Anda di halaman 1dari 13

Hipotiroid Kongenital Permanen Primer pada Bayi usia 1 bulan

Feby Christifani Tonapa


102016054 / C2
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat 11510

feby.fk2016054@civitas.ukrida.ac.id

Abstrak

Hipotiroid merupakan suatu keadaan dimana tubuh kekurangan hormone tiroid yang dimana
akan menimbulkan tanda dan gejala akibat menurunnya kegiatan metabolism dalam tubuh
Beberapa bayi dengan kelenjar tiroid yang tidak terbentuk atua hanya memiliki kelenjar tiroid
yang terbentuk sebagian. Beberapa yang lain kelenjar tiroid yang terbentuk ditempat yang tidak
seharusnya atua sel – sel kelenjar tidak berfungsi. Terdapat juga enzim yang berperan pada
sintesis hormone bekerja yang tidak baik. Pada keadaan demikian ini akan terjadi gangguan
produksi sehingga kebutuhan hormone tiroid tidak tercukupi dan timbul hipotiroid.

Kata Kunci : Hipotiroid , tiroid, hormone, enzim

Abstract
Hypothyroidism is a condition in which the body lacks thyroid hormones which will cause signs
and symptoms due to decreased metabolic activity in the body. Some babies with thyroid glands
that do not form or only have partially formed thyroid glands. Some other thyroid glands that
are formed where they are not supposed to or glandular cells do not function. There are also
enzymes that play a role in working hormone synthesis which is not good. In this situation there
will be a production disruption so that the need for thyroid hormone is not fulfilled and
hypothyroidism arises.

Keywords: hypothyroidism, thyroid, hormone, enzyme

Pendahuluan

Hormon Tiroid bekerja pada hampir setiap sel dalam tubuh. Hormon ini mempengaruhi
metabolism karbohidrat, lemak dan protein maupun vitamin, sehingga sel tubuh dapat
mempergunakan energy dari hasil proses metabolisme bahan- bahan tersebut. Hormone tiroid

1
juga membantu regulasi pertumbuhan tulang (bekerjasama dengan hormone pertumbuhan).
Apabila kadar hormone tiroid dalam darah terlalu rendah, sel akan kekurangan hormone
sehingga terjadi gangguan metabolism, pertumbuhan dan diferensiasi sel, maupun aktivitas lain
didalam sel. Hipotiroid yang terjadi pada bayi baru lahir dapat berlangsung secara permanen
atau sementara yang ditandai dengan adanya perubahan struktur, baik aplasia maupun
hypoplasia atau terjadi perubahan lokasi pada kelenjar tiroid (ektopik).

Hipotiroid merupakan suatu keadaan dimana tubuh kekurangan hormone tiroid yang dimana
akan menimbulkan tanda dan gejala akibat menurunnya kegiatan metabolism dalam tubuh.
Permasalahan ini yang perlu dipecahkan berkaitan dengan pemahaman penyakit hipotiroid
kongenital, baik oleh masyrakat umum maupun kalangan medis tentang klasifikasi penyakit
yang mengakibatkan Hipotiroid kongenital etiologi, epidemiologi, patofisiologinya dan
tatalaksanya.

Anamnesis

Biasanya pada kasus bayi kita melakukan alloanamnesis dimana kita bertanya kepada orang
tua pada kasus seorang bayi 1 bulan mengalami kuning sejak 1 minggu ada seluruh kulitnya
kita dapat menanyakan beberapa pertanyaan sebagai berikut :

 Riwayat penyakit Sekarang


o Keluhan utama
 Sejak kapan kulit berubah warna kuning?
o Keluhan tambahan
 Apakah disertai dengan lemas, konstipasi, menangis dengan suara serak
sebagai gejala lain yang mendukung hipotiroidisme.
o Riwayat Kehamilan
 Apakah ada penyakit tiroid pada masa kehamilan seperti graves disease
pada ibu atau kanker tiroid?
 Apakah ada riwayat penyakit aritmia jantung pada ibu? Jika ada, apakah
jenis obatnya? Konsumsi obat amiodarone yang kaya akan yodium
memicu terjadinya hipotiroidisme didapat.
 Apakah ada pengobatan tertentu saat kehamilan? Seperti terapi iodine
dan pemberian radioiodine?

2
o Riwayat Persalinan
 Proses persalinan secara section caesaria yang menggunakan iodine
memiliki kemungkinan menyebabkan hipotiroidisme kongenital
 Riwayat Kelahiran
 Berapakah berat badan lahirnya?
 APGAR score untuk mengetahui tonus otot saat lahir
 Apakah dilakukan screening test hipotiroidisme?
 Riwayat Penyakit Dahulu
o Apakah dulu pernah kelainan seperti ini? Untuk membedakan penyebab
hipotiroidisme kongenital ataupun didapat?
o Apakah ada riwayat pengobatan dari penyakit tiroid seperti tindakan
tiroidektomi
o Apakah ada riwayat penyakit aritmia jantung sehingga konsumsi obat
amiodarone?
 Riwayat Kesehatan Keluarga
o Apakah ada keluarga dengan riwayat hipotiroidisme karena auto antibodi?
 Riwayat Pribadi Sosial dan Alergi
o Konsumsi ASI eksklusif

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik biasanya dimulai dengan pemeriksaan objektif yaitu tekanan darah,
denyut nadi, pernapasan, suhu, dan tingkat kesadaran, inspeksi, palpasi, pergerakan.didapatkan
hasil sebagai berikut. 2
 Bayi tampak latergi , BBL : 3950 gram, PBL 47cm
 TTV suhu: 36,2°C ; Nadi: 120x / menit
 Kepala: tampak besar, fontanel anterior terbuka data dan lebar, fontanel
posterior menutup dan datar dengan sutura yang tebuka, rambut lebat berdiri
 Wajah: tampak sembab , jarak kedua mata berjauhan, nasal bridge datar.
 Mata: sklera tampak ikterik (+|+)
 Mulut: tampak terbuka (menganga) dengan lidah yang besar
 Thoraks: bunyi jantung I-II regular, gallop (-), murmur (-), suara napas
vesikular, ronkhi (-), wheezing (-)
 Abdomen: tampak besar & bulat, hernia umbilikalis, bising usus menurun

3
 Ekstremitas : teraba dingin, hipoonus, reflex fisio lambat, tekanan nadi kuat
 Kulit: Ikterus seluruh tubuh, tampak catis mamorata.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan lab
 TSH: bila nilai TSH <25µU/ml dianggap normal; kadar TSH >50 µU/ml dianggap
abnormal dan perlu pemeriksaan klinis dan pemeriksaan TSH dan T4 plasma. Bila
kadar TSH tinggi > 40µU/ml dan T4 rendah, < 6 µg/ml, bayi diberi terapi tiroksin dan
dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Bayi dengan kadar TSH diantara 25-50
µU/ml,dilakukan pemeriksaan ulang 2-3 minggu kemudian.1
 FT4: pemeriksaan ini menggambarkan hormon yang aktif bekerja pada sel-sel tubuh,
yaitu sekitar 0.03 persen dari T4 total yang tidak berikatan dengan protein.
Pemeriksaan USG maupun hepatobiliary scintigraphy dilakukan dengan indikasi atresia bilier.
Komponen iminodiacetic acid (IDA) diambil oleh hepatosit dari sirkulasi dan disekresikan ke
empedu sama seperti bilirubin. Komponen 99mTc-labelled IDA menunjukkan ekskresi empedu
ke dalam duktus biliaris dan kantung empedu. Kantung empedu dan duktus biliaris akan
terdeteksi melalui ekskresi dari duktus choledocus menuju duodenum setelah 30 menit injeksi.
Kolesistokinin 0,5 unit/kg IV terkadang diadministrasikan untuk menstimulasi pengosongan
kantung empedu. Jika terdapat aktivitas tersebut maka diagnosa atresia bilier dapat
disingkirkan

Anatomi

Glandula thyroidea terletak di anterior pada region cervicalis dibawah dan lateral dari
cartilage thyroidea.2 Kelenjar tiroid terdiri atas 2 lobus yang dihubungkan oleh istmus. Lobus
kanan dan kiri terletak disebelah trakea. Istmus kelenjar tiroid terletak dianterior trakea antara
cincin trakea pertama dan ketiga. Bagian superior kelenjar tiroid berada setinggi kartilago tiroid
dan bagian inferiornya setinggi cincin trakea kelima dan keenam. Terkadang dijumpai lobus
tambahan digaris median yang memanjang dari isthmus, lobus ini diberi nama lobus
piramidalis. Ukuran tiap lobus panjangnya 5cm, lebar 3 cm dan tebal 2 cm. Diperdarahi oleh
Art. Thyroidal superior (A. Carotis eksterna) dan art. Thyroidal inferior (Trunkus
Thyrocervical-subsclavia ). Vena Thyroidal mengalir ke jugularis serta inominata inverior.
Didalam ruang yang sama terletak trakea, esophagus, pembuluh darah besar dan saraf. Kelenjar

4
tiroid melekat pada trakea sambil melingkarinya dua pertiga sampai tiga perempat lingkaran.
Nervus rekurens terletak di dorsal tiroid sebelum masuk laring. Nervus frenikus dan trunkus
simpatikus tidak masuk kedalam ruang antara fasia media dan prevertebralis.

Fisiologi

Kelenjar tiroid menghasilkan hormone tiroid yaitu tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3).
Pembentukan hormone tiroid dipengaruhi oleh mekanisme umpan balik yang melibatkan TSH.
Bila produksi hormone tiroid meningkat maka produksi TSH menurun dan sebaliknya jika
produksi hormone tiroid mencukupi kebutuhan maka produksi TSH meningkat. Selain itu
pembentukkannya memerlukan mikro nutrient yang sangat dibutuhkan tubuh dalam sintesis
hormone tiroid. Defisiensi iodium menyebabkan produksi hormone tiroid berkurang sehingga
mengakibatkan kelainan yang disebut gangguan akibat kurang iodium (GAKI)3

Diffential diagnosis

Atresia Bilier

Atresia bilier adalah suatu keadaan dimana tidak adanya lumen pada traktus bilier
ekstrahepatik yang menyebabkan hambatan aliran empedu. Atresia bilier terjadi karena proses
inflamasi yang berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan progresif pada duktus bilier
ekstrahepatik sehingga terjadi hambatan aliran empedu (kolestasis), akibatnya di dalam hati
dan darah terjadi penumpukan garam empedu dan peningkatan bilirubin direk.

Penyebab atresia bilier belum dapat dipastikan. Atresia bilier akan mengakibatkan fibrosis dan
sirosis hati pada usia yang sangat dini, bila tidak ditangani segera. Jika operasi tidak dilakukan,
maka angka keberhasilan hidup selama 3 tahun hanya berkisar 10% dan rata - rata meninggal
pada usia 12 bulan. Di dunia secara keseluruhan dilaporkan angka kejadian atresia bilier
berkisar 1:10.000-15.000 kelahiran hidup, lebih sering pada wanita dari pada laki-laki. Rasio
atresia bilier antara anak perempuan dan laki-laki 1,4:1, dan angka kejadian lebih sering pada
bangsa Asia. Kolestasis ekstrahepatik sekitar 25-30% disebabkan oleh atresia billier. Di Rumah
Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta penyebab kolestasis obstruktif yang paling banyak

5
dilaporkan (>90%) adalah atresia bilier. Deteksi dini kemungkinan adanya atresia bilier sangat
penting, sebab keberhasilan pembedahan hepato-portoenterostomi (Kasai) akan menurun
apabila dilakukan setelah umur 2 bulan. Keberhasilan operasi sangat ditentukan terutama oleh
usia saat dioperasi, yaitu bila dilakukan sebelum usia dua bulan, keberhasilan mengalirkan
empedu lebih 80%, sementara bila sesudah usia tersebut hasilnya kurang dari 20%.

Gejala Klinis Jaundice, Warna urin gelap seperti the, BAB berwarna abu-abu atau putih seperti
dempul, Pertumbuhan lambat. Diagnosis atresia bilier ditegakkan berdasarkan pemeriksaan
USG abdomen untuk menyingkirkan adanya kista koledokus sebagai penyebab obstruksi.
Biopsi hati merupakan pemeriksaan yang penting dilakukan untuk membedakan dengan
kolestasis intrahepatik. Jika diagnosis atresia bilier tidak bisa ditegakkan dengan pemeriksaan
tersebut maka sebaiknya dilakukan cholangiography Penanggulangan atresia bilier
ekstrahepatik terutama dengan pembedahan saluran empedu ekstrahepatik yaitu
portoenterostomi teknik Kasai dan transplantasi hati. Bedah Kasai ini sebaiknya dilakukan
sebelum bayi berumur dua bulan. Pada bayi yang berusia lebih dari tiga bulan sebaiknya
dilakukan transplantasi hati. Saat ini indikasi tersering dilakukannya transplantasi hati ialah
usia bayi yang lebih dari tiga bulan disertai kelainan hati yang berat. Terapi suportif berupa
Asam ursodeoksikolat 3x20 mg, dan diberikan ASI on demand. 4

Sindrom Down

Sindrom Down merupakan kelainan pada kromosom 21 dan 15 dengan kemungkinan:


Nondisjunction sewaktu osteogenesis (trisomi), Translokasi kromosom 21 dan 15, dan
Postzygotic non disjunction. Gejala yang paling menonjol adalah retardasi mental dan retardasi
jasmani. Kemampuan berfikir dapat digolongkan pada idiot serta tidak akan mampu melebihi
seorang anak yang berumur 7 tahun. Sulit dibedakan dengan hipotiroidisme tetapi secara
kasarnya dapat dilihat anak dengan hipotiroidisme sangat lambat dan malas sedangkan anak
dengan Sindrom Down biasanya sangat aktif. Gejala lain yang khas pada sindrom Down ialah:
Kepala agak kecil dan brakisefalik dengan daerah oksipital yang mendatar, Mukanya lebar,
tulang pipi tinggi, hidung pesek, mata berjauhan serta seperti miring ke atas dan samping
(seperti mongol), Bibir tebal dan lidah besar, kasar dan bercelah-celah (scrotal tongue),
Pertumbuhan gigi geligi sangat terganggu., Gambaran telapak tangan tampak tidak normal,
yaitu terdapat satu garis besar melintang (Simian crease).5

Working Diagnosis

6
Working diagnosis dari skenario ini berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan
penunjang adalah Hipotiroidisme Kongenital Permanen Primer dimana hipotiroid itu sendiri
merupakan suatu keadaan dimana tubuh kekeurangan hormone tiroid. Hormon tiroid sangat
diperlukan untuk kegiatan metabolisme, sehingga menimbulkan tanda dan gejala sebagai
akibat menurunnya kegitan metabolisme dalam tubuh. Beberapa bayi dengan kelenjar tiroid
yang tidak terbentuk atua hanya memiliki kelenjar tiroid yang terbentuk sebagian. Beberapa
yang lain kelenjar tiroid yang terbentuk ditempat yang tidak seharusnya atua sel – sel kelenjar
tidak berfungsi. Terdapat juga enzim yang berperan pada sintesis hormone bekerja yang tidak

baik. Pada keadaan demikian ini akan terjadi gangguan produksi sehingga kebutuhan hormone

tiroid tidak tercukupi dan timbul hipotiroid. 6

Hipotiroid kongenital dapat bersifat transien atau permanen dan di klasifikasikan sesuai letak
gangguannya; Primer (dikelenjar tiroid ) atau sekunder / sentarl (dihipofisis atau di
hipotalamus); berat ringannya hipotiroid (kadar serum TSH > 100mIU/L dianggap berat; dan
diusia awitan hipotiroid (intrauterine lebih berat). Bentuk yang paling sering ditemukan adalah
HK primer pemanen (Kadar seruh TSH tinggi) akibat disgenesis tiroid. ). Dalam menentukan
bayi tersebut terkena hipotiroid bila skor indeks hipotiroid kongenital >4 .

Clinical Stigmata Scoring

Feeding problem 1

Constipation 1

Lethargy 1

Hypotonia 1

Coarse Facies 3

Macroglosia 1

Open Posterion Fontanel 1.5

Dry skin 1.5

Mottling of skin 1

Umbilical Hernia 1

total 13

7
Tabel 1. Qwebec Clinical Scoring Skoring Hipotiroid Kongenital

Etiologi

Penyebab terjadinya hipotiroid kongenital permanen mungkin disebabkan oleh sebab primer
atau sekunder (sentral). Penyebab primer termasuk gangguan pengembangan kelenjar tiroid,
kekurangan dalam produksi hormone tiroid, dan hipotiroidisme yang dihasilkan dari gangguan
peningkatan TSH atau transduksi sinyal. Hipotiroidisme perifer berasal dari gangguan pada
transportasi hormone tiroid, metabolism atau resistensi terhadap aksi hormone tiroid. Penyebab
sekunder atua sentral termasuk gangguan pembentukan Thyrotropin Releasing Hormone
(TRH) atau pengikatan oleh produksi TSH. Hipotiroidisme transien mungkin disebabkan oleh
faktor ibu atau bayi baru lahir. Faktor ibu termasuk obat antitiroid. Faktor neonatal meliputi,
defisiensi yodium neonatal, hemangioma hati kongenital dan muatsi gen.

Epidemiologi

Angka Kejadian HK secara global berdasarkan hasil skrining neonatal adalah 1:2000 sampai
1:3000, sedangkan pada era pra-skrining angka kejadiannya 1: 6700 kelahiran hidup. Angka
kejadian di beberapa negara Asia Pasifik yang telah melakukan skrining neonatal HK secara
nasional adalah sebagai berikut yaitu Australia 1:2125, New Zealand 1:960, China 1:2468,
Thailand 1:1809, Filipina 1:2673, Singapura 1:3500 dan Malaysia 1:3029. Skrining HK
neonatal di Indonesia belum terlaksana secara nasional baru sporadic dibeberapa daerah
dirumah sakit tertentu. Program pendahuluan skrining HK neonatal di 14 provinsi di Indonesia
memberikan insiden sementara 1:2513.7

Patofisiologi

Hipotiroid kongenital dapat terjadi melalui beberapa jalur mekanisme:

1. Agenesis tiroid dan kondisi lain yang menyebabkan sintesis hormon tiroid menurun.
Dalam hal ini kadar TSH akan meningkat tanpa adanya struma
2. Defisiensi yodium. Sintesis dan sekresi hormon tiroid akan menurun sehingga
meransang hipofisis untuk mengeluarkan TSH lebih banyak. Pada awalnya ditemukan
pembesaran kelenjar tiroid sebagai kompensasi dan peningkatan TSH dengan kadar
hormon tiroid normal. Namun selanjutnya, pada stadium dekompensasi ditemukan
struma difusan dan peningkatan TSH dengan hormon tiroid yang menurun.

8
3. Dishormogenesis yakni segala seusatu yang dapat mengganggu atau menurunkan
sintesis hormon tiroid. Dapat berupa hormon tiroid itu sendiri, inflamasi, infeksi,
pascatiroidektomi, dan sebagainya. Hormon tiroid akan menurun, disertai kadar TSH
yang tinggi, dengan/tanpa struma
4. Kelainan hipofisis. Kadar TSH menurun sehingga hormon tiroid akan menurun.
Kondisi ini tidak disertai struma
5. Kelainan hipotalamus. Kadar TRH menurun sehingga TSH akan menurun dan hormon
tiroid akan menurun. Kondisi ini tidak disertai dengan struma.

Manifestasi Klinik

Bayi dengan hiopotirioidisme kongnital dilahirkan dengan sedikit atau tanpa bukti klinis
defisiensi hormone tiroid. Dengan demikian deteksi yang didasarkan pada tanda dan gejala
biasanya akan terdekteksi lambat 6-12 minggu atua lebih. Berikut murapakan tanda tanda atau
gejala dari penyakit HK ini sendiri adalah Gejala non spesifik seperti konstipasi, Masalah
dalam makan, Latergi, Respiratorik, Ikterus neonatal, Hernia umbilikalis, Lidah membesar dan
menonjol, Fasialis, Tangisan purau. Tanda Klasik meliputi wajah yang sembab , serta retardasi
pertumbuhan dan perkembangan yang berkembang secara progresif selama usia beberapa
bulan pertama. Oleh karena itu , diagnosis klinis awal harus didasarkan pada indeks kecurigaan
yang tinggi terhadap tanda dan gejala non spesifik. Meskipun banyak tanda gejala hipotiroid
tidak ditemukan dengan jelas pada bayi baru lahir, diagnosisnya harus dipertimbangkan pada
setiap bayi yang memperlihatkan ikterus berkepanjangan, hipotermia ringan, pembesaran
fontanella, kegagalan menyusu dengan baik, atau gawat napas saat pemberian makan. Wajah
klasik pada bayi yang lebih tua menunjukkan penumpukan miksidemia dengan jaringan
subkutan dan pada lidah yang menebal tersebut akan menonjol keluar, dan bayi makin lama
makin sulit menyusu dan mengenai saliva. Tangisanya parau akibat miksidemia pada pita
suara. Hipotiroidisme yang berkepanjangan menimbulkan hipotonia muscular yang nyata serta
ketumpulan metal, hipotermi hernia umbilicus (potbelly), konstipasi bradikardi, dan lemahnya
tekanan nadi. Siluet jantung makin membesar, elektrokardiogram memperlihatkan voltase
yang rendah dan waktu hantaran yang memnajang. Ekstremitas terasa dingin dan dapat terlihat
pucat serta memeperlihatkan bercak –bercak sirkulatorik (circulating mottling). 8

Tatalaksana

Terapi hipotiroidisme kongenital berupa pemberian natrium levotiroksin dengan dosis yang
dianjurkan menurut umur dan berat badanyang bertujuan untuk mencapai kadar T4 dalam batas

9
10-16 µg/dl dan secara sekunder mencapai kadar TSH dalam batas normal. Pada neonates
dengan hipotiroid kongenital , dosis awalnya adalah 10-15 mcg/kg/hari. Bila terapi sudah
diberikan pada hipotiroidisme kongenital, maka kadar tiroksin (T4) dan tirotropin (TSH) harus
diulang setiap bulan sampai mencapai kadar normal, kemudian setiap 3 bulan sampai tahun ke-
3, setelah itu kadar T4 dan TSH diperiksa setiap 6 bulan. Dosis selanjutnya disesuaikan dengan
hasil pemeriksaan TSH dan FT4 berkala dengan dosisi perkiraan sesuai umur seperti table 2.
Pengobatan pada hipotiroidisme kongenital ini diberikan seumur hidup.9

Usia Na L-T4 (ug/kg)

0 – 3 bulan 8 – 10

3 – 6 bulan 7 – 10

6 – 10 bulan 6–8

1 – 5 tahun 4–6

6 – 12 tahun 3–5

> 12 tahun 3–4

Tabel 2. Dosis berdasarkan usia

Komplikasi

Retardasi Mental

Retardasi Mental mengarah kepada beberapa fungsi utama. Kelainan ini ditandai dengan
fungsi intelektual yang sangat dibawah rata – rata dan secara bersamaan disertai dengan
keterbatasan yang berhubungan dengan dua atau lebih are penerapan kemampuan adaptasi
seperti : Komunikasi, Merawat diri sendiri, Kesehatan dan Keamanan, fungsi akademis.

Goiter
Goiter merupakan salah satu komplikasi yang paling umum hipotiroidisme. Akan ada
stimulasi konstan tiroid oleh kelenjar pituitary untuk melepaskan hormone lebih selama kondisi
hipotiroidisme. Upaya ekstra akan membuat kelenjar lebih besar dari ukuran normal. Kondisi
ini dikenal sebagi gondok. Ini tidak lain halnya pembengkakakn kelenjar yang terlihat pada
leher. Gondok besar mungkin akan menggangu pernapasan dan ketika ingin menelan.

10
Kretinisme

Terjadi karena kadar hormone tyroid yang cukup penting untuk pertumbuhan normal dan
perkembangan SSP. Sehingga pada Hypotiroid kongenital dapat timbul dwarfisme dan
retardasi mental. Retardasi mental dapat dicegah dengan terapi hormone tyroid. Tapi tidak
reversible jika diberikan beberapa bulan setelah lahir

Prognosis

Baik jika terapi dimulai dari 1-2 bulan setelah kelahiran. Jika rawatan atau terapi dimulai
setelah usia bayi 3-6 bulan, kemungkinan terjadi perlambatan/hambatan pertumbuhan yang
permanen atau retardasi mental.

Pencegahan ( Skrining)

Program Skrining hipotiroidisme pada bayi baru lahir telah dilakukan dinegara maju untuk
mecegah retardasi mental akibat hipotiroid kengnital. Program skrinign neonates
memungkinkan pemberian terapi dalam waktu 1 sampai 2 minggu setelah lahir. Jika terapi
dimulai setelah usia 6 bulan saat tanda hipotiroidisme klasik muncul, fungsi intelektual
biasanya sudah menurun secara bermakna. Pertu,buhan akan membaik stelah terapi subtitusi
hormone tiroid. Skrining dilakukan dengan mengukur kadar TSH neonatus pada usia 48 jam -
4 hari. Dosis tiroid berubah dengan bertambahnya usia; dosis tiroksin 10 -15 mg/kg biasanya
diberikan pada saat neonatus, menurun menjadi 3 mg/kg pada anak besar. Pada skrining kadar
TSH awal >50 mikro U/Ml memiliki kemungkinan sangat besar untuk mengalami hipotiroid
permanen dan sebaiknya segera mulai diobati setelah diperiksa ualng, sementara kadar TSH
20-49 mikro U/ml dikonfirmasi dan periksa ulang sebelum terapi. Karena belum ada program
skrining nasional di Indonesia Maka diagnosis banding hipotiroid kongenital harus dipikirkan
pada setiap kasus delayed development. Deteksi dini dan pengobatan adekuat sebelum usia 1
– 3 bulan memiliki prognosis yang baik terhadap tumbuh kembang anak, temasuk kecerdasan
IQ.

Kesimpulan

Hipotiroidisme Kongenital Permanen Primer dimana hipotiroid itu sendiri merupakan suatu
keadaan dimana tubuh kekeurangan hormone tiroid. Hormon tiroid sangat diperlukan untuk
kegiatan metabolisme, sehingga menimbulkan tanda dan gejala sebagai akibat menurunnya

11
kegitan metabolisme dalam tubuh.tatalaksananya secar amedika mentosa dengan cara
memberikan natrium levotiroksin dan terapi pengobatan HK ini dilakukan seumur hidup.

Daftar Pustaka

1. Rudijanto. Hipotiroid. Dalam: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata MK,


Setiyohadi B, Syam AF, penyunting. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Ed. 6, Jilid II.
Jakarta: Internal Publishing; 2009.h.2450-5.
2. Drake R L, Vogl A. Wayne, Mictchell A W M. Gray dasar – dasar anatomi. Ed 1.
Singapore: Elsevier Chruchill Livingstone; 2014 h. 537
3. Kemenkes RI. 2015. Info data Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI.
Situasi dan analisis penyakit tiroid. Jakarta
4. Mawardi Merry, Warouw Sarah, Salendu Praevilla. 2011. Kolestasis Ekstrahepatik et
causa atresia bilier pada seorang bayi. Vol. 3 no 2, hlm.123-8
5. Fisher D.A. Hipotiroidisme kongenital. Buku Ajar Pediatri Rudoplh. Vol.III. 20th ed.
Buku Kedokteran EGC. Jakarta: 2007.p.1930-5.

12
6. Sudoyo A W, Setiyohadi B, Alvi I, Simadibrata MK, Setiati S (eds). Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, 6th ed Jakarta: departemen ilmu penyakit dalam fakultas kedokteran
Indonesia . 2017. h.2450
7. Yati N K, Utari A, Tridjaja B. Panduan praktik klinis ikatan dokter anak Indonesia
diagnosis dan tatalaksana hipotiroid kongenital. Indonesia. Badan penerbit Ikatan
dokter anka Indonesia. Indonesia; 2017 h. 1
8. Rudolph A M, Hoffman J, Rudolph C D. Buku ajar pediatri Rudolph vol 3. Buku
Kedokteran EGC. Jakarta: 2007. H. 1930-1
9. Levin Myorn, Deterding R, Sondheimer J M, Hay W. Current diagnosis & treatment
paediatrics 19th ed. The McGraw-Hill Companies.United States;2009.p 923

13

Anda mungkin juga menyukai