Anda di halaman 1dari 38

BERAT BADAN LAHIR RENDAH

(Dampak Jangka Pendek dan Jangka Panjang)


Kegawatdaruratan dalam Kebidanan dan Neonatal

Disusun Oleh:
Try Maya
Rani Purwani
Rina Oktavia
Adhika Wijayanti

Dosen Pembimbing
dr. Eny Yantri, SpA (K)

PROGRAM MATRIKULASI PASCASARJANA KEBIDANAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNAND
T.A 2018-2019

1
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “BERAT BADAN LAHIR RENDAH (Dampak
Jangka Pendek dan Jangka Panjang)”. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas
Kegawatdaruratan dalam Kebidanan dan Neonatal. Kami berharap semoga makalah ini dapat
dipergunakan sebagai salah satu referensi, petunjuk maupun acuan bagi pembacanya.
Kami menyadari bahwa masih ada terdapat kekurangan pada pembuatan makalah ini.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun, sangat penulis harapkan. Besar
harapan penulis semoga makalah ini mampu memberikan manfaat dan nilai tambah bagi
pembaca.

Wassalamualaikum, Padang Okt 2018

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL DEPAN


DAFTAR ISI......................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 01


A. Latar Belakang .............................................................................. 01
B. Rumusan Masalah ......................................................................... 02
C. Tujuan ........................................................................................... 02

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 03


A. Berat Badan Lahir Rendah ........................................................... 03
a. Definisi ............................................................................ 03
b. Tanda dan gejala .............................................................. 03
c. Klasifikasi ....................................................................... 05
d. Etiologi ............................................................................ 05
e. Patofisiologi ................................................................... 06
f. Manifestasi Klinik ............................................................ 07
B. Dampak Kejadian BBLR Jangka Pendek ...................................... 09
a. Hipotermia, hipoglikemia, dan hiperglikemia ................. 08
b. Masalah pemberian ASI ................................................... 09
c. Gangguan Imunologi ....................................................... 10
d. Ikterus ............................................................................. 11
e. Sindroma Gangguan Pernafasan ..................................... 11
f. Asfiksia & Apneu ............................................................ 12
C. Dampak Kejadian BBLR Jangka Panjang..................................... 09
a. Gangguan Pertumbuhan dan Perkembangan ................... 12
Kemampuan Berbicara dan Berkomusikasi Terganggu .. 14
b. Gangguan neurologis dan kognisi .................................... 19
c. Gangguan pengelihatan (retinopati) ................................. 21
d. Gangguan Pendengaran ................................................... 22
D. Diagnosis .................................................................................... 23
E. Pemeriksaan Penunjang .............................................................. 23
F. Pencegahan ................................................................................ 23
G. Penatalaksanaan .......................................................................... 24

BAB III PENUTUP ............................................................................................. 27


A. Kesimpulan .................................................................................. 27
B. Saran ............................................................................................. 27

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 28

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) diartikan sebagai bayi yang lahir
dengan berat badan kurang dari 2500 gram. BBLR merupakan prediktor
tertinggi angka kematian bayi, terutama dalam satu bulan pertama kehidupan.
Berdasarkan studi epidemiologi, bayi BBLR mempunyai risiko kematian 20 kali
lipat lebih besar di bandingkan dengan bayi yang lahir dengan berat badan
normal.1,2 Lebih dari 20 juta bayi di seluruh dunia lahir dengan BBLR dan
95.6% bayi BBLR lahir di negara yang sedang berkembang, contohnya di
Indonesia. Menurut Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun
2002-2003, angka prevalensi BBLR di Indonesia masih tergolong tinggi yaitu 9%
dengan sebaran yang cukup bervariasi pada masing-masing provinsi. Angka terendah
tercatat di Bali (5,8%) dan tertinggi di Papua (27%), sedangkan di Provinsi Sumatera
Barat berkisar 7%.
BBLR disebabkan oleh usia kehamilan yang pendek (prematuritas), IUGR
(Intra Uterine Growth Restriction) yang dalam bahasa Indonesia disebut Pertumbuhan
Janin Terhambat (PJT) atau keduanya. Kedua penyebab ini dipengaruhi oleh faktor
risiko, seperti faktor ibu, plasenta, janin dan lingkungan. Faktor risiko tersebut
menyebabkan kurangnya pemenuhan nutrisi pada janin selama masa kehamilan. 2,5-7
Bayi dengan berat badan lahir rendah umumnya mengalami proses hidup jangka
panjang yang kurang baik. Apabila tidak meninggal pada awal kelahiran, bayi
BBLR memiliki risiko tumbuh dan berkembang lebih lambat dibandingkan
dengan bayi yang lahir dengan berat badan normal. Selain gangguan tumbuh
kembang, individu dengan riwayat BBLR mempunyai faktor risiko tinggi untuk
terjadinya hipertensi, penyakit jantung dan diabetes setelah mencapai usia 40
tahun.
Pada masa sekarang ini, sudah dikembangkan tatalaksana awal terhadap
bayi BBLR dengan menjaga suhu optimal bayi, memberi nutrisi adekuat dan
melakukan pencegahan infeksi. Meskipun demikian, masih didapatkan 50%
bayi BBLR yang meninggal pada masa neonatus atau bertahan hidup dengan
malnutrisi, infeksi berulang dan kecacatan perkembangan neurologis. Oleh karena
itu, pencegahan insiden BBLR lebih diutamakan dalam usaha menekan Angka

4
Kematian Bayi. Dalam rangka mencapai target Millenium Development Goals
yang ke IV yaitu menurunkan angka kematian anak terutama di negara
berkembang, perlu dilakukan upaya pencegahan kejadian BBLR di masa
mendatang.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah definisi berat badan lahir rendah?
2. Bagaimana dampak jangka pendek berat badan lahir rendah?
3. Bagaimana dampak jangka panjang berat badan lahir rendah?
C. Tujuan
1. Mengetahui definisi berat badan lahir rendah?
2. Mengetahui dampak jangka pendek berat badan lahir rendah?
3. Mengetahui dampak jangka panjang berat badan lahir rendah?

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Berat Badan Lahir Rendah ( BBLR )


1. Definisi

Definisi dari bayi berat badan lahir rendah ialah berat badan bayi yang
lahir kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa gestasi atau usia kehamilan.
Berdasarkan Ikatan Dokter Indonesia/IDI (2014), BBLR yaitu bayi berat lahir
kurang dari 2500 gram tanpa maemandang masa gestasi dengan catatan berat
lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam satu jam setelah lahir.

2. Tanda dan Gejala


a) Tanda dan gejala bayi prematuritas murni
Tanda klinis atau penampilan yang tampak sangat bervariasi, tergantung
pada umur kehamilan saat bayi dilahirkan. Makin prematur atau makin
kecil umur kehamilan saat bayi dilahirkan, makin besar pula perbedaan
dengan bayi yang lahir cukup bulan antara lain:
1) Usia kehamilan kurang dari 37 minggu.
2) BB < 2.500 gram dan PB < 45 cm.
3) Frekuensi nadi < 100/menit dan >140/ menit. (Manuaba, 2010 h. 438)
4) Kepala lebih besar daripada badan.
5) Kulit: Tipis transparan, rambut lanugo banyak, terutama pada dahi,
pelipis, telinga, dan lengan, lemak kulit berkurang.
6) Pada bayi perempuan, labia mayora belum menutupi labia minora.
7) Pada bayi laki-laki, skrotum belum banyak lipatan, testis kadang
belum turun.
8) Reflek menghisap dan menelan belum sempurna.
9) Tulang rawan daun telinga sangat lunak.
10) Pernafasan tak teratur dapat terjadi apnea (gagal nafas).
11) Sering anemia.
12) Garis pada telapak kaki belum jelas dan kulit teraba halus.
13) Tangisan bayi lemah dan sayup
14) Dada kecil dan sempit serta tampak belum berkembang karena
ekspansi paru minimal selama masa kehidupan janin

6
15) Areola putting belum berkembang dengan sempurna dan hampir
tidak terlihat.
16) Abdomen menonjol karena hati dan limpa besar dan tonus otot
abdomen buruk.
b) Tanda dan gejala bayi dismaturitas

Bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan


seharusnya untuk masa kehamilan, hal ini disebabkan karena mengalami
gangguan pertumbuhan dalam kandungan dan merupakan bayi yang
kecil untuk masa kehamilannya (KMK). Karakteristik bayi dismaturitas
antara lain:

1) Tulang tengkorak dan tulang rawan daun telinga keras


2) Vernix caseosa tidak ada/sedikit
3) Kulit tipis, kering, dan kadang-kadang berlipat-lipat (keriput)
4) Abdomen cekung atau rata
5) Proporsi tubuh seimbang
6) Bayi tampak gesit, aktif, dan kuat
7) Tangisan cukup kuat
8) Bayi tampak gesit, aktif dan kuat
9) Menghisap cukup kuat

3. Etiologi
Penyebab terjadinya bayi BBLR secara umum bersifat multifaktorial,
sehingga kadang mengalami kesulitan untuk melakukan tindakan pencegahan.
Namun, penyebab terbanyak terjadinya bayi BBLR adalah kelahiran prematur.
Semakin muda usia kehamilan semakin besar risiko jangka pendek dan jangka
panjang dapat terjadi. Berikut adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan
bayi BBLR secara umum yaitu sebagai berikut:

7
Faktor Ibu Faktor Janin
a) Usia ibu a) Prematur
b) Paritas b) Bayi kecil masa kehamilan
c) Jarak dari kehamilan yang terlalu
dekat atau pendek (≤ 2 tahun)
d) Riwayat BBLR sebelumnya
e) Komplikasi kehamilan
(perdarahan antepartum, anemia,
KPD)
f) Keadaan sosial ekonomi

4. Patofisiologi

Terdapat banyak penyebab gangguan intrauterine, yang disebut juga Intra


Uterine Growth Retardation (IUGR) dan efeknya terhadap janin bervariasi sesuai
dengan cara dan lama terpapar serta tahap pertumbuhan janin saat penyebab
itu terjadi. Walaupun setiap organ dapat dipengaruhi oleh gangguan
pertumbuhan intrauterine, efeknya pada tiap organ tidak sama.

Jika gangguan pertumbuhan terjadi pada akhir kehamilan, pertumbuhan


jantung, otak, dan tulang rangka tampak paling sedikit terpengaruh, sedangkan
ukuran hati dan limpa berkurang. Sebaliknya, jika gangguan terjadi pada
awal kehamilan tampak pertumbuhan otak dan tulang rangka terganggu.
Keadaan klinis ini disebut gangguan pertumbuhan simetri berkaitan dengan
hasil akhir perkembangan syaraf yang buruk.

Berat lahir juga berhubungan dengan luas permukaan plasenta, aliran


darah uterus, juga transfer oksigen dan nutrisi plasenta yang terjadi, sering
berakibat gangguan pertumbuhan janin. Selain itu, penyebab terjadinya
gangguan pertumbuhan janin disebabkan karena adanya anemia maka akan
mengurangi kemampuan metabolisme tubuh sehingga mengganggu pertumbuhan
dan perkembangan janin dalam rahim. Akibat adanya anemia pada ibu,
maka dapat terjadi gangguan pada janin dalam bentuk BBLR.

8
Pertumbuhan janin yang paling pesat terjadi pada akhir kehamilan,
plasenta bukan sekedar organ untuk transport makanan yang sederhana,
tetapi juga mampu menseleksi zat-zat makanan yang masuk dan proses lain
atau resistensi sebelum mencapai janin. Suplai zat makan ke janin yang sedang
tergantung pada jumlah darah ibu yang mengalir ke plasenta dan zat-zat
makanan yang diangkutnya. Efisiensi plasenta dalam mengkonsentrasikan
mensintesis dan mentransport zat-zat makanan menentukan suplai makanan
ke janin. Karbohidrat merupakan sumber utama bagi janin dan ini diperoleh
secara kontinu dari transfer glukosa darah ibu melalui plasenta.

5. Manifestasi Klinis
Secara umum, gambaran klinis dari bayi BBLR adalah sebagai berikut:
a) Berat kurang dari 2500 gram.
b) Panjang kurang dari 45 cm.
c) Lingkar dada kurang dari 30 cm.
d) Lingkar kepala kurang dari 33 cm.
e) Masa gestasi kurang dari 37 minggu.
f) Kepala lebih besar dari tubuh.
g) Kulit tipis transparan, rambut lanugo banyak, lemak kulit kurang.
h) Otot hipotonik-lemah.
i) Pernapasan tidak teratur dapat terjadi apnea (gagal napas).
j) Ekstremitas: paha abduksi, sendi lutut/kaki fleksi-lurus.
k) Kepala tidak mampu tegak.
l) Pernapasan sekitar 45 sampai 50 denyut per menit.
m) Frekuensi nadi 100 sampai 140 denyut per-menit (Manuaba, 2010).
n) Osifikasi tengkorak sedikit serta ubun-ubun dan sutura lebar.
o) Genitalia belum sempurna, labia minora belum tertutup oleh labia mayora
(pada perempuan), dan testis belum turun (pada laki-laki).
p) Bayi lebih banyak tidur daripada bangun.
q) Refleks menghisap dan menelan belum sempurna.
B. Klasifikasi Berat Badan Lahir Rendah
Secara khusus, BBLR memiliki pengelompokkan sendiri. Ada beberapa cara
yang bisa dilakukan dalam mengelompokkan BBLR, yaitu:

9
1. Klasifikasi BBLR berdasarkan Umur Kehamilan
a) Bayi prematur/kurang bulan (usia kehamilan < 37 minggu) sebagian
bayi kurang bulan belum siap hidup di luar kandungan dan
mendapatkan kesulitan untuk mulai bernapas, menghisap, melawan
infeksi dan menjaga tubuhnya tetap hangat.
b) Bayi cukup bulan (usia kehamilan 38-42 minggu).
c) Bayi lebih bulan (usia kehamilan >42 minggu) (Manuaba, 2010; h.436).

Dampak Kejadian BBLR Jangka Pendek

Masalah kesehatan yang ditemukan pada bayi preterm bersumber dari


imaturitas sistem organ. Imaturitas atau kurang matangnya sistem organ bayi
preterm mengakibatkan kegagalan adaptasi kehidupan di luar rahim pasca
kelahiran. Kondisi ini dapat meliputi:

a) Sistem Pernapasan
Paru-paru bayi preterm kurang dapat beradaptasi dengan pertukaran gas
sehingga dapat terjadi depresi perinatal di ruang bersalin. Respiratory
distress syndrome (RDS) juga dapat terjadi karena defisiensi surfaktan,
sedangkan apnea dapat terjadi karena kurang matangnya mekanisme
pengaturan nafas. Bayi preterm juga diketahui mempunyai risiko
bronkhopulmonary dysplasia (BPD), dan chronic pulmonary
insufficiency/ chronic lung disease (CLD).

Salah satu penyulit system pernafasan pada bayi preterm adalah asfiksia
karena faktor paru yang belum matang. Asfiksia adalah kegagalan
bernafas secara spontan dan teratur pada saat kelahiran atau beberapa saat
setelah kelahiran. Asfiksia merupakan gangguan pada janin dan/ atau pada
neonatus yang berhubungan dengan kekurangan O2 (hipoksia) dan/ atau
gangguan perfusi (iskemia) pada berbagai organ. Kejadian asfiksia pada
usia kehamilan kurang dari 36 minggu adalah sekitar 9%, sedangkan pada
usia kehamilan lebih dari 36 minggu adalah sekitar 0,5%. Fenomena ini
menyebabkan kematian pada sekitar 20% kasus. Kejadian asfiksia juga
sering dihubungkan dengan palsi serebral (cerebral palsy).

10
b) Kardiovaskular

Gangguan kardiovaskuler yang sering terjadi adalah hipotensi akibat


hipovolemia, seperti kehilangan volume karena memang volumenya yang
relatif kecil atau gangguan fungsi jantung dan vasodilatasi akibat sepsis.
Kejadian patent ductus arteriosus (PDA) sering juga terjadi, meskipun
sebagian dapat tidak bergejala dan menutup pada beberapa minggu
pertama, dapat juga menetap dan meningkatkan komplikasi
BPD/CLD,NEC atau gagal jantung kongestif. Menutup ductus arteriosus
tidak menurunkan morbiditas dan mortalitas bayi.

c) Neurologis

Bayi preterm berisiko terhadap masalah neurologi akut seperti perdarahan


intrakranial dan depresi perinatal. Penyebab utama kelainan atau
gangguan neurologis pada bayi baru lahir adalah ensefalopati iskemik
hipoksik (EIH), perdarahan periventrikular dan intraventrikular. Jejas pada
otak yang terjadi pada masa perinatal diketahui sebagai penyebab utama
gangguan neurologis berat, sedangkan dampaknya dalam jangka panjang
dikenal sebagai palsi serebral pada bayi dan anak-anak.

d) Hematologis
Kelainan hematologis terutama anemia yang disebabkan oleh berbagai
macam faktor termasuk hiperbilirubinemia. Hal ini disebabkan karena
dalam tubuh bayi yang prematur belum dapat mengakses fungsi tubuhnya
dengan baik. Sebagaimana bayi yang lahir dengan normal sehingga, kadar
bilirubin pada bayi prematur biasanya akan lebih tinggi. Hal ini harus
segera dilakukan pengobatan khusus karena bisa membuat komplikasi
yang lebih parah apabila penumpukan billirubin terlalu lama dan banyak
dapat menyebabkan gangguan pada otak sang bayi.
e) Gangguan metabolisme

Masih berkaitan dengan sistem organ yang belum sempurna, bayi


prematur juga memiliki resiko lebih tinggi terkena penyakit metabolisme.
Biasanya bayi akan terkena hipoglikemia atau kondisi kadar gula darah
dalam tubuh bayi sangat rendah. Padahal, kadar gula yang cukup bisa

11
membantu tumbuh kembangnya menjadi sehat dan baik. Hal ini juga
terjadi karena kondisi fungsi hati bayi yang belum sempurna. Sehingga
membuat penyimpanan glikogen dalam tubuh menjadi sangat lambat.

f) Gastrointestinal

Usia kehamilan yang cukup muda biasanya membuat bayi prematur


memiliki sistem pencernaan belum sempurna. Kondisi ini juga yang
membuat bayi beresiko terkena komplikasi NEC (Necrotizing
enterocolitis), penyakit ini bis merubah menjadi penyakit yang sangat
berbahaya. Hal ini dikarenakan sel-sel yang seharusnya melapisi usus
rusak dan membuat sistem pencernaan bayi terganggu.

g) Ginjal

Imaturitas ginjal ditandai dengan kecepatan filtrasi glomerulus yang


rendah dan ketidakmampuan ginjal untuk mengatasi beban, kepekatan,
dan keasaman air. Imaturitas ginjal pada bayi preterm juga dapat
termanisfestasi sebagai kesulitan dalam manajemen cairan dan elektrolit
tubuh.

h) Pengaturan suhu

Bayi preterm cenderung rentan terhadap kondisi hipotermi dan hipertermi.


Permukaan tubuh bayi yang relatif luas dibanding massa tubuh bayi yang
relatif kehilangan panas. Kehilangan panas tubuh juga dapat disebabkan
oleh proses konveksi, radiasi, evaporasi, dan konduksi.

i) Infeksi dan Sistem Imunologis

Banyak penelitian yang membuktikan infeksi pada ibu merupakan


penyebab kelahiran peterm, sebagian besar janin dari ibu yang mengalami
infeksi, juga terinfeksi.

Antibodi ibu melindungi janin intrauterine sejak minggu ke 20 kehamilan,


dan terus diberikan sampai trimester ketiga, sehingga bayi preterm belum
lengkap mendapat imunitas , juga system imunnya belum matang. Karena

12
defisiensi respon imun seluler dan humoral, bayi preterm lebih berisiko
terhadap terjadinya infeksi daripada bayi cukup bulan.

j) Oftalmologis

Bayi preterm dapat mengalami retinopathy of prematurity (ROP), yakni


retinopati akibat prematuritas, sebagai dampak dari pembentukan retina
yang imatur.

Dampak Kejadian BBLR Jangka Panjang

Pada bayi prematur yang dapat bertahan hidup, terdapat peningkatan kejadian
perawatan rumah sakit, gangguan perkembangan syaraf jangka panjang, dan
masalah kesehatan kronis. Sejumlah penelitian kohort telah dilakukan
terhadap pasien Neonatal Intensive Care Units (NICU) selama bertahun-tahun
untuk melihat dampak jangka panjang kelahiran preterm. Pada usia sekolah,
10-12% diduga mengalami gangguan karena adanya kecacatan neurologi.
Penelitian lain juga menunjukkan anak yang lahir preterm atau dengan berat
lahir rendah menunjukkan skor kognitif yang rendah, prestasi sekolah yang
buruk dan peningkatan risiko gangguan sikap, seperti ADHD (Attention
Deficit/ Hyperactivity Disorder).

Risiko dirawat di rumah sakit meningkat seiring dengan rendahnya usia


kehamilan saat lahir. Penyebab yang paling sering adalah gangguan
pernapasan seperti infeksi pernapasan oleh virus, asma, dan gangguan
pencernaan seperti refluks gastroesofagus dan gastroenteritis. Sedangkan
permasalahan kronis lainnya yang sering terlihat pada bayi prematur yang
bertahan hidup hingga dewasa adalah bronchopulmonary dysplasia (BPD),
peningkatan risiko bayi mati mendadak, dan gangguan pendengaran dan
penglihatan.

Gangguan perkembangan syaraf juga meningkat seriring dengan rendahnya


usia kehamilan pada saat persalinan. Gangguan jangka panjang yang terjadi
antara lain gangguan kemampuan kognitif, defisit motoris, gangguan sensori,
dan masalah psikologi dan sikap.

13
a) Gangguan Motorik
Di antara anak-anak dengan palsi serebral (PS), 20-25% diantaranya lahir
preterm. 13 Bayi preterm mengalami peningkatan risiko untuk semua tipe
PS, namun diplegia spastik merupakan tipe yang paling sering terjadi.
Tingkat kejadian PS di Swedia sebesar 7% pada bayi yang lahir setelah
usia 23-27 minggu. Tingkat kejadian PS yang lebih rendah ditemukan
pada bayi yang lahir pada usia 29-32 minggu. Manifestasi predominan
yang dikaitkan dengan palsi serebral adalah gangguan gerak yang dapat
berupa karakter spastik, ataksik, atau atetoid. Disfungsi motorik ini
biasanya disertai gangguan neurologis lainnya seperti retardasi mental,
gangguan visual kortikal, dan kejang.
Anak yang dilahirkan preterm tanpa PS dan intelejensia yang normal juga
berisiko mengalami gangguan neuromotorik ringan, seperti kesulitan
koordinasi dan gangguan pergerakan. Kesulitan ini dapat berpengaruh
pada pandangan hidup, kepercayaan diri anak dan hubungan sosial, yang
kemudian dapat berdampak pada luaran yang kurang baik dalam sistem
pendidikan dan hubungan sosial. Mendukung perkembangan dari individu
ini dapat menjadi kunci utama dalam mencegah konsekuensi sekunder
lebih lanjut.
b) Kesulitan Kognitif dan Situasi Sekolah
Meskipun hanya sebagian kecil bayi preterm menjadi anak dengan
keterbelakangan mental, beberapa penelitian menunjukkan adanya
penurunan nilai uji kognitif dan prestasi/performa sekolah yang buruk
seiring dengan rendahnya usia kehamilan saat dilahirkan.15,16 Marlow
dkk menunjukkan bahwa 21% bayi dengan lahir preterm ekstrim pada
usia kurang dari 26 minggu memiliki IQ dua atau lebih standar deviasi
dibawah nilai rata-rata, sedangkan 25% memiliki IQ berada di tepi nilai
batas (borderline, 1-2 SD di bawah nilai rata-rata).
Penelitian lainnya menunjukkan adanya IQ yang sedikit lebih rendah pada
usia 20 tahun dan luaran pendidikan yang kurang baik pada bayi dengan
berat lahir kurang dari 1500 gram,12meskipun mayoritas terlihat mulai
mengalami kesulitan pada usia 22-25 tahun. Pada bayi preterm yang lebih
matang pun terlihat adanya peningkatan risiko keterbelakangan mental,
seperti pada bayi yang lahir dengan usia kehamilan 32-36 minggu

14
memiliki 1,4 kali risiko mengalami keterbelakangan mental dibandingkan
dengan bayi lahir cukup bulan.
Kesulitan kognitif pada bayi preterm merefleksikan luaran sekolah
mereka. Pada penelitan di Belanda sejak tahun 2004 menunjukkan 484
bayi lahir sebelum usia kehamilan 32 minggu, pada masa remaja hanya
kurang dari 50% yang menunjukkan performa normal di sekolah18, dan
studi meta analisis sejak 2002 menunjukkan bahwa bayi preterm dua kali
lipat berisiko mengalami ADHD dibandingkan dengan bayi lahir cukup
bulan. Bayi preterm juga umumnya berhubungan dengan kesulitan dalam
area aritmetika dan membaca.
c) Attention-Deficit-Hyperactivity Disorder (ADHD)
ADHD merupakan gangguan perkembangan neurologis yang umum
terjadi di negara Barat, dengan prevalensi 3-5% pada anak usia sekolah di
Swedia. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa masalah atensi lebih
umum terjadi pada anak yang lahir preterm. Pada penelitian Farooqi
ditemukan bahwa anak usia 11 tahun yang terlahir preterm usia kehamilan
23-25 minggu mengalami tiga hingga empat kali lipat lebih sering
mengalami masalah atensi dibandingkan dengan bayi lahir cukup bulan.12
Penelitian di Perancis terhadap 1102 anak berusia lima tahun yang lahir
setelah usia kehamilan 22-32 minggu menunjukkan peningkatan risiko
mengalami hiperaktivitas atau masalah inatensi, dua kali lipat
dibandingkan dengan bayi lahir cukup bulan. Penelitian terhadap bayi
preterm menunjukkan adanya risiko mengalami luaran negatif pada usia
sekolah dan awal dewasa seperti ADHD.
d) Masalah kejiwaan lainnya, alkohol dan penyalahgunaan zat adiktif lainnya
Beberapa gejala kejiwaan terutama depresi dan kecemasan dilaporkan
lebih sering terjadi pada anak dengan berat lahir rendah dan anak yang
lahir sangat prematur dibandingkan dengan anak yang lahir cukup bulan.
Tingkat intelektual yang lebih rendah juga meningkatkan risiko terjadinya
psikopatologi dewasa. Kompetensi kognitif yang rendah juga
memprediksi aspek hidup di masa mendatang seperti kualitas hubungan
dan performa sekolah yang buruk, sehingga dapat meningkatkan risiko
luaran kesehatan mental yang buruk. Hal ini menggambarkan pentingnya
menerapkan perspektif hidup ketika mengevaluasi konsekuensi dari

15
kejadian awal seperti persalinan prematur. Namun, hubungan antara
persalinan prematur dan autisme hingga kini belum jelas. Terdapat
beberapa bukti yang menunjukkan adanya hubungan positif, akan tetapi
sebagian penelitian lainnya menunjukkan tidak adanya hubungan.
Kurangnya kemampuan bersosialisasi dan sifat pemalu dan menarik diri
merupakan hal yang sering ditemukan pada kelompok preterm, individu
yang lahir sebelum 29 minggu lebih sering menjadi korban penindasan
dibandingkan dengan kelompok cukup bulan. Beberapa penelitian juga
menunjukkan rendahnya sikap berbahaya seperti rendahnya meminum
alkohol dan penggunaan obat-obatan terlarang pada kelompok dewasa
muda yang lahir prematur.
e) Gangguan pernafasan jangka panjang
Berbagai fakta telah membuktikan adanya hubungan antara kelahiran
prematur dan morbiditas pernapasan di kemudian hari. Anak prematur
lahir dengan paru yang belum berkembang, jumlah alveoli yang rendah
dan gangguan fungsi pernapasan. Hal ini berkontribusi pada peningkatan
risiko asma dan radang paru, terutama pada masa bayi. Penyakit
pernapasan umum terjadi pada anak prematur yang mengalami displasia
bronkuspulmonari. Beberapa penelitian menunjukkan adanya gangguang
fungsi saluran napas yang terjadi hingga masa dewasa muda. Penelitian
juga menunjukkan adanya dua kali peningkatan risiko pengobatan asma
pada anak-anak bagi individu yang lahir setelah 23-27 minggu, namun
tidak terdapat hubungan antara kelahiran preterm dan pengobatan asma
pada individu yang lahir dengan usia kehamilan yang lebih tinggi.
f) Gangguan Kesehatan pada Usia Dewasa
- Resistensi Insulin
Individu dewasa yang mengalami kelahiran prematur cenderung lebih
dapat mengalami resistensi insulin dan tekanan darah yang lebih tinggi
dibandingkan dengan kelahiran cukup bulan. Suatu penelitian
menunjukkan bahwa individu dewasa (18 hingga 27 tahun) yang lahir
prematur (berat lahir kurang dari 1500 g dan usia kehamilan 29
minggu) dibandingkan dengan kelompok yang lahir cukup bulan
memiliki tekanan darah yang lebih tinggi dan gangguan metabolisme
glukosa.

16
- Hipertensi dan perubahan vaskular
Individu dewasa yang lahir prematur memiliki tekanan darah yang
lebih tinggi dibandingkan kelompok yang lahir cukup bulan. Hal ini
menunjukkan bahwa berat lahir rendah dapat berperan dalam
perkembangan hipertensi primer pada masa dewasa.
- Reproduksi
Prematuritas berhubungan dengan penurunan kemampuan reproduksi
pada masa dewasa. Hal ini terlihat dari suatu studi yang menunjukkan
bahwa individu dewasa yang lahir prematur memiliki tingkat
reproduktif yang lebih rendah dibandingkan individu yang lahir cukup
bulan. Tingkat reproduksi yang paling rendah terjadi pada individu
dewasa dengan usia kehamilan yang paling rendah. Selain itu, wanita
yang lahir prematur mengalami peningkatan risiko mendapatkan bayi
yang juga prematur. Namun hal ini tidak berlaku pada pria prematur.

2. Klasifikasi BBLR berdasarkan Harapan Hidupnya


a) Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat badan di
bawah 2500 gram pada saat lahir.
b) Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) adalah bayi dengan berat
badan di bawah 1500 gram pada saat lahir.
c) Bayi berat lahir ekstrim rendah (BBLER) adalah bayi dengan berat
badan 1000 gram pada saat lahir.

Dampak Kejadian BBLR Jangka Pendek

a) Hipotermia

Salah satu hal yang harus diperhatikan dalam merawat bayi baru
lahir di rumah adalah suhu tubuh. Masalah pada suhu bayi baru lahir
adalah hipotermia atau suhu tubuh kurang dari 36,5°C dan demam.
Banyak penyakit memiliki gejala hipotermia di antaranya infeksi berat
seperti sepsis neonatorum, radang selaput otak, radang paru, hipoglikemi,
dan lain-lain. Hipotermia merupakan hal berbahaya yang perlu
penanganan segera. Oleh karena itu, pengenalan kondisi hipotermia secara
dini dan segera melakukan tindakan yang memadai sangatlah penting.

17
Suhu normal bayi adalah antara 36,5-37,5°C. Hipotermia dibagi
menjadi tiga jenis yaitu stres dingin, hipotermia sedang, dan hipotermia
berat. Batasan stres dingin suhu antara 35,5-36,4°C, hipotermia sedang
suhu antara 32-35,4°C, dan hipotermia berat apabila suhu kurang dari
32°C. Bila tubuh dan ekstremitas hangat maka interpretasinya adalah
normal. Bila tubuh teraba hangat tapi ekstremitas teraba dingin maka
berarti bayi mengalami stres dingin. Sedangkan bila tubuh dan ekstremitas
teraba dingin berarti bayi mengalami hipotermia. Pada perabaan tidak
dapat ditentukan gradasi hipotermia.

b) Hipoglikemia
Istilah hipoglikemia merujuk pada kadar glukosa yang rendah.
Hipoglikemia pada awal kehidupan neonatus cukup bulan merupakan hal
yang wajar, sering didapatkan dan terjadi pada hampir seluruh mamalia.
Hal ini akan normal dengan sendirinya dan bukanlah sesuatu yang
patologis karena kadar glukosa darah meningkat secara spontan dalam 2-3
jam. Dalam situasi dimana kadar glukosa darah yang rendah karena belum
mendapat asupan makanan (ASI belum ada) terjadi respon ketogenik yaitu
metabolisme dari asam lemak menjadi badan keton. Otak bayi dengan
kemampuannya akan memanfaatkan badan keton untuk menghemat
glukosa bagi otak dan melindungi fungsi neurologis bayi.
Definisi hipoglikemia hingga saat ini masih kontroversial, karena
kurangnya korelasi yang bermakna antara kadar glukosa plasma, gejala
klinis, dan gejala sisa jangka panjang. Hipoglikemia ditandai oleh nilai
yang unik pada masing-masing individu neonatus dan bervariasi sesuai
dengan kematangan fisiologis dan pengaruh patologisnya. Hipoglikemia
pada bayi terjadi bila kadar glukosa darah < 45mg/dL.
c) Hiperglikemia
Pada bayi yang tidak sehat, insulin tidak berfungsi dengan baik atau
terdapat dalam jumlah yang rendah, sehingga menyebabkan gangguan
dalam mengendalikan kadar gulag darah. Akibatnya, kadar gula darah
bisa menjadi tinggi (hiperglikemia), misalnya pada bayi baru lahir yang
mengalami stres berat atau menderita infeksi yang berat (sepsis). Pada

18
kasus yang jarang, bayi juga mungkin memiliki diabetes, dengan kadar
insulin yang rendah, sehingga menyebabkan tingginya kadar gula darah.
d) Masalah pemberian ASI.
Bayi lahir prematur seringkali disertai masalah kesehatan. Bayi
prematur sakit berat mungkin belum minum (nutrisi enteral) sehingga
perlu diberikan nutrisi melalui infus (nutrisi parenteral). Bayi yang lahir
dengan berat lahir di bawah 1250 gram dengan permasalahan medis,
mungkin perlu mendapat pemberian nutrisi parenteral selama 24 sampai
48 jam pertama, kemudian diberikan trophic feeding 10 mL/kgBB/24 jam.
Jika bayi sudah dapat menoleransi pemberian minum, maka jumlah
minum dapat dinaikkan sambil menurunkan pemberian nutrisi parenteral.
Dilaporkan bahwa terdapat gangguan struktur dan fungsi
gastrointestinal, vili usus yang memendek, hilangnya DNA mukosa
saluran cerna, kandungan protein dan aktivitas enzim berkurang,
meskipun status anabolisme dipertahankan dengan pemberian nutrisi
parenteral. Pada model tikus, atrofi gastrointestinal terjadi setelah 3 hari
tanpa asupan enteral, dan perbaikan terjadi setelah mulai dilakukan
pemberian nutrisi enteral. Pemberian trophic feeding (minimal enteral
feeding, gastrointestinal priming, early hypocaloric feeding), merupakan
suatu konsep yang diperkenalkan, untuk menghindari efek puasa. Prinsip
trophic feeding yaitu untuk menstimulasi perkembangan saluran
cerna/gastrointestinal, tanpa memperberat derajat penyakit. Trophic
feeding diberikan dengan jumlah 10-20 mL/kg/hari.
Oleh karena bayi prematur seringkali tidak dapat melakukan
koordinasi antara gerakan menghisap, menelan, dan bernafas, maka perlu
digunakan selang orogastrik. Metode yang sering digunakan yaitu infus
susu kontinu dan intermiten (bolus) yang diberikan setiap 3 jam.
Penelitian terkini memberikan hasil bahwa pemberian nutrisi secara bolus,
memperbaiki konsentrasi hormon-hormon terkait dengan keadaan puasa-
minum, sehingga memperbaiki perkembangan saluran cerna, serta
didapatkan toleransi minum dan pertumbuhan yang lebih baik pada bayi
yang mendapatkan nutrisi enteral secara bolus. Oleh karena itu, pemberian
minum secara bolus lebih menguntungkan daripada pemberian minum
kontinu pada bayi prematur dengan saluran cerna yang relatif lebih sehat.

19
Rekomendasi pemberian minum pada bayi lahir dengan usia
kehamilan kurang dari 37 minggu harus berdasarkan pada berat lahir dan
tahap perkembangan, yang ditingkatkan sesuai dengan usia koreksi.
Berdasarkan usia koreksi, Peningkatan pemberian minum pada
kebanyakan bayi prematur hampir menyamai bayi cukup bulan.
e) Ikterus
BBLR (bayi berat lahir rendah) didefinisikan dengan berat badan lahir
2.500 gram atau kurang. Pada bayi dengan berat lahir rendah (BBLR)
dapat mengalami berbagai komplikasi salah satunya yaitu
hiperbilirubinemia (ikterus). Ikterus merupakan pewarnaan kuning pada
kulit, sklera, atau membran mukosa sebagai akibat penumpukan bilirubin
yang berlebihan pada jaringan.

Dampak Kejadian BBLR Jangka Panjang

a) Gangguan Imunologi

Bayi dengan berat lahir rendah juga akan mengalami kerusakan fungsi
imun. Semakin berat retardasi pertumbuhan yang dialami oleh janin,
maka akan semakin berat pula kerusakan imunokompetensi dan
kerusakan tersebut akan tetap bertahan sepanjang masa kanak-kanak.
Bayi dengan berat lahir yang rendah mengalami kerusakan imunitas
yang dimediasi oleh sel dalam jangka waktu yang lama. Dalam hasil
penelitiannya menemukan bahwa pada anak usia 5 tahun, anak yang
lahir genap bulan namun BBLR memiliki persentase sel CD3 pada darah
perifer yang lebih rendah dibandingkan dengan anak dengan berat lahir
normal.

Perbedaan konsentrasi sel CD3 tersebut diperkirakan merupakan


konsekuensi percepatan apoptosis dari limfosit. Berdasarkan temuan
tersebut, bayi dengan berat lahir rendah dapat mengakibatkan gangguan
pada fungsi imun yang terus dibawa sampai usia sekolah bahkan lebih.

20
3. Klasifikasi BBLR berdasarkan Masa Gestasinya
a) Prematuritas Murni
Neonatus dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu dan
mempunyai berat badan sesuai dengan berat badan untuk masa
kehamilan atau biasa disebut Neonatus Kurang Bulan Sesuai Masa
Kehamilan (NKB-SMK).
Menurut WHO, bayi prematur adalah bayi lahir hidup sebelum usia
kehamilan minggu ke 37 (di hitung dari hari pertama haid terakhir). Bayi
prematur atau bayi preterm adalah bayi yang berumur kehamilan 37
minggu tanpa memperhatikan berat badan. Sebagian besar bayi lahir
dengan berat badan kurang dari 2.500 gram adalah bayi prematur
(Pantiawati, 2010).
b) Dismaturitas
Bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk
masa kehamilan, hal ini disebabkan karena mengalami gangguan
pertumbuhan dalam kandungan dan merupakan bayi yang kecil untuk
masa kehamilannya (KMK).
Adalah bayi dengan berat badan kurang dari berat badan yang seharusnya
untuk usia kehamilannya, yaitu berat badan dibawah persentil 10 pada
kurva pertumbuhan intra uterin, biasa disebut dengan bayi kecil untuk
masa kehamilan (pantiawati, 2010).

Dampak Kejadian BBLR Jangka Pendek

a) Sindroma aspirasi mekoneum (Kesulitan Bernafas)


Hipoksia intrauterin akan mengakibatkan janin mengalami gasping dalam
uterus. Selain itu mekonium akan dilepaskan dan bercampur dengan
cairan amnion. Cairan amnion yang mengandung mekonium akan masuk
ke dalam paru janin karena inhalasi. Ketika bayi lahir akan menderita
gangguan pernafasan karena melekatnya mekonium dalam saluran
pernafasan.
b) Hipoglikemi simtomatik
Keadaan ini terutama terdapat pada bayi lak-laki. Penyebabnya belum
jelas, mungkin karena cadangan glikogen yang kurang pada bayi

21
dismatur. Diagnosis dibuat setelah pemeriksaan kadar gula darah,
hipoglikemia bila kadar gula darah kurang dari 20 mg<dl pada bayi berat
lahir rendah.
c) Penyakit membran hialin.
Penyakit ini diderita bayi dismatur yang preterm terutama bila masa
gestasi kurang dari 5 minggu, hal ini disebabkan karena pertumbuhan
surfaktan paru yang belum cukup.
d) Hiperbilirubinemia.
Bayi dismatur lebih sering menderita hiperbilirunemia dibandingkan
bayiyang beratnya sesuai dengan masa kehamilan. Berat hati bayi
dismatur kurang dibandingkan bayi biasa! mungkin disebabkan gangguan
pertumbuhan hati.

Dampak Kejadian BBLR Jangka Panjang

a) Gangguan pertumbuhan dan perkembangan


Kualitas seorang anak dapat dinilai dari proses tumbuh kembang.
Proses tumbuh kembang merupakan hasil interaksi faktor genetik dan
faktor lingkungan. Faktor genetik/keturunan adalah faktor yang
berhubungan dengan gen yang berasal dari ayah dan ibu, sedangkan faktor
lingkungan meliputi lingkungan biologis, fisik, psikologis, dan sosial.
Pertumbuhan dan perkembangan mengalami peningkatan yang
pesat pada usia dini, yaitu dari 0 sampai 5 tahun. Masa ini sering juga
disebut sebagai fase ”Golden Age”. Golden age merupakan masa yang
sangat penting untuk memperhatikan tumbuh kembang anak secara cermat
agar sedini mungkin dapat terdeteksi apabila terjadi kelainan. Selain itu,
penanganan kelainan yang sesuai pada masa golden age dapat
meminimalisir kelainan pertumbuhan dan perkembangan anak sehingga
kelaianan yang bersifat permanen dapat dicegah.
Masalah yang sering timbul dalam pertumbuhan dan
perkembangan anak meliputi gangguan pertumbuhan fisik, perkembangan
motorik, bahasa, emosi, dan perilaku.

22
1) Gangguan Pertumbuhan Fisik

Gangguan pertumbuhan fisik meliputi gangguan pertumbuhan


di atas normal dan gangguan pertumbuhan di bawah normal.
Pemantauan berat badan menggunakan KMS (Kartu Menuju Sehat)
dapat dilakukan secara mudah untuk mengetahui pola pertumbuhan
anak. Menurut Soetjiningsih (2003) bila grafik berat badan anak lebih
dari 120% kemungkinan anak mengalami obesitas atau kelainan
hormonal. Sedangkan, apabila grafik berat badan di bawah normal
kemungkinan anak mengalami kurang gizi, menderita penyakit
kronis, atau kelainan hormonal. Lingkar kepala juga menjadi salah
satu parameter yang penting dalam mendeteksi gangguan
pertumbuhan dan perkembangan anak. Ukuran lingkar kepala
menggambarkan isi kepala termasuk otak dan cairan serebrospinal.
Lingkar kepala yang lebih dari normal dapat dijumpai pada anak yang
menderita hidrosefalus, megaensefali, tumor otak ataupun hanya
merupakan variasi normal. Sedangkan apabila lingkar kepala kurang
dari normal dapat diduga anak menderita retardasi mental, malnutrisi
kronis ataupun hanya merupakan variasi normal.

Deteksi dini gangguan penglihatan dan gangguan pendengaran


juga perlu dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya gangguan yang
lebih berat. Jenis gangguan penglihatan yang dapat diderita oleh anak
antara lain adalah maturitas visual yang terlambat, gangguan refraksi,
juling, nistagmus, ambliopia, buta warna, dan kebutaan akibat
katarak, neuritis optik, glaukoma, dan lain sebagainya. Sedangkan
ketulian pada anak dapat dibedakan menjadi tuli konduksi dan tuli
sensorineural. Tuli pada anak dapat disebabkan karena faktor prenatal
dan postnatal. Faktor prenatal antara lain adalah genetik dan infeksi
TORCH yang terjadi selama kehamilan. Sedangkan faktor postnatal
yang sering mengakibatkan ketulian adalah infeksi bakteri atau virus
yang terkait dengan otitis media.

23
2) Gangguan Pertumbuhan Motorik

Perkembangan motorik yang lambat dapat disebabkan oleh


beberapa hal. Salah satu penyebab gangguan perkembangan motorik
adalah kelainan tonus otot atau penyakit neuromuskular. Anak
dengan serebral palsi dapat mengalami keterbatasan perkembangan
motorik sebagai akibat spastisitas, athetosis, ataksia, atau hipotonia.
Kelainan sumsum tulang belakang seperti spina bifida juga dapat
menyebabkan keterlambatan perkembangan motorik. Penyakit
neuromuscular sepeti muscular distrofi memperlihatkan
keterlambatan dalam kemampuan berjalan. Namun, tidak selamanya
gangguan perkembangan motorik selalu didasari adanya penyakit
tersebut. Faktor lingkungan serta kepribadian anak juga dapat
mempengaruhi keterlambatan dalam perkembangan motorik. Anak
yang tidak mempunyai kesempatan untuk belajar seperti sering
digendong atau diletakkan di baby walker dapat mengalami
keterlambatan dalam mencapai kemampuan motorik.

3) Gangguan Pertumbuhan Bahasa

Kemampuan bahasa merupakan kombinasi seluruh system


perkembangan anak. Kemampuan berbahasa melibatkan kemapuan
motorik, psikologis, emosional, dan perilaku. Gangguan
perkembangan bahasa pada anak dapat diakibatkan berbagai faktor,
yaitu adanya faktor genetik, gangguan pendengaran, intelegensia
rendah, kurangnya interaksi anak dengan lingkungan, maturasi yang
terlambat, dan faktor keluarga. Selain itu, gangguan bicara juga dapat
disebabkan karena adanya kelainan fisik seperti bibir sumbing dan
serebral palsi. Gagap juga termasuk salah satu gangguan
perkembangan bahasa yang dapat disebabkan karena adanya tekanan
dari orang tua agar anak bicara jelas.

4) Gangguan Pertumbuhan Emosi dan Prilaku


Selama tahap perkembangan, anak juga dapat mengalami
berbagai gangguan yang terkait dengan psikiatri. Kecemasan adalah
salah satu gangguan yang muncul pada anak dan memerlukan suatu

24
intervensi khusus apabila mempengaruh interaksi sosial dan
perkembangan anak. Contoh kecemasan yang dapat dialami anak
adalah fobia sekolah, kecemasan berpisah, fobia sosial, dan
kecemasan setelah mengalami trauma. Gangguan perkembangan
pervasif pada anak meliputi autisme serta gangguan perilaku dan
interaksi sosial. Autism adalah kelainan neurobiologis yang
menunjukkan gangguan komunikasi, interaksi, dan perilaku. Autisme
ditandai dengan terhambatnya perkembangan bahasa, munculnya
gerakan-gerakan aneh seperti berputar-putar, melompat-lompat, atau
mengamuk tanpa sebab.
b) Gangguan kemampuan berbicara dan berkomunikasi
Kata bahasa berasal dari bahasa Latin “lingua” yang berarti lidah.
Awalnya pengertiannya hanya merujuk pada bicara, namun selanjutnya
digunakan sebagai bentuk sistem konvensional dari simbol-simbol yang
dipakai dalam komunikasi. American Speech-Language Hearing
Association Committee on Language mendefinisikan bahasa sebagai suatu
sistem lambang konvensional yang kompleks dan dinamis yang dipakai
dalam berbagai cara berpikir dan berkomunikasi.
Terdapat perbedaan mendasar antara bicara dan bahasa. Bicara
adalah pengucapan yang menunjukkan keterampilan seseorang
mengucapkan suara dalam suatu kata. Bahasa berarti menyatakan dan
menerima informasi dalam suatu cara tertentu. Bahasa merupakan salah
satu cara berkomunikasi. Bahasa reseptif adalah kemampuan untuk
mengerti apa yang dilihat dan apa yang didengar. Bahasa ekspresif adalah
kemampuan untuk berkomunikasi secara simbolis baik visual (menulis,
memberi tanda) maupun auditorik.
Secara umum, seorang anak dianggap memiliki keterlambatan
bicara jika perkembangan bicara anak secara signifikan dibawah normal
untuk anak-anak pada usia yang sama. Seorang anak dengan
keterlambatan bicara memiliki perkembangan bicara yang khas yaitu
kemampun bicaranya berkembang sama dengan anak yang memiliki usia
kronologis yang lebih muda. Kemampuan bicara anak tetap mengikuti
pola atau urutan yang normal tetapi terjadi lebih lambat dibandingkan
anak seusianya.

25
Kemampuan dalam bahasa dan berbicara dipengaruhi oleh faktor
intrinsik (anak) dan faktor ekstrinsik (psikososial). Faktor intrinsik ialah
kondisi pembawaan sejak lahir termasuk fisiologi dari organ yang terlibat
dalam kemampuan bahasa dan berbicara. Sementara itu, faktor ekstrinsik
dapat berupa stimulus yang ada di sekeliling anak, misalnya perkataan
yang didengar atau ditujukan kepada si anak. Adapun faktor-faktor yang
mempengaruhi keterlambatan bicara adalah sebagai berikut:
a) Faktor Intrinsik
1) Retardasi mental

Retardasi mental merupakan penyebab paling umum dari


keterlambatan bicara, tercatat lebih dari 50% dari kasus 32
Seorang anak retardasi mental menunjukkan keterlambatan
bahasa menyeluruh, keterlambatan pemahaman pendengaran, dan
keterlambatan motorik. Secara umum, semakin parah
keterbelakangan mental, semakin lambat kemampuan komunikasi
bicaranya. Pada 30%-40% anak-anak dengan retardasi mental,
penyebabnya tidak dapat ditentukan. Penyebab retardasi mental
diantaranya cacat genetik, infeksi intrauterin, insufisiensi
plasenta, obat saat ibu hamil, trauma pada sistem saraf pusat,
hipoksia, kernikterus, hipotiroidisme, keracunan, meningitis atau
ensefalitis, dan gangguan metabolik.

2) Gangguan Pendengaran

Fungsi pendengaran dalam beberapa tahun pertama


kehidupan sangat penting untuk perkembangan bahasa dan
bicara. Gangguan pendengaran pada tahap awal perkembangan
dapat menyebabkan keterlambatan bicara yang berat. Gangguan
pendengaran dapat berupa gangguan konduktif atau gangguan
sensorineural. Tuli konduktif umumnya disebabkan oleh otitis
media dengan efusi.34 Gangguan pendengaran tersebut adalah
intermiten dan rata-rata dari 15dB sampai 20 dB.35 Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa anak-anak dengan gangguan
pendengaran konduktif yang berhubungan dengan cairan pada

26
telinga tengah selama beberapa tahun pertama kehidupan berisiko
mengalami keterlambatan bicara.

Gangguan konduktif juga dapat disebabkan oleh kelainan


struktur telinga tengah dan atresia dari canalis auditoris eksterna.
Gangguan pendengaran sensorineural dapat disebabkan oleh
infeksi intrauterin, kernikterus, obat ototosik, meningitis bakteri,
hipoksia, perdarahan intrakranial, sindrom tertentu (misalnya,
sindrom Pendred, sindrom Waardenburg, sindrom Usher) dan
kelainan kromosom (misalnya, sindrom trisomi). Kehilangan
pendengaran sensorineural biasanya paling parah dalam frekuensi
yang lebih tinggi.

3) Autisme

Autisme adalah gangguan perkembangan neurologis yang


terjadi sebelum anak mencapai usia 36 bulan. Autisme ditandai
dengan keterlambatan perkembangan bahasa, penyimpangan
kemampuan untuk berinteraksi, perilaku ritualistik, dan
kompulsif, serta aktivitas motorik stereotip yang berulang.
Berbagai kelainan bicara telah dijelaskan, seperti ekolalia dan
pembalikan kata ganti. Anak-anak autis pada umumnya gagal
untuk melakukan kontak mata, merespon senyum, menanggapi
jika dipeluk, atau menggunakan gerakan untuk berkomunikasi.
Autisme tiga sampai empat kali lebih sering terjadi pada anak
laki-laki daripada anak perempuan.

4) Mutasi Selektif

Mutasi selektif adalah suatu kondisi dimana anak-anak


tidak berbicara karena mereka tidak mau. Biasanya, anak-anak
dengan mutasi selektif akan berbicara ketika mereka sendiri,
dengan teman-teman mereka, dan kadang-kadang dengan orang
tua mereka. Namun, mereka tidak berbicara di sekolah, dalam
situasi umum, atau dengan orang asing. Kondisi tersebut terjadi
lebih sering pada anak perempuan daripada anak laki-laki.36

27
Secara signifikan anak-anak dengan mutasi selektif juga memiliki
defisit artikulatoris atau bahasa. Anak dengan mutasi selektif
biasanya memanifestasikan gejala lain dari penyesuaian yang
buruk, seperti kurang memiliki teman sebaya atau terlalu
bergantung pada orang tua mereka. Umumnya, anak-anak ini
negativistik, pemalu, penakut, dan menarik diri. Gangguan
tersebut bisa bertahan selama berbulan-bulan sampai bertahun-
tahun.

5) Cerebral palsy

Keterlambatan bicara umumnya dialami oleh anak dengan


cerbral palsy. Keterlambatan bicara terjadi paling sering pada
orang-orang dengan tipe athetoid cerebral palsy. Selain itu juga
dapat disertai atau dikombinasi oleh faktor-faktor penyebab lain,
diantaranya: gangguan pendengaran, kelemahan atau kekakuan
otot-otot lidah, disertai keterbelakangan mental atau cacat pada
korteks serebral.

6) Kelainan organ bicara

Kelainan ini meliputi lidah pendek, kelainan bentuk gigi


dan mandibula (rahang bawah), kelainan bibir sumbing
(palatoschizis/cleft palate), deviasi septum nasi, adenoid atau
kelainan laring.Pada lidah pendek terjadi kesulitan menjulurkan
lidah sehingga kesulitan mengucapkan huruf ”t”, ”n”, dan ”l”.
Kelainan bentuk gigi dan mandibula mengakibatkan suara desah
seperti ”f”, ”v”, ”s”, ”z”, dan ”th”. Kelainan bibir sumbing bisa
mengakibatkan penyimpangan resonansi berupa rinolalia aperta,
yaitu terjadi suara hidung pada huruf bertekanan tinggi seperti
”s”, ”k”, dan ”g”.

b) Faktor ektrinsik
Dalam keadaaan ini anak tidak mendapatkan rangsangan yang
cukup dari lingkungannya. Anak tidak mendapatkan cukup waktu dan
kesempatan berbicara dengan orang tuanya. Hasil penelitian

28
menunjukkan stimulasi yang kurang akan menyebabkan gangguan
berbahasa yaitu keterlambatan bicara, tetapi tidak berat. Bilamana
anak yang kurang mendapat stimulasi tersebut juga mengalami
kurang makan atau child abuse, maka kelainan berbahasa dapat lebih
berat karena penyebabnya bukan deprivasi semata-mata tetapi juga
kelainan saraf karena kurang gizi atau penelantaran anak.
Berbagai macam deprivasi psikososial yang mengakibatkan
keterlambatan bicara adalah:
1) Lingkungan yang Sepi
Bicara adalah bagian tingkah laku, jadi ketrampilannya melalui
meniru. Bila stimulasi bicara sejak awal kurang (tidak ada yang
ditiru) maka akan menghambat kemampuan bicara dan bahasa
pada anak.
2) Anak Kembar
Pada anak kembar didapatkan perkembangan bahasa yang lebih
buruk dan lama dibandingkan dengan anak tunggal. Mereka satu
sama lain saling memberikan lingkungan bicara yang buruk
karena biasanya mempunyai perilaku yang saling meniru. Hal ini
menyebabkan mereka saling meniru pada keadaan kemampuan
bicara yang sama–sama belum bagus.
3) Bilingualisme
Pemakaian 2 bahasa dapat menyebabkan keterlambatan bicara,
namun keadaan ini bersifat sementara. Smith meneliti pada
kelompok anak dengan lingkungan bilingualisme tampak
mempunyai perbendaharaan yang kurang dibandingkan anak
dengan satu bahasa, kecuali pada anak dengan kecerdasan yang
tinggi.
4) Teknik Pengajaran yang Salah
Cara dan komunikasi yang salah pada anak sering menyebabkan
keterlambatan perkembangan bicara dan bahasa pada anak sebab
perkembangan mereka terjadi karena proses meniru dan
pembelajaran dari lingkungan.
5) Pola menonton televisi

29
Menonton televisi pada anak-anak usia batita merupakan faktor
yang membuat anak lebih menjadi pendengar pasif. Pada saat
nonton televisi, anak akan lebih berperan sebagai pihak yang
menerima tanpa harus mencerna dan memproses informasi yang
masuk. Akibatnya, dalam jangka waktu tertentu, yang mana
seharusnya otak mendapat banyak stimulasi dari
lingkungan/orang tua untuk kemudian memberikan feedback
kembali, namun karena yang lebih banyak memberikan stimulasi
adalah televisi, maka sel-sel otak yang mengurusi masalah bahasa
dan bicara akan terhambat perkembangannya.
c. Gangguan neurologis dan kognisi.
1) Autisme
Autisme adalah kelainan perkembangan sistem saraf pada
seseorang yang kebanyakan diakibatkan oleh faktor hereditas dan
kadang-kadang telah dapat dideteksi sejak bayi berusia 6 bulan.
Deteksi dan terapi sedini mungkin akan menjadikan si penderita lebih
dapat menyesuaikan dirinya dengan yang normal. Kadang-kadang
terapi harus dilakukan seumur hidup, walaupun demikian penderita
Autisme yang cukup cerdas, setelah mendapat terapi Autisme sedini
mungkin.
Karakteristik yang menonjol pada seseorang yang mengidap
kelainan ini adalah kesulitan membina hubungan sosial, berkomunikasi
secara normal maupun memahami emosi serta perasaan orang lain.
Autisme merupakan salah satu gangguan perkembangan yang
merupakan bagian dari gangguan spektrum autisme atau Autism
Spectrum Disorders (ASD) dan juga merupakan salah satu dari lima
jenis gangguan dibawah payung Gangguan Perkembangan Pervasif
atau Pervasive Development Disorder (PDD).
Autisme bukanlah penyakit kejiwaan karena ia merupakan suatu
gangguan yang terjadi pada otak sehingga menyebabkan otak tersebut
tidak dapat berfungsi selayaknya otak normal dan hal ini termanifestasi
pada perilaku penyandang autisme.

30
a) Kerusakan Sistem Syaraf Pusat (SSP)
Kerusakan yang terjadi pada tabung saraf pada saat awal
kehamilan menjadi faktor risiko terjadinya gangguan saraf pada
bayi. Biasanya dengan keadaan ini bayi akan dilahirkan dalam
kondisi meninggal. Meskipun begitu tidak semua bayi dengan
kondisi seperti ini meninggal. Bagi bayi yang lahir hidup biasanya
akan mengalami cacat saraf permanen, bahkan diketahui usia bayi
tidak akan lama.
b) Hidrocephalus
Hydrocephalus merupakan gangguan yang terjadi ketika
bayi masih berada dalam kandungan ibu. Dimana gangguan ini
disebabkan karena parasit. Parasit yang menyebabkan gangguan
pada bayi ini berada dalam tubuh ibu yang sedang hamil. Beberapa
jenis parasit yang menjadi penyebab gangguan ini di antaranya
yaitu, Toxoplasma, Cytomegalovirus, Rubella, dan Herpes simplex
Virus. Hydrocephalus adalah keadaan dimana terjadi pembesaran
pada rongga kepala yang berisi cairan. Gangguan saraf yang satu
ini membuat sistem koordinasi bayi perkembangannya terhambat.
c) Cerebral Palsy
Cerebral palsy yaitu gangguan yang menyebabkan
kelumpuhan otak pada bayi. Dengan keadaan ini bayi tidak mampu
melakukan kegiatan seperti yang dilakukan oleh bayi normal. Bayi
yang mengalami gangguan saraf ini akan mengalami
perkembangan yang lambat. Berdasarkan penelitian, faktor risiko
cerebral palsy terjadi pasa masa kehamilan, persalinan dan hingga
anak berusia 2 tahun.
Faktor yang menyebabkan janin berisiko mengalami
cerebral palsy ketika dalam masa kehamilan yaitu karena
disebabkan oleh infeksi ketika janin berada dalam kandungan.
Infeksi tersebut dapat menyerang janin seperti misalkan
Toksoplasma, Rubella, Sitomegalovirus atau infeksi virus yang
lainnya. Selain itu, paparan radiasi berlebihan saat kehamilan dapat
menjadi penyebabnya.

31
Sedangkan saat persalinan, risiko yang dapat membuat bayi
mengalami cerebral palsy yaitu bayi lahir kurang bulan atau
prematur, kekurangan oksigen atau keracunan air ketuban ibu.
Sedangkan setelah kelahiran, faktor yang menjadi penyebab
cerebral palsy di antaranya yaitu benturan yang terjadi pada saat
bayi dalam kandungan atau setelah dilahirkan, infeksi otak,
meningitis pada bayi, dan kejang berulang.
Cerebral palsy atau lumpuh otak pada bayi biasanya dapat
terlihat ketika bayi berusia 3 sampai 6 bulan. Gejala utama pada
anak yang menderita cerebral palsy yaitu mengalami gangguan
pada fungsi gerak dan postur tubuhnya, tumbuh kembang anak
mengalami hambatan yang dapat dilihat sejak bayi. Gangguan
pada fungsi gerak ini disertai dengan gangguan lainnya seperti
gangguan kognisi, sensorik, tingkah laku, komunikasi dan epilepsi.
d. Gangguan pengelihatan (retinopati)

Retinopathy of prematurity (ROP) atau retinopati prematuritas


adalah gangguan mata yang berpotensi membutakan. Kondisi ini terutama
terjadi pada bayi prematur dengan berat sekitar 1250 gram atau kurang,
yang lahir sebelum minggu ke-31 kehamilan (jangka waktu kehamilan
yang dianggap cukup bulan adalah 38-42 minggu). Semakin kecil bayi
ketika lahir, semakin besar kemungkinannya untuk terkena ROP.
Gangguan ini yang biasanya mengenai kedua mata adalah salah satu
penyebab paling umum dari kehilangan penglihatan pada usia dini dan
dapat menyebabkan gangguan penglihatan seumur hidup dan kebutaan.
ROP pertama kali didiagnosis pada tahun 1942. Ada lima tahapan ROP:

a) Stadium I: Ada sedikit pertumbuhan pembuluh darah yang abnormal.


b) Stadium II: Pertumbuhan pembuluh darah cukup abnormal.
c) Stadium III: Pertumbuhan pembuluh darah sangat abnormal.
d) Stadium IV: Pertumbuhan pembuluh darah sangat abnormal dan ada
retina yang terpisah sebagian.
e) Stadium V: Ada ablaso retina yang total.

32
Perubahan pembuluh darah tidak dapat dilihat dengan mata
tertutup. Pemeriksaan mata dibutuhkan untuk mengungkap masalah
tersebut. Bayi dengan ROP bisa diklasifikasikan memiliki “penyakit
tambahan” jika pembuluh darah abnormal cocok dengan gambar yang
digunakan untuk mendiagnosis kondisi tersebut. Gejala ROP yang parah
meliputi:

a) Gerakan mata abnormal


b) Mata juling
c) Rabun jauh yang parah
d) Pupil terlihat putih (leukocoria)
e. Gangguan Pendengaran
Kesehatan indera pendengaran merupakan syarat penting bagi
upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia karena sebagian besar
infomasi diserap melalui proses mendengar yang baik. Bagi anak fungsi
pendengaran berpengaruh dalam perkembangan bicara dan berbahasa,
sosialisasi dan perkembagan kognitifnya. Menemukan gangguan
pendengaran pada bayi tidak mudah, gangguan pendengaran sering
diabaikan karena orang tua tidak langsung sadar anaknya menderita
gangguan, kadang-kadang anak dianggap sebagai anak autis atau
hiperaktif karena sikapnya yang sulit diatur.
Orang tua baru menyadari adanya gangguan pendengaran pada
anak bila tidak ada respons terhadap suara keras atau belum/terlambat
berbicara. Oleh karena itu informasi dari orang tua sangat bermanfaat
untuk mengetahui respons anak terhadap suara dilingkungan rumah,
kemampuan vokalisasi dan cara mengucapkan kata.

Jenis gangguan pendengaran. Ada tiga jenis gangguan pendengaran

a) Gangguan pendengaran konduktif


Gangguan pendengaran akibat masalah pada telinga luar atau
tengah sehingga suara tidak dapat diteruskan sepenuhnya ke telinga
bagian dalam. Gangguan pendengaran konduktif menurunkan
kekerasan suara, tetapi tidak menyebabkan distorsi atau efek negatif

33
terhadap kejernihan suara. Kebanyakan gangguan pendengaran
konduktif dapat diperbaiki dengan pengobatan.
b) Gangguan pendengaran sensorineural
Gangguan pendengaran akibat kerusakan pada telinga bagian
dalam dan atau jalur ke otak. Gangguan pendengaran senssorineural
tidak hanya mengurangi kenyaringan suara, tetapi juga dapat membuat
hilangnya kejelasan memahami pembicaraan. Kehilangan pendengaran
sensorineural biasanya permanen dan tidak dapat diperbaiki dengan
pengobatan.
c) Gangguan pendengaran campuran Kombinasi keduanya komponen
konduktif dan sensorineural
C. Pencegahan
Upaya mencegah terjadinya persalinan prematuritas atau bayi berat badan lahir
rendah lebih penting daripada menghadapi kelahiran dengan berat yang rendah,
yaitu :
1) Usahakan agar melakukan asuhan antenatal yang baik, segera melakukan
konsultasi-merujuk penderita bila terdapat kelainan.
2) Meningkatkan gizi masyarakat sehingga dapat mencegah terjadinya persalinan
dengan BBLR.
3) Tingkatkan penerimaan gerakan keluarga berencana.
4) Anjurkan lebih banyak istirahat bila kehamilan mendekati aterm atau tirah
baring bila terjadi keadaan yang menyimpang dari partum normal kehamilan.
5) Tingkatkan kerjasama dengan dukun beranak yang masih mendapat
kepercayaan masyarakat. (Manuaba, 2010; h.440)
D. Penatalaksanaan
1) Mempertahankan Fungsi Pernapasan

Pengkajian awal dimulai dengan mengkaji pernapasan dan mengamati


kemampuan bayi untuk melakukan transisi dari kehidupan intrauterin ke
kehidupan ekstrauterin. Bayi prematur cenderung mengalami kesulitan dalam
melakukan transisi akibat berbagai penurunan pernapasannya, seperti:
penurunan jumlah alveoli fungsional, defisiensi kadar surfaktan, lumen pada
sistem pernapasan lebih kecil, jalan napas lebih sering kolaps dan kapiler-

34
kapiler dalam paru mudah rusak dan tidak matur sehingga menghambat usaha
napas bayi dan mengakibakan gawat napas atau Apnea. (Bobak, 2010)

2) Mempertahankan Fungsi Kardiovaskuler

Mengkaji sistem kardiovaskuler dan kemampuan untuk melakukan


perfusi ke jaringan dan organ yang esensial. Gejala-gejala ini meliputi
penurunan tekanan darah, perlambatan pengisian kapiler, dan gawat napas
yang berlanjut walaupun telah dilakukan oksigenasi dan ventilasi. (Bobak, 2010)

3) Mempertahankan Suhu Tubuh Bayi

Bayi prematur akan cepat mengalami kehilangan panas badan dan


menjadi hipotermia, karena pusat pengaturan panas badan belum
berfungsi dengan baik, metabolismenya rendah, dan permukaan badan
relatif luas. Oleh karena itu, bayi prematuritas harus dirawat di dalam
incubator sehingga panas tubuhnya mendekati dalam rahim. Bila
belum memiliki inkubator, bayi prematur dapat dibungkus dengan kain
dan disampingnya ditaruh botol yang berisi air panas, sehingga panas
tubuhnya dapat dipertahankan. (Manuaba, 2010; h.438)

4) Fungsi Sistem Saraf Pusat

Pada bayi prematur, system saraf pusat (SSP) rentan terhadap cedera
dari berbagai sumber berikut; trauma lahir disertai kerusakan pada
struktur yang tidak matur, perdarahan dari kapiler-kapiler yang rentan.
Perawatan mengkaji fungsi SSP dengan memeriksa kemampuan bayi
untuk mengkoordinasi aktivitas menghisap dan menelan dengan memantau
kerusakan control SSP terhadap sistem pernapasan dan kardiovaskuler
(apnea dan brakikardi). (Bobak, 2010)

5) Mempertahankan nutrisi yang adekuat


Upaya mempertahankan nutrisi yang adekuat pada bayi prematur
diperberat oleh masalah asupan dan metabolism dikarenakan tidak
memiliki reflek menghisap, reflek menelan, kapasitas perut kecil, dan
otot-otot abdomen lemah. Fungsi metabolik pada bayi prematur diperlemah

35
dengan terbatasnya cadangan nutrisi, penurunan kemampuan untyk mencerna
protein atau mengabsorbsi nutrisi dan tidak maturnya sistem enzim.
6) Pencegahan Infeksi
Bayi prematur mengalami peningkatan risiko terhadap infeksi karena
cadangan immunoglobulin maternal menurun, kemampuan untuk membentuk
antobodi rusak, dan sistem integument rusak (kulit tpis dan kapiler
rentan). (Bobak, 2010) Bayi prematur mudah sekali terkena infeksi, karena
daya tahan tubuh yang masih lemah, kemampuan leukosit masih kurang,
dan pembentukan antibody belum sempurna. Oleh karena itu, upaya preventif
sudah dilakukan sejak pengawasan antenatal sehingga tidak terjadi persalinan
prematuritas (BBLR). Dengan demikian perawatan dan pengawasan bayi
prematuritas secara khusus dan terisolasi dengan baik. (Manuaba, 2010; h.439)
7) Mempertahankan Fungsi Ginjal
Sistem ginjal yang tidak matur pada bayi prematur tidak mampu
secara adekuat mengekskresi metabolit dan obat-obatan, mengonsentrasi urin
dan mempertahankan keseimbangan asam basa, cairan, atau elektrolit.
Mengkaji masukan dan keluaran serta berat jenis urin, memantau nilai-nilai
laboratorium untuk menilai keseimbangan asam basa dan elektrolit, dan
mengobservasi gejala toksisitas obat. (Bobak, 2010)
8) Mempertahankan Status Hematologi

Dibanding bayi aterm, bayi prematur dihadapkan pada masalah


hematologi akibat faktor-faktor berikut; peningkatan kerentanan kapiler,
peningkatan kecenderungan perdarahan (kadar protrombin plasma darah),
perlambatan perkembangan sel-sel darah merah, peningkatan hemolysis,
kehilangan darah akibat uji laboratorium yang sering dilakukan. (Bobak,
2010).

9) Penimbangan Berat Badan


Perubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi atau nutrisi bayi dan
erat kaitannya dengan daya tahan tubuh, oleh sebab itu penimbangan berat badan
harus dilakukan dengan ketat. Bayi akan kehilangan berat selama 7-10 hari
pertama. Bayi dengan berat lahir >1500 gram, dapat kehilangan berat sampai
10%. Berat lahir biasanya tercapai kembali dalam 14 hari kecuali apabila terjadi
komplikasi.

36
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
BBLR yaitu bayi berat lahir kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa
gestasi dengan catatan berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam satu jam
setelah lahir. Klasifikasi pada BBLR dibagi menjadi tiga yaitu berdasarkan umur
kehamilan, harapan hidupnya, dan masa gestasi. Dampak yang terjadi pada jangka
pendek bisa terjadi berdasarkan umur kehamilan yaitu gangguan sistem pernafasan,
kardiovaskuler, hematologis, gangguan metabolisme, gastrointestinal, ginjal,
pengaturan suhu, infeksi sistem imunologis, sedangkan dampak jangka panjangnya
yaitu gangguan motorik, kesulitan kognitif dan situasi sekolah, gangguan
perkembangan neurologis, masalah kejiwaan lainnya, gangguan pernafasan jangka
panjang dan gangguan kesehatan pada usia dewasa. Dampak jangka pendek yang bisa
terjadi berdasarkan harapan hidupnya adalah hipotermia, hipoglikemia, hiperglikemi,
masalah dalam pemberian ASI, Ikterus. Sedangkan jangka panjang yaitu bayi akan
mengalami gangguan imunologi. Dampa jangka pendek yang bisa terjadi berdasarkan
masa gestasi adalah sindroma aspirasimekonium, hipoglikemi sintomatik, penyakit
membranhialin, hiperbillirubinemia. Sedangkan jangka panjangnya adalah gangguan
pertumbuhan dan perkembangan, gangguan kemampuan berbicara dan komunikasi,
gangguan neurologis dan kognisi, gangguan penglihatan, dan gangguan pendengaran.

B. Saran
Bidan sebagai tenaga kesehatan diharapkan mampu untuk melakukan
pemeriksaan secara dini dalam waktu 1 jam setelah lahir, diantaranya melakukan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Untuk merumuskan
diagnose kebidanan, menganalisi data yang diperoleh dari hasil pemantauan yang
kontinu pada bayi dan dari observasi serta diskusi dengan orang tua. Sehingga
dapat diambil keputusan untuk melakukan tindak lanjut dari masalah ini.

37
DAFTAR PUSTAKA

Kementarian kesehatan RI. 2010. Pedoman Pelayanan Antenatal Terpadu. Jakarta


Bobak, Lowdermilk, Jense. 2012. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). (2011). Kumpulan Tips Pediatrik. Jakarta: Badan
Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Manuaba. 2010. Ilmu kebidanan Penyakit Kandungan dan KB . Jakarta : EGC.

Manuaba. 2008. Gawat darurat Obstetri Ginekologi dan Obstetri Ginekologi Sosial untuk
Profesi Bidan. Jakarta : EGC.

38

Anda mungkin juga menyukai