Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Intra Uterine Fetal Death (IUFD) adalah janin yang mati dalam rahim dengan
berat badan 500 gram atau lebih atau kematian janin dalam rahim pada kehamilan 20
minggu atau lebih. Kematian janin dalam rahim dapat disebabkan oleh beberapa faktor
yaitu faktor ibu, faktor janin, dan faktor plasental. Faktor ibu meliputi umur, kehamilan
post term (>42 minggu) dan penyakit yang diderita oleh ibu seperti anemia,
preeklampsia, eklampsia, diabetes mellitus, rhesus isoimunisasi, infeksi dalam
kehamilan, Ketuban Pecah Dini (KPD), ruptura uteri, hipotensi akut ibu (Saifuddin,
2010). IUFD termasuk dalam kematian perinatal yang memberi sumbangan terhadap
Angka Kematian Neonatal (AKN) dan Angka Kematian Bayi (AKB). IUFD termasuk
dalam masalah angka kematian bayi (AKB) yang merupakan salah satu indikator penting
untuk menilai tingkat kesejahteraan suatu Negara. di Indonesia (Manuba, 2012).

Menurut Kemenkes RI (2015) dalam program Suistainable Development Goals


(SDGs) bahwa target sistem kesehatan nasional menerangkan pada tahun 2030,
menurunkan Angka Kematian Neonatal setidaknya hingga 12 per 1.000 kelahiran hidup
dan Angka Kematian Balita sebesar 25 per 1.000 kelahiran hidup, mengurangi sepertiga 2
kematian prematur akibat penyakit tidak menular melalui pencegahan dan perawatan,
serta mendorong kesehatan dan kesejahteraan mental.

Angka Kematian Neonatal per 1000 kelahiran hidup menurun dari 4,7 juta tahun
1990 menjadi 2,8 juta tahun 2013 (WHO, 2015). Angka kematian neonatal per 1000
kelahiran hidup di wilayah Asia Tenggara 28 per 1000 kelahiran hidup (WHO, 2017).
Angka kematian perinatal, angka kematian anak (bayi), angka kematian maternal, dan
angka kematian balita merupakan parameter keadaan kesehatan, pelayanan kebidanan,
dan kesehatan serta mencerminkan keadaan sosial ekonomi suatu negara. Angka

1
kematian perinatal yang dilaporkan pada beberapa rumah sakit pendidikan di Indonesia
masih tinggi, yaitu berkisar antara 77,3 hingga 142,2 per 1000 kelahiran (Sofian, 2011).

Menurut Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 Angka
Kematian Neonatal sebesar 19/1000 kelahiran hidup, sementara tahun 2007 sebesar
19/1000 kelahiran hidup dengan demikian tidak ada penurunan berarti dibandingkan hasil
SDKI 2007. Target Millenium Development Goals (MDGs) keempat yaitu penurunan
angka kematian anak pada tahun 2015 dengan Neonatal Mortality Rate sebesar 14/1000
kelahiran hidup.

Sekitar 15% sampai 25% kematian janin disebabkan oleh masalah di plasenta,
membran, atau tali pusat, dan solusio plasenta adalah kasus tunggal kematian janin dalam
rahim yang dapat diidentifikasi (Leveno dkk, 2009). Selain perdarahan dan infeksi,
preeklampsia dan eklampsia merupakan penyebab kematian ibu dan perinatal yang tinggi
terutama di Negara berkembang, kematian yang diakibat eklampsia meningkat lebih
tajam dibandingkan pada tingkat preeklampsi berat (Manuaba, 2012). Menurut Rukiyah
(2010), penyebab kematian janin dalam rahim adalah ketidak cocokan rhesus darah ibu
dan janin, gerakan janin terlalu aktif, penyakit pada ibu, infeksi pada ibu, perdarahan
antepartum, malnutrisi, dan lain-lain.
Hasil penelitian Anggun dkk (2017) tentang kematian janin intrauterin dan
hubungannya dengan preeklampsia. Terdapat tiga faktor yang mempengaruhi terjadinya
IUFD yaitu faktor ibu, faktor janin, dan faktor tali pusat. Faktor penyakit ibu salah
satunya preeklampsia dipercaya berperan penting dalam kejadian kematian janin
intrauterin. Preeklampsia dan eklampsia merupakan penyebab utama mortalitas dan
morbiditas ibu dan bayi. Preeklampsia merupakan sindrom spesifikkehamilan berupa
berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang ditandai
dengan peningkatan tekanan darah dan proteinuria yang terjadi setelah umur kehamilan
20 minggu sampai 4 segera setelah persalinan. Preeklampsia diyakini menimbulkan
iskemik uteroplasenta yang dapat menurunkan suplai oksigen dan nutrisi ke janin yang
dapat mengganggu pertumbuhan janin hingga kematian janin dalam kandungan.

2
Sehubungan dengan hal diatas, maka diharapkan pengetahuan tentang kondisi-
kondisi yang mempengaruhi keselamatan dan kesehatan kehamilan dapat dipahami oleh
masyarakat, terutama ibu hamil. Dengan demikian diharapkan dapat menjadi pegangan
dalam usaha pencegahan atau preventif dalam rangka menurunkan angka kematian bayi
dalam kandungan sehingga komplikasi yang tidak diinginkan pada ibu dan janin dapat
dihindari. Hal ini dalam rangka meningkatkan keselamatan dan kesehatan, khususnya
maternal dan perinatal, serta kesehatan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia pada
umumnya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka


permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: Faktor-faktor
apakah yang berperan dalam terjadinya kematian bayi dalam kandungan ? Dalam rangka
memperoleh jawaban dari pertanyaan di atas, maka rumusan masalah tersebut dapat
dirinci menjadi beberapa pertanyaan penelitian, yaitu: 1. Faktor internal apakah yang
berperan sehingga terjadi kematian bayi dalam kandungan ? 2. Faktor eksternal apakah
yang berperan sehingga terjadi kematian bayi sejak dalam kandungan ?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui asuhan kebidanan yang diberikan kepada ibu dengan keadaan
kematian bayi sejak dalam kandungan

2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui factor internal yang berperan penting dalam terjadinya kematian bayi
dalam kandungan
b. Mengetahui factor eksternal yang berperan penting dalam terjadinya kematian
bayi dalam kandungan.

3
D. Manfaat

a. Bagi ibu Hamil


Untuk menambah wawasan tentang apa itu IUFD dan agar ibu hamil dan
keluarga bisa merencanakan persiapan kehamilan dan persalinan dengan baik
seperti rajin memeriksakan kehamilan kef askes, USG, makan bergizi, istirahat,
dan menghindari stres.
b. Bagi Masyarakat
Untuk menambah wawasan tentang IUFD, factor – factor yang mempengaruhi
dan cara mencegah agar tidak terjadi IUFD.
c. Bagi Bidan
Sebagai salah satu persyaratan pengusulan Penetapan Angka Kredit dan
kenaikan pangkat

4
BAB II
TINJAUAN TEORI

1. Persalinan

a. Pengertian Persalinan
Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi
pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi
belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada
ibu maupun pada janin (Saifuddin, 2008). Persalinan adalah proses membuka
dan menipisnya serviks dan janin turun ke dalam jalan lahir (Asri, 2010).

b. Teori-teori Proses Terjadinya Persalinan


Menurut Ujiningtyas (2009), Ada beberapa teori yang menyatakan
kemungkinan proses persalinan sebagai berikut :
1) Teori Penurunan Hormon
Beberapa hari sebelum partus terjadi penurunan kadar hormon estrogen
dan progestron. Sehingga otot rahim sensitif terhadap oksitosin.
Penurunan kadar progesteron pada tingkat tertentu menyebabkan otot
rahim mulai kontraksi.
2) Teori Keregangan
Otot rahim mempunyai kemampuan meregang dalam batas tertentu.
Apabila batas tersebut telah terlewati, maka akan terjadi kontraksi,
sehingga persalinan dapat dimulai.
3) Teori Plasenta Menjadi Tua
Plasenta yang semakin tua seiring dengan bertambahnya usia kehamilan
akan menyebabkan turunnya kadar estrogen dan progestron, sehingga
pembuluh darah mengalami kekejangan dan timbul kontraksi rahim.
4) Teori Iritasi Mekanik

5
Di belakang serviks terletak ganglion servikal/fleksus Fran Kenhauser.
Bila ganglion ini digeser dan ditekan atau tertekan kepala janin, maka akan
timbul kontraksi rahim.
5) Teori Oksitosin Internal
Menurunnya konsentrasi progestron akibat tuanya kehamilan
mengakibatkan aktivitas oksitosin meningkat dan kontraksi Braxton hicks
sering terjadi, sehingga persalinan dapat dimulai.
6) Teori Prostaglandin
Prostaglandin yang dikeluarkan oleh desidua konsentrasinya meningkat
sejak usia kehamilan 15 minggu. Prostaglandin dianggap sebagai pemicu
terjadinya persalinan, pemberian prostaglandin saat hamil dapat
menimbulkan kontaksi otot Rahim.

c. Tanda-tanda Persalinan
Menurut Asrinah (2010), Tanda-tanda persalinan meliputi :
1. Lightening
Pada minggu ke-36 pada primigravida terjadi penurunan fundus uteri
karena kepala bayi sudah masuk pintu atas panggul yang disebabkan oleh :
a) Kontraksi Braxton Hicks
b) Ketegangan otot perut
c) Ketegangan ligamentum rotundum
d) Gaya berat janin kepala kearah bawah.
2. Terjadi His Permulaan
Dengan makin tua pada usia kehamilan, pengeluaran estrogen dan
progesteron semakin berkurang sehingga oksitosin dapat menimbulkan
kontraksi, yang lebih sering sebagai his palsu. Sifat His Palsu :
a) Rasa nyeri ringan di bawah kulit
b) Datangnya tidak teratur
c) Tidak ada perubahan pada serviks atau pembawa tanda
d) Durasinya pendek
e) Tidak bertambah jika beraktifitas

6
3. Tanda-tanda persalinan

a. Terjadinya His Persalinan


His persalinan mempunyai sifat :
(1) Pinggang terasa sakit, yang menjalar kedepan
(2) Sifatnya teratur, intervalnya makin pendek dan kekuatannya makin
besar
(3) Kontraksi uterus mengakibatkan perubahan uterus
(4) Makin beraktifitas (jalan), kekuatan makin bertambah

b. Bloody Show (pengeluaran lendir disertai darah melalui vagina)


Dengan his permulaan, terjadi perubahan pada serviks yang
menimbulkan pendataran dan pembukaan, lendir yang terdapat pada
kanalis servikalis lepas, kapiler pembuluh darah pecah, yang menjadi
perdarahan sedikit.

c. Pengeluaran Cairan
Keluar banyak cairan dari jalan lahir. Ini terjadi akibat pecahnya
ketuban atau selaput ketuban robek. Sebagian besar ketuban baru
pecah menjelang pembukaan lengkap tetapi kadang-kadang ketuban
pecah pada pembukaan kecil. Dengan pecahnya ketuban diharapkan
persalinan berlangsung dalam 24 jam

d. Faktor yang Mempengaruhi Persalinan


Menurut Asri (2010), faktor yang mempengaruhi persalinan adalah:
1) Power (Tenaga yang mendorong anak) Power atau tenaga yang
mendorong anak adalah :
a) His adalah kontraksi otot – otot rahim pada persalinan.
His persalinan yang dapat menyebabkan pendataran dan

7
pembukaan serviks. Yang terdiri dari his pembukaan,
his pengeluaran dan his pelepasan uri.
b) Tenaga mengejan
c) Kontraksi otot – otot dinding perut
d) Kepala di dasar panggul merangsang mengejan

2) Passage (Panggul)
Panggul terdiri dari:
a) Tulang Os ischium
b) Tulang Os pubis
c) Tulang Os sacrum
d) Tulang Os illium

3) Passager (Fetus)
a) Akhir minggu ke – 8 janin mulai Nampak menyerupai
manusia dewasa, menjadi jelas pada akhir minggu ke
12
b) Usia 12 minggu jenis kelamin luarnya sudah dapat
dikenali
c) Terasa gerakan janin pada ibu hamil yang biasanya
terjadi pada usia kehamilan 16 – 20 minggu
d) Denyut jantung janin sudah mulai terdengar pada
minggu ke 18
e) Panjang rata – rata janin cukup bulan 50 cm
f) Berat rata – rata janin laki – laki 3400 gr, perempuan
3150 gr
g) Janin cukup bulan lingkar kepala dan bahu hampir sama
4) Plasenta
Merupakan salah satu faktor dengan memperhitungkan
implantasi plasenta pada dinding rahim

8
5) Psychologic Psychologic adalah kondisi psikis klien, dengan
tersedianya dorongan positif, persiapan persalinan, pengalaman
lalu, strategi adaptasi coping.

e. Mekanisme Persalinan
Menurut Asri (2010), Gerakan utama kepala janin pada proses
persalinan:

1) Engagement
Masuknya kepala ke PAP pada akhir-akhir minggu kehamilan
atau pada saat persalinan di mulai.
2) Flexion (fleksi) Kepala janin fleksi, dagu menempel ke toraks,
posisi kepala berubah dari diameter puncak kepala menjadi
diameter belakang kepala.
3) Descent Kepala turun ke dalam rongga panggul, akibat adanya
tekanan langsung dari his dan daerah fundus ke arah daerah
bokong, tekanan dari cairan amnion, kontraksi otot dinding
perut dan tenaga mengejan serta badan janin terjadi ekstensi
dan menegang.
4) Internal rotation (putar paksi dalam) Rotasi interna (putaran
paksi dalam) selalui disertai turunnya kepala, putaran ubun-
ubun kecil kearah depan (ke bawah simpisis pubis).
5) Extension (ekstensi) Puncak kepala berada di simpisis dan
dalam keadaan kontraksi perut ibu yang kuat mendorong
kepala ekspulsi dan melewati introitus vagina.
6) External rotation (putar paksi luar) Setelah seluruh kepala
sudah lahir terjadi putaran kepala ke posisi pada saat
engagement. Dengan demikian bahu depan dan belakang
dilahirkan lebih dahulu dan diikuti dada, perut, bokong dan
seluruh tungkai.

9
7) Expulsion Setelah putaran paksi luar bahu depan dibawah
simpisis menjadi hipomoklion kelahiran bahu belakang, bahu
depan menyusul lahir, diikuti seluruh badan anak dan lengan,
pinggul depan dan belakang, tungkai dan kaki.
f. Tahapan Persalinan (Kala I, II, III, IV)
Menurut Hidayat (2010), Empat tahapan dalam persalinan :
1) Kala I atau kala pembukaan dimulai dari adanya his yang
adekuat sampai pembukaan lengkap. Kala I di bagi menjadi 2
fase : fase laten (pembukaan serviks 1-3 cm atau di bawah 4
cm) membutuhkan waktu 8 jam, fase aktif (pembukaan serviks
4-10 cm/ lengkap), membutuhkan waktu 6 jam.
2) Kala II atau pengeluaran : dari pembukaan lengkap lahirnya
bayi. Proses ini biasanya berlangsung 2 jam pada primi dan
satu jam pada multi.
3) Kala III atau kala uri : dimulai segera setelah bayi lahir sampai
lahirnya plasenta, yang berlangsung tidak lebih dari 30 menit.
4) Kala IV atau kala pengawasan : kala IV dimulai dari saat
lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama post partum.

g. Tujuan Asuhan Persalinan


Menurut Winkjosastro (2009), Tujuan asuhan persalinan normal
adalah mengupayakan kelangsungan hidup dan mencapai derajat
kesehatan yang tinggi bagi ibu dan bayinya, melalui berbagai upaya
yang terintegrasi dan lengkap serta intervensi minimal sehingga
prinsip keamanan dan kualitas pelayanan dapat terjaga pada tingkat
yang optimal.

10
2. IUFD (Intra Uterine Fetal Death)
a. Pengertian IUFD
Menurut WHO dan The American College of Obstetricians and
Gynecologists yang disebut kematian janin adalah janin yang mati dalam rahim
dengan berat badan 500 gram atau lebih atau kematian janin dalam rahim pada
kehamilan 20 minggu atau lebih. Kematian janin merupakan hasil akhir dari
gangguan pertumbuhan janin, gawat janin, atau infeksi (Winkjosastro, 2009).
Kematian janin merupakan hasil akhir dari gangguan pertumbuhan janin, atau
akibat infeksi yang tidak terdiagnosis sebelumnya sehingga tidak diobati
(Saifuddin,2008).

b. Etiologi IUFD
Menurut Norwitz (2008), penyebab kematian janin dalam rahim yaitu :
1) 50 % kematian janin bersifat idiopatik (tidak diketahui penyebabnya).
2) Kondisi medis ibu (hipertensi, pre-eklamsi, diabetes mellitus) berhubungan
dengan peningkatan insidensi kematian janin. Deteksi dini dan tata laksana
yang yang sesuai akan mengurangai risiko IUFD.
3) Komplikasi plasenta (plasenta previa, abruption plasenta) dapat
menyebabkan kematian janin. Peristiwa yang tidak diinginkan akibat tali
pusat sulit diramalkan, tetapi sebagian besar sering ditemukan pada
kehamilan kembar monokorionik/monoamniotik sebelum usia gestasi 32
minggu.
4) Penentuan kariotipe janin harus dipertimbangkan dalam semua kasus
kematian janin untuk mengidentifikasi abnormalitas kromosom, khususnya
dalam kasus ditemukannya abnormalitas struktural janin. Keberhasilan
analisis sitogenetik menurun pada saat periode laten meningkat. Kadang-
kadang, amniosentesis dilakukan untuk mengambil amniosit hidup untuk
keperluan analisis sitogenetik.

11
5) Perdarahan janin-ibu (aliran sel darah merah transplasental dari janin
menuju ibu) dapat menyebabkan kematian janin. Kondisi ini terjadi pada
semua kehamilan, tetapi biasanya dengan jumlah minimal (< 0,1 mL).
Pada kondisi yang jarang, perdarahan janin-ibu mungkin bersifat massif.
Uji Kleuhauer-Betke (elusi asam) memungkinkan perhitungan estimasi
volume darah janin dalam sirkulasi ibu.
6) Sindrom antibody antifosfolipid. Diagnosis ini memerlukan pengaturan
klinis yang benar (>3 kehilangan pada trimester pertama >1) kehilangan
kehamilan trimester kedua dengan penyebab yang tidak dapat dijelaskan,
peristiwa tromboembolik vena yang tidak dapat dijelaskan.
7) Infeksi intra-amnion yang mengakibatkan kematian janin biasanya jelas
terlihat pada pemeriksaan klinis. Kultur pemeriksaan histology terhadap
janin, plasenta/selaput janin, dan tali pusat akan membantu.

c. Predisposisi IUFD
Menurut Winkjosastro (2009), Pada 25-60% kasus penyebab kematian janin
tidak jelas. Kematian janin dapat disebabkan oleh faktor maternal, fetal, atau
kelainan patologik plasenta.
1) Factor maternal antara lain adalah post term(>42 minggu), diabetes
mellitus tidak terkontrol, sistemik lupus eritematosus, infeksi hipertensi,
pre-eklamsia, eklamsia, hemoglobinopati, umur ibu tua, penyakit rhesus,
rupture uteri, antifosfolipid sindrom, hipotensi akut ibu, kematian ibu.
2) Factor fetal antara lain: hamil kembar, hamil tumbuh terlambat, kelainan
congenital, kelainan genetic, infeksi.
3) Factor plasenta antara lain: kelainan tali pusat, lepasnya plasenta, KPD,
vasa previa.
4) Sedangkan factor resiko terjadinya kematian janin intra uterine meningkat
pada usia >40 tahun, pada ibu infertil, kemokonsentrasi pada ibu, riwayat
bayi dengan berat badan lahir rendah, infeksi ibu (ureplasma urelitikum),
kegemukan, ayah berusia lanjut.

12
d. Manifestasi Klinis IUFD
Menurut Achadiat (2004), kriteria diagnostic kematian janin dalam rahim
meliputi :
1) Rahim yang hamil tersebut tidak bertambah besar lagi, bahkan semakin
mengecil.
2) Tidak lagi dirasakan gerakan janin.
3) Tidak ditemukan bunyi jantung janin pada pemeriksaan.
4) Bentuk uterus menjadi tidak tegas sebagaimana suatu kehamilan normal.
5) Bila kematian itu telah berlangsung lama, dapat dirasakan krepitasi, yakni
akibat penimbunan gas dalam tubuh.

e. Menetapkan Kematian Janin dalam Rahim


Menurut Nugroho (2012), menetapkan janin dalam rahim meliputi :
1) Pemeriksaan terhadap detak jantung (dengan menggunakan stetoskop
laeneck, alat dopler).
2) Pemeriksaan terhadap tidak adanya gerak jantung, tulang kepala janin
berhimpit, tulang belakang makin melengkung (dengan menggunakan
USG).
3) Pemeriksaan terhadap tulang kepala berhimpit, tulang belakang
melengkung, dalam usus janin dijumpai pembentukkan gas (dengan foto
rontgen).
f. Batasan Kematian Janin
1) Menurut WHO dalam Nugroho (2012) : kematian yang terjadi pada janin
dengan berat badan lahir lebih dari 1000 gram.
2) Menurut Prawiroharjo dalam Nugroho (2012),kematian janin dibagi dalam
4 golongan :
 Kelompok I : kematian janin sebelum kehamilan 20 minggu.
 Kelompok II : kematian janin pada umur kehamilan 20-28 minggu.
 Kelompok III: kematian janin pada umur kehamilan lebih dari 28
minggu.

13
 Kelompok IV : kematian janin yang tidak termasuk tiga golongan
di atas
3) Menurut U.S National Center dalam Nugroho (2012): Kematian janin pada
umur kehamilan lebih dari 20 minggu.
4) Menurut FIGO dalam Nugroho (2012): Kelahiran bayi termasuk dengan
BBL >500 gram atau lebih sesuai umur kehamilan >22 minggu.

g. Diagnosis IUFD
Menurut Norwitz (2008), diagnosis kematian janin dalam rahim meliputi:
1) Gejala jika kematian janin terjadi terjadi di awal kehamilan, mungkin tidak
akan ditemukan gejala kecuali berhentinya gejala-gejala kehamilan yang
biasa dialami (mual, sering berkemih, kepekaan pada payudara). Di usia
kehamilan selanjutnya, kematian janin harus dicurigai jika janin tidak
bergerak dalam jangka waktu yang cukup lama.
2) Tanda-tanda ketidakmampuan mengidentifikasi denyut jantung janin pada
kunjungan ANC (antenatal care) setelah usia gestasi 12 minggu atau tidak
adanya pertumbuhan uterus dapat menjadi dasar diagnosis.
3) Pada pemeriksaan laboratorium terjadi penurunan kadar gonadotropin
korionik manusia (Human Chorionic Gonadotropin atau HCH) mungkin
dapat membantu diagnosis dini selama kehamilan.
4) Pada pemeriksaan radiologis. Secara historis, foto rontgen abdominal
digunakan untuk mengkonfirmasi IUFD. Tiga temuan sinar X yang dapat
menunjukkan adanya kematian janin meliputi penumpukan tulang
tengkorak janin (tanda spalding), tulang punggung janin melengkung
secara berlebihan dan adanya gas didalam janin. Meskipun demikian, foto
rontgen sudah tidak digunakan lagi. USG saat ini merupakan baku emas
untuk mengkonfirmasi IUFD dengan mendokumentasikan tidak adanya
aktifitas jantung janin setelah usia 22 gestasi 6 minggu. Temuan sonografi
lain mencakup edema kulit kepala dan maserasi janin.

14
h. Patofisiologi IUFD
Menurut Sastrowinata (2005), kematian janin dalam pada kehamilan yang
telah lanjut, maka akan mengalami perubahan-perubahan sebagai berikut :
1) Rigor mortis (tegang mati) berlangsung 2,5 jam setelah mati kemudian
lemas kembali.
2) Stadium maserasi I : timbulnya lepuh-lepuh pada kulit. Lepuh ini mula-
mula terisi cairan jernih, tetapi kemudian menjadi merah coklat.
3) Stadium maserasi II : timbul lepuh-lepuh pecah dan mewarnai air ketuban
menjadi merah coklat. Terjadi 48 jam setelah anak mati.
4) Stadium maserasi III : terjadi kira-kira 3 minggu setelah anak mati. Badan
janin sangat lemas dan hubungan antara tulang-tulang sangat longgar
edema di bawah kulit.
i. Komplikasi IUFD
Menurut Norwitz (2008), sekitar 20-25% dari ibu yang mempertahankan
janin yang telah mati selama lebih dari 3 minggu maka akan mengalami
koagulopati intravaskuler diseminata (Disseminated Intravascular
Coagulopathy atau DIC) akibat adanya konsumsi faktorfaktor pembekuan
darah secara berlebihan.
j. Pengelolaan IUFD
Menurut Nugroho (2012), Janin yang mati dalam rahim sebaiknya segera
dikeluarkan secara:
1) Lahir spontan: 75% akan lahir spontan dalam 2 minggu.
2) Persalinan anjuran :
a. Dilatasi serviks dengan batang laminaria Setelah dipasang 12-24 jam
kemudian dilepas dan dilanjutkan dengan infus oksitosin sampai
terjadi pengeluaran janin dan plasenta.
b. Dilatasi serviks dengan kateter folley.
 Untuk umur kehamilan > 24 minggu.
 Kateter folley no 18, dimasukan dalam kanalis sevikalis diluar
kantong amnion.
 Diisi 50 ml aquades steril.

15
 Ujung kateter diikat dengan tali, kemudian lewat katrol, ujung
tali diberi beban sebesar 500 gram.
 Dilanjutkan infus oksitosin 10 u dalam dekstrose 5 % 500 ml,
mulai 8 tetes/menit dinaikkan 4 tetes tiap 30 menit sampai his
adekuat.
c. Infus oksitosin
(1) Keberhasilan sangat tergantung dengan kematangan serviks,
dinilai dengan Bishop Score, bila nilai = 5 akan lebih berhasil. 24
(2) Dipakai oksitosin 5-10 u dalam dekstrose 5 % 500 ml mulai 8 tetes
/ menit dinaikan 4 tetes tiap 15 sampaihis adekuat.

d. Induksi prostaglandin
(1) Dosis : Pg-E 2 diberikan dalam bentuk suppositoria 20 mg, diulang
4-5 jam. Pg-E 2 diberikan dalam bentuk suntikan im 400 mg. Pg-E 2,5
mg/ml dalam larutan NaCL 0.9 %, dimulai 0,625 mg/ml dalam infus.
(2) Kontra Indikasi: asma, alergi dan penyakit kardiovaskuler. k.
Pencegahan IUFD Menurut Winkjosastro (2009), Upaya mencegah
kematian janin, khususnya yang sudah atau mendekati aterm adalah
bila ibu merasa gerakan janin menurun, tidak bergerak atau gerakan
janin terlalu keras, perlu dilakukan pemeriksaan ultrasonografi.
Perhatikan adanya solusio plasenta. Pada gemeli dengan TT (twin to
twin transfusion) pencegahan dilakukan dengan koagulasi pembuluh
anastomosis.

16
3. Pathway IUFD (Intra Uterine Fetal Death)

Bumil

Factor ibu Factor janin : Factor plasenta :


Penyakit : DM Malaria Gangguan pertumbuhan Kelainan tali pusat
Ginjal Trombofilia Kelainan congenital Lepasnya plasenta
Komplikasi: Pre-eklamsi Kelainan genetik KPD
Eklamsi Vasa previa
Kehamilan ganda Infeksi

Gejala klinis :
Rahim semakin mengecil
Tidak ditemukan DJJ
Tidak adanya gerakan janin
Uterus menjadi tidak tegas

Menetapkan kematian janin dalam rahim :

 Pemeriksaan terhadap DJJ (dengan menggunakan stetoskop laeneck, dopler).


 Pemeriksaan terhadap tidak adanya gerak jantung, tulang kepala janin berhimpit,
tulang belakang makin melengkung (dengan menggunakan USG).
 Pemeriksaan terhadap tulang kepala berhimpit, tulang belakang melengkung,
dalam usus janin dijumpai pembentukkan gas (dengan foto rontgen)

IUFD

(Intra Uterine Fetal Death)

Janin yang mati dalam rahim sebaiknya dikeluarkan, jika mempertahankan janin
yang telah mati selama lebih dari 3 minggu maka akan terjadi komplikasi DIC
(Disseminated Intravaskuler Coagulopathy)

17
4. Konsep Penatalaksanaan pada IUFD (Intra Uterine Fetal Death)

Bumil dengan IUFD (Intra Uterine Fetal Death)

Anamnesis : Pemeriksaan :
Hilangnya gerakan janin Fisik
Kehilangan berat badan Penunjang (USG, Radiologi,
Perubahan payudara Laboratorium)
Hilangnya nafsu makan

Jika mempertahankan janin lebih dari 3 minggu, maka akan terjadi komplikasi DIC
(Disseminated Intravaskuler Coagulopathy)

Janin yang mati harus segera dikeluarkan

Lahir spontan 75% akan lahir spontan Induksi persalinan direncanakan


dalam 2 minggu

Kondisi serviks tidak baik (skor<5)


Kondisi serviks baik (skor>6) (Lunak, tipis,
membuka sebagian) (Keras, tebal, tertutup)

Induksi persalinan dengan oksitosin


Prostaglandin atau
kateter foley
Jika infus oksitosin menghasilkan pola
persalinan baik, pertahankan kecepatan
infus yang sama sampai lahir Pantau kontraksi uterus

Gagal Induksi:
Hentikan pemakaian prostaglandin
 Multigravida dan mulai berikan infus oksitosin jika :
 Riwayat SC  Ketuban pecah
 Tercapai kematangan serviks
Seksio Cesaria  Pola persalinan yang baik terjadi
 ATAU 12 jam telah berlalu

18
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Menurut WHO dan The American College of Obstetricians and Gynecologists yang
disebut kematian janin adalah janin yang mati dalam rahim dengan berat badan 500 gram atau
lebih atau kematian janin dalam rahim pada kehamilan 20 minggu atau lebih. Kematian janin
merupakan hasil akhir dari gangguan pertumbuhan janin, gawat janin, atau infeksi.

Ibu hamil yang mengalami kematian janin dalam rahim mempunyai gejala klinis yaitu
rahim semakin mengecil, tidak ditemukan DJJ, tidak adanya Gerakan janin dan uterus menjadi
tidak tegas.

Janin yang mati dalam rahim sebaiknya dikeluarkan, jika mempertahankan janin yang
telah mati selama lebih dari 3 minggu maka akan terjadi komplikasi DIC (Disseminated
Intravaskular Coagulopathy).

B. SARAN

1. Bagi Ibu hamil


Agar ibu dan suami bisa mempersiapkan kehamilan dan persalinan dengan baik
seperti rajin kontrol, minum obat teratur, istirahat cukup dan nutrisi yang baik selama
kehamilan agar melahirkan generasi yang cerdas

2. Bagi Bidan
Agar bisa memberikan pelayanan yang berkualitas seperti ANC sesuai standard,
kunjungan rumah, asuhan persalinan, nifas dan bayi baru lahir sesuai standar

19
20

Anda mungkin juga menyukai