Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU NIFAS NORMAL

Diajukan untuk memenuhi salah tugas Stase Persalinan

Dosen : Mulyanti, S.ST.,M.Keb.,Bdn

Oleh :

ENENG RISA APRILIANI


NIM. 522022031

PROGRAM STUDI PROFESI KEBIDANAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH BANDUNG
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat

sertahidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah laporan

pendahuluan dengan judul “Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas Normal” tepat

pada waktunya.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, tetapi

penulis berharap dengan adanya makalah/laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi

penulis dan pembaca. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Ibu Mulyanti,

S.ST.,M.Keb.,Bdn selaku pembimbing akademik di stase nifas ini.

Penulis berharap makalah ini dapat memberikan pengaruh yang baik untuk

pembaca. Penulis menyadari bahwa makalah ini tidak luput dari kekurangan, oleh

karena itu kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat penulis

harapkan demi penyempurnaan dan perbaikan dalam penyusunan makalah di

masa mendatang.

Bandung, 5 Juni 2023

Eneng Risa Apriliani


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I 1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG..................................................................................1
B. TUJUAN.......................................................................................................2
BAB II.....................................................................................................................4
KAJIAN PUSTAKA..............................................................................................4
A. KAJIAN TEORI...........................................................................................4
B. MODEL ASUHAN KEBIDANAN..............................................................4
C. LANDASAN TEORI....................................................................................8
BAB III..................................................................................................................17
TINJAUAN KASUS.............................................................................................17
BAB IV..................................................................................................................23
PEMBAHASAN...................................................................................................23
BAB V....................................................................................................................25
PENUTUP.............................................................................................................25
A. KESIMPULAN...........................................................................................25
B. SARAN.......................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................26
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Masa nifas atau puerperium adalah masa pulih kembali dari selesai

persalinan ke masa sebelum hamil. Lama masa setelah persalinan selesai yaitu

sekitar 6-8 minggu. Setelah kelahiran vagina dan perineum tetap terbuka lebar,

mungkin mengalami edema, memar dan rupture pada beberapa bagian perineum

(Maryani D, Himalaya D, 2020).

Masalah yang timbul pada masa post partum yaitu nyeri perineum. Nyeri

perineum merupakan hal fisiologis pada ibu post partum, akan tetapi nyeri ini

mempengaruhi kemampuan wanita untuk mobilisasi sehingga dapat menimbulkan

komplikasi seperti perdarahan post partum. Nyeri perineum akibat adanya laserasi

dapat menyebabkan rasa tidak nyaman dan dispareunia. Nyeri luka perineum akan

dirasakan setelah persalinan sampai beberapa hari pasca persalinan. Nyeri

perineum dapat terjadi setelah persalinan pervagina akibat laserasi spontan pada

bayi lahir dan dapat diperparah apabila terdapat robekan pada perineum yang

disebabkan oleh tindakan episiotomi. Tindakan ini akan memerlukan penjahitan

tersebut dapat menyebabkan nyeri pada daerah luka jahitan (Mayangsari, D., &

Sari. D.G, 2021).

Berdasarkan Data Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun

2015 Angka Kematian Ibu (AKI) yaitu berjumlah 305 per 1000 kelahiran hidup.

Menurut laporan Dinas Kesehatan Jawa Barat di tahun 2015 disampaikan bahwa

angka kematian ibu dan bayi di Provinsi Jawa Barat masih tergolong tinggi jika

dibandingkan provinsi lainnya di Indonesia dengan angka rata-rata 748 kasus di

1
tahun 2014 menjadi 823 kasus di tahun 2015. Sekitar 70% ibu melahirkan

mengalami rupture perineum, dengan jumlah 243 orang dengan mayoritas terjadi

pada ibu primipara sebanyak 37 orang (15,22%) pada jarak kelahiran >2 tahun

sebanyak 87 orang (35,80%) pada usia ibu 20-35 tahun sebanyak 46 orang

(18,93%) dan berat badan lahir 2.500-4000 gram sebanyak 37 orang (30,04%)

(Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia, 2015). Sebanyak 70,9% nyeri

perineum terjadi pada ibu post partum, dampak dari nyeri perineum tersebut

adalah stress, traumatik, takut terluka, tidak nafsu makan, sulit tidur dan depresi

(Rahayuningsih, 2013

Faktor yang menyebabkan terjadinya rupture perineum antara lain faktor

ibu terdiri dari paritas, jarak kelahiran, cara mengejan yang tidak tepat, dan umum

ibu. Faktor janin terdiri dari berat badan bayi baru lahir dan persentasi. Faktor

persalinan pervagina terdiri dari vakum, trauma alat dan episiotomy, kemudian

faktor penolong persalinan yaitu pimpinan persalinan yang tidak tepat

(Nugraheny E, Heriyat H, 2016).

Penanganan untuk mengurangi nyeri perineum dapat dilakukan secara

farmakologi dan non farmakologi. Penggunaan secara farmakologi sering

menimbulkan efek samping dan kadang tidak memiliki kekuatan efek yang

diharapkan. Penggunaan secara non farmakologi yaitu dengan cara menggunakan

aromaterapi lavender sebagai salah satu alternatif penanganan nyeri non

farmakologi (Mayangsari, D., & Sari. D.G, 2021).

B. TUJUAN

Tujuan pelayanan pada masa nifas untuk deteksi dini komplikasi pada ibu nifas

dan meningkatkan cakupan KB pasca persalinan.

2
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. KAJIAN TEORI

1. Tujuan Perawatan Nifas

Dalam masa nifas ini, ibu memerlukan perawatan dan pengawasan

yang dilakukan selama ibu tinggal di rumah sakit maupun setelah keluar

dari rumah sakit. Adapun tujuan dari perawatan masa nifas adalah Sri

Wahyuningsih, (2019) :

a. Mendeteksi adanya perdarahan masa nifas

Tujuan perawatan masa nitas adalah untuk mendeteksi adanya

kemungkinan adanya pendarahan post partum, dan infeksi, penolong

persalinan harus waspada, sekurang-kurangnya satu jam post partum

untuk mengatasi kemungkinan terjadinya komplikasi persalinan.

Umumnya wanita sangat lemah setelah melahirkan, lebih lebih bila

partus berlangsung lama.

b. Menjaga kesehatan ibu dan bayinya

Menjaga kesehatan ibu dan bayinya baik fisik maupun psikologis harus

diberikan oleh penolong persalinan ibu dianjurkan untuk menjaga

kebersihan badan, mengajarkan ibu bersalin bagaimana membersihkan

daerah kelamin dengan sabun dan air bersihkan daerah di sekitar vulva

dahulu, dari depan ke belakang dan baru sekitar anus. Sarankan ibu

mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudahnya. Jika ibu

mempunyai luka episiotomi atau laserasi sarankan ibu untuk

menghindari menyentuh daerah luka.

3
b. Melaksanakan skrining secara komprehensif

Melaksanakan skrining yang komprehensif dengan mendeteksi masalah,

mengobati dan merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayi.

Bidan bertugas untuk melakukan pengawasan kala IV yang meliputi

pemeriksaan placenta, pengawasan TFU, pengawasan TTV, pengawasan

konsistensi rahim dan pengawasan KU ibu. Bila ditemukan

permasalahan maka segera melakukan tindakan sesuai dengan standar

pelayanan pada penatalaksanaan masa nifas.

c. Memberikan pendidikan kesehatan diri

Memberikan pelayanan kesehatan tentang perawatan diri, nutrisi, KB,

menyusui, pemberian imunisasi kepada bayinya dan perawatan bayi

sehat. Ibu post partum harus diberikan pendidikan pentingnya di antara

lain kebutuhan gizi ibu menyusui :

1) Mengkonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari

2) Makan dengan diet berimbang untuk mendapatkan protein, mineral dan

vitamin yang cukup

3) Minum sedikitnya 3 liter air setiap hari (anjurkan ibu untuk minum

sebelum menyusui).

d. Memberikan pendidikan tentang laktasi dan perawatan payudara

1) Menjaga payudara tetap bersih dan kering

2) Menggunakan BH yang menyokong payudara.

3) Apabila puting susu lecet, oleskan kolostrum atau ASI yang keluar pada

sekitar puting susu setiap kali selesai menyusui Menyusui tetap

dilakukan mulai dan putting susu yang tidak lecet.

