Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang
Angka Kematian Bayi (AKB) di indonesia masih tinggi. Berdasarkan Survei
Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 angka kematian bayi masih berada
pada kisaan 34/1000 kelahiran hidup atau 157.000 bayi meninggal per tahun atau 430
bayi per hari dan hampir setengah dari kematian bayi ini terjadi pada masa neonatal yaitu
pada bulan pertama kelahiran, dimana bayi sangat rentan terhadap kesakitan dan
kematkian. Sedangkan dala Millenium Developmen Goals (MDG), Indonesia
menargetkan pada tahun 2015 AKB menurun menjadi 17 bayi per 1000 kelahiran hidup.
Masa neonatal juga merupakan masa kritis bagi kesehatan bayi karena harus
menyesuaikan diri dari kehidupan intrauteri ke kehidupan ekstrauteri. Kemungkinan
timbul masalah atau penyulit pada masa ini yang bila tidak di tangani dengan baik akan
dapat membahayakan kesehatan atau mendatangkan kematian bagi bayi. Salah satu
masalah yangn sering timbul pada bayi baru lahir adalah ikterus neonatorum. Dan salah
satu penyebab mortalitaspada bayi baru lahir adalah ensefalopati bilirubin (lebih dikenal
sebagai kem ikterus). Ensefalopati bilirubin merupakan komplikasi ikterus neonatorum
yang paling berat. Selain memiliki angka mortalitas yang tinggi,juga dapat menyebabkan
gejala sisa berupa cerebral palsy,tuli nada tinggi, paralisis dan displasia dental yang
sangat mempengaruhi kualitas hidup. Ikterus neonatorum merupakan fenomena biologis
yang timbul akibat tingginya produksi dan rendahnya ekskresi bilirubin selama masa
transisi pada neonatus. Pada neonatus produksi bilirubin 2 sampai 3 kali lebih tinggi
dibanding orang dewasa normal. Hal ini dapat terjadi karena jumlah erotrosit pada
neonatus lebih banyak dan usianya lebih pendek.
Perawatan ikterus berbeda diantara negara tertentu, tempat pelayanan tertentu dan
waktu tertentu. Hal ini disebabkan adanya perbedaan pengelolaan pada BBL, seperti:
pemberian makanan dini, kondisi ruang perawatan, penggunaan beberapa propilaksis
(misal: luminal) pada ibu dan bayi, fototherapi dan transfusi pengganti.
Ikterus sering dijumpai pada neonatus. frekuensi menurut kepustakaan pada bayi cukup
bulan adalah 50 %, pada bayi premature 80 % dalam hari pertama kehidupan. Terdapat
10 % neonatus dengan kadar bilirubin diatas 10 mg %.Seorang perawat mempunyai
peran yang penting dalam memberikan asuhan pada bayi baru lahir. Bidan diharapkan
dapat mencegah dan mendeteksi lebih awal adanya masalah pada bayi baru lahir seperti

ASUHAN KEPERAWATAN PADA IKTERUS NEONATORUM 1|Page


ikterus neonatorum. Dengan asuhan dan penangan yang tepat diharapkan morbiditas dan
mortalitas bayi baru lahir dapat dicegah.
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas, maka timbulah masalah yang dapat di
identifikasi dari system Reproduksi, gangguan tersebut dapat berupa penyakit yang
membahayakan bagi bayi.
1. Bagaimana cara melakukan pengkajian pada ikterus neonatorum ?
2. Bagaimana cara menemukan masalah keperawatan pada bayi dengan ikterus
neonatorum ?
3. Bagaimana cara merencanakan tindakan keperawatan pada bayi dengan ikterus
neonatorum ?
4. Bagaimana cara mengevaluasi tindakan yang sudah dilakukan pada bayi dengan
ikterus neonatorum ?
5. Bagaimana cara mengidentifikasi factor-faktor pendukung, penghambat serta dapat
mencari solusinya ?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memberikan dan melaksanakan asuhan keperawatan
dan pada bayi dengan ikterus neonatus sesuai dengan manajemen keperawatan dan
mendokumentasikannya dalam bentuk SOAP.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu: Melakukan pengkajian data subyektif data dan obyektif
2. Menganalisa data untuk menentukan diagnosis aktual dan diagnosis potensial
yang mungkin timbul pada bayi dengan ikterus neonatorum
3. Merencanakan auhan keperawatan yang menyeluruh berdasarkan kebutuhan
bayi dengan ikterus neonatorum.
4. Melaksanakan asuhan keperawatan sesuai dengan rencana yang telah disusun
5. Melakukan evaluasi terhadap asuhan yang dilaksanakan
6. Melakukan pendokumentasian hasil asuhan keperawatan dengan SOAP.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA IKTERUS NEONATORUM 2|Page


