Disusun oleh:
Kelompok 1
Tingkat: 2A
Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan
jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, penulis berharap adanya kritik, saran dan usulan demi
perbaikan makalah yang telah penulis buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada
sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi penulis sendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenan dan penulis memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di
masa depan.
Padang,24Agustus 2021
Kelompok 1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..............................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN................................................................................
1.Kesimpulan .................................................................................................................
2.Saran .........................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut hasil berbagai survei, tinggi rendahnya Angka Kematian Ibu (AKI) dan
Angka Kematian Bayi (AKB) disuatu Negara dapat dilihat dari kemampuan untuk
memberikan pelayanan obstetric yang bermutu dan menyaluruh.Dari hasil survei yang
dilakukan AKI telah menunjukkan penurunan dari waktu ke waktu, namun demikian
upaya untuk mewujudkan target tujuan pembangunan millenium masih membutuhkan
komitmen dan usaha keras yang terus menerus.
Upaya Menurunkan AKI dan AKB. Departemen Kesehatan menargetkan angka
kematian ibu pada 2010 sekitar 226 orang dan pada tahun 2015 menjadi 102 orang per
tahun. Untuk mewujudkan hal ini, salah satu upaya terobosan dan terbukti mampu
meningkatkan. Sedangkan penyebab kematian neonatal karena BBLR 29%, asfiksia 27%,
masalah pemberian minum 10%, tetanus 10%, gangguan hematologi 6%, infeksi 5% dan
lain-lain 13% (Rachmawaty, 2006 : 1)Upaya menurunkan AKI dan AKB beberapa upaya
telah dilakukan.
Dewasa ini AKI dan AKB di Indonesia masih tinggi dibandingkan dengan negara
ASEAN lainnya. Menurut data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007,
AKI di Indonesia adalah 228 per 100.000 kelahiran hidup, AKB 34 per 1.000Menurut
data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI), AKI di Indonesia masih tinggi jika
dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya, yaitu sebesar 228 per 100.000 kelahiran
hidup. Upaya penurunan AKI harus difokuskan pada Tujuan Jaminan Persalinan ini
adalah meningkatnya akses terhadap pelayanan persalinan yang dilakukan oleh dokter
atau bidan dalam rangka menurunkan AKI dan AKB (Angka Kematian Bayi) melalui
jaminan pembiayaan untuk pelayanan persalinan.
B.RUMUSAN MASALAH
1.Bagaimanakah asuhan pada neonates resiko tinggi dengan BBLR?
2.Bagaimanakah asuhan pada neonates resiko tinggi dengan asfiksia naenatorum?
3.Bagaimanakah asuhan pada neonates resiko tinggi dengan riespiratory dispres sindrom?
4.Bagaimanakah asuhan pada neonates resiko tinggi dengan hiperbilirubinemia?
5.Bagaimanakah asuhan pada neonates resiko tinggi dengan perdarahan tali pusat?
6.Bagaimanakah asuhan pada neonates resiko tinggi dengan hipotermi?
7.Bagaimanakah asuhan pada neonates resiko tinggi dengan hipertermi?
8. Bagaimanakah asuhan pada neonates resiko tinggi dengan tetanus neonatorum?
9. Bagaimanakah asuhan pada neonates resiko tinggi dengan hipoglikemi pada BBLR?
C.TUJUAN PENULISAN
2. Untuk mengetahui asuhan pada neonates resiko tinggi dengan asfiksia naenatorum
3.Untuk mengetahui asuhan pada neonates resiko tinggi dengan riespiratory dispres
sindrom
5.Untuk mengetahui asuhan pada neonates resiko tinggi dengan perdarahan tali pusat
8.Untuk mengetahui asuhan pada neonates resiko tinggi dengan tetanus neonatorum
9.Untuk mengetahui asuhan pada neonates resiko tinggi dengan hipoglikemi pada BBLR.
BAB II
PEMBAHASAN
A. BBLR
1. Pengertian BBL
Bayi berat badan lahir rendah adalah bayi dengan berat badan kurang dari 2500 gram
pada waktu lahir atau lebih rendah (WHO, 1961).BBLR dibedakan menjadi :
a. Prematuritas murni Yaitu bayi pada kehamilan < 37 minggu dengan berat badan
sesuai.
b. Retardasi pertumbuhan janin intra uterin (IUGR) Yaitu bayi yang lahir dengan
berat badan rendah dan tidak sesuai dengan usia kehamilan.
2. Etiologi BBLR
Penyebab kelahiran prematur secara pasti tidak diketahui, tapi ada beberapa faktor yang
berhubungan, yaitu :
1. Faktor ibu
a. Gizi saat hamil yang kurang, umur kurang dari 20 tahun atau diatas 35 tahun
b. Jarak hamil dan persalinan terlalu dekat, pekerjaan yang terlalu berat
2. Faktor kehamilan
3. Faktor janin
b. Radiasi
c. Zat-zat beracun
3. Komplikasi BBLR
Komplikasi yang dapat terjadi pada bayi dengan berat badan lahir rendah,
terutama berhubungan dengan 4 proses adaptasi pada bayi baru lahir diantaranya:
B. ASFIKSIA NEONATORUM
1. Pengertian Asfiksia Neonatorum
Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernapas secara spontan dan teratur pada saat lahir
atau beberapa saat setelah lahir yang ditandai dengan keadaan PaO2 di dalam darah rendah
(hipoksemia), hiperkarbia (Pa CO2 meningkat) dan asidosis.
2. Patofisiologi Asfiksia Neonatorum
Penyebab asfiksia dapat berasal dari faktor ibu, janin dan plasenta. Adanya hipoksia dan
iskemia jaringan menyebabkan perubahan fungsional dan biokimia pada janin. Faktor ini yang
berperan pada kejadian asfiksia.
3. Gejala Klinik Asfiksia Neonatorum
Bayi tidak bernapas atau napas megap-megap, denyut jantung kurang dari 100 x/menit,
kulit sianosis, pucat, tonus otot menurun, tidak ada respon terhadap refleks rangsangan.
4. Diagnosis Asfiksia Neonatorum
Pemeriksaan fisik :
Nilai Apgar
Klinis 0 1 2
c. Suportif
· Jaga kehangatan.
d. Pemberian cairan, Jenis cairan larutan kristaloid yang isotonis (NaCl 0,9%, Ringer Laktat,
Sindrom gawat nafas neonatus merupakan kumpulan gejala yang terdiri dari dispnea
atau hiperapnea dengan frekuensi pernafasan lebih dari 60 kali per menit, sianosis, merintih,
waktu ekspirasi dan retraksi di daerah epigastrium, interkostal pada saat inspirasi ( Perawatan
Anak Sakit, Ngastiah. Hal 3).
Penyebab PMH adalah surfaktan paru. Surfaktan paru adalah zat yang memegang
peranan dalam pengembangan paru dan merupakan suatu kompleks yang terdiri dari protein,
karbohidrat, dan lemak. Senyawa utama zat tersebut adalah lesitin. Zat ini mulai di bentuk pada
kehamilan 22-24 minggu dan mencapai maksimum pada minggu ke 35. Fungsi surfaktan adalah
untuk merendahkan tegangan permukaan alveolus akan kembali kolaps setiap akhir ekspirasi,
sehingga untuk bernafas berikutnya di butuhkan tekanan negatif intrathoraks yang lebih besar
dan di sertai usaha inspiarsi yang lebih kuat. Kolaps paru ini menyebabkan terganggunya
ventilasi sehingga terjadi hipoksia, retensi CO2. dan oksidosis.
