OLEH :
YUNI AMBARWATI
Nim. 201103102
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat
serta hidayah-Nya sehingga tugas Askeb yang berjudul “ ASUHAN KEBIDANAN PADA
IBU NIFAS DENGAN MASALAH RETENSIO URINE “ dapat terselesaikan dengan baik.
Dalam penyusunan tugas Askeb ini masih banyak kekeliruan dan kekurangan serta
masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran
dari pembaca yang besifat konstruktif dan membangun demi kesempurnaan penyusun ke
depannya.
Tugas Askeb ini tidak mungkin dapat terselesaikan tanpa bantuan, arahan serta
bimbingannya. Maka, dari itu izinkan kami menyampaikan ucapan terima kasih.
Akhir kata semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya saya sebagai
penulisnya.
YUNI AMBARWATI
25 JULI 2021
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Asuhan Kebidanan pada inu nifas dengan masalah retensio urine di Ruang Lili
KLINIK JAYA KUSUMA Kepanjen Malang Periode Praktik Klinik 14 Juni – 01 Juli 2021.
Mahasiswa,
YUNI AMBARWATI
Mengetahui,
A. LATAR BELAKANG
Post partum atau masa nifas merupakan masa sesudah lahirnya bayi, plasenta dan
berakhir saat alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil dengan
waktu sekitar enam minggu. Seorang ibu akan mengalami berbagai perubahan setelah
24 jam pertama melahirkan, salah satunya yaitu perubahan pada sistem perkemihan.
Seorang ibu biasanya sulit untuk buang air kecil hal ini dapat di sebabkan karena
trauma uretra atau kandung kemih selama melahirkan yakni saat kepala bayi melewati
jalan lahir, laserasi vagina, serta lamanya kala II, selain itu juga dapat disebabkan oleh
efek konduksi anestesi menyebabkan keinginan berkemih menjadi menurun atau biasa
disebut dengan retensi urin (Sulistyawati, 2009; Marmi, 2011).
Masalah retensi urin terjadi pada ibu post partum melalui pervaginam atau pun
sectio caesarea. Menurut data World Health Organization (WHO) pada tahun 2010
kejadian retensi urin pada ibu post partum pada hari pertama yaitu 60% dan pada hari
kedua 17%. Di Indonesia angka kejadian retensi urin pasca persalinan sekitar 14,8%
dengan rentang 1,7% -17,9% . Resiko retensi urin pada pasien post partum
pervaginam sekitar 70% lebih tinggi daripada sectio caesarea (Marmi, 2012; Anugrah
dkk, 2017).
Penelitian Pinem, Setyowati dan Gayatri (2012) menemukan hasil bahwa 44,4 %
ibu setelah melahirkan pervagina mengalami masalah pada sistem perkemihan yaitu
inkontinensia urin. Studi Adelowo (2012) 29 pada 641 perempuan menunjukkan
bahwa 39,6% subjek melaporkan satu atau lebih gejala gangguan berkemih, seperti
rasa tidak puas saat berkemih (Incomplete voiding), kesulitan dan harus mengejan
untuk berkemih, tetesan urin yang lambat, dan inkontinensia. Dari 39,6% tersebut,
65,8%-nya melaporkan inkontinensia urin dan 65,4% melaporkan urgensi berkemih
(Anugerah, Iswari, Pardede dan Darus, 2017).
Penelitian Lestari tahun 2015 tahun 2009 mengatakan bahwa pada masa nifas
terjadi perubahan fisiologis yang menyebabkan rasa tidak nyaman.pada masa nifas
yang seringkali dijumpai salah satunya adalah perubahan sistem perkemihan termasuk
infeksi saluran kemih, retensi urine atau inkontinensia.
B. RUMUSAN MASALAH
Bagaimana Asuhan Kebidanan Retensio Urine Pada lbu Post Partum Klinik Wijaya
Kusuma Kepanjen
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum
Tujuan saya menulis ini adalah untuk memberikan asuhan kebidanan pada Ny.
L dengan masalah Retensio Urine Pada Ibu Post Partum Klinik Jaya Kusuma
Kepanjen.
2. Tujuan Khusus
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Bagi Penulis
2. Bagi Pasien
E. Pelaksanaan
F. Ruang Lingkup
Penulisan ini telah dilakukan di Klinik Jaya Kusuma Kepanjen dan mengambil data
dari pasien Ny. “ L “ dengan Asuhan Kebidanan Retensio Urine Pada Ibu Post Partum
BAB ll
PEMBAHASAN
Masa nifas atau post partum disebut juga Puerperium yang berasal dari bahasa
latin yaitu dari kata “Puer” yang berati bayi dan “Parous” yang berati melahirkan.
Masa nifas (Puerperium) dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil (Anggraini, 2010).
Periode postpartum adalah masa enam minggu sejak bayi lahir sampai organ-
organ reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum hamil.Periode ini kadang
disebut puerperium atau trimester ke empat kehamilan (Bobak, et al., 2004). Masa
nifas didefinisikan sebagai periode selama tepat setelah kelahiran.Namun secara
populer, diketahui istilah tersebut mencangkup 6 minggu berikutnya saat terjadi
involusi kehamilan normal (Hugnes, 1972 dalam Chunnigham, 2006).
Masa nifas dibagi menjadi tiga tahapan menurut Bobak (2004) yaitu:
a. Peurperium dini (immediate puerperium) : waktu 0-24 jam post partum, yaitu
masa kepulihan dimana ibu diperbolehkan untuk berdiri dan berjalan-jalan.
b. Peurperium intermedial (early puerperium) : waktu 1-7 hari post partum, yaitu
masa kepulihan menyeluruh dari organ-organ reproduksi selama kurang lebih 6-8
minggu.
c. Remote Puerperium (later puerperium) : waktu 1-6 minggu post partum.Waktu
yang diperlukan untuk pulih dan sehat kembali dalam keadaan sempurna terutama ibu
apabila ibu selama hamil atau waktu persalinan mengalami komplikasi.
a. Involusi uterus
Involusi uterus atau pengerutan uterus merupakan suatu proses kembalinya
uterus ke keadaan sebelum hamil.
b. Tempat plasenta
d. Lochea
Buang air kecil sering sulit selama 24 jam pertama post melahirkan.
Kemungkinan terdapat spasme sfingter dan edema leher buli-buli sesudah bagian ini
mengalami kompresi antara kepala janin dan tulang pubis selama persalinan. Urin
dalam jumlah besar akan dihasilkan dalam waktu 12-36 jam sesudah melahirkan.
Setelah plasenta dilahirkan, kadar hormon esterogen yang bersifat menahan air akan
mengalami penurunan yang mencolok. Keadaan ini menyebabkan deuresis. Ureter
yang berdilatasi akan kembali normal dalam tempo 6 minggu.
Masa nifas adalah masa 2 jam setelah lahirnya plasenta sampai 6 minggu
berikutnya. Waktu yang tepat dalam rangka pemulihan post-partum adalh 2-6 jam, 2
jam-6 hari, 2 jam- 6 minggu (atau boleh juga disebut 6 jam, 6 hari 6 minggu).
Menjadi orang tua adalah merupakan krisis dari melewati masa transisi
menurut Marmi (2012) Masa transisi pada postpartum yang harus diperhatikan
adalah:
a. Phase Honeymon
Phase Honeymon adalah phase anak lahir dimana terjadi intimasi dan kontak yang
lama antara ibu-ayah-anak, dimana masing-masing saling memperhatikan anaknya
dan menciptakan hubungan yang baru.
Fase ini dikenal dengan fase ketergantungan dimana wanita menjadi sangat pasif
dan sangat tergantung serta berfokus pada dirinya sendiri.Pada fase ini ibu juga
mengenang pengalaman melahirkan yang baru saja dialami. Untuk pemulihan, ibu
perlu istirahat atau tidur untuk mencegah gejala kurang tidur
3) Letting Go
Tahap ini dimulai pada minggu kelima sampai minggu keenam dan pada fase ini
keluarga telah menyesuaikan diri dengan bayi.Ibu merawat bayinya dengan kegiatan
sehari-hari yang telah kembali.
1.2.8 Masalah Psikologis ibu Post Partum
a. Baby blues
Baby bluespasca salin, karena perubahan yang tiba-tiba dalam kehidupan, merasa
cemas dan takut dengan ketidakmampuan merawat bayinya dan merasa
bersalah.Perubahan emosi ini dapat membaik dalam beberapa hari setelah ibu dapat
merawat diri dan bayinya serta mendapat dukungan keluarga.
b. Depresi pascapartum
Depresi postpartum adalah depresi yang bervariasi dari hari ke hari dengan
menunjukkan kelelahan, mudah marah, gangguan nafsu makan depresi postpartum
adalah depresi yang bervariasi dari hari ke hari dengan menunjukkan kelelahan,
mudah marah, gangguan nafsu makan, dan kehilangan libido (kehilangan selera untuk
berhubungan intim dengan suami)..Kriteria untuk mengklasifikasi depresi
pascapartum bervariasi tetapi sering pada sindrom afektif/emosi yang tarjadi selama
enam bulan setelah melahirkan.Namun, pengalaman depresi yang dialami juga
menunjukan konsentrasi buruk, perasaan bersalah, kehilangan energy dan aktivitas
sehari-hari.
