Anda di halaman 1dari 36

Mata Kuliah : Asuhan Bayi, Balita dan Apras

Semester : 3 (ganjil)
Dosen Pengampuh : Rasyidah, S.Keb., Bd., M.,Keb

MAKALAH
HIPOTERMI

NAMA : ERLINA ISTIK LAILA


NPM : 721640232
KELAS : 21S2

PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS WIRARAJA
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum.wr.wb.
Dengan mengucap puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan
kemudahan kepada penyusun, sehingga penyusun dapat menyelesaikan
penyusunan makalah yang berjudul ”Asuhan Kebidanan Pada Bayi Baru Lahir
dengan Hipotermia”.
Makalah ini disusun sebagai salah satu komponen penugasan dalam mata
kuliah Asuhan Kebidanan Kegawat Daruratan.
Penyusun menyadari bahwa penyusunan makalah ini tidak lepas dari
bantuan pihak lain. Oleh karena itu, penyusun ingin menyampaikan ucapan
terima kasih kepada dosen mata kuliah Asuhan Kebidanan Kegawat Daruratan
yang telah membimbing penyusunan makalah ini, dan kepada rekan-rekan yang
telah membantu dan mendukung dalam penyusunan makalah ini.
Selain itu, penyusun juga menyadari masih banyak kekurangan dalan
makalah kami, sehingga penyusun membuka tangan selebar-lebarnya kepada
pihak yang ingin memberi kritik dan saran demi kebaikan makalah ini. Semoga
berguna bagi kemajuan penyusun dan pembaca.

Wassalamu’alaikum.wr.wb.

Sumenep, November 2022

Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................... i
KATA PENGANTAR................................................................................. ii
DAFTAR ISI................................................................................................
iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 1
A. Latar Belakang............................................................................ 1
B. Rumusan Masalah....................................................................... 2
C. Tujuan.......................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN TEORI........................................................................ 3
A. Pengertian hipotermi pada Neonatus ......................................... 3
B. Angka kejadian hipotermi pada neonatus di Indonesia............... 3
C. Etiologi hipotermi pada neonatus................................................ 4
D. Patofiologi hipotermi pada neonatus........................................... 5
E. Gejala klinis hipotermi pada neonatus …................................... 6
F. Klasifikasi hipoetermi pada neonatus ....................................... 7
G. Tanda-tanda hipotermi pada neonatus ...................................... 9
H. Pencegahan hipotermi pada neonatus.........................................
10
I. Manajemen hipotermi pada neonatus.........................................
12
BAB III KONSEP DASAR ASUHAN KEBIDANAN ..............................
......................................................................................................................13
A. Pengkajian ..................................................................................
.....................................................................................................13
B. Identifikasi Diagnosa dan Masalah ............................................
.....................................................................................................19
C. Antisipasi masalah potensial ......................................................
.....................................................................................................20
D. Identifikasi kebutuhan segera .....................................................
.....................................................................................................21
E. Intervensi ....................................................................................
.....................................................................................................21
F. Implementas ...............................................................................
.....................................................................................................27
G. Evaluasi.......................................................................................
.....................................................................................................27
BAB IV PENUTUP.....................................................................................
29
A. Kesimpulan.................................................................................
..........................................................................................................29
B. Saran............................................................................................
..........................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................
......................................................................................................................30

BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kehidupan bayi baru lahir yang paling kritis adalah saat mengalami
masa transisidari kehidupan intrauter ke kehidupan ekstrauterin. Slah satu
yang menjadi masalah yang dialami bayi pada masa transisi ini adalah
hipotermia. Hipotermia yaitu penurunan suhu tubuh bayi dibawah suhu
normal.
Hipotermi dapat terjadi pada bayi baru lahir (neonatus), yaitu pada bayi
dengan asfiksia, bayi BBLR, bayi dengan sepsis, distress pernafasan, pada
bayi prematur atau bayi kecil yang memiliki cadangan glukosa yang sedikit
(Rukiyah dan Yulianti, 2013:287).
Banyak faktor yang menyebabkan suhu tidak stabil pada bayi BBLR.
Faktor faktor tersebut diantaranya kehilangan panas karena permukaan tubuh
yang relatif luas, lemak subkutan yang kurang (terutama lemak coklat), tidak
adanya refleks kontrol dari pembuluh darah kapiler kulit, tidak adekuatnya
aktivitas otot dan imatur pusat pengaturan suhu di otak. Risiko tinggi
hipotermi berhubungan dengan imaturitas fungsi termoregulasi atau
perubahan suhu lingkungan oleh sebab itu suhu tubuhnya harus
dipertahankan (Maryunani, 2013:168- 169)
Penelitian menunjukkan bahwa 50% kematian bayi terjadi dalam
periode neonatal yaitu dalam bulan pertama kehidupan. Kurang baiknya
penanganan bayi baru lahir yang sehat akan menyebabkan kelainan-kelainan
yang mengakibatkan cacat seumur hidup, bahkan kematian. Sebagai contoh
bayi yang mengalami hipotermi akan menyebabkan hipoglikemia dan
akhirnya dapat terjadi kerusakan otak (Vivian, 2013:11-12).
Menurut hasil penelitian Heny Ekawati bahwa sebelum
melakukan IMD hampir seluruh atau 76,2 % bayi baru lahir mengalami
hipotermi. Hal ini sesuai dengan hasil uji statistic Wilcoxon menunjukkan
nilai Z = -3,317 dan P-Sign =0,001 dimana P-Sign ,0,5 maka HI diterima,
artinya pelaksanaan IMD berpengaruh terhadap perubahan suhu tubuh bayi
baru lahir di Klinik Bersalin Mitra Husada Desa Pangean Kecamatan
Maduran Kabupaten Lamongan pada tahun 2014.
Peran bidan sangat diperlukan untuk mencengah terjadinya risiko
hipotermia pada bayi.seorang bidan itu harusn memiliki pengetahuan yng
luas, sikap dan keterampilan dalam melakukan asuhan untuk mencengah
terjadinya hal yang tidak diinginkan. Bayi yang mengalami hipotermia
mempunyai risiko tinggi terhadap kematian sehingga memerlukan
pengawasan oleh perawatan yang intensif dan ketat dari tenaga kesehatan
yang berpengalaman dan berkualitas tinggi.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian hipotermi pada neonatus ?
2. Berapa angka kejadian hipotermi pada neonatus di Indonesia ?
3. Apa etiologi hipotermi pada neonatus ?
4. Bagaimana patofiologi hipotermi pada neonatus ?
5. Apa gejala klinis hipotermi pada neonatus ?
6. Bagaimana klasifikasi hipoetermi pada neonatus ?
7. Bagaimana tanda-tanda hipotermi pada neonatus ?
8. Bagaimana pencegahan hipotermi pada neonatus ?
9. Bagaimana manajemen hipotermi pada neonatus ?

C. Tujuan
1. Menjelaskan apa yang dimaksud dengan hipotermia.
2. Menjelaskan angka kejadian hipotermi pada neonatus di Indonesia.
3. Menjelaskan etiologi hipotermi pada neonatus.
4. Menjelaskan patofiologi hipotermi pada neonatus.
5. Menjelaskan gejala klinis hipotermia pada neonatus.
6. Menjelaskan klasifikasi hipoetermi pada neonatus.
7. Menjelaskan tanda-tanda hipotermi pada neonatus.
8. Menjelaskan pencegahan hipotermi pada neonatus.
9. Menjelaskan manajemen hipotermi pada neonatus.

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Defenisi Hipotermi
Hipotermi adalah suhu tubuh bayi baru lahir yang tidak normal (<36ºC)
pada pengukuran suhu melalui aksila, dimana suhu tubuh bayi baru lahir
normal adalah 36,5ºC-37,5ºC (suhu aksila). Hipotermi merupakan suatu tanda
bahaya karena dapat menyebabkan terjadinya perubahan metabolisme tubuh
yang akan berakhir dengan kegagalan fungsi jantung paru dan kematian
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2007).
Hipotermi adalah temperatur tubuh yang rendah, seperti yang
disebabkan oleh pemajanan terhadap cuaca dingin, atau keadaan tubuh yang
diinduksi dengan cara menurunkan metabolisme dan dengan demikian
menurunkan kebutuhan oksigen (Maimunah, 2005).
Hipotermi adalah penurunan suhu tubuh di bawah 36,5 diukur pada
aksila. Hipotermia adalah pengeluaran panas akibat paparan terus-menerus
terhadap dingin mempengaruhi kemampuan tubuh untuk memproduksi panas.
(Potter. Patricia A. 2005. Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC.
Hipotermi pada BBL adalah suhu di bawah 36,5 ºC, yang terbagi atas :
hipotermi ringan (cold stres) yaitu suhu antara 36-36,5 ºC, hipotermi sedang
yaitu antara 32-36ºC, dan hipotermi berat yaitu suhu tubuh <32 ºC (Yunanto,
2008:40).
Hipotermi sering terjadi pada neonatus terutama pada BBLR karena
pusat pengaturan suhu tubuh bayi yang belum sempurna. Suhu tubuh rendah
disebabkan oleh karena terpaparnya dengan lingkungan yang dingin(suhu
lingkungan rendah, permukaan dingin atau basah) atau bayi dalam kaadaan
basah atau tidak berpakaian.Hipotermi merupakan suatu tanda bahaya karena
dapat menyebabkan terjadinya perubahan metabolisme tubuh yang akan
berakhir dengan kegagalan fungsi jantung, paru dan kematian.

B. Angka Kejadian

Laporan WHO tahun 2005 angka kematian bayi baru lahir di Indonesia
adalah 20 per 1000 kelahiran hidup. Jika angka kelahiran hidup di Indonesia
sekitar 5 juta per tahun dan angka kematian bayi 20 per 1000 kelahiran hidup,
berarti sama halnya dengan setiap hari 246 bayi meninggal, setiap satu jam 10
bayi Indonesia meninggal, jadi setiap enam menit satu bayi Indonesia
meninggal. (Roesli Utami, 2008) Menurut DEPKES RI angka kematian
sepsis neonatorum cukup tinggi 13-50% dari angka kematian bayi baru lahir.
Masalah yang sering timbul sebagai komplikasi sepsis neonatorum adalah
meningitis, kejang, hipotermi, hiperbilirubinemia, gangguan nafas, dan
minum (Depkes, 2007).
Di negara berkembang termasuk Indonesia, tingginya angka morbiditas
dan mortalitas Bayi Baru Lahir Rendah (BBLR) masih menjadi masalah
utama. Penyebab utama mortalitas BBLR di negara berkembang adalah
asfiksia, sindrom gangguan nafas, infeksi, serta komplikasi hipotermi. Bayi
premature maupun bayi cukup bulan yang lahir dengan berat badan rendah,
terutama di bawah 2000 gram, terancam kematian akibat hipotermi yaitu
penurunan suhu badan di bawah 36,5ºc disamping asfiksia dan infeksi (Imral
Chair,2007).

C. Etiologi Hipotermi

Suhu tubuh rendah (Hipotermi) dapat disebabakan oleh karena terpapar


dengan lingkungan yang dingin (suhu lingkungan rendah, permukaan yang
dingin atau basah) atau bayi dalam keadaan basah atau tidak berpakaian
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2007). Hipotermi dapat terjadi
sangat cepat pada bayi sangat kecil atau bayi yang diresusitasi atau
dipisahkan dari ibu. Dalam kasus-kasus ini, suhu dapat cepat turun < 35ºC
(Saifuddin, 2002).
Jika bayi sangat kecil (<1500 gram atau <32 minggu) sering terjadi
masalah yang berat misalnya sukar bernafas, kesukaran pemberian minum,
ikterus berat dan infeksi sehingga bayi rentan terjadi hipotermi jika tidak
dalam inkubator (Saifuddin, 2002).

Hipotermi dapat disebabkan oleh beberapa keadaan, antara lain:


1. Keadaan yang menimbulkan kehilangan panas yang berlebihan,
seperti lingkungan dingin, basah atau bayi yang telanjang, cold
linen, selama perjalanan dan beberapa keadaan seperti mandi,
pengambilan sampel darah, pemberian infus serta pembedahan.
Juga peningkatan aliran udara dan penguapan.
2. Ketidaksanggupan menahan panas, seperti pada permukaan tubuh
yang relatif luas, kurang lemak, ketidaksanggupan mengurangi
permukaan tubuh, yaitu dengan memfleksikan tubuh dan tonus otot
yang lemah yang mengakibatkan hilangnya panas yang lebih besar.
3. Kurangnya metabolisme untuk menghasilkan panas, seperti
defisiensi brown fat, misalnya bayi preterm, kecil masa kelahiran,
kerusakan sistem saraf pusat sehubungan dengan anoksia, intra
kranial hemorrhage, hipoksia dan hipoglikemi. Menurut
Departemen Kesehatan RI 2007, diagnosa bayi baru lahir yang
mengalami hipotermi dapat ditinjau dari riwayat asfiksia pada
waktu lahir, riwayat bayi yang segera dimandikan sesaat sesudah
lahir, riwayat bayi yang tidak dikeringkan sesudah lahir, dan tidak
dijaga kehangatannya, riwayat terpapar dengan lingkungan yang
dingin dan riwayat melakukan tindakan tanpa tambahan kehangatan
pada bayi.
Menurut Departemen Kesehatan RI 2007, mekanisme kehilangan panas
pada bayi baru lahir dapat melalui 4 cara, yaitu:
1. Radiasi yaitu dari bayi ke lingkungan dingin terdekat.
2. Konduksi yaitu langsung dari bayi ke sesuatu yang kontak dengan
bayi.
3. Konveksi yaitu kehilangan panas dari bayi ke udara sekitar.
4. Evaporasi yaitu penguapan air dari kulit bayi.

D. Patofisiologi Hipotermi

Suhu tubuh diatur dengan mengimbangi produksi panas terhadap


kehilangan panas. Bila kehilangan panas dalam tubuh lebih besar daripada
laju pembentukan panas maka akan terjadi penurunan suhu tubuh. Apabila
terjadi paparan dingin, secara fisiologis tubuh akan memberikan respon untuk
menghasilkan panas berupa:
1. Shivering Thermoregulation (ST) yaitu merupakan mekanisme tubuh
berupa menggigil atau gemetar secara involunter akibat dari kontraksi
otot untuk menghasilkan panas.
2. Non-shivering thermoregulation (NST) yaitu merupakan mekanisme
yang dipengaruhi oleh stimulasi sistem saraf simpatis untuk menstimulasi
proses metabolik dengan melakukan oksidasi terhadap jaringan lemak
coklat. Peningkatan metabolisme jaringan lemak coklat akan
meningkatkan produksi panas dari dalam tubuh.
3. Vasokonstriksi perifer yaitu merupakan mekanisme yang distimulasi oleh
sistem saraf simpatis,kemudian sistem saraf perifer akan memicu otot
sekitar arteriol kulit untuk berkontraksi sehingga terjadi vasokontriksi.
Keadaan ini efektif untuk mengurangi aliran darah ke jaringan kulit dan
mencegah hilangnya panas yang tidak berguna.
4. Untuk bayi, respon fisiologis terhadap paparan dingin adalah dengan
proses oksidasi dari lemak coklat atau jaringan adiposa coklat. Pada bayi
BBL (neonatus), NST (proses oksidasi jaringan lemak coklat) adalah
jalur yang utama dari suatu peningkatan produksi panas yang cepat,
sebagai reaksi atas paparan dingin. Sepanjang tahun pertama kehidupan,
jalur ST mengalami peningkatan sedangkan untuk jalur NST selanjutnya
akan menurun.

E. Gejala Klinis Hipotermi

Neonatus yang mengalami hipotermi saat dilakukan pemeriksaan


memiliki gejala klinis sebagai berikut :
1. Sejalan dengan menurunnya suhu tubuh, bayi menjadi aktif letergis
hipotanus, tidak kuat menghisap ASI dan menangis lemah.
2. Pernafasan megap-megap dan lambat dan menangis lemah.
3. Timbul skrema kulit mengeras berwarna kemerahan terutama dibagian
punggung, tungkai dan lengan.
4. Muka bayi berwarna pucat.
5.
F. Klasifikasi Hipotermi
1. Hipotermi Sedang
Tanda-tanda Hipotermia Sedang (Stress Dingin)
a. Aktivitas berkurang, letargis
b. Tangisan lemah
c. Kulit berwarna tidak rata (cutis marmorata)
d. Kemampuan menghisap lemah
e. Kaki teraba dingin
Pemeriksaan :     
a. Suhu tubuh 320C – 36,40C
b. Gangguan napas
c. Denyut jantung kurang dari 100 kali/menit
d. Malas minum
e. Letargi
Anamnesa :
a. Bayi terpapar suhu lingkungan yang rendah
b. Waktu timbulnya kurang dari dua hari
2. Hipotermi Berat
Tanda-tanda Hipotermia Berat (Cedera Dingin)
a. Sama dengan hipotermia sedang
b. Bibir dan kuku kebiruan
c. Pernafasan lambat
d. Pernafasan tidak teratur
e. Bunyi jantung lambat
Pemeriksaan :
a. Suhu tubuh < 320C
b. Tanda lain hiportemia sedang
c. Kulit teraba keras
d. Napas pelan dan dalam
Anamnesa :
a. Bayi terpapar suhu lingkungan yang rendah
b. Waktu timbulnya kurang dari dua hari

G. Tanda-Tanda Hipotermi

Gejala awal hipotermi adalah apabila suhu bayi baru lahir <36ºC atau
kedua kaki dan tangan teraba dingin. Bila seluruh tubuh bayi teraba dingin,
maka bayi sudah mengalami hipotermi sedang (suhu 32ºC-36ºC). Disebut
hipotermi berat apabila suhu tubuh bayi <32ºC (Saifuddin, 2006).
Menurut Saifuddin 2006, penilaian tanda-tanda hipotermi pada bayi
baru lahir meliputi bayi tidak mau minum/menetek, bayi tampak lesu atau
mengantuk, tubuh bayi teraba dingin, dalam keadaan berat denyut jantung
bayi menurun dan kulit tubuh bayi mengeras (sklerema).
Tanda-tanda hipotermi sedang antara lain meliputi aktifitas bayi
berkurang (letargis), tangisan bayi lemah, kulit berwarna tidak rata (Cutis
mamorata), kemampuan menghisap lemah dan kaki teraba dingin (Saifuddin
2006).Tanda-tanda hipotermi berat sama dengan hipotermi sedang antara lain
bibir dan kuku kebiruan, pernafasan lambat, pernafasan tidak teratur dan bunyi
jantung lambat (Saifuddin 2006).

H. Pencegahan Hipotermi
Untuk mencegah akibat buruk dari hipotermi karena suhu lingkungan
yang rendah atau dingin harus dilakukan upaya untuk merawat bayi dalam
suhu lingkungan yang netral, yaitu suhu yang diperlukan agar konsumsi
oksigen dan pengeluaran kalori minimal. Keadaan ini dapat dicapai bila suhu
inti bayi (suhu tubuh tanpa berpakaian) dapat dipertahankan 36,5ºC-37,5ºC.
Kelembaban relatif sebesar 40-60% perlu dipertahankan untuk membantu
stabilitas suhu tubuh bayi, yaitu dengan cara mengurangi kehilangan panas
pada suhu lingkungan yang rendah, mencegah kekeringan dan iritasi pada
selaput lendir jalan nafas, terutama saat mendapat terapi oksigen dan selama
pemasangan intubasi endotrakea atau nasotrakea dan mengencerkan sekresi
yang kental serta mengurangi kehilangan cairan insesibel dari paru (Surasmi,
2003).
Menurut Departemen Kesehatan RI 2007, langkah-langkah pencegahan
terjadinya hipotermi adalah jangan memandikan bayi sebelum berumur 12
jam, kemudian rawatlah bayi kecil di ruang yang hangat tidak kurang 25ºC
dan bebas dari aliran angin. Jangan meletakkan bayi dekat dengan benda yang
dingin misalnya dinding dingin atau jendela walaupun bayi dalam inkubator
atau di bawah pemancar panas dan jangan meletakkan bayi langsung
dipermukaan yang dingin misalnya alas tempat tidur atau meja periksa
dengan kain atau selimut hangat sebelum bayi diletakkan.
Pada waktu di pindahkan ketempat lain, jaga bayi tetap hangat dan
gunakan pemancar panas atau kontak kulit dengan perawat, bayi harus tetap
berpakaian atau diselimuti setiap saat, agar tetap hangat walau dalam keadaan
dilakukan tindakan misalnya bila dipasang jarum infus intravena atau selama
resusitasi dengan cara memakai pakaian dan mengenakan topi, bungkus bayi
dengan pakaian yang kering dengan lembut dan selimuti, buka bagian tubuh
yang diperlukan untuk pemantauan atau tindakan, berikan tambahan
kehangatan pada waktu dilakukan tindakan misalnya menggunakan pemancar
panas, ganti popok setiap kali basah (Departemen Kesehatan RI 2007).
Bila ada sesuatu yang basah ditempelkan di kulit misalnya kain kasa
yang basah, usahakan agar bayi tetap hangat, jangan menyentuh bayi dengan
tangan yang dingin dan ukur suhu tubuh: bila bayi sakit frekuensi
pengukurannya setiap jam, bila bayi kecil frekuensi pengukurannya setiap 12
jam dan bila keadaan bayi membaik frekuensi pengukurannya setiap sekali
sehari (Departemen Kesehatan RI 2007).
Menurut Wahyuningsih 2008, metode mencegah terjadinya hipotermi
umumnya dapat dilakukan dengan cara menghangatkan dahulu setiap selimut,
topi atau pakaian sebelum kelahiran kemudian segera keringkan bayi baru
lahir. Kemudian mengganti selimut yang basah setelah mengeringkan bayi
baru lahir dan hangatkan dahulu area resusitasi bayi baru lahir. Kemudian
mengatur suhu ruangan kelahiran pada 24ºC, jangan melakukan pengisapan
pada bayi baru lahir diatas tempat tidur yang basah, tunda memandikan bayi
baru lahir sampai suhu bayi stabil selama 2 jam kemudian atur agar tempat
perawatan bayi baru lahir jauh dari jendela, dinding-dinding luar atau pintu
keluar serta pertahankan kepala bayi baru lahir tetap tertutup dan badannya
dibedung dengan baik setiap 48 jam.

I. Manajemen Hipotermia
1. Hipotermi Berat
a. Segera hangatkan bayi dibawah pemancar panas yang telah
dinyalakan sebelumnnya. Bila mungkin, gunakan inkubator atau
ruangan hangat, bila perlu. Bila menggunakan cara lain untuk
menghangatkan bayi (misalnya botol air panas), pastikan kulit bayi
tidak menyentuh langsung karena bisa mnyebabkann luka bakar.
Memastikan juga sumber panas sudah diganti sebelum mulai dingin.
b. Ganti baju yang dingin dan basah bila perlu, beri pakaian yang
hangat, pakai topi dan selimuti dengan selimut yang hangat.
c. Hindari paparan panas yang berlebihan dan posisi bayi sering
diubah.
d. Bila bayi dengan gangguan napas (frekuensi napas lebih 60 atau
kurang dari 30 kali/menit, tarikan dinding dada, merintih saat
espirasi), lihat bab tentang gangguan panas.
e. Pasang jalur IV dan beri cairan IV sesuai dengan dosis rumatan, dan
pipa infus tetap terpasang dibawah pemancar panas, untuk
menghangatkan cairan.
f. Periksa kadar glukosa darah, bila kadar glukosa darah kurang dari 40
mg/dL (2,9 mmol/L), tangani hipokglikemia.
g. Niai tanda kegawatan pada bayi (misalnya: gangguan napas, kejang
atau tidak sadar) setiap jam dan nilai juga kemampuan minum setiap
4 jam sampai suhu tubuh kembali dalam batas normal.
h. Ambil sampel darah dan beri antibiotika sesuai dengan yang
disebutkan dalam penanganan kemungkinan besar sepsis.
i. Anjurkan ibu menyusui segera setelah bayi siap.
j. Bila bayi tidak dapat menyusu, beri ASI peras dengan menggunakan
salah satu alternatif cara pemberian minum.
k. Bila bayi tidak dapat menyusu sama sekali, pasang pipa lambung dan
beri ASI peras begitu suhu bayi mecapai 350C.
l. Periksa suhu tubuh bayi setiap jam.bila suhu naik paling tidak
0,50C/jam, berarti upaya menghangatkan berhasil, kemudian
lanjutkan dengan memeriksa suhu bayi setiap 2 jam.
m. Periksa juga suhu alat yang dipakai untuk mengahangatkan dan suhu
ruangan setiap jam.
n. Setelah suhu tubuh bayi normal, lakukan perawatan lanjutan untuk
bayi.
o. Pantau bayi selama 12 jam kemudian, dan ukur suhunya setiap 3
jam.
p. Pantau bayi selama 24 jam setelah penghentian antibiotika. Bila suhu
bayi tetap dalam batas normal dan bayi minum dengan baik dan
tidak ada masalah lain yang memerlukan perawatan dirumah sakit.
Bayi dapat dipulangkan dengan nasehati ibu bagaimana cara
menjaga bayi agar tetap hangat selama dirumah.

2. Hipotermi Sedang
a. Ganti pakaian yang dingin dan basah dengan pakaian yang
hangat,memakai topi dan selimuti dengan selimut yang hangat.
b. Bila ada ibu/pengganti ibu, anjurkan menghangatkan bayi dengan
melakukan kontak kulit dengan kulit (perawatan bayi lekat).
c. Bila ibu tidak ada hangatkan kembali bayi dengan alat pemancar
panas, gunakan inkubator dan ruangan hangat, bila perlu.
d. Periksa suhu alat penghangat dan seluruh ruangan, beri ASI peras
dengan menggunakan salah satu alternatif cara pemberian minum
dan sesuaikan pengatur suhu.
e. Hindari paparan panas yang berlebihan dan posisi bayi lebih sering
diubah.
f. Anjurkan ibu untuk menyusui lebih sering. Bila bayi tidak dapat
menyusu, beri ASI peras menggunakan salah satu alternatif cara
pemberian minum.
g. Mintalah ibu untuk mengamati tanda kegawatan (misalnya ganguan
panas, kejang tidak sadar) dan segera mencari pertolongan bila
terjadi hal tersebut.
h. Periksa kadar glikose darah, bila < 45 mg/dL (2.6 mmol/L), tangani
hipoglikemia.
i. Nilai tanda kegawatan misalnya, gangguan napas, bila ada tangani
gangguan napasnya.
j. Periksa suhu tubuh bayi setiap jam, bila suhu naik minimal
0.50C/jam, berarti usaha menghangatkan berhasil, lanjutkan
memeriksa suhu setiap 2 jam.
k. Bila suhu tidak naik atau naik terlalu pelan, kurang 0,5 0C/jam, cari
tanda sepsis.
l. Setelah suhu tubuh normal melakukan perawatan lanjutan dengan
memantau bayi selama 12 jam berikutnya, periksa suhu setiap 3 jam.
m. Bila suhu tetap dalam batas normal dan bayi dapat minum dengan
baik, serta tidak ada masalah lain yang memerlukan perawatan
dirumah sakit, bayi dapat dipulangkan. Nasihati ibu untuk
menghangatkan bayi dirumah
BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEBIDANAN

A. Pengkajian Data

Tanggal : tanggal dilakukan pengkajian pada bayi


Jam : waktu dilakukan pengkajian pada bayi
Tempat : tempat dilakukan pengkajian pada bayi

a. Data Subjektif
a) Biodata Identitas Neonatus
 Nama neonatus : Yang dikaji nama lengkap untuk memudahkan
memanggil dan menghindari kekeliruan.
 Tanggal lahir : Dikaji dari tanggal, bulan dan tahun bayi untuk
mengetahui umur bayi
 Jenis kelamin : Yang dikaji alat genetalia bayi untuk 46
mengetahui apakah bayi laki-laki atau perempuan
 Alamat : Dikaji alamat lengkap rumah untuk memudahkan
kunjungan rumah.
b) Identitas Orang tua
 Nama ibu : Yang dikaji nama lengkap ibu untuk memudahkan
memanggil /menghindari kekeliruan
 Umur ibu : Yang dikaji dari tanggal, bulan, tahun kelahiran ibu.
dengan mengetahui umur ibu bertujuan untuk menentukan ibu
termasuk beresiko tinggi/tidak
 Pekerjaan : Yang dikaji jenis pekerjaan ibu untuk menentukan
tingkat social ekonomi.
 Pendidikan : Yang dikaji berupa pendidikan terakhir ibu sesuai
ijazah terakhir untuk menentukan tingkat pendidikan ibu sehingga
memudahkan dalam pemberian KIE.
 Agama : Yang dikaji berupa jenis keyakinan yang dianut ibu
sesuai pada kartu keluarga ibu.
 Alamat : Yang dikaji berupa alamat lengkap 47 tempat tinggal ibu
untuk memudahkan komunikasi dankunjungan rumah.
 Nama Suami : Yang dikaji berupa nama lengkap suami untuk
menghindari terjadinya kekeliruan.
 Umur : Yang dikaji dari tanggal, bulan dan tahun suami
dilahirkan. Dengan mengetahui usia suami dapat menentukan
apakah termasuk dalam kategori resiko tinggi atau tidak.
 Pekerjaan : Yang dikaji berupa jenis pekerjaan suami setiap hari
sesuai dengan kartu keluarga untuk mengetahui tingkat sosial
ekonomi.
 Pendidikan : Yang dikaji berupa pendidikan terakhir suami sesuai
ijazah terakhir untuk memudahkan pemberian KIE.
 Alamat : Yang dikaji berupa alamat lengkap tempat tinggal untuk
memudahkan komunikasi dan kunjungan rumah. (Sondakh, 2013)
2)
c) Keluhan Utama: Ibu mengatakan telah melahirkan bayinya pada
tanggal….jam….WIB. Masalah atau keluhan yang lazim dialami
bayi 48 baru lahir antara lain: bercak mongol, hemangioma, ikterus,
muntah dan gumoh, oral trush, diaper rash, seborrhea, bisulan,
miliariasis, diare, obstipasi, dan infeksi (Marmi, 2015).
d) Riwayat Kehamilan dan Persalinan
a) Riwayat Prenatal
Anak keberapa, riwayat kehamilan yang memengaruhi bayi baru
lahir (BBL) adalah kehamillan yang tidak disertai komplikasi
seperti diabetes mellitus (DM), hepatitis, jantung, asma,
hipertensi (HT), tuberculosis (TBC), frekuensi antenatalcare
(ANC), di mana keluhan-keluhan selama hamil, hari pertama haid
terakhir (HPHT), dan kebiasaan-kebiasaan ibu selama hamil
(Sondakh, 2013).
Pernah antenatal care (ANC)/ tidak, adanya riwayat perdarahan,
preeklampsia, infeksi, perkembangan janin terlalu
besar/terganggu, diabetes gestasional, poli/oligohidramnion
(Muslihatun, 2010).

b) Riwayat Natal.
Berapa usia kehamilan, jam berapa waktu persalinan, jenis
persalinan, lama kala I, lama kala II, berat badan bayi, denyut
nadi, respirasi, suhu, bagaimana ketuban, ditolong oleh siapa,
komplikasi persalinan dan berapa nilai APGAR untuk bayi baru
lahir (Sondakh, 2013).
Prematur/postmatur, partus lama, penggunaan obat selama
persalinan, gawat janin, suhu ibu meningkat, posisi janin tidak
normal, air ketuban bercampur mekonium, amnionitis, ketuban
pecah dini (KPD), perdarahan dalam persalinan, prolapsus tali
pusat, ibu hipotensi, asidosis janin, jenis persalinan (Muslihatun,
2010).
c) Riwayat Postnatal
Observasi tanda-tanda vital (TTV), keadaan tali pusat, apakah
telah diberi injeksi vitamin K, minum air susu ibu (ASI)/ PASI,
berapa cc setiap berapa jam (Sondakh, 2013).
e) Riwayat Psikologi dan Sosial
a) Riwayat Psikologi
Kesiapan keluarga menerima anggota baru dan kesanggupan
ibu menerima dan merawat anggota baru. Selisih dengan anak
sebelumnya berapa tahun. Ini bertujuan untuk menentukan
apakah terjadi sibling atau tidak. (Sondakh, 2013).
b) Riwayat Sosial
Riwayat sosial meliputi informasi tentang tinggal ibu, pola
perawatan pranatal, dan status sosioekonomi. Bidan harus
mencatat bagaimana keluarga membiayai kebutuhan keluarga,
siapa yang tinggal di dalam rumah, dan siapa yang akan
menjadi pemberi perawatan utama bagi bayi baru lahir.
Penting untuk 50 memahami apakah hubungan ibu dengan
pasangannya saat ini stabil atau mengalami perpisahan karena
itu akan mempengaruhi kemampuan ibu untuk berfokus pada
tugas keibuannya. Bidan harus memastikan siapa pembuat
keputusan di dalam rumah (ibu, ayah, pasangan, nenek, orang
tua asuh) sehingga orang itu dapat dilibatkan dalam diskusi
tertentu (Varney, 2007).
f) Kebutuhan Dasar
a) Kebutuhan nutrisi: setelah bayi lahir, segera susukan pada ibunya,
apakah ASI keluar sedikit, kebutuhan minum hari pertama 60
cc/kg BB, selanjutnya ditambah 30 cc/kg BB untuk hari
berikutnya.
b) Pola Eliminasi: proses pengeluaran defekasi dan urin terjadi 24
jam pertama setelah lahir, konsistensinya agak lembek, berwarna
hitam kehijauan. Selain itu, diperiksa juga urin yang normalnya
berwarna kuning.
c) Pola Istirahat: pola tidur normal bayi baru lahir adalah 14-18
jam/hari. d) Kebutuhan Aktivitas: pada bayi seperti menangis,
buang air kecil (BAK), buang air besar (BAB), serta memutar
kepala untuk mencari puting susu. (Sondakh, 2013)

b. Data Objektif
1. Pemeriksaan Fisik Umum
Kesadaran Keadaan Umum : compos mentis Baik
Suhu : normal (36,5-37˚C)
Pernapasan : normal (40-60 kali/menit)
Denyut jantung : normal (130-160 kali/menit)
Berat badan : normal (2.500-4.000 gram)
Panjang badan : antara 48-52 cm (Sondakh, 2013)
2. Pemeriksaan Fisik (head to toe)
Kepala : ubun-ubun, sutura, moulase, caput succedaneum, cephal
hematoma, hidrosefalus (Muslihatun, 2010) bentuk
kepala terkadang asimetris karena penyesuaian saat
proses persalinan, umumnya hilang dalam 48 jam, ubun-
ubun besar rata atau tidak menonjol. Ubun-ubun
berdenyut karena belahan tulang tengkoraknya belum
menyatu dan mengeras dengan sempurna 52 (Marmi,
2015).
Muka : warna kulit merah, tampak simetris dan tidak ada
kelainan wajah yang khas seperti sindrom down (Marmi,
2015).
Mata : sklera putih, periksa adanya perdarahan
subkonjungtivaatau retina, periksa adanya strabismus.
Normalnya mata bayi bersih, tidak ada kotoran/sekret.
Hidung : lubang simetris, bersih, tidak ada sekret. Periksa adanya
pernapasan cuping hidung, jika cupinghidung
mengembang menunjukkan adanya gangguanpernapasan
(Marmi, 2015).
Mulut : labio/palatoskisis, trush, sianosis, mukosa kering/basah
(Muslihatun, 2010). Normalnya, bibir, gusi, langitlangit
utuh dan tidak ada bagian yang terbelah.
Telinga : kesimetrisan letak dihubungkan dengan mata dan telinga.
Leher : Pergerakan harus baik, jika terdapat keterbatasan
pergerakan kemungkinan 53 ada kelainan tulang leher
(Marmi, 2015).
Dada : Periksa bentuk dan kelainan dada, apakah ada kelainan
bentuk atau tidak, apakah ada retraksi kedalam dinding
dada atau tidak, dan gangguan pernapasan. Pemeriksaan
inspeksi payudara bertujuan untuk mengetahui apakah
papilla mamae normal, simetris, atau ada edema.
Pemeriksaan palpasi payudara bertujuan untuk
mengetahui apakah ada pengeluaran susu (witch's milk)
pada bayi usia 0-1 minggu. Pembesaran dada dapat
terjadi pada bayi laki-laki dan perempuan dalam tiga hari
pertama setelah lahir. Hal ini disebut newborn breast
swelling yang berhubungan dengan hormon ibu dan akan
menghilang dalam beberapa hari sampai beberapa
minggu (Tando, 2016). Pada bayi cukup bulan, puting
susu sudah terbentuk dengan baik dan tampak simetris
(Marmi, 2015).
Abdomen : Periksa bentuk abdomen bayi. Apabila abdomenbayi
cekung, kemungkinan terjadi hernia diafragmatika.
Apabila abdomen bayi kembung, kemungkinan
disebabkan oleh perforasi usus yang biasanya akibat
ileus mekonium. Periksa adanya benjolan, distensi,
gatroskisis, omfalokel. Abdomen tampak bulat dan
bergerak secara bersamaan dengan gerakan dada saat
bernapas.
Tali pusat : Periksa kebersihan, tidak/adanya perdarahan, terbungkus
kassa/tidak (Sondakh, 2013). Periksa apakah ada
penonjolan di sekitar tali pusat pada saat bayi menangis,
perdarahan tali pusat, jumlah pembuluh darah pada tali
pusat, bentuk dan kesimetrisan abdomen, dan kelainan
lainnya (Tando, 2016). Normalnya tidak ada perdarahan,
pembengkakan, nanah, bau yang tidak enak pada tali
pusat, atau kemerahan sekitar tali pusat.
Genetalia : Kelamin laki-laki: panjang penis, testis sudah turun dan
berada dalam skrotum, orifisium uretra di ujung penis,
dan kelainan (fimosis, hipospadia/epispadia). Kelamin
perempuan: labia mayor dan labia minora, klitoris,
orifisium vagina, orifisium uretra, sekret, dan kelainan
(Tando, 2016). Pada bayi laki-laki panjang penis 3-4 cm
dan lebar 1-1,3 cm, preposium tidak boleh ditarik karena
akan menyebabkan fimosis. Pada bayi perempuan cukup
bulan labia mayora menutupi labia minora, lubang uretra
terpisah dengan lubang vagina, terkadang tampak adanya
sekret yang berdarah dari vagina, hal ini disebabkan oleh
pengaruh hormone ibu (withdrawl bleeding) (Marmi,
2015). Pada bayi laki-laki normalnya terdapat lubang
uretra pada ujung penis, memastikan bayi sudah buang
air kecil 56 dalam 24 jam setelah lahir
Anus : Terdapat atresia ani/tidak Umumnya meconium keluar
pada 24 jam pertama, jika sampai 48 jam belum keluar
kemungkinan adanya mekonium plug syndrom,
megakolon atau obstruksi saluran pencernaan (Marmi,
2015).
Punggung : Pada saat bayi tengkurap, lihat dan raba kurvatura
kolumna vertebralis untuk mengetahui adanya skoliosis,
pembengkakan, spina bifida, mielomeningokel, dan
kelainan lainnya (Tando, 2016). Normalnya tidak
pembengkakan, kulit utuh, tidak ada benjolan pada
tulang belakang, tidak ada kelainan.
Ekstremitas : Ekstremitas atas, bahu, dan lengan: periksa gerakan,
bentuk, dan kesimetrisan ekstremitas atas. Sentuh telapak
tangan bayi dan hitung jumlah jari tangan bayi. Periksa
dengan teliti jumlah jari tangan bayi, apakah polidaktili
(jari yang lebih), sindaktili (jari yang kurang), atau
normal.
Ekstremitas bawah, tungkai, dan kaki: periksa apakah kedua kaki bayi
sejajar dan normal. Periksa jumlah jari kaki bayi, apakah
terdapat polidaktili, sindaktili, atau normal. Refleks
plantar grasp dapat diperiksa dengan cara menggosokkan
sesuatu di telapak kak bayi dan jari-jari kaki bayi akan
melekuk secara erat. Refleks Babinski ditunjukkan pada
saat bagian samping telapak kaki bayi digosok dan jari-
jari kaki bayi akan menyebar dan jempol kaki ekstensi
(Tando, 2016). Normalnya, kedua lengan dan kaki sama
panjang, bebas bergerak, dan jumlah jari-jari lengkap.
3. Pemeriksaan Neurologis
a) Refleks Moro/Terkejut
b) Refleks Menggenggam
c) Refleks Rooting/Mencari
d) Refleks Mengisap
e) Glabella Refleks
f) Gland Refleks
g) Tonick Neck Refleks (Sondakh, 2013)
4. Pemeriksaan Antropometri
Berat badan : Berat badan bayi normal 2500 – 4000 gram.
Panjang badan : Panjang badan bayi lahir normal 48- 52 cm.
Lingkar kepala : Lingkar kepala bayi normal 33 – 35 cm.
Lingkar dada : Normal 32 – 34 cm.
Lingkar lengan atas : Normal 11 – 12 cm.
Ukuran kepala Diameter suboksipitobregmantika :
Antara foramen magnum dan ubun-ubun besar (9,5
cm).
Diameter suboksipitofrontalis :
Antara foramen magnum ke pangkal hidung (11
cm).
Diameter frontooksipitalis :
Antara titik pangkal hidung ke jarak terjauh
belakang kepala (12 cm).
Diameter mentooksipitalis :
Antara dagu ke titik terjauh belakang kepala (13,5
cm)
Diameter submentobregmantika :
Antara os hyoid ke ubun-ubun besar (9,5 cm).
Diameter biparietalis :
Antara dua tulang parietalis (9 cm).
Diameter bitemporalis :
Antara dua tulang temporalis (8 cm). (Sondakh,
2013)

B. Identifikasi Diagnosa dan Masalah

Melakukan identifikasi yang benar terhadap diagnosis, masalah, dan


kebutuhan bayi berdasarkan data yang telah dikumpulkan pada langkah 1
(Muslihatun, 2010).

Menurut Sondakh (2013), identifikasi diagnosa dan masalah antara lain:


Diagnosis : bayi baru lahir normal, umur…jam…
Data subjektif : bayi lahir tanggal…jam…dengan normal
Data objektif :
Berat badan = 2500-4000 gram
Panjang badan = 48-52 cm
Lingkar dada bayi 32-34 cm
Lingkar kepala bayi 33-35 cm
Denyut nadi = normal (120-140 kali/menit)
Pernapasan = normal (40-60 kali/menit)
Tangisan kuat, warna kulit merah, tonus otot baik.
Kulit kemerah-merahan
Refleks isap, menelan, dan morro telah terbentuk
Rambut kepala tumbuh baik, rambut lanugo hilang

Masalah :
 hipotermi
 Ikterus Neonatorum
 Oral Trush
 Diaper Rash (Ruam popok)
 Seborrhea
 Bisul Pada Bayi
 Miliariasis
 Diare
 Obstipasi/Konstipasi
 Muntah dan Gumoh
 Infeksi
 Caput Suksedaneum
 Cephalhematoma

C. Antisipasi Masalah Potensial


Beberapa hasil dari interpretasi data dasar dapat digunakan untuk
mengidentifikaasi diagnosis atau masalah potensial kemungkinan sehingga
akan ditemukan beberapa diagnosis atau masalah potensial pada bayi baru
lahir serta antisipasi terhadap masalah yang timbul (Wildan, 2008).
Menurut Sondakh (2013), masalah potensial pada bayi baru lahir antara lain:
hipotermi, infeksi, asfiksia dan ikterus.
D. Identifikasi Kebutuhan Segera
Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter dan/atau
ada hal yang perlu dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota
tim kesehatan lain sesuai kondisi bayi, contoh: bayi tidak segera bernafas
spontan dalam 30 detik, segera lakukan resusitasi (Muslihatun, 2010).
Menurut Wildan (2008), langkah ini dilakukan untuk mengantisipasi dan
melakukan konsultasi dan kolaborasi dengan tim kesehatan lain berdasarkan
kondisi pasien.

E. Intervensi
Menurut Sondakh (2013), perencanaan pada bayi baru lahir normal meliputi:
Diagnosis : By. Ny "…" umur… dengan bayi baru lahir normal

Tujuan :
a. Bayi tetap dalam keadaan normal.
b. Bayi tidak mengalami infeksi dan hipotermi.

Kriteria Hasil :
a. Bayi dalam keadaan sehat.
b. Keadaan umum = baik 62
c. TTV dalam batas normal:
Denyut nadi = normal (120-140 kali/menit)
Pernapasan = normal (40-60 kali/menit)
Suhu = 36-37˚C.
d. Tidak ada tanda-tanda infeksi: kejang, letargis, napas cepat/lambat, ada
tarikan dinding dada ke dalam, ada pustul di kulit, mata bengkak dan
bernanah, pusar kemerahan meluas sampai ke dinding perut lebih dari 1
cm atau bernanah.
Intervensi
a. Lakukan informed consent.
R/ informed consent merupakan langkah awal untuk melakukan tindakan
lebih lanjut.
b. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan.
R/ cuci tangan merupakan prosedur pencegaham kontaminasi silang
c. Mempertahankan suhu tubuh bayi agar tetap hangat dengan mengeringkan
kepala dan tubuh bayi baru lahir, pakaikan penutup kepala dan bungkus
dalam selimut hangat, tempatkan bayi baru lahir dalam lingkungan hangat
atau pada lengan orangtua, dan perhatikan suhu lingkungan.
R/ mengurangi kehilangan panas akibat evaporasi dan konduksi,
melindungi kelembapan bayi dari aliran udara atau pendingin udara.
Mencegah kehilangan panas melalui konduksi, dimana panas dipindahkan
dari bayi baru lahir ke objek atau permukaan yang lebih dingin daripada
bayi. Digendong erat dekat tubuh orangtua dan kontak kulit dengan kulit
menurunkan kehilangan panas bayi baru lahir.Kehilangan panas secara
konveksi terjadi bila bayi kehilangan panas ke aliran udara yang lebih
dingin.Kehilangan melalui radiasi terjadi bila panas dipindahkan bayi baru
lahir ke objek atau permukaan yang tidak berhubungan langsung dengan
bayi baru lahir (Doenges, 2001).
d. Segera kontak dengan ibu kemudian dorong untuk melakukan pemberian
ASI
R/ jam pertama dari kehidupan bayi adalah masa yang paling khusus
bermakna untuk interaksi keluarga di mana ini dapat meningkatkan awl
kedekatan antara orangtua dan bayi serta penerimaan bayi baru lahir
sebagai anggota keluarga baru (Doenges, 2001). ASI adalah makanan
terbaik bayi untuk tumbuh kembang dan pertahanan tubuh/kebutuhan
nutrisi 60 cc/kg/hari (Sondakh, 2013).
e. Pastikan pemberian vitamin K1 (Phytomenadione) secara intramuskular
sudah dilakukan.
R/ Karena sistem pembekuan darah pada bayi baru lahir belum sempurna,
maka semua bayi akan berisiko untuk mengalami perdarahan. Maka untuk
mencegah hal tersebut, diberikan suntikan vitamin K1 (Phytomenadione)
sebanyak 1 mg dosis tunggal, intra muskular pada antero lateral paha kiri,
Suntikan Vitamin K1 dilakukan setelah proses IMD dan sebelum
pemberian imunisasi hepatitis B (Kemenkes RI, 2010).

f. Lakukan perawatan tali pusat.


R/Perawatan tali pusat yang tepat dapat meningkatkan pengeringan dan
pemulihan, meningkatkan nekrosis dan pengelupasan normal, dan
menghilangkan media lembab untuk pertumbuhan bakteri (Doenges,
2001).
g. Pastikan pemberian imunisasi HB 0 sudah dilakukan.
R/ Imunisasi Hepatitis B pertama (HB 0) diberikan 1-2 jam setelah
pemberian Vitamin K1 secara intramuskular. Imunisasi Hepatitis B
bermanfaat untuk mencegah infeksi Hepatitis B terhadap bayi, terutama
jalur penularan ibu-bayi. Penularan Hepatitis pada bayi baru lahir dapat
terjadi secara vertikal (penularan ibu ke bayinya pada waktu persalinan)
dan horisontal (penularan dari orang lain). Dengan demikian untuk
mencegah terjadinya infeksi vertikal, bayi harus diimunisasi Hepatitis B
sedini mungkin.
h. Berikan konseling tentang menjaga kehangatan bayi, pemberian ASI,
perawatan tali pusat, dan tanda bahaya umum.
R/ meningkatkan pemahaman tentang prinsip-prinsip dan teknik perawatan
bayi baru lahir, membantu mengembangkan ketrampilan orangtua sebagai
pemberi perawatan (Doenges, 2001). Konseling tanda bahaya umum dapat
meningkatkan pemahaman orangtua terhadap tanda bahaya yang muncul
pada bayi baru lahir, sehingga orangtua dapat segera membawa bayinya ke
fasilitas kesehatan untuk pemeriksaan lebih lanjut.

Masalah:
1. Hipotermi
Tujuan : mencegah terjadinya hipotermi
Kriteria Hasil :
KU : baik
S : 36,5 – 37,2˚C
N : 120 – 140x/menit
Intervensi :
a. Bantu orangtua dalam mempelajari tindakan yang tepat untuk
mempertahankan suhu bayi, seperti menggendong bayi dengan tepat
dan menutup kepala bayi bila suhu aksila lebih rencah dari 36,1˚C dan
periksa suhu 1 jam kemudian.
R/ informasi membantu orangtua menciptakan lingkungan optimal
untuk bayi mereka. Membungkus bayi dan memberikan penutup kepala
membantu menahan pans tubuh (Doenges, 2001).
b. Kaji lingkungan terhadap kehilangan termal melalui konduksi,
konveksi, radiasi atau evaporasi. Misalnya ruangan yang dingin atau
berangin, pakaian yang tipis, dan sebagainya. Atau untuk bayi dengan
kelebihan termal, misalnya keranjang menghadap sinar matahari atau
dekat pemanas.
R/ suhu tubuh bayi berfluktuasi dengan cepat sesuai perubahan suhu
lingkungan (Doenges, 2001).
c. Tunda memandikan bayi kurang dari 6 jam setelah bayi lahir.
R/ mencegah bayi kehilangan panas tubuh (Sondakh, 2013).
d. Mandikan bayi dengan cepat untuk menjaga supaya bayi tidak
kedinginan, hanya membuka bagian tubuh tertentu dan
mengeringkannya segera.
R/ mengurangi kemungkinan kehilangan panas melalui evaporasi dan
konveksi (Doenges, 2001).
e. Perhatikan tanda – tanda stres dingin (misalnya peka rangsang, pucat,
distres pernapasan, tremor, letargi, jitterness, dan kulit dingin).
R/ hipotermi yang meningkatkan laju penggunaan oksigen dan glukosa,
sering disertai dengan hipoglikemia dan distres pernapasan.
Pendinginan juga mengakibatkan vasokontriksi perifer, dengan
penurunan suhu kulit yang terlihat menjadi pucat atau belang (Doenges,
2001).

2. Ikterus
Tujuan : mencegah terjadinya ikterus/ hiperbilirubin
Kriteria hasil :
KU : baik
Tidak terjadi peningkatan kadar hiperbilirubin, atau kadar
bilirubin maksimum 12 mg/dl.

Intervensi :
a. Mulai pemberian makan oral awal pada bayi, khususnya ASI.
R/ memenuhi kebutuhan nutrisi bayi dapat mencegah terjadinya ikterus
pada bayi.Keberadaan flora usus yang sesuai untuk pengurangan
bilirubin terhadap urobilinogen, turunkan sirkulasi enterohepatik
bilirubin (melintasi hepar dan duktus venosus menetap), dan
menurunkan reabsorpsi bilirubin dari usus dengan meningkatkan pasase
mekonium (Doenges, 2001).
b. Pertahankan bayi tetap hangat dan kering, pantau kulit dan suhu
sesering mungkin.
R/ stres dingin berpotensi melepaskan asam lemak, yang bersaing pada
sisi ikatan pada albumin, sehingga meningkatkan kadar bilirubin yang
bersirkulasi bebas (Doenges, 2001).
c. Perhatikan usia bayi pada awitan ikterik, bedakan tipe fisiologis akibat
ASI atau patologis.
R/ ikterik fisiologis biasanya tampak pada hari pertama dan kedua dari
kehidupan. Namun ikterik yang disebabkan ASI biasanya muncul pada
hari keempat dan keenam kehidupan (Doenges, 2001) Sebagian bahan
yang terkandung dalam ASI (beta glucoronidase) akan memecah
bilirubin menjadi bentuk yang larut dalam lemak, sehingga bilirubin
indirek akan meningkat, dan kemudian akan diresorbsi oleh usus.
Pengobatan ikterus akibat ASI bukan dengan menghentikan pemberian
ASI, melainkan dengan meningkatkan frekuensinya (Marmi, 2015).
3. Infeksi
Tujuan : Infeksi Teratasi
Kriteria Hasil :
Suhu : 36,5-37,50C
Pernapasan : frekuensi 30-60 kali permenit
Tidak ada tanda kemerahan, tidak ada nyeri, tidak ada
bengkak, tidak ada penurunan fungsi pada bagian tubuh

Intervensi :
a. Beritahu pada ibu mengenai kondisi bayinya
R/ bayi dengan infeksi memerlukan perawatan khusus
b. Cuci tangan sebelum dan sesudah merawat bayi
R/ Membunuh kuman penyebab penyakit
c. Observasi suhu badan bayi
R/ suhu >37,50C tanda gejala infeksi
d. Berikan kompres hangat apabila suhu tubuh bayi tinggi
R/ terjadi perpindahan panas secara konduksi. Kompres hangat yang
memiliki suhu lebih rendah dari suhu badan bayi akan menyerap panas
dari suhu badan bayi yang tinggi
e. Rujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih memadai untuk diberikan terapi
R/ keadaan infeksi memerlukan terapi yang sesuia untuk mempercepat
proses penyembuhan dan mencegah infeksi menjadi semakin berat.

4. Asfiksia
Tujuan : Neonatus dapat bernafas dengan lancer dan tidak mengalami
tanda distress pernafasan
Kriteria Hasil :
Frekuensi pernafasan neonates normal (40-60 kali/menit)
Intervensi :
a. Lihat apa bayi menangis kuat, bergerak aktif dan warna kulit
kemerahan atau tidak
R/ Membantu menentukan kebutuhan terhadap intervensi segera,
misalnya penghisapan pemberian oksigen
b. Hangatkan tubuh bayi
R/ Menurunkan efek stress dingin (kebutuhan oksigen yang meningkat)
dan berhubungan dengan hipoksia
c. Tempatkan bayi dengan posisi Trendelenburg
R/ Memudahkan drainase mucus dari nasofaring dan trakea dengan
gravitasi
d. Bersihkan jalan nafas menggunakan spuit balon atau kateter penghisap
DeLee
R/ Membantu menghilangkan akumulasi cairan, memudahkan upaya
pernafasan dan membantu mencegah aspirasi

F. Implementasi
Tahap ini dilakukan dengan melaksanakan rencana asuhan kebidanan yang
menyeluruh dan dibatasi oleh standar asuhan kebidanan pada bayi baru lahir,
sesuai dengan intervensi yang didasari atas diagnosa yang ditemukan.
Tanggal : ……………
Jam :………….....WIB
Dx: By. Ny "…" umur… dengan bayi baru lahir normal
Implementasi: (sesuai intervensi)

G. Evaluasi
Tanggal :……………
Jam :…………....WIB
Dx: By. Ny "…" umur… dengan bayi baru lahir normal

S : Data subjektif Berisi tentang data dari pasien melalui anamnesis


(wawancara) yang merupakan ungkapan langsung.
O : Data objektif Data yang didapat dari hasil observasi melalui
pemeriksaan fisik pada bayi baru lahir.
A : Analisis dan interpretasi Berdasarkan data yang terkumpul
kemudian dibuat kesimpulan meliputi diagnosis, antisipasi
diagnosis atau masalah potensial, serta perlu tidaknya tindakan
segera.
P : Penatalaksanaan Tindakan yang dilakukan berdasarkan analisis/
assessment, dilakukan untuk mengurangi dan menghilangkan
masalah klien
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

Hipotermi adalah penurunan suhu tubuh di bawah 36,5 pada aksila dan
pengeluaran panas akibat paparan terus-menerus terhadap dingin mempengaruhi
kemampuan tubuh untuk memproduksi panas (Potter. Patricia A 2005). Hipotermi pada
BBL adalah suhu di bawah 36,5 ºC, yang terbagi atas : hipotermi ringan (cold stres) yaitu
suhu antara 36-36,5 ºC, hipotermi sedang yaitu antara 32-36ºC, dan hipotermi berat yaitu
suhu tubuh <32 ºC (Yunanto, 2008:40).
BBL dapat mengalami hipotermi melalui beberapa mekanisme, yang berkaitan
dengan kemampuan tubuh untuk menjaga keseimbangan antara produksi panas dan
kehilangan panas diantaranya adalah penurunan produksi panas, peningkatan panas yang
hilang dan kegagalan termoregulasi. Hipotermi ditandai dengan akral dingin, bayi tidak
mau minum, kurang aktif, kutis marmorata, pucat, takipneu atau takikardi. Diagnosis
hipotermi ditegakkan dengan pengukuran suhu melalui aksila, rektal atau kulit.
Hipotermia dapat menyebabkan komplikasi, seperti peningkatan konsumsi oksigen,
produksi asam laktat, apneu, penurunan kemampuan pembekuan darah dan yang paling
sering terlihat hipoglikemia. Jika bayi sudah mengalami hipotermia, penanganan yang
diberikan harus adekuat dengan cara hangatkan tubuh bayi dengan incubator, penyinaran
lampu atau dengan cara kontak kulit langsung. Selain itu cegah terjadinya hipoglikemi
dengan memberikan cairan pada bayi baik ASI maupun cairan dextrose.

B. Saran

1. Hipotermia pada bayi baru lahir dapat lebih mudah di tangani bahkan di cegah
apabila ada kerjasama yang baik antara petugas kesehatan dan anggota keluarga.

2. Bidan sebaiknya memberikan pendidikan kesehatan kepada calon ibu, calon ayah,
dan anggota keluarga lainnya bahwa bayi yang lahir tidak terlepas dari resiko
hipotermia. Dengan demikian, keluarga sudah dipersiapkan untuk melengkapi
kebutuhan (misalnya : topi, pakaian, selimut bayi) untuk digunakan bayi setelah lahir.

DAFTAR PUSTAKA

35
Dewi, Vivian Nanny Lia. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita.Jakarta: Salemba Medika.
Edisi kelima. 2013
Indrayani dan Moudy Emma Unaria Djami. Asuhan Persalinan dan Bayi Baru lahir. Jakarta:
CV Trans Info Media. 2013.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 369/MENKES/SK/III/2007 tentang
Standar Kompetensi Bidan.
Maryunani, Anik. Asuhan Bayi Dengan Berat Badan Lahir Rendah. Jakarta timur: CV. Trans
Info Media. 2013.
Profil Kesehatan Povinsi Sulawesi Selatan tahun 2014.
Rohsiswatmo, Rina. Ilmu kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta: PT. Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. 2014
Rukiyah, Ai Yeyeh dan Lia Yulianti. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta: CV.
Trans Info Medika. 2013.
Unicef Indonesia Ringkasan Kajian Kesehatan Ibu dan Anak tahun 2012.
Wahyuni, Sari. Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita Penuntun Belajar Praktek Klinik. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC. 2012.
Yunanto, Ari. Buku Ajar Neonatologi. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 2014.
http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/4599/3/BAB%20II%20Tinjauan%20Pustaka.pdf

36

Anda mungkin juga menyukai