Prognosis bayi dengan PMH terutama ditentukan oleh prematuritas serta beratnya
penyakit. Bayi yang sembuh mempunyai kesempatan tumbuh dan kembang sama dengan bayi
prematur lain yang tidak menderita PMH.
PMH umumnya terjadi pada bayi prematur dengan berat badan 1000-2000 gram.
Atau masa generasi 30-36 minggu. Gangguan pernafasan mulai tampak dalam 6-8 jam pertama
setelah lahir dan gejala yang karakteritis mulai terlihat pada umur 24-72 jam.
a. Atas dasar adanya gangguan pernafasan yang dapat di sebabkan oleh berbagai penyebab
dan untuk melihat keadaan paru, maka bayi perlu dilakukan pemeriksaan foto thoraks.
b. Pemeriksaan darah : perlu pemeriksaan darah lengkap, analisis gas darah dan elektrolit.
a. Memberikan lingkungan yang optimal, suhu tubuh bayi harus dalam batas normal (36.5-
37oc) dan meletakkan bayi dalam inkubator.
b. Pemberian oksigen dilakukan dengan hati-hati karena terpengaruh kompleks terhadap bayi
prematur, pemberian oksigen terlalu banyak menimbulkan komplikasi fibrosis paru, kerusakan
retina dan lain-lain.
c. Pemberian cairan dan elektrolit sangat perlu untuk mempertahankan hemeostasis dan
menghindarkan dehidrasi. Permulaan diberikan glukosa 5-10 % dengan jumlah 60-125 ML/ Kg
BB/ hari.
d. Pemberian antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder. Penisilin dengan dosis 50.000-
10.000 untuk / kg BB / hari / ampisilin 100 mg / kg BB/ hari dengan atau tanpa gentasimin 3-5
mg / kg BB / hari.
e. Kemajuan terakhir dalam pengobatan pasien PMH adalah pemberian surfaktan ekstrogen
( surfaktan dari luar).
Hiperbilirubinemia
1. Definisi Hiperbilirubinemia
Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan mukosa
karena adanya deposisi produk akhir katabolisme hem yaitu bilirubin. Secara klinis, ikterus pada
neonatus akan tampak bila konsentrasi bilirubin serum lebih 5 mg/dL. Hiperbilirubinemia
adalah keadaan kadar bilirubin dalam darah >13 mg/dL.
Pada bayi baru lahir, ikterus yang terjadi pada umumnya adalah fisiologis (Timbul
dalam 24 jam pertama kehidupan.), kecuali:
· Bilirubin total/indirek untuk bayi cukup bulan > 13 mg/dL atau bayi kurang bulan >10
mg/dL.
· Peningkatan bilirubin > 5 mg/dL/24 jam.
Efek toksik bilirubin ialah neurotoksik dan kerusakan sel secara umum. Bilirubin dapat
masuk ke jaringan otak. Ensefalopati bilirubin adalah terdapatnya tanda-tanda klinis akibat
deposit bilirubin dalam sel otak. Kelainan ini dapat terjadi dalam bentuk akut atau kronik.
Bentuk akut terdiri atas 3 tahap; tahap 1 (1-2 hari pertama): refleks isap lemah, hipotonia,
kejang; tahap 2 (pertengahan minggu pertama): tangis melengking, hipertonia, epistotonus;
tahap 3 (setelah minggu pertama): hipertoni. Bentuk kronik: pada tahun pertama: hipotoni,
motorik terlambat. Sedang setelah tahun pertama didapati gangguan gerakan, kehilangan
pendengaran sensorial.
a) Etiologi
Peningkatan kadar bilirubin umum terjadi pada setiap bayi baru lahir, karena
hemolisis yang disebabkan oleh jumlah sel darah merah lebih banyak dan berumur lebih
pendek.
· Fungsi hepar yang belum sempurna (jumlah dan fungsi enzim glukuronil transferase,
UDPG/T dan ligand dalam protein belum adekuat) -> penurunan ambilan bilirubin oleh
hepatosit dan konjugasi.
· Peningkatan kadar bilirubin yang berlebihan (ikterus nonfisiologis) dapat disebabkan oleh
faktor/keadaan:
· Hemolisis akibat inkompatibilitas ABO atau isoimunisasi Rhesus, defisiensi G6PD,
sferositosis herediter dan pengaruh obat.
· Infeksi, septikemia, sepsis, meningitis, infeksi saluran kemih, infeksi intra uterin.
· Polisitemia.
· Ibu diabetes.
· Asidosis.
· Hipoksia/asfiksia.
b) Faktor Risiko
a. Faktor Maternal
· ASI
b. Faktor Perinatal
c. Faktor Neonatus
Prematuritas
· Faktor genetik
· Polisitemia
· Hipoglikemia
· Hipoalbuminemia
3. Patofisiologi Hiperbilirubinemia
a. Ikterus fisiologis
Pola ikterus fisiologis ini bervariasi sesuai prematuritas, ras, dan faktor-faktor lain.
Sebagai contoh, bayi prematur akan memiliki puncak bilirubin maksimum yang lebih tinggi pada
hari ke-6 kehidupan dan berlangsung lebih lama, kadang sampai beberapa minggu. Bayi ras
Cina cenderung untuk memiliki kadar puncak bilirubin maksimum pada hari ke-4 dan 5 setelah
lahir. Faktor yang berperan pada munculnya ikterus fisiologis pada bayi baru lahir meliputi
peningkatan bilirubin karena polisitemia relatif, pemendekan masa hidup eritrosit (pada bayi 80
hari dibandingkan dewasa 120 hari), proses ambilan dan konyugasi di hepar yang belum matur
dan peningkatan sirkulasi enterohepatik.
Pada sebagian bayi yang mendapat ASI eksklusif, dapat terjadi ikterus yang yang
berkepanjangan. Hal ini dapat terjadi karena adanya faktor tertentu dalam ASI yang diduga
meningkatkan absorbsi bilirubin di usus halus. Bila tidak ditemukan faktor risiko lain, ibu tidak
perlu khawatir, ASI tidak perlu dihentikan dan frekuensi ditambah.
Apabila keadaan umum bayi baik, aktif, minum kuat, tidak ada tata laksana khusus
meskipun ada peningkatan kadar bilirubin.
a. Visual
Metode visual memiliki angka kesalahan yang tinggi, namun masih dapat digunakan
apabila tidak ada alat. Pemeriksaan ini sulit diterapkan pada neonatus kulit berwarna, karena
besarnya bias penilaian. Secara evidence pemeriksaan metode visual tidak direkomendasikan,
namun apabila terdapat keterbatasan alat masih boleh digunakan untuk tujuan skrining dan
bayi dengan skrining positif segera dirujuk untuk diagnostik dan tata laksana lebih lanjut.
· Pemeriksaan dilakukan dengan pencahayaan yang cukup (di siang hari dengan cahaya
matahari) karena ikterus bisa terlihat lebih parah bila dilihat dengan pencahayaan buatan dan
bisa tidak terlihat pada pencahayaan yang kurang.
· Tekan kulit bayi dengan lembut dengan jari untuk mengetahui warna di bawah kulit dan
jaringan subkutan.
· Tentukan keparahan ikterus berdasarkan umur bayi dan bagian tubuh yang tampak kuning.
(tabel 1)
b. Bilirubin Serum
c. Bilirubinometer Transkutan
Bilirubin bebas secara difusi dapat melewati sawar darah otak. Hal ini menerangkan
mengapa ensefalopati bilirubin dapat terjadi pada konsentrasi bilirubin serum yang rendah.
Beberapa metode digunakan untuk mencoba mengukur kadar bilirubin bebas. Salah
satunya dengan metode oksidase-peroksidase. Prinsip cara ini berdasarkan kecepatan reaksi
oksidasi peroksidasi terhadap bilirubin. Bilirubin menjadi substansi tidak berwarna. Dengan
pendekatan bilirubin bebas, tata laksana ikterus neonatorum akan lebih terarah.
Seperti telah diketahui bahwa pada pemecahan heme dihasilkan bilirubin dan gas CO
dalam jumlah yang ekuivalen. Berdasarkan hal ini, maka pengukuran konsentrasi CO yang
dikeluarkan melalui pernapasan dapat digunakan sebagai indeks produksi bilirubin.
* Bila kuning terlihat pada bagian tubuh manapun pada hari pertama dan terlihat pada
lengan, tungkai, tangan dan kaki pada hari kedua, maka digolongkan sebagai ikterus
sangat berat dan memerlukan terapi sinar secepatnya. Tidak perlu menunggu hasil
pemeriksaan kadar bilirubin serum untuk memulai terapi sinar.
5. Penatalaksanaan
a. Ikterus Fisiologis
Bayi sehat, tanpa faktor risiko, tidak diterapi. Perlu diingat bahwa pada bayi
sehat, aktif, minum kuat, cukup bulan, pada kadar bilirubin tinggi, kemungkinan
terjadinya kernikterus sangat kecil. Untuk mengatasi ikterus pada bayi yang sehat, dapat
dilakukan beberapa cara berikut:
· Minum ASI dini dan sering
· Pada bayi yang pulang sebelum 48 jam, diperlukan pemeriksaan ulang dan kontrol
lebih cepat (terutama bila tampak kuning).
Bilirubin serum total 24 jam pertama > 4,5 mg/dL dapat digunakan sebagai
faktor prediksi hiperbilirubinemia pada bayi cukup bulan sehat pada minggu pertama
kehidupannya. Hal ini kurang dapat diterapkan di Indonesia karena tidak praktis dan
membutuhkan biaya yang cukup besar.
· Tentukan apakah bayi memiliki faktor risiko berikut: berat lahir < 2,5 kg, lahir
sebelum usia kehamilan 37 minggu, hemolisis atau sepsis
· Ambil contoh darah dan periksa kadar bilirubin serum dan hemoglobin, tentukan
golongan darah bayi dan lakukan tes Coombs:
· Bila kadar bilirubin serum di bawah nilai dibutuhkannya terapi sinar, hentikan terapi
sinar.
· Bila kadar bilirubin serum berada pada atau di atas nilai dibutuhkannya terapi sinar,
lakukan terapi sinar
· Bila faktor Rhesus dan golongan darah ABO bukan merupakan penyebab hemolisis
atau bila ada riwayat defisiensi G6PD di keluarga, lakukan uji saring G6PD bila
memungkinkan.
· Bila bilirubin serum tidak bisa diperiksa dan tidak memungkinkan untuk dilakukan
tes Coombs, segera rujuk bayi bila ikterus telah terlihat sejak hari 1 dan hemoglobin < 13
g/dL (hematokrit < 40%).
· Persiapkan transfer.
· Segera kirim bayi ke rumah sakit tersier atau senter dengan fasilitas transfusi tukar.
· Jelaskan kepada ibu tentang penyebab bayi menjadi kuning, mengapa perlu dirujuk
dan terapi apa yang akan diterima bayi.
· Nasihati ibu:
· Bila hemoglobin < 10 g/dL (hematokrit < 30%), berikan transfusi darah.
· Bila ikterus menetap selama 2 minggu atau lebih pada bayi cukup bulan atau 3
minggu lebih lama pada bayi kecil (berat lahir < 2,5 kg atau lahir sebelum kehamilan 37
minggu), terapi sebagai ikterus berkepanjangan (prolonged jaundice).
· Bila buang air besar bayi pucat atau urin berwarna gelap, persiapkan kepindahan
bayi dan rujuk ke rumah sakit tersier atau senter khusus untuk evaluasi lebih lanjut, bila
memungkinkan.
· Bila tes sifilis pada ibu positif, terapi sebagai sifilis kongenital.
6. Pencegahan Hiperbilirubinemia
a. Primer
AAP merekomendasikan pemberian ASI pada semua bayi cukup bulan dan
hampir cukup bulan yang sehat. Dokter dan paramedis harus memotivasi ibu untuk
menyusukan bayinya sedikitnya 8-12 kali sehari selama beberapa hari pertama.
AAP juga melarang pemberian cairan tambahan (air, susu botol maupun dekstrosa) pada
neonatus nondehidrasi. Pemberian cairan tambahan tidak dapat mencegah terjadinya
ikterus neonatorum maupun menurunkan kadar bilirubin serum.
b. Sekunder
Semua wanita hamil harus menjalani pemeriksaan golongan darah ABO dan
Rhesus serta menjalani skrining antibodi isoimun. Bila ibu belum pernah menjalani
pemeriksaan golongan darah selama kehamilannya, sangat dianjurkan untuk melakukan
pemeriksaan golongan darah dan Rhesus. Apabila golongan darah ibu adalah O dengan
Rh-positif, perlu dilakukan pemeriksaan darah tali pusat. Jika darah bayi bukan O, dapat
dilakukan tes Coombs.
2) Penilaian Klinis
Perdarahan yang terjadi pada tali pusat bisa timbul sebagai akibat dari trauma
pengikatan tali pusat yang kurang baik atau kegagalan proses pembentukkan trombus
normal. Selain itu perdarahan pada tali pusat juga bisa sebagi petunjuk adanya penyakit
pada bayi.
a. Patus precipitates
Pada kasus dengan robekan pembuluh darah umbilikus tanpa adanya trauma,
hendaknya dipikirkan kemungkinan adanya kelainan anatomik pembuluh darah seperti :
a. Pembuluh darah aberan yang mudah pecah karena dindingnya tipis dan tidak ada
perlindungan jely Wharton
b. Insersi velamentosa tali pusat, dimana pecahnya pembuluh darah terjadi pada tempat
percabangan tali pusat sampai ke membran tempat masuknya dalam placenta tidak
adda proteksi. Umbilikus dengan kelainan insersi ini sering terdapat pada kehamilan
ganda
a. Penanganan disesuaikan dengan penyebab dari perdarahan tali pusat yang terjadi
b. Untuk penanganan awal, harus dilakukan tindakan pencegahan infeksi paa tali
pusat.
c. Segera lakukan inform consent dan inform choise pada keluarga pasien untuk
dilakukan rujukan.
1. Definisi Hipotermia
2. Klasifikasi Hipotermia
a. Hipotermi spintas.
Yaitu penurunan suhu tubuh1-2◦c sesudah lahir. Suhu tubuh akan menjadi
normal kembali setelah bayi berumur 4-8 jam, bila suhu ruang di atur sebaik-baiknya.
Hipotermi sepintas ini terdapat pada bayi dengan BBLR, hipoksia, resusitasi lama,
ruangan tempat bersalin yang dingin, bila bayi segera di bungkus setelah lahir
terlalucepat di mandikan (kurang dari 4 -6 jam sesudah lahir).
b. Hipotermi akut.
Terjadi bila bayi berada di lingkungan yang dingin selama 6-12 jam, terdapat
pada bayi dengan BBLR, diruang tempat bersalin yang dingin, incubator yang cukup
panas. Terapinya adalah: segeralah masukan bayi segera kedalam inkubataor yang
suhunya sudah menurut kebutuhan bayi dan dalam kaadaan telanjang supaya dapat di
awasi secara teliti. Gejala bayi lemah,gelisah, pernafasan dan bunyi jantung lambat serta
kedu kaki dingin.
c. Hipotermi sekunder
Penurunan suhu tubuh yang tidak di sebabkan oleh suhu lingkungan yang
dingin, tetapi oleh sebab lain seperti sepsis, syndrome gangguan nafas, penyakit jantung
bawaan yang berat,hipoksia dan hipoglikemi, BBLR. Pengobatan dengan mengobati
penyebab Misalnya: pemberian antibiotika,larutan glukosa, oksigen dan sebagainya.
d. Cold injuri
Yaitu hipotermi yang timbul karena terlalu lama dalam ruang dinginn(lebih dari
12 jam). Gejala: lemah, tidak mau minum, badan dingin, oligoria , suhu berkisar sekitar
29,5◦c-35◦c, tidak banyak bergerak, oedema, serta kemerahan pada tangan, kaki dan
muka, seolah-olah dalam keadaan sehat, pengerasan jaringan sub kutis.
3. Etiologi Hipotermi
d. ayi baru lahir tidak ada respon shivering (menggigil) pada reaksi kedinginan.
i. Bayi asfiksia, hipoksia, resusitasi yang lama, sepsis, sindrom dengan pernapasan,
hipoglikemia perdarahan intra kranial.
a. Faktor lingkungan.
b. Syok.
c. Infeksi.
e. Kurang gizi
f. Obat-obatan.
g. Aneka cuaca
a. Radiasi adalah panas yang hilang dari objek yang hangat (bayi) ke objekyang dingin.
Misal BBL diletakkan ditempat yang dingin.
b. Konduksi adalah pindahnya panas tubuh bayi karena kulit bayi langsung kontak
dengan permukaan yang lebih dingin. Misal popok atau celana basah tidak langsung
diganti.
c. Konveksi adalah hilangnya panas dari bayi ke udara sekelilingnya. Misal BBL
diletakkan dekat pintu atau jendela terbuka.
d. Evaporasi adalah hilangnya panas akibat penguapan dari air pada kulit bayi misalnya
cairan amnion pada bayi
4. Patofisiologi Hipotermi
Sewaktu kulit bayi menjadi dingin, saraf afferen menyampaikan pada sentral
pengatur panas di hipothalamus. Saraf yang dari hipothalamus sewaktu mencapaib
rown fat memacu pelepasan noradrenalin lokal sehingga trigliserida dioksidasi menjadi
gliserol dan asam lemak. Blood gliserol level meningkat, tetapi asam lemak secara lokal
dikonsumsi untuk menghasilkan panas. Daerah brown fat menjadi panas, kemudian
didistribusikan ke beberapa bagian tubuh melalui aliran darah.
Ini menunjukkan bahwa bayi akan memerlukan oksigen tambahan dan glukosa
untuk metabolisme yang digunakan untuk menjaga tubuh tetap hangat.Methabolicther
mogenesis yang efektif memerlukan integritas dari sistem syaraf sentral,kecukupan
darib r own fat, dan tersedianya glukosa serta oksigen. Perubahan fisiologis akibat
hipotermia yang terjadi pada sistem syaraf pusat antara lain depresi linier dari
metabolisme otak, amnesia, apatis, disartria, pertimbangan yang terganggu adaptasi
yang salah, EEG yang abnormal, depressi kesadaran yang progresif, dilatasi pupil, dan
halusinasi. Dalam keadaan berat dapat terjadi kehilangan autoregulasi otak, aliran darah
otak menurun, koma, refleks okuli yang hilang, dan penurunanyangprogressif dari
aktivitas EEG.
Bayi hipotermi adalah bayi dengan suhu badan di bawah normal. Suhu normal
pada bayi neonatus adalah adalah 36,5-37,5 derajat Celsius (suhu ketiak). Hipotermi
merupakan salah satu penyebab tersering dari kematian bayi baru lahir, terutama
dengan berat badan kurang dari 2,5 Kg Gejala awal hipotermi apabila suhu kurang dari
36 derajat Celsius atau kedua kaki dan tangan teraba dingin.
5) Dalam keadaan berat denyut jantung bayi menurun dan kulit tubuh mengeras
(sklerema).
8) Hilang kesadaran.
9) Pernapasannya cepat.
1) Aktifitas berkurang.
2) Tangisan lemah.
1) Aktifitas berkurang,letargis.
3) Pernafasan lambat.
3) Kulit mengeras merah dan timbul edema terutama pada punggung,kaki dan
tangan(sklerema).
6. Komplikasi
Hipotermi yang terjadi pada bayi apabila tidak tertangani dengan tepat akan
menyebabkan beberapa gangguan yang akan menyertai yakni:
7. Penatalaksanaan
Pengaturan suhu tubuh bayi belumlah terkendali dengan baik. Bayi bisa
kehilangan suhu tubuh secara cepat dan terkena hipotermi dalam kamar yang dingin.
Bayi yang mengalami hipotermi harus dihangatkan secara bertahap. Berikut beberapa
cara penanganan hipotermia untuk bayi :
2) Pakaikan topi dan dekaplah si kecil agar ia menjadi hangat oleh panas tubuh anda.
1) Jangan menempelkan sumber panas langsung, seperti botol berisi air panas ke kulit
anak. Anak harus menjadi hangat secara bertahap.
1) setiap bayi lahir harus segera dikeringkan dengan handuk yang kering dan bersih
(sebaiknya handuk tersebut dihangatkan terlebih dahulu). Mengeringkan tubuh bayi
harus dilakukan dengan cepat.dimulai dari kepala kemudian seluruh tubuh bayi. Handuk
yang basah harus diganti dengan handuk lain yang kering dan hangat.
2) Setelah tubuh bayi kering segera dibungkus dengan selimut,diberi tepi atau tutup
kepala,kaos tangan dan kaki. Selanjutnya bayi diletakkan telungkup di atas dada ibu
untuk mendapatkan kehangatan dari dekapan ibu.
3) Memberi ASI sedini mungkin segera setelah melahirkan agar dapat merangsang
rooting refleks dan bayi mendapat kalori.
4) Mempertahankan bayi tetap hangat selama dalam perjalanan pada waktu merujuk.
7) Menunda memandikan bayi baru lahir sampai suhu tubuh bayi stabil.
G. Hipertermi
1. Pengertian Hipertermi
Hipertermia adalah suhu tubuh yang tinggi dan bukan disebabkan oleh
mekanisme pengaturan panas hipotalamus (Asuhan keperawatan.com.I Ziddu.com)
2. Etiologi Hipertermi
Disebabkan oleh meningkatnya produksi panas andogen (olahraga berat,
Hipertermia maligna, Sindrom neuroleptik maligna, Hipertiroiddisme), Pengurangan
kehilangan panas, atau terpajan lama pada lingkungan bersuhu tinggi (sengatan panas)
3. Gejala Hipertermi
2) Terasa kehausan.
3) Mulut kering
4) Kedinginan,lemas
6) Nadi cepat.
· Bayi dipindah ke ruangan yang sejuk dengan suhu kamar sekitar 26°-28°C
· Tubuh bayi diseka dengan kain basah sampai suhu tubuh bayi normal (jangan
menggunakan air es).
· Berikan cairan dekstrose : NaCl = 1:4 secara intravena sampai dehidrasi teratasi
· Periksa suhu bayi setiap jam sampai tercapai suhu dalam batar normal
· Periksa suhu incubator atau pemancar panas setiap jam dan sesuaikan pengatur
suhu
a) Anjurkan ibu untuk menyusui bayinya. Bila bayi tidak dapat menyusui, beri ASI panas
dengan salah satu alternative cara pemberian minum
b) Pantau bayi selama 12 jam berikutnya, periksa suhu badannya setiap 3 jam
3) Bila suhu tetap dalam batas normal dan bayi dapat diberi minum dengan serta tidak
ada masalah lain yang memerlukan perawat di rumah sakit, bayi dapat dipulangkan,
nasehati ibu cara menghangatkan bayi di rumah dan melindungi dari pancaran panas
yang berlebihan
1) Izinkan bayi mulai menyusu, jika bayi tidak dapat menyusu, berikan perasan ASI
dengan menggunakan metode pemberian makanan alternative
2) Jika terdapat tanda-tanda dehidrasi (mata atau fontanel cekung, kehilangan
elastisitas kulit, atau lidah atau membran mukosa kering)
a) Pasang slang IV dan berikan cairan IV dengan volume rumatan sesuai dengan usia
bayi
b) Tingkatkan volume cairan sebanyak 10% berat badan bayi pada hari pertama
dehidrasi terlihat
e. Ukur glukosa darah, jika glukosa darah kurang dari 45 mg/dl (2,6 mmol/l), atasi
glukosa darah yang rendah.
H. Tetanus Neonaturum
Kata tetanus berasal dari bahasa Yunani tetanus yang berarti kencang atau
tegang.Tetanus merupakan suatu infeksi akut yang ditandai kondisi spastik paralisis
yang disebabkanoleh neurotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani. Tetanus
berdasarkan gejalaklinisnya dapat dibagi menjadi 3 bentuk, yaitu tetanus generalisasi
(umum), tetanus local dantetanus sefalik. Bentuk tetanus yang paling sering terjadi
adalah tetanus generalisasi dan jugamerupakan bentuk tetanus yang paling berbahaya
Neonatal (berasal dari neos yang berarti baru dan natus yang berarti lahir)merupakan
suatu istilah kedokteran yang digunakan untuk menggambarkan masa sejak bayilahir
hingga usia 28 hari kehidupan.Tetanus neonatorum merupakan suatu bentuk tetanus
generalisasi yang terjadi padamasa neonatal.
Tetanus Neonaturum adalah penyakit yang diderita oleh bayi baru lahir
(neonatus). Tetanus neonatorum penyebab kejang yang sering dijumpai pada BBL yang
bukan karena trauma kelahiran atau asfiksia, tetapi disebabkan infeksi selama masa
neonatal, yang antara lain terjadi akibat pemotongan tali pusat atau perawatan tidak
aseptic (Ilmu Kesehatan Anak, 1985)
Tetanus neonatorum adalah penyakit tetanus yang terjadi pada neonatus yang
disebabkan oleh clostridium tetani yaitu kuman yang mengeluarkan toksin (racun) yang
menyerang sistem saraf pusat. (Abdul Bari Saifuddin, 2000)
Tetanus Neonatorum (TN) adalah infeksi akut yang disebabkan oleh kuman
Clostridium Tetani memasuki tubuh bayi baru lahir melalui tali pusat yang kurang
terawat dan terjadi pada bayi sejak lahir sampai umur 28 hari, kriteria kasus TN berupa
sulit menghisap ASI, disertai kejang rangsangan, dapat terjadi sejak umur 3-28 hari
tanpa pemeriksaan laboratorium. (Sudarjat S, 1995).
Masa inkubasi biasanya 4-21 hari (umumnya 7 hari), tergantung pada tempat
terjadinya luka, bentuk luka, dosis dan toksisitas kuman Tetanus Neonatorum. (Sudarjat
S, 1995).
a) Pemberian imunisasi TT (tetanus toksoid) pada ibu hamil tidak dilakukan, atau tidak
lengkap, atau tidak sesuai dengan ketentuan program.
Kelainan patologik biasanya terdapat pada otak pada sumsum tulang belakang,
dan terutama pada nukleus motorik. Kematian disebabkan oleh asfiksia akibat spasmus
laring pada kejang yang lama. Selain itu kematian dapat disebabkan oleh pengaruh
langsung pada pusat pernafasan dan peredaran darah. Sebab kematian yang lain ialah
pneumonia aspirasi dan sepsis. Kedua sebab yang terakhir ini mungkin sekali merupakan
sebab utama kematian tetanus neonatorum di Indonesia.
Masa tunas biasanya 5-14 hari, kadang-kadang sampai beberapa minggu jika
infeksinya ringan. Penyakit ini biasanya terjadi mendadak dengan ketegangan otot yang
makin bertambah terutama pada rahang dan leher. Dalam 48 jam penyakit menjadi
nyata dengan adanya trismus (Ilmu Kesehatan Anak, 1985).
Pada tetanus neonatorum perjalanan penyakit ini lebih cepat dan berat.
Anamnesis sangat spesifik yaitu :
a. Bayi tiba-tiba panas dan tidak mau minum (karena tidak dapat menghisap).
f. Dahi berkerut, alis mata terangkat, sudut mulut tertarik kebawah, muka thisus
sardonikus
a. Melaui pertolongan persalinan tiga bersih, yaitu bersih tangan, bersih alas, dan bersih
alat .
1) Bersih tangan
Sebelum menolong persalinan, tangan poenolong disikat dan dicuci dengan sabun
sampai bersih. Kotoran di bawah kuku dibersihkan dengan sabun. Cuci tangan dilakukan
selama 15 – 30 “ . Mencuci tangan secara benar dan menggunakan sarung tangan
pelindung merupakan kunci untuk menjaga lingkungan bebas dari infeksi.
2) Bersih alas
Tempat atau alas yang dipakai untuk persaliunan harus bersih, karena clostrodium
tetani bisa menular dari saluran genetal ibu pada waktu kelahiran..
3) Bersih alat
Pemotongan tali pusat harus menggunakan alat yang steril. Metode sterilisasi ada 2,
yang pertama dengan pemanasan kering : 1700 C selama 60 ‘ dan yang kedua
menggunakan otoklaf : 106 kPa, 1210 C selama 30 ‘ jika dibungkus, dan 20 ‘ jika alat
tidak dibungkus.
Untuk perawatan tali pusat baik sebelum maupun setelah lepas, cara yang
murah dan baik yaitu mernggunakan alkohol 70 % dan kasa steril. Kasa steril yang telah
dibasahi dengan alkohol dibungkuskan pada tali pusat terutama pada pangkalnya. Kasa
dibasahi lagi dengan alkohol jika sudah kering. Jika tali pusat telah lepas, kompres
alkohol ditruskan lagi sampai luka bekas tali pusat kering betul (selama 3 – 5 hari).
Jangan membubuhkan bubuk dermatol atau bedak kepada bekas tali pusat karena akan
terjadi infeksi.
Kekebalan terhadap tetanus hanya dapat diperoleh melalui imunisasi TT. Ibu
hamil yang mendapatkan imunisasi TT dalam tubuhnya akan membentuk antibodi
tetanus. Seperti difteri, antibodi tetanus termasuk dalam golongan Ig G yang mudah
melewati sawar plasenta, masuk dan menyebar melalui aliran darah janin ke seluruh
tubuh janin, yang akan mencegah terjadinya tetanis neonatorum.
TT adalah antigen yang sangat aman dan juga aman untuk ibu hamil tidak ada
bahaya bagi janin apabila ibu hamil mendapatkan imunisasi TT . Pada ibu hamil yang
mendapatkan imunisasi TT tidak didapatkan perbedaan resiko cacat bawaan ataupun
abortus dengan mereka yang tidak mendapatkan imunisasi .
1. Mengatasi kejang
Kejang dapat diatasi dengan mengurangi rangsangan atau pemberian obat anti
kejang. Obat yang dapat dipakai adalah kombinasi fenobarbital dan largaktil.
Fenobarbital dapat diberikas mula-mula 30 – 60 mg parenteral kemudian dilanjutkan
per os dengan dosis maksimum 10 mg per hari. Largaktil dapat diberikan bersama
luminal, mula-mula 7,5 mg parenteral, kemudian diteruskan dengan dosis 6 x 2,5 mg
setiap hari. Kombinasi yang lain adalah luminal dan diazepam dengan dosis 0,5 mg/kg
BB. Obat anti kejang yang lain adalah kloralhidrat yang diberikan lewat rektum.
2. Pemberian antitoksin
Untuk mengikat toksin yang masih bebas dapat diberi A.T.S (antitetanus serum)
dengan dosis 10.000 satuan setiap hari serlama 2 hari .
3. Pemberian antibiotika
Untuk mengatasi inferksi dapat digunakan penisilin 200.000 satuan setiap hari dan
diteruskan sampai 3 hari panas turun.
5. Memperhatikan jalan nafas, diuresis, dan tanda vital. Lendir sering dihisap.
a. Baringkan bayi dalam sikap kepala ekstensi dengan memberikan ganjal dibawah
bahunya.
b. Berikan O2 secara rumat karena bayi selalu sianosis (1 – 2 L/menit jika sedang terjadi
kejang, karena sianosis bertambah berat O2 berikan lebih tinggi dapat sampai 4 L/menit,
jika kejang telah berhenti turunkan lagi).
c. Pada saat kejang, pasangkan sudut lidah untuk mencegah lidah jatuh ke belakang dan
memudahkan penghisapan lendirnya.
d. Sering hisap lendir, yakni pada saat kejang, jika akan melakukan nafas buatan pada
saat apnea dan sewaktu-waktu terlihat pada mulut bayi.
Letakkan bayi di atas tempat tidurnya/telapak tangan kiri penolong, tekan-tekan bagian
iktus jantung di tengah-tengah tulang dada dengan dua jari tangan kanan dengan
frekuensi 50 – 6 x/menit.
Bila belum berhasil cabutlah sudut lidahnya, lakukan pernafasan dengan menutup mulut
dan hidung bergantian secara ritmik dengan kecepatan 50 – 60 x/menit, bila perlu
diselingi tiupan.
6. Kebutuhan nutrisi/cairan
Akibat bayi tidak dapat menetek dan keadaan payah, untuk memenuhi kebutuhan
makananya perlu diberikan infus dengan cairan glukosa 10 %. Tetapi karena juga sering
sianosis maka cairan ditambahkan bikarbonas natrikus 1,5 % dengan perbadingan 4 : 1.
Bila keadaan membaik, kejang sudah berkurang pemberian makanan dapat diberikan
melalui sonde dan selanjutnya sejalan dengan perbaikan bayi dapat diubah memakai
dot secara bertahap.
Kedua orang tua pasien yang bayinya menderita tetanus peru diberi penjelasan
bahwa bayinya menderita sakit berat, maka memerlukan tindakan dan pengobatan
khusus, kerberhasilan pengobatan ini tergantung dari daya tahan tubuh si bayi dan ada
tidaknya obat yang diperlukan hal ini mengingat untuk tetanus neonatorum
memerlukan alat/otot yang biasanya di RS tidak selalu tersedia dan harganya cukup
mahal (misalnya mikrodruip). Selain itu yang perlu dijelaskan ialah jika ibu kelak hamil
lagi agar meminta suntikan pencegahan tetanus di puskesmas, atau bidan, dan minta
pertolongan persalinan pada dokter, bidan atau dukun terlatih yang telah ikut
penataran Depkes. Kemudian perlu diberitahukan pula cara pearawatan tali pusat yang
baik.
I. Hipoglikemia
1. Pengertian Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah suatu keadaan dimana kadar gula darah (glukosa) secara abnormal
rendah Istilah hepoglikemia digunakan bila kadar gula darah bayi secara bermakna
dibawah kadar rata-rata. Dikatakan hepoglikemia bila kadar glukosa darah kurang dari
30 mg/dl pada semua neonatus tanpa menilai masa gestasi atau ada tidaknya gejala
hepoglikemia. Umumnya hepoglikemia terjadi pada neonatus umur 1 – 2 jam. Hal ini
disebabkan oleh karena bayi tidak mendapatkan lagi glukosa dari ibu, sedangkan insulin
plasma masih tinggi dengan kadar glukosa darah yang menurun.
Hipoglikemia neonatorum adalah masalah pada bayi dengan kadarglukosa darah kurang
dari 40 -45mg/dl (Sudarti & Khoerunnisa,Endang : 2010)
Keadaan dimana bila kadar gula darah bayi di bawah kadar rata-rata bayi seusia & berat
badan aterm (2500 gr atau lebih)< 30mg/dl dlm 72 jam pertama, &< 40mg/dl pada hari
berikutnya.
Nilai kadar glukose darah/plasma atau serum untuk diagnosis Hipoglikemia pada
berbagai kelompok umur anak :
Hipoglikemia pada neonates :
a. Untuk setiap neonatus manapun, kadar glukosa <40-45mg/dL dianggap tidak normal
b. Menurut WHO hipoglikemi adalah bila kadar glukosa/gula darah <47 mg/dL
d. Diagnosis dini dan pengobatan yang tepat dapat mencegah konsekuensi yang serius
2. Frekuensi Hipoglikemia
Di Indonesia masih belum ada data, secara umum insidens hipoglikemia pada bayi baru
lahir berkisar antara 1-5 per 1000 kelahiran hidup. Pada bayi yang lahir dari ibu diabetes 8%-
25%, pada bayi preterm 15% ,secara umum pada bayi risiko tinggi 30% terjadi hipoglikemia.
3. Etiologi Hipoglikemia
Hipoglikemia biasanya terjadi jika seorang bayi pada saat dilahirkan memiliki
cadangan glukosa yang rendah (yang disimpan dalam bentuk glikogen).Penyebab lainnya adalah:
1. Prematuritas
2. Post-maturitas
Hipoglikemia juga bisa terjadi pada bayi yang memiliki kadar insulin tinggi.Bayi yang
ibunya menderita diabetes seringkali memiliki kadar insulin yang tinggi karena ibunya memiliki
kadar gula darah yang tinggi; sejumlah besar gula darah ini melewati plasenta dan sampai ke
janin selama masa kehamilan. Akibatnya, janin menghasilkan sejumlah besar
insulin.Peningkatan kadar insulin juga ditemukan pada bayi yang menderita penyakit hemolitik
berat.
Kadar insulin yang tinggi menyebabkan kadar gula darah menurun dengan cepat pada
jam-jam pertama kehidupan bayi setelah dilahirkan, dimana aliran gula dari plasenta secara tiba-
tiba terhenti.
Hipoglikemia pada neonates biasa disebabkan oleh penyebab-penyebab di atas, namun bila
hipoglikemia neonates tadi berulang/menetap, dapat dipikirkan penyebab sebagai berikut :
1) Hormon Excess-hyperinsulinsm
b. “infant giants”
c. Kelainan patologik sel beta
2) Defisiensi hormonal aplasia atau hypoplasia kelenjar hipofise dengan defisiensi hormone
multipel
Factor resiko :
1. Hipoglikemi sering terjadi pada berat lahir rendah (BBLR), karena cadangan glukosa rendah.
2. Bayi yang besar untuk masa kehamilan (BMK), makrosomia. Bayi BMK biasanya lahir dari
ibu dengan toleransi glukosa yang abnormal.
4. BBLR yang KMK/bayi kembar dapat terjadi penurunan cadangan glikogen hati dan lemak
tubuh.
5. Bayi sakit berat karena meningkatnya kebutuhan metabolism yang melebihi cadangan kalori
10. Obat-obat maternal misalnya steroid, beta simpatomimetik dan beta blocker.
11. Pada ibu diabetes mellitus (DM) terjadi transfer glukosa yang berlebihan pada janin sehingga
respons insulin juga meningkat pada janin.
Hipoglikemia walaupun jarang pada anak, tapi sering pada bayi. Dan merupakan problem bagi
dokter anak maupun tenaga kesehatan yang lain karena :
Pertama, gejalanya samar-samar dan tidak spesifik, maka untuk membuat diagnosis tergantung
pada indeks kepekaan yang tinggi.
Gejala hipoglikemia dapat diklasifikasikan dalam 2 kelompok besar, yaitu : berasal dari system
syaraf autonomy dan berhubungan dengan kurangnya suplay glukosa pada otak
(neuroglikopenia). Gejala akibat dari system syaraf autonomy adalam berkeringat,gemetar,
gelisah dan nausea. Akibat neuroglikopenia adalah pening, bingung, rasa lelah, sulit bicara, sakit
kepala dan tidak dapat konsentrasi.Kadang disertai rasa lapar, pandangan kabur, mengantuk dan
lemah.Pada neonates tidak spesifik, antara lain tremor, peka rangsang, apnea dan sianosis,
hipotonia, iritabel, sulit minum, kejang, koma, tangisan nada tinggi, nafas cepat dan
pucat.Namun hal ini juga dapat terjadi pada bayi yang tidak hipoglikemia, missal kelainan
bawaan pada susunan syaraf pusat, cedera lahir, mikrosefali, perdarahan dan kernicterus.
Demikian juga dapat terjadi akibat hipoglikemia yang berhubungan dengan sepsis, penyakit
jantung, distress respirasi, asfiksia, anomaly kongenital multiple atau defisiensi endokrin.
Kadang hipoglikemia juga asimptomatik, misalnya pada “glycogen storage disease type I”.
1) Neonatus
Hipoglikemia simtomatik pada neonates cenderung terjadi selama 6-12 jam kehidupan.
Sering menyertai penyakit-penyakit seperti : distress perinatal, terlambat pemberian ASI dan
bayi dari ibu DM. Tidak ada perbedaan dalam hal jenis kelamin. Juga termasuk dalam golongan
ini ialah bayi dari ibu DM insulin (IDM) dan ibu menderita DM kehamilan (IGDM). Meskipun
banyak 50% dari IDM dan 25% IGDM mempunyai kadar glucose <30 mg/dl selama 2-6 jam
kehidupan, kebanyakan tidak memperlihatkan akibat/ tanda-tanda dari hipoglikemianya.
Umumnya sembuh spontan, tetapi sebagian kecil (10%-20%) kadar gula tetap rendah. Beberapa
di antaranya menunjukkan respons yang baik terhadap suntikan glucagon 300 mikrogram atau
0,3 mg/kgBB IM, tidak lebih 1 mg totalnya.
2) Bayi/Anak
Gejala-gejala dapat berupa : sakit kepala, nausea, cemas, lapar, gerakan motoric tidak
terkoordinasi, pucat, penglihatan berkunang-kunang, ketidakpedulian, cengeng, ataksia,
strabismus, kejang, malas/lemah, tidak ada perhatian dan gangguan tingkah laku.
Hipoglikemia bisa disertai atau tidak dengan banyak keringat dan takikardi.Serangan
ulang gejala-gejala tadi dapat terjadi pada waktu-waktu tertentu setiap hari, sehingga kita harus
waspada terhadap kemungkinan hipoglikemia.Pemeriksaan glucose darah pada saat timbulnya
gejala sangat penting.
Kasus bisa menunjukan gejala ataupun tidak. Kecurigaan tinggi harus selalu diterapkan
dan selalu antisipasi hipoglikemia pada neonatus dengan faktor risiko, gejala yang seringkali
muncul :
a. Tremor
b. Sianosis
c. Apatis
d. Kejang
e. Apnea intermitten
f. Tangisan lemah/melengking
g. Letargi
h. Kesulitan minum
j. Keringat dingin
k. Pucat
l. Hipotermi
n. Muntah
5. Patofisilogi Hipoglikemia
1. Timbul bila kadar glukosa serum lebih rendah daripada kisaran bayi normal sesuai usia pasca
lahir
2. Bayi atterm BB 2500 gr : gula darah <30 mg/dl : 72 jam, selanjutnya 40mg/dl
Setiap stress yang terjadi mengurangi cadangan glukosa yang ada karena meningkatkan
penggunaan cadangan glukosa, misalnya pada asfiksia, hipotermi, gangguan
pernafasan.Misalnya ibu hamil dengan hipertensi. Setelah kelahiran, bayi mempunyai kecepatan
metabolisme yang tinggi dan memerlukan energi yang lebih besar dibandingkan bayi lain.
Pada asfiksia, akan terjadi metabolisme anaerob yang banyak sekali memakai persediaan
glukosa. Pada metabolisme anaerob, 1 gram glukosa hanya menghasilkan 2 ATP, sedang pada
keadaan normal 1 gram glukosa bisa menghasilkan 38 ATP.
6. Diagnosis Hipoglikemia
Untuk mencegah abnormalitas perkembangan syaraf, identifikasi dan pengobatan tepat waktu
untuk hipoglikemia adalah sangat penting.Pemantauan glukosa di tempat tidur adalah tindakan
tepat untuk penapisan dan deteksi awal.Hipoglikemia harus dikonfirmasi oleh nilai serum dari
laboratorium jika memungkinkan, dan juga dengan anamnesis, antara lain :
- Bayi puasa
- Obat-obat yang dikonsumsi ibu, misalnya sterorid, beta-simpatomimetik dan beta blocker
Untuk menetapkan diagnosis hipoglikemia secara benar harus dipenuhi trias whipple’s yaitu :
a. Manifestasi klinis yang khas
b. Kejadian ini harus bersamaan dengan rendahnya kadar glukosa plasma yang diukur secara
akurat dengan metode yang peka dan tepat
c. Gejala klinis menghilang dalam beberapa menit sampai beberapa jam setelah normoglikemia.
Bila ketiganya dipenuhi maka diagnosis klinis hipoglikemia dapat ditetapkan. Berdasar pada
klinis, hasil pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang yang lain untuk menetapkan
etiologi.
1) Pemeriksaan laboratorium :
· Diperiksa dengan dextrostix pada saat persalinan dan pada usia ½, 1, 2, 4, 8, 12, 24, 36, dan
48 jam
· Pengukuran <45 mg/dL dengan dextrostix harus diverifikasi oleh pengukuran serum glukosa
· Jika kadar serum kalsium rendah, kadar serum magnesium harus diukur
c. Hematokrit
e. Tes lain
· Hitungan sel darah lengkap (CBC), kultur dan pewarnaan gram dilakukan sesuai indikasi
klinis
2. Pemeriksaan radiologi
Tidak diperlukan kecuali ada bukti masalah jantung, pernafasan atau kerangka
c. Kemudian setiap 2-4 jam selama 48 jam atau sampai pemberian minum berjalan baik dan
kadar glukosa normal tercapai
2) Pencegahan hipoglikemia
c. Jika bayi tidak mungkin menyusui, mulailah pemberian minum dengan menggunakan sonde
dalam waktu 1-3 jam setelah lahir
d. Neonatus yang berisiko tinggi harus dipantau nilai glukosanya sampai asupannya penuh dan
3x pengukuran normal sebelum pemberian minum berada diatas 45 mg/dL
e. Jika ini gagal, terapi intravena dengan glukosa 10% harus dimulai dan kadar glukosa dipantau
3) Perawatan hipoglikemia
a. Koreksi segera dengan bolus 200 mg/kg dengan dekstrosa 10% = 2 cc/kg dan diberikan
melalui intravena selama 5 menit dan diulang sesuai keperluan
b. Infus tak terputus (continual) glukosa 10% dengan kecepatan 6-8 mg/kg/menit harus dimulai
d. Pemantauan glukosa ditempat tidur (bed sid) secara sering diperlukan untuk memastikan
bahwa neonatus mendapatkan glukosa yang memadai
e. Ketika pemberian makan telah dapat ditoleransi dan nilai pemantauan glukosa di tempat tidur
(bed side) sudah normal maka infus dapat diturunkan secara bertahap. Tindakan ini mungkin
memerlukan waktu 24-48 jam atau lebih untuk menghindari kambuhnya hipoglikemia
5) Hipoglikemia refraktori
Kebutuhan glukosa >12 mg/kg/menit menunjukan adanya hiperinsulinisme. Keadaan ini
dapat diperbaiki dengan :
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bayi berat badan lahir rendah adalah bayi dengan berat badan kurang dari 2500 gram
pada waktu lahir atau lebih rendah (WHO, 1961). BBLR dibedakan menjadi Prematuritas murni
dan Retardasi.
Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernapas secara spontan dan teratur pada saat
lahir atau beberapa saat setelah lahir yang ditandai dengan keadaan PaO2 di dalam darah rendah
(hipoksemia), hiperkarbia (Pa CO2 meningkat) dan asidosis. Penyebab asfiksia dapat berasal dari
faktor ibu, janin dan plasenta. Adanya hipoksia dan iskemia jaringan menyebabkan perubahan
fungsional dan biokimia pada janin. Faktor ini yang berperan pada kejadian asfiksia
Sindrom gawat nafas neonatus merupakan kumpulan gejala yang terdiri dari dispnea atau
hiperapnea dengan frekuensi pernafasan lebih dari 60 kali per menit, sianosis, merintih, waktu
ekspirasi dan retraksi di daerah epigastrium, interkostal pada saat inspirasi.
Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan mukosa karena
adanya deposisi produk akhir katabolisme hem yaitu bilirubin. Secara klinis, ikterus pada
neonatus akan tampak bila konsentrasi bilirubin serum lebih 5 mg/dL. Hiperbilirubinemia adalah
keadaan kadar bilirubin dalam darah >13 mg/dL.
Perdarahan yang terjadi pada tali pusat bisa timbul sebagai akibat dari trauma pengikatan
tali pusat yang kurang baik atau kegagalan proses pembentukkan trombus normal. Selain itu
perdarahan pada tali pusat juga bisa sebagi petunjuk adanya penyakit pada bayi.
Hipoglikemia adalah suatu keadaan dimana kadar gula darah (glukosa) secara abnormal
rendah Istilah hepoglikemia digunakan bila kadar gula darah bayi secara bermakna dibawah
kadar rata-rata. Dikatakan hepoglikemia bila kadar glukosa darah kurang dari 30 mg/dl pada
semua neonatus tanpa menilai masa gestasi atau ada tidaknya gejala hepoglikemia. Umumnya
hepoglikemia terjadi pada neonatus umur 1 – 2 jam. Hal ini disebabkan oleh karena bayi tidak
mendapatkan lagi glukosa dari ibu, sedangkan insulin plasma masih tinggi dengan kadar glukosa
darah yang menurun.
B. Saran
Resum kondisi bayi pasca persalinan harus dilakukan dengan baik. Ketidak akuratan
dalam proses pengkajian dapat menyebabkan tidak diketahuinya kelainan dan resiko kelainan
pada bayi.
DAFTAR PUSTAKA
Fauziah, Afroh dan Sudarti.2012. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, dan
Anak.Yogyakarta: Nuha Medika
Hanifa Gulardi, dkk. 2007. Buku Panduan Praktisi Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Jakarta: Yayasan Bina Puataka Sarwono Prawirohardjo
Rukiyah dan Lia Yulianti. 2010. Asuhan Neonatus, Bayi dan Anak Balita. Jakarta: Trans Info
Media
Sarwono Prawiroharjo. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono. 2008. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Jakarta:Yayasan Bina.
Staf Pengajar FKUI. 2007. Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Infomedika