Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia adalah yang tertinggi bila


dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya. Penyebab utama kematian
ibu secara langsung adalah perdarahan 28%, eklampsia 24%, dan infeksi 11%, dan
penyebab tidak langsung adalah anemia 51%. Anemia merupakan komplikasi
dalam kehamilan yang paling sering ditemukan. Hal ini disebabkan karena dalam
kehamilan keperluan akan zat-zat makanan bertambah dan terjadi pula perubahan-
perubahan dalam darah dan sumsum tulang.4
Pada kehamilan kebutuhan oksigen lebih tinggi sehingga memicu
peningkatan produksi eritropoietin. Akibatnya, volume plasma bertambah dan sel
darah merah (eritrosit) meningkat. Namun, peningkatan volume plasma terjadi
dalam proporsi yang lebih besar jika dibandingkan dengan peningkatan eritrosit
sehingga terjadi penurunan konsentrasi hemoglobin (Hb) akibat hemodilusi. Suatu
penelitian memperlihatkan perubahan konsentrasi Hb sesuai dengan
bertambahnya usia kehamilan.
Sebagian besar perempuan mengalami anemia selama kehamilan, baik di
negara maju maupun negara berkembang. WHO memperkirakan bahwa 35-75%
ibu hamil di negara berkembang dan 18% ibu hamil di negara maju mengalami
anemia. Namun, banyak diantara mereka yang telah menderita anemia pada saat
konsepsi, dengan perkiraan prevalensi sebesar 43% pada perempuan yang tidak
hamil di negara berkembang dan 12% di negara yang lebih maju. Berdasarkan
data Riskesdas 2018, proporsi anemia ibu hamil di Indonesia sebesar 37,1% pada
tahun 2013 dan 48,9% pada tahun 2018. Sekitar 75% anemia dalam kehamilan
disebabkan oleh defisiensi gizi. Sering kali defisiensinya bersifat multipel dengan
manifestasi yang disertai infeksi, gizi buruk, atau kelainan herediter. Namun,
penyebab mendasar anemia nutrisional meliputi asupan yang tidak cukup,
absorbsi yang tidak adekuat, bertambahnya zat gizi yang hilang dan kebutuhan
yang berlebihan. Faktor nutrisi utama yang mempengaruhi terjadinya anemia
adalah zat besi, asam folat dan vitamin B12.1,2,3,4,5

1
Anemia secara praktis didefinisikan sebagai kadar Ht, konsentrasi Hb,
atau hitung eritrosit dibawah batas "normal". Namun, nilai normal yang akurat
untuk ibu hamil sulit dipastikan karena ketiga parameter laboratorium tersebut
bervariasi selama periode kehamilan. Umumnya ibu hamil dianggap anemia jika
kadar Hb di bawah 11 g/dL atau hematokrit kurang dari 33%. Dalam praktik rutin,
konsentrasi Hb kurang dari 11 g/dL pada akhir trimester pertama dan < 10 g/dl
pada trimester kedua dan ketiga diusulkan menjadi batas bawah untuk mencari
penyebab anemia dalam kehamilan. Komplikasi anemia dalam kehamilan dapat
berdampak pada masa kehamilan, persalinan, nifas, maupun pada janin. Anemia
pada ibu hamil diketahui akan berdampak buruk baik bagi kesehatan ibu maupun
bayinya. Anemia merupakan penyebab penting yang melatarbelakangi kejadian
morbiditas dan mortalitas, yaitu kematian ibu pada waktu hamil dan pada waktu
melahirkan atau nifas sebagai akibat dari komplikasi kehamilan. Selain itu, ibu
hamil yang menderita anemia juga beresiko terjadinya perdarahan saat
melahirkan. Di samping pengaruhnya kepada kematian dan perdarahan, anemia
pada saat hamil dapat mempengaruhi pertumbuhan janin, berat bayi lahir rendah,
dan peningkatan kematian perinatal.1,4,6
Anemia yang sering ditemukan dalam kehamilan adalah anemia defisiensi
besi dan anemia megaloblastik. Anemia defisiensi besi terjadi karena kurangnya
zat besi dalam makanan untuk memenuhi kebutuhan zat besi ibu yang hamil,
kebutuhan zat besi untuk janin dan plasenta, dan pendarahan post partum. Jadi,
cadangan zat besi yang dibutuhkan ibu hamil minimal lebih dari 500 mg.
Perubahan diet dengan konsumsi makanan yang kaya zat besi dan penambahan
suplemen zat besi dianjurkan pada ibu hamil. Anemia megaloblastik terjadi karena
kerusakan sintesis DNA yang disebabkan oleh defisiensi nutrisi asam folat atau
vitamin B12. Diet yang ekstrem atau malabsorpsi menyebabkan terjadinya anemia
megaloblastik. Oleh karena itu, sebagian besar wanita mengonsumsi suplemen
folat sebagai langkah pencegahan defek tuba neural pada janin dan kebanyakan
dari suplemen tersebut merupakan kombinasi dari zat besi dan asam folat. Kedua
anemia ini dapat mengakibatkan berkurangnya produksi heme. Jadi, pengobatan
yang diberikan bertujuan untuk meningkatkan produksi sel darah merah. 7,8,9

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Anemia adalah keadaan dimana massa eritrosit dan/atau massa
hemoglobin yang beredar tidak dapat memenuhi fungsinya untuk menyediakan
oksigen bagi jaringan tubuh. Secara laboratorik dijabarkan sebagai penurunan
dibawah normal kadar hemoglobin, hitung eritrosit, dan hematokrit (packed red
cell).
Berdasarkan WHO batas normal hemoglobin untuk ibu hamil adalah 11gr
%.1 Berdasarkan Centers for Disease Control and Prevention, definisi anemia
dalam kehamilan adalah seperti yang berikut :
1. Hb kurang dari 11,0 gr/dL dan Hct kurang dari 33% di trimester pertama dan
ketiga
2. Hb kurang dari 10,5 gr/dL dan Hct kurang dari 32% di trimester kedua. 3,9,10,16
Nilai batas tersebut dan perbedaannya dengan kondisi wanita tidak hamil
terjadi karena hemodilusi, terutama pada trimester 2.16

2.2 Epidemiologi
Frekuensi anemia dalam kehamilan di seluruh dunia cukup tinggi yaitu
berkisar antara 10-20%. Menurut WHO, 51% kematian ibu di negara berkembang
berkaitan dengan anemia dalam kehamilan yang penyebabnya merupakan
defisiensi zat besi. Di Indonesia angka anemia menunjukkan nilai yang cukup
tinggi yaitu 63,5%. Karena defisiensi gizi memegang peranan yang sangat penting
dalam timbulnya anemia maka dapat dipahami bahwa frekuensi anemia dalam
kehamilan lebih tinggi di negara berkembang dibandingkan dengan negara maju.2,4
Dari keseluruhan anemia dalam kehamilan sekitar 95% merupakan anemia
defisiensi besi. Insidens wanita hamil yang menderita anemia defisiensi besi
meningkat. Hal ini menunjukkan keperluan zat besi maternal yang bertambah
pada saat kehamilan. Kematian maternal meningkat oleh karena terjadinya

3
pendarahan post partum yang banyak pada wanita hamil yang sebelumnya
memang sudah menderita anemia. 10,11,17

2.3 Patofisiologi
Kehamilan berhubungan dengan perubahan fisiologis yang berakibat pada
peningkatan volume cairan dan sel darah merah serta penurunan konsentrasi
protein pengikat zat gizi dalam sirkulasi darah, termasuk penurunan zat gizi
mikro. Peningkatan produksi sel darah merah ini terjadi sesuai dengan proses
perkembangan dan pertumbuhan masa janin yang ditandai dengan pertumbuhan
tubuh yang cepat dan penyempurnaan susunan organ tubuh. Adanya kenaikan
volume darah pada saat kehamilan akan meningkatkan kebutuhan zat besi. Pada
trimester pertama kehamilan, zat besi yang dibutuhkan sedikit karena peningkatan
produksi eritropoetin sedikit, oleh karena tidak terjadi menstruasi dan
pertumbuhan janin masih lambat. Sedangkan pada awal trimester kedua
pertumbuhan janin sangat cepat dan janin bergerak aktif, yaitu menghisap dan
menelan air ketuban sehingga lebih banyak kebutuhan oksigen yang diperlukan.
Akibatnya, kebutuhan zat besi semakin meningkat untuk mengimbangi
peningkatan produksi eritrosit dan karena itu rentan untuk terjadinya anemia
terutama anemia defisiensi besi.6,12
Konsentrasi hemoglobin normal pada wanita hamil berbeda pada wanita
yang tidak hamil. Hal ini disebabkan karena pada kehamilan terjadi proses
hemodilusi atau pengenceran darah, yaitu terjadi peningkatan volume plasma
dalam proporsi yang lebih besar jika dibandingkan dengan peningkatan eritrosit.
Dalam hal ini, oleh karena peningkatan oksigen dan perubahan sirkulasi yang
meningkat terhadap plasenta dan janin, serta kebutuhan suplai darah untuk
pembesaran uterus, terjadi peningkatan volume darah yaitu peningkatan volume
plasma dan sel darah merah. Namun, peningkatan volume plasma ini terjadi dalam
proporsi yang lebih besar yaitu sekitar tiga kali lipat jika dibandingkan dengan
peningkatan eritrosit sehingga terjadi penurunan konsentrasi hemoglobin akibat
hemodilusi. Hemodilusi berfungsi agar suplai darah untuk pembesaran uterus
terpenuhi, melindungi ibu dan janin dari efek negatif penurunan venous return

4
saat posisi terlentang, dan melindungi ibu dari efek negatif kehilangan darah saat
proses melahirkan.4,11,12
Hemodilusi dianggap sebagai penyesuaian diri yang fisiologis dalam
kehamilan dan bermanfaat pada wanita untuk meringankan beban jantung yang
harus bekerja lebih berat semasa hamil karena sebagai akibat hipervolemi cardiac
output meningkat. Kerja jantung akan lebih ringan apabila viskositas darah rendah
dan resistensi perifer berkurang sehingga tekanan darah tidak meningkat. Secara
fisiologis, hemodilusi ini membantu si ibu mempertahankan sirkulasi normal
dengan mengurangi beban jantung. 4,11,12
Ekspansi volume plasma dimulai pada minggu ke-6 kehamilan dan
mencapai maksimum pada minggu ke-24 kehamilan, namun dapat terus
meningkat sampai minggu ke-37. Volume plasma meningkat sebesar 45-65 %
dimulai pada trimester II kehamilan dan mencapai maksimum pada bulan ke-9
yaitu meningkat sekitar 1000 ml, menurun sedikit menjelang aterm serta kembali
normal dalam tiga bulan setelah partus. Stimulasi yang meningkatkan volume
plasma seperti laktogen plasenta yang menyebabkan peningkatan sekresi
aldosteron.4,11
Volume plasma yang bertambah banyak ini menurunkan hematokrit, konsentrasi
hemoglobin darah, dan hitung eritrosit, tetapi tidak menurunkan jumlah absolut Hb atau
eritrosit dalam sirkulasi. Penurunan hematokrit, konsentrasi hemoglobin, dan hitung
eritrosit biasanya tampak pada minggu ke-7 sampai ke-8 kehamilan dan terus menurun
sampai minggu ke-16 hingga ke-22 ketika titik keseimbangan tercapai. Oleh sebab itu,
apabila ekspansi volume plasma yang terus-menerus tidak diimbangi dengan peningkatan
produksi eritropoetin sehingga menurunkan kadar Hct, konsentrasi Hb, atau hitung
eritrosit di bawah batas “normal”, timbullah anemia. 12

2.4 Etiologi
Etiologi anemia dalam kehamilan terbagi menjadi dua yaitu :
1) Didapatkan (acquired)
 Anemia defisiensi besi
 Anemia karena kehilangan darah secara akut
 Anemia karena inflamasi atau keganasan
 Anemia megaloblastik

5
 Anemia hemolitik
 Anemia aplastik 9
2) Herediter
 Thalasemia
 Hemoglobinopati lain
 Hemoglobinopati sickle cell
 Anemia hemolitik herediter9

Anemia disebabkan oleh penurunan produksi darah yaitu hemopoetik,


peningkatan pemecahan sel darah (hemolitik), atau kehilangan darah yaitu
hemoragik. Dalam kehamilan, anemia yang sering ditemukan adalah anemia
hemopoetik yaitu karena kekurangan zat besi (anemia defisiensi besi), asam folat
(anemia megaloblastik), dan protein.13

2.5 Klasifikasi
Anemia dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme penyebab yang
mendasarinya, morfologi sel darah merah, dan didapat atau diturunkan.
Pendekatan secara mekanik mengkategorikan anemia yang disebabkan karena
penurunan produksi sel darah merah, peningkatan penghancuran sel darah merah,
dan kehilangan darah. Penurunan produksi dapat disebabkan karena kurangnya
nutrisi seperti besi, vitamin B12, atau folat. Kekurangan ini dapat disebabkan
karena kurangnya asupan, malabsorpsi, atau perdarahan. Gangguan atau
penekanan sumsum tulang, defisiensi hormon, dan infeksi atau penyakit kronik
dapat menurunkan produksi sel darah merah. Anemia hemolitik berhubungan
dengan peningkatan penghancuran sel darah merah.16

2.5.1 Anemia Berdasarkan Mekanisme


2.5.1.1 Penurunan Produksi Sel Darah Merah
a) Anemia defisiensi besi
b) Anemia defisiensi vitamin B12
c) Anemia defisiensi asam folat
d) Anemia yang berhubungan dengan kelainan sumsum tulang

6
e) Anemia yang berhubungan dengan penekanan sumsum tulang
f) Anemia yang berhubungan dengan rendahnya eritropoietin
g) Anemia yang berhubungan dengan hipotiroidisme16

2.5.1.2 Peningkatan Penghancuran Sel Darah Merah


a) Anemia hemolitik herediter:
sickle cell anemia, thalassemia major, sferositosis herediter
b) Anemia hemolitik yang didapat:
anemia hemolitik autoimun, anemia yang berhubungan dengan
trombotik trombositopenik purpura, anemia hemolitik yang
berhubungan dengan sindrom hemolitik uremikum, anemia
hemolitik yang berhubungan dengan malaria
c) Anemia hemoragik16

2.5.2 Anemia Berdasarkan Mean Corpuscular Volume (MCV)


2.5.2.1 Mikrositik (MCV kurang dari 80 fL)
 Anemia defisiensi besi
 Thalasemia
 Anemia karena penyakit kronis
 Anemia sideroblastik
 Anemia defisiensi tembaga
 Anemia yang berhubungan dengan keracunan timbal16
2.5.2.2 Normositik (MCV 80 - 100 fL)
 Anemia hemoragik
 Awal anemia defisiensi besi
 Anemia karena penyakit kronis
 Anemia yang berhubungan dengan penekanan sumsum tulang
 Anemia yang berhubungan dengan insufisiensi ginjal kronis
 Anemia yang berhubungan dengan disfungsi endokrin
 Anemia hemolitik autoimun

7
 Anemia yang berhubungan dengan hipotiroidisme atau
hipopituitarisme
 Sferositosis herediter
 Anemia hemolitik yang berhubungan dengan hemoglobinuria
paroksismal nokturnal16

2.5.2.3 Makrositik (MCV lebih besar dari 100 fL)


 Anemia defisiensi asam folat
 Anemia defisiensi vitamin B12
 Anemia hemolitik yang diinduksi obat (contoh: zidovudin)
 Anemia dengan retikulositosis
 Anemia dengan penyakit hati
 Anemia yang berhubungan dengan penyalahgunaan ethanol
 Anemia yang berhubungan dengan sindrom myelodisplastik
akut16

2.6 Gejala Klinis

Kekurangan Asam Folat Kekurangan Protein Kekurangan zat besi

Berkurangnya
pembentukan dan Pembentukan tissue
Pembentukan hemoglobin
terjadinya kelainan sel respiratory enzymes
berkurang
darah merah berkurang

Anemia Megaloblastik Defisiensi penggunaan


Anemia Defisiensi Besi
oksigen

Defisiensi pengangkutan oksigen


di dalam darah
Gejala Klinis Anemia
Gambar 2.1 : Mekanisme timbulnya gejala klinis anemia pada defisiensi asam folat, protein, dan
zat besi.5

8
Gejala klinis dari anemia bervariasi bergantung pada tingkat anemia yang
diderita. Berdasarkan gejala klinisnya anemia dapat dibagi menjadi anemia ringan,
sedang dan berat. Tanda dan gejala klinisnya adalah :
a) Anemia ringan : adanya pucat, lelah, aenoreksia, lemah, lesu, dan sesak.
b) Anemia sedang : adanya lemah dan lesu, palpitasi, sesak, edema kaki, dan
tanda malnutrisi seperti anoreksia, depresi mental, glossitis, ginggivitis, emesis
atau diare.
c) Anemia berat : adanya gejala klinis seperti anemia sedang dan ditambah
dengan tanda seperti demam, luka memar, stomatitis, koilonikia, pika, gastritis,
termogenesis yang terganggu, penyakit kuning, rambut halus dan rapuh,
hepatomegali dan splenomegali bisa membawa seorang dokter untuk
mempertimbangkan kasus anemia yang lebih berat.3,7,14

2.7 Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis anemia dalam kehamilan dibutuhkan
anamnesis yang akan diperoleh keluhan berupa pucat, lelah, anoreksia, lemah,
lesu, sesak, berdebar-debar, muntah-muntah, diare. Selain itu dari pemeriksaan
fisis dapat ditemukan edema kaki, tanda malnutrisi seperti anoreksia, depresi
mental, glossitis, ginggivitis, stomatitis, koilonikia, pika, gastritis, termogenesis
yang terganggu, penyakit kuning, hepatomegali dan splenomegali sesuai dengan
derajat anemia yang diderita.1,3,7,14
Pemeriksaan penunjang dan pengawasannya dapat dilakukan dengan alat
sahli. Hasil pemeriksaan Hb dengan sahli dapat digolongkan sebagai berikut:
a) Anemia ringan : Hb 9 – 10 gr%
b) Anemia sedang : Hb 7 – 8 gr%
c) Anemia berat : Hb < 7 gr%. 1
Pada pemeriksaan laboratorium berupa indeks sel darah merah membantu
menentukan ada tidaknya kelainan abnormal pada sel darah merah seperti
defisiensi zat besi (MCV yang rendah) atau makrositosis (MCV yang tinggi).
Pemeriksaan hemoglobin atau hematokrit harus diulang saat trimester ketiga
(lebih kurang 28 sampai 32 minggu) dan lebih sering jika diindikasikan. Ras
tertentu harus mempunyai tes skrining untuk kondisi tertentu seperti pada pasien

9
kulit hitam harus menjalani tes Sickledex atau elektroforesis hemoglobin untuk
melihat sickle cell trait disease dan menentukan defisiensi glucose 6-phosphate
dehydrogenase.1

10
Kriteria
Kriteria anemia
anemia menurut
menurut
CDC (Centers for Disease Reticulocyte count
Control)

Meningkat Normal atau menurun

Anemia Anemia Makrositik,


Pertimbangkan : Anemia Mikrositik,
Mikrositik,
MCV <80, MCV>100,
MCV>100,
1. Kehilangan darah
Pertimbangkan : Pertimbangkan :
akut.
1. Defisiensi zat besi. 1. Defisiensi As.Folat
2.
2. Terapi
Terapi zat
zat besi
besi
Cek 2. Defisiensi vit. B12
yang baru. Cek ferritin,
ferritin, TIBC
TIBC dan
dan
plasma iron level. Cek
Cek serum
serum folat
folat dan
dan B12
B12
3.
3. Anemia
Anemia
2. level. Pertimbangkan
Hemolitik. 2. Hemoglobinopati.
Hemoglobinopati.
Cek hemoglobin dan malabsorbsi,
malabsorbsi, gangguan
gangguan
Cek apusan darah
elektroforesis. makan dan ekstrim diet
tepi dan tingkat
sebagai kemungkinan
heptaglobin.
heptaglobin. etiologi.

Anemia Normositik, MCV 80-100


Pertimbangkan:
1. Defisiensi zat besi ringan
2. Anemia disebabkan penyakit kronik. Cek
fungsi tes renal, hepatik dan tiroid.

Gambar 2.2 : Algoritma untuk diagnosis anemia berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium
darah.8

2.8 Anemia Dalam Kehamilan


Berbagai macam pembagian anemia dalam kehamilan telah banyak
dikemukakan. Penyebab anemia tersering adalah karena defisiensi zat-zat nutrisi.
Seringkali defisiensinya bersifat multipel dengan manifestasi klinik yang disertai
infeksi, gizi buruk, atau kelainan herediter seperti hemoglobinopati. Namun,
penyebab mendasar anemia nutrisional meliputi asupan yang tidak cukup,
absorpsi yang tidak adekuat, bertambahnya zat gizi yang hilang, kebutuhan yang
berlebihan, dan kurangnya utilisasi nutrisi hemopoietik. Sekitar 75 % anemia
dalam kehamilan disebabkan oleh defisiensi zat besi yang memperlihatkan
gambaran eritrosit mikrositik hipokrom pada apusan darah tepi. Penyebab
tersering kedua adalah anemia megaloblastik yang dapat disebabkan oleh
defisiensi asam folat atau vitamin B12. Penyebab anemia lainnya yang jarang

11
ditemui antara lain adalah hemoglobinopati, proses inflamasi, toksisitas zat kimia,
dan keganasan.4
Anemia yang akan dibahas kali ini adalah anemia yang sering ditemukan
di Indonesia yaitu anemia defisiensi besi dan anemia megaloblastik.4

2.8.1 Anemia Defisiensi Besi


Anemia dalam kehamilan yang paling sering ditemukan adalah anemia
akibat kekurangan zat besi. Kekurangan ini dapat disebabkan oleh :
a) Kurangnya intake unsur zat besi dalam makanan.
b) Gangguan absorpsi zat besi : muntah dalam kehamilan mengganggu absorpsi,
peningkatan pH asam lambung, kekurangan vitamin C, gastrektomi dan kolitis
kronik, atau dikonsumsi bersama kandungan fosfat (sayuran), tanin (teh dan
kopi), polyphenol (coklat, teh, dan kopi), dan kalsium (susu dan produk susu).
c) Kebutuhan besi yang meningkat
d) Banyaknya zat besi keluar dari tubuh : perdarahan.4,12,13
Keperluan zat besi bertambah selama kehamilan, seiring dengan
bertambahnya usia kehamilan. Peningkatan penggunaan zat besi yang diabsorpsi
di dalam tubuh meningkat dari 0.8mg/hari di awal kehamilan hingga 7.5mg/hari
pada trimester akhir. Zat besi rata-rata yang dibutuhkan untuk wanita hamil adalah
800 mg, 300 mg adalah untuk janin dan plasenta, dan 500 mg ditambahkan untuk
hemoglobin ibu. Hampir 200 mg zat besi hilang saat perdarahan persalinan dan
post partum. Jadi, penyimpanan minimal zat besi di dalam tubuh wanita hamil
adalah lebih dari 500 mg di awal kehamilan. Apabila zat besi tidak ditambahkan
dalam kehamilan maka akan mudah terjadi anemia defisiensi zat besi terutama
pada kehamilan kembar, multipara, kehamilan yang sering dalam jangka waktu
yang singkat dan pada vegetarian. Di daerah tropis, zat besi banyak keluar melalui
keringat dan kulit. Suplemen zat besi setiap hari yang dianjurkan untuk ibu hamil
tidak sama untuk beberapa negara. Di Amerika Serikat, untuk wanita tidak hamil,
wanita hamil dan wanita yang menyusui dianjurkan masing-masing 12mg, 15mg,
dan 15 mg. Sedangkan di Indonesia masing-masing 12 mg, 17 mg dan 17 mg.4,7,9,13
Hampir semua kebutuhan zat besi terjadi pada paruh kedua kehamilan
yaitu ketika pembentukan organ janin terjadi. Rata-rata kebutuhan zat besi harian

12
adalah antara 6 hingga 7 mg dibandingkan pada kondisi yang normal yaitu 1 mg /
hari. Selama 6 sampai 8 minggu terakhir kehamilan, kebutuhan zat besi meningkat
hingga 10 mg / hari. Pada wanita yang memasuki kehamilan dengan cadangan zat
besi yang rendah, pemberian suplemen zat besi sering gagal untuk mencegah
kekurangan zat besi. Lebih jauh lagi, kondisi seperti implantasi plasenta yang
abnormal dapat menyebabkan kehilangan darah kronis dan meningkatkan
kebutuhan zat besi selama kehamilan.2
Sehubungan dengan periode postpartum, peningkatan volume plasma
selama kehamilan yang secara proporsional lebih tinggi dari peningkatan massa
sel darah merah menghasilkan hemodilusi yang fisiologis. Akibatnya, ibu
terlindungi dari hilangnya sel darah merah selama perdarahan yang berhubungan
dengan persalinan. Walaupun begitu, 5% dari persalinan disertai dengan
kehilangan darah >1 L disertai gejala anemia termasuk gejala jantung, sehingga
harus transfusi darah. (2,6) Perdarahan menahun yang menyebabkan kehilangan zat
besi atau kebutuhan zat besi yang meningkat akan dikompensasi oleh tubuh
sehingga cadangan besi makin menurun.12
Jika cadangan besi menurun, keadaan ini disebut keseimbangan zat besi
yang negatif yaitu tahap deplesi besi (iron depleted state). Keadaan ini ditandai
oleh penurunan kadar feritin serum, peningkatan absorbsi besi dalam usus, serta
pengecatan besi dalam sumsum tulang negatif. Apabila kekurangan besi berlanjut
terus maka cadangan besi menjadi kosong sama sekali, penyediaan besi untuk
eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit
tetapi anemia secara klinis belum terjadi. Keadaan ini disebut sebagai iron
deficient erythropoiesis. Pada fase ini kelainan pertama yang dijumpai adalah
peningkatan kadar free protophorphyrin atau zinc protophorphyrin dalam eritrosit.
Saturasi transferin menurun dan kapasitas ikat besi total (total iron binding
capacity = TIBC) meningkat, serta peningkatan reseptor transferin dalam serum.
Apabila penurunan jumlah besi terus terjadi maka eritropoesis semakin terganggu
sehingga kadar hemoglobin mulai menurun. Akibatnya timbul anemia mikrositik
hipokrom yang disebut sebagai anemia defisiensi besi (iron deficiency anemia).12
Penegakan diagnosis anemia defisiensi besi yang berat tidak sulit karena
ditandai ciri-ciri yang khas bagi defisiensi besi. Menggunakan pemeriksaan

13
apusan darah tepi dapat ditemukan mikrositosis dan hipokromasia. Anemia yang
ringan tidak selalu menunjukkan ciri-ciri khas tersebut, bahkan banyak yang
bersifat normositik dan normokrom. Hal itu disebabkan karena defisiensi besi
dapat berdampingan dengan defisiensi asam folat. Sifat lain yang khas bagi
defisiensi besi adalah kadar zat besi serum rendah, ferritin yang rendah, daya ikat
zat besi serum tinggi, protoporfirin eritrosit tinggi, reseptor transferin yang
meningkat, dan tidak ditemukan hemosiderin dalam sumsum tulang. Apabila pada
pemeriksaan kehamilan hanya hemoglobin yang diperiksa dan ditemukan Hb <
10gr/dL maka wanita tersebut dapat dianggap menderita anemia defisiensi besi,
baik yang murni maupun yang dimorfis, karena anemia tersering dalam kehamilan
adalah anemia defisiensi besi.2,10,12

Gambar 2.3 : Gambaran apusan darah tepi wanita hamil dengan anemia defisiensi besi4

Pemeriksaan Nilai Normal


Plasma iron level 40-175 mikrogram/dL
Plasma total iron-binding capacity 216-400 mikrogram/dL
Saturasi transferin 16-60 %
Serum feritin level >10 mikrogram/dL
Free erythrocyte protoporphyrin level < 3 mikrogram/g

Tabel 2.1. Indeks Normal Kadar Besi dalam Kehamilan.16

Terapi zat besi oral telah terbukti efektif dalam menanggulangi anemia
defisiensi besi pada banyak kasus. Kemanjurannya bergantung pada tingkat
kepatuhan pasien dan penyerapan zat besi yang cukup di duodenum. Perlu dicatat
bahwa meskipun ada bukti yang mendukung perbaikan parameter status

14
hematologi dan besi dengan suplementasi besi oral, data terjadinya peningkatan
berat lahir dan berkurangnya angka kelahiran prematur masih kurang.2,6
Pemberian rutin suplementasi besi elemental per oral dengan dosis 30 - 60
mg dan 400 mcg asam folat telah direkomendasikan.9
Pemberian suplementasi besi setiap hari pada ibu hamil sampai minggu ke-
28 kehamilan pada ibu hamil yang belum mendapat zat besi dan nonanemik (Hb
<11g/dl dan ferritin > 20 µg/l) menurunkan prevalensi anemia dan bayi berat lahir
rendah.4
Tablet zat besi diberikan pada ibu hamil sesuai dengan dosis dan cara yang
ditentukan yaitu:15
Dosis Pencegahan
Diberikan pada kelompok sasaran tanpa pemeriksaan Hb. Dosisnya yaitu 1
tablet (60 mg besi elemental dan 0,25 mg asam folat) berturut-turut selama
minimal 90 hari masa kehamilan mulai pemberian pada waktu pertama kali ibu
memeriksa kehamilannya. Obat yang sering digunakan adalah tablet Fe sulfat,
fumarat, atau glukonat secara oral dengan dosis 1 x 200mg.15

Dosis Pengobatan
Diberikan pada sasaran (Hb < ambang batas) yaitu bila kadar Hb < 11gr%
pemberian menjadi 3 tablet sehari selama 90 hari kehamilannya.15
Pada beberapa orang, pemberian tablet zat besi dapat menimbulkan gejala-
gejala seperti mual, nyeri di daerah lambung, kadang terjadi diare dan sulit buang
air besar, serta pusing. Selain itu, setelah mengonsumsi tablet tersebut tinja dapat
berwarna hitam, namun hal ini tidak membahayakan. Frekuensi efek samping
tablet zat besi ini bergantung pada dosis zat besi dalam tablet tersebut, bukan pada
bentuk campurannya. Semakin tinggi dosis yang diberikan maka kemungkinan
efek samping akan semakin besar. Tablet zat besi yang diminum saat perut dalam
keadaan terisi akan mengurangi efek samping yang ditimbulkan namun hal ini
juga menurunkan tingkat penyerapannya.15
Terapi parenteral zat besi diberikan hanya apabila terdapat kontraindikasi
dengan terapi oral. Zat besi parenteral diberikan dalam bentuk ferri secara
intramuskular, dapat disuntikkan dekstran besi, Imferon, atau sorbitol besi.
Hasilnya akan lebih cepat tercapai dan penderita hanya merasa nyeri pada tempat

15
suntikan. Akhir-akhir ini, Imferon banyak pula diberikan dengan infus dengan
dosis total antara 1000-2000 mg unsur zat besi sekaligus dengan hasil yang sangat
memuaskan.4,11
Walaupun zat besi intravena dengan infus kadang-kadang menimbulkan
efek samping, namun apabila ada indikasi yang tepat maka cara ini dapat
dilakukan. Efek sampingnya lebih kurang dibandingkan dengan transfusi darah.
Darah secukupnya harus tersedia selama persalinan yang harus segera diberikan
apabila terjadi perdarahan yang lebih dari biasanya, walaupun tidak lebih dari
1000 ml. Makanan kaya zat besi yang dianjurkan untuk ibu hamil yaitu seperti
daging sapi (besi dalam hemoglobin dan mioglobin), daging ayam dan ikan (besi
dalam mioglobin), sayuran hijau dan kacang-kacangan (kaya zat besi dan asam
folat).4,13

Protokol Iron Dextran


Indikasi :
Pengobatan anemia defisiensi besi pada pasien yang tidak dapat mengabsorbsi zat
besi secara oral.
Kontraindikasi :
1. Hipersensitif pada iron dextran complex
2. Digunakan secara hati-hati pada penderita dengan asma, gangguan hepar,
dan arthritis rheumatoid.
Dosis :
Tes Dosis :
1. 0,5 mL i.v/i.m untuk permulaan terapi
2. Untuk i.v dosis, dilusi 25mg/0,5 mL dalam 50 mL isotonic saline solution
dan infus sekitar 15 menit.
3. Sediakan epinephrine di samping penderita. Observasi penderita selama 30
menit untuk melihat ada tidaknya reaksi anafilaktik.
Dosis (mL) :
1. 0,0476 x berat badan (kg) x (14,8 – observasi Hgb) + (1mL/5kg hingga
maksimum 14mL untuk penyimpanan zat besi)
2. Dosis maksimum i.v = 3000mg (60 mL)
3. Dilusi jumlah dosis di dalam 250 - 1000mL isotonic saline solution.
Volume yang sering digunakan 500mL
4. Konsentrasi maksimum = 50 mg/mL
5. Infus selama 1-6 jam (kecepatan tidak lebih dari 50mg/min). Batas waktu
infus yang sering digunakan sekitar 2-3 jam. Observasi pasien untuk

16
25mL yang pertama untuk mengobservasi ada tidaknya reaksi alergik.
Jangan menambah iron dextran pada total nutrisi parenteral.
Efek samping:
1. Kardiovaskular : flushing, hipotensi, kolaps kardiovaskular (<1%)
2. Sistem saraf pusat : pusing, demam, nyeri kepala (>10%), menggigil(<1%)
3. Dermatologik : urtikaria, flebitis (<1%), kelainan pewarnaan pada kulit
(hipopigmentasi, hiperpigmentasi).
4. Gastrointestinal : nausea, muntah, perubahan warna pada urin (1-10%)
5. Respiratorik : diaphoresis (>10%).
Catatan : diaphoresis, urtikaria, demam, menggigil, dan pusing mungkin timbul
24-48 jam pertama setelah diberikan i.v dan 3-4 hari setelah i.m. Reaksi
anafilaktik terjadi dalam menit-menit pertama setelah disuntik.
Observasi : Tekanan darah setiap 5 menit selama tes dosis. Lihat reaksi alergik
dan efek samping 3-4 hari pertama. Cek hemoglobin dan retikulosit.
Tabel 2.2 : Cara pemberian preparat besi pada wanita hamil beserta efek sampingnya8

