Anda di halaman 1dari 24

Makalah Gizi dan Diet

‘’ PERANAN PEMERINTAH DALAM MENANGANI MASALAH


GIZI ’’
Dosen pembimbing : Suhartini Bangun, AMG

Disusun oleh:
Kevin Yogi Bhaskara
Noerjannah
Widya Hartati

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN
TAHUN AJARAN 2017/2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat,
nikmat, dan hidayahnya, sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan makalah ini.

Dengan penulisan makalah ini semoga dapat dijadikan sebuah sarana


penunjang dalam pembelajaran.

Kami mengucapkan terimah kasih kepada dosen pembimbing yang telah


memberi tugas makalah ini sehingga kami dapat mengerti mengenai Peran
Pemerintah dalam Menangani Masalah Gizi. Begitu juga dengan teman-teman yang
telah bekerja sama dalam pembuatan makalanh ini.

Kami sadar bahwa makalah ini juah dari kesempurnaan kami mengharapkan
kritik dan saran demi perbaikan dimasa akan datang.

Balikpapan, 15 Februari 2018

1
Daftar Isi

COVER
KATA PENGANTAR..................................................................................................................... 1
Daftar Isi .................................................................................................................................... 2
BAB I .......................................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN ......................................................................................................................... 3
A. Latar Belakang............................................................................................................... 3
B. Rumusan Masalah ......................................................................................................... 3
C. Tujuan ........................................................................................................................... 3
BAB II ......................................................................................................................................... 4
PEMBAHASAN ........................................................................................................................... 4
A. Keterlibatan dan tanggung jawab pemerintah ............................................................. 4
B. Koordinasi antar Beragam Instansi Terkait ................................................................... 7
C. Penyusunan Program dan Pelaksanaannya .......................................................................... 8
 Pemerintah Siapkan Taburia ......................................................................................... 9
 Program “Positive Deviance ........................................................................................ 10
 Tujuan Pemberian Makanan Tambahan ..................................................................... 11
 Program Kegiatan Perbaikan Gizi ................................................................................ 11
 Melaksanakan Program Perbaikan Gizi ...................................................................... 12
D. pemantaun dan evaluasi .................................................................................................... 17
 Pengertian Monitoring dan Evaluasi Promosi Gizi ...................................................... 17
 Monitoring dalam Promosi Gizi .................................................................................. 17
 Evaluasi dalam Promosi Gizi ....................................................................................... 18
BAB III ...................................................................................................................................... 23
PENUTUP ................................................................................................................................. 23
Kesimpulan.......................................................................................................................... 23
Daftar Pustaka..................................................................................................................... 23

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia masih menghadapi permasalahan gizi yang berdampak serius terhadap


kualitas sumber daya manusia (SDM). Permasalahan yang dimaksud antara lain
kegagalan pertumbuhan, berat badan lahir rendah, pendek, kurus dan gemuk. Kurang gizi
yang dialami saat awal kehidupan juga berdampak pada peningkatan risiko gangguan
metabolik yang berujung pada kejadian penyakit tidak menular. Seperti diabetes type l,
stroke, penyakit jantung dan lainnya pada usia dewasa. Salah satu kebijakan nasional
dalam upaya perbaikan gizi masyarakat tertuang dalam Undang-Undang nomor 36 tahun
2009. Bahwa upaya perbaikan gizi ditujukan untuk peningkatan mutu gizi perorangan
dan masyarakat. Selanjutnya dalam rangka percepatan perbaikan gizi pemerintah telah
mengeluarkan Peraturan Presiden nomor 42 tahun 2013 tentang Gerakan Nasional
Percepatan Perbaikan Gizi yang fokus pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).
Pelaksanaan program gizi memerlukan koordinasi dari seksi gizi dinas kesehatan
dengan lintas program dan lintas sektor. Anak yang sudah terpulihkan harus didukung
secara terpadu dalam upaya promosi dan pencegahan untuk mencegah kembali
terulangnya kejadian gizi buruk. Oleh sebab itu, pencegahan dan penanggulangan gizi
buruk memerlukan keterlibatan berbagai sektor dengan melakukan koordinasi antar
sektor termasuk dengan masyarakat dan dunia usaha di setiap tingkat administratif
dengan prinsip kemitraan.

B. Rumusan Masalah

1. Keterlibatan dan tanggung jawab pemerintah dalam menangani masalah gizi


2. Koordinasi antar instansi pemerintah yang terkait dalam menanggulangi masalah
gizi pada masyarakat
3. Program yang dibentuk pemerintah untuk menangani masalah gizi dan bentuk
pelaksanaannya
4. Pemantauan dan evaluasi dari berbagai program-program yang telah dibentuk

C. Tujuan

1. Untuk berbagi kepada para pembaca mengenai peranan pemerintah untuk


menanggulangi masalah gizi.
2. Agar pembaca mengetahui keterlibatan dan tanggung jawab pemerintah.
3. Agar pembaca memahami program-program yang dibentuk oleh pemerintah.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Keterlibatan dan tanggung jawab pemerintah

Indonesia masih menghadapi permasalahan gizi yang berdampak serius


terhadap kualitas sumber daya manusia (SDM). Permasalahan yang dimaksud antara
lain kegagalan pertumbuhan, berat badan lahir rendah, pendek, kurus dan gemuk.
Ini berdampak pada perkembangan selanjutnya. Direktur Gizi Masyarakat
Kementerian Kesehatan RI, Doddy Izwardy menjelaskan seorang anak yang kurang
gizi nantinya bisa mengalami hambatan kognitif dan kegagalan pendidikan. Sehingga
berdampak pada rendahnya produktivitas di masa dewasa.
Kurang gizi yang dialami saat awal kehidupan juga berdampak pada peningkatan
risiko gangguan metabolik yang berujung pada kejadian penyakit tidak menular.
Seperti diabetes type l, stroke, penyakit jantung dan lainnya pada usia dewasa.
Salah satu kebijakan nasional dalam upaya perbaikan gizi masyarakat tertuang dalam
Undang-Undang nomor 36 tahun 2009. Bahwa upaya perbaikan gizi ditujukan untuk
peningkatan mutu gizi perorangan dan masyarakat.
Selanjutnya dalam rangka percepatan perbaikan gizi pemerintah telah mengeluarkan
Peraturan Presiden nomor 42 tahun 2013 tentang Gerakan Nasional Percepatan
Perbaikan Gizi yang fokus pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).
Gerakan ini mengedepankan upaya bersama antara pemerintah dan masyarakat
melalui penggalangan partisipasi dan kepedulian pemangku kepentingan secara
terencana dan terkoordinasi. Tujuannya untuk percepatan perbaikan gizi masyarakat
dengan prioritas pada 1.000 HPK.
Doddy menjelaskan sasaran global tahun 2025 disepakati adalah pertama,
menurunkan proporsi anak balita yang stunting sebesar 40 persen. Kedua,
menurunkan proporsi anak balita yang menderita kurus (wasting) kurang dari 5
persen. Ketiga, menurunkan anak yang lahir dengan berat badan rendah sebesar 30
persen. Keempat, tidak ada kenaikan proporsi anak yang mengalami gizi lebih.
Kelima, menurunkan proporsi ibu usia subur yang menderita anemia sebanyak 50
persen. Keenam, meningkatkan prosentase ibu yang memberikan ASI ekslusif selama
enam bulan paling kurang 50 persen..
Untuk mencapai sasaran global tersebut, pemerintah Indonesia melalui Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 Kementerian
Kesehatan memfokuskan empat program prioritas. Yaitu percepatan penurunan
kematian ibu dan bayi, perbaikan gizi khususnya stunting penurunan prevalensi
penyakit menular dan penyakit tidak menular.

Saat ini, bayi yang baru lahir dan memiliki berat yang rendah masih tetap
menjadi masalah dunia khususnya di negara-negara berkembang. Lebih dari 20 juta
bayi di dunia (15,5% dari seluruh kelahiran) mengalami BBLR (Bayi Berat Lahir
Rendah) dan 95 persen diantaranya terjadi di negara-negara berkembang (Kawai K,

4
dkk. 2011). Jika ditelaah lebih lanjut, secara umum permasalahan gizi di Indonesia
yang hingga saat ini masih belum dapat terselesaikan ada empat, yakni :

1. Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY)


2. Kurang Vitamin A (KVA)
3. Anemia Gizi
4. Kurang Energi Protein (KEP)

pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai upaya Dalam memerangi


permasalahan tersebut, misalnya saja masyarakat Indonesia dianjurkan untuk
mengkonsumsi garam beryodium untuk mengurangi masalah GAKY di Indonesia.
Menurut Dr. Hj. Sri Adiningsih dalam bukunya yang berjudul “Waspadai Gizi Balita
Anda” mengatakan bahwa Yodium adalah zat gizi mikro yang fungsi utamanya
untuk pembentukan hormon tiroid dan hormon tersebut sangat berperan penting
dalam pengaturan tingkat metabolisme basal hingga 50 persen. Kekurangan yodium
dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan timbulnya penyakit gondok,
kretin (kerdil) dan dapat menurunkan tingkat kecerdasan anak. Dalam bukunya
tersebut beliau juga menyebutkan bahwa bahan makanan sumber yodium dapat
diperoleh dari makanan seafood (bahan makanan dari laut), rumput laut, dan garam
beryodium.

Masalah selanjutnya adalah Kurangnya konsumsi vitamin A di Indonesia. Dan


Vitamin A dibutuhkan untuk perkembangan tulang dan sel epitel yang membentuk
email dalam pertumbuhan gigi (Almatsier,2009). Kekurangan vitamin A biasa
disebut juga xeroftalmia. Xeroftalmia adalah kelainan pada mata yang ditandai
dengan kekeringan pada selaput lendir atau bagian putih dari mata dan pada selaput
bening atau bagian hitam mata yang berfungsi sebagai jalan masuknya cahaya ke
dalam bola mata (Sitepoe,2008). Untuk menyelesaikan masalah kurang vitamin A
tersebut, pemerintah Indonesia telah mencanangkan berbagai program kesehatan
seperti diadakannya bulan vitamin A di puskesmas dan posyandu setiap bulan
Februari dan Agustus. Pada bulan-bulan tersebut posyandu dan puskesmas akan
memberikan kapsul vitamin A kepada bayi dan balita secara gratis. Untuk bayi yang
berumur 6-11 bulan akan diberikan kapsul vitamin A yang berwarna biru yang
mengandung vitamin A sebnyak 100.000 SI. Untuk anak balita berumur 1-5 tahun
diberikan kapsul vitamin A yang berwarna merah yang mengandung dosis vitamin A
sebanyak 200.000 SI. Untuk bayi diberikan setahun sekali pada bulan Februari atau
Agustus dan untuk anak balita enam bulan sekali. kapsul vitamin A yang berwarna
merah dengan dosis 200.000 SI juga diberikan kepada ibu menyusui. Dengan begitu
dihrapakn air susu ibu yang dihasilkan akan mengandung vitamin A, sehingga sang
bayi dapat memperoleh asupan vitamin A dari ASI yang dikonsumsinya.

Masyarakat Indonesia juga masih banyak yang mengalami anemi gizi. Anemi
gizi disebabkan oleh kekurangan zat gizi yang berperan dalam pembentukan
hemoglobin, baik karena kekurangan konsumsi atau karena gangguan absorpsi. Zat
gizi yang bersangkutan adalah besi, protein, piridoksin (vitamin B6) yang berperan
sebagai katalisator dalam sintesa hem di dalam molekul hemoglobin

5
(Almatsier,2009). Penyebab banyaknya kasus anemi gizi di Indonesia adalah karena
pola konsumsi masyarakat Indonesia yang kurang mengkonsumsi makanan yang
mengandung besi, terutama dalam bentuk besi-hem. Di samping itu pada wanita,
anemi ini sering terjadi karena kehilangan darah saat haid dan persalinan. Oleh
karena itu, permasalahan anemi gizi disini juga menjadi sorotan penting bagi
pemerintah Indonesia karena masalah anami gizi zat besi merupakan faktor penting
(13,8%) penyebab kematian ibu. Dilihat dari permasalahan tersebut, akhirnya
pemerintah mengambil kebijakan dengan cara Meningkatkan kinerja program gizi
dengan memperbaiki management perencanaan, pengadaan, distribusi dan
pengawasan pelaksanaan bantuan 20 Kerangka Kebijakan Gerakan 1000 Hari
Pertama Kehidupan suplemen tablet besi-folat dan pemberian makan tambahan.
Tidak hanya itu, untuk meningkatkan cakupan sasaran Rencan Aksi Nasional Pangan
dan Gizi, pemerintah juga melakukan kunjungan antenatal 4 kali 95 persen dan
konsumsi 90 tablet besi 85 persen.

Permasalahan gizi selanjutnya di Indonesia selanjutnya adalah KEP (Kurang


Energi Protein) dimana KEP ini menyerang tidak hanya pada anak-anak saja
melainkan juga pada orang dewasa. Menurut Sunita Almatsier,2009 dalam bukunya
yang berjudul ‘Prinsip Dasar Ilmu Gzi” dikatakan bahwa KEP (Kurang Energi
Protein) disebabkan oleh kekurangan makan sumber energi secara umum dan kurang
sumber protein. Pada anak-anak KEP dapat menghambat pertumbuhan dan rentan
terhadap penyakit infeksi serta mengakibatkan rendahnya tingkat kecerdasan.
Sedangkan pada orang dewasa, KEP dapat menurunkan produktivitas kerja dan
derajat kesehatan sehingga menyebabkan rentan terhadap penyakit.

Miss Indonesia 2015 sekaligus runner up Miss World 2015 itu menambahkan
dengan keterlibatan stakeholder maka masalah gizi lebih cepat diatasi dan
dituntaskan. ”Permasalahan gizi tanggung jawab bersama. Sehingga tidak ada lagi
sekelompok masyarakat manapun, baik yang tinggal di pelosok yang tidak mampu
mengkonsumsi makanan sehat,” jelasnya. Jika tidak diatasi segera, masalah gizi
menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan generasi muda Indonesia. “Kalau
sejak usia dini tidak konsumsi makanan sehat ditambah pola hidup gizi buruk
bagaimana masa depan mereka dan masa depan kita semua,” tambahnya. Sementara
Head of JAPFA Foundation, Andi Prasetyo, mengatakan, mulai tahun 2018, Maria
Harfanti, sebagai Duta Gizi JAPFA Foundation, akan lebih berperan sebagai
kolaborator dengan para pemangku kepentingan dan pemerintahan. Tugas Duta Gizi
ini juga meliputi menggerakkan para pemangku kepentingan dan pemerintahan yang
terlibat untuk lebih mengarahkan kepada kepentingan akses untuk gizi masyarakat
Indonesia yang lebih baik.

6
B. Koordinasi antar Beragam Instansi Terkait

Pelaksanaan program gizi memerlukan koordinasi dari seksi gizi dinas kesehatan
dengan lintas program dan lintas sektor. Koordinasi adalah aktifitas sengaja yang
dimaksudkan pada pencapaian kesatuan dan harmonis usaha dalam mengejar tujuan
bersama di dalam organisasi yang berpartisipasi dalam susunan multiorganisasional.
Koordinasi sebagai cara efektif yang terikat bersama berbagai bagian dari organisasi
atau keterikatan bersama organisasi dan berkenaan dengan interpendensi, salah satu
dari fungsi penting dalam manajemen (Shortell dan Kaluzny, 1996). Wijono (1997)
menyatakan bahwa koordinasi bertujuan mengarahkan, menyelesaikan,
mensinkronisasikan dan menyelaraskan semua kegiatan masing-masing unit sehingga
tercapai tujuan bersama atau tujuan organisasi secara keseluruhan. Masalah gizi
buruk merupakan masalah yang kompleks karena penyebabnya multi faktor dan
multi dimensi. Penanganannya memerlukan pendekatan yang menyeluruh, meliputi
penyembuhan dan pemulihan anak-anak yang sudah menjadi gizi buruk, serta
pencegahan dan peningkatan untuk menjaga/ mempertahankan anak yang sehat tetap
sehat. Kasus gizi buruk yang terjadi pada balita, pada hakekatnya merupakan
fenomena gunung es, yang menggambarkan keadaan gizi masyarakat, dan bahkan
keadaan kesejahteraan masyarakat pada umumnya, seperti daya beli, pendidikan dan
perilaku serta lingkungan dan pemeliharaan kesehatan. Dari gambaran tersebut,
pencegahan dan penanggulangan masalah gizi tidak bisa ditangani oleh salah satu
sektor saja, tidak dapat dipecahkan melalui pendekatan kesehatan yaitu upaya
penyembuhan dan pemulihan seperti yang banyak dipersepsikan umum. Anak yang
sudah terpulihkan harus didukung secara terpadu dalam upaya promosi dan
pencegahan untuk mencegah kembali terulangnya kejadian gizi buruk. Oleh sebab
itu, pencegahan dan penanggulangan gizi buruk memerlukan keterlibatan berbagai
sektor dengan melakukan koordinasi antar sektor termasuk dengan masyarakat dan
dunia usaha di setiap tingkat administratif dengan prinsip kemitraan. Memperhatikan
luasnya lingkup penyebab masalah gizi, diidentifikasi kegiatan yang diperlukan
untuk mencegah dan menang-gulangi gizi buruk, masalah gizi secara menyeluruh.

7
Dari kegiatan tersebut diindentifikasi sektor, LSM dan Pekerja Sosial Masyarakat
(PSM) serta dunia usaha yang terlibat.

Pedoman yang diperlukan dalam melakukan koordinasi adalah :

1. Perlu ditentukan secara jelas siapa/instansi mana yang secara fungsional


berwewenang dan bertanggung jawab atas suatu masalah.
2. Pejabat atau instansi yang secara fungsional berwewenang dan bertanggung
jawab mengenai suatu masalah berkewajiban memprakarsai dan
mengkoordinasikan.
3. Perlu dirumuskan secara jelas wewenang, tanggung jawab dan tugas-tugas satuan
kerja.
4. Perlu dirumuskan program kerja organisasi yang jelas memperlihatkan
keserasian kegiatan kerja di antara satuan-satuan kerja.
5. Perlu dikembangkan komunikasi timbal balik untuk menciptakan kesatuan
bahasa dan kerjasama antara lain melalui rapat berkala, rapat kerja, dan rapat tim.

C. Penyusunan Program dan Pelaksanaannya

Kemitraan yang luas antara pemerintah Indonesia, UNICEF, dan Uni Eropa
dalam mengatasi masalah gizi di kalangan anak-anak bangsa menunjukkan
tanda-tanda kemajuan yang penting.Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam
sambutannya pada seminar dan pameran pangan nasional Jakarta Food Security
Summit: Feed Indonesia Feed The World 2012 yang digelar di Jakarta
Convention Center, mengatakan pemerintah terus bekerja untuk mengatasi
kekurangan gizi dan kesuliatan untuk mendapatkan pangan dengan program-
program pro rakyat. Program-program pro rakyat yang dimaksud
seperti program beras miskin (raskin) dengan harga murah, menggratiskan
pelayanan kesehatan dan pemberian bea siswa untuk siswa miskin.

Pendidikan gizi tengah dipadukan ke dalam program pemerintah yang disebut


dengan Program Keluarga Harapan (PKH), yang membantu penyediaan bantuan
berupa uang tunai kepada para keluarga miskin sebagai imbalan atas partisipasi
mereka dalam memprakarsai kesehatan dan pendidikan. Karya yang cukup besar
telah dilaksanakan untuk menambah pedoman, standar, dan materi pelatihan
dalam pengelolaan kondisi gizi buruk yang parah, memfasilitasi ASI dan

8
makanan pendamping ASI, dan juga meningkatkan program-program zat gizi
mikro.

 Pemerintah Siapkan Taburia

Direktur Bina Gizi, Ditjen Gizi dan Kesehatan Ibu & Anak (KIA)
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dr Minarto mengatakan, anggarannya me-
ningkat karena cakupan pemberian bubuk makanan balita tersebut diperluas dari
tiga provinsi di sembilan kabupaten pada 2010 menjadi enam provinsi di 24
kabupaten pada tahun ini.

“Suplementasi lewat Taburia adalah solusi jangka pendek untuk mengatasi


kekurangan nutrisi. Idealnya, tetap melalui perubahan pola makan menjadi lebih
seimbang dan beragam,” kata dr Minarto. Suplemen Taburia mengandung
vitamin dan mineral. Cara pakainya relatif lebih gampang, tinggal ditaburkan ke
atas makanan. Taburia berupa serbuk tabur mengandung 12 vitamin dan empat
mineral penting, yakni yodium, selenium, seng dan zat besi. Seluruhnya
merupakan nutrisi pokok yang dibutuhkan dalam masa tumbuh kembang anak
yang berusia antara 6-24 bulan. Selain harus segera disantap sampai habis,
Taburia sebaiknya tidak dicampur dengan makanan panas karena lemak yang
menyelubungi zat besi bisa rusak sehingga memicu rasa tidak enak.

Program suplemen Taburia ini sudah mulai sejak tahun 2009. Orangtua tak
mampu yang memiliki anak usia 6-24 bulan bisa mendapat Taburia setiap bulan.
Serbuk multivitamin tersebut diberikan untuk membantu balita tumbuh secara
optimal, meningkatkan daya tahan tubuh, meningkatkan nafsu makan, mencegah
anemia dan mencegah kekurangan zat gizi. Sama seperti penambahan vitamin A
dalam minyak goreng, pemberian Taburia ke dalam makanan juga termasuk
salah satu bentuk fortifikasi atau penambahan zat gizi. Perbedaannya adalah
fortifikasi minyak goreng dilakukan dalam skala industri. Sementara
penambahan Taburia dilakukan di level rumah tangga. Persoalan gizi buruk

9
seharusnya ditangani menyeluruh karena gizi buruk ini dipengaruhi berbagai
faktor, seperti tingkat pendidikan, kemiskinan, ketersediaan pangan, transportasi
adat istiadat dan sebagainya.

 Program “Positive Deviance

Positive Deviance (PD) atau penyimpangan positive adalah sebuah program


baru di dalam dunia kesehatan, yang bertujuan untuk menangani kasus gizi buruk
atau gizi kurang bagi anak-anak Balita yang ada di seluruh Indonesia. Disebut
dengan penyimpangan positive karena anak-anak penderita gizi buruk yang
berada di satu lingkungan bisa mencontoh perilaku hidup sehat anak-anak yang
tidak menderita gizi buruk.Program PD ini lebih mengembangkan konsep
pemberdayaan dan keterlibatan masyarakat secara penuh untuk mengatasi
masalah gizi buruk, sangat jauh berbeda dengan program PMT (Pemberian
Makanan Tambahan) yang dikembangkan oleh pemerintah. Program PMT sangat
tidak efektif karena masyarakat tidak dilibatkan secara penuh dalam program
tersebut, bahkan cenderung membuat masyarakat manja dan memiliki
ketergantungan sangat tinggi terutama bagi keluarga penderita gizi buruk. Di
samping itu juga, program PMT sangat mubazir dalam hal pembiayaan, karena
semua keluarga penderita gizi buruk selalu berharap untuk mendapat bantuan. Itu
sebabnya program PD perlu mendapat perhatian pemerintah (Depkes) untuk
diadopsi dalam rangka mengatasi gizi buruk di masyarakat.

Sebagaimana dimaklumi, berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Depkes RI,


kasus gizi buruk yang paling tinggi berada di NTB yaitu di Kabupaten Lombok
Utara (KLU). KLU merupakan kabupaten termuda di NTB yang mana
sebelumnya masuk wilayah kabupaten Lombok Barat. Penyebab dari tingginya
kasus gizi buruk di KLU disebabkan oleh beberapa kasus di antaranya: pola
hidup sehat masih sangat rendah, dan faktor kemiskinan. Pemberian Makanan
Tambahan merupakan salah satu komponen penting Usaha Perbaikan Gizi
Keluarga (UPGK) dan program yang dirancang oleh pemerintah. PMT sebagai
sarana pemulihan gizi dalam arti kuratif, rehabilitatif dan sebagai sarana untuk

10
penyuluhan merupakan salah satu bentuk kegiatan pemberian gizi berupa
makanan dari luar keluarga, dalam rangka program UPGK. PMT ini diberikan
setiap hari, sampai keadaan gizi penerima makanan tambahan ini menunjukkan
perbaikan dan hendaknya benar-benar sebagai penambah dengan tidak
mengurangi jumlah makanan yang dimakan setiap hari dirumah. Pada saat ini
program PMT tampaknya masih perlu dilanjutkan mengingat masih banyak
balita dan anak-anak yang mengalami kurang gizi bahkan gizi buruk.

 Tujuan Pemberian Makanan Tambahan

Pemberian makanan tambahan bertujuan untuk memperbaiki keadaan gizi


pada anak golongan rawan gizi yang menderita kurang gizi, dan diberikan
dengan kriteria anak balita yang tiga kali berturut-turut tidak naik timbangannya
serta yang berat badannya pada KMS terletak dibawah garis merah. Bahan
makanan yang digunakan dalam PMT hendaknya bahan-bahan yang ada atau
dapat dihasilkan setempat, sehingga kemungkinan kelestarian program lebih
besar. Diutamakan bahan makanan sumbar kalori dan protein tanpa
mengesampingkan sumber zat gizi lain seperti: padi-padian, umbi-umbian,
kacang-kacangan, ikan, sayuran hijau, kelapa dan hasil olahannya

 Program Kegiatan Perbaikan Gizi

1. KREMIL (Kreasi Ibu Hamil)


Untuk program KREMIL dilakukan selama 6 bulan. Program ini dilakukan
guna meningkatkan perekonomian ibu hamil. Pada pelaksanaan program ini
sumber dana berasal dari masing-masing ibu hamil yang mengikuti kegiatan
tersebut. Dana yang terkumpul digunakan sebagai modal awal untuk
melakukan kegiatan. Kegiatan ini dilakukan setiap 3 kali dalam seminggu
yang dilaksanakan pada hari rabu, jumat dan minggu yang dilaksanakan pada
malam hari agar tidak mengganggu aktivitas ibu hamil. Kegiatan ini

11
dilaksanakan di salah satu rumah ibu hamil secara bergiliran, dan capaian
target yang kami harapkan yaitu 40 %.

2. TEMIL (Temu Ibu Hamil)


Untuk program TEMIL dilakukan selama 6 bulan. Program ini dilakukan
guna meningkatkan pengetahuan ibu, yang bertujuan agar ibu hamil dan
wanita usia subur dapat menambah wawasan dan informasi tentang masalah
KEK pada ibu hamil. Pada pelaksanaan program ini sumber dana berasal dari
bantuan operasional kesehatan dan dana dari puskesmas. Kegiatan ini
dilakukan setiap 2 minggu sekali, selama 6 bulan dan capaian target yang
kami harapkan yaitu 60 %.

3. KAMIL (Kantin Bumil)


Untuk program KAMIL dilakukan selama 6 bulan. Program ini dilakukan
guna meningkatkan gizi ibu hamil yaitu berupa Pemberian Makanan
Tambahan untuk Ibu Hamil (PMT BUMIL). Kegiatan ini dilakukan setiap
hari selama 3 bulan. Pengadaan makanan tambahan ibu hamil dilakukan
oleh puskesmas dan bekerjasama dengan pusat atau provinsi/kabupaten/kota
pengelolaan PMT ibu hamil meliputi persiapan, pelaksanaan, mekanisme
distribusi, spesifikasi, cara pemberian, cara pengangkutan dan cara
penyimpanan. Capaian target yang kami harapkan yaitu 50 %.

 Melaksanakan Program Perbaikan Gizi


Setelah perencanaan program tersusun, kemudian dilakukan langkah-langkah
yang terencana untuk setiap kegiatan. Kami sebagai Ahli Gizi (TPG)
Puskesmas Kamonji melakukan tiga Jenis kegiatan perbaikan gizi yaitu
membuka lapangan pekerjaan untuk ibu hamil yang diberi nama KREMIL
(Kreasi Ibu Hamil) kemudian kegiatan yang kedua yaitu melakukan
Komunikasi Informasi dan Edukasi tentang faktor yang mempengaruhi
kejadian KEK dan tentang mengkonsumsi makanan yang bervariasi, yang
diberi nama TEMIL (Temu Ibu Hamil) dan kegiatan yang ketiga yaitu

12
pemberian makanan tambahan untuk Ibu hamil yang diberi nama KAMIL
(Kantin Bumil).

Adapun langkah-langkah program kreasi ibu hamil yaitu :


1. Menyiapkan data ibu hamil (Gakin dan non Gakin) berdasarkan data dari
Puskesmas kecamatan.
2. Mengajak ibu hamil yang tidak memiliki pendapatan yang cukup untuk
mengikuti kegiatan ini.
3. Menentukan waktu dan lokasi untuk membuat kreasi. Dalam hal ini
tempat yang ditunjuk yaitu rumah warga (ibu hamil).
4. Melakukan kegiatan yang telah direncanakan, seperti membuat kue dan
kreasi lain yang dapat menghasilkan uang.
5. Setelah selesai, kue yang dibuat akan dijual/dipasarkan ke toko-toko
terdekat. Kemudian hasil dari penjualan dibagikan kepada ibu–ibu hamil
yang masuk dalam organisasi tersebut.

 Adapun langkah-langkah program Temu Ibu Hamil yaitu :


1. Menyusun perencanaan penyuluhan
2. Menyusun materi / isi penyuluhan
3. Memilih metode yang tepat
4. Menentukan jenis alat peraga yang akan digunakan
5. Penentuan kriteria evaluasi
6. Pelaksanaan penyuluhan
7. Penilaian hasil penyuluhan
8. Tindak lanjut dari penyuluhan

Langkah-langkah dalam melakukan program Kantin Ibu Hamil yaitu :

1. Persiapan
a. Menyiapkan tempat penyimpanan makanan tambahan.

13
b. Menyiapkan data ibu hamil (Gakin dan non Gakin) berdasarkan data
dari Puskesmas kecamatan.

2. Pelaksanaan
a. Mensosialisasikan dan memantau program PMT ibu hamil kepada
lintas program dan sektor.
b. Menerima dan menyimpan makanan tambahan ibu hamil.
c. Mendistribusikan makanan tambahan ibu hamil Gakin ke Puskesmas.

3. Mekanisme Distribusi
a. Produsen mengirimkan makanan tambahan ke gudang yang telah
disiapkan oleh Dinkes kabupaten/kota. Frekuensi pengiriman
dilakukan sesuai jadwal yang disepakati antara Dinkes provinsi,
Dinkes kabupaten/kota dan produsen dengan memperhatikan berbagai
hal antara lain kondisi lapangan, transportasi dan jarak antara provinsi
dan kabupaten/kota.
b. Dinkes kabupaten/kota menginformasikan alokasi makanan tambahan
untuk masing-masing Puskesmas kepada pengelola program gizi dan
penanggung jawab gudang sesuai dengan rencana distribusi yang
telah dibuat Puskesmas.
c. Dinkes kabupaten/kota berkoordinasi dengan tim koordinasi
kabupaten/kota untuk menentukan rencana distribusi ke masing-
masing Puskesmas berdasarkan usulan yang disampaikan oleh
Puskesmas Dinkes kabupaten/kota melalui gudang kabupaten/kota
harus segera mendistribusikan makanan tambahan tersebut ke
Puskesmas dengan segera sesuai kebutuhan masing-masing.
d. Petugas gudang melakukan pencatatan dan pelaporan administrasi
gudang dengan membuat Surat Bukti Barang Masuk (SBBM), Surat
Bukti Barang Keluar (SBBK), Kartu Persediaan Barang (KPB), dan
Buku Agenda Ekspedisi (BAE).

14
e. menyiapkan tempat penyimpanan sesuai petunjuk yang terdapat pada
kemasan kardus.
f. Di Puskesmas/Poskesdes/Pustu, bidan atau petugas yang ditunjuk
bersama kader memberikan biskuit lapis kepada sasaran berdasarkan
rujukan dari Posyandu dengan kriteria :
1. Ibu hamil dari keluarga miskin dan ibu hamil yang
beresiko KEK dengan LILA <23,5 cm.
2. Apabila persediaan makanan tambahan tidak
mencukupi, sasaran PMT diprioritaskan pada Ibu hamil
KEK dari keluarga miskin dan ibu hamil KEK.
g. Biaya distribusi makanan tambahan dari Puskesmas sampai dengan
sasaran akan dibebankan antara lain pada dana Bantuan Operasional
Kesehatan (BOK) dan dana operasional Puskesmas.

4. Cara Pengangkutan
a. Mengangkut makanan tambahan tidak bersamaan dengan barang-
barang non pangan yang berbau tajam dan bahan berbahaya
(pestisida, bahan kimia, minyak tanah dan bahan jenis lainnya).
b. Makanan tambahan harus terhindar dari kerusakan dan kotoran
yang menyebabkan kontaminasi.
5. Cara Penyimpanan
a. Gudang penyimpanan harus selalu higienis, tidak berdebu, dan
bebas dari tikus, kecoa dan binatang pengerat lainnya.
b. Ruang gudang tidak bocor dan lembab, ruangan mempunyai
ventilasi dan pencahayaan yang baik.
c. Bangunan dan pekarangan sekitar gudang harus selalu bersih,
bebas kotoran dan sampah.
d. Pintu gudang dapat dibuka dan ditutup dengan rapat pada saat
keluar masuk makanan tambahan.
e. Makanan tambahan diletakkan di alas/rak/palet/ yang kuat berjarak
minimal 10-20 cm dari lantai dan minimal 30 cm dari dinding.

15
f. Penyusunan/peletakan/penumpukan makanan tambahan
sedemikian rupa sehingga barang tetap dalam kondisi baik.
Susunan maksimum tumpukan adalah 12 karton.
g. Menyusun karton makanan tambahan dalam gudang harus
menggunakan alas/rak/palet dan dilarang menginjak tumpukan
karton lainnya.
h. Makanan tambahan yang masuk ke gudang yang lebih awal
dikeluarkan terlebih dahulu (First In First Out= FIFO).
i. Penyimpanan makanan tambahan tidak dicampurkan dengan
bahan lain dan bahan bukan pangan.
j. Makanan tambahan yang rusak selama penyimpanan di gudang,
diambil, dipisahkan dari makanan tambahan yang masih baik.
k. Makanan tambahan yang telah dinyatakan rusak perlu dibuatkan
berita acara penghapusan oleh tim yang ditunjuk oleh kepala
Dinkes kabupaten/kota setempat.
l. Makanan tambahan dinyatakan rusak apabila kemasan berlubang,
robek, pecah, kempes dan teksturnya berubah. Pada waktu
melakukan bongkar muat makanan tambahan dilarang
menggunakan ganco atau dibanting.

6. Pemantauan dan evaluasi meliputi aspek-aspek :


a. Pendistribusian makanan tambahan.
b. Penyimpanan makanan tambahan.
c. Pemberian makanan tambahan sampai ke sasaran.
d. Pembinaan pelaksanaan distribusi makanan tambahan.

16
D. pemantaun dan evaluasi

 Pengertian Monitoring dan Evaluasi Promosi Gizi


Monitoring dan evaluasi merupakan bagian yang sangat penting dari
proses manajemen, karena dengan evaluasi aka diperoleh umpan balik
(feedback) terhadap program atau pelaksanaan kegiatan. Untuk mengetahui
sejauh mana tujuan yang direncanakan tersebut telah dicapai, maka
diperlukan memonitoring dan evaluasi. Monitoring dilakukan sejalan dengan
evaluasi, dengan tujuan agar kegiatan yang dilakukan dalam rangka
mencapai tujuan program berjalan sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan baik dari waktu maupun jenis kegiatannya. Dalam praktiknya,
monitoring atau pemantau kadang diidentikan dengan evaluasi proses dari
suatu program. Dalam pelaksanaan program kesehatan masyarakat, selain
evaluasi juga dilakukan monitoring atau pemantauan program. Dalam
kegiatan monitoring, dilakukan pencatatan atau pengamatan , namun tidak
dilakukan penilaian sebagaimana yang dilakukan pada kegiatan evaluasi.
Jika terjadi ketidaksesuaian antara kegiatan dengan rencana yang telah
ditetapkan, maka akan dilakukan koreksi atau pembetulan, termasuk
pembetulan terhadap penggunaan sumber daya (biaya, tenaga, dan sarana).

 Monitoring dalam Promosi Gizi


Menurut Casely & Kumar (1987), definisi monitoring dapat
bervariasi, tetapi prinsip yang digunakan sama, yaitu monitoring merupakan
penilaian yang terus-menerus terhadap fungsi kegiatan-kegiatan proyek di
dala konteks jadwal pelaksanaan dan terhadap pengunaan input-input proyek
oleh kelompok sasaran di dalam konteks harapan-harapan rancangan.

Monitoring yang dilakukan adalah dengan metode pengumpulan dan


analisis informasi secara teratur. Kegiatan ini dilakukan secara internal untuk
menilai apakah input sudah digunakan, apakah dan bagaimana kegiatan
dilaksanakan, dan apakah output dihasilkan sesuai rencana. Monitoring
berfokus secara khusus pada efisiensi. Sumber data yang penting untuk
monitoring adalah alat verifikasi pada tingkat kegiatan, dan keluaran (output)

17
yang umumnya merupakan dokumen internal, seperti laporan
bulanan/triwulan, catatan kerja dan perjalanan, catatan pelatihan, notulen
rapat dan sebagainya.

Menurut Clayton & Petry (1983), monitoring adalah suatu proses


mengukur, mencatat, mengumpulkan, memproses, dan mengomunikasikan
informasi untuk membantu pengambilan keputusan manajemen projek.
Sementara itu, menurut Dadang solihin (2008), monitoring merupakan
proses pengumpulan dan analisis informasi ( berdasarkan indikator yang
telah ditetapkan) secara sistematik dan berkelanjutan tentang
kegiatan/program, sehingga dapat dilakukan tindakan koreksi untuk
menyempurnakan kegiatan/program selanjutnya.

Beberapa pakar manajemen mengemukakan bahwa fungsi dari


monitoring mempunyai nilai yang sama bobotnya dengan fungsi
perencanaan. Keberhasilan uuntuk mencapai tujuan, separuhnya ditentukan
oleh rencana yang telah ditetapkan, dan setengahnya lagi oleh fungsi
pengawasan atau monitoring. Pada umumnya, perencanaan dan monitoring
merupakan fungsi yang penting dalam manajemen. Dalam monitoring tidak
dilakukan penilaian seperti halnya pada evaluasi, tetapi hanya mengamati
dan mencatat. Apabila terjadi ketidaksesuaian antara kegiatan dengan yang
direncanakan, maka dilakukan koreksi. Demikian pula apabila terjadi
ketidakcocokan antara penggunaan sumber daya (biaya, tenaga, dan sarana)
dengan yang direncanakan, maka sebaiknya dilakukan pembetulan. Oleh
sebab itu, dalam praktiknya, monitoring atau pemantauan ini kadang-kadang
diidentikan dengan evaluasi proses dari suatu program.

 Evaluasi dalam Promosi Gizi


Pengertian evaluasi berasal dari kata “to evaluate”, yang berarti menilai
atau memberikan nilai. Evaluasi adalah bagian yang terkait dari proses
manajemen, termasuk juga manajemen promosi kesehatan. Semua orang
setuju bahwa setiap kegiatan promosi kegiatan promosi kesehatan harus
dievaluasi, tetapi evaluasi yang dilakukan dengan baik masih sangat sedikit.

18
Evaluasi merupakan kegiatan lebih lanjut dari kegiatan pengukuran dan
pengembangan indikator. Oleh karena itu, dalam melakukan evaluasi harus
berpedoman pada ukuran dan indicator yang telah disepakati dan ditetapkan.
Evaluasi merupakan suatu proses umpan balik atas kinerja masa lalu yang
berguna untuk meningkatkan produktivitas di masa yang akan datang.

Menurut Dadang Solihin (2008), evaluasi adalah proses penilaian


pencapaian tujuan dan mengungkapkan masalah kinerja program/kegiatan
untuk memberikan umpan balik bagi peningkatan kualitas kinerja
program/kegiatan. Evaluasi program merupakan evaluasi terhadap kinerja
program, sebagaimana diketahui bahwa program dapat didefinisikan sebgai
kumpulan kegiatan-kegaitan nyata, sistematis, dan terpadu yang
dilaksanakan oleh satu atau beberapa instansi pemerinta ataupun dalam
rangka kerja sama dengan masyarakat, atau yang merupakan partisipasi aktif
masyarakat, guna mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan.
Evaluasi program gizi dilakukan untuk menilai kemajuan kegiatan dan hasil
yang dicapai dalam upaya peningkatan gizi masyarakat yang dilakukan oleh
masing-masing wilayah/daerah (Depkes, 2008).

Dalam pelaksanaan program gizi, terkadang kegiatan monitoring dan


evaluasi sering dilalaikan. Sebagai contoh adalah kegiatan pemberian kapsul
iodium di daerah GAKI. Akibat tidak adanya monitoring dan evaluasi yang
baik, program ini pada akhirnya banyak menimbulkan kejadian hipertiroid,
sehingga kegiatan pemberian kapsul iodium tersebut akhirnya dihentikan.
Contoh pelaksanaan program gizi yang berhasil baik karena monitoring dan
evaluasi yang baik adalah pemberian kapsul vitamin A pada balita dan ibu
nifas. Program vitamin A terbukti dapat menurunkan kejadian xeroftalmia
sekaligus mencegah kebutaan di Indonesia. Sustainability atau kesinabungan
proses evaluasi sangat penting dilakukan dalam pelaksanaan program
kesehatan termasuk program perbaikan gizi, sehingga kemajuan
kegiatan/program dan hasil yang dicapai dapat dinilai untuk mengambil
langkah-langkah perbaikan terkait kendalah atau masalah yang timbul.

19
Data yang didapat dari pelaksanaan evaluasi suatu program dapat
digunakan untuk melahirkan berbagai kebijakan baru di bidang kesehatan.
Sosialisasi dan advokasi kepada pihak terkait penting dilakukan untuk
menentukan kebijakan baru terkait hasil evaluasi dan dampaknya terhadap
kesehatan masyarakt. Jika ditemukan kegagalan suatu program, perlu
dilakukan evaluasi mencakup mencari faktor-faktor penyebab keg glan,
apakah sasaran tidak tepat, atau produk yang digunakan tidak sesuai
kebutuhan masyarakat. Sering terjadi kegagalan suatu program bukan pada
kegiatan monitirong dan evaluasi, tetapi karena perencanaan dan penentuan
kelompok sasaran yang tidak tepat. Data monitoring dan evaluasi dapat juga
digunakan di bidang surveilans untuk menetapkan kebijakan/program yang
lain sesuai temuan hasil evaluasi. Evaluasi dapat dilakukan oleh pihak
internal maupun eksternal (orang luarbukan pelaksana program). Evaluasi
oleh pihak internal sering bersifat bias, karena cenderung memperlihatkan
hassil positif atau hasil yang baik-baik saja dan menyembunjikan kegagalan,
sedangkan evaluasi dari pihak eksternal bersifat objektif, sesuai hasil yang
sebenarnya.

Pihak-pihak yang berkaitan dengan evaluasi :

Menurut Fitzgibbon dan Morris (1987), gambaran klasik dari suatu evaluasi
menyangkut tiga pihak, yaitu manager, evaluator dan programme worker.

1. Manager (pengelolah program evaluasi) Seseorang yang membuat


keputusan tentang sumber daya. Mereka akan menggunakan evaluasi
untuk menolong mereka membuat keputusan apakah kegiatan promosi
kesehatan seharusnya dilanjutkan, diulangi atau dihentikan.
2. Evaluator
Seseorang yang mengumpulkan informasi tentang kegiatan promosi
kesehatan dan hasil dari kegiatan tersebut, kemudian
menginterpretasikan informasi tersebut untuk mencari apa yang telah
dicapai oleh kegiatan promosi kesehatan. Seorang evaluator tidak
mempunyai kepentingan untuk mendukung atau menentang kelanjutan

20
dari kegiatan promosi kesehatan. Mereka hanya tertarik untuk mecoba
menilai efek dari kegiatan tersebut.
Untuk evaluator, menjaga posisi yang tepat sangat sulit. Di dalam
melaksanakan tugas untuk mengumpulkan informasi pada proyek
promosi kesehatan, evaluator harus mengerti apa yang sedang dilakukan
dan bagaimana proses terjadinya, dan karena itu butuh kedekatan dengan
proyek dan pekerjanya. Di waktu yang sama, evaluator harus dipercaya
oleh manager untuk mengerti kerangka keputusan manajerial dan
memberikan evaluasi yang tidak sekedar merupakan pengulangan
pandangan atau pendapat pekerja proyek.
3. Programme worker (pekerja program)
Seseorang yang melakukan kegiatan promosi kesehatan. Mereka
mempunyai pengetahuan yang mendalam dan terperinci tentang
bagaimana kegiatan berjalan, tetapi mungkin menjadi sulit untuk
menerima pandangan atau pendapat yang lain.
Dalam kenyataannya, situassi yang terjadi menjadi lebih rumit dan satu
orang dapat memainkan lebih dari satu peran. Kadang-kadang manager
juga sebagai evaluator. Sering kali pekerja program juga sebagai
evaluator dan berusaha mengevaluasi diri.

Evaluasi suatu program kesehatan masyarakat dilakukan terhadap


tiga hal, yaitu evalusi terhadap proses pelaksaan program, evaluasi
terhadap hasil program, dan evaluasi terhadap dampak program.

1. Evaluasi terhadap proses program


Ditujukan terhadap pelaksaan program yang menyangkut penggunaan
sumber daya, seperti, tenaga, dana, dan fasilitas lain.
Pemeriksaan yang terperinci dari proses akan menunjukan bagaimana
kegiatan dapat diperbaiki atau ditingkatkan dan memberikan
pengetahuan tentang kegiatan dari proyek tersebut.

2. Evaluasi terhadap dampak program

21
Ditunjukan untuk menilai sejauh mana program tersebut berhasil, yaitu
sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan tercapai. Misalnya,
meningkatkan cakupan imunisasi, meningkatkan ibu hamil yang
memeriksakan kehamilannya, dan sebagainya.
Evaluasi hasil (outcome) mempertanyakan apakah kegiatan promosi
kesehatan telah mempengaruhi pengetahuan masyarakat, sikap, perilaku,
atau kesehatan kea rah yang diinginkan.
Jenis evaluasi hasil (outcome) ini cenderung lebih sulit, tetapi hal
tersebut diperlukan untuk menilai apakah kegiatan promosi kesehatan
telah efektif. Evaluasi yang paling baik mengandung campuran dari
evaluasi proses dan evaluasi hasil.

3. Evaluasi dampak program


Ditujukan untuk menilai sejauh mana program tersebut mempunyai
dampak terhadap peningkatan kesehatan masyarakat. Dampak program
kesehatan ini tercermin dari membaiknya atau meningkatnya indikator-
indikator kesehatan masyarakat. Misalnya, menurunya angka kematian
bayi (AKB), meningkkatnya status gizi anak balita, menurunya angka
kematian ibu, dan sebagainya.

22
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan
Indonesia masih dalam permasalahan dengan gizi yang kurang. Perlunya
berbagai kerja sama dari semua pihak dalam menangani masalah ini sangat
dibutuhkan karena koordinasi antar semua pihak yang terkait dapat memberikan
percepatan penurunan terhadap masalah gizi yang terjadi di masyarakat. Selain itu,
program-program yang telah dibentuk sangat dibutuhkan pelaksanaannya untuk
masyarakat agar tidak terjadi peningkatan permasalahan gizi yang marak terjadi.

Daftar Pustaka
https://www.jpnn.com/news/permasalahan-gizi-tanggung-jawab-bersama

http://andisa72.blogspot.co.id/2012/09/kerjasama-dan-kemitraan-dalam-bidang.html

http://glen4life.blogspot.co.id/2013/02/program-program-pemerintah-dalam_6.html

https://annisaaseptyani.wordpress.com/2014/03/17/permasalahan-gizi-di-indonesia-
dan-upaya-pemerintah-dalam-menanggulanginya/

http://peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/lokakarya/pbadan07-4.pdf?secure=1

23

Anda mungkin juga menyukai