Oleh :
MAIMUNAH HIDAYATI
NIM: P1337424822082
Mengetahui,
Pembimbing Institusi
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena limpahan taufiq dan hidayah-Nya
penulis dapat menyelesaikan Laporan Individu yang berjudul “ Laporan Pendahuluan
Asuhan Kebidanan Nifas Fisiologis”. Laporan ini disusun sebagai salah satu syarat
menyelesaikan Tugas Stage Nifas pada Pendidikan Profesi Bidan Poltekkes
Kemenkes Semarang.
Dalam penyusunan Laporan, penulis banyak mendapat bimbingan, petunjuk
dan saran dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Ibu Sri Rahayu, S.Kp, Ns, S.Tr.Keb, M.Kes. selaku Ketua Jurusan Kebidanan
Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang.
2. Ibu Ida Ariyanti, S.SiT, M.Kes. selaku Ketua Prodi Sarjana Terapan dan Profesi
Bidan Poltekkes Kemenkes Semarang.
3. Elsa Ulfiana,S.SiT,M.Kes selaku Pembimbing Institusi Poltekkes Kemenkes
Semarang.
4. Siti Muslikah S.S.T.Keb selaku Pembimbing Lahan Praktik yang telah
memberikan bimbingan kepada penulis selama praktik di Puskesmas Suruh.
5. Masnaimah, S.ST, selaku Pembimbing di Lahan Praktik Puskesmas Jatinegara.
6. Semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan dan penyusunan laporan ini.
Penulis menyadari dalam penyusunan laporan ini jauh dari sempurna, oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari
pembaca demi kesempurnaan laporan ini. Semoga Allah SWT memberikan balasan
pahala atas segala amal baik yang telah diberikan. Semoga laporan ini dapat
bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan bagi penulis pada khususnya.
A. Latar Belakang
Masa nifas atau post partum adalah masa setelah persalinan selesai
sampai 6 minggu atau 42 hari. Setelah masa nifas, organ reproduksi secara
perlahan akan mengalami perubahan seperti sebelum hamil. Selama masa
nifas perlu mendapat perhatian lebih dikarenakan angka kematian ibu 60%
terjadi pada masa nifas. Dalam angka kematian ibu (AKI) penyebab
banyaknya wanita meninggal salah satu penyebabnya adalah kurangnya
perhatian pada wanita post partum (Maritalia, 2014). Dalam masa nifas,
alat– alat genetalia interna maupun eksterna akan berangsur-angsur pulih ke
keadaan seperti ke keadaan sebelum hamil. Untuk membantu mempercepat
proses penyembuhan pada masa nifas, maka ibu nifas membutuhkan diet
yang cukup kalori dan protein, membutuhkan istirahat yang cukup dan
sebagainya (Marmi, 2015)
Di negara berkembang seperti Indonesia, masa nifas merupakan masa
yang kritis bagi ibu setelah melahirkan. Diperkirakan bahwa 60% kematian
ibu terjadi setelah persalinan dan 50% diantaranya terjadi dalam selang
waktu 24 jam pertama (Prawirohardjo, 2014). Jika ditinjau dari penyebab
kematian para ibu, infeksi merupakan penyebab kematian terbanyak nomor
dua setelah perdarahan sehingga sangat tepat jika tenaga kesehatan
memberikan perhatian yang tinggi pada masa ini (Kusumastuti, 2016).
Secara proporsional angka infeksi menurut jenis infeksi adalah infeksi
jalan lahir 25 sampai 55% dari kasus infeksi (Mochtar, 2011). Robekan
jalan lahir dapat terjadi secara spontan ataupun dilakukan episotomi dengan
indikasi tertentu (Marmi, 2015). Luka perineum dialami oleh 75% yang
melahirkan per vaginam dan tentu saja angka tersebut lebih besar pada ibu
yang melahirkan dengan bantuan alat. Luka pada jalan lahir bila tidak
disertai infeksi akan sembuh dalam 6-7 hari (Mochtar, 2011). Pada
umumnya luka dapat sembuh dengan sendirinya. Luka akan mengalami
kegagalan penyembuhan jika ada factor yang menghambat, sehingga luka
awal yang biasa menjadi luar biasa sulit untuk sembuh. Ada beberapa faktor
yang yang sangat berperan dalam dalam mendukung penyembuhan luka
yaitu faktor luka dan faktor umum. Faktor lokal yang dapat mendukung
penyembuhan luka adalah kondisi luka, penatalaksanaan luka, temperatur
luka, adanya tekanan, gesekan, atau keduanya, adanya benda asing, dan ada
tidaknya infeksi. Faktor umum yang menghambat penyembuhan luka
adalah kondisi pasien secara umum seperti faktor usia, penyakit penyerta,
nutrisi, kegemukan dan gangguan sensasi dan pergerakan, status psikologi,
terapi radiasi dan obat-obatan (Arisanty, 2013).