4) Lakukan pengompresan apabila bengkak dan terjadinya bendungan.

4
2. Kunjungan Masa Nifas

a. Kunjungan I (6 - 8 jam setelah persalinan)

Tujuan Kunjungan:

1) Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri

2) Mendeteksi dan merawat penyebab lainperdarahan rujuk jika perdarahan

belanjut

3) Memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota keluarga

bagaimana mencegah pedarahan masa nifas karena atonia uteri

4) Pemberian ASI awal

5) Melakukan hubungan antara ibu dan bayi baru lahir

6) Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah hypotermi

b. Kunjungan II (3 Hari setelah persalinan)

Tujuan kunjungan:

1) Memastikan involusi uterus berjalan normal yaitu uterus berkontraksi,

fundus di bawah umbilikus, tidak ada perdarahan abnormal, tidak ada

bau

2) Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan abnormal

3) Memastikan ibu mendapat cukup makanan, cairan, dan istirahat

4) Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak memperlihatkan tanda-

tanda penyulit

5) Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali pusat

menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari

5
c. Kunjungan III (2 minggu setelah persalinan)

Tujuan kunjungan:

1) Memastikan involusi uterus berjalan normal yaitu uterus berkontraksi,

fundus di bawah umbilikus, tidak ada perdarahan abnormal, tidak ada

bau

2) Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan abnormal

3) Memastikan ibu mendapat cukup makanan, cairan, dan istirahat

4) Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak memperlihatkan tanda-

tanda penyulit

5) Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali pusat

menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari

d. Kunjungan IV (6 minggu setelah persalinan)

Tujuan kunjungan:

1) Menanyakan pada ibu tentang penyulit - penyulit yang ia atau bayi alami

2) Memberikan konseling untuk KB secara dini(Wahyuni, 2018)

3. Asuhan Komplementer pada Masa Nifas

Pengembalian uterus dalam ukuran semula seperti sebelum hamil

memerlukan adanya kontraksi. Setelah proses persalinan lebih tepatnya saat

bayi baru lahir tingkatan kontraksi uterus bertambah secara intens. Hal

tersebut terjadi karena volume intrauterin mengalami penurunan yang sangat

tinggi. Kelenjar hipofisis melepas hormon oksitosin yang akan mengatur

dan memperkuat kontraksi uterus, sehingga akan menekan pembuluh darah

dan proses homeostasis akan terbantu. Kontraksi uterus menimbulkan rasa

nyeri seperti kram atau perut mules yang disebut dengan afterpain.

Afterpain atau sering disebut kram perut adalah rasa nyeri disebabkan

6
kotraksi dan relaksasi terus menerus pada uterus sebagian besar berlangsung

dalam 3-4 hari setelah bersalin dan banyak terjadi multipara. Afterpain juga

terjadi pada saat ibu menyusui karena saat proses menyusui terjadi

pelepasan oksistosin sehingga merangsang uterus berkontraksi.

Banyak ibu pasca melahirkan mengeluh perutnya masih terasa mules

dan sehingga menimbulkan ketidaknyaman dan sedikit ibu yang mengetahui

penyebab rasa mules yang dirasakan. Beberapa upaya tenaga kesehatan

khususnya bidan dilakukan untuk mengatasi mules yang dirasakan ibu

postparum seperti pemberian analgesik atau sedatif, namun pada kondisi ibu

yang menyusui hendaknya pemberian obat-obatan atau farmakologi dapat

diminimalisir untuk mengurangi dampak yang diberikan pada proses laktasi.

Hampir semua obat yang dikonsumsi saat menyusui dapat terdeteksi di

dalam ASI meskipun konstentrasi obat pada ASI umumnya rendah.

Upaya lain yang dirasa lebih aman untuk mengurangi rasa nyeri adalah

dengan nonfarmakologi atau yang saat ini lebih banyak dilakukan dengan

pemberian asuhan komplementer, yaitu asuhan yang diberikan tanpa

pemberian tindakan medis dan farmakologi. Keluhan afterpain dapat

dilakukann asuhan komplementer seperti pemberian terapi massage, candle

therapy, metode Transcutanseous Electrical Nerve Stimulations (TENS),

senam nifas, asuhan lainnya seperti mengosongkan kantong kencing,

membantu memposisikan ibu dengan nyaman (posisi tengkurap dengan

mengganjal bagian abdomen menggunakan bantal), pemberian tekhnik

relaksasi, mobilisasi dini, istirahat yang cukup serta pemenuhan nutrisi yang

seimbang.

7
Penatalaksanaan afterpain pada ibu postpartum dapat dilakukan dengan

beberapa metode asuhan komplementer. Asuhan komplementer merupakan

tatalaksana keluhan atau masalah yang dihadapi oleh pasien dengan

memberikan asuhan nonfarmakologi dan mengurangi intervensi medis.

Hasil penelitian Sari (2020) mengemukakan bahwa ada pengaruh yang

signifikan antara terapi massage plexus sacralis terhadap penurunan rasa

sakit pada ibu postpartum fisiologis primipara dan multipara dengan nilai p-

value 0,001 <α (0,05). Pemberian terapi massage plexus sacralis dalam

meredakan afterpain mempunyai tujuan merangsang saraf parasimpatis

dengan melakukan pemijatan pada daerah pinggang dan area sacralis.

Mekanisme berkurangnya nyeri pada pemijatan ini yakni terjadinya

metabolisme sel dengan adanya vasodilatasi dikarenakan serabut

parasimpatis menekan kontraksi sehingga terjadi peningkatan sirkulasi

darah. Sistem parasimpatis yang sangat berperan ini berasal dari nervus

sacralis nomor 2, 3, dan 4 sebagai plexus sacralis. Sejalan dengan penelitian

Diarini (2015) sebagian responden mengalami nyeri sedang sebelum

dilakukan massage plexus sacralis (80%) dan setelah diberikan massage

plexus sacralis 86,6% responden mengalami penurunan nyeri pada tingkat

nyeri ringan.

Penelitian Sitorus (2020) didapatkan hasil terjadi penurunan skala rasa

sakit setelah dilakukan terapi effleurage massage pada ibu nifas, nilai rata –

rata median 2.00 (nyeri ringan) dengan nilai minimum-maksimum (0-3).

Penggunaan terapi ini adalah dengan mengusap yang dilakukan secara

berurutan dan selaras dari arah atas menuju arah bawah. Terapi pemijatan

ini seringkali digunakan dalam pemijatan muka, leher, kulit kepala,

8
punggung, dada, lengan dan kaki. Teknik Effleurage ini dapat menimbulkan

efek menenangkan, merilekskan (efek seudatif) yang selalu dipakai diawal

dan akhir pemijatan untuk mencapai hasil yang maksimal. Sesuai juga

dengan hasil penelitian Parulian et al., (2014) dimana skala rasa sakit

mengalami penurunan 45% menggunakan terapi effleurage massage. Ibu

nifas mengalami rasa sakit dengan skala nyeri rata-rata 3 sebelum dilakukan

terapi. Rasa sakit yang dialami ibu setelah terapi effleurage massage berada

pada kisaran 1-5. Dapat disimpulkan dari hasil diatas bahwa sesudah

dilakukan perlakuan penerapan teknik pijat Effleurage, penurunan skala rasa

sakit afterpain setelah melahirkan terjadi pada sebagian besar ibu nifas,

karena rangsangan pada kulit perut dapat merangsang pengeluaran hormon

endorfin, sehingga ibu merasa rileks. dan rasa sakitnya bisa berkurang.

Metode pemberian pijat atau massage memberikan efek ibu postpartum

lebih rileks dan membantu meningkatkan hormon erdophin sehingga ibu

tampak lebih nyaman dan nyeri afterpain berkurang. Selain teknik massage,

terapi meditasi dengan memusatkan perhatian ibu postpartum pada lilin

dapat megurangi rasa nyeri afterpain. Dalam penelitian Setyarini (2018),

terkait candle therapy terjadi penurunan tingkat nyeri yang cukup signifikan

yakni sebelum dilakukan terapi para partisipan sebagian besar (57%) berada

dalam kondisi nyeri sedang, sedangkan setelah dilakukan terapi candle

therapy hampir seluruh partisipan mengalami nyeri ringan. Berdasarkan

studi yang berjudul Benefits of Color Therapy tentang mekanisme candle

therapy dari American Journal of Medicine, warna yang terlihat dikirim

langsung melalui retina ke kelenjar hipotalamus, kemudian ke kelenjar

pineal dan akhirnya ke kelenjar pituitari. Kelenjar pituitari adalah bagian

9
dari hipotalamus otak. Sekresinya dipengaruhi oleh hipotalamus dan hasil

sekresinya akan merangsang kelenjar endokrin lain dalam tubuh kita untuk

mengeluarkan hormon lain. Kelenjar pituitari menghasilkan endorfin yang

menghilangkan rasa sakit. Peningkatan hormon endofrin terjadi ketika

warna masuk ke pusat syaraf otak, yaitu zat mirip morfin yang dibuat oleh

tubuh. Jadi, sinapsis mendapat sinyal dari neuron nyeri perifer sehingga

antara neuron nyeri perifer dan neuron yang menuju syaraf otak

terbentuklah sinapsis, nyeri perifer dan neuron yang menuju otak, di mana

substansi P harus membawa impuls. Pada titik ini, endorfin memblokir

pelepasan substansi P dari neuron sensorik, sehingga mencegah transmisi

impuls nyeri di sumsum tulang belakang dan mengurangi sensasi nyeri

afterpain.

TENS merupakan pengobatan nonfarmakologis yang telah terbukti

mempunyai hasil yang efektif dalam mengatasi rasa sakit pada berbagai

keadaan. TENS dikenal sebagai terapi pengendalian nyeri non-invasif dan

non-narkotika (Sra et al., 2007). TENS dapat mengaktifkan baik serat

berdiameter kecil maupun besar yang akan mengirimkan berbagai informasi

sensorik ke sistem saraf pusat. Efektivitas TENS dapat dijelaskan dengan

teori kontrol gerbang (Gate-Control). Penelitian Amalia et al., (2017) data

dari hasil penelitian yang dilakukan pada 20 partisipan, yakni sebelum

dilakukan tindakan hampir seluruh partisipan (90%) mengalami nyeri

sedang dan sisanya mengalami nyeri berat. Sedangkan sesudah dilakukan

terapi dengan metode TENS hampir seluruh partisipan mengalami rasa sakit

yang ringan dan hanya 2 partisipan yang berada dalam ambang nyeri

sedang. Nyeri adalah perasaan yang terjadi akibat trauma pada jaringan

1
0
tubuh akibat iskemia otot rahim akibat efek hormonal dan beban yang

menimbulkan kontraksi. Ini secara kimiawi merangsang reseptor rasa sakit

untuk melepaskan bradikinin, serotonin, histamin, ion K, asam asetilkolin,

dan asam proteolitik. Selain itu, prostaglandin dan zat P meningkatkan

sensitivitas ujung serabut nyeri, yang dapat menyebabkan nyeri.

Pemberian kompres hangat dan dingin dapat memberikan rasa nyaman

pada ibu nifas yang mengalami nyeri karena efek analgetik hal ini sesuai

dengan teori Choirunissa et al., (2019) yakni dengan melakukan kompres

hangat hangat dan kompres dingin bisa memberi rasa nyaman pada ibu yang

mengalami nyeri setelah nifas. Kompres hangat ini bertujuan untuk

memperlancar aliran pembuluh darah, sehingga dapat mengurangi rasa sakit

dengan mengurangi ketegangan, mengurangi kontraksi otot, meningkatkan

aliran darah ke area sendi dan meningkatkan kenyamanan. Panas dapat

menyebabkan pembuluh darah melebar, sehingga sirkulasi darah meningkat.

Secara fisiologis, respon tubuh terhadap panas ini adalah perluasan

pembuluh darah, penurunan suhu tubuh, penurunan kekentalan darah,

penurunan ketegangan otot, peningkatan metabolisme jaringan, dan

peningkatan permeabilitas kapiler. Respon dari tubuh ini digunakan untuk

tujuan terapeutik dalam berbagai situasi dan situasi yang terjadi di dalam

tubuh (Potter and Perry, 2005). Kompres hangat merupakan salah satu

metode intervensi keperawatan yang dapat digunakan untuk meningkatkan

kenyamanan pada ibu dengan nyeri postpartum khususnya aferpain. Terapi

non-obat sangat efektif untuk mengurangi rasa sakit yang ditimbulkan.

Berdasarkan hasil penelitian ini, partisipan dapat menggunakan terapi

1
1
kompres panas ini sebagai pilihan pengobatan non-farmakologis untuk

memerangi nyeri afterpain.

Berdasarkan teori Price & Wilson, terapi dingin dapat menimbulkan

efek analgesik dan sifatnya juga dapat mengurangi spasme otot, terapi ini

memperlambat kecepatan konduksi saraf, sehingga lebih sedikit rangsangan

nyeri yang mencapai otak. Oleh karena itu, rasa sakit yang dirasakan akan

berkurang. Pemberian kompres dingin dapat meningkatkan pelepasan

endorfin yang menghambat transmisi rangsang nyeri, dan juga dapat

menurunkan transmisi impuls nyeri melalui serabut delta kecil dan serabut

saraf C dengan merangsang serabut saraf beta besar (Potter and Perry,

2005). Mekanisme pereda nyeri kompres dingin didasarkan pada teori

kontrol gerbang. Teori ini menjelaskan mekanisme transmisi nyeri. Ketika

input dominan berasal dari serat beta-A, mekanisme pertahanan dimatikan.

Jika input dominan berasal dari serat A-Delta dan serat C, pertahanan

terbuka dan pasien merasakan sensasi nyeri. Jalur saraf desendens

melepaskan opiat endogen seperti endorfin, pereda nyeri alami dari tubuh.

Semakin tinggi tingkat endorfin seseorang, semakin ringan rasa sakitnya.

Produksi endorphin dapat ditingkatkan melalui stimulasi kulit. Stimulasi

kulit meliputi aplikasi pijat, penekanan jari, dan kompres panas atau dingin

(Perry, 2006).

Teknik relaksasi untuk melepas stress akibat nyeri yang dirasakan.

Teknik relaksasi dengan menarik nafas panjang serta menghembuskan lewat

mulut dapat meralaksasikan rasa nyeri afterpains. Membaca istighfar

dilakukan dengan teknik relaksasi dengan teknik relaksasi napas dalam

Judha, et al (2012), teknik relaksasi yaitu menarik napas dalam-dalam

1
2
kemudian bernapas perlahan (menjaga inspirasi pada tingkat maksimal) dan

menghembuskan napas secara perlahan dan pelan. Teknik distraksi adalah

mengalihkan perhatian klien ke hal lain sehingga pasien melupakan rasa

sakit yang dirasakannya, membacakan Istighfar untuk klien muslim, dan

mendengarkan ayat suci Al Qur'an.

Asuhan lain yang dapat mengurangi atau mengatasi afterpain antara lain

memberikan asuhan dengan mengganjal perut dengan bantal posisi

tengkurap sebelumnya ibu dianjurkan untuk mengosongkan kantong

kencing terlebih dahulu. Tidur dengan posisi tengkurap kemudian

menggunakan bantal yang menekan bagian abdomen dianggap "menutup

gerbang" untuk menghalangi jalannya rangsangan rasa sakit ke pusat sistem

saraf pusat yang lebih tinggi. Syarat menopang abdomen menggunakan

bantal adalah pada posisi tengkurap dilakukan dengan pengosongan kantong

kencing terlebih dahulu, kontraksi yang kurang optimal disebabkan oleh

penuhnya kantong kencing, secara rasional terdapat interaksi antara

rangsangan nyeri, rangsangan indra lain dan serabut yang mengirimkan

sensasi tanpa rasa sakit yang menghalangi transmisi impuls melalui sirkuit

gerbang penghambat, sel penghambat adalah kornu dorsalis medula spinalis

yang mengandung eukafelin, yang menghambat transmisi rasa sakit

(Bahiyatun, 2013). Melakukan mobilisasi secara bertahap; istirahat yang

cukup; observasi involusi uteri tiap 8 jam; memenuhi kebutuhan nutrisi yang

kaya akan zat gizi pada ibu pascabersalin (Anggraini, 2010).

Ibu postpartum melakukan senam nifas untuk memulihan otot area

panggul. Senam nifas yaitu kegiatan yang disarankan untuk para pasca

melahirkan. Manfaaatnya dapat memulihkan otot area panggul dan dapat

1
3
memperbaiki sirkulasi darah. Gerakan – gerakan senam nifas difokuskan

pada pergerakan otot kaki, otot perut, otot punggung dan panggul. Gerakan

– gerakan tersebut mempunyai manfaat mempercepat pemulihan dan proses

penyembuhan serta mencegah adanya komplikasi. Senam nifas juga dapat

mengembalikan regangnya otot – otot karena kehamilan yakni regangan otot

punggung, perut dan panggul. Banyak manfaat yang dapat diperoleh dari

senam nifas mulai dapat mengembalikan otot – otot seperti keadaan sebelum

hamil hingga pencegahan thrombophlebitis. (Tri Widianti and Proverawati,

2010).

Aromaterapi lavender yaitu suatu metode non farmakologi untuk

mengurangi nyeri yang menggunakan minyak essensial. Ketika aromaterapi

dihisap akan mengeluarakan hormon endorphin dan menimbulkan

ketenangan serta kebahagiaan (Widayani W, 2016). Aromaterapi lavender

dapat menurunkan intensitas nyeri perineum pada ibu nifas yang mengalami

laserasi spontan dan episotomi. Aromaterapi dihisap, sehingga zat aktif

didalamnya merangsang hipotalamus (kelenjar hipofisis) untuk

mengeluarkan hormon endorphin (zat menimbulkan rasa tenang, relaks dan

bahagia). Terapi essensial minyak lavender berpengaruh secara positif

terhadap kecemasan insomnia dan mengontrol rasa sakit. Dengan demikian

aromaterapi lavender dapat menjadi salah satu alternatif penanganan nyeri

luka perineum yang dapat mengakibatkan kondisi fisik maupun psikologis

ibu menjadi lebih baik (Widayani W, 2016). Aromaterapi lavender memiliki

efek relaksasi karena menstimulasi gelombang alfa di otak dan dapat

melancarkan sirkulasi darah, sehingga aromaterapi lavender dapat

1
4
menurunkan nyeri perineum pada ibu post partum (Mayangsari, D., & Sari.

D.G, 2021).

B. MODEL ASUHAN KEBIDANAN

Asuhan kebidanan pada masa nifas normal

Tahapan dalam proses asuhan kebidanan ada 7 langkah :

1. Langkah I : Identifikasi Data Dasar

Pada masa nifas umumnya klien akan mengeluh tentang keadaannya dimana

klien masih merasakan mules pada bagian perut, dan mulai merawat diri dan

bayinya.

2. Langkah II : Mengidentifikasi diagnosis atau masalah actual

Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar terhadap diagnose atau

masalah dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang benar atas data -

data yang di kumpulkan. Data dasar yang sudah dikumpulkan di

interpretasikan sehingga di temukan masalah atau diagnose yang spesifik.

Masa nifas normal hari ke 6 terdapat pengeluaran cairan lochia atau cairan

sekret yang berasal dari kavum uteri dan vagina dalam masa nifas. Lokhea

sanguinolenta: lokhea ini berwarna merah kecokelatan dan berlendir, serta

berlangsung dari hari ke-4 sampai hari ke-7 post partum. Setelah plasenta

lahir, otot - otot uterus akan segera berkontraksi sehingga pembuluh -

pembuluh darah yang ada diantara anyaman otot - otot uterus akan terjepit dan

hal ini akan menghentikan perdarahan dan bila involusio baik, TFU akan

turun tiap hari.

3. Langkah awal dari Langkah III : Mengidentifikasi masalah potensial

Pada langkah ini kita mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial lain

berdasarkan rangakaian masalah dan diagnose yang sudah diidentifikasi.

1
5
Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan

pencegahan, sambil mengamati klien bidan diharapkan dapat bersiap – siap

bila diagnose/masalah potensial ini benar – benar terjadi (Mufdillah, dkk

2012: 117). Pada langkah ini kita mengidentifikasi masalah atau diagnosis

potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosis yang sudah

diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan

dilakukan pencegahan, sambil mengamati klien, bidan dapat diharapkan

bersiap-siap bila diagnose/masalah potensial ini benar-benar terjadi. Pada

langkah ini penting sekali melakukan asuhan yang aman. Dalam

mengidentifikasi diagnose atau masalah potensial dilakukan pengantisipasian

penanganan yang kemungkinan muncul pada masa nifas adalah infeksi

puerperalis atau infeksi pada traktus genitalia setelah persalinan, biasanya dari

endometrium bekas insersi plasenta, serta ketidaknyamanan yang ditimbulkan

akibat adanya kontraksi karena proses pengembalian uterus ke ukuran semula

seperti sebelum hamil.

4. Langkah IV : Penetapan kebutuhan atau tindakan segera

Beberapa data menunjukan situasi emergensi dimana bidan perlu bertindak

segera untuk kesehatan ibu dan bayi, beberapa data menunjukan situasi yang

memerlukan tindakan segera sementara menunggu intruksi dokter. Mungkin

juga memerlukan konsultasi dengan tim kesehatan lain. Bidan mengevaluasi

situasi setiap pasien untuk menetukan asuhan pasien yang paling tepat.

Langkah ini mencerminkan kesinambungan dari proses manajemen kebidanan

(Mufdillah, dkk 2012: 117-178). Dalam persalinan tindakan yang memerlukan

penanganan segera diantaranya: Infeksi puerperalis, subinvolusi uterus.

1
6
5. Langkah V : Intervensi atau perencanaan tindakan asuhan kebidanan

Pada langkah ini di rencanakan asuhan yang menyeluruh ditentukan oleh

langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen terhadap

diagnose atau masalah yang telah diidentifikasi atau antisipasi, pada langkah

ini informasi/data dasar yang tidak lengkap di lengkapi (Mufdillah, dkk 2012).

Setiap rencana asuhan haruslah disetujui oleh kedua belah pihak, yaitu oleh

bidan dan klien agar dapat dilaksanakan dengan efektif karena klien

merupakan bagian dari pelaksanaan rencana tersebut. Rencana yang dibuat

harus rasional dan benar-benar valid berdasarkan pengetahuan dan teori yang

up to date serta evidance terkini serta sesuai dengan asumsi tentang apa yang

akan dilakukan klien. Adapun penatalaksanaan yang diberikan pada masa

nifas yaitu, memantau perubahan tubuh ibu untuk menentukan apakah masa

nifasnya normal atau tidak. Membantu keluarga dalam merawat ibu selama

masa nifas dan memberikan asuhan pasca persalinan serta mengenali masalah

secepatnya dan mengambil keputusan yang tepat guna dan tepat waktu

(efektif dan efisien). Perencanaan asuhan tindakan yang perlu dilakukan juga

dapat berupa pemantauan TTV ibu dan keadaan janin, memenuhi kebutuhan

nutrisi dan dehidrasi ibu, menganjurkan ibu perubahan ambulasi dan posisi

ibu, menganjurkan tindakan yang memberikan pada rasa nyaman, serta

menganjurkan keluarga memberi dukungan.

6. Langkah VI : Implementasi atau pelaksanaan asuhan

Pada langkah keenam ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah

diuraikan pada langkah ke 5 dilaksanakan secara efisien dan aman.

Perencanaan ini bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian dilakukan

oleh bidan dan sebagian oleh klien atau anggota tim kesehatan lainnya.

1
7
7. Langkah VII : Evaluasi

Pada langkah ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah

diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar – benar

telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasi di

dalam masalah dan diagnose. Rencana tersebut dapat dianggab efektif jika

memang benar efektif dalam pelaksanaannya. Ada kemungkinan bahwa

sebagian rencana tersebut telah efektif sedangkan sebagian belum efektif

(Mufdillah, dkk 2012: 118-119).

C. LANDASAN TEORI

1. Pengertian

Masa nifas (Post Partum) adalah masa di mulai setelah kelahiran plasenta dan

berakhir ketika alat kandungan kembali semula seperti sebelum hamil, yang

berlangsung selama 6 minggu atau 42 hari. Selama masa pemulihan tersebut

berlangsung, ibu akan mengalami banyak perubahan fisik yang bersifat

fisiologis dan banyak memberikan ketidak nyamanan pada awal postpartum,

yang tidak menutup kemungkinan untuk menjadi patologis bila tidak diikuti

dengan perawatan yang baik (Yuliana & Hakim, 2020).

2. Tahapan Masa Nifas

Menurut Wulandari (2020)Ada beberapa tahapan yang di alami oleh wanita

selama masa nifas, yaitu sebagai berikut :

a. Immediate puerperium, yaitu waktu 0-24 jam setelah melahirkan. ibu telah

di perbolehkan berdiri atau jalan-jalan.

b. Early puerperium, yaitu waktu 1-7 hari pemulihan setelah melahirkan.

pemulihan menyeluruh alat-alat reproduksi berlangsung selama 6-

minggu.
1
8
c. Later puerperium, yaitu waktu 1-6 minggu setelah melahirkan, inilah

waktu yang diperlukan oleh ibu untuk pulih dan sehat sempurna. Waktu

sehat bisa berminggu-minggu, bulan dan tahun.

3. Proses Adaptasi Psikologis Masa Nifas

Berikut ini 3 tahap penyesuaian psikologi ibu dalam masa post partum

Menurut Sutanto (2019) :

a. Fase Talking In (Setelah melahirkan sampai hari ke dua)

1) Perasaan ibu berfokus pada dirinya.

2) Ibu masih pasif dan tergantung dengan orang lain.

3) Perhatian ibu tertuju pada kekhawatiran perubahan tubuhnya.

4) Ibu akan mengulangi pengalaman pengalaman waktu melahirkan.

5) Memerlukan ketenangan dalam tidur untuk mengembalikan keadaan tubuh

ke kondisi normal.

6) Nafsu makan ibu biasanya bertambah sehingga membutuhkan peningkatan

nutrisi.

7) Kurangnya nafsu makan menandakan proses pengembalian kondisi tubuh

tidak berlangsung normal.

8) Gangguan psikologis yang mungkin dirasakan ibu pada fase ini adalah

sebagai berikut :

b. Fase Taking Hold (Hari ke-3 sampai 10)

1) Ibu merasa merasa khawatir akan ketidakmampuan merawat bayi, muncul

perasaan sedih (baby blues).

2) Ibu memperhatikan kemampuan menjadi orang tua dan meningkatkan

tanggung jawab akan bayinya.

1
9
3) Ibu memfokuskan perhatian pada pengontrolan fungsi tubuh, BAK, BAB

dan daya tahan tubuh

4) Ibu berusaha untuk menguasai keterampilan merawat bayi seperti

menggen dong, menyusui, memandikan, dan mengganti popok.

5) Ibu cenderung terbuka menerima nasehat bidan dan kritikan pribadi.

6) Kemungkinan ibu mengalami depresi postpartum karena merasa tidak

mampu membesarkan bayinya.

7) Wanita pada masa ini sangat sensitif akan ketidakmampuannya, cepat

tersinggung, dan cenderung menganggap pemberi tahuan bidan sebagai

teguran. Dianjur kan untuk berhati-hati dalam berkomunikasi dengan

wanita ini dan perlu memberi support.

c. Fase Letting Go (Hari ke-10 sampai akhir masa nifas)

1) Ibu merasa percaya diri untuk merawat diri dan bayinya. Setelah ibu

pulang ke rumah dan dipengaruhi oleh dukungan serta perhatian keluarga.

2) Ibu sudah mengambil tanggung jawab dalam merawat bayi dan

memahami kebutuhan bayi

4. Perubahan Fisiologis Masa Nifas

Sistem tubuh ibu akan kembali beradaptasi untuk menyesuaikan dengan

kondisi post partum. Organ-organ tubuh ibu yang mengalami perubahan

setelah melahirkan antara lain Risa & Rika (2014) :

a. Uterus

Involusi merupakan suatu proses kembalinya uterus pada kondisi sebelum

hamil. Perubahan ini dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan

palpasi untuk meraba dimana Tinggi Fundus Uterinya (TFU).

2
0
Tabel 1
Perubahan Uterus

Waktu TFU Berat Uterus

Bayi Lahir Setinggi pusat 1000 gr

Uri Lahir 2 jari dibawah pusat 750 gr

1 Minggu ½ pusat sympisis 500 gr

2 Minggu Tidak teraba 350 gr

6 Minggu Bertambah kecil 50 gr

8 Minggu Normal 30 gr

b. Lokhea

Lokhea adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas. Lokhea berbau

amis atau anyir dengan volume yang berbeda-beda pada setiap wanita.

Lokhea yang berbau tidak sedap menandakan adanya infeksi. Lokhea

mempunyai perubahan warna dan volume karena adanya proses involusi.

Lokhea dibedakan menjadi 4 jenis berdasarkan warna dan waktu

keluarnya:

1) Lokhea rubra, lokhea ini keluar pada hari pertama sampai hari ke-4 masa

post partum. Cairan yang keluar berwarna merah karena terisi darah segar,

jaringan sisa-sisa plasenta, dinding rahim, lemak bayi, lanugo (rambut

bayi), dan mekonium.

2) Lokhea sanguinolenta, lokhea ini berwarna merah kecokelatan dan

berlendir, serta berlangsung dari hari ke-4 sampai hari ke-7 post partum.

3) Lokhea serosa, lokhea ini berwarna kuning kecokelatan karena

mengandung serum, leukosit, dan robekan atau laserasi plasenta. Keluar

pada hari ke-7 sampai hari ke14

2
1
4) Lokhea alba, lokhea ini mengandung leukosit, sel desidua, sel epitel,

selaput lendir serviks, dan serabut jaringan yang mati. Lokhea alba ini

dapat berlangsung selama 2-6 minggu post partum.

Lokhea yang menetap pada awal periode post partum menunjukkan

adanya tanda-tanda perdarahan sekunder yang mungkin disebabkan oleh

tertinggalnya sisa atau selaput plasenta. Lokhea alba atau serosa yang

berlanjut dapat menandakan adanya endometritis, terutama bila disertai

dengan nyeri pada abdomen dan demam. Bila terjadi infeksi, akan keluar

cairan nanah berbau busuk yang disebut dengan “lokhea purulenta”.

Pengeluaran lokhea yang tidak lancar disebut “lokhea statis”.

c. Perubahan Vagina

Vulva dan vagina mengalami penekanan, serta peregangan yang sangat

besar selama proses melahirkan bayi. Dalam beberapa hari pertama

sesudah proses tersebut, kedua organ ini tetap dalam keadaan kendur.

Setelah 3 minggu, vulva dan vagina kembali kepada keadaan tidak hamil

dan rugae dalam vagina secara berangsur-angsur akan muncul kembali,

sementara labia menjadi lebih menonjol.

d. Perubahan Perineum

Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendur karena sebelumnya

teregang oleh tekanan bayi yang bergerak maju. Pada post partum hari ke-

5, perinium sudah mendapatkan kembali sebagian tonusnya, sekalipun

tetap lebih kendur daripada keadaan sebelum hamil.

e. Perubahan Sistem Pencernaan

Biasanya ibu mengalami konstipasi setelah persalinan. Hal ini disebabkan

karena pada waktu melahirkan alat pencernaan mendapat tekanan yang

2
2
menyebabkan kolon menjadi kosong, pengeluaran cairan yang berlebihan

pada waktu persalinan, kurangnya asupan makan, hemoroid dan

kurangnya aktivitas tubuh.

f. Perubahan Sistem Perkemihan

Setelah proses persalinan berlangsung, biasanya ibu akan sulit untuk

buang air kecil dalam 24 jam pertama. Penyebab dari keadaan ini adalah

terdapat spasme sfinkter dan edema leher kandung kemih setelah

mengalami kompresi (tekanan) antara kepala janin dan tulang pubis

selama persalinan berlangsung. Kadar hormon estrogen yang besifat

menahan air akan mengalami penurunan yang mencolok. Keadaan

tersebut disebut “diuresis”.

g. Perubahan Sistem Muskuloskeletal

Otot-otot uterus berkontraksi segera setelah partus, pembuluh darah yang

berada di antara anyaman otot-otot uterus akan terjepit, sehingga akan

menghentikan perdarahan. Ligamen-ligamen, diafragma pelvis, serta fasia

yang meregang pada waktu persalinan, secara berangsur-angsur menjadi

ciut dan pulih kembali. Stabilisasi secara sempurna terjadi pada 6-8

minggu setelah persalinan.

h. Perubahan Sistem Kardiovaskuler

Setelah persalinan, shunt akan hilang tiba-tiba. Volume darah bertambah,

sehingga akan menimbulkan dekompensasi kordis pada penderita vitum

cordia. Hal ini dapat diatasi dengan mekanisme kompensasi dengan

timbulnya hemokonsentrasi sehingga volume darah kembali seperti

sediakala. Pada umumnya, hal ini terjadi pada hari ketiga sampai kelima

postpartum.

2
3
i. Perubahan Tanda-tanda Vital Pada masa nifas, tanda – tanda vital yang

harus dikaji antara lain:

1) Suhu badan Dalam 1 hari (24 jam) post partum, suhu badan akan naik

sedikit (37,50 – 38◦ C) akibat dari kerja keras waktu melahirkan,

kehilangan cairan dan kelelahan. Apabila dalam keadaan normal, suhu

badan akan menjadi biasa. Biasanya pada hari ketiga suhu badan naik lagi

karena ada pembentukan Air Susu Ibu (ASI). Bila suhu tidak turun,

kemungkinan adanya infeksi pada endometrium.

2) Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80 kali per menit. Denyut nadi

sehabis melahirkan biasanya akan lebih cepat. Denyut nadi yang melebihi

100x/ menit, harus waspada kemungkinan dehidrasi, infeksi atau

perdarahan post partum.

3) Tekanan darah biasanya tidak berubah. Kemungkinan tekanan darah akan

lebih rendah setelah ibu melahirkan karena ada perdarahan. Tekanan darah

tinggi pada saat post partum menandakan terjadinya preeklampsi post

partum.

4) Pernafasan Keadaan pernafasan selalu berhubungan dengan keadaan suhu

dan denyut nadi. Bila suhu nadi tidak normal, pernafasan juga akan

mengikutinya, kecuali apabila ada gangguan khusus pada saluran nafas.

Bila pernafasan pada masa post partum menjadi lebih cepat, kemungkinan

ada tanda-tanda syok.

5. Tanda Bahaya Masa Nifas

a. Perdarahan hebat atau peningkatan perdarahan secara tiba-tiba (melebihi

haid biasa atau jika perdarahan tersebut membasahi lebih dari 2 pembalut

saniter dalam waktu setengah jam)

2
4
b. Pengeluaran cairan vaginal dengan bau busuk yang keras.

c. Rasa nyeri di perut bagian bawah atau punggung

d. Sakit Kepala yang terus menerus. nyeri epigastrium, atau, masalah

penglihatan.

e. Pembengkakan pada wajah dan tangan

f. Deman muntah, rasa sakit sewaktu buang air seni, atau merasa tidak enak

badan

g. Payudara yang memerah panas dan/atau sakit.

h. Merasa sangat sedih atau tidak mampu mengurus diri-sendiri atau bayi.

i. Merasa sangat letih atau bernafas terengah-engah (Wilujeng & Hartati,

2018).

6. Infeksi Masa Nifas

Infeksi nifas adalah keadaan yang mencakup semua pera dangan alat-alat

genitalia dalam masa nifas. Infeksi setelah persa linan disebabkan oleh

bakteri atau kuman. Infeksi masa nifas ini menjadi penyebab tertinggi angka

kematian ibu (AKI)(Anik Maryunani, 2017).

e. Tanda dan Gejala Masa Nifas

Demam dalam nifas sebagian besar disebabkan oleh infeksi nifas, Oleh

karena itu, demam menjadi gejala yang penting untuk diwaspadai apabila

terjadi pada ibu postpartum. Demam pada masa nifas sering disebut

morbiditas nifas dan merupakan indeks kejadian infeksi nifas. Morbiditas

nifas ini ditandai dengan suhu 38'C atau lebih yang terjadi selama 2 hari

berturut-turut. Kenaikan suhu ini terjadi sesudah 24 jam postpartum

dalam 10 hari pertama masa nifas. Gambaran klinis infeksi nifas dapat

berbentuk:

2
5
1) Infeksi Lokal, pembengkakan luka episiotomi, terjadi penanahan,

perubahan warna kulit, pengeluaran lokhea bercampur nanah, mobilitasi

terbatas karena rasa nyeri, temperatur badan dapat meningkat.

2) Infeksi Umum, tampak sakit dan lemah, temperatur meningkat, tekanan

darah menurun dan nadi meningkat, pernapasan dapat meningkat dan

terasa sesak, kesadaran gelisah sampai menurundan koma, terjadi

gangguan involusi uterus, lokhea berbau dan bernanah kotor.

f. Faktor Penyebab Infeksi

2) Persalinan lama, khususnya dengan kasus pecah ketuban terlebih dahulu.

3) Pecah ketuban sudah lama sebelum persalinan.

4) Pemeriksaan vagina berulang-ulang selama persalinan, khususnya untuk

kasus pecah ketuban.

5) Teknik aseptik tidak sempurna.

6) Tidak memperhatikan teknik cuci tangan.

7) Manipulasi intrauteri (misal: eksplorasi uteri, penge luaran plasenta

manual).

8) Trauma jaringan yang luas atau luka terbuka seperti laseri yang tidak

diperbaiki.

9) Hematoma.

10) Hemorargia, khususnya jika kehilangan darah lebih dari 1.000 ml.

11) Pelahiran operatif, terutama pelahiran melalui SC.

12) Retensi sisa plasenta atau membran janin.

13) Perawatan perineum tidak memadai.

14) Infeksi vagina atau serviks yang tidak ditangani.

2
6
7. Kebutuhan Masa Nifas

a. Nutrisi dan Cairan

Masalah nutrisi perlu mendapat perhatian karena dengan nutrisi yang

baik dapat mempercepat penyembuhan ibu dan sangat mempengaruhi

susunan air susu. Kebutuhan gizi ibu saat menyusui adalah sebagai

berikut:

1) Konsumsi tambahan kalori 500 kalori tiap hari

2) Diet berimbang protein, mineral dan vitamin

3) Minum sedikitnya 2 liter tiap hari (+8 gelas)

4) Fe/tablet tambah darah sampai 40 hari pasca persalinan

5) Kapsul Vit. A 200.000 unit

b. Ambulasi

Ambulasi dini (early ambulation) adalah kebijaksanaan agar

secepatnya tenaga kesehatan membimbing ibu post partum bangun dari

tempat tidur membimbing secepat mungkin untuk berjalan. Ibu post

partum sudah diperbolehkan bangun dari tempat tidur dalam 24 - 48 jam

postpartum. Hal ini dilakukan bertahap. Ambulasi dini tidak dibenarkan

pada ibu post partum dengan penyulit misalnya anemia, penyakit jantung

penyakit paru-paru, demam dan sebagainya. Keuntungan dari ambulasi

dini:

1) Ibu merasa lebih sehat

2) Fungsi usus dan kandung kemih lebih baik.

3) Memungkinkan kita mengajarkan ibu untuk merawat bayinya.

2
7
4) Tidak ada pengaruh buruk terhadap proses pasca persalinan, tidak

memengaruhi penyembuhan luka, tidak menyebabkan perdarahan, tidak

memperbesar kemungkinan prolapsus atau retrotexto uteri

c. Eliminasi

Setelah 6 jam post partum diharapkan. ibu dapat berkemih, jika

kandung kemih penuh atau lebih dari 8 jam belum berkemih disarankan

melakukan kateterisasi. Hal-hal yang menyebabkan kesulitan berkemih

(predlo urine) pada post partum: Berkurangnya tekanan intra abdominal.

1) Otot-otot perut masih lemah.

2) Edema dan uretra

3) Dinding kandung kemih kurang sensitive

4) Ibu post partum diharapkan bisa defekasi atau buang air besar setelah hari

kedua post partum jika hari ketiga belum defekasi bisa diberi obat

pencahar oral atau rektal.

d. Kebersihan diri

Pada masa postpartum seorang ibu sangat rentan terhadap infeksi.

Oleh karena itu kebersihan tubuh pakaian, tempat tidur, dan lingkungan

sangat penting untuk tetap terjaga. Langkah langkah yang dilakukan

adalah sebagai berikut:

1) Anjurkan kebersihan seluruh tubuh terutama perineum

2) engajarkan ibu cara memberikan alat kelamin dengan sabun dan air dari

depan ke belakang

3) Sarankan ibu ganti pembalut setidaknya dua kali sehari

4) Membersihkan tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah

membersihkan alat kelamin

2
8
5) Jika ibu mempunyai luka episiotomi atau laserasi luka jahit pada alat

kelamin, menyarankan untuk tidak menyentuh daerah tersebut (Elisabeth

Siwi Walyani, 2017).

2
9
BAB III

TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEBIDANAN HOLISTIC PADA MASA NIFAS
S DATA SUBJEKTIF

1 Biodata : Nama Ibu : Ny. Y Nama Suami : Tn.W


Usia Ibu : 35 tahun Usia Suami : 37 tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : Sarjana Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Perawat Pekerjaan : Tentara
Alamat : Alamat : Bangunjaya
Bangunjaya No telp :
No telp :

1 Keluha : Masih terasa mulas sedikit dibagian perut.


n
Utama

2 Riwayat
: Ibu : Bapak :
Pernikahan
Berapa kali menikah : 1 kali Berapa kali menikah : 1 kali
Lama Pernikahan : 13 tahun Lama Pernikahan : 13 tahun
Usia Pertama kali menikah : 21 Usia Pertama kali menikah : 23 tahun
tahun Adakah Masalah dalam Pernikahan ?-
Adakah Masalah dalam Pernikahan
?-

3 Riwayat
: Obstetri : Usia Masalah
Anak Usia Cara BB TB ASI
Saat Penolong saat IMD
Ke- Hamil Persalinan Lahir Lahir Eksklusif
ini bersalin
1 12 tahun 38 Normal Bidan 2900 49 - Ya Ya
2 5 tahun 36 Normal Bidan 2800 48 - Ya Ya
3 3 hari 40 Normal Bidan 2500 49 - Ya Ya

Riwayat : a. Usia Menarche : 13 tahun


Menstruasi b. Siklus : 30 hari
c. Lamanya : 7 hari
d. Banyaknya : 2x ganti pembalut
e. Mau/ warna : Merah segar
f. Dismenorea : Tidak
g. Keputihan : Ya
h. HPHT : 12-09-2022

1
Riwayat : a. Frekuensi kunjungan ANC / bulan ke- : 6/9
Kehamilan b. Imunisasi TT : TT5
Saat ini c. Keluhan selama hamil Trimester I, II, III : mual pada pagi hari
d. Terapi yang diberikan jika ada masalah saat ANC : makan sedikit tapi sering

2
Riwayat : a. Ibu menggunakan KB sebelum kehamilan : IUD
KB b. Jenis KB : AKDR
c. Lama ber-KB : 5 tahun
d. Adakah keluhan selama ber-KB : Keputihan
e. Tindakan yang dilakukan saat ada masalah ber-KB : Sering mengganti CD

5 Riwayat : Ibu : Keluarga :


Kesehatan
a. Apakah ibu dulu pernah menderita Apakah dalam keluarga ibu ada yang
penyakit menurun seperti asma, menderita penyakit menular seperti
jantung, darah tinggi, kencing manis hepatitis, TBC, HIV AIDS maupun
maupun penyakit menular seperti penyakit menurun seperti asma, jantung,
batuk darah, hepatitis, HIV AIDS. ? darah tinggi, kencing manis. Adakah
Tidak pernah riwayat kehamilan kembar ? Tidak ada

………………......................................................... ………………………………………………………......
……………………………………………………..... …………………………………………………………...
……………………………………………………….. …………………………………………………………...
………………………………………………………... …………………………………………………………...

b. Apakah ibu dulu pernah operasi ? Tidak pernag


………………………………………………………... …………………………………………………………...

c. Apakah ibu pernah menderita Tidak ada


penyakit lain yang dapat menganggu …………………………………………………………....
kehamilan ?

6 Keadaan : a. Bagaimanakah respon pasien dan Keluarga sangat mendukung


Psikologis keluarga terhadap kondisi kehamilan
klien saat ini ?
Tidak direncanakan tapi diharapkan
b. Apakah kehamilan ini direncanakan
dan diharapkan ? Beserta alasannya. ……………………………………………………………
……………………………………………………………
c. Apakah ada masalah yang dirasa ibu Tidak ada
masih belum terselesaikan ? ……………………………………………………………
……………………………………………………………
d. Apa saja tindakan yang sudah
dilakukan oleh ibu terhadap masalah -
tersebut ? …………………………………………………………….

7 Keadaan : a. Bagaimanakah adat istiadat di Tidak ada


Sosial lingkungan sekitar ibu ? …………………………………………………………….
Budaya
b. Apakah ibu percaya atau tidak Tidak
terhadap mitos ? beserta alasannya …………………………………………………………….
?
Tidak ada
c. Adakah kebiasaan buruk dari …………………………………………………………….
keluarga dan lingkungan yang
3
menganggu kehamilan ibu ?

8 Keadaan : a. Apakah arti hidup dan agama bagi ibu Hidup adalah perjalanan dan agama adalah
Spiritual ? penuntunnya

b. Apakah kehidupan spiritual penting Penting untuk penyeimbang kehidupan


bagi ibu ? …………………………………………………………….

c. Adakah pengalaman spiritual yang Berdo’a


pernah dialami dan berdampak pada …………………………………………………………….
diri ibu ?

d. Bagaimanakah peran agama dalam Agama sebagai penuntun kehidupan


kehidupan ibu sehari-hari ? …………………………………………………………….

e. Apakah ibu sering melaksanakan Kadang ikut pengajian


kegiatan spriritual seperti kajian ……………………………………………………………..
keagamaan di lingkungan sekitar ?

f. Saat kegitan tersebut apakah ibu Berkelompok


berangkat sendiri atau berkelompok ? ……………………………………………………………..

g. Seberapa penting kegiatan tersebut Penting untuk menuntut ilmu keagamaan


bagi ibu ? …………………………………………………………….

h. Bagaimanakah dukungan dari Memeriksaan kesehatannya


kelompok terhadap kondisi penyakit ……………………………………………………………..
ibu ?

i. Bagaimanakah praktik ibadah yang Tidak ada


dilakukan ibu ? adakah kendala ? ……………………………………………………………..

Note : Bagi yang beragama Islam : ......................................................................................


Seperti Sholat, Puasa, Dzakat, Doa dan ………………………………………………………….....
dzikir ? Mengaji ?

j. Apakah dampak yang ibu rasakan bagi Merasa lebih tenang


diri ibu setelah menjalankan praktik ……………………………………………………………..
ibadah tersebut ?
k. Adakah aturan tertentu serta batasan Tidak ada
hubungan yang diatur dalam agama ………………………………………………………........
yang ibu anut selama mendapatkan …………………………………………………………….
perawatan ?

l. Bagaimankah ibu mendapatkan Ibu percaya akan kekuatan do’a


kekuatan untuk menjalani kehamilan
atau penyakitnya ?

m. Bisa ibu berikan alasan, mengapa ibu Bersyukur adalah salahsatu cara
tetap bersyukur meskipun dalam menenangkan diri

4
keadaan sakit ?

n. Bagaimana ibu mendapatkan Berdo’a dan berdzikir


kenyamanan saat ketakutan atau ……………………………………………….……………
mengalami nyeri ?

o. Apakah praktik keagamaan yang akan Berdo’a dan berdzikir


ibu rencanakan selama perawatan di ……………………………………………………………..
rumah/ klinik/ rumah sakit ?

9 Pola : a. Pola istirahat tidur


Kebiasaan  Tidur siang normalnya 1 – 2 1 jam/hari
Sehari-hari jam/hari. ……………………………………………………………..
 Tidur malam normalnya 8 – 10 7-8 jam/hari
jam/hari.
 Kualitas tidur nyenyak dan tidak Tidak, terganggu tangisan bayi
terganggu.

b. Pola aktifitas
 Aktifitas ibu sehari – hari, adakah
gangguan mobilisasi atau tidak. Tidak ada gangguan mobilisasi
……………………………………………………………..
c. Pola eliminasi ……………………………………………………………..
 BAK:normalnya 6 – 8x/hari,
jernih, bau khas. 8x/hari, jernih, bau khas
 BAB: normalnya kurang lebih 1x/hari
1x/hari, konsistensi lembek, warna ……………………………………………………………..
kuning.

d. Pola nutrisi
 Makan: normalnya 3x/hari dengan
menu seimbang (nasi, sayur, lauk
pauk, buah).
3x/hari
 Minum: normalnya sekitar 8 8 gelas (air putih, susu, jus buah)
……………………………………………………………..
gelas/hari (teh, susu, air putih).

e. Pola personal hygiene


 Normalnya mandi 2x/hari, gosok
gigi 3x/hari, ganti baju 2x/hari,
keramas 2x/minggu, ganti celana
2x/hari
……………………………………………………………..
dalam 2x/hari, atau jika terasa
……………………………………………………………..
basah.

f. Pola Gaya Hidup


 Normalnya ibu bukan perokok
aktif/pasif, ibu tidak
mengkonsumsi jamu, alkohol, Tidak pernah merorok,
dan NAPZA mengkonsumsi jamu, alkohol dan
NAFZA
g. Pola seksualitas ……………………………………………………………..
……………………………………………………………..
5
 Berapa kali melakukan
hubungan seksual selama Belum melakukan
kehamilan dan adakah keluhan, ………………………………………………
normalnya boleh dilakukan pada ……………..
kehamilan trimester II dan awal ………………………………………………
trimester III ……………..

 Lain-Lain

: ………………………………………………
………………………………… ……………..
………………………………………………
h. Pola rekreasi ……………..
 Hiburan yang biasanya
dilakukan oleh klien. Liburan keluarga
………………………………………………
……………..
………………………………………………
……………..

O DATA OBJEKTIF
1 Pemeriksaan : a. Keadaan umum : Baik/ cukup/ kurang *)
Umum
b. Kesadaran : Composmentis/ apatis/ somnolen/
spoor/ commatus *)

c. Cara Berjalan : Tegap

d. Postur tubuh : Tegap/ Lordosis/ kifosis/ skeliosis *)

e. Tanda-tanda Vital :
TD :
110/70 mmHg
Nadi :
82x/menit
Suhu :
36,20C
Respirasi :
24 x/menit
f. Antropometri :
BB : 53 Kg
TB : 150 Cm
Lila : 25 Cm
IMT 23,5

2 Pemeriksaan : a. Kepala :
Khusus
b. Wajah :
Pucat / tidak : Tidak
Cloasma gravudarum : Tidak ada
Oedem : Tidak ada

6 c. Mata :
Konjunctiva : Tidak pucat
Sklera : Tidak ikterik

d. Hidung :
Secret / polip : Tidak ada

7
e. Mulut :
Mukosa mulut : .……………………………………………………………………………………………..
Stomatitis : Tidak ada
Caries gigi : Tidak ada
Gigi palsu : Tidak ada
Lidah bersih : Bersih

f. Telinga :
Serumen :
Tidak ada

g. Leher :
Pembesaran kelenjar tiroid : Tidak ada
Pembesaran kelenjar getah bening : Tidak ada
Peningkatan aliran vena jugularis : Tidak ada

h. Dada & Payudara :


Areola mammae : Simetris
Putting susu : Menonjol
Kolostrum : Ada
Benjolan : Tidak ada
Bunyi nafas : Normal
Denyut jantung : Normal
Wheezing/ stridor : Tidak ada

i. Abdomen :
Bekas Luka SC : Tidak ada
TFU : 2 jari dibawah pusat
Kontraksi : Ada
Kandung Kemih : Kosong

j. Ekstrimitas :
Oedem : Tidak ada
Varices : Tidak ada
Refleks Patella : +/+

k. Genitalia :
Vulva/ Vagina : Tidak ada kelainan
Pengeluaran lochea : Rubra
Oedem/ Varices : Tidak ada
Benjolan : Tidak ada
Robekan Perineum : Tidak ada

l. Anus :
Haemoroid : Tidak ada

3 Pemeriksaan : a. Pemeriksaan Panggul :


Penunjang Tidak dilakukan
……………………………………………………………………………………………………………………....
……………………………………………………………………………………………………………………....

8
b. Pemeriksaan Dalam :
Tidak dilakukan
……………………………………………………………………………………
………………………………....
……………………………………………………………………………………
………………………………....

c. Pemeriksaan USG :
Tidak dilakukan
……………………………………………………………………………………
………………………………....
……………………………………………………………………………………
………………………………....

d. Pemeriksaan Laboratorium :
Tidak dilakukan
……………………………………………………………………………………
………………………………....
……………………………………………………………………………………
………………………………....

A ASESSMENT
1 Diagnosa : Dx Posptpartum (*)
(Dx) P3A0 Postpartum 3 Hari

2 Masalah : Tidak ada


Potensial ……………………………………………………………………………………………………………………………

3 Kebutuhan : Tidak ada


Tindakan ……………………………………………………………………………………………………………………………
Segera

P PLANNING
1 Memberitahukan ibu dan keluarga hasil pemeriksaan : TTV dalam batas normal,
pengeluaran pervaginam lochea rubra.
Evaluasi : Ibu mengerti

2 Memastikan involusi uterus berjalan normal serta menilai adanya tanda-tanda demam,
infeksi atau perdarahan abnormal.
Evaluasi : Involusi uterus berjalan normal dan tidak ada tanda bahaya masa nifas

3 Memberitahu ibu bahwa mules yang dirasakan normal karena proses pengembalian rahim
dapat diatasi dengan pemijatan efflurge
Evaluasi : Ibu mengerti dan bersedia

4 Memberitahu ibu cara perawatan payudara dan menyusui yang benar


Evaluasi : Ibu mengerti

9
5 Memberi KIE tentang ASI eksklusif tanpa tambahan makanan apapun sampai bayi berusia 6
bulan
Evaluasi : Ibu mengerti dan bersedia

6 Memberikan KIE tentang tanda-tanda bahaya pada masa nifas yaitu suhu tubuh meningkat,
nyeri, dan pengeluaran berbau tidak sedap
Evaluasi : Ibu mengerti

7 Menganjurkan ibu untuk segera mendatangi tenaga kesehatan terdekat bila terjadi tanda
bahaya masa nifas
Evaluasi : Ibu mengerti dan bersedia

Bandung, ………………………………………………….

CI/ Supervisor/ Dosen Pengkaji

(………………………………………………………….) (……………………………………………..……………)

1
0
DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, Y.,2017. Asuhan Kebidanan Masa Nifas. Jakarta: Nuha Medika


Ardiansyah, R.,2016.
Jurnal Ners dan Kebidanan, 3(3), hal. 98-201. STIKes Patria Husada Blitar.
https://jnk.phb.ac.id/index.php/jnk. Diakses pada tanggal 2 Juni 2023
Armini, N. W., Sriasih, N. G. K & Marhaeni, G. A ., 2017. Asuhan Kebidanan
Neonatus, Bayi, Balita & Anak Pra Sekolah. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Sri. dkk., 2017. Asuhan Ibu dalam Masa Kehamilan. Jakarta: Erlangga.
Ayati, R., Nurun dan Sulistyawati, Wiwit., 2020. Pengaruh Endorphin Massage
Terhadap Intensitas Nyeri Pada Ibu Bersalin. Mojokerto: Journal for
Quality in Women’s Health
Sembiring, J .,2019.Buku Ajar Neonatus, Bayi, Balita dan Anak
Prasekolah.Yogyakarta: Deepublish
Dewi, V., dan Sunarsih, T., 2011. Asuhan Kebidanan Ibu Nifas. Jakarta : Salemba
Medika
Kementrian Kesehatan RI . 2016. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 2016
tentang Standar Pelayanan Minimal Bidan Kesehatan. Jakarta
Kementrian Kesehatan RI . 2019. Buku Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai