PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang
Angka Kematian Bayi (AKB) di indonesia masih tinggi. Berdasarkan Survei
Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 angka kematian bayi masih berada
pada kisaan 34/1000 kelahiran hidup atau 157.000 bayi meninggal per tahun atau 430
bayi per hari dan hampir setengah dari kematian bayi ini terjadi pada masa neonatal yaitu
pada bulan pertama kelahiran, dimana bayi sangat rentan terhadap kesakitan dan
kematkian. Sedangkan dala Millenium Developmen Goals (MDG), Indonesia
menargetkan pada tahun 2015 AKB menurun menjadi 17 bayi per 1000 kelahiran hidup.
Masa neonatal juga merupakan masa kritis bagi kesehatan bayi karena harus
menyesuaikan diri dari kehidupan intrauteri ke kehidupan ekstrauteri. Kemungkinan
timbul masalah atau penyulit pada masa ini yang bila tidak di tangani dengan baik akan
dapat membahayakan kesehatan atau mendatangkan kematian bagi bayi. Salah satu
masalah yangn sering timbul pada bayi baru lahir adalah ikterus neonatorum. Dan salah
satu penyebab mortalitaspada bayi baru lahir adalah ensefalopati bilirubin (lebih dikenal
sebagai kem ikterus). Ensefalopati bilirubin merupakan komplikasi ikterus neonatorum
yang paling berat. Selain memiliki angka mortalitas yang tinggi,juga dapat menyebabkan
gejala sisa berupa cerebral palsy,tuli nada tinggi, paralisis dan displasia dental yang
sangat mempengaruhi kualitas hidup. Ikterus neonatorum merupakan fenomena biologis
yang timbul akibat tingginya produksi dan rendahnya ekskresi bilirubin selama masa
transisi pada neonatus. Pada neonatus produksi bilirubin 2 sampai 3 kali lebih tinggi
dibanding orang dewasa normal. Hal ini dapat terjadi karena jumlah erotrosit pada
neonatus lebih banyak dan usianya lebih pendek.
Perawatan ikterus berbeda diantara negara tertentu, tempat pelayanan tertentu dan
waktu tertentu. Hal ini disebabkan adanya perbedaan pengelolaan pada BBL, seperti:
pemberian makanan dini, kondisi ruang perawatan, penggunaan beberapa propilaksis
(misal: luminal) pada ibu dan bayi, fototherapi dan transfusi pengganti.
Ikterus sering dijumpai pada neonatus. frekuensi menurut kepustakaan pada bayi cukup
bulan adalah 50 %, pada bayi premature 80 % dalam hari pertama kehidupan. Terdapat
10 % neonatus dengan kadar bilirubin diatas 10 mg %.Seorang perawat mempunyai
peran yang penting dalam memberikan asuhan pada bayi baru lahir. Bidan diharapkan
dapat mencegah dan mendeteksi lebih awal adanya masalah pada bayi baru lahir seperti
Ikterik
neunatus
4. IMPLEMENTASI
5. EVALUASI
Evaluasi merupakan keputusan dari efektifitas asuhan keperawatan
anatara dasar tujuan keperawatan klien yang telah ditetapkan dengan respon prilaku
klien yang tampil. (craven dan himle 2003).
Evaluasidalamkeperawatanmerupakankegiatandalammenilaitindakankeperawa
tan yang telahditentukan, untukmengetahuipemenuhankebutuhankliensecara optimal
danmengukurhasildari proses keperawatan.
Evaluasi merupakan hasil dari catatan perkembangan pasien, ada beberapa
cara pencatatan perkembangan tersebut diantaranya :
1. SOAP (Subjektif, Objektif, Analis, dan Planing)
2. SOAPIER (Subjektif, Objektif, Analis, Planing, Implementasi, Evaluasi,
Revisi)
3. DAR (Data, Action, Respons)
Menerut ziegler,voughan-wrobel dan erlen, evaluasi dibagi menjadi 3 jenis
yaitu :
a. Evaluasi struktur
Evaluasi ini di fokuskan pada kelengkapan tata cara atau keadaan
sekeliling tempat pelayanan keperawatan diberikan.
b. Evaluasi proses
Evaluasi ini berfokus pada penampilan kerja perawat dan apakah perawat
dalam memerikan pelayanan merasa cocok, tanpa tekanan dan sesuai
wewenang.
c. Evaluasi hasil
Evaluasi ini berfokus pada respon dan fungsi klien.
Ukuran pencapaian tujuan pada tahap evaluasi meliputi :
1) Masalah teratasi (jika klien menunjukan hasil sesuai dengan tujuan dan
kriteria hasil yang telah ditetapkan)
2) Masalah sebagian teratasi (jika klien menunjukan perubahan sebagian dari
tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan)
ASUHAN KEPERAWATAN PADA IKTERUS NEONATORUM 23 | P a g e
3) Masalah tidak teratasi (jika klien tidak menunjukkan perubahandan
kemajuan sama sekali yang sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang
telah ditetapkan atau bahkan timbul masalah atau diagnosa keperawatan
baru.
BAB III
PENUTUP
ASUHAN KEPERAWATAN PADA IKTERUS NEONATORUM 24 | P a g e
3.1 Kesimpulan
Ikterus adalah warna kuning pada kulit, konjungtiva, dan mukosa akibat
penumukan bilirubin, sedangkan hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi
bilirubin serum yang menjurus ke arah terjadinya kernikterus atau ensefalopati
bilirubin bila kadar bilirubin tidak dikendalika (Kapita Selekta : 2000).
Ikterus sering dijumpai pada neonatus. frekuensi menurut kepustakaan pada
bayi cukup bulan adalaha 50 %, pada bayi premature 80 % dalam hari pertama
kehidupan. Terdapat 10 % neonatus dengan kadar bilirubin diatas 10 mg %.
Pengamatan ikterus paling baik dilakukan dengan cahaya sinar matahari. Bayi
baru lahir (BBL) tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya kira-kira 6mg/dl
atau 100 mikro mol/L(1mg/dl=17.1 mikro mol/L). Salah satu cara pemeriksaan
derajat kuning pada BBL secara klinis, sederhana, dan mudah adalah dengan
penilaian menurut Kramer (1969).
3.2 Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan kita sebagai seorang perawat mampu
mendiagnosis secara dini mengenai penyakit ikterus neonatorium, sehingga kita
mampu memberikan asuhan keperawatan yang maksimal terhadap neonatus.
Tentunya dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat kesalahan
sehingga kritik dan saran semua pihak sangat kami harapkan.
1. Bagi penulis
Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak demi
kesempurnaan makalah ini.
2. Bagi pembaca
Setelah membaca makalah ini diharapkan akan pembaca paham tentang ikterus
neonatorum dan diharapkan pembaca memberikan sumbangsih pikiran demi
ksempurnaan makalah ini.
DAFTAR ISI