Anda di halaman 1dari 56

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU POST PARTUM FISIOLOGIS

DISUSUN OLEH :

ADILAH AZMI LATHIFAH


NIM : P07224420001

POLITEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR


JURUSAN KEBIDANAN PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN PROFESI BIDAN
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Tuhan Yang Maha Esa karena dengan limpahan Rahmat,
Karunia, Taufik dan Hidayah-Nya penyusun dapat menyelesaikan Laporan Asuhan
Kebidanan Pada Ibu Post Partum Dengan Nyeri Luka Jahitan Perineum Di
Puskesmas Trauma Center Samarinda. Asuhan Kebidanan Pada Ibu Post Partum
Dengan Nyeri Luka Jahitan Perineum ini tidak akan selesai tepat pada waktunya
tanpa bantuan dari berbagai pihak yang telah membantu.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan dan penyusunan Asuhan


Kebidanan ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan
saran untuk perbaikan penyusunan yang akan datang.

Semoga Asuhan Kebidanan ini dapat memberikan manfaat bagi penulis


khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Samarinda, April 2021

Adilah Azmi Lathifah


NIM. P07224420001

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................ii

DAFTAR ISI................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1

A. Latar Belakang....................................................................................................2

B. Tujuan.................................................................................................................2

BAB II TINJAUN PUSTAKA......................................................................................4

A. Konsep Dasar Teori............................................................................................4

B. Konsep Dasar Manajeman Asuhan Kebidanan Pada Asuhan Kebidanan


Pada Ibu Post Partum Dengan Nyeri Luka Jahitan Perinium ..........................27

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Post partum merupakan masa sesudah melahirkan atau persalinan. Masa
beberapa jam sesudah lahirnya plasenta atau tali pusat sampai minggu ke
enam setelah melahirkan, setelah kelahiran yang meliputi minggu-minggu
berikutnya pada waktu saluran reproduksi kembali keadaan yang normal pada
saat sebelum hamil (Marmi, 2012). Perubahan fisiologis yang terjadi pada ibu
post partum ibu mengalami perubahan sistem reproduksi dimana ibu
mengalami proses pengerutan pada uterus setelah plasenta lahir akibat
kontraksi otot-otot polos uterus. Perubahan adaptasi psikologis adanya rasa
ketakutan dan kekhawatiran pada ibu yang baru melahirkan. Hal ini akan
berdampak kepada ibu yang berada dalam masa nifas menjadi sensitif
(Kirana, 2015).
Ruptur perineum mempunyai dampak tersendiri bagi ibu yaitu
gangguan ketidaknyamanan dan perdarahan, sedangkan Ruptur perineum
spontan terjadi karena ketegangan pada daerah vagina pada saat melahirkan,
juga bisa terjadi karena beban psikologis mengahadapi proses persalinan dan
yang lebih penting lagi ruptur perineum terjadi karena ketidaksesuaian antara
jalan lahir dan janinnya, oleh karena efek yang ditimbulkan dari Ruptur
perineum sangat kompleks (Triyanti dkk, 2017).
Menurut WHO (2014) hampir 90% proses persalinan normal itu
mengalami robekan perineum baik dengan atau tanpa episiotomi. Angka
kejadian nyeri jahitan perineum di Asia, juga merupakan masalah yang cukup
banyak dalam masyarakat, 50% dari kejadian nyeri jahitan perineum di dunia
terjadi di Asia (Jamila, 2017). Di Indonesia laserasi perineum dialami oleh
75% ibu melahirkan pervaginam. Pada tahun 2017 menemukan bahwa dari
total 1951 kelahiran spontan pervaginam, 57% ibu mendapat jahitan
perineum (28% karena episiotomi dan 29% karena robekan spontan) (Depkes
RI,2017).
Menurut Herawati (2010), perawatan luka perinium yang tidak benar
dapat mengakibatkan kondisi perineum yang terkena lokhea dan lembab akan
sangat menunjang perkembangbiakan bakteri yang dapat menyebabkan
timbulnya infeksi pada perineum. Dalam penelitian Herliana & Sari (2017)
hasilnya menyatakan bahwa 60% ibu nifas masih memiliki tingkat
pengetahuan yang rendah mengenai perawatan luka perinium yang
menyebabkan 56,7% ibu nifas mengalami proses penyembuhan luka jahitan
perinium yang lambat. Dalam penelitian lain menyatakan bahwa 66,7% ibu
nifas mengalami penyembuhan luka jahitan perinium yang lama dan kurang
baik sebagai akibat dari rendahnya pengetahuan dan kemampuan ibu nifas
dalam melakukan perawatan luka jahitan perinium (Utami, 2017). Oleh sebab
itu dirasa penting bagi seorang bidan untuk memberikan asuhan kebidanan
pada ibu post partum dengan masalah nyeri pada luka jahitan perinium
sehingga dapat melakukan perawatan luka perinium dengan baik dan benar
dan dapat memberikan kenyamanan bagi ibu nifas serta membantu
mempercepat penyembuhan luka perinium.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mendeskripsikan pelaksanaan asuhan kebidanan pada ibu nifas
fisiologis dengan nyeri pada jahitan perinium menggunakan pola pikir
ilmiah melalui pendekatan manajemen kebidanan menurut varney dan
mendokumentasikan asuhan kebidanan dalam bentuk catatan SOAP.
2. Tujuan Khusus
a. Menjelaskan konsep dasar teori nifas fisiologis dengan nyeri jahitan
perinium
b. Menjelaskan konsep dasar manajemen kebidanan pada ibu nifas
fisiologis dengan nyeri jahitan perinium
c. Melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu nifas fisiologis dengan
pendekatan varney yang terdiri dari :
1) Melakukan pengkajian pada ibu nifas fisiologis dengan nyeri luka
jahitan perinium
2) Menginterpretasikan data dasar
3) Mengidentifikasikan diagnosa dan masalah potensial pada ibu
nifas fisiologis dengan nyeri luka jahitan perinium
4) Mengidentifikasikan kebutuhan segera pada ibu nifas fisiologis
dengan nyeri luka jahitan perinium
5) Merancang intervensi pada ibu nifas fisiologis nyeri luka jahitan
perinium
6) Melakukan implementasi pada ibu nifas fisiologis dengan nyeri
luka jahitan perinium
7) Mengevaluasi hasil asuhan kebidanan yang telah diberikan
d. Mendokumentasikan asuhan dalam bentuk catatan SOAP
e. Membahas adanya kesenjangan antara teori dan praktik di lapangan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Teori Nifas
1. Pengertian Nifas
Periode paacapartum adalah masa dari kelahiran plasenta dan selaput
janin (menandakan akhir periode intrapartum) hingga kembalinya traktur
reproduksi wanita pada kondisi tidak hamil. Periode ini disebut juga
pueperium, dan wanita yang mengalami pueperium disebut puerpera.
Periode pemulihan pascapartum sekitar enam minggu (Varney, 2007).
Masa nifas (puerperium) adalah masa pemulihan kembali, mulai dari
persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti prahamil
( Mochtar, 2012). Masa nifas merupakan masa selama persalinan dan
segera setelah kelahiran yang meliputi minggu-minggu berikutnya pada
waktu saluran reproduksi kembali ke keadaan tidak hamil yang normal
(Marmi, 2011).

2. Frekuensi Pemeriksaan Masa Nifas


PMK No.97 Tahun 2014 menyatakan frekuensi kunjungan masa
nifas minimal dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali sejak 6 jam hingga 42 hari
pascapersalinan yaitu 1 (Satu) kali pada periode 6 (enam) jam sampai
dengan 3 (tiga) hari pascapersalinan, 1 (Satu) kali pada periode 4 (empat)
hari sampai dengan 28 (dua puluh delapan) hari pascapersalinan, dan 1
(Satu) kali pada periode 29 (dua puluh sembilan) hari sampai dengan 42
(empat puluh dua) hari pascapersalinan.

3. Tahapan Masa nifas


Tahapan yang terjadi pada masa nifas menurut Saleha (2009)
adalah sebagai berikut:
a. Periode immediate postpartum: Masa segera setelah plasenta lahir
sampai dengan 24 jam. Pada masa ini sering terdapat banyak masalah,
misalnya perdarahan karena atonia uteri. Oleh karena itu, bidan dengan
teratur harus melakukan pemeriksaan kontraksi uterus, pengeluaran
lokia, tekanan darah, dan suhu.
b. Periode early postpartum (24 jam-1 minggu): Pada fase ini bidan
memastikan involusi uteri dalam keadaan normal, tidak ada
perdarahan, lokia tidak berbau busuk, tidak demam, ibu cukup
mendapatkan makanan dan cairan, serta ibu dapat menyusui dengan
baik.
c. Periode late postpartum (1 minggu-5 minggu): Pada periode ini bidan
tetap melakukan perawatan dan pemeriksaan sehari-hari serta
konseling KB.

4. Adaptasi Fisiologis Masa Nifas


a. Perubahan Tanda-tanda Vital
Helen Varney dalam bukunya Buku Ajar Asuhan Kebidanan
menyatakan bahwa perubahan-perubahan tanda-tanda vital yang
terjadi pada ibu nifas adalah:
1) Tekanan Darah
Segera setelah melahirkan, banyak wanita mengalami
peningkatan sementara tekanan darah sistolik dan diastolic, yang
kembali secara spontan ketekanan darah sebelum hamil selama
beberpa hari. Bidan bertanggungjawab mengkaji risiko
preeclampsia pasca partum, komplikasi yang relative jarang,
tetapi serius, jika peningkatan tekanan darah signifikan.
2) Suhu
Suhu maternal kembali normal dari suhu yang sedikit meningkat
selama periode intrapartum dan stabil dalam 24 jam pertama
pascapartum.
3) Nadi
Denyut nadi, yang meningkat selama persalinan akhir, kembali
normal setelah beberapa jam pertama pascapartum. Hemoragi,
demam selama persalinan, dan nyeri akut atau persisten dapat
mempengaruhi proses ini. Apablia denyut nadi di atas 100 selama
puerperium, hal tersebut abnormal dan mungkin menunjukkan
adanya infeksi atau hemoragi pascapartum lambat.
4) Pernapasan
Fungsi pernapasan kembali pada rentang normal wanita selama
jam pertama pascapartum. Napas pendek, cepat, atau perubahan
lain memerlukan evaluasi adanaya kondisi-kondisi seperti
kelebihan cairan, eksaserbasi asma, dan embolus paru.

b. Perubahan Fisik
1) Uterus
a) Involusi Uterus
Setelah janin lahir, uterus secara berangsur-angsur akan
menjadi kecil sehingga akhirnya kembali seperti sebelum hamil.
Involusi ini terjadi karena masing-masing sel menjadi lebih kecil
karena sitoplasma yang berlebihan dibuang. Involusi ini
disebabkan oleh proses autolisis. Pada proses autolisis ini zat
protein dinding rahim dipecah, diabsorbsi kemudian dibuang
melalui urine. Dapat dilihat kadar nitrogen dalam urine ibu
postpartum sangat tinggi.
Involusi uterus meliputi reorganisasi dan pengeluaran
desidua/endometrium dan eksfoliasi empat perlekatan plasenta
yang ditandai dengan penurunan ukuran dan berat serta
perubahan pada lokasi uterus juga ditandai dengan warna dan
jumlah lokia. Banyaknya lokia dan kecepatan involusi tidak
dipengaruhi oleh pemberian rangkaian preparat ergot (Ergotrate,
Methergine) yang hanya mempunyai efek jangka pendek. Akan
tetapi, menyusui akan mempercepat proses involusi. Desidua
yang tersisa di dalam uterus setelah pelepasan dan ekspulsi
plasenta dan membrane terdiri dari lapisan zona basalis dan
bagian lapisan zona spongiosa desidua basalis (pada tempat
perlekatan plasenta) dan desidua parietalis (melapisi bagian
uterus, yang lain uterus). Desidua sisa ini mengalami
reorganisasi menjadi dua lapisan sebagai akibat invasi leukosit:
lapisan superficial degenerative dan nekrotik, yang akan terlepas
sebagai bagian dari rabas lokia, dan lapisan dalam yang
fungsional seta sehat di dekat miomerium.
Regenerasi endometrium lengkap pada tempat perlekatan
plasenta memakan waktu hamper enam minggu. Epitel tumbuh
pada tempat perlekatan tersebu dari samping dan dari sekitar
lapisan uterus, dan ke atas dari bawah tempat perlekatan
plasenta. Perumbuhan endometrium ini membuat pembuluh
darah yang mengalami pembekuan pada tempat perlekatan
tersebut rapuh sehingga meluruh dan dikeluarkan dalam bentuk
lokia. Uterus, segera setelah pelahiran bayi, plasenta dan selaput
janin, beratnya sekitar 1000 g. berat uterus menurun sekitar 500
g pada akhir minggu pertama pascapartum dan kembali pada
berat yang biasanya pada saat tidak hamil, yaitu 70 g pada
minggu kedelapan pascapartum.
Penurunan ukuran yang cepat ini direfleksikan dengan
perubahan lokia uterus, yaitu uterus turun dari abdomen dan
kembali menjadi organ panggul. Segera setelah pelahiran, tinggi
fundus uteri (TFU) terletak sekitar dua per tiga hingga tiga per
empat bagian atas sympisis pubis dan umbilicus. Letak TFU
kemudian naik, sejajar dengan umbilicus dalam beberapa jam.
TFU tetap terletak kira-kira sejajar (atau satu ruas jari dibawah)
umbilicus selama satu atau dua hari dan secara bertahap turun ke
dalam panggul sehingga tidak dapat di palpasi lagi di atas
simfisis pubis setelah hari kesepuluh pascapartum. Walaupun
terdapat variasi lokasi umbilicus terhadap simfisis pubis pada
setiap individu dan variasi ukuran ruas jari di antara pemeriksa
dengan pemeriksa lain sehingga membuat adanya rentang
normal dalam penurunan dan lokasi TFU harian, terdapat
keseragaman untuk memfasilitasi generalisasi penurunan uterus.
Pada saat letak TFU di atas umbilicus, masalah berikut
harus dipertimbangkan: darah atau bekuan darah menyebabkan
distensi uterus pada jam-jam pertama pascapartum, atau
perubahan letak uterus karena distensi kandung kemih kapan
pun saat pascapertum (khususnya jika uterus juga mengalami
perubahan letak ke kuadran kanan atas). Reduksi ukuran uterus
tidak mengurangi banyaknya sel otot. Akan tetapi, ukuran setiap
sel otot menurun secara dramatis karena sel membuang
kandungan materi sel yang belebihan.
Pembuluh darah besar pada uterus yang member nutrisi
untuk uterus yang membesar dan plasenta tidak lagi diperlukan,
uterus yang tidak hamil tidak mempunyai area yang luas yang
memerlukan suplai darah yang kaya tersebut. Pembuluh darah
ini berdegenerasi dan mengalami obliterasi. Diperkirakan
pembuluh ini digantikan dengan pembuluh darah baru dengan
lumina yang lebih kecil. Segera setelah pelahiran, serviks sangat
lunak, kendur, dan terkulai. Serviks mungkin memar dan edema,
terutama di anterior jika terdapat tahanan anterior saat
persalinan. Serviks tampak mengalamai kongesti, menunjukkan
banyaknya vaskularitas serviks. Serviks terbuka sehingga mudah
dimasukkan dua hingga tiga jari. Serviks kembali dalam bentuk
semula pada hari pertama dan kelunakan menjadi berkurang.
Serviks dapat dimasukkan dua jari sekita seminggu, tetapi
kemudian hanya masuk satu jari, itu pun agak sulit, dan bahkan
berhenti pada os internal. Os eksternal mulai kembali pada
bentuk tidak hamil di minggu keempat pascapartum. Bentuk ini
ditentukan oleh paritas dan adanya laserasi.
Ligamentum latum dan ligament teres, yang meregang
untuk mengakomodasi selama uterus membesar, sekarang
longgar. Hal ini menjelaskan kemudahan perubahan letak uterus
pascapartum terhadap kandung kemih. Pada akhir puerperium,
panjang dan regangan kedua ligamentum tersebut telah kembali
seperti keadaan tidak hamil (varney. 2008).
Proses involusi uteri pada bekas implantasi plasenta terdapat
gambaran sebagai berikut:
(1) Bekas implantasi plasenta segera setelah plasenta lahir
seluas 12x15 cm, permukaan kasar dimana pembuluh darah
besar bermuara.
(2) Pada pembuluh darah terjadi pembentukan trombose
disamping pembuluh darah tertutup karena kontraksi rahim.
(3) Bekas luka implantasi dengan cepat mengecil, pada minggu
ke-2 sebesar 6-8 cm dan akhir puerperium sebesar 2 cm.
(4) Lapisan endometrium dilepaskan dalam bentuk jaringan
nekrosis bersama dengan lokhea.
(5) Luka bekas implantasi plasenta akan sembuh karena
pertumbuhan endometrium yang berasal dari tepi luka dan
lapisan basalis endometrium.
(6) Kesembuhan sempurna pada saat akhir dari masa
puerperium.
b) Tempat Plasenta
Bagian bekas implantasi plasenta merupakan luka kasar
dan menonjol ke dalam kavum uteri yang berdiameter 7,5 cm
dan sering disangka sebagai bagian plasenta yang tertinggal.
Sesudah 2 minggu diameternya menjadi 3,5 cm dan pada
minggu ke-6 mencapai 2,4 mm. Pelepasan plasenta dan selaput
janin dari dinding rahim terjadi pada stratum spongiosum bagian
atas. Setelah 2-3 hari lapisan di atasnya berubah menjadi
nekrosis dan lapisan di bawahnya yang berhubungan dengan
lapisan otot tetap dalam keadaan baik. Luka bekas plasenta tidak
meninggalkan parut karena dilepaskan dari dasarnya dengan
pertumbuhan endometrium baru di bawahnya.
c) Kontraksi
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna
setelah bayi lahir, diduga terjadi sebagai respon terhadap
penurunan volume intrauterine yang sangat besar. Hemostasis
postpartum dicapai terutama akibat kompresi pembuluh darah
intramiometrium, bukan oleh agregasi trombosit dan
pembentukan bekuan. Selama 1-2 jam pertama postpartum
intensitas kontraksi uterus biasanya berkurang dan menjadi tidak
teratur. Karena pentingnya kontraksi uterus pada masa ini
biasanya suntikan oksitosin IM atau IV diberikan segera setelah
plasenta lahir. Ibu dianjurkan untuk membiarkan bayinya
menghisap putting segera setelah lahir untuk merangsang
kontraksi uterus.
d) Rasa sakit
After pains, (meriang atau mules-mules) disebabkan
kontraksi rahim, biasanya berlangsung 2-4 hari pasca persalinan.
Perlu diberikan pengertian pada ibu mengenai hal ini dan bila
terlalu mengganggu dapat diberikan obat-obat antisakit dan
antimules.
e) Proses Lokhea
Lochea adalah istilah dari sekret dari uterus yang keluar
melalui vagina selama puerperium. Rata-rata jumlah total sekret
lochea adalah sekitar 8-9 ons (240-270 mL). Warna aliran
lochea harian cenderung semakin terang, yaitu berubah dari
merah segar menjadi merah tua, kemudian coklat, dan merah
muda.
Tabel 2.1
Pengeluaran Lokhea

Lokia Waktu Warna Ciri-ciri


Terdiri dari sel decidua, verniks caseosa,
Merah
Rubra 1-3 hari rambut lanugo, sisa mekoneum dan sisa
kehitaman
darah.
Sanguilent Putih bercampur
3-7 hari Sisa darah bercampur lender
a merah
Kekuningan Lebih sedikit darah dan lbih banyak serum,
Serosa 7-14 hari
atau kecoklatan juga terdiri dari leukosit dan robekan plasenta
Mengandung leukosit, selaput lendir serviks
Alba >14 hari Putih
dan serabut jaringan mati. (Marmi, 2011)

Sumber : Maryunani, Asuhan Kebidanan Masa Nifas, 2010

2) Serviks
Setelah persalinan, bentuk serviks agak menganga seperti
corong berwarna merah kehitaman. Segera setelah persalinan
konsistensi serviks menjdi lunak, kendur, dan terkulai (Varney,
2007). Kadang-kadang terdapat perlukaan-perlukaan kecil. Setelah
bayi lahir, tangan masih bisa masuk rongga rahim. 2 jam setelah
persalinan dapat dilewati 2-3 jari dan setelah satu minggu hanya
dapat dilalui satu jari.
3) Ligamen-ligamen
Ligamen, fasia dan diafragma pelvis yang meregang pada
waktu persalinan, setelah bayi lahir secara berangsur-angsur
menjadi ciut dan pulih kembali sehingga tidak jarang uterus jatuh
kebelakang dan menjadi retrofleksi. Untuk memulihkan kembali
sebaiknya dengan latihan-latihan dan gymnastik postpartum.
Ligamentum latum dan ligamentum teres, yang meregang
untuk mengakomodasi selama uterus membesar, sekarang longgar.
Hal ini menjelaskan kemudahan perubahan letak uterus
pascapartum terhadap kandungkemih. Pada akhir puerperium,
panjangbdan regangan kedua ligamentum tersebut telah kembali
seperti keadaan tidak hamil (Varney, 2007).
4) Vagina dan Perineum
Segera setelah pelahiran, vagina tetap tebuka lebar, mungkin
mengalami beberapa derajat edema dan memar, dan celah pada
introitus. Setelah satu hingga dua hari pertama pascapartum, tonus
otot vagina kembali, celah vagina tidak lebar dan vagina tidak lagi
edema. Sekarang vagina menjadi berdinding lunak, lebih besar dari
biasanya, dan umumnya longgar. Ukurannya menurun dengan
kembalinya rugae vagina sekitar minggu ketiga pascapartum.
Ruang vagina selalu sedikit lebih besar daripada sebelum kelahiran
pertama. Akan tetapi, latihan pengencangan otot perineum akan
mengembalikan tonusnya dan memungkinkan wanita secara
perlahan mengencangkan vaginanya. Pengencangan ini sempurna
pada akhir puerperium dengan latihan setiap hari.
5) Payudara
Laktasi dimulai pada semua wanita dengan perubahan
hormone saat melahirkan. Apakah wanita memilih untuk menyusui
atau tidak, ia dapat mengalami kongesti payudara selama beberapa
hari pertama pascapartum karena tubuhnya mempersiapkan untuk
memberikan nutrisi kepada bayi. Wanita yang menyusui berespon
terhadap menstimulus bayi yang disusui akan terus melepaskan
hormone dan stimulasi alveoli yang memproduksi susu. Bagi
wanita yang memilih memberikan makanan formula, involusi
jaringan payudara terjadi dengan menghindari stimulasi.
Pengkajian payudara pada awal pascapartum meliputi
penampilan dan integritas putting susu, memar atau iritasi jaringan
payudara karena posisi bayi pada payudara, adanya kolustrum,
apakah payudara terisi air susu, dan adanya sumbatan duktus,
kongesti, dan tanda-tanda mastitis potensial (Varney, 2007).
c. Adaptasi Psikologi Ibu
Adaptasi psikologi ibu adalah suatu penyesuaian diri yang
sangat besar terhadap jiwa dan kondisi tubuhnya setelah mengalami
suatu stimulasi dan kegembiraan yang luar biasa.Emosional labil
(mood: keadaan jiwa terganggu), keadaan ini sering terjadi selama
hari-hari pertama puerperium.
Setelah partus umumnya wanita menunjukkan rasa gembira tapi
beberapa hari kemudian kemungkinan terjadi depresi dan sedih atau
menangis. Hal ini adalah Fase transisi dan kemungkinan reaksi dari
stress fisik dan mental setelah post partum, cemas tentang bayinya dan
merasa tidak adekuat untuk menjadi seorang ibu.
Adaptasi psikologi ibu terbagi 3:
a. Hari ke-1 (Taking in)
Ibu terfokus pada diri sendiri, minta diperhatikan.
b. Hari ke-2 (Taking hold)
Ibu menjadi mandiri, punya keinginan merawat bayinya.
c. Minggu pertama (Letting go)
Masa mendapat peran baru, ibu mulai mencurahkan kegiatan
pada bantuan orang lain, beri dukungan baik dari petugas
maupun keluarganya.

d. Tanda-Tanda Bahaya yang Harus Diwaspadai Oleh Ibu


Postpartum
1) Pendarahan pervaginam yang luar biasa atau tiba-tiba
bertambah banyak (lebih dari pendarahan haid biasa atau biasa
atau bila menemukan penggantian pembalut dua kali dalam
setengah jam).
2) Pengeluaran pevaginam yang baunya menusuk.
3) Rasa sakit dibagian bawah abdomen atau punggung.
4) Sakit kepala yang terus menerus.nyeri epigastrik,atau masalah
penglihatan.
5) Pembengkakkan di wajah atau ditangan.
6) Demam, muntah,rasa sakit saat BAK atau jikamerasa tidak
enak badan.
7) Payudara yang berubah menjadi merah,panas,dan/atau terasa
sakit.
8) Kehilangan nafsu makan dalam waktu yang lama.
9) Rasa sakit, merah, lunak atau pembengkakan pada kaki
10) Merasa sedih karena tidak dapat mengasuh sendiri bayinya
atau diri sendiri.
11) Merasa sangat letih atau nafas terengah-engah.

5. Ruptur Perineum
a. Pengertian Ruptur
Ruptur perineum adalah robekan perineum yang terjadi pada
saat bayi lahir secara spontan maupun dengan menggunakan alat
atau tindakan.Robekan perineum umumnya terjadi pada garis
tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu
cepat. Robekan jalan lahir adalah trauma yang diakibatkan oleh
kelahiran bayi yang terjadi pada serviks, vagina, atau perineum.
Robekan yang terjadi bisa ringan (lecet, laserasi) luka episiotomi,
robekan perineum spontan dari derajat ringan sampai ruptur,
robekan pada dinding vagina, forniks uteri serviks, daerah sekitar
klitoris dan uretra bahkan yang terberat seperti ruptur uteri
(Firrahmawati, L. 2014).

b. Klasifikasi Robekan Perineum


Bentuk ruptur perineum biasanya tidak teratur sehingga
jaringan yang robek susah untuk dilakukan penjahitan ruptur
perineum terjadi akibat dilaluinya jalan lahir yang terlalu cepat,
untuk menghindari terjadinya ruptur perineum ketika kepala janin
sudah keluar minta ibu supaya jangan mengedan terlalu kuat
dengan irama yang pendek.
Perineum merupakan kumpulan berbagai jaringan yang
membentuk perineum yang terletak antar vulva dan anus, jaringan
yang terutama menopang perineum adalah diafragma pelvis dan
urogenital, dan perineum berbentuk jajaran genjang yang terletak
dibawah dasar panggul. Dan adanya robekan perineum ini dibagi
menjadi: robekan perineum derajat I, robekan perineum derajat II,
robekan perineum derajat III, dan robekan perineum derajat IV.
(Irianto, K. 2014).
1. Derajat I : mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum.
2. Derajat II : mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum,
otot perineum.
3. Derajat III : mukosa vagina, komisura posterior, kulit
perineum, otot perineum, otot spingter anieksterna.
4. Derajat IV : mukosa vagina, komisura posterior, kulit
perineum, otot perineum, otot spingter anieksterna dan dinding
rectum anterior.
Menurut Utami & Hani (2017) robekan derajat pertama
mudah diperbaiki, hanya memerlukan satu atau dua jahitan saja.
Robekan derajat kedua atau ketiga memerlukan lebih banyak
perawatan dan perbaikan. Perbaikan derajat keempat memerlukan
keterampilan tinggi dan bagian ujung dari robekan sangat penting
diamankan karena dapat menimbulkan fistula rektovagina. Sfingter
ani mengalami retraksi kalau putus, karena itu perlu dicari ujung-
ujungnya untuk disatukan kembali dengan jahitan. Luka pada jalan
lahir menimbulkan rasa nyeri yang bertahan selama beberapa
minggu setelah melahirkan. Pasien dapat pula mengeluhkan nyeri
ketika berhubungan intim.
c. Tanda dan gejala laserasi perineum
Menurut Sukarni K & ZH (2013) tanda dan gejala terjadinya
laserasi perineum, sebagai berikut :
1. Darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahir
2. Kontraksi rahim baik
3. Plasenta lahir lengkap
4. Wajah pucat dan lemah

d. Faktor-Faktor Terjadinya Ruptur Perineum


Faktor terjadinya ruptur perineum disebabkan oleh faktor ibu,
faktor janin dan faktor penolong persalinan diantaranya:
1. Faktor Ibu
a) Paritas
Paritas adalah jumlah kehamilan yang mampu
menghasilkan janin hidup diluar rahim (lebih dari 28
minggu). Paritas menunjukkan jumlah kehamilan terdahulu
yang telah mencapai batas viabilitas dan telah dilahirkan,
tanpa mengingat jumlah anaknya . Pada primipara atau
orang yang baru pertama kali melahirkan biasanya
perineum tidak dapat menahan tegangan yang kuat
sehingga robek pada pinggir depannya. Luka-luka biasanya
ringan tetapi kadang-kadang terjadi juga luka yang luas dan
berbahaya. Sebagai akibat persalinan terutama pada seorang
primipara, biasa timbul luka pada vulva disekitar introitus
vagina yang biasanya tidak dalam akan tetapi kadang-
kadang bisa timbul perdarahan banyak. (Ilmiah, W. S.
2015).
b) Meneran
Secara fisiologis ibu merasakan dorongan untuk meneran
bila pembukaan sudah lengkap dan reflek ferguson telah
terjadi. Ibu harus didukung untuk meneran dengan benar
pada saat ia merasakan dorongan dan memang ingin
mengedan. Ibu mungkin merasa dapat meneran secara lebih
aktif pada posisi tertentu. Beberapa cara yang dapat
dilakukan dalam memimpin ibu bersalin untuk mengedan
supaya mencegah ruptur perineum, diantaranya:
Menganjurkan ibu untuk mengedan sesuai dengan
dorongan alamiahnya selama kontraksi, tidak
menganjurkan ibu untuk menahan nafas pada saat meneran,
mungkin ibu akan merasa lebih mudah untuk meneran jika
ibu berbaring miring atau setengah duduk, menarik lutut
kearah ibu, dan menempelkan dagu ke dada, menganjurkan
ibu untuk tidak mengangkat bokong saat mengedan, tidak
melakukan dorongan pada fundus untuk membantu
kelahiran bayi. Dorongan ini dapat meningkatkan resiko
distosia bahu dan ruptur uteri, pencegahan ruptur perineum
dapat dilakukan saat bayi dilahirkan terutama saat kelahiran
kepala dan bahu.
2. Faktor Janin
a) Berat Badan Janin Makrosomnia adalah berat janin pada
waktu lahir lebih dari 4000 gram. Makrosomnia disertai
dengan meningkatnya resiko trauma persalinan melalui
vagina seperti distosia bahu, kerusakan klavikula, dan
kerusakan jaringan lunak pada ibu seperti laserasi jalan
lahir dan robekan pada perineum.
b) Presentasi Menurut Kamus Kedokteran, presentasi
adalah letak hubungan subu memanjang panggul ibu.
Presentasi digunakan untuk menentukan bagian yang ada
dibagian bawah rahim yang dijumpai pada palpasi atau
pada pemeriksaan dalam.
3. Faktor Penolong Persalinan
Penolong persalinan adalah seseorang yang mampu
berwenang dalam memberikan asuhan persalinan. Pimpinan
persalinan yang salah merupakan salah satu penyebab
terjadinya ruptur perineum, sehingga sangat diperlukan kerja
sama dengan ibu dan penggunaan prasat manual yang tepat
dapat mengatur ekspulsi kepala, bahu dan seluruh tubuh bayi
untuk mencegah laserasi. Kemampuan penolong juga sangat
berpengaruh terhadap kejadian ruptur perineum, walaupun
dalam kriteria inklusi sudah disebutkan bahwa penolong
harus menggunakan teknik standar APN (Asuhan Pesalinan
Normal), namun bila posisi persalinan pasien seperti
disebutkan diatas maka kemungkinan besar akan terjadi
robekan pada perineum.(Ilmiah, W. S. 2015).

e. Dampak Dari Perawatan Luka Perineum yang Tidak Benar


Perawatan perineum yang dilakukan dengan baik dapat
menghindarkan hal-hal berikut ini:
1. Infeksi Kondisi perineum yang terkena lochea dan lembab akan
sangat menunjang perkembangbiakan bakteri yang dapat
menyebabkan timbulnya infeksi pada perineum.
2. Komplikasi Munculnya infeksi pada perineum dapat merambat
pada saluran kandung kemih ataupun pada jalan lahir yang
dapat berakibat pada munculnya komplikasi infeksi kandung
kemih maupun infeksi jalan lahir.
3. Kematian Ibu Post Partum Penanganan komplikasi yang lambat
dapat menyebabkan terjadinya kematian pada ibu post partum
mengingat kondisi fisik ibu pospartum masih lemah.(Latifah,
H. 2015).

6. Nyeri
a. Pengertian Nyeri
Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual dan
potensial. International Association for the study of Pain (IASP)
mendefinisikan nyeri sebagai suatu sensori subyektif dan
pengalaman emosional yang tidak menyenangkan berkaitan
dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial atau yang
dirasakan dalam kejadian-kejadian di mana terjadi kerusakan.
Kapasitas jaringan untuk menimbulkan nyeri apabila
jaringan tersebut mendapat rangsangan yang mengganggu
bergantung pada keberadaan nosiseptor. Nosiseptor adalah saraf
aferen primer untuk menerima dan menyalurkan rangsangan
nyeri. Ujung-ujung saraf bebas nosiseptor berfungsi sebagai
reseptor yang peka terhadap rangsangan mekanis, suhu, listrik,
atau kimiawi yang menimbulkan nyeri. Berdasarkan letaknya,
nosiseptor dapat dikelompokkan dalam beberapa bagian tubuh
yaitu pada kulit (kutaneus), somatic dalam (deep somatic), dan
pada daerah visceral. Oleh karena perbedaan letak nosireseptor
inilah menyebabkan nyeri yang timbul memiliki sensasi yang
berbeda. Nosiseptor kutenus berasal dari kulit dan subkutan.

b. Alat Ukur Nyeri


Terdapat beberapa alat ukur yang dapat digunakan untuk
mengetahui skala nyeri seseorang salah satunya yaitu alat ukur
nyeri yang dikembangkan oleh Wong dan Baker tahun 1988 yang
masih digunakan hingga sekarang yang disebut dengan Wong
Baker Scale Pain.
Wong dan Baker mengembangkan skala wajah untuk
mengkaji nyeri pada anak-anak. Skala tersebut terdiri dari enam
wajah dengan profil kartun yang menggambarkan wajah dari
wajah yang sedang tersenyum (“tidak merasakan nyeri”)
kemudian secara bertahap meningkat menjadi wajah yang kurang
bahagia., wajah yang sangat sedih, sampai wajah yang sangat
ketakutan (“nyeri yang sangat”). Anak-anak berusia tiga tahun
dapat menggunakan skala tersebut. Para peneliti mulai meneliti
penggunaan skala wajah ini pada orang-orang dewasa.

Wong Baker Scale Pain.


c. Manajemen Nyeri
Manajemen nyeri terdiri dari manajemen nonfarmakologis
dan manajemen farmakologis.
1) Manajemen Non Farmakologis
a) Stimulasi pada area kulit
Stimulasi pada area kulit merupakan istilah yang
digunakan sebagai salah satu teknik yang dipercaya dapat
mengaktifkan opioid endogen. Cara kerja khusus stimulasi
kutaneus masih belum jelas. Salah satu pemikiran adalah
bahwa cara ini menyebabkan pelepasan endorfin, sehingga
memblok transmisi stimulus nyeri.
(1.) Pemberian kompres dingin
Kompres dingin adalah memberi rasa dingin pada
daerah setempat dengan menggunakan kain yang
dicelupkan pada air biasa atau air es sehingga
memberi efek dingin pada daerah tersebut. Terdapat
berbagai macam variasi kompres es antara lain
massase dengan menggunakan es, kompres es dengan
kantung es, dll. Tujuan diberikan kompres dingin
adalah menghilangkan rasa nyeri akibat edema atau
trauma, mencegah kongesti kepala, memperlambat
denyutan jantung, mempersempit pembuluh darah,
dan mengurangi arus darah lokal
Intervensi sederhana untuk mengurangi nyeri akibat
episiotomi atau laserasi pada perineum ialah
mendorong ibu berbaring pada salah satu sisinya dan
menggunakan bantal saat duduk. Intervensi lain ialah
kompres es yang dikemas (ice pack), obat salep (jika
diresepkan dokter), aplikasi panas kering,
membersihkan dengan botol percik atau Surgi-Gataor,
dan sitz batz.
(2.) Massase
Masase adalah melakukan tekanan dengan
menggunakan tangan pada jaringan lunak, biasanya
otot, tendon, atau ligamentum tanpa menyebabkan
gerakan atau perubahan posisi sendi yang ditujukan
untuk meredakan nyeri, menghasilkan relaksasi,
dan/atau memperbaiki sirkulasi.
b) Accupresure
Acupressure adalah salah satu cara pengobatan dengan
penekanan-penekanan pada titik pengaktifan (trigger
point) di mana 31 dalam hal nyeri titik pengaktif adalah
sama dengan titik akupuntur, menurut ilmu kedokteran
barat.
c) Relaksasi
Teknik relaksasi merupakan metode yang dapat digunakan
untuk menurunkan kecemasan dan ketegangan otot
(muscle tension)
d) Reframing
Reframing merupakan teknik yang mengajarkan tentang
cara memonitor atau mengawasi pikiran negatif dan
menggantinya dengan salah satu pikiran yang lebih positif
e) Hiponosis
Hipnotis menurut Society for Psychological Hypnosis
“Hipnotis adalah teknik terapi di mana klinisi (ahli
psikologi, dokter, perawat, dsb) membuat saran atau
sugesti kepada individu yang telah menjalani prosedur
yang dirancang agar santai dan berfokus pada pikiran
mereka
2) Manajemen farmakologis
Obat-obatan dalam kelompok ini memiliki target aksi
pada enzim, yaitu enzim siklooksigenase (COX). Enzim COX
berperan dalam sintesis mediator nyeri, salah satunya adalah
prostaglandin. Mekanisme umum dari analgesik jenis ini
adalah memblokir pembentukan prostaglandin dengan jalan
menginhibisi enzim COX pada daerah yang terluka, sehingga
mengurangi pembentukan mediator nyeri.
Efek samping yang paling umum dari golongan obat ini
adalah gangguan lambung, usus, kerusakan darah, kerusakan
hati dan ginjal, serta reaksi alergi di kulit. Efek samping
biasanya disebabkan oleh penggunaan dalam jangka waktu
lama dan dosis besar (Ikawati, 2010). Contoh obatnya adalah
meclofenamate, merupakan turunan asam fenamat,
mempunyai waktu paruh pendek, Obat ini meningkatkan efek
antikoagulan oral dan mempunyai kontraindikasi pada
kehamilan
B. Konsep Dasar Manajemen Asuhan Kebidanan Pada Ibu Post Partum
Fisiologis dengan Nyeri Pada Jahitan Perinium

I. PENGKAJIAN
A. DATA SUBYEKTIF
1. Identitas

Nama :
Umur : < 20 tahun dan > 35 tahun (Ambarwati, 2009)
Kurang dari 20 tahun alat-alat reproduksi belum
matang,mental psikisnya belum siap,sedangkan umur
lebih dari 35 tahun rentan sekali untuk terjadi
perdarahan dalam masa nifas
Agama :
Suku/bangsa :
Pendidikan :

Pekerjaan :

Alamat :

2. Keluhan Utama

Terasa sakit atau nyeri pada bekas jahitan.

3. Riwayat Kesehatan Klien


a. Riwayat Kesehatan yang Lalu
1) Penyakit Kardiovaskuler : Penyakit Jantung,
Hipertensi
2) Penyakit Darah : Anemia
3) Penyakit Paru-paru : TBC, Asma
4) Penyakit Hati : Hepatitis
5) Penyakit Endokrin : Diabetes Melitus
6) Penyakit Infeksi : IMS, Infeksi
TORCH
7) Penyakit Ginjal dan Saluran Kencing : Gagal Ginjal
8) Penyakit/Kelainan sistem Reproduksi : Penyakit
Ginekologik, Tumor/Kanker
9) Riwayat Alergi
10) Riwayat Pembedahan
b. Riwayat Kesehatan Sekarang: Data-data ini diperlukan
untuk mengetahui kemungkinan adanya penyakit yang
diderita pada saat ini yang ada hubungannya dengan masa
nifas dan bayinya.Waktu terjadinya sakit, Proses terjadinya
sakit,  Upaya yang telah di lakukan, Hasil pemeriksaan
sementara / sekarang. (Ambarwati, 2009)

4. Riwayat Kesehatan Keluarga


Data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya
pengaruh penyakit keluarga terhadap gagguan kesehatan pasien
dan bayinya, yaitu apabila ada penyakit keluarga yang
menyertainya (Ambarwati, 2009)

5. Riwayat Menstruasi
Mempunyai gambaran tentang keadaan dasar dari organ
reproduksinya. (Sulistyawati,2010)
Riwayat siklus : 23 – 32 hari (Sulistyawati,2010)
Lama haid :
Jumlah menstruasi:
Data ini menjelaskan seberapa banyak darah menstrusi
yang di keluarkan. (Sulistyawati,2010)
6. Riwayat Obstetri:

N Kehamilan Persalinan Anak Nifas


Suam Ank UK Pny Jns Pnlg Tm Pen J BB/PB H M Abnrmlts Laktasi Pen
o
i pt y K y
1
2

Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu.


Berapa kali ibu hamil, apakah pernah abortus, cara
persalinan yang lalu, penolong persalinan, keadaan nifas
yang lalu. (Ambarwati, 2009)

7. Riwayat Kontrasepsi :
Untuk mengetahui apakah pasien pernah ikut KB dengan
kontrasepsi jenis apa, berapa lama, adakah keluhan selama
menggunakan kontrasepsi serta rencana KB setelah masa nifas
ini dan beralih ke kontrasepsi apa. (Ambarwati, dkk. 2009).

8. Pola Fungsional Kesehatan

Pola Keterangan
Nutrisi Cepat Lapar
Terjadi perubahan gastrointestinal yaitu peristaltik usus akan
bekerja cepat yang menyebabkan ibu pasca partum satu atau 2
jam akan lebih mudah kelaparan (Varney, 2007)
Eliminasi Volume urine berkurang (Diuresis)
Terjadi berhubungan dengan pengurangan volume darah, hal
ini berlangsung sampai 2-3 hari post partum (Varney, 2007)
Konstipasi
Setelah plasenta lahir estrogen menurun sehingga tonus otot
seluruhnya berangsur pulih kembali, tapi konstipasi mungkin
tetapi terjadi dan mengganggu hari-hari pertama post partum
(Varney, 2007)
Istirahat Ibu akan sering beristirahat
Kontraksi uterus ketika ibu akan bersalin membuat ibu tidak
dapat beristirahat dengan cukup hal ini menyebabkan ibu lelah.
Oleh karena itu, ketika ibu memasuki masa nifas ibu akan
sering beristirahat. (Ambarwati, 2009)
Ibu nifas memerlukan istirahat yang cukup, istirahat tidur yang
dibutuhkan ibu nifas sekitar 8 jam pada malam hari dan 1 jam
pada siang hari (Kemenkes RI, 2013).
Aktivitas Sering memperhatikan dan merawat bayinya
Ibu menganggap bayi yang dilahirkannya adalah suatu hal yang
baru. Sehingga ibu akan sering dan lebih terfokus kepada
bayinya (Ambarwati, 2009).
Ibu nifas dianjurkan untuk segera melakukan mobilisasi seperti
miring kanan dan kiri kemudian duduk dan berjalan, mobilisasi
perlu dilakukan agar tidak terjadi pembengkakan akibat
tersumbatnya pembuluh darah Ibu (Kemenkes RI, 2013).
Personal Pada masa postpartum, seorang ibu sangat rentan terhadap
Hygiene infeksi. Oleh karena itu, kebersihan diri sangat penting untuk
mencegah terjadinya infeksi. Kebersihan tubuh, pakaian, tempat
tidur, dan lingkungan sangat penting untuk tetap dijaga
(Saleha, 2009)
Perawatan luka perineum bertujuan untuk mencegah infeksi,
meningkatkan rasa nyaman dan mempercepat penyembuhan.
Perawatan luka perineum dapat dilakukan dengan cara mencuci
daerah genital dengan air dan sabun setiap kali habis
BAK/BAB yang dimulai dengan mencuci bagian depan, baru
kemudian daerah anus, Pembalut hendaknya diganti minimal 2
kali sehari (Kemenkes RI, 2013).
Kebiasaan
Seksualitas Dilakukan setelah 40 hari masa nifas
Secara fisik, aman untuk melakukan hubungan seksual begitu
darah merah berhenti dan ibu dapat memasukkan satu atau dua
jarinya kedalam vagina tanpa rasa nyeri. Banyak budaya dan
agama yang melarang untuk melakukan hubungan seksual
sampai masa waktu tertentu, misalnya 40 hari atau 6 minggu
setelah kelahiran. Keputusan bergantung pada pasangan yang
bersangkutan (Sulistyawati, 2009)
Dinding vagina kembali pada keadaan sebelum hamil dalam
waktu 6-8 minggu. Secara fisik aman untuk memulai hubungan
suami istri begitu darah merah berhenti, dan ibu dapat
memasukkan 1 atau 2 jari ke dalam vagina tanpa rasa nyeri.
Begitu darah merah berhenti dan ibu tidak merasakan
ketidaknyamanan, maka aman untuk memulai melakukan
hubungan suami istri kapan saja ibu siap (Dewi dkk, 2011)

9. Riwayat Psikososiokultural Spiritual


a) Pernikahan keberapa, lama menikah, status pernikahan
sah/tidak
b) Respon klien dan keluarga bayi yang dilahirkan,
diterima/tidak
c) Bagaimana psikis ibu di masa nifas
d) Adat istiadat yang masih dilakukan oleh ibu dan keluarga di
masa nifas
Masa nifas merupakan masa yang rentan dan terbuka untuk
bimbingan dan pembelajaran.Perubahan peran seorang ibu
memerlukan adaptasi. Tanggung jawab ibu mulai bertambah.
( Damaiyanti, 2011)

B. DATA OBYEKTIF
1. Pemeriksaan Umum
Kesadaran : Compos mentis (Sulistyawati, 2010 h.226)
Skala Nyeri : Nyeri adalah bentuk pengalaman sensorik dan
emosional yang tidak menyenangkan yang
berhubungan dengan adanya kerusakan jaringan atau
cenderung akan terjadi kerusakan jaringan atau suatu
keadaan yang menunjukkan kerusakan jaringan
(Mangku G, Senapathi TGA, 2010)
Wong Baker Pain Rating Scale

Tanda Vital : Tekanan Darah : 110/70 mmHg – 120/80 mmHg


(Ambarwati dkk, 2009)
Suhu badan : 24 jam postpartum suhu badan akan
naik sekitar (37,5-380C) sebagai akibat kerjakeras
waktu  melahirkan, dan kelelahan. (Ambarwati
dkk,2009)
Nadi : 60-80 x/mnt atau tidak lebih dari
100x/mnt. Denyut nadi normal orang dewasa
adalah 60-80 x/menit. Sehabis melahirkan biasanya
denyut nadi akan lebih cepat.
Denyut nadi di atas 100x/menit pada masa nifas
adalah mengindikasikan adanya suatu infeksi,
(Ambarwati dkk,2009)
Pernafasan: 20-30 x/menit
Pernafasan harus berada dalam rentang yang
normal,yaitu sekitar 20-30 x/menit. (Ambarwati
dkk,2009). Pada ibu post partum umumnya
pernafasan lambat atau normal.

Antropometri : Tinggi Badan :


Tinggi badan merupakan salah satu ukuran
pertumbuhan seseorang. Tinggi badan dapat
diukur dengan stasiometer atau tongkat pengukur
(Tambunan dkk,2011).
BB sebelum hamil :
BB sekarang :
Massa tubuh di ukur dengan pengukuran massa
atau timbangan. Indeks massa tubuh digunakan
untuk menghitung hubungan antara tinggi dan
berat badan, serta menilai tingkat kegemukan.
(Tambunan dkk,2011).
LILA :
2. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
Kepala : Tampak bersih, tidak tampak ketombe,rambut
tampak kuat, distribusi rambut tampak merata dan
tekstur rambut tampak lembut (Priharjo,2006).
Wajah : Tidak tampak kloasma gravidarum, tidak tampak
odem, dan tidak tampak pucat (Tambunan
dkk,2011)
Mata : Kelopak mata tidak tampak odem, konjungtiva
tidak tampak pucat, dan sklera tidak tampak
kuning.
Hidung : Tampak bersih, tidak ada pengeluaran, tidak
tampak polip, tidak tampak peradangan
(Tambunan dkk,2011)
Mulut : Tampak simetris, bibir tampak lembab, tidak
tampak caries dentis, tidak tampak stomatitis,
geraham tampak lengkap, lidah tampak bersih,
tidak tampak pembesaran tonsil.
(Tambunan dkk,2011 & Uliyah dkk,2008).
Telinga : Tampak bersih, tidak ada pengeluaran/sekret.
(Tambunan dkk,2011 & Uliyah dkk,2008).
Leher : Tampak hyperpigmentasi pada leher, tidak
tampak pembesaran tonsil, tidak tampak
peradangan faring, tidak tampak pembesaran
vena jugularis, tidak tampak pembesaran
kelenjar tiroid, dan kelenjar getah bening
(Priharjo, 2006 & Tambunan dkk,2011).
Dada : Tampak simetris, tidak ada retraksi dinding dada
(Tambunan,2011)
Payudara : Tampak simetris kiri dan kanan, tampak
bersih, tampak pengeluaran colostrum, areolla
tampak hyperpigmentasi, puting susu menonjol,
tidak tampak retraksi ( Helen Farrer, 1999)
Abdomen : Tampak linea nigra, dan tampak stiae alba, tidak
tampak luka bekas operasi, dan tidak tampak
asites (Helen Farer, 1999).
Genetalia : Terdapat odem, hematom, nyeri, tegang.
Tanda REEDA Perineum : terdapat rupture
perineum, echimocis, edema, kemerahan,
eritema, drainage.

Lochea rubra (1 – 3 hari)

berisi darah segar dan sisa – sisa selaput ketuban, sel-sel


desidua, verniks kaseosa, lanugo, dam mekonium, selama 2
hari post partum.

Lochea sanguilenta (3 – 7 hari)

berwarna kuning berisi darah dan lendir, hari 3 – 7 post


partum

Lochea serosa (7 – 14 hari)


berwarna kuning cairan tidak berdarah lagi, pada hari ke 7
– 14 post partum

Lochea alba (>14 hari)

cairan putih, setelah 2 minggu

Ekstremitas : Tampak simetris,tidak tampak oedem, dan tidak


tampak varices(Ambarwati dkk, 2009)

Palpasi
Kepala : Tidak teraba oedema / massa (Priharjo,2006).
Mata : Tidak teraba oedema
Hidung : Tidak teraba polip
Leher : Tidak teraba pembesaran vena jugularis, kelenjar
tiroid dan kelejar getah bening (Priharjo,2006).
Payudara : Tidak teraba benjolan / massa, konsistensi
teraba padat berisi, tidak adanya nyeri tekan putting susu
menonjol, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
diketiak ( Ambarwati dkk, 2009)
Abdomen :
 Diastasis rektus abdominalis : 12 x 2 cm (Varney 2008)
Tinggi Fundus : (Varney , 2008 )

Hari Ke Tinggi Fundus

Segera saat pasca partum 3 jari bawah pusat

Hari kelahiran dan hari pertama Sepusat

Hari ke-2 1 jari dibawah pusat

Hari ke-3 2 jari dibawah pusat

Hari ke-4 3 jari dibawah pusat

Hari ke-5 Pertengahan pusat sympisis

Hari ke-6 Pertengahan pusat sympisis


Hari ke-7 3 jari diatas sympisis

Hari ke-8 2 jari diatas sympisis

Hari ke-9 1 jari diatas sympisis

Hari ke-10 Sudah masuk ke panggul

Genetalia : Tidak teraba pembesaran kelenjar bartholini


(Helen Farrer, 1999)
Ekstremitas : Tidak teraba oedema, Reflex Homan sign (-),
(varney 2008 &Ambarwati dkk, 2009)

Auskultasi
 Abdomen : 5-35 x/menit (Varney 2008)

Perkusi
 Ekstremitas : Untuk mengecek refleks patella (+),
Bisep (+), Trisep (+) (Varney 2008 )

3. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan Laboratorium
 Pemeriksaan USG
 Pemeriksaan Diagnostik lainnya

II. INTERPRETASI DATA DASAR


Diagnosis : Papah…Jam postpartum atau Papah hari ke…
post partum dengan nyeri luka jahitan
perinium (Jika masa nifas sudah lebih dari 24
jam)(Varney, 2008)
Masalah : Tidak ada
Kebutuhan : Tidak ada
III. IDENTIFIKASI DIAGNOSIS/ MASALAH POTENSIAL
Tidak ada

IV. IDENTIFIKASI KEBUTUHAN TINDAKAN SEGERA


Tidak ada

V. INTERVENSI
1. Jelaskan hasil pemeriksaan pada klien
Rasional : penjelasan mengenai pemeriksaan fisik postpartum
merupakan hak klien (varney 2007)
2. KIE mengenai nutrisi ibu nifas
Rasional: Makanan harus bermutu dan bergizi, cukup kalori.
Makanlah makanan yang mengandung protein, banyak cairan,
sayur-sayuran dan buah-buahan
3. KIE tentang mobilisasi
Rasional : Karena lelah sehabis bersalin ibu harus beristirahat,
lalu miring ke kanan dan ke kiri, duduk, jalan-jalan. Mobilisasi
mempunyai variasi tergantung pada adanya komplikasi
persalinan, nifas dan sembuhnya luka-luka
4. KIE tentang personal hygine dan perawatan luka perineum
Rasional : Personal hygine terutama pada daerah genetalia
mengurangi resiko infeksi yang terjadi pada ibu post partum
terutama pada daerah perineum.
5. KIE tentang proses eliminasi pada masa nifas
Rasional: Hendaknya kencing secepatnya dapat dilakukan
sendiri. Kadang-kadang ibu nifas sulit kencing karena
sphingter uretra mengalami tekanan oleh kepala janin dan
spasme oleh iritasi sphingter ani selama persalinan. Juga oleh
karena adanya edema kandung kemih yang terjadi selama
persalinan.Bila ibu nifas sulit kencing sebaiknya lakukan
kateterisasi.
Buang air besar harus ada 3-4 hari post partum. Bila belum dan
terjadi obstipasi apalagi BAB keras dapat diberikan terapi per
oral atau per rectal
6. Lakukan perawatan payudara
Rasional: Perawatan mamae telah dimulai sejak hamil supaya
putting susu tidak keras dan kering sebagai persiapan menyusui
bayinya. Dianjurkan sekali supaya ibu menyusui bayinya
karena baik untu kesehatan bayinya
7. Ajarkan cara menyusui bayi
Rasional: Mencegah terjadinya lecet pada payudara
( Mochtar, Sinopsis Obstetri Jilid I, 1990)
8. Ajarkan cara perawatan tali pusat pada bayi
Rasional : perawatan bayi baik dari hygine untuk mencegah
infeksi dan menjaga kondisi bayi tetap sehat , memberikan
kenyamanan pada bayi
9. KIE ASI ekslusif
Rasional : ASI ekslusif penting untuk daya tahan tubuh bayi
10. KIE mengenai imunisasi bayi
Rasional : Imunisasi pada bayi berguna untuk memberikan
antibodi tambahan pada bayi , agar bayi tidak mudah terkena
penyakit .
11. KIE untuk melakukan kunjungan ulang ke tempat pelayanan
kesehatan
Rasional : Kunjungan ulang dilakukan untuk memantau nifas
dan neonatus untuk mencegah komplikasi pada ibu dan
neonatus .

VI. IMPLEMENTASI
Pelaksanaan dilakukan dengan efisien sesuai dengan
rencana asuhan yang telah disusun. Pelaksanaan ini bisa dilakukan
seluruhnya oleh bidan atau sebagian dikerjakan oleh klien atau
anggota tim kesehatan lainnya.

VII. EVALUASI
Evaluasi merupakan penilaian tentang keberhasilan dan
keefektifan asuhan kebidanan yang telah dilakukan. Evaluasi
didokumentasikan dalam bentuk bentuk SOAP

BAB III
TINJAUAN KASUS

PENGKAJIAN

Tanggal pengkajian : 1 Mei 2021

Tempat pengkajian : Puskesmas Trauma Center

Nama pengkaji : Adilah Azmi Lathifah

S.

1. Identitas

Nama Istri : Ny. I Nama Suami : Tn. T


Umur : 26 th Umur : 26 th
Suku : Banjar Suku : Banjar
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SD Pendidikan : SMP
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Swasta
Alamat : RT.12 SKT

2. Keluhan Utama/Alasan Datang


Nyeri pada luka jahitan

3. Riwayat Kesehatan Klien


Tidak ada riwayat alergi dan penyakit seperti hipertensi, asma, DM, TBC,
hepatitis B atau penyakit menurun dan menular lainnya yang dapat
mempengaruhi kesehatan ibu selama masa nifas.

4. Riwayat kesehatan keluarga


Tidak ada riwayat penyakit dalam keluarga seperti hipertensi, asma, DM,
TBC, atau penyakit lainnya yang dapat mempengaruhi kesehatan ibu selama
masa nifas.
5. Riwayat menstruasi
Usia menarche : 12 tahun
Siklus : 28 hari/ 5-6 hari tiap siklus
Jumlah : 3-4 kali ganti pembalut perhari

6. Riwayat obstetri

Kehamilan Persalinan Anak Nifas

Abnor
No Suami Ank UK Peny Jenis Pnlg Tmpt Peny JK BB/PB H M Laktsi Peny
malitas

2700 -
1. Tn.M I Atm - Spt Bdn PMB - L gr/ 50 5 th - 3 bln -
cm

2. Tn.T II Atm - Spt Bdn PKM - P 3810

7. Riwayat Persalinan sekarang


Ibu bersalin tanggal 1 Mei 2021 pukul 06.38 WITA, ibu mulai merasakan
sakit-sakit semakain sering dan terdapat pengeluaran lendir bercampur darah
sejak pukul 02.30 WITA dan memeriksakan diri ke puskesmas pukul 05.00
WITA. Pukul 05.15 dilakukan pemeriksaan di puksesmas dan didapatkan
hasil pembukaan ibu 8 cm dan ibu dipersiapkan untuk proses persalinan.
pukul 06.00 WITA ibu merasa ingin mengejan dan dilakukan pemeriksaan
dalam didapatkan hasil pembukaan 10 cm, ibu dipimpin untuk meneran.
Lama kala II 38 menit, lama kala III 8 menit, dan dilakukan pemantauan kala
IV selama 2 jam masa nifas.
Bayi lahir spontan menangis, gerakan aktif, warna kulit kemerahan, dilakukan
IMD segera setelah lahir selama 1 jam. BB 3810 gram, PB 52 cm, LK 34 cm,
LD 31 cm, LP 32 cm.
8. Riwayat ginekologi
Tidak ada riwayat penyakit ginekologi ataupun IMS yang dapat
mempengaruhi kesehatan ibu selama masa nifas.

9. Riwayat kontrasepsi
Sebelumnya menggunakan kontrasepsi suntik 3 bulan, tidak ada keluhan
selama menggunakan kontrasepsi dan mulai menghentikan penggunaan KB
sejak tahun 2019

10. Pola fungsional kesehatan

Pola Keterangan
Setelah partus makan 1 kali dengan porsi nasi, semangkuk sayur, lauk pauk,
Nutrisi
dan segelas susu.
BAK 2 kali warna kuning jernih
Eliminasi
BAB belum ada
Istirahat Ibu merasa lelah dan tertidur selama 1 jam setelah persalinan
Ibu berbaring di tempat tidur dan mencoba melakukan mobilisasi dini
Aktivitas dengan miring kiri dan kanan dan berjalan kekamar kecil, ibu juga mencoba
untuk menyusui anaknya.
Personal Ibu sudah mandi, sudah mengganti pakaian dan celana dalam, ganti
Hygiene pembalut 2 kali
Seksualitas Tidak melakukan
Kebiasaan Tidak ada kebiasaan yang dilakukan ibu seperti mengkonsumsi
yang dapat
mempengar
uhi
kesehatan

11. Riwayat psikososio kultural spiritual


Psikologis: ibu merasa bahagia dengan kelahiran anaknya, ibu merasa bangga
pada dirinya karena mampu melalui proses persalinan
Sosial : suami selalu mendampingi ibu selama proses persalinan dan
selama masa nifas, suami bergantian menjaga bayi
Kultural : tidak ada kebudayaan yang dapat mempengaruhi masa nifas
seperti mempercayai pantangan makanan ataupun larangan untuk
beraktivitas
Spiritual : tidak ada kepercayaan dalam agama yang dapat mempengaruhi
masa nifas
O.
1. Pemeriksaan Umum
a. Keadaan umum
Kesadaran : compos mentis
Keadaan emosional : baik
Skala Nyeri : 4 (agak mengganggu)
b. Antropometri
Tinggi badan : 168 cm
Berat badan saat hami : 58 cm
Berat badan saat ini : 54,1
c. Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 90 x /menit
Suhu : 36,7 oC
Pernapasan : 24 x /menit

2. Pemeriksaan Fisik
Kepala : bersih, warna rambut hitam, distribusi rambut merata, tidak ada
nyeri tekan, tidak teraba oedem atau massa.
Wajah : simetris, tidak pucat, terdapat cloasma bagian pipi
Mata : simetris, tidak ada oedem pada palpebral, sclera putih,
konjungtiva merah muda, tidak ada gangguan pengelihatan.
Hidung : bersih, tidak ada polip, tidak ada pernapasan cuping hidung
Telinga : simetris, bersih, tidak ada gangguan pendengaran
Mulut : simetris, mukosa bibir lembab, tidak ada pembesaran tonsil dan
ovula, terdapat lubang pada gigi geraham, lidah merah muda dan
tremor.
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan limfe, tidak ada
bendungan pada vena jugularis
Dada : simetris, tidak ada rentraksi dinding dada
Payudara : simetris, terdapat hiperpigmentasi pada areola dan putting, putting
susu menonjol, tidak teraba massa, terdapat pengeluaran
kolostrum.
Abdomen : tidak ada luka bekas operasi, terdapat linea nigra dan setriae,
kontraksi uterus baik teraba keras membulat, tidak kembung
TFU : 2 jari dibawah pusat
DRA : 12 x 3 cm
Genetalia : tidak ada oedem dan varices pada vulva dan vagina, terdapat
pengeluaran lochea rubra konsistensi cair banyaknya ± 30 ml,
terdapat luka jahitan perinium, nyeri saat ditekan, dan tidak ada
tanda-tanda REEDA
Anus : terdapat haemoroid
Ekstermitas
Atas : simetris, kuku jari tangan panjang, tidak oedem, rekflesk trisep
dan bisep positif, CRT <2dtk
Bawah : simetris, tidak oedem, rekleks patella positif, human sign
negative, CRT <2dtk

3. Pemeriksaan Khusus
Tidak dilakukan

4. Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan
A.
Diagnosis : P2002 7 jam post partum fisiologis
Masalah : nyeri luka jahitan perinium
Diagnosis potensial : tidak ada
Masalah potensial : gangguan mobilisasi
Kebutuhan segera : tidak ada

P.

Hari
No Penatalaksanaan Paraf
Tanggal
Menjelaskan hasil pemeriksaan pada ibu bahwa keadaan ibu normal
TD :130/80 mmHg, N: 90 x /menit, T: 36,7 oC, RR: 24 x /menit,
1-5-
1. kontraksi uterus baik teraba bulat keras, dan perdarahan yang Adilah
2021
dialami ibu normal, tidak ada tanda infeksi pada luka jahitan
perinium.
Memberi KIE mengenai cara mengatasi keluhan yang dialami ibu
yaitu nyeri pada luka jahitan perinium. Menjelaskan bahwa nyeri
yang dialami oleh ibu merupakan hal yang normal selama tidak
mengganggu ibu dalam beraktivitas. Untuk mengurangi nyeri ibu
dapat melakukan pemberian kompres dingin dengan menggunakan
2. Adilah
batu es pada area sekitar luka, efek dingin yang dihasilkan dari es
dapat mengurangi rasa nyeri yang dialami ibu dengan menimbulkan
efek analgetik dengan memperlambat kecepatan hantaran saraf
sehingga impuls nyeri yang mencapai otak lebih sedikit; ibu
bersedia melakukan kompres dingin.
3. Memberi KIE mengenai perawatan luka jahitan perinium yaitu Adilah
dengan selalu menjaga kebersihan diri terutama area genetalia
dengan rutin mengganti pembalut, membersihkan area vagina
dengan menggunakan air bersih biasa tidak dengan air hangat
karena dapat menyebabkan benang menjadi lunak dan menghambat
penyatuan jaringan, tidak menempelkan daun-daunan ataupun
bahan-bahan yang tidak steril pada area vagina karena dapat
menyebabkan infeksi, serta rutin mengganti celana dalam agar
selalu bersih dan tidak lembab; ibu mengetahui cara perawatan luka
perinium.
Menganjurkan ibu untuk melakukan mobilisasi dini yaitu dengan
melakukan gerakan memiringkan badan ke kanan dan kekiri secara
bergantian, perlahan duduk dan berjalan sendiri ke kamar mandi.
Mobilisasi dini bermanfaat untuk mencegah infeksi puerperium,
4. Adilah
melancarkan pengeluaran lokhea, mempercepat involusi uterus,
melancarkan fungsi gastrointestinaal dan perkemihan, serta
meningkatkan kelancaran peredaran darah; ibu bersedia melakukan
mobilisasi dini.
Memberi KIE mengenai nutrisi yang harus dipenuhi ibu selama
masa nifas meliputi karbohidrat sebagai sumber energi yang bisa
didapatkan dari nasi dan umbi-umbian. Protein sebagai zat
pembangun yang bisa diperoleh dari kacang-kacangan, ikan, daging,
5. telur, susu, ataupun keju. Vitamin dan mineral yang berfungsi Adilah
sebagai zat pengatur yang dapat diperoleh dari buah dan sayuran.
Dianjurkan makan 3-5 kali dan minum minimal 12-14 gelas perhari
sebagai persiapan ibu untuk menyusui bayinya; ibu mengetahui
nutrisi yang perlu dikonsumsi selama masa nifas.
Menganjurkan ibu untuk makan makanan yang tinggi protein untuk
mendukung mempercepat penyembuhan luka jahitan dan
pengembalian kondisi tubuh karena protein merupakan komponen
6. Adilah
pembentukan sel-sel baru sehingga dapat membantu mempercepat
penyembuhan luka; ibu bersedia mengkonsumsi makanan tinggi
protein.
7. Memberi KIE mengenai hal-hal yang harus dihindari selama masa Adilah
nifas yaitu membuang ASI yang pertama kali keluar (kolostrum)
karena sangat bermanfaat untuk memberikan kekebalan tubuh bagi
bayi, tidak dianjurkan membersihkan payudara menggunakan
alkohol ataupun betadine karena berbahaya bagi bayi sebab dapat
tertelan, menggunakan korset yang terlalu kencang, dan
menempelkan daun-daunan pada kemaluan karena dapat
menyebabkan infeksi; ibu mengetahui hal-hal yang harus dihindari
selama masa nifas
Memberi KIE tanda bahaya masa nifas yaitu keluar cairan berbau
dari jalan lahir, bengkak pada wajah dan kaki, sakit kepala hingga
8. kejang, demam lebih dari 2 hari, payudara bengkak disertai rasa Adilah
sakit, dan ibu depresi atau stress; ibu mengetahui tanda bahaya masa
nifas
Memberi KIE mengenai perawatan payudara karena telah terdapat
pengeluaran kolostrum dan ibu siap untuk menyusui yaitu dengan
secara rutin membersihkan area puting dengan air hangat dan kapas
atau kassa, selalu membersihkan payudara saat mandi serta tidak
9. Adilah
menggunakan bra yang terlalu ketat karena dapat mengganggu
sirkulasi darah ibu serta mengoleskan ASI setiap kali sebelum
memulai menyusui dan setelah selesai menyusui untuk mencegah
terjadinya puting susu lecet; ibu mengetahui cara merawat payudara
Memberi KIE mengenai ASI ekslusif, ASI ekslusif adalah ASI yang
diberikan pada bayi selama 6 bulan tanpa diberikan cairan tambahan
lain seperti susu formula, madu, air teh, dan air putih serta tambahan
makanan padat seperti pisang, bubur susu, biskuit, bubur nasi atau
nasi tim. ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi pada 6 bulan
pertama kehidupan karena ASI mengandung sumber vitamin dan
10. mineral yang paling mudah dicerna oleh saluran pencernaan bayi, Adilah
selain itu ASI mengandung protein dan dapat meningkatkan
kekebalan tubuh yang berfungsi melindungi bayi dari infeksi kuman
dan bakteri sehingga dapat mencegah bayi terinfeksi penyakit serta
mempercepat proses penyembuhan ketika bayi sakit; orang tua bayi
mengetahui tujuan dan mafaan dari ASI ekslusif serta ibu bersedia
untuk memberikan ASI ekslusif pada bayinya.
11. Memberi KIE mengenai kebutuhan air minum. Selama menyusui 6 Adilah
bulan pertama ibu membutuhkan 14 gelas air dalam sehari, dan
pada 6 bulan kedua sebanyak 12 gelas sehari. Tubuh ibu menyusui
yang dehidrasi akan mengurangi produksi ASI, sehingga dianjurkan
memenuhi kebutuhan air dalam sehari; ibu mengerti penjelasan
yang diberikan dan bersedia mengkonsumsi air minum sesuai yang
dianjurkan
Memberi KIE mengenai perawatan tali pusat, yaitu dengan hanya
membungkus tali pusat menggunakan kassa steril tanpa
memberikan betadine, alkohol atau membubuhi kopi. Tali pusat
tidak perlu ditarik-tarik karena akan lepas dengan sendirinya dalam
kurun waktu 5-7 hari apabila perawatan tali pusat dilakukan dengan
12. Adilah
benar, kondisi tali pusat yang sering basah dan lembab dapat
memperlambat pelepasan tali pusat serta menimbulkan infeksi, oleh
sebab itu dianjurkan rutin mengganti kassa secara rutin saat mandi
dan jika terkena BAK; oraang tua bayi mengetahui perawatan tali
pusat yang benar.
Memberi KIE mengenai Skrining Hipotiroid Konginetal (SHK)
yang bertujuan untuk mendeteksi secara dini adanya risiko
terjadinya keterbelakangan mental oleh bayi akibat dari kekurangan
hormon tiroid. Hormon Tiroid merupakan hormon yang sangat
mempengaruhi fungsi jaringan dan organ tubuh, pada bayi dan
anak-anak hormon tiroid berperan dalam tumbuh kembang terutama
pada perkembangan otak. Oleh sebab itu sangat penting melakukan
13. SHK sedini mungkin, SHK dilakukan pada usia bayi 42-72 jam Adilah
setelah lahir dengan mengambil sample darah dari tumit bayi yang
kemudian akan dilakukan pemeriksaan. Apabila terdapat kelainan
pada hormon tiroid bayi orang tua akan dihubungi dan bayi dapat
diberikan penanganan sedini mungkin sehingga menurunkan angka
kematian dan kecacatan bayi akibat kelainan pada hormon tiroid;
orang tua mengetahui pentingnya melakukan SHK dan bersedia
melakukan SHK pada bayinya
14. Memberi KIE mengenai imunisasi dasar lengkap bada bayi balita Adilah
yang bermanfaat dalam membentuk kekebalan tubuh bayi antara
lain 1) imunisasi BCG yang disuntikan pada lengan kanan bayi pada
usia 1 bulan yang berguna dalam membentuk kekebalan tubuh bayi
dari infeksi virus TBC, 2) imunisasi Polio yang diberikan dengan
cara diteteskan pada mulut bayi dalam 4 kali pemberian pada usia 1,
2, 3, dan 4 bulan yang bertujuan untuk membentuk kekebalan tubuh
bayi dari infeksi virus Poliomyelitis yaitu penyebab terjadinya
penyakit polio atau lumpuh layu pada bayi dan balita, 3) imunisasi
DPT-HB-HIB atau Pentavalen yang diberikan pada paha bayi dalam
3 kali pemberian pada usia 2, 3, 4, dan 18 bulan bulan yang
bertujuan untuk membentuk kekebalan tubuh bayi dari infeksi
bakteri yang dapat menyebabkan penyakit difteri yang dapat
menginfeksi hidung dan tenggorokan, pertusis atau batuk rejan,
tetatus yang dapat mempengaruhi sistem saraf, selain itu
membentuk kekebalan tubuh bayi dari infeksi virus Hepatitis B
yang dapat menyebabkan peradangan pada organ hati, dan
membentuk kekebalan tubuh dari infeksi bakteri Hib yang dapat
menyebabkan penyakit radang otak (miningitis), infeksi paru-paru,
dan pneumonia. 4) imunisasi IPV (inactivated poliovirus) yaitu
vaksin polio yang diberikan pada paha bayi sebanyak satu kali,
fungsinya sama dengan yang ditetes hanya saja pemberiannya
melalui suntikan yang diberikan pada usia 4 bulan. 5) imunisasi MR
yang diberikan pada usia 9 dan 24 bulan yang bertujuan untuk
membentuk kekebalan tubuh bayi dari infeksi penyakit campak dan
rubella yang dapat menyebabkan kecacatan dan kematian bayi
balita; orang tua mengetaui mengenai imunisasi dasar lengkap dan
bersedia membawa bayinya untuk imunisasi ke puskesma
Memberi KIE KB pascasalin, menganjrkan ibu untuk segera
menentukan jenis KB yang akan digunakan, karena setelah masa
nifas selesai (40 hari) ibu harus sudah ber KB dan dipastikan belum
15. berhubungan terlebih dahulu, menjelaskan mengenai KB untuk Adilah
menyusui diantaranya suntik 3 bulan, IUD, pil, kondom; ibu
bersedia menggunakan kontrasepsi dan akan mendiskusikan
kembali dengan suami
16. Berkolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi Amoxilin 3x1, Adilah
Paracemol 3x1, B compleks 1x1, lancar ASI 2x1,Vit. A 1x1; ibu
bersedia mengkonsumsi obat minum yang diberikan
Menjadwalkan ibu kunjungan ulang untuk dilakukan pemantauan
kondisi ibu pada hari ke 4-28 hari dan hari ke 29-42 hari serta
pemantauan bayi pada hari ke 3-7 setelah lahir dan hari ke 8-28
17. setelah lahir. Ibu dijadwalka kunjungan ulang pada tanggal 8∕5∕2021 Adilah
atau jika ibu memiliki keluhan terhadap dirinya atau bayinya dapat
segera memeriksakan diri ke Puskesmas; ibu bersedia melakukan
kunjungan ulang
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Pengumpulan Data Dasar


Penulis melakukan Asuhan Kebidanan Komprehensif masa nifas pada
ibu I 26 tahun pada tanggal 1 Mei 2021 7 jam setelah persalinan yang
termasuk kunjungan nifas pertama (KF 1) yang bertujuan untuk mendeteksi
dan mencegah secara dini terjadinya perdarahan pasca persalinan. Dari hasil
pemeriksaan didapatkan hasil usia 26 tahun, TD : 130/80 mmHg, N : 82
x/menit, dan T : 36,7 oC, RR : 24 x/menit Tanda-tanda vital masih dalam
batas normal, konjungtiva tidak pucat, terdapat pengeluaran colostrum,
kontraksi uterus baik keras membulat, TFU 2 jari dibawah pusat dan kandung
kemih kosong, pengeluaran lochea rubra.
Usia Ibu I adalah 26 tahun hal ini sesuai dengan teori yang menyatakn
usia yang ideal untuk hamil dan melahirkan adalah umur 20–35 tahun dimana
pada usia tersebut memiliki risiko yang lebih rendah untuk terjadinya
komplikasi dalam kehamilan maupun persalinan (Sukorini U, 2017). Dalam
penelitian Prihandini, Pujiastuti & Hastuti (2016) menyatakan perempuan
dengan usia <20 tahun masih memiliki sisi psikologis yang belum matang,
perkembangan otot-otot rahim belum cukup baik kekuatan dan kontraksinya,
dan sistem hormonal belum terkoordinasi lancar dan belum stabil sedangkan
perempuan usia >35 tahun akan disertai dengan penyakit kronis seperti
hipertensi, serta sel telur dan kondisi rahim akan mengalami penurunan
kesuburannya. Faktor psikologis pada ibu usia <20 tahun memiliki kondisi
yang labil, reasa tidak siap akan kehamilannya dan perasaan tertekan pada
kasus kehamilan yang tidak diinginkan serta mendapat cercaan dari keluarga,
teman atau lingkungan masyarakatakan menambah stres ibu. Masalah yang
dihadapi wanita hamil berusia lebih tua (35 atau lebih) biasanya merupakan
akibat dari penyakit kronis seperti hipertensi yang lebih sering terjadi pada
wanita yang beranjak tua dimana dapat mening-katkan risiko aborsi spontan,
persalinan premature, gengguan pertumbuhan intrauterin, makrosomia, dan
bayi lahir mati pada gravida lebih tua.
Pada pemeriksaan fisik telah terdapat pengeluaran kolostrum dan ibu
mulai mencoba menyusui bayinya, Menurut Dewi, VNL dan Sunarsih, T
(2016) cairan pertama yang diperoleh bayi pada ibunya adalah colostrum.
Colostrum mengandung zat yang kaya akan protein, mineral, dan antibodi
dari pada ASI yang telah matur. Pada akhir masa kehamilan payudara akan
memproduksi colostrum walaupun jumlah air susu yang dapat dihasilkan
belum banyak. Kondisi yang demikian disebabkan oleh kerja dari hormon
progesteron. Saat bersalin, saat plasenta keluar dari tubuh, kadar progesteron
langsung turun secara drastis, sedangkan hormon prolaktin tetap tinggi.
Keadaan yang demikian membuat produksi ASI meningkat jumlahnya.
Kekebalan bayi akan bertambah dengan adanya kandungan zat-zat dan
vitamin yang terdapat pada air susu ibu tersebut, serta volum colostrum yang
meningkat dan ditambah dengan adanya isapan bayi baru lahir secara terus
menerus (Bahiyatun, 2019). Pemberian kolostrum dapat dimulai sejak satu
jam pertama bayi dilahirkan dengan melakukan praktik Inisiasi Menyusu Dini
(IMD). Pendekatan IMD yang sekarang dianjurkan adalah dengan metode
breast crawl (merangkak mencari payudara) setelah bayi lahir segera
diletakkan di perut ibu dan dibiarkan merangkak untuk mencari sendiri puting
ibunya dan akhirnya menghisapnya tanpa bantuan (Astutik, 2015). Terdapat
pengaruh antara dukungan keluarga, pengetahuan ibu mengenai pentingnya
colostrum, dan paritas ibu dengan pemberian kolostrum pada bayi baru lahir
(Septiani & Umami, 2020)
Pada pemerikaan abdomen didapatkan hasil kontraksi uterus baik teraba
keras membulat dan TFU 2 jari dibawah pusat. Sesuai dengan teori Varney
(2008) menyatakan bahwa tinggi fundus uteri segera setelah lahir adalah 2-3
jari dibawah pusat, uterus akan teraba keras dan membulat sebagai tanda
terjadinya involusi uteri. Dalam penelitian Rofi’ah et al (2016) menyatakan
terdapat hubungan antara usia reproduksi dengan terjadinya involusi uterus
selama masa nifas diamana usia antara 20-35 tahun merupakan usia dimana
individu mencapai suatu vitalitas yang prima sehingga kontraksi otot dan
kembalinya alat-alat kandungan juga semakin cepat karena proses regenerasi
dari sel-sel alat kandungan yang sangat bagus pada usia tersebut. Dalam
penelitian Reeder et.al (2019) menyatakan terdapat hubungan antara
mobilisasi dini ibu nifas dengan proses involusi uteri, mobilisas dini paling
cepat yaitu 20 menit dan paling lambat 2 jam setelah persalinan, mobilisasi
dini dapat berpengaruh pada proses involusi uteri dan pengeluaran lochea
serta meningkatkan peredaran darah pada area genetalia.
Pada pemeriksaan genetalia terdapat penegeluaran lochea berwarna
merah segar yaitu lochea rubra, sesuai dengan teori Maryuanani (2010) pada
hari 1-3 post partum pengeluaran cairan dari vagina adalah lochea rubra yang
berwarna merah kehitaman yang terdiri dari sel decidua, verniks caseosa,
rambut lanugo, sisa mekoneum dan sisa darah. Faktor-faktor yang
mempengaruhi pengeluaran lochea diantaranya bekuan darah pada serviks,
uterus tidak berkontraksi, posisi ibu terlentang, mobilisasi dini, robekan jalan
lahir, dan infeksi, sedangkan terjadinya perubahan pada pengeluaran lochea
dipengaruhi adanya proses involusi uterus (Castaman et. Al, 2019). Menurut
Astriana (2016) dalam penelitiannya menyatakan terdapat hubungan antara
mobilisasi dini terhadap pengeluaran lochia dimana Salah satu tujuan
mobilisasi adalah memperlancar pengeluaran lochea karena pengeluaran
lochea pada wanita post partum dalam posisi berbaring lebih sedikit keluar
dari pada berdiri, hal ini terjadi akibat pembuangan bersatu di vagina bagian
atas saat wanita dalam posisi berbaring dan kemudian akan mengalir keluar
saat berdiri.
Keluhan ibu saat ini adalah nyeri jalan lahir, hal tersebut dikarenakan
adanya luka jahitan perinium drajad 2 yaitu luka pada jalan lahir yang
mengenai mukosa vagina, kulit perineum hingga otot perineum dan telah
dilakukan penjahitan pada luka. Pada pemeriksaan skala nyeri dengan
menggunakan skala nyeri Wong Baker Pain Rating Scale didapatkan hasil
bahwa skala nyeri ya dirasakan ibu adalah 4 dengan interpretasi agak
mengganggu tetapi masih dapat melakukan aktivitas dengan baik. Nyeri
vagina dan perinium yang disebabkan oleh adanya kerusakan jaringan dan
peradangan akibat dari proses persalinan, laserasi perinium dan episiotomi,
dalam penelitian Komatsu et.al (2020) menyatakan intensitas nyeri cenderung
lebih tinggi pada wanita dengan episiotomi dibandingkan tanpa episiotomi,
selain itu nyeri pada vagina dan perinium terkait dengan besarnya trauma atau
drajad robekan perinium. Nyeri perinium yang terjadi selama periode post
partum mempengaruhi hubungan antara ibu dan bayinya, dalam penelitian K.
Senol & Ergul Aslan (2017) melakukan penelitian eksperimental dengan
memberikan komres dingin dengan menggunakan icepad pada area jahitan
luka perinium, pemberian komres dilakukan selama 20 menit pada 2 jam
pertama post partum dan 4 jam setelah aplikasi pertama. Didapatkan hasil
terdapat penurunan skala nyeri yang dialami oleh ibu post partum serta
meningkatnya kenyamanan ibu selama masa nifas karena terdapat penurunan
rassa sakit yang dirasakan ibu selama masa pemulihan. Nyeri perineum
pascapartum berdampak buruk pada aktivitas sehari-hari seperti berbaring,
duduk, dan berjalan; perawatan bayi, menyusui, dan buang air kecil; dan
tingkat kenyamanan wanita nifas (Lavand & Minerva, 2019).

B. Interpretasi Data Dasar


Data yang diperoleh dalam konsep asuhan kebidanan masa nifas yan
ditemukan dilahan praktik di Puskesmas Trauma Center pada Ibu I 7 jam post
partum fisiologis penulis menegakkan diagnosa sesuai nomenklatur
kebidanan.
C. Identifikasi Diagnosa Dan Masalah Potensial
Tidak ada

D. Identifikasi Kebutuhan Akan Tindakan Segera


Tidak ada

E. Merencanakan Asuhan Yang Menyeluruh


Pada tahap perencanaan asuhan pada Ibu I 26 tahun antara lain
pemberian asuhan sejumlah 15 yaitu: pemeriksaan fisik, pemberian konseling
dan edukasi mengenai cara mengatasi nyeri luka jahitan perinium, prawatan
luka perinium, manfaat mobilisasi dini, nutrisi masa nifas, hal-hal yang harus
dihindari selama masa nifas, tanda bahaya masa nifas, perawatan payuara,
ASI ekslusif, perawatan tali pusat, pentingnya SHK, imunisasi dasar lengkap,
KB pascasalin, pemberian terapi, serta menjadwalkan kunjungan ulang.

F. Pelaksanaan
Pelaksanaan yang telah dilakukan secara efesien dan aman.
Perencanaan ini di rencanakan seluruhnya telah dilakukan oleh petugas/
bidan, sebagian oleh klien dan anggota tim kesehatan yang lainnya. Sehingga
dalam langkah pelaksanaan telah sesuai dengan perencanaan yang dibuat.

G. Evaluasi
Tidak ada kesenjangan antara tinjauan teori dan tinjauan kasus
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kasus Ibu I adalah asuhan kebidanan pada ibu nifas fisiologis dengan
keluhan nyeri pada luka perinium. Berdasarkan hasil pengkajian, pemeriksaan
fisik, evaluasi dan pembahasan yang telah dilakukan sebelumnya,
pelaksanaan asuhan kebidanan yang dilakukan pada Ibu I telah dilakukan
sesuai dengan rencana tindakan dan kebutuhan ibu, serta terdapat timbal balik
antara pasien dan pemeriksa.
B. Saran
Setelah menyimpulkan proses kegiatan asuhan kebidanan pada ibu nifas
fisiologis maka terdapat beberapa saran yang diajukan, antara lain:
1. bagi ibu nifas, dianjurkan untuk rutin melakukan pemeriksaan selama
masa nifas untuk mendeteksi dan mencegah secara dini komplikasi pada
ibu dan bayi yang mungkin terjadi selama masa nifas.
2. Bagi petugas kesehatan, diharapkan dapat memberikan pelayanan masa
nifas yang komprehensif dan menyeluruh agar dapat mendeteksi secara
dini masalah yang mungkin terjadi selama masa nifas dan meningkatkan
kepuasan ibu nifas terhadap pelayanan ibu nifas.
DAFTAR ISI

Damanik & Siddik. (2018). Hubungan Karakteristik Ibu Bersalin Dengan Ruptur
Perineum Di Klinik Bersalin Hj. Nirmala Sapni Krakatau Pasar 3 Medan.
Jurnal Bidan Komunitas Vol. 1 No. 2 Hal. 95-103

Kementerian Kesehatan RI. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan No. 97 Tahun


2014 diakses di http://kesga.kemkes.go.id

Kementerian Kesehatan RI. 2018. Survei Demogravi Dan Kesehatan Indonesia


2017. Jakarta

Maryunani. 2010. Asuhan Kebidanan Masa Nifas. Jakarta: CV. Trans Info

Mutmainah, Yuliasri, & Mariza. (2019). Pencegahan ruptur perinium pada ibu
bersalin dengan pijat perinium. Jurnal kebidanan Vol 5 No 2.

Prawitasari, Yogistyowati, & Sari. (2015). Factors Affecting Perineal Rupture of


Normal Delivery in RSUD Muntilan Magelang District. Jurnal Ners dan
Kebidnaan.

Saifuddin, A. B. 2012. Buku Panduan Praktis Pelayanan Keseshatan Maternal


Dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Sulistyawati. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Ibu Nifas. Yogyakarta: ANDI
Offset

Varney, Helen. 2008. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Volume 1. Jakarta: EGC

Varney, Helen. 2008. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Volume 2. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai