Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

ASUHAN PADA NEONATUS, BAYI, BALITA DENGAN DIARE


Mata Kuliah : Askeb Neonatus, Bayi, Balita Dan Anak Pra-sekolah

Dosen Pengampu : Endah wijayanti, M.Keb

Oleh :
1. Desi purnama sari (P07224120004)
2. Niken nur kholifah (P07224120019)
3. Novianti limbongan (P07224120021)
4. Nurul syamsi (P07224120026)

PROGRAM STUDI D-III KEBIDANAN BALIKPAPAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN
KALIMANTAN TIMUR
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa , karena berkat rahmat dan
perkenannya kami dapat menyelesaikan Makalah dengan judul konsep dasar Kesehatan Reproduksi.
Tugas ini disusun dengan maksud memenuhi tugas mata kuliah Askeb Neonatus, Bayi Balita Dan
Pra-Sekolah Adapun isi tugas ini disusun secara sistematis dan merupakan referensi dari beberapa
sumber yang menjadi acuan dalam penyusunan tugas.
kami selaku penyusun tugas makalah ini sangat sadar bahwa masih jauh dari kesempurnaan . oleh
karena itu , kritik dan saran dari ibu sangat kami harapkan agar tugas berikutnya dapat lebih baik lagi.

Balikpapan, 04 Agustus 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................
DAFTAR ISI.......................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................
1. Latar belakang................................................................................................................
2. Tujuan............................................................................................................................
3. Rumusan masalah..........................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................................
1. Pengertian Diare............................................................................................................
2. Penyebab diare pada anak .............................................................................................
3. Jenis-jenis penyakit pada anak .......................................................................................
4. .......................................................................................................................................
5. .......................................................................................................................................
6. .......................................................................................................................................
7. .......................................................................................................................................
BAB III PENUTUP............................................................................................................
Kesimpulan..........................................................................................................................
Saran....................................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Penyakit diare masih menjadi penyebab kematian balita (bayi dibawah 5tahun)
terbesar didunia. Menurut catatan UNICEF, setiap detik 1 balita meninggal karena diare.
Diare sering kali dianggap sebagai penyakit sepele, padahal di tingkat global dan nasional
fakta menunjukkan sebaliknya. Menurutcatatan WHO, diare membunuh 2 juta anak didunia
setiap tahun, sedangkan diIndonesia, menurut Surkesnas (2001) diare merupakan salah satu
penyebab kematian ke 2 terbesar pada balita.
Menurut WHO (1980), diare adalah buang air besar encer atau cair lebih daritiga kali
sehari. Dimana pada dunia ke-3, diare adalah penyebab kematian palingumum kematian
balita, membunuh lebih dari 1,5 Juta orang pertahun. Diare kondisinya dapat merupakan
gejala dari luka, penyakit, alergi (Fructose, Lactose), penyakit dan makana atau kelebihan
Vitamin C dan biasanya disertaisakit perut dan seringkali enek dan muntah. Dimana menurut
WHO (1980) diareterbagi dua berdasarkan mula dan lamanya, yaitu diare akut dan diare
kronik.
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar 2007 dari Kementerian Kesehatan,tingkat
kematian bayi berusia 29 hari hingga 11 bulan akibat diare mencapai 31,4persen. Adapun
pada bayi usia 1-4 tahun sebanyak 25,2 persen. Bayi meninggalkarena kekurangan cairan
tubuh. Diare masih merupakan masalah kesehatan diIndonesia. Walaupun angka
mortalitasnya telah menurun tajam, tetapi angkamorbiditas masih cukup tinggi. Kematian
akibat penyakit diare di Indonesia jugaterukur lebih tinggi dari pneumonia (radang paru akut)
yang selama inididengungkan sebagai penyebab tipikal kematian bayi.
Diare seringkali dianggap penyakit yang biasa dan sering dianggap
sepelepenanganannya. Pada kenyataanya diare dapat menyebabkan gangguan sistemataupun
komplikasi yang sangat membahayakan bagi penderita. Beberapa diantaranya adalah
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, shockhipovolemia, gangguan berbagai organ
tubuh, dan bila tidak tertangani denganbaik dapat menyebabkan kematian. Dengan demikian
menjadi penting bagiperawat untuk mengetahui lebih lanjut tentang diare, dampak negative
yangditibulkan, serta upaya penanganan dan pencegahan komplikasinya.
Penyakit diare hingga kini masih merupakan penyebab kedua morbiditas
danmortalitas pada anak usia kurang dari dua tahun di seluruh dunia terutamadinegara-negara
berkembang, jumlah nya mendekati satu dalam lima orang,ini menyebabkan kematian pada
anak-anak melebihi AIDS dan malaria. Hampirsatu triliun dan 2,5 milyar kematian karena
diare dalam dua tahun pertamakehidupan. Diare juga menyebabkan 17% kematian anak balita
di dunia. Tercatat 1,8 milyar orang meninggal setiap tahun karena penyakit diare (termasuk
kolera), banyak yang mendapat komplikasi seperti malnutrisi, retardasi pertumbuhan,
dankelainanimun (World Health Organization [WHO], 2009).
Angka prevalensi diare di Indonesiamasih berfluktuasi. Berdasarkan dataRiset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, prevalensi diare klinis adalah9,0% (rentang: 4,2% -
18,9%), tertinggi di Provinsi NAD (18,9%) dan terendahdi D.I. Yogyakarta (4,2%). Beberapa
provinsi mempunyai prevalensi diare klinis>9% (NAD, Sumatera Barat, Riau, Jawa Barat,
Jawa Tengah, BantenNusaTenggara Barat, Nusa Tengara Timur, Kalimantan Selatan,
Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Papua Barat dan Papua). Sedangkan
menurutdataRiskesdas pada tahun 2013 angka prevalensi mengalami penurunan sebesar
(3,5%) untuk semua kelompok umur.
Bila dilihat per kelompok umur insiden diare tertinggi tercatat pada anak umur <1
tahun yaitu 5,5%. Sedangkan pada umur 1-4 tahun angka insiden diare tercatat sebanyak
5.1% (Riskesdas, 2013). Sejalan dengan hasil survei morbiditas diare pada tahun 2010
(Kementerian Kesehatan [Menkes], Survei morbiditasdiare tahun 2010) angka morbiditas
menurut kelompok umur terbesar adalah 6-11 bulan yaitu sebesar 21,65% lalu kelompok
umur 12-17 bulan sebesar 14,43%, kelompok umur 24-29 bulan sebesar 12,37%, sedangkan
proporsi terkecil pada kelompok umur 54-59 bulan yaitu 2,06%. Kontrol penyakit diare
sendiri telahlama diupayakan oleh pemerintah Indonesia untuk penekanan angka
kejadiandiare. Upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah seperti adanya program-program
penyediaan air bersih dan sanitasi total berbasis masyarakat. Adanya promosi pemberian ASI
ekslusif sampai enam bulan, termasuk Pendidikan kesehatan spesifik dengan tujuan bisa
meningkatkan kualitas hidup masyarakatdan menurunkan kematian yang disebabkan oleh
penyakit diare (DepartemenKesehatan (Depkes,2013)
2. TUJUAN
Adapun tujuan dalam makalah ini yaitu untuk
Makalah ini selain digunakan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah askeb neonatal,
bayi, balita dan anak-anak pras-sekolah, juga memiliki tujuan yang ditujukan kepada pembaca
untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Diare dan mampu mendeskripsikan tentang
penyakit Diare meliputi tanda dan gejala dari penyakit Diare, yang menjadi penyebab dari
penyakit Diare, Patofisiologi, Komplikasi, Penatalaksanaan, dan pencegahan penyakit Diare.
3. RUMUSAN MASALAH
 Apa yang dimaksud dengan penyakit Diare?
 Apakah penyebab dari penyakit Diare?
 Apa dan bagaimanakah gejala dari penyakit Diare?
 Bagaimanakah cara pengobatan dan pencegahan dari penyakit Diare?
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Diare
Diare adalah suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan konsistensi
dari tinja yang melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar lebih dari
biasanya (tiga kali atau lebih dalam satu hari). Neonatus dinyatakan diare bila frekuensi buang air
besar sudah lebih dari empat kali sedangkan untuk bayi berumur lebih dari satu bulan dan anak
bila frekuensinya lebih dari 3 kali.

Diare terjadi saat dinding bagian dalam dari usus terluka. Tinja menjadi lunak karena zat-
zat gizi yang dimakan dan diminum oleh anak Anda tidak dicerna dengan baik atau tidak diserap
oleh usus. Mineral dan garam terbuang bersama dengan cairan. Kehilangan ini dapat menjadi
lebih buruk jika anak Anda diberi makanan atau minuman yang mengandung banyak gula,
karena gula yang tidak diserap usus menarik lebih banyak cairan kedalam lumen usus, dan
meningkatkan diare. Saat tubuh kehilangan banyak cairan dan garam, terjadi dehidrasi. Namun
hal ini dapat dicegah dengan mengganti cairan dan garam dalam jumlah mencukupi.

Diare, sering disebut GASTROENTERITIS, menyebabkan banyak kematian pada anak


kecil. Kematian karena penyakit diare disebabkan oleh dehidrasi akibat diare dan muntah. Diare
dan muntah menyebabkan hilangnya air dan garam dari dalam tubuh.

Buang air besar umumnya bervariasi dalam jumlah dan konsistensi, bergantung pada usia
dan makanan anak. Bayi yang diberi ASI akan buang air besar lebih dari dua belas kali per hari,
tetapi pada bulan kedua atau ketiga mungkin ada saat-saat dimana dia tidak buang air.
Kebanyakan bayi dibawah setahun mengeluarkan kurang dari 5 ons tinja per hari, sementara
anak yang lebih besar mengeluarkan lebih dari 7 ons. Pada usia dua tahun, kebanyakan anak
buang air besar satu atau dua kali per hari dalam jumlah besar, tetapi anak Anda dapat juga
mengeluarkan tinja lebih sedikit dan masih dikatakan normal, khususnya jika makanannya
mengandung jus dan makanan berserat seperti gandum. Tinja yang sesekali encer bukan suatu
bahaya. Tetapi bila pola buang air besar tiba-tiba berubah menjadi lunak, cair dan terjadi lebih
sering dari biasa, maka anak Anda mengalami diare.

Istilah medis untuk peradangan usus adalah enteritis. Saat masalah ini diikuti atau
didahului dengan muntah, demam, dan rewel. Tinjanya cenderung menjadi berwarna kuning
kehijauan, dan mengandung cukup banyak cairan, (jika diare terjadi sejam sekali, biasanya tidak
lagi disertai bongkahan yang padat sama sekali). Pendarahan dapat muncul akibat dari terlukanya
dinding usus atau karena iritasi pada rektum akibat buang air besar yang sering dan encer.
2. Penyebab terjadinya diare pada anak
Pada anak kecil, kerusakan pada usus yang menyebabkan diare paling sering disebabkan
oleh virus yang disebut Enterovirus. Dibawah ini adalah penyebab utama Diare:

1. Infeksi usus oleh virus, bakteri, dan parasit. Jika terdapat darah pada feses, penyakit ini
disebut Disentri.
1.1 Infeksi bakteri: vibrio, E. coli, salmonella, shigella campylobacter, yersinia, aeromonas
dsb.
2. Infeksi lain, adalah Infeksi apapun pada anak seperti otitis media, pneumonia, campak
yang dapat menyebabkan diare dan atau muntah.
3. Malaria, malaria merupakan penyebab diare dan atau muntah yang sering terjadi pada
anak-anak.
4. Malnutrisi energi protein sering menyebabkan diare. Ini biasanya terjadi karena intoleransi
laktosa.
5. Diet, misalnya makanan yang merangsang usus dapat menyebabkan diare.
6. Kasus-kasus bedah, kadang-kadang pigbel, intususepsi atau apendisitis akut memberikan
gejala awal berupa diare.
Penyebab Lainnya adalah:
1. Bakteri, seperti Salmonella, Shigella, E. coli, dan Campylobacter.
2. Infeksi parasit (Giardia).
3. Alergi makanan atau susu.
4. Efek samping dari penggunaan obat-obatan oral (paling sering karena antibiotik).
5. Keracunan makanan (dari makanan seperti jamur, kerang, atau makanan basi)
6. Infeksi diluar saluran cerna, meliputi saluran kemih, saluran pernapasan, dan bahkan
telinga tengah. (jika anak Anda sedang memakan antibiotik untuk infeksi tersebut, diare
mungkin menjadi lebih berat).
Infeksi Rotavirus

2.1 Tanda Gejala Diare


Menurut Sodikin (2011), gambaran awal biasanya bayi atau anak menjadi cengeng,
gelisah, suhu badan mungkin akan meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada,
kemudian baru muncul diare. Setelah itu juga akan disertai feses yang semakin cair,
mungkin juga akan terdapat darah dan atau lender, dan warna feses berubah menjadi
kehijau-hijauan karena bercampur empedu.
Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare. Apabila penderita telah
banyak mengalami kehilangan air dan elektrolit, maka terjadilah gejala dehidrasi yang
biasanya mengalami berat badan menurun, ubun-ubun besar cekung pada bayi, tonus otot
dan turgor kulit berkurang, dan selaput lendir pada mulut dan bibir terlihat kering. Untuk
gejala klinis biasanya menyesuaikan dengan derajat atau banyaknya kehilangan cairan
(Sodikin, 2011).
Widoyono (2009) mengemukakan terdapat dua tanda dan gejala dari diare yaitu
gejala umum dan gejala spesifik. Dalam gejala umum sendiri biasanya mengalami buang
air besar yang lembek dan sering, muntah yang biasanya terjadi pada diare gastroenteritis
akut, demam, dan gejala dehidrasi seperti mata cekung, elastisitas kulit menurun dan
terlihat gelisah. Sedangkan dalam gejala spesifik terbagi lagi menjadi 2 yaitu vibro
cholera dan disenteriform. Gejala spesifik vibro cholera biasanya mengalami diare hebat,
warna tinja seperti cucian beras serta berbau. Sedangkan gejala spesifik disenteriform,
mengalami tinja yang berlendir dan berdarah.
a. Diare Karena Penyapihan
Sebagian besar anak yang terkena diare berusia antara 6 bulan sampai 2 tahun. Ini
merupakan saat-saat anak belajar makan makanan dan minuman lain disamping air susu ibu.
Sementara itu makanan yang dimakan anak mungkin mengandung banyak kuman. Ini
menyebabkan infeksi usus dan anak terkena diare.
Pada saat yang sama anak tidak dapat tumbuh dengan baik karena ia tidak mendapat
cukup makanan. Karena ia tidak tumbuh dengan baik, ia sedikit kurang gizi. Kedua hal ini,
yaitu infeksi usus dan malnutrisi, mengakibatkan diare menjadi penyakit yang umum terjadi
pada anak-anak berusia antara 6 bulan sampai 2 tahun.Diare disebabkan perubahan pada
makanan anak dari air susu ibu ke makanan (anak mulai disapih). Inilah sebabnya mengapa
disebut diare karena penyapihan.
b. Penyebab Diare Berdasarkan Patologisnya:
a. Gangguan Osmotik
Akibat ada makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan
osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan eletrolit kedalam
rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk
mengeluarkannya sehingga timbul diare.
b. Gangguan Sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misal oleh toksin) pada dinding usus akan terjadi
peningkatan sekresi air dan eletrolit kedalam rongga usus dan selanjutnya diare timbul
karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
c. Gangguan Motilitas Usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap
makanan, sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan
mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare pula.
c. Lingkaran Setan Malnutrisi dan diare.
Diare merupakan contoh yang baik lingkaran setan malnutrisi dan infeksi-infeksi yang
menjadi diare. Gambar dibawah menunjukkan bagaimana diare memperburuk malnutrisi dan
bagaimana malnutrisi memperburuk diare.

3. Jenis-jenis penyakit diare pada anak.


a) Diare Akut
Diare Akut adalah diare yan terjadi secara mendadak dan berlangsung kurang dari 7
hari pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat.
b) Disentri
Disentri adalah diare yang disertai darah dalam tinja. Penyebab yang sering adalah
Shigella, khususnya S. Flexneri dan S. Dysenteriae tipe 1. Penyebab lain seperti
Compylobacter Jejuni terutama pada bayi dan yang lebih jarang adalah Salmonella. Infeksi
yang berat adalah oleh Escherecia Coli. Sedangkan Entamoeba Histolytica menyebabkan
disentri pada anak yang lebih besar, tetapi jarang pada balita.
c) Diare Persisten
Diare persisten adalah episode diare yang mula-mula bersifat akut namun
berlangsung selama 14 hari atau lebih. Diare Persisten dibedakan dari diare melanjut, yaitu
episode diare akut yang melanjut hingga berlangsung selama 7-14 hari.

3.1 Patofisiologi Diare


1. Diare sekretorik

Diare tipe ini disebabkan oleh sekresi air dan elektrolit ke dalam usus halus. Hal ini
terjadi apabila absorbsi natrium gagal sedangkan sekresi klorida terus berlangsung. Diare ini
dsebabkan oleh aktifnya enzim adenil siklase yang menyebabkan sekresi aktif air, ion Cl, K,
dan Na. Padahal zat-zat tersebut seharusnya diserap bukan dieksresi. Sehingga jika Zat-zat
tersebut tidak terserap maka air juga tidak akan terserap karena penyerapan air dalam usus
dilakukan oleh mukosa usus dibantu dengan kehadiran zat-zat tersebut. Jika air yang di
transferkan ke kolon terlalu banyak maka terjadilah diare. Yang khas secara klinis pada diare
ini yaitu ditemukan diare dengan volume tinja yang banyak sekali. Diare tipe ini akan tetap
berlangsung walaupun dilakukan puasa makan/minum.

2. Diare osmotik

Diare ini terjadi karena tinggiya tekanan osmotic di lumen usus yang menyebabkan
tidak terserapnya air di kolon sehingga menimbulkan watery diarrhea. Tekanan osmotic yang
tinggi ini paling sering disebabkan oleh malabsorbsi karbohidrat atau obat-obat/zat kimia
yang hiperosmotik (antara lain MgSO4, Mg(OH)2). Jika air dalam kolon tidak dapat diserap
dengan baik maka jumlah air dalam kolon akan berlebih sehingga terjadilah diare.

3. Diare Invasif

Diare ini terjadi karena invasi mikroorganisme ke dalam usus sehingga menyebabkan
kerusakan pada mukosa usus sehingga nutrisi dan cairan dalam usus tidak terabsorbsi dengan
baik. Pada diare invasive ini umumnya disebabkan oleh rotavirus dan diare oleh rotavirus ini
tidak berdarah. Nmaun jika yang menginvasi adalah bakteri shigella, salmonella,
campylobacter, EIEC (Enteroinvasive E.coli), dan yarsinia diare invasive ini menjadi diare
berdarah.

4. Malabsorpsi asam empedu dan lemak

Diare tipe ini didapatkan pada gangguan produksi micelle empedu dan penyakit-
penyakit saluran bilier dan hati.

5. Defek sistem pertukaran anion/transport elektrolit aktif di enterosit

Diare tipe ini disebabkan adanya hambatan mekanisme transport aktif NA+K+AT
Pase di enterosit dan absorpsi Na+ dan air yang abnormal.

6. Motilitas dan waktu transit usus yang abnormal

Diare tipe ini disebabkan hipermotilitas dan iregularitas motilitas usus sehingga
menyebabkan absorpsi yang abnormal di usus halus. Penyebabnya antara lain: diabetes
mellitus, pasca vagotomi, hipertiroid.

7. Gangguan permeabilitas usus

Diare tipe ini disebabkan permeabilitas usus yang abnormal disebabkan adanya
kelainan morfologi membran epitel spesifik pada usus halus.

4. Manifestasi Klinis Terjadinya Diare pada Anak


Mula-mula bayi dan anak menjadi cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat,
nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja cair dan mungkin
disertai lender dan atau darah. Warna tinja makin lama berubah menjadi kehijau-hijauan
karena tercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya lecet karena seringnya
defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat makin banyaknya asam laktat yang
berasal dari laktosa yang tidak dapat diabsorbsi usus selama diare. Gejala muntah dapat
terjadi sebelum atau sesudah diare dan dapat disebabkan oleh lambung yang turut meradang
atau akibat gangguan keseimbangan asam-basa dan eletrolit. Bila penderita telah kehilangan
banyak cairan dan eletrolit, maka gejala dehidrasi mulai tampak. Berat badan turun, turgo r
kulit berkurang, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung. Selaput lendir bibir dan mulut
serta kulit tampak kering.
5. Patofisiologi Penyakit diare.
Diare disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya ada faktor infeksi, proses ini
diawali dengan adanya mikroorganisme atau kuman yang termasuk ke saluran pencernaan
sehingga kuman penyebab diare berkembang didalam usus, setelah terjadi perubahan pada
kapasitas usus mengakibatkan gangguan usus dalam mengabsorbsi cairan dan elektrolit,
karena adanya toksin bakteri yang mengakibatkan gangguan usus dalam mengabsorbi cairan
dan elektrolit, karena adanya toksin bakteri yang mengakibatkan sistem transport aktif dalam
usus sehingga sel mukosa mengalami iritasi kemudian mengakibatkan sekresi cairan dan
elektrolit meningkat. Faktor malabsorbsi merupakan kegagalan dalam melakukan absorbsi
yang mengakibatkan tekanan osmotik sehingga terjadi gastroentitis. Ketiga, faktor makanan
dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu diserap dengan baik sehingga terjadi
peningkatan dan penurunan peristaltik yang mengakibatkan penurunan dan kesempatan untuk
menyerap makanan yang kemudian menyebabkan gastroenteritis (Iswari, 2011).
Akibat dari diare akan terjadi beberapa hal sebagai berikut:
1) Kehilangan air (Dehidrasi)
Dehidrasi terjadi karena kehilangan cairan lebih banyak dari pemasukan (input), ini
merupakan penyebab terjadinya kematian pada diare. Gangguan kesimbangan asam basa
(metabolik asidosis). Hal ini terjadi karena kehilangan Na-bicarbonat bersama tinja.
Metabolisme lemak tidak sempurna sehingga benda kotor tertimbun dalam tubuh, terjadinya
penimbunan asam laktat karena adanya anorexia jaringan. Produk metabolisme yang bersifat
asam meningkat karena tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguria/anuria) dan
terjadinya pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler kedalam cairan intraseluler.
2) Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi pada 2-3% anak yang menderita diare, lebih sering pada anak
yang sebelumnya telah menderita KKP. Hal ini terjadi karena adanya gangguan
penyimpanan/penyediaan glikogen dalam hati dan adanya gangguan absorbsi glukosa.
Gejala hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah menurun hingga 40 mg% pada
bayi dan 50% pada anak-anak.
3) Gangguan Gizi
Terjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat, hal ini disebabkan oleh:
a. Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare atau muntah yang bertambah
hebat.
b. Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengeluaran dan susu yang encer ini
diberikan terlalu lama.
c. Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi dengan baik karena
adanya Hiperperistaltik.
4) Gangguan Sirkulasi
Sebagai akibat dari diare dapat terjadi renjatan, shok hipovolemik, akibatnya perfusi
jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat, dapat mengakibatkan
pendarahan otak, kesadaran menurun dan bila tidak segera diatasi pasien akan meninggal.
6. Komplikasi
Akibat diare dapat terjadi komplikasi sebagai berikut:
1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik, atau hipertonik). Dehidrasi dibagi
menjadi tiga bagian yaitu dehidrasi ringan, dehidrasi sedang dan dehidrasi berat. Dapat
dikatakan dehidrasi ringan apabila persentase dari cairan tubuh yang hilang kurang dari
5% BB, dehidrasi sedang apabila persentasen cairan tubuh yang hilang 5-10% BB,
sedangkan dehidrasi berat apabila persentase cairan tubuh yang hilang lebih dari 5-10%
BB.
Tanda dan Gejala Dehidrasi (Kehilangan Sejumlah Besar Cairan Tubuh):
a. Dehidrasi Ringan Sampai Sedang :
 Kurang bersemangat untuk bermain.
 Frekuensi berkemih kurang dari biasanya (mengompol kurang dari enam kali
per hari).
 Bibir dan mulut kering.
 Saat menangis, air mata sedikit.
 Ubun-ubun cekung pada bayi atau balita.
b. Dehidrasi Berat (sama dengan diatas namun ditambah dengan:
 Sangat rewel.
 Tidur berlebihan.
 Mata cekung.
 Dingin, perubahan warna pada kaki dan tangan.
 Kulit berkerut.
 Tidak berkemih selama beberapa jam.
2. Hypernatremia yang biasanya terjadi pada diare yang diertai muntah, menurut penelitian
jurmalis, Sayoeti, dan Dewi (2009), menemukan bahwa 10,3% anak yang menderita diare
akut dengan dehidrasi berat hypernatremia.
3. Hipokalemia (dengan gejala mekorismus, Hiptoni Otot, lemah, Bradikardi dan perubahan
pada pemeriksaan EKG. Hypokalemia terjadi karena kurangnya kalium (K) selama
rehidrasi yang menyebabkan terjadinya hypokalemia ditandai dengan kelemahan otot,
peristaltic usus berkurang, gangguan fungsi ginjal, dan aritmia (Andri, 2015).
4. Hipoglikemia. Hipoglikemia sering terjadi pada anak yang sebelumnya pernah
mengalami malnutrisi. Hipoglikemia dapat mengakibatkan koma tanpa sebab yang pasti
atau belum diketahui penyebabnya, yang kemungkinan dikarenakan cairan eksteseluler
menjadi hipotonik dan air masuk ke dalam cairan intraseluler sehingga menjadi edema
otak yang mengakibatkan koma
5. Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim lactase karena kerusakan vili
mukosa usus halus.
6. Gangguan gizi. Biasanya terjadi karena asupan makanan yang kurang dan output yang
berlebihan. Hal ini akan bertambah berat bila pemberian makanan dihentikan, serta
sebelumnya penderita sudah mengalami kekurangan gizi
7. Demam. Demam sering ditemui pada kasus diare, yang biasanya timbul jika penyebab
diare berinvasi ke dalam sel epitel usus (Grace&Jerald, 2010). Bakteri yang masuk ke
dalam tubuh dianggap sebagai antigen oleh tubuh, bakteri tersebut mengeluarkan toksin
lipopolisakarida dan membrane sel. Sel yang bertugas menghancurkan zat-zat toksi atau
infeksi tersebut adalah neutrophil dan makrofag dengan cara fagosistosis. Sekresi fagosik
menginduksi timbulnya demam (Ariani, 2016).
8. Gangguan sirkulasi. Pada diare akut kehilangan cairan dapat terjadi dalam waktu yang
singkat, apabila kehilangan cairan lebih dari 10% BB Karena penderita dapat mengalami
syok atau pre-syok yang disebabkan oleh berkurangnya volume darah (hipovolemia).
9. Gangguan asam-basa. Gangguan asam-basa ini dapat terjadi akibat kehilangan cairan
elektrolit (bikarbonat) dari dalam tubuh, sebagai ganti biasanya tubuh akan bernafas lebih
cepat dari biasanya untuk membantu meningkatkan pH arteri.
7. Penatalaksanaan medik
Kematian karena diare berat disebabkan oleh dehidrasi. Karena itu bagian terpenting
pada pengobatan diare adalah memberikan anak banyak minum cairan secepat mungkin
begitu anak mulai diare. Ini akan mencegah anak mengalami dehidrasi. Anak yang menderita
dehidrasi dengan dehidrasi harus direhidrasi di rumah sakit atau pusat kesehatan. Sebagian
besar anak menderita diare tanpa dehidrasi. Orang tua dapat merawat anak tersebut di rumah.
Anda harus mengajar orang tua bagaimana merawat anak yang diare. Mereka harus
memberikan anak cairan tambahan.
Makanan juga penting. Ingat lingkaran setan antara diare dan malnutrisi. Karena itu
orang tua harus diberi tahu untuk tetap meneruskan pemberian makanan kepada anak-anak
yang terkena diare. Pengobatan diare meliputi dua “M”, Makanan dan Minuman (Cairan).
A. Penatalaksanaan anak diare tanpa dehidrasi di klinik atau rawat jalan :
1. Tanyakan
a). Berapa kali anak diare.
b). Berapa kali anak muntah.
c). Apakah anak dapat minum.
2. Lihat tanda-tanda dehidrasi seperti mulut kering, mata cekung, fontanela cekung,
hilangnya elastisitas kulit (kulit keriput), dan timbanglah anak.
3. Periksa adanya tanda-tanda penyakit lain (otitis media, pneumonia, malaria,
malnutrisi, anemia) dan obati jika ada.
4. Rabalah abdomen dengan cermat untuk melihat jika ada kasus-kasus bedah yang
menyebabkan diare (pigbel, intususepsi, apendisitis).
5. Buat secangkir besar larutan gula dihadapan ibu. Minumkan kepada anak.
6. Beri tahu orang tua untuk memberikan anak mereka cairan tambahan seperti air
gula, air biasa, teh encer, air kelapa, kuah sup, air rebusan beras, sari buah segar.
Cairan yang diberikan tergantung yang dimiliki orang tua. Beri tahu orang tua untuk
memberikan satu cangkir cairan ini setiap sekali buang air besar. Cairan ini harus
diberikan setiap 1 sampai 3 jam (paling sedikit 6 kali sehari).
7. Beri tahu ibu untuk terus memberikan air susu ibu dan makanan.
8. Berikan obat antimalaria jika demam.
9. Jangan berikan antibiotik atau sulfadimidin kecuali anak menderita penyakit lain
seperti pneumonia, otitis media.
10. Jangan berikan obat-obat anti diare seperti kaolin, lomotil.
11. Beri tahu orang tua untuk segera kembali jika:
a. Diare bertambah berat; atau
b. Anak muntah-muntah; atau
c. Anak tidak mau minum; atau
d. Ada tanda-tanda dehidrasi; atau
e. Diare tidak membaik setelah 2 hari.
B. Diare dengan Dehidrasi Ringan atau Sedang
Anak yang menderita diare dengan dehidrasi ringan atau sedang harus direhidrasi
dengan Larutan Rehidrasi Oral (LRO). Larutkan 1 bungkus garam rehidrasi oral kedalam
1 liter (1000 ml) air bersih. Penting untuk diingat bahwa LRO harus dibuat dengan cara
yang benar yaitu, 1 bungkus dilarutkan dengan 1 liter air. Biarkan anak minum LRO
sebanyak ia mampu minum. Ia harus minum 1 cangkir besar LRO setiap 2-3 jam, boleh
lebih jika ia mau. Jika anak muntah, tunggu 10 menit dan mulai berikan LRO lagi.
Anak harus terus mendapatkan air susu ibu disamping minum LRO. Jika anak tidak
disusui, setiap minuman ketiga sebaiknya diberikan air tawar, maksudnya setelah 2 kali
minum LRO, diberikan 1 kali minum air tawar. Hentikan pemberian LRO jika anak tidak
lagi kelihatan dehidrasi dan diarenya sudah berhenti. Jika mata kelihatan bengkak anda
harus menghentikan pemberian LRO. Karena bengkak pada kelopak mata menunjukkan
tanda-tanda overhidrasi.
Jika anak dengan dehidrasi ringan sampai sedang tidak dapat minum dengan baik,
LRO diberikan dengan selang nasogastrik atau tetesan nasogastrik. Pastikan selang ini
masuk sampai lambung dan bidailah siku anak. Berikan 20 mg/kg BB segera, selanjutnya
10-20 ml/kg BB/jam sampai tidak ada tanda-tanda dehidrasi atau sampai anak bisa
minum dengan baik.
3-5 kg : 50 ml/jam
6-9 kg : 100 ml/jam
10 kg atau lebih : 150 ml/jam
Jika anak sudah diberikan LRO tetap dehidrasi atau jika tidak ada perbaikan setelah 4
jam pemberian LRO anda harus memberikan cairan intravena.
jika anda tidak mempunyai bungkusan LRO anda dapat membuatnya sendiri.
Campurkan 1 sendok teh peres garam kedalam 1 liter (1000 ml) air minum bersih. Cicipi
larutan ini untuk meyakinkan larutan ini tidak terlalu asin, rasanya tidak boleh lebih asin
dari air mata. Kemudian masukkan 8 sendok teh peres gula. Sedikit sari buah segar atau
air kelapa dapat ditambahkan kedalam cairan ini untuk memberikan rasa yang lebih enak
dan menambah kalium.
Larutan gula garam ini mengandung 3 bahan utama LRO (gula, garam,dan air). Gula
biasa (sukrosa) dipecah dalam usus menjadi glukosa. Glukosa membawa natrium, yaitu
garam biasa (natrium klorida), menembus dinding usus, ia juga menarik air ikut masuk
kedalam darah.
C. Diare dengan Dehidrasi Berat
Anak dengan dehidrasi berat atau dehidrasi ringan sampai sedang yang tidak
membaik dengan pemberian LRO atau yang mengalami pembesaran abdomen
memerlukan rehidrasi intravena disamping rehidrasi oral.
Gunakan 2,5% dekstrosa (glukosa) dalam larutan ½ Darrow (Larutan salin dengan
kalium dan laktat). Ini merupakan cairan terbaik. Jika tidak ada, dapat digunakan 4,3%
dekstrosa (glukosa) dalam 1/5 normal (0,18%) salin (glukosa-salin). Jika digunakan cairan
glukosa-salin karena larutan ½ Darrow tidak tersedia, tambahkan ¾ ampul kalium klorida
(1,5 gr atau 6 ml larutan kalium klorida 25%) kedalam 1liter (1000 ml) glukosa-salin.
Jumlah cairan intravena yang harus diberikan:
1. Berikan 20 ml/kg cairan intravena, cepat.
Berat badan dalam kg x 20 = jumlah cairan dalam ml yang harus diberikan dengan cepat.
3-5 kg : berikan 100 ml cepat
6-9 kg : berikan 150 ml cepat
10-14 kg : berikan 250 ml cepat
15-19 kg : berikan 350 ml cepat
20-29 kg : berikan 500 ml cepat
30.49 g : berikan 700 ml cepat
2. Periksa kembali anak. Jika anak masih kelihatan dehidrasi berat, ulangi jumlah diatas,
diberikan secara cepat. Jika keadaan membaik, turunkan jumlah tetesan.
3. Lambatkan tetesan:
3-5 kg : berikan 125 ml/jam (7 tetes/menit)
6-9 kg : berikan 50 ml/jam (13 tetes/menit)
10-14 kg : berikan 75 ml/jam (20 tetes/menit)
15-29 kg : berikan 100 ml/jam (25 tetes/ menit)
30-49 kg : berikan 150 ml/jam (40 tetes/menit)
Jangan menggunakan (dan memboroskan) tabung buret pediatrik. Berikan tanda pada
botol intravena batas cairan yang harus habis setiap jam. Kemudian periksalah setiap jam
apakah cairan sudah turun sampai batas yang telah dibuat. Anda harus sering melihat hidrasi
anak paling sedikit setiap 4 jam. Pastikan ia tidak menjadi semakin dehidrasi atau malah
terlalu banyak cairan. Jika dehidrasi tetap berat, sejumlah cairan seperti pada nomor 1 diatas
dapat diulangi, diberikan dengan cepat. Tetesan harus segera dihentikan jika terjadi
overhidrasi (terlalu banyak cairan intravena yang diberikan). Keadaan ini ditunjukan dengan
pembengkakan kelopak mata.
Hidrasi anak harus dinilai setiap 4 jam dan dicatat dalam grafik. Grafik memuat
frekuensi buang air besar, jumlah muntahan, frekuensi kencing, bagaimana kemampuan
minum anak, tingkat kesadaran, mata (cekung, normal, atau membengkak), mulut dan lidah,
pernapasan, elastisitas kulit, denyut nadi da fontanela (pada bayi).
Cairan intravena harus dihentikan jika anak sudah dapat minum dengan baik, tidak
muntah dan tidak ada tanda dehidrasi. Cairan intravena juga dihentikan jika ada tanda-tanda
overhidrasi seperti pembengkakan pada mata.
8. Penatalaksanaan Diare
Prinsip perawatan diare dari Buku Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita oleh
Vivian Nanny Lia Dewi (2011) sebagai berikut:

1. Pemberian cairan (Jenis cairan, cara pemberian dan jumlah).


Pada pasien diare yang harus slalu diperhatikan adalah cairannya kurang (dehidrasi)
atau tidak, pemantauan derajat dehidrasi dan keadaan umumnya. Pada pasien dehidrasi
ringan dan sedang diberikan peroral berupa cairan yang berisi NaCl danNa, HCO, K
dan glukosa atu juga bisa diberikan bahan rumah seperti air tajin yang diberikan gula
dan garam untuk melakukan pencegahan awal sebelum dibawah kerumah sakit agar
tidak terjadi dehidrasi yang berlebihan (Iswari, 2011).
2. Diatetik (pemberian makanan dan minuman).
Pemberian diatetik ini bertujuan untuk menyembuhkan dan memelihara kesehatan.
Untuk anak dibawah umur satu tahun dengan berat badan kurang dari 7 kg maka jenis
makanan yang diberikan adalah ASI dan susu formula yang menganduk laktosa rendah
dan asam, lemak tidak jenuh (LLM), makanan setengah padat (bubur ataupun nasi
tim). Makanan yang diberikan harus mengandung kalori dan bersih. Prinsip dari
diatetik adalah BESE (Oral, Breast Feed, Early Feeding Stimulaneoly with education)
(Suraatmadja, 2009).
3. Obat-obatan.
Pada penderita diare, pemberian jumlah cairan yang diberikan sebanyak 100
ml/kgBB/hari sebanyak 2 jam sekali tetapi jika diare tanpa dehidrasi di berikan 50%
cairan dalam 4 jam pertama dan sisanya adlibitum. Jika disesuaikan dengan umur anak
yang berusia 6 tahun diberikan 400cc atau 2 gelas. Apabila dehidrasi ringan dan
diarenya 4 kali sehari, maka diberikan cairan 25-100 ml/kg/BB per-hari atau setiap dua
jam sekali. Dan pemberian oralit dapat diberikan sebanyak ± 100 ml/kg/BB setiap 4-6
jam pada kasus dehidrasi ringan sampai berat.
4. Teruskan pemberian ASI karena bisa membantu meningkatkan daya tahan tubuh anak.
Menurut Kementrian Kesehatan RI (2011), mengungkapkan bahwa terdapat beberapa
langkah dalam menuntaskan diare:
1) Oralit Osmolaritas Rendah. Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan
mulai dari dalam rumah dengan memberikan oralit, bila didalam rumah tidak tersedia
oralit dapat diberikan lebih banyak cairan yang mempunyai osmolaritas rendah seperti
air tajin, kuah sayur dan air matang. Apabila sudah terjadi dehidrasi terutama pada
anak, maka harus segera dibawa ke petugas kesehatan atau sarana kesehatan untuk
mendapatkan pengobatan yang cepat dan tepat dengan oralit (Kementrian Kesehatan
RI, 2011).
2) Pemberian zinc selama 10 hari berturut-turut. Zinc adalah salah satu mikronutrien
yang penting didalam tubuh. Zinc mampu menghambat enzim INOS (Induclibe Nitric
Oxide Synthase), yang meningkat selama diare dan berperan pada epitelisasi dinding
usus sehingga tidak terjadi kerusakan morfologi dan fungsi elama kejadian diare.
Umunya diare juga dapat kehilangan zinc yang menyebabkan defisiensi menjadi lebih
berat. Pemberian zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat
keparahan diare, mengurangi frekuensi BAB, mengurangi volume tinja, serta
menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya. Pemberian zinc
untuk anak umur kurang dari 6 bulan diberi 10 mg (1/2 tablet) dalam sehari,
sedangkan untuk anak usia lebih dari 6 bulan dapat diberikan 1 tablet dalam sehari.
Pemberian zinc harus tetap diberikan selama 10 hari meskipun diare udah membaik
(Kementrian Kesehatan RI, 2011).
3) Pemberian ASI. Dalam diare harus tetap diberikan makan karena tujuannya adalah
untuk memberikan gizi pada penderita, terutama pada anak supaya anak dapat tetap
tumbuh kuat serta mencegah kekurangan berat badan. Anak yang masih minum ASI
haru lebih sering lagi untuk diberikan ASI, begitu pula dengan anak yang minum susu
formula juga harus diberikan lebih sering dari biasanya. Jika anak dengan usia lebih
dari 6 bulan yang sudah mendapatkan makanan padat harus diberikan makanan yang
mudah dicerna sedikit demi sedikit tetapi sering (Kementrian Kesehatan RI, 2010).
4) Pemberian Antibiotik jika ada indikasi. Dalam pemberian antibiotik tidak bisa
digunakan secara rutin hanya karena diare biasa. Antibiotik hanya boleh digunakan
pada anak jika anak mengalami diare berdarah, suspek kolera, dan infeksi di luar
saluran pencernaah yang berat seperti pneumonia (Kementrian Kesehatan RI, 2010).

9. Pencegahan Penyakit Diare

Pencegahan yang dapat dilakukan untuk anak dari penyakit diare yang benar dan
efektif (Kementrian Kesehatan RI, 2011), yang dapat dilakukan adalah:

1. Perilaku Sehat

1) Pemberian ASI

ASI merupakan makanan yang paling baik bagi bayi. Komponen zat makanan yang
tersedia dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap secara
optimal oleh bayi. Hanya dengan ASI saja sudah sangat cukup untuk menjaga
pertumbuhan bayi sampai umur 6 bulan dan tidak ada makanan tambahan lain yang
dibutuhkan selama masa 6 bulan ini. Sifat dari ASI sangat steril, berbeda dengan
sumber susu yang lain seperti susu formula atau cairan lain yang disipakan dengan air
atau bahan-bahan yang mudah terkontaminasi seperti botol yang kotor. Hanya dengan
pemberian ASI tanpa cairan atau makanan lain dan tanpa menggunakan botol dapat
menghindarkan anak dari bahaya bakteri dan organisme lain yang dapat menyebabkan
penyakit diare. Biasanya disebut dengan ASI eksklusif (Wijaya, 2013).

ASI mempunyai khasiat yang preventif secara imunologik dengan adanya


antibodi dan zat-zat lain yang dikandungnya. ASI juga ikut turut serta dalam
memberikan perlindungan diare. Pada bayi yang baru lahir, pemberian ASI secara
penuh dapat melindungi 4 kali lebih besar dibandingan dengan susu formula/susu
botol. Flora normal pada usus bayi yang disusui mencegah timbulnya bakteri pada
botol susu formula yang beresiko tinggi dapat menyebabkan diare sehingga dapat
menimbulkan terjadinya gizi buruk (Nuraeni, 2011).

2) Makanan Pendamping ASI

Pemberian makanan PASI adalah saat dimana bayi secara bertahap mulai
dibiasakan dengan makanan yang dimakan orang dewasa. Perilaku pemberian
makanan PASI yang baik meliputi perhatian terhadap kapan, apa, dan bagaimana
makanan PASI diberikan. Terdapat beberapa saran untuk meningkatkan pemberian
makanan PASI, yaitu perkenalkan makanan yang lunak terlebih dahulu ketika anak
berumur 6 bulan dan tetap diteruskan dengan ASI, berikan makanan lebih sering (4x
sehari). Pada umur 9 bulan tambahkan macam-macam makanan, berikan makan lebih
sering dalam sehari 4 kali. Setelah anak berumur 1 tahun berikan semua makanan
yang dimasak dengan baik dalam sehari 4-6 kali, serta teruskan pemberian ASI
(Nuraeni, 2012).

Tambahkan minyak, lemak dan gula ke dalam nasi atau bubur dan bijibijian
untuk memberikan energi pada anak. Tambahkan juga hasil olahan dari susu, telur,
ikan daging, kacang-kacangan, buah-buahan dan sayuran yang berwarna hijau
didalam makanannya. Mencuci tangan sebelum menyiapkan makanan anak dan
sebelum menyuapi anak. Masak makanan dengan benar, simpan sisanya pada tempat
yang dingin dan panaskan dengan benar sebelum diberikan kembali kepada anak
(Nuraeni, 2012).

3) Menggunakan Air Bersih yang Cukup.

Penularan oleh kuman infeksi penyebab diare ditularkan melalui faceoral,


kuman tersebut dapat ditularkan bila masuk ke dalam mulut melalui makanan,
minuman atau benda-benda yang tercemar oleh tinja. Misalnya dari jari-jari tangan,
wadah maupun makanan yang dicuci oleh air yang tercemar. Masyarakat yang
terjangkau dengan air bersih mempunyai resiko rendah menderita diare dibandingkan
dengan masyarakan yang tidak mendapatkan/susah adanya air bersih (Kementrian
Kesehatan RI, 2011).

Masyarakat dapat mengurangi resiko terhadap serangan diare yaitu dengan


menggunakan air yang bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi mulai dari
sumbernya sampai di tempat penyimpanan di dalam rumah, seperti simpan air dalam
tempat yang bersih dan tertutup serta gunakan gayung khusus untuk mengambil air,
jaga sumber air dari pencemaran oleh binatang dan untuk mandi anak-anak, minum
air yang sudah matang (air yang sudah dimasak sampai mendidih), dan cuci semua
peralatan masak serta peralatan makan dengan air yang bersih (Kementrian
Kesehatan RI, 2011).

4) Mencuci Tangan.

Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting


dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun,
terutama setelah buang air besar, sesudah buang tinja dari anak, sebelum menyiapkan
makanan, sebelum menyuapi anak dan sebelum makan, mempunyai dampak dalam
kejadian diare. Dengan kebiasaan mencuci dapat menurunkan angka kejadian diare
sebesar 47% (Wijaya, 2013).

5) Menggunakan Jamban.
Didalam beberapa negara membuktikan bahwa upaya penggunaan jamban
mempunyai dampak yang besar dalam penurunan resiko terhadap penyakit diare. Ada
beberapa yang perlu diperhatikan dalam penggunaan jamban yaitu keluarga yang
mempunyai jamban harus difungsikan dengan baik dan dapat dipakai oleh seluruh
anggota keluarga, jamban harus selalu dibersihkan secara teratur dan selalu
menggunakan alas kaki jika ingin buang air besar (Ernawati, 2012).

6) Membuang Tinja Bayi dengan Benar.


Banyak orang tua dan masyarakat beranggapan bahwa membuang tinja
seorang bayi tidak akan berbahaya karena tinja dari bayi tidak dapat menularkan
penyakit pada anak-anak dan orang tuanya. Hal ini sangat tidak benar, karena tinja
baik orang dewasa maupun bayi jika tidak dibuang secara benar maka akan dapat
menularkan penyakit (Kementrian Kesehatan RI, 2010).
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh keluarga dalam membuang
tinja bayi yang benar seperti mengumpulkan segera tinja bayi dan buang di dalam
jamban; ajari dan bantu anak untuk buang air di tempat yang bersih dan mudah di
jangkau oleh anak; apabila tidak ada jamban, pilih tempat untuk membuang tinja
(membuat lubang) setelah selesai langsung ditimbun; dan bersihkan dengan benar
setelah buang air besar dan ajarkan cuci tangan dengan sabun setelah buang air besar
(Kementrian Kesehatan RI, 2010).
7) Pemberian Imunisasi Campak.
Pemberian imunisasi campak ini sangatlah penting untuk mencegah agak
anak tidak terkena penyakit campak. Pemberian imunisasi campak dapat diberikan
setelah umur 6 bulan. Anak yang terkena penyakit campak biasanya disertai diare,
sehingga pemberian imunisasi campak sangatlah penting karena dapat mencegah
diare. Pemberian imunisasi secara lengkap dapat memberikan pencegahan terhadap
berbagai penyakit terutama penyakit diare (Wijaya, 2013).
8) Penyehatan Lingkungan
1) Penyediaan Air Bersih. Terdapat beberapa penyakit yang penularannya
melalui air seperti diare, kolera, disentri, hepatitis, penyakit kulit, penyakit mata, dll
maka penyediaan air bersih baik secara kualitas maupun kuantitas mutlak diperlukan
untuk memenuhi kebutuhan air dalam sehari-hari termasuk menjaga kebersihan diri
dan lingkungan (Kementrian Kesehatan RI, 2011).
2) Pengelolahan Sampah. Sampah merupakan sumber penyakit dan tempat
berkembang biaknya faktor penyakit seperti lalat, nyamuk, tikus, kecoak, dsb. Selain
itu juga sampah dapat mencemari tanah dan menimbulkan gangguan kenyamanan dan
estetika seperti bau yang tidak sedap dan pemandangan yang tidak enak untuk dilihat.
Oleh karena itu, pengelolahan sampah sangatlah penting untuk mencegah dari
penularan penyakit. Tempat sampah haruslah selalu disediakan dan harus dibuang
setiap harinya di tempat penampungan semestara. Bila tidak terjangkau oleh
pelayanan pembuangan sampah ke tempat pembuangan akhir, bisa dilakukan
pemusnaan sampah dengan cara dibakar atau bisa juga dengan cara ditimbun
(Wijaya, 2013).
3) Sarana Pembuangan Air Limbah. Air limbah yang dihasilkan oleh pabrik
maupun rumah tangga haruslah dikelolah sedemikian rupa agar tidak menjadi sumber
penyakit yang menular. Sarana pembuangan air limbah yang tidak memenuhi syarat
akan menimbulkan bau yang tidak sedap, mengganggu estetika dan dapat menjadi
tempat perindukan dari nyamuk dan tempat sarangnya tikus-tikus, dengan kondisi
seperi ini dapat menimbulkan atau dapat berpotensi menularkan penyakit seperti
leptospirosis, filariasis untuk daerah yang endemis filariasis. Bila terdapat saluran
pembuangan air limbah di sekitar lingkungan, maka wajib dibersihkan secara rutin
agar limbah dapat mengalir, tidak menimbulkan bau yang tidak sedap, dan tidak
menjadi tempat perindukan dari nyamuk (Wijaya, 2013).

9.1 Konsep Susu Formula


9.2 Definisi Susu Formula
Menurut Peraturan Pemerintahan (PP) Nomor 33 tahun 2012 tentang
pemberian ASI Eksklusif, susu formula bayi adalah susu yang secara khusus
deformulasikan sebagai pengganti ASI untuk bayi sampai usia 6 bulan. Susu formula
bayi memang diformulasikan khusus untuk bayi untuk menggantikan ASI. Susu
formula merupakan susu botol yang susunan nutrisinya sudah dirubah sedemikian
rupa menyerupai ASI sehingga dapat dikonsumsi oleh bayi tanpa menimbulkan efek
samping (Khasanah, 2011).
Meskipun memiliki susunan nutrisi yang baik, tetapi susu sapi sangat baik
hanya untuk anak sapi, bukan untuk bayi. Oleh karena itu, sebelum dipergunakan
untuk makanan bayi, susunan nutrisi susu formula harus dirubah hingga cocok untuk
bayi. Sebab, ASI merupakan makanan bayi yang ideal sehingga perubahan yang
dilakukan pada komposisi nutrisi susu sapi harus sedemikian rupa hingga mendekati
susunan nutrisi ASI (Khasanah, 2011).
2.2.2 Macam Macam Susu Formula
Menurut Sutomo (2010), susu formula di buat sesui dengan usia bayi, yaitu
mulai dari usia 0-6 bulan, 6-12 bulan, usia balita 1-3 tahun, usia pra-sekolah 3-5
tahun dan usia sekolah 5 tahun ke atas.
Sedangkan menurut Notoatmodjo (2010), klasifikasi susu formula bayi
menurut ESPGAN terbagi menjadi 2 yaitu:
1. Formula awal (Staring Formula). Susu formula yang digunakan mulai dari
lahir sampai usia 12 bulan. Susu formula awal dibagi lagi menjadi 2 yaitu susu
formula awal adaptasi (Adapted formula) dan susu formula awal lengkap (Complete
staring formula).
2. Formula lanjutan (Follow-up formula). Susu formula yang digunakan
untuk usia 6 bulan keatas. Perbedaan susu formula awal dengan susu formula lanjutan
terdapat pada kandungan mineralnya seperti zat besi dan kalsium.
2.2.3 Cara Pemberian Susu Formula
Menurut pasal 7 PP nomor 33 Tahun 2012 tentang pemberian ASI eksklusif
bahwa susu formula dapat diberikan kepada bayi jika terindikasi medis seperti
menderita inborn errors of metabolime (kelainan metabolisme bawaan/KMB) yang
dimana bayi tidak dapat mengkonsumsi ASI dan diharuskan untuk mengkonsumsi
susu formula yang khusus bebas glaktosa; seorang ibu yang terinfeksi HIV; seorang
ibu yang terkena sepsis; seorang ibu yang terinfeksi virus herpes simpleks I dengan
lesi di payudara; ibu yang mengkonsumsi obat psikoterapi sedative, antiepilepsi, dan
kemoterapi; dan terpisah dari ibu atau ibunya tidak ada. Maka dari itu dapat diberikan
susu formula untuk mengganti ASI.
pemberian susu formula sangat perlu diperhatikan takaran dari susu
formulanya karena takaran yang tidak tepat dapat mengganggu pertumbuhan. Jika
pemberian takaran berlebihan dapat menyebabkan mengalami obesitas dini.
Begitupula sebaliknya, jika pemberian takaran susu formula kurang maka dapat
menyebabkan kekurangan gizi. Takaran yang seharusnya diberikan pada anak adalah
satu sendok takar susu dengan 30ml air (Nuraeni, 2012).
2.2.4 Kandungan Susu Formula
Susu formula yang kandungannya sudah dirubah sedemikian rupa agar
kandungannya sama dengan ASI tetapi tidak akan sama 100%. Dalam proses
pembuatan susu formula, kandungannya seperti karbohidrat, protein dan mineral yang
terkandung dalam susu sapi diubah dan ditambahkan vitamin serta mineral sehingga
dapat mengikuti komposisi yang dibutuhkan sesuai untuk bayi berdasarkan kebutuhan
usianya (Nuraeni, 2012).

2.2.5 Kelemahan Susu Formula

Menurut Sutomo (2010), kelemahan susu formula yaitu: kurang praktis


karena harus dipersiapkan terlebih dahulu, tidak dapat bertahan lama, mahal dan tidak
selalu tersedia, cara penyajian harus tepat karena jika tidak dapat menyebabkan
alergi.

Jika menurut Khasanah (2011), kelemahan susu formula sangat banyak


karena terbuat dari susu sapi antaranya kandungan dari susu formula tidak lengkap
seperti ASI, pengenceran yang salah dapat menyebabkan malnutrisi, terkontaminasi
mikroorganisme, menyebabkan alergi, menyebabkan diare dan muntah terhadap bayi,
membuat bayi mudah terserang infeksi, obesitas atau kegemukan, pemborosan,
kekurangan zat besi dan vitamin dan mengandung banyak garam.

2.2.6 Dampak Negatif Pemberian Susu Formula

Menurut Roesli (2009), dampak negative pada bayi yang diberikan susu
formula sebagai berikut:

1. Gangguan saluran pencernaan (muntah dan diare). Saluran pencernaan


bayi dapat terganggu akibat dari pengenceran susu formula yang kurang tepat,
sedangkan susu yang terlalu encer dapat membuat usus bayi susah mencerna karena
terlalu banyak air yang masuk. Sehingga sebelum susu dicerna oleh usus akan
dikeluarkan kembali melalui anus yang mengakibatkan bayi mengalami diare karena
takaran yang sudah disediakan dalam setiap 1 takat sendok susu sudah sesuai dengan
yang dibutuhkan oleh tubuh meskipun masih belum setara dengan ASI (Khasanah,
2011).

2. Infeksi saluran pernapasan. Susu sapi tidak mengandung sel darah putih
yang hidup dan antibiotik sebagai perlindungan tubuh dari infeksi. Proses penyiapan
susu formula yang kurang steril dapat menyebabkan bakteri mudah masuk
(Khassanah, 2011).

3. Meningkatkan resiko serangan asma. ASI dapat melindungi bayi dari


penyakit langka botulism, penyakit ini merusak fungsi saraf sehingga dapat
menimbulkan berbagai penyakit pernapasan dan kelumpuhan otot (Nuraeni, 2012).

4. Meningkatkan kejadian karies gigi susu. ASI dapat mengurangi penyakit


gigi berlubang pada anak (tidak untuk ASI yang di taruh didalam botol), karena
menyusui lewat payudara seperti minum langung dari kran, jika bayi berhenti bayi
berhenti menghisap maka otomatis ASI juga akan berhenti. Sedangkan pada susu
botol tidak. Jadi ASI tidak akan mengumpul pada gigi dan dapat menyebabkan karies
gigi (Nuraeni, 2012).

5. Menurunkan perkembangan kecerdasan kognitif. Susu formula


mengandung glutamate (MSG-Asam amino) yan merusak fungi hypothalamus pada
otak. Glutamate adalah salah satu zat yang diurigai menjadi penyebab autis (Nuraeni,
2012).

6. Meningkatkan resiko kegemukan (obesitas). Kelebihan berat badan pada


bayi yang mendapatkan susu formula diperkirakan karena kelebihan air dan
komposisi lemak tubuh yang berbeda dibandingkan bayi yang mendapatkan ASI
(Khasanah, 2011).

7. Meningkatkan resiko penyakit jantung dan pembuluh darah. ASI


membantu tubuh bayi untuk mendapatkan kolesterol baik, artinya melindungi bayi
dari penyakit jantung pada saat sudah dewasa. ASI mengandung kolesterol tinggi
yang bermanfaat untuk bayi dalam membangun jaringan-jaringan syaraf dan otak.
Susu yang berasal dari sapi tidak mengandung kolesterol ini (Nuraeni, 2012).

8. Meningkatkan resiko infeksi yang berasal dari susu formula yang


tercemar. Wabah Enterobacteri Zakazakii di Amerika Serikat, dilaporkan kematian
bayi berusia 20 hari mengalami demam, takikardia, menurunnya aliran darah dan
kejang pada usia 11 hari (Roesli, 2009).
9. Meningkatkan kurang gizi. Pemberian susu formula yang encer untuk
menghemat pengeluaran dapat mengakibatkan kekurangan gizi karena asupan pada
bayi kurang secara tidak langsung. Kurang gizi juga akan terjadi jika anak sering
sakit, terutama terkena diare dan radang pernapasan (Roesli, 2009).

10. Meningkatkan resiko kematian. Menyusui merupakan tindakan yang


lebih baik daripada memberikan susu formula. karena tindakan memberikan susu
formula meningkatkan resiko kesehatan, antara lainnya adalah peningkatan infeksi
lambung, infeksi otitis media, infeksi perkemihan, resiko penyakit atopik pada
keluarga yang mengalami riwayat penyakit ini, resiko kematian bayi secara
mendadak, resiko diabetes melitus bergantung insulin, dan penyakit kanker pada
anak-anak (Nuraeni, 2012).

2.2.6 Cara Tepat Penyajian Susu Formula Menurut Medkes (2015)

cara yang tepat untuk menyajikan susu formula dilihat dari susu bubuk
formula di simpan dalam wadah seperti apa dengan takaran berapa dan suhu yang
seharusnya dipakai dalam penyimpanan susu bubuk, air yang digunakan merupakan
air apa dan dalam suhu berapa yang harus diberikan untuk pengenceran susu bubuk
dan yang terakhir adalah bagaimana cara sterilisasinya sebuah botol yang akan
digunakan untuk pembuatan susu bubuk formula tersebut.

Pertama adalah susu bubuk harus di simpan di tempat yang kering dan sejuk,
akan tetapi bukan didalam lemari es. Kemasan harus dalam kondisi tertutup rapat
supaya tidak ada bakteri yang mauk. Perhatikan selalu tanggal kadaluarsa dan tanggal
membuka kemasan, karena akan lebih baik jika suus habis dalam kurun waktu 1
bulan setelah kemasan dibuka. Baca juga petunjuk dalam penyajian yang tertera
dalam kemasan (60ml air dengan 2 sendok takar atau 30ml air dengan 1 sendok
takar). Setelah itu simpan susu formula bubuk dalam wadah tertutup dan taruh di
tempat yang sejuk (13º - 24ºC) dan jauh dari kelembapan. Karena kelembapan dapat
membuat susu formula menggumpal dan menurunkan kadar nutrisi yang terkandung
di dalamnya (Magazine, 2018).

Kedua, air yang digunakan adalah air yang direbus sampai mendidih lalu
biarkan mendidih selama 3 menit terlebih dahulu sebelum api dimatikan, lalu
dinginkan air namun jangan sampai suhu air kurang dari 70ºC (sebagai perbandingan
1 L air dengan 30 menit dalam suhu ruangan). Hal ini dilakukan guna untuk
membunuh bakteri Enterobacter sakazakii yang ada di terkandung di dalam susu
formula, selain disebuh dengan air hangat susu formula harus segera diminum atau
disimpan dalam kulkas (refrigerator) untuk mencegah pertumbuhan bakteri E.
Sakazakii. Air yang digunakan juga harus bersih dengan kata lain tidak bau, tidak
berwarna, tidak keruh, tidak berasa suhu antara 10º - 25ºC dan tidak meninggalakan
endapan (Efran, 2018).

Ketiga, pembersihan botol susu bayi adalah dengan air hangat dan sabun cuci
piring kemudian gunakan sikat khusus botol agar dapat menjangkau seluruh bagian
botol dengan mudah tetapi pastikan terlebih dahulu sikat yang akan digunakan untuk
membersihkan botol, kemudian bilas dengan air bersih. Setelah itu harus
mensterilkanbotol susu dengan cara dipisahkan semua bagian (botol, karet dot, cincin
dot dan tutup botol) di dalam panci berisi air, pastikan botol terendam air dan rebus
botol sampai mendidih 3-10 menit. Biarkan botol sering sendiri dengan udara atau
bisa dengan menggunakan tisu jika ingin segera memakainya. Jangan mengelap botol
susu dengan kain lap karena bisa jadi di dalam kain lap terdapat bakteri (Efran, 2018).
TINJAUAN ASUHAN KEBIDANAN

3.1 Subyektif
1) Biodata
a. Identitas Bayi
Nama : Bayi Ani
Tanggal lahir : 8 Juli 2014
Jam : 11.00 WIB
Jenis Kelamin : Perempuan
Anak ke : 1 (Pertama)

b. Identitas Orang Tua


Ibu Suami
Nama : Ny. Marsih Tn. Amin
Umur : 23 Tahun 24 Tahun
Agama : Islam Islam
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia Jawa/Indonesia
Pendidikan : SMA SMA
Pekerjaan : IRT Swasta
Alamat : Bangunharjo, Sewon Bangunharjo, Sewon
Rt. 05/03 Bantul Rt. 05/03 Bantul

2) Alasan Masuk/Kunjungan
Ibu mengatakan ingin memeriksakan bayinya

3) Keluhan Utama
Ibu mengatakan bayinya sudah BAB 5 kali dengan konsistensi cair sejak 2 hari yang lalu

4) Riwayat Penyakit
a. Faktor Genetik (kelainan bawaan/sindrome genetik)
Ibu mengatakan bahwa bayinya tidak memiliki riwayat penyakit dari faktor genetik yaitu
kelainan bawaan/sindrome genetik
b. Faktor Maternal (penyakit jantung, DM, ginjal, hipertensi, asma, penyakit kelamin,
RH/isoimunisasi)
Ibu mengatakan tidak mempunyai riwayat penyakit dari faktor maternal seperti penyakit
jantung, DM, ginjal, hipertensi, asma, penyakit kelamin, RH/isoimunisasi.

5) Riwayat imunisasi
- BBL HB 1

6) Pola pemenuhan sehari-hari


Makan :-
Minum : ASI 4x/hari
BAB : 2x/hari
BAK : 7x/hari
Muntah :-
Pola pemenuhan minum terakhir
Makan :-
Minum : ASI 2x/hari
BAB : 5x/hari
BAK : 7x/hari

3.2 Obyektif

1.      Pemeriksaan Umum


Keadaan umum : baik
Vital sign : S : 37 0C N : 120 x/menit R: 45 x/menit
BB : sebelumnya : 4500 gram (berdasar data sebelumnya)
Sekarang : 4300 gram
Ubun-ubun : tidak cekung
Mata : tidak cekung
Bibir : tidak kering
Anus : tidak lecet
Konsistensi Tinja : cair

Turgor kulit : kembali cepat

3.3 Assesment
Bayi Ani umur 15 hari dengan diare tanpa dehidrasi. Ibu mengatakan bayinya BAB 5 kali
dan bentuknya cair sejak 2 hari yang lalu. Ibu mengatakan bayinya minum seperti biasa.
Keadaan umum bayi baik. Hasil Vital sign :
S : 37 0C N : 120 x/menit R: 45 x/menit
Terdapat penurunan BB sebesar 200 gram. Konsistensi Tinja cair dan turgor kulit kembali
cepat kembali dengan cepat.

3.4 Penatalaksanaan
1. Jelaskan kepada ibu tentang hasil pemeriksaan
Evaluasi : Ibu paham tentang keadaan anaknya dari hasil pemeriksaan
2.  Memberi tahu ibu tentang kemungkinan penyebab diare pada bayinya
Evaluasi : Ibu mengetahui tentang kemungkinan penyebab diare pada bayinya
3. Anjurkan kepada ibu untuk memberikan ASI sesering mungkin agar bayi tidak dehidrasi
Evaluasi : Ibu bersedia memberikan ASInya sesering mungkin kepada bayinya.
4. Anjurkan untuk menjaga personal hygiene bayinya dan menjaga kebersihan lingkungan di
sekitar bayi
Evaluasi : Ibu berkata bahwa ia akan dengan senang hati menjaga kebersihan bayi dan
lingkungannya
5. Beri KIE tentang diare ringan dan berat
Evaluasi : Ibu mengatakan bahwa ia paham tentang diare ringan dan berat
6. Memberi tahu ibu tentang cara pemberian obat dan dosis yang harus diberikan
Tidakan segera :
a. Pemberian zink selama 10 hari berturut-turut
b. Pemberian oralit

Evaluasi : Ibu paham cara pemberian obat dan dosisnya.

7. Berikan obat kepada ibu


Evaluasi : Ibu berterimakasih atas obat yang diberikan dan berjanji akan mengikuti resep
obatnya
8. Beritahu ibu untuk kunjungan ulang
Evaluasi : Ibu menyetujui untuk melakukan kunjungan ulang
9. Dokumentasi hasil tindakan
Evaluasi : Hasil pemeriksaan telah didokumentasikan dalam format SOAP
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa diare adalah suatu peradangan di usus halus,
diare terjadi saat dinding bagian dalam usus terluka. Sehingga tinja menjadi lunak bahkan cair dan
bertambah frekuensi BAB lebih dari biasanya (lebih dari 3 kali). Tinja menjadi lunak/cair karena zat-
zat gizi yang dimakan dan diminum tidak dicerna dengan baik atau tidak diserap oleh usus. Diare atau
yang disebut juga Gastroenteritis, yang menyebabkan banyak kematian pada anak kecil. Kematian
terjadi karena dehidrasi akibat diare dan muntah. Diare dan muntah menyebabkan hilangnya air dan
garam dari dalam tubuh.

Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih patofisiologi/patomekanisme dibawah ini:
1. Diare sekretorik
2. Diare osmotik
3. Diare Invasif
4. Malabsorpsi asam empedu dan lemak
5. Defek sistem pertukaran anion/transport elektrolit aktif di enterosit
6. Motilitas dan waktu transit usus yang abnormal
7. Gangguan permeabilitas usus

Saran
Sebagai calon Bidan professional, sangat penting memperlajari makalah ini karena yang akan
kita hadapi selain dari ibu hamil, ibu bersalin, dan ibu nifas, kita juga akan berhadapan dengan
masalah kesehatan anak, serta untuk menambah pengetahuan dan mengasah keterampilan dalam
mengenal konsep penyakit dan Asuhan Neonatus, Bayi, dan Balita tentang penyakit diare.
DAFTAR PUSTAKA
.

Anda mungkin juga menyukai