Anda di halaman 1dari 82

DETERMINAN KEJADIAN PRE-EKLAMPSIA

(MONOGRAF)

Dr. Ns. ANITA, M. Kep., Sp. Mat

Dr. APRINA, SKp., M. Kes

Ns. TITI ASTUTI, S. Kep., M. Kep., Sp. Mat

CV. SCIENCE TECHNO DIRECT

Determinan kejadian pre eklampsia | i


Determinan kejadian pre eklampsia
(Monograf)
Dr. Ns. ANITA, M. Kep., Sp. Mat; Dr. APRINA, SKp., M. Kes ; Ns. TITI
ASTUTI, S. Kep., M. Kep., Sp. Mat
Copyright © 2023 by Penulis

Diterbitkan oleh:

CV. Science Techno Direct


Perum Korpri Pangkalpinang

Editor : Dr. Ns. Anita, M. Kep., Sp. Mat

Terbit: Oktober, 2023


ISBN: 978-623-8379-16-3

Hak Cipta dilindungi undang-undang


Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dengan bentuk
dan cara apa pun tanpa izin tertulis dari penerbit.
.

D e t e r m i n a n k e j a d i a n p r e e k l a m p s i a | ii
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Tuhan yang maha kuasa, yang telah memberikan
rahmat Nya sehingga buku Monograf dengan Judul Determinan Kejadian Pre-
Eklampsia dapat terselesaikan. Buku ini memberikan pemahaman pada
pembaca tentang faktor-faktor-risiko Pre-eklampsia, sehingga membantu
ibu hamil dalam upaya mencegah terjadinya pre-eklampsia pada masa
kehamilan dan upaya penatalaksanaan jika terjadi pre-eklampsia pada masa
kehamilan. Materi dalam buku ini meliputi fisiologi kehamilan, konsep pre-
eklampsia dan hasil penelitian tentang Pre-eklampsia.
Penulis meyakini bahwa dalam pembuatan buku ini masih jauh dari
sempurna, Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun guna penyempurnaan buku ini di masa yang akan datang, Akhir
Kata, penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penulisan buku ini, baik secara langsung maupun
tidak langsung.

Bandar Lampung, September 2023


Penyusun

J u d u l B u k u | iii
Daftar Isi

Kata Pengantar ............................................................. iii


Daftar Isi ..................................................................... iv
BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................... 1

BAB II FISIOLOGI KEHAMILAN ................................................ 5

BAB III KONSEP PRE-EKLAMPSIA ........................................... 25

BAB IV PENELITIAN ILMUWAN TENTANG DETERMINAN KEJADIAN PRE


EKLAMPSIA ................................................................. 41

BAB V SIMPULAN DAN SARAN.......................................... 67

DAFTAR PUSTAKA ............................................................ 69

D e t e r m i n a n k e j a d i a n p r e e k l a m p s i a | iv
BAB 1 PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan Pemasalahan Pre-Eklampsia, tujuan dan


manfaat, serta ruang lingkup buku.

A. Permasalahan Pre Eklampsia


Penyebab kematian ibu secara global antara lain disebabkan
preeklampsia, 10% ibu hamil di seluruh dunia mengalami
preeklampsia, dan menjadi penyebab 76.000 kematian ibu dan 500.000
kematian bayi setiap tahunnya. Berdasarkan penelitian USAID (2016),
sebanyak 99% kematian ibu hamil berkaitan dengan negara dengan
pendapatan ekonomi rendah dan menengah. Penyebab kematian ibu
terbanyak di Indonesia terjadi akibat hipertensi/Pre-Eklampsia/
eklamsia, perdarahan, dan infeksi. Preeklamsia merupakan penyebab
kematian ibu pertama di Indonesia sebesar 33% (Kementerian
Kesehatan, 2021).

Determinan kejadian pre eklampsia | 1


Provinsi Lampung tahun 2020 merupakan provinsi dengan Angka
Kematian ibu (AKI) 115/100.000 Kelahiran. Tertinggi di Kabupaten
Tanggamus AKI sebesar 818 orang (87,99/100.000 KH). Penyebab
utamanya adalah perdarahan yang diikuti dengan eklampsia (Renstra
Dinas Kesehatan Lampung, 2019-2024).
Penyebab preeklamsia belum diketahui secara pasti sehingga
disebut dengan “penyakit teori”. Beberapa faktor yang mempengaruhi
terjadinya preeklampsia adalah usia ibu >35 tahun, nulipara, jarak antar
kehamilan, riwayat pre-eklampsia sebelumnya, riwayat keluarga
dengan pre-eklampsia, kehamilan ganda, obesitas sebelum hamil dan
Indeks Massa Tubuh (IMT) pertama kali. ANC, riwayat penyakit
(diabetes, ginjal, hipertensi) (POGI, 2016). Penelitian yang dilakukan
oleh Sepriadi, dkk (Sepriadi, 2017) menyatakan bahwa terdapat
hubungan antara riwayat keluarga dengan pre-eklampsia/eklampsia
dengan kejadian pre-eklampsia dan eklampsia pada ibu hamil di RSUD
Dr. Hi. Abdul Moeloek Provinsi Lampung serta faktor lain seperti
status reproduksi, riwayat kesehatan, distensi rahim yang berlebihan
dan faktor pola makan.
Penelitian, Yenie, H (2019) tentang faktor yang berhubungan
dengan kejadian preeklampsia di salah satu rumah sakit di Provinsi
Lampung, hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 15 orang ibu hamil
dengan kehamilan ganda, 1 orang (6,7%) mengalami preeklampsia
ringan, dan 14 orang (93,3%) mengalami preeklamsia berat, begitu pula
penelitian Aprina (2016) yang menyebutkan faktor terjadinya

Determinan kejadian pre eklampsia | 2


preeklamsia ringan antara lain berat badan, kehamilan ganda, riwayat
preeklamsia, riwayat ANC, riwayat hipertensi. Dan faktor yang paling
dominan berhubungan dengan kejadian preeklamsia ringan di Wilayah
Kerja Puskesmas Rawat Inap Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran
adalah riwayat ANC.
Kabupaten Tanggamus merupakan daerah dengan kejadian pre-
eklampsia tertinggi di Lampung, termasuk dalam lima besar di Provinsi
Lampung. Dilaporkan kematian ibu per 11.084 kelahiran disebabkan
oleh perdarahan, infeksi dan eklamsia/preeklampsia. Urgensi dan
kaitannya dengan skema Penelitian ini merupakan penelitian dasar
untuk mengetahui faktor risiko preeklampsia. Perbedaan penelitian ini
dengan penelitian terdahulu adalah peneliti melakukan penelitian yang
mendalam dan komprehensif mengenai seluruh faktor terjadinya pre-
eklampsia, yang mana penelitian ini akan dilanjutkan sebagai upaya
pengembangan ilmu kesehatan. reproduksi dan adaptasi perkembangan
teknologi, serta penelitian dasar yang menghasilkan teori, metode atau
prinsip kebijakan baru yang digunakan untuk pengembangan ilmu
pengetahuan sehingga dapat menjadi langkah awal penelitian terapan
selanjutnya sesuai dengan Rencana Strategis dan keunggulan
penelitian.

Judul Buku | 3
B. Tujuan dan Manfaat
Tujuan penulisan buku monograf ini adalah untuk meningkatkan
pengetahuan dan wawasan pembaca tentang determinan kejadian
preeklamsia yang berisi konsep fisiologi kehamilan, konsep
preeklamsia, dan hasil penelitian factor risiko pre-eklampsia.
Secara khusus buku monograf ini menjelaskan faktor pengaruh
umur, pendidikan, pekerjaan, paritas, jarak kehamilan, IMT, obesitas,
riwayat penyakit kronis, pola makan, aktivitas fisik, kebiasaan
merokok, status gizi, kunjungan ANC, dukungan keluarga, status
ekonomi, pengetahuan dan sikap terhadap kejadian pre-eklampsia..
Manfaat penulisan buku monograf ini yaitu menjelaskan
beberapa pemahaman tentang pre-eklampsia faktor risiko preeklamsia
pada ibu hamil serta pencegahannya sehingga pembaca mengetahuai
dan meningkatkan peran serta keluarga dan masyarakat dalam
menurunkan angka pre-eklamsia dan meningkatkan derajat kesehatan
pada ibu hamil.
C. Ruang Lingkup
Buku ini membahas tentang Determinan Kejadian Pre-
Eklampsia. Pada bab 1 akan diuraikan tentang permasalahan
preeklamsia, tujuan, manfaat dan rung lingkup, bab 2 akan
diuraikan tentang fisiologi kehamilan, bab 3 akan diuraikan
tentang konsep pre-eklampsia, bab 4 akan diuraikan tentang
penelitian determinan preeklamsia

Determinan kejadian pre eklampsia | 4


BAB II FISIOLOGI KEHAMILAN

Pada bab ini menguraikan tentang fisiologi kehamilan yang terdiri


dari anatomi organ reproduksi, pembuahan, nidasi, plasentasi,
perubahan anatomi dan fisiologi kehamilan, diagnosis kehamilan,
pembagian usia kehamilan, tanda dan gejala kehamilan dan perubahan
psikologis pada ibu hamil.

A. Anatomi Organ Reproduksi


Saifuddin, A.B (2016) menjelaskan organ reproduksi
perempuan terbagi menjadi organ genitalia interna dan eksterna.
Organ genitalia eksterna meliputi seluruh bagian yang terlihat mulai
dari pubis sampai perineum (mons veneris, labia mayora, labia
minora, hymen, vestibulum, muara uretra, muara kelenjar skene dan
kelenjar bartolini. Organ genitalia interna meliputi vagina, uterus,
tuba palopii, dan ovarium.
Vagina, berukuran 6-10 cm, vagina merupakan organ
penghubung antara introitus vagina dan uterus. Bagian dalam
berlipat-lipat (columna rugarum), lipatan ini memungkinkan vagina
dapat melebar sebagaimana fungsinya menjadi bagian lunak jalan

Judul Buku | 5
lahir. Pada kehamilan terdapat hipervaskularisasi lapisan jaringan
vagina sehingga tampak kebiruan yang disebut dengan livide.
Dalam kehamilan laktobasilus dalam vagina dan mikro organisme
an aerob meningkat dan berisiko terjadinya infeksi.
Uterus, Ukuran sebesar telur ayam dan berongga, panjang 7-
7,5 cm, lebar atas 5,25 cm dan tebal 2,5 cm, tebal dinding uteris
1,25 cm. Letak uterus fisiologis adalah anteversiofleksio. Uterus
terdiri dari fundus uteri, korpus uteri dan serviks uteri. Korpus uteri
adalah bagian terbesar uterus dan mempunyai fungsi utama sebagai
tempat janin berkembang. Rongga pada korpus uteri disebut kavum
uteri (rongga rahim). Lapisan otot uterus terdiri dari lapisan otot
bagian dalam (endometrium) berupa otot polos berbentuk sirkular,
di tengah (miometrium) berbentuk otot oblik dan bagian luar
(perimetrium) berbentuk longitudinal. Berbagai bentuk otot ini
penting dalam proses persalinan, karena sesudah plasenta lahir, otot
lapisan ini berkontraksi kuat dan menjepit pembuluh-pembuluh
darah yang terbuka, sehingga perdarahan menjadi berhenti. Serviks
uteri terdiri dari pars vaginalis servisis uteri dinamakan porsio, pars
supravaginalis servisis uteri yaitu bagian serviks yang berada di atas
vagina. Uterus terapung dalam rongga pelvis, namun terfiksasi
jaringan ikat dan ligamenta yang menyokongnya. Ligamentum
kardinal yang menjaga uterus tidak turun, ligamentum sakro uterina
yang menahan uterus untuk tidak bergerak, ligamentum rotundum
yang menahan uterus dalam antefleksi, ligamentum latum yang

Determinan kejadian pre eklampsia | 6


mmfiksasi uterus, dan ligamentum infundibulum-pelvikum yang
menahan tuba palopii.
Tuba Falopii, terdiri dari pars interstisialis yaitu bagian yang
menyatu dengan diding uterus, pars ismika, pars ampularis dan
infundibulum yang memiliki fimbria. Otot dinding tuba dari luar ke
dalam terdiri dari otot longitudinal dan sirkular, bagian dalam
terdapat selaput yang berlipat-lipat dengan sel-sel yang bersekresi
dan bersilia. Tuba falopii berfungsi untuk menyalurkan telur atau
hasil konsepsi ke arah kavum uteri dengan arus yang ditimbulkan
oleh getaran rambut silia.
Ovarium, terdapat dua indung telur kiri dan kanan, berukuran
kurang lebih sebesar ibu jari tangan dengan ukuran kira-kira 4 cm,
lebar dan tebal sekitar 1,5 cm. Diperkirakan perempuan memiliki
100.000 folikel primer, tiap bulan akan keluar satu folikel, kadang-
kadang dua folikel, yang akan menjadi folikel de graaf, yang berisi
likuor follikuli, mengandung estrogen dan siap berovulasi. Ovulasi
follikel yang matang akan mendekati ovarium pecah dan
melepaskan ovum, sel-sel granulosa yang melekat pada ovum dan
membentuk korona radiata bersama ovum ikut dilepas, sebelum
dilepas ovum mengalami dua tahap pematangan agar dapat dibuahi.
Setelah ovulasi sel-sel stratum granulosum di ovarium
berproliferasi ke bekas tempat ovum dan likuor follikuli, demikian
juga jaringan ikat dan pembuluh darah disitu. Biasanya timbul

Judul Buku | 7
perdarahan sedikit, sehingga folikel berwarna merah (korpus
rubrum). Selanjutnya korpus rubrum menjadi korpus luteum. Jika
tidak ada pembuahan ovum, sel-sel yang besar akan mengecil dan
menjadi atrofik, sedangkan jaringan ikatnya bertambah. Korpus
luteum lambat laun menjadi korpus albikan. Jika pembuahan terjadi
korpus luteum tetap ada dan semakin besar sampai mempunya
diameter 2,5 cm pada kehamilan 4 bulan, dan tetap memproduksi
hormon estrogen dan hormon progesteron.

B. Pembuahan, Nidasi dan Plasentasi


Untuk terjadinya kehamilan harus ada spermatozoa, ovum,
konsepsi dan nidasi hasil konsepsi. Saifuddin A.B (2016) menjelaskan
terkait pembuahan, nidasi dan plasentasi sebagai berikut.
Pembuahan, ovum yang dilepas disapu oleh mikrofilament-
mikrofilament fimbria indundibulum ke arah medial tuba. Ovum
dilingkari zone pelusida dan sel-sel korona radiata. Selama perjalanan
menuju ampula tuba korona radiata berkurang, sehingga hanya dilapisi
zona pelusida menunggu terjadinya proses pembuahan. Spermatozoa
ditumpahkan berjuta-juta ke forniks vagina pada waktu koitus, hanya
beberapa ratus yang sampai ampula tuba, dan hanya satu spermatozoa
yang dapat menembus dinding ovum, karena diduga memiliki
hialuronidase.
Fertilisasi (pembuahan) adalah penyatuan ovum dan sperma yang
biasanya terjadi di ampula tuba. Pada saat spermatozoa menembus zona

Determinan kejadian pre eklampsia | 8


pelusida terjadi reaksi korteks ovum. Granula korteks di ovum (oosit
sekunder) berfusi dengan membran plasma sel, sehingga enzim di
dalam granula-granula dikeluarkan secara eksositosis ke zona pelusida.
Sehingga glikoprotein di zona pelusida berkaitan satu sama lain
membentuk suatu materi yang keras dan tidak dapat ditembus oleh
spermatozoa lain. Spermatozoa yang menembus vitelus kehilangan
nukleusnya, sehingga tinggal pronukleusnya, sedangkan ekor dan
mitokondrianya berdegenerasi. Itulah sebabnya mitokondria pada
manusia berasal dari ibu. Masuknya spermatozoa ke vitelus
membangkitkan nukleus ovum yang dalam metafase selanjutnya
membelah (meiosis kedua). sesudah anafase timbul telofase dan benda
kutub menuju ruang perivitelina. Pronukleus ovum dan spermatozoa
masing-masing mempunyai jumlah kromosom yang haploid.
Pronukleus ovum dan spermatozoa saling mendekati dan bersatu
membentuk zigot. Manusia tersusun 46 kromosom, terdiri dari 44
kromosom otosom dan 2 kromosom kelamin. Beberapa jam setelah
pembuahan terjadi, mulailah pembelahan zigot. Hal ini berlangsung
karena sitoplasma ovum mengandung banyak zat asam amino dan
enzim. Setelah tiga hari terbentuk kelompok sel yang sama besarnya
yang disebut dengan morula. Energi untuk pembelahan dini diperoleh
dati vitelus sehingga seluruh ovum terisi morula. Zona pelusida tetap
utuh, dengan ukuran yang sama menuju pars ismika dan pars interstisial

Judul Buku | 9
tuba dan menuju kavum uteri, gerakan telur ini disebabkan getaran silia
pada permukaan tuba dan kontraksi tuba.

Nidasi, pada hari ke empat konsepsi masuk stadium blastula


(Blastocyst), suatu bentuk bagian luar telur terdapat tropoblast dan di
bagian dalamnya disebut massa inner cell. Massa inner sell membentuk
janin dan tropoblast membentuk plasenta. Blatokista diselubungi
tropoblast. Tropoblast berperan melakukan nidasi pada dinding
endometrium, produk hormon kehamilan, proteksi imunitas janin,
peningkatan aliran darah maternal ke dalam plasenta dan kelahiran
bayi. Sejak tropoblast terbentuk mulailah produksi hormon human
chorionic gonadotropin (hCG) dimulai. Yang menandakan
endometriom siap menerima implantasi embrio.
Ropoblast menghancurkan dan mencairkan jaringan
endometrium di masa sekresi sel-sel desidua, Sel-sel desidua
mengandung lebih banyak glikogen, trofoblast mempunyai
kemampuan invasif yang kuat, di sisi lain endometrium mengentrol
invasi trofoblast dengan mengontrol invasi trofoblast dengan
mensekresi faktor inhibitor cytokines dan protease. Keberhasilan nidasi
dan plasentasi normal adalah keseimbangan proses tropoblast dan
endometrium. Invasi tropoblast diatur kadar hCG. Sinsinsisiotropoblast
menghasilkan hCG yang mengubah sitotrofoblast menyekresi hormon
non invasif, trofoblast yang mendekati endometrium menghasilkan
kadar hCG yang semakin rendah, dan membuat trofoblast

D e t e r m i n a n k e j a d i a n p r e e k l a m p s i a | 10
berdiferensiasi sel sel menghasilkan protein perekat plasenta yaitu
trophouteronectin. Tropoblast-tropoblast bermigrasi ke dalam
endometrium dan miometrium akan menghasilkan protease dan
memfasilitasi proses invasi ke dalam jaringan maternal. Kelainan dalam
optimalisasi aktivitas tropoblast dalam proses nidasi akan berlanjut
dengan berbagai penyakit dalam kehamilan. Apabila invasi tro[osblast
ke arteri spiralis maternal lemah atau tidak terjadi, maka arus darah
uteroplasenta rendah dan menimbulkan sindrom pre-eklampsia.
Kondisi ini juga menginduksi plasenta menyekresi substansi vaso aktif
yang memicu hipertensi maternal. Kenaikan tekanan darah ibu dapat
merusak arteri spiralis dan tersumbat, sehingga infark plasenta. Invasi
tropoblast yang tidak terkontrol akan menimbulkan penyakit
gestasional seperti mola hidatidosa dan koriokarsinoma. Tropoblast
menghasilkan hCG, produksi hCG meningkat sampai hari ke 60
kehamilan, yang kemudian turun lagi. Tropoblast mempengaruhi
corpus luteum untuk tetap menghasilkan hormon progesteron sampai
plasenta cukup menghasilkan progesteron sendiri. Blastokis akan
mudah masuk ke dalam desidua, yang selanjutnya menutup kembali.
Terkadang proses nidasi menimbulkan perdarahan sedikit yang disebut
tanda Hartman. Blastokist di bagian inner sell mast di tempat nidasi
pada desidua membentuk plasenta dan terdapatlah tali pusat. Jika telah
terjadi nidasi, barulah disebut terjadi kehamilan.

J u d u l B u k u | 11
Selanjutnya hasil konsepsi bertumbuh dan berkembang ke
dalam endometrium. Mulailah terjadi differensiasi sel-sel blastokista.
Sel-sel yang lebih kecil membentuk entoderm dan yolk sac, sedangkan
sel-sel yang lebih besar menjadi ektoderm membentuk ruang amnion.
Pertumbuhan embrio terjadi dari embryonal plate, body stalk menjadi
tali pusat, yolk sac dan alantois tidak tumbuh dan sisanya menyatu di
tali pusat. Tali pusat terdiri dari jaringan lembek, selei wharton yang
melindungi 2 arteri umbilikus dan satu vena umbilikalis. Tali pusat
terhubung menjadi satu sistem kardiovaskuler janin dengan plasenta.
Sistem kardiovaskuler janin terbentuk pada minggu ke 10,
organogenesis diperkirakan pada minggu ke 12 dan dilanjutkan ke masa
fetal dan perinatal.

Plasentasi, Setelah nidasi embrio, maka plasentasi dimulai,


plasentasi dimulai sampai usia 12-18 minggu setelah fertilisasi.
Dalam dua minggu perkembangan hasil konsepsi, trofoblast
melakukan penetrasi ke pembuluh darah endometrium. Tiga minggu
pasca fertilisasi sirkulasi darah janin dini dapat di identifikasi dan
dimulai pembentukan vili khorialis, yang dipenuhi darah maternal yang
dipasok oleh arteri spiralis yang dikeluarkan vena uterina. Vili khorialis
ini yang akan tumbuh menjadi plasenta.
Darah ibu dan darah janin dipisahkan oleh dinding pembuluh
darah janin dan lapisan khorion. Jika sel desidua tidak dapat
dihancurkan oleh tropoblast dan sel ini membentuk lapisan fibrinoid

D e t e r m i n a n k e j a d i a n p r e e k l a m p s i a | 12
yang disebut lapisan nitabuch. Ketika proses persalinan plasenta
terlepas dari dinding endometrium lapisan nitabuch ini .

C. Perubahan Anatomi dan Fisiologi kehamilan


Perubahan anatomi dan fisiologi selama kehamilan telah
dimulai sejak terjadinya fertilisasi. Perubahan tersebut meliputi
perubahan uterus, serviks, ovarium, vagina, kulit, payudara, sistem
kardiovaskular, traktus digestivus, traktus urinarius, sistem endokrin
dan sistem muskulo skeletal.
Uterus, Selama kehamilan uterus akan berubah menjadi organ
yang mampu menampung janin, plasenta, cairan amnion, sehingga
berat rahim berubah menjadi rata -rata seberat 1100 gram. Pada
trimester pertama uterus akan mengalami kontraksi yang tidak teratur
dan tidak disertai nyeri. Pada trimester kedua kontraksi dapat dideteksi
dengan pemeriksaan bimanual. Pada trimester ketiga akhir, kontraksi
ini akan meningkat pada satu atau dua minggu sebelum persalinan. Pada
akhir kehamilan kontraksi ini akan menyebabkan ketidaknyamanan dan
kontraksi ini dianggap sebagai persalinan palsu.
Serviks, setelah konsepsi akan menjadi lunak dan kebiruan.
Perubahan ini terjadi karena penambahan vaskularisasi dan edema,
serta terjadi hiperplasia dan hipertrofi pada seluruh serviks. Pada
kehamilan aterm, terjadi penurunan konsentrasi kolagen. Delusi dalam
keadaan menyebar (dispersi) dan teremodel menjadi serat serabut yang

J u d u l B u k u | 13
terdispersi, konsentrasi air meningkat, menyebabkan melunaknya
serviks.

Ovarium, proses ovulasi selama kahamilan terhenti, korpus


luteum graviditatum tetap menghasilkan progesteron sampai usia
kehamilan 6-7 minggu, termasuk produksi hormon relaksin yang
dihasilkan oleh korpus luteum, desidua, plasenta dan hati. Hal ini
menyebabkan rahim tenang selama kehamilan.
Vagina dan Perineum, peningkatan vaskularisasi dan hiperemia
terlihat jelas pada otot perineum dan vulva, vagina berwarna keunguan
yang dikenal dengan tanda chadwick. Peningkatan volume sekresi
vagina, berwarna keputihan, menebal, Ph 3,5-6, peningkatan produksi
asam laktat glikogen yang dihasilkan epitel vagina sebagai aksi
lactobaccilus acidophilus.
Kulit, kulit perut berubah menjadi merah kusam, termasuk
payudara dan kulit paha, perubahan ini disebut striae gravidarum. Pada
multipara striae gravidarum menjadi berwarna perak dan merupakan
sikatrik kehamilan sebelumnya.Garis pertengahan perut menghitam
kecoklatan disebut linea nigra, pada wajah dan leher kulit berwarna
lebih gelap disebut chloasma gravidarum. Areola mammae juga terjadi
hiperpigmentasi. Perubahan ini dihasilkan dari cadangan melanin
daerah epidermal dan dermal , estrogen dan progesteron diketahui
mempunyai peran dalam melagonesis dan diduga menjadi penyebab
meningkatnya melanin.

D e t e r m i n a n k e j a d i a n p r e e k l a m p s i a | 14
Payudara, menjadi lebih lunak dan bertambah ukurannya, areola
menghitam, kolostrum diproduksi setelah satu bulan pertama,
sedangkan ASI diproduksi jika hormon prolaktin telah diproduksi.
Perubahan metabolik, selama kehamilan rata-rata penambahan
berat badan sebesar 12,5 kg. Saat aterm lebih kurang 3,5 liter air berasal
dari janin, plasenta dan cairan amnion, sedangkan 3 liter lainnya berasal
dari akumulasi penambahan volume cairan ibu, uterus dan payudara.
Selama kehamilan ibu akan menyimpan 30 g kalsium untuk
pertumbuhan janin. Kebutuhan zinc diperlukan untuk pertumbuhan
janin, asam folat dibutuhkan untuk pembelahan sel dalam sintesis
DNA/RNA. Defisiensi asam folat dapat menyebabkan anemia, diduga
menjadi penyebab neural tube defect, sehingga ibu hamil dianjurkan
mendapat asupan asam folat0,4 mg/hari sampai usia kehamilan 12
minggu.
Sistem kardiovaskuler, pada minggu ke 5 cardiac output akan
meningkat perubahan ini terjadi untuk mengurangi resistensi sistemik.
Minggu ke 10-20 terjadi peningkatan plasma sehingga terjadi pre load.
Peningkatan estrogen dan progesteron juga akan menyebabkan
terjadinya vasodilatasi dan peurunan resistensi vaskuler perifer.
Volume darah meningkat secara progresif minggu ke 6-8, dan
puncaknya pada minggu ke 32-34, volume plasma meningkat sekitar
40-45%.

J u d u l B u k u | 15
Sistem respirasi, Selama kehamilan sirkumferensia torak akan
bertambah lebih kurang 6 cm, tetapi tidak mencukupi penurunan
kapasitas residu fungsional paru-paru karena pengaruh diafragma naik
lebih kurang 4 cm selama kehamilan.perubahan ini mencapai
puncaknya pada minggu ke 37 dan kembali seperti sediakala dalam 24
minggu setelah persalinan.
Traktus Digestivus, semakin besarnya uterus, akan menggeser
lambung dan usus. Penurunan motilitas usus dan penurunan sekresi
asam hidroklorid dan peptin di lambung sehingga menimbulkan
heartburn yang disebabkan refluks asam lambung ke esofagus bawah
sebagai perubahan posisi lambung dan menurunnya tonus spingter
esofagus bagian bawah. Mual terjadi akibat penurunan asam
hidroklorid dan penurunan motilitas, serta konstipasi akibat penurunan
motilitas usus besar. Gusi menjadi lebih hiperemis dan lunak sehingga
dengan trauma sedang dapat menyebabkan perdarahan.
Traktus Urinarius, pada bulan pertama kehamilan ibu akan
sering berkemih, karena kandung kemih tertekan akibat pembesaran
uterus. Keadaan ini akan hilang jika uterus telah keluar dari rongga
panggul. Dan pada akhir kehamilan akan terjadi kembali karena kepala
janin sudah turun dan memasuki rongga panggul dan menekan kandung
kemih. Fungsi renal akan mengalami peningkatan creatinin clearance
lebih tinggi 30%.
Sistem Endokrin, kelenjar tiroid akan mengalami pembesaran
15 ml saat persalinan akibat dari hiperplasia kelenjar dan vaskularisasi.

D e t e r m i n a n k e j a d i a n p r e e k l a m p s i a | 16
Pengaturan konsentrasi kalsium berhubungan dengan magnesium,
fosfat, paratiroid, vitamin D dan kalsitonin. Gangguan pada salah satu
faktor ini akan akan menyebabkan perubahan pada yang lainnya.
Sistem muskulo skeletal, lordosis progresif akibat kompensasi
pembesaran uterus ke posisi anterior, lordosis menggeser pusat daya
berat ke belakang ke arah dua tungkai. Sendi sakroiliaka, sakrokoksigis
dan pubis akan meningkat mobilitasnya, diperkirakan karena pengaruh
hormonal. Mobilitas mengakibatkan perubahan sikap tubuh ibu dan
menyebabkan perasaan tidak nyaman terutama pada bagian bawah
punggung.

D. Diagnosis Kehamilan
Kehamilan didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan
spermatozoa dan ovum, dilanjutkan dengan nidasi dan implantasi.
(Saifudin A.B., 2016 h. 2013). Kehamilan merupakan proses
melanjutkan keturunan yang terjadi secara alami dan lamanya hamil
normal adalah 280 hari atau 40 minggu dihitung dari haid pertama
haid terakhir (HPHT) (Fatimah, 2019). Penegakan diagnosis
kehamilan dengan kemampuan mengenali perubahan fisiologik
terkait proses kahamilan dan perubahan hormonal, serta kondisi
patologik. Kemampuan tersebut akan memudahkan

J u d u l B u k u | 17
penolong/petugas kesehatan dapat mengambil keputusan sehingga
penatalaksanaan menjadi optimal pada kahamilan, persalinan dan
nifas.
E. Pembagian Usia Kehamilan
Usia kehamilan dibagi menjadi 3, yaitu :
1. Kehamilan Trimester pertama (sebelum 12 mg)
2. Kehamilan Trimester kedua (13 -27 mg)
3. Kehamilan Trimester ketiga (28 – 40 mg) (Saifudin, A.B, 2016,
hal. 214)
F. Tanda dan Gejala Kehamilan
Secara umum tanda kehamilan dibagi menjadi 3 yaitu tanda
tidak pasti, tanda kemungkinan hamil, tanda pasti hamil misalnya:
1. Tanda Tidak Pasti Kehamilan
a. Amenore (tidak dapat haid). Wanita harus mengetahui
tanggal haid pertama haid terakhir (HPHT) agar staf
kesehatan dapat menaksir usia kehamilan dan tafsiran 6
tanggal persalinan (TTP), yang dihitung dengan rumus dari
Naegle.
b. Mual dan muntah (nause and vomiting). Biasannya terjadi
pada bulan – bulan pertama kehamilan hingga akhir
triwulan pertama. Mual dan muntah sering terjadi pada pagi
hari sehingga disebut morning sickness.

D e t e r m i n a n k e j a d i a n p r e e k l a m p s i a | 18
c. Mengidam (ingin makan makanan tertentu). Ibu hamil
sering meminta makanan atau minuman tertentu, terutama
pada triwulan pertama.
d. Tidak tahan mencium bau – bauan tertentu.
e. Pingsan bila berada ditempat ramai dan sesak bisa pingsan
f. Tidak ada selera makan (anoreksia). Hanya berlangsung
pada triwulan pertama kehamilan pertama kehamilan,
kemudian nafsu makan akan timbul kembali.
g. Letih.
h. Payudara membesar, tegang dan sedikit nyeri. Kondisi ini
disebabkan pengaruh estrogen dan progesteron yang
merangsang duktus dan alveoli payudara , sehingga
kelenjar mentogomery terlihat membesar.
i. Sering miksi hal ini disebabkan karena kandung kemih
yang tertekan oleh rahim yang membesar. Gejala ini akan
hilang pada triwulan kedua kehamilan pada akhir periode
gejala kan muncul kembali karena tertekan oleh kepala
janin.
j. Konstipasi/obtipasi. Kondisi ini disebabkan oleh tonus otot
usus yang melemah karena pengaruh hormon steroid.
k. Pigmentasi kulit. Hal ini dipengaruhi oleh hormon
kortikosteroid plasenta dan sering dijumpai dimuka
(cholasma gravidarum) dandinding perut.

J u d u l B u k u | 19
l. Varises (penekanan vena). Dapat terjadi pada kaki, betis
dan vulva biasanya dijumpai pada triwulan akhir
(Mangkuji, 2014).
2. Tanda – tanda kemungkinan Hamil Tanda tidak pasti
kehamilan dapat ditentukan oleh :
a. Perut membesar
b. Uterus membesar, terjadi perubahan bentuk dan kosistensi
rahim
c. Tanda hegar, yakni perlunakan ismus yang memanjang
d. Tanda Chadwick, yakni vulva dan vagina tampak kebiruan
e. Tanda Piscaseck, yakni bentuk rahim yang tidak sama
f. Kontraksi rahim bila dirangsang
g. Teraba ballottment
3. Tanda Pasti Kehamilan
a. Gerakan janin dalam rahim
b. Terlihat/teraba gerakan janin dan teraba bagian-bagian
janin
c. Denyut jantung janin. Terdengar menggunakan stetoskop,
laenec, alat kardiotokografi, alat Doppler. Dilihat dengan
ultrasonografi. Pemeriksaan dengan alat canggih yaitu
USG untuk melihat janin
d. Terlihat tulang-tulang janin dalam foto rontgen.
4. Keluhan Kehamilan Pada Trimester III
Hal yang mendasari ketidaknyamanan trimester III :

D e t e r m i n a n k e j a d i a n p r e e k l a m p s i a | 20
a. Pertambahan ukuran uretrus akibat perkembangan janin
dan plasenta serta turunnya kepala pada rongga panggul
menimbulkan pengaruh pada sistem organ maternal. Hal
tersebut menjadi dasar timbulnya ketidaknyamanan
trimester III.
b. Pada trimester III progesteron mengalami peningkatan dan
stabil hingga 7 kali lebih tinggi dari masa sebelum hamil.
c. Penantian dan persiapan akan persalinan mempengaruhi
psikologi ibu. Ibu merasa khawatir terhadap proses
persalinan yang akan dihadapinya, keadaan bayi saat
dilahirkan sehingga dukungan pendamping sangat
dibutuhkan (Irianti, 2014.).
G. Perubahan psikologis pada ibu hamil
Kondisi psikologis ibu melibatkan emosi dan persiapan
intelektual, pengalaman tentang bayi sebelumnya, kebiasaan adat
dan dukungan dari orang terdekat pada kehidupan ibu. Keinginan
persalinan untuk melihat bayinya sama dengan dengan ketakutan
akan keselamatan saat melahirkan (Lailiyana 2012). Perubahan –
perubahan psikologis yang terjadi antara lain:
1. Banyak wanita yang merasakan kegairahan dan kegembiraan
di saat merasakan kesakitan pertama menjelang kelahiran
bayinya. Perasaan positif yang berupa kelegaan hati, seolah-

J u d u l B u k u | 21
olah pada saat itu terjadi suatu “realistis kewanitaan” sejatinya
muncul rasa bangga melahirkan atau memproduksi anaknya.
2. Wanita dalam proses kelahiran bayinya merasa tidak sabar
mengikuti irama naluriah dan mau mengatur sendiri dan
menolak nasehat- nasehat dari luar, mempunyai sikap yang
berlebihan dan melawan ketakutan dan rasa cemas menjelang
kelahirannya. Jika wanita yang pasif atau menyerah, keras
kepala, dan tidak bersedia memberikan partisipasi sama sekali
maka sikap ini dapat memperlambar proses pembukaan dan
pendataran servik dan juga mengakibatkan his menjadi sangat
lemah bahkan berhenti secara total dan proses kelahiran
menjadi terhambat dan harus diakhiri dengan pembedahan
sesar.
3. Wanita mungkin menjadi takut dan khawatir jika dia berada
pada lingkungan yang baru/asing dan diberi obat, lingkungan
rumah sakit yang tidak menyenangkan, tidak mempunyai
otonomi sendiri, kurang perhatian. Beberapa wanita
menganggap persalinan tidak realistis sehingga mereka merasa
gagal dan kecewa.
4. Pada ibu primigravida sering khawatir/cemas karena
pengalaman pertamanya dalam proses kehamilan. Suami
memberikan dukungan dan perhatian untuk menghindari
kekhawatiran tersebut. Beberapa wanita menjadi kuat dan
mampu melalui proses persalinan dengan dukungan dari suami,

D e t e r m i n a n k e j a d i a n p r e e k l a m p s i a | 22
perhatian suami merupakan hal paling dasar menjadi
kebutuhan wanita dan berpengaruh terhadap apa yang mereka
lakukan bagi bayi mereka

J u d u l B u k u | 23
D e t e r m i n a n k e j a d i a n p r e e k l a m p s i a | 24
BAB III KONSEP PRE-EKLAMPSIA

Pada bab ini akan menguraikan tentang konsep Pre-Eklampsia yang


terdiri dari Definisi, Etiologi, Patofisiologi, Kategori, dan manajemen
Pre-Eklampsia.
1. Definisi Preeklampsi
Pre eklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu
kehamilan disertai dengan protein uria. Eklampsia adalah pre
aklampsia yang disertai kejang-kejang dan atau koma. (Saifudin,
A.B. 2016, h. 531). Preeklampsia adalah kelainan khusus pada
kehamilan yang berpotensi menyebabkan morbiditas dan
mortalitas janin dan ibu. Ini ditandai dengan hipertensi dan
proteinuria yang signifikan dan umumnya terjadi setelah 20
minggu pertama kehamilan. Preeklampsia sekarang dianggap
sebagai sindrom (kumpulan tanda dan gejala yang dikenali
sebagai suatu kondisi) daripada penyakit yang dapatdidiagnosis
dengan tes khusus dan itu mempengaruhi organ dan sistem utama
secara progresif dan tidak dapat diprediksi (Tonasih &
Kumalasary, 2020).

J u d u l B u k u | 25
Preeklampsia merupakan kondisi spesifik pada
kehamilan yang ditandai dengan adanya disfungsi plasenta dan
respon maternal terhada adanya inflamasi sistemik dengan
aktivasi endotel dan koagulasi. Diagnosis Preeklampsia
ditegakkan berdasarkan adanya hipertensi dan proteinuria pada
kehamilan usia diatas 20 minggu. Edema tidak lagi dipakai
sebagai kriteris diagnostik karena sangat banyak ditemukan pada
wanita dengan kehamilan normal (Harini et al., 2018)
Preeklampsia adalah sindrom klinis pada masa kehamilan
setelah kehamilan20 minggu yang ditandai dengan peningkatan
tekanan darah (>140/90 mmHg) dan proteinuria (0,3 gram/hari)
pada wanita yang tekanan darahnya normal pada usia kehamilan
sebelum 20 minggu.

Preeklampsia merupakan penyakit sistemik yang tidak


hanya ditandai oleh hipertensi, tetapi juga disertai peningkatan
resistensi pembuluh darah, disfungsi endotel difus, proteinuria,
dan koagulopati. 20% wanita preeklampsia berat didapatkan.
sindrom HELLP (Hemolysis, Elevated Liver Enzyme, Low
Platelet Count) yang ditandai dengan hemolisis, peningkatan
enzim hepar, trombositopenia akibat kelainan hepar dan sistem
koagulasi. Angka kejadian sindrom HELLP ini sekitar 1 dari
1000 kehamilan. Sekitar 20% sindrom HELLP mengalami
koagulasi intravaskuler diseminata, yang memper buruk
prognosis baik ibu maupun bayi. Eklampsia merupakan jenis
D e t e r m i n a n k e j a d i a n p r e e k l a m p s i a | 26
preeklampsia berat yang ditandai dengan adanya kejang, terjadi
pada 3% dari seluruh kasus preeklampsia. Kerusakan otak pada
eklampsia disebabkan oleh edema serebri. Perubahan substansia
alba yang terjadi menyerupai ensefalopati hipertensi. Komplikasi
serebrovaskuler, seperti stroke danperdarahan serebri, merupakan
penyebab kematian terbesar pada eklampsia (Mustaghfiroh et al.,
2020).

Preeklampsia merupakan hipertensi dalam kehamilan


yang disertai dengan adanya proteinuria. Kadar protein urin ≥300
mg dalam 24 jam atau terbaca positif 2 (++) pada pengukuran urin
pancar tengah (midstream) dengan menggunakan dipstick. World
Health Organization (WHO) membagi preeklampsia-eklampsia
menjadi preeklampsia ringan, preeklampsia berat, superimposed
preeklampsia pada hipertensi kronik, dan eklampsia (Belay &
Wudad, 2019).

2. Faktor Risiko Pre-eklampsia

Faktor risiko untuk terjadinya hipertensi dalam


kehamilan meliputi:
a. Primigravida
b. Hiperplasentosis (mola hidatidosa, kehamilan multipel,
diabetes melitus, hidrops fetalis, bayi besar.
c. Umur yang ekstrim
J u d u l B u k u | 27
d. Riwayat keluarga pernah pre eklampsia/eklampsia
e. Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada
sebelum hamil
f. obesitas

Pada Preeklampsia tidak ada penyebab tunggal namun secara


umum dapatdiakibatkan oleh beberapa penyebab berikut (Latifi
et al., 2021):
a. Ketidakseimbangan dalam berbagai komponen prostaglandin
Defisiensi relatif atau absolut vasodilator prostaglandin (PGI2)
dari endotel vaskular dan peningkatan sintesis tromboksan
(TXA2), vasokonstriktorpoten pada trombosit.
b. Peningkatan kepekaan vaskular terhadap agen pressor
angiotensin-II. Aktivitas angiotensinase tertekan, mengikuti
proteinuria dengan eliminasiα2 globulin.
c. Nitrit oksida: Disintesis di endotel vaskular dan
syncytiotrophoblast dari L-arginine. Ini secara signifikan
melemaskan otot polos vaskular, menghambat agregasi
platelet dan mencegah trombosis intervillous. Kekurangan
oksida nitrat berkontribusi pada perkembangan hipertensi.
d. Endotelin-1: Endotelin-1 disintesis oleh sel endotel, dan
merupakan vasokonstriktor yang poten dibandingkan dengan
angiotensin-II. Endothelin-1 juga berkontribusipada penyebab
hipertensi.
e. Mediator inflamasi: Sitokin faktor nekrosis tumor (TNF-α),

D e t e r m i n a n k e j a d i a n p r e e k l a m p s i a | 28
interleukin (IL-6) dan lain-lain] yang berasal dari leukosit
yang diaktivasi menyebabkan cedera endotel.
f. Metabolisme lipid yang abnormal: Menghasilkan lebih banyak
stres oksidatif. Peroksida lipid, spesies oksigen reaktif (ROS)
dan radikal anion superoksida – menyebabkan cedera dan
disfungsi endotel. Aktivasi trombosit dan neutrofil, sitokin,
produksi radikal superoksida, dan kerusakan endotel berada
dalam lingkaran setan.
g. Ketidakseimbangan protein angiogenik dan antiangiogenik di
vaskular plasenta
Ada produksi berlebih dari dua faktor antiangiogenik dari
jaringan trofoblas. Kedua faktor antiangiogenik tersebut adalah:
Tirosin kinase I yang menyerupai fms (SFlt-1) endoglin larut.
SFlt-1 berikatan dengan VEGF dan faktor pertumbuhan mirip
plasenta (PLGF) dan menyebabkan disfungsi sel endotel.
3. Patofisiologi Preeklampsia
Hingga saat ini etiologi preeklampsia belum diketahui pasti.
Beberapa teori yang diduga berkaitan dengan kejadian
preeklampsia yaitu(Martadiansyah et al., 2019):
a. Iskemia plasenta, radikal bebas
b. General vasospasme
c. Abnormalitas hemostasis diikuti dengan aktivasi sistem
koagulasi

J u d u l B u k u | 29
d. Kerusakan endotel vaskular
e. Abnormalitas nitric oxide (NO) dan metabolisme lipid
f. Aktivasi leukosit
g. Perubahan sitokin yang berkaitan dengan resistensi insulin
h. Intoleransi imunologik antara ibu dan janin
i. Adaptasi kardiovaskuler genetik
j. Teori defisiensi gizi
k. Teori inflamasi
Plasenta menerima aliran darah dari beberapa arteri
uteroplasenta yang terbentuk dari migrasi interstitial dan
trofoblas endovaskular ke dinding arteriol spiralis. Perubahan ini
menyebabkan arteri uteroplasenta memiliki resistensi rendah,
tekanan rendah, dan aliran tinggi. Pada kehamilan normal,
trofoblas menginduksi perubahan pembuluh darah dari ruang
intervili hingga arteriol spiralis awal. Perubahan ini dua tahap,
yaitu konversi segmen desidua pada arteriol spiralisoleh migrasi
trofoblas endovaskular pada trimester pertama dan segmen
miometrium pada trimester kedua. Pada kehamilan dengan
preeklampsia, respons plasentasi pembuluh darah ibu tidak
adekuat. Perubahan pembuluh darah hanya ditemukan pada
segmen desidua arteri uteroplasenta, sedangkan segmen
miometrium arteriol spiralis terus menunjukkan karakteristik
muskuloelastiknya, sehingga sangat responsif terhadap pengaruh
hormon.

D e t e r m i n a n k e j a d i a n p r e e k l a m p s i a | 30
Kejadian iskemia plasenta yang menimbulkan gejala klinis
preeklampsia dikatakan berkaitan dengan produksi faktor
plasenta yang memasuki sirkulasi ibu, sehingga menyebabkan
disfungsi sel endotel. Plasenta menghasilkan protein, yaitu soluble
fms-like tyrosine kinase 1 (sFIt-1). Protein ini bekerja dengan
berikatan di reseptor vascular endothelial growth factor (VEGF)
serta placental like growth factor (PLGF). Jika kadar protein ini
meningkat dalam sirkulasi ibu, kadar VEGF dan PLFG bebas
menurun. Hal ini menyebabkan disfungsi sel endotel. Biasanya
kadar sFIt-1 meningkat di dalam serum ibu dan plasenta pada
preeklampsia dibandingkan kehamilan normal. Peningkatan
kadar sFIt-1 berkaitan dengan derajat penyakit. Pada kehamilan,
produksi prostanoid meningkat pada jaringan ibudan fetoplasenta.
Prostasiklin dihasilkan oleh endotel pembuluh darah serta korteks
ginjal. Prostasiklin merupakan vasodilator kuat dan inhibitor
agregasi trombosit. Sedangkan tromboksan A2 (TXA2)
dihasilkan oleh trombosit dan trofoblas, merupakan
vasokonstriktor kuat dan agregator trombosit.
Ketidakseimbangan produksi prostanoid atau katabolisme ini
berkaitan dengan preeklampsia. Peroksidalipid dan radikal bebas
juga berkaitan dengan patogenesis preeklampsia (Latifi et al.,
2021).

J u d u l B u k u | 31
Preeklampsia adalah kelainan multisistem dengan etiologi
yang tidak diketahui yang ditandai dengan perkembangan
hipertensi sejauh 140/90 mm Hg atau lebih dengan proteinuria
setelah minggu ke-20 pada wanita yang sebelumnya normotensi
dan nonproteinurik. Beberapa jumlah edema biasa terjadi pada
kehamilan normal. Edema telah dikeluarkan dari kriteria
diagnostik kecuali jika bersifat patologis. Gambaran
Preeklampsia dapat muncul bahkan sebelum minggu ke-20 seperti
pada kasus mola hidatidosa dan polihidramnion akut. Istilah
“Hipertensi yang Diinduksi Kehamilan (PIH)” diartikan sebagai
hipertensi yang berkembang sebagai akibat langsung dari
keadaan hamil. Kondisi ini termasuk hipertensi gestasional
Preeklampsia dan eklamsia (Latifi et al., 2021).

4. Kategori Preeklampsia
a. Preeklampsia Ringan
Pada Preeklampsia ringan, tekanan darah 140/90
mm Hg atau meningkatkansistolik 30 mm Hg atau diastolik
15 mm Hg melebihi tekanan darah dasar klien pada dua
kesempatan setidaknya dengan jarak 6 jam. Misalnya, klien
dengan tekanan darah dasar 92/64 akan dianggap hipertensi
pada 122/80. Oleh karena itu, sangat penting untuk memiliki
tekanan darah dasar di awalkehamilan. Edema (1+) mungkin
terlihat di wajah dan tangan. Ini secara obyektif didefinisikan
sebagai penambahan berat badan lebih dari 1 pon per minggu.
D e t e r m i n a n k e j a d i a n p r e e k l a m p s i a | 32
Proteinuria menunjukkan 1+ (300 mg / L) atau 2+ (1 g / L)
albumin pada dipstick dalam 24 jam. Proteinuria biasanya
merupakan gejala klasik terakhir dari tiga gejala yang muncul
(Arwan & Sriyanti, 2020).

b. Preeklampsia Berat
Preeklampsia Berat Tekanan darah meningkat
menjadi 160/110 mm hg ataulebih tinggi pada dua kesempatan
dengan selang waktu 6 jam pada Preeklampsia berat. Edema
umum mudah ditemukan di wajah, tangan, area sakral,
ekstremitas bawah, dan perut. Kenaikan berat badan mungkin
lebih dari 2 pon / minggu. Albumin urin 3+ atau 4+ pada
tongkat celup. Output urin bisa turun hingga kurang dari 500
mL / 24 jam. Kadar hematokrit, asamurat, dan kreatinin serum
meningkat. Klien mungkin menunjukkan gejala lain seperti
sakit kepala terus menerus, penglihatan kabur, scotomata
(bintik-bintik di depan mata), mual, muntah, mudah
tersinggung, hiperrefleksia, gangguan otak, edema paru,
dispnea, sianosis, dan nyeri epigastrium. Nyeri epigastrik
menandakan kondisi yang memburuk dan seringkali
merupakan gejala terakhir yang teridentifikasi sebelum klien
pindah ke eklamsia (Arwan & Sriyanti, 2020).

5. Karakteristik Klinik
J u d u l B u k u | 33
Preeklampsia sering terjadi pada primigravida (70%). Hal
ini lebih sering dikaitkan dengan komplikasi obstetris-medis
seperti kehamilan ganda, polihidramnion, hipertensi yang sudah
ada sebelumnya, diabetes, dll. Manifestasi klinis biasanya
muncul setelah minggu ke-20. Onsetnya biasanya berbahaya
dan sindromnya berjalan lambat. Namun, pada kesempatan yang
jarang, onsetnya menjadi akut dan mengikuti perjalanan yang
cepat (Burhanuddin et al., 2018).

Preeklampsia pada prinsipnya adalah sindrom tanda dan


bila gejala muncul,biasanya terlambat. Gejala ringan mencakup
sedikit bengkak di pergelangan kaki yang terus berlanjut saat
bangun dari tempat tidur di pagi hari atau cincin pada jari yang
kaku merupakan manifestasi awal dari edema akibat
Preeklampsia. Secara bertahap, pembengkakan bisa meluas ke
wajah, dinding perut, vulva dan bahkan seluruh tubuh. Gejala-
gejala yang mengkhawatirkan: Berikut ini adalah gejala- gejala
yang tidak menyenangkan, yang mungkin terlihat baik secara
tunggal atau kombinasi. Ini biasanya berhubungan dengan onset
akut sindrom dengan gejala sebagai berikut (Nurbaniwati, 2021):

a. Sakit kepala - baik terletak di atas daerah oksipital atau frontal


b. Tidur yang terganggu
c. Haluaran urin yang berkurang - Keluaran urin kurang dari 400
mL dalam 24jam sangat tidak menyenangkan

D e t e r m i n a n k e j a d i a n p r e e k l a m p s i a | 34
d. Nyeri epigastrik — nyeri akut pada daerah epigastrik yang
berhubungan dengan muntah, kadang-kadang warna kopi,
disebabkan oleh gastritis hemoragik atau karena perdarahan
subkapsular di hati

e. Gejala mata — mungkin ada pengaburan, skotomata,


penglihatan kabur atau kadang kebutaan total. Penglihatan
biasanya kembali dalam 4–6 minggu setelah melahirkan.
Gejala mata disebabkan oleh spasme pembuluh darah retinal
(infark retinal), kerusakan lobus oksipital (edema vasogenik)
atau ablasi retinal. Reattachment retina terjadi setelah
penurunan edema dan normalisasi tekanan darah setelah
melahirkan.

Tanda Preeklampsia mencakup pertambahan berat badan


tidak normal. Pertambahan berat badan yang tidak normal dalam
kurun waktu singkat mungkin muncul bahkan sebelum edema
terlihat. Peningkatan berat badan yang cepat lebih dari 5 kg
sebulan atau lebih dari 1 kg seminggu di bulan-bulan akhir
kehamilan adalah signifikan. Kenaikan tekanan darah yang
mencakup kenaikan tekanan darahbiasanya berbahaya tapi bisa
tiba-tiba. Tekanan diastolik biasanya cenderung naik lebih dulu
diikuti oleh tekanan sistolik. Edema yang terlihat di atas
pergelangan kaki saat bangun dari tempat tidur di pagi hari
bersifat patologis. Edema dapat menyebar ke bagian tubuh lain
J u d u l B u k u | 35
pada kasus yang tidak dirawat. Edema yang tiba- tiba dan
menyeluruh dapat mengindikasikan eklamsia yang akan segera
terjadi. Tidak ada manifestasi patologi kardiovaskular atau ginjal
kronis. Edema paru akibatkebocoran kapiler dan tekanan onkotik
yang rendah. Pemeriksaan abdomen dapat mengungkapkan bukti
insufisiensi plasenta kronis, seperti sedikit cairan atau retardasi
pertumbuhan janin. Dengan demikian, manifestasi Preeklampsia
biasanya muncul dalam urutan berikut peningkatan berat badan
yang cepat → edema yang terlihat dan / atau hipertensi →
proteinuria.

6. Manajemen Preeklampsia
a. Prinsip Dasar
Beberapa perubahan terbaru dalam manajemen preeklampsia,
yaitu(Burhanuddin et al., 2018):

1) Waktu terminasi: Pada pasien preeklampsia tanpa


tanda perburukan, dapat diterminasi pada usia
kehamilan 37 minggu lengkap.
2) Manajemen post-partum: agen antiinflamasi
nonsteroid dapat meningkatkan tekanan darah dan
harus diganti dengan analgesik lainpada pasien dengan
hipertensi selama lebih dari 1 hari postpartum.
b. Medikal

D e t e r m i n a n k e j a d i a n p r e e k l a m p s i a | 36
Tujuan pengobatan adalah untuk menurunkan
tekanan darah, mencegah kejang, dan melahirkan bayi yang
sehat. Seorang klien dengan Preeklampsia ringan mungkin
diperbolehkan untuk tinggal di rumah tetapi disarankan untuk
tetap di tempat tidur, berbaring di kedua sisi. Ini
meningkatkan aliran darah ginjal dan plasenta. Klien
umumnya merasa sehat, sehingga pendidikan sangat penting
untuk meningkatkan kepatuhan terhadap rencana perawatan.
Tes laboratorium mungkin termasuk hematokrit, jumlah
trombosit, elektrolit, fungsi hati (AST dan ALT), kadar
estriol, urin 24 jamuntuk protein dan kreatinin, dan kreatinin
serum (Nurbaniwati, 2021)

c. Bedah
Jika kondisi ibu terus memburuk atau
lingkungan di dalam rahim menjadi berbahaya bagi
kesejahteraan janin, mungkin diperlukan kelahiran sesar
(Burhanuddin et al., 2018).

d. Farmakologi
Magnesium sulfat (MgSO4) adalah depresan
sistem saraf pusat yang mengurangi kemungkinan kejang. Ini
juga melemaskan otot polos dan dapat menurunkan tekanan
darah sampai tingkat tertentu. MgSO4 diberikan secara
J u d u l B u k u | 37
intravena. Ini diekskresikan oleh ginjal dan dapat mencapai
tingkat toksik jika klien mengalami gangguan fungsi ginjal.
Toksisitas magnesium sulfat dapat menyebabkan serangan
jantung. Efek samping yang umum adalah kemerahan,
berkeringat, hipotensi, bradikardia, depresi pernapasan,
hipotermia, kelemahan otot, sembelit, mual, dan muntah.
Kateter yang menetap biasanya dimasukkan untuk mengukur
keluaran secara akurat(Latifi et al., 2021).

Kalsium glukonat, penangkal MgSO4 harus


disimpan dalam semprit di samping tempat tidur, siap
diberikan jika ada tanda-tanda toksisitas magnesium. MgSO4
biasanya diberikan selama 24 hingga 48 jam setelah
melahirkan untuk memastikan bahwa kejang tidak terjadi.
Obat antihipertensi dapat diberikan (Lisnawati & Rani, 2020).

Hydralazine (Apresoline) adalah obat pilihan kecuali untuk


klien dengan disfungsi jantung, yang diberi labetalol
hidroklorida (Normodyne, Trandate). Obat penenang seperti
fenobarbital atau diazepam (Valium) dapat diberikan untuk
membantu klien beristirahat dengan tenang. Oksitosin dapat
diberikan untuk menginduksi persalinan. Ini dapat diberikan
bersamadengan magnesium sulfat (Lisnawati & Rani, 2020).

e. Diet

D e t e r m i n a n k e j a d i a n p r e e k l a m p s i a | 38
Disediakan diet yang seimbang, tinggi protein,
dan natrium sedang. Makanan yang terlalu asin tidak boleh
dimakan, tetapi pembatasan natriumtidak lagi dianjurkan. Jika
klien mual atau ada tanda-tanda kejang yang akandatang, diet
dihentikan (Arwan & Sriyanti, 2020)

f. Aktivitas

Klien sedang istirahat di tempat tidur, sebaiknya berbaring di


sisi kiri tetapitidak di belakang

J u d u l B u k u | 39
D e t e r m i n a n k e j a d i a n p r e e k l a m p s i a | 40
BAB IV PENELITIAN ILMUWAN TENTANG
DETERMINAN KEJADIAN PRE EKLAMPSIA

Bab ini menguraikan hasil penelitian Pre-Eklampsia yang dilakukan


oleh peneliti-peneliti dan penulis

1. Hubungan Usia dengan kejadian Pre-Eklampsia.


Hasil penelitian Anita, Aprina dan Titi (2023) diperoleh
nilai p-value 0,002 artinya <0,05 yang berarti ada hubungan usia
dengan kejadian Pre-Eklampsia, dengan OR 2,88 artinya usia 2,8
kali lebih besar beresiko mengalami Pre-Eklampsia.
penelitian Rifaldi menuliskan usia <20 atau >35 mengalami
preeklampsia sebanyak 257 atau sekitar 62,4% responden.
Penelitian Tonasih menuliskan usia <20 atau >35 mengalami
preeklampsia sebanyak 93 responden.
Usia merupakan salah satu reproduksi yang sangat penting,
dimana sangat berkaitan dengan peningkatan maupun penurunan
fungsi tubuh seseorang. Usia yang baik bagi seorang wanita untuk
hamil adalah 20-35 tahun. Usia remaja untuk hamil pertama kali

J u d u l B u k u | 41
atau wanita berusia >35 tahun akan mempunyai risiko untuk
mengalami preeklamsia (Tambunan et al., 2020).
Usia terbaik untuk seorang wanita hamil antara usia 20
tahun hingga 35 tahun. Kehamilan diatas usia 35 tahun selain
beresiko mengalami abortus spontan,kelahiran mati, solutio
plasenta, plasenta previa, juga beresiko mengalami kenaikan
tekanan darah (Andri Yanuarini et al., 2020) Usia reproduktif dari
seorang wanita adalah 20-35 tahun. Usia reproduktif ini merupakan
periode yang paling aman untuk hamil dan melahirkan karena pada
usia tersebut risiko terjadinya komplikasi selama kehamilan lebih
rendah. Usia di bawah 20 tahun dan di atas 35 tahun juga disebut
sebagai usia risiko tinggi untuk mengalami komplikasi selama
kehamilan. Pada usia kurang dari 20 tahun ukuran uterus belum
mencapai ukuran yang normal untuk kehamilan, sehingga
kemungkinan terjadinya gangguan dalam kehamilan seperti pre
eklampsia menjadi lebih besar. Pada usia> 35 tahun terjadi proses
degeneratif yang mengakibatkan perubahan sruktural dan
fungsional yang terjadi pada pembuluh darah perifer yang
bertanggung jawab terhadap perubahan tekanan darah, sehingga
lebih rentan mengalami pre eklampsia (Mustaghfiroh et al., 2020)
2. Hubungan Paritas dengan kejadian Pre-Eklampsia
Hasil penelitian Anita, Aprina dan Titi (2023) diperoleh
nilai p-value 0,015 artinya <0,05 yang berarti ada hubungan Paritas

D e t e r m i n a n k e j a d i a n p r e e k l a m p s i a | 42
dengan kejadian Pre-Eklampsia, dengan OR 6,45 artinya paritas 6
kali lebih besar beresiko mengalami Pre-Eklampsia.
Pada penelitian Hutahaean menjelaskan bahwa
primigravida adalah responden terbanyak yang mengalami
preeklampsia yaitu sebanyak 18 responden atau sekitar 60%.
Penelitian Rifaldi menjelaskan grandemultigravida adalah
responden terbanyak yang mengalami preeklampsia yaitu sebanyak
174 responden atau sekitar 42,2% sedangkan penelitian Tonasih
menjelaskan bahwa grandemulti gravida dan primigravida adalah
responden terbanyak yang mengalami pre-eklampsia.
Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup atau jumlah anak
yang dimiliki oleh seorang wanita. Faktor paritas memiliki
pengaruh terhadap persalinan dikarenakan Ibu hamil memiliki
risiko lebih tinggi untuk mengalami gangguan selama masa
kehamilannya terlebih pada ibu yang pertama kali mengalami masa
kehamilan (Tambunan et al., 2020). Primigravida atau wanita yang
belum pernah melahirkan merupakan faktor risiko preeklampsia
berat. Hal ini karena pada kehamilan pertama terjadi
ketidaksempurnaan pembentukan blocking antibody terhadap
antigen plasenta, sehingga timbul respon imun yang tidak
menguntungkan. Primigravida berhubungan dengan kurangnya
pengalaman dan pengetahuan ibu dalam perawatan kehamilan.
Multigravida atau wanita yang melahirkan lebih dari 2-3 kali

J u d u l B u k u | 43
merupakan paritas paling aman. Primigravida dan multigravida (>3)
merupakan paritas berisiko terjadinya preeklampsia. Ibu dengan
grandemultigravida sudah mengalami penurunan fungsi sistem
reproduksi, selain itu biasanya ibu terlalu sibuk mengurus rumah
tangga sehingga sering mengalami kelelahan dan kurang
memperhatikan pemenuhan gizi (Tonasih & Kumalasary, 2020).
Primigravida sering mengalami stres dalam menghadapi
persalinan. Stres emosi yang terjadi pada primigravida
menyebabkan peningkatan pelepasan corticotropic-releasing
hormone (CRH) oleh hipotalamus yang kemudian menyebabkan
peningkatan kortisol, dengan efek yang akan mempersiapkan tubuh
terhadap semua stresor dengan meningkatkan respon simpatis,
termasuk respon yang ditunjukkan untuk meningkatkan curah
jantung dan mempertahankan tekanan darah. Wanita dengan
preeklamsia/eklamsia, tidak terjadi penurunan sensitivitas terhadap
vasopeptida-vasopeptida tersebut, sehingga peningkatan besar
volume darah langsung meningkatkan curah jantung dan tekanan
darah
Berdasarkan fakta dan teori diatas, peneliti berpendapat
bahwa setiap ibu hamil memiliki risiko terjadinya pre-eklampsia,
resiko tersebut tidak hanya terjadi pada primigravida ataupun
grandemultigravida. Paritas grandemulgigravida adalah paritas
dengan risiko paling tinggi dibandigkan dengan paritas kategori
yang lain. Stress emosi yang terjadi pada primigravida

D e t e r m i n a n k e j a d i a n p r e e k l a m p s i a | 44
menyebabkan peningkatan pelepasan corticotropic-releasing
hormone (CRH) oleh hipotalamus yang kemudian menyebabkan
peningkatan kortisoal, hingga meningkatkan tekanan darah, pada
pasien dengan grandemultigravida mengalami penurunan fungsi
reproduksi, kelelahan ataupun kurangnya pemenuhan gizi. Semua
wanita memiliki risiko preeklampsia selama hamil, bersalin ataupun
nifas. Preeklamspia bisa terjadi pada semua status
gravida/kehamilan
3. Hubungan IMT dengan kejadian Pre-Eklampsia
Hasil penelitian Anita, Aprina dan Titi (2023) diperoleh
nilai p-value 0,024 artinya <0,05 yang berarti ada hubungan IMT
dengan kejadian Pre-Eklampsia, dengan OR 4,11 artinya IMT 4 kali
lebih besar beresiko mengalami Pre-Eklampsia.
Sejalan dengan penelitian Morteza (2019) Hasil penelitian
ini mengungkapkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan
antara BMI dengan risiko terjadinya pre-eklampsia, sehingga dapat
dikatakan bahwa BMI dapat menjadi salah satu cara untuk
mendiagnosis pre-eklampsia.
Sesuai dengan teori bahwa Indeks Massa Tubuh merupakan
salah satu faktor yang menyebabkan pre-eklampsia dimana IMT
yang berlebih berhubungan dengan berkurangnya perfusi organ
akibat vasospasme dan aktivasi endotel. Pada ibu hamil terjadi
disfungsi endotel yang dipicu oleh adanya IMT berlebih atau

J u d u l B u k u | 45
obesitas, dimana hal ini akan menyebabkan kerusakan dari endotel
dan menyebabkan terjadinya pre-eklampsia (Wafiyatunisa, 2016)
Dapat disimpulkan bahwa IMT berhubungan dengan
kejadian preeklamsi dikarenakan IMT yang berlebih bisa
menimbulkan disfungsi endotel. IMT yang berlebih juga
menyebabkan hipertensi sehingga ibu hamil yang memiliki IMT ≥
30 beresiko terkena preeklamsia.
4. Hubungan Obesitas dengan kejadian Pre-Eklampsia
Hasil penelitian Anita, Aprina dan Titi (2023) diperoleh
nilai p-value 0,026 artinya <0,05 yang berarti ada hubungan
Obesitas dengan kejadian Pre-Eklampsia, dengan OR 2,41 artinya
obesitas 2 kali lebih besar beresiko mengalami Pre-Eklampsia.
Obesitas adalah kondisi yang umum terjadi pada wanita usia
reproduktif. (Catalano and Shankar, 2017), keadaan ini sesuai
dengan hasil penelitian yang dapat dilihat pada tabel 1 bahwa
sebagian besar responden berada dalam rentang usia 20-35 tahun
atau usia reproduktif. Namun jika dihubungkan dengan
preeklampsia usia 20-35 tahun termasuk kedalam usia tidak
berisiko untuk terjadinya preeklampsia. Berat badan yang
meningkat secara berlebihan dan mendadak merupakan tanda awal
dari preeklampsia, umumnya hal ini disebabkan oleh retensi cairan
yang tidak normal (Saito, 2018).
Menurut teori semakin besar derajat obesitas maka kejadian
preeklampsia dan tingkat keparahannya juga semakin besar, yang

D e t e r m i n a n k e j a d i a n p r e e k l a m p s i a | 46
memungkinkan menjadi dasar dari obesitas meningkatkan risiko
preeklampsia adalah plasenta, jaringan adiposa, dan disfungsi
endotel (Spradley, 2016). Keadaan ibu yang mengalami obesitas
ditandai dengan hiperlipidemia, adanya peradangan dan stres
oksidatif yang berlebihan dibandingkan kehamilan normal (Myatt
and Maloyan, 2016). Obesitas dapat mempengaruhi fungsi dan
perfusi dari plasenta (Lopez-Jaramillo et al., 2018), peradangan
yang tinggi dan stres oksidatif ditemukan pada plasenta dengan
disfungsi plasenta (Myatt and Maloyan, 2016).
Obesitas dalam kehamilan berdampak buruk bagi kesehatan
terutama pada ibu hamil, dimana dapat menyebabkan hipertensi,
hiperkolesterol, hiperglikemia yang dikenal dengan (3H).
Hipertensi dalam kehamilan dapat memicu terjadinya preeklampsia
(Patonah et al., 2021).
5. Hubungan Riwayat penyakit kronis dengan kejadian Pre-
Eklampsia
Hasil penelitian Anita, Aprina dan Titi (2023) diperoleh
nilai p-value 0,000 artinya <0,05 yang berarti ada hubungan riwayat
penyakit kronis dengan kejadian Pre-Eklampsia, dengan OR 36,5
artinya riwayat penyakit kronis 36 kali lebih besar beresiko
mengalami Pre-Eklampsia.
Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian yang telah
dilakukan oleh Lidya Zita di RS Hermina Palembang dimana

J u d u l B u k u | 47
didapatkan hubungan yang signifikan antara riwayat hipertensi
dengan kejadian pre eklamsi dengan P Value = 0,001. Hal ini sesuai
dengan teori yang dikemukakan oleh Sarwono tentang riwayat
hipertensi bahwa peningkatan resiko pre eklamsi dapat terjadi pada
ibu yang memiliki riwayat hipertensi kronis. Salah satu faktor yang
berhubungan dengan pre eklamsi yaitu adanya riwayat hipertensi
kronis atau penyakit vaskuler hipertensi sebelumnya. Dasar
penyebab riwayat hipertensi dengan kejadian pre eklamsi diduga
karena adanya gangguan pada fungsi endotel pembuluh darah (sel
pelapis bagian dalam pembuluh darah) yang menimbulkan
vasospasme pembuluh darah (kontraksi otot pembuluh darah yang
menyebabkan diameter lumen pembuluh darah mengecil/menciut).
Peluang terjadinya pre eklamsi lebih besar pada ibu yang memiliki
riwayat hipertensi. Bila terjadi hipertensi saat kehamilan maka
pertumbuhan janin akan terhambat di dalam kandungan sehingga
aliran darah ke dalam rahim akan meningkat atau menurun maka
oksigen yang didapatkan bayi tidak sempurna akibatnya bayi akan
stress di dalam rahim ibu atau meninggal di dalam kandungan.
Riwayat hipertensi juga bisa membuat ibu hamil syok dalam proses
persalinan karena meningkatnya tiba – tiba tekanan darah ibu secara
mendadak sehingga ibu tidak dapat mengontrol dirinya sendiri.
Salah satu faktor predisposisi terjadinya preeklamsia atau
eklamsia adalah riwayat hipertensi kronis, atau penyakit vaskuler
hipertensi sebelumnya atau hipertensi esensial. Sebagian besar

D e t e r m i n a n k e j a d i a n p r e e k l a m p s i a | 48
kehamilan dengan hipertensi esensial berlangsung normal sampai
cukup bulan. (Akri & Yunamawan, 2021)
Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh (Kasriatun
et al., 2019) bahwa riwayat hipertensi merupakan faktor risiko yang
paling penting untuk angka preeklamsia, dimana riwayat hipertensi
merupakan faktor risiko yang paling penting untuk angka
preeklamsia dengan risiko preeklamsia 7,38 kali lebih tinggi
dibandingkan ibu tanpa riwayat preeklamsia.
Dasar penyebab riwayat hipertensi dengan kejadian pre
eklamsi diduga karena adanya gangguan pada fungsi endotel
pembuluh darah (sel pelapis bagian dalam pembuluh darah) yang
menimbulkan vasospasme pembuluh darah (kontraksi otot
pembuluh darah yang menyebabkan diameter lumen pembuluh
darah mengecil/menciut). Namun riwayat hipertensi bukan hanya
satu-satunya penyebab preeklamsia banyak faktor lain yang
menimbulkan risiko terjadinya preeklampsia seperti Faktor internal
(usia ibu, IMT, paritas, jarak kehamilan, riwayat keturunan, riwayat
preeklampsia, stres dan kecemasan. Faktor eksternal seperti
paparan asap rokok, status pendidikan, riwayat antenatal care serta
pengaruh zat gizi yang dikonsumsi ibu (Quedarusman et al., 2016;
Syaflindawati, 2019)
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliti dapat
menyatakan bahwa riwayat hipertensi merupakan salah satu

J u d u l B u k u | 49
penyebab terjadinya pre eklamsi karena adanya gangguan pada
fungsi endotel pembuluh darah yang menimbulkan vasospasme
pembuluh darah (kontraksi otot pembuluh darah yang
menyebabkan diameter lumen pembuluh darah mengecil atau
menciut. Oleh karena itu diharapkan kepada semua tenaga
kesehatan dimanapun berada harus mengetahui adanya riwayat
hipertensi pada ibu hamil sehingga ibu hamil yang memiliki riwayat
hipertensi mendapatkan pengawasan secara ketat saat hamil agar
tidak terjadi komplikasi yang membahayakan bagi si ibu dan si bayi.
Dan juga sebaiknya ibu yang memiliki riwayat hipertensi harus
kontrol kehamilan secara teratur ke petugas kesehatan agartahu
bagaimana keadaan kehamilannya.
6. Hubungan Aktivitas fisik dengan kejadian Pre-Eklampsia
Hasil penelitian Anita, Aprina dan Titi (2023) diperoleh
nilai p-value 0,004 artinya <0,05 yang berarti ada hubungan
aktivitas fisik dengan kejadian Pre-Eklampsia, dengan OR 5,43
artinya aktivitas fisik 5 kali lebih besar beresiko mengalami Pre-
Eklampsia.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Aripin bahwa
Aktivitas fisik secara independen mempengaruhi terjadinya
hipertensi. Hasil analisis bivariat pada penelitian ini menunjukkan
bahwa aktivitas fisik dapat meningkatkan risiko 24,89 kali terhadap
terjadinya hipertensi (OR:24,89; p=0,001) (Huzaipah, 2021)

D e t e r m i n a n k e j a d i a n p r e e k l a m p s i a | 50
Menurut hasil penelitian yang dilakukan, diperolah aktivitas
fisik yang berlebihan dapat menyebabkan hipertensi yang memaksa
jantung bekerja lebih cepat. Tetapi menurut peneliti melakukan
aktifitas ringan dapat membantu melancarkan peredaran darah dan
melatih paru-paru.
Pada saat hamil ibu tetap memerlukan aktivitas fisik, tetapi
terbatas pada kativitas ringan. Aktivitas fisik yang berat bisa
mengakibatkan keguguran kandungan, apalagi aktivitas fisik
dilakukan pada bulan-bulan awal kehamilan. Aktivitas fisik yang
berat bisa menyebabkan kelelahan, ibu hamil yang terlalu sering
mengalami kelelahan fisik, besarnya janin akan menyusut atau
berkembangnya janin tidak baik (Irianto, 2014) . Menurut
(American College of Obstetricians and Gynecologists dalam catov
et al., 2018) merekomendasikan bahwa ibu hamil memerlukan 20
hingga 30 menit aktivitas intensitas sedang setiap hari dalam
seminggu. Ibu hamil yang tidak melakukan aktivitas fisik ringan
selama kehamilan meningkatkan resiko kerja jantung lambat, dan
peredaran darah ke rahim juga ikut terganggu. (Zsafira,. 2017).
7. Hubungan Status Gizi dengan kejadian Pre-Eklampsia
Hasil penelitian Anita, Aprina dan Titi (2023) diperoleh
nilai p-value 0,035 artinya <0,05 yang berarti ada hubungan Status
gizi dengan kejadian Pre-Eklampsia, dengan OR 5,46 artinya Status
gizi 5 kali lebih besar beresiko mengalami Pre-Eklampsia.

J u d u l B u k u | 51
Penelitian Prabowo (2018) dkk dengan judul Faktor Pemicu
Terhadap Tingginya Kejadian Preeklamsi Pada Ibu Hamil juga
sependapat bahwa IMT dan preeklampsia tidak ada hubungan.
Obesitas merupakan masalah gizi karena kelebihan kalori, biasanya
disertai kelebihan lemak dan protein hewani, kelebihan gula dan
garam yang kelak bisa menjadi faktor risiko terjadinya berbagai
jenis penyakit degeneratif (Muzalfah et al., 2018)
Anggasari (2018) Hasil uji Mann Whitney dengan α= 0,05
didapatkan ρ = 0,079 >0,05, artinya Ho diterima, kesimpulannya
tidak ada hubungan antara status nutrisi dengan kejadian
preeklampsia pada ibu hamil di Puskesmas Sidotopo Wetan
Surabaya, diketahui bahwa sebagian besar ibu dengan status gizi
lebih tidak mengalami preeklampsia. Pada kenyaatannya dari hasil
penelitian justru sebagian besar status gizi kurang dan normal
mengalami preeklampsia. (Rofifah, 2020).
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan,
didapatkan status nutrisi pada ibu Preeklampsia tidak memiliki
hubungan karena status nutrisi berpengaruh pada penambahan berat
badan ibu, jika status nutrisi ibu rendah ditakutkan ibu akan
Kekurangan Energi Kronik (KEK) yang dapat membahayakan ibu
dan janin. Sedangkan jika berat badan ibu melebihi batas normal
dari penambahan berat badan seharusnya akan terjadi Diabetes
Gestasional.
8. Hubungan Sikap dengan kejadian Pre-Eklampsia

D e t e r m i n a n k e j a d i a n p r e e k l a m p s i a | 52
Hasil penelitian Anita, Aprina dan Titi (2023) diperoleh
nilai p-value 0,036 artinya <0,05 yang berarti ada hubungan sikap
dengan kejadian Pre-Eklampsia, dengan OR 7,56 artinya sikap 7
kali lebih besar beresiko mengalami Pre-Eklampsia.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Tigor, 2020
menyebutkan bahwa Ibu dengan kehamilan kedua atau lebih
biasanya memiliki pengalaman lebih banyak dibandingkan dengan
kehamilan pertamanya sehingga ibu dengan kehamilan lebih dari
satu memiliki sikap yang lebih baik dibandingkan ibu dengan
kehamilan pertamanya terkait kehamilannya. Usia kehamilan yang
semakin tua dapat berpengaruh pada sikap ibu, karena pada masa-
masa periode akhir kehamilan dan menjelang persalinan ibu akan
lebih matang dan sudah memiliki persiapan lebih untuk menghadapi
persalinannya sehingga akan memiliki kecenderungan sikap yang
baik.
Hasil penelitian terdahulu juga didukung dengan hasil
penelitian dari Nurnaningsih, 2021 bahwa sebagian besar responden
bersikap positif (melakukan) pencegahan pre eklampsia/eklampsia.
Sikap merupakan pemikiran dari individu yang selanjunya akan
menghasilkan dorongan dalam berperilaku untuk melakukan
pencegahan pre eklampsia/eklampsia yang akan berdampak pada
penurunan angka kejadian pre eklampsia/eklampsia dan penurunan
Angka kematian Ibu (AKI).

J u d u l B u k u | 53
sikap ibu bahwa rata-rata ibu menganggap tekanan darah
tinggi dalam kehamilan tidak berbahaya akan tetapi pada referensi
yang ada tekanan darah tinggi dalam kehamilan sangat berbahaya
pada masa kehamila
9. Hubungan Pendidikan dengan kejadian Pre-Eklampsia
Hasil penelitian Anita, Aprina dan Titi (2023) diperoleh
nilai p-value 0,208 artinya >0,05 yang berarti Tidak ada hubungan
pendidikan dengan kejadian Pre-Eklampsia.
Pendidikan dikaitkan dengan kemampuan dan pengetahuan
ibu dalam menjaga dan memperbaiki kesehatan selama kehamilan.
Tingkat pendidikan yang rendah akan meningkatkan risiko
preeklampsia pada ibu hamil (Ahmad & Nurdin, 2019).
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian oleh Veftisia
(2018) mengatakan bahwa ibu hamil yang tidak menuntaskan wajib
belajar 12 tahun (SD-SMP) akan meningkatkan risiko preeklampsia
sebanyak 4,1 lebih besar dibandingkan ibu hamil yang menuntaskan
wajib belajar 12 tahun (SMA-Akademi/PT). Hal ini didukung oleh
Ahmad (2019) membuktikkan bahwa ibu dengan pendidikan
rendah meningkatkan 3,7 risiko mengalami preeklampsia
dibandingkan ibu hamil dengan pendidikan tinggi. Ibu hamil
dengan pendidikan tinggi dapat menghindar dari risiko yang
mampu meningkatkan tekanan darah selama kehamilan dan mampu
berusaha untuk mencari informasi mengenai kehamilan (Emha,
Hapsari, & Lismidiati, 2017). Berbeda dengan penelitian Zam

D e t e r m i n a n k e j a d i a n p r e e k l a m p s i a | 54
(2021) dan Zahrotun (2022) yang membuktikan bahwa tidak
terdapat hubungan signifikan antara tingkat pendidikan dengan
kejadian preeklampsia. Ibu yang memiliki tingkat pendidikan
rendah mendapatkan pengetahuan dari penyuluhan, lingkungan
sekitar dan media manapun sehingga mereka dapat memperhatikan
kesehatannya selama kehamilan (Zam, Kumaladewi, & Rustam,
2021).
10. Hubungan pekerjaan dengan kejadian Pre-Eklampsia
Hasil penelitian Anita, Aprina dan Titi (2023) diperoleh
nilai p-value 0,834 artinya >0,05 yang berarti Tidak ada hubungan
pekerjaan dengan kejadian Pre-Eklampsia.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian oleh Zahrotun
(2018) dan Ahmad (2019) yang membuktikkan tidak terdapat
hubungan antara pekerjaan dengan kejadian preeklampsia. Risiko
preeklampsia sama besarnya bagi ibu hamil yang bekerja dan tidak
bekerja. Hal ini disebabkan oleh ibu hamil yang tidak bekerja tetap
dapat mengalami stress akibat persoalan dalam rumah seperti
masalah keuangan, hubungan antar keluarga, dan cemas akibat
hamil dan persalinan (Zahrotun Ni, Kusuma Widyaningsih, &
Muniroh, 2022). Berbeda dengan penelitian oleh Shao (2017) yang
membuktikan adanya hubungan antara pekerjaan dengan kejadian
preeklampsia (Prasetyo, Wijayanegara, & Yulianti, 2015). Ibu
hamil yang bekerja akan meningkatkan risiko kejadian

J u d u l B u k u | 55
preeklampsia akibat stress dan aktivitas tambahan dari
pekerjaannya (Setyawati, Widiasih, & Ermiati, 2018).
11. Hubungan jarak kehamilan dengan kejadian Pre-Eklampsia
Hasil penelitian Anita, Aprina dan Titi (2023) diperoleh
nilai p-value 0,208 artinya >0,05 yang berarti Tidak ada hubungan
pendidikan dengan kejadian Pre-Eklampsia.
Hasil ini selaras dengan penelitian di Jambi yang
membuktikan bahwa tidak terdapat hubungan antara jarak
kehamilan dengan kejadian preeklampsia (Nengsih, 2020). Jarak
kehamilan dua sampai lima tahun ideal dalam meminimalkan risiko
preeklampsia berulang. Hal ini disebabkan karena faktor
angiogenik bukan merupakan penyebab utama ibu untuk
mengalami preeklampsia berulang (Njoroge et al., 2021). Berbeda
dengan penelitian Kartikadewi (2019) yang membuktikkan bahwa
terdapat hubungan antara jarak kehamilan 5 tahun (p=0,013)
dengan kejadian preeklampsia.
12. Hubungan pola makan dengan kejadian Pre-Eklampsia
Hasil penelitian Anita, Aprina dan Titi (2023) diperoleh
nilai p-value 0,517 artinya >0,05 yang berarti Tidak ada hubungan
pola makan dengan kejadian Pre-Eklampsia.
Menurut Abgail (2022) Rekomendasi Untuk mengurangi
risiko pre-eklampsia, wanita yang berencana hamil harus
mengonsumsi suplemen multivitamin/mineral setiap hari yang
mengandung asam folat (400 μg) dan vitamin D (≥10 μg), dan di

D e t e r m i n a n k e j a d i a n p r e e k l a m p s i a | 56
negara-negara dengan status selenium rendah, selenium (misalnya ,
50 mcg). Jika kehamilan tidak direncanakan, suplemen tersebut
harus dimulai sesegera mungkin pada kehamilan; itu harus diambil
setidaknya pada trimester pertama. Hal ini sejalan dengan penelitian
Astin, Nurmaity dan Sitti (2019) bahwa ditemukan keterkaitan
kebiasaan pola makan dan preeklampsia bumil di RSUD Kendari
tahun 2019. Kebiasaan pola makan yang kurang baik berisiko 5,4
kali lebih besar mengalami pre-eklampsia.
Peneliti berasumsi pola makan sangat berperan dalam
preeklampsia. Ditemukan beberapa hal yang berpengaruh pada
kurangnya asupan bumil seperti : porsi makan saat belum hamil,
kurangnya variasi makanan yang dikonsumsi, masih adanya bumil
yang berkeyakinan pada pantangan makanan seperti semangka
karena mereka berasumsi bisa menyebabkan air ketuban lebih
banyak dari seharusnya dan makanan lainnya seperti timun karena
akan menyebabkan banyak keputihan, bumil yang sejak awal tidak
suka mengkonsumsi sayuran dan bumil yang tidak suka
mengkonsumsi susu.
13. Hubungan kebiasaan merokok dengan kejadian Pre-Eklampsia
Hasil penelitian Anita, Aprina dan Titi (2023) diperoleh
nilai p-value 0,166 artinya >0,05 yang berarti Tidak ada hubungan
kebiasaan merokok dengan kejadian Pre-eklampsia.

J u d u l B u k u | 57
Penggunaan tembakau merupakan penyebab utama kanker
dan kematian akibat kanker. penggunaan produk tembakau yang
berada di sekitar lingkungan asap tembakau (juga disebut perokok
pasif) memiliki peningkatan risiko kanker karena produk tembakau
dan asap rokok memiliki banyak bahan kimia yang merusak DNA.
Penggunaan tembakau menyebabkan berbagai jenis kanker,
termasuk kanker paru-paru, laring , mulut, kerongkongan,
tenggorokan, kandung kemih, ginjal, hati, penggunaan tembakau
tanpa asap (menghisap atau mengunyah tembakau) memiliki
peningkatan risiko kanker mulut, kerongkongan, dan pancreas
(NIH, 2017).
14. Hubungan kunjungan ANC dengan kejadian Pre-Eklampsia
Hasil penelitian Anita, Aprina dan Titi (2023) diperoleh
nilai p-value 0,850 artinya >0,05 yang berarti Tidak ada hubungan
Kunjungan ANC dengan kejadian Pre-Eklampsia.
Sejalan dengan penelitian Destri Wulandari (2022) Analisis
univariat menjelaskan dari 32 sampel yang diteliti terdapat 9
responden (28,1%) dengan cakupan kunjungan ANC tidak teratur,
dan 23 (71,9%) cakupan kunjungan ANC teratur. Analisis bivariat
memperlihatkan dari 9 ibu dengan cakupan kunjungan ANC tidak
teratur yang mengalami preeklampsiaada 4 (44,4%) dan yang tidak
ada 5 (55,6). Dari 23 ibu dengan cakupan kunjungan ANC teratur
ada 12 (52,2%) mengalami preeklamsia dan 11 (47,8%) lainnya
tidak. PValue = 1,000 artinya tidak ada keterkaitan yang berartu dari

D e t e r m i n a n k e j a d i a n p r e e k l a m p s i a | 58
cakupan kunjungan ANC dan preeklampsia pada bumil TM III. OR
= 0,733 yang berarti cakupan kunjungan ANC tidak teratur
terlindungi dari preeklamsia.
Tutik Ekasari (2019) menyatakan supaya mengurangi
gangguan kehamilan, bumil wajib ANC teratur. ANC ialah
pemeriksaan kehamilan yang bertujuan, Memantau kemajuan
kehamilan, memastikan kesejahteraan ibu dan tumbuh kembang
janin. Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental,
serta social ibu dan bayi. Mendeteksi masalah/gangguan dan
potensi komplikasi selama kehamilan. Mempersiapkankehamilan
dan persalinan dengan selamat ibu dan bayi dengan minimal
trauma. Mempersiapkan ibu agar masa nifas dan pemberian ASI
eksklusif berjalan normal.
Menurut asumsi peneliti menunjukkan bahwa cakupan
kunjungan ANC tidak berkaitan dengan preeklampsia karena ANC
bukan merupakan faktor penyebab terjadinya kejadian
preeklampsia. Adapun cakupan kunjunganANC yang tidak teratur
disebabkan banyak faktor yaitu jarak antara rumah dan pelayanan
kesehatan yang jauh, kurangnya biaya, tidak ada dukungan dari
keluarga maupun suami, ibu yang masih kurangnya pengetahuan
tentang pentingnya melakukan pemeriksaan kehamilan.
15. Hubungan dukungan keluarga dengan kejadian Pre-Eklampsia

J u d u l B u k u | 59
Hasil penelitian Anita, Aprina dan Titi (2023) diperoleh
nilai p-value 0,056 artinya >0,05 yang berarti Tidak ada hubungan
dukungan keluarga dengan kejadian Pre-Eklampsia.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Widiarti (2017)
menunjukkan adanya dukungan dari suami yang berupa sikap,
tindakan penerimaan keluarga baru yang berupa dukungan
informasional, instrumental dan emosional menurunkan tingkat
kecemasan pada ibu hamil trimester III.
selama kehamilan, dengan memberikan pendidikan
antenatal kepada calon ayah diharapkan suami dapat memberikan
dukungan kepada ibu hamil sehingga ibu hamil dapat
memeriksakan kehamilannya secara teratur. Penelitian ini
memberikan gambaran bahwa keterlibatan pria atau suami dalam
memberikan bantuan atau dukungan baik berupa informasi, saran
atau nasehat selama masa kehamilan akan memberikan pengaruh
yang positif terhadap kesehatan ibu hamil.
Menurut peneliti bahwa dukungan keluarga/suami berperan
penting dalam kehidupan, jika keluarga mendukung dalam
kehamilan sang anak/isteri atau menantu tersebut maka ibu hamil
tersebut bersemangat atau ada motivasi untuk dirinya
memeriksakan kehamilannya setiap kontrol atau ada keluhan
sedikit. Keluarga berperan sebagai pendukung system terdekat bagi
bumil karena dalam keluarga akan terdapat hubungan emosional
yang berbeda, sehingga bumil akan merasakan lebih nyaman,

D e t e r m i n a n k e j a d i a n p r e e k l a m p s i a | 60
percayadiri, siap dan aman bahagia sentosa dalam proses kehamilan
dan kelahirannya sampai masa nifasnya. Keluarga memainkan
akting yang bersifat mendukung support selama pemuluhan dan
penyembuhan. Fungsi dukungan keluarga bagi bumil yaitu akan
menimbulkan rasa nyaman, puas, aman, dan senyum yang akan
membuat ibu hamil tersebut bahagia yang membuat jiwanya
mempengaruhi kesehtan emotionalnya.
16. Hubungan Pengetahuan dengan kejadian Pre-Eklampsia
Hasil penelitian Anita, Aprina dan Titi (2023) diperoleh
nilai p-value 0,587 artinya >0,05 yang berarti Tidak ada hubungan
pengetahuan dengan kejadian Pre-Eklampsia.
Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah
orang mengadakan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu.
Penginderaan terhadap obyek terjadi melalui panca indera manusia
yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba dengan
sendiri. Sebagian pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
telinga. Pengetahuan merupakan satu dari tiga domain yang
mempengaruhi perilaku manusia. Pengetahuan memiliki peranan
penting untuk terbentuknya Tindakan seseorang (Notoatmodjo,
2018).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Thariq May ulfa
tahun 2017 tentang Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil Tentang
Preeklamsia di Puskesmas Padang Bulan Kota Medan menyatakan

J u d u l B u k u | 61
bahwa ibu hamil yang memiliki pengetahuan kategori baik tentang
preeklamsia sebanyak 51,0%, kategori cukup 40,6%, kategori
kurang 8,3%. Dan Berdasarkan penelitian yang dilakukan diperoleh
hasil yaitu mayoritas reponden memiliki pencegahan preeklamsia
yang baik. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
(Sofia, 2021) dan (Yunus et al, 2021) yaitu pencegahan preeklamsia
memperoleh hasil baik terbanyak. Hasil ini terjadi karena beberapa
faktor, diantaranya pendidikan, usia, pekerjaan, paritas, lingkungan,
kepentingan yang disadari, dan trend kesehatan masa kini.
Pengetahuan ibu hamil tentang tekanan darah tinggi
terhadap kejadian pre-eklampsia berat, sikap ibu hamil tentang
tekanan darah tinggi terhadap kejadian pre-eklampsia berat dan
hubungan pengetahuan dan sikap ibu hamil tentang tekanan darah
tinggi terhadap kejadian pre-eklampsia berat.
17. Hubungan status ekonomi dengan kejadian Pre-Eklampsia
Hasil penelitian Anita, Aprina dan Titi (2023) diperoleh
nilai p-value 0,791 artinya >0,05 yang berarti Tidak ada hubungan
status ekonomi dengan kejadian Pre-Eklampsia.
Hasil penelitian Muzalfah dkk, 2018. Pada penelitian
tersebut meyatakan karena di dukung oleh factor ekonomi, dimana
ibu yang memiliki status ekonomi tinggi pada ibu hamil
preeklampsia bisa dengan mudah mengakses pelayanan kesehatan.
Hal ini sejalan dengan penelitian Nurhayati & Dartiwen, 2019 pada
aspek finansial dapat terjadi problem kalau ibu hamil memiliki

D e t e r m i n a n k e j a d i a n p r e e k l a m p s i a | 62
suami yang berhenti bekerja, penghasilan tidak cukup dan belum
bekerja. Selain itu ibu hamil yang rantau yang harus tinggal di
rumah kontrakan yang tidak bersih karena membuat ibu hamil
mudah untuk terjadi penyakit. Untuk mengurangi pengeluaran
terkadang bumil tersebut tidak ingin mengonsumsi makanan yang
banyak dan tidak bergizi dan ibu yang bekerja untuk membantu
penghasilan keluarga, sehingga tidak memiliki waktu untuk
istirahat, dan untuk memeriksan kehamilannya. Ekonomi yang
rendah berperan penting dalam masalah pemeriksaan, transportasi
dan kebutuhan biaya lainna yang mempengaruhi kehamilan.
Meskipun pelayanan klesehatan gratis, akan tetapi mutu pelayanan
yang didapatkan ibu hamil tidak baik. Selain masalah administrasi
juga menjadi permasalahan ibu hamil dalam mencari pelayanan
kesehatan (Nurhayati & Dartiwen, 2019)
18. Faktor Dominan kejadian Pre-Eklampsia
Penelitian oleh Anita, Aprina dan Titi (2023) diperoleh
Hasil uji statistic variabel yang berhubungan bermakna dengan Pre
eklamsi memiliki nilai p-value < 0,05 yaitu variabel merokok dan
riwayat penyakit dengan nilai (P-value 0,010 dan 0,000)
Berdasarkan nilai OR diperoleh Variabel merokok (OR: 0,226),
Variabel riwayat penyakit (OR: 70,636) Maka Variabel yang paling
dominan berhubungan dengan pre- eklampsia adalah Riwayat
Penyakit Kronis.

J u d u l B u k u | 63
Penyebab pasti dari preeklampsia /eklampsia masih belum
jelas. Namun, plasenta yang berimplantasi secara abnormal
dianggap sebagai predisposisi utama. (Grum et al., 2017). Selain
predisposisi utama di atas, faktor-faktor resiko terjadinya
preeklampsia yaitu diantaranya riwayat preeklampsia sebelumnya,
usia ibu, riwayat hipertensi, dan riwayat kegemukan sebelum hamil
(Demissie et al., 2022)
Penelitian dari Muzalfah et al (2018) menyimpulkan antara
riwayat hipertensi dengan preeklampsia terdapat hubungan
signifikan dengan nilai p = 0,026 (Muzalfah et al., 2018). Wanita
yang mengalami penyakit mikrovaskuler, seperti hipertensi, terjadi
peningkatan insiden preeklampsia; kemungkinan preeklampsia ini
diawali dengan gangguan aliran darah ke plasenta. Pada
preeklampsia, tekanan darah bersifat labil. Terjadinya hipertensi
disebabkan adanya peningkatan resistensi vaskuler.
Preeklampsia merupakan penyebab utama kematian ibu
hamil, dan penyebab paling umum pada persalinan prematur,
kematian janin dan tingkat kecacatan meningkat. Sebagian besar
komplikasi dan kematian akibat pre-eklampsia/eklampsia bisa
dicegah lewat pemberian perawatan yang tepat waktu dan efektif.
Langkah penting untuk mengurangi angka kematian dan kesakitan
ibu serta bayi yaitu melalui pengoptimalan pelayanan kesehatan
untuk mencegah dan mengobati ibu hamil dengan hipertensi (Grum
et al., 2017).

D e t e r m i n a n k e j a d i a n p r e e k l a m p s i a | 64
Menurut Thilaganathan B, & Kalafat E (2019) yang dikutip
oleh Sudarman (2021) menyatakan bahwa wanita dengan riwayat
preeklampsia merupakan faktor predisposisi terjadinya
preeklampsia, kemungkinan karena sistem kardiovaskular tidak
dapat pulih dari preeklamsia, karena wanita dengan pre-eklampsia
berulang memiliki kondisi kardiovaskular yang lebih buruk
daripada wanita setelah kehamilan normal. Wanita dengan
preeklampsia berulang mengalami peningkatan ketebalan intima-
media karotis, curah jantung (CO) dan massa ventrikel kiri
dibandingkan dengan wanita hamil normal (Sudarman et al., 2021).
Peneliti berasumsi bahwa riwayat preeklampsia sebelumnya
berhubungan dengan reaksi atau respon tubuh setiap ibu hamil.
Setiap ibu hamil memiliki respon berbeda, sehingga adaptasi
diperlukan untuk menghadapi kehamilan dan persalinan
selanjutnya. Faktor ini juga bisa dihubungkan dengan situasi
psikologis ibu pada kehamilan sebelumnya. Apabila tekanan
psikologis sebelumnya tidak mampu dikelola dengan baik, akan
berdampak buruk pada kehamilan dan persalinan selanjutnya

J u d u l B u k u | 65
D e t e r m i n a n k e j a d i a n p r e e k l a m p s i a | 66
BAB V SIMPULAN DAN SARAN

Preeklampsia merupakan kondisi spesifik pada kehamilan yang


ditandai dengan adanya disfungsi plasenta dan respon maternal terhada
adanya inflamasi sistemik dengan aktivasi endotel dan koagulasi.
Diagnosis Preeklampsia ditegakkan berdasarkan adanya hipertensi dan
proteinuria pada kehamilan usia diatas 20 minggu. Edema tidak lagi
dipakai sebagai kriteria diagnostik karena sangat banyak ditemukan
pada wanita dengan kehamilan normal
Faktor resiko Pre-Eklampsia berdasarkan penelitian ilmuan
bahwa terdapat hubungan Usia, Paritas, IMT, Obesitas, Riwayat
penyakit kronis, Aktivitas fisik, Status Gizi, dan Sikap terhadap
kejadian Pre-Eklampsia dan Tidak ada Hubungan Pada variable
Pendidikan, pekerjaan, jarak kehamilan, pola makan, kebiasaan
merokok, kunjungan ANC, dukungan keluarga, Pengetahuan dan status
ekonomi dengan kejadian Pre-Eklampsia dengan p-value >0,05 artinya

J u d u l B u k u | 67
Ha Ditolak dan Ho diterima. serta faktor yang paling dominan
berhubungan dengan pre eklampsia adalah Riwayat Penyakit Kronis.
Disarankan kepada ibu hamil agar dapat melakukan
pencegahan pre-eklmapsia dengan melakukan pemeriksaan antenal
care (ANC) minimal 4 kali selama masa kehamilan, sebaiknya sejak
kehamilan bulan pertama sampai bulan ke 6 dilakukan setiap bulan
sekali, dan pada bulan ke 7-9 tiap dua kali seminggu, dan pada akhir
kehamilan dilakukan satu minggu sekali.

D e t e r m i n a n k e j a d i a n p r e e k l a m p s i a | 68
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Z. F., & Nurdin, S. S. (2019). Faktor Risiko Kejadian


Preeklamsia Di RSIA Siti Khadijah Gorontalo. Akdemika
Jurnal UMGO, 8(2), 150–162

Akri, Y. J., & Yunamawan, D. (2021). Studi Tentang Usia Ibu, Paritas,
Riwayat Hipertensi dan Pola Istirahat Terhadap Kejadian
Preeklamsi di Puskesmas Sukodono Lumajang. Biomed
Science, 8(2), 41–49.

Andri Yanuarini, T., suwoyo, & julianawati, T. (2020). Hubungan


Status dengan kejadian Preeklampsia. Jurnal Kebidanan, 9.
https://akbid-dharmahusada-kediri.e- journal.id/JKDH/index

Astin, Nurmaity dan Zaenab Sitti. 2019. Hubungan Kebiasaan Pola


Makan Ibu Hamil dengan Kejadian Preeklampsia Di RSUD

D e t e r m i n a n k e j a d i a n p r e e k l a m p s i a | 69
Kota Kendari Tahun 2019. Naskah Publikasi : Politeknik
KesehatanKendari

Cunningham, W., Gary, F., Leveno, K. J., Bloom, S. L., Spong, C. Y.,
Dashe, J. S., & J Whitridge. (2018). Williams obstetrics (F. G.
Cunningham, K. J. Leveno, S. L. Bloom, C. Y. Spong, & J. S.
Dashe (eds.); 25th ed.).
https://accessmedicine.mhmedical.com/book.aspx?bookid=191
8

Demissie, M., Molla, G., Tayachew, A., & Getachew, F. (2022). Risk
factors of preeclampsia among pregnant women admitted at
labor ward of public hospitals, low income country of Ethiopia;
case control study. Pregnancy Hypertension, 27(March), 36–41.
https://doi.org/10.1016/j.preghy.2021. 12.002

Destri Wulandari, Merisa Riski, Putu Lusita Nati Indriani (2022)


Hubungan Obesitas, Pola Makan Dan Cakupan Kunjungan
ANC Dengan Preeklamsia Pada Ibu Hamil Trimester III. Jurnal
Kebidanan Indonesia, Vol 13 No 1. Januari 2022 (51-60)

Ekasari, Tuti dan Natali, M.S. 2019. Pengaruh Pemeriksaan Kehamilan


Secara Teratur Terhadap Kejadian Preeklampsia. Jurnal Ilmu
Kesehatan. Vol. 3 (1). PP. 24-38.

Grum, T., Seifu, A., Abay, M., Angesom, T., & Tsegay, L. (2017).
Determinants of pre-eclampsia/Eclampsia among women
D e t e r m i n a n k e j a d i a n p r e e k l a m p s i a | 70
attending delivery Services in Selected Public Hospitals of
Addis Ababa, Ethiopia: A case control study. In BMC
Pregnancy and Childbirth (Vol. 17, Nomor 1).
https://doi.org/10.1186/s12884-017- 1507-1

Hutahaean, N. (2022). HUBUNGAN UMUR DAN PARITAS IBU


BERSALIN DENGAN PREEKLAMSIA DI KLINIK
PRATAMA MARTUA SUDARLIS MEDAN TAHUN 2022.
Excellent Midwifery Journal, 5(2).

Huzaipah, annisa A. (2021). Hubungan Pola Makan Dan Aktivitas Fisik


Dengan Kejadian Hipertensi Pada Usia Dewasa Muda (26-45
Tahun) Di Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad Provinsi
Riau Tahun 2018.

Kartikadewi, R., Theresia, E. M., & Meilani, N. (2019). Age, parity and
birth spacing to the incidence of preeclampsia. International
Journal of Public Health Science (IJPHS), 8(1), 45.
https://doi.org/10.11591/ijphs.v8i1.16646

Kasriatun, K., Kartasurya, M. I., & Nugraheni, S. A. (2019). Faktor


Risiko Internal dan Eksternal Preeklampsia di Wilayah
Kabupaten Pati Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Manajemen
Kesehatan Indonesia, 7(1), 30–38.
https://doi.org/10.14710/jmki.7.1.2019.30-38

D e t e r m i n a n k e j a d i a n p r e e k l a m p s i a | 71
Legawati and Utama, N. R. (2017) 'Analisis Faktor Risiko Kejadian
Preeklampsia. Berat di RSUD Rujukan Kabupaten Dan Provinsi
Kalimantan Tengah', Jurnal.

Lopez-Jaramillo, P. et al. (2018) ‘Obesity and Preeclampsia: Common


Pathophysiological Mechanisms’, Frontiers in Physiology,
9(December), pp. 1–10. doi: 10.3389/fphys.2018.01838.

Morteza Motedayen, Mohammad Rafiei, Mostafa Rezaei Tavirani,


Kourosh Sayehmiri, Majid Dousti (2019) Hubungan antara
indeks massa tubuh dan preeklamsia: Tinjauan sistematis dan
meta-analisis. Jurnal Internasional BioMedis Reproduksi

Muzalfah, R., Dyah, Y., Santik, P., & Wahyuningsih, A. S. (2018).


Kejadian Preeklampsia pada Ibu Bersalin. Higeia Journal Of
Public Health Research Development, 2(3), 417–428.

Muzalfah, R., Santik, Y. D. P., & Wahyuningsih, A. S. (2018). Kejadian


Preeklampsia pada Ibu Bersalin. Higeia Journal Of Public
Health Research Development, 2(3), 1–12.
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.p
hp/higeia/article/view/21390/11738

Myrtha, R. (2015). Penatalaksanaan Tekanan Darah pada


Preeklampsia. Cermin Dunia Kedokteran, 42(4), 262–266.
http://www.cdkjournal.com/index.php
/CDK/article/viewFile/1020/741
D e t e r m i n a n k e j a d i a n p r e e k l a m p s i a | 72
Nengsih, N. (2020). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Kejadian Preeklampsia Pada Ibu Hamil Di Puskesmas Aur Duri
Kota Jambi. Scientia Journal, 10, 20.
https://doi.org/10.35872/jurkeb.v12i01.362

NIH (2017) ‘Tobacco’. Available at: https://www.cancer.gov/about-


cancer/causesprevention/risk/tobacco.

Njoroge, S., Kuriloff, M., Mueller, A., et al (2021). The interval


between births and the risk of recurrent preeclampsia among
predominantly high risk women in urban tertiary care center.
Pregnancy Hypertension, 25, 7–11.
https://doi.org/10.1016/j.preghy.2021.05.009

Notoatmodjo, Soekidjo. (2018). Metodologi Penelitian Kesehatan.


Jakarta: Rineka Cipta

Patonah, S., Afandi, A. A., & Resi, E. (2021). Hubungan Indeks Massa
Tubuh (IMT) Dengan Kejadian Preeklampsia Pada Ibu Hamil
Di Puskesmas Balen Kecamatan Balen Kabupaten Bojonegoro
Tahun 2020. Asuhan Kesehatan, 12(2), 28–33.

Perry A, Stephanou A, Rayman MP. Dietary factors that affect the risk
of pre-eclampsia. BMJ Nutr Prev Health. 2022 Jun 6;5(1):118-
133. doi: 10.1136/bmjnph-2021-000399. PMID: 35814725;
PMCID: PMC9237898.

D e t e r m i n a n k e j a d i a n p r e e k l a m p s i a | 73
Prasetyo, R., Wijayanegara, H., & Yulianti, A. B. (2015). Hubungan
antara Karakteristik Ibu Hamil dengan Kejadian Preeklamsi di
RSUD Al-Ihsan Kabupaten Bandung. Prosiding Pendidikan
Dokter, 2, 1030–1033.

Prawirohardjo, sarwono (2018). Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina


Pustaka

Quan, L. M., Xu, Q. L., Zhang, G. Q., Wu, L. L., & Xu, H. (2018a). An
analysis of the risk factors of preeclampsia and prediction based
on combined biochemical indexes. In Kaohsiung Journal of
Medical Sciences (Vol. 34, Nomor 2, hal. 109–112).
https://doi.org/10.1016/j.kjms.2017.10 .001

Quedarusman, J, W., & J, K. (2016). Hubungan Indeks Massa Tubuh


Ibu dan Peningkatan Berat Badan Saat Kehamilan dengan
Preeklampsia.itle. E_Biomedik, 1, 305–311.

Rifaldi Rayi Dzikrulloh, Ismawati, & Noormartany. (2023). Hubungan


Antara Paritas, Interval Paritas, dan Usia Ibu dengan Kejadian
Preeklampsia di Kabupaten Karawang Tahun 2021. Bandung
Conference Series: Medical Science, 3(1).
https://doi.org/10.29313/bcsms.v3i1.7142

Saifuddin, AB, 2016. Ilmu Kebidanan, Sarwono Prawirohardjo,


Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

D e t e r m i n a n k e j a d i a n p r e e k l a m p s i a | 74
Saito, S. (2018) Preeclampsia Basic, Genomic, and Clinical. Edited by
S. Saito. Singapore: Springer Nature Singapore Pte Ltd. doi:
10.1007/978-981-10- 5891-2_9

Setyawati, A., Widiasih, R., & Ermiati, E. (2018). Faktor-Faktor Yang


Berhubungan Dengan Kejadian Preeklampsia Di Indonesia.
Jurnal Perawat Indonesia, 2(1), 32.
https://doi.org/10.32584/jpi.v2i1.38

Shao, Y., Qiu, J., Huang, H., et al (2017). Pre-pregnancy BMI,


gestational weight gain and risk of preeclampsia: A birth cohort
study in Lanzhou, China. BMC Pregnancy and Childbirth,
17(1), 2–9. https://doi.org/10.1186/s12884-017-1567-2

Sofia, S., Haswita, & Nuzula, F. (2021). Gambaran tingkat pengetahuan


ibu hamil tentang pencegahan preeklampsia. Jurnal Ilmiah
Kesehatan Rustida, 08, 130–140.

Sudarman, ., Tendean, H. M. M., & Wagey, F. W. (2021). Faktor-


Faktor yang Berhubungan dengan Terjadinya Preeklampsia. e-
CliniC, 9(1), 68–80. https://doi.org/10.35790/ecl.v9i1.3196

Syaflindawati, S. (2019). Hubungan Umur Dan Riwayat Hipertensi


Dengan Kejadian Pre Eklamsi Di Rsup. Dr. M. Djamil Padang.
Menara Ilmu, 13(4), 130–139.

D e t e r m i n a n k e j a d i a n p r e e k l a m p s i a | 75
Tambunan, lensu natalia, Arsesiana, angga, & paramita, A. (2020).
Determinan Kejadian Preeklamsia Di Rumah Sakit Umum Dr.
Doris Sylvanus Palangka Raya. Jurnal Surya Medika, 6 no 1,
101–111.

Thariq, May Ulfa. 2017. Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil tentang


Preeklamsia di Puskesmas Padang Bulan Kota Medan. Medan

Tonasih, T., & Kumalasary, D. (2020). Analisa Determinan yang


Berhubungan dengan Preeklampsia Berat pada Ibu Hamil.
Jurnal SMART Kebidanan, 7(1), 41.
https://doi.org/10.34310/sjkb.v7i1.298

Wafiyatunisa, Z. R. (2016). Hubungan Obesitas dengan Terjadinya


Preeklampsia. Majority, 5(5), 184–190.
http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/vi
ew/907/815

Yunus, N., Andi Nurlinda, & Muh. Khidri Alwi. (2021). Hubungan
Pengetahuan dan Sikap terhadap Kejadian Preeklampsia Pada
Ibu Hamil Di Wilayah Puskesmas Tangeban Kecamatan
Masama Kabupaten Banggai. Journal of Muslim Community
Health, 2(2), 1-14. https://doi.org/10.52103/jmch.v2i2.501

Zahrotun Ni, F., Kusuma Widyaningsih, F., & Muniroh, L. (2022).


Hubungan Asupan Natrium, Kalium Dan Magnesium Dengan
Kejadian Preeklampsia Pada Ibu Hamil Di Kota Surabaya.
D e t e r m i n a n k e j a d i a n p r e e k l a m p s i a | 76
Healthy Tadulako Journal (Jurnal Kesehatan Tadulako, 8(3),
194–199

Kemenkes.(2021).Peringatan Hari Preeklamsia Sedunia


2021.https://ayosehat.kemkes.go.id/peringatan-hari-
preeklamsia-sedunia-2021

D e t e r m i n a n k e j a d i a n p r e e k l a m p s i a | 77

Anda mungkin juga menyukai