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 KONSEP THEORY
1. Definisi
Ikterus neonatorum adalah suatu keadaan pada bayi baru lahir dimana kadar
bilirubin serum total lebih dari 10 mg% pada minggu pertama dengan ditandai adanya
ikterus yang bersifat patologis (Alimun,H,A : 2005).
Ikterus adalah warna kuning pada kulit, konjungtiva, dan mukosa akibat
penumukan bilirubin, sedangkan hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi
bilirubin serum yang menjurus ke arah terjadinya kernikterus atau ensefalopati
bilirubin bila kadar bilirubin tidak dikendalikan (Mansjoer : 2000).
Ikterus adalah perubahan warna menjadi kuning pada kulit, membran mukosa,
dan sklera yang disebabkan karena peningkatan bilirubin didalam darah
(hyperbilirubiemia). Keadaan ini menandakan adanya peningkatan produksi bilirubin
atau eliminasi bilirubin dari tubuh yang tidak efektif (Schwartz, 2004:461).
Kadar normal bilirubin adalah 0,3-1,0 mg/%, menurut Wong Dounal and
Whaley Lucille, 1990:1236 mengatakan hyperbilirubiemia (joundace) pada bayi baru
lahir adalah timbunan dari serum bilirubin melebihi batas normal (5-7 mg/100 dl).
2. Etiologi
A. Ikterus Fisiologi
Etiologi yang melatar belakangi ikterus fisiologi ada beberapa gangguan, yaitu:
a. Peningkatan pemecahan sel darah merah
Produksi bilirubin bayi baru lahir lebih dari dua kali produksi orang
dewasa normal/kg berat badan. Di lingkungan uterus yang hypoksik, janin
bergantung pada hemoglobin F (hemoglobin janin) yang memiliki afinitas
oksigen lebih besar daripada hemoglobin A (hemoglobin dewasa). Saat lahir,
ketika sistem pulmonar menjadi fungsional, massa sel darah merah banyak
yang dibuang melalui hemolisis mengakibatkan timbunan bilirubin, yang
bertpotensi membebani sistem secara berlebihan.
b. Penurunan kemampuan mengikat albumin
Transfor bilirubin ke hati untuk konjugasi menurun karena konsentrasi
albumin yang rendah pada bayi prematur, Penurunan kemampuan mengikat
albumin (yang dapat terjadi jika bayi mengalami asidosis), dan kemungkinan
persaingan untuk mendapatkan tempat mengikat albumin dengan beberapa
ASUHAN KEPERAWATAN PADA IKTERUS NEONATORUM 3|Page
obat. Jika tempat ikatan albumin yang tersedia digunakan. Kadar bilirubin
yang tidak berikatan, tidak terkonjugasi, dan larut lemak dalam darah akan
meningkat, serta mencari jaringan dengan afinitis lemak seperti kulit dan otak.
c. Defisiensi Enzim
Kadar aktivitas enzim UDP-GT yang rendah selama 24 jam
pertamaelah kelahiran akan mengurangi konjugasi bilirubin. Meskipun
meningkat setelah 24 jam pertama, hal tersebut tidak akan mencapai kadar
dewasa selama 6-14 minggu.
d. Peningkatan Reabsorbsi Enterohepatik
Proses ini meningkatkan dalam usus bayi baru lahir karena kurangnya
jumlah bakteri enterik normal yang memecahkan bilirubin menjadi
urobilinogen, bakteri ini juga meningkatkan aktivitas enzim bata tak
terkonjugasi (jika bilirubin ini diabsorsi kembali ke dalam sistem). Jika
pemberian ASI ditunda, motilitas usus juga menurun, selanjutnya
mengganggu ekskresi bilirubin tak terkonjugasi (Fraser, 2009:843).
B. ikterus patologis
Etiologi yang melatarbelakangi ikterus patologis ada beberapa
gangguan pada produksi, transfor, konjugasi, dan ekresi bilirubin yang
tumpang tindih dengan ikterus fisiologi normal.
a. Produksi
Faktor yang meningkatkan penghancuran hemoglobin juga
meningkatkan kadar bilirubin, seperti inkompatibilitas tipe/golongan
darah. Hemoglobinopati (penyakit sel sabit dan talasemia), defisiensi
enzim glukosa 6-fosfat dehidroginase (G6PD) yang berperan memelihara
integritas membran sel darah merah, sferositosis (sel darah merah rapuh),
ekstravasai darah(sefalhematoma dan memar), sepsis (dapat menyebabkan
peningkatan pemecahan hemoglobin), dan polositemia (darah terlalu
banyak mengandung sel darah merah).
b. Transfor
Faktor yang menurunkan kadar albumin darah atau menurunkan
kemampuan mengikat albumin, meliputi: hipotermia, asidosis, atau
hipoksia dapat mengganggu kemampuan mengikat albumin, serta obat
yang bersaing dengan bilirubin memperebutkan tempat mengikat albumin
(misalnya aspirin, sulfonamida, dan ampisilin).
ASUHAN KEPERAWATAN PADA IKTERUS NEONATORUM 4|Page
c. Konjugasi
Konjugasi bilirubin dapat terganggu oleh dehidrasi, kelaparan,
hipoksia, dan sepsis (oksigen dan glukosa diperlukan untuk konjugasi).
Infeksi TORCH, infeksi virus lain misalnya hepatitis virus, infeksi bakteria
terutama Escherichia coli, gangguan metabolik dan endokrin yang
mengubah aktivitas enzim UDP-GT (misalnya penyakit crigler-
najjar dan sindrom gilbert), serta gangguan metabolik lain seperti
hipotiroidisme dan galaktosemia.
d. Ekskresi
Faktor yang mengganggu ekskresi bilirubin meliputi obstruksi
hepatik yang disebabkan oleh anomali kengenital (seperti atresia bilier
ekstrahepatik). Obstruksi akibat sumbatan empedu karena peningkatan
viskositas empedu (misalnya fibrosis kistik, nutrisi parenteral total,
gangguan hemolitik, dan dehidrasi), saturasi pembawa protein yang
diperlukan untuk mengekskresi bilirubin terkonjugasi ke dalam sistem
bilier, infeksi, kelainan kongenital lain, dan hepatitis neonatal idiopatik
yang juga dapat menyebabkan bilirubin terkonjugasi berlebihan (Fraser,
2009:844).
3. Klasifikasi Ikterus Neonatorum
A. Ikterus fisiologik
a. Dijumpai pada bayi dengan BBLR.
b. Timbul pada hari kedua lalu menghilang pada hari kesepuluh atau akhir
minggu ke dua.
c. ikterus yang timbul pada hari ke dua dan ketiga
d. tidak mempunyai dasar patologis
e. kadar bilirubin tidak melampaui kadar yang membahayakan
f. tidak mempunyai potensi menjadi kern ikterus.
B. ikterus patologik
a. Ikterus timbul segera dalam 24 jam dan menetap pada minggu pertama.
b. Bilirubin serum meningkat lebih dari 5 mg % perhari, kadarnya diatas 10 mg
% pada bayi matur dan 15 mg % pada bayi premature.
c. Berhubungan dengan penyakit hemolitik, infeksi dan sepsis.
d. Memerlukan penanganan dan perawatan khusus.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA IKTERUS NEONATORUM 5|Page


e. Ikterus dengan kadar bilirubin >12,5 mg% pada neonatus cukup bulan atau
lebih dari 10 mg% pada neonatus kurang bulan.
f. Kadar bilirubinnya mencapai nilai hiperbilirubinemia.
C. kern ikterus
Kern Ikterus adalah ikterus berat dengan disertai gumpalan bilirubin pada
ganglia basalis.
a. Kadar bilirubin lebih dari 20 mg % pada bayi cukup bulan.
b. Kadar bilirubin lebih dari 18 mg % pada bayi premature.
c. Hiperbilirubinemia dapat menimbulkan ensefalopati.
d. Pada bayi dengan hipoksia, asidosis dan hipoglikemia kern ikterus dapat
timbul walaupun kadar bilirubin dibawah 16 mg %.
e. Pengobatannya dengan tranfusi tukar darah.
Gambaran Klinik :
a. Gata berputar – putar
b. Tertidur – kesadaran menurun
c. Sukar menghisap
d. Tonus otot meninggi
e. Leher kaku
f. Pada kehidupan lebih lanjut terjadi spasme otot dan kekekuan otot
g. Kejang – kejang
h. Tuli
i. Kemunduran mental
D. ikterus hemolitik
a. Disebabkan inkompatibilitas rhesus, golongan darah ABO, golongan darah
lain kelainan eritrosit congenital.
b. Atau defisiensi enzim G-6-PD.
E. ikterus obstruktif
a. Dikarenakan sumbatan penyaluran empedu baik dalam hati maupun diluiar
hati. Akibatnya kadar bilirubin direk atau indirek meningkat.
b. Kadar bilirubin direk diatas 1 mg % harus curiga adanya obstruksi penyaluran
empedu.
c. Penanganannya adalah tindakan operatif.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA IKTERUS NEONATORUM 6|Page


4. Manifestasi klinis
Pengamatan ikterus paling baik dilakukan dengan cahaya sinar matahari. Bayi
baru lahir (BBL) tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya kira-kira 6mg/dl
atau 100 mikro mol/L (1mg/dl=17.1 mikro mol/L). Salah satu cara pemeriksaan
derajat kuning pada BBL secara klinis, sederhana, dan mudah adalah dengan
penilaian menurut Kramer (1969). Caranya dengan jari telunjuk ditekankan pada
tempat-tempat yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung, dada, lutut, dan lain-
lain. Tempat yang tertekan akan tampak pucat atau kuning. Penilaian kadar bilirubin
pada masing-masing tempat tersebut disesuaikan dengan table yang telah diperkirakan
kadar bilirubinnya.
Bahaya hiperbilirubinemia adalah kernikterus, yaitu suatu kerusakan otak
akibat perlengketan bilirudin indirek pada otak terutama pada korpos striatum,
thalamus, nucleus subtalamus hipokampus, nucleus merah dan nucleus didasar
ventrikel IV. Secara klinis pada awalnya tidak jelas, dapat serupa mata berputar,
letargi, kejang, tak mau menghisap, malas minun. Tonus otot meningkat, leher kaku
dan opistotonus. Bila berlanjut dapat terjadi spasme otot, opistotonus, kejang, atetosis
yang disertai kejang otot. Dapat ditemukan ketulian pada nada tinggi, gangguan
bicara, dan reterdasimental.
Tabel Derajat Ikterus Neonatorum menurut Kramer
DAERAH LUAS IKTERUS KADAR BILIRUBIN
(mg%)
1 Kepala dan leher 5
2 Daerah 1 + badan bagian atas 9
3 Daerah 1, 2 + badan bagian bawah dan tungkai 11
4 Daerah 1,2,3 + lengan dan kaki di bawah dengkul 12
5 Daerah 1, 2, 3, 4 + tangan dan kaki 16
Menurut Surasmi (2003) gejala hiperbilirubinemia dikelompokkan menjadi :
a. Gejala akut : gejala yang dianggap sebagai fase pertama kernikterus pada
neonatus adalah letargi, tidak mau minum dan hipotoni.
b. Gejala kronik : tangisan yang melengking (high pitch cry) meliputi hipertonus dan
opistonus (bayi yang selamat biasanya menderita gejala sisa berupa paralysis serebral
dengan atetosis, gengguan pendengaran, paralysis sebagian otot mata dan displasia
dentalis).

ASUHAN KEPERAWATAN PADA IKTERUS NEONATORUM 7|Page


Sedangakan menurut Handoko (2003) gejalanya adalah:
a. Warna kuning (ikterik) pada kulit
b. Membrane mukosa dan bagian putih (sclera) mata terlihat saat kadar bilirubin
darah mencapai sekitar 40 µmol/l.
5. Patofisiologi
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan.
Keadaan yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban bilirubin
pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan
penghancuran eritrosit, polisitemia.
Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan
kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi bila kadar protein Y dan Z berkurang, atau
pada bayi hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang menimbulkan peningkatan kadar
bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi hepar atau neonates yang
mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan
tubuh. Toksisitas terutama ditemukan ada bilirubin idirek yang bersifat sukar larut
dalam air tetapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek
patologis pada sel otak, yang diebut kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa
kelainan pada syaraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin
indirek lebih dari 20 mg/dl.
Mudah tidaknya kadar bilirubin melewati darah otak ternyata tidak hanya
tergantung pada keadaan neonates. Bilirubin indirek akan mudah melewati darah otak
apabila bayi terdapat keadaan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), hipoksia, dan
hipolikemia.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA IKTERUS NEONATORUM 8|Page


