Anda di halaman 1dari 19

1

JURNAL
MANAJEMEN AKTIF KALA III

Pembimbing:
Dr. dr. Hotma Partogi Pasaribu, M.Ked (OG), Sp.OG(K)

Disusun oleh:

Gayatthiri Naaidu (130100476)


Kogilavani A/P Mani (130100449)
Shobaanesh A/L Ramarao (130100478)
Vanmathi A/P Raju (130100441)

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2020
i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat, rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah penyuluhan ini yang berjudul
“Manajemen Aktif Kala III”. Penulisan makalah ini adalah salah satu syarat untuk
menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di
Departemen Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Dr. dr.
Hotma Partogi Pasaribu, M.Ked (OG), Sp.OG(K) selaku pembimbing yang telah
memberikan arahan dalam penyelesaian makalah ini. Dengan demikian diharapkan
makalah ini dapat memberikan kontribusi positif dalam sistem pelayanan kesehatan
secara optimal.

Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari


kesempurnaan. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi
perbaikan dalam penulisan makalah selanjutnya

Medan, 20 Maret 2020

Penulis
ii

DAFTAR ISI

Halaman

Kata Pengantar ............................................................................................ i

Daftar isi ....................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1

1.1. Latar belakang......................................................................................... 1


1.2. Tujuan ..................................................................................................... 3
1.3. Manfaat ................................................................................................... 3
BAB II TINJAUN PUSTAKA .................................................................... 4
2. Managemen Aktif Kala III ...................................................................... 4
2.1. Batasan Manajemen Aktif Kala III ....................................................... 4
2.2. Tujuan Manajemen Aktif Kala III ........................................................ 5
2.3. Keuntungan Manajemen Aktif Kala III ................................................ 5
2.4. Fisiologi Persalinan Kala III ................................................................. 5
2.5. Tanda-tanda Lepasnya Plasenta ........................................................... 6
2.6. Langkah-langkah Manajemen Aktif Kala III…………………………. 6
2.7. Kelainan-kelainan atau Gangguan Kala III…………………………… 12
2.8. Pemeriksaan plasenta Kala III………………………………………… 13
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 14
BAB IV DAFTAR PUSTAKA .................................................................... 15
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perdarahan menjadi salah satu penyebab besarnya angka kematian ibu


bertanggung jawab atas 28% kematian ibu. Sebagian besar kasus perdarahan da- lam
masa nifas terjadi karena retensio plasenta dan atonia uteri.1 Ripley (1999) juga
mengatakan bahwa sebab paling umum dari perdarahan pasca persalinan yang terjadi
dalam 24 jam setelah melahirkan ialah atonia uteri (kegagalan rahim berkontraksi
setelah melahirkan). Manajemen persalinan kala III penting mencegah komplikasi.2
Manajemen aktif persalinan kala III merupakan intervensi yang direncanakan
untuk mempercepat pelepasan plasenta dalam mencegah perdarahan post partum
dengan meningkatkan kontraksi rahim sehingga menghindari terjadinya atonia uteri.3
Komponennya adalah: (1) Memberikan obat uterotonika (untuk kontraksi
rahim) dalam waktu dua menit setelah kelahiran bayi; (2) menjepit dan memotong tali
pusat segera setelah melahirkan; (3) melakukan peregangan tali pusat terkendali
sambil secara bersamaan melakukan tekanan terhadap rahim melalui perut. Setelah
pelepasan plasenta, memijat uterus juga dapat membantu kontraksi mengurangi
perdarahan.3
Saat setelah kelahiran bayi dan jam-jam perta- ma pasca persalinan merupakan
saat-saat penting untuk pencegahan, diagnosa, dan penanganan risiko perdarahan.
Dibandingkan dengan risiko-risiko lain pada ibu seperti infeksi, maka kasus per-
darahan dengan cepat dapat mengancam jiwa. Seorang ibu dengan perdarahan hebat
akan cepat meniggal apabila tidak mendapatkan penanganan segera.4
Pada kehamilan cukup bulan aliran darah ke uterus sebanyak 500-800 ml/menit.
Jika uterus tidak berkontraksi dengan segera setelah kelahiran plasenta, maka ibu
dapat mengalami perdarahan sekitar 350-500 ml/menit dari bekas tempat me-
lekatnya plasenta. Kontraksi uterus akan menekan pembuluh darah uterus yang
berjalan diantara anyaman serabut miometrium sehingga menghentikan darah yang
mengalir melalui ujung-ujung arteri di tempat implantasi plasenta.4

1
2

Oleh karena itu, untuk meminimalkan terjadinya perdarahan saat melahirkan,


proses melahirkan harus dibantu oleh tenaga kesehatan yang berkompeten. Tenaga
kesehatan merupakan faktor-faktor yang sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan
manajemen aktif kala III dalam pertolongan persalinan.5
Salah satu uterotonika yang sering diberikan pada ibu saat memasuki kala III
adalah suntikan oksitosin. Hormon oksitosin diharapkan dapat merangsang uterus
berkontraksi yang juga mempercepat pelepasan plasenta. Jika oksitosin tidak tersedia,
merangsang puting payudara ibu dapat dilakukan atau menyusukan bayi guna
menghasilkan oksitosin alamiah.4
Kontraksi uterus sangat diperlukan untuk proses involusi yaitu proses
kembalinya uterus kepada keadaan sebelum hamil setelah melahirkan. Proses ini
dimulai segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot polos uterus.
Biasanya uterus tidak bisa dipalpasi pada abdomen pada hari ke-9 post partum.6
Salah satu upaya untuk merangsang kontraksi uterus adalah dengan pemberian
ASI secara dini. Pada proses menyusui, oksitosin memiliki peranan yang besar dalam
menghasilkan produksi ASI. Aktifitas oksitosin tidak hanya menyebabkan kontaksi
otot-otot myoepitelial disekitar alveoli mammae, tetapi juga memberikan efek pada
reflek neuroendokrin, memproduksi analgetik, mengurangi respon stres dan
kecemasan, menyebabkan kontraksi uterus dan berperan meningkatkan perilaku
bonding pada ibu dan bayi.6
Insting dan refleks bayi yang sangat kuat dalam satu jam pertama menghisap
diharapkan akan memberi stimulus bagi kelancaran pemberian ASI selanjutnya
sehingga ASI eksklusif dapat diberikan. Keuntungan yang didapatkan ibu dari
pelaksanaan inisiasi menyusu dini adalah saat hentakan kepala bayi ke dada ibu,
sentuhan tangan bayi di puting susu dan sekitarnya, hisapan dan jilatan pada puting
ibu merangsang pengeluaran hormon oksitosin.7

Berdasarkan data diatas penulis ingin melakukan jurnal mengenai Manajemen


Aktif Kala III di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan.
3

1.2. Tujuan

Tujuan dari makalah penyuluhan ini adalah untuk menguraikan teori-teori


tentang “Manajemen Aktif Kala III”. Penyusunan makalah ini sekaligus untuk
memenuhi persyaratan pelaksanaan kegiatan Program Pendidikan Profesi Dokter
(P3D) di Department Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara.

1.3. Manfaat

Makalah ini diharapkan dapat mengembang kemampuan dan pemahaman


penulis serta pembaca khususnya peserta P3D untuk lebih memahami mengenai
“Manajemen Aktif Kala III”.
4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. Manajemen Aktif Kala III


2.1. Batasan Manajemen Aktif Kala III
Kala III disebut juga sebagai kala uri atau kala pengeluaran plasenta. Kala III
merupakan kelanjutan dari kala I (kala pembukaan) dan kala II (kala pengeluaran
bayi) persalinan. Persalinan kala III dimulai setelah kelahiran bayi dan berakhir
dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban.8 Pengertian aktif dalam pimpinan
persalinan kala III adalah dengan segera memberikan uterotonik dalam 1 menit
setelah bayi lahir, melakukan peregangan tali pusat terkendali dan pemijatan (masase)
rahim setelah pelepasan plasenta.9
Terdapat variasi definisi manajemen aktif kala III, antara lain :
a) Definisi menurut FIGO/ICM : yaitu pemberian oksitosin/ergometrin 10 IU pada
satu menit pertama setelah kelahiran bayi, peregangan tali pusat terkendali, dan
pemijatan (masase) fundus uteri setiap 15 menit setelah kelahiran plasenta.9
b) Definisi menurut APN tahun 2003 : yaitu pemberian oksitosin/ergometrin 10 IU
dalam 2 menit setelah kelahiran bayi, peregangan tali pusat terkendali, dan
pemijatan (masase) fundus uteri setiap 15 menit setelah kelahiran plasenta.8
Definisi tersebut terdapat perbedaan pada waktu pemberian oksitosin/
ergometrin. Dari beberapa laporan bahwa 90% kematian ibu disebabkan karena
perdarahan yang terjadi beberapa jam setelah kelahiran bayi.10 Dari bukti-bukti klinis
tersebut ICM/FIGO mengeluarkan pernyataan bersama pada tahun 2003 bahwa setiap
ibu melahirkan dianjurkan dilakukan manajemen aktif kala III sesuai definisi
ICM/FIGO.11 Prendiville (2001) dalam penelitiannya mengemukakan oksitosin 10 IU
intramuskuler yang digunakan pada manajemen aktif kala III lebih efektif dapat
mencegah perdarahan pasca persalinan jika dibanding dengan manajemen fisiologis.12

4
5

2.2. Tujuan Manajemen Aktif Kala III


Manajemen aktif kala III adalah usaha untuk menghasilkan kontraksi uterus
yang lebih efektif sehingga dapat mempersingkat waktu, mencegah perdarahan dan
mengurangi kehilangan darah kala III persalinan jika dibandingkan dengan
penatalaksanaan fisiologis.8

2.3. Keuntungan Manajemen Aktif Kala III


Keuntungan manajemen aktif Kala III persalinan adalah sebagai berikut :
persalinan kala III yang lebih singkat, mengurangi jumlah kehilangan darah, dan
mengurangi kejadian retensio plasenta.8

2.4. Fisiologi Persalinan Kala III


Segera setelah bayi dan air ketuban sudah tidak lagi berada di dalam uterus,
kontraksi rahim akan mengurangi area uri, karena rahim bertambah kecil dan
dindingnya bertambah tebal. Beberapa senti meter kontraksi-kontraksi tadi
menyebabkan bagian yang longgar dan lemah dari uri pada dinding rahim, bagian ini
akan terlepas, mula-mula sebagian dan kemudian seluruhnya dan tinggal bebas dalam
kavum uteri, kadang-kadang ada sebagian uri yang masih melekat pada dinding
rahim. Proses pelepasan ini biasanya bertahap dan pengumpulan darah dibelakang uri
akan membantu pelepasan uri. Bila pelepasan sudah komplit maka kontraksi rahim
akan mendorong uri yang sudah lepas ke segmen bawah rahim, lalu ke vagina dan
dilahirkan, selaput ketuban pun dikeluarkan sebagian oleh kontraksi rahim sebagain
lagi sewaktu keluarnya uri. Di tempat-tempat yang lepas terjadi perdarahan antara uri
dan desidua basalis proses ini disebut retroplasenter hematoma.13
Setelah plasenta lahir, dinding uterus akan kontraksi dan menekan semua
pembuluh darah yang akan menghentikan perdarahan dari tempat melekatnya
plasenta. Sebelum uterus kontraksi wanita tersebut bisa kehilangan darah 350-560
cc/menit dari tempat melekatnya plasenta tersebut. Uterus tidak bisa sepenuhnya
berkontraksi hingga plasenta lahir dahulu sebelumnya. Oleh sebab itu, kelahiran yang
cepat dari plasenta segera setelah ia melepaskan dinding uterus merupakan tujuan dari
manajemen kebidanan dari kala III yang kompeten.14
6

2.5. Tanda-Tanda Lepasnya Plasenta


Tanda-tanda lepasnya plasenta mencakup beberapa atau semua hal-hal dibawah
ini:8
a. Perubahan bentuk dan tinggi fundus
Setelah bayi lahir dan sebelum miometrium mulai berkontraksi, uterus
berbentuk bulat penuh (diskoit) dan tinggi fundus biasanya turun hingga dibawah
pusat. Setelah uterus berkontraksi dan plasenta terdorong kebawah, uterus berbentuk
segitiga atau seperti buah peer atau alpukat dan fundus berada diatas pusat (sering
kali mengarah kesisi kanan).
b. Tali pusat memanjang
Tali pusat terlihat menjulur keluar memanjang melalui vulva dan vagina (tanda
ahfeld).
c. Semburan darah mendadak dan singkat
Darah yang berkumpul dibelakang plasenta akan membantu mendorong
plasenta keluar dan dibantu oleh gaya gravitasi. Apabila kumpulan darah
(retroplacental pooling) dalam ruang di antara dinding uterus dan permukaan dalam
plasenta melebihi kapasitas tampungnya maka darah tersembur keluar dari tepi
plasenta yang terlepas.

2.6. Langkah-langkah Manajemen Aktif Kala III


Manajemen aktif kala III terdiri dari 3 langkah utama:8
a) Pemberian suntikan oksitosin dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir.
b) Melakukan penegangan tali pusat terkendali.
c) Masase Fundus Uteri.
Kesalahan penatalaksanaan kala tiga adalah penyebab utama perdarahan kala
tiga. Kesalahan penatalaksanaan kala tiga dapat juga menjadi penyebab inversi uterus
serta syok yang mengancam jiwa. Penatalaksanaan Manajemen Aktif Kala III
menurut buku Asuhan Persalinan Normal (2008) adalah sebagai berikut:8
7

2.6.1. Pemberian Suntikan Oksitosin8


a) Letakkan bayi baru lahir di atas kain bersih yang telah disiapkan di perut bawah
ibu dan minta ibu atau pendampingnya untuk membantu memegang bayi tersebut.
b) Pastikan tidak ada bayi lain (Undiagnosed twin) di dalam uterus.
Alasan : Oksitosin menyebabkan uterus berkontraksi yang akan sangat
menurunkan pasokan oksigen kepada bayi. Hati-hati jangan menekan kuat
pada korpus uteri karena dapat terjadi kontraksi tetanik yang akan menyulitkan
pengeluaran plasenta.
c) Beritahu ibu bahwa ia akan disuntik.
d) Segera (dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir) suntikkan oksitosin 10 Unit
IM pada 1/3 paha bagian luar atas (aspektus lateralis).
Alasan : oksitosin merangsang fundus uteri untuk berkontraksi dengan kuat
dan efektif sehingga dapat membantu pelepasan plasenta dan mengurangi
kehilagan darah. Aspirasi sebelum penyuntikan akan mencegah penyuntikan
oksitosin ke dalam pembuluh darah.

Gambar 2.6.1: Oksitosin dan meterghin

Catatan : jika tidak tersedia oksitosin, minta ibu untuk melakukan stimulasi
putting susu atau menganjurkan ibu untuk menyusukan dengan segera. Ini akan
menyebabkan pelepasan oksitosin secara alamiah.

e) Dengan mengerjakan semua prosedur tersebut terlebih dahulu maka akan


memberi cukup waktu pada bayi untuk memperoleh sejumlah darah kaya zat besi dan
setelah itu (setelah 2 menit) baru dilakukan penjepitan atau pemotongan tali pusat.
8

f) Serahkan bayi yang terbungkus kain pada ibu untuk inisiasi menyusu dini dan
kontak kulit-kulit dengan ibu.
g) Tutup kembali perut bawah ibu dengan kain bersih.
Alasan : kain akan mencegah kontaminasi tangan penolong persalinan yang
sudah memakai sarung tangan dan mencegah kontaminasi oleh darah pada
perut ibu.

2.6.2. Penegangan Tali Pusat Terkendali atau PTT (CCT/ Controled Cored
Traction)8
a) Berdiri di samping ibu
b) Pindahkan klem (penjepit untuk memotong tali pusat saat kala II) pada tali
pusat sekitar 5-10 cm dari vulva.
Alasan : memegang tali pusat lebih dekat ke vulva akan mencegah avulsi.
c) Letakkan tangan yang lain pada abdomen ibu (beralaskan kain) tepat di atas
simfisis pubis. Gunakan tangan ini untuk meraba kontraksi uterus dan menekan uterus
pada saat melakukan penegangan pada tali pusat. Setelah terjadi kontraksi yang kuat
tegangkan tali pusat dengan satu tangan dan tangan lain (pada dinding abdomen)
menekan uterus kee arah lumbal dan kepala ibu (dorso-kranial). Lakukan secara hati-
hati untuk mencegah terjadinya inversion uteri.
d) Bila plasenta belum lepas, tunggu hingga uterus berkontraksi kembali ( sekitar 2
atau 3 menit berselang) untuk mengulangi kembali penegangan tali pusat terkendali.
e) Saat mulai kontraksi (uterus menjadi bulat atau tali pusat menjulur) tegangkan
tali pusat kearah bawah, lakukan tekanan dorso-kranial hingga tali pusat makin
menjulur dan korpus uteri bergerak ke atas yang menandakan plasenta telah lepas dan
dapat dilahirkan.
9

Gambar 2.6.2 (a): Lahirkan plasenta dengan melakukan penegangan tali pusat.

f) Tetapi jika langka 5 diatas tidak berjalan sebagaimana mestinya dan plasenta
tidak turun setelah 30-40 detik dimulainya pennegangan tali pusat dan tidak ada
tanda-tanda yang menunjukkan lepasnya plasenta, jangan teruskan penegangan tali
pusat.
· Pegang klem dan tali pusat dengan lembut dan tunggu sampai kontraksi
berikutnya. Jika perlu, pindahkan klem lebih dekat ke perenium pada saat tali pusat
memanjang. Pertahankan kesabaran pada saat melahirkan plasenta.
· Pada saat kontraksi berikutnya terjadi, ulangi penegangan tali pusat terkendali
dan tekanan dorso-kranial pada korpus uteri secara serentak. Ikuti langkah-langkah
tersebut pada setiap kontraksi hingga terasa plasenta terlepas dari dinding uterus.
g) Setelah plasenta terpisah, anjurkan ibu untuk meneran agar plasenta terdorong
keluar melalui introitus vagina. Tetap tegangkan tali pusat dengan arah sejajar lantai
(mengikuti poros jalan lahir).
Alasan : segera melepaskan plasenta yang ttelah terpisah dari dinding uterus
akan mencegah kehilangan darah yang tidak perlu.
Catatan : jangan melakukan penegangan tali pusat tanpa diikuti dengan
tekanan dorso cranial secara serentak pada bagian bawah uterus (diatas simfisis
pubis)
h) Pada saat plasenta terlihat pada introitus vagina, lahirkan plasenta dengan
mengangkat tali pusat keatas dan menopang plasenta dengan tangan lainnya untuk
diletakkan dalam wadah penampung. Karena selaput ketuban mudah robek, pegang
plasenta dengan kedua tangan dan secara lembut putar plasenta hingga selaput
ketuban terpilin menjadi satu.
10

i) Lakukan penarikan dengan lembut dan perlahan-lahan untuk melahirkan


selaput ketuban.
Alasan : melahirkan plasenta dan selaputnya dengan hati-hati akan membantu
mencegah tertinggalnya selaput ketuban di jalan lahir.

Gambar 2.6.2 (b): Kiri: melahirkan plasenta dan menempatkannya dalam


wadah. Kanan: selaput ketuban jangan sampai tersisa dengan menarik selaput
ketuban menggunakan cunam.

j) Jika selaput ketuban robek dan tertinggal di jalan lahir saat melahirkan
plasenta, dengan hati-hati periksa vagina dan serviks dengan seksama. Gunakan jari-
jari tangan anda atau klem DTT atau steril atau forsep untuk keluarkan selaput
ketuban yang teraba.
Catatan :
· Jika plasenta belum lahir dalam waktu 15 menit, berikan 10 unit oksitosin IM
dosis kedua.
· Periksa kandung kemih. Jika ternyata penuh, gunakan teknik aseptik untuk
memasukkan kateter Nelaton disinfeksi tingkat tinggi atau steril untuk mengosongkan
kandung kemih.
· Ulangi kembali penegangan tali pusat dan tekanan dorso-kranial seperti yang
diuraikan di atas . apabila tersedia akses dan mudah menjangkau fasilitas kesehatan
11

rujukan maka nasehati keluarga bahwa mungkin ibu perlu dirujuk apabila plasenta
belum lahir setelah 30 menit bayi lahir.
· Pada menit ke-30 coba lagi melahirkan plasenta dengan melakukan
penegangan tali pusat untuk terakhir kalinya.
· Jika plasenta tetap tidak lahir , rujuk segera. Tetapi apabila fasilitas kesehatan
rujukan sulit dijangkau dan kemudian tibul perdarahan maka sebaiknya lakukan
tindakan plasenta manual. Untuk melaksanakan hal tersebut, pastikan bahwa petugas
kesehatan telah terlatih dan kompeten untuk melaksanakan tindakan atau prosedur
yang diperlukan

2.6.3. Rangsangan Taktil (Masase) Fundus Uteri8


Segera setelah plasenta lahir, lakukan masase fundus uterus:
a) Letakkan telapak tangan pada fundus uteri.
b) Jelaskan tindakan kepada ibu, katakana bahwa ibu mungkin merasa tidak
nyaman karena tindakan yang diberikan. Anjurkan ibu untuk menarik napas dalam
dan perlahan serta rileks.
c) Dengan lembut tapi mantap gerakkan tangan dengan arah memutar pada fundus
uteri supaya uterus berkontraksi. Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 15 detik,
lakukan penatalaksanaan atonia uteri.
d) Periksa plasenta dan selaputnya untuk memastikan keduanya lengkap dan utuh
e) Periksa kembali uterus setelah satu hingga dua menit untuk memastikan uterus
berkontraksi. Jika uterus masih belum bisa berkontraksi dengan baik, ulangi masase
fundus uteri. Ajarkan ibu dan keluarganya cara masase uterus sehingga mampu untuk
segera mengetahui jika uterus tidak berkontraksi dengan baik.
f) Periksa kontraksi uterus setiap 15 menit selam 1 jam pertama pascapersalinan
dan setiap 30 menit pada 1 jam kedua pasca persalinan.
12

Gambar 2.6.3 Masase Fundus Uteri

2.7. Kelainan-Kelainan atau Gangguan Kala III


Kelainan-kelainan atau gangguan yang terjadi pada kala III antara lain sebagai
berikut : perdarahan post-partum, retensio plasenta, inversio uteri, dan perdarahan
robekan jalan lahir.15
Setelah bayi lahir kontraksi rahim istirahat sebentar. Uterus teraba keras dengan
fundus uteri setinggi pusat dan berisi plasenta yang menjadi tebal 2 kali sebelumnya.
Beberapa saat kemudian timbul his pelepasan dan pengeluaran uri. Dalam waktu 1–5
menit seluruh plasenta terlepas terdorong kedalam vagina dan akan lahir spontan atau
dengan sedikit dorongan dari atas simfisis atau fundus uteri. Seluruh proses biasanya
berlangsung 5–30 menit setelah bayi lahir. Pengeluaran plasenta disertai dengan
pengeluaran darah ± 100–200 cc.15

2.8. Pemeriksaan plasenta Kala III


Pemeriksaan plasenta meliputi:16
a)Selaput ketuban utuh atau tidak
b) Plasenta : ukuran plasenta
· Periksa plasenta sisi maternal (yang melekat pada dinding uterus) untuk
memastikan bahwa semuanya lengkap dan utuh (tidak ada bagian yang hilang).
Jumlah kotiledon, keutuhan pinggir kotiledon.
13

· Pasangkan bagian-bagian plasenta yang robek atau terpisah untuk memastikan


tidak ada bagian yang hilang.
· Periksa plasenta sisi fetal (yang menghadap ke bayi) untuk memastikan tidak
adanya kemungkinan lobus tambahan (suksenturiata)
c)Tali pusat : Jumlah arteri dan vena adakah arteri atau vena yang terputus untuk
mendeteksi plasenta suksenturia. Insersi tali pusat, apakah sentral, marginal, serta
panjang tali pusat.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa Manajemen Aktif Kala III
adalah pemberian oksitosin segera setelah pelahiran bahu anterior, mengklem tali
pusat, segera setelah pelahiran bayi, dan menggunakan traksi tali pusat terkendali
untuk pelahiran plasenta.
Keuntungan-keuntungan Manajemen Aktif kala III:
a) Persalinan kala III yang lebih singkat.
b) Mengurangi jumlah kehilangan darah.
c) Mengurangi kejadian Retensio Plasenta.
Manajemen aktif kala III terdiri dari 3 langkah utama:
a) Pemberian suntikan oksitosin dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir.
b) Melakukan penegangan tali pusat terkendali.
c) Masase Fundus Uteri.
Dalam melaksanakan Manajemen Aktif kala III terdapat beberapa kekeliruan
ataupun kesalahan tindakan yang mungkin dilakukan oleh bidan. Pemeriksaan
plasenta meliputi selaput ketuban, bagian plasenta dan tali pusat.

Seluruh tenaga penolong persalinan (bidan, dokter) diharapkan dapat


melakukan Manajemen Aktif kala III pada setiap asuhan poersalinan normal sebagai
upaya percepatran penurunan angka kemnatian ibu di Indonesia. Dalam
melaksanakan Manajemen Aktif kala III bidan harus memperhatikan setiap tindakan
agar tidak terjadi kekeliruan ataupun kesalahan yang dapat membahayakan
keselamatan ibu. Setiap tindakan juga harus disesuaikan dengan ketentuan yang
berlaku sehingga perdarahan postpartum dapat dikurangi. Pemeriksaan plasenta juga
perlu dilakukan diantaranya dengan memeriksa selaput ketuban, bagian plasenta, dan
tali pusat.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. United Nations Development Programme (UNDP). (2004). Laporan


perkembangan pencapai- an tujuan pembangunan milenium Indonesia.
Diperoleh dari www.undp.or.id/pubs/imdg2004/BI/IndonesiaMDG_
BI_Goal5.pdf.

2. Ripley, D.L. (1999). Uterine emergencies: Atony, inversion, and rupture.


Obstetrics and Gyne- cology Clinics of North America, 26, 419-434.

3. Shane, B. (2002). Mencegah persalinan pasca persalinan: Menangani


persalinan kala tiga. Diperoleh dari http://www.path. org/files/ Indonesian_19-
3.pdf.

4. Bobak, M.I., & Jensen, D.M. (2006). Essential of maternity nursing (6th Ed.).
Toronto, USA: The C.V. Mosby Company.

5. Sumantri, D.D., & Siswishanto, R. (2007). Faktor-faktor yang berpengaruh


terha- dap pelaksanaan manajemen aktif kala III oleh bidan dalam pertolongan
persalinan di kabupaten klaten. Diperoleh dari http:// www.mkia-kr.ugm.ac.id.

6. Gimpl, G., & Fahrenholz, F. (2001). The oxy- tocin receptor system: Structure,
function, and regulation. The Physiological Rev, 81, 629-683.

7. Roesli, U. (2008). Inisiasi menyusu dini. Jakarta: Pustaka Bunda.

8. JNPK-KR (2007). Asuhan Persalinan Normal, Asuhan Esensial Persalinan,


Buku Acuan, Edisi Ketiga (Revisi). Jakarta. Hal; 125-128

9. International Confederation of Midwives and International Federation of


Gyneacologists and Obstetricians, 2003. Joint Statement: Management of the
third stage of Labour to Prevent Postpartum Hemorrhage

10. Ikatan Bidan Indonesia (IBI). 2003. Pelayanan Kebidanan Bidan Delima.
Majalah Bidan Edisi 56 No.15. Jakarta.

11. POPPHI, 2006. Active Management of the Third Stage of Labor. Data Obtained
from Health Facilities in Indonesia. Agustus-September 2006. Washinton, DC.

12. Prendiville, WJ., Harding, J.E, Elbourne, D., McDonald, S. 2001. Active versus
Expectant Management in the Third Stage of Labour (Cochrane Review). The
Cochrane Library.

13. Wiknjosastro. Hanafi, 2003. Ilmu Kebidanan. Yayasan bina pustaka


Sarwonoprawiroharjo, Cetakan keempat, Jakarta.

15
16

14. Saifuddin AB. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwonoprawiroharjo . Jakarta.

15. Manuaba, I Gede. 1998.Ilmu Kebidanan. EGC. Jakarta.

16. Sumarah, dkk. 2009. Perawatan Ibu Bersalin (Asuhan kebidanan Pada Ibu
Bersalin).Fitramaya: Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai