Disusun oleh:
Kevin Yogi Bhaskara
Noerjannah
Widya Hartati
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat,
nikmat, dan hidayahnya, sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan makalah ini.
Kami sadar bahwa makalah ini juah dari kesempurnaan kami mengharapkan
kritik dan saran demi perbaikan dimasa akan datang.
1
Daftar Isi
COVER
KATA PENGANTAR..................................................................................................................... 1
Daftar Isi .................................................................................................................................... 2
BAB I .......................................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN ......................................................................................................................... 3
A. Latar Belakang............................................................................................................... 3
B. Rumusan Masalah ......................................................................................................... 3
C. Tujuan ........................................................................................................................... 3
BAB II ......................................................................................................................................... 4
PEMBAHASAN ........................................................................................................................... 4
A. Keterlibatan dan tanggung jawab pemerintah ............................................................. 4
B. Koordinasi antar Beragam Instansi Terkait ................................................................... 7
C. Penyusunan Program dan Pelaksanaannya .......................................................................... 8
Pemerintah Siapkan Taburia ......................................................................................... 9
Program “Positive Deviance ........................................................................................ 10
Tujuan Pemberian Makanan Tambahan ..................................................................... 11
Program Kegiatan Perbaikan Gizi ................................................................................ 11
Melaksanakan Program Perbaikan Gizi ...................................................................... 12
D. pemantaun dan evaluasi .................................................................................................... 17
Pengertian Monitoring dan Evaluasi Promosi Gizi ...................................................... 17
Monitoring dalam Promosi Gizi .................................................................................. 17
Evaluasi dalam Promosi Gizi ....................................................................................... 18
BAB III ...................................................................................................................................... 23
PENUTUP ................................................................................................................................. 23
Kesimpulan.......................................................................................................................... 23
Daftar Pustaka..................................................................................................................... 23
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
3
BAB II
PEMBAHASAN
Saat ini, bayi yang baru lahir dan memiliki berat yang rendah masih tetap
menjadi masalah dunia khususnya di negara-negara berkembang. Lebih dari 20 juta
bayi di dunia (15,5% dari seluruh kelahiran) mengalami BBLR (Bayi Berat Lahir
Rendah) dan 95 persen diantaranya terjadi di negara-negara berkembang (Kawai K,
4
dkk. 2011). Jika ditelaah lebih lanjut, secara umum permasalahan gizi di Indonesia
yang hingga saat ini masih belum dapat terselesaikan ada empat, yakni :
Masyarakat Indonesia juga masih banyak yang mengalami anemi gizi. Anemi
gizi disebabkan oleh kekurangan zat gizi yang berperan dalam pembentukan
hemoglobin, baik karena kekurangan konsumsi atau karena gangguan absorpsi. Zat
gizi yang bersangkutan adalah besi, protein, piridoksin (vitamin B6) yang berperan
sebagai katalisator dalam sintesa hem di dalam molekul hemoglobin
5
(Almatsier,2009). Penyebab banyaknya kasus anemi gizi di Indonesia adalah karena
pola konsumsi masyarakat Indonesia yang kurang mengkonsumsi makanan yang
mengandung besi, terutama dalam bentuk besi-hem. Di samping itu pada wanita,
anemi ini sering terjadi karena kehilangan darah saat haid dan persalinan. Oleh
karena itu, permasalahan anemi gizi disini juga menjadi sorotan penting bagi
pemerintah Indonesia karena masalah anami gizi zat besi merupakan faktor penting
(13,8%) penyebab kematian ibu. Dilihat dari permasalahan tersebut, akhirnya
pemerintah mengambil kebijakan dengan cara Meningkatkan kinerja program gizi
dengan memperbaiki management perencanaan, pengadaan, distribusi dan
pengawasan pelaksanaan bantuan 20 Kerangka Kebijakan Gerakan 1000 Hari
Pertama Kehidupan suplemen tablet besi-folat dan pemberian makan tambahan.
Tidak hanya itu, untuk meningkatkan cakupan sasaran Rencan Aksi Nasional Pangan
dan Gizi, pemerintah juga melakukan kunjungan antenatal 4 kali 95 persen dan
konsumsi 90 tablet besi 85 persen.
Miss Indonesia 2015 sekaligus runner up Miss World 2015 itu menambahkan
dengan keterlibatan stakeholder maka masalah gizi lebih cepat diatasi dan
dituntaskan. ”Permasalahan gizi tanggung jawab bersama. Sehingga tidak ada lagi
sekelompok masyarakat manapun, baik yang tinggal di pelosok yang tidak mampu
mengkonsumsi makanan sehat,” jelasnya. Jika tidak diatasi segera, masalah gizi
menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan generasi muda Indonesia. “Kalau
sejak usia dini tidak konsumsi makanan sehat ditambah pola hidup gizi buruk
bagaimana masa depan mereka dan masa depan kita semua,” tambahnya. Sementara
Head of JAPFA Foundation, Andi Prasetyo, mengatakan, mulai tahun 2018, Maria
Harfanti, sebagai Duta Gizi JAPFA Foundation, akan lebih berperan sebagai
kolaborator dengan para pemangku kepentingan dan pemerintahan. Tugas Duta Gizi
ini juga meliputi menggerakkan para pemangku kepentingan dan pemerintahan yang
terlibat untuk lebih mengarahkan kepada kepentingan akses untuk gizi masyarakat
Indonesia yang lebih baik.
6
B. Koordinasi antar Beragam Instansi Terkait
Pelaksanaan program gizi memerlukan koordinasi dari seksi gizi dinas kesehatan
dengan lintas program dan lintas sektor. Koordinasi adalah aktifitas sengaja yang
dimaksudkan pada pencapaian kesatuan dan harmonis usaha dalam mengejar tujuan
bersama di dalam organisasi yang berpartisipasi dalam susunan multiorganisasional.
Koordinasi sebagai cara efektif yang terikat bersama berbagai bagian dari organisasi
atau keterikatan bersama organisasi dan berkenaan dengan interpendensi, salah satu
dari fungsi penting dalam manajemen (Shortell dan Kaluzny, 1996). Wijono (1997)
menyatakan bahwa koordinasi bertujuan mengarahkan, menyelesaikan,
mensinkronisasikan dan menyelaraskan semua kegiatan masing-masing unit sehingga
tercapai tujuan bersama atau tujuan organisasi secara keseluruhan. Masalah gizi
buruk merupakan masalah yang kompleks karena penyebabnya multi faktor dan
multi dimensi. Penanganannya memerlukan pendekatan yang menyeluruh, meliputi
penyembuhan dan pemulihan anak-anak yang sudah menjadi gizi buruk, serta
pencegahan dan peningkatan untuk menjaga/ mempertahankan anak yang sehat tetap
sehat. Kasus gizi buruk yang terjadi pada balita, pada hakekatnya merupakan
fenomena gunung es, yang menggambarkan keadaan gizi masyarakat, dan bahkan
keadaan kesejahteraan masyarakat pada umumnya, seperti daya beli, pendidikan dan
perilaku serta lingkungan dan pemeliharaan kesehatan. Dari gambaran tersebut,
pencegahan dan penanggulangan masalah gizi tidak bisa ditangani oleh salah satu
sektor saja, tidak dapat dipecahkan melalui pendekatan kesehatan yaitu upaya
penyembuhan dan pemulihan seperti yang banyak dipersepsikan umum. Anak yang
sudah terpulihkan harus didukung secara terpadu dalam upaya promosi dan
pencegahan untuk mencegah kembali terulangnya kejadian gizi buruk. Oleh sebab
itu, pencegahan dan penanggulangan gizi buruk memerlukan keterlibatan berbagai
sektor dengan melakukan koordinasi antar sektor termasuk dengan masyarakat dan
dunia usaha di setiap tingkat administratif dengan prinsip kemitraan. Memperhatikan
luasnya lingkup penyebab masalah gizi, diidentifikasi kegiatan yang diperlukan
untuk mencegah dan menang-gulangi gizi buruk, masalah gizi secara menyeluruh.
7
Dari kegiatan tersebut diindentifikasi sektor, LSM dan Pekerja Sosial Masyarakat
(PSM) serta dunia usaha yang terlibat.
Kemitraan yang luas antara pemerintah Indonesia, UNICEF, dan Uni Eropa
dalam mengatasi masalah gizi di kalangan anak-anak bangsa menunjukkan
tanda-tanda kemajuan yang penting.Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam
sambutannya pada seminar dan pameran pangan nasional Jakarta Food Security
Summit: Feed Indonesia Feed The World 2012 yang digelar di Jakarta
Convention Center, mengatakan pemerintah terus bekerja untuk mengatasi
kekurangan gizi dan kesuliatan untuk mendapatkan pangan dengan program-
program pro rakyat. Program-program pro rakyat yang dimaksud
seperti program beras miskin (raskin) dengan harga murah, menggratiskan
pelayanan kesehatan dan pemberian bea siswa untuk siswa miskin.
8
makanan pendamping ASI, dan juga meningkatkan program-program zat gizi
mikro.
Direktur Bina Gizi, Ditjen Gizi dan Kesehatan Ibu & Anak (KIA)
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dr Minarto mengatakan, anggarannya me-
ningkat karena cakupan pemberian bubuk makanan balita tersebut diperluas dari
tiga provinsi di sembilan kabupaten pada 2010 menjadi enam provinsi di 24
kabupaten pada tahun ini.
Program suplemen Taburia ini sudah mulai sejak tahun 2009. Orangtua tak
mampu yang memiliki anak usia 6-24 bulan bisa mendapat Taburia setiap bulan.
Serbuk multivitamin tersebut diberikan untuk membantu balita tumbuh secara
optimal, meningkatkan daya tahan tubuh, meningkatkan nafsu makan, mencegah
anemia dan mencegah kekurangan zat gizi. Sama seperti penambahan vitamin A
dalam minyak goreng, pemberian Taburia ke dalam makanan juga termasuk
salah satu bentuk fortifikasi atau penambahan zat gizi. Perbedaannya adalah
fortifikasi minyak goreng dilakukan dalam skala industri. Sementara
penambahan Taburia dilakukan di level rumah tangga. Persoalan gizi buruk
9
seharusnya ditangani menyeluruh karena gizi buruk ini dipengaruhi berbagai
faktor, seperti tingkat pendidikan, kemiskinan, ketersediaan pangan, transportasi
adat istiadat dan sebagainya.
10
penyuluhan merupakan salah satu bentuk kegiatan pemberian gizi berupa
makanan dari luar keluarga, dalam rangka program UPGK. PMT ini diberikan
setiap hari, sampai keadaan gizi penerima makanan tambahan ini menunjukkan
perbaikan dan hendaknya benar-benar sebagai penambah dengan tidak
mengurangi jumlah makanan yang dimakan setiap hari dirumah. Pada saat ini
program PMT tampaknya masih perlu dilanjutkan mengingat masih banyak
balita dan anak-anak yang mengalami kurang gizi bahkan gizi buruk.
11
dilaksanakan di salah satu rumah ibu hamil secara bergiliran, dan capaian
target yang kami harapkan yaitu 40 %.
12
pemberian makanan tambahan untuk Ibu hamil yang diberi nama KAMIL
(Kantin Bumil).
1. Persiapan
a. Menyiapkan tempat penyimpanan makanan tambahan.
13
b. Menyiapkan data ibu hamil (Gakin dan non Gakin) berdasarkan data
dari Puskesmas kecamatan.
2. Pelaksanaan
a. Mensosialisasikan dan memantau program PMT ibu hamil kepada
lintas program dan sektor.
b. Menerima dan menyimpan makanan tambahan ibu hamil.
c. Mendistribusikan makanan tambahan ibu hamil Gakin ke Puskesmas.
3. Mekanisme Distribusi
a. Produsen mengirimkan makanan tambahan ke gudang yang telah
disiapkan oleh Dinkes kabupaten/kota. Frekuensi pengiriman
dilakukan sesuai jadwal yang disepakati antara Dinkes provinsi,
Dinkes kabupaten/kota dan produsen dengan memperhatikan berbagai
hal antara lain kondisi lapangan, transportasi dan jarak antara provinsi
dan kabupaten/kota.
b. Dinkes kabupaten/kota menginformasikan alokasi makanan tambahan
untuk masing-masing Puskesmas kepada pengelola program gizi dan
penanggung jawab gudang sesuai dengan rencana distribusi yang
telah dibuat Puskesmas.
c. Dinkes kabupaten/kota berkoordinasi dengan tim koordinasi
kabupaten/kota untuk menentukan rencana distribusi ke masing-
masing Puskesmas berdasarkan usulan yang disampaikan oleh
Puskesmas Dinkes kabupaten/kota melalui gudang kabupaten/kota
harus segera mendistribusikan makanan tambahan tersebut ke
Puskesmas dengan segera sesuai kebutuhan masing-masing.
d. Petugas gudang melakukan pencatatan dan pelaporan administrasi
gudang dengan membuat Surat Bukti Barang Masuk (SBBM), Surat
Bukti Barang Keluar (SBBK), Kartu Persediaan Barang (KPB), dan
Buku Agenda Ekspedisi (BAE).
14
e. menyiapkan tempat penyimpanan sesuai petunjuk yang terdapat pada
kemasan kardus.
f. Di Puskesmas/Poskesdes/Pustu, bidan atau petugas yang ditunjuk
bersama kader memberikan biskuit lapis kepada sasaran berdasarkan
rujukan dari Posyandu dengan kriteria :
1. Ibu hamil dari keluarga miskin dan ibu hamil yang
beresiko KEK dengan LILA <23,5 cm.
2. Apabila persediaan makanan tambahan tidak
mencukupi, sasaran PMT diprioritaskan pada Ibu hamil
KEK dari keluarga miskin dan ibu hamil KEK.
g. Biaya distribusi makanan tambahan dari Puskesmas sampai dengan
sasaran akan dibebankan antara lain pada dana Bantuan Operasional
Kesehatan (BOK) dan dana operasional Puskesmas.
4. Cara Pengangkutan
a. Mengangkut makanan tambahan tidak bersamaan dengan barang-
barang non pangan yang berbau tajam dan bahan berbahaya
(pestisida, bahan kimia, minyak tanah dan bahan jenis lainnya).
b. Makanan tambahan harus terhindar dari kerusakan dan kotoran
yang menyebabkan kontaminasi.
5. Cara Penyimpanan
a. Gudang penyimpanan harus selalu higienis, tidak berdebu, dan
bebas dari tikus, kecoa dan binatang pengerat lainnya.
b. Ruang gudang tidak bocor dan lembab, ruangan mempunyai
ventilasi dan pencahayaan yang baik.
c. Bangunan dan pekarangan sekitar gudang harus selalu bersih,
bebas kotoran dan sampah.
d. Pintu gudang dapat dibuka dan ditutup dengan rapat pada saat
keluar masuk makanan tambahan.
e. Makanan tambahan diletakkan di alas/rak/palet/ yang kuat berjarak
minimal 10-20 cm dari lantai dan minimal 30 cm dari dinding.
15
f. Penyusunan/peletakan/penumpukan makanan tambahan
sedemikian rupa sehingga barang tetap dalam kondisi baik.
Susunan maksimum tumpukan adalah 12 karton.
g. Menyusun karton makanan tambahan dalam gudang harus
menggunakan alas/rak/palet dan dilarang menginjak tumpukan
karton lainnya.
h. Makanan tambahan yang masuk ke gudang yang lebih awal
dikeluarkan terlebih dahulu (First In First Out= FIFO).
i. Penyimpanan makanan tambahan tidak dicampurkan dengan
bahan lain dan bahan bukan pangan.
j. Makanan tambahan yang rusak selama penyimpanan di gudang,
diambil, dipisahkan dari makanan tambahan yang masih baik.
k. Makanan tambahan yang telah dinyatakan rusak perlu dibuatkan
berita acara penghapusan oleh tim yang ditunjuk oleh kepala
Dinkes kabupaten/kota setempat.
l. Makanan tambahan dinyatakan rusak apabila kemasan berlubang,
robek, pecah, kempes dan teksturnya berubah. Pada waktu
melakukan bongkar muat makanan tambahan dilarang
menggunakan ganco atau dibanting.
16
D. pemantaun dan evaluasi
17
yang umumnya merupakan dokumen internal, seperti laporan
bulanan/triwulan, catatan kerja dan perjalanan, catatan pelatihan, notulen
rapat dan sebagainya.
18
Evaluasi merupakan kegiatan lebih lanjut dari kegiatan pengukuran dan
pengembangan indikator. Oleh karena itu, dalam melakukan evaluasi harus
berpedoman pada ukuran dan indicator yang telah disepakati dan ditetapkan.
Evaluasi merupakan suatu proses umpan balik atas kinerja masa lalu yang
berguna untuk meningkatkan produktivitas di masa yang akan datang.
19
Data yang didapat dari pelaksanaan evaluasi suatu program dapat
digunakan untuk melahirkan berbagai kebijakan baru di bidang kesehatan.
Sosialisasi dan advokasi kepada pihak terkait penting dilakukan untuk
menentukan kebijakan baru terkait hasil evaluasi dan dampaknya terhadap
kesehatan masyarakt. Jika ditemukan kegagalan suatu program, perlu
dilakukan evaluasi mencakup mencari faktor-faktor penyebab keg glan,
apakah sasaran tidak tepat, atau produk yang digunakan tidak sesuai
kebutuhan masyarakat. Sering terjadi kegagalan suatu program bukan pada
kegiatan monitirong dan evaluasi, tetapi karena perencanaan dan penentuan
kelompok sasaran yang tidak tepat. Data monitoring dan evaluasi dapat juga
digunakan di bidang surveilans untuk menetapkan kebijakan/program yang
lain sesuai temuan hasil evaluasi. Evaluasi dapat dilakukan oleh pihak
internal maupun eksternal (orang luarbukan pelaksana program). Evaluasi
oleh pihak internal sering bersifat bias, karena cenderung memperlihatkan
hassil positif atau hasil yang baik-baik saja dan menyembunjikan kegagalan,
sedangkan evaluasi dari pihak eksternal bersifat objektif, sesuai hasil yang
sebenarnya.
Menurut Fitzgibbon dan Morris (1987), gambaran klasik dari suatu evaluasi
menyangkut tiga pihak, yaitu manager, evaluator dan programme worker.
20
dari kegiatan promosi kesehatan. Mereka hanya tertarik untuk mecoba
menilai efek dari kegiatan tersebut.
Untuk evaluator, menjaga posisi yang tepat sangat sulit. Di dalam
melaksanakan tugas untuk mengumpulkan informasi pada proyek
promosi kesehatan, evaluator harus mengerti apa yang sedang dilakukan
dan bagaimana proses terjadinya, dan karena itu butuh kedekatan dengan
proyek dan pekerjanya. Di waktu yang sama, evaluator harus dipercaya
oleh manager untuk mengerti kerangka keputusan manajerial dan
memberikan evaluasi yang tidak sekedar merupakan pengulangan
pandangan atau pendapat pekerja proyek.
3. Programme worker (pekerja program)
Seseorang yang melakukan kegiatan promosi kesehatan. Mereka
mempunyai pengetahuan yang mendalam dan terperinci tentang
bagaimana kegiatan berjalan, tetapi mungkin menjadi sulit untuk
menerima pandangan atau pendapat yang lain.
Dalam kenyataannya, situassi yang terjadi menjadi lebih rumit dan satu
orang dapat memainkan lebih dari satu peran. Kadang-kadang manager
juga sebagai evaluator. Sering kali pekerja program juga sebagai
evaluator dan berusaha mengevaluasi diri.
21
Ditunjukan untuk menilai sejauh mana program tersebut berhasil, yaitu
sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan tercapai. Misalnya,
meningkatkan cakupan imunisasi, meningkatkan ibu hamil yang
memeriksakan kehamilannya, dan sebagainya.
Evaluasi hasil (outcome) mempertanyakan apakah kegiatan promosi
kesehatan telah mempengaruhi pengetahuan masyarakat, sikap, perilaku,
atau kesehatan kea rah yang diinginkan.
Jenis evaluasi hasil (outcome) ini cenderung lebih sulit, tetapi hal
tersebut diperlukan untuk menilai apakah kegiatan promosi kesehatan
telah efektif. Evaluasi yang paling baik mengandung campuran dari
evaluasi proses dan evaluasi hasil.
22
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Indonesia masih dalam permasalahan dengan gizi yang kurang. Perlunya
berbagai kerja sama dari semua pihak dalam menangani masalah ini sangat
dibutuhkan karena koordinasi antar semua pihak yang terkait dapat memberikan
percepatan penurunan terhadap masalah gizi yang terjadi di masyarakat. Selain itu,
program-program yang telah dibentuk sangat dibutuhkan pelaksanaannya untuk
masyarakat agar tidak terjadi peningkatan permasalahan gizi yang marak terjadi.
Daftar Pustaka
https://www.jpnn.com/news/permasalahan-gizi-tanggung-jawab-bersama
http://andisa72.blogspot.co.id/2012/09/kerjasama-dan-kemitraan-dalam-bidang.html
http://glen4life.blogspot.co.id/2013/02/program-program-pemerintah-dalam_6.html
https://annisaaseptyani.wordpress.com/2014/03/17/permasalahan-gizi-di-indonesia-
dan-upaya-pemerintah-dalam-menanggulanginya/
http://peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/lokakarya/pbadan07-4.pdf?secure=1
23