WOC

Ikterik
neunatus

ASUHAN KEPERAWATAN PADA IKTERUS NEONATORUM 9|Page


6. Komplikasi
Komplikasi Terjadi kernicterus yaitu kerusakan otak akibat perlengketan
bilirubin indirek pada otak dengan gambaran klinik:
a. Letargi/lemas
b. Kejang
c. Tak mau menghisap
d. Tonus otot meninggi, leher kaku dan akhirnya opistotonus
e. Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat terjadi spasme otot, epistotonus,
kejang
f. Dapat tuli, gangguan bicara, retardasi mental.
7. Penatalaksanaan
Ikterus fisiologis tidak memerlukan penanganan yang khusus, kecuali
pemberian minum sedini mungkin dengan jumlah cairan dan kalori yang cukup.
Pemberian minum sedini mungkin akan meningkatkan molitas khusus dan juga
menyebabkan bakteri di introduksi ke usus. Bakteri dapat merubah bilirubin direct
menjadi urobilin yang dapat di absorpsi kembali. Dengan demikian, kadar bilirubin
serum akan turun. Meletakkan bayi di bawah sinar matahari selama 15-20 menit, ini
di lakukan setiap hari antara pukul 6.30 – 8.00. Selama ikterus masih terlihat, perawat
harus memperhatikan pemberian minum dengan jumlah cairan dan kalori yang cukup
dan pemantauan perkembangan ikterus. Apabila ikterus makin meningkat
intensitasnya, harus segera di catat dan di laporkan karena mungkin di perlukan
penanganan yang khusus.
Tindakan umum:
1. Memeriksa golongan darah ibu (Rh, ABO) dan lain lain pada waktu hamil
2. Mencegah trauma lahir, pemberian obat pada ibu hamil atau bayi baru lahir yang
dapat menimbulkan ikterus, infeksi dan dehidrasi
3. Pemberian makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang sesuai dengan
kebutuhan bayi baru lahir
4. Iluminasi yang cukup baik di tempat bayi di rawat.
5. Pengobatan terhadap faktor penyebab bila di ketahui.
Tindakan khusus:
Setiap bayi yang kuning harus di tangani menurut keadannya masing masing.
Bila kadar bilirubin serum bayi tinggi, sehingga di duga akan terjadi kern ikterus,
hiperbilirubenia tersebut harus di obati dengan tindakan berikut:
ASUHAN KEPERAWATAN PADA IKTERUS NEONATORUM 10 | P a g e
1. Pemberian fenobarbital, agar proses konjugasi bisa di percepat serta
mempermudah ekskresi. Pengobatan ini tidak begitu efektif karena kadar bilirubin
bayi dengan hiperbilirubinemia baru menurun setelah 4-5 hari. Efek
pemberian fenobarbital ini tampak jelas bila di berikan kepada ibu hamil beberapa
minggu sebelum persalinan, segera sesudah bayi lahir atau kedua keadaan
tersebut. Pemberian fenobarbital profilaksis tidak di anjurkan karena efek
samping obat tersebut, seperti gangguan metabolik dan pernafasan, baik pada ibu
maupun pada bayi.
2. Memberi substrat yang transportasi atau konjugasikurang untuk, misalnya
pemberian albumin untuk memikat bilirubin bebas. Albumin biasanya di berikan
sebelum transfusi tukar dikerjakan oleh karena albumin akan mempercepat
keluarnya bilirubin dari ekstra vaskuler ke vaskuler, sehingga bilirubin yang di
ikatnya lebih mudah di keluarkan dengan tranfusi tukar.
3. Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi.
Fototerapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan transfusi
pengganti untuk menurunkan bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya
dengan intensitas yang tinggi akan menurunkan bilirubin dalam kulit. Fototerapi
menurunkan kadar bilirubin dengan cara memfasilitasi ekskresi bilirubin tak
terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorpsi jaringan merubah
bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut fotobilirubin.
Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme difusi.
Di dalam darah fotobilirubin berikatan dengan albumin dan di kirim ke hati.
Fotobilirubin kemudian bergerak ke empedu dan di ekskresikan kedalam
duodenum untuk di buang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh hati. Hasil
fotodegradasi terbentuk ketika sinar mengoksidasi bilirubin dapat dikeluarkan
melalui urine.
Fototerapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar bilirubin,
tetapi tidak dapat mengubah penyebab kekuningan dan hemolisis dapat
menyebabkan anemia.
Secara umum fototerapi harus diberikan pada kadar bilirubin indirek 4-5 mg/dl.
Noenatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus difototerapi
dengan konsentrasi bilirubin 5 mg/dl. Beberapa ilmuwan mengarahkan untuk
memberikan fototerapi profilaksasi pada 24 jam pertama pada bayi resiko tinggi

ASUHAN KEPERAWATAN PADA IKTERUS NEONATORUM 11 | P a g e


dan BBLR. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan terapi sinar
ialah:
a. lampu yang dipakai sebaiknya tidak digunakan lebih dari 500 jam, untuk
menghindari turunnya energy yang dihasilkan oleh lampu yang digunakan.
b. Pakaian bayi dibuka agar bagian tubuh dapat seluas mungkin terkena sinar.
c. Kedua mata ditutup dengan penutup yang dapat memantulkan cahaya untuk
mencegah kerusakan retina. Penutup mata dilepas saat pemberian minum dan
kunjungan orang tua untuk memberikan rangsang visual pada
neonates. Pemantauan iritasi mata dilakukan tiap 6 jam dengan membuka
penutup mata.
d. Daerah kemaluan ditutup, dengan penutup yang dapat memantulkan cahaya
untuk melindungi daerah kemaluan dari cahaya fototeraphy.
e. Pada lampu diatur dengan jarak 20-30cm di atas tubuh bayi, untuk
mendapatkan energi yang optimal.
f. Posisi bayi diubah tiap 8 jam , agar tubuh mendapat penyinaran seluas
mungkin.
g. Suhu tubuh diukur 4-6 jam sekali atau sewaktu-waktu bila perlu.
h. Pemasukan cairan dan minuman dan pengeluaran urine, feses, dan muntah
diukur, dicatat dan dilakukan pemantauan tanda dehidrasi
i. Hidrasi bayi diperhatikan, bila perlu konsumsi cairan ditingkatkan.
j. Lamanya terapi sinar dicatat.
Apabila dalam evaluasi kadar bilirubin serum barada dalam batas normal,
terapi sinar dihentikan. Jika kadar bilirubin masih tetap atau tidak banyak berubah,
perlu dipikirkan adanya beberapa kemungkinan, antara lain lampu yang tidak
efektif atau bayi menderita dehidrasi, hipoksia, infeksi, dan gangguan
metabolisme.
Pemberian terapi sinar dapat menimbulkan efek samping. Namun, efek
samping tersebut bersifat sementara, yang dapat di cegah atau dapat ditanggulangi
dengan memperhatikan tata cara penggunaan terapi sinar dan diikuti dengan
pemantauan keadaan bayi secara berkelanjutan.
Kelainan yang mungkin timbul pada neonates yang mendapati terapi sinar
adalah :
a. Peningkatan kehilangan cairan yang tidak terukur.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA IKTERUS NEONATORUM 12 | P a g e


b. Energi cahaya fototerapi dapat meningkatkan suhu lingkungan dan
menyebabkan peningkatan penguapan melalui kulit. Terutama bayi premature
atau berat lahir sangat rendah. Keadaan ini dapat di antisipasi dengan
pemberian cairan tambahan.
c. Frekuensi defekasi meningkat. Meningkatnya bilirubin indirect pada usus akan
meningkatkan pembentukan enzim lactase yang dapat meningkatkan
peristaltic usus. Pemberian susu dengan kadar laktosa rendah akan mengurangi
timbulnya diare.
d. Timbul kelainan kulit di daerah muka badan dan ekstremitas, dan akan segera
hilang setelah terapi berhenti. Di laporkan pada beberapa bayi terjadi “bronze
baby syndrome”, hal ini terjadi karena tubuh tidak mampu mengeluarkan
dengan segera hasil terapi sinar. Perubahan warna kulit ini bersifat sementara
dan tidak mempengaruhi proses tumbuh kembang bayi.
e. Peningkatan suhu.
f. Beberapa neonates yang mendapat terapi sinar, menunjukkan kenaikan suhu
tubuh, ini disebabkan karena suhu lingkungan yang meningkat atau gangguan
pengaturan suhu tubuh bayi.
g. Kadang di temukan kelainan, seperti gangguan minum, letargi, dan iritabilitas.
Ini bersifat sementara dan hilang sendirinya.
4. Transfusi Pengganti
A. Transfuse pengganti atau imediat didindikasikan adanya faktor-faktor :
a) Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu
b) Penyakit hemolisis berat pada bayi baru lahir
c) Penyakit hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama
d) Kadar bilirubin direk labih besar 3,5 mg/dl di minggu pertama
e) Serum bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl pada 48 jam pertama
f) Hemoglobin kurang dari 12 gr/dl
g) Bayi pada resiko terjadi kern Ikterus
B. Transfusi pengganti digunakan untuk:
a. Mengatasi anemia sel darah merah yang tidak susceptible (rentan) terhadap
sel darah merah terhadap antibody materna.
b. Menghilangkan sel darah merah untuk yang tersensitisasi (kepekaan)
c. Menghilangkan serum bilirubin

ASUHAN KEPERAWATAN PADA IKTERUS NEONATORUM 13 | P a g e


d. Meningkatkan albumin bebas bilirubin dan meningkatkan keterikatan
dengan bilirubin.
Pada Rh Inkomptabilitas diperlukan transfuse darah golongan O segera
(kurang dari 2 hari), Rh negative whole blood. Darah yang dipilih tidak
mengandung antigen A dan antigen B. Setiap 4 -8 jam kadar bilirubin harus
di cek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai stabil
8. Penanganan
Tanda-tanda Warna kuning pada kulit dan sklera mata (tanpa hepatomegali, perdarahan
kulit, dan kejang-kejang )
Kategori penilaian Normal Fisiologik Patologik
 Daerah 1 1+2 1- 4 1-5 1-5
ikterus
(Kramer)
 Kuning 1-2 >3 >3 >3 >3
hari ke
 Kadar 5 mg% 5-9 mg% 11-15 mg% >15-20 mg% >20 mg%
bilirubin
Bidan atau Terus diberi  Jemur di matahari pagi jam 7-9  Rujuk ke
puskesmas ASI selama 10 menit . RS
 Badan bayi telanjang, mata  Banyak
ditutup minum
 Terus diberi ASI
 Banyak minum
Rumah sakit Sama dengan Sama dengan Terapi sinar Terapi sinar
di atas di atas
 Periksa golongan darah ibu dan bayi
 Periksa kadar bilirubin
Nasihat bila Waspadai Tukar darah
semakin bila kadar
kuning, bilirubin naik
kembali >0,5 mg/jam

ASUHAN KEPERAWATAN PADA IKTERUS NEONATORUM 14 | P a g e


9. Pencegahan:
Ikterus dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan :
a. Pengawasan antenatal yang baik.
b. Menghindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi pada masa
kehamilan dan kelahiran, misalnya sulfafurazole, novobiosin, oksitosin dan lain-
lain.
c. Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus.
d. Penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus.
e. Iluminasi yang baik pada bangsal bayi baru lahir.
f. Pemberian makanan yang dini.
Menyusui yang efektif memasok glukosa ke hati, mendorong kolonisasi
usus dengan flora normal, dan meningkatkan motalitas usus yang akhirnya akan
membantu produksi enzim yang diperlukan untuk konjugasi dan juga menurunkan
reabsorsi enterohepatik (Fraser, 2009:844).
g. Pencegahan infeksi.
10. Pemeriksaan Penunjang/Laboratorium
A. Visual
Metode visual memiliki angka kesalahan yang tinggi, namun masih dapat
digunakan apabila tidak ada alat. Pemeriksaan ini sulit diterapkan pada neonatus
kulit berwarna, karena besarnya bias penilaian. Secara evidence pemeriksaan
metode visual tidak direkomendasikan, namun apabila terdapat keterbatasan alat
masih boleh digunakan untuk tujuan skrining dan bayi dengan skrining positif
segera dirujuk untuk diagnostik dan tata laksana lebih lanjut.
WHO dalam panduannya menerangkan cara menentukan ikterus secara visual,
sebagai berikut:
a) Pemeriksaan dilakukan dengan pencahayaan yang cukup (di siang hari dengan
cahaya matahari) karena ikterus bisa terlihat lebih parah bila dilihat dengan
pencahayaan buatan dan bisa tidak terlihat pada pencahayaan yang kurang.
b) Tekan kulit bayi dengan lembut dengan jari untuk mengetahui warna di bawah
kulit dan jaringan subkutan.
c) Tentukan keparahan ikterus berdasarkan umur bayi dan bagian tubuh yang
tampak kuning.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA IKTERUS NEONATORUM 15 | P a g e


B. Bilirubin Serum
Pemeriksaan bilirubin serum merupakan baku emas penegakan diagnosis
ikterus neonatorum serta untuk menentukan perlunya intervensi lebih lanjut.
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan pemeriksaan serum
bilirubin adalah tindakan ini merupakan tindakan invasif yang dianggap dapat
meningkatkan morbiditas neonatus. Umumnya yang diperiksa adalah bilirubin
total. Sampel serum harus dilindungi dari cahaya (dengan aluminium foil).
Beberapa senter menyarankan pemeriksaan bilirubin direk, bila kadar bilirubin
total > 20 mg/dL atau usia bayi > 2 minggu.
a. Bilirubinometer Transkutan
Bilirubinometer adalah instrumen spektrofotometrik yang bekerja
dengan prinsip memanfaatkan bilirubin yang menyerap cahaya dengan
panjang gelombang 450 nm. Cahaya yang dipantulkan merupakan representasi
warna kulit neonatus yang sedang diperiksa.
Pemeriksaan bilirubin transkutan (TcB) dahulu menggunakan alat yang amat
dipengaruhi pigmen kulit. Saat ini, alat yang dipakai menggunakan
multiwavelength spectral reflectance yang tidak terpengaruh pigmen.
Pemeriksaan bilirubin transkutan dilakukan untuk tujuan skrining, bukan
untuk diagnosis.
Sebuah studi observasional prospektif untuk mengetahui
akurasi pemeriksaan bilirubin transkutan (JM 102) dibandingkan dengan
pemeriksaan bilirubin serum (metode standar diazo). Penelitian ini dilakukan
di Inggris, melibatkan 303 bayi baru lahir dengan usia gestasi >34 minggu.
Pada penelitian ini hiperbilirubinemia dibatasi pada konsentrasi bilirubin
serum >14.4 mg/dL (249 umol/l). Dari penelitian ini didapatkan bahwa
pemeriksaan TcB dan Total Serum Bilirubin (TSB) memiliki korelasi yang
bermakna (n=303, r=0.76, p<0.0001),>
Umumnya pemeriksaan TcB dilakukan sebelum bayi pulang untuk
tujuan skrining. Hasil analisis menyatakan bahwa pemeriksaan bilirubin
serum ataupun transkutan secara rutin sebagai tindakan skrining sebelum bayi
dipulangkan tidak efektif dari segi biaya dalam mencegah terjadinya
ensefalopati hiperbilirubin.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA IKTERUS NEONATORUM 16 | P a g e


b. Pemeriksaan bilirubin bebas dan CO
Bilirubin bebas secara difusi dapat melewati sawar darah otak. Hal ini
menerangkan mengapa ensefalopati bilirubin dapat terjadi pada konsentrasi
bilirubin serum yang rendah.
Beberapa metode digunakan untuk mencoba mengukur kadar bilirubin bebas.
Salah satunya dengan metode oksidase-peroksidase. Prinsip cara ini
berdasarkan kecepatan reaksi oksidasi peroksidasi terhadap bilirubin. Bilirubin
menjadi substansi tidak berwarna. Dengan pendekatan bilirubin bebas, tata
laksana ikterus neonatorum akan lebih terarah.
Seperti telah diketahui bahwa pada pemecahan heme dihasilkan bilirubin dan
gas CO dalam jumlah yang ekuivalen. Berdasarkan hal ini, maka pengukuran
konsentrasi CO yang dikeluarkan melalui pernapasan dapat digunakan sebagai
indeks produksi bilirubin.
Tabel. Perkiraan Klinis Tingkat Keparahan Ikterus
Usia Kuning terlihat pada Tingkat keparahan ikterus
Hari 1  Bagian tubuh manapun, lengan
Berat
Hari 2  tungkai
Hari 3  Tangan dan kaki.
* Bila kuning terlihat pada bagian tubuh manapun pada hari pertama dan terlihat pada
lengan, tungkai, tangan dan kaki pada hari kedua, maka digolongkan sebagai ikterus
sangat berat dan memerlukan terapi sinar secepatnya. Tidak perlu menunggu hasil
pemeriksaan kadar bilirubin serum untuk memulai terapi sinar.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA IKTERUS NEONATORUM 17 | P a g e


2.2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
A. Identitas Klien
Terdiri dari nama, umur/tanggal lahir, jenis kelamin, agama, anak
keberapa, jumlah saudara dan identitas orang tua. Yang lebih ditekankan pada
umur bayi karena berkaitan dengan diagnosa Ikterus Neonatorum.
B. Riwayat prenatal, natal dan post natalA
1) Riwayat prenatal
Untuk mengetahui penyakit yang pernah diderita selama kehamilan yang
dapat menyebabkan bayi ikterus, yaitu:
a. Komplikasi kehamilan (Infeksi seperti toxoplasmosis, sipilis, heptiis, rubela,
sitomegalovirus dan herpes. Yang mana ditransmisikan secara silang ke
plasenta selama kehamilan)
b. Konsumsi obat-obatan seperti sulfonamid, nitrofurantoin dan anti malaria.
2) Riwayat Natal :
a. Ketuban pecah dini, kesukaran kelahiran dengan manipulasi berlebihan
merupakan presdiposisi terjadinya infeksi
b. Pemberian obat anestesi, analgesik yang berlebihan akan mengakibatkan
gangguan nafas (hypoksia), asidosis yang akan menghambat konjugasi
bilirubin.
c. Bayi dengan APGAR Score rendah memungkinkan terjadinya (hypoksia),
asidosis yang akan menghambat konjugasi bilirubin.
d. Kelahiran prematur berhubungan juga dengan prematuritas organ tubuh
(hepar).
3) Riwayat Post Natal:
a. Kelainan kongenital
b. Virus (Hepatitis)
c. Trauma dengan hematoma atau injury
d. Oral feeding yang buruk

ASUHAN KEPERAWATAN PADA IKTERUS NEONATORUM 18 | P a g e


4) Pemeriksaan Fisik
A. Head to toe
a. Keadaan umum tampak lemah, pucat, ikterus dan aktivitas menurun.
b. Kepala leher
a) Bisa dijumpai ikterus pada mata (sklera) dan/mukosa pada mulut.
Dapat juga diidentifikasi ikterus dengan melakukan tekanan langsung
pada daerah menonjol untuk bayi dengan kulit bersih (kuning)
b) Dapat juga dijumpai sianosis pada bayi yang hypoksia.
c. Dada
a) Selain akan ditemukan tanda ikterus juga dapat ditemukan tanda
peningkatan frekuensi nafas.
b) Status kardiologi menunjukkan adanya tachicardia, khususnya ikterus
yang disebabkan oleh adanya infeksi
d. Perut
a) Peningkatan dan penurunan bising usus/peristaltik perlu dicermati. Hal
ini berhubungan dengan indikasi penatalaksanaan photo terapi.
b) Perut membuncit, muntah, mencret merupakan akibat gangguan
metabolisme bilirubin enterohepatik
c) Splenomegali dan hepatomegali dapat dihubungkan dengan sepsis
bacterial, tixoplasmosis, dan rubella.
e. Urogenital
a) Urine kuning dan pekat
b) Adanya feses yang pucat/acholis/ seperti dempul atau kapur yang
merupakan akibat dari gangguan/atresia saluran empedu.
f. Ekstermitas
Menunjukkan tonus otot yang lemah
g. Kulit
a) Tanda dehidrasi ditunjukkan dengan turgor yang jelek, Elasititas
menurun.
b) Perdarahan bawah kulit ditunjukkan dengan ptechia, dan echimosis.
h. neurologis
a) Sefalohematoma besar mungkin terlihat pada satu atau kedua tulang
parietal yang berhubungan dengan trauma kelahiran / kelahiran
ekstraksi vakum.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA IKTERUS NEONATORUM 19 | P a g e
b) Edema umum, hepatosplenomegali, atau hidrops fetalis mungkin ada
dengan inkompatibilitas Rh berat.
c) Kehilangan reflex Moro mungkin terlihat.
d) Opistotonus dengan kekuatan lengkung punggung, fontanel menonjol,
menangis lirih, aktivitas kejang (tahap krisis).
i. Reflek : bayi ikterus ada kemungkinan kehilangan reflek moro, palmar
reflek dan rooting reflek.
j. Antropometri : lingkar kepala, lingkar dada, lingkar lengan atas.
B. Pola aktivitas
1) Nutrisi : frekuensi bayi diberikan ASI jarang karena bayi tidak mau
menghisap.
2) Eliminasi alvi (BAB) : BAB kurang lebih 3-4x/hari. Konsistensi lembek,
dan warna kuning agak pucat, bau khas (seperti dempul).
3) Eliminasi urin (BAK) : BAK kurang lebih 4-5x/hari. Berwarna gelap, bau
khas.
4) Tidur dan istirahat : bayi lebih sering tidur, dan sulit dibangunkan.
5) Seksualitas
a. Mungkin praterm, bayi kecil untuk usia gestasi (SGA), bayi dengan
reterdasi pertumbuhan intrauterus (IUGR), atau bayi besar untuk usia
gestasi (LGA), seperti bayi dengan ibu diabetes.
b. Trauma kelahiran dapat terjadi berkenaan dengan stress dingin, asfiksia,
hipoksia, asidosis, hipoglikemia, hipoproteinemia.
c. Terjadi lebih sering pada bayi pria dari pada bayi wanita.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Ikterik neonatus berhubunsgan dengan Penurunan berat badan abnormal
2) Defisit Nutrisi berhubungan dengan Ketidakmampuan dalam
memasukkan/mencerna makanan
3) Gangguan intergritas kulit berhubungan perubahan status nutrisi

ASUHAN KEPERAWATAN PADA IKTERUS NEONATORUM 20 | P a g e


3. INTERVENSI
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil (NIC)
(NOC)
1 1) Ikterik  Pemberian makan  Pendidikan orang tua bayi
neonatus melalui botol bayi 1. Tentukan pengetahuan
berhubunsgan Setelah dilakukan tindakan kesiapan dan
dengan selama 2x24 jam. Kriteria kemampuan orang tua
Penurunan Hasil dengan indicator dalam belajar merawat
berat badan yang diharapkan sebagai bayi
abnormal berikut : 2. Berikan informasi
1. Memegang puting mengenai pemberian
dengan tepat (1-5) makan dalam diet selama

2. Refleks menghisap tahun pertama

(1-5) 3. Berikan informasi pada


orang tua bagaimana
3. kemampuan
menyiapkan lingkungan
untukmengkomsumsi
yang aman pada bayi
susu atau susu formula
4. Ajarkan orang tua
dari botol (1-5)
untuk dapat
4. Terdengar menelan
merangsang
(1-5)
perkembangan bayi
5. Menyusui per hari(1-
5. Berikan dukungan
5)
ketika orang tua
6. Penambahan berat
belajar ketrampilan
badan sesuai usia (1-
merawat bayi
5)
6. Bantu orang tua
Keterangan 1-5
mengenai reflex dan
1 : Tidak adekuat
pentingnya reflek pada
2 : Sedikit adekuat
bayi
3: Cukup adekuat
7. Bantu orang tua dalam
4 : Sebagian besar
menafsirkanisyarat bayi
adekuat
8. Monitor ketrampilan
5 : Sepenuhnya

ASUHAN KEPERAWATAN PADA IKTERUS NEONATORUM 21 | P a g e


adekuat orang tua dalam
kebutuhan fisiologis bayi

2 Defisit Nutrisi  Asupan nutrisi  Konseling Nutrisi


berhubungan dengan Setelah dilakukan 1. Bina hubungan terapeutik
Ketidakmampuan dalam tindakan selama 2x24 berdasarkan rasa percaya
memasukkan/menc``erna jam. Kriteria Hasil dan saling] menghormati
makanan dengan indicator yang 2. Kaji asupan makanan dan
diharapkan sebagai kebiasaan makan pasien
berikut : 3. Susun tujuan jangka
1. Asupan kalori (1-5) pendek dan jangka
2. Asupan protein. (1-5) panjang yang realistis
3. Asupan lemak. (1-5) dalam rangka mengubah
4. Asupan
status nutrisi
karbohidrat.(1-5)
4. Gunakan standar gizi yang
5. Asupan serat. (1-5)
bisa diterima untuk
6. Asupan vitamin. (1-
membantu pasien
5)
mengevaluasi intake diet
7. Asupan mineral(1-5)
8. Asupan zat besi(1-5) yang adekuat
Keterangan 5. Berikanin formasi, sesuai

1 : Tidak adekuat kebutuhan, mengenai


2 : Sedikit adekuat perlunya modifikasi diet
3: Cukup adekuat bagikesehatan, penurunan
4 : Sebagian besar berat badan, pembatasan
adekuat garam, pengurangan
5 : Sepenuhnya kolesterol, pembatasan
adekuat cairan dan seterusnya

4. IMPLEMENTASI

ASUHAN KEPERAWATAN PADA IKTERUS NEONATORUM 22 | P a g e


Pelaksanaan keperaw6atan merupakan implementasi dari rencana
asuhan keperawatan yang telah disusun sebelumnya, berdasarkan prioritas yang telah
dibuat dimana tindakan yang diberikan mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi.
(Tarwoto, 2003).

5. EVALUASI
Evaluasi merupakan keputusan dari efektifitas asuhan keperawatan
anatara dasar tujuan keperawatan klien yang telah ditetapkan dengan respon prilaku
klien yang tampil. (craven dan himle 2003).
Evaluasidalamkeperawatanmerupakankegiatandalammenilaitindakankeperawa
tan yang telahditentukan, untukmengetahuipemenuhankebutuhankliensecara optimal
danmengukurhasildari proses keperawatan.
Evaluasi merupakan hasil dari catatan perkembangan pasien, ada beberapa
cara pencatatan perkembangan tersebut diantaranya :
1. SOAP (Subjektif, Objektif, Analis, dan Planing)
2. SOAPIER (Subjektif, Objektif, Analis, Planing, Implementasi, Evaluasi,
Revisi)
3. DAR (Data, Action, Respons)
Menerut ziegler,voughan-wrobel dan erlen, evaluasi dibagi menjadi 3 jenis
yaitu :
a. Evaluasi struktur
Evaluasi ini di fokuskan pada kelengkapan tata cara atau keadaan
sekeliling tempat pelayanan keperawatan diberikan.
b. Evaluasi proses
Evaluasi ini berfokus pada penampilan kerja perawat dan apakah perawat
dalam memerikan pelayanan merasa cocok, tanpa tekanan dan sesuai
wewenang.
c. Evaluasi hasil
Evaluasi ini berfokus pada respon dan fungsi klien.
Ukuran pencapaian tujuan pada tahap evaluasi meliputi :
1) Masalah teratasi (jika klien menunjukan hasil sesuai dengan tujuan dan
kriteria hasil yang telah ditetapkan)
2) Masalah sebagian teratasi (jika klien menunjukan perubahan sebagian dari
tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan)
ASUHAN KEPERAWATAN PADA IKTERUS NEONATORUM 23 | P a g e
3) Masalah tidak teratasi (jika klien tidak menunjukkan perubahandan
kemajuan sama sekali yang sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang
telah ditetapkan atau bahkan timbul masalah atau diagnosa keperawatan
baru.

BAB III
PENUTUP
ASUHAN KEPERAWATAN PADA IKTERUS NEONATORUM 24 | P a g e
3.1 Kesimpulan
Ikterus adalah warna kuning pada kulit, konjungtiva, dan mukosa akibat
penumukan bilirubin, sedangkan hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi
bilirubin serum yang menjurus ke arah terjadinya kernikterus atau ensefalopati
bilirubin bila kadar bilirubin tidak dikendalika (Kapita Selekta : 2000).
Ikterus sering dijumpai pada neonatus. frekuensi menurut kepustakaan pada
bayi cukup bulan adalaha 50 %, pada bayi premature 80 % dalam hari pertama
kehidupan. Terdapat 10 % neonatus dengan kadar bilirubin diatas 10 mg %.
Pengamatan ikterus paling baik dilakukan dengan cahaya sinar matahari. Bayi
baru lahir (BBL) tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya kira-kira 6mg/dl
atau 100 mikro mol/L(1mg/dl=17.1 mikro mol/L). Salah satu cara pemeriksaan
derajat kuning pada BBL secara klinis, sederhana, dan mudah adalah dengan
penilaian menurut Kramer (1969).

3.2 Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan kita sebagai seorang perawat mampu
mendiagnosis secara dini mengenai penyakit ikterus neonatorium, sehingga kita
mampu memberikan asuhan keperawatan yang maksimal terhadap neonatus.
Tentunya dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat kesalahan
sehingga kritik dan saran semua pihak sangat kami harapkan.
1. Bagi penulis
Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak demi
kesempurnaan makalah ini.
2. Bagi pembaca
Setelah membaca makalah ini diharapkan akan pembaca paham tentang ikterus
neonatorum dan diharapkan pembaca memberikan sumbangsih pikiran demi
ksempurnaan makalah ini.

DAFTAR ISI

ASUHAN KEPERAWATAN PADA IKTERUS NEONATORUM 25 | P a g e


Alimul, Hidayat A. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Jakarta: Salemba medika.
Berhman, Richard E. 1995. Ilmu Kesehatan Anak Nelson vol I Edisi 15. Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius. Jakarta: Media
Aecsulapius.
Nanda, NIC NOC (2013). Panduan Penyusunan Asuhan Keperawatan Profesional .
MEDIA ACTION Publising. Yogyakarta
Nanda, NIC NOC (2015). Panduan Penyusunan Asuhan Keperawatan Profesional .
MEDIA ACTION Publising. Yogyakarta
Rudolph, ann Alpers, 2006. Buku Ajar Pediatrik. Jakarta: EGC.
Speer, Kathleen Morgan. 2007. Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik Dengan Klinikal
Patways Edisi 3. Jakarta: EGC

ASUHAN KEPERAWATAN PADA IKTERUS NEONATORUM 26 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai