Anda di halaman 1dari 48

ASUHAN KEBIDANAN PADA NY” ID” P2002 KALA III DENGAN RETENSIO

PLASENTA DI RUANG DELIMA RSD KERTOSONO


KABUPATEN NGANJUK
TAHUN 2022

DISUSUN OLEH :

SRI WAHYUNI

NIM. 2021080073

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HUSADA JOMBANG
TAHUN 2022
LEMBAR PENGESAHAN

Proceptor Klinik Proceptor Akademik

( Kusuma Prihartatik,S.ST ) ( Zeny Fatmawati, SST., M.PH )


NIP.197505292007012017 NPP. 010305020

Ketua STIKES Husada Jombang Ketua Program Studi Pendidikan


Profesi Bidan

( Dra. Hj. Soelijah Hadi, M.Kes., MM ) ( Zeny Fatmawati, SST., M.PH )


NPP. 010201001 NPP. 010305020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas segala
rahmat dan anugerah-Nya sehingga Laporan Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan di RSD
Kertosonodapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak selama
menyelesaikan Laporan ini, tidak akan mungkin dapat penulis selesaikan dengan baik. Dalam
penyusunan Laporan ini, penyusun banyak mendapat bimbingan dan dukungan serta arahan
dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penyusun ingin menyampaikan rasa
terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
1. Dra. Hj. Soelijah Hadi, M.Kes. MM.selaku Ketua STIKES Husada Jombang, yang telah
memberikan kesempatan dan fasilitas kepada kami sehingga laporan ini dapat terselesaikan
dengan baik.
2. Zeny Fatmawati, SST., M.PH selaku Ketua Program Studi Pendidikan Profesi Bidan
STIKES Husada Jombang dan Pembimbing Akademik dalamPenyusunanlaporanStase II
ini.
3. Kusuma Prihartatik, SST, selaku CI Puskesmas Jatikalen
4. Keluarga saya yang senantiasa memberikan motivasi serta bantuan materiil dan spiritual
yang tiada henti.
5. Teman-teman sejawat khususnya di RSUD Kertosono yang telah membantu dan selalu
memberikan motivasi dalam penyelesaian laporan studi kasus ini.
Semoga Alloh SWT membalas budi baik semua pihak yang telah memberikan
kesempatan, dukungan dan bantuan dalam penyelesaian laporan stase I ini.
Akhir kata penyusun berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi perkembangan
ilmu pengetahuan, khususnya Ilmu Kebidanan dan pelayanan gynekologi.

Kertosono,
Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keberhasilan upaya Kesehatan ibu, diantaranya dapat dilihat dari indikator Angka
Kematian Ibu (AKI) dan AKB. AKI adalah jumlah kematian ibu selama masa kehamilan,
persalinan dan nifas yang disebabkan oleh kehamilan, persalinan, dan nifas atau
pengelolaannya di setiap 100.000 Kelahiran Hidup. Bersadasarkan Survei Demografi dan
Kesehatan Indonesi (SDKI) tahun 2015, Angka Kematian Ibu (AKI) sebesar 305 per
100.000 kelahiran hidup. Dan Angka Kematian Bayi 22,23/1000 Kelahiran hidup. Angka
ini masih cukup tinggi bila dibandingkan dengan negara-negara tetangga di Kawasan
ASEAN. Serta masih jauh dari tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) tahun 2030.
Yaitu mengurangi rasio angka kematian ibu menjadi kurang dari 70 per 100.000
kelahiran. Penyebab AKI di Indonesia pada tahun 2015 yaitu infeksi sebesar 2,76%,
gangguan sistem peredaran darah 9,27%, perdarahan 21,14%, hipertensi 26,34% dan lain-
lain sebesar 40,49% (Profil Kesehatan Indonesia, 2015).
Proses keluarnya plasenta ini adalah tahap ketiga atau tahap terakhir. Plasenta tidak
keluar didalam rahim bahkan hingga lewat dari 30 menit.adalah organ yang terbentuk
didalam rahim ketika masa kehamilan dimulai. Organ ini berfungsi sebagai penyedia
nutrisi dan oksigen untuk janin, serta membuang limbah sisa metabolisme dari darah.
Retensio plasenta dapat menyebabkan perdarahan, perdarahan merupakan penyebab
kematian nomor satu (40%-60%) kematian ibu melahirkan di Indonesia. Berdasarkan
data kematian ibu yang disebabkan oleh perdarahan pasca persalinan di Indonesia adalah
sebesar 43%, menurut WHO dilaporkan bahwa 15-20% kematian ibu karena retensio
plasenta dan insidennya adalah 0,8-1,2% untuk setiap kelahiran. Dibandingkan dengan
resiko-resiko lain dari ibu bersalin, perdarahan post partum dimana retensio plasenta
salah satupenyebabnya dapat mengancam jiwa dimana ibu dengan perdarahan yang hebat
akan cepat meninggal jikan tidak mendapat perawatan medis yang cepat.
Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2015 perdarahan postpartum
merupakan angka terbesar ketiga yang dapat menyebabkankematian ibu. Perdarahan
postpartum dapat terjadi karena retensio plasenta. Retensio plasenta yaitu tidak keluarnya
plasenta dalam waktu 30 menit setelah bayi lahir (Ratna, 2012).Bidan memiliki peran
dalam melakukan asuhan kebidanan pro-aktif yaitu dengan peningkatan cakupan ante
natal care (ANC) yaitu pemeriksaan kehamilan minimal 4 kali, bersalin pada tenaga
kesehatan, perawatan bayi baru lahir, kunjungan nifas kunjungan neonatal, penanganan
komplikasi dan pelayanan kontrasepsi yang dilakukan secara komprehensif. Asuhan
kebidanan komprehensif merupakan asuhan kebidanan yang diberikan secara menyeluruh
mulai dari hamil, bersalin, bayi baru lahir, nifas, neonatus sampai pada keluarga
berencana. Asuhan kebidanan ini diberikan sebagai bentuk penerapan fungsi, kegiatan,
dan tanggung jawab bidan dalam memberikan pelayanan kepada klien dan merupakan
salah satu upaya untuk menurunkan AKI dan AKB.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Setelah praktek klinik kebidanan diharapkan mahasiswa mampu melakukan
perawatan dan asuhan kebidanan secara komprehensif kepada Ibu bersalin Kala III
denganRetensio Plasenta.
1.2.2 Tujuan Khusus
Setelah dilakukan Asuhan Kebidanan kepada ibu, maka mahasiswa dapat
melaksanakan asuhan kebidanan meliputi :
1. Dapat melakukan pengkajian data Subjektif secara lengkap
2. Dapat melakukan pengkajian data objektif secara lengkap
3. Dapat melakukan Analisa dari hasilpengkajian data
4. Dapat melakukan penatalaksaan dari Analisa yang telah didapatkan berdasarkan
pengkajian data subjektif dan objektif
5. Dapat mendukomentasikan hasil asuhan kebidanan yang telah diberikan dengan
metode SOAP.
1.3 Manfaat
1.3.1 Lahan Praktek
Sebagai bahan masukan dan evaluasi yang diperlukan dalam pelaksanaan praktek
pelayanan Asuhan Kebidanan khususnya pada Ibu bersalin Kala III dengan Retensio
Plasenta.
1.3.2 Pendidikan
Sebagaibahan bacaan dan sumber referensi di perpustakaan untuk menambah
informasi dan wawasan pembaca tentang Asuhan Pelayanan kebidanan pada ibu
bersalin Kala III dengan Retensio Plasenta.
1.3.3 Klien
Untuk mendapatkan Pelayanan asuhan Kebidanan ibu bersalin Kala III dengan
Retensio Plasenta, sehingga proses persalinan berjalan, lancer aman dan nyaman.
Dengan pendekatan fisologis pada ibu.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KONSEP DASAR PERSALINAN


2.1.1 Pengertian
Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari
dalam uterus melalui vagina ke dunia luar (Prawirohardjo, 2016).
Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar dari
uterus ibu. Persalinan dianggap normal bila prosesnya terjadi pada usia kehamilan
cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai adanya penyulit. Persalinan dimulai
sejak uterus berkontraksi dan menyebabkan perubahan pada serviks (membuka dan
menipis) dan berakhir dengan lahirnya plasenta secara lengkap (DepKes RI, 2016).
2.1.2 Faktor-Faktor Yang MempengaruhiPersalinan
1. Power (kekuatan his dan kekuatan meneran)
a. Otot-otot rahim
b. Susunan otot-otot rahim
c. Ligamentum Rotundum
d. Reflek meneran
e. Kontraksi otot rahim
2. Passageway (Jalan Lahir)
Tulang panggul yang berperan dalam proses persalinan adalah pelvis minor
terdiri atas :
a. Pintu atas panggul (PAP)
b. Bidang terluas panggul
c. Bidang sempit panggul
d. Pintu bawah panggul
3. Passenger (Janin Dan Plasenta)
a. Ukuran kepala janin
b. Presentasi janin
c. Letak janin
d. Sikap
e. Posisi janin
4. Psikis Ibu
a. Penerimaan atas kehamilannya
b. Penerimaaan terhadap jalannya perawatan antenatal, petunjuk, dan persiapan
untuk menghadapi persalinan.
c. Kemampuan bekerjasama dengan penolong persalinannya.
d. Adaptasi terhadap rasa nyeri persalinan
5. Penolong
a. Pengalamannya dalam memimpin persalinan
b. Adaptasi dan pengertiannya dalam menghadapi parturient terutama primipara
2.1.3 Tanda dan GejalaPersalinan
1. Adanya penipisan dan pembukaan serviks
2. Kontraksi uterus yang mengakibatkan perubahan serviks (frekuesi minimal 2 kali
dalam 10 meit)
3. Cairan lendir bercampur darah (show) melalui vagina
2.1.4 Tahap-tahapPersalinan
1. Kala 1 Persalinan
Kala I persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus dan pembukaan serviks
sehingga mencapai pembukaan lengkap (10 cm).
Kala I persalinan dibagi menjadi 2 fase yaitu:
a. Fase laten
Dimulai sejak awal berkontraksi yang menyebabkan penipisan dan
pembukaan serviks secara bertahap
b. Fase aktif
Frekuensi dan lama kontraksi uterus akan meningkat secara bertahap
(kontraksi dianggap adekuat/memadai jika terjadi 3x atau lebih dalam waktu
10 menit, dan berlangsung selama 40 detik atau lebih). Terjadinya penurunan
bagian terbawah janin.
2. Kala II persalinan
Kala II persalinan dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm)
dan berakhir dengan lahirnya bayi. Kala II dikenal juga sebagai kala pengeluaran.
Proses ini berlangsung 2 jam primigravida dan 1 jam pada multigravida. Pada kala
ini his menjadi lebih kuat dan cepat, kurang lebih 2-3 menit sekali. Dalam kondisi
yang normal pada kala ini kepala sudah masuk dalam ruang panggul, maka pada
saat his dirasakantekanan pada otot-otot dasar panggul, yang secara reflektoris
menimbulkan rasa mengedan.
Tanda dan gejala kala II persalinan :
a. Ibu merasakan ingin meneran bersama dengan terjadinya kontraksi.
b. Ibu merasakan makin meningkatnya tekan pada rectum dan atau vaginanya.
c. Perineum terlihat menonjol.
d. Vulva vagina dan spingter ani terlihat membuka.
Gejala utama kala II :
a. His semakin kuat dengan interval 2-3 menit, dengan durasi 50-100 detik
b. Menjelang akhir kala I, ketuban pecah ditandai dengan pengeluaran cairan
secara mendadak
c. Ketuban pecah pada pembukaan mendekati lengkap diikuti keinginan
meneran karena tertekannya fleksus frankenhouser
d. Dua kekuatan, yaitu his dan meneran akan mendorong kepala bayi sehingga
kepala membuka pintu, sub-oksiput bertindak sebagai hipomocglion,
berturut-turut lahir ubun-ubun besar, dahi, hidung, dan muka serta kepala
seluruhnya
e. Kepala lahir seluruhnya dan diikuti oleh putaran paksi luar, yaitu
penyesuaian kepala pada punggung
f. Setelah putaran paksi luar berlangsung, maka persalinan bayi ditolong
dengan jalan berikut :
1) Pegang kepala pada tulang oksiput dan bagian bawah dagu, kemudian
ditarik curam ke bawah untuk melahirkan bahu depan, dan curam ke
atas untuk melahirkan bahu belakang
2) Setelah kedua bahu lahir, ketiak dikait untuk melahirkan sisa badan
bayi
3) Bayi lahir diikuti oleh sisa air ketuban
g. Lamanya kala II untuk primigravida 120 menit dan multigravida 60 menit .
3. Kala III Persalinan
Dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya placenta, yang berlangsung
tidak lebih dari 30 menit.
a. Tanda-tanda lepasnya plasenta :
1) Uterus menjadi berbentuk bundar/Globuler
2) Uterus terdorong keatas, karena plasenta dilepas ke segmen bawah rahim
3) Tali pusat bertambah panjang
4) Terjadi perdarahan
b. Fase pelepasan plasenta, adalah :
1) Schultze
Pelepasan plasenta yang dimulai dari sentral/bagian tengah sehingga
terjadi retrolasenta. Cara pelepasan ini yang sering terjadi. Tanda
pelepasan dari tengah ini mengakibatkan perdarahan tidak terjadi
sebelum plasenta lahir. Perdarahan banyak terjadi segera setelah plasenta
lahir.
2) Duncan
Terjadi pelepasan plasenta dari pinggir atau bersamaan dari pinggir dan
tengah plasenta. Hal ini mengakibatkan terjadi semburan darah sebelum
plasenta lahir.
4. Kala IV Persalinan
Observasi yang harus dilakukan pada kala IV, adalah :
a. Tingkat kesadaran pasien.
b. Pemeriksaan tanda-tanda vital : tekanan darah, nadi dan pernafasan.
c. Kontraksi uterus.
d. Terjadinya perdarahan. Perdarahan dianggap masih normal bila jumlahnya
tidak melebihi 400-500 cc.

2.2. KONSEP DASAR ASUHAN PERSALINAN KALA III


2.2.1 Pengertian
1). Kala III berlangsung sejak kelahiran bayi sampai kelahiran plasenta dan selaput
ketuban secara lengkap., melibatkan pelepasan , penurunan dan pengeluaran plasenta
dan selaput serta pengendalian perdarahan dari daerah plasenta.
2). Kala III persalinan terjadi setelah kelahiran bayi dan melibatkan uterus yang
berkontraksi dan mengecil.
3). Kala III dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya plasenta dan
selaput ketuban.
4). Kala III yaitu setelah bayi lahir, uterus teraba keras dengan fundus teraba keras
dengan fundus uteri agak diatas pusat. Beberapa menit kemudian uterus berkontraksi
lagi untuk melepaskan plasenta dari dindingnya. Biasanya plasenta lepas dalam 6
sampai 15 menit setelah bayi lahir dan keluar spontan atau dengan tekanan fundus
uteri. Pengeluaran plasenta disertai dengan pengeluaran darah.
2.2.2 Fisiologi Kala III
Dimulai sejak lahir bayi sampai lahirnya plasenta atau uri yang berlangsung tidak
lebih dari 30 menit. Rata-rata kala III berkisar 6-15 menit setelah bayi lahir dan keluar
spontan atau dengan adanya tekanan pada fundus uteri, baik pada primipara maupun
multipara. Tempat implantasi plasenta sering pada dinding depan dan belakang korpus
uteri atau lateral. Serta sangat jarang pada fundus uteri. Setelah bayi lahir uterus akan
teraba keras dengan fundus akan setinggi pusat beberapa menit kemudian uterus akan
berkontraksi untuk melepaskan plasenta dari tempat implantasinya. Pengeluaran akan
disertai dengan pengeluaran darah serta akan mengalami pengerutan akibat kavim uteri
dan kontraksi lanjutan sehingga plasenta dilepaskan dari perlekatannya dan
pengumpulan darah pada ruang utero-plasenter akan mendorong plaesenta keluar.
Pada kala III, miometrium berkontraksi mengikuti penyusupan volume rongga
uterus setelah lahirnya bayi. Penyusutan ukuran ini menyebabkan berkurangnya ukuran
tempat perlekatan plasenta. Tempat implantasi plasentasemakin kecil, sedangkan ukuran
plasenta tidak berubah maka plasenta akan terlipat,menebal, dan kemudian lepas dari
dinding uterus. Setelah lepas,plasenta akan turun ke bagian bawah uterus atau kedalam
vagina (Tando,2013:97).
Plasenta merupakan organ yang luarbiasa. Plasenta berasal dari lapisan trophoblast
pada ovum yang dibuahi, lalu terhubung dengan sirkulasi ibu untuk melakukan fungsi-
fungsi yang belum dapat dilakukan janin itu sendiri selain kehidupan inta
utrein. Keberhasilan janin untuk hidup tergantung atas keutuhan dan efiseinsi
plasenta.
Plasenta berbentuk bundar atau hamper bundar dengan diameter 15 sam[ai 20 cm
dan tebal kurang lebih 2,5 cm, bertanya rata-rata 500 gram. Talipusat berhubungan
dengan plasenta (insersiosentralis). Umunya plasenta terbentuk lengkap pada kehamilan
kurang lebih 16 minggu dengan ruang amnion telah megisi sekuruh kavum uteri. Bila
diteliti dengan benar, maka plasenta sebenarnya berasal dari Sebagian besar dari bagian
janin, yaitu vilikorialis yang berasal dari korion , dan Sebagian kecil dari bagian ibu
yang berasal dari desidua basalis. (Wiknjosastro H, 2015).
2.2.3.MekanismeLahirnya Plasenta
Setelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan berkontraksi. Kontraksi dan retraksi
otot-otot uterus menyelesaikan proses ini pada akhir persalinan. Sesudah berkontraksi,
sel myometrium tidak relaksasi, melainkan menjadi lebih pendek dan lebih tebal.
Dengan kontraksi yang berlangsung kontinyu, myometrium menebal secara progresif
dan kavum uteri mengecil sehingga ukuran juga mengecil. Pengecilan mendadak uterus
ini disertai mengecilnya daerah tempat perlekatan plasenta.
Ketika jaringan penyokong plasenta berkontraksi maka plasenta yang tidak dapat
berkontaksi mulai terlepas dari dinding uterus . tegangan yang ditimbulnanya
menyababkan lapus dan desidua sponiosa yang longgar memberijalan, dan pelepasan
plasenta terjadi ditempat itu. Pembuluh darah yang terdapat di uterus berada diantara
serat-serat otot moimetrium yang saling bersilangan. Kontarski serat-serat otot ini
menekan pembuluh darah dan retraksi otot ini megakibatkan pembuluh darah terjepit
serta perdarahan berhenti.
Kala III yang normal dapat dibagi ke dalam 4 fase, yaitu:
1). FASE LATEN, ditandai oleh menebal nya dinidng uterus tempat plasenta, namun
dinding uterus tempat plasenta melekat masih tipis.
2). FASE KONTRAKSI, ditandai oleh menebalnya dinding uterus tempat plasenta
melekat (dari ketebalan kurang dari 1cm menjadi> 2 cm)
3). FASE PELEPASAN PLASENTA, fasedimana plasenta menyempurnakan
pemisahan nya dari dinding uterus dan lepas. Tidak ada hematom yang terbentuk
antara dinding uterus dengan plasenta. Terpisahnya plasenta disebabkan oleh
kekuatan plasenta yang pasif dengan otot uterus yang aktif pada tempa tmelekatnya
plasenta, yang mengurangi permukaaan tempat melekatnya plasenta. Akibatnya
sobek dilapisan spongiosa.
4). FASE PENGELUARAN, dimana plasenta bergerak menluncur. Saat plasenta
bergerak turun, dareah pemisahan tetap tidak berubah dan sejumlah kecil darah
terkumpul didalam rongga rahim. Ini menunjukkan bahwa perdarahan selama
pemisahan plasenta lebih merupakan akibat, bukan sebab. Lama Kala III pada
persalinan normal ditentukan oleh lamanya fase kontraksi. Dengan menggunakan
ultrasnografi pada kala III, 89% Plasenta lepas dalam waktu satu menit dari tempat
implantasinya.
Setelah lahir bayi,uterus masih mengadakan kontraksi yang mengakibatkan penciutan
kavum uteri, tempat implantasi plasenta. Hal ini mengakibatkan plasenta lepas dari
tempat implantasinya.
a. Macam-macam pelepasan plasenta:
1) Metode Schulze
Pelepasan dimulai pada bagian tengah (sentral) dari plasenta dan akan terjadi
hematoma retro plasenta yang selanjutnya mengangkat plasenta dari dasarnya.
Plasenta dengan hematoma bagian atas akan jatuh ke bawah dan akan menarik
selaput plasenta. Bagian plasenta yang akan muncul pada vulva adalah permukaan
fetal, sedangkan hematoma terdapat dalam kantong yang terputar balik. Maka saat
pelepasan plasenta secara schultze tidak akan terjadi perdarahan sebelum plasenta
lahir atau sebagian terlepas seluruhnya, setelah plasenta lahir akan ada darah
menggumpal mengalir. Pelepasan plasenta dengan metode Schultze adalah cara
yang paling banyak ditemui dalam proses kala uri.
2) Metode Duncan
Plasenta lepas mulai dari bagian pinggir (marginal) yang ditandai dengan
adanya perdarahan dari vagina apabila plasenta sudah mulai terlepas. Umumnya
perdarahan tidak melebihi 400ml (Kuswanti dan Melina,2014: 120). Darah yang
mengalir keluar antara selaput janin dan dinding uterus, perdarahan ini telah terjadi
sejak sebagian dari plasenta dan akan berlangsung sampai seluruhplasenta lepas.
Pelepasan secara Duncan akan terjadi pada plasenta letak rendah (Eniyati dan
Sholihah,2013:132).
Apabila plasenta telah lahir, umumnya otot-otot uterus segera berkontraksi,
pembuluh-pembuluh darah akan terjepit dan perdarahan akan segera berhenti. Pada
keadaan normal plasenta lahir spontan dalam waktu lebih kurang 6 menit stelah
anak lahir lengkap.
b. Tanda-tanda pelepasan plasenta
1) Perubahan bentuk uterus dan tinggi fundus uterus
Setelah bayi lahir dan sebelum myometrium mulai berkontraksi,uterus
berbetuk bulat penuh dan tinggi fundus biasanya di bawah
pusat(Tando,2015:98). Setelah uterus berkontraksi dan plasenta terdorong ke
bawah, uterus yang semula discoid menjadi glober (bundar) akibat dari
kontraksi uterus dan fundus berada di atas pusat (Kuswanti dan Melina,2013)
2) Semburan darah tiba-tiba
Darah yang terkumpul dibelakang plasenta akan membantu mendorong
plasenta keluar dengan adanya gaya gravitasi. Apabila retroplasenter pooling
dalam ruang di antara dinding uterus dan permukaan dalam plasenta melebihi
kapasitas maka retroplasenter akan pecah, sehingga terjadi semburan darah
dari tepi plasentayang terlepas. Tanda ini tampak dalam waktu satu menit
setelah bayi lahir sampai lima menit(Tando,2015: 98).
3) Tali pusat memanjang
Tali pusat akan tampak menjulur keluar melalui vulva (tanda Ahfeld)
(Tando NM : 2015:99). Hal ini karena plasenta turun ke segmen uterus yang
lebih bawah atau rongga vagina (Kuswanti dan Melina,2013: 121).

4) Perubahan posisi uterus


Setelah plasenta lepas dan menempati segmen bawah Rahim, maka
uterus muncul pada rongga abdomen (uterus naik di dalam abdomen)
(Kuswanti dan Melina,2013: 121).
c. Pengawasan perdarahan
Prasat-prasat untuk mengetahui plasenta lepas dari tempat implantasinya :
1) Prasat Kustner
Tangan kanan meregangkan atau menarik sedikit tali pusat. Tangan kiri
menekan diatas simfisis. Apabila tali pusat masuk ke dalam vagina menandakan
plasenta belum terlepas, sebaliknya bila tetap atau tambah maju menandakan
plasenta telah lepas dari dinding uterus. Prasat ini hendaknya dilakukan secara
hati-hati, jika hanya sebagian plasenta terlepas perdarahan abnormal akan terjadi
(Eniyati dan Sholihah,201).
2) Prasat Strassman
Prasat ini dilakukan dengan mengetok-ngetok fundus uterus dengan tangan
kiri dan tangan kanan meregangkan tali pusat, apabila tali pusat bergetar berarti
plasenta belum lepas, sebaliknya bila tidak terasa getaran berarti plasenta sudah
lepas dari dinding uterus. Prasat ini menimbulkan tanda pelepasan plasenta yakni
rahim menonjol di atas simfisis, tali pusat bertambah panjang, rahim bundar dan
keras, serta keluar darah tiba-tiba (Eniyati dan Sholihah,2013:132).
3) Prasat Klien
Untuk melakukan prasat ini, minta pasien untuk meneran,jika tali pusat
tampak turun atau bertambah panjang berarti plasenta telah lepas bila pengejanan
dihentikan dan tali pusat masuk kembali ke dalam vagina, berarti plasenta belum
lepas dari dinding uterus (Kuswanti dan Melina,2013).
4) Prasat Manuaba
Tangan kiri memegang uterus pada segmen bawah Rahim,sedangkan tangan
kanan memegang dan mengencangkan tali pusat kemudian tangan ditarik
secaraberlawanan.
2.2.4 ManajemenAktif Kala III
Manajemen aktif kala III adalah mengupayakan kala III selesai secepat mungkin
dengan melakukan langkah-langkah yang memungkinkan plasenta lepas dan lahir
dengan cepat. Tujuan manajemen aktif kala III adalah untuk meghasilkan kontraksi
uterus yang lebih efektif,mempersingkat waktu kala III,mencegah perdarahan dan
mengurangi kehilangan darah kala III persalinan jika dibandingkan dengan
penatalaksanaan fisiologis, sehingga dapat mengurangi angka kematian dan angka
kesakitan yang berhubungan dengan perdarahan.
Penatalaksanaan manajemen kala III dapat mencegah terjadinya kasus perdarahan
pasca persalinan yang disebabkan oleh atonia uteri dan retensio plasenta. Syarat
manajemen aktif kala III yakni janin tunggalatau memastikan tidak ada lagi janin di
uterus. Dengan membuat kontraksi uterus lebih efektif dapat memberi keuntungan di
antaranya persalinan kala III lebihsingkat,mencegah perdarahan post partum dan
menurunkan kejadian retensio plasenta.
Manajemen aktif kala III dalam persalinan terdapat tiga intervensi utama yakni
pemberian uterotonika setelah kelahiran bayi,penegangan tali pusat terkendali dengan
menunggu pelepasan dan pengeluaran plasenta serta masase fundus uteri
a. Pemberian Oksitosin
Pemberian oksitosin perlu dilakukan pengkajian dengan melakukan palpasi pada
abdomen untuk meyakinkan hanya ada bayi tunggal. Pemberian oksitosin secara
intramuscular pada sepertiga paha bagian luar diberikan 1 menit setelah bayi lahir.
Bila 15 menit plasenta belum lahir, maka pemberian oksitosin kedua, evaluasi
kandung kemih apakah penuh atau tidak, bila penuh lakukan kateterisasi. Setelah 30
menit belum lahir, maka berikan oksitosin ketiga sebanyak 10 mg dan rujuk pasien
(Kuswanti dan Melina Fitria, 2012).
Oksitosin dan ergometri kedua obat uterotonika tersebut dapat mengurangi
perdarahan pada periode postpartum. Berdasarkan penelitian ibu hamil di nigeria ,
ditemukan bahwa penggunan ergometri aman untuk klien dengan tekanan darah
normal. Pada resiko tinggi seperti riwayat hipertensi tidak dapat diberi ergometri
karena ergometri meningkatkan tekanan darah secara bermakna membahayakan jiwa
ibu, sebaiknya menggunakan oksitosin untuk lebih aman bagi ibu (Fauziyah
Yulia,2012).
b. Penengangan tali pusat terkendali
Penegangan tali pusat terkendali dilakukan dengan cara menegangkan tali pusat
secara berkala dengan mendorong uterus kearah dorso cranial yakni kearah kepala
ibu dengan tangan penolong diletakkan di atas simphisis pubis ibu.Efek samping
dari tindakan ini walaupun jarang terjadi adalah putusnya tali pusat atau terjadinya
inversi uterus. Walaupun dikaitkan dengan kesalahan metode pelaksanaannya,
namun kejadian inversi uterus harus diwaspadai. Setelah kelahiran plasenta, lakukan
masase fundus uteri secara aktif untuk menunjang kontraksi uterus hingga mencegah
perdarahan postpartum (Fauziyah Yulia,2012).
c. Masase fundus uteri
Segera setelah plasenta lahir, lakukan masase fundus uteri dengan tangan kiri
sedangkan tangan kanan memastikan bahwa kotiledon dan selaput plasenta dalam
keadaan lengkap dari sisi maternal dan fetal. Masase fundus uteri perlu dilakukan
untuk merangsang kontraksi uterus yang adekuat, sehingga perdarahan postpartum
yang sering diakibatkan oleh atonia uteri dapat dihindari (Fauziyah Yulia,2012:154).
2.2.5 Pemeriksaan Plasenta
a. Plasenta
Pastikan bahwa seluruh plasenta telah lahir lengkap dengan memeriksa jumlah
kotiledon yang rata-rata 15- 20 kotiledon. Periksa dengan seksama pada bagian
pinggir plasenta apakah kemungkinan masih ada hubungan dengan plasenta lain
(plasenta suksenturiata). Amati apakah ada bagian tertentu yang seperti tertinggal
atau tidak utuh, jika kemungkinan itu ada maka segera lakukan eksplorasi untuk
membersihkan sisa plasenta (Walyani,Purwoastuti,2015:83).
b. Selaput ketuban
Pada pemeriksaaan selaput ketuban setelah plasenta lahir, menilai
kelengkapan selaput ketuban untuk memastikan tidak ada bagian yang tertinggal di
dalam uterus. Dengan cara meletakkan plasenta diatas tempat yang datar dan
pertemukan setiap tepi selaput ketuban sambil mengamati apakah ada tanda-tanda
robekan dari tepi selaput ketuban.Jika ditemukan kemugkinan ada bagian yang
robek, maka segera lakukan eksplorasi uterus untuk mengeluarkan sisa selaput
ketuban karena sisa selaput ketuban atau bagian plasenta yang tertinggal di dalam
uterus akan menyebabkan perdarahan dan infeksi (Walyani,Purwoastuti,2015:83).
c. Tali pusat
Setelah plasenta lahir, periksa mengenai data yang berhubungan dengan tali
pusat yakni panjang tali pusat, bentuk tali pusat (besar,kecil atau terpilin-pilin),
insersio tali pusat, jumlah vena dan arteri pada tali pusat serta adanya lilitan tali
pusat (Kuswanti dan Melina,2013).
2.2.6 Pemantauan Kala III
a. Perdarahan
Jumlah darah diukur, disertai dengan bekuan darah atau tidak. Bila jumlah darah lebih
dari 500 cc, segera lakukan penatalaksanaan sesuai faktor penyebab (Tando,2013).
b.Kontraksi uterus
Setelah plasenta terlepas dan lahir, maka uterus akan melakukan kontraksi.
Kontraksi harus dipantau sampai kala IV persalinan, jika didapatkan uterus
berkontraksi jelek atau bahkan tidak berkontraksi,kemungkinan terjadi atonia uteri
sebagai factor terjadinya perdarahan pasca persalinan (Tando,2013: 104).
c.Robekan jalan lahir dan Perinium
Saat melakukan PTT saat tidak adanya kontraksi, bidan akan melakukan
pengkajian terhadap robekan jalan lahir dan perineum. Pengkajian dilakukan sejak
awal sehingga bidan dapat segera menentukan derajat robekan dan teknik jahitan
yang tepat yang akan digunakan sesuai kondisi pasien. Bidan memastikan apakah
jumlah darah yang keluar merupakan akibat dari robekan jalan lahir atau karena
pelepasan plasenta (Walyani,Purwoastuti,2015:83).
d.Tanda-tanda Vital
Tekanan darah yakni tekanan sistolik dan diastolik mulai kembali ke tingkat
sebelum persalinan. Nadi yakni secara bertahap meningkat secara perlahan.
Pernapasan akan kembali normal dan aktivitas gastrointestinal, apabila tidak
terpengaruh obat-obatan,motilitas lambung dan absorbs kembali ke aktivitas normal,
ibu bersalin yang mengalami mual muntah selama kala III adalah hal yang abnormal
(Tando,2013: 105).
e.Personal Hygiene
Menjaga kebersihan tubuh pasien terutama pada daerah genetalia dilakukan
untuk mengurangi kemungkinan kontaminasi terhadap luka robekan jala lahir dan
kemungkinan infeksi intrauterus. Kondisi pasien yang sangat kotor akibat
pengeluaran air ketuban, darah, atau feses saat proses kelahiran janin. Saat plasenta
telah lahir dan tidak adanya perdarahan, maka segera keringkan bagian bawah pasien
dari air ketuban dan darah. Pasang underpad sebagai pengalas bokong yangberfungsi
untuk menampung darah. Apabila diperlukan unruk menghitung volume darah, maka
dapat dipasangkan bengkok dibagian bokong pasien atau dapat di ketahui dari
pemakaian pembalut (Walyani,Purwoastuti,2015).
2.2.7Kebutuhan Ibu Pada Kala III
a. Dukungandaribidan , keluarga dan pendamping
b. Penghargaan terhadap proses kelahiran janin yang telah dilalui.
c. Informasi yang jelas tentang keadaan pasien sekarang dan Tindakan apa yang akan
dilakukan.
d. Menjelaskan pada pasien yang harus dilakukan untuk membantu mempercepat
kelahiran plasenta yakni kapan akan meneran dan posisi apa yang mendukung untuk
pelepasan dan kelahiran plasenta
e. Merasa nyaman karena terbebas dari bagian bawah yang basah dikarenakan darah
dan air ketuban.
f. Hidariasi (Kuswanti dan Melina,2013).
2.2.8 Penatalaksanaan
Manjemen aktif pada kala III persalinan
Langkah -langkah inti
1). Jepit dan gunting talipusat sedinimungkin
Dengan penjepitan tali pusat dini akan memulai pelepasan plasenta
2). Memberikan oksitosin
Oksitosin merangsang uterus berkontraksi yang juga mempercepat pelepasan
plasenta.
a. Oksitosin 10 U IM dapat diberikan Ketika kelahiran bahu depan bayi jika petugas
lebih darisatu dan pasti hanya ada bayi tunggal.
b. Oksitosin dapat diberikan dalam 2 menit setelah kelahiran bayi jika hanya ada
seorang petugas dan hanya ada bayi tunggal
c. Oksitosin 10 U IM dapat di ulangi setelah 15 menit jika plasenta masih
belumlahir.
d. jika oksitosin tidak tersedia , rangsangan puting payudara ibu atau berikan ASI
pada bayi guna menghasilkan oksitosin alamiah.
3). MelakukanPeneganganTali Pusat Terkendaliatau PTT
PTT mempercepat kelahiran plasenta begitu sudah terlepas;
a. Satu tangan diletakkan pada korpus uteri tepat diatas simpisis pubis. Selama
kontraksi tangan mendorong korpus uteri dengan Gerakan dorso kranial-kearah
belakang dan kearah kepala ibu
b. tangan yang satu memegang talipusat dekat pembukaan vagina dan melakukan
tarikan talipusat yang terus menerus, dalamtegangan yang sama dengan tangan
ke uterus selama kontraksi.
PTT dilakukan hanya selama uterus berkontraksi. Tangan pada uterus
merasakan kontrkasi, ibu dapat juga memberitahu petugas merasakan kontraksi.
Ketika uterus sedang tidak berkontraksi, tangan petugas dapat tetap berada pada
uterus, tetapi bukan melakukan PTT. Ulangi Langkah-langkah PTT pada setiap
kontraksi sampai plasenta terlepas. Begitu plasenta terasa lepas, keluar kan dari
jalan lahir dengan menggerakkan tangan atau klem pada talipusat mendekati
plasenta, keluarkan plasenta dengan Gerakan kebawah dan ke atas sesuai jalan
lahir. Kedua tangan dapat memegang plasenta dan perlahan memutar plasenta
searah jarum jam untuk mengeluarkan selaput ketuban.
4). Masase Fundus

2.3 KONSEP DASAR RETENSIO PLASENTA


2.3.1 Pengertian
Retensio plasenta ialah plasenta yang belum lahir dalam setengah jam setelah janin
lahir (Depkes, 2007). Retensio plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama
setengah jam setelah kelahiran bayi. Pada beberapa kasus dapat terjadi retensio plasenta
(habitual retensio plasenta). Plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan
bahaya perdarahan, infeksi sebagai benda mati, dapat terjadi plasenta inkarserata, dapat
terjadi polip plasenta dan terjadi degerasi ganas korio karsioma. Sewaktu suatu bagian
plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka uterus tidakdapat berkontraksi secara
efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan. Gejala dan tanda yang bisa
ditemui adalah perdarahan segera, uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak
berkurang (Prawiraharjo, 2011).
Retensio plasenta merupakan plasenta yang tidak terpisah dan menimbulkan
hemorhage yang tidak disadari dan disadari ketika durasi waktu yang berlalu antara
kelahiran bayi dan kelahiran plasenta yang diharapkan. Dalam berbagai ilmu atau
tenaga kesehatan khususnya bidan akan menunggu selama setengah jam untuk
mengetahui bahwa plasenta tertahan dalam uterus atau belum lepas atau pun
terlepas,namun tertahan akibat kontriksi yang terjadi pada ostium uteri (Tando,2013).
Plasenta yang tertinggal dalam uterus setengah jam setelah anak lahir disebut sebagai
retensio plasenta. Plasenta yang sukar dilepaskan dengan pertolongan aktif kala III
dapat disebabkan oleh adhesi yang kuat antara plasenta dan uterus
(Saifuddin,2014:526). Retensio plasenta merupakan tertahannya atau belum lahirnya
plasenta hingga atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir (Nugroho T,2011)
Retensio plasenta merupakan kondisi di mana plasenta belum lahir dalamwaktu 1
jam setelah bayi lahir, rata-rata gangguan pelepasan plasenta disebabkan oleh kontraksi
uterus (Kuswanti dan Melina,2014:131).Retensio plasenta merupakan tertahannya atau
belum lahirnya plasenta hingga atau lebih dari 30 menit setelah bayi lahir, namun
sebagian besar gangguan pelepasan plasenta disebabkan oleh gangguan kontraksi uterus
( Nugroho,2010:143).Retensio Plasenta adalah Plasenta yang belum lepas setelah bayi
lahir melebihi waktu setengah jam. (Manuaba IBG, 2013).Retensio Plasenta adalah
tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga atau melebihi waktu 30 menit setelah
bayi lahir. (Saifuddin AB, 2015).
2.3.2 Klasifikasi Retensio Plasenta
1. Plasenta belum terlepas dari dinding Rahim karena melekat dan tumbuh lebih dalam.
Menurut tingkat perlekatanya:
a. Plasenta Adhesiva: Plasenta yang melekat pada desidua endometrium lebih dalam.
b. Plasenta Inkreta: vili Khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua
endometrium sampai ke myometrium.
c. Plasenta Akreta: Vili khorialis tumbuh menembus myometrium sampaike serosa.
d. Plasenta Perkreta: Vili Khorialis tumbuh menembus serosa atau peritoneum
dinding Rahim.
e. Plasenta Inkarserata merupakan tertahannya plasenta didalamkavum uteri, karena
konstruksi ostium uteri.
2. Plasenta sudah terlepas dari dinding Rahim namun belum keluar karena atonia uteri
atau adanya lingkaran kontriksi pada bagianbawah Rahim (akibat kesalahan
penanganan kala III) yang akanmenghalangi plasenta keluar (plasenta Inkarserata).
2.3.3 PredisposisiRetensio Plasenta
Faktor resiko yang dapat terjadi pada tertahannya plasenta atau plasenta tidak lahir
selama durasi 30 menit yakni riwayat retensio plasenta, persalinan premature, bekas luka
operasi uterus, usia diatas 35 tahun dan Grandemultipara (Akinola,dkk:2013:280).
2
Menurut Walyani,Purwoastuti (2013) bahwa predisposisi retensio plasenta atau faktor
resiko retensio plasenta adalah grandemultipara,bekas operasi pada uterus,plasenta
previa karena pada bagian ishmus uterus, pembuluh darah sedikit sehingga menembus
jauh kedalam dan kehamilan gemeli atau ganda yang memerlukan implantasi plasenta
yang sedikit luas serta infertilitas disebabkan karena lapisan endometriumnya tipis.

2.3.4 EtiologiRetensio Plasenta


PenyebabRetensio Plasenta:
1. Plasenta belum terlepas dari dinding uterus karena melekat dan tumbuh lebih dalam.
Menurut tingkat perlekatannya :
1) Bila plasenta belum lepas sama sekali, maka tidak akan terjadi perdarahan tetapi
bila sebagian plasenta telah terlepas maka akan terjadi perdarahan, hal ini akan
menjadi indikasi untuk segera mengeluarkannya.
2)Plasenta kemungkinan tidak keluar disebabkan oleh vesika urinaria atau kandung
kemih dan rektum penuh, hal yang harus dilakukan dengan mengosongkannya.
3)Dapat diketahui plasenta telah lepas atau belum saat tindakan pemeriksaan dalam
dan tarikan tali pusat serta terjadi lebih dari 30 menit maka dapat dilakukan
plasenta manual (Maryunani, Yulianingsih, 2009).
2. Plasenta telah terlepas dari dinding uterus, namun belum keluar karena atonia uteri
atau adanya konstriksi pada bagian bawah Rahim (akibat kesalahan penanganan
kalau III) yang menyebabkan plasenta tidak lahir (plasenta inkarserata)
(Walyani,Purwoastuti, 2015). Penyebab funsional terjadinya retensio plasenta yakni
his kurang kuat (sebab terpenting), plasenta sukar terlepas karena tempat insersi di
sudut tuba, bentuknya plasenta membranacea, plasenta anularis dan ukuran plasenta
sangat kecil disebut plasenta adhesive. Sedangkansebab patologi-anatomis yakni
klasifikasi dari perlekatan plasenta (Pudiastuti,2012 :85).
Faktor -faktorpenyebabterjadinyaRetensio Plasenta yang lain :
1.Manajemen aktif kala III yang salah, salah satunya pengeluaran plasenta yang tidak hati – hati
2. His kurang kuat
3. Bentuknya (plasenta membranasea, plasenta anularis), dan ukurannya yang sangat kecil juga menjadi
faktor penyebab terjadinya retensio plasenta.
4. Ketidaknormalan perlekatan plasenta pada miometrium, atau karena plasenta telah berhasil terlepas
namun tetap berada dalam uterus karena sebagian serviks tertutup. Kegagalan
pelepasan plasenta jauh lebih mengkhawatirkan daripada terperangkapnya plasenta
di dalam uterus.
5. Kelainan pertumbuhan rahim: uterus sub septus dan dan uterus bicornis.

Terdapat tiga mekanisme utama penyebab dari retensio plasenta, yaitu:


(a) Invasive Plasenta
Perlekatan plasenta yang tidak normal yang disebabkan karena trauma
pada endometrium karena prosedure operasi sebelumnya. Hal ini menyebabkan
kelainan pada perlekatan plasenta mulai dari plasenta adherent, akreta hingga
perkreta.Proses ini menghambat pelepasan plasenta yang mengarah ke retensio
plasenta. Mekanisme ini terdapat pada karakteristik pasien dan riwayat obstetrik.
(b) Hipoperfusi Plasenta
Hubungan antara hipoperfusi plasenta dengan retensio plasenta adalah
adanya oxidative stress, yang diakibatkan oleh remodelling arteri spiral yang
tidak lengkap dan plasentasiyang dangkal, hal ini umum pada hipoperfusi
plasenta dengan retensio plasenta. Pada model kedua ini terdapat pada
hipoperfusi plasenta, berkaitan dengan komplikasi kehamilan terkait plasenta.
(c) Kontraktilitas yang tidak Adekuat
Tidak adekuatnya kontraksi pada retro-placental myometrium adalah
mekanisme ke tiga yang menyebabkan retensio plasenta.

2.3.5 Anatomi
a. Plasenta
1)Bentuk dan ukuran
Plasenta berbentuk bundar atau oval, ukuran dari diameter 15-20 cm, tebal 2-3 cm,
berat 500-600 gram. Rata-rata plasenta atau uri berbentuk lengkap pada kehamilan
kira-kira 16 minggu, tampak ruang amnion telah mengisi seluruh rongga uterus.
2)Letak plasenta dalam uterus
Letak plasenta normal umumnya pada korpus uteri bagian depan atau belakang agak
kearah fundus uteri. Apabila letak plasenta dibagian bawah dikatakan plasenta previa
parsial,marginal dan totalis.
3)Pembagian plasenta
Plasenta terbagi dua yakni pada bagian fetal (janin) terdiri dari karion frondosom dan
vili, di bagian permukaan janin terdapat amnion yang tampak licin,sedangkan pada
bagian bawah amnion terdapat banyak cabang-cabang pembuluh darah tali pusat.
Tali pusat akan melakukan insersi pada plasenta bagian permukaan janin. Sedangkan
pada bagian maternal (ibu) terdiri atas desidua kompakta yang terbentuk dari
beberapa lobus dan kotiledo (15-20 buah). Desidua basalis plasenta matang disebut
lempeng karion dimana sirkulasi utero-plasenta berjalan ke ruang-ruang intervili
melalui tali pusat. Sehingga untuk aliran darah ibu dan janin terpisah.
3
4)Faal plasenta
Nutrisi diperlukan untuk pemberian makanan terhadap janin. Respirasi digunakan
sebagai alat penyalur zat asam dan pembuangan co2. Ekskresi sebagai alat
pengeluaran sampah metabolisme. Produksi sebagai alat penghasil hormone-hormon.
Imunisasi sebagai alat penyalur bermacam-macam antibody ke janin. Dan pertahanan
digunakan sebagai alat menyaring obat-obatan dan kuman-kuman yang dapat
melewati plasenta.
5)Hormone plasenta
Hormone-hormon yang di hasilkan plasenta yakni HCG (human chorionic
gonadotropin), plasenta lactogen (chorionic somatomamotropin), estrogen,
progeteron serta hormone lainnya.
6)Tipe plasenta
Menurut bentuknya terdiri atas plasenta normal,plasenta membranosa (tipis),
plasenta suksenturiata (1 lobus), plasenta spuria, plasenta bilobus (2 lobus), dan
plasenta trilobus (3 lobus). Menurut perlekatannya terdiri dari plasenta
adhesive(melekat),plasenta akreta (lebih melekat), plasenta ankreta (melekat sampai
ke otot polos) dan plasenta perkreta (sampai serosa) (Jannah,2012: 75).
b. Selaput ketuban
Ruang yang dilapisi oleh selaput janin (amnion dan karion) berisi air
ketuban(liquor amnii). Ciri-ciri kimiawi dari amnion yakni volume air ketuban pada
kehamilan cukup bulan kira-kira 1000-1500cc. Bila volume air ketuban < 500cc
disebut oligohidramnion,volume air ketuban >2000cc disebut polihidramnion. Air
ketuban berwarna putih keruh, berbau amis, dan berasa manis. Reaksi agak alkalis
atau netral dengan beta jenis 1,0008 dengan komposisi terdiri dari 98% air,sisanya
albumin,urea,verniks caseosa,rambut lanugo,asam urine,kreatin sel-sel epitel dan
garam anorganik. Kadar protein kira-kira 2,6% g/liter,terutama albumin.
Faal dari air ketuban yakni untuk proteksi janin,mencegah perlekatan janin
dengan amnion, janin dapat bergerak bebas, regulasi terhadap panas dan perubahan
suhu,meratakan tekanan intra uteri, membersihkan jalan lahir bila ketuban sudah
pecah, dapat mempercepat peredaran darah ibu dan perputaran cepat kira-kira 350-
500 cc.
Air ketuban berasal dari kencing janin (fetal urine), transfusi dari darah ibu,
sekresi dari epitel amnion da nasal campuran (mixed origin). Beberapa cara untuk
mengenali air ketuban di antaranya dengan lakmus yang akan berwarna biru
ketikalakmus terpapar air ketuban. Secara makroskopis akan berbau amis,adanya
lanugo,verniks caseosa dan ketuban akan bercampur mekonium. Namun secara
mikroskopis akan tampak lanugo dan rambut serta dalam pemeriksaan laboratorium
kadar urea rendah dibanding dengan air kemih (Jannah, 2012).
d. Tali pusat
Struktur tali pusat merentang dari pusat janin hingga ke plasenta bagian
permukaan fetal janin. Warna bagian luar putih merupakan tali yang terpilin dengan
panjang rata-rata 55-59 cm, diameter 1-2,5 cm. Terdiri dari zat seperti agar-agar yang
disebut jelly harton yang mencegah kompresi pembuluh darah sehingga pemberian
makanan yang kontinu untuk embrio-janin. Struktur dari tali pusat terdiri atas 2 arteri
umbilikalis (menghubungkan sistem kardiovaskuler) terbentuk kira-kira minggu ke
sepuluh) serta jelly harton (jaringa lembek yang berfungsi untuk melindungi
pembuluh darah). Adapun jenis dari tali pusat yaitu insersi sentralis (di tengah),
insersi lateralis, insersi marginal dan insersi velamentosa (Jannah, 2012:).

2.3.6 Patofisiologi Retensio Plasenta


Jika plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan tetapi bila
Sebagian plasenta sudah lepas makan akan terjadi perdarahan. Ini merupakan indikasi
untuk segera mengeluarkannya. Plasenta belum lepas dari dinding uterus karena
kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta adhesive). Plasenta
melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vilikorialis menembus desidua sampai
myometrium sampai di bawah peritonium (plasenta akretasampaiperkreta). Plasenta
yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan oleh tidak
adanya usaha untuk melahirkan atau kareana salah penanganan kala III, sehingga
terjadi lingkaran konstriksi pada bagianbawah uterus yang menghalangi keluarnya
plasenta (inkarserasio Plasenta).
Pada pelepasan plasenta selalu terjadi perdarahan karena sinus-sinus maternalis
ditempat insersinya pada dinding uterus terbuka. Apabila sebagiaan plasenta lepas
Sebagian lagi belum, terjadi perdarahan karena uterus tidak berkontraksi dan
beretraksi dengan baik pada batasan atar dua bagian itu. Selanjutnya, apabila
Sebagian besar plasenta sudah lahirr , tetapi Sebagian kecil masih melekat pada
dinding uterus, dapat timbul perdarahan dalam masa nifas.
2.3.7 Tanda dan gejalaRetensio Plasenta
Gejala yang secara umum selalu ada yakni plasenta belum lahir dalam waktu
30 menit dan perdarahan segera kontraksi uterus baik. Gejala yang kadang timbul
yakni tali pusat putus akibat traksi berlebihan, inversi uteri akibat tarikan, dan
perdarahan lanjutan. Plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah)
tidak lengkap dan perdarahan segera dan kontraksi uterus baik tapi tinggi fundus tidak
berkurang.

Tabel 1.1 Gambaran dan Dugaan Penyebab Retensio Plasenta

Gejala Separasi/akreta Plasenta inkarserata Plasenta akreta


Parsial

Konstriksi uterus Kenyal Keras Cukup


Tunggi fundus Sepusat 2 jari bawah pusat Sepusat

Bentuk fundus Diskoid Agak globuler Discoid

Perdarahan Sedang-banyak Sedang Sedikit atau tidak


ada

Tali pusat Terjulur sebagian Terjulur Tidak terjulur

Ostium uteri Terbuka Kontriksi Terbuka

Separasi plasenta Lepas sebagian Sudah lepas Melekat seluruhnya


Syok Sering Jarang Jarang sekali
Pada gambaran dan dugaan penyebab retensio, untuk jenis retensio plasenta
dengan separasi parsial penatalaksanaan tindakan, dapat melakukan peregangan tali
pusat terkendali. Untuk pelaksanaaan sebelumnya melakukan pemasangan infus
oksitosin 20 unit dalam 500cc NS/RL dengan 40 tetesan per menit. Bila perlu,
kombinasikan dengan misoprostol 400mg melalui rectal (sebaiknya tidak
menggunakan ergometrin karena kontraksi tonik yang timbul dapat menyebabkan
plasenta terperangkap dalam kavum uteri). Jika peregangan tali pusat terkendali gagal
maka lakukan manual plasenta. Pemberian cairan untuk menghindari hipovolemia
dan melakukan transfusi darah apabila diperlukan dan pemberianantibiotika
profilaksis (ampisilin 2g IV/oral dan metronidazol 1g supositoria/oral)
(Pudiastuti,2012 ).
Plasenta inkarserata adalah tertahannya plasenta dalam kavum uteri,
disebabkan oleh konstriksi ostium uteri. Penanganan pada plasenta inkarserata yakni
dengan mencoba 1-3 kali dengan prasat Crede. Bila prasat Crede gagal, maka
lakukan manual plasenta,transfusi darah bila perlu dan pemberian uterotonika dan
antibiotik (Kuswanti dan Melina,2014).
Plasenta akreta adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan
implantasi plasenta yang sangat kuat menempel pada dinding uterus, akibat dari tidak
adanya desidua basalis dan ketidak sempurnaan pembentukan lapisan fibrinoid atau
lapisan nitabuch. Plasenta akreta umumnya dapat diketahui ketika pecahnya ketuban
disertai perdarahan vagina,kegawatan janin, bahkan kematian janin. Ketika terjadi
perdarahan akut dari plasenta akreta yang pecah, direkomendasikan untuk segera
melahirkan. Plasenta akreta dapat didiagnosis sebelum kelahiran dengan
menggunakan USG. Penatalaksanaan utama untuk plasenta akreta bergantung pada
diagnosis prenatal yakni melalui tindakan operatif (Fauziyah,Yulia 2012).
2.3.8 Diagnosis Retensio Plasenta
/a. Anamnesis: meliputi pertanyaan tentang periode prenatal, meminta informasi
mengenai episode perdarahan postpartum sebelumnya, paritasserta Riwayat
multiple fetus dan polidramnion. Serta Riwayat postpartum sekarang dimana
plasenta tidak lepas secara spontan atau timbul perdarahana aktif setelah bayi
dilahirkan.
b. Pada pemeriksaan pervaginam, plasenta tidak ditemukan didalam kanalis servikalis
tetapi secara parsial atau lengkap menempel didalam uterus.
2.3.9 PenangananRetensio Plasenta
a. Pastikan kandung kemihkosong, jika perlu lakukan katerisasi kandung kemih.
b. jika plasenta belum keluar, berikan oksitosin 10unit IM. Jika belum dilakukan pada
penanganan aktif kala III.
c. Jika Plasenta belum dilahirkan setelah 30 menit pemberianoksitosin dan uterus terasa
berkontraksi, lakukan penarikan talipusat terkendali.
d. jika traksi talipusat terkendali belum selesai, cobalah untuk melakukan pengeluaran
plasenta secara manual.
1). Pasang sarung tangan DTT
2). Jepit tali pusat dengan kocher dan tegangkan sejajar lantai
3). Masukkan tangan secara obstetric dengan menelusuri bagian bawah talipusat.
4). Tangan sebelah menyusuri talipusat masuk kedalam kavum uteri, sementara itu
tangan yang sebelah lagi menahan fundus uteri, sekaligus untuk mencegah
inversion uteri.
5). Dengan Bagian lateral jari-jari tangan mencari insersi pinggir Plasenta.
6). Buka tangan obstetric menjadi seperti member salam, jari-jari dirapatkan.
7). Tentukan impalnatsi plasenta, temukantepi plasenta yang paling bawah
8). Gerakkan tangan kanan kekiri dan kanan sambil bergeser kekranial sehingga
semua permukaan maternal plasenta dapat dilepaskan.
9). Jikan Plasenta dapat dilepaskan dari permukaan uterus, kemungkinan plasenta
akreta, dan siapkan laparotomi untuk histerektomi supravaginal.
10). Pegang plasenta dan keluarkan tangan Bersama Plasenta
11). Pindahkan tangan luar ke suprasimpisis untuk menahan uterus saat plasenta
dikeluarkan.
12). Ekplorasi untuk memastikan tidak ada bagian plasenta yang masih melekat pada
dinding uterus.
13). Beri oksitosin 10 IU dalam 500 ml cairan IV (garam fisiologik
atau RL) 60 tpm dan masase uterus untuk merangsang kontraksi.
f. jika terdapat tanda-tanda infeksi (demam, secret vagina yang berbau) berikan
antibiotika untuk metritis
g. Apabila plasenta dengan pengeluaran manual tidak lengkap dapat di susul dengan
kuretase. Plasenta akreta kompleta tidak dapat dilepaskan secara manual dan
memerlukan histerektomi, (Sifuddin AB, 2015).
2.5 KONSEP MANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN
2.5.1 Pengkajian
1. Data subjektif
a. Keluhan Utama
Persalinan dianggap normal jika terjadi pada usia kehamilan cukup bulan (setelah
37 minggu) tanpadisertaipenyulit(Saifuddin, 2014). Tanda-tanda ibu masa inpartu
yaitu terjadi his persalinan, pengeluaran lendir dan darah serta pengeluaran cairan
ketuban dari jalan lahir(Manuaba, 2012).
Keluhansudahmelewatitanggaltakiranpersalinanbelumadatanda-tandapersalinan.
Keluhan utama pada setiap kala dalam persalinan.
1) Kala I
Persalinan kala I dimulai dari timbul his dan pengeluaran lendir bercampur
darah (blood show). Ketuban akan pecah dengan sendirinya ketika
pembukaan hampir atau telah lengkap (Saifuddin, 2014). His persalinan ciri-
cirinya pinggang terasa nyeri menjalar ke depan, sifat teratur, intervalnya
semakin pendek dan kekuatannya makin besar, mempunyai pengaruh
terhadap perubahan serviks, makin beraktivitas (jalan), kekuatan makin
bertambah (Manuaba, 2012).
2) Kala II
Memasuki kala II ditandai dengan rasa ingin meneran bersamaan dengan
terjadinya kontraksi, ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada rektum
dan vaginanya (Saifuddin, 2014)
3) Kala III
Biasanya sebelum mengeluarkan plasenta, bekuan, atau kehilangan darah
beberapa ibu merintih atau tiba-tiba diam saat mengalami kram uterus. Hal ini
bisa disertai dengan keinginan ringan untuk mengejan untuk mengeluarkan
plasenta. Pada kala III ibu merasa bahagia karena bayi telah lahir (Chapman,
2013).
4) Kala IV
Ibu merasa cemas dan takut karena tidak dapat memenuhi kebutuhan anaknya
dan terjadi bounding attachment(Sulistyawati, 2009). Keluhanlain selama
kala IV yaitu kelelahan akibat persalinan(Varney et al., 2008). Setelah
plasenta lahir, kontraksi uterus tetap kuat saat menyusui bayi sering dirasakan
oleh ibu postpartum (Manuaba, 2012).
b. Usia
Faktor usia berpengaruh terhadap faktor power dan passage dalam kaitannya dengan
fungsi dan morfologi sistem reproduksi. Retensio plasenta pada ibu bersalin juga
dapat dipengaruhi oleh usia ibu. Usia kehamilan yang berisiko adalah <20 tahun dan
> 35 tahun. Faktor usia yaitu karena kehamilan di usia <20 tahun secara biologis
organ reproduksinya masih belum matang, pengetahuannya masih kurang sehingga
rentan terkena anemia yang dapat mengganggu kerja uterus, sehinga risiko
terjadinya perdarahan pasca persalinan akan semakin tinggi. Pada usia >35 tahun
terkait dengan kemunduran fungsi organ reproduksi dan penurunan daya tahan
tubuh serta berbagai penyakit kronis yang meningkatkan risiko terjadinya
perdarahan
c. Riwayat Kehamilan , Persalinan yang Lalu dan sekarang
(1) Paritas
Primipara adalah seorang wanita yang pernah melihatkan satu kali satu
janin atau lebih yang telat mencapai viabilitas. Multipara adalah seorang wanita
yang telah menyelesaikan dua atau lebih kehamilan hingga viabilitas. Faktor
paritas yaitu Semakin sering ibumelahirkan maka elastisitas uterus akan
semakin terganggu, sehinga risiko terjadinya perdarahan pasca persalinan
akan semakin tinggi.Ibu pada multipara akan terjadi kemunduran dan cacat
pada endometrium yang mengakibatkan terjadinya fibrosis pada bekas
implantasi plasenta pada persalinan sebelumnya, sehingga vaskularisasi
menjadi berkurang. Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan janin. pada
multipara dan grandemultipara terjadi penurunan elastisitas uterus sehingga
miometrium tidak dapatberkonsentrasi dan beretraksi dengan maksimal yang
mengakibatkan terjadinya retensio plasenta.
(2) Riwayat Sectio Sesarea
Sectio Cesarea atau operasi sesar adalah proes persalinan dengan
melalui pembedahan dimana irisan dilakukan di perut ibu (laparatomi) dan
rahim (histerotomi) untuk mengeluarkan bayi.Retensio plasenta atau
perlengketan plasenta perlu diwaspadai terjadi pada Vaginal Birth After
Caesar (VBAC) saat melakukan penatalaksanaan pada kala tiga. Hal ini
dikarenakan perlengketan plasenta yang tidak normal dapat disebabkan oleh
trauma pada endometrium karena prosedur operasi sebelumnya sehingga
menyebabkan kelainan pada perlengketan plasenta mulai dari plasenta
adhesiva, akreta, hingga perkreta
(3) Anemia
Anemia pada ibu hamil dan bersalin dapat menyebabkan kontraksi
serat-serat myometrium terutama yang berada di sekitar pembuluh darah yang
mensuplai darah pada tempat perlengketan plasenta menjadi lemah sehingga
memperbesar risiko terjadinya retensio plasenta karena myometrium tidak
dapat berkontraksi. Ibudengan anemia dapat menimbulkan gangguan pada
kala uri yang diikuti retensio plasenta dan perdarahan postpartum. Ibu yang
memasuki persalinan dengan konsentrasi hemoglobin yang rendah (>11g/dl)
dapat mengalami penurunan yang lebih cepat lagi jika terjadi perdarahan,
bagaimanapun kecilnya. Anemia berkaitandengan debilitas yang merupakan
penyebab lebih langsung terjadinya retensio plasenta
(4) Riwayat Manual Plasenta
Manual Plasenta adalah tindakan prosedur pelepasan plasenta dari
tempat implantasinya pada dinding uterus dan mengeluarkannya dari cavum
uteri secara manual. Arti dari manual adalah dengan melakukan tindakan
invasi dan manipulasi tangan penolong persalinan yang dimasukkan langsung
ke dalam kavum uteri. Indikasi dari manual plasenta adalah retensio
plasenta/plasenta adhesiva.
(5) Pre Eklamsia
Pre eklamsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu
kehamilan disertai proteinuria. Pre eklamsia merupakan penyulit kehamilan
yang akut dan dapat terjadi ante, intra, dan postpartum. Dari gejala-gejala
klinik preeklamsia dapat dibagi menjadi preeklamsia ringan dan preeklamsia
berat. Penelitian yangdilakukan oleh M Endler mengungkapkan bahwa pre
eklamsia berhubungan dengan kejadian retensio plasenta.
Kondisi ini sering ditemukan bersamaan dengan IUGR dan IUFD. Hal ini
dianggap menyebabkan gangguan plasentasi sehingga plasenta melekat lebih
dalam. Plasentasi yang terganggu dan IUGR terjadi akibat dari perbedaan model
arteri spiral yang tidak sempurna dengan otot polos di arteri spiral plasenta
menyebabkan reperfusi cedera perfusi di dalam jaringan plasenta dan stres
oksidatif. Plasenta pada kehamilan dengan preeklamsia dan IUGR ditandai
dengan atherosis dan peningkatan tanda-tanda histologis maternal seperti
plasenta infark, meningkat ikatan jaringan dan fibrosis vili terminal. Preeklmasia
juga terkait dengan respon inflamasi sistemik yang berlebihan pada tubuh ibu
dan jaringan plasenta namun histologis akut peradangan tidak meningkat.
(6) PersalinanPretetm
Persalinan preterm adalah persalinan yang dimulai setiap saat setelah awal
minggu gestasi ke-20 sampai akhir minggu gestasi ke-37. Persalinan prematur
mencapai puncaknya pada kelahiran prematur yang merupakan hampir 12 persen
dari semua kelahiran di Amerika Serikat dan merupakan urutan kedua penyebab
defek kelahiran sebagai penyebab utama mortalitas neonatus.
Faktor predisposisi dari persalinan preterm adalah abrupsio plasenta atau
plasenta previa dan kematian janin. Apabila dilihat dari faktor predisposisinya
hal ini berkaitan dengan faktor risiko terjadinya retensio plasenta. Penelitian
yang dilakukan oleh M Endler mengungkapkan bawa pre term berhubungan
dengan kejadian retensio plasenta. Semakin kecil usia kehamilan, risiko
terjadinya retensio plasenta juga semakin meningkat.Retensio plasenta
ditemukan sangat berkaitan dengan persalinan premature, terutama kurang
dari 27 minggu usia kehamilan. Hal ini diyakini bahwa faktor risiko seperti
serangan jantung atau degenerasi fibrinoid dari arteriol desidua sering
menyebabkan persalinan prematur dan perlekatan abnormal dari plasenta

(7) KehamilanKembar
Kehamilan kembar adalah kehamilan dengan dua janin atau lebih.
Kehamilan kembar dapat memberikan risiko yang lebih tinggi terhadap bayi
dan ibu. Oleh karena itu, dalam menghadapi kehamilan kembar harus
dilakukan pengawasan hamil yang lebih intensif. Setelah persalinan, terjadi
gangguan kontraksi otot rahim yang menyebabkan atonia uteri, retensio
plasenta, dan plasenta rest.Pada kehamilan kembar perlu di waspadai
komplikasi postpartum berupa retensio plasenta, atonia uteri, plasenta rest,
perdarahan postpartum, dan infeksi
(8) Riwayat Abortus
Abortus adalah terhentinya dan dikeluarkannya hasil konsepsi sebelum
mampu hidup di luar kandungan, usia kehamilansebelum 28 minggu, berat
janin kurang dari 1000 gram. Abortus merupakan salah satu faktor risiko
yang mempengaruhi kejadian retensio plasenta. Teori menyatakan bahwa
riwayat abortus merupakan etiologi dari terjadinya plasenta akreta karena
gangguan perlekatan plasenta pada miometrium
d. Pola KehidupanSehari-hari
1) Nutrisi
Saat proses persalinan, ibu harus di motivasi untuk minum sesuai kebutuhan.
Ibu akan mengalami dehidrasi yang akan memperlambat kontraksi jika
asupan cairan tidak adekuat atau muntah akibat tekanan kepala bayi di saluran
vagina, dengan pemberian makananringan dan asupancairan yang
cukupselamapersalinanakan memberikanenergi dan mencegahdehidrasi
2) Eliminasi
Saat persalinan, keluarnya feses adalah hal yang normal karena peningkatan
tekanan dalam perut sehingga feses bisa keluar saat ibu mengejan, tekanan
kepala bayi dan pengaruh hormonal yang tidak mempengaruhi proses
persalinan ataupun bayi. Kandung kemih penuh bisa mengganggu penurunan
bagian terendah janin atau mengurangi kontraksi uterus serta meningkatkan
risiko perdarahan pascasalin. Kaji BAK minimal setiap 1-2 jam. Ibu ingin
BAB saat fase aktif dicurigai pembukaan lengkap (Saifuddin, 2014).
3) Personal Higiene
Mengganti pakaian basah dan perlak, menjaga perineum tetap kering,
membersihkan genetalia dari depan ke belakang dan mengganti pembalut
untuk menghindari infeksi intrauteri akibat kontaminasi pada introitus vagina.
Mandi, menyikat gigi, mengeringkan dengan handuk dapat membuat ibu
merasa lebih nyaman (Varney et al., 2008)
4) Aktivitas
Saat kala I jika ketuban belum pecah, ibu boleh duduk atau berjalan, jika
berbaring sebaiknya sesuai dengan letak punggung janin, jika ketuban sudah
pecah, ibu dilarang berjalan dan harus berbaring. Saat kala II, ibu bisa
melahirkan dengan posisi litotomi, dorsal, miring, berjongkok, berdiri, atau
pada bangku kursi-lahir (Varney et al., 2008). Melarang ambulasi ke toilet
hanya pada kasus prolaps tali pusat, plasenta previa, preeklampsia atau pada
risiko tinggi (Walsh, 2012). Ambulasidinisaat kalaIV mungkin sangat
dianjurkan, kecualiadakontraindikasi. Ambulasiiniakanmeningkatkansirkulasi
dan mencegahresikotromboflebitis, meningkatkanfungsikerjaperistaltik dan
kandungkemih, sehinggahmencegahdistensi abdominal dan
konstipasi(Bahiyatun, 2013)
5) Istirahat dan Tidur
Kehilangan kemampuan koping dapat meningkatkan keletihan sehingga dapat
menurunkan kenyamanan dan ketenangan serta kemampuan koping wanita
dan semakin lamanya persalinan (Varney et al., 2008).
e. Latar Belakang Sosial Budaya
Menurut Kemenkes RI (2011), mitos pada saat hamil atau baru melahirkan tidak
memotong ayam atau bebek karena leher bayi lecet dan merah. Rumput fatimah
mengandung oksitosin sejenis hormon yang bisamerangsang kontraksi rahim
berlebihan. Itu sebabnya, konsumsi air rendaman atau rebusan tanaman ini tidak
dianjurkan oleh kalangan medis
2. Data Objektif
a. Pemeriksaan Umum
1) Keadaan umum
Kondisi umum baik, kesadaran komposmentis. Kondisi umum selama kala
II persalinan tergantung kondisi diakhir kala I persalinan. Wanita pada tahap
ke dua persalinan sudah kehabisan tenaga akan mengalami kesulitan untuk
mengejan, terutama primigravida (Varney et al., 2008).
2) Tanda-tanda vital
a) Tekanan darah
Selama terjadinya kontraksi tekanan darah akan meningkat dengan
peningkatan sistolik ±10-20 mmHg dan diastolik ±5-10 mmHg. Perasaan
nyeri, takut dan khawatir dengan jalannya proses persalinan dapat
meningkatkan tekanan darah (Rukiyah, 2010).
b) Nadi
Frekuensi denyut nadi sedikit lebih meningkat selama kontraksi
berlangsung dibanding selama periode persalinan (Rukiyah, 2010).
Frekuensi nadi meningkat >100x/ menit, mengindikasikan adanya nyeri,
infeksi, ketosis, atau perdarahan. Frekuensi nadi dihitung setiap 1-2 jam
selama awal persalinan dan setiap 30 menit jika persalinan lebih cepat
(Fraser dan Cooper, 2009)
c) Suhu
Suhu tubuh meningkat selama persalinan, tinggi selama dan segera setelah
melahirkan. Perubahan suhu normal tidak lebih dari 0,5 – 1 0C akibat
peningkatan metabolisme selama persalinan (Rukiyah, 2010).
d) Pernafasan
Selama proses persalinan frekuensi napas meningkat (Rukiyah, 2010)
b. PemeriksaanFisik
1) Muka
Menjelang persalinan, ibu tampak gelisah ketakutan dan menahan rasa sakit
akibat his, ibu dengan rabun jauh parah saat persalinan kemungkinan akan
terjadi ablasio plasenta (Saifuddin, 2014).
2) Mulut dan gigi
Wanita bersalin biasanya mengeluarkan bau napas tidak sedap, mulut dan bibir
kering, tenggorokan sakit terutama jika bersalin selama berjam-jam tanpa
minum dan perawatan mulut (Varney et al., 2008).
3) Payudara
Stimulasi puting susu bisa meningkatkan kontraksi, karena dapat memicu
pelepasan oksitosin secara ilmiah (Saifuddin, 2014).
4) Abdomen
Saat persalinan, DJJ diperiksasetelah kontraksi untuk memastikan janin tidak
bradikardi (<120)(Saifuddin, 2014). Saat kala 1 persalinan penurunan kepala
diraba dengan palpasi. Pada ibu primipara, kepala janin mengalami engagement
sebelum dimulai persalinan (Fraser & Cooper, 2009). Uterus teraba keras dan
bundar, berbentuk bulat (diskoid), TFU 3 jari bawah pusat pada kala III.
Kontraksi uterus teraba keras bundar, jika lembek kemungkinan atonia uteri
pada kala IV (Winkjosastro, 2014).
5) Genetalia
Pada kala I, robekan kecil pada serviks menyebabkan banyak keluar lendir
campur darah (Sofian, 2015). Pada beberapa kasus terjadi pengeluaran cairan
karena ketuban pecah (Manuaba, 2012). Tanda-tanda inpartu ada pengeluaran
pervaginam berupa blody slym, tekanan pada anus, perineum menonjol, vulva
membuka (Manuaba, 2012). Pada kala III tampaktalipusatmenjulur di depan
vulva(Saifuddin, 2014). Pada kala IV untuk observasi perdarahan postpartum,
tampakrobekan perineum ada 4derajat.Penolong asuhan persalinan normal tidak
dibekali ketrampilan menjahit derajat 3 dan 4. Segera rujuk ke fasilitas rujukan
(IBI, 2016)
6) Anus
Pada kala II persalinan ibu mulai merasa ingin mengejan dengan anus mulai
terbuka (Manuaba, 2012). Kemajuan kepala janin menjelang persalinan
menyebabkan penonjolan pada rectum(Varney et al., 2008)
7) Ektremitas
Varises berat dikhawatirkan menyebabkan perdarahan hebat saat persalinan.
Gesekan akibat tekanan kepala bayi bisa membuat varises pecah dan
mengeluaran darah. Selain itu, saat mengejan otot vagina akan tegang sehingga
pembuluh darah bisa pecah dan menyebabkan perdarahan, lemas, yang
mengakibatkan persalinan lama dan membahayakan keselamatan ibu dan janin
(Varney et al., 2008).
c. PemeriksaanKhusus
1) Tinggi Fundus Uteri (TFU)
Mengukur TFU dilakukan dengan 2 cara yaitu dengan menggunakan cm
(rumus Mc. Donald) dan menggunakan jari (Leopold) (Manuaba, 2012).
dan lamanya antara 40-60 detik. His kala II memiliki interval 3-4 menit
dengan durasi berkisar 60-90 detik (Manuaba, 2012)
panggul, dan menilai derajat penyusupan tulang kepala janin (Saifuddin,
2014).
f. PemeriksaanPenunjang
USG, Lab
g. Partograf
Partograf dimulai pada pembukaan 4 cm (fase aktif). Petugas harus mencatat
kondisi ibu dan janin.

3. Analisa
Menurut Manuaba (2012) G1/>1PAPIAH, usia kehamilan ….minggu, janin tunggal, hidup,
intrauterin, situs bujur, habitus fleksi, punggung kiri/kanan, presentasi kepala sudah
masuk PAP, kesan jalan lahir normal, inpartu kala I fase laten/aktif (akselerasi/dilatasi
maksimal/deselerasi)/kala II/kala III/kala IV.
4. Penatalaksanaan
Kala III menurut G. H. Wiknjosastro (2014):
1) Periksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada lagi bayi dalam uterus.
2) Beritahu ibu bahwa akan disuntik oksitosin 10 IU intramuskular di 1/3 paha atas
bagian distal lateral agar uterus berkontraksi baik.
3) Lakukan PTT dengan teknik dorso-kranial saat uterus berkontraksi
4) Saat plasenta muncul di introitus vagina, lahirkan plasenta dengan kedua tangan.
Pegang dan putar plasenta hingga selaput ketuban terpilin kemudian lahirkan dan
tempatkan plasenta pada wadah yang telah disediakan. Catat waktu kelahiran
plasenta.
5) Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan masase uterushingga
uterus berkontraksi (fundus teraba keras dan bundar).
6) Periksa kedua sisi plasenta baik bagian ibu maupun bayi dan pastikan selaput
ketuban lengkap dan utuh. Masukkan plasenta ke dalam kantong plastik atau tempat
khusus
7) Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum.
Bila dalam 15 menit setelah injeksi Oksitosin 10 UIM tidak ada tanda-tanda plasenta
lepas atau plasenta lahir, injeksi ulang Oksitosin 10U IM dosis keduaPeriksa
kandung kemih. Bila dalam 30 menit Plasenta belum lahir, lakukan Plasenta Manual.
a. Pastikan kandung kemih kosong, jika perlu lakukan katerisasi kandung kemih.
b. jika plasenta belum keluar, berikan oksitosin 10 U IM. Jika belum dilakukan pada
penanganan aktif kala III.
c. Jika Plasenta belum dilahirkan setelah 30 menit pemberian oksitosin dan uterus
terasa berkontraksi, lakukan penarikan talipusat terkendali.
d. jika traksi talipusat terkendali belum selesai, cobalah untuk melakukan
pengeluaran plasenta secara manual.
1). Pasang sarung tangan DTT
2). Jepit talipusat dengan kocher dan tegangkan sejajar lantai
3). Masukkan tangan secara obstetric dengan menelusuri bagian bawah talipusat.
4). Tangan sebelah menyusuri talipusat masuk kedalam kavum uteri, sementara
itu tangan yang sebelah lagi menahan fundus uteri, sekaligus untuk mencegah
inversion uteri.
5). Dengan Bagian lateral jari-jari tangan mencari insersi pinggir Plasenta.
6). Buka tangan obstetric menjadi seperti member salam, jari-jari dirapatkan.
7). Tentukan implantasi plasenta, temukan tepi plasenta yang paling bawah
8). Gerakkan tangan kanan kekiri dan kanan samba l bergser kekranial sehingga
semua permukaan maternal plasenta dapat dilepaskan.
9). Jikan Plasenta dapat dilepaskan dari permukaan uterus, kemungkinan plasenta
akreta, dan siapkan laparotomi untuk histerektomi supravaginal.
10). Pegang plasenta dan keluarkantangan Bersama Plasenta
11). Pindahkan tangan luar kesuprasimpisis untuk menahan uterus saat plasenta
dikeluarkan.
12). Ekplorasi untuk memastikan tidak ada bagian plasenta yang masih melekat pada
dinding uterus.
13). Beri oksitosin 10IU dalam 500ml cairan IV (garam fisiologik atau
RL) 60 tpm dan masase uterus untuk merangsang kontraksi.
f. jika terdapat tanda-tanda infeksi (demam, secret vagina yang berbau) berikan
antibiotic untuk metritis
g. Apabila plasenta dengan pengeluaran manual tidak lengkap dapat disusul dengan
kuretase. Plasenta akreta kompleta tidak dapat dilepaskan secara manual dan
memerlukan histerektomi, (Sifuddin AB, 2015).
Kala IV menurut G. H. Wiknjosastro (2014):
1) Apabila terjadi laserasi jalan lahir, lakukan hecting dengan anastesi lidokain 1% non
epinefrin.
2) Pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan pervaginam.
3) Pastikan kandung kemih kosong. Jika penuh lakukan katerisasi.
4) Ajarkan ibu dan keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai kontraksi.
5) Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah.
6) Pantau tanda-tanda bahaya pada bayi setiap 15 menit. Pastikan bahwa bayi bernapas
dengan baik (40–60 kali/menit) serta suhu tubuh normal (36,5–37,5°C).
7) Lakukan dekontaminasi alat, bahan habis pakai dan tempat persalinan.
8) Bersihkan ibu dengan menggunakan air DTT. Bersihkan sisa cairan ketuban, lendir, dan
darah. Bantu ibu memakai pakaian yang bersih dan kering.
9) Pastikan ibu merasa nyaman, bantu ibu memberikan ASI dan anjurkan keluarga untuk
memberi ibu minuman dan makanan yang diinginkannya.
10) Periksatekanan darah, nadi, suhu, TFU, kontraksi uterus, kandung kemih dan jumlah
darah yang keluar setiap 15 menit pada 1 jam pertama pasca salin dan setiap 30 menit
pada jam kedua pascasalin.
11) Lengkapi partograf, periksa TTV, dan asuhan kala IV.
12) Selanjutnya akan dilanjutkan dengan pelaksanaan, evaluasi dan dokumentasi hasil

2.4 PATHWAY RETENSIO PLASENTA


BAB 3
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEBIDANAN PADA NY ID”P2002 KALA III DENGAN RETENSIO PLASENTA
DIRUANG DELIMA RSD KERTOSONO
KABUPATEN NGANJUK
TAHUN 2022

3.1 ASUHAN KEBIDANAN KALA III


Tanggal: 23-03-2022 Pukul: 05.30WIB
A. BIODATA KLIEN
Nama Ibu : Ny. ID Nama suami : Tn. M
Umu : 29 tahun umur : 32 tahun
Suku : Jawa Suku : Jawa
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : KaryawanSwasta
Alamat : Patianrowo Alamat :Patianrowo
Status Pernikahan sah, menikah 1 kali lama 6 tahun
B. DATA SUBJEKTIF
1. Keluhan
Ibu mengatakan senang atas kelahiran anak yang kedua, perutnya terasa mules,
ari-arinya belum keluar lama lebih dari setengah jam tidak seperti anak yang
pertama dulu.
2. Riwayat Kesehatan sekarang
Ibu tidak pernah menderita penyakit apapun dan tidak sedang mengkonsumsi obat
penyakit tertentu.
3. Riwayat Kesehatan keluarga
Didalam keluarganya tidak ada yang menderita penyakit yang menular, seperti
TBC, Hepatitis,HIV. Penyakit yang menahun seperti hipertensi, DM. Asma.
Tidak ada juga keturunan hamil kembar .
4. Riwayat Menstruasi
Menarche : usia 13tahun
Siklus Haid : 28 hari
Lama : 5 hari
Dismenore : (-)
HPHT : 17-6-2021 HP: 25-03-2022
5. Riwayat Kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu
Waktu hamil pertama ibu tidak ada keluhan selama menjalani kehamilannya. Ibu
tahun 2017, Melahirkan anak pertama di bidan, usia kandungan 9 bulan, lahir
normal perempuan BB: 2900 gram. PB 50cm. Lahir langsung menangis. Selama
masa persalinan dan masa nifas ibu tidak mengalami keluhan apa-apa.
6. Riwayat Kehamilan Sekarang
Selama hamil ini ibu hanya mual muntah pagi hari saja sewaktu awal kehamilan.
Gerakan janin pertama dirasakan waktu usia sekitar 4-5 bulan. Status TT5, Periksa
rutin di bidan sebanyak 2x, diberi hufabion 1x1. Ibu melakukan ANC terpadu
lengkap di puskesmas dengan hasil hamil normal, hasillaboratorium (Hb: 12 gr% ,
Albumin : negatif, reduksi: negative, HIV : Non Reaktif, HbsAg : negatif, VDRL :
negatif). USG sudah 1x.
7. Riwayat Persalinan Sekarang
Ibu datang ke rs jam 03.00 WIB, melahirkan anak yang kedua, ibu merasa
kenceng-kenceng sejak malam jam 24.00WIB, belum mengeluarkan cairan
ketuban, masih lendir darah. Di RS diperiksa pembukaan 8 cm dan jam 05.00 bayi
lahir secara normal, jenis kelamin laki-laki , berat badan 3000 gram. Lahir
langsung menangis. Setelah bayi lahir ibu disuntik di paha 1x lalu beberapa saat
sekitar 15 menit ari-ari belum lahir ibu disuntik lagi di paha kiri . ditunggu sampai
sekitar 30 menit belum lahir juga. Ibu diberikan penjelasan tentang prosedur
tindakan mengeluarkan ari-ari dengan di tangan.
8. Riwayat KB
Setelah lahir anak yang pertama ibu mengikuti KB suntik 3 bulan, efeknya haid
tidakt eratur. Setelahlepas KB Suntik, 6 tahun yang lalu. Haid Kembali teratur dan
ibu hamil anak yang kedua ini.
9. Riwayat Psikososial budaya dan spiritual
Komunikasi kooperatif, hubungan dengan keluarga baik-baik saja. Pengambil
keputusan suami dengan musayawarah terlebih dahulu. Ibu masih menganut
budaya jawa seperti selamatan, selalu berdoa dan sholat agar kehamilan dan
persalinan lancer serta bayinya sehat.
10. Riwayat alergi
Tidak ada riwayat alergi apapun
11. Pola Nutrisi
Nafsu makan baik, tidak ada pantangan makan seperti biasa 3x sehari, minum±9-
10 gelas/hari. Minum tablet tambah darah tiap mau istirahat malam. Selama di
rumah sakit ibu makan makanan yang disediakan di RS tadi pagi 1 porsi habis.
12. Pola Kebersihan
Mandi sehari 2-3 kali, keramas 2 harisekali. Ganti pakaian dan celana dalam
setiap habis mandi atau saat merasa lembab. Selama di Rs ibu belum mandi.
13. Pola Eliminasi
Ibu tidak mengalami keluhan, BAB 1-2 hari, normal. BAK 6-7 kali sehari,
frekuensi sedikit meningkat pada akhir kehamilan.
Selama di rs ibu bak 2 kali , bab belum.
14. Pola Istirahat
Ibu tidur malam kira-kira 6-7 jam, tidur siang kira-kira 1jam.
Selama di RS ibu belum tdr.
15. Pola Seksual
Melakukan hubungan seksual jarang selama hamil ini.
16. Pola Kebiasaan Lain
Ibu tidak mengkonsumsi jamu, tidak memijatkan perutnya ke dukun. Akan tetapi
masih mengikuti acara selamatan sewaktu hamil ini.
17. Pola aktifitas
Ibu melakukan pekerjaansehari-hari seperti biasanya seperti memasak, bersih-
bersih , cuci baju dan lainnya.
Selama di Rs pagi ini hanya tiduran di tempat tidur karena kenceng hilang timbul.
18. Riwayat KIE tentang:
ASI Eksklusif,anak yang pertama juga diberikan ASI sampaiusia 2 tahun.
Kontrasepsi, ibu sudah pernah mengikuti KB suntik dan pernah dijelaskan oleh
bubidan, ingat walau hanya sedikit2.
Proses Kelahiran, proses keahiran anak yang kedua tidak sama dengan anak yang
sekarang. Dulu lebih mudah ari-arinya tidak selama ini.
C. DATA OBJEKTIF
1. Pemeriksaan TTV
T : 110/70mmhg
N : 80x/mnt
Suhu : 36,70C
RR : 20x/mnt
SpO2 : 98%
2. PemeriksaanAntopometri
TB : 156 cm
BB : 64 kg
IMT : 26,3
Lila : 29 cm
3. PemeriksaanFisik
a. Muka : tidak pucat, tidakodema
b. Mata : Konjungtiva Merah, sklera Putih
c. Leher : Tidak pembesaranKelenjarTiroid
d. Payudara : kolostrum (+), putting susu menonjol
e. Abdomen : Tfu setinggi pusat, uc baik, kandung kemih tidak penuh.
f. Genetalia : Tampak tali pusat 15 cm di depan vulva, perdarahan sedikit.
Tanda-tanda pelepasan plasenta (-)
g. Ektremitas : Tangan kanan terpasang infuse cairan RL 28 tpm, tidak ada
odema kaki/tangan.
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Hasil Laboratorium
Hb : 11,8 gr%
Gold :A Rhesus (+)
Protein urine : negative
Reduksi : Negatif
HbsAg : negative
PiTC : Non Reaktif
VDRL : Negatif
b. Hasil USG
USG: Tanggal 10-3--2022
Tampak uterus gravida, janin tunggal, hidup, intra uterine, letak kepala ,
djj142x/mnt, umur kehamilan menurut biometri : 38 mgg. Plasenta implantasi
di corpus anterioir uteri, tidak menutupi OUI, tidak tampak gambaran
vascular menembus myometrium. Kalsifikasi (+),identasi minimal (+).
Ketuban jernih, AFI 10,99

D. ANALISA DATA
NY “DN” P2002 Kala III dengan Retensio Plasenta
E. PENATALAKSANAAN
1. Menjelaskan kepada ibu dan keluarga tentang hasil pemeriksaan dengan
komunikasi terapeutik
Ibudan keluarga mengerti dan bersedia untuk dilakukan tindakan
2. Memberikan dukungan kepada ibu bahwa semua akan berjalan lancar dan
menganjurkan ibu dan keluarga untuk berdoa.
Kekahwatiran ibu dan keluarga nampaksedikit berkurang setelah diberikan
support.
3. Memberitahu tentang prosedur yang akan dilakukan yaitu memberitahu ibu bahwa
ari-ari akan dikeluarkan dengan cara diambil dari rahim secara manual dengan
tangan.
Ibu mengerti bahwa ari-ari akan dilepas secara manual dengan tangan dimasukkan
ke rahim.
4. Melakukan Kolaborasi dengan dokter, advis : Manual Plasenta
5. Menjelaskan dan meminta persetujuan Tindakan kepada ibu dan suami akan
tindakan serta tujuan dilakukan manual plasenta.
Ibu dan suami sepakat untuk menandatangani form persetujuan Tindakan medis.
6. Melakukan anestesi verbal dengan menyampaikan prosedur dan beri kesempatan
ibu untuk bertanya, serta dengarkan keluhan ibu dengan memberikan jawaban
yang menenangkan, dan memberikan posisi yang nyaman untuk dilakukan
tindakan.
Ibu merasa siap untuk dilakukan tindakan manual Plasenta.
7. Menyiapkan serta menjalankan prosedur dengan pencegahan infeksi.
Tinadakan dilakukan sesuai dengan kaidah pencegahan infeksi,mulai dari cuci
tangan, pemakaian APD serta alat steril serta penyediaan sampah medis dan non
medis.
8. Memberikan asuhan saying ibu selama proses manual Plasenta , yaitu :
a. Memberikan dukungan emosional,
 Anjurkan suami untuk mendampingi ibu selama proses tindakan
anjurkan mereka berperan aktif dalam mendukung dan mengenali
berbagai upaya yang mungkin sangat membantu kenyamanan ibu.
 Mengucapkan kata-kata yang membesarkan hati ibu.
 Memanggil ibu dengan Namanya
 Membantu ibu bernafas secara benar pada saat tindakan dilakukan
 Menciptakan suasana kekeluargaan dan rasa aman
b. Membantu pengaturan posisi, menganjurkan ibu tetap dalam posisi dorsal
recumben secara rileks selama proses tindakan berlangsung.
Ibu Kooperatif
c. Memastikan kandung kemih ibu kosong, karena kandung kemih penuh dapat
menggeser letak uterus dan menghalangi kontraksi uterus.
Kandung kemih kosong.
9. Melakukan manual plasenta dengan cara
a. Jepit tali pusat dengan pada jarak 5-10 cm dari vulva , tegangkan dengan satu
tangan sejajar dengan lantai
b. Secara obstetri masukkan tangan lainnya (punggung tangan menghadap bawah)
ke dalam vagina dengan menelusuri sisi bawah tali pusat.
c. Setelah mencapai bukaan serviks , minta seseorang penolong untuk
menegangkan klem tali pusat kemudian pindahkan tangan luar untuk menahan
fundus uteri.
d. Sambil menahan fundus uteri masukkan tangan dalam hingga kavum uteri
sehingga mencapai tempat implantasi palsenta.
e. Bentangkan tangan obstetri menjadi datar seperti memberi salam (ibu jari
merapat ke jari telunjuk dan jari-jari lain saling merapat).
f. Tentukan tempat implanatsi plasenta, temukan tepi plasenta paling bawah.
1) Bila plasenta berimplantasi di korpus belakang, talipusat tetap disebelah atas
dan sisipkan ujung jari-jari tangan diantara plasenta dan dining uterus
dimana punggung tangan menghadap kebawah (posterior)
2) Bila di korpus depan maka pindahkan tangan kesebelah atas tali pusat dan
sisipkan ujung jari-jari tangan diantara plasenta dan dinding uterus dimana
punggung tangan menghadap ke atas (anterior ibu)
g. Setelah ujung-ujung jari masuk diantara plasenta dan dinding uterus maka
perluas pelepasan plasenta dengan jalan menggeser tangan kekanan dan kiri
samil digeserkan keatas hingga semua perlekatan plasenta terepas dari dinding
uterus.
h. Sementara tangan masih didalam kavum uteri, lakukan ekplorasi untuk menilai
tidak ada sisa plasenta tertinggal.
i. Pindahkan tangan luar dari fundus ke supra simpisis ( tahan segmen bawah
uterus) kemudian instruksikan penolong lai untuk menarik tali pusat sambil
tangan dalam membawa plasenta keluar.
j. Lakukan penekanan (dengan tangan menahan suprasimpisis) uterus kearah dorso
karnial setelah plasenta dilahirkan dan ditempatkan plasenta didalam wadah yang
telah disediakan.
Evaluasi : Plasenta berhasil dikeluarkan lengkap, hancur, ekplorasi bersih.
10. Melakukan masase fundus uteri segera setelah berhasil dilakukan manual plasenta
Maasase dilakukan dengan memutar searaha jarum jam selama 15 detik, uterus
kontraksi baik.
11. Mengecekadanya laserasi jalan lahir
Laserasi perinium derajat 2 dan dilakukan penjahitan perinium derajat 2 dengan
anestesi lidocain 1%.
12. Memeriksa perdarahan dan kontraksi ibu setelah plasenta manula berhasil
dilakukan
Uterus kontraksi bagus, tfu 2jari bawah pusat, perdarahan 300cc, sekarang
perdarahan tidak aktif.
13. Melakukan pencegahan infeksi pascatindakan
a. Mendekontamiansi sarung tangan (sebelum dilepaskan) dan peralatan lain yang
digunakan.
b. Lepaskan dan rendam sarung tangan dan peralatan lain kedalam larutan klorin
selama 10 menit.
Proses dekontaminasi sdh dilakukan didalam laritan klorin yaitu klorin dan air
dengan perbandingan 1:9, alat sudah dicuci dan bilas dikeringkan.
14. Melakukan kolaborasi dengan dokter untuk pemebrian terapi , advis :
Injeksi Amphicilin 3x1 gram
Injeksi Asam traneksamat 3x500mg
Infus RL+drip Oksitosin 20ui
15. Memberikan KIE tentang :
a. Personal Higiene
Menjaga personal higien dengan mandi 2x sehari, mengganti pakaian dan
celana dalam setiapkali terasa penuh atau lembab
b. Nutrisi
Mengkonsumsi makanan yang mengandung karbohidrat seperti ; nasi dan roti,
protein seperti telur dan daging, vitamin seperti buah-buahan dan sayur-
sayuran serta kalsium seperti susu.
c. Mobilisasi
Dengan berlatih, miring dulu duduk lalu berdiri serta jalan, sehingga peredaran
darah lancar.
d. Istirahat
Ibu sebaiknya istirahat (tidur) untuk mengembalikan energi yang telah terpakai
sebelumnya.
e. Tanda bahaya Kala IV , seperti Demam, Perdarahanaktif, bekuandarahbanyak,
pusing, lemah, kesulitanmenyusui.
16. Melakukan Observasi Keadaan umum pasien serta perdarahan.
Ku sedang, T: 110/70 mmhg. Nd : 88x/mnt Temp : 36.6C ,SPO2 : 98%.
konjungtiva pada pemeriksaan fisik mata terlihat merah , perdarahan tidak ada.
17. Melanjutkan pemantauan Kala IV tiap 15 menit pada 1 jam pertama dan tiap 30
menit pada 1 jam kedua
Lembar Pemantauan Kala IV Keadaan Umum Ibu dua jam pertama pasca persalinan
Jam ke Waktu Tekanandarah Nadi Suhu Tinggi Fundus Kontraksi Uterus JumlahUrin Jumlahdarah yang keluar

1 05.45WIB 110/70mmhg 84x/mnt 360C 2 jari dibawah pusat baik - -

06.00 WIB 110/70 mmhg 84x/mnt 2jari dibawah pusat baik - -

06.15 WIB 110/60Mmhg 84x/mnt 2 jari dibawah pusat baik -

06.30 WIB 110/60mmhg 84 x/mnt 2 jari dibawah pusat baik ± 200 cc -

2 07.00WIB 110/60 mmhg 88x/mnt 36,8 0C 2 jaridibawah pusat baik - -

07.30WIB 110/60 mmhg 88x/mnt 2 jari dibawah pusat baik - 200 cc


BAB 4
PEMBAHASAN

Asuhan yang diberikan pada Ny ID” usia 29 tahun melahirkan anak yang kedua
dengan lancar, partograph tidak melewati garis waspada. Klien datang jam 03.00 Wib
pembukaan 8cm. dan pada jam 05.00 Wib klien melahirkan secara spontan belakang kepala
Lahir bayi laki-laki BB 3000 gram menangis secara spontan. Setelah bayi lahir Melakukan
Pengecekan pada tinggi fundus uteri didapatkan plasenta setinggi pusat, menandakan bayi
tunggal. Kala III dilakukan manajemen aktif kala 3 dengan memberikan injeksi oksitosin 10
IU secara IM pada paha sebelah luar, dilakukan penegangan talipusat terkendali. Didapatkan
tidak ada tanda-tanda pelepasan plasenta dan plasenta belum lahir. Di berikan injeksi
Oksitosin 10U IM dosis kedua. Pada pemeriksaan didapatkan tanda-tanda, plasenta dalam 30
menit belum lahir, ada perdarahan, ada kontraksi uterus, tali pusat terlihat 15 cm di depan
vulva, tfu setinggi pusat, kandung kemih kosong. Segera melakukan KIE pada ibu dan suami/
keluarga hasil pemeriksaan dan menjelaskan tentang prosedur Tindakan yang akan dilakukan,
beserta resiko kemungkinan yang akan terjadi. Ibu dan keluarga mengerti serta bersedia untuk
dilakukan Tindakan Plasenta Manual. Suami menandatangani infomed consent. Manual
Plasenta berhasil dilakukan dan tidak terjadi perdarahan hebat yang mengakibatkan pasien
syok. Perdarahan 250,7 cc kontraksi uterus baik kondisi ibu tidak anemia. Tensi postpartum
dalam batas normal yaituT: 110/70 mmhg. Nd: 80x/mnt Temp: 36C SPO2: 98%.
Retensio plasenta ialah plasenta yang belum lahir dalam setengah jam setelah janin
lahir (Depkes, 2007). Retensio plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama
setengah jam setelah kelahiran bayi.Retensio Plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya
plasenta selama 30 menit setelah bayi lahir. Hal itu disebabkan karena plasenta belum lepas dari
dinding uterus atau plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan. Plasenta yang sukar
dilepaskan dengan pertolongan aktif kala tiga bisa disebabkan oleh adhesi yang kuat antara
plasenta dan uterus. Bila sebagian kecil plasenta masih tertinggal dalam uterus dan dapat
menimbulkan perdarahan post partum primer atau lebih sering sekunder. Proses kala III didahului
dengan tahap pelepasan atau separasi plasenta akan ditandai oleh perdarahan pervaginam (cara
pelepasan Duncan) atau plasenta sudah lepas tetapi tidak keluar pervaginam (cara pelepasan
Schultze), sampai akhirnya tahap ekspulsi, plasenta lahir. Sebagian plasenta yang sudah lepas
dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak (perdarahan kala tiga) dan harus diantisipasi
dengan segera melakukan manual plasenta, meskipun kala uri belum lewat setengah jam.
Dari kasus Ny “DN” manajemenaktif kala III sudahdilakukan yang mana ,
Manajemen aktif kala III adalah mengupayakan kala III selesai secepat mungkin dengan
melakukan langkah-langkah yang memungkinkan plasenta lepas dan lahir dengan cepat.
Tujuan manajemen aktif kala III adalah untuk meghasilkan kontraksi uterus yang lebih
efektif,mempersingkat waktu kala III,mencegah perdarahan dan mengurangi kehilangan darah
kala III persalinan jika dibandingkan dengan penatalaksanaan fisiologis, sehingga dapat
mengurangi angka kematian dan angka kesakitan yang berhubungan dengan
perdarahan.Penatalaksanaan manajemen kala III dapat mencegah terjadinya kasus perdarahan
pasca persalinan yang disebabkan oleh atonia uteri dan retensio plasenta. Syarat manajemen
aktif kala III yakni janin tunggalatau memastikan tidak ada lagi janin di uterus. Dan
inisudahdilakukansebelummelakukanpemberianoksitosin 10 U IM yang pertama kali. Dengan
membuat kontraksi uterus lebih efektif dapat memberi keuntungan di antaranya persalinan
kala III lebihsingkat,mencegah perdarahan post partum dan menurunkan kejadian retensio
plasenta.Manajemen aktif kala III dalam persalinan terdapat tiga intervensi utama yakni
pemberian uterotonika setelah kelahiran bayi,penegangan talipusat terkendali dengan
menunggu pelepasan dan pengeluaran plasenta serta masase fundus uteri. Dalam halini pada
kasus Ny “ID” retensio Plasenta tidak dapat dicegah, meskipun dalam hal ini ibu tidak
termasuk kategori faktor penyebab atau predisposisi terjadinya Retensio Plasenta, upaya
Manajemen Kala III juga sudah dilakukan. Kemungkinan dari Penyebab lain yang belum
dikethaui. Mungkin dari penyebab fungsional terjadinya retensio plasenta yakni his kurang
kuat (sebab terpenting),plasenta sukar terlepas karena tempat insersi di sudut tuba, bentuknya
plasenta membranacea, plasenta anularis dan ukuran plasenta sangat kecil disebut plasenta
adhesive. Sedangkan sebab patologi anatomi klasifikasi dari perlengketan. Upaya pencegahan
dan selalu sigap saat terjadi kegawatdaruratan Maternal merupakan salah satu upaya
menurunkan AKI atau mortalitas dan morbiditasi bu. Sehingga tidak terjadi keterlambatan
dalam upaya penanganan Kegawatadarurat.Upaya Update ilmus erta update Kompetensi
melalui berbagai jalan missalnya pelatihan -pelatihan , seminar worshop sangat diperlukan
untuk kita selalu merefresh ilmu dan ketrampilan bidan yang sudah di miliki sehingga upaya
penurunan angka kematian ibu dan bayi dapat diminimalisir.
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

AsuhanKebidanan pada ny “ID” usia 29 tahun , sudah dilakukan sesuai dengan


tahapan-tahapan. Setelah bayi lahir dilakukan pengecekan bayi tunggal apa ganda
sebelum dilakukan Manajemen Aktif Kala III. Melakukan pemotongan talipusat dalam 2
menitp ertama. Setelah dipastikan janin tunggal , pemberian Oksitosin 10 UI IM
diberikan pada paha kanan luar, sebelumnya ibu diberitahu Tujuan Tindakan yang
dilakukan. Memeperhatikan tanda-tanda pelepasan Plasenta dan melakukan
PenegangganTalipusat Terkendali. Pada kasus Ny “ID” , terdapat perdarahan sedikit,
uterus kontraksi, TFU setinggipusat . akan tetapi dalam 15 menit pertama plasenta tidak
bias lepas dan keluar. Dilakukan pemberian Oksitosin 10U IM yang kedua. Ditunggu
sampai 15 menit kedua atau 30 menit tidak keluar. KIE dan persetujuan Tindakan untuk
dilakukan manual plasnta, ibu dan keluarga setuju. Maka dlakukan Tindakan Manual
Plasenta sesuai prosedur. Didapatkan Plasenta lahirlengkap , bersih . uterus kontraksi
bagus. Perdarhan 250 cc. Keadaan umum ibu baik, tidak anemis. Tanda-tanda vital
dalambatas normal yaitu 110/70 mmhg. Nd: 80x/mnt Temp: 36,8 SPO2: 98%. Setelah itu
melakukan kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi injeiksi antibiotika
ampicillin 3x1gram, injeksi Asam Traneksamat 3x500mg. Serta tetap melanjutkan
evaluasi Kala IV, tiap 15 menit pada 1 jam pertama dan tiap 30 menit pada 1 jam kedua.
Dari kasus ini dilakukan tahapan manajemenAktif kala III yang bertujuan untuk
mempercepat kala III dan mencegah terjadinya perdarahan pada kejadian retensio
plasenta. Untuk factor penyebab retensio plasenta dilihat dari usia, paritas Riwayat
persalinan yang lalu dan dan sekarang misal anemia, pre eklamsi, kelahiran pre term ,
Riwayat abortus ibu juga tidak masuk dalam kategori ini. Kemungkinan hal lain bentuk
plasenta tau perlekatan plasenta atau hal lainnya.

5.2 Saran

5.2.1 Bagi lahanPraktek


Hubungan yang harmonis antara Nakes dan klien akan menimbulkan sikap
kooperatif klien terhadap rencana tindak lanjut yang akan diberikan. Mengobservasi
serta mengerti kondisi pasien dari awal kehamilan atau persalinan dapat membantu
kita dalam mengatisipasi kejadian yang termasuk dalam kegawatdaruratan Maternal
dan Neonatal. Serta fasilitas yang disediakan serta pelayanan yang paripurna ,
sehingga klienmerasa di perhatikan dan koopertif dalam berbagai Tindakan yang
akan dilakukan.
5.2.2 Bagi Institusi
Dengan adanya praktek klinik membantu mahasiswa untuk dapat
mengevaluasi asuhan yang diberikan, sudah sesuai belum denganp emeriksaan serta
teori yang ada.
5.2.3 Bagi Klien
Kondisi dan Riwayat ibu dalam hal ini yang menunjang kepada pemeriksaan
persalinansangatlah diperlukan , sehingga kejujuran pasien dan Kerjasama sangat
juga dibutuhkan dalam membantu menentukan diagnosa dan rencana yang akan
dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA

Cunningham , F Gary.( 2013). Obstetri Williams. Jakarta : ECG


Chapman. (2013). AsuhanKebidananPersalinan dan Kelahiran. Jakarta: EGC
Depkes, RI. (2012). Pelatihan Klinik Asuhan Persalinan Normal. Jakarta : Jaringan Nasional
Pelatihan Klinik-Kesehatan Reproduksi.
Devi, Vivian. (2010). Asuhan Kehamilan untuk Kebidanan. Jakarta : Salemba Medika.
Dewi, NL (2010). Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta : Salemba Medika
Hasan, Rusepto. (2008). Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Infomedika
Hidayat, Aziz Alimul. (2014). Metode penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis Data.
Jakarta : Salemba Medika
Ibrahim, Christina. (2007). Perawatan Kebidanan. Jakarta : Bhratara
Kementerian, Kesehatan RI. (2012). Buku Saku Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial.
Jakarta : Kementerian Kesehatan RI
_______________________. (2013). Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di
FasilitasKesehatan Dasar dan Rujukan. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.
Kusmiyati, Yuni. (2010). Perawatan Ibu Hamil. Yogyakarta : Fitramaya.
_______________________. (2010). Penuntun Prakatikum Asuhan Kehamilan. Yogyakarta:
Fitramaya.
Manggiasih, Atika. (2016). AsuhanKebidanan pada Neonatus, Bayi Balita dan Anak
PraSekolah. Jakarta : Trans Info Media
Mansjoer, Arif. (2010). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapis
Manuaba, Ida Bagus. (2011). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga
Berencanauntuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC
Medforth, Janet. (2011). Kebidanan Oxford dari Bidan untuk Bidan. Jakarta : EGC
Mochtar, Rustam. (2011). Sinopsis Obstetri. Jilid I. Jakarta : EGC
Muslihatun, Wafi. (2013). Konsep Kebidanan. Yogyakarta : Fitramaya.
Prawirohardjo, Sarwono. (2016). Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
Purwoastuti, Endang. (2020) AsuhanKebidananKegawatdaruratan Maternal dan Neonatal.
Yogyakarta: Pustaka Baru Press
Romauli. (2011). Buku Ajar AsuhanKebidanan I Konsep Dasar AsuhanKehamilan.
Yogyakarta: Nuha Medika
Rukiyah. (2010). AsuhanKebidanan I (Kehamilan). Jakarta: Trans Info Media
Saifuddin, Abdul Bari. (2008). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal
danNeonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
_________________. (2010). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal
danNeonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Sulistyawati.(2010). AsuhanKebidanan Pada Masa Kehamilan. Jakarta : Salemba Medika
Sumarah, dkk. (2010). Perawatan Ibu Bersalin. Jakarta : Fitramaya.
Abdee, thiery. (2011). Landasan Teori Serotinus (Postdate/Postmatur). (thiery
abdee.Wordpress.com. Diakses 2 Januari 2021).
Anonim. (2015). Kehamilan serotinus.( Midwifery.blog.uns.ac.id. Diakses 2 Januari 2021).
Anonim. (2016). Mengenal Istilah Kehamilan Serotinus, Postdate dan Posterm. ( Majalah
Bidan.com. Diakses 2 Januari 2021).
Lutfiah, Lujeng. (2013). Asuhan Kebidanan Postdate. (lujeng 9. Blogspot.co.id.
Diakses 2 Januari 2021.
Maolinda,Winda. (2014). Hubungan Persalinan Tindakan Dengan Kejadian Asfiksia
Neonatorum di RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin. Jurnal Asfiksia.
(akbidsarimulia. ac.id> ejurnal >downlot. Diakses 2 Januari 2021).
Ulil, Tegar (2014). Kehamilan Postdate.( Uliltegar.blogspot.co.id. diakses 2 Januari 2021).

Anda mungkin juga menyukai