Anda di halaman 1dari 29

ASUHAN KEBIDANAN “ PADA IBU NIFAS DENGAN MASALAH RETENSIO

URINE ” Ny. “ L “ Ruang Lili KLINIK JAYA KUSUMA HUSADA KEPANJEN

OLEH :
YUNI AMBARWATI
Nim. 201103102

STIKes WIDYA CIPTA HUSADA


KEPANJEN
2020 / 2021
KATA PENGATAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat
serta hidayah-Nya sehingga tugas Askeb yang berjudul “ ASUHAN KEBIDANAN PADA
IBU NIFAS DENGAN MASALAH RETENSIO URINE “ dapat terselesaikan dengan baik.
Dalam penyusunan tugas Askeb ini masih banyak kekeliruan dan kekurangan serta
masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran
dari pembaca yang besifat konstruktif dan membangun demi kesempurnaan penyusun ke
depannya.
Tugas Askeb ini tidak mungkin dapat terselesaikan tanpa bantuan, arahan serta
bimbingannya. Maka, dari itu izinkan kami menyampaikan ucapan terima kasih.
Akhir kata semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya saya sebagai
penulisnya.

YUNI AMBARWATI
25 JULI 2021
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Asuhan Kebidanan pada inu nifas dengan masalah retensio urine di Ruang Lili
KLINIK JAYA KUSUMA Kepanjen Malang Periode Praktik Klinik 14 Juni – 01 Juli 2021.

Penyusun : Yuni Ambarwati


NIM : 201103102

Telah disahkan pada tanggal :

Mahasiswa,

YUNI AMBARWATI

Mengetahui,

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik


Stikes Widya Cipta Husada Jaya Kusuma Husada Malang

Alifia Candra P. S.Keb, M.Kes Ning zulaicha Sst


BAB 1
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Post partum atau masa nifas merupakan masa sesudah lahirnya bayi, plasenta dan
berakhir saat alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil dengan
waktu sekitar enam minggu. Seorang ibu akan mengalami berbagai perubahan setelah
24 jam pertama melahirkan, salah satunya yaitu perubahan pada sistem perkemihan.
Seorang ibu biasanya sulit untuk buang air kecil hal ini dapat di sebabkan karena
trauma uretra atau kandung kemih selama melahirkan yakni saat kepala bayi melewati
jalan lahir, laserasi vagina, serta lamanya kala II, selain itu juga dapat disebabkan oleh
efek konduksi anestesi menyebabkan keinginan berkemih menjadi menurun atau biasa
disebut dengan retensi urin (Sulistyawati, 2009; Marmi, 2011).

Masalah retensi urin terjadi pada ibu post partum melalui pervaginam atau pun
sectio caesarea. Menurut data World Health Organization (WHO) pada tahun 2010
kejadian retensi urin pada ibu post partum pada hari pertama yaitu 60% dan pada hari
kedua 17%. Di Indonesia angka kejadian retensi urin pasca persalinan sekitar 14,8%
dengan rentang 1,7% -17,9% . Resiko retensi urin pada pasien post partum
pervaginam sekitar 70% lebih tinggi daripada sectio caesarea (Marmi, 2012; Anugrah
dkk, 2017).

Penelitian Pinem, Setyowati dan Gayatri (2012) menemukan hasil bahwa 44,4 %
ibu setelah melahirkan pervagina mengalami masalah pada sistem perkemihan yaitu
inkontinensia urin. Studi Adelowo (2012) 29 pada 641 perempuan menunjukkan
bahwa 39,6% subjek melaporkan satu atau lebih gejala gangguan berkemih, seperti
rasa tidak puas saat berkemih (Incomplete voiding), kesulitan dan harus mengejan
untuk berkemih, tetesan urin yang lambat, dan inkontinensia. Dari 39,6% tersebut,
65,8%-nya melaporkan inkontinensia urin dan 65,4% melaporkan urgensi berkemih
(Anugerah, Iswari, Pardede dan Darus, 2017).

Penelitian Lestari tahun 2015 tahun 2009 mengatakan bahwa pada masa nifas
terjadi perubahan fisiologis yang menyebabkan rasa tidak nyaman.pada masa nifas
yang seringkali dijumpai salah satunya adalah perubahan sistem perkemihan termasuk
infeksi saluran kemih, retensi urine atau inkontinensia.

Banyaknya masalah pada sistem perkemihan dalam 24 jam pertama pasca


persalinan sangat penting bagi tenaga kesehatan untuk memberikan keperawatan yang
tepat dengan mengidentifikasi masalah sedini mungkin dalam rangka memberikan
asuhan Kebidanan yang baik pada ibu, sehingga perubaha yang terjadi perlu
diperhatikan oleh tenaga kesehatan terutama perawat. Jika perubahan diatas tidak
mendapatkan perawatan dengan adekuat akan berdampak pada adanya permasalahan
pada ibu yang akan berdampak pada kesejahteraan bayi yang dilahirkannya karena
bayi tersebut tidak akan mendapatkan perawatan maksimal dari ibunya (Wahidah,
2017).

B. RUMUSAN MASALAH

Bagaimana Asuhan Kebidanan Retensio Urine Pada lbu Post Partum Klinik Wijaya
Kusuma Kepanjen

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Tujuan Umum

Tujuan saya menulis ini adalah untuk memberikan asuhan kebidanan pada Ny.
L dengan masalah Retensio Urine Pada Ibu Post Partum Klinik Jaya Kusuma
Kepanjen.

2. Tujuan Khusus

Setelah dilakukan asuhan keperawatan pada klien Ny. L dengan Retensio


Urine

a. Saya bisa melakukan Asuhan Kebidanan pada klien


Ny. L dengan Retensio Urine
b. Saya bisa menentukan diagnosa Kebidanan pada klien
Ny. L dengan Retensio Urine

c. Saya busa mengevaluasi tindakan Asuhan Kebidanan pada klien Ny. L


dengan Retensio Urine

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Bagi Penulis

Untuk menambah wawasan, pengetahuan dan pemahaman, serta


meningkatkan keterampilan dan daya berfikir terutama tentang “ Asuhan
Kebidanan Retensio Urine pada Ibu Post Partum “

2. Bagi Pasien

Pasien bisa mendapatkan pelayanan asuhan kebidanan dengan Retensio Urine


dengan baik.

E. Pelaksanaan

Praktik Asuhan Kebidanan di laksanakan di Klinik Jaya Kusuma Kepanjen.

F. Ruang Lingkup

Penulisan ini telah dilakukan di Klinik Jaya Kusuma Kepanjen dan mengambil data
dari pasien Ny. “ L “ dengan Asuhan Kebidanan Retensio Urine Pada Ibu Post Partum
BAB ll
PEMBAHASAN

2.1 KONSEP DASAR POST PARTUM

2.1.1 Pengertian Post Partum

Masa nifas atau post partum disebut juga Puerperium yang berasal dari bahasa
latin yaitu dari kata “Puer” yang berati bayi dan “Parous” yang berati melahirkan.
Masa nifas (Puerperium) dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil (Anggraini, 2010).

Periode postpartum adalah masa enam minggu sejak bayi lahir sampai organ-
organ reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum hamil.Periode ini kadang
disebut puerperium atau trimester ke empat kehamilan (Bobak, et al., 2004). Masa
nifas didefinisikan sebagai periode selama tepat setelah kelahiran.Namun secara
populer, diketahui istilah tersebut mencangkup 6 minggu berikutnya saat terjadi
involusi kehamilan normal (Hugnes, 1972 dalam Chunnigham, 2006).

2.1.2 Tahap Tahap Post Partum

Masa nifas dibagi menjadi tiga tahapan menurut Bobak (2004) yaitu:

a. Peurperium dini (immediate puerperium) : waktu 0-24 jam post partum, yaitu
masa kepulihan dimana ibu diperbolehkan untuk berdiri dan berjalan-jalan.

b. Peurperium intermedial (early puerperium) : waktu 1-7 hari post partum, yaitu
masa kepulihan menyeluruh dari organ-organ reproduksi selama kurang lebih 6-8
minggu.
c. Remote Puerperium (later puerperium) : waktu 1-6 minggu post partum.Waktu
yang diperlukan untuk pulih dan sehat kembali dalam keadaan sempurna terutama ibu
apabila ibu selama hamil atau waktu persalinan mengalami komplikasi.

2.1.3 perubahan Fisiologi Masa Pospartum

Perubahan sistem reproduksi masa nifas menurut Bobak et all


(2005) yaitu:

a. Involusi uterus
Involusi uterus atau pengerutan uterus merupakan suatu proses kembalinya
uterus ke keadaan sebelum hamil.

b. Tempat plasenta

Segera setelah plasenta dan ketuban di keluarkan, kontriksi vascular dan


thrombosis menurunkan tampat plasenta kesuatu area yang meninggi dan bernodul
tidak teratur.

c. Serviks (mulut rahim)

Serviks menjadi lunak segera setelah ibu melahirkan. 18 jam setelah


pascapartum, serviks memendek dan konsistensinya menjadi padat dan kembali ke
bentuk semula.

d. Lochea

Pada awal masa nifas, peluruhan jaringan desidua menyebabkan keluarnya


discharge vaginadalam jumlah bervariasi. Secara mikroskopis, lochea terdiri atas
eritrosit, serpihan desidua, sel-sel epitel dan bakteri. Mikroorganisme ditemukan pada
lokia yang menumpuk divagina dan pada sebagian besar kasus juga di temukan
bahkan bila discharge diambil dari rongga uterus (Chunningham, Gary, et all 2006).
Pengeluaran lochea menurut Chunningham Gary, et all (2006) dapat dibagi
berdasarkan waktu dan warnanya, diantaranya :

(1) Lochea rubra atau merah (kruenta)

Lochea rubra mengandung darah dan debris desidua serta


debris trofoblastik. Aliran menyambur, menjadi merah
muda atau coklat setelah 3-4 hari (Bobak et all, 2005).

(2) Lochea serosa


Lochea serosa ini muncul sekitar 10 hari setelah bayi lahir.Mengandung darah lama
(old blood), serum, leukosit, dan debris jaringan Warna cairan ini menjadi kuning
sampai putih (Bobak, et all, 2005).

(3) Lochea alba

Locheaalbamuncul setelah 10 hari masa nifas/post partum. Akibat campuran


leukosit dan berkurangnya kandungan cairan, lokia menjadi bewarna putih atau putih
kekuningan (Cuninngham, Gary, et all 2006).

2.1.4 Perubahan Vulva, Vagina Dan Perineum

Vulva dan vagina mengalami penekanan serta perenggangan yang sangat


besar selama proses melahirkan bayi, dan dalam beberapa hari pertama sesudah
proses tersebut, kedua organ ini tetap berada dalam keadaan kendur. Setelah 3 minggu
vulva dan vagina kembali ke keadaan tidak hamil.Segera setelah melahirkan,
perineum menjadi kendur karena sebelumnya terenggang oleh tekanan kepala bayi
yang bergerak maju.Perubahan pada perineum pasca melahirkan terjadi pada saat
perineum mengalami robekan, pada post natal hari ke 5, perineum sudah
mendapatkan kembali sebagian besar tonusnya sekalipun tetap lebih kendur dari pada
keadaan sebelum melahirkan (Marmi, 2012).
2.1.5 Perubahan Sistem Pencernaan

Sistem pencernaan selama kehamilan dipengaruhi oleh beberapa hal


diantaranya tingginya kadar progesteron yang dapat mengganggu keseimbangan
cairan tubuh. Pasca melahirkan, kadar progesteron juga mengalami penurunan. Faal
usus memerlukan waktu 3-4 hari untuk kembali normal.Sistem pencernaan pada masa
nifa membutuhkan waktu yang berangsur-angsur untuk kembali normal. Pola makan
ibu nifas tidak akan seperti biasa dalam beberapa hari dan perineum ibu akan terasa
sakit untuk defekasi. Faktor-faktor tersebut mendukung terjadinya konstipasi pada ibu
nifas dalam minggu pertama (Marmi, 2012).

2.1.6 Perubahan Sistem Perkemihan

Buang air kecil sering sulit selama 24 jam pertama post melahirkan.
Kemungkinan terdapat spasme sfingter dan edema leher buli-buli sesudah bagian ini
mengalami kompresi antara kepala janin dan tulang pubis selama persalinan. Urin
dalam jumlah besar akan dihasilkan dalam waktu 12-36 jam sesudah melahirkan.
Setelah plasenta dilahirkan, kadar hormon esterogen yang bersifat menahan air akan
mengalami penurunan yang mencolok. Keadaan ini menyebabkan deuresis. Ureter
yang berdilatasi akan kembali normal dalam tempo 6 minggu.

2.1.7 Perubahan Psikologis Masa Post Partum

Perubahan sistem reproduksi masa nifas/post partum menurut Marmi (2012)


yaitu:

Masa nifas adalah masa 2 jam setelah lahirnya plasenta sampai 6 minggu
berikutnya. Waktu yang tepat dalam rangka pemulihan post-partum adalh 2-6 jam, 2
jam-6 hari, 2 jam- 6 minggu (atau boleh juga disebut 6 jam, 6 hari 6 minggu).

Menjadi orang tua adalah merupakan krisis dari melewati masa transisi
menurut Marmi (2012) Masa transisi pada postpartum yang harus diperhatikan
adalah:
a. Phase Honeymon
Phase Honeymon adalah phase anak lahir dimana terjadi intimasi dan kontak yang
lama antara ibu-ayah-anak, dimana masing-masing saling memperhatikan anaknya
dan menciptakan hubungan yang baru.

b. Ikatan kasih (Bonding dan Attachment)


Terjadi pada kala IV, dimana diadakan kontak antara ibu-ayah-anak, dan tetap
dalam ikatan kasih.

c. Phase pada masa nifas


Penyesuaian psikologi pada masa nifas menurut Reva Rubbin 1960 dalam
Cuninngham, et all 2006 dibagi dalam 3 tahap yaitu:

1) Takking In (1-2 hari post partum)

Fase ini dikenal dengan fase ketergantungan dimana wanita menjadi sangat pasif
dan sangat tergantung serta berfokus pada dirinya sendiri.Pada fase ini ibu juga
mengenang pengalaman melahirkan yang baru saja dialami. Untuk pemulihan, ibu
perlu istirahat atau tidur untuk mencegah gejala kurang tidur

2) Taking Hold (2-4 hari post partum)

Fase Taking Hold disebut dengan fase ketergantungan dan ketidaktergantungan.


Pada tahap ini ibu khawatir akan kemampuannya merawat bayinya dan khawatir tidak
mampu bertanggung jawab untuk merawat bayinya. Ibu berusaha untuk menguasai
kemampuan untuk merawat bayinya, cara menggendong dan menyusui, memberikan
minum, dan mengganti popok. Pada tahap ini ibu sangat sensitif akan
ketidakmampuannya dan muda tersinggung.

3) Letting Go
Tahap ini dimulai pada minggu kelima sampai minggu keenam dan pada fase ini
keluarga telah menyesuaikan diri dengan bayi.Ibu merawat bayinya dengan kegiatan
sehari-hari yang telah kembali.
1.2.8 Masalah Psikologis ibu Post Partum

Perubahan emosional pada ibu post partum menurut Bobak (2005)


yaitu:

a. Baby blues
Baby bluespasca salin, karena perubahan yang tiba-tiba dalam kehidupan, merasa
cemas dan takut dengan ketidakmampuan merawat bayinya dan merasa
bersalah.Perubahan emosi ini dapat membaik dalam beberapa hari setelah ibu dapat
merawat diri dan bayinya serta mendapat dukungan keluarga.

b. Depresi pascapartum
Depresi postpartum adalah depresi yang bervariasi dari hari ke hari dengan
menunjukkan kelelahan, mudah marah, gangguan nafsu makan depresi postpartum
adalah depresi yang bervariasi dari hari ke hari dengan menunjukkan kelelahan,
mudah marah, gangguan nafsu makan, dan kehilangan libido (kehilangan selera untuk
berhubungan intim dengan suami)..Kriteria untuk mengklasifikasi depresi
pascapartum bervariasi tetapi sering pada sindrom afektif/emosi yang tarjadi selama
enam bulan setelah melahirkan.Namun, pengalaman depresi yang dialami juga
menunjukan konsentrasi buruk, perasaan bersalah, kehilangan energy dan aktivitas
sehari-hari.

c. Psikosis pascapartum
Psikosis pascapartum ialah krisis psikiatri yang paling parah. Gejalanya seringkali
bermula dengan postpartum blues atau depresi pascapartum. Waham, halusinasi,
konfusi dan panik bisa timbul.Wanita tersebut dapat memperlihatkan gajala yang
menyarupai skizofrenia atau kerusakan psikoafektif.Perawatan di rumah sakit selama
beberapa bulan mungkin diperlukan.Bunuh diri atau bahaya pada bayi atau keduanya
merupakan bahaya psikosis terbesar.

2.2 Konsep Dasar Resional Urine


2.2.1 Pengertian
Retensi urine adalah suatu keadaan penumpukan urine di kandung kemih dan tidak
mempunyai kemampuan untuk mengosongkannya secara sempurna. Retensio urine adalah
kesulitan miksi karena kegagalan urine dari fesika urinaria. (Kapita Selekta
Kedokteran).
Retensio urine adalah tertahannya urine di dalam kandung kemih, dapat terjadi secara
akut maupun kronis. (Depkes RI Pusdiknakes 1995). Retensio urine adalah ketidakmampuan
untuk melakukan urinasi meskipun terdapat keinginan atau dorongan terhadap hal tersebut.
(Brunner & Suddarth).
Retensio urine adalah suatu keadaan penumpukan urine di kandung kemih dan tidak
punya kemampuan untuk mengosongkannya secara sempurna. (PSIK UNIBRAW).

2.2.2 Patofisiogi

Pada retensio urine, penderita tidak dapat miksi, buli-buli penuh disertai rasa sakit yang
hebat di daerah suprapubik dan hasrat ingin miksi yang hebat disertai mengejan. Retensio
urine dapat terjadi menurut lokasi, factor obat dan factor lainnya seperti ansietas,kelainan
patologi urethra, trauma dan lain sebagainya. Berdasarkan lokasi bisa dibagi menjadi supra
vesikal berupa kerusakan pusat miksi di medulla spinalsi menyebabkan kerusaan simpatis
dan parasimpatis sebagian atau seluruhnya sehingga tidak terjadi koneksi dengan otot
detrusor yang mengakibatkan tidak adanya atau menurunnya relaksasi otot spinkter internal,
vesikal berupa kelemahan otot detrusor karena lama teregang, intravesikal berupa hipertrofi
prostate, tumor atau kekakuan leher vesika, striktur, batu kecil menyebabkan obstruksi
urethra sehingga urine sisa meningkat dan terjadi dilatasi bladder kemudian distensi
abdomen. Factor obat dapat mempengaruhi proses BAK, menurunkan tekanan darah,
menurunkan filtrasi glumerolus sehingga menyebabkan produksi urine menurun. Factor lain
berupa kecemasan, kelainan patolog urethra, trauma dan lain sebagainya yang dapat
meningkatkan tensi otot perut, peri anal, spinkter anal eksterna tidak dapat relaksasi dengan
baik.
Dari semua factor di atas menyebabkan urine mengalir labat kemudian terjadi poliuria
karena pengosongan kandung kemih tidak efisien. Selanjutnya terjadi distensi bladder dan
distensi abdomen sehingga memerlukan tindakan, salah satunya berupa kateterisasi urethra.

2.2.3 Etiologi
1. Supra vesikal berupa kerusakan pada pusat miksi di medullaspinalis. Kerusakan saraf
simpatis dan parasimpatis baik sebagian ataupun seluruhnya, misalnya pada operasi miles dan
mesenterasi pelvis, kelainan medulla spinalis, misalnya miningokel, tabes doraslis, atau
spasmus sfinkter yang ditandai dengan rasa sakit yang hebat.
2. Vesikalberupa kelemahan otot detrusor karena lama teregang, , atoni pada pasien DM atau
penyakit neurologist, divertikel yang besar.
3. Intravesikal berupa pembesaran prostat, kekakuan lehervesika, batu kecil dan tumor.
4. Dapat disebabkan oleh kecemasan, pembesaran prostat,kelainan patologi uretra,rauma,
disfungsi neurogenik kandung kemih.
5. Beberapa obat mencakup preparat antikolinergik antispasmotik (atropine), preparat
antidepressant antipsikotik (Fenotiazin), preparat antihistamin (Pseudoefedrin hidroklorida =
Sudafed), preparat penyekat β adrenergic (Propanolol), preparat antihipertensi (hidralasin).

2.2.4 Penyebab Retensio Urine


1. Penyumbatan saluran kemih
Berbagai hal yang menyumbat aliran urine dari kandung kemih ke saluran kemih dapat
menyebabkan retensi urine. Pada pria, kondisi ini sering diakibatkan oleh pembesaran prostat
dan kanker prostat. Sementara pada wanita, penyumbatan aliran urine kerap disebabkan oleh
kandung kemih turun.Selain itu, beberapa gangguan lain, seperti batu kandung kemih atau
saluran kemih, kanker kandung kemih, dan striktur uretra atau terbentuknya jaringan parut di
saluran kemih, juga dapat menyebabkan retensi urine.

2. Gangguan sistem saraf


Proses buang air kecil terjadi ketika otak mengirim sinyal ke kandung kemih agar otot-otot
kandung kemih bekerja untuk mengeluarkan urine dari tubuh. Jika terjadi gangguan pada
saraf kandung kemih atau otak, maka proses ini akan terganggu dan menimbulkan kesulitan
buang air kecil.Terganggunya sistem saraf yang terhubung ke kandung kemih dapat
disebabkan oleh beberapa kondisi, seperti stroke, cedera otak atau saraf tulang belakang,
kelumpuhan, diabetes, penyakit Parkinson, dan multiple sclerosis.

3. Riwayat operasi
Tindakan operasi pada kandung kemih atau prostat bisa menyebabkan terbentuknya jaringan
parut di saluran kemih atau di sekitarnya. Ketika jaringan parut terbentuk di saluran kemih
dan menyumbatnya, aliran urine akan menjadi tidak lancar. Semakin besar sumbatannya,
semakin tinggi pula risiko untuk terjadinya retensi urine.Tak hanya operasi kandung kemih
dan prostat, retensi urine juga bisa disebabkan oleh prosedur operasi lain, seperti operasi
tulang belakang dan operasi penggantian sendi panggul, efek samping obat bius, serta waktu
operasi yang lama.

4. Efek samping obat-obatan


Pada kasus tertentu, retensi urine bisa disebabkan oleh efek samping obat-obatan tertentu,
seperti obat pelemas otot, antidepresan, antihistamin, antikejang, obat penurun tekanan darah
nifedipine, obat asma, dan antinyeri golongan opioid.Efek samping tersebut lebih berisiko
terjadi apabila obat-obatan tersebut dikonsumsi dalam jangka panjang atau dosis yang tinggi.

5. Kelemahan otot kandung kemih


Otot kandung kemih yang tidak berkontraksi cukup kuat atau lama juga dapat menyebabkan
retensi urine. Melemahnya otot kandung kemih ini bisa disebabkan oleh penuaan (usia di atas
50 tahun) atau penggunaan kateter urine dalam jangka panjang.

6. Infeksi
Selain beberapa faktor di atas, retensi urine juga menjadi terjadi akibat adanya infeksi prostat
atau saluran kemih. Pasalnya, infeksi pada kedua organ tersebut dapat menyebabkan
pembengkakan yang membuat saluran kemih terhambat, sehingga urine menjadi sulit untuk
dikeluarkan.

2.2.5 Jenis Jenis Retensio Urine

a. Retensi urine akut


Retensi urine akut adalah retensi urine yang muncul secara tiba-tiba dan ditandai dengan rasa
ingin buang air kecil yang mendesak, tetapi urine tidak bisa keluar. Retensi urine akut dapat
terjadi dalam waktu beberapa hari hingga minggu. Kondisi tersebut mengakibatkan
munculnya rasa tidak nyaman dan nyeri di perut bagian bawah. Kondisi ini perlu segera
ditangani oleh dokter karena bisa menimbulkan rasa nyeri yang berat dan komplikasi
berbahaya apabila tidak ditangani.

b. Retensi urine kronis


Berbeda dengan retensi urine akut, retensi urine kronis muncul secara bertahap dan menetap
hingga beberapa bulan. Retensi urine kronis biasanya tidak menyebabkan nyeri. Gejala utama
retensi urine kronis adalah munculnya rasa ingin buang air kecil lebih sering, namun urine
yang dikeluarkan hanya sedikit. Retensi urine kronis lebih banyak terjadi pada orang yang
memiliki penyakit kronis, seperti stroke, diabetes, kelumpuhan, atau mengalami penurunan
kesadaran dalam waktu yang lama. Pada kasus tertentu, retensi urine kronis bisa terjadi
karena retensi urine akut yang tidak tertangani.

2.2.6 TANDA DAN GEJALA

1) Diawali dengan urine mengalir lambat.


2) Kemudian terjadi poliuria yang makin lama menjadi parah karena pengosongan kandung
kemih tidak efisien.
3) Terjadi distensi abdomen akibat dilatasi kandung kemih.
4) Terasa ada tekanan, kadang terasa nyeri dan merasa ingin BAK.
5) Pada retensi berat bisa mencapai 2000 -3000 cc.

2.2.7 Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostik yang dapar dilakukan pada kasus Retensio Urine adalah pemeriksaan
specimen urine. Pada pemeriksaan ini diambil hasil dari :
1. Pengambilan: steril, random, midstream.
2. Penagambilan umum: pH, BJ, Kultur, Protein, Glukosa, Hb, KEton, Nitrit.
3. Sistoskopy, IVP.
BAB lll
TINJAUAN KASUS

2.2 Asuhan Kebidanan


2.2.1 Pengkajian Data
a. Data Subjektif
1. Identitas Ibu dan Suami
Biodata ibu
Nama : Ny. L
Umur : 28th
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Alamat : Pagak
No.hp :-

Biodata suami
Nama. : Tn. P
Umur : 34 th
Agama :Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Pagak
No.hp :-

2. Alasan berkunjung / keluhan utama


Ibu mengatakan Belum bisa buang air kecil, terdapat keinginan untuk berkemih tetapi tidak
dapat berkemih, dan masih terasa nyeri pada luka jahitan.
3. Riwayat berkemih/BAK
Ibu mengatakakan terakhir berkemih atau BAK sebelum persalinan

4. Riwayat kesehatan sekarang


Mobilisasi ibu dapat miring kiri dan miring kanan dan sudah bisa
berjalan.
5. Pola Kebutuhan Dasar Masa Nifas
Eliminasi. : Ibu mengatakan belum BAB dan belum bisa BAK mulai setelah
melahirkan
Nutrisi : Ibu mengatakan telah makan dengan nasi sayur, dan lauk
Minum : Minumnya kurang, sehingga intake cairan yang masuk kurang
Istirahat : Ibu mengatakan biasanya beristirahat 1-2jam
Aktifitas : Ibu belum bisa aktivitas seperti biasa seperti sebelum hamil
Personal Hygiene : Ibu mengatakn mandi 1 x sehari

5. Riwayat Kesehatan

Tidak memiliki penyakit akut ataupun kronik

6. Riwayat Psikologi
Ibu cemas karana jauh dari anaknya yang sekarang ada di rumah, dan ibu cemas dengan
keadaannya sekarang karena masih belum bisa BAK secara spontan masih dengan bantuan
kateter.

b. Data Objektif

a. Pemeriksaan Umum
1) Keadaan umum :Baik
2) Kesadaran : Compos mentis
3) Status Emosional : Stabil
4) Tanda-Tanda Vital :TD : 120/80 mmHg
: Nadi : 80 kali/menit
: Pernapasan : 22 kali/menit
: Suhu : 36,5 oC
b. Pemeriksaan Head to toe
1) Kepala : Tidak ada benjolan
2) Rambut : Hitam, Bersih, Rambut terlihat tebal
3) Mata : Simetris, Conjuntiva merah muda, seklera putih
(tidak ikhterik)
4) Muka : Tidak ada benjolan dan tidak ada oedem
5) Telinga. : Bersih, Tidak ada serumen
6) Hidung : Bersih ,tidak ada pernafasan cuping hidung
7) Mulut : Simetris, mukosa lembab, gigi sudah mulai tum
buh dan lidah bersih.
8) Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid
9) Payudara : Tidak ada benjolan areola bersih, puting susu
menonjol
10) Abdomen : Tidak ada bekas operasi, tidak ada strie,Tfu 2 jari dibawah pusat,
kontraksi uterus baik .

Hasil Implementasi Kegiatan Pada Pasien

Pemeriksaan 1
Tanggal dan am Kegiatan Paraf
pemeriksaan
Menjelaskan pada ibu
25 juni 2021 jam 15.00 bahwa dari hasil
pemeriksaan
keadaan umummnya
a. Keadaan Umum : baik
b. TTV :
c. TD : 120/80 mmHg,
d. R : 24x/menit,
e. S : 36,5OC
f. N : 80x/Menit
2. Menjelaskan pada tentang
Retensio Urine. Retensio
urine ialah ketidakmampuan
untuk mengosongkan
kandung kemih secara
spontan,gejala yang ada
meliputi tidak adanya
kemampuan sensasi untuk
mengosongkan kandung
kemih ketika buang air
kecil, nyeri abdomen bawah
atau tidak bias berkemih
sama sekali.
3. Memberitahu kepada ibu
penyebab terjadinya
Retensio Urine karena
partus lama, persalinan
dengan vacuum, dan laserasi
jalan lahir, pada
persalinan pervaginam baik
persalinan dengan
kekuatan sendiri/tindakan
akan mengakibatkan
trauma pada uretra dan
kandung kemih

4. Menyarankan kepada ibu


untuk menghindari
makanan yang dapat
mempengaruhi berkemih
seperti makanan yang
mengandung kafein dan
alcohol
5. Melakukan pemasangan
kateter untuk membantu
ibu mengosongkan kandung
kemih yang penuh karena
ibu belum bisa melakukan
BAK sendiri.
6. Melakukan / Melatih ibu
untuk berkemih mandiri
(bladder training) yang
bertujuan untuk
mengembalikan pola normal
BAK.
7.Menganjurkan ibu untuk
banyak minum 3 liter/24 jam
8. Menjelaskan kepada ibu
untuk menjaga kebersihan
genetalia agar tidak terjadi
infeksi setelah
melahirkan dengan cara
mencuci daerah vagina
dengan menggunakan sabun,
mengganti pembalut
setidaknya 2 x sehari,
mencuci tangan sebelum dan
sesudah memegang alat
kelamin.
9.Berikan motivasi kepada
ibu agar ibu tidak merasa
cemas dan khawatir.
Selama Interaksi, ibu :
1. Ibu sudah mengetahui
kondisinya
Evaluasi Proses 2. Ibu bersedia mengikuti
saran untuk menghindari
makanan/minumam yang
mempengaruhi berkemih
3. Ibu bersedia dan mau
belajar berkemih mandiri
Pemeriksaan 2
Tanggal dan jam Kegiatan Paraf
pemeriksaan
25 juni 2021 jam 1. Mengevaluasi keadaan
21.00 ibu sekarang, ibu masih
belum bisa buang
kencing secara normal
harus menggunakan
bantuan kateter.
2. Karena ibu belum bisa
buang air kecil mandiri
jadi ibu masih
menggunakan kateter dan
kami melakukan
pengecekan pada kantong
air kencingnya apakah
sudah penuh atau belum
jika sudah buang buang
air kencing pada ember.
3. Menganjurkan ibu untuk
banyak minum 3 liter/24
jam
4. Menganjurkan pada ibu
supaya menghindari
makanan/Minumam yang
mempengaruhi pola
berkemih seperti kafein
dan alkohol
5. Mensehati pada ibu
untuk menjaga
kebersihan agar tidak
terjadi infeksi setelah
melahirkan dengan cara
mencuci daerah vagina
dengan menggunakan
sabun, mengganti
pembalut setidaknya 2 x
sehari, mencuci tangan
sebelum dan sesudah
memegang alat kelamin.
6. Berikan motivasi kepada
ibu agar ibu tidak merasa
cemas dan khawatir.
Evaluasi Proses 1. Ibu masih belum bisa buang air
kecil dengan normal masih
membutuhkan bantuan kateter
2. Ibu bersedia untuk tidak makan
dan minum yang mengandung
kafein dan alkohol

Pemeriksaan 3
Tanggal Kegiatan
1.Mengevaluasi keadaan
ibu, lebih baik dari hari
kemarin
26 juni 2021 jam 03.00
2. Menyarankan kepada ibu
untuk memperbanyak
minum air putih/ mineral
minimal 3Liter/24 jam agar
cairan yang masuk kedalam
tubuh banyak sehingga
memberikan sensani untuk
merangsang keinginanan
untuk berkemih/ buang air
kecil
3. Melakukan /melatih ibu
untuk berkemih
(bladder training)
Yang bertujuan untuk
mengembalikan pola
normal BAK
4. Melakukan pemasangan
kateter untuk membantu ibu
mengosongkan kandung
kemih
yang penuh karena ibu
belum bisa melakukan BAK
sendiri
5. Menganjurkan ibu
melakukan senam kegel
disebut juga senam pelatihan
otot panggul bawah
bermanfaat untuk
memperbaiki kondisi
yang dapat menurunkan
kekuatan otot panggul
bawah, seperti persalinan,
penuaan, kelebihan
berat badan, dan bermanfaat
mengencangkan
otot-otot dibawah Rahim,
kantong kemih dan usus
besar.
Selama Intraksi, ibu :
1 Ibu masih belum bisa
BAK secara spontan
Evaluasi Proses 2 keadaan umum ibu baik
3 Sudah dilakukan
cateterisasi

Pemeriksaan 4
Tanggal Kegiatan Paraf
26 Juni 2021 jam 09.00 Mengevaluasi keadaan ibu
selama dilakukanya
perawatan selama 3 hari ibu
sekarang sudah bisa buang
air kecil sendiri
2. Memberi pujian kepada
ibu yang telah mampu
melakukan dengan baik
saran-saran yang diberikan
3. Anjurkan ibu untuk
banyak minum air putih /
mineral untuk merangsang
keinginan buang air
kecil
4. Melakukan /melatih ibu
untuk berkemih (bladder
training) dirumah, dengan
cara mengatur jadwal
berkrmih.
5. Anjurkan ibu untik
melakukan pengaturan diet,
menghindari
makanan/Minumam yang
mempengaruhi pola
berkemih seperti kafein dan
alkohol
6. Menjelaskan kepada ibu
untuk menjaga kebersihan
genetalia agar tidak terjadi
infeksi setelah
melahirkan dengan cara
mencuci daerah vagina
dengan menggunakan sabun,
mengganti pembalut
setidaknya 2 x sehari,
mencuci tangan sebelum dan
sesudah memegang alat
kelamin.
7. Ibu sudah tidak ada
keluhan sudah bisa BAK
mandiri jadi ibu sudah
diperbolehkan pulang
8. Anjurkan ibu untuk
istirahat yang cukup agar
tidak
stress dan cemas
9. Kunjungan kembali/
Kontrol jika ada keluhan
Selama intraksi, ibu :
1.Ibu bersedia apa yang
disarankan
2. Ibu sudah tidak merasa
Evaluasi Proses cemas karena sudah bisa
BAK mandiri sudah tidak
ada rasa nyeri dan takut

BAB lV
PEMBAHASAN

Berdasarkan Pengkajian dari Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas Dengan Masalah
Retensio Urine Pada Ny. “ L “ di atas bahwa :

Adanya beberapa masalah diatas berdampak pada beberapa wanita merasa tidak ingin
kencing sama sekali, yang lain merasa ingin kencing tetapi tidak bisa melakukannya, dan
mungkin ada yang lainnya masih bisa kencing tetapi disertai dengan rasa nyeri dan terbakar
(Jassani, 2015). Sedangkan wanita yang tidak dapat berkemih secara spontan dalam waktu 6
jam setelah persalinan pervaginam dikategorikan memiliki retensi urin (Cavkaytar, Kokanalı,
Baylas, Topcu, Laleli & Tascı, 2014). penelitian di nagara Turkey pada tahun 2014
menemukan bahwa ibu postpartum yang melahirkan pervagina 234 mengalami episiotomi,
laserasi perineum dan mengalami resiko retensi urin (8.1%) (Cavkaytar, Kokanalı, Baylas,
Topcu, Lalelin & Tascı, 2014).
Menurut data World Health Organization (WHO) pada tahun 2010 kejadian retensi urin
pada ibu post partum pada hari pertama yaitu 60% dan pada hari kedua 17%. Di Indonesia
angka kejadian retensi urin pasca persalinan sekitar 14,8% dengan rentang 1,7% -17,9% .
Resiko retensi urin pada pasien post partum pervaginam sekitar 70% lebih tinggi daripada
sectio caesarea (Marmi, 2012; Anugrah dkk, 2017).

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan

Dari data asuhan keperawatan di atas disimpulkan :

Dari hasil pengkajian pada Ny. L dengan asuhan keperawatan personal hygiene di
saat Ny. L sedang masa Post Partum dari pengkajian asuhan ini kita mengambil data
berupa data subyektif dan obyektif, jadi mahasiswa dapat menganalisa data yang
dapat ditemukan dari masalah keperawatan Personal hygiene yang di berikan pada
Ny. L dengan keluhan sudah 3 hari dari persalinan ( masa nifas) masih belum bisa
BAB dan BAK.

5.2 Saran

5.2.1 Bagi Mahasiswa

Data asuhan keperawatan ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi


mahasiswa dalam masa proses belajar terutama pembelajaran pada Asuhan
Kebidanan Retensio Urine pada Ibu Post Partum

5.2.2 Bagi Tenaga Kesehatan

Dari data asuhan kebidanan ini diharapkan untuk tenaga kesehatan supaya
dapat memeberikan informasi dan masukan bagi tenaga kesehatan lainnya
yang berada di rumah sakit maupun di tengah-tengah masyarakat supaya
mengetahui perawatan diri yang baik yang dibutuhkan oleh pasien.

5.2.3 Bagi Pasien

Jika pasien sudah merasa badannya agak mendingan pasien harus berlatih
untuk melakukan perawatan diri untuk dirinya sendiri secara teratur supaya
badan pasien bisa merasa segar bersih dan badannya bersih dari kuman.
Daftar Pustaka
Mayasari, Bety. 2011. Hubungan Mobilisasi Dini dengan Eliminasi Urine
Pertama Ibu Post Partum. Jurnal keperawatan dan Kebidanan. STIKES Dian Husada
Mojokerto

Bahiyatun 2009, Asuhan Kebidanan Nifas Normal, EGC, Jakarta.

WHO. Word Health Statistic 2012 : Word Health Organixation : 2012.

Anda mungkin juga menyukai