OLEH :
KELOMPOK 5
I Gede Endra Suryantha 17.321.2667
I Ketut Antono 17.321.2669
I Made Wahyu Aditra 17.321.2671
Komang Purnama Sari 17.321.2676
Ni Luh Asriani 17.321.2688
Ni Putu Linda Kusuma Wardani 17.321.2701
Ni Putu Yunita Diyantari 17.321.2703
Putu Eka Wulandari 17.321.2707
A11-A
Puji syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmatnya, kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Program Pemerintah
Tentang Kebijakan Lansia. Harapan kami semoga makalah ini dapat membantu
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca supaya kami dapat
memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepanya dapat lebih baik
lagi dan semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan,
petunjuk, maupun pedoman bagi pembaca dalam administrasi pendidikan. Kami
sangat berterima kasih kepada pihak yang berkontribusi dalam pembuatan makalah
ini. Makalah ini kami sadari masih banyak kekurangan karena pengalaman yang
kami miliki sangat kurang. Oleh karena itu, kami harapkan kepada pembaca untuk
memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan
makalah ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
2
BAB II
PEMBAHASAN
Upaya mengatasi penyakit tersebut, akan menjadi beban yang sangat berat
baik bagi masyarakat maupun pemerintah serta program Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN). Berdasarkan laporan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
tahun 2017, biaya klaim BPJS adalah sebanyak 24% yang dipergunakan untuk
kebutuhan perawatan kesehatan penduduk lanjut usia, padahal jumlah lanjut usia
hanya sebesar 9% dari total penduduk Indonesia. Data Susenas 2018 menunjukkan
bahwa, baru 68% lanjut usia memiliki jaminan kesehatan, sehingga ke depan
pemerintah perlu mendorong agar seluruh lanjut usia memiliki jaminan kesehatan.
Kondisi lanjut usia yang berisiko disabilitas memerlukan perawatan jangka
panjang, namun sampai saat ini belum tersedia jaminan untuk perawatan jangka
panjang (Long Term Care/LTC). Upaya untuk mewujudkan lanjut usia sehat yang
memenuhi kriteria sehat fisik, jiwa, sosial dan spiritual hingga akhir hayat, harus
dimulai sejak pralanjut usia dengan menggunakan pendekatan holistik dan secara
3
komprehensif, khususnya bagi pralanjut usia (45-59 tahun) dan lanjut usia dengan
kemandirian dan ketergantungan ringan. Keluarga merupakan support sistem bagi
lanjut usia dalam mempertahankan kesehatannya. Dukungan keluarga merupakan
salah satu hal terpenting dalam meningkatkan kualitas hidup lanjut usia. Dukungan
keluarga yang baik akan meningkatkan kualitas hidup lanjut usia sehingga lanjut
usia dapat menikmati hidup di masa tuanya. Pelayanan kesehatan bagi lanjut usia,
dengan program pelayanan mencakup pengasuhan dan pemberdayaan berdasarkan
tingkat kemandirian/ ketergantungan.
Prinsip-prinsip dalam mewujudkan lanjut usia sehat, mandiri, aktif dan produktif
meliputi :
1. Menjadi lanjut usia sehat adalah hak asasi setiap manusia.
2. Pelayanan kesehatan primer adalah ujung tombak untuk tercapainya lanjut usia
sehat yang didukung oleh pelayanan rujukan yang berkualitas.
3. Partisipasi lanjut usia perlu diupayakan dalam kegiatan baik di keluarga maupun
masyarakat berupa kegiatan sosial ekonomi sesuai dengan kemampuan, minat
dan kondisi kesehatannya.
4. Pelayanan bagi lanjut usia diupayakan secara lintas program dan lintas sektor.
5. Pelayanan bagi lanjut usia perlu dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip
keadilan dan kesetaraan gender.
Secara umum komunitas lansia terbuka untuk praktik kesehatan baru dan
berespons terhadap bermacam-macam pendekatan yang berpotensi meningkatkan
kesehatan lansia. Dalam merencanakan program kesehatan yang efektif perawat
kesehatan komunitas harus memvalidasi strategi dan tujuan bersama kelompok
lansia yang ditargetkan. Keterlibatan lansia dalam merencanakan promosi
kesehatan dan aktivitas pencegahan penyakit adalah hal yang esensial karena lansia
sensitif terhadap kehilangan potensi kemandiriannya. Oleh karena itu jika
lansia dilibatkan rasa kemandirian lansia akan meningkat. Tahapan tindakan
yang dilakukan ketika bekerja dengan lansia di komunitas antara lain :
1. Jalankan program ditempat-tempat biasa lansia berkumpul seperti gereja, senior
center, dan tempat perkumpulan pensiunan
2. Libatkan aktivitas outreach ke dalam seluruh program
3. Siapkan sarana transportasi menuju tempat aktivitas kelompok
4. Antisipasi kebutuhan lansia yang memiliki pandangan dan/atau penglihatan
5. Tidak adekuat (contoh penggunaan tulisanyang besar, membatasi penggunaan
makalah, penggunaan ruangan yang tenang dan/atau pengeras suara yang
adekuat)
6. Pertahankan aktivitas secara berlahan dan berikan waktu yang cukup untuk
berespons
7. Berikan waktu yang cukup bagi para lansia untuk berbagi pengalaman hidup
8. Pertahankan pengajaran dalam waktu yang relatif singkat
9. Lakukan pengulangan ganda dan penguatan informasi 1
10. Susunlah aktivitas pendidikan kesehatan yang dapat memberikan rasa nyaman
pada para lansia dalam mengajukan pertanyaan dan atau menanyakan informasi
baru atau informasi yang masih meragukan lansia
11. Dorong keterlibata keluarga, teman dan kerabat
11
12. Advokasi untuk meningkatkan sumber sumber yang ada di komunitas serta
kebijakan yang memengaruhi lansia
12
2.3 Dukungan Keluarga Terhadap Kesehatan dan Kesejahteraan Lansia
Dukungan keluarga adalah salah satu cara untuk memenuhi hak lanjut usia
untuk hidup adalah hak asasi yang paling dasar bagi seluruh manusia. Hak hidup ini
juga telah diamanatkan dalam Pasal 9 UU No. 39 Tahun 1999 yaitu :
1) Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan meningkatkan
taraf kehidupannya
2) Setiap orang berhak hidup tenteram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir
dan batin, dan
3) Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat (Undang-
Undang Nomor 39, 1999).
13
Dukungan keluarga dapat memperkuat setiap individu, menciptakan
kekuatan keluarga, memperbesar penghargaan terhadap diri sendiri, mempunyai
potensi sebagai strategi pencegahan yang utama bagi seluruh keluarga dalam
menghadapi tantangan kehidupan sehari-hari serta mempunyai relevansi dalam
masyarakat yang berada dalam lingkungan yang penuh dengan tekanan. Fungsi
dasar keluarga antara lain adalah fungsi afektif, yaitu fungsi internal keluarga untuk
pemenuhan kebutuhan psikososial, saling mengasuh dan memberikan cinta kasih,
serta saling menerima dan saling mendukung. Sehingga dukungan keluarga
merupakan bagian integral dari dukungan sosial.
14
4. Dukungan instrumental, merupakan dukungan yang diberikan oleh keluarga
secara langsung yang meliputi bantuan material seperti memberikan tempat
tinggal, meminjamkan atau memberikan uang dan bantuan dalam mengerjakan
tugas rumah sehari-hari.
5. Dukungan kelompok (network support) merupakan suatu bentuk dukungan
sosial yang dapat memberikan dukungan bagi seseorang dalam usaha untuk
mengurangi tekanan yang dirasakan.
Dukungan keluarga ditujukan bagi kesejahteraan lanjut usia yaitu suatu tata
kehidupan dan penghidupan sosial baik material maupun spiritual yang diliputi rasa
keselamatan, kesusilaan, dan ketentraman lahir batin yang memungkinkan bagi
setiap warga lanjut usia untuk mengadakan pemenuhan kebutuhan jasmani, rohani,
dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga, serta masyarakat dengan
menjunjung tinggi hak dan kewajiban asasi manusia sesuai dengan Pancasila. Dari
definisi ini, untuk kesejahteraan lanjut usia ada 3 aspek kebutuhan yang harus
dipenuhi oleh keluarga yaitu kebutuhan :
- Jasmani
- Rohani
- Sosial
15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kebijakan program kesehatan lansia lainnya adalah Pembinaan Terpadu
(Posbindu), UU No. 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, Undang-
Undang Nomor 4 tahun 1965 tentang Pemberian Bantuan Penghidupan Bagi Orang
Jompo yang kemudian diikuti oleh Keputusan Menteri Sosial RI Nomor HUK/3-1-
50/107 tahun 1971 tentang pelaksanaan UU tersebut dan kebijakan Pemberian
kemudahan bagi para lanjut usia yang memiliki masalah kesehatan dapat
menjangkau pelayanan kesehatan misalnya dengan Jamkesmas dan Jaminan Sosial
Lanjut Usia (Jasoslansia). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 25 tahun 2016
tentang Rencana Aksi Nasional (RAN) Kesehatan Lanjut Usia tahun 2016-2019
melalui 6 strategi yang menjadi acuan bagi penyelenggaraan program dan kegiatan,
baik di tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota di puskesmas terkait pada masing-
masing level salah satunya promosi kesehatan. Promosi kesehatan adalah elemen
pencegahan primer. Promosi kesehatan menekankan pada upaya membantu
masyarakat mengubah gaya hidup lansia dan bergerak menuju kondisi kesehatan
yang optimum. Kesejahteraan lansia bergantung pada dukungan yang diberikan
keluarga antaranya dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan
informasi, dukungan instrumental, dukungan kelompok.
