Anda di halaman 1dari 8

Diagnosis dan Tatalaksana Caput Succedaneum pada Bayi

Feby Christifani Tonapa


102016054
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat 11510
feby.fk2016054@civitas.ukrida.ac.id

Abstrak
Trauma lahir merupakan komplikasi dari persalinan pervaginam yang tidak biasa
dan persalinan sesar atau cedera fisik yang terjadi selama persalinan. Faktor resiko
yang dapat membuat terjadinya cidera persalinan adalah makrosomia, persalinan
cepat atau lama, presentasi bokong, disproporsi sefalopelvis, distosia bahu, dan
penggunaan forsep atau vakum untuk membantu ekstraksi, akibat dari faktor faktor
tersebut timbul lah perdarahan eksternal dan internal pada kepala bayi. Caput
succedaneum ini tidak diperlukan perawatan karena bisa hilang secara spontan dalam
beberapa hari kelahiran sekitar 4 – 6 hari kemudian.
Kata Kunci: Makrosomia, penggunaan forsep atau vakum, caput succedaneum

Abstract
Birth trauma is a complication of unusual vaginal delivery and cesarean delivery or
physical damage that occurs during labor. Risk factors that can make delivery
injuries include macrosomia, rapid or prolonged labor, presentation, dispensation,
cephalopelvis, shoulder dystocia, and the use of forceps or assistance for extraction
assistance, factors that cause bleeding, resources, and internal caps. This treatment is
not needed because Caput succedaneum can disappear spontaneously within a few
days of birth around 4-6 days later.
Keywords: Macrosomia, use of forceps or vacuum, caput succedaneum

Pendahuluan
Trauma lahir merupakan komplikasi dari persalinan pervaginam yang tidak biasa
dan persalinan sesar atau cedera fisik yang terjadi selama persalinan, Faktor resiko
yang dapat membuat terjadinya cidera persalinan adalah makrosomia, persalinan
cepat atau lama, presentasi bokong, disproporsi sefalopelvis, distosia bahu, dan

1
penggunaan forsep atau vakum untuk membantu ekstraksi, akibat dari faktor faktor
tersebut timbul lah perdarahan eksternal dan internal pada kepala bayi. Perdarahan
eksternal pada kepala bayi terdiri dari caput succedaneum, perdarahan subgaleal, dan
cephalhematoma, Sedangkan pada perdarahan internal antara lain perdarahan
subdural, perdarahan subarachnoid, perdarahan epidural, perdarahan intraventrikular
Dalam makalah ini akan membahasa tentang perdarahan ekternal pada kepala
bayidari anamnesis, etiologi, epidemiologi, patofisiologi penatalaksaan dan prognosis
dari oerdarahan dalam ini.

Anamnesis
Biasanya dalam melakukan anamnesis yang pertama kita lakukan adalah
menayakan identitas pasien berupa (nama, alamat, umur, pekerjaan, dan agama.)
dilanjutkan dengan menayakan keluhan utamanya yaitu keluhan yang membuat
pasien datang ke rumah sakit. Kemudian riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit
dahulu, riwayat penyakit keluarga dan riwayatt persalinan riwayat kehamilan. untuk
menegakkan diagnosis. Pada kasus ini, didapatkan bahwa bayi yang lahir pada usia
kehamilan ibu 40 minggu dengan benjolan lunak dan terdapat bercak kemerahan pada
mata kiri. Maka penting untuk menanyakan dimulai dari identitas anak, kemudian
riwayat penyakit sekarang yaitu yang terkait dengan keluhan benjolan di kepala,
tanyakan kapan pertama kali benjolan muncul, apakah benjolan semakin membesar
atau tidak, kemudian tanyakan keluhan lain yang muncul bersama dengan keluhan
utama, seperti luka atau bengkak pada bagian tubuh yang lain, apakah disertai
demam, muntah atau diare, menanyakan apakah pasien sudah pernah mengalami
keluhan yang sama, kemudian tanyakan riwayat penyakit dahulu dan keluarga.
Penting juga untuk menanyakan riwayat pasien ketika ada didalam kandungan ibu dan
riwayat kelahiran pasien, menanyakan kesehatan ibu saat hamil, serta menanyakan
cara kelahiran pasien lahir sehingga dapat diketahui apakah saat persalinan ibu
mengalami kesulitan sehingga proses kelahiran menjadi atau harus dibantu dengan
alat seperti forceps ataupun vacuum

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan pada bayi dan anak pada umumnya hampir sama dengan pemeriksaan
pada dewasa yaitu dimulai dengan melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital,
kemudian inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Pada keadaan tertentu urutan

2
pemeriksaan tidak harus berurutan. Pada bayi dan anak kecil, setelah inspeksi umum,
dianjurkan untuk melakukan auskultasi abdomen (untuk mendegarkan bising usus)
serta auskultasi jantung karena jika anak menangis, bising usus akan meningkat dan
suara jantung sulit dinilai. Pemeriksaan dilakukan pada ruangan yang tenang dengan
pencahayaan cukup. Sebelum pemeriksaan, pemeriksa harus mencuci tangan terlebih
dahulu, kemudian tangan dikeringkan dan dihangatkan. Pemeriksaan dilakukan pada
seluruh tubuh, dari ujung rambut sampai ujung kaki, namun tidak harus dengan urutan
tertentu.2

Penilaian terhadap adaptasi neonatus dilakukan dengan cara menghitung nilai apgar
yang dilakukan pada menit pertama dan kelima setelah lahir, berupa penilaian laju
denyut jantung, usaha bernapas, tonus otot, refleks terhadap rangsangan dan warna
kulit. Selain itu, pemeriksaan cairan amnion, tali pusat dan plasenta juga harus
dilakukan pada saat lahir. Pemeriksaan tali pusat dilakukan dengan melihat kesegaran
tali pusat, ada tidaknya simpul tali pusat dan arteri dan vena umbilikalis. Setelah
pemeriksaan cairan amnion, plasenta dan tali pusat kemudian dilakukan pemeriksaan
bayi secara cepat tetapi menyeluruh. Pemeriksaan umum biasaya dilakukan untuk
menilai keaktifan neonatus dengan melihat posisi dan gerakan tungkai dan lengan.
Penilaian terhadap warna kulit bayi perlu dilakukan untuk mengetahui adanya
kemerahan, sianosis, pucat ataupun sianosis.2

Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan bahwa anak aktif, menangis spontan,


bentuk kepala tidak simetris,terdapat benjolan lunak sebesar 10 cm melampaui sutura
kranialis, dan terdapat bercak kemerahan pada konjungtiva pada occuli sinistra.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriiksaan laboratorium berupa pemeriksaan darah lengkap diperlukan jika
dicurigai adanya anemia akibat perdarahan yang terjadi. Jika pasien dicurigai terkena
caput succedaneum, subgaleal hematoma, atau cephalohematoma, maka sebenarnya
tidak memerlukan pemeriksaan diagnostic lebih lanjut jika sudah terdapat gejala khas,
namun pemeriksaan radiologi berupa CT scan diperlukan jika terdapat tanda-tanda
fraktur pada tengkorak.3
Gestasional Diabetes
Wanita hamil yang menderita diabetes gestasional cenderung menderita diabetes
tipe 2 yang sebelumnya tidak terdiagnosis. Faktanya 5 sampai 10 persen wanita

3
dengan diabetes gestasional ditemukan menderita diabetes selama kehamilan. Wanita
dengan kadar glukosa plasma acak > 200mg / dL ditambah tanda klasik dan gejala
seperti polydipsia polyuria polifagi penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan
atau wanita dengan kadar glukosa puasa melebihi 125 mg / dL dianggap oleh
ADA(American Diabetes Association) (2012) mengalami diabetes.1
Dampak yang timbul pada kehamilan antara lain dapat membuat pertumbuhan janin
berubah. Pertumbuhan yang lambat dapat terjadi akibat malformasi kongenital
Namun pertumbuhan berlebih janin lebih khas dari diabetes pregestasional.
Hiperglikemia maternal menyebabkan hiperinsulinemia janin, khususnya selama
trimester 2. Hal ini dapat merangsang pertumbuhan somatik yang berlebihan atau
makrosomia. sebagian besar organ janin dipengaruhi oleh makrosomia kecuali otak
yang menjadi ciri janin janin wanita penderita diabetes. Menurut penelitian hammoud
dan rekan analisis rasio lingkar kepala / lingkar perut HC / AC menunjukkan bahwa
pertumbuhan yang tidak proporsional ini terjadi terutama pada kehamilan diabetes
yang pada akhirnya menghasilkan bayi baru lahir makrosomik1

Diffrential diagnosis
Caput succedaneum
Caput succedaneum paling sering terlihat pada bagian presentasi tengkorak bayi
selama persalinan pervaginam. Hal ini diakibatkan oleh pembengkakan terbentuk
dari tekanan tinggi yang diberikan pada kepala bayi selama persalinan oleh dinding
vagina dan rahim sebagai kepala melewati serviks yang menyempit jika hal ini
berkepanjangan menyebabkan cairan serosanguineous bocor dari jaringan subkutan
ke area di atas periosteum kulit kepala dan lapisan periosteum dengan resultan edema
dan / atau memar. Caput juga dapat disebabkan oleh adanya ekstrasi vacuum pada
saat proses pengeluaran kepala bayi. Kepala bayi baru lahir memiliki proporsi besar
dibandingkan dengan bagian tubuh lainnya, kepala juga lunak dengan tulang
tengkorak, akibatnya dapat terjadi berbagai jenis trauma dikepala. Berdasarkan
Prevalensi yang dilaporkan antara lain sekitar 1,8% dan 33,6% dari semua persalinan
pervaginam, dengan faktor risiko paling umum adalah ibu nulliparity dan penggunaan
pengiriman vakum. Caput succedaneum ini tidak diperlukan perawatan karena bisa
hilang secara spontan dalam beberapa hari setelah kelahiran. 4,5

Cephalhematoma

4
Cephalohematoma adalah cedera ekstraaxial yang relatif umum pada neonatus,
terjadi hingga 2,5% dari semua kelahiran. Cephalhematoma merupakan pengumpulan
cairan sanguinous di ruang subperiosteal antara periosteum calvarial dan calvarium
bertulang. Cephalohematoma biasanya tidak ada saat lahir kecuali neonatus telah
terpapar persalinan lama. Biasanya, cephalohematoma berkembang dalam 24 jam
pertama setelah melahirkan. Secara klinis cephalhematoma hadir sebagai lesi massa
yang keras dan tegang yang tidak melewati sutura karena dibatasi oleh periosteum.
Pendarahan terjadi karena pecahnya vena diploid di bawah periosteum. Kondisi
ditandai oleh pembengkakan yang lembut, fluktuatif, terlokalisir dengan jelas garis
besar, Cephalohematoma ini lebih sering terjadi pada primigravida, makrosomia
janin, persalinan dengan bantuan instrumen, dan persalinan yang lama dan / atau sulit.
Prognosis dari cephalohematoma sangat baik dan cephalohematoma biasanya sembuh
secara spontan dalam beberapa minggu atau bulan.4

Perdarahan subgalelal
Subgaleal hematoma merupakan perdarahan pada ruang antara periosteum tulang
tengkorak dan aponeurosis galea kulit kepala. Sublageal hematoma merupakan
perdarahan yang lebih jarang terjadi dibanding cephalohematoma dan caput
succedaneum.Penyebab subgaleal hematoma dapat terjadi karena kombinasi gaya
tekan dan tarik eksternal pada kepala bayi, dan bisa juga karena gangguan koagulasi
(contoh: defisiensi vitamin K). Kulit kepala terdiri dari lima lapisan, yaitu kulit,
jaringan ikat padat; lapisan berserat yang kuat dari galea aponeurotica atau juga
dikenal sebagai aponeurosis epikranial, jaringan ikat longgar yang memungkinkan
pergerakan galea, dan periosteum padat membungkus erat setiap tulang kranial dan
pembuluh darah. Ruang subgaleal berada disuperior periosteum dan inferior dari
aponeurosis epikranial. Banyak pembuluh darah yang melewati ruang subgaleal.
Pemberian kekuatan eksternal pada kulit kepala, contohnya dengan alat vakum, dapat
menyebabkan pecahnya pembuluh darah dan perdarahan ke berbagai lapisan kulit
kepala.Diagnosis umumnya atas dasar klinik, yaitu adanya massa yang berfluktuasi
pada kulit kepala (terutama pada daerah oksipital). Hematoma subgaleal dapat
berkembang selama 24 jam pertama dan biasanya sembuh setelah 2 hingga 3 minggu.
Hematoma subgaleal yang bermasalah mungkin tidak terwujud sampai volume darah
yang signifikan telah hilang. Meskipun demikian, pada kasus yang berat dapat terjadi
segera setelah lahir. Hematoma tersebar melampaui seluruh kalvaria. Hematoma

5
subgaleal timbulnya secara perlahan dan kadang-kadang tidak dapat dikenali dalam
beberapa jam. Pasien dengan hematoma subgaleal dapat mengalami syok hemoragik.
Pembengkakan dapat mengaburkan fontanel dan melewati garis sutura (berbeda
dengan cephalohematoma). Harus diantisipasi kemungkinan terjadinya
hiperbilirubinemia yang signifikan.5,6,8,9

Working Diagnosis
Berdasarkan anamnesis pemeriksan fisik dan pemeriksaan penunjang yang ada maka
dalam scenario ini pasien dapat diagnosa mengalami perdarahan eksternal yaitu Caput
succedaneum

Faktor Resiko
Terdapat beberapa factor yang dapat menyebabkan terjadinya Caput succedaneum
antara lain dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kategori besar: faktor janin,
mekanisme persalinan, dan faktor ibu. Faktor janin diantara lain makrosomia,
presentasi sungsang, presentasi janin abnormal, prematuritas dan persalinan cepat,
pada ibu dengan diabetes yang tidak terkontrol dan Sedangkan mekanisme persalinan
meliputi teknik instrumental kebidanan seperti persalinan forsep, ekstraksi vakum,
atau kombinasi keduanya, yang meningkatkan kemudahan persalinan tetapi
berpotensi menyebabkan cedera. Ekstraksi vakum memiliki peningkatan tiga kali
lipat, sedangkan penggunaan forceps memiliki peningkatan risiko cedera lahir empat
kali lipat lebih tinggi bila dibandingkan dengan pengiriman vagina tanpa bantuan7

Etiologi
Caput succedaneum merupakan penumpukan cairan serosanguineous, subkutan, dan
ekstraperiosteal dengan batas yang tidak jelas. Kelainan ini biasanya pada presentasi
kepala, sesuai dengan posisi bagian yang bersangkutan. Pada bagian tersebut terjadi
edema sebagai akibat pengeluaran serum dari pembuluh darah. Kelainan ini
disebabkan oleh tekanan bagian terbawah janin saat melawan dilatasi serviks.8

Epidemiologi
Caput succedaneum merupakan istilah yang mengacu pada edema hemoragik yang
sangat biasanya dijumpai setelah persalinan pervaginam.2 Prevalensi yang dilaporkan

6
adalah antara 1,8% dan 33,6% dari semua kelahiran vagina, dengan faktor risiko yang
paling umum adalah nuliparitas ibu dan pengunaan persalinan vakum. 4

Gejala Klinis
Pembengkakan lunak yang melebar melewati garis sutura, caput succedaneum susah
dibedakan dengan cephalohematoma jika cephalohematoma bersifat bilateral.9

Patofisiologi
Caput succedaneum terjadi karena tekanan keras pada kepala ketika memasuki jalan
lahir sehingga terjadi bendungan sirkulasi kapiler dan limfe di sertai pengeluaran
cairan tubuh ke jaringan ekstravakuler, benjolan pada caput berisi cairan serum dan
sedikit bercampur dengan darah, benjolan tersebut dapat terjadi sebagai akibat
tumpang tindihnya (molage) tulang kepala di daerah sutura pada saat proses
kelahiran, pada umumnya molase ini di temukan pada sutura sagitalis.8,9

Tatalaksana dan Prognosis


Terapi hanya berupa observasi. Caput succedaneum biasanya tidak menimbulkan
komplikasi dan akan menghilang beberapa hari setelah kelahiran. Prognosis baik8

Kesimpulan
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pasien
sesuai dengan kasus yang ada pada skenario bayi ini mengalami caput succedenum
dimana caput succedenum ini Caput succedaneum ini tidak diperlukan perawatan
karena bisa hilang secara spontan dalam beberapa hari setelah kelahiran skemudian

7
Daftar Pustaka
1. Cunningham F G, Leveno KJ, Bloom SL, Spong CY, Dashe JS, Hoffman
BL,et all. Williams obstetrics.United States:Mc-GrawHill Education;2014.p
1127-8
2. Hermiyanti S, Untoro R, Umar RD, Subandoro RRS, Putra ST, Wiknjosastro
GH. Paket pelatihan pelayanan obstetric dan neonatal emergensi
komprehensif: asuhan neonatal esensial. Jakarta: IDAI, POGI, JNPK-KR;
2008.
3. Anjani AD, Evrianasari N, Maternity D. Asuhan kebidanan neonatus, bayi,
dan balita. Yogyakarta: ANDI; 2018.
4. J Mary, Pardo AC. Swaiman’s pediactric neurologi: Neonatal nervous system
trauma 6th ed.Eliviser.2018. p 156
5. Nicholson L, RNC, MSN, NNP. Caput Succedaneum and cephalohematoma:
Cs that leave bumps on the head.Neonatal Network 2007;26(5): 277
6. Colditz MJ, Lai MM, Cartwright DW, Colditz PB. Subgaleal haemorrhage in
the newborn: A call for early diagnosis and aggressive management. J Paediatr
Child Health. 2015 Feb;51(2):141
7. Ojumah N, Ramdhan R, Wilson C, Loukas m, Oskouian RJ, Tubbs RS.
Neurological neonatal birth injuries: a literature review.cures 2017;9(12):1
8. Prawirohardjo S. Ilmu kebidanan. Edisi ke 4. Jakarta: PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo; 2010.
9. Volpe JJ. Volpe’s neurology of the newborn: Injuries of extracranial, cranial,
intracranial, spinal cord and peripheral nervous system structures. Edisi ke-6.
Philadephia: Elsevier; 2018.

Anda mungkin juga menyukai