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk membuat asuhan
kebidanan pada ibu nifas di Rumah Sakit Umum Daerah Padangan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada kasus diatas dapat dikemukakan rumusan masalah:
Bagaimana melakukan asuhan kebidanan pada ibu nifas fisiologis di Rumah
Sakit Umum Daerah Padangan Kabupaten Bojonegoro.
C. Tujuan
1.Tujuan Umum
Dapat mengaplikasikan teori yang diperoleh di kelas dan praktek yang
dilakukan di laboratorium di Institusi ke dalam praktek nyata asuhan
kebidanan ibu nifas. Dengan menggunakan manajemen asuhan
kebidanan fisiologis secara holistik di Rumah Sakit Umum Daerah
Padangan Kabupaten Bojonegoro.
2. Tujuan Khusus
a. Dapat melakukan pengkajian data subyektif dan obyektif pada ibu
nifas dengan pendekatan holistik
b. Dapat melakukan analisa dengan berfikir kritis pada ibu nifas dengan
pendekatan holistik
c. Dapat melakukan perencanaan asuhan ibu nifas dengan pendekatan
holistik
d. Dapat melakukan implementasi pada asuhan ibu nifas dengan
pendekatan holistik berdasarkan evidence based
e. Dapat melakukan evaluasi asuhan ibu nifas dengan pendekatan
holistik
f. Dapat melakukan pendokumentasian asuhan ibu nifas dengan
pendekatan holistik
D. Manfaat
1. Manfaat Bagi Ibu Nifas
Mendapatkan asuhan kebidanan ibu Nifas berdasarkan evidence based
practice dan manajemen kebidanan.
2. Manfaat Bagi Bidan
Asuhan kebidanan ini dapat digunakan bidan sebagai bahan acuan dan
saran untuk meningkatkan mutu pelayanan asuhan kebidanan nifas yang
berkualitas.
3. Manfaat Bagi Institusi
Hasil asuhan kebidanan ini dapat digunakan sebagai referensi bagi
mahasiswa dalam meningkatkan proses pembelajaran dan data dasar
dalam memberikan asuhan kebidanan nifas berdasarkan evidence based.
4. Manfaat Bagi Puskesmas Jatinegara
Hasil asuhan kebidanan ini dapat digunakan untuk rujukan bahan
referensi dalam meningkatkan kualitas pelayanan asuhan yang telah
dibuktikan dengan evidence based practice
BAB II
TINJAUAN TEORI
(7) Gizi
Makanan yang bergizi dan sesuai porsi akan
menyebabkan ibu dalam keadaan sehat dan segar. Dan
akan mempercepat maka penyembuhan luka perineum.
Dalam Ambarwati (2020) dinyatakan bahwa ada
pengaruh pemberian nugget lele dengan lama waktu
penyembuhan luka perineum pada ibu nifas di wilayah
Puskesmas Poncowarno tahun 2020. (Ambarwati, 2020)
4) Perubahan Payudara
Persiapan payudara untuk siap menyusu terjadi sejak
awal kehamilan. Laktogenesis sudah terjadi sejak usia kehamilan
16 minggu. Pada saat itu plasenta menghasilkan hormon
progesteron dalam jumlah besar yang akan mengaktifkan sel-sel
alveolar matur di payudara yang dapat mensekresikan susu dalam
jumlah kecil. Setelah plasenta lahir, terjadi penurunan kadar
progesteron yang tajam yang kemudian akan memicu mulainya
produksi air susu disertai dengan pembengkakan dan pembesaran
payudara pada periode post partum (Kemenkes RI, 2019).
Proses produksi air susu sendiri membutuhkan suatu
mekanisme kompleks. Pengeluaran yang reguler dari air susu
(pengosongan air susu) akan memicu sekresi prolaktin.
