Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN ASTHMA PADA ANAK

Diajukan untuk memenuhi salah satu Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak
Sehat dan Sakit Akut
Dosen Pengampu: Hani Handayani, M.Kep

Disusun oleh:

Fauzia Maulana Ferdiansyah C2114201024


Reval Gunawan C2114201096

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TASIKMALAYA
2023
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang. Kami panjatkan puji dan syukur atas kehadirat-Nya yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah tentang Asuhan Keperawatan Asthma pada anak.

Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Ibu Hani Handayani, M.Kep
selaku dosen pengampu mata kuliah Keperawatan Anak Sehat dan Sakit Akut
yang telah membimbing kami dalam pengerjaan tugas makalah ini. Kami juga
mengucapkan terimakasih kepada teman-teman yang selalu setia membantu dalam
hal mengumpulkan data-data dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari dengan sepenuhnya bahwa masih
ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh
karena itu dengan tangan terbuka kami menerima saran dan kritik yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang makalah tentang


Asuhan Keperawatan Asthma pada anak ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman serta memberikan manfaat bagi para pembaca.

Tasikmalaya, 08 Mei 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i

DAFTAR ISI..........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

1.1 Latar Belakang..........................................................................................1

1.2 Tujuan........................................................................................................2

1.2.1 Tujuan Umum....................................................................................2


1.2.2 Tujuan Khusus...................................................................................2
1.3 Manfaat....................................................................................................3

BAB II TINJAUAN TEORITIS...........................................................................4

2.1 Konsep Dasar Penyakit.............................................................................4

2.1.1 Pengertian...........................................................................................4
2.1.2 Klasifikasi..........................................................................................5
2.1.3 Etiologi...............................................................................................6
2.1.4 Patofisiologi.......................................................................................8
2.1.5 Manifestasi Klinis............................................................................11
2.1.6 Pemeriksaan Penunjang...................................................................12
2.1.7 Penatalaksanaan BBLR....................................................................13
2.1.8 Pencegahan BBLR...........................................................................13
2.2 Dampak Terhadap Pemenuhan KDM.....................................................14

2.3 Asuhan Keperawatan...............................................................................15

2.2.1 Pengkajian........................................................................................15
2.2.2 Diagnosa Keperawatan....................................................................20
2.2.3 Intervensi Keperawatan....................................................................21
2.2.4 Implemetasi Keperawatan................................................................25
2.2.5 Evaluasi Keperawatan......................................................................26
BAB III PENUTUP..............................................................................................27

ii
3.1 Kesimpulan..............................................................................................27

3.2 Saran........................................................................................................28

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................29

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Badan Kesehatan Dunia (WHO, 2017) mendefinisikan sehat sebagai suatu


keadaan sejahtera yang meliputi fisik, mental dan sosial yang tidak hanya bebas
dari penyakit atau kecacatan. Sedangkan di Indonesia sendiri definisi tentang
kesehatan telah dituangkan melalui UU 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO 36 TAHUN 2009, n.d.)
yang menyatakan bahwa kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik,
mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup
produktif secara sosial dan ekonomis. Dengan demikian kesehatan merupakan
aspek penting didalam kehidupan manusia untuk memenuhi setiap kebutuhannya
(“WHO | Global Nutrition Targets 2025: Low Birth Weight Policy Brief,” 2018).

Salah satu indikator keberhasilan suatu negara dalam meningkatkan


kesehatan masyarakat adalah dengan menurunnya angka kematian bayi (AKB) (de
Onis et al., 2019). AKB merupakan banyaknya bayi yang meninggal sebelum
mencapai usia 1 tahun yang dinyatakan dalam 1.000 kelahiran hidup pada tahun
yang sama. Salah satu penyebab tingginya angka kematian bayi (AKB) adalah
berat badan lahir rendah (BBLR) (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia:,
2016). BBLR merupakan salah satu masalah kesehatan yang memerlukan
perhatian khusus di berbagai negara terutama pada negara berkembang atau
negara dengan sosio-ekonomi rendah (Thomas et al., 2017). (WHO, 2017)
menjelaskan bahwa sebesar 60- 80% dari Angka Kematian Bayi (AKB) yang
terjadi, disebabkan karena BBLR. BBLR mempunyai risiko lebih besar untuk
mengalami morbiditas dan mortalitas daripada bayi lahir yang memiliki berat
badan normal. Masa kehamilan yang kurang dari 37 minggu dapat menyebabkan
terjadinya komplikasi pada bayi karena pertumbuhan organ-organ yang berada
dalam tubuhnya kurang sempurna.

1
2

BBLR merupakan salah satu faktor resiko yang mempunyai kontribusi


terhadap kematian bayi khususnya pada masa parinatal. Selain itu bayi BBLR
dapat mengalami gangguan mental dan fisik pada usia tumbuh kembang
selanjutnya sehingga membutuhkan biaya keperawatan yang tinggi. Bayi dengan
berat lahir rendah (BBLR) hingga saat ini masih merupakan masalah di seluruh
dunia karena merupakan penyebab kesakitan dan kematian pada masa bayi baru
lahir. Masih tingginya prevalensi gizi kurang pada anak balita berhubungan
dengan faktor banyaknya bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR). BBLR
termasuk faktor utama dalam peningkatan mortalitas, morbiditas dan disabilitas
neonatus, bayi dan anak serta memberikan dampak jangka panjang terhadap
kehidupan nya di masa depan (Atikah dan Cahyo dalam Rifa’i, 2019).

Komplikasi yang di alami bayi dengan berat lahir rendah meliputi asfiksia,
aspirasi atau gagal bernafas secara spontan dan teratur sesaat atau beberapa menit
setelah lahir, hipotermia atau gangguan termoregulasi, gangguan nutrisi dan
resiko infeksi. Masalah pada bayi dengan berat badan lahir rendah juga meliputi
permasalahan pada system pernafasan, susunan syaraf pusat, kardiovaskuler,
hematologi, gastrointestinal, ginjal dan termoregulasi (Atikah dan Cahyo dalam
Rifa’i, 2019).

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Tujuan umum studi kasus ini adalah mengetahui tentang


pemenuhan asuhan keperawatan pada bayi dengan diagnosa medis berat
bayi lahir rendah (BBLR).

1.2.2 Tujuan Khusus

a. Mengkaji bayi dengan diagnosa medis berat bayi lahir rendah


(BBLR).
b. Merumuskan diagnosa keperawatan pada bayi dengan diagnosa medis
berat bayi lahir rendah (BBLR).
3

c. Merencanakan tindakan keperawatan pada bayi dengan diagnosa


medis berat bayi lahir rendah (BBLR).
d. Melaksanakan tindakan keperawatan pada bayi dengan diagnosa
medis berat bayi lahir rendah (BBLR).
e. Mengevaluasi tindakan keperawatan pada bayi dengan diagnosa medis
berat bayi lahir rendah (BBLR).

1.3 Manfaat

1. Bagi penulis
Dapat menerapkan ilmu yang telah di peroleh serta mendapatkan
pengalaman dalam melaksanakan asuhan keperawatan secara langsung
pada 5 pasien sehingga dapat di gunakan sebagai berkas penulis di dalam
melaksanakan tugas sebagai perawat.
2. Bagi institusi pendidikan
Sebagai tambahan sumber kepustakaan dan perbandingan asuhan
keperawatan.
3. Bagi klien dan keluarga
Agar keluarga klien mengetahui dan mengalami perubahan fisiologi yang
terjadi pada tubuh pasien secara kesadaran bagi keluaerga klien untuk
memperhatikan kondisi tubuh.
4. Bagi masyarakat
Merupakan informasi kepada masyarakat mengenai penyakit berat bayi
lahir rendah.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Konsep Dasar Penyakit

2.1.1 Pengertian

Asthma ialah penyakit paru dengan ciri khas yakni saluran napas
sangat mudah bereaksi terhadap berbagai rangsangan atau pencetus dengan
manisfestasi berupa serangan asma. Kelainan yang didapatkan ialah:

1. Otot bronkus akan mengerut (terjadi penyempitan).

2. Selaput lendir bronkus edema.


3. Produksi lendir makin banyak, lengket dan kental sehingga ketiga hal
ersebut menyebabkan saluran lobang bronkus menjadi sempit dan anak
akan batuk bahkan dapat sampai sesak napas. Serangan demikian dapat
hilang sendiri atau hilang dengan pertolongan obat.
Berdasarkan atas pengertian asma seperti yang telah diuraikan maka untuk
manifestasi serangan asma harus ada pencetus dan ada dasar
hipereaktivitas
dari bronkus. Serangan asma dapat berupa sesak napas ekspiratoir yang
paroksismal berulang-ulang dengan mengi dan batuk yang akibat
konstriksi
atau spasme otot bronkus, inflamasi mukosa bronkus, dan produksi lendir
kental yang berlebihan. Asma merupakan penyakit keturunan. Kira-kira 2-
20% populasi anak dilaporkan pernah menderita asma. Di Indonesia belum
ada penyelidikan yang menyeluruh tetapi diperkirakan berkisar antara 5-
10%. Di poliklinik subbagian paru anak FKUI/RSCM Jakarta lebih dari
50% kunjungan merupakan pasien asma. Penyebab asma masih belum
jelas. Diduga yang memegang peranan utama jialah reaksi berlebihan dari
trakea dan bronkus (hiperreaktivitas bronkus), yang belum jelas diketahui
penyebabnya. Diduga karena adanya hambatan dari sebagian sistem

4
5

adrenergik, kurangnya enzim adenilsiklase dan mening- ginya tonus sistem


parasimpatik, sehingga mudah terjadinya kelebihan tonus parasimpatik
kalau ada rangsangan yang menyebabkan terjadinya spasme bronkus.
Banyak faktor yang ikut menentukan derajat reaktivitas atau iritabali- tas
tersebut di antaranya faktor genetik, biokimiawi, saraf autonom,
imunologis, infeksi, endokrin, faktor psikologis. Oleh karena itu, asma
disebut penyakit yang multifaktoral.

2.1.2 Etiologi
- Faktor Ekstrinsik: reaksi antigen antibody; karena inhalasi alergan (debu,
serbuk serbuk, bulu bulu binatang).
- Faktor intrinsik; infeksi: para influenza virus, pneumonia, mycoplasmal.
Kemudian dari fisik; cuaca dingin, perubahan temperatur. Iritan; kimia.
Polusi udara (CO, asap rokok, parfum). Emosional; takut, cemas, dan
tegang. Aktivitas yang berlebihan juga dapat menjadi faktor pencetus

2.1.3 Patofisiologi
Asthma pada anak terjadi adanya penyempitan pada jalan napas
dan hiperaktif dengan respon terhadap bahan iritasi dan stimulus lain.
Dengan adanya bahan iritasi atau allergen otot otot bronkus menjadi
spasme dan zat antibodi tubuh muncul (immunoglobulin E atau IgE)
dengan adanya alergi. IgE dimunculkan pada receptor sel mast yang
menyebabkan pengeluaran histamin dan zat mediator lainnya. Mediator
tersebut akan memberikan gejala asthma.

Respon asthma terjadi dalam tiga tahap; pertama tahap immediate yang
ditandai dengan bronkokonstriksi (1 2 jam), tahap delayed dimana
bronkokonstriksi dapat berulang dalam 4 6 jam dan terus menerus 2 - 5
jam lebih lama; tahap late yang ditandai dengan peradangan dan
hiperresponsif jalan nafas beberapa minggu atau bulan. Asthma juga dapat
terjadi faktor pencetusnya karena latihan, kecemasan dan udara dingin.
Selama serangan asthmatik, bronkiolus menjadi meradang dan
peningkatan sekresi mokus. Hal ini menyebabkan lumen jalan nafas
6

menjadi bengkak, kemudian meningkatkan resistensi jalan nafas dan dapat


menimbulkan distres pernafasan.

Anak yang mengalami asthma mudah untuk inhalasi dan sukar dalam
ekshalasi karena edema pada jalan nafas. Dan ini menyebabkan
hiperinflasi pada alveoli dan perubahan pertukaran gas. Jalan nafas
menjadi obstruksi yang kemudian tidak adekuat ventilasi dan saturasi 02,
sehingga terjadi penurunan p02 (hypoxia). Selama serangan asthmatik,
C02 tertahan dengan meningkatnya resistensi jalan nafas selama ekspirasi,
dan menyebabkan acidosis respiratory dan hypercapnea. Kemudian sistem
pernafasan akan mengadakan kompensasi dengan meningkatkan
pernafasan (tachypnea), kompensasi tersebut menimbulkan hiperventilasi
dan dapat menurunkan kadar CO2 dalam darah (hypocapnea).
7

2.1.4 Manifestasi Klinis

- Wheezing
- Dyspnea dengan lama ekspirasi; penggunaan otot otot asesori pernafasan,
cuping hidung, retraksi dada, dan stridor
- Batuk kering (tidak produktif) karena sekret kental dan lumen jalan nafas
sempit
- Tachypnea, tachycardia, orthopnea
- Gelisah
- Berbicara sulit atau pendek karena sesak nafas
8

- Diaphorosis
- Nyeri abdomen karena terlibatnya otot abdomen dalam pernafasan
- Fatigue
- Tidak toleran terhadap aktivitas; makan, bermain, berjalan, bahkan bicara
- Kecemasan, labil dan perubahan tingkat kesadaran
- Meningkatnya ukuran diameter anteroposterior (barrel chest)
- Serangan yang tiba tiba atau berangur angsur
- Auskulatasi; terdengar ronki dan crackles
9

2.1.5 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang dilakukan berdasarkan manifestasi klinis,


riwayat, pemeriksaan fisik dan tes laboratorium.

1. Tes fungsi paru. Spirometri dapat dilakukan pada anak usia 5 atau 6
tahun, dan setiap anak usia 1-2 tahun dilakukan peng- kajian fungsi
jalan napas rutin. Dalam Spirometri akan mende- teksi:
a. Penurunan forced expiratory volume (FEV)
b. Penurunan peak expiratory flow rate (PEFR)
c. Kehilangan forced vital capacity (FVC)
d. Kehilangan inspiratory capacity (IC)

2. Laboratorium darah lengkap, menunjukkan terjadi perubahan sel darah


putih selama fase asma akut, perubahan sel darah putih lebih dari
12.000/mm3 atau peningkatan presentasi ikatan sel yang mungkin
mengindikasikan terjadi infeksi.
3. X-ray dada. Frontal dan lateral foto x-ray menunjukkan infil- trat dan
hiperekspansi jalan napas dengan peningkatan usuran diameter
anteroposterior pada pemeriksaan fisik, diduga barrel chest.
4. Uji kulit untuk mengidentifikasi alergen spesifik

2.1.6 Penatalaksanaan Asthma Pada Anak


1. Pemberian terapi kortikosteroid. Kortikostreroid diberikan untuk
mengatasi inflamasi yang biasa digunakan untuk mengo- bati obstruksi
aliran udara reversibel dan mengontrol gejala- gejala serta mengurangi
hiperreaktivitas pada asma kronik Kortikosteroid diberikan melalui
parenteral, oral, atau aerosol. Obat antiinflamasi nonsteroid seperti
Cromolyn sodium diberi. kan untuk memblok reaksi cepat dan lambat
terhadap alergi yang menstabilkan membran sel mast, menghambat
akti vasi dan membebaskan mediator dari eosinofil dan sel epite- lum,
dan menghambat penyempitan jalan napas akut setelah mengalami
aktifitas, udara dingin kering, dan sulfur dioksida.
10

2. Pemberian terapi bronkhodilator. Terapi antikolinergik digu- nakan


untuk mengurangi intrinsik tonus vagal pada jalan napas dan memblok
refleks bronkhokonstriksi yang disebabkan iritasi inhalasi.
3. Peningkatan intake cairan.
4. Pengobatan respirasi seperti batuk, latihan napas dalam, dan fisioterapi
dada. Fisioterapi dada membantu relaksasi fisik dan mental,
memperbaiki postur tubuh, kekuatan otot respirasi, dan pola
pernapasan lebih efisien. Fisioterapi dada dianjurkan dilakukan pada
asma akut, kongesti berat atau pneumonia.
5. Pengobatan nebulizer diberikan dengan inhalasi.

2.1.7 Pencegahan Asthma Pada Anak


Penanggulangan asma sekarang lebih dititikberatkan untuk mencegah terjadi- nya
serangan asma. Pemberian obat-obatan harus dinilai untuk kepentingan tumbuh
kembang anak apakah merugikan atau tidak. Diupayakan agar anak. anak yang
menderita asma dapat tumbuh kembang seperti anak lainnya. Serangan asma
dapat dicegah dengan cara menghindari faktor pencetus dan menggunakan obat-
obatan atau tindakan untuk meredakan atau reaksi-reaksi yang akan atau yang
sudah timbul oleh pencetus. mengurangi

Menghindari pencetus. Cara menghindari berbagai pencetus serangan asma perlu


diketahui dan diajarkan kepada anak serta keluarganya. Misalnya debu rumah
merupakan pencetus yang sering dijumpai pada anak; 76,5% anak asma yang
berobat ke poliklinik subbagian paru anak Bagian IKA FKUI/RSCM Jakarta,
diduga mempunyai debu rumah sebagai pencetusnya Debu rumah biasanya
mengandung tepung sari rumput-rumputan, pohon dan belukar di sekitar rumah
yang dibawa oleh angin masuk ke dalam rumah. Debu rumah juga mengandung
serpih atau rontokan kulit, bulu hewan piaraan, liur binatang piaran yang kering,
rontokan pakaian, rontokan kain lainnya, hancuran koran, tembakau, abu rokok
dan sebagainya. Debu rumah juga mengandung serangga yang sudah mati,
bakteri, jamur, sisa-sisa makanan yang telah lama, dan tungau. Tumpukan buku-
11

buku koran yang telah lama dan mengandung debu tersebut mengandung banyak
sekali alergen yang potensial dapat merupakan pencetus asma pada anak.

Memang tidak mudah menghindarkan debu rumah. Untuk menghindari pencetus


karena debu rumah dianjurkan dengan mengusahakan kamar tidur anak seperti di
rumah sakit ialah:

1. Kasur tempat tidurnya dimasukkan ke dalam kantong vinil, dipasang


ritsliting sehingga kasur terbungkus rapat dan debu tidak dapat masuk atau
kapuk tidak keluar, begitu juga bantal harus dibungkus vinil pula.
2. Sprei, tiras, selimut sekurang-kurangnya dicuci 2 minggu sekali Sepre dan
sarung bantal lebih sering. Lemari, rak dan lainnya dibersihkan dengan lap
basah dan hanya dipakai menyimpan pakaian yang sering dicuci. Mebel
dilap basah dan lantai dibersihkan, dipel setiap hari. Lebih baik tidak
menggunakan karpet di kamar tidur dan kamar/tempat anak bermain.
Lebih baik tidak memelihara binatang. Selain hal-hal tersebut jangan
menyimpan buku di kamar tidur anak. Pakaian yang ada di lemari
walaupun sudah bersih jika sudah lama tidak dipakai supaya dicuci lagi,
lemari dilap basah.
3. Untuk menghindarkan penyebab dari makanan bila belum diketahui pasti,
lebih baik anak yang asma jangan makan cokelat, kacang tanah atau
makanan yang mengandung cokelat atau minum es. Perlu diperhatikan
pula apakah asma timbul setelah anak memakan makanan yang
menggunakan zat pengawet atau perwarna makanan.
4. Hindarkan anak kontak dengan orang dewasa yang sedang menderita
influenza/pilek misalnya berbicara atau bersin di dekat anak yang asma.
Bila batuk atau bersin harus menutup mulut dan hidungnya.
12

2.2 Dampak Terhadap Pemenuhan KDM

KDM (Kebutuhan Dasar Manusia) adalah kebutuhan yang fundamental


dan harus dipenuhi oleh setiap manusia, termasuk kebutuhan akan pangan, air,
sandang, papan, dan perawatan kesehatan. Pemenuhan KDM yang memadai
sangat penting untuk memastikan kesehatan dan kesejahteraan manusia, termasuk
anak-anak yang memiliki kondisi medis tertentu seperti asthma.

Asthma adalah kondisi peradangan kronis yang mempengaruhi saluran


pernapasan, dan dapat menyebabkan gejala seperti sesak napas, batuk, dan mengi.
Pemenuhan KDM yang memadai, terutama dalam hal pangan dan perawatan
kesehatan, dapat membantu mengurangi risiko gejala asthma pada anak-anak.

Pemenuhan kebutuhan pangan yang memadai sangat penting untuk menjaga


kesehatan anak dan mengurangi risiko gejala asthma. Makanan yang sehat dan
bergizi dapat membantu menjaga sistem kekebalan tubuh anak tetap kuat dan
membantu mengurangi risiko terkena infeksi saluran pernapasan yang dapat
memperburuk gejala asthma. Selain itu, anak-anak dengan asthma perlu
memperhatikan asupan makanan mereka dan menghindari makanan yang dapat
memicu gejala asthma, seperti makanan yang mengandung zat aditif atau
makanan yang sangat manis.

Pemenuhan kebutuhan perawatan kesehatan juga sangat penting dalam mengelola


gejala asthma pada anak-anak. Pemeriksaan rutin oleh dokter dan pengobatan
yang tepat dapat membantu mengurangi risiko serangan asthma yang parah dan
membantu anak-anak mengelola gejala mereka dengan lebih efektif.

Dalam kesimpulan, pemenuhan KDM yang memadai, terutama dalam hal pangan
dan perawatan kesehatan, dapat membantu mengurangi risiko gejala asthma pada
anak-anak. Namun, karena setiap anak memiliki kondisi asthma yang berbeda,
penting untuk berkonsultasi dengan dokter atau ahli gizi untuk mengetahui cara
terbaik dalam memenuhi kebutuhan KDM anak Anda dan mengelola gejala
asthma mereka
13

2.1.8 Asuhan Keperawatan


2.2.1 Pengkajian

A. Identitas Klien
Pada pasien BBLR, angka kejadian BBLR tertinggi ditemukan pada
bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu dengan usia 35 tahun, selain itu
jarak kehamilan yang terlalu pendek (kurang dari 1 tahun) juga
mempengaruhi terjadinya BBLR (Depkes RI, 2009).
B. Riwayat Keperawatan
1. Keluhan utama
Umur kehamilan biasanya antara 24-37 minggu, rendahnya berat
badan pada saat kelahiran, atau terlalu besar dibanding umur
kehamilan. Berat biasanya kurang dari 2500 gram, lapisan lemak
subkutan sedikit atau tidak ada, kepala relative besar dibanding
badan, 3cm lebih besar dibanding lebar dada. Kelainan fisik yang
mungkin terlihat, nilai APGAR pada 1-5 menit 0-3 menunjukkan
kegawatan yang parah, 4-6 kegawatan sedang, dan 7-10 normal.
2. Riwayat penyakit saat ini:
Ibu bayi datang ke RS dengan keluhan sebelum lahir dan setelah
lahir.
Sebelum lahir:
1) Pembesaran uterus tidak sesuai dengan usia kehamilan.
2) Pergerakan janin lambat.
3) Pertambahan berat badan ibu lambat dan tidak sesuai yang
seharusnya.
Setelah lahir:
1) Berat badan ≤ 2500 gram.
2) Panjang kurang dari 45 cm.
3) LD < 30 cm.
4) LK < 33 cm.
5) Pernafasan tidak teratur dapat terjadi apnea.
14

1) Riwayat penyakit yang pernah di derita ibu


1) Toksemia gravidarum
2) Perdarahan antepartum
3) Trauma fisik dan psikologis
4) Nefritis akut
5) Diabetes Mellitus
2) Riwayat penggunaan obat selama kehamilan
Riwayat penggunaan obat selama ibu hamil seperti penggunaan
narkotika.
3) Riwayat persalinan
1) Riwayat pre-natal
(1) Komplikasi kehamilan (ibu menderita Toksemia
gravidarum, perdarahan antepartum, trauma fisik dan
psikologis, nefritis akut, Diabetes Mellitus)
(2) Riwayat penggunaan obat selama ibu hamil seperti
pengguna narkotika.
(3) Manifestasi klinis ibu:
 Pembesaran uterus tidak sesuai dengan usia
kehamilan.
 Pada anamneses sering dijumpai adanya riwayat
abortus, partus prematurus, dan lahir mati.
 Pergerakan janin lebih lambat.
 Pertambahan berat badan ibu lambat dan tidak
sesuai yang seharusnya.
2) Riwayat natal
Setelah bayi lahir kelainan fisik yang mungkin terlihat,
nilai APGAR pada 1-5 menit, 0-3 menunjukkan
kegawatan yang parah, 4-6 kegawatan sedang, dan 7-10
normal, dan tanda-tanda lain seperti:
(1) Berat badan ≤ 2500 gram.
(2) Panjang kurang dari 45 cm.
15

(3) LD < 30 cm.


