Anda di halaman 1dari 56

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN KELUARGA BERENCANA


PADA NY. S USIA 30 TAHUN P2A0 AKSEPTOR KB IUD
DI UPTD PUSKESMAS TODANAN KABUPATEN BLORA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Stase KB dan Kespro

PITRIN EKO WAHYUNI (P1337424820228)

PROGRAM STUDI PROFESI BIDAN JURUSAN KEBIDANAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN

KESEHATAN SEMARANG

2021/2022

1
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Kasus “Asuhan Kebidanan Keluarga Berencana pada Ny. S Usia 30 Tahun
P2A0 Akseptor KB IUD di UPTD Puskesmas Todanan Kabupaten Blora”telah
disetujui dan disahkan pada :
Hari :

Tanggal :

Blora, Mei 2021

Pembimbing Klinik Praktikan

Endah Khoirul Q, Amd.,Keb. Pitrin Eko Wahyuni


NIP. 19820715 201704 2 004 P1337424820228

Mengetahui,

Pembimbing Institusi

Dr. Melyana Nurul W, S.SiT.,M.Kes


NIP. 19790903 200212 2 002
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Tinjauan Teori IUD


1. Pengertian IUD
Alat Kontrasepsi Dalam Rahim yang selanjutnya disingkat AKDR yang
lebih dikenal dengan istilah IUD adalah alat kontrasepsi berbentuk kecil,
silastis, dengan lengan atau kawat tembaga disekitarnya yang dipasang di
dalam Rahim yang memberikan perlindungan jangka panjang terhadap
kehamilan (Peraturan Kepala BKKBN Nomor 24 Tahun 2017 tentang
Pelayanan KB Pasca Persalinan dan Pasca Keguguran, 2017). Kontrasepsi
IUD (intra uterine device) adalah suatu alat kontrasepsi yang dimaksukkan ke
dalam rahim yang bentuknya bermacam–macam, terdiri dari plastik
(polietiline). Ada yang dililit tembaga (Cu), ada pula yang tidak, tetapi adapula
yang dililit dengan tembaga bercampur perak (Ag). Selain itu ada pula yang
batangnya berisi hormon progesteron (Karjatin, 2016). Definisi lain
menjelaskan IUD adalah alat kontrasepsi yang terbuat dari plastik halus
berbentuk spiral (Lippes Loop) atau berbentuk lain (Cu T 380 A) yang
terpasang didalam rahim dengan memakai alat khusus oleh dokter atau bidan
(Saifuddin, 2016).
2. Tujuan
Program Keluarga Berencana (KB) dilakukan diantaranya dalam
rangka mengatur jumlah kelahiran atau menjarangkan kelahiran. Pasangan
Usia Subur (PUS) dapat menentukan pilihan kontrasepsi sesuai dengan
kondisi dan kebutuhannya berdasarkan informasi yang telah mereka
pahami, termasuk keuntungan dan kerugian, risiko metode kontrasepsi dari
petugas kesehatan. Salah satu alat jenis alat kontrasepsi yang memiliki
efektivitas tinggi adalah IUD. IUD adalah cara pencegahan kehamilan yang
sangat efektif, aman, dan reversibel bagi wanita (Saifuddin, 2016).
3. Jenis
Menurut Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan (2015) jenis
- jenis IUD yang dipakai di Indonesia antara lain :
a. Lippes loop
Lippes loop pertama kali dikembangkan oleh Dr Lippes pada tahun
1960, dengan bentuk kontrasepsi double-S. Lippes loop terbuat dari plastik
polietilen fleksibel dengan bentuk trapesium yang dianggap sangat cocok
dengan kontur rongga rahim, untuk mengurangi risiko lepas. Lippes loop
pertama kali didistribusikan pada tahun 1962 dan dengan cepat menjadi
IUD yang paling banyak yang diresepkan di Amerika Serikat. Lippes loop
dimaksudkan untuk penggunaan jangka panjang sampai menopause.
Tingkat kehamilan menurun dengan menambah durasi penggunaan
(Peipert, 2018). Penelitian yang dilakukan Aniuliene & Aniulis (2014)
menjelaskan penggunaan Lippes loop selama lima puluh tahun dalam
jangka waktu lama tidak berpengaruh terhadap kesehatan wanita. Selama
lima puluh tahun pasien dalam keadaan sehat, tidak terjangkit penyakit
apapun, pelvic inflamatory disease atau pembedahan.
b. Multi Load
Multiload adalah alat kontrasepsi berbentuk seperti tapal kuda,
dilapisi oleh tembaga pada permukaan 375 mm2. Lengannya fleksibel dan
meminimalkan risiko terlepas. Terbuat dari polietilen densitas tinggi. Peran
lengan yang fleksibel adalah yang beradaptasi sejauh di dalam rongga
rahim, mengurangi risiko mempengaruhi integritas dari dinding rahim.
Perangkat tersebut terbuat dari plastik buritan, dibentuk dari campuran
polietilen, etilen vinil asetat dan barium sulfat dengan rasio 44/36/20.
Benang tembaga dililitkan di sekitar buritan. Nilon berkepala dua melekat
pada ujung inferior buritan. Tergantung pada jumlah tembaga yang
terkandung, ada dua jenis perangkat multiload yaitu multiload 275 (3 tahun
kontrasepsi efektif) dan multiload 375 (5 tahun kontrasepsi yang efektif)
(Cirstoiu et al., 2016).
c. Copper T
Copper merupakan IUD berbentuk T atau U terbuat dari plastik
dengan lapisan tembaga di permukaannya, copper bekerja dengan
melepaskan ion tembaga. Jenis copper antara lain Cu 7, Cu-T 200, Cu 250,
Cu 375 dan generasi terbaru adalah Cu-380 A T. Pemakaian copper
disarankan agar diperbarui setiap 5 tahun (Cirstoiu et al., 2016).
d. Copper 7
Progestasert IUD (melepaskan progesteron) hanya efektif untuk 1 tahun
dan dapat digunakan untuk kontrasepsi darurat Copper-7. Menurut
Imbarwati (2009). IUD ini berbentuk angka 7 dengan maksud untuk
memudahkan pemasangan. Jenis ini mempunyai ukuran diameter batang
vertikal 32 mm dan ditambahkan gulungan kawat tembaga luas permukaan
200 mm2, fungsinya sama dengan lilitan tembaga halus pada IUD Copper-
T.
4. Cara kerja
Menurut Karjatin (2016) cara kerja IUD adalah :
a. Meninggikan getaran saluran telur sehingga pada waktu blastokista sampai
ke rahim, endometrium belum siap untuk menerima nidasi hasil konsep
(blastokista).
b. Menimbulkan reaksi jaringan, sehingga terjadi serbukan sel darah putih
(lekosit), yang melarutkan blastokista.
c. Lilitan logam menyebabkan reaksi anti fertilitas.
Sedangkan menurut Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan
(2015) cara kerja IUD adalah :
a. Menghambat kemampuan sperma
b. Mempengaruhi fertilisasi
c. Mencegah pertemuan sperma dan ovum
d. Memungkinkan mencegah implantasi
Hartanto (2015) menjelaskan mekanisme kerja IUD sebagai berikut :
a. Timbulnya reaksi radang lokal di dalam cavum uteri sehingga implantasi
sel telur yang telah dibuahi terganggu. Disamping itu, dengan munculnya
leokosit, makrofag, dan sel plasma yang dapat mengakibatkan lysis dari
spermatozoa atau ovum dan blastocyt.
b. Produksi lokal prostaglandin yang meninggi, yang menyebabkan
terhambatnya implantasi.
c. Gangguan atau terlepasnya blastocyt telah berimplantasi didalam
endometrium
d. Pergerakan ovum yang bertambah cepat di dalam tuba fallopii.
e. Immobilisasi spermatozoa saat melewati cavum uteri.
f. Pemadatan endometrium oleh leokosit, makrofag, dan limfosit
menyebabkan blastokis dirusak oleh makrofag dan balstokis tidak dapat
melakukan nidasi.
g. Ion Cu yang dikeluarkan IUD dengan Cupper menyebabkan gangguan
gerak spermatozoa sehingga mengurangi kemampuan untuk melakukan
konsepsi.
5. Cara penyimpanan
Lindungi dari kelembaban, sinar matahari langsung, suhu 15-30°C. Masa
kadaluwarsa tergantung dari jenis IUD yang dipasang. IUD jangan digunakan
apabila kemasan steril sudah rusak atau terbuka. Efektifitas IUD Cu tidak
berkurang bila Cu-nya terlihat gelap atau ada noda/ bintik hitam (Hartanto,
2015).
6. Efektivitas
Efektifitas metode IUD yaitu 0,6 – 0,8 kehamilan per 100 perempuan
selama satu tahun pertama penggunaan (Saifuddin, 2016). Efektifitas dari IUD
dinyatakan dalam rangka kontinuitas yaitu beberapa lama IUD tetap berada di
dalam uterus tanpa ekspulsi spontan, terjadinya kehamilan, dan
pengangkutan/pengeluaran karena alasan-alasan medis atau pribadi. Efektifitas
dari bermacam-macam IUD tergantung pada IUD-nya yaitu ukuran, bentuk,
mengandung Cu atau Progesterone. Akseptor yaitu umur, paritas, frekuensi
senggama. Dari faktor-faktor yang berhubungan dengan akseptor yaitu umur,
dan paritas, diketahui : makin tua usia, makin rendah angka kehamilan,
ekspulsi dan pengangkatan/pengeluaran IUD. Makin muda usia, terutama pada
nulligravida, makin tinggi angka ekspulsi dan pengankatan/pengeluaran IUD.
Dari uraian di atas, maka efektifitas dari IUD tergantung pada pasien dan
medis, termasuk kemudahan insersi, pengalaman pemasang, kemungkinan
ekspulsi dari pihak akseptor, kemampuan akseptor untuk mengetahui
terjadinya ekspulsi dan kemudahan untuk mendapatkan pertolongan medis
(Hartanto, 2015).
7. Keuntungan pemasangan IUD
Menurut Saifuddin (2016) keuntungan-keuntungan IUD adalah sebagai
berikut :
a. Efektif dengan proteksi jangka panjang.
b. Tidak menganggu hubungan suami istri.
c. Tidak berpengaruh terhadap produksi ASI.
d. Kesuburan segera kembali sesudah IUD dilepas.
e. Mengurangi nyeri haid.
f. Dapat dipasang langsung saat ostium masih terbuka setelah plasenta lahir
sehingga mengurangi rasa sakit
g. Dapat membantu mencegah kehamilan diluar kandungan
h. Dilakukan satu kali pemasangan dan ekonomis dalam jangka waktu
maksimal 8-10 tahun
i. Tidak ada interaksi dengan obat-obatan lain
j. Tidak menimbulkan ada efek sistemik dan efek samping hormonal
8. Kerugian pemasangan IUD
Menurut Saifuddin (2016) IUD bukanlah alat kontrasepsi yang sempurna,
sehingga masih terdapat beberapa kerugian antara lain :
a. Pemeriksaan dalam dan penyaringan infeksi saluran genetalia diperlukan
sebelum pemasangan IUD.
b. Dapat meningkatkan resiko penyakit radang panggul.
c. Memerlukan prosedur pencegahan infeksi sewaktu memasang dan
mencabutnya.
d. Bertambah darah haid dan rasa sakit selama beberapa bulan pertama
pemakaian IUD.
e. Klien tidak dapat mencabut sendiri IUD-nya.
f. Tidak dapat melindungi klien terhadap PMS (penyakit menular seksual),
AIDS/HIV.
g. IUD dapat keluar rahim melalui kanalis hingga keluar vagina.
9. Indikasi pemasangan IUD
Menurut Saifuddin (2016) yang boleh menggunakan IUD antara lain :
a. Usia reproduksi.
b. Telah memiliki anak maupun belum.
c. Menginginksn kontrasepsi yang efektif jangka panjang untuk mencegah
kehamilan.
d. Sedang menyusui dan ingin memakai kontrasepsi.
e. Pasca keguguran dan tidak ditemukan tanda-tanda radang panggul.
f. Mempunyai resiko rendah mendapat penyakit menular seksual
10. Kontraindikasi pemasangan IUD
Menurut Karjatin (2016) kontraindikasi pemasangan IUD adalah :
a. Kehamilan.
b. Gangguan perdarahan.
c. Peradangan alat kelamin.
d. Kecurigaan tumor ganas di alat kelamin.
e. Tumor jinak rahim.
f. Kelainan bawaan rahim.
11. Efek samping pemasangan IUD
Efek samping yang dialami pada akseptor KB IUD antara lain, (1) rasa
mules didaerah perut sesudah pemasangan dapat timbul rasa nyeri seperti
mules-mules kadang-kadang dapat menjadi rasa nyeri atau kram atau sakit
pinggang terutama pada hari-hari pertama dan sesudah pemasangan, (2) rasa
nyeri/mules pada waktu haid; sewaktu haid mulai terasa nyeri yang berlebihan,
tak tertahankan, (3) nyeri pada senggama ; sewaktu senggama terasa nyeri dan
(4) nyeri dapat timbul sewaktu-waktu selama masa pemakaian. Penyebabnya
yaitu psikis, kemungkinan disebabkan letak IUD yang salah atau IUD tidak
sesuai dengan rongga rahim dan IUD merangsang pembentukan prostaglandin
pada waktu haid yang menimbulkan rasa nyeri (Purwaningrum, 2017).
Menurut Setiyaningrum (2016) efek samping yang ringan pada akseptor
KB IUD antara lain :
a. Nyeri pada waktu pemasangan. Kalau nyeri sekali, dapat dilakukan
anestesi paraservikal.
b. Kejang rahim, terutama pada bulan-bulan pertama. Halini dapat diatasi
dengan memberikan spasmollitikum atau pemakaian IUD lebih kecil
ukurannya.
c. Nyeri pelvic. Pemberian spasmolitikum dapat mengurangi keluhan ini.
d. Perdarahan di luar haid.
e. Darah haid lebih banyak.
f. Sekret vagina lebih banyak.
Hartanto (2015) menyebutkan dapat terjadi efek samping yang lebih
serius pada akseptor KB IUD antara lain :
a. Perforasi uterus
b. Infeksi pelvic
c. Endometritis
12. Waktu pemasangan IUD
Menurut Saifuddin (2016) IUD dapat dipasang pada :
a. Bersamaan dengan menstruasi
b. Segera setelah bersih menstruasi
c. Pada masa akhir puerperium
d. Tiga bulan pasca persalinan
e. Bersamaan dengan seksio sesarea
f. Bersamaan dengan abortus dan curetase
g. Hari kedua-ketiga pasca persalinan
Berdasarkan Peraturan Kepala BKKBN Nomor 24 Tahun 2017 tentang
Pelayanan KB Pasca Persalinan dan Pasca Keguguran waktu pemasangan
AKDR adalah :
a. Pasca placenta yakni di pasang dalam 10 menit setelah placenta lahir
(persalinan normal) sedangkan pada persalinan Caesar dipasang pada
waktu operasi Caesar.
b. Pasca persalinan yakni AKDR sebaiknya dipasangkan pada peserta KB
sebelum 48 (empat puluh delapan) jam atau diatas 4 (empat) minggu pasca
persalinan;dan AKDR tidak menggangu produksi ASI, sehingga dapat
digunakan bagi ibu yang akan menyusui bayinya
c. Setiap waktu dalam siklus haid, yang dapat dipastikan klien tidak hamil,
hari pertama sampai hari ke-7 siklus haid dan setelah mengalami abortus
(segera dalam waktu 7 hari).
d. Apabila menggunakan Metode amenorea laktasi, pemasangan setelah 6
bulan.
13. Hal-hal yang harus diketahui oleh akseptor IUD
Menurut Hartanto (2015) hal-hal yang harus diketahui oleh akseptor IUD
adalah :
a. Cara memeriksa sendiri benang ekor IUD.
b. Efek samping yang sering timbul misalnya perdarahan haid yang
bertambah banyak atau lama, rasa sakit atau kram.
c. Segera mencari pertolongan medis bila timbul gejala-gejala infeksi.
d. Jenis IUD yang dipakai.
e. Pertimbangan pemakaian metode kontrasepsi tambahan seperti kondom
atau spermisid selama tiga bulan pasca pemasangan.
f. Mengetahui tanda bahaya IUD : terlambat haid, perdarahan abnormal,
nyeri abdomen, dispareunia, keputihan abnormal, demam/menggigil,
benang ekor IUD hilang/bertambahpendek/bertambah panjang.
g. Bila mengalami keterlambatan haid segera periksa ke petugas kesehatan.
h. Sebaiknya tunggu tiga bulan untuk hamil kembali setelah pelepasan IUD
dan gunakan metode kontrasepsi lain. Ini dapat mencegah kehamilan
ektopik.
i. Bila berobat apapun, beritahu dokter bahwa akseptor menggunakan IUD.
j. IUD tidak memberi perlindungan terhadap virus AIDS
14. Prosedur pemasangan/insersi IUD
Menurut Saifuddin (2016) prosedur pemasangan IUD adalah :
a. Menjelaskan pada klien prosedur yang akan dilakukan dan inform consent
b. Memastikan klien telah mengosongkan kandung kencingnya.
c. Mempersiapan Alat :
1) 1 set IUD
2) 1 pasang sarung tangan
3) Cairan anti septic (betadine solotion)
4) Deppers/ kassa steril pada tempatnya
5) Bivale speculum/ speculum cocor bebek
6) Tenakulum (penjempit porsio)
7) Sounde uterus (untuk mengukur kedalaman uterus)
8) Korentang
9) Gunting
10) Lampu penerang
11) Kom berisi air DTT
12) Kom berisi air klorin
13) 2 Ember plastik diberi kantong plastik (tempat kotoran) untuk sampah
basah dan sampah kering
d. Mengatur posisi pasien di Gyn bed dan lampu penerang
e. Mamakai sarung tangan steril
f. Memerikasa genetalia eksterna (ulkus, pembengkakan kelenjar bartholini
dan kelenjar skene)
g. Memasang spekulum, beri anti septic (betadine) pada porsio
h. Menjepit bibir depan porsio dengan tenaculum pada jam 10
i. Memasukkan sonde uterus dengan cara “no touch technique” sesuai arah
rahim untuk mengetahui dalam/ panjangnya uterus (kurang dari 6 cm tidak
boleh dipasang)
j. Menyiapkan IUD steril dengan cara memasukkan lengan IUD didalam
tabung inserter pada kemasan sterilnya.
k. Mengatur letak leher biru pada tabung inserter sesuai kedalaman kavum
uteri yang telah diukur dengan sonde uterus.
l. Memasukkan tabung inserter dengan hati-hati sampai leher biru menyentuh
fundus atau sampai terasa ada tahanan.
m. Melepas lengan IUD dengan menggunakan teknik menarik (with-drawal
technique). Menarik keluar pendorong.
n. Setelah lengan lepas, mendorong secara perlahan tabung inserter kedalam
kavum uteri sampai leher biru menyentuh serviks.
o. Menarik keluar sebagian tabung inserter, potong benang IUD kira-kira 3
cm.
p. Melepaskan tenaculum dengan hati-hati dan gunting benang kira-kira 3 cm.
Merawat perdarahan tenaculum dengan cara menekan dengan deppers
betadine sampai perdarahan berhenti.
q. Kemudian speculum dilepas, semua alat-alat dimasukkan kedalam larutan
klorin 0,5%
r. Melakukan VT untuk menyelipkan benang pada forniks posterior
s. Pasien diminta untuk tetap berada ditempat tidur kira-kira 15-30 menit.
t. Membuang bahan-bahan (kassa) yang telah dipakai kedalam kantong
plastik.
u. Mencelupkan sarung tangan kedalam larutan klorin 0,5% kemudian buka
dan rendam dalam keadaan terbalik.
v. Mencuci tangan dengan air dan sabun.
w. Melakukan konseling pasca pemasangan.
x. Mengajarkan pada klien bagaimana cara memeriksa sendiri benang IUD
dan kapan harus dilakukan.
y. Menganjurkan pada klien untuk melakukan kontrol pasca pemasangan 1
minggu, 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan dan sewaktu-waktu bila ada keluhan.
15. Pelepasan IUD
Menurut Hartanto (2015) IUD dilepas jika :
a. Klien menginginkannya
b. Klien ingin hamil
c. Ada efek samping yang menetap atau masalah kesehatan lainnya
d. Pada akhir masa efektifitas
16. Pemeriksaan pada saat kunjungan ulang
Kunjungan ulang dilakukan sesudah datang haid pertama setelah AKDR
di pasang (4-6 minggu). Kunjungan ini harus dilakukan setelah masa
menstruasi pertamanya pasca pamasangan IUD. Pada waktu ini, bulan pertama
kemungkinan insiden IUD lebih tinggi untuk terlepas secara spontan telah
berakhir. IUD dapat diperiksa untuk menentukannya masih berada pada posisi
yang tepat. Selain itu, seorang wanita harus memiliki pengalaman melakukan
pemeriksaan IUD secara mandiri dan beberapa efeksamping langsung harus
sudah diatasi. Kunjungan ulang member kesempatan untuk menjawab
pertanyaan dan member semangat serta meyakinkan klien. Diharapkan, hal ini
membuahkan hasil berupa peningkatan jumlah pengguna IUD (Setiyaningrum,
2016). Menurut Setiyaningrum (2016) berikut ini adalah data-data terkait IUD
yang perlu diperoleh saat kunjungan ulang :
a. Riwayat
1) Masa menstruasi (dibandingkan dengan menstruasi sebelum
menggunakan IUD)
a) Tanggal
b) Lamanya
c) Jumlah aliran
d) Nyeri
2) Diantara waktu menstruasi (dibanding dengan sebelum menggunakan
IUD)
a) Bercak darah atau perdarahan: lamanya, jumlah
b) Kram: lamanya, tingkat keparahan
c) Nyeri punggung: lokasi, lamanya, tingkat keparahan.
d) Rabas vagina: lamanya, warna, bau, rasa gatal, rasa terbakar saat
berkemih (sebelum atau setelah urine mulai mengalir)
3) Pemeriksaan benang
a) Tanggal pemeriksaan benang yang terakhir
b) Benang dapat dirasakan oleh pasangan selama melakukan
hubungan seksual
4) Kepuasaan terhadap metode yang digunakan (baik pada wanita maupun
pasangannya)
5) Setiap obat yang digunakan: yang mana, mengapa
6) Setiap kunjungan ke dokter atau keruang gawat darurat sejak
pemasangan IUD: mengapa
7) Penggunaan preparat spermisida dan kondom: kapan, apakah ada
masalah
8) Tanda-tanda dugaan kehamilan jika ada indikasi
b. Pemeriksaan fisik
1) Pemeriksaan abdomen untuk mengetahui adanya nyeri tekan pada
bagian bawah abdomen
2) Pemeriksaan untuk mengetahui adanya nyeri tekan akibat CVA, jika
diindikasikan untuk diagnose banding
3) Tanda-tanda kemungkinan kehamil, jika ada indikasi.
c. Pemeriksaan pelvik
1) Pemeriksaan spekulum
a) Benang terlihat
b) Panjang benang: pemotongan benang bila ada indikasi
c) Rabas vagina: catat karakteristik dan lakukan kultur dan apusan
basah bila diindikasikan.
2) Pemeriksaan bimanual
a) Nyeri ketika serviks atau uterus bergerak
b) Nyeri tekan pada uterus
c) Pembesaran uterus
d) Nyeri tekan pada daerah sekitar
e) Tanda-tanda kemungkinan kehamilan bila diindikasikan
f) Laboratorium : hemoglobin atau hematokrit, urinalis rutin sesuai
indikasi untuk diagnosis banding, kultur serviks dan apusan basah,
jika ada indikasi serta tes kehamilan, jika ada indikasi
Apabila hasil pemeriksaan di atas memuaskan, maka klien akan
mendapatkan jadwal untuk melakukan pemeriksaan fisik rutinnya. Pada
kunjungan tersebut bidan akan melakukan hal-hal seperti mengkaji riwayat
penapisan umum yaitu pemeriksaan fisik dan pelvic, pap smear, kultur
klamedia dan gonorea, tes laboratorium rutin lain dan pengulangan kunjungan
ulang IUD seperti dijelaskan diatas. Pengarahan supaya klien memeriksakan
IUD nya, kapan harus menghubungi bila muncul masalah atau untuk membuat
perjanjian sebelum kunjungan tahunnya dapat ditinjau kembali bersama klien
selama kunjungan ulang ini (Setiyaningrum, 2016).
17. Faktor yang mempengaruhi penggunaan KB IUD
Faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan KB IUD antara lain :
a. Pengetahuan
Terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan
dengan penggunaan kontrasepsi IUD, hal ini dapat dilihat bahwa lebih
banyak responden yang memiliki tingkat pengetahuan rendah, lebih banyak
tidak mengunakan kontrasepsi IUD. Akseptor KB yang memiliki tingkat
pengetahuan rendah pada saat menggunakan kontrasepsi 3,86 kali lebih
besar untuk tidak menggunakan kontrasepsi IUD (Febrianti, 2017).
b. Sikap
Terdapat hubungan yang bermakna antara sikap dengan penggunaan
kontrasepsi IUD. Akseptor KB yang memiliki sikap negatif pada saat
menggunakan kontrasepsi 4,71 kali lebih besar untuk tidak menggunakan
kontrasepsi IUD. Hal ini dipengaruhi oleh lebih banyak akseptor yang
memiliki sikap negatif tidak menggunakan kontrasepsi IUD, karena
pemikiran yang mereka miliki masih sangat rendah, sehingga mampu
mempengaruhi perilaku akseptor dalam menggunakan kontrasepsi IUD.
Sikap yang dimiliki seseorang mampu mencerminkan tindakan akan
mereka lakukan, sehingga jika sikap yang dimiliki responden masih kurang
baik, maka dalam melakukan pemilihan kontrasepsi juga akan tidak baik
dalam penerimaannya (Febrianti, 2017).
c. Dukungan suami
Terdapat hubungan yang bermakna antara dukungan suami dengan
penggunaan kontrasepsi IUD, akseptor KB yang tidak mendapatkan
dukungan dari suami pada saat menggunakan kontrasepsi 4,10 kali lebih
besar untuk tidak menggunakan kontrasepsi IUD. Hal ini dapat dipengaruhi
oleh kebanyakan akseptor yang tidak mendapatkan dukungan suami lebih
banyak tidak memakai kontrasepsi IUD, karena masih rendahnya
pengetahuan suami tentang penggunaan kontrasepsi IUD sehingga dapat
mempengaruhi penggunaan kontrasepsi pada akseptor KB itu sendiri,
selain itu dukungan yang diberikan suami sangat dibutuhkan akseptor
dalam mengambil keputusan, khususnya dalam penggunaan kontrasepsi
IUD (Febrianti, 2017).
Penelitian lain juga membuktikan terdapat pengaruh yang
signifikan antara dukungan suami dengan minat ibu pada penggunaan
alat kontrasepsi IUD. Dukungan suami dari sisi positif yaitu ibu akan
lebih percaya diri untuk menggunakan alat kontrasepsi yang telah
disepakati bersama dan akan selalu mengikuti penyuluhan dari
kader-kader KIA, sedangkan dukungan suami dari sisi negative yaitu
dapat berdampak bagi psikologis ibu, dimana ibu yang berminat
terhadap alat kontrasepsi kemudian tidak didukung oleh suami maka
besar kemungkinan si ibu tidak akan berminat menggunakan alat
kontrasepsi yang diinginkan (Simon, 2018).
d. Pemberian KIE
Terdapat pengaruh yang signifikan anatar pemberian KIE
terhadap penggunaan alat kontrasepsi IUD. Pemberian KIE dari sisi
positif yaitu untuk mendorong proses perubahan perilaku, sikap
dan meningkatkan pengetahuan ibu, khususnya ibu akseptor KB dalam
penggunaan alat kontasepsi yang kemudian berampak pada pengontrolan
jumlah penduduk melalui penekanan angka kelahiran. Sedangkan
pemberian KIE dari sisi negatif yaitu dapat memberikan kemungkinan
resiko/efek samping dari penggunaan alat kontrasepsi (Simon, 2018).
e. Ekonomi
Penelitian Astuti, Yasinta & Sardin (2017) menjelaskan faktor
ekonomi memengaruhi minat ibu untuk menggunakan kontrasepsi IUD.
Hal ini disebabkan karena untuk mendapatkan pelayanan kontrasepsi yang
diperlukan akseptor harus menyediakan dana yang diperlukan. Walaupun
jika dihitung dari segi ekonomisnya, kontrasepsi IUD lebih murah dari KB
suntik atau pil, tetapi kadang orang melihatnya dari berapa biaya yang
harus dikeluarkan untuk sekali pasang. Kalau patokannya adalah biaya
setiap kali pasang, mungkin IUD tampak jauh lebih mahal. Tetapi kalau
dilihat masa atau jangka waktu penggunaannya, tentu biaya yang harus
dikeluarkan untuk pemasangan IUD akan lebih murah dibandingkan KB
suntik ataupun pil. Faktor ekonomi dalam hal ini adalah penghasilan
memengaruhi responden untuk menggunakan kontrasepsi IUD, Karena di
anggap harga pemasangan IUD yang cukup mahal dibandingkan dengan
kontrasepsi yang lain.

B. Tinjauan Teori Konseling


1. Pengertian
Konseling adalah proses pertukaran informasi dan interaksi positif
tentang KB, dilakukan antara calon peserta KB dan petugas untuk membantu
calon peserta KB mengenali kebutuhan ber-Kbnya serta memilih solusi terbaik
dan membuat keputusan yang sesuai dengan kondisi yang dihadapi (Peraturan
Kepala BKKBN Nomor 24 Tahun 2017 tentang Pelayanan KB Pasca
Persalinan dan Pasca Keguguran). Konseling merupakan komunikasi yang
mampu menghasilkan perubahan sikap (attitude change) pada orang yang
terlibat dalam komunikasi (Prijatni & Rahayu, 2016).
2. Tujuan
Menurut Prijatni & Rahayu (2016) tujuan konseling KB antara lain :
a. Menyampaikan informasi dari pilihan pola reproduksi.
b. Memilih metode KB yang diyakini.
c. Menggunakan metode KB yang dipilih secara aman dan efektif.
d. Memulai dan melanjutkan KB.
e. Mempelajari tujuan, ketidakjelasan informasi tentang metode KB yang
tersedia.
f. Memecahkan masalah, meningkatkan keefektifan individu dalam
pengambilan keputusan secara tepat
g. Membantu pemenuhan kebutuhan klien meliputi menghilangkan perasaan
yang menekan/mengganggu dan mencapai kesehatan mental yang positif
h. Mengubah sikap dan tingkah laku yang negatif menjadi positif dan yang
merugikan
i. klien menjadi menguntungkan klien.
j. Meningkatkan penerimaan
k. Menjamin pilihan yang cocok
l. Menjamin penggunaan cara yang efektif
m. Menjamin kelangsungan yang lama.
3. Manfaat
Menurut Prijatni & Rahayu (2016) manfaat konseling KB antara lain :
a. Klien dapat memilih metode kontrasepsi yang sesuai dengan
kebutuhannya.
b. Puas terhadap pilihannya dan mengurangi keluhan atau penyesalan.
c. Cara dan lama penggunaan yang sesuai serta efektif.
d. Membangun rasa saling percaya.
e. Menghormati hak klien dan petugas.
f. Menambah dukungan terhadap pelayanan KB.
g. Menghilangkan rumor dan konsep yang salah.
4. Prinsip konseling KB
Prinsip konseling KB meliputi: percaya diri, Tidak memaksa, Informed
consent (ada persetujuan dari klien); Hak klien, dan Kewenangan. Kemampuan
menolong orang lain digambarkan dalam sejumlah keterampilan yang
digunakan seseorang sesuai dengan profesinya yang meliputi (Prijatni &
Rahayu, 2016) :
a. Pengajaran
b. Nasehat dan bimbingan
c. Pengambilan tindakan langsung
d. Pengelolaan
e. Konseling.
5. Hak pasien
Menurut Prijatni & Rahayu (2016) dalam memberikan pelayanan
kebidanan bidan harus memahami benar hak calon akseptor KB. Hak-hak
akseptor KB adalah sebagai berikut :
a. Terjaga harga diri dan martabatnya.
b. Dilayani secara pribadi (privasi) dan terpeliharanya kerahasiaan.
c. Memperoleh informasi tentang kondisi dan tindakan yang akan
dilaksanakan.
d. Mendapat kenyamanan dan pelayanan terbaik.
e. Menerima atau menolak pelayanan atau tindakan yang akan dilakukan.
f. Kebebasan dalam memilih metode yang akan digunakan.
6. Peran konselor KB,
Menurut Prijatni & Rahayu (2016) tugas seorang konselor adalah sebagai
berikut :
a. Sahabat, pembimbing dan memberdayakan klien untuk membuat pilihan
yang paling sesuai dengan kebutuhannya.
b. Memberi informasi yang obyektif, lengkap, jujur dan akurat tentang
berbagai metode kontrasepsi yang tersedia.
c. Membangun rasa saling percaya, termasuk dalam proses pembuatan
Persetujuan Tindakan Medik.
7. Jenis konseling
Menurut Prijatni & Rahayu (2016) jenis konseling terbagi menjadi tiga,
yaitu :
a. Konseling Umum
Konseling umum dapat dilakukan oleh petugas lapangan keluarga
berencana atau PLKB. Konseling umum meliputi penjelasan umum dari
berbagai metode kontrasepsi untuk mengenalkan kaitan antara kontrasepsi,
tujuan dan fungsi reproduksi keluarga.
b. Konseling Spesifik
Konseling spesifik dapat dilakukan oleh dokter / bidan / konselor.
Konseling spesifik berisi penjelasan spesifik tentang metode yang
diinginkan, alternatif, keuntunganketerbatasan, akses, dan fasilitas layanan.
c. Konseling Pra dan Pasca Tindakan
Konseling pra dan pasca tindakan dapat dilakukan oleh operator atau
konselor atau dokter atau bidan. Konseling ini meliputi penjelasan spesifik
tentang prosedur yang akan dilaksanakan (pra, selama dan pasca) serta
penjelasan lisan atau instruksi tertulis asuhan mandiri.
8. Pemberi dan tempat melakukan konseling
Menurut Prijatni & Rahayu (2016) tempat pelayanan konseling untuk
melayani masyarakat yang membutuhkannya dapat dilakukan pada 2 (dua)
jenis tempat pelayanan konseling, yaitu:
a. Konseling KB di lapangan (non klinik)
Konseling ini dilaksanakan oleh para petugas dilapangan yaitu
PPLKB, PLKB, PKB, PPKBD, SU PPKBD, dan kader yang sudah dapat
pelatihan konseling dan berstandar. Tugas utama dipusatkan pada
pemberian informasi KB, baik dalam kelompok kecil maupun secara
perorangan. Adapun informasi yang dapat diberikan mencakup:
1) Pengertian manfaat perencanaan keluarga.
2) Proses terjadinya kehamilan/ reproduksi sehat.
3) Informasi berbagai kontrasepsi yang lengkap dan benar meliputi cara
kerja, manfaat, kemungkinan efek samping, komplikasi, kegagalan,
kontraindikasi, tempat kontrasepsi bisa diperoleh, rujukan, serta biaya.
b. Konseling KB di klinik
Konseling ini dilaksanakan oleh petugas medis dan para medis
terlatih diklinik yaitu dokter, bidan, perawat, serta bidan di desa. Pelayanan
konseling di klinik dilakukan agar diberikan secara perorangan diruangan
khusus. Layanan konseling di klinik dilakukan untuk melengkapi dan
sebagai pemantapan hasil konseling dilapangan, sebagai berikut :
1) Memberikan informasi KB yang lebih rinci sesuai dengan kebutuhan
klien.
2) Memastikan bahwa kontasepsi pilihan klien telah sesuai dengan kondisi
kesehatannya.
3) Membantu klien memilih kontrasepsi lain, seandainya yang dipilih
ternyata sesuai dengan kondisi kesehatannya.
4) Merujuk klien seandainya kontrsepsi yang dipilih tidak tersedia diklinik
atau jika klien membutuhkan bantuan medis dari ahli seandainya
pemeriksaan ditemui masalah kesehatan lain.
5) Memberikan konseling pada kunjungan ulang untuk memastikan
bahwa klien tidak mengalami keluhan dalam penggunaan kontrasepsi
pilihannya
9. Tata cara konseling KB
Berdasarkan Peraturan Kepala BKKBN Nomor 24 Tahun 2017 tentang
Pelayanan KB Pasca Persalinan dan Pasca Keguguran tata cara konseling KB
menggunakan kata kunci “SATU TUJU” :
a. SA : Sapa dan salam kepada peserta KB secara sopan dan ramah.
b. T : Tanyakan kepada peserta KB informasi tentang dirinya, pengalaman
ber-KB dan keinginan metode yang akan digunakan.
c. U : Uraikan kepada peserta KB tentang beberapa pilihan Metode KB yang
direkomendasikan.
d. TU : BanTU peserta KB dalam memilih dan memutuskan Pilihan.
e. J : Jelaskan secara lengkap tentang metode kontrasepsi yang dipilih peserta
KB.
f. U : Buat rencana kunjungan Ulang dan kapan peserta KB akan kembali.
10. Keberhasilan konseling
Berdasarkan Peraturan Kepala BKKBN Nomor 24 Tahun 2017 tentang
Pelayanan KB Pasca Persalinan dan Pasca Keguguran konseling yang
berhasil adalah disaat pemberian konseling dapat membantu peserta KB dalam
memilih dan menggunakan metode KB yang sesuai untuk mereka.
11. Pendekatan konseling
Berdasarkan Peraturan Kepala BKKBN Nomor 24 Tahun 2017 tentang
Pelayanan KB Pasca Persalinan dan Pasca Keguguran ada beberapa
pendekatan yang perlu dilakukan sesuai dengan kondisi yang terjadi.
a. Peserta KB kembali tanpa masalah ;
1) Memberikan persediaan lebih atau tindak lanjut rutin.
2) Menanyakan secara bersahabat pertanyaan tentang pengalaman peserta
KB menggunakan metode kontrasepsi yang digunakaan.
b. Peserta KB kembali dengan masalah ;
Memahami masalah dan membantu menyelesaikan; apakah masalah
efek samping, masalah dalam menggunakan metode, pasangan tidak
kooperatif atau masalah lain.
c. Peserta KB baru dengan metode kontrasepsi yang dipikirkannya
1) Periksa apakah pemahaman peserta KB akurat.
2) Dukung pilihan klien, jika peserta KB layak secara medis.
3) Diskusikan bagaimana menggunakan metode yang diinginkan dan
mengatasi efek samping.
d. Peserta KB baru tanpa metode kontrasepsi yang dipikirkannya ;
1) Diskusikan situasi dan rencana klien, dana apa yang penting untuknya
mengenai suatu metode kontrasepsi
2) Bantu peserta KB mempertimbangkan metode yang mungkin sesuai
untuknya, jika perlu bantu peserta KB untuk mengambil keputusan
3) Dukung pilihan klien, berikan informasi tentang penggunaan, dan
diskusikan bagaimana mengatasi efek samping
12. Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam konseling KB pasca keguguran
Faktor individu Rekomendasi Rasional
Jika ibu tidak ingin Dapat dipertimbangkan Tangani komplikasi
hamil segera semua jenis metode KB aborsi dan pastikan
bahwa ibu tidak ingin
hamil segera
Jika ibu dalam  Dapat  Stress dan kesakitan
keadaan stress dan dipertimbangkan yang dialami dapat
kesakitan semua jenis metode mempengaruhi
kontrasepsi keputusan ber-KB
 Jangan disarankan  Saat penanganan
untuk metode komplikasi
kontrasepsi bukanlah waktu
permanen yang tepat untuk
membuat keputusan
Faktor individu Rekomendasi Rasional
 Rujuk ibu untuk yang tetap
penanganan
kontrasepsi
Jika ibu mengalami  Selidiki penyebab  Kegagalan
kegagalan kontrasepsi kegagalan kontrasepsi,
(hamil saat kontrasepsi yang penggunaan yang
menggunakan digunakan dan tidak efektif,
kontrasespi). keefektifannya kekurangan suplai
 Bantu ibu untuk kontrasepsi dapat
menggunakan menyebabkan
metode KB yang kehamilan yang
efektif. tidak diinginkan.
 Pastikan ibu  Factor-faktor di atas
memahami KB yang dapat ditemukan
akan digunakan lagi dan
kemudian, menimbulkan
penanganan lanjutan, kehamilan yang
keberlangsungan tidak diinginkan
penggunaan dan dikemudian hari
kemungkinan untuk
ganti metode
Jika ibu berhenti  Selidiki kenapa ibu  Efek samping dan
menggunakan berhenti minimnya akses
kontrasepsi menggunakan untuk kontrasepsi
kontrasepsi (efek lanjutan dapat
samping, sulitnya menimbulkan
akses ulangan) kehamilan yang
 Bantu ibu untuk tidak diinginkan
menggunakan
metode KB yang
efektif
 Pastikan ibu
memahami metode
KB yang akan
digunakan kemudian,
penanganan lanjutan,
keberlangsunga
penggunaan dan
Faktor individu Rekomendasi Rasional
kemungkinan untuk
ganti metode
Jika pasangan (suami)  Libatkan pasangan  Melibatkan
tidak ingin dalam memberikan pasangan pada
menggunakan kondom konseling konseling akan
atau tidak mengizinkan  Lindungi ibu mempengaruhi
ibu menggunakan (kerahasiaannya) kepesertaan pria
metode lain apabila ibu tidak dalam ber-KB
melibatkan ataupun
pasangannya dukungannya
 Diskusikan metode  Apabila ibu tidak
yang dapat ingin melibatkan
digunakan ibu tanpa pasangannya dalam
pasangan dapat ber-KB, maka
mengetahuinya (mis; keputusannya harus
suntikan) tetap dihargai
 Jangan
rekomendasikan
metode yang tidak
dapat digunakan
secara efektif oleh
ibu
Jika wanita adalah Informasikan tentang  Wanita memiliki
korban dari kejahatan kontrasepsi darurat risiko terhadap
seksual dan (dimungkinkan metode kejahatan dan
yang lainnya) pemerkosaan
berulang
 Membutuhkan
penggunaan
kontrasepsi dan
metode kontrasepsi
lainnya
Jika ibu ingin segera  Jangan pengaruhi ibu Apabila ibu telah
hamil untuk menggunakan mengalami keguguran
metode KB yang berulang, perlu
 Berikan informasi penanganan infertilitas
apabila ibu
Faktor individu Rekomendasi Rasional
memberikan
pelayanan kesehatan
reproduksi lainnya
 Kehamilan
disarankan setelah 6
bulan pasca
keguguran
Sumber : Peraturan Kepala BKKBN Nomor 24 Tahun 2017 tentang Pelayanan
KB Pasca Persalinan dan Pasca Keguguran

13. Pertimbangan berdasarkan kondisi klinis klien abortus


Kondisi klinis Rekomendasi Perhatian
Abortus inkomplet tanpa  Semua jenis metode Tidak disarankan untuk
komplikasi kontrasepsi KB alami sampai siklus
 Implan, suntikan dan mesntruasi kembali
pil dapat digunakan normal MOW dapat
segera dilakukan
Dicurigai adanya  Semua jenis metode MOW dan IUD tidak
kemungkinan infeksi ; kontrasepsi disarankan sampai
 Tanda dan gejala  Implant, suntikan dan infeksi dapat ditangani
sepsis pil dapat digunakan sepenuhnya (biasanya
 Tanda aborsi induksi segera sampai 3 bulan) atau
dan aborsi tidak sampai risiko infeksi
aman dapat disingkirkan
 Infeksi yang tidak
dapat disingkirkan
Perlukaan daerah genital Implant, suntikan dan  MOW dan IUID
; pil dapat digunakan dapat dilakukan
 Perforasi uteri segera setelah perlukaan
 Perlukaan pada sembuh
vagina atau serviks,  Segala metode yang
termasuk karena dimasukan ke vagina
bahan kimia (IUD, kondom)
dilakukan setelah
perlukaan sembuh
Perdarahan yang berat IUD dengan progestin  MOW jangan
atau dan disertai dengan Pil kombinasi oral dilakukan sampai
anemia penyebab anemia
Kondisi klinis Rekomendasi Perhatian
teratasi
 Hati-hati penggunaan
Pil progestin pada
penderita anemia
 Implan, suntikan dan
IUD tunda
penggunaan sampai
anemia teratasi
Aborsi trimester kedua Implan, suntikan, pil  MOW gunakan
dapat digunakan segera minilaparatomi, jika
tehnik tidak
memungkinkan,
tunda prosedur
hingga ukuran uterus
(4 sampai 6 minggu)
 IUD dapat
dipasangkan setinggi
uterus, jika tidak
memungkinkan tunda
hingga 4 sampai 6
minggu)
Sumber : Peraturan Kepala BKKBN Nomor 24 Tahun 2017 tentang Pelayanan
KB Pasca Persalinan dan Pasca Keguguran

C. Tinjauan Teori Asuhan Kebidanan


1. Pengertian asuhan kebidanan
Asuhan kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang di gunakan
sebagai metode untuk mengorganisasikan pikirandan tindakan berdasarkan
teori ilmiah, penemuan-penemuan keterampilan dalam rangkaian/tahapan yang
logis untuk pengambilan suatu keputusan yang berfokus pada klien Asuhan
kebidanan terdiri dari tujuh langkah yang berurutan, yang di mulai dengan
pengumpulan data dasar dan berakhir dengan evaluasi. Tujuh langkah tersebut
membentuk kerangka yang lengkap dan bisa di aplikasikan dalam suatu situasi
(Varney, 2012).
2. Tahapan asuhan kebidanan
Dalam praktiknya bidan menggunakan manajemen kebidanan dalam
memberikan asuhan kebidanan. Manajemen kebidanan adalah proses
pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan
pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah, penemuan-penemuan,
keterampilan-keterampilan dalam rangkaian/ tahapan yang logis untuk
pengambilan suatu keputusan berfokus pada klien (Varney, 2012). Menurut
Varney (2012)., langkah-langkah manajemen kebidanan tersebut sebagai
berikut:
a. Langkah I (Pengumpulan Data Dasar)
Pada langkah ini dikumpulkan semua informasi yang akurat dan
lengkap yang berkaitan dengan kondisi klien. Pendekatan ini harus bersifat
komprehensif meliputi data subjektif, objektif, dan hasil pemeriksaan.
b. Langkah II (Interpretasi Data Dasar)
Pada langkah ini dilakukan identifikasi terhadap diagnosis atau
masalah dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang benar atas
dasar data-data yang telah dikumpulkan. Data dasar yang telah
dikumpulkan diinterpretasikan sehingga dapat merumuskan diagnosa dan
masalah yang spesifik.
c. Langkah III (Mengidentifikasi Diagnosa atau Masalah Potensial dan
Mengantisipasi Penanganannya)
Pada langkah ini kita mengidentifikasi masalah atau diagnosa
potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosis yang telah
diidentifikasikan.
d. Langkah IV (Menetapkan Kebutuhan Terhadap Tindakan Segera)
Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter dan
atau untuk dikonsulkan atau ditangani bersama dengan anggota tim
kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi klien.
e. Langkah V (Menyusun Rencana Asuhan yang Menyeluruh)
Pada langkah ini dilakukan perencanaan yang menyeluruh,
ditentukan langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan
kelanjutan manajemen terhadap diagnosis atau masalah yang telah
diidentifikasi atau diantisipasi, pada langkah ini informasi/data dasar yang
tidak lengkap dapat dilengkapi.
f. Langkah VI (Pelaksanaan Langsung Asuhan Efisien dan Aman)
Pada langkah ini, rencana asuhan yang menyeluruh di langkah kelima
harus dilaksanakan secara efisien dan aman.
g. Langkah VII (Mengevaluasi Hasil Tindakan)
Pada langkah ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang
sudah diberikan. Rencana dapat dianggap efektif jika memang benar efektif
dalam pelaksanaannya.

3. Dokumentasi
a. Data subyektif
Data subjektif ini berhubungan dengan masalah dari sudut pandang
klien. Diperoleh dari ekspresi klien mengenai kekhawatiran dan
keluhannya yang dicatat sebagai kutipan langsung atau ringkasan yang
akan berhubungan langsung dengan diagnosis. Pada klien yang menderita
tuna wicara, di bagian data di bagian data dibelakang huruf “S”, diberi
tanda huruf “O” atau”X”. Tanda ini akan menjelaskan bahwa klien adalah
penederita tuna wicara. Data subjektif ini nantinya akan menguatkan
diagnosis yang akan disusun (Wahyuni, 2018).
1) Data identitas pasien dan pasangan perlu dikaji oleh bidan. Data-data
yang diperlukan adalah :
a) Nama
b) Umur
c) Suku / Bangsa
d) Agama
e) Pendidikan
f) Pekerjaan
g) Alamat
2) Alasan datang
Dikaji untuk mengetahui alasan wanita datang ke tempat bidan/ klinik,
yang diungkapkan dengan kata-katanya sendiri (Ummi Hani, 2011).
Tujuan kunjungan biasanya untuk mendapatkan diagnosis ada/tidaknya
kehamilan, mendapatkan perawatan kehamilan, menentukan usia
kehamilan dan perkiraaan persalinan, menentukan status kesehatan ibu
dan janin, menentukan rencana pemeriksaan/penatalaksanaan lainnya
(Walyani, 2017).
3) Keluhan utama
Keluhan utama adalah alasan kenapa klien datang ke tempat bidan.
Dituliskan sesuai dengan yang diungkapkan oleh klien serta
menanyakan sejak kapan hal tersebut dikeluhkan klien. Mendengarkan
keluhan klien sangat penting untuk pemeriksaan (Walyani, 2017).
4) Riwayat kesehatan
Data dari riwayat kesehatan ini dapat kita gunakan sebagai penanda
(warning) akan adanya penyulit masa hamil. Adanya perubahan fisik
dan fisiologis pada masa hamil yang melibatkan seluruh sistem dalam
tubuh akan mempengaruhi organ yang mengalami gangguan.
a) Riwayat kesehatan sekarang
Data yang perlu dikumpulkan adalah riwayat penyakit yang saat ini
diderita oleh ibu hamil, baik penyakit menular seperti TBC,
hepatitis, malaria, HIV/AIDS dan penyakit menular lainnya
maupun penyakit menurun atau degeneratif seperti hipertensi, DM,
asma, jantung dan lain-lain (Saifuddin, 2014).
b) Riwayat kesehatan yang lalu
Data yang perlu dikumpulkan adalah riwayat penyakit yang pernah
diderita oleh ibu hamil, baik penyakit menular seperti TBC,
hepatitis, malaria, HIV/AIDS dan penyakit menular lainnya
maupun penyakit menurun atau degeneratif seperti hipertensi, DM,
asma, jantung dan lain-lain (Saifuddin, 2014).
c) Riwayat kesehatan keluarga
Mengetahui kemungkinan adanya pengaruh penyakit keluarga
terhadap gangguan kesehatan. Apakah dari keluarga ibu, suami
/orang yang tinggal bersama ibu hamil itu ada yang sakit.
Mencangkup penyakit kanker, penyakit jantung, hipertensi,
diabetes, penyakit ginjal, penyakit jiwa, kelainan bawaan,
kehamilan ganda, TBC, epilepsi, penyakit darah, alergi, dan riwayat
kehamilan kembar) (Ummi Hani, 2011).
5) Riwayat obstetri
a) Riwayat menstruasi
(1) Menarche
Menarche adalah usia pertama kali mengalami menstruasi.
Wanita haid pertama kali umumnya sekitar 12-16 tahun.
(Sulistyawati, 2011). Hal ini dipengaruhi oleh keturunan,
keadaan gizi, bangsa, lingkungan, iklim, dan keadaan umum
(Walyani, 2017).
(2) Siklus menstruasi
Siklus haid adalah jarak antara haid yang dialami dengan haid
berikutnya, dalam hitungan hari. Biasanya sekitar 23-32 hari
(Sulistyawati, 2011). Siklus normal haid biasanya 28 hari
(Walyani, 2017).
(3) Lama
Lamanya haid yang noral adalah ± 7 hari. Apabila sudah
mencapai 15 hari berarti sudah abnormal dan kemungkinan
adanya gangguan ataupun penyakit yang mempengaruhi
(Walyani, 2017).

(4) Banyaknya
Data ini menjelaskan seberapa banyak darah yang dikeluarkan.
Sebagai acuan biasanya digunakan kriteria banyak, sedang, dan
sedikit. Biasanya untuk menggali lebih dalam pasien ditanya
sampai berapa kali ganti pembalut dalam sehari (Sulistyawati,
2011). Apabila darahnya terlalu berlebih, itu berarti telah
menunjukan gejala kelainan banyaknya darah haid (Walyani,
2017).
(5) Keluhan (termasuk nyeri haid)
Nyeri haid ditanyakan untuk mengetahui apakah klien
menderitanya atau tidak ditiap haidnya. Nyeri haid juga menjadi
tanda bahwa kontraksi uterus klien begitu hebat seingga
menimbulkan nyeri haid (Walyani, 2017).
Gangguan yang berkenaan dengan masa haid berupa
dismenorea (rasa nyeri saat menstruasi). Perasaan nyeri pada
waktu haid dapat berupa kram ringan pada bagian kemaluan
sampai terjadi gangguan dalam tugas sehari-hari. Gangguan ini
ada dua bentuk yaitu dismenore primer dan sekunder.
Dismenorea primer yaitu nyeri haid yang terjadi tanpa terdapat
kelainan anatomis alat kelamin. Dismenorea sekunder yaitu
nyeri haid yang berhubungan dengan kelainan anatomis yang
jelas, kelainan ini kemungkinan adalah haid disertai infeksi,
endometritis, mioma uteri, polip serviks, polip endometrial,
pemakai IUD atau AKDR (alat kontrasepsi dalam rahim)
(Manuaba, 2015).
Leukorea (keputihan) yaitu cairan putih yang keluar dari liang
senggama secara berlebihan. Leukorea normal dapat terjadi
pada masa menjelang dan sesudah menstruasi, pada sekitar fase
sekresi antara hari ke 10-16 menstruasi, juga terjadi melalui
rangsangan seksual. Leukorea abnormal dapat terjadi pada
semua infeksi alat kelamin (infeksi bibir kemaluan, liang
senggama, mulut rahi, rahim dan jaringan penyangganya, dan
pada infeksi penyakit hubungan kelamin) (Manuaba, 2015).
b) Riwayat KB
Ditanyakan untuk mengetahui pernah atau tidak menggunakan
kontrasepsi sebelumnya, metode KB yang selama ini digunakan,
lama pemakaian kontrasepsi tersebut, dan ada masalah saat
menggunakan kontrasepsi tersebut atau tidak (Walyani, 2017).

c) Pola kebiasaan sehari-hari


(1) Nutrisi
Data ini penting untuk diketahui agar bisa mendapatkan
bagaimana pasien mencukupi asupan gizinya (Sulistyawati,
2011). Untuk memenuhi tambahan kebutuhan zat tenaga, zat
pembangun, dan zat pengatur diperlukan tambahan konsumsi
makanan sehari – hari (Walyani, 2017).
(2) Eliminasi
(a) BAB
Dikaji frekuensinya (BAB nya teratur atau tidak, jika
mengatakan terlalu sering dan feses cair bisa dicurigai
mengalami diare, dan jika terlalu jarang BAB serta feses
kering dan keras, dicurigai klien mengalami konstipasi),
warnanya (normalnya warna feses berwarna kuning
kecoklatan) (Walyani, 2017).
(b) BAK
Dikaji frekuensinya (seberapa sering ia berkemih dalam
sehari. Meningkatnya frekuensi berkemih dikarenakan
meningkatnya jumlah cairan yang masuk, atau juga karena
adanya tekanan dinding vesika urinaria. Warna urine
(normalnya urine berwarna bening, jika urine berwarna
keruh dicurigai klien menderita DM karena urin keruh
disebabkan adanya penumpukan glukosa), bau urine (bau
urine normalnya seperti bau Amonia (NH3) (Walyani,
2017).
(3) Personal Hygine
Kebersihan jasmani sangat penting. Mandi 2-3x sehari
membantu kebersihan badan dan mengurangi infeksi. Pakaian
sebaiknya dari bahan yang dapat menyerap keringat, sehingga
badan selalu kering terutama di daerah lipatan kulit. Rambut
harus sering dicuci. Gigi, harus benar-benar mendapat
pemeliharaan karena kerusakan gigi dapat mengakibatkan
komplikasi seperti nefritis, septicemia, sepsis puerpuralis oleh
karena infeksi dirongga mulut (Manuaba, 2015).
(4) Hubungan Seksual
Dikaji pola hubungan seksual, frekuensi berhubungan, kelainan
dan masalah seksual dan lain-lain (Ummi Hani, 2011).
Senggama aman dilakukan setelah darah tidak keluar dan ibu
tidak merasa nyeri setelah dilakukan pemasangan alat
kontrasepsi.
(5) Istirahat
Jadwal istirahat perlu diperhatikan karena istirahat dan tidur
yang teratur dapat meningkatkan kesehatan jasmani dan rohani
(Manuaba, 2015).
(6) Aktifitas Fisik
Data ini memberikan gambaran tentang seberapa berat aktivitas
yang biasa dilakukan pasien di rumah (Manuaba, 2015). Setelah
dilakukan pemasangan alat kontrasepsi ibu diperbolehkan
melakukan aktivitas seperti biasa
d) Riwayat psikologi-spriritual
(1) Riwayat Pernikahan
(a) Menikah
Ditanya status klien, apakah sudah menikah atau belum,
pernikahan yang keberapa dan istri keberapa dengan suami
sekarang (Walyani, 2017).
(b) Usia saat menikah
Ditanyakan untuk mengetahui apakah klien menikah di usia
muda atau tidak (Walyani, 2017).
(c) Lama pernikahan
Ditanyakan sudah berapa lama menikah (Walyani, 2017).
(2) Psikologi ibu sebelum dilakukan pemasangan alat kontrasepsi
pada umumnya merasakan kekhawatiran akan dirinya
(3) Respon dan Dukungan keluarga terutama suami
Dukungan suami dan keluarga terhadap pemasangan
kontrasepsi, hal ini perlu ditanyakan karena suami klien sangat
berpengaruh besar bagi pengambilan keputusan klien (Walyani,
2017).
(4) Data Pengetahuan
Perlu dikaji dengan berbekal pengetahuan maka pasien akan
lebih mudah diajak memecahkan masalah yang mungkin terjadi
terutama berkaitan dengan manfaat dan efek samping
kontrasepsi (Ummi Hani, 2011).
b. Data obyektif
Data objektif merupakan pendokumentasian hasil observasi yang
jujur, hasil pemeriksaan fisik klien, hasil pemeriksaan laboratorium Catatan
medik dan informasi dari keluarga atau orang lain dapat dimasukkan dalam
data objektif ini sebagai data penunjang. Data ini akan memberikan bukti
gejala klinis klien dan fakta yang berhubungan dengan diagnosis
(Wahyuni, 2018).
1) Pemeriksaan umum
a) Keadaan umum
(1) Baik
Jika pasien memperlihatkan respons yang baik terhadap
lingkungan dan orang lain serta secara fisik pasien tidak
mengalami ketergantungan dalam berjalan (Sulistyawati, 2011).
(2) Lemah
Pasien dimasukkan dalam kriteria ini jika ia kurang atau tidak
memberikan respons yang baik terhadap lingkungan dan oang
lain, dan pasien sudah tidak mampu lagi untuk berjalan sendiri
(Sulistyawati, 2011).
b) Kesadaran
Untuk mendapatkan gambaran tentang kesadaran pasien, kita dapat
melakukan pengkajian tingkat kesadaran mulai dari keadaan
komposmentis (kesadaran maksimal) sampai dengan koma (pasien
tidak dalam keadaan sadar) (Sulistyawati, 2011).
c) Tekanan Darah
d) Suhu
e) Nadi
f) RR
2) Pemeriksaan fisik
a) Kepala
Dikaji ukuran, bentuk, kontur, kesimetrisan kepala, kesimetrisan
wajah, lokasi struktur wajah (Karjatin, 2016).
b) Rambut
Dikaji warna, kebersihan, mudah rontok atau tidak (Sulistyawati,
2011).
c) Mata
Dikaji kelopak mata edema atau tidak, ada tanda-tanda infeksi atau
tidak, warna konjungtiva, warna sklera, ukuran dan bentuk serta
kesamaan pupil (Sulistyawati, 2011).
d) Hidung
Dikaji ada nafas cuping hidung atau tidak, kesimetrisan, ukuran,
letak, rongga hidung bebas sumbatan atau tidak, ada polip atau itak,
ada tanda-tanda infeksi atau tidak (Sulistyawati, 2011).
e) Mulut
(1) bibir (warna dan integritas jaringan seperti lembab / kering )
(2) lidah (warna, kebersihan)
(3) gigi (kebersihan, karies, gangguan pada mulut) (Sulistyawati,
2011).
f) Telinga
Dikaji ada pembesaran atau tidak, ketajaman pendengaran, letak
telinga di kepala, bentuk, ada tonjolan atau tidak, ada rabas pada
aurikula dan autium atau tidak, edema atau tidak, ada lesi atau
tidak, adanya sumbatan atau benda asing pada saluran pendengaran
eksterna atau tidak (Sulistyawati, 2011).
g) Leher
Lakukan palpasi apakah terjadi pembesaran tiroid atau tidak
(Karjatin, 2016).
h) Ketiak
Dikaji tentang ada/tidaknya pembesaran kelenjar limfe
(Sulistyawati, 2011).
i) Dada
Dikaji bentuk, simetris atau tidak, bentuk dan keimetrisan
payudara, bunyi/denyut jantung, ada/tidaknya gangguan pernafasan
(auskultasi) (Sulistyawati, 2011).
j) Genetalia
(1) Lihat adanya tukak/luka, varises, cairan (warna, konsistensi,
jumlah,bau)
(2) Uretra dan skene : adakah cairan atau nanah.
(3) Kelenjar Bartholini adakah: pembengkakan, massa, atau kista,
dan cairan (Ummi Hani, 2011).
k) Anus
Dikaji ada /tidaknya hemoroid dan kebersihan (Sulistyawati, 2011).
l) Ekstremitas
Dikaji adakah kelainan atau tidak, adakah edema dan varises serta
reflek patella pada kaki kanan dan kaki kiri (Ummi Hani, 2011).
3) Pemeriksaan penunjang dilakukan jika ada indikasi
c. Analisa
Langkah ini merupakan pendokumentasian hasil analisis dan
intrepretasi (kesimpulan) dari data subjektif dan objektif. Karena keadaan
klien yang setiap saat bisa mengalami perubahan, dan akan ditemukan
informasi baru dalam data subjektif maupun data objektif, maka proses
pengkajian data akan menjadi sangat dinamis. Analisis menuntut bidan
untuk sering melakukan analisis data yang dinamis tersebut dalam rangka
mengikuti perkembangan klien. Analisis yang tepat dan akurat mengikuti
perkembangan data klien akan menjamin cepat diketahuinya perubahan
pada klien, dapat terus diikuti dan diambil keputusan/tindakan yang tepat.
Analisis data adalah melakukan intrepretasi data yang telah dikumpulkan,
mencakup diagnosis, masalah kebidanan, dan kebutuhan (Wahyuni, 2018).
Data yang telah dikumpulkan pada tahap pengkajian kemudaian
dianalisa dan diinterpretasikan untuk menentukan :
1) Diagnosa
2) Masalah/ Diagnosa Potensial
3) Kebutuhan Segera
d. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan adalah mencatat seluruh perencanaan dan
penatalaksanaan yang sudah dilakukan seperti tindakan antisipatif,
tindakan segera, tindakan secara komprehensif; penyuluhan, dukungan,
kolaborasi, evaluasi/follow up dan rujukan. Tujuan penatalaksanaan untuk
mengusahakan tercapainya kondisi pasien seoptimal mungkin dan
mempertahankan kesejahteraanya (Wahyuni, 2018).
Pelaksanaan asuhan yang dilakukan sesuai dengan apa yang sudah
teridentifikasi dari kondisi klien atau dari setiap masalah yang berkaitan,
dari kerangka pedoman antisipasi terhadap wanita tersebut, apa yang akan
terjadi berikutnya, apakah dibutuhkan penyuluhan, konsseling, dan apakah
perlu merujuk klien bila ada masalah-masalah yang berkaitan dengan sosial
ekonomi, kultural, atau masalah psikologis. Dengan kata lain, asuhan
terhadap wanita tersebut harus mencakup setiap hal yang berkaitan dengan
semua aspek asuhan kesehatan (Ummi Hani, 2011).

BAB III
TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN
Tanggal : 24 April 2021
Waktu : 09.00
Tempat : Ruang KIA UPTD Puskesmas Todanan

B. IDENTITAS PASIEN
Nama :Ny S Nama pasangan : Tn H
Umur :30 tahun Umur :32 Tahun
Suku bangsa :Jawa/Indonesia Suku bangsa :Jawa/Indonesia
Agama :Islam Agama :Islam
Pendidikan :SMA Pendidikan :SMA
Pekerjaan :IRT Pekerjaan :Wiraswasta
Alamat :Todanan 4/2 Alamat: :Todanan 4/2

C. DATA SUBYEKTIF
1. Alasan Datang
Klien mengatakan ingin pasang KB spiral
2. Keluhan Utama
Klien mengatakan tidak ada keluhan
Ny S menginginkan menggunakan alat kontrasepsi jangka panjang setelah
melahirkan anak ke-2 pada tanggal 26 Februari 2021. Ny. S ingin segera
menggunakan alat kontrasepsi karena baru mendapat haid setelah melahirkan
anak ke-2, Ny S pernah mendengar tentang alat kontrasepsi spiral dari
saudara yang telah menggunakan alat kontrasepsi spiral. Klien mengatakan
masih meyusui bayinya.
3. Riwayat Kesehatan
a) Riwayat penyakit sekarang
Ibu mengatakan saat ini tidak pernah/sedang menderita tanda dan gejala
penyakit seperti :
Jantung : Ibu mengatakan dada sebelah kirinya tidak mengalami nyeri dan
berdebar-debar saat melakukan aktivitas ringan seperti nonton tv,
berjalan santai, dan beristirahat. Tidak pernah mengalami sesak
napas/terengah-engah saat melakukan aktifitas fisik ringan
seperti berjalan kaki beberapa meter saja.
Asma : Ibu mengatakan tidak pernah merasa sesak nafas setelah makan
sesuatu misalnya atau setelah terpapar debu.
TBC : Ibu mengatakan tidak pernah batuk dalam waktu lama lebih dari
3 bulan.
Hepatitis B : Ibu mengatakan bagian mata, kulit dan kuku tidak berwana
kekuningan.
Ibu mengatakan tidak pernah mengalami BAK dengan warna
kuning kecokelatan dan BAB pucat.
DM : Ibu mengatakan tidak pernah mengalami mudah haus, mudah
lapar, dan sering BAK di malam hari; penurunan berat badan
yang drastis; dan luka yang sulit kering.
Hipertensi : Ibu mengatakan tidak pernah mengalami keluhan misalnya
pusing yang tidak hilang saat dibawa istirahat, dan tengkuk
terasa kaku serta tegang.
HIV/AIDS : Ibu mengatkan tidak pernah mengalami penyakit sperti
sariawan yang tidak kunjung sembuh, diare lebih dari 1 bulan,
dan berat badan yang menurun drastis.
b) Riwayat Penyakit Dahulu
Ibu mengatakan tidak pernah menderita penyakit menurun seperti jantung,
diabetes melitus, hipertensi maupun penyakit menular seperti TBC,
HIV/AIDS, hepatitis.
c) Riwayat penyakit keluarga
Ibu mengatakan dalam keluarganya tidak ada riwayat penyakit jantung,
paru-paru, DM, Hipertensi, Asma, dan TBC, PMS, Hepatitis B.

4. Riwayat Menstruasi
Menarche                               : 12 tahun
Siklus                                     : 28 hari, teratur
Lamanya (sebelum KB)        : 6-7 hari
Dismenorea                           : Tidak ada
Banyaknya : 2-3 kali ganti pembalut per hari
Saat ini Ny PL masih haid hari ke-5 ( haid pertama sejak melahirkan anak
ke2)
5. Riwayat perkawinan
Menikah                                   : 1 kali
Lama perkawinan                     : 7 tahun
Umur saat menikah                   : 23 tahun
6. Riwayat KB
Jenis kontrasepsi Lama Pemakaian Keluhan Alasan dilepas
Pil KB 6 bln mual Ingin ganti
metode KB,
karena sering
lupa dan mual
Suntik KB 5 tahun Tidak mens Ingin punya anak
BB naik terus lagi
(kenaikan 10 kg)

7. Riwayat kehamilan , persalinan dan nifas yang lalu


Kehamilan Persalinan Nifas
Kead anak
Tahun Frek Keluhan/ ASI
UK Jenis Penolong JK/ BB Penyulit IMD Penyulit sekarang
ANC Penyulit eksklusif

2014 >4x Tidak ada 37 spontan bidan Perempuan Tidak ya Tidak ya sehat
min 2900 ada ada
ggu

2021 >4x Tidak 39 spontan Bidan Laki-laki Tidak Ya Tidak Saat ini Sehat,
Ada min 3100 gr Ada ada masih Normal
ggu ASI
Eksklu
sif

8. Riwayat Ginekologi
Tumor : tidak
Operasi Ginekologi : tidak
Penyakit Kelamin : tidak
Keputihan : tidak
Perdarahan tanpa sebab : tidak
9. Pola Pemenuhan Kebutuhan Sehari-Hari
a. Pola Nutrisi
1) Makan
 Frekuensi makan pokok : 3 x perhari
 Komposisi :
 Nasi : 3 x @ 1 piring sedang
 Lauk : 3x @ 1 potong sedang jenisnya daging, ikan,
telur,tahu, tempe
 Sayuran : 3 x @ 1 mangkuk sayur
jenis sayuran : bayam, sawi, kangkung
 Buah : 3 x / seminggu;
jenis : pisang, pepaya, jeruk
 Camilan : 1 x sehari;
Jenis: gorengan, kue-kue, kacang

 Pantangan :tidak ada


Alasan -
2) Minum
Jumlah total 8-9 gelas perhari; jenis air putih, teh.
b. Pola Eliminasi
1) Buang Air Kecil
 Frekuensi perhari : 4-5 x warna kuning jernih
 Keluhan/masalah : tak ada
2) Buang Air Besar
 Frekuensi perhari : 1 x perhari; warna kuning kecoklatan
konsistensi lembek
 Keluhan/masalah : tak ada
c. Pola Persnoal Hygiene
 Mandi 2 x sehari
 Keramas 3 x seminggu
 Gosok gigi 2 x sehari
 Ganti pakaian 2 x sehari; celana dalam 2 x sehari
d. Pola Istirahat/ Tidur
 Tidur malam 7-8 jam
 Tidur siang : 1-2 jam
 Keluhan/masalah : tak ada
e. Aktivitas Fisik dan Olahraga
 Aktivitas fisik (beban pekerjaan) : klien melakukan pekerjaan rumah
sehari-hari dan merawat bayinya sendiri
 Olah raga : kadang –kadang ,jenisnya jalan pagi
f. Kebiasaan yang Merugikan Kesehatan
 Merokok : tidak
 Minuman beralkohol : tidak
 Obat-obatan : tidak
 Jamu : tidak
 Sex bebas : tidak
10. Riwayat Sosial
1) Ibu mengatakan tinggal serumah dengan: suami dan anak
2) Mekanisme koping (cara pemecahan masalah) : Musyawarah
3) Pengambil keputusan utama dalam keluarga : suami
4) Dalam kondisi emergensi, ibu dapat / tidak * mengambil keputusan
sendiri.

11. Tingkat pengetahuan ibu :


Hal-hal yang sudah diketahui ibu : Ibu mengatakan sudah mengetahui
beberapa metode KB diantaranya KB pil, suntik, KB susuk
Hal-hal yang ingin diketahui ibu : ibu ingin mengetahui tentang KB IUD,
indikasi dan kontraindikasinya.

D. DATA OBJEKTIF
1. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum           : Baik
Kesadaran                    : composmentis
TTV
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Suhu       : 36,7 C
Nadi                       : 86 x/ menit
Pernapasan           : 24 x / menit
Tinggi Badan        : 155 cm
BB                       : 58 Kg     
IMT : 24,2   
a. Status Present
Kepala : Mesocephale, kulit kepala bersih, rambut tidak
mudah rontok
Mata : Simetris, sklera putih, konjungtiva merah muda,
fungsi penglihatan baik
Hidung : Simetris, tidak ada polip, tidak ada secret
Mulut : Bibir lembab, tidak ada stomatitis, dan tidak caries
gigi
Telinga : Simetris, tidak ada penumpukan serumen yang
berlebih
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, limfe dan
vena jugularis
Ketiak : Kanan dan kiri tidak ada pembesaran kelenjar limfe
Dada : Tidak ada wheezing, tidak ada retraksi dinding
dada
Abdomen : Tidak ada luka bekas operasi
Lipat paha : Kanan dan kiri tidak ada pembesaran kelenjar limfe
Vulva : Tidak ada odem, tidak ada varises dan tidak ada
benjolan
Ekstremitas : Atas dan bawah tidak oedem dan tidak ada varises
Refleks
patella
Punggung : +/+
: Tidak ada kelainan bentuk tulang belakang
Anus (lordosis, skoliosis)
: Tidak ada hemoroid

b. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
PP test : negatif

E. ANALISA
Diagnosa Ibu       : Ny S usia 30 tahun P2A0 calon akseptor KB IUD
Masalah              :  -
Kebutuhan           : Memberikan konseling pada ibu tentang KB IUD

F. PENATALAKSANAAN
Tanggal : 24 April 2021 Jam : 09.30

1. Memberitahu ibu tentang hasil pemeriksaan bahwa ibu dalam kondisi baik.
Hasil : ibu tampak senang mengetahui hasil pemeriksaan ibu dalam kondisi
baik.
2. Memberitahu ibu tentang KB IUD, diantaranya :
a. Pengertian
IUD adalah alat kecil terdiri dari bahan plastik yang fleksibel, berbentuk
huruf T yang dselubungi oleh kawat halus ynag terbuat dari tembaga.
b. Cara pemasangan
Pasien dalam posisi tidur kemudian dilakukan pemeriksaan daerah panggul
dengan menggunakan alat yang dimasukan ke dalam rahim, kemudian baru
IUD dipasang.
c. Cara Kerja
Menghalangi bertemunya sel telur dan sperma melalui timbulnya reaksi
radang lokal di rongga rahim sehingga penempelan sel telur yang akan
dibuahi menjadi terganggu.
d. Keuntungan
Efektivitas tinggi dan segera efektif setelah pemasangan
Perlindungan jangka panjang (8 tahun)
Tidak menggangu hubungan seksual
Kesuburan dapat pulih kembali setelah IUD dilepas
Tidak mengganggu produksi ASI
e. Efek samping
Kemungkinan terjadi perubahan siklus haid pada 3 bulan pertama berupa
darah haid lebih banyak, lebih lama, dan terkadang ada spotting atau
perdarahan diantara waktu haid.
f. Kontraindikasi
 Ibu hamil atau diduga hamil
 Perdarahan dari jalan lahir yang tidak diketahui penyebabnya
 Infeski genetalia
 Kelainan rahim, Tumor rahim, kanker alat genital, dan radang panggul
g. Tanda Bahaya
Nyeri atau perut terasa tegang selama 3-5 hari setelah pemasangan
Perdarahan banyak saat haid
Hasil : ibu memahami penjelasan bidan dan mengatakan sudah mantap untuk
menggunakan KB IUD.
3. Memberitahu ibu bahwa ibu dapat mendapatkan pelayanan KB IUD terlebih
dahulu menandatangani surat persetujuan tindakan pemasangan KB IUD.
Hasil : Ibu mengatakan setuju dipasang KB IUD dan telah menandatangani
surat persetujuan tindakan pemasangan KB IUD.
4. Menganjurkan ibu untuk mengosongkan kandung kemih serta membersihkan
genetalia
Hasil : ibu telah melakukan anjuran bidan
5. Menyiapkan alat untuk pemasangan KB IUD
Hasil : Alat sudah disiapkan
6. Memberitahu ibu bahwa saat ini akan dilakukan pemasangan alat, dan rasanya
sedikit tidak nyaman, ibu dapat menarik napas panjang dan hembuskan agar
lebih rileks dan jalan lahir tidak kaku.
Hasil : Ibu mengikuti anjuran bidan dengan mempraktekan teknik relaksasi
napas panjang agar lebih nyaman.
7. Melakukan pemasangan KB IUD sesuai standard dan tetap memperhatikan
pencegahan infeksi
Hasil : Porsio warna merah muda, tidak tampak ada tanda radang, tidak ada erosi
porsio, tidak ada condiloma. Pengukuran rahim dengan sonde uterus 7 cm.
IUD telah terpasang
8. Menjelaskan kepada ibu bahwa IUD dapat langsung efektif mencegah
kehamilan setelah 24 jam pemasangan.
Hasil : Ibu mengerti penjelasan yang diberikan
9. Menjelaskan kepada ibu bahwa setelah pemasangan kemungkinan akan terjadi
spotting atau flek dan kemungkinan perut terasa agak nyeri, namun hal
tersebut normal sehingga ibu tidak perlu khawatir.
Hasil : Hasil : ibu paham dengan penjelasan yang diberikan.
10. Menganjurkan ibu untuk menggunakan kompres hangat saat di rumah apabila
perut terasa nyeri atau tidak nyaman.
Hasil : Ibu mengatakan akan mengikuti anjuran Bidan.
11. Memberitahukan kepada ibu cara memeriksa benang IUD yaitu dengan cara
mencuci tangan terlebih dahulu lalu memasukan jari tengah ke dalam vagina,
ibu dalam keadaan jongkok dan mengangkat satu kaki keatas ibu harus bisa
merasa benang yang ada di dalam rahim ibu
Hasil : Ibu dapat menjelaskan kembali cara mengecek benang IUD.
12. Memberikan terapi asam mefenamat 500 mg dengan dosis 3 x 500 mg per oral jika
diperlukan untuk mengurangi efek samping nyeri akibat pemasangan IUD.
Hasil : ibu mnegerti dan bersedia mengkonsumsi asam mefenamat jika nyeri perut
tidak dapat diatasi dengan kompres hangat.
13. Memberitahu ibu tanggal jadwal pelepasan IUD yaitu tanggal 24 April 2029
Hasil : ibu mengerti dan akan melepas pada jadwal yang telah ditentukan.
14. Menjelaskan kepada ibu kunjungan ulang 1 minggu lagi, yaitu tanggal 1 Mei
2021 atau sebelum itu bila ada keluhan atau ketidaknyamanan.
Hasil : Ibu mengatakan akan kontrol 1 minggu lagi.

Tanggal Catatan Perkembangan (SOAP) Nama


dan Jam dan
Paraf
1 Mei SUBYEKTIF
2021 Ibu mengatakan datang untuk kontrol KB IUD. Ibu
Jam 09.10 mengatakan saat ini perut sedikit nyeri dan tidak
WIB ngeflek.

OBYEKTIF
Keadaan umum : baik
Kesadaran : compos mentis
Tekanan Darah : 120/73 mmHg
Nadi : 85x/menit
Suhu : 36,5ᵒC
RR : 24x/menit

ANALISA
Diagnosa Kebidanan
Ny.S usia 30 tahun P2A0 akseptor KB IUD
Masalah : rasa nyeri pasca pemasangan
Kebutuhan :
- Edukasi pasca pemasangan IUD

PENATALAKSANAAN
Tanggal : 1 Mei 2021 Jam : 09.30 WIB
1. Memberitahu ibu hasil pemeriksaan ibu
dalam kondisi baik.
Hasil : ibu senang dengan hasil pemeriksaan
yang disampaikan
2. Melakukan pemeriksaan inspekulo untuk
mengetahui kondisi IUD
Hasil :
Tidak ada erosi porsio
Tidak ada keputihan
IUD tidak ekspulsi dan terlihat benang IUD
3. Memberitahu ibu bahwa rasa nyerinya
merupakan hal yang normal pasca
pemasangan. Dan rasa nyeri yang
disampaikan lebih ke psikis karena perasaan
takut IUD nya bergeser/ tidak pas lokasinya.
Hasil : ibu mengerti penjelasan yang
diberikan.
4. Mengingatkan kembali kepada ibu cara
memeriksa benang IUD yaitu dengan cara
memcuci tangan terlebih dahulu lalu
memasukan jari tengah ke dalam vagina, ibu
dalam keadaan jongkok dan mengangkat satu
kaki keatas ibu harus bisa merasa benang
yang ada di dalam rahim ibu
Hasil : Ibu dapat menjelaskan kembali cara
mengecek benang IUD.
5. Mengingatkan kembali tentang tanda bahaya
setelah pemasangan IUD diantaranya adalah :
nyeri hebat pada perut bawah dan terasa
tegang, perdarahan banyak saat haid. Apabila
ibu mengalami salah satu tanda tersebut,
maka ibu harus segera menemui petugas
kesehatan.
Hasil : ibu memahami penjelasan bidan dan
mengatakan akan mengikuti anjuran Bidan.
6. Memberitahu ibu untuk kontrol kembali 1
bulan lagi atau segera bila ada keluhan
Hasil : Ibu mengatakan akan mengikuti
anjuran bidan.

Tanggal Catatan Perkembangan (SOAP) Nama


dan Jam dan
Paraf
4 Mei SUBYEKTIF
2021 Ibu mengatakan tidak ada keluhan.
Jam 11.00 Hubungan seksual : nyaman
WIB
OBYEKTIF
Keadaan umum : baik
Kesadaran : compos mentis
Tekanan Darah : 124/73 mmHg
Nadi : 85x/menit
Suhu : 36,7ᵒC
RR : 20x/menit

ANALISA
Diagnosa Kebidanan
Ny.S usia 30 tahun P2A0 akseptor KB IUD

PENATALAKSANAAN
Tanggal : 4/5/2021 Jam : 11.15 WIB
1. Memberitahu ibu hasil pemeriksaan ibu dalam
kondisi baik.
Hasil : ibu senang dengan hasil pemeriksaan
yang disampaikan
2. Menganjurkan ibu untuk rutin memeriksa
benang IUD terutama setelah haid
Hasil : Ibu dapat menjelaskan kembali cara
mengecek benang IUD.

3. Mengingatkan kembali tentang tanda bahaya


IUD diantaranya adalah : terlambat haid,
perdarahan abnormal, nyeri abdomen,
dispareunia, keputihan abnormal,
demam/menggigil, benang IUD
hilang/bertambahpendek/bertambah panjang
Apabila ibu mengalami salah satu tanda
tersebut, maka ibu harus segera menemui
petugas kesehatan.
Hasil : ibu memahami penjelasan bidan dan
mengatakan akan mengikuti anjuran Bidan.
4. Memberitahu ibu untuk kontrol 1 bulan lagi
atau segera bila ada keluhan
Hasil : Ibu mengatakan akan mengikuti
anjuran bidan.

BAB IV
PEMBAHASAN

Pembahasan dalam laporan ini dimaksudkan untuk membandingkan antara


teori yang ada dengan praktek dalam asuhan kebidanan. Hal yang akan dibahas dalam
bab ini adalah pengkajian data subjektif, pengkajian data subjektif, analisa dan
penatalaksanaan.

A. Pengkajian
Pengkajian data subjektif dilakukan dengan 2 metode, yang pertama
alloanamnesa dimana menanyakan kepada orang lain bukan pasien terkait,
sedangkan auto anamnesa, yaitu anamnesa yang dilakukan langsung pada pasien
yang bersangkutan. (Gleadle, 2007). Anamnesa pada kasus pada Ny.S usia 30
tahun calon akseptor KB IUD dilakukan dengan metode auto anamnesa karena
Ny.PL secara fisik maupun psikologis mampu melakukan komunikasi dengan
baik.

Saat melakukan asuhan kebidanan akseptor KB pada Ny.S dicantumkan


tanggal, jam dan tempat sebagai bukti atau consent bahwa penulis sudah
melakukan asuhan pada tanggal, jam dan tempat seperti yang dituliskan dalam
lembar tinjauan kasus.

1. Data Subjektif
a. Identitas
Identitas pasien berisi nama, umur, agama, pendidikan, pekerjaan,
dan alamat. Gleadle (2007) menyebutkan nama pasien perlu dikaji untuk
menciptakan kepercayaan antara pemberi asuhan dengan pasien dan
membedakan jika ada kesamaan nama dengan pasien yang lain; umur
Umur di catat dalam tahun untuk mengetahui bahwa ibu dalam masa
usia subur. (Varney, 2012). Agama dikaji untuk mengetahui keyakinan
serta pandangan tentang penggunaan alat kontrasepsi berkaitan dengan
agama yang dianutnya serta Untuk menentukan bagaimana kita
memberikan dukungan kepada ibu selama memberikan asuhan
(Ambarwati, 2009). Pendidikan dikaji untuk mengetahui tingkat
intelektual pasien karena pendidikan dapat mempengaruhi sikap dan
perilaku pasien selama penggunaan alat kontrasepsi. pekerjaan dikaji
karena pekerjaan dapat mempengaruhi pekerjaan dapat mempengaruhi
kesehatan saat penggunaan alat kontrasepsi dan kemampuan ekonomis
dalam keberlangsungan penggunaan kontrasepsi Penguasaan
pengetahuaan juga erat kaitannya dengan tingkat pendidikan seseorang
(Varney, 2012).; suku bangsa ditanyakan untuk berpengaruh pada adat
istiadat atau kebiasaan sehari-hari (Ambarawati, 2009). Alamat pasien
dikaji untuk mengetahui keadaan lingkungan sekitar pasien. Semakin
terpencilnya suatu daerah dan keadaan geografis yang sulit untuk di
jangkau maka akan semakin sulit pula untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan (Varney, 2012).

b. Keluhan Utama
Menurut Varney (2012), Keluhan utama di kaji untuk memberikan
asuhan dan diagnosa yang tepat. Sehingga Anamnesis keluhan harus
dicatat dan disajikan sesuai dengan kata-kata pasien sendiri dan tidak
boleh disamarkan dengan kata-kata medis. Anamnesis keluhan utama
akan memberikan informasi penting untuk menentukan diagnosis
banding dan memberikan gambaran mengenai keluhan yang menurut
pasien paling penting. Saat melakukan pengkajian penulis mencatat apa
yang dikatakan pasien tanpa menambahi istilah medis yang menjurus
kesebuah diagnosis. Keluhan utama Ny S mengatakan tidak ada
keluhan dan ingin melakukan pemasangan KB spiral.
c. Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan termasuk penyakit dahulu dan sekarang
(penyakit kardiovaskular, hipertensi, diabetes, penyakit menular seksual
atau HIV/AIDS) (Mandriwati, 2008).
1. Riwayat Kesehatan Sekarang dan Lalu
Riwayat kesehatan merupakan pokok anamnesis yang
paling penting. Riwayat kesehatan sekarang dan lalu harus
ditanyakan secara jelas kepada pasien, dalam menanyakan
kesehatan pasien jangan menggunakan istilah medis yang
membingungkan pasien, tetapi tanyakan dengan menggunakan
bahasa yang dapat dimengerti oleh masyarakat awam. Menurut
teori untuk mempermudah pasien menangkap apa yang kita
tanyakan sebutkan tanda dan gejala dari suatu penyakit.

Riwayat kesehatan sekarang dikaji untuk melihat apakah


penyakit Ny.PL akan berpengaruh pada pemasangan kontrasepsi
dan memiliki kemungkinan untuk membahayakan Ny. S Klien
yang dapat menggunakan kontrasepsi IUD adalah tidak sedang
menderita anemia bulan sabit (sickle cell disease), hipertensi
dengan tekanan darah > 180/110 mmHg, tidak menderita
keganasan seperti mioma uterus dan kanker payudara, gangguan
toleransi glukosa, dan penyakit hati.
2. Riwayat Kesehatan Keluarga
Penting untuk mencari penyakit yang pernah diderita oleh
kerabat pasien karena terdapat kontribusi genetik yang kuat pada
berbagai penyakit. Tanyakan jumlah keluarga terdekat pasien,
apakah sudah ada yang meninggal, meninggal dikarenakan apa,
apakah ada yang sedang menderita penyakit berat, dengan menggali
secara detail riwayat kesehatan keluarga pertimbangkan juga
kemungkinan pernikahan antar saudara jika terdapat penyakit yang
sangat jarang ditemukan. Tanyakan pada pasien mengenai
kemungkinan penyakit yang berkaitan dengan keluhan yang
dirasakan. (Gleadel, 2007).

Dalam melakukan pengkajian pada Ny. S dilakukan secara


mendetail mengenai status kesehatan dikeluarganya, tidak semua
penyakit ditanyakan tetapi penyakit yang ditanyakan hanya
penyakit yang berpotensi untuk menurun secara genetik, dan untuk
meyakinkan lagi bahwa riwayat kesehatan saat ini dan riwayat
kesehatan dahulu memang tidak terjadi atau jika kemungkinan
terburuknya adalah pasien tidak merasakan atau menghiraukan
tanda dan gejala penyakit, hal itu dapat ditepis karena dikeluarga
tidak ada riwayat penyakit menurun.

d. Riwayat Menstruasi
Riwayat menstruasi ditanyakan untuk mengetahui bagaimana
fungsi alat reproduksi pasien. Pola haid merupakan suatu siklus
menstruasi normal, dengan menarche sebagai titik awal. Pada umumnya
menstruasi akan berlangsung setiap 28 hari selama lebih kurang 7 hari.
Lama perdarahannya sekitar 4-8 hari, ada yang 1-2 hari diikuti darah
yang sedikit-sedikit dan tidak terasa nyeri. Jumlah darah yang hilang
sekitar 30-40 cc. Puncaknya hari ke-2 atau ke-3 dengan jumlah
pemakaian pembalut sekitar 3-4 buah. (Manuaba, 2008). Berdasarkan
teori diatas siklus Ny. S normal, hal ini menunjukan bahwa keadaan
fungsi alat reproduksi Ny. S dalam proses menstruasi adalah normal .
Saat ini pasien mengatakan menstruasi hari ke 5. Hal ini menunjukan
bahwa adanya kesesuaian antara teori dan praktek.

e. Pola pemenuhan kebutuhan sehari-hari


Tidak ada masalah dengan pola nutrisi. Tidak ada kontraindikasi
dalam pemberian nutrisi setelah pemasangan alat kontrasepsi
(Mandriwati, 2008), eliminasi Berkemih harus terjadi dalam 4-8 jam
pertama dan minimal sebanyak 200 cc (Mandriwati, 2008), aktivitas
Setelah dilakukan pemasangan alat kontrasepsi ibu diperbolehkan
melakukan aktivitas seperti biasa (Mandriwati, 2008), istirahat Ibu
dianjurkan untuk istrahat yang cukup (Mandriwati, 2008), seksual
Senggama aman dilakukan setelah darah tidak keluar dan ibu tidak
merasa nyeri setelah dilakukan pemasangan alat kontrasepsi (Kemenkes
RI, 2013), hygiene membersihkan daerah disekitar vulva dari depan ke
belakang, dan anus (Mandriwati, 2008) dan psiko, sosio, spiritual dan
kultural. Tidak ada masalah yang mengakibatkan penggunaan
kontrasepsi IUD ditanggalkan.

2. Data Objektif
a. Pemeriksaan fisik
1. Pemeriksaan umum
a) Kesadaran
Berdasarkan teori Sigmund Freund tingkatan kesadaran
terbagi menjadi 4 yaitu composmentis, apatis, delirium, somnlon,
stupor, coma. Ny. S memiliki kesadaran normal sepenuhnya,
dapat memahami keadaan sekitarnya dan mengerti tentang apa
yang ditanyakan. klien sadar akan menunjukkan tidak ada
kelainan psikologis (Manuaba, 2010) Sehingga berdasarkan teori
tersebut Ny. S memiliki keadaan umum composmentis.

b) Tekanan darah
Tujuan data obyektif utama mengidentifikasi, memberikan
terapi dan memantau tekanan darah pasien adalah untuk
menurunkan resiko penyakit kardiovaskuler serta angka
kesakitan dan kematian yang terkait. Oleh karena itu,
pengukuran tekanan darah yang akurat sangat penting. Tekanan
darah normal dewasa menurut Whaley dan Wong (2007) adalah
sistol < 130 dan diatol < 80 mmHg sehingga Ny.S tekanan darah
termasuk dalam kategori normal jika dibandingkan dengan teori
tersebut.

c) Nadi
Ketika jantung berdenyut. jantung memompa darah melalui
aorta dan pembuluh darah perifer. Pemompaan ini menyebabkan
darah menekan dinding arteri, menciptakan gelombang tekanan
seiring dengan denyut jantung yang pada perifer terasa sebagai
denyut/detak nadi. Denyut nadi ini dapat diraba/palpasi untuk
menilai kecepatan jantung, ritme dan fungsinya. Karena mudah
diakses, nadi pada radial tangan adalah metode yang paling
banyak digunakan untuk mengukur kecepatan jantung; dipalpasi
melalui arteri tangan (radial) pada pergelangan tangan anterior
(Whaley dan Wong, 2007). Saat melakukan pengukuran nadi
pada Ny. S, penulis meraba arteri tangan (radial) pada
pergelangan tangan anterior sehingga sudah sesuai dengan teori
yang ada.

Menurut whaley dan wong (2007) nadi normal dewasa


adalah 60 – 100 kali permenit sehingga nadi Ny. S termasuk
dalam kategori normal.

d) Suhu
Suhu tubuh dapat diukur dengan berbagai alat thermometer
(thermometer gelas, termometer raksa, elektronik, timpani) dan
berbagai rute (per oral, rectal, axilla, tympani). (Whaley dan
Wong, 2007). Saat melakukan pemeriksaan suhu pada Ny. S
dilakukan pengukuran menggunakan termometer elektronik dan
melalui rute axilla, sehingga dalam melakukan pengukuran suhu
sudah sesuai dengan teori yang ada.

Suhu tubuh normal dewasa adalah 36,4-37,2°C (Whaley


dan Wong, 2007). Sehingga suhu tubuh Ny.S sehingga suhu
Ny.S termasuk dalam kategori normal.

e) Respirasi
Menurut Whaley dan Wong (2007) pernafasan normal
dewasa tahun adalah 16 – 24 kali permenit. sehingga pernafasan
Ny. S termasuk dalam kategori normal. Inspeksi dilakukan untuk
mengevaluasi kecepatan pernafasan pasien, karena kebanyakan
orang tidak menyadari pernafasannya dan mendadak menjadi
waspada terhadap pernafasannya dapat mengubah pola
pernafasan normalnya, maka jangan memberitahu pasien ketika
mengukur kecepatan pernafasannya. Saat melakukan praktek
penulis melakukan hal yang sama yaitu dengan tidak
memberitahu akan menghitung jumlah pernafasan sehingga
antara teori yang ada sama dengan praktek yang dilakukan.

2. Pemeriksaan status present


Pemeriksaan status present juga dilakukan dengan lengkap mulai
dari head to toe dan tidak ditemukan adanya kelainan atau
abnormalitas yang mengarah pada kontraindikasi penggunaan
kontrasepsi IUD.

b. Pemeriksaan penunjang
Dilakukan pp test hasil negatif, jadi dapat dipastikan bahwa Ny. S saat
ini tidak sedang hamil. Berdasarkan teori jika tidak ada kehamilan maka
IUD dapat dipasang (Pinem, 2009).
B. Analisa
Analisa data dilakukan setelah melakukan anamnesis data subjektif dan
anamnesis data objektif. Analisis didalamnya mencangkup diagnosis aktual,
diagnosis masalah potensial serta seperlunya mengidentifikasi kebutuhan
tindakan segera untuk antisipasi masalah (Varney, 2007). Diagnosis adalah Ny.S
usia 30 tahun calon akseptor KB IUD. Sehingga kebutuhan Ny. S adalah
melakukan penkes pra pemasangan kontrasepsi IUD.

C. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang pertama kali dilakukan adalah memberitahu ibu
tentang hasil pemeriksaan bahwa ibu dalam kondisi baik. Tindakan selanjutnya
adalah memberikan konseling pada ibu tentang KB IUD. Konseling adalah
proses pertukaran informasi dan interaksi positif tentang KB, dilakukan antara
calon peserta KB dan petugas untuk membantu calon peserta KB mengenali
kebutuhan ber-KB-nya serta memilih solusi terbaik dan membuat keputusan yang
sesuai dengan kondisi yang dihadapi (Peraturan Kepala BKKBN Nomor 24
Tahun 2017 tentang Pelayanan KB Pasca Persalinan dan Pasca Keguguran).

Konseling tentang KB IUD dilakukan dengan menjelaskan pengertian, cara


pemasangan, cara kerja, keuntungan, efek samping, kontraindikasi dan tanda
bahaya. Menurut Saifuddin (2016) IUD adalah alat kontrasepsi yang terbuat dari
plastik halus berbentuk spiral (Lippes Loop) atau berbentuk lain (Cu T 380 A)
yang terpasang didalam rahim dengan memakai alat khusus oleh dokter atau
bidan. Pemasangan KB IUD dilakukan dengan pasien dalam posisi tidur
kemudian dilakukan pemeriksaan daerah panggul dengan menggunakan alat
yang dimasukan ke dalam rahim, kemudian baru IUD dipasang.

Hartanto (2015) menjelaskan cara kerja IUD diawali dengan timbulnya


reaksi radang lokal di dalam cavum uteri sehingga implantasi sel telur yang telah
dibuahi terganggu. Disamping itu, dengan munculnya leokosit, makrofag, dan sel
plasma yang dapat mengakibatkan lysis dari spermatozoa atau ovum dan
blastocyt. Produksi lokal prostaglandin yang meninggi, yang menyebabkan
terhambatnya implantasi. Gangguan atau terlepasnya blastocyt telah
berimplantasi didalam endometrium, pergerakan ovum yang bertambah cepat di
dalam tuba fallopii, immobilisasi spermatozoa saat melewati cavum uteri.
Pemadatan endometrium oleh leokosit, makrofag, dan limfosit menyebabkan
blastokis dirusak oleh makrofag dan balstokis tidak dapat melakukan nidasi. Ion
Cu yang dikeluarkan IUD dengan Cupper menyebabkan gangguan gerak
spermatozoa sehingga mengurangi kemampuan untuk melakukan konsepsi.

Menurut Saifuddin (2016) keuntungan-keuntungan IUD adalah efektif


dengan proteksi jangka panjang; tidak menganggu hubungan suami istri; tidak
berpengaruh terhadap produksi ASI; kesuburan segera kembali sesudah IUD
dilepas; mengurangi nyeri haid; dapat dipasang langsung saat ostium masih
terbuka setelah plasenta lahir sehingga mengurangi rasa sakit; dapat membantu
mencegah kehamilan diluar kandungan; dilakukan satu kali pemasangan dan
ekonomis dalam jangka waktu maksimal 8-10 tahun; tidak ada interaksi dengan
obat-obatan lain dan tidak menimbulkan efek sistemik dan efek samping
hormonal. Sedangkan efek samping yang ditimbulkan adalah nyeri pada waktu
pemasangan, kejang rahim, terutama pada bulan-bulan pertama, nyeri pelvic,
perdarahan di luar haid, darah haid lebih banyak dan sekret vagina lebih banyak
(Setiyaningrum, 2016).

Menurut Karjatin (2016) kontraindikasi pemasangan IUD adalah


kehamilan, gangguan perdarahan, peradangan alat kelamin, kecurigaan tumor
ganas di alat kelamin, tumor jinak rahim dan kelainan bawaan rahim. Menurut
Hartanto (2015) tanda bahaya IUD yang perlu diketahui akseptor KB IUD
adalah terlambat haid, perdarahan abnormal, nyeri abdomen, dispareunia,
keputihan abnormal, demam/menggigil, benang ekor IUD hilang/bertambah
pendek/bertambah panjang.

Penulis memberitahu ibu bahwa ibu dapat mendapatkan pelayanan KB


IUD terlebih dahulu menandatangani surat persetujuan tindakan pemasangan KB
IUD. Surat persetujuan atau informed consent adalah bukti tertulis tentang
persetujuan terhadap prosedur klinik suatu metode kontrasepsi yang akan
dilakukan pada klien,harus ditandatangani oleh klien sendiri atau walinya apabila
akibat kondisi tertentu klien tidak dapat melakukan hal tersebut, persetujuan
diminta apabila prosedur klinik mengandung risiko terhadap keselamatan klien
(baik yang terduga atau tak terduga sebelumnya). Persetujuan diberikan oleh
pasien atau keluarga terdekat setelah mendapat penjelasan secara lengkap
mengenai tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien. Informasi yang
diberikan kepada calon /klien KB harus disampaikan selengkap-lengkapnya,
jujur dan benar tentang metode kontrasepsi yang akan diadakan oleh calon/klien
KB tersebut. Dalam memberikan informasi penting sekali adanya komunikasi
verbal antara bidan dan klien. Ada anggapan bahwa banyak klien sering
melupakan informasi lisan yang telah diberikan oleh bidan. Maka dari itu untuk
mencegah hal tersebut perlu diberikan pula informasi tertulis (Prijatni & Rahayu,
2016). Setelah melakukan informed consent penulis menyiapkan alat untuk
pemasangan KB IUD.

Penulis memberitahu ibu bahwa saat ini akan dilakukan pemasangan alat,
dan rasanya sedikit tidak nyaman, ibu dapat menarik napas dalam dan
hembuskan agar lebih rileks dan jalan lahir tidak kaku. Sebuah penelitian
menyebutkan mayoritas responden mengalami nyeri pada saat pemasangan
AKDR dengan skala sedang (4-6) sebanyak 28 orang (68,3%) (Siregar & Dewi,
2020). Salah satu cara untuk menurunkan intensitas nyeri adalah dengan teknik
nafas dalam. Penelitian Amita et al., (2018) menyebutkan ada pengaruh yang
bermakna penurunan intensitas nyeri setelah dilakukan relaksasi napas dalam.
Penelitian lain menyebutkan ada pengaruh teknik relaksasi nafas dalam terhadap
penurunan intensitas nyeri. Hal ini terjadi karena teknik relaksasi nafas dalam
yang diberikan selama 15 menit dapat memberikan efek rasa nyaman,
menurunkan ketegangan uterus dan melancarkan peredaran darah (Aningsih et
al., 2018).

Saat dilakukan teknik relaksasi nafas dalam, pasien merelaksasikan otot-


otot skelet yang mengalami spasme yang disebabkan oleh peningkatan
prostaglandin sehingga terjadi vasodilatasi pembuluh darah dan akan
meningkatkan aliran darah ke daerah yang mengalami spasme dan iskemik.
Kemudian juga mampu merangsang tubuh untuk melepaskan opoiod endogen
yaitu endorphin dan enkefalin, yang mana opoiod ini berfungsi sebagai
(analgesik alami) untuk memblokir resptor pada sel-sel saraf sehingga
mengganggu transmisi sinyal rasa sakit (Smeltzer, 2014). Teknik relaksasi nafas
dalam yang dilakukan secara berulang akan menimbulkan rasa nyaman. Adanya
rasa nyaman inilah yang akhirnya akan meningkatkan toleransi seseorang
terhadap nyeri. Orang yang memiliki toleransi nyeri yang baik akan mampu
beradaptasi terhadap nyeri dan akan memilki mekanisme koping yang baik pula.
Selain meningkatkan toleransi nyeri, rasa nyaman yang dirasakan setelah
melakukan nafas dalam juga dapat meningkatkan ambang nyeri sehingga dengan
meningkatkan ambang nyeri maka nyeri yang terjadi berada pada skala sedang
menjadi skala ringan setelah dilakukan teknik relaksasi nafas dalam (Kozier,
2012).

Penulis melakukan pemasangan KB IUD sesuai standard dan tetap


memperhatikan pencegahan infeksi. Infeksi nosokomial merupakan masalah
serius bagi fasilitas pelayanan kesehatan. Kerugian yang ditimbulkan sangat
membebani fasilitas kesehatan dan pasien. Penyebaran kuman atau infeksi
biasanya terjadi saat kuman berpindah dari tangan petugas pelayanan kesehatan
yang menyentuh pasien. Maka dari itu untuk memutuskan rantai infeksi ini
petugas kesehatan harus rajin dan rutin mencuci tangan. Selain dianjurkan untuk
mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan petugas kesehatan
juga di wajibkan memakai alat pelindung diri ketika melakukan tindakan kepada
pasien. Infeksi nosokomial ini dapat dicegah apabila petugas selalu melakukan
tindakan sesuai standar (Sihombing, 2020).

Penulis menjelaskan kepada ibu bahwa IUD dapat langsung efektif


mencegah kehamilan setelah 24 jam pemasangan. IUD sangat efektif untuk
menjarangkan kehamilan dibandingkan dengan metode kontrasepsi jangka
panjang lainnya. Efektifitas IUD sekitar 0,6 sampai 0,8 kehamilan per 100
perempuan, kegagalan dalam 125 sampai 170 kehamilan dan segera efektif saat
terpasang di rahim (Putri & Oktaria, 2016).

Penulis menjelaskan kepada ibu bahwa setelah pemasangan kemungkinan


akan terjadi spotting atau flek dan kemungkinan perut terasa agak nyeri, namun
hal tersebut normal sehingga ibu tidak perlu khawatir. Menurut Purwaningrum
(2017) efek samping yang dialami pada akseptor KB IUD antara lain, (1) rasa
mules didaerah perut sesudah pemasangan dapat timbul rasa nyeri seperti mules-
mules kadang-kadang dapat menjadi rasa nyeri atau kram atau sakit pinggang
terutama pada hari-hari pertama dan sesudah pemasangan, (2) rasa nyeri/mules
pada waktu haid; sewaktu haid mulai terasa nyeri yang berlebihan, tak
tertahankan, (3) nyeri pada senggama ; sewaktu senggama terasa nyeri dan (4)
nyeri dapat timbul sewaktu-waktu selama masa pemakaian. Penyebabnya yaitu
psikis, kemungkinan disebabkan letak IUD yang salah atau IUD tidak sesuai
dengan rongga rahim dan IUD merangsang pembentukan prostaglandin pada
waktu haid yang menimbulkan rasa nyeri.

Penulis juga menganjurkan ibu untuk menggunakan kompres hangat saat


di rumah apabila perut terasa nyeri atau tidak nyaman. Beberapa penelitian
membuktikan kompres hangat dapat menurunkan intensitas nyeri (Colin et al.,
2019; Delfina et al., 2020; Tyas & Heru, 2017). Efek hangat dari kompres hangat
dapat menyebabkan vasodilatasi pada pembuluh darah yang nantinya akan
meningkatkan aliran darah ke jaringan. Dengan cara ini penyaluran zat asam dan
makanan ke sel-sel diperbesar dan pembuangan dari zat-zat diperbaiki yang
dapat mengurangi rasa nyeri haid primer yang disebabkan suplai darah ke
endometrium kurang. Penggunaan kompres hangat dapat meningkatkan relaksasi
otot-otot dan mengurangi nyeri akibat spasme atau kekakuan serta memberikan
rasa hangat lokal. Kompres hangat akan menstimulasi serabut besar (A-β) untuk
menghambat rangsangan nyeri sehingga impuls dari serabut kecil tidak
dihantarkan ke medulla spinalis melalui dorsal horn yang menyebabkan pintu
gerbang tertutup tidak ada sensasi nyeri. Apabila impuls seperti kompres hangat
yang dibawa oleh serabut besar lebih mendominasi maka gerbang akan menutup,
sensasi nyeri tidak dihantarkan ke otak oleh substansia gelatinosa, karenanya
tubuh tidak merasakan sensasi nyeri (Delfina et al., 2020).

Tindakan selanjutnya adalah memberitahukan kepada ibu cara memeriksa


benang IUD yaitu dengan cara mencuci tangan terlebih dahulu lalu memasukan
jari tengah ke dalam vagina, ibu dalam keadaan jongkok dan mengangkat satu
kaki ke atas ibu harus bisa merasa benang yang ada di dalam rahim ibu. Akseptor
KB AKDR diharuskan untuk memeriksa benang AKDR secara berkala (satu
minggu setelah pemasangan AKDR dan setiap setelah haid) yang harus
dilakukan secara benar (Kartikawati et al., 2020).

Penulis memberikan terapi asam mefenamat 500 mg dengan dosis 3 x 500


mg per oral untuk mengurangi efek samping nyeri akibat pemasangan IUD.
Asam mefenamat termasuk dalam golongan obat NSAID (non steroid anti
inflammatory drug) yang bekerja sangat baik dalam menangani nyeri (Febriana
et al., 2015). Pemberian analgesik, terlebih khusus NSAID memiliki beberapa
golongan yang bekerja sesuai dengan penghambatan enzim siklooksigenase
(COX) untuk menghantarkan dan meneruskan stimulus nyeri. NSAIDs
digolongkan ke dalam tiga golongan yaitu penghambat COX non-selektif yang
dapat menghambat enzim COX isoform 1 dan COX isoform 2, COX-2
preferential yaitu penghambat yang lebih cenderung efektif bekerja pada COX-2
namun masih memiliki efek hambat pada COX-1, dan COX-2 selektif yaitu
penghambat yang sepenuhnya bekerja pada penghambatan enzim COX isoform
2. Asam mefenamat masuk dalam NSAIDs COX non-selektif yang menghambat
stimulus nyeri pada sebagian besar organ yang melakukan sekresi enzim
siklooksi-genase 1, yang artinya stimulus nyeri dapat langsung dihambat
sepenuhnya oleh asam mefenamat ketika rangsangan nyeri pertama kali terjadi
(Pangalila et al., 2016)
Sebelum mengakhiri pertemuan dengan ibu, penulis menjelaskan kepada
ibu kunjungan ulang 1 minggu lagi, yaitu tanggal 1 Mei 2021 atau sebelum itu
bila ada keluhan atau ketidaknyamanan. Menurut Setiyaningrum (2016)
kunjungan ulang dilakukan sesudah datang haid pertama setelah AKDR di
pasang. Kunjungan ini harus dilakukan setelah masa menstruasi pertamanya
pasca pamasangan IUD. Pada waktu ini, bulan pertama kemungkinan insiden
IUD lebih tinggi untuk terlepas secara spontan telah berakhir. IUD dapat
diperiksa untuk menentukannya masih berada pada posisi yang tepat. Selain itu,
seorang wanita harus memiliki pengalaman melakukan pemeriksaan IUD secara
mandiri dan beberapa efeksamping langsung harus sudah diatasi. Kunjungan
ulang memberi kesempatan untuk menjawab pertanyaan dan memberi semangat
serta meyakinkan klien. Diharapkan, hal ini membuahkan hasil berupa
peningkatan jumlah pengguna IUD.

Pada akhir asuhan kebidanan penulis melakukan dokumentasi asuhan


kebidanan. Dokumentasi dalam kebidanan adalah suatu bukti pencatatan dan
pelaporan yang dimiliki oleh bidan dalam melakukan catatan perawatan yang
berguna untuk kepentingan Klien, bidan dan tim kesehatan dalam memberikan
pelayanan kesehatan dengan dasar komunikasi yang akurat dan lengkap secara
tertulis dengan tanggung jawab bidan. Dokumentasi dalam asuhan kebidanan
merupakan suatu pencatatan yang lengkap dan akurat terhadap keadaan/kejadian
yang dilihat dalam pelaksanaan asuhan kebidanan (proses asuhan kebidanan).
Dokumentasi kebidanan juga diartikan sebagai bukti pencatatan dan pelaporan
berdasarkan komunikasi tertulis yang akurat dan lengkap yang dimiliki oleh
bidan dalam melakukan asuhan kebidanan dan berguna untuk kepentingan klien,
tim kesehatan, serta kalangan bidan sendiri (Handayani & Mulyati, 2017).

Dokumentasi kebidanan sangat penting bagi bidan dalam memberikan


asuhan kebidanan. Hal ini karena asuhan kebidanan yang diberikan kepada klien
membutuhkan pencatatan dan pelaporan yang dapat digunakan sebagai acuan
untuk menuntut tanggung jawab dan tanggung gugat dari berbagai permasalahan
yangmungkin dialami oleh klien berkaitan dengan pelayanan yang diberikan.
Selain sebagai sistem pencatatan dan pelaporan, dokumentasi kebidanan juga
dipakai sebagai informasi tentang status kesehatan pasien pada semua kegiatan
asuhan kebidanan yang dilakukan oleh bidan. Disamping itu, dokumentasi
berperan sebagai pengumpul, penyimpan, dan penyebarluasan informasi guna
mempertahankan sejumlah fakta yang penting secara terus menerus pada suatu
waktu terhadap sejumlah kejadian. Dengan kata lain, dokumentasi digunakan
sebagai suatu keterangan, baik tertulis maupun terekam, mengenai data subyektif
yang diambil dengan anamnesa (wawancara), hasil pemeriksaan fisik, hasil
pemeriksaan penunjang (laborat, USG dsb), analisa (diagnosa), perencanaan dan
pelaksanaan serta evaluasi, tindakan medis,pengobatan yang diberikan kepada
klien baik rawat jalan maupun rawat inap, serta pelayanan gawat darurat
(Handayani & Mulyati, 2017).
DAFTAR PUSTAKA

Amita, D., Fernalia, & Yulendasari, R. (2018). Pengaruh teknik relaksasi nafas dalam
terhadap intensitas nyeri pada pasien post operasi sectio caesarea di rumah sakit
bengkulu. Jurnal Kesehatan Holistik, 12(1), 26–28.
Aningsih, F., Sudiwati, N. L. P. E., & Dewi, N. (2018). Pengaruh Pemberian Teknik
Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Haid (Dismenore)
Pada Mahasiswi Di Asrama Sanggau Landungsari Malang. Nursing News, 3(1),
95–107.
Aniuliene, R., & Aniulis, P. (2014). Lippes Loop intrauterine device left in the uterus
for 50 years: Case report. BMC Women’s Health, 14(1), 1–3.
Astuti, E., Yasinta, M., & Sardin, V. (2017). Analisis Faktor yang Memengaruhi
Minat Ibu untuk Menggunakan Kontrasepsi IUD Di BPS Mien Hendro. Jurnal
Kebidanan Stikes William Booth, 6(1).
Cirstoiu, M. M., Antoniac, I., Ples, L., Bratila, E., & Munteanu, O. (2016). Adverse
reactions due to use of two intrauterine devices with different action mechanism
in a rare clinical case. Materiale Plastice, 53(4), 666–669.
Colin, V., Keraman, B., & Rolita, D. (2019). Pengaruh Pemberian Kompres Air
Hangat Terhadap Penurunan Intensitas Dysmenorhea pada Remaja Putri di SMA
Negeri 10 Kota Bengkulu. Jurnal Vokasi Keperawatan.
Delfina, R., Saleha, N., & Sardaniah. (2020). Pengaruh Kompres Hangat Terhadap
Penurunan Nyeri haid (Dismenore) pada Mahasiswai Program Studi DIII
Keperawatan FMIPA Universitas Bengkulu. Jurnal Vokasi Keperawatan.
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. (2020). Profil Kesehatan Provinsi Jawa
Tengah Tahun 2019.
Febriana, Posangi, J., & Hutagalung, B. S. P. (2015). Uji Efek Pemberian Asam
Mefenamat Sebelum Pencabutan Gigi Terhadap Durasi Ambang Nyeri Setelah
pPencabutan Gigi. E-GIGI, 3(2).
Febrianti, R. (2017). Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Penggunaan Alat
Kontrasepsi IUD Oleh Pasangan Usia Subur di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk
Begalung Padang Tahun 2015. Jurnal Medika Cendikia, 4(1), 37–51.
Handayani, S. R., & Mulyati, T. S. (2017). Dokumentasi Kebidanan. Kementerian
Kesehatan RI.
Hartanto, H. (2015). Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Pustaka Sinar Harapan.
Imbarwati. 2009. Beberapa Faktor yang Berkaitan dengan Penggunaan KB IUD pada
Peserta KB Non IUD di Kecamatan Pedurungan Kota Semarang. Semarang:
UNDIP
Karjatin. (2016). Keperawatan Maternitas Komprehensif. Kementerian Kesehatan RI.
Kartikawati, D., Pujiastuti, W., & Rofiah, S. (2020). Efektivitas pendidikan kesehatan
dengan media video untuk meningkatkan sikap dan niat penggunaan AKDR.
Midwifery Care Journal, 3(1), 1–11.
Kementerian Kesehatan RI. (2015). Situasi dan Analisis Keluarga Berencana.
Kementerian Kesehatan RI. (2020). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2019.
Kozier, B. (2012). Buku Ajar Fundamental Keperawatan. EGC.
Manuaba. (2015). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB. EGC.
Nur, H. A., & Putri, I. S. (2019). Gambaran Penerapan Teknik Relaksasi Nafas
Dalam Pada Pasien dengan Nyeri Persalinan Kala I. Gambaran Penerapan
Teknik Relaksasi Nafas Dalam Pada Pasien Dengan Nyeri Persalinan Kala I,
6(1), 76–90.
Pangalila, K., Wowor, P. M., & Hutagalung, B. S. P. (2016). Perbandingan efektivitas
pemberian asam mefenamat dan natrium diklofenak sebelum pencabutan gigi
terhadap durasi ambang nyeri setelah pencabutan gigi. E-GIGI, 4(2).
Peipert, J. F. (2018). Lippes loop and the first IUDs: lessons from a bygone era.
American Journal of Obstetrics and Gynecology, 219(2), 127–128.
Peraturan Kepala BKKBN Nomor 24 Tahun 2017 tentang Pelayanan KB Pasca
Persalinan dan Pasca Keguguran. (2017). BKKBN.
Potter, P. A., Perry, A. G., Stockert, P. A., & Hall, A. M. (2013). Fundamental of
Nursing Eight Edition. In Elsevier. https://doi.org/10.1109/ISCA.2016.31
Prijatni, I., & Rahayu, S. (2016). Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Bencana.
Kementerian Kesehatan RI.
Purwaningrum, Y. (2017). Efek Samping KB IUD (Nyeri Perut) dengan
Kelangsungan Penggunaan KB IUD. Jurnal Kesehatan, 5(1), 45–51.
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan. (2015). Buku Ajar Kesehatan Ibu
dan Anak. Kementerian Kesehatan RI.
Putri, R. P., & Oktaria, D. (2016). Efektivitas Intra Uterine Devices (IUD) Sebagai
Alat Kontrasepsi. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung, 5(4), 138.
Saifuddin, A. B. (2014). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Saifuddin, A. B. (2016). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Setiyaningrum, E. (2016). Pelayanan Keluarga Berencana. Trans Info Media.
Sihombing, L. A. (2020). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Infeksi
Nosokomial di Rumah Sakit. https://doi.org/https://doi.org/10.31219/osf.io/usdrc
Simon, M. (2018). Faktor yang Mempengaruhi Rendahnya Penggunaan Alat
Kontrasepsi IUD di Wilayah Kerja Puskesmas Mandalle Kabupaten Pangkep.
Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis, 12(5), 501–504.
Siregar, N., & Dewi, S. S. S. (2020). Intensitas Rasa Nyeri terhadap Pemasangan Alat
Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR). The Shine Cahaya Dunia Ners, 5(1), 20–
24.
Smeltzer, et al. (2014). BRUNNER & SUDDARTH’S TEXTBOOK of Medical-
Surgical Nursing, 11th ed. Philadelpia: Lippincott Williams&Wilkins, awotter
kluwe bussiness. In Lippincott Williams & Wilkins.
Sulistyawati, A. (2011). Asuhan Kebidanan Pada Masa Kehamilan. Salemba Medika.
Tyas, E. E., & Heru, W. (2017). Pengaruh Pemberian Kompres Hangat Terhadap
Penurunan Nyeri Dismenore Pada Mahasiswi Akper Widya Husada Semarang.
Jurnal Manajemen Asuhan Keperawatan, 1(1), 55–62.
Ummi Hani. (2011). Asuhan Kebidanan Pada Kehamilan Fisiologis. Salemba
Medika.
Varney, H. (2012). Buku Ajar Asuhan Kebidanan. EGC.
Wahyuni, E. D. (2018). Asuhan Kebidanan Komunitas. Kementerian Kesehatan RI.
Walyani, E. S. (2017). Asuhan Kebidanan pada Kehamilan. Pustaka Baru Press.
Zainiyah, Z. (2019). Kadar Haemoglobin (Hb) antara Akseptor Kontrasepsi IUD
Nova-T dan Cooper-T CU 380 A. JURNAL ILMIAH OBSGIN : Jurnal Ilmiah
Ilmu Kebidanan & Kandungan, 11(3), 1–8.

Anda mungkin juga menyukai