c. Psikosis pascapartum
Psikosis pascapartum ialah krisis psikiatri yang paling parah. Gejalanya seringkali
bermula dengan postpartum blues atau depresi pascapartum. Waham, halusinasi,
konfusi dan panik bisa timbul.Wanita tersebut dapat memperlihatkan gajala yang
menyarupai skizofrenia atau kerusakan psikoafektif.Perawatan di rumah sakit selama
beberapa bulan mungkin diperlukan.Bunuh diri atau bahaya pada bayi atau keduanya
merupakan bahaya psikosis terbesar.
2.2.2 Patofisiogi
Pada retensio urine, penderita tidak dapat miksi, buli-buli penuh disertai rasa sakit yang
hebat di daerah suprapubik dan hasrat ingin miksi yang hebat disertai mengejan. Retensio
urine dapat terjadi menurut lokasi, factor obat dan factor lainnya seperti ansietas,kelainan
patologi urethra, trauma dan lain sebagainya. Berdasarkan lokasi bisa dibagi menjadi supra
vesikal berupa kerusakan pusat miksi di medulla spinalsi menyebabkan kerusaan simpatis
dan parasimpatis sebagian atau seluruhnya sehingga tidak terjadi koneksi dengan otot
detrusor yang mengakibatkan tidak adanya atau menurunnya relaksasi otot spinkter internal,
vesikal berupa kelemahan otot detrusor karena lama teregang, intravesikal berupa hipertrofi
prostate, tumor atau kekakuan leher vesika, striktur, batu kecil menyebabkan obstruksi
urethra sehingga urine sisa meningkat dan terjadi dilatasi bladder kemudian distensi
abdomen. Factor obat dapat mempengaruhi proses BAK, menurunkan tekanan darah,
menurunkan filtrasi glumerolus sehingga menyebabkan produksi urine menurun. Factor lain
berupa kecemasan, kelainan patolog urethra, trauma dan lain sebagainya yang dapat
meningkatkan tensi otot perut, peri anal, spinkter anal eksterna tidak dapat relaksasi dengan
baik.
Dari semua factor di atas menyebabkan urine mengalir labat kemudian terjadi poliuria
karena pengosongan kandung kemih tidak efisien. Selanjutnya terjadi distensi bladder dan
distensi abdomen sehingga memerlukan tindakan, salah satunya berupa kateterisasi urethra.
2.2.3 Etiologi
1. Supra vesikal berupa kerusakan pada pusat miksi di medullaspinalis. Kerusakan saraf
simpatis dan parasimpatis baik sebagian ataupun seluruhnya, misalnya pada operasi miles dan
mesenterasi pelvis, kelainan medulla spinalis, misalnya miningokel, tabes doraslis, atau
spasmus sfinkter yang ditandai dengan rasa sakit yang hebat.
2. Vesikalberupa kelemahan otot detrusor karena lama teregang, , atoni pada pasien DM atau
penyakit neurologist, divertikel yang besar.
3. Intravesikal berupa pembesaran prostat, kekakuan lehervesika, batu kecil dan tumor.
4. Dapat disebabkan oleh kecemasan, pembesaran prostat,kelainan patologi uretra,rauma,
disfungsi neurogenik kandung kemih.
5. Beberapa obat mencakup preparat antikolinergik antispasmotik (atropine), preparat
antidepressant antipsikotik (Fenotiazin), preparat antihistamin (Pseudoefedrin hidroklorida =
Sudafed), preparat penyekat β adrenergic (Propanolol), preparat antihipertensi (hidralasin).
3. Riwayat operasi
Tindakan operasi pada kandung kemih atau prostat bisa menyebabkan terbentuknya jaringan
parut di saluran kemih atau di sekitarnya. Ketika jaringan parut terbentuk di saluran kemih
dan menyumbatnya, aliran urine akan menjadi tidak lancar. Semakin besar sumbatannya,
semakin tinggi pula risiko untuk terjadinya retensi urine.Tak hanya operasi kandung kemih
dan prostat, retensi urine juga bisa disebabkan oleh prosedur operasi lain, seperti operasi
tulang belakang dan operasi penggantian sendi panggul, efek samping obat bius, serta waktu
operasi yang lama.
6. Infeksi
Selain beberapa faktor di atas, retensi urine juga menjadi terjadi akibat adanya infeksi prostat
atau saluran kemih. Pasalnya, infeksi pada kedua organ tersebut dapat menyebabkan
pembengkakan yang membuat saluran kemih terhambat, sehingga urine menjadi sulit untuk
dikeluarkan.
Pemeriksaan diagnostik yang dapar dilakukan pada kasus Retensio Urine adalah pemeriksaan
specimen urine. Pada pemeriksaan ini diambil hasil dari :
1. Pengambilan: steril, random, midstream.
2. Penagambilan umum: pH, BJ, Kultur, Protein, Glukosa, Hb, KEton, Nitrit.
3. Sistoskopy, IVP.
BAB lll
TINJAUAN KASUS
Biodata suami
Nama. : Tn. P
Umur : 34 th
Agama :Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Pagak
No.hp :-
5. Riwayat Kesehatan
6. Riwayat Psikologi
Ibu cemas karana jauh dari anaknya yang sekarang ada di rumah, dan ibu cemas dengan
keadaannya sekarang karena masih belum bisa BAK secara spontan masih dengan bantuan
kateter.
b. Data Objektif
a. Pemeriksaan Umum
1) Keadaan umum :Baik
2) Kesadaran : Compos mentis
3) Status Emosional : Stabil
4) Tanda-Tanda Vital :TD : 120/80 mmHg
: Nadi : 80 kali/menit
: Pernapasan : 22 kali/menit
: Suhu : 36,5 oC
b. Pemeriksaan Head to toe
1) Kepala : Tidak ada benjolan
2) Rambut : Hitam, Bersih, Rambut terlihat tebal
3) Mata : Simetris, Conjuntiva merah muda, seklera putih
(tidak ikhterik)
4) Muka : Tidak ada benjolan dan tidak ada oedem
5) Telinga. : Bersih, Tidak ada serumen
6) Hidung : Bersih ,tidak ada pernafasan cuping hidung
7) Mulut : Simetris, mukosa lembab, gigi sudah mulai tum
buh dan lidah bersih.
8) Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid
9) Payudara : Tidak ada benjolan areola bersih, puting susu
menonjol
10) Abdomen : Tidak ada bekas operasi, tidak ada strie,Tfu 2 jari dibawah pusat,
kontraksi uterus baik .
Pemeriksaan 1
Tanggal dan am Kegiatan Paraf
pemeriksaan
Menjelaskan pada ibu
25 juni 2021 jam 15.00 bahwa dari hasil
pemeriksaan
keadaan umummnya
a. Keadaan Umum : baik
b. TTV :
c. TD : 120/80 mmHg,
d. R : 24x/menit,
e. S : 36,5OC
f. N : 80x/Menit
2. Menjelaskan pada tentang
Retensio Urine. Retensio
urine ialah ketidakmampuan
untuk mengosongkan
kandung kemih secara
spontan,gejala yang ada
meliputi tidak adanya
kemampuan sensasi untuk
mengosongkan kandung
kemih ketika buang air
kecil, nyeri abdomen bawah
atau tidak bias berkemih
sama sekali.
3. Memberitahu kepada ibu
penyebab terjadinya
Retensio Urine karena
partus lama, persalinan
dengan vacuum, dan laserasi
jalan lahir, pada
persalinan pervaginam baik
persalinan dengan
kekuatan sendiri/tindakan
akan mengakibatkan
trauma pada uretra dan
kandung kemih
Pemeriksaan 3
Tanggal Kegiatan
1.Mengevaluasi keadaan
ibu, lebih baik dari hari
kemarin
26 juni 2021 jam 03.00
2. Menyarankan kepada ibu
untuk memperbanyak
minum air putih/ mineral
minimal 3Liter/24 jam agar
cairan yang masuk kedalam
tubuh banyak sehingga
memberikan sensani untuk
merangsang keinginanan
untuk berkemih/ buang air
kecil
3. Melakukan /melatih ibu
untuk berkemih
(bladder training)
Yang bertujuan untuk
mengembalikan pola
normal BAK
4. Melakukan pemasangan
kateter untuk membantu ibu
mengosongkan kandung
kemih
yang penuh karena ibu
belum bisa melakukan BAK
sendiri
5. Menganjurkan ibu
melakukan senam kegel
disebut juga senam pelatihan
otot panggul bawah
bermanfaat untuk
memperbaiki kondisi
yang dapat menurunkan
kekuatan otot panggul
bawah, seperti persalinan,
penuaan, kelebihan
berat badan, dan bermanfaat
mengencangkan
otot-otot dibawah Rahim,
kantong kemih dan usus
besar.
Selama Intraksi, ibu :
1 Ibu masih belum bisa
BAK secara spontan
Evaluasi Proses 2 keadaan umum ibu baik
3 Sudah dilakukan
cateterisasi
Pemeriksaan 4
Tanggal Kegiatan Paraf
26 Juni 2021 jam 09.00 Mengevaluasi keadaan ibu
selama dilakukanya
perawatan selama 3 hari ibu
sekarang sudah bisa buang
air kecil sendiri
2. Memberi pujian kepada
ibu yang telah mampu
melakukan dengan baik
saran-saran yang diberikan
3. Anjurkan ibu untuk
banyak minum air putih /
mineral untuk merangsang
keinginan buang air
kecil
4. Melakukan /melatih ibu
untuk berkemih (bladder
training) dirumah, dengan
cara mengatur jadwal
berkrmih.
5. Anjurkan ibu untik
melakukan pengaturan diet,
menghindari
makanan/Minumam yang
mempengaruhi pola
berkemih seperti kafein dan
alkohol
6. Menjelaskan kepada ibu
untuk menjaga kebersihan
genetalia agar tidak terjadi
infeksi setelah
melahirkan dengan cara
mencuci daerah vagina
dengan menggunakan sabun,
mengganti pembalut
setidaknya 2 x sehari,
mencuci tangan sebelum dan
sesudah memegang alat
kelamin.
7. Ibu sudah tidak ada
keluhan sudah bisa BAK
mandiri jadi ibu sudah
diperbolehkan pulang
8. Anjurkan ibu untuk
istirahat yang cukup agar
tidak
stress dan cemas
9. Kunjungan kembali/
Kontrol jika ada keluhan
Selama intraksi, ibu :
1.Ibu bersedia apa yang
disarankan
2. Ibu sudah tidak merasa
Evaluasi Proses cemas karena sudah bisa
BAK mandiri sudah tidak
ada rasa nyeri dan takut
BAB lV
PEMBAHASAN
Berdasarkan Pengkajian dari Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas Dengan Masalah
Retensio Urine Pada Ny. “ L “ di atas bahwa :
Adanya beberapa masalah diatas berdampak pada beberapa wanita merasa tidak ingin
kencing sama sekali, yang lain merasa ingin kencing tetapi tidak bisa melakukannya, dan
mungkin ada yang lainnya masih bisa kencing tetapi disertai dengan rasa nyeri dan terbakar
(Jassani, 2015). Sedangkan wanita yang tidak dapat berkemih secara spontan dalam waktu 6
jam setelah persalinan pervaginam dikategorikan memiliki retensi urin (Cavkaytar, Kokanalı,
Baylas, Topcu, Laleli & Tascı, 2014). penelitian di nagara Turkey pada tahun 2014
menemukan bahwa ibu postpartum yang melahirkan pervagina 234 mengalami episiotomi,
laserasi perineum dan mengalami resiko retensi urin (8.1%) (Cavkaytar, Kokanalı, Baylas,
Topcu, Lalelin & Tascı, 2014).
Menurut data World Health Organization (WHO) pada tahun 2010 kejadian retensi urin
pada ibu post partum pada hari pertama yaitu 60% dan pada hari kedua 17%. Di Indonesia
angka kejadian retensi urin pasca persalinan sekitar 14,8% dengan rentang 1,7% -17,9% .
Resiko retensi urin pada pasien post partum pervaginam sekitar 70% lebih tinggi daripada
sectio caesarea (Marmi, 2012; Anugrah dkk, 2017).
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil pengkajian pada Ny. L dengan asuhan keperawatan personal hygiene di
saat Ny. L sedang masa Post Partum dari pengkajian asuhan ini kita mengambil data
berupa data subyektif dan obyektif, jadi mahasiswa dapat menganalisa data yang
dapat ditemukan dari masalah keperawatan Personal hygiene yang di berikan pada
Ny. L dengan keluhan sudah 3 hari dari persalinan ( masa nifas) masih belum bisa
BAB dan BAK.
5.2 Saran
Dari data asuhan kebidanan ini diharapkan untuk tenaga kesehatan supaya
dapat memeberikan informasi dan masukan bagi tenaga kesehatan lainnya
yang berada di rumah sakit maupun di tengah-tengah masyarakat supaya
mengetahui perawatan diri yang baik yang dibutuhkan oleh pasien.
Jika pasien sudah merasa badannya agak mendingan pasien harus berlatih
untuk melakukan perawatan diri untuk dirinya sendiri secara teratur supaya
badan pasien bisa merasa segar bersih dan badannya bersih dari kuman.
Daftar Pustaka
Mayasari, Bety. 2011. Hubungan Mobilisasi Dini dengan Eliminasi Urine
Pertama Ibu Post Partum. Jurnal keperawatan dan Kebidanan. STIKES Dian Husada
Mojokerto