Penghisapan puting susu akan memicu pelepasan oksitosin yang
menyebabkan sel-sel mioepitel payudara berkontraksi dan akan
mendorong air susu terkumpul di rongga alveolar untuk
kemudian menuju duktus laktoferus. Jika ibu tidak menyusui,
maka pengeluaran air susu akan terhambat yg kemudian akan
meningkatkan tekanan intramamae (Kemenkes RI, 2019).
Jenis – Jenis ASI dalam Kemenkes (2015) :
(1) Kolostrum : cairan pertama yang dikeluarkan oleh kelenjar
payudara pada hari pertama sampai dengan hari ke-3,
berwarna kuning keemasan, mengandung protein tinggi
rendah laktosa.
(2) ASI Transisi : keluar pada hari ke 3–8; jumlah ASI meningkat
tetapi protein rendah dan lemak, hidrat arang tinggi.
(3) ASI Mature : ASI yang keluar hari ke 8–11 dan seterusnya,
nutrisi terus berubah sampai bayi 6 bulan.
b. Perubahan Sistem Pencernaan
Dalam Karjatin (2016) disebutkan bahwa adanya penurunan tonus
otot gastrointestinal dan motilitas usus setelah melahirkan dan
fungsinya akan normal kembali dua minggu setelah melahirkan.
Konstipasi, ibu postpartum beresiko sembelit karena: (Karjatin,
2016)
a) Penurunan motilitas GI.
b) Penurunan aktivitas fisik.
c) Banyak mengeluarkan cairan pada waktu melahirkan.
d) Nyeri pada perineum dan trauma.
e) Wasir akan berkurang namun nyeri.
c. Perubahan Sistem Perkemihan
Terjadi diuresis yang sangat banyak dalam hari-hari pertama
puerperium. Pelebaran (dilatasi) dari pelvis renalis dan ureter akan
kembali ke kondisi normal pada minggu ke dua sampai minggu ke 8
pasca persalinan (Kemenkes RI, 2019).
d. Perubahan Sistem Hormonal
Dalam Kemenkes RI (2019) terdapat perubahan hormon pada saat
hamil, bersalin dan nifas, dimana hormon- hormon yang berperan
tersebut antara lain :
a) Hormon Plasenta
Pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan hormon yang
diproduksi plasenta. Hormon plasenta akan menurun dengan
cepat pasca persalinan. Penurunan hormon plasenta (human
placental lactogen) menyebabkan kadar gula darah menurun pada
masa nifas. HCG menurun dengan cepat dan menetap sampai
10% dalam 3 jam – hari ke 7 pasca persalinan dan sebagai onset
pemenuhan payudara pada hari ke 3 pasca persalinan.
b) Hormon Pituitary
Hormon pituitary antara lain : hormon prolaktin, FSH dan LH.
Hormon prolaktin darah meningkat dengan cepat, dan pada
wanita yang tidak menyusui akan menurun dalam waktu 2
minggu. Hormon prolaktin berperan dalam pembesaran payudara
untuk merangsang produksi susu. FSH dan LH meningkat pada
fase konsetrasi folikuler pada minggu ke-3 dan LH tetap rendah
hingga ovulasi terjadi.
c) Hormon Hipotalamik pituitary ovarium
Hormon ini akan mempengaruhi lamanya mendapatkan
menstruasi pada wanita menyusui maupun tidak menyusui. Pada
wanita menyusui, 16% wanita akan mendapatkan menstruasi
pada 6 minggu pasca persalinan, dan 45% wanita setelah 12
minggu pasca persalinan. Sedangkan pada wanita tidak
menyusui, 40% wanita akan mendapatkan menstruasi pada 6
minggu pasca persalinan, serta 90% wanita setelah 24 minggu.
d) Hormon Oksitosin
Hormon oksitosin disekresikan dari kelenjar otak bagian
belakang, bekerja terhadap otot uterus dan jaringan payudara.
Selama kala tiga persalinan, hormon oksitosin berperan dalam
pelepasan plasenta dan mempertahankan kontraksi, sehingga
mencegah perdarahan. Isapan bayi dapat merangsang produksi
ASI dan sekresi oksitosin sehingga dapat membantu involusi
uteri.
e) Hormon estrogen dan progesteron
Volume darah normal selama kehamilan akan meningkat.
Hormon estrogen yang tinggi memperbesar hormon antidiuretik
yang dapat meningkatkan volume darah. Sedangkan hormon
progesteron mempengaruhi otot halus yang mengurangi
perangsangan dan peningkatan pembuluh darah. Hal ini
mempengaruhi saluran kemih, ginjal, usus, dinding vena, dasar
panggul, perineum,vulva serta vagina.
e. Perubahan Tanda – Tanda Vital
Tanda vital ibu, memberikan tanda-tanda terhadap keadaan umum
ibu. Frekuensi nadi ibu secara fisiologis pada kisaran 60-80 kali
permenit. Perubahan nadi yang menunjukkan frekuensi bradikardi
(100 kali permenit) menunjukkan adanya tanda shock atau
perdarahan. Perubahan suhu secara fisiologis terjadi pada masa
segera setelah persalinan, yaitu terdapat sedikit kenaikan suhu tubuh
pada kisaran 0,2-0,5°C, dikarenakan aktivitas metabolisme yang
meningkat saat persalinan, dan kebutuhan kalori yang meningkat saat
persalinan. Perubahan suhu tubuh berada pada kisaran 36,5°C-
37,5°C. Namun kenaikan suhu tubuh tidak mencapai 38°C, karena
hal ini sudah menandakan adanya tanda infeksi. Setelah kelahiran
bayi, harus dilakukan pengukuran tekanan darah. Jika ibu tidak
memiliki riwayat morbiditas terkait hipertensi, superimposed
hipertensi serta preeklampsi/eklampsi, maka biasanya tekanan darah
akan kembali pada kisaran normal dalam waktu 24 jam setelah
persalinan. Frekuensi pernapasan relatif tidak mengalami perubahan
pada masa postpartum, berkisar pada frekuensi pernapasan orang
dewasa 12-16 kali permenit (Wahyuningsih, 2018).
4. Perubahan Psikologis
Adaptasi psikologis yang perlu dilakukan sesuai dengan fase di bawah
ini:
1) Fase Taking In
Fase ini merupakan periode ketergantungan yang berlangsung dari
hari pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Pada saat itu,
fokus perhatian ibu terutama pada dirinya sendiri. Pengalaman
selama proses persalinan sering berulang diceritakannya. Kelelahan
membuat ibu cukup istirahat untuk mencegah gejala kurang tidur,
seperti mudah tersinggung. Hal ini membuat ibu cenderung menjadi
pasif terhadap lingkungannya. Oleh karena itu, kondisi ibu perlu
dipahami dengan menjaga komunikasi yang baik. Pada fase ini perlu
diperhatikan pemberian ekstra makanan untuk proses pemulihannya.
2) Fase Taking Hold
Fase ini berlangsung antara 3–10 hari setelah melahirkan. Pada fase
taking hold, ibu merasa khawatir akan ketidakmampuan dan rasa
tanggung jawabnya dalam merawat bayi. Selain itu perasaannya
sangat sensitif sehingga mudah tersinggung jika komunikasinya
kurang hati-hati. Oleh karena itu, ibu memerlukan dukungan karena
saat ini merupakan kesempatan yang baik untuk menerima berbagai
penyuluhan dalam merawat diri dan bayinya sehingga tumbuh rasa
percaya diri.
3) Fase Letting Go
Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran
barunya yang berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah
mulai menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya. Keinginan
untuk merawat diri dan bayinya meningkat pada fase ini
• Nadi
Frekuensi nadi dalam kondisi istirahat 90-110 kali/menit
jika nadi lebih cepat dan dangkal waspadai adanya gejala
syok, lakukan pengkajian nadi setidaknya 1 jam sekali pada
masa nifas 2-6 jam (Patimah, 2016)
• Suhu
Suhu normal antara 35,8 – 37° C (Mandriwati, 2011).
• Respirasi
Frekuensi pernafasan normal adalah 16 – 24 x/menit. Bila
frekuensi pernafasaon lebih dari normal disebut takipnue
dan jika frekuensi pernafasan kurang dari normal disebut
bradipnue (Astuti, 2012).
b) Status Present
• Kepala : Untuk mengetahui kebersihan kepala. Normalnya
bentuk mesochepal, kulit kepala bersih dan rambut tidak
rontok (Mandriwati, 2011).
• Muka : Simetris, kemerahan, tidak bengkak.
• Mata : Untuk mengetahui warna sklera (ikterik atau tidak,
menilai kelainan fungsi hati) dan warna konjungtiva (pucat
atau cukup merah, sebagai gambaran tentang anemia secara
kasar) dan secret (Sulistyawati, 2011).
• Hidung : Untuk memeriksa kebersihan, dan adanya polip.
Normalnya tidak ada polip dan sekret (Sulistyawati, 2011).
• Mulut : Normalnya bibir tidak kering, tidak terdapat
stomatitis, gigi bersih tidak ada karies, tidak ada gigi palsu
(Saminem, 2008).
• Telinga : Dikaji untuk memeriksa kebersihan dan
kemungkinan adanya kelainan. Normalnya adalah simetris
dan tidak ada serumen berlebih (Saminem, 2008).
• Leher : Normalnya tidak ada pembesaran kelenjar tiroid,
tidak ada bendungan vena jugularis (Saminem, 2008).
• Ketiak : Untuk memeriksa kemungkinan adanya massa atau
pembesaran pada aksila. Normalnya tidak ada benjolan
(Saminem, 2008).
• Dada : Normalnya simetris, denyut jantung teratur, dan tidak
ada gangguan pernapasan (Sulistyawati, 2011).
• Abdomen : Dikaji ada tidak bekas luka operasi, ada massa
atau tidak (Sulistyawati, 2011).
• Genetalia : Pada keadaan normal tidak terdapat bau busuk,
dan tidak ada condiloma (Saminem, 2008).
• Punggung : Teraba lurus, tidak ada lubang atau kelainan
bentuk.
• Anus : Normalnya tidak ada haemoroid (Sulistyawati, 2011).
• Ekstremitas : Kondisi normal ekstremitas yaitu tidak ada
odema, tidak ada nyeri di betis ketika kaki di lakukan
dorsofleksi (homan sign) (Patimah, 2016).
c) Status Obstetrik
(1) Inspeksi
(a) Mamae:
Inspeksi kondisi payudara secara keseluruhan
seperti bentuk, kondisi kulit dan puting susu.
Kondisi normal bentuk payudara yaitu terlihat tanpa
dimpling atau benjolan, kulit mulus tidak ada
kerutan,tidak ada penebalan,tidak ada ruam, tidak
ada lesi, tidak ada kemerahan. Kondisi yang masih
dikatakan normal yaitu jika menyusui payudara
terlihat lebih besar dan lembut, pembuluh darah
lebih lebar dan lebih terlihat di bawah kulit, areola
lebih besar dan gelap dengan tonjolan kecil.
Palpasi payudara
Kondisi normal payudara saat dipalpasi yaitu lembut
dan tidak nyeri, tidak ada kemerahan, terasa hangat.
Kondisi yang masih dikatakan normal saat palpasi
yaitu payudara terasa tidak berarutan tergantung dari
pengosongan duktus-duktus payudara, pada hari 2-4
postpartum payudara menjadi bengkak, keras/tegang
dan biasanya akan berkurag dalam 24 sampai 48
jam.
Pemeriksaan puting
Kondisi normal puting yaitu tidak ada pengeluaran
abnormal dari puting, tidak ada nanah, hanya ada
pengeluaran kolostrum pada hari 1-2 postpartum dan
ASI, tidak lecet, tidak ada lesi, puting tidak
tenggelam. Kondisi yang masih dikatakan normal
yaitu puting kemungkinan kencang dan mengkilap
ketika payudara membesar(hari2-4 postpartum) dan
puting terasa nyeri (Patimah, 2016).
(b) Abdomen:
Inspeksi permukaan abdomen
Kondisi normal abdomen yaitu tidak terdapat bekas
jahitan karena SC ataupun operasi abdomen lain.
Involusi uterus
Kondisi normal uterus yaitu terasa keras dan tidak
lembek,tinggi fundus uteri berkurang 1 cm setiap
hari selama 9-10 hari postpartum, segera setelah
kala III persalinan tinggi fundus uterus biasanya satu
jari dibawah pusat, 24 jam setelah persalinan tinggi
fundus uterus setinggi pusat atau sedikit di bawah
pusat,6 hari postpartum tinggi fundus uterus kira-
kira pertengahan pusat dan simpisis pubis. pada hari
ke 10-12 sampai 6 minggu postpartum , tinggi
fundus uterus sudah tidak teraba. Kondisi uterus
yang masih dikatakan normal yaitu involusi
kemungkinan lebih lambat pada ibu dengan
multiaritas atau kehamilan kembar, polihidramnion,
bayi besar atau infeksi. Walaupun penurunan tinggi
fundus bervariasi pada setiap ibu, tetapi ukuran
uterus tetap harus berkurang secara bertahap.
Diastasis recti Ibu postpartum mempunyai tingkat
diastasis. Diastasis recti masih dikatakan normal jika
terdapat celah selebar 2 jari, diastasis recti dapat
menutup diakhir masa nifas.
Kandung kemih
Kondisi normal kandung kemih yaitu tidak teraba
dan ibu dapat berkemih ketika merasa ada dorongan
berkemih (Patimah, 2016).
(c) Genetalia:
Inspkesi secara keseluruhan pengeluaran vagina, kulit
dan labia
Kondisi normal tidak ada urin atau feces dari vagina,
tidak ada tonjolan dari vagina, tidak ada
pembengkakan, tidak ada jahitan akibat robekan dan
episiotomi,tidak ada luka, kutil pada kulit genetalia,
tidak ada nyeri pada labia, tidak ada
perdarahan.Kondisi perdarahan yang masih dikatakan
normal kemungkinan terdapat pengeluaran sedikit
bekuan darah.
Lochea (inspeksi warna dan jumlah).Kondisi normal,
yaitu:
Hari 2-4 postpartum,lochea berwarna merah
(rubra).
Hari 5-14 lochea berwarna pink kecoklatan
(serosa).
Minggu 3-4 postpartum, lochea berwarna putih
kekuningan (alba). Kondisi lochea yang masih
dikatakan normal yaitu pengeluaran lochea dapat
berlangsung selama 6 minggu postpartum,
peningkatan jumlah lochea dapat terjadi ketika
aktivitas ibu meningkat.
Perineum Kondisi normal perineum yaitu tidak nyeri,
tidak ada pembengkakan,tidak ada pengeluaran urin dan
feces dari vagina, tidak ada jahitan karena robekan jalan
lahir dan episiotomi.Kondisi perineum yang masih
dikatakan normal yaitu jika persalinan normal perineum
memar, bengkak dan tidak nyaman, kondisi ini dapat
berlangsung hingga hari 3-4 postpartum. Penyembuhan
perineum kemungkinan lebih lambat jika mengedan
terlalu lama saat persalinan,terdapat robekan atau luka
episiotomi atau trauma selama persalinan.
d) Pemeriksaan Penunjang
HB: Apabila kadar Hb rendah, penyebabnya harus dipastikan
dan diberikan terapi yang tepat. Hb juga dapat dideteksi dari
sampel darah.
3) Analisa (A)
Langkah ini merupakan pendokumentasian hasil analisis dan
intrepretasi (kesimpulan) dari data subjektif dan objektif. Karena
keadaan klien yang setiap saat bisa mengalami perubahan, dan akan
ditemukan informasi baru dalam data subjektif maupun data objektif,
maka proses pengkajian data akan menjadi sangat dinamis. Di dalam
analisis menuntut bidan untuk sering melakukan analisis data yang
dinamis tersebut dalam rangka mengikuti perkembangan klien.
Analisis yang tepat dan akurat mengikuti perkembangan data klien
akan menjamin cepat diketahuinya perubahan pada klien, dapat terus
diikuti dan diambil keputusan/tindakan yang tepat. Analisis data
adalah melakukan intrepretasi data yang telah dikumpulkan,
mencakup diagnosis, masalah kebidanan, dan kebutuhan.
a) Masalah: Masalah sering berkaitan dengan hal-hal yang sedang
dialami wanita yang diidentifikasi oleh bidan sesuai dengan
hasil pengkajian,normalnya tidak terjadi masalah (Marni, 2011).
b) Diagnosa Potensial: Pada keadaan normal, diagnosa potensial
dapat diabaikan
c) Tindakan Segera: Pada keadaan normal, langkah ini dapat
diabaikan
4) Penatalaksanaan (P)
Penatalaksanaan adalah mencatat seluruh perencanaan dan
penatalaksanaan yang sudah dilakukan seperti tindakan antisipatif,
tindakan segera, tindakan secara komprehensif; penyuluhan,
dukungan, kolaborasi, evaluasi/follow up dan rujukan. Tujuan
penatalaksanaan untuk mengusahakan tercapainya kondisi pasien
seoptimal mungkin dan mempertahankan kesejahteraanya.
DAFTAR PUSTAKA
Alvarenga MB, D. (2015) “Episiotomy Heaing Assesment : Redness, Oedema,
Ecchymosis, Discharge, Approximation (REEDA) Scale Reliability.”
Tersedia pada: http://www.scielo.br/pdf/rlae/v23n1/0104-1169-rlae-23-01-
00162.pdf.
Elis, A. et al. (2019) “Analisis Hubungan Pengetahuan ibu Nifas Dengan Tanda-
Tanda Bahaya Masa Nifas di Rumah Sakit Umum daerah Labuang Baji
Makassar,” Jurnal Ilmiah Media Bidan, 4(2), hal. 67–71.
Elisa, E., Royani, L. D. dan Adi, W. S. (2018) “Pengaruh Masase Fundus Uteri
Dengan Pendidikan Kesehatan (Video Masase Fundus Uteri) Terhadap
Penurunan Tinggi Fundus Uteri Ibu Postpartum Di RSUD Pandan Arang
Boyolali,” Jurnal Ilmu Keperawatan Maternitas, 1(2), hal. 15. doi:
10.32584/jikm.v1i2.145.
Kemenkes RI (2015) Buku Ajar Kesehatan Ibu dan Anak, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. Jakarta Selatan: Pusdiklatnakes Kemenkes RI.
Kemenkes RI (2019) Panduan Pelayanan Pasca Persalinan bagi Ibu dan Bayi Baru
Lahir. Tersedia pada: http://kesga.kemkes.go.id/images/pedoman/Buku
Panduan Pelayanan Pasca Persalinan bagi Ibu dan Bayi Baru Lahir-
Combination.pdf.
Kusumastuti, dkk (2016) Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: Leufika
Prio.
Maritalia, D. (2014) Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui. II. Diedit oleh S.
Riyadi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Marmi (2016) Ketrampilan Dasar Praktik Klinik Untuk Bidan Dan Perawat.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Maryunani, A. (2012) Inisiasi Menyusui Dini, ASI Eksklusif dan Manajemen Laktasi.
Jakarta: Penerbit Buku Kesehatan.
Mutika, W. T. (2018) “Efek Breast Care Ibu Nifas Terhadap Berat Badan Bayi dan
Hormon Prolaktin.” Tersedia pada:
https://jurnal.ugm.ac.id/bkm/article/download/30272/20777.
Nurbaeti (2013) Asuhan Keperawatan Pada Ibu Post Partum dan Bayi Baru Lahir.
Jakarta: Penerbit Mitra Wacana Media.
Patimah, D. (2016) Praktik Klinik Kebidanan III. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.
Purnani, W. T. (2019) “Perbedaan Efektivitas Pemberian Putih Telur dan Ikan Gabus
Terhadap Penyembuhan Luka Perineum Ibu Nifas,” Journal of Public
Health Research and Community Health Development, 2(2), hal. 126. doi:
10.20473/jphrecode.v2i2.12190.
Rinata, E., Rusdyati, T. dan Sari, P. A. (2016) “Teknik Menyusui Posisi, Perlekatan
Dan Keefektifan Menghisap - Studi Pada Ibu Menyusui Di Rsud Sidoarjo,”
Temu Ilmiah Hasil Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, hal. 128–139.
Santosa, Q. et al. (2019) “Pelatihan Manajemen Laktasi untuk Ibu Hamil dan Ibu
Menyusui: Upaya Optimalisasi Tumbuh Kembang Anak,” Jurnal
Pengabdian Pada Masyarakat, 4(1), hal. 47–52. doi:
10.30653/002.201941.94.
Utami, H., Suparni, S. dan Ersila, W. (2014) “Waktu Pertama Buang Air Kecil
(BAK) Pada Ibu Postpartum Yang Dilakukan Bladder Training,” Jurnal
Ilmiah Kesehatan, 6(1), hal. 96717.
Varney, Helen & Marlyn HE, David W, M. L. (2012) Buku Ajar Asuhan Kebidanan
Edisi 4 Volume 2. Jakarta: EGC.
Walyani, E. S. & E. P. (2015) Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru Lahir.
Yogyakarta: Pustaka Baru Pers.
Widyasih, H. dkk (2013) Perawatan Masa Nifas. Yogyakarta: Fitramaya.