PENDAHULUAN
1
Anemia secara praktis didefinisikan sebagai kadar Ht, konsentrasi Hb,
atau hitung eritrosit dibawah batas "normal". Namun, nilai normal yang akurat
untuk ibu hamil sulit dipastikan karena ketiga parameter laboratorium tersebut
bervariasi selama periode kehamilan. Umumnya ibu hamil dianggap anemia jika
kadar Hb di bawah 11 g/dL atau hematokrit kurang dari 33%. Dalam praktik rutin,
konsentrasi Hb kurang dari 11 g/dL pada akhir trimester pertama dan < 10 g/dl
pada trimester kedua dan ketiga diusulkan menjadi batas bawah untuk mencari
penyebab anemia dalam kehamilan. Komplikasi anemia dalam kehamilan dapat
berdampak pada masa kehamilan, persalinan, nifas, maupun pada janin. Anemia
pada ibu hamil diketahui akan berdampak buruk baik bagi kesehatan ibu maupun
bayinya. Anemia merupakan penyebab penting yang melatarbelakangi kejadian
morbiditas dan mortalitas, yaitu kematian ibu pada waktu hamil dan pada waktu
melahirkan atau nifas sebagai akibat dari komplikasi kehamilan. Selain itu, ibu
hamil yang menderita anemia juga beresiko terjadinya perdarahan saat
melahirkan. Di samping pengaruhnya kepada kematian dan perdarahan, anemia
pada saat hamil dapat mempengaruhi pertumbuhan janin, berat bayi lahir rendah,
dan peningkatan kematian perinatal.1,4,6
Anemia yang sering ditemukan dalam kehamilan adalah anemia defisiensi
besi dan anemia megaloblastik. Anemia defisiensi besi terjadi karena kurangnya
zat besi dalam makanan untuk memenuhi kebutuhan zat besi ibu yang hamil,
kebutuhan zat besi untuk janin dan plasenta, dan pendarahan post partum. Jadi,
cadangan zat besi yang dibutuhkan ibu hamil minimal lebih dari 500 mg.
Perubahan diet dengan konsumsi makanan yang kaya zat besi dan penambahan
suplemen zat besi dianjurkan pada ibu hamil. Anemia megaloblastik terjadi karena
kerusakan sintesis DNA yang disebabkan oleh defisiensi nutrisi asam folat atau
vitamin B12. Diet yang ekstrem atau malabsorpsi menyebabkan terjadinya anemia
megaloblastik. Oleh karena itu, sebagian besar wanita mengonsumsi suplemen
folat sebagai langkah pencegahan defek tuba neural pada janin dan kebanyakan
dari suplemen tersebut merupakan kombinasi dari zat besi dan asam folat. Kedua
anemia ini dapat mengakibatkan berkurangnya produksi heme. Jadi, pengobatan
yang diberikan bertujuan untuk meningkatkan produksi sel darah merah. 7,8,9
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Anemia adalah keadaan dimana massa eritrosit dan/atau massa
hemoglobin yang beredar tidak dapat memenuhi fungsinya untuk menyediakan
oksigen bagi jaringan tubuh. Secara laboratorik dijabarkan sebagai penurunan
dibawah normal kadar hemoglobin, hitung eritrosit, dan hematokrit (packed red
cell).
Berdasarkan WHO batas normal hemoglobin untuk ibu hamil adalah 11gr
%.1 Berdasarkan Centers for Disease Control and Prevention, definisi anemia
dalam kehamilan adalah seperti yang berikut :
1. Hb kurang dari 11,0 gr/dL dan Hct kurang dari 33% di trimester pertama dan
ketiga
2. Hb kurang dari 10,5 gr/dL dan Hct kurang dari 32% di trimester kedua. 3,9,10,16
Nilai batas tersebut dan perbedaannya dengan kondisi wanita tidak hamil
terjadi karena hemodilusi, terutama pada trimester 2.16
2.2 Epidemiologi
Frekuensi anemia dalam kehamilan di seluruh dunia cukup tinggi yaitu
berkisar antara 10-20%. Menurut WHO, 51% kematian ibu di negara berkembang
berkaitan dengan anemia dalam kehamilan yang penyebabnya merupakan
defisiensi zat besi. Di Indonesia angka anemia menunjukkan nilai yang cukup
tinggi yaitu 63,5%. Karena defisiensi gizi memegang peranan yang sangat penting
dalam timbulnya anemia maka dapat dipahami bahwa frekuensi anemia dalam
kehamilan lebih tinggi di negara berkembang dibandingkan dengan negara maju.2,4
Dari keseluruhan anemia dalam kehamilan sekitar 95% merupakan anemia
defisiensi besi. Insidens wanita hamil yang menderita anemia defisiensi besi
meningkat. Hal ini menunjukkan keperluan zat besi maternal yang bertambah
pada saat kehamilan. Kematian maternal meningkat oleh karena terjadinya
3
pendarahan post partum yang banyak pada wanita hamil yang sebelumnya
memang sudah menderita anemia. 10,11,17
2.3 Patofisiologi
Kehamilan berhubungan dengan perubahan fisiologis yang berakibat pada
peningkatan volume cairan dan sel darah merah serta penurunan konsentrasi
protein pengikat zat gizi dalam sirkulasi darah, termasuk penurunan zat gizi
mikro. Peningkatan produksi sel darah merah ini terjadi sesuai dengan proses
perkembangan dan pertumbuhan masa janin yang ditandai dengan pertumbuhan
tubuh yang cepat dan penyempurnaan susunan organ tubuh. Adanya kenaikan
volume darah pada saat kehamilan akan meningkatkan kebutuhan zat besi. Pada
trimester pertama kehamilan, zat besi yang dibutuhkan sedikit karena peningkatan
produksi eritropoetin sedikit, oleh karena tidak terjadi menstruasi dan
pertumbuhan janin masih lambat. Sedangkan pada awal trimester kedua
pertumbuhan janin sangat cepat dan janin bergerak aktif, yaitu menghisap dan
menelan air ketuban sehingga lebih banyak kebutuhan oksigen yang diperlukan.
Akibatnya, kebutuhan zat besi semakin meningkat untuk mengimbangi
peningkatan produksi eritrosit dan karena itu rentan untuk terjadinya anemia
terutama anemia defisiensi besi.6,12
Konsentrasi hemoglobin normal pada wanita hamil berbeda pada wanita
yang tidak hamil. Hal ini disebabkan karena pada kehamilan terjadi proses
hemodilusi atau pengenceran darah, yaitu terjadi peningkatan volume plasma
dalam proporsi yang lebih besar jika dibandingkan dengan peningkatan eritrosit.
Dalam hal ini, oleh karena peningkatan oksigen dan perubahan sirkulasi yang
meningkat terhadap plasenta dan janin, serta kebutuhan suplai darah untuk
pembesaran uterus, terjadi peningkatan volume darah yaitu peningkatan volume
plasma dan sel darah merah. Namun, peningkatan volume plasma ini terjadi dalam
proporsi yang lebih besar yaitu sekitar tiga kali lipat jika dibandingkan dengan
peningkatan eritrosit sehingga terjadi penurunan konsentrasi hemoglobin akibat
hemodilusi. Hemodilusi berfungsi agar suplai darah untuk pembesaran uterus
terpenuhi, melindungi ibu dan janin dari efek negatif penurunan venous return
4
saat posisi terlentang, dan melindungi ibu dari efek negatif kehilangan darah saat
proses melahirkan.4,11,12
Hemodilusi dianggap sebagai penyesuaian diri yang fisiologis dalam
kehamilan dan bermanfaat pada wanita untuk meringankan beban jantung yang
harus bekerja lebih berat semasa hamil karena sebagai akibat hipervolemi cardiac
output meningkat. Kerja jantung akan lebih ringan apabila viskositas darah rendah
dan resistensi perifer berkurang sehingga tekanan darah tidak meningkat. Secara
fisiologis, hemodilusi ini membantu si ibu mempertahankan sirkulasi normal
dengan mengurangi beban jantung. 4,11,12
Ekspansi volume plasma dimulai pada minggu ke-6 kehamilan dan
mencapai maksimum pada minggu ke-24 kehamilan, namun dapat terus
meningkat sampai minggu ke-37. Volume plasma meningkat sebesar 45-65 %
dimulai pada trimester II kehamilan dan mencapai maksimum pada bulan ke-9
yaitu meningkat sekitar 1000 ml, menurun sedikit menjelang aterm serta kembali
normal dalam tiga bulan setelah partus. Stimulasi yang meningkatkan volume
plasma seperti laktogen plasenta yang menyebabkan peningkatan sekresi
aldosteron.4,11
Volume plasma yang bertambah banyak ini menurunkan hematokrit, konsentrasi
hemoglobin darah, dan hitung eritrosit, tetapi tidak menurunkan jumlah absolut Hb atau
eritrosit dalam sirkulasi. Penurunan hematokrit, konsentrasi hemoglobin, dan hitung
eritrosit biasanya tampak pada minggu ke-7 sampai ke-8 kehamilan dan terus menurun
sampai minggu ke-16 hingga ke-22 ketika titik keseimbangan tercapai. Oleh sebab itu,
apabila ekspansi volume plasma yang terus-menerus tidak diimbangi dengan peningkatan
produksi eritropoetin sehingga menurunkan kadar Hct, konsentrasi Hb, atau hitung
eritrosit di bawah batas “normal”, timbullah anemia. 12
2.4 Etiologi
Etiologi anemia dalam kehamilan terbagi menjadi dua yaitu :
1) Didapatkan (acquired)
Anemia defisiensi besi
Anemia karena kehilangan darah secara akut
Anemia karena inflamasi atau keganasan
Anemia megaloblastik
5
Anemia hemolitik
Anemia aplastik 9
2) Herediter
Thalasemia
Hemoglobinopati lain
Hemoglobinopati sickle cell
Anemia hemolitik herediter9
2.5 Klasifikasi
Anemia dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme penyebab yang
mendasarinya, morfologi sel darah merah, dan didapat atau diturunkan.
Pendekatan secara mekanik mengkategorikan anemia yang disebabkan karena
penurunan produksi sel darah merah, peningkatan penghancuran sel darah merah,
dan kehilangan darah. Penurunan produksi dapat disebabkan karena kurangnya
nutrisi seperti besi, vitamin B12, atau folat. Kekurangan ini dapat disebabkan
karena kurangnya asupan, malabsorpsi, atau perdarahan. Gangguan atau
penekanan sumsum tulang, defisiensi hormon, dan infeksi atau penyakit kronik
dapat menurunkan produksi sel darah merah. Anemia hemolitik berhubungan
dengan peningkatan penghancuran sel darah merah.16
6
e) Anemia yang berhubungan dengan penekanan sumsum tulang
f) Anemia yang berhubungan dengan rendahnya eritropoietin
g) Anemia yang berhubungan dengan hipotiroidisme16
7
Anemia yang berhubungan dengan hipotiroidisme atau
hipopituitarisme
Sferositosis herediter
Anemia hemolitik yang berhubungan dengan hemoglobinuria
paroksismal nokturnal16
Berkurangnya
pembentukan dan Pembentukan tissue
Pembentukan hemoglobin
terjadinya kelainan sel respiratory enzymes
berkurang
darah merah berkurang
8
Gejala klinis dari anemia bervariasi bergantung pada tingkat anemia yang
diderita. Berdasarkan gejala klinisnya anemia dapat dibagi menjadi anemia ringan,
sedang dan berat. Tanda dan gejala klinisnya adalah :
a) Anemia ringan : adanya pucat, lelah, aenoreksia, lemah, lesu, dan sesak.
b) Anemia sedang : adanya lemah dan lesu, palpitasi, sesak, edema kaki, dan
tanda malnutrisi seperti anoreksia, depresi mental, glossitis, ginggivitis, emesis
atau diare.
c) Anemia berat : adanya gejala klinis seperti anemia sedang dan ditambah
dengan tanda seperti demam, luka memar, stomatitis, koilonikia, pika, gastritis,
termogenesis yang terganggu, penyakit kuning, rambut halus dan rapuh,
hepatomegali dan splenomegali bisa membawa seorang dokter untuk
mempertimbangkan kasus anemia yang lebih berat.3,7,14
2.7 Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis anemia dalam kehamilan dibutuhkan
anamnesis yang akan diperoleh keluhan berupa pucat, lelah, anoreksia, lemah,
lesu, sesak, berdebar-debar, muntah-muntah, diare. Selain itu dari pemeriksaan
fisis dapat ditemukan edema kaki, tanda malnutrisi seperti anoreksia, depresi
mental, glossitis, ginggivitis, stomatitis, koilonikia, pika, gastritis, termogenesis
yang terganggu, penyakit kuning, hepatomegali dan splenomegali sesuai dengan
derajat anemia yang diderita.1,3,7,14
Pemeriksaan penunjang dan pengawasannya dapat dilakukan dengan alat
sahli. Hasil pemeriksaan Hb dengan sahli dapat digolongkan sebagai berikut:
a) Anemia ringan : Hb 9 – 10 gr%
b) Anemia sedang : Hb 7 – 8 gr%
c) Anemia berat : Hb < 7 gr%. 1
Pada pemeriksaan laboratorium berupa indeks sel darah merah membantu
menentukan ada tidaknya kelainan abnormal pada sel darah merah seperti
defisiensi zat besi (MCV yang rendah) atau makrositosis (MCV yang tinggi).
Pemeriksaan hemoglobin atau hematokrit harus diulang saat trimester ketiga
(lebih kurang 28 sampai 32 minggu) dan lebih sering jika diindikasikan. Ras
tertentu harus mempunyai tes skrining untuk kondisi tertentu seperti pada pasien
9
kulit hitam harus menjalani tes Sickledex atau elektroforesis hemoglobin untuk
melihat sickle cell trait disease dan menentukan defisiensi glucose 6-phosphate
dehydrogenase.1
10
Kriteria
Kriteria anemia
anemia menurut
menurut
CDC (Centers for Disease Reticulocyte count
Control)
Gambar 2.2 : Algoritma untuk diagnosis anemia berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium
darah.8
11
ditemui antara lain adalah hemoglobinopati, proses inflamasi, toksisitas zat kimia,
dan keganasan.4
Anemia yang akan dibahas kali ini adalah anemia yang sering ditemukan
di Indonesia yaitu anemia defisiensi besi dan anemia megaloblastik.4
12
adalah antara 6 hingga 7 mg dibandingkan pada kondisi yang normal yaitu 1 mg /
hari. Selama 6 sampai 8 minggu terakhir kehamilan, kebutuhan zat besi meningkat
hingga 10 mg / hari. Pada wanita yang memasuki kehamilan dengan cadangan zat
besi yang rendah, pemberian suplemen zat besi sering gagal untuk mencegah
kekurangan zat besi. Lebih jauh lagi, kondisi seperti implantasi plasenta yang
abnormal dapat menyebabkan kehilangan darah kronis dan meningkatkan
kebutuhan zat besi selama kehamilan.2
Sehubungan dengan periode postpartum, peningkatan volume plasma
selama kehamilan yang secara proporsional lebih tinggi dari peningkatan massa
sel darah merah menghasilkan hemodilusi yang fisiologis. Akibatnya, ibu
terlindungi dari hilangnya sel darah merah selama perdarahan yang berhubungan
dengan persalinan. Walaupun begitu, 5% dari persalinan disertai dengan
kehilangan darah >1 L disertai gejala anemia termasuk gejala jantung, sehingga
harus transfusi darah. (2,6) Perdarahan menahun yang menyebabkan kehilangan zat
besi atau kebutuhan zat besi yang meningkat akan dikompensasi oleh tubuh
sehingga cadangan besi makin menurun.12
Jika cadangan besi menurun, keadaan ini disebut keseimbangan zat besi
yang negatif yaitu tahap deplesi besi (iron depleted state). Keadaan ini ditandai
oleh penurunan kadar feritin serum, peningkatan absorbsi besi dalam usus, serta
pengecatan besi dalam sumsum tulang negatif. Apabila kekurangan besi berlanjut
terus maka cadangan besi menjadi kosong sama sekali, penyediaan besi untuk
eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit
tetapi anemia secara klinis belum terjadi. Keadaan ini disebut sebagai iron
deficient erythropoiesis. Pada fase ini kelainan pertama yang dijumpai adalah
peningkatan kadar free protophorphyrin atau zinc protophorphyrin dalam eritrosit.
Saturasi transferin menurun dan kapasitas ikat besi total (total iron binding
capacity = TIBC) meningkat, serta peningkatan reseptor transferin dalam serum.
Apabila penurunan jumlah besi terus terjadi maka eritropoesis semakin terganggu
sehingga kadar hemoglobin mulai menurun. Akibatnya timbul anemia mikrositik
hipokrom yang disebut sebagai anemia defisiensi besi (iron deficiency anemia).12
Penegakan diagnosis anemia defisiensi besi yang berat tidak sulit karena
ditandai ciri-ciri yang khas bagi defisiensi besi. Menggunakan pemeriksaan
13
apusan darah tepi dapat ditemukan mikrositosis dan hipokromasia. Anemia yang
ringan tidak selalu menunjukkan ciri-ciri khas tersebut, bahkan banyak yang
bersifat normositik dan normokrom. Hal itu disebabkan karena defisiensi besi
dapat berdampingan dengan defisiensi asam folat. Sifat lain yang khas bagi
defisiensi besi adalah kadar zat besi serum rendah, ferritin yang rendah, daya ikat
zat besi serum tinggi, protoporfirin eritrosit tinggi, reseptor transferin yang
meningkat, dan tidak ditemukan hemosiderin dalam sumsum tulang. Apabila pada
pemeriksaan kehamilan hanya hemoglobin yang diperiksa dan ditemukan Hb <
10gr/dL maka wanita tersebut dapat dianggap menderita anemia defisiensi besi,
baik yang murni maupun yang dimorfis, karena anemia tersering dalam kehamilan
adalah anemia defisiensi besi.2,10,12
Gambar 2.3 : Gambaran apusan darah tepi wanita hamil dengan anemia defisiensi besi4
Terapi zat besi oral telah terbukti efektif dalam menanggulangi anemia
defisiensi besi pada banyak kasus. Kemanjurannya bergantung pada tingkat
kepatuhan pasien dan penyerapan zat besi yang cukup di duodenum. Perlu dicatat
bahwa meskipun ada bukti yang mendukung perbaikan parameter status
14
hematologi dan besi dengan suplementasi besi oral, data terjadinya peningkatan
berat lahir dan berkurangnya angka kelahiran prematur masih kurang.2,6
Pemberian rutin suplementasi besi elemental per oral dengan dosis 30 - 60
mg dan 400 mcg asam folat telah direkomendasikan.9
Pemberian suplementasi besi setiap hari pada ibu hamil sampai minggu ke-
28 kehamilan pada ibu hamil yang belum mendapat zat besi dan nonanemik (Hb
<11g/dl dan ferritin > 20 µg/l) menurunkan prevalensi anemia dan bayi berat lahir
rendah.4
Tablet zat besi diberikan pada ibu hamil sesuai dengan dosis dan cara yang
ditentukan yaitu:15
Dosis Pencegahan
Diberikan pada kelompok sasaran tanpa pemeriksaan Hb. Dosisnya yaitu 1
tablet (60 mg besi elemental dan 0,25 mg asam folat) berturut-turut selama
minimal 90 hari masa kehamilan mulai pemberian pada waktu pertama kali ibu
memeriksa kehamilannya. Obat yang sering digunakan adalah tablet Fe sulfat,
fumarat, atau glukonat secara oral dengan dosis 1 x 200mg.15
Dosis Pengobatan
Diberikan pada sasaran (Hb < ambang batas) yaitu bila kadar Hb < 11gr%
pemberian menjadi 3 tablet sehari selama 90 hari kehamilannya.15
Pada beberapa orang, pemberian tablet zat besi dapat menimbulkan gejala-
gejala seperti mual, nyeri di daerah lambung, kadang terjadi diare dan sulit buang
air besar, serta pusing. Selain itu, setelah mengonsumsi tablet tersebut tinja dapat
berwarna hitam, namun hal ini tidak membahayakan. Frekuensi efek samping
tablet zat besi ini bergantung pada dosis zat besi dalam tablet tersebut, bukan pada
bentuk campurannya. Semakin tinggi dosis yang diberikan maka kemungkinan
efek samping akan semakin besar. Tablet zat besi yang diminum saat perut dalam
keadaan terisi akan mengurangi efek samping yang ditimbulkan namun hal ini
juga menurunkan tingkat penyerapannya.15
Terapi parenteral zat besi diberikan hanya apabila terdapat kontraindikasi
dengan terapi oral. Zat besi parenteral diberikan dalam bentuk ferri secara
intramuskular, dapat disuntikkan dekstran besi, Imferon, atau sorbitol besi.
Hasilnya akan lebih cepat tercapai dan penderita hanya merasa nyeri pada tempat
15
suntikan. Akhir-akhir ini, Imferon banyak pula diberikan dengan infus dengan
dosis total antara 1000-2000 mg unsur zat besi sekaligus dengan hasil yang sangat
memuaskan.4,11
Walaupun zat besi intravena dengan infus kadang-kadang menimbulkan
efek samping, namun apabila ada indikasi yang tepat maka cara ini dapat
dilakukan. Efek sampingnya lebih kurang dibandingkan dengan transfusi darah.
Darah secukupnya harus tersedia selama persalinan yang harus segera diberikan
apabila terjadi perdarahan yang lebih dari biasanya, walaupun tidak lebih dari
1000 ml. Makanan kaya zat besi yang dianjurkan untuk ibu hamil yaitu seperti
daging sapi (besi dalam hemoglobin dan mioglobin), daging ayam dan ikan (besi
dalam mioglobin), sayuran hijau dan kacang-kacangan (kaya zat besi dan asam
folat).4,13
16
25mL yang pertama untuk mengobservasi ada tidaknya reaksi alergik.
Jangan menambah iron dextran pada total nutrisi parenteral.
Efek samping:
1. Kardiovaskular : flushing, hipotensi, kolaps kardiovaskular (<1%)
2. Sistem saraf pusat : pusing, demam, nyeri kepala (>10%), menggigil(<1%)
3. Dermatologik : urtikaria, flebitis (<1%), kelainan pewarnaan pada kulit
(hipopigmentasi, hiperpigmentasi).
4. Gastrointestinal : nausea, muntah, perubahan warna pada urin (1-10%)
5. Respiratorik : diaphoresis (>10%).
Catatan : diaphoresis, urtikaria, demam, menggigil, dan pusing mungkin timbul
24-48 jam pertama setelah diberikan i.v dan 3-4 hari setelah i.m. Reaksi
anafilaktik terjadi dalam menit-menit pertama setelah disuntik.
Observasi : Tekanan darah setiap 5 menit selama tes dosis. Lihat reaksi alergik
dan efek samping 3-4 hari pertama. Cek hemoglobin dan retikulosit.
Tabel 2.2 : Cara pemberian preparat besi pada wanita hamil beserta efek sampingnya8
17
b) Penggunaan asam folat meningkat : kebutuhan saat hamil bertambah,
kecepatan pertumbuhan janin, plasenta dan jaringan uterus.13
Turunnya kadar hemoglobin tidak terjadi sampai habisnya simpanan folat
yaitu sekitar 90 hari. Gejala klinis termasuk lesu, anoreksia, depresi mental,
glossitis, ginggivitis, emesis atau diare biasa terjadi.7
Efek defisiensi folat pada janin akan dapat menyebabkan kelainan berat
yang mengenai jaringan non hemopoietik, yaitu neural tube defect (NTD) dan
yang dapat terjadi merupakan isolate NTD (tanpa disertai kelainan kongenital
lain) yang kekambuhannya dapat dicegah dengan pemberian folat. NTD adalah
suatu kelainan kongenital yang terjadi akibat kegagalan penutupan lempeng saraf
(neural plate) yang terjadi pada minggu ketiga hingga keempat masa gestasi.7
Diagnosis anemia megaloblastik ditegakkan apabila ditemukan megaloblas
atau promegaloblas dalam darah atau sumsum tulang. Sifat khas anemia
megaloblastik dari apusan darah tepi adalah makrositik dan hiperkrom yang tidak
selalu dijumpai kecuali apabila anemianya sudah berat. Perubahan-perubahan
dalam leukopoesis seperti hipersegmentasi granulosit dan polimorfonuklear
merupakan petunjuk bagi defisiensi asam folat. Defisiensi asam folat sering
berdampingan dengan defisiensi zat besi dalam kehamilan. Standar baku emas
untuk penegakan diagnosis anemia megaloblastik adalah dengan pemeriksaan
kadar serum folat absorption test dan clearance test asam folat.4,8
18
selama 6 minggu atau sampai kadar hemoglobin kembali normal. Oleh karena
anemia megaloblastik dalam kehamilan pada umumnya berat maka transfusi darah
kadang-kadang diperlukan pada kehamilan yang masih preterm atau apabila
pengobatan dengan berbagai obat penambah darah biasa tidak berhasil.4,8,10
2.9 Komplikasi
Anemia dalam kehamilan memberi pengaruh kurang baik bagi ibu, baik
dalam kehamilan, persalinan maupun dalam nifas dan masa selanjutnya. Berbagai
penyulit dapat timbul akibat anemia seperti berikut :
1) Pengaruh Anemia terhadap Kehamilan
a) Abortus (keguguran)
b) Persalinan prematur
c) Gangguan pertumbuhan janin
d) Ancaman dekompensasi kordis (Hb < 6 gr%)
e) Mudah terjadi infeksi
f) Hyperemesis gravidarum
g) Perdarahan sebelum persalinan
h) Ketuban pecah dini.
2) Pengaruh Anemia terhadap Persalinan
a) Gangguan his
b) Kala II dapat berlangsung lama dan partus lama
c) Kala uri dapat diikuti retensio plasenta dan kelemahan his.
3) Pengaruh Anemia pada saat Nifas
a) Terjadi subinvolusi uteri yang menimbulkan perdarahan post partum
b) Memudahkan infeksi puerpuerium
c) Pengeluaran ASI berkurang
d) Terjadinya dekompensasi kordis.
4) Pengaruh Anemia terhadap Janin
a) Kematian janin dalam kandungan
b) Berat bayi lahir rendah
c) Kelahiran dengan anemia
d) Cacat bawaan
19
e) Mudah terinfeksi hingga kematian perinatal
f) Inteligensi yang rendah.1
2.10 Prognosis
Prognosis anemia defisiensi besi dalam kehamilan pada umumnya baik
bagi ibu dan anak. Persalinan dapat berlangsung seperti biasa tanpa pendarahan
banyak atau adanya komplikasi lain. Anemia berat meningkatkan morbiditas dan
mortalitas wanita hamil. Walaupun bayi yang dilahirkan dari ibu yang menderita
anemia defisiensi besi tidak menunjukkan hemoglobin (Hb) yang rendah, namun
cadangan zat besinya kurang sehingga baru beberapa bulan kemudian akan
tampak sebagai anemia infantum.4,10
Anemia megaloblastik dalam kehamilan mempunyai prognosis cukup baik
tanpa adanya infeksi sistemik, preeklampsi atau eklampsi. Pengobatan dengan
asam folat hampir selalu berhasil. Apabila penderita mencapai masa nifas dengan
selamat dengan atau tanpa pengobatan maka anemianya akan sembuh dan tidak
akan timbul lagi. Hal ini disebabkan karena dengan lahirnya anak, kebutuhan
asam folat jauh berkurang. Anemia megaloblastik berat dalam kehamilan yang
tidak diobati mempunyai prognosis buruk.4,7
20
BAB III
KESIMPULAN
Anemia dalam kehamilan memberi resiko pada ibu dan janin sehingga
setiap wanita hamil perlu diberi sulfas ferrosus atau glukonas ferrosus, cukup 1
tablet sehari. Selain itu, wanita dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan yang
tinggi protein serta sayuran yang mengandung banyak mineral dan vitamin. Pada
umumnya asam folat tidak diberikan secara rutin, kecuali di daerah dengan
frekuensi anemia megaloblastik yang tinggi. Apabila pengobatan anemia dengan
zat besi tidak memberikan hasil yang memuaskan, maka harus ditambah dengan
asam folat.10
21
DAFTAR PUSTAKA
6. Tristiyanti WF. Faktor-faktor yang mempengaruhi anemia pada ibu hamil status
di kecamatan Ciampea, kabupaten Bogor, Jawa barat. c2006.[online]. [cited on
2013September15th].Availablefrom:http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/
123456789/44643/A06wft.pdf
9. Cunningham FG, Hauth JC, Bloom SL, et al. Hematological disorders. In:
William obstetrics. 25th ed. New York: Mc-Graw Hill Medical Publishing
Division, 2018; p. 1143, 1145, 1148.
22
11. Pitkin J, Peattie AB, Magowan BA. Anemia in pregnancy. In: Obstetrics and
gynaecology, an illustrated colour text. 1st ed. London: Churchill Livingstone,
2003; p. 32-3.
13. Fairley DH. Diseases in pregnancy. In: Lecture notes obstetrics and
gynaecology. 2nd ed. Oxford: Blackwell Publishing, 2004; p. 140-2.
17. Prof. dr. Abdul Bari Saifuddin, SpOG, MPH.Buku Acuan Nasional Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal.PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.2009; p. 281.
23