3.2 Saran
Diharapkan mahasiswa dapat lebih banyak lagi membaca hasil penelitian
seputar keperawatan gerontik guna memperkaya ilmu keperawatan yang dapat
dikembangkan di masyarakat dan rumah sakit.
16
DAFTAR PUSTAKA
17
KEPERAWATAN GERONTIK
Aspek Legal dan Etik Keperawatan Lansia
OLEH :
KELOMPOK 5
I Gede Endra Suryantha 17.321.2667
I Ketut Antono 17.321.2669
I Made Wahyu Aditra 17.321.2671
Komang Purnama Sari 17.321.2676
Ni Luh Asriani 17.321.2688
Ni Putu Linda Kusuma Wardani 17.321.2701
Ni Putu Yunita Diyantari 17.321.2703
Putu Eka Wulandari 17.321.2707
A11-A
Puji syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmatnya, kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Aspek Legal dan
Etik Keperawatan Lansia. Harapan kami semoga makalah ini dapat membantu
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca supaya kami dapat
memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepanya dapat lebih baik
lagi dan semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan,
petunjuk, maupun pedoman bagi pembaca dalam administrasi pendidikan. Kami
sangat berterima kasih kepada pihak yang berkontribusi dalam pembuatan makalah
ini. Makalah ini kami sadari masih banyak kekurangan karena pengalaman yang
kami miliki sangat kurang. Oleh karena itu, kami harapkan kepada pembaca untuk
memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan
makalah ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
dibanding masa-masa sebelumnya. Terlepas dari permasalahan peningkatan
harapan hidup di negara maju telah memimpin peningkatan jumlah orang tua
dirawat di panti jompo berdampak pula pada otonomi dan masalah legal etik lansia.
Mengingat kelemahan fisik dan kerusakan kapasitas mental di banyak penduduk
ini, pertanyaan muncul sebagai otonomi lansia dan untuk perlindungan lansia dari
bahaya. Pada tahun 2005, salah satu pengadilan Jerman tertinggi,
Bundesgerichtshof (BGH) mengeluarkan putusan mani yang berurusan dengan
kewajiban panti jompo dan dengan melestarikan otonomi dan privasi dalam
penghuni panti jompo (Artikel Global Medical Ethic oleh Kai Sammet, 2007).
3
BAB II
PEMBAHASAN
5
perawat juga harus mampu mengevaluasi perkembangan dalam praktek kualitas
yang diberikan.
Etik juga dapat digunakan untuk mendeskripsikan suatu pola atau cara
hidup, sehingga etik merefleksikan sifat, prinsip dan standar seseorang yang
mempengaruhi perilaku profesional. Cara hidup moral perawat telah dideskripsikan
sebagai etik perawatan. Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa etik
merupakan istilah yang digunakan untuk merefleksikan bagaimana seharusnya
manusia berperilaku, apa yang seharusnya dilakukan seseorang terhadap orang lain.
6
manusia berperilaku, apa yang seharusnya dilakukan seseorang terhadap orang lain
khususnya dalam memberikan suatu pelayanan profesional yang berdasarkan ilmu
dan kiat/teknik keperawatan yang berbentuk bio-psiko-sosial-spritual dan kultural
yang holistik yang ditujukan kepada klien lanjut usia baik sehat maupun sakit pada
tingkat individu.
Atas dasar hal diatas maka aspek etika tentang otonomi ini kemudian
dituangkan dalam bentuk hukum sebagai persetujuan tindakan medik (pertindik)
atau informed consent. Dalam hal seperti diatas, maka penderita berhak menolak
tindakan medik yang disarankan oleh dokter, tetapi tidak berarti boleh memilih
tindakan, apabila berdasarkan pertimbangan dokter yang bersangkutan tindakan
yang dipilih tersebut tidak berguan (useless) atau bahkan berbahaya (harmful).
8
Kapasitas untuk mengambil keputusan, merupakan aspek etik dan hokum
yang sangat rumit. Dasar dari penilaian kapasitas pengambilan keputusan penderita
tersebut haruslah dari kapasitas fungsional penderita dan bukan atas dasar label
diagnosis, antara lain terlihat dari :
• Apakah penderita bisa buat/tunjukan keinginan secara benar?
• Dapatkah penderita memberi alasan tentang pilihan yang dibuat?
• Apakah alasan penderita tersebut rasional (artinya setelah penderita
mendapatkan penjelasan yang lengkap dan benar)?
• Apakah penderita mengerti implikasi bagi dirinya? (misalnya tentang
keuntungan dan kerugian dari tindakan tersebut? dan mengerti pula berbagai
pilihan yang ada)?
9
Dalam kenyatannya pengambilan keputusan ini sering dilakukan
berdasarkan keadaan de-facto yaitu oleh suami/istri/anggota kelurga, dibanding
keadaan de-jure oleh pengacara, karena hal yang terkhir ini sering tidak praktis,
waktu lama, dan sering melelahkan baik secara fisik maupun emosional. Oleh
karena suatu hal, misalnya gangguan komunikasi, salah pengertian, kepercayaan
penderita atau latar belakang budaya dapat menyebabkan penderita mengambil
keputusan yang salah (antara lain menolak transfusi/tindakan bedah yang live
saving). Dalam hal ini, dokter dihadapkan pada keadaan yang sulit, dimana atas
otonomi penderita tetap harus dihargai. Yang penting adalah bahwa dokter mau
mendengar semua keluhan atau alasan penderita dan kalau mungkin memperbaiki
keputusan penderita tersebut dengan pemberian edukasi. Seringkali perlu diambil
tindakan “kompromi” antara apa yang baik menurut pertimbangan dokter dan apa
yang diinginkan oleh penderita.
3.1 Kesimpulan
Praktek keperawatan profesional diarahkan dengan mempergunakan standar
praktek yang merefleksikan tingkat dan harapan dan pelayanan, serta dapat
digunakan untuk evaluasi praktek keperawatan yang telah diberikan. Standar
keperawatan gerontologi menurut American Nursing Association (ANA) ada 11.
Etik keperawatan lansia adalah istilah yang digunakan untuk merefleksikan
bagaimana seharusnya manusia berperilaku, apa yang seharusnya dilakukan
seseorang terhadap orang lain khususnya dalam memberikan suatu pelayanan
profesional yang berdasarkan ilmu dan kiat/teknik keperawatan yang berbentuk
bio-psiko-sosial-spritual dan kultural yang holistik yang ditujukan kepada klien
lanjut usia baik sehat maupun sakit pada tingkat individu. Aspek etik lansia sama
seperti aspek etik keperawatan secara umum. Persetujuan tertulis merupakan suatu
persetujuan yang diberikan sebelum prosedur atau pengobatan diberikan kepada
seorang lanjut usia atau penghuni panti disebut juga informed consent. Dalam
kesejahteraan lansia didukung beberapa undang-undang diantaranya undang-
undang no 13 tahun 1998.
3.2 Saran
Diharapkan mahasiswa dapat lebih banyak lagi membaca hasil penelitian
seputar keperawatan gerontik terutama di aspek legal dan etik keperawatan gerontik
guna memperkaya ilmu keperawatan yang dapat dikembangkan di masyarakat dan
rumah sakit.
12
DAFTAR PUSTAKA
Annisatriu. 2019. Aspek Legal dan Etik Pada Lansia. Tersedia pada
https://www.scribd.com/document/416756779/Makalah-Aspek-Legal-Etik-
Pada-Lansia. Diakses pada Rabu, 4 November 2020 pukul 19.45WITA.
Bione. 2008. Aspek Etik Dan Legal Dalam Praktik Keperawatan. Tersedia pada
https://b11nk.wordpress.com/2010/11/21/aspek-etik-dan-legal-dalam-praktik-
keperawatan/. Diakses pada Rabu, 4 November 2020 pukul 20.00WITA.
Margaretha. 2011. Hukum Dan Etik Dalam Pelayanan Geriatri. Tersedia pada
https://www.poltekkeskupang.ac.id/informasi/download/category/8-
mkjk.html?download=23:hukum. Diakses Rabu, 4 November 2020 pukul 19.20
WITA.
13