(4) LK < 33 cm.
(5) Umur kehamilan < 37 minggu
(6) Kulit tipis, transparan, rambut lanungo banyak,
lemak kurang.
(7) Otot hipotonik lemah.
(8) Pernafasan tidak teratur dapat terjadi apnea.
(9) Ekstremitas: paha abduksi, sendi lutut atau kaki
fleksi-lurus.
(10) Tulang rawan daun telinga belum sempurna
pertumbuhannya, sehingga seolah-olah tidak
teraba tulang rawan.
(11) Tumit mengkilap, telapak kaki halus
(12) Alat kelamin pada laki-laki pigmentasi dan rugae
pada skrotum kurang. Testis belum turun ke dalam
skrotum. Pada bayi perempuan klitoris menonjol,
labia minora belum tertutup oleh labia mayora.
(13) Fungsi syaraf belum matang menyebabkan reflek
menghisap, menelan dan batuk masih lemah.
(14) Jaringan kelenjar mamae masih kurang akibat
pertumbuhan otot dan jaringan lemat masih
kurang.
C. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum klien
Biasanya neonatus terlihat lemah.
2) Tanda-tanda vital
(1) Suhu normal 36,5 ± 37,5º C
(2) Frekuensi nadi normal 120 ± 160x /menit,
(3) Frekuensi pernafasan sebaiknya dihitung 1 menit penuh,
normalnya 40 ± 60x /menit.
3) Antropometri
16

(1) Berat badan ≤ 2500 gram.


(2) Pajang < 5 cm.
(3) LD < 30 cm.
(4) LK < 33 cm.
(5) Circumferentia suboccipitalis brengmantika 31 cm.
(6) Circumferential fronto occipitalis 34 cm.
(7) Circumferential mento occipital 35 cm.
4) B1 (breathing)
(1) Inspeksi: pernafasan belum teratur dan sering terjadi apnea,
bentuk dada normal atau tidak, RR 40-60 x/menit.
(2) Palpasi: tidak ada nyeri tekan, merasakan getaran vocal
fremitus ada atau tidak.
(3) Auskultasi: adanya suara tambahan, dengkuran, wheezing
atau tidak, rhonchi atau tidak, normalnya vesikuler.
(4) Perkusi: sonor atau pekak.
5) B2 (blood)
(1) Inspeksi: Pembuluh darah kulit banyak terlihat, sianosis atau
tidak.
(2) Palpasi: nadi rata-rata 120-160 per menit pada bagian apical
dengan ritme teratur.
(3) Perkusi: normal redup, ukuran dan bentuk jantung normal
atau tidak.
(4) Auskultasi: pada saat kelahiran, kebisingan jantung terdengar
pada seperempat bagian intercosta, yang menunjukkan aliran
darah dari kanan ke kiri karena hipertensi atau atelektasis
paru. Adanya suara tambahan gallop atau tidak, mur-mur atau
tidak.
6) B3 (brain)
(1) Inspeksi: Reflex dan gerakan pada tes neurologis tampak
tidak resisten gerak reflek hanya berkembang sebagian,
menelan, menghisap dan batuk sangat lemah atau tidak
17

efektif. Otot hipotonik, tungkai abduksi, sendi lulut dan kaki


fleksi, lebih banyak tidur dari pada terbangun.
(2) Refleks moro: timbulnya pergerakan tangan yang simetris
apabila kepala tiba-tiba digerakkan (Saifuddin. 2006).
(3) Refleks rooting: bayi menoleh ke arah benda yang
menyentuh pipi (Saifuddin, 2006).
(4) Refleks graphs: refleks genggaman telapak tangan dapat
dilihat dengan meletakkan pensil atau jari di telapak tangan
bayi (Frasser, 2009).
(5) Reflek suckling: terjadi ketika bayi yang baru lahir secara
otomatis menghisap benda yang ditempatkan di mulut
mereka (Frasser, 2009). Refleks menghisap pada bayi ikterus
kurang (Surasmi, 2006).
(6) Reflek tonicneck: pada posisi terlentang, ekstremitas di sisi
tubuh dimana kepala menoleh mengalami ekstensi,
sedangkan di sisi tubuh lainnya fleksi (Frasser, 2009).
7) B4 (bladder)
(1) Inspeksi : genetalia imatur biasanya testis belum sempurna,
labia minor belum tertutup labia mayor.
8) B5 (bowel)
(1) Inspeksi: cavum oris, lidah untuk melihat ada tidaknya
kelainan, ada tidaknya penegangan abdomen, ada atau tidak
anus. Pengeluaran meconium biasanya terjadi pada waktu 12
jam.
(2) Palpasi: ada nyeri atau tidak, di kuadran mana.
(3) Auskultasi: imatur peristaltic.
(4) Perkusi: jika dilambung, kandung kemih berbunyi timpani.
Jika pada hati, pancreas ginjal berbunyi peka.
9) B6 (bone)
18

(1) Inspeksi: tulang kartilago telinga belum tumbuh dengan


sempurna, lembut dan lunak, tulang tengkorak dan tulang
rusuk lunak, gerakan lemah dan aktif atau letargik.
(2) Perkusi: reflek patella.
(3) Palpasi: ada nyeri tekan atau tidak, kaji kekuatan otot dengan
penentuan tingkat kekuatan otot dengan nilai kekuatan otot.
10) B7 Sistem Pengindraan
Pada BBLR akan di jumpai lebih banyak tidur .
11) B8 Sistem Endocrin
Pada BBLR akan mengalami hipoglikemia, karena cadangan
glukosa rendah.
D. Analisa Data
Data dan informasi yang didapatkan dari masalah kesehatan pasien
sehingga dapat ditentukan tindakan yang harus diambil untuk
mengatasi masalah tersebut yang menyangkut aspek fisik, mental,
sosial, dan spiritual serta faktor lingkungan yang mempengaruhinya.
Data tersebut harus akurat dan mudah dianalisis oleh perawat
(Rampengan T.H, 2009).

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


1. Gangguan pertukaran gas, tidak efektif bersihan jalan nafas, dan tidak
efektif pola nafas berhubungan dengan bronkospasme, edema mukosal dan
meningkatnya sekret.
2. Fatigue berhubungan dengan hypoxia dan meningkatnya usaha nafas
3. Kecemasan berhubungan dengan hospitalisasi dan distress
4. Risiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan meningkatnya
Spernafasan dan menurunnya intake cairan
5. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan kondisi kronik
6. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan proses penyakit dan
pengobatan
19

2.2.3 Intervensi Keperawatan

N Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi


o Keperawatan Hasil
1 Ketidakefektifan pola Setelah dilakukan 1) Observasi frekuensi,
nafas berhubungan tindakan keperawatan kedalaman
dengan imaturitas selama 1x24 jam pernafasan dan
otot-otot pernafasan diharapkan pola nafas ekspansi dada. Catat
dan penurunan neonatus kembali upaya pernafasan,
ekspansi paru-paru efektif. Kriteria hasil: termasuk
1) Klien tidak ada penggunaan otot
sianosis dan bantu/pelebaran
dyspnea (mampu nasal.
bernafas dengan 2) Tinggikan kepala
mudah) dan bantu mengubah
2) Klien bernafas posisi.
spontan 3) Berikan rangsangan
3) Tidak ada taktil bila terjadi
pernafasan cuping apnea. Perhatikan
hidung adanya sianosis,
4) Tanda-tanda vital: bradikardi,
RR: 30 ± 40 hipoventilasi.
x/menit. Nadi: 4) Kolaborasi
140-160x/menit pemberian oksigen
sesuai indikasi
5) Berikan bantalan
gulungan handuk
pada pundak bayi.
2 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan 1) Jelaskan pada
nutrisi kurang dari tindakan keperawatan keluarga pasien
kebutuhan tubuh selama 3x24 jam tentang kebutuhan
20

berhubungan dengan diharapkan adanya nutrisi


imaturitas reflek peningkatan berat 2) Anjurkan kepada
menghisap badan sesuai tujuan. keluarga pasien
Kriteria hasil: untuk memberikan
1) Klien tidak ASI Eksklusif
menunjukan selama 6 bulan.
tanda-tanda 3) Observasi BB
adanya malnutrisi. pasien.
2) Menunjukkan 4) Observasi intake dan
peningkatan output nutrisi
fungsi menelan. pasien.
3) Adanya 5) Observasi reflek
peningkatan berat hisap bayi.
badan sesuai 6) Kolaborasi dengan
tujuan. tim gizi.
3 Diskontuinitas Setelah dilakukan 1) Posisikan bayi semi
pemberian ASI tindakan keperawatan fowler.
berhubungan dengan selama 1x24 jam 2) Letakkan putting di
prematuritas diharapkan kebutuhan atas lidah bayi.
ASI terpenuhi. Kriteria 3) Monitor atau
hasil: evaluasi reflek
1) Ibu klien mampu menelan sebelum
menyusui klien memberikan susu.
secara mandiri. 4) Pantau berat badan
2) Tetap bayi jika
mempertahankan diperlukan.
laktasi.
3) Mengetahui tanda-
tanda penurunan
suplai ASI.
4 Disfungsi motilitas Setelah dilakukan 1) Monitor bising
21

gastrointestinal b.d tindakan keperawatan usus.


ketidakadekuatan/ima selama 2x24 jam 2) Monitor tanda -
tur aktivitas peristaltic peristaltic usus dalam tanda vital
batas normal 15- 3) Catat intake dan
30x /menit. Kriteria output secara
hasil: akurat.
1) Tidak ada distensi 4) Jelaskan penyebab
abdomen. masalah
2) Tidak ada darah di 5) Kolaborasi dengan
feses, tidak diare, ahli gizi jumlah
tidak ada muntah, kalori dan jumlah
tidak ada zat gizi yang
kembung. dibutuhkan
3) Reflek menelan
baik
5 Resiko Setelah dilakukan 1) Observasi suhu.
ketidakseimbangan tindakan keperawatan Periksa suhu rektal
suhu tubuh b.d selama 1x24 jam pada awalnya lalu
kegagalan diharapkan suhu badan selanjutnya periksa
mempertahankan normal 36,5-37,5° C. suhu axila.
suhu tubuh, Kriteria hasil: 2) Tempatkan bayi
penurunan jaringan 1) Klien tidak pada penghangat,
lemak subkutan. mengalami isollete, incubator.
menggigil/hipoter 3) Monitor adanya
mi, dehidrasi tanda-tanda
adekuat. hipotermia, missal:
2) Suhu badan warna kemerahan
normal 36,5 ± dan keringat dingin.
37,5 4) Observasi adanya
3) Akral hangat takipnea atau
4) Turgor < 2 detik apnea, sianosis
22

5) Kulit lembab umum, kulit


belang, bradikardi,
menangis buruk
atau letargia.
Evaluasi derajat
dan lokasi ikterik.
5) Kolaborasi dengan
tim medis dalam
pemberian terapi.
6 Resiko infeksi b.d Setelah dilakukan 1) Observasi adanya
pertahanan tindakan keperawatan tanda-tanda infeksi.
imunologis yang selama 1x24 jam, klien 2) Pisahkan bayi yang
kurang. tidak mengalami terkena infeksi
infeksi. Kriteria hasil: dengan bayi yang
1) Tidak ada tanda- tidak mengalami
tanda infeksi infeksi.
(tumor, dolor 3) Cuci tangan
kalor, rubor dan sebelum dan
fungtio lease) sesudah kontak
pada tubuh klien, dengan klien.
RR : 30 ± 40 4) Bersihkan atau
x/menit, Nadi: 140 sterilkan alat yang
± 160 x/menit, digunakan klien.
lekosit: 5) Kolaborasi
2) Jumlah leukosit pemberian vitamin
dalam batas sesuai dengan
normal instruksi.
6) Kolaborasi
pemeriksaan
laboratorium
(leukosit).
23

7 Defisiensi Setelah dilakukan 1) Bina hubungan


Pengetahuan tindakan keperawatan saling percaya
berhubungan selama 1x24 jam, klien antara ibu klien.
dengankurang mampu mengerti 2) Jelaskan tentang
informasi tentang pentingnya ASI. perawatan bayi
perawatan bayi BBLR Kriteria hasil: BBLR.
1) Pasien dan keluarga 3) Ajarkan teknik
menyatakan perawatan bayi
pemahaman tentang BBLR.
penyakit, kondisi,
prognosis, dan
program
pengobatan.
2) Pasien dan
keluarga mampu
melaksakan
prosedur yang
dijelaskan secara
benar
3) Pasien dan keluarga
mampu
menjelaskan
kembali apa yang
dijelaskan
perawat/tim
kesehatan lainnya
2.2.4 Implemetasi Keperawatan

Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang


dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status
kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik yang
24

menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Potter & Perry dalam


Afifah, I., & Sopiany, 2017).

Setelah rencana keperawatan tersusun, selanjutnya diterapkan


tindakan nyata guna mencapai hasil yang ditunggu berkurangnya atau
hilangnya masalah pada ibu. Pada tahap implementasi ini terdiri atas
beberapa kegiatan, diantaranya validasi rencana keperawatan, serta
melanjutkan pengumpulan data. Dalam implementasi keperawatan
tindakan harus cukup mendetail dan jelas supaya semua tenaga
keperawatan dapat menjalankan tugasnya dengan baik dalam waktu yang
ditentukan. Perawat dapat melaksanakan lansgung atau bekerja sama
dengan tenaga medis lainnya.

1. Mempertahankan pertukaran gas yang adekuat dan pembersihan jalan


nafas
 Pertahankan kepatenan jalan nafas; pertahankan support
ventilasi bila diperlukan
 Kaji fungsi pernafasan; auskultasi bunyi nafas, kaji kulit setiap
15 menit sampai 4 jam
 Berikan oksigen sesuai program dan pantau pulse oximetry dan
batasi (penyapihan) atau tanpa alat bantu bila kondisi telah
membaik.
 Kaji kenyamanan posisi tidur anak
 Monitor efak samping pemberian pengobatan; monitor serum
darah; theophyline dan catat kemudian laporkan ke dokter.
Normalnya 10-20 ug/ml pada semua usia.
 Kaji gejala dan tanda efek samping theophyline seperti; mual
dan muntah pada gejala awal, cardiopulmonal mencakup:
tachycardia, dysrhythmia, tachypnea, diuresis, irritability dan
kemungkinan kejang.
 Berikan cairan yang adekuat per oral atau parenteral -
Pemberian terapi pernafasan; nebulizer, fisioterapi dada bila
25

indikasi, ajarkan batuk dan nafas dalam efektif setelah


pengobataan dan pengisapan sekret (suction)
 Jelaskan semua prosedur yang akan dilakukan pada anak untuk
menurunkan kecemasan
 Berikan terapi bermain sesuai dengan usia
 Jelaskan semua prosedur yang akan dilakukan pada anak untuk
menurunkan kecemasan
2. Memberikan istirahat yang cukup, mencegah hypoxia, dan mengurangi
kerja berat pernafasan
 Kaji tanda dan gejala hypoxia; kegelisahan, fatigue,
iritabel,tachycardia, tachypnea
 Hindari seringnya melakukan intervensi yang tidak penting
yang dapat membuat anak lelah, berikan istirahat yang cukup.
 Instruksikan pada orang tua untuk tetap berada di dekat anak
 Berikan kenyaman fisik; support dengan bantal dan pengaturan
posisi
 Berikan oksigen humidifikasi sesuai program
 Berikan nebulizer; kemudian pantau bunyi nafas, dan usaha
napas setelah terapi
 Setelah krisis, ajarkan untuk aktivitas yang sesuai dengan
tingkat pertumbuhan dan perkembangan untuk
meningkatkankan ventilasi dan memperluas perkembangan
psikososial

3. Memberikan lingkungan yang tenang dan mengurangi kecemasan


 Ajarkan tehnik relaksasi; latihan nafas, melibatkan penggunaan
bibir dan perut, dan ajarkan untuk berimajinasi
26

 Pertahankan lingkungan yang tenang; temani anak, dan berikan


sup-port
 Ajarkan untuk ekspresi perasaan secara verbal
 Berikan terapi bermain sesuai dengan kondisi
 Informasikan tentang perawatan, pengobatan dan kondisi anak
 Jelaskan semua prosedur yang akan dilakukan
4. Berikan hidrasi yang adekuat
 Monitor intake dan output (pemasukan dan pengeluaran),
mukosa membran, turgor kulit, pengeluaran urine, ukur
grapitasi urine atau berat jenis urine (nilai 1.003 1.030) -
Monitor elektrolit
 Kaji warna sputum, konsistensi dan jumlah
 Pertahankan terapi parenteral bila indikasi, dan monitor
kelebihan (overload) cairan
 Berikan intake cairan per oral bila toleran, hati hati minuman
yang dapat meningkatkan bronkospasme ( air dingin) -Setelah
fase akut, ajarkan. anak dan orang tua untuk minum 38 gelas
(750 2000 ml), tergantung usia dan berat badan
5. Mengkaji proses koping keluarga
 Berikan kesempatan pada orang tua untuk ekspresi perasaan
 Kaji mekanisme koping sebelumnya pada waktu stress
 Jelaskan prosedur dan pengobatan yang diberikan -
Informasikan pada orang tua tentang kondisi anak
 Identifikasi sumber sumber psikososial keluarga dan finansial.
6. Memberikan informasi tentang proses penyakit, perawatan dan
pengobatan
 Kaji tingkat pengetahuan anak dan orang tua tentang penyakit,
pengobatan, dan intervensi
 Bantu untuk mengidentifikasi faktor pencetus
27

 Jelaskan tentang emosi dan stress yang dapat menjadi faktor


pencetus.
 Jelaskan pentingnya pengobatan; dosis, efek samping. waktu
pemberian dan pemeriksaan darah
 Informasikan tanda dan gejala yang harus dilaporkan dan
kontrol ulang -Informasikan pentingnya program aktivitas dan
latihan nafas
 Jelaskan pentingnya terapi bermain sesuai usia

2.2.5 Evaluasi Keperawatan

Menurut Potter & Perry dalam Afifah, I., & Sopiany (2017)
evaluasi merupakan penilaian terhadap sejumlah informasi yang diberikan
untuk tujuan telah ditetapkan dimana perawat menilai hasil yang
diharapkan terhadap perubahan diri ibu dan menilai sejauh mana masalah
ibu tersebut dapat diatasi. Disamping itu, perawat juga memberikan umpan
balik atau pengkajian ulang, seandainya tujuan utama belum tercapai,
maka dalam hal ini proses keperawatan dapat dimodifikasi.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

1. Berat badan lahir rendah (BBLR) adalah kondisi di mana bayi memiliki
berat badan kurang dari 2,5 kg saat dilahirkan. Kondisi ini bisa disebabkan
oleh beragam hal. Bayi yang berat badan lahirnya rendah rentan
mengalami gangguan kesehatan, sehingga memerlukan perawatan ekstra.
Berdasarkan data dari Kementrian Kesehatan, terdapat 6,2% bayi yang
terlahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR) di Indonesia. BBLR
sering terjadi pada bayi yang lahir prematur (sebelum memasuki usia
kehamilan 37 minggu).
2. Etiologi BBLR disebabkan karena beberapa faktor: faktor ibu; faktor
janin; faktor lingkungan; keadaan sosial ekonomi rendah.
3. Pada tahap pengkajian keperawatan ibu diberikan beberap pengkajian,
yaitu: identitas; riwayat keperawatan; pemeriksaan fisik; Analisa data.
4. Pada tahap diagnosa keperawatan terdapat beberapa diagnosa yang muncul
pada ibu dengan masalah BBLR, diantaranya; Ketidakefektifan pola nafas
berhubungan dengan imaturitas otot-otot pernafasan dan penurunan
ekspansi paru-paru; Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan imaturitas reflek menghisap; Diskontuinitas
pemberian ASI berhubungan dengan prematuritas; Disfungsi motilitas
gastrointestinal berhubungan dengan ketidakadekuatan atau imatur
aktivitas peristaltic; Resiko ketidakseimbangan suhu tubuh berhubungan
dengan kegagalan mempertahankan suhu tubuh, penurunan jaringan lemak
subkutan; Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan imunologis
yang kurang; Defisit Pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
tentang perawatan Bayi BBLR.
5. Pada tahap intervensi keperawatan perawat melakukan rencana
keperawatan sesuai dengan diagnose yang telah ditegakkan.

28
29

6. Pada tahap implementasi keperawatan perawat membantu klien dari


masalah status kesehatan yang dihadapinya ke status kesehatan yang lebih
baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan.
7. Pada tahap evaluasi keperawatan perawat melakukan penilaian terhadap
sejumlah informasi untuk tujuan yang telah ditetapkan dengan menilai
hasil yang diharapkan

3.2 Saran

1. Untuk pencapaian hasil keperawatan yang diharapkan, diperlukan


hubungan yang baik dan keterlibatan pasien, keluarga dan tim medis
lainnya.
2. Dalam meningkatkan mutu asuhan keperawatan yang professional
alangkah baiknya diadakan seminar atau suatu pertemuan untuk
membahas tentang masalah kesehatan pada suatupasien.
3. Perawat sebagai petugas pelayanan kesehatan hendaknya mempunyai
pengetahuan, keterampilan yang cukup serta dapat bekerja sama dengan
tim kesehatan lainnya dalam memberikan asuhan keperawatan pada bayi
dengan diagnosa BBLR.
4. Kembangkan dan tingkatkan pemahaman perawat terhadap konsep
manusia secara komprehensif sehingga mampu menerapkan asuhan
keperawatan dengan baik.
5. Pendidikan dan pengetahuan perawat secara berkelanjutan perlu
ditingkatkan baik secara formal atau informal.
DAFTAR PUSTAKA
Afifah, I., & Sopiany, H. M. (2017). Asuhan Keperawatan Pada Bayi Berat Badan
Lahir Rendah Dengan Hipotermi Di Ruang Perinatologi RSUD Bangil
Pasuruan. Karya Tulis Ilmiah, 87(1,2), 149–200.
de Onis, M., Borghi, E., Arimond, M., Webb, P., Croft, T., Saha, K., De-Regil, L.
M., Thuita, F., Heidkamp, R., Krasevec, J., Hayashi, C., & Flores-Ayala, R.
(2019). Prevalence thresholds for wasting, overweight and stunting in
children under 5 years. Public Health Nutrition, 22(1), 175–179.
https://doi.org/10.1017/S1368980018002434
Huda, A., & Kusuma, H. (2015). APLIKASI ASUHAN KEPERAWATAN
BERDASARKAN DIAGNOSA MEDIS & NANDA, NIC, NOC (Jilid 1).
Mediaction.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia: (2016). Profil Kesehatan Indonesia
2015. Jakarta.
Rifa’i, A. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Bayi Ny.L Dengan Diagnosa Medis
Bayi Berat Badan Rendah (BBLR) Di Ruang Perinatologi RSUD Bangil
Kabupaten Pasuruan. Karya Tulis Ilmiah, 102.
Thomas, J. P., Raine, T., Reddy, S., & Belteki, G. (2017). Probiotics for the
prevention of necrotising enterocolitis in very low-birth-weight infants: a
meta-analysis and systematic review. Acta Paediatrica (Oslo, Norway :
1992), 106(11), 1729–1741. https://doi.org/10.1111/apa.13902
WHO. (2017). Constitution of WHO: principles.
https://apps.who.int/gb/bd/PDF/bd47/EN/constitution-en.pdf?ua=1

30

Anda mungkin juga menyukai