2.8.2 Anemia Megaloblastik


Anemia megaloblastik dalam kehamilan disebabkan karena defisiensi
asam folat (pterolyglutamic acid) dan jarang sekali oleh karena defisiensi vitamin
B12 (cyanocobalamin). Asam folat merupakan vitamin larut air yang bersumber
dari daging, hati, kacang-kacangan, dan sayuran hijau. Penyimpanan asam folat
pada tubuh yaitu di hepar. Berbeda dari negara-negara Eropa dan Amerika
Serikat, frekuensi anemia megaloblastik dalam kehamilan cukup tinggi di Asia.
Hal ini erat hubungannya dengan defisiensi gizi di negara yang berkembang.
Anemia megaloblastik sering ditemukan pada multipara yang berusia lebih dari 30
tahun atau individu dengan diet tidak adekuat (intake asam folat yang kurang).
Faktor lain yang menyebabkan terjadinya anemia megaloblastik adalah pasien
yang mempunyai riwayat penyakit seperti preeklampsia, eklampsia, sickle cell
anemia, dan pasien yang masih dalam pengobatan epilepsi (primidone atau
fenitoin).4,7,10
Asam folat diperlukan untuk sintesis DNA di dalam tubuh dan karena itu
diperlukan kebutuhan asam folat maksimum saat jaringan janin dibentuk.
Defisiensi asam folat terjadi disebabkan oleh :
a) Intake yang kurang : diet yang kurang asam folat, muntah dalam kehamilan

17
b) Penggunaan asam folat meningkat : kebutuhan saat hamil bertambah,
kecepatan pertumbuhan janin, plasenta dan jaringan uterus.13
Turunnya kadar hemoglobin tidak terjadi sampai habisnya simpanan folat
yaitu sekitar 90 hari. Gejala klinis termasuk lesu, anoreksia, depresi mental,
glossitis, ginggivitis, emesis atau diare biasa terjadi.7
Efek defisiensi folat pada janin akan dapat menyebabkan kelainan berat
yang mengenai jaringan non hemopoietik, yaitu neural tube defect (NTD) dan
yang dapat terjadi merupakan isolate NTD (tanpa disertai kelainan kongenital
lain) yang kekambuhannya dapat dicegah dengan pemberian folat. NTD adalah
suatu kelainan kongenital yang terjadi akibat kegagalan penutupan lempeng saraf
(neural plate) yang terjadi pada minggu ketiga hingga keempat masa gestasi.7
Diagnosis anemia megaloblastik ditegakkan apabila ditemukan megaloblas
atau promegaloblas dalam darah atau sumsum tulang. Sifat khas anemia
megaloblastik dari apusan darah tepi adalah makrositik dan hiperkrom yang tidak
selalu dijumpai kecuali apabila anemianya sudah berat. Perubahan-perubahan
dalam leukopoesis seperti hipersegmentasi granulosit dan polimorfonuklear
merupakan petunjuk bagi defisiensi asam folat. Defisiensi asam folat sering
berdampingan dengan defisiensi zat besi dalam kehamilan. Standar baku emas
untuk penegakan diagnosis anemia megaloblastik adalah dengan pemeriksaan
kadar serum folat absorption test dan clearance test asam folat.4,8

Gambar 2.4 Gambaran apusan darah tepi anemia makrositik4

Pengobatan untuk anemia megaloblastik dalam kehamilan sebaiknya


diberikan terapi oral asam folat bersama-sama dengan zat besi. Tablet asam folat
diberikan dalam dosis 1-5 mg/hari pada anemia ringan dan sedang dan dapat
mencapai 10 mg/hari pada anemia berat. Anemia megaloblastik jarang disebabkan
oleh defisiensi vitamin B12. Apabila anemia megaloblastik disebabkan oleh
defisiensi vitamin B12 maka dapat diberikan secara parentral 1000µg/minggu

18
selama 6 minggu atau sampai kadar hemoglobin kembali normal. Oleh karena
anemia megaloblastik dalam kehamilan pada umumnya berat maka transfusi darah
kadang-kadang diperlukan pada kehamilan yang masih preterm atau apabila
pengobatan dengan berbagai obat penambah darah biasa tidak berhasil.4,8,10

2.9 Komplikasi
Anemia dalam kehamilan memberi pengaruh kurang baik bagi ibu, baik
dalam kehamilan, persalinan maupun dalam nifas dan masa selanjutnya. Berbagai
penyulit dapat timbul akibat anemia seperti berikut :
1) Pengaruh Anemia terhadap Kehamilan
a) Abortus (keguguran)
b) Persalinan prematur
c) Gangguan pertumbuhan janin
d) Ancaman dekompensasi kordis (Hb < 6 gr%)
e) Mudah terjadi infeksi
f) Hyperemesis gravidarum
g) Perdarahan sebelum persalinan
h) Ketuban pecah dini.
2) Pengaruh Anemia terhadap Persalinan
a) Gangguan his
b) Kala II dapat berlangsung lama dan partus lama
c) Kala uri dapat diikuti retensio plasenta dan kelemahan his.
3) Pengaruh Anemia pada saat Nifas
a) Terjadi subinvolusi uteri yang menimbulkan perdarahan post partum
b) Memudahkan infeksi puerpuerium
c) Pengeluaran ASI berkurang
d) Terjadinya dekompensasi kordis.
4) Pengaruh Anemia terhadap Janin
a) Kematian janin dalam kandungan
b) Berat bayi lahir rendah
c) Kelahiran dengan anemia
d) Cacat bawaan

19
e) Mudah terinfeksi hingga kematian perinatal
f) Inteligensi yang rendah.1

2.10 Prognosis
Prognosis anemia defisiensi besi dalam kehamilan pada umumnya baik
bagi ibu dan anak. Persalinan dapat berlangsung seperti biasa tanpa pendarahan
banyak atau adanya komplikasi lain. Anemia berat meningkatkan morbiditas dan
mortalitas wanita hamil. Walaupun bayi yang dilahirkan dari ibu yang menderita
anemia defisiensi besi tidak menunjukkan hemoglobin (Hb) yang rendah, namun
cadangan zat besinya kurang sehingga baru beberapa bulan kemudian akan
tampak sebagai anemia infantum.4,10
Anemia megaloblastik dalam kehamilan mempunyai prognosis cukup baik
tanpa adanya infeksi sistemik, preeklampsi atau eklampsi. Pengobatan dengan
asam folat hampir selalu berhasil. Apabila penderita mencapai masa nifas dengan
selamat dengan atau tanpa pengobatan maka anemianya akan sembuh dan tidak
akan timbul lagi. Hal ini disebabkan karena dengan lahirnya anak, kebutuhan
asam folat jauh berkurang. Anemia megaloblastik berat dalam kehamilan yang
tidak diobati mempunyai prognosis buruk.4,7

20
BAB III
KESIMPULAN

Anemia dalam kehamilan memberi resiko pada ibu dan janin sehingga
setiap wanita hamil perlu diberi sulfas ferrosus atau glukonas ferrosus, cukup 1
tablet sehari. Selain itu, wanita dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan yang
tinggi protein serta sayuran yang mengandung banyak mineral dan vitamin. Pada
umumnya asam folat tidak diberikan secara rutin, kecuali di daerah dengan
frekuensi anemia megaloblastik yang tinggi. Apabila pengobatan anemia dengan
zat besi tidak memberikan hasil yang memuaskan, maka harus ditambah dengan
asam folat.10

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Nasution R. Hubungan tingkat pendidikan dan status ekonomi dengan kejadian


anemia pada ibu hamil di wilayah kerja UPTDK Puskesmas Desa Baru tahun
2011.c2011.[online].[cited on 2013 September 15th].Available from:
http://rustonnasution.files.wordpress.com/2012/03/bab-i-v-final.pdf.

2. Wijanti RE, Rahmaningtyas I, Widari D. Hubungan pola makan ibu hamil


trimester III dengan kejadian anemia. Dalam: Tunas-tunas riset kesehatan.
Volume kedua, Nomor 2. Mei 2012.[online].[cited on 2013 September
15th].Available from: http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/22128590_2089-
4686.pdf.

3. Sutkin G, Isada NB, Stewart M, Powell S. Hematologic complications. In:


Evans A.T, Seigafuse S, Shaw R. et al, eds. Manual of Obstetrics. 7th ed. Texas:
Lippincott Williams & Wilkins, 2007; p. 328, 330-1.

4. Muthalib A. Kelainan hematologik. Dalam: Wiknjosastro H, Saifuddin A.B,


Rachimhadhi T, editor. Ilmu kebidanan. Edisi keempat. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2016; p. 775-80.

5. Hanretty KP. Systemic diseases in pregnancy. In: Hanretty KP, Ramsden I,


Callander R, eds. Obstetrics illustrated. 6th ed. London: Churchill Livingstone,
2003; p. 137-8, 141.

6. Tristiyanti WF. Faktor-faktor yang mempengaruhi anemia pada ibu hamil status
di kecamatan Ciampea, kabupaten Bogor, Jawa barat. c2006.[online]. [cited on
2013September15th].Availablefrom:http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/
123456789/44643/A06wft.pdf

7. Pernoll ML. Medical and surgical complications during pregnancy:


Hematologic disorders. In: Benson & Pernoll’s: handbook of obstetrics &
gynecology. 10th ed. New York: McGraw-Hill Medical Publishing Division,
2001; p. 435-8.

8. Weiner CP, Oh C. Coagulation and hematological disorders of pregnancy. In:


Reece EA, Hobbins JC, Gant NF, eds. Clinical obstetrics, the fetus & mother.
3rd ed. Massachusetts: Blackwell Publishing, 2007; p. 849-51.

9. Cunningham FG, Hauth JC, Bloom SL, et al. Hematological disorders. In:
William obstetrics. 25th ed. New York: Mc-Graw Hill Medical Publishing
Division, 2018; p. 1143, 1145, 1148.

10. Samuels P. Hematologic complications of pregnancy. In: Gabbe SG, Niebyl


JR, Simpson JL, et al, eds. Obstetrics normal and problem pregnancies. 5th ed.
Tennessee: Mosby Elsevier, 2007; p. 1050, 1052.

22
11. Pitkin J, Peattie AB, Magowan BA. Anemia in pregnancy. In: Obstetrics and
gynaecology, an illustrated colour text. 1st ed. London: Churchill Livingstone,
2003; p. 32-3.

12. Sinurat TS. Anemia dalam kehamilan. c2012.[online]. [cited on 2013


September15th].Availablefrom:http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789
/21579/5/Chapter%20I.pdf.

13. Fairley DH. Diseases in pregnancy. In: Lecture notes obstetrics and
gynaecology. 2nd ed. Oxford: Blackwell Publishing, 2004; p. 140-2.

14. Szymanski LM, Mumuney AA. Hematologic disorders of pregnancy. In:


Fortner KB, Szymanski LM, Fox HE, et al, eds. The Johns Hopkins: manual
of gynecology and obstetrics. 3rd ed. Maryland: Lippincott Williams &
Wilkins, 2007; p. 216.

15. Anonim. Suplementasi zat besi. c2011.[online]. [cited on 2013 September


15th].
Availablefrom:http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34941/4/Chapt
er%20II.pdf.

16. ACOG Practice Bulletin.Anemia in Pregnancy.Vol. 112, No.1, July 2008; p.


201-5.

17. Prof. dr. Abdul Bari Saifuddin, SpOG, MPH.Buku Acuan Nasional Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal.PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.2009; p. 281.

18. Bakta, I Made. 2006. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC.1-2,9.11.

23

Anda mungkin juga menyukai