1999).

Untuk memenuhi dan melindungi hak-hak lanjut usia, Undang-Undang


Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial mengatur penyelenggaraan
kesejahteraan sosial yang meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial, perlindungan
sosial dan pemberdayaan soial. (Kementerian Sosial RI, 2009). Dukungan keluarga
terhadap kesejahteraan lanjut usia merupakan salah satu kegiatan dari program
rehabilitasi sosial yang dilakukan pemerintah melalui Direktorat Rehabilitasi Sosial
Lanjut Usia. Dukungan keluarga didefinisikan sebagai informasi verbal, non-
verbal, saran, bantuan nyata, tingkah laku dari orang-orang yang akrab berupa
kehadiran, kepedulian, kesediaan dan hal-hal, yang dapat memberikan keuntungan
emosional dan meningkatkan fisik lanjut usia sehingga mendorong lanjut usia untuk
mandiri dalam pemenuhan aktivitas sehari-hari (Kuntjoro Z, 2002).

Dukungan Keluarga bagi Kesejahteraan Lanjut Usia menurut Perundang-


undangan lanjut usia dalam Pasal 3 dan Pasal 4 yaitu upaya peningkatan
kesejahteraan sosial lanjut usia diarahkan agar lanjut usia tetap dapat diberdayakan
sehingga berperan dalam kegiatan pembangunan dengan memperhatikan fungsi,
kearifan, pengetahuan, keahlian, keterampilan, pengalaman, usia, dan kondisi
fisiknya, serta terselenggaranya pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial lanjut usia.
Upaya peningkatan kesejahteraan sosial bertujuan untuk memperpanjang usia
harapan hidup dan masa produktif, terwujudnya kemandirian dan kesejahteraannya.

13
Dukungan keluarga dapat memperkuat setiap individu, menciptakan
kekuatan keluarga, memperbesar penghargaan terhadap diri sendiri, mempunyai
potensi sebagai strategi pencegahan yang utama bagi seluruh keluarga dalam
menghadapi tantangan kehidupan sehari-hari serta mempunyai relevansi dalam
masyarakat yang berada dalam lingkungan yang penuh dengan tekanan. Fungsi
dasar keluarga antara lain adalah fungsi afektif, yaitu fungsi internal keluarga untuk
pemenuhan kebutuhan psikososial, saling mengasuh dan memberikan cinta kasih,
serta saling menerima dan saling mendukung. Sehingga dukungan keluarga
merupakan bagian integral dari dukungan sosial.

Dampak positif dari dukungan keluarga adalah meningkatkan penyusuaian


diri seseorang terhadap kejadian-kejadian dalam kehidupan. Maka dari itu dapat
disimpulkan bahwa salah satu permasalahan yang dihadapi oleh lanjut usia antara
lain adalah kurangnya dukungan dan kepedulian dari anggota keluarga kepada
lanjut usia, sehingga disinyalir berdampak pada keterlantaran para lanjut usia.
Kesejahteraan lanjut usia melalui peningkatan kompetensinya tentang dukungan
keluarga bagi kesejahteraan sosial lanjut usia dan peningkatan sosial ekonomi
keluarga melalui bantuan sosial. Dukungan keluarga dimaksud adalah :
1. Dukungan emosional melibatkan ekspresi empati, perhatian, pemberian
semangat, kehangatan pribadi, cinta, atau bantuan emosional. Semua tingkah
laku yang mendorong perasaan nyaman dan mengarahkan individu untuk
percaya bahwa ia dipuji, dihormati, dan dicintai, dan bahwa orang lain bersedia
untuk memberikan perhatian dan rasa aman.
2. Dukungan penghargaan terjadi melalui ekspresi penghargaan yang positif
melibatkan pernyataan setuju dan panilaian positif terhadap ide-ide, perasaan
dan performa orang lain yang berbanding positif antara individu dengan orang
lain.
3. Dukungan informasi terjadi dan diberikan oleh keluarga dalam bentuk nasehat,
saran dan diskusi tentang bagaimana cara mengatasi atau memecahkan masalah
yang ada.

14
4. Dukungan instrumental, merupakan dukungan yang diberikan oleh keluarga
secara langsung yang meliputi bantuan material seperti memberikan tempat
tinggal, meminjamkan atau memberikan uang dan bantuan dalam mengerjakan
tugas rumah sehari-hari.
5. Dukungan kelompok (network support) merupakan suatu bentuk dukungan
sosial yang dapat memberikan dukungan bagi seseorang dalam usaha untuk
mengurangi tekanan yang dirasakan.

Dukungan keluarga ditujukan bagi kesejahteraan lanjut usia yaitu suatu tata
kehidupan dan penghidupan sosial baik material maupun spiritual yang diliputi rasa
keselamatan, kesusilaan, dan ketentraman lahir batin yang memungkinkan bagi
setiap warga lanjut usia untuk mengadakan pemenuhan kebutuhan jasmani, rohani,
dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga, serta masyarakat dengan
menjunjung tinggi hak dan kewajiban asasi manusia sesuai dengan Pancasila. Dari
definisi ini, untuk kesejahteraan lanjut usia ada 3 aspek kebutuhan yang harus
dipenuhi oleh keluarga yaitu kebutuhan :
- Jasmani
- Rohani
- Sosial

15
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kebijakan program kesehatan lansia lainnya adalah Pembinaan Terpadu
(Posbindu), UU No. 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, Undang-
Undang Nomor 4 tahun 1965 tentang Pemberian Bantuan Penghidupan Bagi Orang
Jompo yang kemudian diikuti oleh Keputusan Menteri Sosial RI Nomor HUK/3-1-
50/107 tahun 1971 tentang pelaksanaan UU tersebut dan kebijakan Pemberian
kemudahan bagi para lanjut usia yang memiliki masalah kesehatan dapat
menjangkau pelayanan kesehatan misalnya dengan Jamkesmas dan Jaminan Sosial
Lanjut Usia (Jasoslansia). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 25 tahun 2016
tentang Rencana Aksi Nasional (RAN) Kesehatan Lanjut Usia tahun 2016-2019
melalui 6 strategi yang menjadi acuan bagi penyelenggaraan program dan kegiatan,
baik di tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota di puskesmas terkait pada masing-
masing level salah satunya promosi kesehatan. Promosi kesehatan adalah elemen
pencegahan primer. Promosi kesehatan menekankan pada upaya membantu
masyarakat mengubah gaya hidup lansia dan bergerak menuju kondisi kesehatan
yang optimum. Kesejahteraan lansia bergantung pada dukungan yang diberikan
keluarga antaranya dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan
informasi, dukungan instrumental, dukungan kelompok.

3.2 Saran
Diharapkan mahasiswa dapat lebih banyak lagi membaca hasil penelitian
seputar keperawatan gerontik guna memperkaya ilmu keperawatan yang dapat
dikembangkan di masyarakat dan rumah sakit.

16
DAFTAR PUSTAKA

Christine Yohana Sianturi. 2017. Hubungan Dukungan Keluarga dan Faktor


Lainnya dengan Keaktifan Lanjut Usia (Lansia) Mengikuti Kegiatan Posyandu
Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Rajabasa Indah. Tersedia pada
https://ejournal.kemsos.go.id/index.php/Sosioinforma/article/downloadSuppFile
/297/53. Diakses pada Rabu, 4 November 2020 pukul 19.00 WITA.

Kemenkes. 2019. Analisis Kebijakan Mewujudkan Lanjut Usia Sehat Menuju


Lanjut Usia Aktif (Active Ageing). Tersedia pada
http://padk.kemkes.go.id/uploads/download/Analisis_Lansia.pdf. Rabu, 4
November 2020 pukul 19.30 WITA.

Kemenkes. 2019 RAN Kesehatan Lanjut Usia. Tersedia pada


http://hukor.kemkes.go.id/uploads/produk_hukum/PMK_No._25_ttg_Rencana_
Aksi_Nasional_Kesehatan_Lanjut_Usia_Tahun_2016-2019_.pdf. Rabu, 4
November 2020 pukul 19.05 WITA.

Kuntjoro Z. (2002). Dukungan Sosial Pada Lansia. Tersedia pada


http://www.epsikologi.co.id:14. Diakses pada Rabu, 4 November 2020 pukul
20.00 WITA.

Mustika. 2016. Membangun Kebijakan Kesehatan Lansia Berbasis Kearifan Lokal.


Jurnal Skala Husada. 13 (1). Hal 1-12 Notoatmodjo, S.2014. Ilmu Perilaku
Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S.2014. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

17
KEPERAWATAN GERONTIK
Aspek Legal dan Etik Keperawatan Lansia

OLEH :
KELOMPOK 5
I Gede Endra Suryantha 17.321.2667
I Ketut Antono 17.321.2669
I Made Wahyu Aditra 17.321.2671
Komang Purnama Sari 17.321.2676
Ni Luh Asriani 17.321.2688
Ni Putu Linda Kusuma Wardani 17.321.2701
Ni Putu Yunita Diyantari 17.321.2703
Putu Eka Wulandari 17.321.2707
A11-A

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI
TAHUN AJARAN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmatnya, kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Aspek Legal dan
Etik Keperawatan Lansia. Harapan kami semoga makalah ini dapat membantu
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca supaya kami dapat
memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepanya dapat lebih baik
lagi dan semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan,
petunjuk, maupun pedoman bagi pembaca dalam administrasi pendidikan. Kami
sangat berterima kasih kepada pihak yang berkontribusi dalam pembuatan makalah
ini. Makalah ini kami sadari masih banyak kekurangan karena pengalaman yang
kami miliki sangat kurang. Oleh karena itu, kami harapkan kepada pembaca untuk
memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan
makalah ini.

Denpasar, 04 November 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................. i


DAFTAR ISI ............................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.5 Latar Belakang ...................................................................................................... 1
1.6 Rumusan Masalah ................................................................................................. 2
1.7 Tujuan Penulisan ................................................................................................... 2
1.8 Manfaat Penulisan ................................................................................................. 3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Standar Gerontologi .............................................................................................. 4
2.2 Pengertian Etik Keperawatan Lansia .................................................................... 6
2.3 Aspek Etik ............................................................................................................. 7
2.4 Informed Consent .................................................................................................. 8
2.5 Peraturan Yang Berkaitan dengan Kesejahteraan Lansia .................................... 10
BAB III PENUTUP
3.3 Kesimpulan .......................................................................................................... 12
3.4 Saran ..................................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 13

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Praktik keperawatan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan.
Penerapan praktik keperawatan tidak hanya diberikan pada pasien balita, anak-
anak, dan orang dewasa muda, tetapi juga diberikan pada pasien lanjut usia.
Menurut Undang-Undang No 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia pada
bab I pasal 1 ayat 2, yang dimaksud lanjut usia adalah seseorang yang mencapai
usia 60 tahun keatas. Lansia biasanya ditandai dengan penurunan kemampuan
tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan (Surini & Otamo, 2003 dalam
Ma'rifatul Lilik, 2011), hal ini dikatakan sebagai ageing process. Ageing process
(proses menua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan - lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri, mengganti atau mempertahankan
fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki
kerusakan yang diderita (Canstantindes, 1994; Darmojo, 2004 dikutip oleh
Ma'rifatul Lilik, 2011).

Secara global populasi penuaan merupakan tantangan penting dan


kesempatan yang dihadapi oleh semua negara. Di negara-negara berkembang,
populasi penuaan mengubah sifat tuntutan pada sistem perawatan kesehatan yang
harus mengakomodasi kebutuhan populasi yang lebih tua sambil terus untuk
mengatasi masalah kesehatan prioritas lain seperti kesehatan ibu dan anak (WHO,
2013). Peningkatan usia harapan hidup menimbulkan peningkatan jumlah lanjut
usia (Lansia) di dunia. Lanjut usia adalah seseorang yang berumur 60 tahun atau
lebih (WHO 1998, dalam Nugroho 2000). Jumlah lansia usia 60 tahun secara global
diprediksikan pada tahun 2025 akan mencapai ± 1200 individu lanjut usia dan
angka sebaran lansia terbanyak diseluruh dunia terdapat dinegara Cina, India,
Amerika Serikat, dan Indonesia (Kuliah Pakar: Hendri Purwadi, 2013).

Transisi demografi pada kelompok lansia terkait dengan status kesehatan


lansia yang lebih terjamin, sehingga usia harapan hidup lansia lebih tinggi dari

1
dibanding masa-masa sebelumnya. Terlepas dari permasalahan peningkatan
harapan hidup di negara maju telah memimpin peningkatan jumlah orang tua
dirawat di panti jompo berdampak pula pada otonomi dan masalah legal etik lansia.
Mengingat kelemahan fisik dan kerusakan kapasitas mental di banyak penduduk
ini, pertanyaan muncul sebagai otonomi lansia dan untuk perlindungan lansia dari
bahaya. Pada tahun 2005, salah satu pengadilan Jerman tertinggi,
Bundesgerichtshof (BGH) mengeluarkan putusan mani yang berurusan dengan
kewajiban panti jompo dan dengan melestarikan otonomi dan privasi dalam
penghuni panti jompo (Artikel Global Medical Ethic oleh Kai Sammet, 2007).

Isu-isu legal dan etik yang memengaruhi lansia telah mengalami


peningkatan angka kejadian di pengadilan pada masa sekarang ini. Perawat yang
merawat lansia mengalami isu etis yang unik pada golongan usia ini. Sekelompok
pertanyaan muncul pada tingkat individu yang berkaitan dengan permasalahan
penuaan dan arti manusia. Kelompok pertanyaan kedua berkaitan dengan
pengalaman subjektif dari kecacatan dan penyakit sebagai yang dirasakan dan
ditafsirkan oleh lansia dan respons yang diberikan oleh perawat, dokter, atau tenaga
kesehatan yang lain. Serta yang terakhir kelompok ketiga masalah berpusat pada
proses pengambilan keputusan medis yang mengikutsertakan pasien, anggota
keluarga, para tenaga kesehatan, petugas lapangan, dan administrator rumah sakit.
Akhirnya, masalah etis yang berhubungan dengan lansia sebagai suatu kelompok
muncul dalam konteks masyarakat yang lebih besar (Mickey & Patricia, 2006).
Oleh karnanya akan dibahas lebih lanjut mengenai aspek legal etik keperawatan
lansia.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksus dengan standar gerontologi?
2. Bagaiaman aspek legal dan etik pada keperawatan lansia?
3. Bagaimana kebijakan pemerintah tentang kesejahteraan lansia?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Memenuhi penugasan mata kuliah Keperawatan Gerontik.
2
2. Mengembangkan teori tentang standar gerontologi.
3. Mengembangkan teori tentang aspek legal dan etik pada keperawatan lansia.
4. Mengembangkan teori tentang kebijakan pemerintah tentang kesejahteraan
lansia.

1.4 Manfaat Penulisan


1. Agar dapat memperdalam tentang standar gerontologi.
2. Agar dapat memperdalam tentang aspek legal dan etik pada keperawatan
lansia.
3. Agar dapat memperdalam tentang kebijakan pemerintah tentang
kesejahteraan lansia.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Standar Gerontologi


Praktek keperawatan profesional diarahkan dengan mempergunakan standar
praktek yang merefleksikan tingkat dan harapan dan pelayanan, serta dapat
digunakan untuk evaluasi praktek keperawatan yang telah diberikan. Standar
keperawatan gerontologi menurut American Nursing Association (ANA) adalah
sebagai berikut :
1. Standar I : Organisasi Pelayanan Keperawatan Gerontologi
Yaitu semua pelayanan keperawat gerontologi harus direncanakan, diorganisasi
dan dilakukan oleh seorang eksekutif perawat (has baccalaureate or master’s
preparation and experience in gerontological nursing and administrasion of long-
term care services or acute-care services for older patients)
2. Standar II : Teori
Perawat disini harus berpartisipasi dalarn rnengernbangkan dan melakukan
percobaan-percobaan yang didasari oleh teori untuk mengambil keputusan
klinik. Perawat juga mengunakan konsep teontik yang digunakan sebagai
petunjuk untuk melaksanakan praktek keperawatan gerontologi yang lebih
efektif.
3. Standar III : Pengumpulan Data
Status kesehatan pada klien dikaji secara terus menerus dengan komprehensif,
akurat dan sistematis. Informasi yang didapatkan selama pengkajian kesehatan
harus dapat dipecahkan dengan mengunakan pendekatan dan interdisipliner team
kesehatan termasuk didalamnya lansia dan keluarga.
4. Standar IV: Diagnosa Keperawatan
Perawat dengan mengunakan data yang telah diperoleh untuk menentukan
diagnose keperawatan yang tepat sesuai dengan prioritasnya.
5. Standar V: Perencanaan dan Kontinuitas dan Pelayanan
Perawat mengembangkan perencanaan yang berhubungan dengan klien dan
orang lain yang berkaitan. Untuk mencapai tujuan dan prioritas dan perencanaan
4
perawatan sesuai dengan yang dibutuhkan oleh klien, perawat dapat
mengunakan terapeutik, preventif, restoratif dan rehabilitasif. Perencanaan
perawatan ini bermanfaat untuk membantu klien dalam mencapai dan
mempertahankan tingkat kesehatan, kejahteran, kualitas hidup yang yang tinggi
(optimal ) dan serta mati dalam keadaan damai.
6. Standar VI : Intervensi
Perencanaan pelayanan yang telah ada digunakan sebagai petunjuk dalam
membenkan intervensi untuk mengembalikan fungsi dan mencegah terjadinya
komplikasi dan ‘excess disability’ pada klien.
7. Standar VII: Evaluasi
Perawat harus melakukan evalusai secara terus menerus terhadap respon klien
dan keluarga terhadap intervensi yang telah diberikan. Disamping itu evaluasi
juga digunakan untuk menentukan, tingkat keberhasilannya dan mengevaluasi
kembali data dasarnya, diagnosanya dan perencanaannya.
8. Standar VIII: Kolaborasi Interdisipliner
Kolaborasi perawat dengan disiplin ilmu yang lain (team kesehatan) sangat
penting dilakukan dalam membebankan pelayanan kesehatan terhdap klien
(lansia). Hal ini dapat dilakukan dengan mengadakan pertemuan yang rutin
untuk menentukan perencanaan yang tepat sesuai dengan perubahan kebutuhan
yang ditemukan pada klien.
9. Standar IX : Research
Perawat harus ikut berpartisipasi dalam rnengernbangkan penelitian untuk
memperkuat pengetahuan dibidang keperawatan gerontoogi, menyebarluaskan
hasil penelitian yang diperolehnya dan digunakan dalam praktek keperawatan.
10. Standar X: Ethics
Perawat menggunakan kode etik keperawatan (ANA) sebagai petunjuk etika
dalam mengambil keputusan didalam praktek.
11. Standar XI : Professional Development
Perawat harus mempunyai asumsi bahwa perkembangan dan kontribusi
profesionalisme keperawatan merupakan tanggung jawabnya dan sangat
berkaitan erat dengan perkembngan interdisiplin ilmu yang lain. Dalam hal ini

5
perawat juga harus mampu mengevaluasi perkembangan dalam praktek kualitas
yang diberikan.

Standar ini dikembangkan oleh dan untuk perawat gerontologi sendiri


sehingga perawat harus mempunyai peraturan yang jelas untuk mengevaluasi bila
terjadi pelanggaran yang menyimpang dan standar praktek yang seharusnya
diberikan. Standar ini akan memberikan kualitas pelayanan yang terbaik bagi
masyarakat.

2.2 Pengertian Etik Keperawatan Lansia


Etik merupakan prinsip yang menyangkut benar dan salah, baik dan buruk
dalam hubungan dengan orang lain. Etik merupakan studi tentang perilaku, karakter
dan motif yang baik serta ditekankan pada penetapan apa yang baik dan berharga
bagi semua orang. Secara umum, terminologi etik dan moral adalah sama. Etik
memiliki terminologi yang berbeda dengan moral bila istilah etik mengarahkan
terminologinya untuk penyelidikan filosofis atau kajian tentang masalah atau
dilema tertentu. Moral mendeskripsikan perilaku aktual, kebiasaan dan kepercayaan
sekelompok orang atau kelompok tertentu.

Etik juga dapat digunakan untuk mendeskripsikan suatu pola atau cara
hidup, sehingga etik merefleksikan sifat, prinsip dan standar seseorang yang
mempengaruhi perilaku profesional. Cara hidup moral perawat telah dideskripsikan
sebagai etik perawatan. Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa etik
merupakan istilah yang digunakan untuk merefleksikan bagaimana seharusnya
manusia berperilaku, apa yang seharusnya dilakukan seseorang terhadap orang lain.

Keperawatan gerontik adalah suatu pelayanan profesional yang berdasarkan


ilmu dan kiat/teknik keperawatan yang berbentuk bio-psiko-sosial-spritual dan
kultural yang holistik yang ditujukan kepada klien lanjut usia baik sehat maupun
sakit pada tingkat individu.

Dari kedua pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa etik keperawatan


lansia adalah istilah yang digunakan untuk merefleksikan bagaimana seharusnya

6
manusia berperilaku, apa yang seharusnya dilakukan seseorang terhadap orang lain
khususnya dalam memberikan suatu pelayanan profesional yang berdasarkan ilmu
dan kiat/teknik keperawatan yang berbentuk bio-psiko-sosial-spritual dan kultural
yang holistik yang ditujukan kepada klien lanjut usia baik sehat maupun sakit pada
tingkat individu.

2.3 Prinsip Etik


a. Respect (hak untuk dihormati)
Perawat harus menghargai hak-hak pasien/klien.
b. Autonomy (hak pasien memilih)
Hak pasien untuk memilih treatment terbaik untuk dirinya.
c. Beneficence (bertindak untuk keuntungan orang lain/pasien)
Kewajiban untuk melakukan hal yang tidak membahayakan pasien/pasien dan
secara aktif berkontribusi bagi kesehatan dan kesejahteraan pasien.
d. Non-Maleficence (utamakan tidak mencederai orang lain)
Kewajiban perawat untuk tidak menimbulkan kerugian/cidera.
Prinsip : jangan membunuh, menghilangkan orang lain, jangan membuat nyeri
atau penderitaan pada orang lain, dan jangan melukai perasaan orang lain.
e. Confidentiality (hak kerahasiaan)
Menghargai kerahasiaan terhadap semua informasi tentang pasien/klien yang
sudah dipercayakan kepada perawat.
f. Justice (keadilan)
Kewajiban untuk berlaku adilkepada semua orang/pasien/klien. Kata adil disini
yaitu berarti tidak memihak.
g. Fidelity (loyalty/ketaatan)
1) Kewajiban untuk setia terhadap kesepakatan dan bertanggungjawab terhadap
kesepakatan yang telah diambil.
2) Era modern, pelayanan kesehatan : upaya Tim (tanggungjawab tidak hanya
pada satu profesi). 80% kebutuhan dipenuhi perawat.
3) Masing-masing profesi memiliki aturan tersendiri yang berlaku.
4) Memiliki keterbatasan peran dan berpraktik dengan menurut aturan yang
disepakati.
7
h. Veracity (truthfullness & honesty)
Kewajiban untuk mengatakan kebenaran tentang :
1) Terkait erat dengan prinsip otonomi, khususnya terkait informed-consent.
2) Prinsip veracity mengikat pasien dan perawat untuk selalu mengutarakan
kebenaran.

2.4 Informed Consent


Persetujuan tertulis merupakan suatu persetujuan yang diberikan sebelum
prosedur atau pengobatan diberikan kepada seorang lanjut usia atau penghuni panti.
Syarat yang diperlukan bila seorang lanjut usia memberikan persetujuan ialah ia
masih kompeten dan telah mendapatkan informasi tentang manfaat dan risiko dari
suatu prosedur atau pengobatan tertentu yang diberikan kepadanya. Bila seorang
lanjut usia inkompeten, persetujuan diberikan oleh pelindung atau seorang wali.
Dengan melihat prinsip diatas tersebut, aspek etika pada pelayanan geriatrik
berdasarkan prinsip otonomi kemudian dititik beratkan pada berbagai hal sebagai
berikut :
1. Penderita harus ikut berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan dan
pembuatan keputusan. Pada akhirnya pengambilan keputusan harus bersifat
sukarela.
2. Keputusan harus telah mendapat penjelasan cukup tentang tindakan atau
keputusan yang akan diambil secara lengkap dan jelas.
3. Keputuan yang diambil hanya dianggap sah bila penderita secara mental
dianggap kapabel.

Atas dasar hal diatas maka aspek etika tentang otonomi ini kemudian
dituangkan dalam bentuk hukum sebagai persetujuan tindakan medik (pertindik)
atau informed consent. Dalam hal seperti diatas, maka penderita berhak menolak
tindakan medik yang disarankan oleh dokter, tetapi tidak berarti boleh memilih
tindakan, apabila berdasarkan pertimbangan dokter yang bersangkutan tindakan
yang dipilih tersebut tidak berguan (useless) atau bahkan berbahaya (harmful).

8
Kapasitas untuk mengambil keputusan, merupakan aspek etik dan hokum
yang sangat rumit. Dasar dari penilaian kapasitas pengambilan keputusan penderita
tersebut haruslah dari kapasitas fungsional penderita dan bukan atas dasar label
diagnosis, antara lain terlihat dari :
• Apakah penderita bisa buat/tunjukan keinginan secara benar?
• Dapatkah penderita memberi alasan tentang pilihan yang dibuat?
• Apakah alasan penderita tersebut rasional (artinya setelah penderita
mendapatkan penjelasan yang lengkap dan benar)?
• Apakah penderita mengerti implikasi bagi dirinya? (misalnya tentang
keuntungan dan kerugian dari tindakan tersebut? dan mengerti pula berbagai
pilihan yang ada)?

Pendekatan fungsional tersebut memang sukar, karena seringkali masih


terdapat fungsi yang baik dari 1 aspek, tetapi fungsi yagn lain sudah tidak baik,
sehingga perlu pertimbangan beberapa faktor. Pada usia lanjut seringkali sudah
terdapat gangguan komunikasi akibat menurunnya pendengaran, sehingga perlu
waktu, upaya dan kesabaran yang lebih guna mengetahui kapasitas fungsional
penderita. Pada dasarnya prinsip etika ini menyatakan bahwa kapasitas penderita
untuk mengambil/menentukan keputusan (prinsip otonomi) dibatasi oleh :
• Realitas klinik adanya gangguan proses pengambilan keputusan (misalnya pada
keadaan depresi berat, tidak sadar atau dementia). Bila gangguan tersebut
demikian berat, sedangakan keputusan harus segera diambil, maka keputusan
bisa dialihkan kepada wakil hukum atau wali keluarga (istri/suami/anak atau
pengacara). Dalam istilah asing keadaan ini disebut sebagai surrogate decission
maker.
• Apabila keputusan yang diharapkan bantuannya bukan saja mengenai aspek
medis, tetapi mengenai semua aspek kehidupan (hukum, harta benda) maka
sebaiknya terdapat suatu badan pemerintah yang melindungi kepentingan
penderita yang disebut badan perlindungan hukum (guardianship board).
(Brocklehurst and Allen 1987, Kane et al, 1994).

9
Dalam kenyatannya pengambilan keputusan ini sering dilakukan
berdasarkan keadaan de-facto yaitu oleh suami/istri/anggota kelurga, dibanding
keadaan de-jure oleh pengacara, karena hal yang terkhir ini sering tidak praktis,
waktu lama, dan sering melelahkan baik secara fisik maupun emosional. Oleh
karena suatu hal, misalnya gangguan komunikasi, salah pengertian, kepercayaan
penderita atau latar belakang budaya dapat menyebabkan penderita mengambil
keputusan yang salah (antara lain menolak transfusi/tindakan bedah yang live
saving). Dalam hal ini, dokter dihadapkan pada keadaan yang sulit, dimana atas
otonomi penderita tetap harus dihargai. Yang penting adalah bahwa dokter mau
mendengar semua keluhan atau alasan penderita dan kalau mungkin memperbaiki
keputusan penderita tersebut dengan pemberian edukasi. Seringkali perlu diambil
tindakan “kompromi” antara apa yang baik menurut pertimbangan dokter dan apa
yang diinginkan oleh penderita.

2.5 Peraturan Yang Berkaitan Dengan Kesejahteran Lansia


Berbagai perundang-undangan yang langsung mengenai lanjut usia atau yang tidak
langsung terkait dengan kesejahteraan lanjut usia telah diterbitkan sejak 1965.
Beberapa di antaranya adalah :
1. Undang-undang Nomor 4 tahun 1965 tentang Pemberian Bantuan Bagi Orang
Jompo (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1965 nomor 32 dan
tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 2747).
2. Undang-undang Nomor 14 tahun 1969 tentang Ketentuan Pokok Mengenai
Tenaga Kerja.
3. Undang-undang Nomor 6 tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Kesejahteraan Sosial.
4. Undang-undang Nomor 7 tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai
Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita.
5. Undang-undang Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan nasional.
6. Undang-undang Nomor 2 tahun 1982 tentang Usaha Perasuransian.
7. Undang-undang Nomor 3 tahun 1982 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
8. Undang-undang Nomor 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman.
10
9. Undang-undang Nomor 10 tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan
dan Pembangunan keluarga Sejahtera.
10. Undang-undang Nomor 11 tahun 1992 tentang Dana Pensiun.
11. Undang-undang Nomor 23 tentang Kesehatan.
12. Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 1994 tentang Penyelenggaraan
Pembangunan Keluarga Sejahtera.
13. Peraturan Pemerintah Nomor 27 ahun 1994 tentang Pengelolaan
Perkembangan Kependudukan.
14. Undang-Undang Nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia
(Tambahan lembaran Negara nomor 3796), sebagai pengganti Undang-Undang
nomor 4 tahun 1965 tentang Pemberian Bantuan Bagi Orang Jompo.
15. Undang-Undang Nomor 13 tahun 1998 ini berisikan antara lain :
a. Hak, kewajiban, tugas dan tanggung jawab pemerintah, masyarakat dan
kelembagaan.
b. Upaya pemberdayaan.
c. Uaya peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia potensial dan tidak
potensial.
d. Pelayanan terhadap lanjut usia.
e. Perlindungan sosial.
f. Bantuan sosial.
g. Koordinasi.
h. Ketentuan pidana dan sanksi administrasi.
i. Ketentuan peralihan.
16. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 79 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan
Pelayanan Geriatri di Rumah Sakit, kenyataannya rumah sakit yang telah
menyelenggarakan pelayanan geriatri dengan tim terpadu.
17. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 25 tahun 2016 tentang Rencana Aksi
Nasional (RAN) Kesehatan Lanjut Usia tahun 2016-2019 melalui 6 strategi
yang menjadi acuan bagi penyelenggaraan program dan kegiatan, baik di
tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota di puskesmas terkait pada masing-
masing level.
11
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Praktek keperawatan profesional diarahkan dengan mempergunakan standar
praktek yang merefleksikan tingkat dan harapan dan pelayanan, serta dapat
digunakan untuk evaluasi praktek keperawatan yang telah diberikan. Standar
keperawatan gerontologi menurut American Nursing Association (ANA) ada 11.
Etik keperawatan lansia adalah istilah yang digunakan untuk merefleksikan
bagaimana seharusnya manusia berperilaku, apa yang seharusnya dilakukan
seseorang terhadap orang lain khususnya dalam memberikan suatu pelayanan
profesional yang berdasarkan ilmu dan kiat/teknik keperawatan yang berbentuk
bio-psiko-sosial-spritual dan kultural yang holistik yang ditujukan kepada klien
lanjut usia baik sehat maupun sakit pada tingkat individu. Aspek etik lansia sama
seperti aspek etik keperawatan secara umum. Persetujuan tertulis merupakan suatu
persetujuan yang diberikan sebelum prosedur atau pengobatan diberikan kepada
seorang lanjut usia atau penghuni panti disebut juga informed consent. Dalam
kesejahteraan lansia didukung beberapa undang-undang diantaranya undang-
undang no 13 tahun 1998.

3.2 Saran
Diharapkan mahasiswa dapat lebih banyak lagi membaca hasil penelitian
seputar keperawatan gerontik terutama di aspek legal dan etik keperawatan gerontik
guna memperkaya ilmu keperawatan yang dapat dikembangkan di masyarakat dan
rumah sakit.

12
DAFTAR PUSTAKA

Annisatriu. 2019. Aspek Legal dan Etik Pada Lansia. Tersedia pada
https://www.scribd.com/document/416756779/Makalah-Aspek-Legal-Etik-
Pada-Lansia. Diakses pada Rabu, 4 November 2020 pukul 19.45WITA.

Bione. 2008. Aspek Etik Dan Legal Dalam Praktik Keperawatan. Tersedia pada
https://b11nk.wordpress.com/2010/11/21/aspek-etik-dan-legal-dalam-praktik-
keperawatan/. Diakses pada Rabu, 4 November 2020 pukul 20.00WITA.

Kemenkes. 2019. Analisis Kebijakan Mewujudkan Lanjut Usia Sehat Menuju


Lanjut Usia Aktif (Active Ageing). Tersedia pada
http://padk.kemkes.go.id/uploads/download/Analisis_Lansia.pdf. Diakses Rabu,
4 November 2020 pukul 19.30 WITA.

Kemenkes. 2019 RAN Kesehatan Lanjut Usia. Tersedia pada


http://hukor.kemkes.go.id/uploads/produk_hukum/PMK_No._25_ttg_Rencana_
Aksi_Nasional_Kesehatan_Lanjut_Usia_Tahun_2016-2019_.pdf. Rabu, 4
November 2020 pukul 19.05 WITA.

Margaretha. 2011. Hukum Dan Etik Dalam Pelayanan Geriatri. Tersedia pada
https://www.poltekkeskupang.ac.id/informasi/download/category/8-
mkjk.html?download=23:hukum. Diakses Rabu, 4 November 2020 pukul 19.20
WITA.

13

Anda mungkin juga menyukai