Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH KEGAWATDARURATAN MATERNAL DAN

NEONATAL DAN BASIC LIFE SUPPORT

“Kasus Komplikasi Yang Terjadi Pada Bayi Baru Lahir”


Disusun Guna Memenuhi Tugas Konsep Dasar Penelitian

Dosen Pengampu :

Sudiyati, SST., M.Kes

Disusun Oleh:

Kelompok 7 Kelas 2B Kebidanan

Laila Rahmawati P17124022053

Nabiilah Putri Widyana P17124022055

Nadifa Widianingtyastuti P17124022056

Nadira Dwi Hapsari P17124022057

Najia Yulistyani P17124022058

PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN


POLTEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAKARTA 1

2024/2025
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah
melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah
Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal dan Basic Life Support mengenai “Kasus
Komplikasi Yang Terjadi Pada Bayi Baru Lahir” dapat selesai pada waktunya.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Kegawatdaruratan


Maternal dan Neonatal dan Basic Life Support dan bertujuan agar pembaca dapat
mengetahui “Kasus Komplikasi Yang Terjadi Pada Bayi Baru Lahir”. Pada
kesempatan ini juga, penulis menyampaikan ucapakan terima kasih yang ditujukan
kepada:

1. Tuhan yang selalu menjadi penuntun dan yang menyertai kami dalam
menyelesaikan penyusunan makalah ini.
2. Kedua orang tua yang selalu mendukung dan mendoakan kami.
3. Ibu Nurhayati, SST, M.Kes selaku dosen penanggung jawab mata kuliah
Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal dan Basic Life Support di Jurusan
Kebidanan Politeknik Kesehatan Kemenkes Jakarta 1.
4. Ibu Sudiyati, SST, M.Kes selaku dosen pengampu mata kuliah
Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal dan Basic Life Support di Jurusan
Kebidanan Politeknik Kesehatan Kemenkes Jakarta 1.

Materi yang kami sampaikan dalam makalah ini tentunya masih jauh dari
kesempurnaan, karena kami juga masih dalam tahap pembelajaran. Oleh karena itu
arahan, koreksi, dan saran yang membangun sangat kami harapkan. Semoga
makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca.

Jakarta, 18 Januari 2024

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii


DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 2
1.3 Tujuan Makalah ........................................................................................ 2
1.4 Manfaat Makalah ...................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 4
2.1 Penatalaksanaan BBL Risiko Tinggi ........................................................ 4
2.1.1 BBLR ..................................................................................................... 4
2.1.2 Hipotermi .............................................................................................. 6
2.1.3 Hipoglikemia ........................................................................................ 9
2.1.4 Asfiksia Neonatorum ......................................................................... 11
2.1.5 Syndroma Gangguan Napas Pada BBL .......................................... 14
2.1.6 Kejang Pada BBL............................................................................... 16
2.1.7 Infeksi Neonatal ................................................................................. 18
2.1.8 Tetanus Neonatrum ............................................................................ 20
2.1.9 Pendarahan Tali Pusat ........................................................................ 21
BAB III PENUTUP .............................................................................................. 24
3.1 Kesimpulan ............................................................................................. 24
3.2 Saran ....................................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 26
LEMBAR PERSETUJUAN.................................................................................. 27

iii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bayi baru lahir atau neonatus meliputi umur 0 - 28 hari. Kehidupan pada
masa neonatus ini sangat rawan oleh karena memerlukan penyesuaian
fisiologik agar bayi di luar kandungan dapat hidup sebaik-baiknya. Hal ini
dapat dilihat dari tingginya angka kesakitan dan angka kematian neonatus.
Diperkirakan 2/3 kematian bayi di bawah umur satu tahun terjadi pada masa
neonatus. Peralihan dari kehidupan intrauterin ke ekstrauterin memerlukan
berbagai perubahan biokimia dan faali. Dengan terpisahnya bayi dari ibu, maka
terjadilah awal proses fisiologik.
Setiap tahun diperkirakan 4 juta bayi meninggal di dunia pada bulan
pertama kehidupan dan dua pertiganya meninggal pada minggu pertama.
Penyebab utama kematian pada minggu pertama kehidupan adalah komplikasi
kehamilan dan persalinan seperti BBLR, hipotermi, hipoglikemia, asfiksia
neonatorium, hipotermia, syndrome gangguan nafas pada BBL, kejang pada
BBL, infeksi neonatal, tetanus neonatrum, perdarahan tali pusat. Kurang lebih
98% kematian ini terjadi di negara berkembang dan sebagian besar kematian
ini dapat dicegah dengan pencegahan dini dan pengobatan yang tepat.
Peran bidan sangat diperlukan untuk mencengah terjadinya risiko kematian
pada bayi. Seorang bidan itu harus memiliki pengetahuan yang luas, sikap dan
keterampilan dalam melakukan asuhan untuk mencegah terjadinya hal yang
tidak diinginkan. Pentingnya pengetahuan dari seorang bidan tersebut dalam
pemberi asuhan kebidanan pada bayi baru lahir melatarbelakangi penulis dalam
pembuatan makalah ini.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud BBLR dan bagaimana penatalaksanaanya ?
2. Apa yang dimaksud Hipotermi dan bagaimana penatalaksanaanya ?
3. Apa yang dimaksud Hipoglikemia dan bagaimana penatalaksanaanya ?
4. Apa yang dimaksud Asfiksia Neonatrum dan bagaimana
penatalaksanaanya ?
5. Apa yang dimaksud Syndrom Gangguan Nafas pada BBL dan bagaimana
penatalaksanaanya ?
6. Apa yang dimaksud Kejang pada BBL dan bagaimana penatalaksanaanya ?
7. Apa yang dimaksud Infeksi Neonatal dan bagaimana penatalaksanaanya ?
8. Apa yang dimaksud Tetanus Neonatorum dan bagaimana
penatalaksanaanya ?
9. Apa yang dimaksud Pendarahan Tali Pusat dan bagaimana
penatalaksanaanya ?

1.3 Tujuan Makalah


1. Mahasiswa mampu mengidentifikasi masalah BBLR dan
penatalaksanaanya pada BBL
2. Mahasiswa mampu mengidentifikasi masalah Hipotermi dan
penatalaksanaanya pada BBL
3. Mahasiswa mampu mengidentifikasi masalah Hipoglikemia dan
penatalaksanaanya pada BBL
4. Mahasiswa mampu mengidentifikasi masalah Asfiksia Neonatrum dan
penatalaksanaanya pada BBL
5. Mahasiswa mampu mengidentifikasi masalah Syndrom Gangguan Nafas
dan penatalaksanaanya pada BBL
6. Mahasiswa mampu mengidentifikasi masalah Kejang pada BBL dan
penatalaksanaanya pada BBL
7. Mahasiswa mampu mengidentifikasi masalah Infeksi Neonatal dan
penatalaksanaanya pada BBL

2
8. Mahasiswa mampu mengidentifikasi masalah Tetanus Neonatorum dan
penatalaksanaanya pada BBL
9. Mahasiswa mampu mengidentifikasi masalah Pendarahan Tali Pusat dan
penatalaksanaanya pada BBL

1.4 Manfaat Makalah


Manfaat dari makalah ini adalah untuk memberikan pengetahuan serta
wawasan tentang kasus kasus yang terjadi pada bayi baru lahir dan mengetahui
penatalaksanaan bayi baru lahir dengan risiko tinggi, untuk di terapkan dalam
kehidupan sehari hari.

3
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Penatalaksanaan Bayi Baru Lahir Resiko Tinggi
2.1.1 BBLR
A. Definisi
Bayi berat lahir rendah (BBLR) ialah bayi baru lahir yang berat
badannya saat lahir kurang dari 2500 gram (sampai dengan 2499 gram).
Berkaitan dengan penanganan dan harapan hidupnya, bayi berat lahir
rendah dibedakan dalam:
1. Bayi berat lahir rendah (BBLR), berat lahir 1500-2500 gram.
2. Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR), berat lahir < 1500 gram.
3. Bayi berat lahir ekstrim rendah (BBLER), berat lahir < 1000 gram.
Bayi berat lahir rendah mungkin prematur (kurang bulan), mungkin juga
cukup bulan (dismatur).

B. Penyebab
Faktor ibu
1. Kurang gizi saat hamil
2. Usia < 20 th/> 35 th
3. Penyakit menahun ibu (hipertensi, jantung, gangguan pembuluh darah)
Faktor Kehamilan
1. Hamil dengan hidramnion
2. Hamil ganda
3. Perdarahan antepartum
4. Komplikasi hamil: PE/E, KPD
Faktor Janin
1. Cacat bawaan
2. Infeksi dalam rahim

C. Penatalaksanaan
Adapun penatalaksanaan BBLR meliputi:
1. Mempertahankan Suhu Tubuh
Melakukan pencegahan hipotermi diperlukan lingkungan yang cukup
hangat, menghangatkan bayi dengan metode kangguru, dan melakukan
perawatan di dalam inkubator tergantung kondisi dan situasi dimana
bayi berada.

4
2. Mencegah Infeksi
Dalam penanganan BBLR harus memperhatikan prinsip-prinsip
pencegahan infeksi karena sangat rentan. Bayi BBLR juga memiliki
imunitas yang sangat kurang. Hal sekecil apapun harus perlu
diperhatikan untuk pencegahan bayi BBLR. Salah satu cara pencegahan
infeksi, yaitu dengan mencuci tangan sebelum memegang bayi.
3. Pengaturan Makanan/Nutrisi dan ASI
Refleks menelan pada BBLR belum sempurna dan lemahnya refleks
otot juga terdapat pada bayi BBLR. Oleh karena itu, pemberian nutrisi
harus dilakukan dengan hati-hati.
Kebutuhan cairan untuk bayi baru lahir 120-150 ml/kg/hari atau 100-
120 cal/kg/hari. Pemberian dilakukan secara bertahap sesuai
kemampuan bayi untuk sesegera mungkin mencukupi kebutuhan
cairan/kalori.
4. Penimbangan ketat.
Perubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi/nutrisi bayi dan erat
kaitannya dengan daya tahan tubuh, oleh sebab itu penimbangan berat
badan harus dilakukan dengan ketat.
5. Hidrasi
Pada bayi BBLR tidak menutup kemungkinan untuk terjadinya
kekurangan cairan dan elektrolit. Maka, perlu dilakukan tindakan
hidrasi untuk menambah asupan cairan serta elektrolit yang tidak cukup
untuk kebutuhan tubuh.
6. Pemberian Oksigen
Pemberian oksigen dapat dilakukan apabila diperlukan pada bayi
BBLR. Pemberian oksigen ini dilakukan untuk mengurangi bahaya
hipoksia dan sirkulasi.
7. Penghematan Energi
Salah satu tujuan utama perawatan bayi resiko tinggi adalah menghemat
energi, oleh karena itu BBLR ditangani seminimal mungkin. Bayi yang
dirawat di dalam inkubator tidak membutuhkan pakaian, tetapi hanya
membutuhkan popok atau alas. Dengan demikian kegiatan melepas dan
memakaikan pakaian tidak perlu dilakukan. (Manuscrip).
8. Stimulasi sensori
Bayi baru lahir memiliki kebutuhan stimulasi sensori yang khusus.
Rangsangan suara dan sentuhan juga dapat diberikan selama PMK
karena selama pelaksanaan PMK (Perawatan Metode kanguru) ibu
dianjurkan untuk mengusap dengan lembut punggung bayi dan
mengajak bayi berbicara atau dengan memperdengarkan suara musik
untuk memberikan stimulasi sensori motorik, pendengaran, dan
mencegah periodik apnea.

5
9. Support keluarga
Kelahiran bayi preterm merupakan kejadian yang tidak diharapkan dan
membuat stress bila keluarga tidak siap secara emosi. Orang tua
biasanya memiliki kecemasan terhadap kondisi bayinya, apalagi
perawatan bayi di unit perawatan khusus mengharuskan bayi dirawat
terpisah dari ibunya. Selain cemas, orang tua mungkin juga merasa
bersalah terhadap kondisi bayinya, takut, depresi, dan bahkan marah.
Perasaan tersebut wajar, tetapi memerlukan dukungan dari perawat.

D. Pencehagan
Upaya-upaya pencegahan merupakan hal yang sangat penting dalam
menurunkan insiden atau kejadian berat badan lahir rendah di masyarakat.
Upaya-upaya ini dapat dilakukan dengan sebagai berikut:
1. Meningkatkan pemeriksaan kehamilan secara berkala minimal empat
kali selama periode kehamilan yakni 1 kali pada trimester I, 1 kali pada
trimester kedua, dan 2 kali pada trimester ke-III.
2. Pada ibu hamil dianjurkan mengkonsumsi diet seimbang serat dan
rendah lemak, kalori cukup, vitamin, dan mineral termasuk 400
mikrogram vitamin B asam folat setiap hari. Pengontrolan berat badan
selama kehamilan dari pertambahan berat badan awal di kisaran 12,5-
15 kg.
3. Hindari rokok atau asap rokok dan jenis polusi lain, minuman
beralkohol, aktivitas fisik yang berlebihan.
4. Penyuluhan kesehatan tentang pertumbuhan dan perkembangan janin
dalam rahim, faktor risiko tinggi dalam kehamilan, dan perawatan diri
selama kehamilan agar mereka dapat menjaga kesehatannya dan janin
yang dikandung dengan baik.
5. Pengontrolan oleh bidan secara berkesinambungan sehingga ibu dapat
merencanakan persalinannya pada kurun umur reproduksi sehat.

2.1.2 Hipotermi
A. Definisi
Suhu normal bayi baru lahir berkisar 36,5°C - 37,5°C (suhu ketiak).
Gejala awal hipotermi apabila suhu < 36°C atau kedua kaki dan tangan
teraba dingin. Bila seluruh tubuh bayi teraba dingin, maka bayi sudah
mengalami hipotermia sedang (suhu 32°C 36°C). Disebut hipotermia kuat
bila suhu tubuh <32°C. Untuk mengukur suhu hipotermia diperlukan
termometer ukuran rendah (low reading thermometer) yang dapat mengukur

6
sampai 25°C. Di samping sebagai suatu gejala, hipotermia dapat merupakan
awal penyakit yang berakhir dengan kematian. Hipotermia menyebabkan
terjadinya penyempitan pembuluh darah, yang mengakibatkan terjadinya
metabolik anaerobik, meningkatkan kebutuhan oksigen, mengakibatkan
hipoksemia dan berlanjut dengan kematian.

B. Penyebab Hipotermi:
1. Radiasi Dari objek ke panas bayi.
Contoh: timbangan bayi dingin tanpa alas.
2. Evaporasi Karena penguapan cairan yang melekat pada kulit.
Contoh: air ketuban pada tubuh bayi baru lahir, tidak cepat dikeringkan.
3. Konduksi Panas tubuh diambil oleh suatu permukaan yang melekat di
tubuh.
Contoh: pakaian bayi yang basah tidak cepat diganti.
4. Konveksi Penguapan dari tubuh ke udara.
Contoh: angin di sekitar tubuh bayi baru lahir.

C. Gejala hipotermia bayi baru lahir :


1. Bayi tidak mau minum/menetek.
2. Bayi tampak lesu atau mengantuk saja.
3. Tubuh bayi teraba dingin.
4. Dalam keadaan berat, denyut jantung bayi menurun dan kulit tubuh bayi
mengeras (sklerema).

D. Tanda-tanda hipotermia sedang (stres dingin) :


1. Suhu tubuh 32°C - 36,4° C
2. Gangguan napas
3. Denyut jantung <100 kali permenit
4. Aktivitas berkurang, letargis.
5. Tangisan lemah.
6. Kulit berwarna tidak rata (cutis marmorata).
7. Kemampuan menghisap lemah
8. Kaki teraba dingin.

E. Tanda-tanda hipotermia berat (cedera dingin) :


1. Sama dengan hipotermi sedang
2. Suhu tubuh <32°C
3. Kulit teraba keras
4. Bibir dan kuku kebiruan.
5. Pernafasan lambat dan dalam.
6. Pernafasan tidak teratur.

7
F. Tanda-tanda stadium lanjut hipotermia :
1. Muka, ujung kaki dan tangan berwarna merah terang.
2. Bagian tubuh lainnya pucat.
3. Kulit mengeras merah dan timbul edema terutama pada punggung, kaki
dan tangan (sklerema).

G. Penanganan hipotermia bayi baru lahir :


1. Tindakan yang harus dilakukan adalah segera menghangatkan bayi di
dalam inkubator atau melalui penyinaran lampu.
2. Cara lain yang sangat sederhana dan mudah dikerjakan oleh setiap orang
adalah menghangatkan bayi melalui panas tubuh ibu. Bayi diletakkan
telungkup di dada ibu agar terjadi kontak kulit langsung ibu dan bayi.
Untuk menjaga agar bayi tetap hangat, tubuh ibu dan bayi harus berada
di dalam satu pakaian, disebut sebagai Metoda Kanguru. Sebaiknya ibu
menggunakan pakaian longgar berkancing depan.
3. Bila tubuh bayi masih dingin, gunakan selimut atau kain hangat yang
disetrika terlebih dahulu, yang digunakan untuk menutupi tubuh bayi
dan ibu. Lakukanlah berulang kali sampai tubuh bayi hangat.
4. Biasanya bayi hipotermia menderita hipoglikemia, sehingga bayi harus
diberi ASI sedikit-sedikit sesering mungkin. Bila bayi tidak menghisap,
diberi infus glukosa 10% sebanyak 60-80 ml/kg per hari.

H. Pencegahan
1. Menutup kepala bayi dengan topi
2. Pakaian yang kering
3. Diselimuti
4. Ruangan hangat (suhu kamar tidak kurang dari 25°C)
5. Bayi selalu dalam keadaan kering
6. Tidak menempatkan bayi di arah hembusan angin dari
jendela/pintu/pendingin ruangan.
7. Sebelum memandikan bayi perlu disiapkan baju, handuk, dan air hangat.
Setelah dimandikan, bayi segera dikeringkan dengan handuk dan
dipakaikan baju.

8
2.1.3 Hipoglikemia
A. Definisi
Hipoglikemia merupakan keadaan kadar glukosa darah yang rendah.
Normalnya kadar glukosa darah pada bayi adalah >45 mg/dL, sedangkan
pada dewasa adalah 200 mg/dL. Hipoglikemia neonatus adalah keadaan
kadar glukosa darah yang rendah setelah lahir.
Kira-kira 20-50% bayi dengan ibu diabetes melitus mengalami
hipoglikemia pada 24 jam pertama setelah lahir, biasanya pada bayi
makrosomia dengan kelainan vaskular, hipoglikemia biasanya terjadi
setelah 6-12 jam setelah lahir, karena hiperinsulinemia dan cadangan
glikogen yang kurang.

B. Penyebab hipoglikemia neonatorum


1. Berkurangnya simpanan glukosa dan menurunnya produksi glukosa
pada bayi prematur
2. Pelepasan insulin yang berlebihan oleh pankreas, asfiksia perinatal
3. Penundaan pemberian asupan/puasa dan mengalami hipotermia
4. Meningkatnya pemakaian glukosa pada bayi pada bayi besar untuk masa
kehamilan.

C. Tanda-tanda hipoglikemia:
Hipoglikemia bisa menunjukan gejala ataupun tidak. Kecurigaan tinggi
harus selalu diterapkan dan selalu antisipasi hipoglikemia pada neonatus
dengan faktor risiko:
1. Tremor
2. Sianosis
3. Apatis
4. Kejang
5. Apnea intermitten
6. Tangisan lemah/melengking
7. Letargi
8. Kesulitan minum
9. Gerakan mata berputar/nistagmus
10. Keringat dingin
11. Pucat
12. Hipotermi
13. Refleks hisap kurang
14. Muntah

9
Saat timbulnya gejala bervariasi dari beberapa hari sampai satu minggu
setelah lahir. Berikut ini merupakan gejala klinis yang dimulai dengan
frekuensi tersering, yaitu gemetar atau tremor, serangan sianosis, apati,
kejang, serangan apnea intermiten atau takipnea, tangis yang melemah atau
melengking, kelumpuhan atau letargi, kesulitan minum dan terdapat
gerakan putar mata. Dapat pula timbul keringat dingin, pucat, hipotermia,
gagal jantung dan henti jantung. Sering berbagai gejala timbul bersama-
sama. Karena gejala klinis tersebut dapat disebabkan oleh bermacam-
macam sebab, maka bila gejala tidak menghilang setelah pemberian glukosa
yang adekuat, perlu dipikirkan penyebab lain.

D. Bayi berisiko hipoglikemia:


1. Bayi dari ibu diabetes (IDM)
2. Bayi besar masa kehamilan (BMK)
3. Bayi kecil masa kehamilan (KMK)
4. Bayi kurang bulan dan lewat waktu
5. Bayi sakit atau stress (RDS, hipotermia)

E. Penatalaksanaan Hipoglikemia
1. Penatalaksanaan untuk hipoglikemia adalah dengan ditandai terlebih
dahulu oleh glukosa darah kurang dari 25 mg/dl maka berikan glukosa
10 % 2 mL/kg secara intravena, bolus pelan dalam 5 menit, jika jalur IV
tidak dapat terpasang dengan cepat, berikan larutan glukosa melalui pipa
lambung dengan dosis yang sama, berikan infus glukosa 10% sesuai
kebutuhan.
2. Glukosa darah 25–45 mg/dl tanpa tanda hipoglikemia, anjurkan ibu
untuk menyusui, pantau tanda hipoglikemia, dan periksa kadar glukosa
darah dalam 3 jam atau sebelum pemberian minum berikutnya. Ketika
glukosa darah tetap rendah dibawah kadar yang dapat diterima dan
pemberian ASI secara langsung tidak berhasil atau tidak mencukupi
untuk meningkatkan kadar glukosa darah maka diperlukan susu
formula.

10
F. Pencegahan Hipoglikemia
Kejadian hipoglikemia dapat dicegah dengan
1. Menghindari faktor resiko yang dapat dicegah, contohnya hipotermia.
2. Pemberian makan interal merupakan tindakan preventif tunggal paling
penting.
3. Jika bayi tidak mungkin menyusu, mulailah pemberian minum, dengan
menggunakan sonde dalam waktu 1-3 jam setelah lahir.
4. Neonatus yang berisiko tinggi harus dipantau nilai glukosanya sampai
asupannya penuh dan 3x pengukuran normal sebelum pemberian minum
berada diatas 45 mg/dL.

2.1.4 Asfiksia Neonatrum


A. Definisi
Asfiksia neonatorum adalah keadaan gawat bayi yang tidak dapat bernafas
spontan dan teratur, sehingga dapat meurunkan oksigen dan makin
meningkatkan karbon dioksida yang menimbulkan akibat buruk dalam
kehidupan lebih lanjut (Manuaba, 2007).
Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernapas yang terjadi secara spontan
dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir. Hal ini disebabkan
oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-
faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir.
Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak
dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi bertujuan
mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-gejala lanjut
yang mungkin timbul (Manuaba, 2007).
Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa asfiksia
adalah bayi baru lahir yang tidak dapat bernapas secara spontan sehingga
dibutuhkan penanganan segera setelah bayi lahir agar tidak menimbulkan akibat
buruk dalam kelangsungan hidupnya (Manuaba, 2007).

B. Penyebab Asfiksia
1. Faktor ibu
Oksigenasi darah ibu yang tidak mencukupi akibat, penyakit
jantung, sianosis, gagal pernafasan, keracunan karbon monoksida, dan
tekanan darah ibu yang rendah akan menyebabkan asfiksia pada janin.
Gangguan aliran darah uterus dapat menyebabkan berkurangnya
pengaliran oksigen ke plasenta dan ke janin. Hal ini sering ditemukan
pada gangguan kontraksi uterus, misalnya hipertoni, hipotoni atau tetani

11
uterus akibat penyakit atau obat, hipotensi mendadak pada ibu karena
perdarahan, hipertensi pada penyakit eklamsia dan lain-lain.
2. Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan
kondisi plasenta. Asfiksia janin dapat terjadi bila terdapat gangguan
mendadak pada plasenta, misalnya: plasenta tipis, plasenta kecil,
plasenta tak menempel, dan perdarahan plasenta (Prawirohardjo, 2005).
3. Faktor fetus
Kompresi umbilikus dapat mengakibatkan terganggunya aliran
darah dalam pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran
gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan
pada keadaan: kompresi tali pusat, dan lain-lain (Prawirohardjo, 2005).
4. Faktor neonatus
Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi oleh
karena pemakaian obat anastesia/analgetik yang berlebihan pada ibu
secara langsung dapat menimbulkan depresi pusat pernapasan janin,
maupun karena trauma yang terjadi pada persalinan, misalnya
perdarahan intra kranial. Kelainan kongenital pada bayi, misalnya
hernia diafragmatika, atresia atau stenosis saluran pernafasan,
hypoplasia paru dan lain-lain (Prawirohardjo, 2005).
5. Faktor persalinan
Partus lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 1-2
jam pada primi, dan lebih dari 1 jam pada multi. Partus lama masih
merupakan suatu masalah di Indonesia karena seperti kita ketahui,
bahwa 80% dari persalinan masih ditolong oleh dukun. Baru sedikit
sekali dari dukun beranak yang telah ditatar sekedar mendapat kursus
dukun (Prawirohardjo, 2005).

C. Gejala klinis
1. Asfiksia berat (nilai APGAR 0-3)
Pada kasus asfiksia berat, bayi akan mengalami asidosis
sehingga memerlukan perbaikan dan resusitasi aktif dengan segera.
Tanda dan gejala yang muncul pada asfiksia berat antara lain: frekuensi
jantung < 40 kali per menit, tidak ada usaha panas, tonus otot lemah
bahkan hampir tidak ada, bayi tidak dapat memberikan reaksi jika
diberikan rangsangan, bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna
kelabu, terjadi kekurangan oksigen yang berlanjut sebelum atau sesudah
persalinan (Yuliana, 2012).

12
2. Asfiksia sedang (nilai APGAR 4-6)
Pada asfiksia sedang, tanda dan gejala yang muncul antara lain:
frekuensi jantung menurun menjadi 60–80 kali per menit, usaha panas
lambat, tonus otot biasanya dalam keadaan baik, bayi masih bisa
bereaksi terhadap rangsangan yang diberikan, bayi tampak sianosis,
tidak terjadi kekurangan oksigen yang bermakna selama proses
persalinan (Yuliana, 2012).
3. Asfiksia ringan (nilai APGAR 7-10)
Pada asfiksia ringan, tanda dan gejala yang sering muncul antara
lain: napas lebih dari 100 kali per menit, warna kulit bayi tampak
kemerah-merahan, gerak/tonus otot baik, bayi menangis kuat (Yuliana,
2012).

D. Penatalaksanaan Afiksia Neonatrum


1. Pengawasan suhu
Bayi baru lahir secara relatif banyak kehilangan panas yang diikuti
oleh penurunan suhu tubuh. Penurunan suhu tubuh ini akan
mempertinggi metabolisme sel jaringan hingga kebutuhan O2
meningkat. Hal ini akan mempersulit keadaan bayi, apalagi bila bayi
mendapat lingkungan yang baik segera setelah lahir. Pemakaian sinar
lampu yang cukup kuat dari luar dapat dianjurkan dan pengeringan
tubuh bayi perlu dikerjakan untuk mengurangi evaporasi.
2. Pembersihan Jalan Nafas
Saluran pernafasan bagian atas harus segera dibersihkan dari lendir
dan cairan amnion. Bila terdapat lendir kental yang melekat di trakea
dan sulit dikeluarkan dengan pengisapan dapat dilakukan dengan
melihat semaksimalnya, terutama pada bayi yang kemungkinan infeksi.
Pengisapan yang dilakukan dengan ceroboh akan menimbulkan
penyakit seperti spasme laring, kolaps paru, atau kerusakkan sel mukosa
jalan nafas.
3. Rangsangan Untuk Menimbulkan Pernafasan
Rangsangan terhadap bayi harus segera dikerjakan. Pada sebagian
besar bayi pengisapan lendir dan cairan amnion yang dilakukan melalui
nasofaring akan segera menimbulkan rangsangan pernafasan.
Pengaliran O2 yang cepat kedalam mukosa hidung dapat pula
merangsang reflex pernafasan yang sensitif dalam mukosa hidung dan
faring. Bila tindakan ini tidak berhasll beberapa cara stimulus janin perlu
dikerjakan.

13
4. Rangsangan Nyeri
Pada bayi dapat ditimbulkan dengan memukul kedua telapak kaki
bayi, menekan tendon Achilles atau memberikan suntikan vitamin K
terhadap bayi tertentu. Hindari pemukulan di daerah bokong atau
punggung bayi untuk mencegah timbulnya perdarahan alat dalam.

E. Pencegahan Asfiksia
Pencegahan yang komprehensif dimulai dari masa kehamilan,
persalinan dan beberapa saat setelah persalinan. Pencegahan berupa :
1. Melakukan pemeriksaan antenatal rutin minimal 4 kali kunjungan
2. Melakukan rujukan ke fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih lengkap
pada kehamilan yang diduga berisiko bayinya lahir dengan asfiksia
neonatorum.
3. Memberikan terapi kortikosteroid antenatal untuk persalinan pada usia
kehamilan kurang dari 37 minggu.
4. Melakukan pemantauan yang baik terhadap kesejahteraan janin dan
deteksi dini terhadap tanda-tanda asfiksia fetal selama persalinan
dengan kardiotokografi.
5. Meningkatkan ketrampilan tenaga obstetri dalam penanganan asfiksia
neonatorum di masing-masing tingkat pelayanan kesehatan.
6. Meningkatkan kerjasama tenaga obstetri dalam pemantauan dan
penanganan persalinan.
7. Melakukan Perawatan Neonatal Esensial yang terdiri dari :
a) Persalinan yang bersih dan aman
b) Stabilisasi suhu
c) Inisiasi pernapasan spontan
d) Inisiasi menyusu dini
e) Pencegahan infeksi dan pemberian imunisasi

2.1.5 Syndroma Gangguan Napas pada BBL


A. Definisi
Respiratory Distress Syndrome Adalah gangguan pernafasan yang sering
terjadi pada bayi premature dengan tanda-tanda takipnue (>60x/mnt), retraksi
dada, sianosis pada udara kamar, yang menetap atau memburuk pada 48-96 jam
kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik. Tanda-tanda klinik sesuai dengan
besarnya bayi, berat penyakit, adanya infeksi dan ada tidaknya shunting darah
melalui PDA.

14
B. Penyebab
1. Ketidakmampuan panı untuk mengembang dan alveoli terbuka.
2. Alveoli masih kecil sehingga mengalami kesulitan berkembang dan
pengembangan kurang sempurna. Fungsi surfaktan untuk menjaga agar
kantong alveoli tetap berkembang dan berisi udara, sehingga pada bayi
prematur dimana surfaktan masih belum berkembang menyebabkan
daya berkembang paru kurang dan bayi akan mengalami sesak nafas.
3. Membran hialin berisi debris dari sel yang nekrosis yang tertangkap
dalam proteinaceous filtrat serum (saringan serum protein), di fagosit
oleh makrofag.
2. Berat badan bayi lahir kurang dari 2500 gram.
3. Adanya kelainan di dalam dan di luar paru Kelainan dalam paru yang
menunjukan sindrom ini adalah pneumothoraks atau
pneumomediastinum, penyakit membran hialin (PMH).

C. Gejala Klinis
Gejala klinik yang timbul yaitu: adanya sesak nafas pada bayi prematur
segera setelah lahir, yang ditandai dengan takipnea (> 60 x/menit),
pernafasan cuping hidung, grunting, retraksi dinding dada, dan sianosis, dan
gejala menetap dalam 48-96 jam pertama setelah lahir. Berdasarkan foto
thorak, menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium RDS yaitu:
1. Pernapasan cepat
2. Pernapasan terlihat parodaks
3. Cuping hidung
4. Apnea
5. Murmur
6. Sianosis pusat

D. Penatalaksanaan Syndroma Gangguan Napas


Tindakan untuk mengatasi kegawatdaruratan pernafasan meliputi:
1. Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat.
2. Mempertahankan keseimbangan asam basa.
3. Mempertahankan subu lingkungan netral.
4. Mempertahankan perfusi jaringan adekuat.
5. Mencegah hipotermia.
6. Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat.

15
E. Pencegahan
1. Mendapatkan perawatan prenatal yang baik, mulai sedini mungkin
dalam kehamilan.
2. Makan – makanan yang sehat dan konsumsi suplemen tambahan seperti
vitamin dan tablet penambah besi.
3. Hindari rokok, alcohol, dan narkoba.
4. Minum obat sesuai dengan yang telah diresepkan oleh dokter.
5. Diberikan steroid 24 jam sebelum kelahiran pematangan paru – paru.
6. Saat kehamilan, hindari konsumsi obat atau jamu yang dijual bebas
tanpa resep dokter
7. Hindari minum alkohol dan merokok
8. Perbanyak asupan makanan bergizi terutama yang mengandung protein,
asam folat dan besi
9. Pencegahan infeksi-> sebelum masa kehamilan melakukan imunisasi
10. Pola hidup sehat dan cukup olahraga untuk meningkatkan daya tahan
tubuh
11. Antisipasi ibu dengan risiko kehamilan, seperti ibu diabetes, bayi besar,
infeksi kehamilan
12. Upayakan strategi pencegahan persalinan kurang bulan
13. Pemberian terapi steroid antenatal untuk ibu dengan ancaman persalinan
prematur.
14. Resusitasi dengan baik dan benar.
15. Setelah bayi pulang, edukasi kepada ibu agar observasi dirumah dengan
memantau tanda pernapasan seperti kesulitan bernapas, tampak biru,
sela iga cekung >segera hubungi dokter dan ugd terdekat

2.1.6 Kejang pada BBL


A. Definisi
Kejang adalah suatu Kondisi pada anak yang disebabkan oleh demam,
Kejang pada Neonatus bukanlah suatu penyakit, namun merupakan gejala
penting akan adanya penyakit lain sebagai penyebab kejang atau adanya
kelainan susunan syaraf pusat.

B. Penyebab
Penyebab utama kejang adalah kelainan bawaan diotak, sedangkan
penyebab sekunder adalah gangguan metabolic atau penyakit lain seperti
penyakit infeksi, Faktor penyebab diantaranya yaitu ;
1. Kelainan Metabolisme
2. Komplikasi pada saat kehamilan dan kelahiran

16
a. Pendarahan pada saat kurang dari UK < 28 mgg
b. Gawat janin pad amasa kehamilan dan persalinan
c. Alat – alat yang digunakan pada saat persalinan tidak steril
d. Persalinan dengan Tindakan
e. Trauma pada janin
f. Ibu hamil dengan DM

C. Resiko kejang sederhana menjadi kejang kompleks


1. Resiko kejang sederhana tidak banyak 2-3% menjadi epilepsi tapi tidak
mempengaruhi intelegensi
2. Terbanyak pada kejang yang kompleks anak dapat menagalami kelainan
syaraf yang nyata, dokter akan mempertimbangkan pemberian
pengobatan denagn anti kejang jangka Panjang selama 1 – 3 tahun

D. Penatalaksanaan Neonatus dengan Kejang


1. Ketika demam, miringkan posisi anak sehingga ia tidak tersedak air
liurnya dan jangan mencoba menahan gerak si anak.
2. Turunkan demam dengan membuka baju dan menyeka anak dengan air
yang sedikit hangat
3. Setelah air menguap, demam akan turun
4. Jangan memberikan kompres dengan es atau alkohol karena anak akan
menggigil dan suhu tubuh justru meningkat, walaupun kulitnya terasa
dingin
5. Untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dapat diberikan obat,
umumnya kejang demam akan berhenti dengan sendirinya sebelum lima
menit.
6. Bila kejang berlangsung kurang dari lima menit, kemudian anak sadar
dan menangis, biasanya tidak perlu dirawat. Bila demam tinggi dan
kejang berlangsung lebih dari 10-15 menit atau kejang berulang, maka
membutuhkan Tindakan lebih lanjut oleh dokter atau tenaga kesehatan
di fasilitas Kesehatan.

E. Pencegahan
Pencegahan kejang demam yang pertama tentu dengan usaha
menurunkan suhu tubuh apabila anak demam. Hal ini dapat dilakukan
dengan memberikan obat penurun panas, misalnya parasetamol atau
ibuprofen. Hindari obat dengan bahan aktif asam asetilsalisilat, karena obat
tersebut dapat menyebabkan efek samping serius pada anak.

17
2.1.7 Infeksi Neonatal
A. Definisi
Infeksi perinatal adalah infeksi pada neonates yang terjadi pada masa
antenatal,intranatal, dan postnatal.

B. Penyebab
Infeksi neonatal disebabkan oleh bakteri Escherichia coli,
staphylococcus dan Coccus gonococcus.
Inveksi bisa terjadi pada saat :
1. Antenatal :
Kuman masuk ke tubuh janin melalui sirkulasi darah ibu ke plasenta
dan akhirnya ke dalam sirkulasi darah umbilicus.
2. Intranatal :
Mikroorganisme masuk dari vagina masuk ke dalam ronggaamnion,
biasanya setelah selaput ketuban pecah.
3. Postbatal :
Terjadi setelah bayi lahir lengkap, Misalnya melalui kontaminasi
langsung dengan alat yang tidak steril

C. Tanda dan gejala inveksi neonatal


1. Bayi malas minum
2. Gelisah dan mungkin juga terjadi letargi
3. Frekuensi pernapasan meningkat
4. BB menurun
5. Pergerakan berkurang
6. Muntah
7. Diare
8. Sklerema dan udema
9. Perdarahan, icterus dan kejang
10. Suhu tubuh normal, hipotermi atau hipertemi

D. Infeksi Berat (tergantung Jenis kuman Yang berkembang):


1. Sifilis konginetal
2. Penyakit membrane hialin
3. Sepsis neonatrum
4. Meningitis
5. Pneumonia conginetal
6. Pneumonia aspirasi
7. Diare endemic
8. Tetanus neonatrum

18
E. Infeksi Ringan :
1. Pemphigus neonatorum (infeksi kulit berupa impetigo bulosa) kadang
dermatitis.
2. Infeksi pada pusat (Bernanah & Kemerahan).
3. Infeksi monilia (moniliasis) manifestasi berupa oral thrush.

F. Penatalaksanaan Neonatus dengan Infeksi


1. Untuk mencegah infeksi, perawatan harus secara aseptik dan incubator.
2. Ruangan tempat merawat bayi terpisah, bersih, dan tidak di benarkan
banyak orang memasuki ruangan tersebut kecuali petugas, semua alat
yang diperlukan harus steril.
3. Memberikan lingkungan yang optimal, suhu tubuh bayi harus dalam
batas normal (36,5 – 37 ℃) dan meletakan bayi pada incubator.
4. Pemberian oksigen dilakukan dnegan hati hati karena terpengaruh
kompleks terhadap bayi prematur, pemberian oksigen terlalu banyak
menimbulkan komplikasi fibrosis paru, kerusakan retina dan lain – lain.
5. Pemberian cairan dan elektrolit sangat perlu untuk mempertahankan
hemeostasis dan menghindarkan dehidrasi, permulaan diberikan
glukosa 5 – 10% dengan jumlah 60-125 ML/ Kg BB/ hari.
6. Pemberian antibiotic untuk mencegah infeksi sekunder. Penisislin
dnegan dosisi 50.000 – 10.000 untuk / kg BB/ hari/ ampisilin 100 mg/
kg BB/ hari dengan atau tanpa gentasimin 3-5 mg / kg BB/ hari.
7. Kemajuan Terakhir dalam pengobatan pasian PMH (Penyakit Membran
Hialin) adalah pemberian surfaktan ekstrogen (surfajtan dari luar).

G. Pencegahan
1. Cuci tangan dengan seksama sebelum dan setelah bersentuhan dengan
bayi.
2. Pakai sarung tangan bersih pada saat menangani bayi yang belum
dimandikan.
3. Pastikan semua peralatan dan bahan yang digunakan, terutama klem,
gunting, penghisap lendir dan benang tali pusat telah didesinfeksi
tingkat tinggi atau steril.
4. Pastikan semua pakaian, handuk, selimut dan kain yang digunakan
untuk bayi, sudah dalam keadaan bersih.
5. Demikin pula dengan timbangan, pita pengukur, termometer, stetoskop.

19
2.1.8 Tetanus Neonatrum
A. Definisi
Tetanus neonaturum adalah penyakit tetanus yang diderita oleh bayi
baru lahir yang disebabkan oleh Clastridium tetani yaitu kuman yang
mengeluarkan toksin.
Bakteri tersebut menyerang saraf dan otot penderita melalui luka yang
terbuka sehingga menyebakan berbagai gejala terkait dengan otot motorik
tubuh.

B. Penyebab
Tetanus neonatrum merupakan penyebab radang yang sering dijumpai
pada BBLR bukan karena trauma kelahiran atau asfiksia tetapi disebabkan
oleh infeksi mana neonatal antara lain :
1. Infeksi melalui tali pusat
2. Akibat pemotongan tali pusat yang kurang steril
3. Pemberian imunisasi tetatus toksoid (TT) pada ibu hamil tidak
dilakukan, atau tidak lengkap, atau tidak ssuai dengan ketentuan
program.
4. Pertolongan persalinan tidak memenuhi persyaratan Kesehatan.
5. Clostridium tetani terdapat di tanah, dan kotoran manusia maupun
hewan. Kuman ini membuat spora yang tahan lam dan dapat
berkembang biak dalam luka yang kotor atau jaringan nekrotik yang
mepunyai suasana anaerob.

C. Gejala klinis :
1. Bayi tiba-tiba panas dan tidak mau minum
2. Mulut mencucu seperti mulut ikan
3. Mudah terangsang, gelisah (kadang-kadang menangis)
4. Sering kejang
5. Kaku kuduk
6. dahi berkerut
7. alis mata terangkat
8. sudut mulut tertarik ke bawah
9. Otot bayi kaku terutama pada leher, rahang dan batang tubuh.
10. Tidak dapat menghisap ataupun menyusu dengan baik

20
D. Penatalaksanaan Tetanus Neonatrum
1. Bersihkan jalan napas
2. Longgarkan atau buka pakaian bayi
3. Masukkan sendok atau tong spatel yang dibungkus kasa ke dalam
mulut bayi
4. Ciptakan lingkungan yang tenang dan
5. Berikan ASI sedikit demi sedikit saat bayi tidak kejang

E. Pencegahan Tetanus Neonatrum


Pencegahan tetanus dapat dilakukan dengan cara:
1. Vaksinasi: Imunisasi DTP (Difteri, Tetanus, dan Pertusis) diberikan
pada bayi dan balita. Vaksinasi ulangan juga diperlukan di usia lanjut.
2. Perawatan luka yang baik: Membersihkan luka dengan baik dan segera
mencari bantuan medis jika terjadi luka yang dalam atau kotor.

2.1.9 Pendarahan Tali Pusat


A. Definisi
Tali pusat adalah tali penghubung antara embrio atau janin yang sedang
tumbuh dengan plasenta yang memungkinkan darah membawa oksigen dan
nutrisi kepada bayi dalam kandungan. Tali pusat terdiri dari suatu vena
besar dan dua arteri kecil. Vena akan membawa darah berisi oksigen dari
ibu hamil ke bayi. Sementara itu, arteri akan membawa darah yang kurang
oksigen serta produk sisa limbah dari bayi ke ibu.
Tali pusat berfungsi memfasilitasi tumbuh kembang janin dalam
kandungan, dengan membantu menjadi penghubung untuk janin
memperoleh nutrisi serta oksigen dari ibu hamil. Setelah bayi lahir, tali
pusat ini umumnya akan dipotong karena sudah rena sudah tidak l tidak lagi
berfungsi bagi tubuh bayi. Perdarahan yang terjadi pada puntung tali pusat
15 menit terus menerus (merembes) pada hari pertama usia bayi. Perdarahan
tali pusat dapat disebabkan oleh trauma, ikatan tali pusat yang longgar, atau
kegagalan pembentukan thrombus yang normal. Kemungkinan lain yang
dapat menyebabkan adalah infeksi local maupun sistemik. Tali pusat
bertugas untuk menyalurkan darah, nutrisi dan oksigen yang dibutuhkan
oleh bayi.
Perdarahan tali pusat juga dapat disebabkan oleh robekan umbilicus.
Komplikasi persalinan ini masih dijumpai sebagai akibat
terjadinya partus presipi presipitatus dan tarikan berlebih pada lilitan atau
pendeknya tali pusat pada partus normal. Plasenta terputus dinding dalam
rahim sebelum kelahiran.

21
B. Tanda dan gejala pendaraha tali pusat
1. Tali pusat m pusat mengeluarka engeluarkan nanah atau nanah atau
cairan keruh.
2. Kulit di area pusat m a pusat memerah dan hangat saat disentuh.
3. Bayi mengalami de mam diatas 37°C
4. Bayi merasa kesakitan saat area tali pusat disentuh.
5. Timbul sisik d isekitar isekitar atau pada tali pusat

C. Penyebab pendaraha tali pusat


1. Robekan umbilikus normal Yaitu adanya trauma atau lilitan tali pusat
umbilikus pendek, sehingga menyebabkan pelaksanaan tarikan yang
berlebihan pada saat persalinan. Kelalaian penolong persalinan yang
dapat menyebabkan tersayatnya dinding umbilikus a tau plasenta.
plasenta.
2. Robekan umbilikus abnormal Yaitu hematoma pada umbilikus yang
kemudian hematoma tersebut pecah, namun perdarahan yang terjadi
masuk kembali kedalam plasenta. Hal ini sangat berbah berbahya bagi
karna dapat menimbulkan kematian pada bayi. Varises juga dapat
menyebabkan perdarahan ketika varises tersebut pecah.
3. Perdarahan akibat plasenta previa Perdarahan akibat plasenta previa
cenderung menyebabkan anemia, sedangkan pada kasus abrupsio
plasenta lebih sering mengakibatkan kematian intra uteri karena dapat
terjadi anoreksia.

D. Penatalaksanaan Pendarahan Tali Pusat


Ada beberapa penatalaksanaa penatalaksanaan yang dapat dilakukan
diantaranya taranya adalah seba ah sebagai berikut:
1. Pada perdarahan umbilikus akibat ikatan yang longgar, dapat
dikencangkan kembali pengikat tali pusat. Perdarahan juga dapat
disebabkan oleh repitan atau tarifan dari klem. Jika perdarahan tidak
berhenti setelah 15 – 20 menit maka tali pusatnya harus segera
dilakukan beberapa jahitan pada luka bekas pemotongan tersebut.
2. Perdarahan umbilikus akibat robekan umbilikus harus segera dijahit.
Kemudian segera lakukan rujukan untuk mengetahui apakah ada
kelainan lain seperti kelainan anatomik pembuluh darah sehingga dapat
segera dilakukan tindakan oleh dokter atau rumah sakit.
3. Perdarahan pada abrupsio plasenta, plasenta previa dan kelainan
lainnya, bidan harus segera merujuk. Bahkan rujukan lebih baik segera
dilakukan jika kelainan tersebut sudah diketahui sebelum bayi lahir
sehingga dapat dilakukan tindakan sesegera mungkin untuk membuat
peluang bayi lahir hidup lebih besar.

22
E. Pencegahan pendarahan tali pusat
1. Hindari pembungkusan tali pusat berlebihan. Pembungkusan tali pusat
hanya untuk melindungi tali pusat dari gesekan pakaian, Pertahankan
sisa tali pusat dalam keadaan keadaan terbuka agar terkena udara kena
udara dan ditutupi dengan kain bersih (kassa steril) secara longgar.
2. Jangan mengoleskan salep apapun atau zat lain ke tampuk tali pusat.
Mengoleskan povidon iodine masih diperkenankan tetapi tidak
dikompreskan karena men karena menyebabkan tali pusat lembab/basa.
3. Berikan nasihat pada ibu dan keluarga sebelum meninggalkan bayi yaitu
lipat popok di bawah tali pusat. Jika puntung tali pusat kotor, cuci
secara hati-hati dengan air matang (DTT) dan sabun. Keringkan secara
seksama dengan kain bersih.
4. Tali pusat harus dibersihkan sedikitnya dua kali dalam sehari.Tali pusat
juga tidak boleh ditutup rapat dengan apapun seperti membalutnya
dengan kapas dan plester hal itu sangat tidak disarankan, karena akan
membuatnya menjadi lembab. Selain memperlambat lepasnya tali pusat,
juga menimbulkan. resiko infeksi.

23
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir di bawah
2500 gram. Penanganan BBLR melibatkan pemeliharaan suhu tubuh,
pencegahan infeksi, regulasi nutrisi dan pemberian ASI, pengawasan berat
badan, hidrasi, pemberian oksigen, penghematan energi.
Hipotermia dapat terjadi jika suhu tubuh turun di bawah 36°C,
hipotermia sedang (<36°C) atau kuat (<32°C). Penanganan hipotermia
melibatkan penghangatan bayi dengan menggunakan inkubator, penyinaran
lampu, atau metode kanguru dengan kontak kulit langsung ibu.
Hipoglikemia pada bayi baru lahir adalah keadaan kadar glukosa darah
yang rendah, dengan batas normal >45 mg/dL. Penanganan hipoglikemia
melibatkan pemberian glukosa intravena atau melalui pipa lambung jika
kadar gula darah kurang dari 25 mg/dL.
Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas
secara spontan dan teratur setelah lahir, dapat mengakibatkan penurunan
oksigen dan peningkatan karbon dioksida, berpotensi menyebabkan dampak
buruk pada kelangsungan hidup.
Respiratory Distress Syndrome Adalah gangguan pernafasan yang
sering terjadi pada bayi premature dengan tanda-tanda takipnue (>60x/mnt),
retraksi dada, sianosis pada udara kamar. Penatalaksanaan RDS mencakup
mempertahankan ventilasi dan oksigenasi, dan memberikan terapi medis
seperti antibiotika, furosemid, fenobarbital, vitamin E, dan metilksantin.
Kejang Adalah suatu Kondisi pada anak yang disebabkan oleh demam,
Penatalaksanaan neonatus dengan kejang melibatkan langkah-langkah
seperti menjaga posisi anak saat demam, menurunkan demam dengan
membuka baju dan menyeka anak, dan menghindari pemberian kompres es
atau alkohol.

24
Inveksi perinatal adalah infeksi pada neonates yang terjadi pada masa
antenatal,intranatal, dan postnatal disebabkan oleh bakteri Escherichia coli,
Penatalaksanaan neonatus dengan infeksi melibatkan tindakan seperti
perawatan secara aseptik, isolasi bayi dalam ruangan bersih, memberikan
lingkungan optimal dengan suhu tubuh yang normal.
Tetanus neonatorum adalah penyakit tetanus pada bayi baru lahir yang
disebabkan oleh bakteri Clostridium tetani. penatalaksanaan Bersihkan
jalan napas, longgarkan atau buka pakaian bayi, berikan ASI sedikit demi
sedikit saat bayi tidak kejang.
Tanda dan gejala perdarahan tali pusat meliputi keluarnya nanah atau
cairan keruh, kemerahan dan rasa hangat di sekitar area tali pusat, demam
pada bayi, rasa sakit saat disentuh, penatalaksanaan Pada perdarahan
umbilikus akibat ikatan yang longgar, dapat dikencangkan kembali pengikat
tali pusat.

3.2 Saran
Kami harap dengan dibuatnya makalah ini dapat menjadi jembatan ilmu
bagi mahasiswa untuk memahami tentang kasus kasus yang terjadi pada
bayi baru lahir dan mengetahui penatalaksanaan bayi baru lahir dengan
risiko tinggi, untuk di terapkan dalam kehidupan sehari hari, selain itu juga
agar mahasiswi kebidanan dapat memberikan asuhan sesuai dengan standar
pelayanan kebidanan, sehingga asuhan yang diberikan tepat dan tidak
menimbulkan kesalahan yang dapat menyebabkan morbiditas dan
mortalitas.

25
DAFTAR PUSTAKA

Aulia, D., Utami, R., Anjani, A. 2023. Komplikasi Pada Kehamilan, Persalinan,
Nifas dan Bayi Baru Lahir. Jawa Tengah: PT. Pena Persada Kerta Utama.

Walyani, E. 2014. Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal.


Yogyakarta: Pustakabarupress.

Rahayu, A., Rodiani. 2016. Efek Diabetes Melitus Gestasional Terhadap Kelahiran
Bayi Makrosomia. Vol. 5 (4), 21.

Abdoerrachman. (2005). Perinatologi: Dalam Buku Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta:


Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Manuaba, IGB. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta : EGC.Prawirohardjo,
Sarwono.2005. Ilmu Kebidanan. Cetakan Keempat. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Didien ika setyarini, 2016 Suprapti, Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan
Maternal Neonatal. Jakarta
Heti Ira Ayue, SST., M.Keb, 2019 modul praktik 1 kebidanan kegawatdaruratan
maternal dan neonatal. Jakarta
PERDARAHAN TALI PUSAT. Firliana, Anisa Syafira. Anisa Syafira. Jawa
Barat : pdfcoffee, 2019, Vol. I. 2019, Vol. I
Nyimas Sri Wahyuni, S.Kep, Ners, M.Kep, Sp.Kep.An. Sp.Kep.An. Perawatan
Tali Pusat Bayi Baru Lahir. KEMENTERIAN KESEHATAN DIR
KEMENTERIAN KESEHATAN DIREKTORAT EKTORAT
JENDERAL JENDERAL PELAYANAN KESEHATAN. 2022.
Ginting, S. B., dkk. (2022). Penyuluhan Kesehatan Tingkatkan Pengetahuan Ibu
Dalam Mencegah Stunting. Medan: Penerbit NEM.
Sinta, L. E., dkk. (2019). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Pada Neonatus, Bayi Dan
Balita. Sidoarjo: Indomedia Pustaka.
Suradi, R., dkk. (2022). Pencegahan dan Penatalaksanaan Asfiksia Neonatarum.
Jakarta: Stikes BPI.
Wulandari, S. R. (2021). Asuhan Kebidanan Neonatus Bayi, Balita dan Anak
Prasekolah. Yogyakarta: Zahir Publishing.
Sjarif Hidajat, dkk (2010) DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN
KEGAGALAN NAFAS PADA NEONATUS. Bandung

26
LEMBAR PERSETUJUAN
Makalah perkuliahan dengan pokok bahasan ““Kasus Komplikasi Yang
Terjadi Pada Bayi Baru Lahir””. Telah dikoreksi oleh dosen pengampu mata
kuliah dan telah dikoreksi oleh tim.

Jakarta, 22 Januari

Dosen Pengampu

Sudiyati, SST, M.Kes

27

Anda mungkin juga menyukai