Anda di halaman 1dari 56

LAPORAN AKHIR PRAKTIK

PRAKTIK KLINIK KEBIDANAN III


ASUHAN KEBIDANAN NIFAS DAN MENYUSUI PADA
NY ”C” UMUR 29 TAHUN P2A0 7 HARI POSTPARTUM

Oleh Kelompok V

Ni Kadek Dian Lita Dewi (003)

Ni Komang Intan Puspitasari (011)

Ni Komang Diah Puspitasari (019)

Luh Desi Mertasari (024)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES DENPASAR
JURUSAN KEBIDANAN PRODI DIII KEBIDANAN
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa


karena berkat rahmat-Nya penulis bisa menyelesaikan laporan yang
berjudul Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui pada Ny “C” umur 29 tahun
P2A0 7 Hari Post Partum. Laporan ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas
mata kuliah Praktik Klinik Kebidanan II.
Tentunya selama proses penulisan laporan ini, penulis mendapat
bantuan dari berbagai pihak, baik moril maupun materiil. Untuk itu dalam
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Yth :
1. Dr. Ni Nyoman Budiani, S. Si. T., M. Biomed selaku Ketua Jurusan
Kebidanan Poltekkes Kemenkes Denpasar.
2. Ni Made Dwi Purnamayanti, S.Si.T., M.Keb selaku Pembimbing Mata
Praktik Klinik Kebidanan III, yang telah membimbing penulis dalam
menyelesaikan laporan ini.
3. Semua pihak yang telah membantu secara langsung maupun tidak
langsung baik berupa material material dan nonmaterial demi
tersusunnya laporan ini.
Tidak lupa penulis mohon maaf sebesar-besarnya atas segala
kekurangan yang terdapat dalam laporan ini. Penulis menyadari bahwa
laporan ini jauh dari kata sempurna, oleh sebab itu kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca sangat penulis harapkan demi
kesempurnaan laporan ini. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih dan
semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Denpasar, Mei 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... 2


DAFTAR ISI ................................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. Latar Belakang ........................................................................................ 1
B. Tujuan ..................................................................................................... 2
C. Manfaat ................................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 4
A. Konsep Dasar Masa NIfas....................................................................... 4
B. Perubahan Fisiologis dan Psikologis Masa Nifas .................................... 5
C. Pemenuhan Kebutuhan Dasar Ibu Nifas ............................................... 15
D. Manajemen Laktasi ............................................................................... 24
E. Tanda Bahaya Masa Nifas .................................................................... 34
F. Manajemen Kebidanan .......................................................................... 36
BAB III TINJAUAN KASUS ...................................................................... 41
BAB IV PEMBAHASAN ............................................................................ 47
BAB V PENUTUP...................................................................................... 50
A. Simpulan ............................................................................................... 50
B. Saran ..................................................................................................... 50

DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masa nifas atau puerperium merupakan masa pasca persalinan
yang dimulai sejak satu jam setelah lahirnya plasenta sampai dengan
enam minggu atau 42 hari setelah itu. Pelayanan pasca persalinan
harus terselenggara dengan baik pada untuk memenuhi kebutuhan ibu
dan bayi, yang meliputi upaya pencegahan, deteksi dini dan pengobatan
komplikasi serta penyakit yang mungkin terjadi, penyediaan pelayanan
pemberian ASI, cara menjarangkan kehamilan, imunisasi, dan nutrisi
bagi ibu. (Prawirohardjo, 2014).
Pada masa nifas, banyak ibu nifas yang mengeluh merasakan
nyeri pada perut bagian bawah, dan rasa nyeri tersebut akan bertambah
saat menyusui. Rasa nyeri pada perut bagian bawah yang kerap kali
dialami ibu nifas ini merupakan nyeri yang timbul akibat kontraksi uterus.
Saat menyusui, kontraksi uterus akan lebih terasa karena adanya
produksi hormon oksitosin, yaitu hormon yang berperan penting dalam
produksi ASI dan juga berperan untuk merangsang kontraksi uterus.
Kontraksi uterus yang terjadi pasca persalinan bukan sepenuhnya
merupakan hal buruk, karena kontraksi uterus dapat membantu proses
involusi uterus pada ibu nifas.
Menurut Anggraini (2010) dalam Zakiyyah dkk (2018), proses involusi
uterus merupakan proses kembalinya alat kandungan atau uterus dan
jalan lahir hingga mencapai keadaan sebelum hamil. Proses involusi ini
dimulai segera setelah plasenta lahir akibat kontraksi otot-otot polos
uterus. Involusi disebabkan oleh kontraksi dan retraksi serabut otot uterus
yang terjadi terus menerus. Adapun hal-hal yang dapat memengaruhi
proses involusi ini adalah mobilisasi dan senam nifas.
Senam nifas merupakan suatu latihan yang dapat dilakukan 24 jam
setelah melahirkan dengan gerakan yang telah disesuaikan dengan
kondisi ibu-ibu setelah melahirkan. Senam nifas bermanfaat untuk

1
mempercepat penyembuhan, mencegah timbulnya komplikasi,
memulihkan dan menguatkan otot-otot punggung, otot dasar panggul dan
otot perut (Ambarwati, 2010 dalam Zakiyyah dkk, 2018).
Berdasarkan penelitian Indriati, dkk (2014) pada 11.000 ibu nifas
yang melakukan senam nifas didapatkan 76,4% ibu mengalami involusi
uterus yang cepat. Hasil penelitian tersebut diperkuat oleh hasil penelitian
yang dilakukan oleh Citra Hadi, dkk (2014) hampir 33,8% ibu mengalami
sub involusi uterus karena ibu tidak pernah melakukan senam nifas.
Senam nifas jarang dilakukan oleh ibu nifas karena berbagai alasan, mulai
dari tidak siap, tidah tahu, tidak ada waktu dan lain sebagainya.
Sebenarnya senam nifas ini mudah dilakukan, masalah utamanya adalah
kurangnya pengetahuan ibu tentang senam nifas, sehingga minat ibu nifas
untuk melakukan senam nifas ini semakin berkurang. Oleh karena itulah
tenaga kesehatan terutama bidan memiliki peran yang sangat penting
untuk memberikan KIE, memfasilitasi, serta membimbing ibu dalam
melakukan senam nifas.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Penulis mampu memahami keterampilan klinik terkait dengan
asuhan kebidanan nifas serta mampu memberikan Asuhan
Kebidanan Nifas dan Menyusui pada Ny”C” Umur 29 Tahun P2A0 7
Hari Post Partum berdasarkan evidence based sesuai dengan
perkembangan IPTEKS menggunakan pendekatan manajemen
kebidanan.
2. Tujuan Khusus a Untuk meningkatkan kemampuan dan
keterampilan penulis terkait dengan pengumpulan data, analisis
data, penatalaksanaan serta evaluasi, dan pendokumentasian
Asuhan
Kebidanan Nifas dan Menyusui pada Ny”C” Umur 29 Tahun
P2A0 7 Hari Post Partum.

2
b Untuk mengetahui kesesuaian antara teori dalam pelayanan
kebidanan dengan berbagai kasus kebidanan (kasus fiktif),
apabila ditemukan ketidaksesuaian dapat dijadikan sebagai
bentuk evaluasi untuk meningkatkan mutu pelayanan kebidanan
suatu saat nanti.
C. Manfaat
1. Penulis dan pembaca dapat memahami keterampilan klinik terkait
dengan asuhan kebidanan nifas serta mampu memberikan Asuhan
Kebidanan Nifas dan Menyusui pada Ny”C” Umur 29 Tahun P2A0 7
Hari Post Partum berdasarkan evidence based sesuai dengan
perkembangan IPTEKS menggunakan pendekatan manajemen
kebidanan.
2. Penulis dan pembaca dapat meningkatkan kemampuan dan
keterampilan penulis terkait dengan pengumpulan data, analisis
data, penata-laksanaan serta evaluasi, dan pendokumentasian
Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui pada Ny”C” Umur 29 Tahun
P2A0 7 Hari Post Partum.
3. Penulis dan pembaca dapat mengetahui kesesuaian antara teori
pelayanan kebidanan dengan berbagai kasus kebidanan (kasus
fiktif), apabila ditemukan ketidaksesuaian dapat dijadikan sebagai
bentuk evaluasi untuk meningkatkan mutu pelayanan kebidanan
suatu saat nanti.

3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Masa Nifas


1. Pengertian Masa Nifas
Masa nifas (puerperium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan
berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum
hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu
(Prawirohardjo, 2014).
Masa nifas merupakan masa setelah persalinan yaitu terhitung
dari setelah plasenta keluar, masa nifas disebut juga masa
pemulihan, dimana alat-alat kandungan akan kembali pulih seperti
semula. Masa nifas merupakan masa ibu untuk memulihkan
kesehatan ibu yang umumnya memerlukan waktu 6-12 minggu
(Nugroho, Nurzeki, Desi, & Wilis, 2014)
Selama masa pemulihan alat-alat kandungan (involusi)
berlangsung, ibu akan mengalami banyak perubahan baik secara fisik
maupun psikologis, sebenarnya sebagian besar bersifat fisiologis,
namun jika tidak dilakukan pendampingan melalui asuhan kebidanan
maka tidak menutup kemungkinan akan terjadi keadaan patologis.
(Sulistyawati, 2015)
Berdasarkan beberapa pengertian masa nifas di atas dapat
disimpulkan bahwa masa nifas adalah fase setelah melahirkan
dengan rentang waktu 42 hari. Masa nifas dimulai sejak kelahiran
plasenta. Masa nifas disebut juga masa pemulihan karena pada masa
ini organ tubuh ibu yang mengalami perubahan secara fisiologis dari
sebelum hamil sampai melahirkan kembali ke keadaan sebelum
hamil. Tak hanya mengalami banyak perubahan saecara fisiologis,
psikologis ibu juga akan mengamai banyak perubahan selama masa
nifas.

4
2. Tahapan Masa Nifas
Sari Pertiwi (2020), masa nifas terbagi menjadi tiga periode yaitu
sebagai berikut.
a. Puerperium dini (immediate postpartum). Masa ini merupakan
masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam atau
masa pemulihan.Biasanya ibu sudah diperbolehkan untuk
melakukan mobilisasi ringan seperti berdiri, maupun
berjalanjalan ringan. Pada masa ini sering terdapat banyak
masalah, misalnya perdarahan karena atonia uteri. Oleh
sebab itu, bidan harus teratur melakukan pemerikasan kontraksi
uterus, pengeluaran lochea, tekanan darah, dan suhu.
b. Puerperium intermedial (early post partum) 24 jam sampai satu
minggu. Pada periode ini, organ-organ genetalia akan
mengalami proses pemulihan sekitar 6-8 minggu. Pada fase ini
bidan berperan untuk memastikan involusi uteri dalam keadaan
normal, tidak ada perdarahan, lochea tidak berbau busuk, tidak
ada demam, ibu cukup mendapatkan makanan dan cairan,
serta ibu dapat menyusui bayinya dengan baik.
c. Remote Puerperium (late postpartum) 1 – 5 minggu. Fase ini
merupakan waktu yang diperlukan ibu nifas untuk pulih dan
sehat sempurna, terutama bila ibu mempunyai komplikasi saat
hamil maupun bersalin. Masa ini berlangsung selama kurang
lebih 3 bulan sampai 1 tahun tergantung kondisi tubuh ibu. Pada
periode ini bidan tetap melakukan perawatan dan pemeriksaaan
sehari-hari serta konseling KB.

B. Perubahan Fisiologis dan Psikologis Masa Nifas


Perubahan fisiologis pada masa nifas merupakan kebalikan dari
proses kehamilan. Pada masa nifas terjadi perubahan-perubahan
fisiologis terutama pada alat-alat genetalia eksterna maupun interna,
dan akan berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan sebelum

5
hamil (Asih dan Risneni, 2016). Perubahan fisiologis pada masa nifas
diantaranya terjadi perubahan pada sistem reproduksi, pada sistem
pencernaan, sistem perkemihan, sistem musculoskeletal, sistem
endokrin, perubahan tanda-tanda vital, sistem kardiovaskuler, dan
perubahan sistem hematologi. Pada masa postpartum
perubahanperubahan tersebut akan kembali menjadi seperti saat hamil.
Dalam proses adaptasi pada masa postpartum terdapat 3 (tiga) periode
yang meliputi “immediate puerperium” yaitu 24 jam pertama setelah
melahirkan, “early puerperium” yaitu setelah 24 jam hingga 1 minggu
dan “late puerperium” yaitu setelah 1 minggu sampai dengan 6 minggu
postpartum (Widya Wati dan Ratnasari, 2017).
1. Perubahan Sistem Reproduksi
Perubahan pada sistem reproduksi secara keseluruhan disebut
proses involusi, disamping itu juga terjadi perubahanperubahan
penting lain yaitu terjadinya hemokonsentrasi dan timbulnya laktasi
(Asih dan Risneni, 2016) Organ dalam sistem reproduksi yang
mengalami perubahan yaitu :
a. Uterus
Uterus adalah organ yang mengalami banyak perubahan
besar karena telah mengalami perubahan besar selama masa
kehamilan dan persalinan. Pembesaran uterus tidak akan
terjadi secara terus menerus, sehingga adanya janin dalam
uterus tidak akan terlalu lama. Bila adanya janin tersebut
melebihi waktu yang seharusnya, maka akan terjadi kerusakan
serabut otot jika tidak dikehendaki. Proses katabolisme akan
bermanfaat untuk mencegah terjadinya masalah tersebut.
Proses katabolisme sebagian besar disebabkan oleh dua
faktor, yaitu :
1) Ischemia Myometrium, disebabkan oleh kontraksi dan
retraksi yang terus-menerus dari uterus setelah

6
pengeluaran plasenta, membuat uterus relatif anemia dan
menyebabkan serat otot atropi
2) Autolysis Merupakan proses penghancuran diri sendiri
yang terjadi di dalam otot uterus. Enzim proteolitik dan
makrofag akan memendekan jaringan otot yang sempat
mengendur hingga 10 kali panjangnya dari semula dan 5
kali lebar dari semula selama kehamilan.
Pada Akhir 6 minggu pertama persalinan berat uterus
berubah dari 1000 gram menjadi 60 gram, ukuran uterus
berubah dari 15 x 12 x 8 cm menjadi 8 x 6 x 4 cm dan terus
secara berangsur-angsur akan menjadi kecil (involusi)
sehingga akhirnya kembali pada keadaan seperti sebelum
hamil. Tinggi fundus uteri dan berat uterus menurut masa
involusi terlihat pada table berikut :

Tabel 1. Proses Involusi Uteri

No Waktu TFU Berat Diamater Palpasi


Involusi Uterus Uterus Serviks

1 Bayi lahir Setinggi 1000 gr 12,5 cm Lunak


Pusat
2 Uri/ 2 jari di 750 gr 12,5 cm Lunak
Plasenta bawah pusat
Lahir
3 1 Minggu Pertengahan 500 gr 7,5 cm 2 cm
Pusat-
Simpisis

4 2 Minggu Tidak teraba 300 gr 5 cm 1 cm


di atas
simpisis

5 6 Minggu Bertambah 60 gr 2,5 cm Mengecil


kecil

(Sumber : Asih Yusari dan Risneni Hj, 2016)

7
Proses Involusi Uterus : Fundus Uteri kira-kira sepusat
dalam hari pertama bersalin. Penyusutan antara 1-1,5 cm atau
sekitar I jari per hari. Dalam 10-12 hari rahim tidak teraba lagi
karena telah masuk di bawah simfisis. Pada buku Keperawatan
maternitas pada hari ke-9 uterus sudah tidak teraba. Involusi
ligamen uterus berangsur-angsur, pada awalnya cenderung
miring ke belakang. Kembali normal antefleksi dan posisi
anteverted pada akhir minggu keenam (Asih dan Risneni,
2016). Proses involusi uteri di pengaruhi oleh kekuatan
kontraksi uterus. Stimulus vertebra cervikalis kelima dan
keenam akan mempercepat kerja saraf parasimpatis untuk
menyampaikan perintah ke otak bagian belakang sehingga
hormon oksitosin keluar. Hormon oksitosin ini berguna untuk
memperkuat dan mengatur kontraksi uterus. Proses involusi
uterus akan berjalan dengan lancar apabila dilakukan stimulus
otot rectus abdominis yang berguna untuk melancarkan
sirkulasi oksigen dalam darah dengan cara mengontraksikan
dan meretraksikan otot-otot yang berada dalam uterus
(Suryanti dan Ambarwati, 2015),
b. Afterpains
Pada primipara, tonus uterus meningkat sehingga fundus
pada umumnya tetap kencang. Relaksasi dan kontraksi yang
periodik sering dialami multipara dan biasa menimbulkan nyeri
yang bertahan sepanjang masa awal nifas. Rasa sakit setelah
melahirkan ini lebih nyata setelah ibu melahirkan, di tempat
uterus terlalu teregang (misal- nya, pada bayi besar, dan
kembar). Menyusui dan oksitosin tambahan biasanya bisa
meningkatkan nyeri ini karena keduanya merangsang kontraksi
uterus (Asih dan Risneni, 2016).
c. Lochea

8
Pada awal masa nifas dengan involusi uterus, maka lapisan
desidua yang mengelilingi situs plasenta akan menjadi nekrotik.
Desidua yang mati akan keluar bersama dengan sisa cairan,
suatu campuran antara darah yang dinamakan lochea yang
biasanya berwarna merah muda atau putih pucat.
Pengeluaran lochea ini biasanya berakhir dalam waktu tiga
sampai enam minggu. (Wulandari & Handayani, 2011).
Lochea terbagi menjadi 4 yaitu:
1) Lochea Rubra
Terjadi pada hari pertama sampai hari ketiga setelah
persalinan warna merah terang sampai merah tua yang
mengandung desidua. Desidua merupakan darah segar
yang terdapat pada sisa-sisa selaput ketuban berbau amis
karena berisi darah segar, sisa-sisa selaput ketuban,
jaringan desidua, leukosit dan eritrosit, verniks caeseosa,
lanugo dan mekonium selama dua hari pasca persalinan.
2) Lochea Sanguinolenta
Terjadi pada hari ketiga-ketujuh masa nifas. Warna
lochea ini merah kekuningan dan biasanya ciri-cirinya yaitu
adanya pengeluaran berupa sisa darah bercampur lendir.
3) Serosa
Lochea serosa adalah pengeluaran sekret berwarna
merah muda sampai kecoklatan terjadi pada hari ke-8 – 14
hari pasca melahirkan yang berwarna pink sampai
kekuningan yang mengandung cairan serosa, jaringan
desidua, leukosit dan eritrosit.
4) Lochea alba
Lochea ini biasanya muncul diatas hari ke-14 masa
nifas, kemudian semakin lama semakin sedikit hingga sama
sekali berhenti sampai satu sampai dua minggu berikutnya
berwarna putih merupakan pengeluaran yang hampir tidak
berwarna sampai krim kekuningan.
9
d. Tempat Tertanamnya Plasenta
Saat plasenta keluar normalnya uterus berkontraksi dan
relaksasi / retraksi sehingga volume / ruang tempat plasenta
berkurang atau berubah cepat dan 1 hari setelah persali-nan
berkerut sampai diameter 7,5 cm. Kira-kira 10 hari setelah
persalinan, diameter tempat plasenta 1 2,5 cm. Segera setelah
akhir minggu ke 5-6 epithelial menutup dan meregenerasi
sempurna akibat dari ketidakseimbangan volume darah,
plasma dan sel darah merah (Asih dan Risneni, 2016).
e. Perineum, Vagina, Vula dan Anus
Berkurangnya sirkulasi progesteron dapat membantu
memulihkan otot panggul, perineum, vagina, dan vulva kearah
elastisi dari ligamentum otot rahim. Merupakan proses yang
bertahap yang akan berguna jika ibu diimbangi dengan
melakukan ambulasi dini dan senam nifas. Involusi serviks
terjadi bersamaan dengan uterus kira-kira 2-3 minggu, serviks
menjadi seperti celah. Ostium eksternum dapat dilalui oleh 2
Jari, pingirannya tidak rata, tetapi retak-retak karena robekan
dalam persalinan. Pada akhir minggu pertama dilalui oleh satu
jari. Karena hiperplasia dan retraksi dari serviks, robekan
serviks menjadi pulih. Pada awal masa nifas, vagina dan muara
vagina membentuk suatu lorong luas berdinding licin yang
berangsur-angsur mengecilkan ukurannya tetapi lebih kembali
ke bentuk nulipara. Rugae mulai tampak pada minggu ketiga.
Himen muncul kembali sebagai kepingankepingan jaringan
kecil, yang setelah mengubah sikatrisasi akan berubah menjadi
caruncule mirtiformis. Estrogen pascapartum yang menurun
berperan dalam penipisan mukosa vagina dan hilang- nya
rugae. Mukosa vagina tetap atrofi pada wanita yang menyusui
sekurang-kurangnya sampai menstruasi dimulai kembali.
Penebalan mukosa vagina terjadi seiring pemulihan ovarium.

10
Kekurangan estrogen menyebabkan penurunan jumlah
pelumas vagina dan penipisan mukosa vagina. Kekeringan
lokal dan rasa tidak nyaman saat koitus (dispareunia) menetap
sampai fungsi ovarium kembali normal dan menstruasi dimulai
lagi. Mukosa vagina memakan waktu 2-3 minggu untuk
sembuh tetapi pemulihan luka sub-mukosa lebih lama yaitu 4-6
minngu. Beberapa laserasi superfisial yang dapat terjadi akan
sembuh relatif lebih cepat. Laserasi perineum pulih pada hari
ke-7 dan otot perineum akan pulih pada hari ke 5-6. Pada anus
umumnya terlihathemoroid (varises anus), dengan ditambah
gejala seperti rasa gatal, tidak nyaman, dan perdarahan
berwarna merah terang pada waktu defekasi. Ukuran hemoroid
biasanya mengecil beberapa minggu post partum (Asih dan
Risneni, 2016).
2. Perubahan Sistem Kardiovaskuler
a. Sirkulasi Volume Darah
Kehamilan menyebabkan hypervolemia dan menambah
50% dari peningkatan sirkulasi akibat penurunan volume
darah yang disebabkan oleh kehilangan darah pada saat
melahirkan, darah keluar sekitar 400-500 cc pada persalinan
normal.
b. Komponen Darah
1) Jumlah Hemoglobin, hematokrit, dan eritrosit meningkat
selama 72 jam pertama setelah melahirkan, leukosit
mengalami peningkatan selama 10-12 hari pertama setelah
melahirkan sehingga resiko terjadinya infeksi, uraiannya
sebagai berikut.
a) Dalam hal ini, leukosit akan tetap tinggi jumlahnya
selama beberapa hari pada masa post partum.

11
b) Jumlah sel-sel darah putih tersebut masih bisa naik
lebih tinggi tanpa adanya kondisi patologis jika wanita
tersebut mengalami persalinan lama.
c) Jumlah hemoglobin dan hematokrit serta eritrosit akan
bervariasi pada awal- awal masa nifas sebagai akibat
dari volume darah, volume sel plasma dan volume sel
darah yang berubah-ubah.
d) Faktor pembeku juga mengalami peningkatan
sehingga beresiko terjadi tromboemboli, hal ini
disebabkan karena imobilisasi dan kerusakan area.
2) Pada ibu post partum normal, hamatokrit dan eritrosit akan
kembali pada keadaan sebelum melahirkan dalam 2
sampai 6 minggu.
c. Curah Jantung
Curah jantung akan meningkat selama masa hamil dam
setelah melahirkan. Curah jantung akan meningkat lebih tinggi
lagi selama 30-60 menit karena darah yang melintasi plasenta
tiba-tiba kembali ke sirkulasi umum. Setelah itu, cardiac
output/nilai curah jantung menurun 50% setelah melahirkan
dan berangsur kembali seperti sebelum melahirkan dalam 2-
3 minggu.
d. Bradikardi Sementara
Bradikardi sementara (detak jantung 50 – 70 x / menit)
sebagai kompensasi jantung untuk menurunkan resistensi
cairan, terjadi selama 24 - 48 jam setelah melahirkan dan bisa
berlanjut hingga 6-8 hari.
e. Tekanan Darah dan denyut nadi
Tekanan darah pada beberapa ibu nifas akan
mengalami peningkatan sementara pada tekanan darah
sisitolik dan diastolik yang kembali secara spontan ke tekanan
darah sebelum hamil selama beberapa hari. Nadi yang

12
meningkat selama persalinan akhirnya kembali normal
setelah beberapa jam post partum. Pada masa nifas
umumnya denyut nadi lebih cepat dibandingkan dengan suhu
tubuh berkisar 60-80 denyut per menit setelah partus.
f. Terjadinya Hemokonsentrasi
Pada masa hamil, didapat hubungan pendek yang
dikenal sebagai shunt antara sirkulasi ibu dan plasenta.
Setelah melahirkan shunt akan hilang secara tiba-tiba,
sehingga volume darah relatif akan bertambah dan dapat
menimbulkan beban pada jantung sehingga dapat
menimbulkan Decompensasi Cordis. Keadaan ini dapat
diatasi dengan mekanisme kompensasi timbulnya
hemokonsentrasi. Hal ini terjadi pada hari Ke-3 sampai 15 hari
post partum (Maryunani, 2015).
3. Sistem Pernapasan
Pernafasan akan sedikit mengalami peningkatan setelah partus
kemudian akan kembali seperti keadaan semula. Dalam hal ini
fungsi pernafasan kembali pada rentang normal wanita selama dua
jam pertama post partum. Nafas pendek cepat atau perubahan lain
memerlukan evaluasi adanya kondisi – kndisi seperti kelebihan
cairan, eksaserbasi asma dan embolus paru.
4. Perubahan Suhu tubuh
a, Berkeringat
Berkeringat dingin merupakan suatu mekanisme tubuh
untuk mereduksi cairan yang bertahan selama kehamilan. Pada
periode post partum awal, ibu mengalami keadaan berkeringat
banyak pada malam hari dan jika tidak disertai demam bukan
merupakan kelainan.
b. Menggigil
Menggigil pada ibu post partum sering dialami,
pengeluaran keringat pada malam hari sebagai mekanisme

13
tubuh merduksi cairan yang tertahan selama kehamilan. Dalam
hal ini, sering kali ibu mengalami menggigil segera setelah
melahikan yang berhubungan dengan respon persyarafan atau
perubahan vasomotor. Suhu tubuh wanita inpartu tidak lebih

dari 37,5oC setelah partus dapat naik kurang lebih 0,5oC dari

keadaan normal namun tidak melebihi 38oC. Sesudah 2 jam


pertama umumnya suhu badan akan kembali normal. Jika ibu
mengigil tanpa diikuti dengan demam, menggigil bukan
merupakan masalah klinis. Tetapi jika disertai dengan
demam,perlu dilakukan identifikasi adanya infeksi dan evaluasi
lebih lanjut.

Tak hanya perubahan fisiologis, psikologis ibu juga mengalami


perubahan pada masa nifas. Proses adaptasi psikologis pada
seorang ibu sudah dimulai sejak hamil. Wanita hamil akan mengalami
perubahan psikologis yang nyata sehingga memerlukan adaptasi
yang baik. Perubahan mood ibu merupakan manifestasi dari emosi
yang labil. Proses adaptasi berbeda-beda antara satu ibu dengan
yang lain. Setelah melahirkan bayinya, tanggung jawab seorang ibu
akan semakim bertambah. Dorongan serta perhatian anggota
keluarga merupakan dukungan positif yang sangat diperlukan ibu
untuk menjalani adaptasi setelah melahirkan. Menurut Sari Pertiwi
(2020) fase-fase adaptasi yang dihadapi ibu pada masa nifas adalah
sebagai berikut.
1. Taking in (1 – 2 hari postpartum)
Ibu cenderung pasif dan tergantung, ibu akan mengulang –
ulang pengalamannya waktu bersalin dan melahirkan serta ibu
akan mengkhawatirkan tubuhnya. Pada tahap ini bidan berperan
menjadi pendengar yang baik untuk ibu, memberikan dukungan
dan menciptakan suasana yang nyaman bagi ibu.
2. Taking hold ( 2 – 4 hari postpartum)

14
Ibu nifas pada tahap ini lebih memperhatikan kemampuan dan
tanggung jawabnya menjadi orang tua dengan berusaha keras
menguasai kemampuan merawat bayi serta lebih memperhatikan
fungsi – fungsi tubuh. Pada periode ini cenderung menerima
nasihat bidan. Tahap ini waktu yang tepat untuk memberikan
nasihat kepasa ibu, namun jangan sampai menyinggung perasaan
ibu karena perasanan ibu sangat sensitif.
3. Letting Go (4 – 10 hari postpartum atau saat ibu sudah di rumah)
Pada tahap ini ibu beradaptasi dengan kebutuhan bayi yang
menyebabkan kurangannya hak ibu dalam kebebasan dan
hubungan sosial. Tahap ini diharapkan ibu sudah bisa melakukan
personal hyggiene secara mandiri. Pada periode ini umumnya
terjadi depresi postpartum sehingga sangat tergantung pada waktu
dan perhatian yang diberikan oleh keluarga.

C. Pemenuhan Kebutuhan Dasar Ibu Nifas


1. Nutrisi
Menurut Asih dan Risneni (2016), nutrisi atau gizi adalah zat
yang diperlukan oleh tubuh untuk keperluan metabolismenya.
Kebutuhan nutrisi pada masa post-partum dan menyusui
meningkat 25%, karena berguna untuk proses penyembuhan
setelah melahirkan dan untuk produksi ASI untuk pemenuhan
kebutuhan bayi. Kebutuhan nutrisi akan meningkat tuga kali dari
kebuthan biasa. Pada perempuan dewasa tidak hamil kebutuhan
kalori 2000-2500 kal, perempuan hamil 2500-3000 kal, perempuan
nifas dan menyusui 3000-3800 kal. Nutrisi yang dikonsumsi
berguna untuk melakukan aktifitas, metabolisme, cadangan dalam
tubuh, proses memproduksi ASI yang diperlukan untuk
pertumbuhan dan perkembangan bayi. Pada 6 bulan pertama
postpartum, peningkatan kebutuhan kalori ibu 700 kalori, dan
menurun pada 6 bulan ke dua postpartum yaitu menjadi 500 kalori.

15
Ibu nifas dan menyusui memerlukan makan makanan yang
beraneka ragam yang mengandung karbohidrat, protein hewani,
protein nabati, sayur, dan buah-buahan. Menu makanan seimbang
yang harus dikonsumsi adalah porsi cukup dan teratur, tidak terlalu
asin, pedas atau berlemak, tidak mengandung alkohol, nikotin
serta bahan pengawet atau pewarna. Disamping itu, makanan
yang dikonsumsi ibu postpartum juga harus mengandung :

a. Sumber tenaga (energi)


Sumber energi terdiri dari karbohidrat dan lemak. Sumber
energi ini berguna untuk pembakaran tubuh, pembentukan
jaringan baru, penghematan protein (jika sumber tenaga
kurang). Zat gizi sebagai sumber dari karbohidrat terdiri dari
beras, sagu, jagung, tepung terigu dan ubi. Sedangkan zat gizi
sumber Lemak adalah mentega, keju, lemak (hewani) kelapa
sawit, minyak sayur, minyak kelapa, dan margarine (nabati).
b. Sumber pembangun (protein)
Protein diperlukan untuk pertumbuhan dan mengganti
sel-sel yang rusak atau mati. Protein dari makanan harus
diubah menjadi asam amino sebelum diserap oleh sel mukosa
usus dan dibawa ke hati melalui pembuluh darah vena.
Sumber zat gizi protein adalah ikan, udang, kerang, kepiting,
daging ayam, hati, telur, susu, keju (hewani) kacang tanah,
kacang merah, kacang hijau, kedelai, tahu dan tempe (nabati).
Sumber protein terlengkap terdapat dalam susu, telur, dan keju
yang juga mengandung zat kapur, zat besi, dan vitamin B.
c. Sumber pengatur dan pelindung (air, mineral dan vitamin)
Zat pengatur dan pelindung digunakan untuk melindungi
tubuh dari serangan penyakit dan pengatur kelancaran
metabolisme dalam tubuh. Ibu menyusui sedikitnya minum 34
liter setiap hari (anjurkan ibu minum setiap kali selesai
menyusui). Kebutuhan air minum pada ibu menyusui pada 6

16
bulan pertama minimal adalah 14 gelas (setara 3-4 liter)
perhari, dan pada 6 bulan kedua adalah minimal 12 gelas
(setara 3 liter). Sumber zat pengatur dan pelindung bisa
diperoleh dari semua jenis sayuran dan buah-buahan segar.
Jenis-jenis mineral penting dan dibutuhkan pada ibu nifas dan
menyusui adalah sebagai berikut.
1) Zat kapur atau calcium : berfungsi untuk pembentukan
tulang dan gigi anak, dengan sumber makanannya
adalah susu, keju, kacang-kacangan, dan sayuran
berwarna hijau,
2) Fosfor diperlukan untuk pembentukan kerangka tubuh,
sumber makananya adalah susu, keju dan daging,
3) Zat besi, tambahan zat besi sangat penting dalam masa
menyusui karena dibutuhkan untuk kenaikan sirkulasi
darah dan sel, serta penambahan sel darah merah
sehingga daya angkut oksigen mencukupi kebutuhan.
Sumber zat besi adalah kuning telur, hati, daging, kerang,
ikan, kacang-kacangan dan sayuran hijau,
4) Yodium, sangat penting untuk mencegah timbulnya
kelemahan mental dan kekerdilan fisik, sumber
makanannya adalah minyak ikan, ikan laut, dan garam
beryodium.
Jenis–jenis vitamin yang dibutuhkan oleh ibu nifas dan
menyusui adalah: a) vitamin A, untuk pertumbuhan sel,
jaringan, gigi dan tulang, perkembangan saraf penglihatan,
meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi. Sumber
vitamin A adalah kuning telur, hati, mentega, sayuran berwarna
hijau, dan kuning. Selain sumber-sumber tersebut ibu
menyusui juga mendapat tambahan kapsul vitamin A (200.000
IU). b) Vitamin B1 (Thiamin), diperlukan untuk kerja syaraf dan
jantung, membantu metabolisme karbohidrat secara tepat oleh

17
tubuh, nafsu makan yang baik, membantu proses pencernaan
makanan, meningkatkan pertahanan tubuh terhadap infeksi
dan mengurangi kelelahan. Sumber vitamin B1 adalah hati,
kuning telur, susu, kacangkacangan, tomat, jeruk, nanas, dan
kentang bakar. c) Vitamin B2 (riboflavin) dibutuhkan untuk
pertumbuhan, vitalitas, nafsu makan, pencernaan, sistem urat
syaraf, jaringan kulit, dan mata. Sumber vitamin B2 adalah hati,
kuning telur, susu, keju, kacang-kacangan, dan sayuran
berwarna hijau.
2. Ambulansi dan mobilisasi dini
Ambulansi sedini mungkin sangat dianjurkan, kecuali ada
kontraindikasi. Ambulansi dini dilakukan secara bertahap sesuai
dengan kemampuan ibu. Ibu nifas diperbolehkan untuk mandi dan
ke kamar mandi dengan bantuan orang lain pada satu sampai dua
jam setelah melahirkan. Sebelum itu ibu nifas harus latihan tarik
nafas, latihan tungkai, duduk dan mengayunkan tungkai ditempat
tidur (Sari Pertiwi, 2020). Mobilisasi dini pada ibu postpartum
disebut juga early ambulation, yaitu upaya sesegera mungkin
membimbing klien keluar dari tempat tidurnya dan membimbing
berjalan. Klien diperbolehkan bangun dari tempat tidur dalam 24-
48 jam post partum. Keuntungan yang diperoleh dari Early
ambulation adalah klien merasa lebih baik, lebih sehat, dan lebih
kuat, faal usus dan kandung kencing lebih baik dan sirkulasi dan
peredaran darah menjadi lebih lancar. Early ambulation akan lebih
memungkinkan dalam mengajari ibu untuk merawat atau
memelihara anaknya, seperti memandikan bayinya. Namun
terdapat kondisi yang menjadikan ibu tidak bisa melakukan Early
ambulation seperti pada kasus klien dengan penyulit misalnya
anemia, penyakit jantung, penyakit paru, dll (Asih dan Risneni,
2016).
3. Eliminasi

18
Seorang ibu nifas dalam keadaan normal dapat buang air kecil
spontan setiap 3-4 jam. Ibu diusahakan buang air kecil sendiri, bila
tidak dapat dilakukan tindakan diirangsang dengan mengalirkan air
kran di dekat klien dan mengompres air hangat di atas simpisis.
Apabila tindakan di atas tidak berhasil, yaitu selama selang waktu
6 jam tidak berhasil, maka dilakukan kateterisasi. Namun dari
tindakan ini perlu diperhatikan risiko infeksi saluran kencing. Selain
BAK, agar buang air besar (BAB) ibu teratur dapat dilakukan
dengan diit teratur, pemberian cairan banyak, makanan yang
cukup serat dan olah raga. Jika sampai hari ke 3 post partum ibu
belum bisa buang air besar, maka perlu diberikan supositoria dan
minum air hangat (Asih dan Risneni, 2016).
4. Kebersihan diri dan pasien
Kebersihan diri berguna untuk mengurangi infeksi dan mening-
katkan perasaan nyaman. Kesebersihan diri dilakukan pada ibu
nifas dalam menjaga kebersihan diri seperti mandi teratur minimal
2 kali sehari, mengganti pakaian dan alas tempat tidur, menjaga
lingkungan sekitar tempat tinggal, melakukan perawatan perineum,
mengganti pembalut minimal dua kali sehari dan mencuci tangan
setiap membersihkan daerah genetalia luar.
(Sari Pertiwi, 2020).
5. Istirahat
Seorang ibu nifas biasanya mengalami sulit tidur, karena
adanya perasaan ambivalensi tentang kemampuan merawat
bayinya. Ibu akan mengalami gangguan pola tidur karena beban
kerja bertambah, ibu harus bangun malam untuk meneteki bayinya,
mengganti popok dsb. Anjurkan ibu untuk istirahat cukup untuk
mencegah kelelahan yang berlebihan. Ibu dapat mulai melakukan
kegiatan rumah tangga secara perlahan-lahan, dan ibu
pergunakan waktu istirahat dengan tidur di siang hari. Kurang
istirahat akan mempengaruhi ibu dalam beberapa hal antara lain

19
mengurangi jumlah ASI yang diproduksi, memperlambat proses
involusi uteri dan memperbanyak perdarahan, menyebabkan
depresi dan ketidak-mampuan untuk merawat bayi dan dirinya
(Asih dan Risneni, 2016). Istirahat sangat dibutuhkan untuk
memulihkan kembali keadaan fisik. Kebutuhan istirahat bagi ibu
menyusui minimal delapan jam sehari, yang dapat dipenuhi melalui
istirahat malam dan siang. Ibu dapat istirahat selagi bayinya tidur.
Kurang istirahat pada ibu nifas akan mempengaruhi pengurangan
produksi ASI, memperlambat proses involusi uterus dan
memperbanyak perdarahan (Sari
Pertiwi, 2020).
6. Metode kontrasepsi
Program KB sebaiknya dilakukan ibu setelah nifas 42 hari,
dengan tujuan menjaga kesehatan ibu. pada saat melakukan
hubungan seksual sebaiknya perhatikan waktu, penggunaan
kontrasepsi, dispareuni, kenikmatan dan kepuasan pasangan
suami istri (Wulandari & Handayani, 2011). Beberapa metode
kontrasepsi yang dapat digunakan adalah sebagai berikut:
a. Metode kontrasepsi alamiah yaitu pasangan secara sukarela
menghindari senggama pada masa subur,
b. Metode Amenore Laktasi (MAL), ibu yang menyusui bayi secara
ekslusif dapat pula digunakan sebagai kontrasepsi selama ibu
belum mentsruasi,
c. Kontrasepsi progestin yang hanya mengandung hormon
progesteron dapat digunakan oleh ibu menyusui dalam bentuk
suntik maupun pil. Hormon estrogen pada kontrasepsi
kombinasi dapat mengurangi produksi air susu ibu.
d. Metode kontrasepsi dengan menggunakan alat yaitu implan
yang dipasang pada lengan atas maupun alat kontrasepsi dalam
rahim (AKDR),

20
e. Kontrasepsi mantap yaitu metode kontrasepsi yang digunakan
untuk menghentikan kehamilan, metode ini dapat digunakan
oleh pria yang disebut metode vasektomi dan tubektomi pada
wanita.
7. Perawatan payudara
Perawatan payudara merupakan suatu tindakan yang penting
untuk merawat payudara terutama untuk meperlancar pengeluaran
ASI. Melakukan perawatan yang tepat dengan cara pengerutan
dan pemijitan menggunakan bahan dan alat – alat yang alami yang
dikeluarkan dua kali sehari yaitu saat mandi pagi dan sore,
diharapkan ibu merasa lebih nyaman menyusui dan meningkatkan
produksi ASI (Sari Pertiwi, 2020).
8. Latihan atau senam nifas
Senam yang pertama paling baik dan aman untuk memperkuat
dasar panggul adalah senam kegel. Segera dilakukan senam kegel
pada hari pertama postpartum bila memungkinkan. Sedangkan
senam nifas yang disebut juga dengan senam pemulihan sesudah
melahirkan merupakan suatu prosedur latihan gerak yang
diberikan pada ibu postpartum dengan kondisi baik. Gerakan tubuh
yang dilakukan bertujuan untuk memulihkan dan mepertahankan
tonus otot, khsuusnya yang berkaitan dengan kehamilan dan
persalinan (Wulandari & Handayani, 2011).
Senam nifas merupakan suatu latihan yang dapat dilakukan 24
jam setelah melahirkan dengan gerakan yang telah disesuaikan
dengan kondisi ibu-ibu setelah melahirkan. Senam nifas
bermanfaat untuk mempercepat penyembuhan, mencegah
timbulnya komplikasi, memulihkan dan menguatkan otot-otot
punggung, otot dasar panggul dan otot perut (Ambarwati, 2010
dalam Zakiyyah dkk, 2018). Menurut Sukma, dkk (2017) senam
nifas bertujuan untuk rehabilisasi jaringan yang mengalami
penguluran akibat dari proses kehamilan dan persalinan,

21
mengembalikan ukuran rahim ke bentuk semula, melancarkan
peredaran darah, melancarkan BAB dan BAK, serta melancarkan
produksi ASI.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Indriati, dkk (2014)
pada 11.000 ibu nifas yang melakukan senam nifas didapatkan
76,4% ibu mengalami involusi uterus yang cepat. Hasil penelitian
tersebut diperkuat oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Citra
Hadi, dkk (2014) hampir 33,8% ibu mengalami sub involusi uterus
karena ibu tidak pernah melakukan senam nifas. Senam nifas
jarang dilakukan oleh ibu nifas karena berbagai alasan, mulai dari
tidak siap, tidah tahu, tidak ada waktu dan lain sebagainya.
Sebenarnya senam nifas ini mudah dilakukan, masalah utamanya
adalah kurangnya pengetahuan ibu tentang senam nifas, sehingga
minat ibu nifas untuk melakukan senam nifas ini semakin
berkurang. Oleh karena itulah tenaga kesehatan terutama bidan
memiliki peran yang sangat penting untuk memberikan KIE,
memfasilitasi, serta membimbing ibu dalam melakukan senam
nifas.
Exercise atau senam nifas, mempunyai banyak manfaat untuk
ibu nifas. Menurut Asih dan Risneni (2016), secara umum, manfaat
senam nifas yaitu: (1) Membantu penyembuhan rahim, perut, dan
otot pinggul yang mengalami trauma serta mempercepat
kembalinya bagian-bagian tersebut ke bentuk normal. (2)
Membantu menormalkan sendi-sendi yang menjadi longgar
diakibatkan kehamilan. (3) Menghasilkan manfaat psikologis
menambah kemampuan menghadapi stress dan bersantai
sehingga mengurangi depresi pasca persalinan. Jadwal atau
ketentuan pelaksanaan senam nifas adalah sebagai berikut.
a. Latihan tahap pertama : 24 jam setelah persalinan.
b. Latihan tahap kedua : 3 hari pasca persalinan.

22
c. Latihan tahap ketiga : pasien boleh melakukan senam nifas
setelah pemeriksaan pasca persalinan, atau dilakukan setiap
hari selam 3 bulan
Kondisi umum yang dihadapi ibu postpartum sebagai akibat
dari stress selama kehamilan dan kelahiran, bidan perlu mengkaji
dan kemudian menentukan apakah ada kontraindikasi atau tidak
untuk memulai senam nifas tersebut. Kontraindikasi tersebut
diantaranya mencakup kondisi : pemisahan simphisis pubis,
coccyx (tulang sulbi) yang patah atau cidera, punggung yang
cidera, sciatica, ketegangan pada ligamen kaki atau otot. Dan
trauma perineum yang parah atau nyeri luka abdomen (operasi
caesar). Langkah-langkah melakukan senam nifas yaitu :
a. Latihan pernafasan : tubuh berbaring rileks, tarik nafas lewat
hidung (kembungkan perut), tahan 3-5 detik lalu hembuskan
nafas lewat mulut (kempiskan perut). Ulangi gerakan sebanyak
4-8 kali.
b. Latihan tungkai kaki : tubuh tetap berbaring dengan mengerak-
gerakkan kedua kaki. Gerakan pertama, telapak kaki
direntangkan lurus menjauhi tubuh, lalu mendekati tubuh.
Gerakan kedua, kedua telapak kaki memutar ke dalam dan
keluar. Lakukan gerakan ini sebanyak 4-8 kali
c. Latihan otot dasar panggul dan vagina : tubuh berbaring
dengan kedua kaki ditekuk. Tangan diletakkan di bawah
bokong. Kepala agak diangkat sedikit. Kontraksikan otot perut
dan kerutkan otot bokong ke dalam seperti menahan buang air
besar tahan selama 3-5 detik. Ulangi sebanyak 4-8 kali.
d. Posisi tidur telentang tanpa bantal dengan kedua kaki lurus,
rentangkan kedua tangan ke samping, lalu angkat dan luruskan
ke arah atas sehingga kedua tangan bertemu. Lakukan
sebanyak 4-8 kali.

23
e. Posisi tidur telentang, kedua tangan berada di samping badan,
kedua kaki ditekuk membentuk sudut 45O, bokong diangkat ke
atas. Kembali ke posisi semula. Lakukan sebanyak 4-8 kali
f. Posisi tidur telentang kaki ditekuk 45O, secara perlahan
rebahkan lutut ke arah kiri sampai menyentuh lantai (kepala dan
badan tetap lurus ke depan), kembali ke depan. Lakukan ke
arah kanan. Ulangi sebanyak 4-8 kali.
g. Posisi tidur telentang kaki kiri ditekuk 45O, kaki kanan
diluruskan. Lalu rebahkan kaki kiri ke arah kanan sampai
menyentuh lantai (kepala dan badan tetap arah depan),
kembali ke posisi semula. Lakukan secara bergantian. Ulangi
sebanyak 4-8 kali.
h. Posisi tidur telentang, kedua kaki lurus lalu angkat ke atas
setinggi 45O, turunkan kaki secara perlahan. Ulangi sebanyak
4-8 kali.
i. Lakukan gerakan untuk mengurangi ketegangan pada daerah
punggung bagian atas
1). Pasien dalam posisi duduk, siku ditekuk kedua tangan ada
di atas bahu. Lalu putarlah tangan ke satu arah kemudian
kea rah sebaliknya. Lakukan sebanyak 4-8 kali.
2). Angkat kedua tangan setinggi-tingginya seakan sedang
memetik buah dari pohon. Tahan selama 5 kali hitungan
lalu tangan diturunkan.

D. Manajemen Laktasi
Manajemen Laktasi adalah suatu tatalaksana yang mengatur agar
keseluruhan proses menyusui bisa berjalan dengan sukses, mulai dari
ASI diproduksi sampai proses bayi mengisap dan menelan ASI, yang
dimulai pada masa antenatal, perinatal dan pasca melahirkan
(Handayani dkk, 2019). Ruang lingkup Manajemen Laktasi periode

24
pasca melahirkan meliputi ASI Eksklusif, teknik menyusui, memeras
ASI, memberikan ASI Peras, menyimpan ASI Peras, memberikan ASI
peras dan pemenuhan gizi selama ibu periode menyusui (Maryunani,
2015). Semua tahapan pada manajemen laktasi adalah penting dan
berperan untuk keberhasilan ASI ekslusif, sehingga semua tahap harus
dipersiapkan dengan baik supaya ASI ekslusif berjalan dengan sukses
adalah motivasi bidan, konseling, dan perawatan payudara.
1. Pengertian Laktasi
Menyusui merupakan proses pemberian air susu kepada bayi
baik secara langsung pada payudara ibu ataupun melalui proses
pemerasan (expressed breast-feeding). Definisi tersebut hanya
berfokus pada dosis atau banyak ASI yang diberikan tanpa
memperhatikan durasi pemberian ataupun makanan lain yang ikut
diberikan pada bayi. Sedangkan menyusui secara eksklusif atau
biasa disebut ASI eksklusif adalah pemberian ASI mulai dari bayi
lahir sampai usia 6 bulan tanpa diberikan makanan atau cairan lain
baik berupa makanan ataupun cairan (kecuali obat, vitamin, ORS)
yang diberikan baik secara langsung melalui payudara ibu ataupun
dengan diperas (expressed breast-feeding). Jadi, definisi menyusui
didasarkan pada apa yang bayi makan untuk mengesampingkan
bagaimana bayi diberi makan. (Setiya, 2019) Adapun menyusui
adalah salah satu komponen dari proses reproduksi yang terdiri
atas haid, konsepsi, kehamilan, persalinan, menyusui, dan proses
penyapihan (Prawirohardjo, 2014)
2. Fisiologi Laktasi
Laktasi merupakan bagian terpadu dari proses reproduksi
yang memberikan makanan bayi secara ideal dan alamiah serta
merupakan dasar biologik dan psikologik yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan. Air susu ibu (ASI) mempakan makanan yang ideal
bagi pertumbuhan neonatus. Sejumlah komponen yang terkandung
di dalam ASI sebagai sumber nutrisi untuk pertumbuhan dan

25
perlindungan pertama terhadap infeksi. Proses pembentukan air
susu merupakan suatu proses yang kompleks melibatkan
hipotalamus, pituitari dan payudara, yang sudah dimulai saat fetus
sampai pada masa pasca persalinan. ASI yang dihasilkan memiliki
komponen yang tidak konstan dan tidak sama dari waktu ke waktu
tergantung stadium laktasi. Dengan terjadinya kehamilan pada
wanita akan berdampak pada pertumbuhan payudara dan proses
pembentukan air susu. (Yusari, 2016)Proses ini timbul setelah ari-
ari atau plasenta lepas. Plasenta mengandung hormon
penghambat prolaktin (hormon plasenta) yang menghambat
pembentukan ASI. Setelah plasenta lepas, hormon plasenta
tersebut tak ada lagi, sehingga susu pun keluar. (Yusari, 2016)

a. Proses Pembentukan Laktogen


1) Laktogenesis I
Pada fase terakhir kehamilan, payudara wanita
memasuki fase Laktogenesis I. Pada fase ini, payudara
memproduksi kolostrum, yaitu berupa cairan kental yang
berwarna kekuningan. Saat laktogenesis I (satu), tingkat
progesteron yang tinggi mencegah produksi ASI yang
sebenarnya. Tetapi bukan merupakan masalah medis
apabila ibu hamil mengeluarkan kolostrum sebelum lahirnya
bayi, dan hal ini juga bukan indikasi sedikit atau banyaknya
produksi ASI setelah melahirkan nanti. (Wiwin, 2014)
2) Laktogenesis II
Saat melahirkan, keluarnya plasenta menyebabkan
turunnya tingkat hormon progesteron, estrogen, dan human
placental lactogen (HPL) secara tiba-tiba, tetapi hormon
prolaktin tetap tinggi. Hal ini menyebabkan produksi ASI
besar-besaran yang dikenal dengan fase Laktogenesis II.
Apabila payudara dirangsang, level prolaktin dalam darah
meningkat, memuncak dalam periode 45 menit, dan

26
kemudian kembali ke level sebelum rangsangan tiga jam
kemudian. Keluarnya hormon prolaktin menstimulasi sel di
dalam alveoli untuk memproduksi ASI, dan hormon ini juga
keluar dalam ASI itu sendiri. Penelitian mengindikasikan
bahwa level prolaktin dalam susu lebih tinggi apabila
produksi ASI lebih banyak, yaitu sekitar pukul 2 pagi hingga
6 pagi, namun level prolaktin rendah saat payudara terasa
penuh. (Wiwin, 2014) Hormon lainnya, seperti insulin,
tiroksin, dan kortisol, juga terdapat dalam proses ini, namun
peran hormon tersebut belum diketahui. Penanda biokimiawi
mengindikasikan bahwa proses laktogenesis II dimulai
sekitar 30-40 jam setelah melahirkan, tetapi biasanya para
ibu baru merasakan payudara penuh sekitar 50-73 jam (2-3
hari) setelah melahirkan. Artinya, memang produksi ASI
sebenarnya tidak langsung setelah melahirkan. Kolostrum
dikonsumsi bayi sebelum ASI sebenarnya. Kolostrum
mengandung sel darah putih dan antibodi yang tinggi
daripada ASI sebenarnya, khususnya tinggi dalam level
immunoglobulin A (IgA) yang membantu melapisi usus bayi
yang masih rentan dan mencegah kuman memasuki bayi.
IgA ini juga mencegah alergi makanan. Dalam dua minggu
pertama setelah melahirkan, kolostrum pelan pelan hilang
dan tergantikan oleh ASI sebenarnya. (Wiwin, 2014)
3) Laktogenesis III
Sistem kontrol hormon endokrin mengatur produksi ASI
selama kehamilan dan beberapa hari pertama setelah
melahirkan. Ketika produksi ASI mulai stabil, sistem kontrol
autokrin dimulai. Fase ini dinamakan Laktogenesis III.
(Wiwin, 2014) Pada tahap ini, apabila ASI banyak
dikeluarkan, payudara akan memproduksi ASI dengan
banyak pula. Penelitian berkesimpulan bahwa apabila

27
payudara dikosongkan secara menyeluruh juga akan
meningkatkan taraf produksi ASI. Dengan demikian,
produksi ASI sangat dipengaruhi seberapa sering dan
seberapa baik bayi menghisap, dan juga seberapa sering
payudara dikosongkan. (Wiwin, 2014)
b. Hormon yang Mempengaruhi Pembentukan ASI
Mulai dari bulan ketiga kehamilan, tubuh wanita
memproduksi hormon yang menstimulasi munculnya ASI
dalam sistem payudara. Hormon-hormon yang terlibat dalam
proses pembentukan ASI adalah progesteron, estrogen,
prolaktin, oksitosin, dan Human placental lactogen (HPL).
Proses bekerjanya hormon dalam menghasilkan ASI adalah
sebagai berikut.
1) Saat bayi menghisap, sejumlah sel saraf di payudara ibu
mengirimkan pesan ke hipotalamus.
2) Ketika menerima pesan itu, hipotalamus melepas
“rem” penahan prolaktin.
3) Untuk mulai menghasilkan ASI, prolaktin yang dihasilkan
kelenjar pituitari merangsang kelenjarkelenjar susu di
payudara. (Wiwin, 2014)
c. Proses Produksi Air Susu
Pengeluaran ASI merupakan suatu interaksi yang
sangat kompleks antara rangsangan mekanik, saraf, dan
bermacam-macam hormon. Pengaturan hormon terhadap
pengeluaran ASI dapat dibedakan menjadi tiga bagian,
yaitu:
1) Produksi air susu ibu (prolaktin)
Dalam fisiologi laktasi, prolaktin merupakan suatu
hormon yang disekresi oleh glandula pituitary. Hormon ini
memiliki peranan penting untuk memproduksi ASI, kadar
hormon ini meningkat selama kehamilan. Kerja hormon ini

28
dihambat oleh hormon plasenta. Dengan lepas atau
keluarnya plasenta pada akhir proses persalinan, maka
kadar estrogen dan progesteron berangsur-angsur
menurun sampai tingkat dapat dilepaskan dan
diaktifkannya prolaktin. Peningkatan kadar prolaktin akan
menghambat ovulasi, dan dengan demikian juga
mempunyai fungsi kontrasepsi. (Yusari, 2016)
Pada seorang ibu yang hamil dikenal dua reflex yang
masing-masing berperan dalam pembentukan dan
pengeluaran air susu, yaitu:
a) Refleks prolaktin
Pada akhir kehamilan hormon prolaktin memegang
peranan untuk membuat kolostrum, tetapi jumlah
kolostrum terbatas dikarenakan aktivitas prolaktin
dihambat oleh estrogen dan progesteron yang masih
tinggi. Pada pasca persalinan, yaitu saat lepasnya
plasenta dan berkurangnya fungsi korpus luteum
maka estrogen dan progesteron juga berkurang.
Hisapan bayi akan merangsang puting susu dan
payudara, karena ujung-ujung saraf sensoris yang
berfungsi sebagai reseptor mekanik. Rangsangan ini
dilanjutkan ke hipotalamus melalui medulla spinalis
hipotalamus dan akan menekan pengeluaran faktor
penghambat sekresi prolaktin dan sebaliknya
merangsang pengeluaran faktor pemacu sekresi
prolaktin. (Reni, 2012)
Faktor pemacu sekresi prolaktin akan merangsang
hipofise anterior sehingga keluar prolaktin. Hormon ini
merangsang seI-sel alveoli untuk mengambil protein,
gula, dan lemak dari darah ibu. Semua bahan tersebut
adalah bahan utama yang berfungsi untuk membuat

29
air susu. Kadar prolaktin pada ibu menyusui akan
menjadi normal 3 bulan setelah melahirkan sampai
penyapihan anak dan pada saat tersebut tidak akan
ada peningkatan prolaktin walau ada hisapan bayi,
namun pengeluaran air susu tetap berlangsung. Pada
ibu nifas yang tidak menyusui, kadar prolaktin akan
menjadi normal pada minggu ke 2-3. Sedangkan pada
ibu menyusui prolaktin akan meningkat dalam
keadaan seperti stres atau pengaruh psikis, anastesi,
operasi dan rangsangan puting susu.
(Reni, 2012)

b) Refleks let down


Rangsangan puting susu tidak hanya diteruskan
sampai ke kelenjar hipofisis depan, tetapi juga
kelenjar hipofisis bagian belakang, yang
mengeluarkan hormon oksitosin. Hormon ini
berfungsi memacu kontraksi otot polos yang ada di
dinding alveolus dan dinding saluran, sehingga ASI
dipompa keluar. Makin sering menyusui,
pengosongan alveolus dan saluran makin baik
sehingga kemungkinan terjadinya bendungan susu
makin kecil, dan menyusui akan makin lancar.
Saluran ASI yang mengalami bendungan tidak hanya
menganggu penyusunan, tetapi juga berakibat mudah
terkena infeksi. Oksitosin akan bekerja memacu
refleks pengeluaran ASI atau refleks oksitosin yang
juga disebut “milk let down milk ejection reflex
(MER)/let-down reflex (LDR)”. Saat terjadi LDR,
banyak ibu merasakan gejala sensasi menggelenyar,
geli, gatal, ada yang merasa sensasi sedikit nyeri juga

30
ada yang merasa rileks namun ada juga yang tidak
merasakan apa-apa sama sekali. (Yusari, 2016)
Tanda yang bisa diamati saat terjadi LDR adalah
keluarnya ASI dari payudara yang sedang tidak
digunakan, juga perubahan pola hisapan bayi dari
cepat dan dangkal menjadi lambat, dalam dan tanda
bayi menelan ASI, terdengar suara bayi menelan ASI
atau terlihat sedikit susu di sudut mulut bayi. Pada
saat ibu memerah, LDR bisa diamati dengan tanda
keluarnya aliran ASI yang deras dari payudara. Jika
ibu memompa atau memerah ASI, ASI akan tampak
memancar ke seluruh arah. (Yusari, 2016) Faktor-
faktor yang meningkatkan refleks aliran adalah
melihat bayi, mendengarkan suara bayi, mencium
bayi, dan memikirkan untuk menyusui bayi.
Sedangkan faktorfaktor yang menghambat refleks
aliran adalah stres seperti keadaan bingung, pikiran
kacau, takut, dan cemas. (Reni, 2012)
c) Refleks Hisapan Bayi
Selain dari ibu, terdapat pula tiga refleks yang
penting dalam mekanisme hisapan bayi, yaitu sebagai
berikut.
(1) Refleks menangkap (rooting reflex)
Timbul bila bayi baru lahir tersentuh pipinya, bayi
akan menoleh ke arah sentuhan. Bila bibirnya
dirangsang dengan papilla mammae, maka bayi
akan membuka mulut dan berusaha untuk
menangkap puting susu.
(2) Refleks menghisap
Refleks ini timbul apabila langit-langit mulut bayi
tersentuh, biasanya oleh puting. Supaya puting

31
mencapai bagian belakang palatum, maka
sebagaian besar areola harus tertangkap mulut
bayi. Dengan demikian, maka sinus laktiferus
yang berada di bawah areola akan tertekan
antara gusi, lidah, dan palatum, sehingga ASI
terperas keluar.
(3) Refleks menelan
Bila mulut bayi terisi ASI, ia akan menelannya.
2) Pengeluaran air susu ibu (oksitosin)
Apabila bayi disusui, maka gerakan menghisap yang
berirama akan menghasilkan rangsangan saraf yang
terdapat di dalam glandula pituitary posterior. Akibat
langsung refleks ini adalah dikeluarkannya oksitosin dari
pituitary posterior. Hal-hal ini akan menyebabkan sel-sel
miopitel (sel “keranjang” atau sel “laba-laba”) di sekitar
alveoli akan berkontraksi dan mendorong air susu masuk
ke dalam pembuluh ampulae sehingga susu siap untuk
dikonsumsi bayi. Pengeluaran oksitosin ternyata disamping
dipengaruhi oleh isapan bayi juga oleh suatu reseptor yang
terletak pada sistem duktus. (Yusari, 2016)
3) Pemeliharaan air susu ibu/pemeliharaan laktasi
Dua faktor penting untuk pemeliharaan laktasi adalah
rangsangan yaitu pengisapan oleh bayi akan memberikan
rangsangan yang jauh lebih besar dibandingkan dengan
memeras air susu dari payudara atau menggunakan
pompa. Pengosongan sempurna payudara. Bayi sebaiknya
mengosongkan payudara sebelum diberikan payudara lain.
Apabila air susu yang diproduksi tidak dikeluarkan, maka
laktasi akan tertekan (mengalami hambatan) karena terjadi
pembengkakan alveoli dan sel keranjang tidak dapat
berkontraksi. Air susu ibu tidak dapat dipaksa masuk ke
dalam duktus laktifer. (Yusari, 2016)
32
4) Jenis-Jenis ASI
ASI dibedakan dalam tiga stadium yaitu sebagai
berikut.
a) Kolostrum, merupakan air susu yang pertama kali
keluar. Kolostrum ini disekresi oleh kelenjar payudara
pada hari pertama sampai hari ke empat pasca
persalinan. Kolostrum merupakan cairan dengan
viskositas kental, lengket dan berwarna kekuningan.
Kolostrum mengandung tinggi protein, mineral, garam,
vitamin A, nitrogen, sel darah putih dan antibodi yang
tinggi daripada ASI matur. Selain itu, kolostrum masih
mengandung rendah lemak dan laktosa. Protein utama
pada kolostrum adalah imunoglobulin (IgG, lgA dan
IgM), yang digunakan sebagai zat antibodi untuk
mencegah dan menetralisir bakteri, virus, jamur dan
parasit. Meskipun kolostrum yang keluar sedikit
menurut ukuran kita, tetapi volume kolostrum yang ada
dalam payudara mendekati kapasitas lambung bayi
yang berusia 1-2 hari. Volume kolostrum antara 150-
300 ml/24 jam. Kolostrum juga merupakan pencahar
ideal untuk membersihkan zat yang tidak terpakai dari
usus bayi yang baru lahir dan mempersiapkan saluran
pencernaan makanan bagi bayi makanan yang akan
datang. (Yusari, 2016)
b) ASI Transisi/Peralihan, merupakan ASI yang keluar
setelah kolostrum sampai sebelum ASI matang, yaitu
sejak hari ke-4 sampai hari ke-10. Selama dua minggu,
volume air susu bertambah banyak dan berubah warna
serta komposisinya. Kadar imunoglobulin dan protein
menurun, sedangkan lemak dan laktosa meningkat.
(Yusari, 2016)

33
c) ASI Matur, disekresi pada hari ke sepuluh dan
seterusnya. ASI matur tampak berwarna putih.
Kandungan ASI matur relatif konstan, tidak
menggumpal bila dipanaskan. Air susu yang mengalir
pertama kali atau saat lima menit pertama disebut
foremilk. Foremilk lebih encer. Foremilk mempunyai
kandungan rendah lemak dan tinggi laktosa, gula,
protein, mineral dan air. Selanjutnya, air susu berubah
menjadi hindmilk. Hindmilk kaya akan lemak dan
nutrisi. Hindmilk membuat bayi akan lebih cepat
kenyang. Dengan demikian, bayi akan membutuhkan
keduanya, baik foremilk maupun hindmilk. (Yusari,
2016)

E. Tanda Bahaya Masa Nifas


Sebagian besar kehamilan berakhir dengan persalinan dan masa
nifas yang normal. Akan tetapi, 15-20 % diperkirakan akan mengalami
gangguan atau komplikasi. Gangguan tersebut dapat terjadi secara
mendadak dan biasanya tidak dapat diperkirakan sebelumnya. Karena
itu, setiap tenaga kesehatan, ibu hamil, keluarga dan masyarakat perlu
mengetahui dan mengenali tanda bahaya. Berdasarkan buku paduan
pelayanan pasca persalinan bagi Ibu dan bayi baru lahir yang diterbitkan
oleh Kementerian Kesehatan RI tahun 2019, tanda bahaya msa nifas
antara lain :
1. Perdarahan pasca persalinan
Perdarahan yang banyak, segera atau dalam 1 jam setelah
melahirkan, sangar berbahaya dan merupakan penyebab kematian
ibu paling sering. Keadaan ini dapat menyebabkan kematian dalam
waktu kurang dari dua jam. Ibu perlu segera ditolong untuk
penyelamatan jiwanya. Perdarahan pada masa nifas (dalam 42 hari
setelah melahirkan) yang berlangsung terus menerus disertai bau
tak sedap dan demam, juga merupakan tanda bahaya.

34
2. Keluar cairan berbau dari jalan lahir
Keluarnya cairan berbau dari jalan lahir menunjukkan adanya
infeksi. Hal ini bisa disebabkan karena metritis, abses pelvis, infeksi
luka perineum atau karena luka abdominal.
3. Bengkak di wajah, tangan, dan kaki, atau sakit kepala dan
kejangkejang.
Tanda dan gela ini apabila disertai dengan tekanan darah tinggi
dapat dicurigai mengalami eklampsia. Apabila telah menemukan
tanda-tanda seperti itu, ibu nifas harus segera mendapat
pertolongan untuk menyelamatkan jiwanya.
4. Demam lebih dari 2 hari
Demam lebih dari 2 hari pada ibu nifas bisa disebabkan oleh
infeksi. Apabila demam disertai keluarnya cairan berbau dari jalan
lahir, kemungkinan ibu mengalami infeksi jalan lahir. Akan tetapi
apabila demam tanpa disertai keluarnya cairan berbau dari jalan
lahir, perlu diperhatikan adanya penyakit infeksi lain seperti demam
berdarah, demam tifoid, malaria, dan sebagainya.
5. Payudara bengkak, merah disertai rasa sakit
Payudara bengkak, merah disertai rasa sakit bisa disebabkan
oleh bendungan ASI, imflamasi atau infeksi payudara.
6. Gangguan psikologis pada pasca persalinan meliputi :
a. Perasaan sedih pasca persalinan (postpartum blues)
Depresi ringan dan berlangsung singkat pada masa nifas
ditandai dengan merasa sedih, lelah, insomnia, mudah
tersinggung, sulit konsentrasi, gangguan hilang dengan
sendirinya dan membaik setelah 2-3 hari, kadang-kadang
sampai 10 hari.
b. Depresi pasca persalinan (postpartum depression)
Gejalanya mungkin timbul dalam 3 bulan pertama pasca
persalinan atau sampai bayi berusia setahun. Gejala yang
timbul tampak sama dengan gejala depresi : sedih > 2 minggu,

35
kelelahan yang berlebiban dan kehilangan minat terhadap
kesenangan.
c. Psikosis pasca persalinan (postpartum psychotic)
Gejalanya yaitu muncul ide untuk bunuh diri, ancaman
tindakan kekerasan terhadap bayi baru lahir, dijumpai waham
curiga/persekutorik yang artinya munculnya keyakinan bahwa
seseorang atau sekelompok orang mau merugikan atau
mencederai dirinya, dan gejala lain yang mungkin muncul
adalah dijumpai halusinasi/ilusi.

F. Manajemen Kebidanan
Manajemen kebidanan adalah suatu metode proses berfikir logis
sistematis dalam memberi asuhan kebidanan, agar menguntungkan
kedua belah pihak baik klien maupun pemberi asuhan. Oleh karena itu,
manajemen kebidanan merupakan alur fikir bagi seorang bidan dalam
memberikan arah atau menjadi kerangka pikir dalam menangani kasus
yang menjadi tanggung jawabnya. Manajemen kebidanan merupakan
proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode untuk
mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah,
temuan-temuan, keterampilan suatu keputusan yang berfokus pada
klien (Wahyuningsih, 2018).
Dalam melaksanakan tugasnya pada pelayanan kebidanan,
seorang bidan melakukan pendekatan dengan metode pemecahan
masalah yang dikenal dengan manajemen kebidanan. Langkahlangkah
pokok manajemen kebidanan dalam mengaplikasikan asuhan
kebidanan adalah sebagai berikut.
1. Identifikasi dan analisa masalah yang mencakup pengumpulan
data subjektif dan objektif dan analisis dari data yang dikumpul
atau dicatat.

36
2. Perumusan diagnosa masalah utama, masalah yang mungkin
akan timbul (potensial) serta penentuan perlunya konsultasi,
kolaborasi, dan rujukan.
3. Penyusunan rencana tindakan berdasarkan hasil perumusan
diagnosa.
4. Pelaksanaan tindakan kebidanan harus sesuai dengan
kewenangannya.
5. Evaluasi hasil tindakan, di mana hasil evaluasi ini digunakan
untuk menentukan tingkat keberhasilan tindakan kebidanan
yang telah dilakukan dan sebagai bahan tindak lanjut.
Semua tahapan dari manajemen kebidanan ini didokumentasikan
sebagai bahan tanggung jawab (responbility) dan tanggung gugat
(accountability) serta untuk keperluan lain misalnya sebagai bahan
kajian untuk penelitian, pengembangan praktik kebidanan, termasuk
menjadi bahan kajian evidence based practice.
Prinsip proses manajemen kebidanan menurut Varney dengan
mangacu pada standar yang dikeluarkan oleh American College of
Nurse Midwife (ACNM), terdiri dari sebagai berikut.
1. Secara sistematis mengumpulkan data dan memperbaharui data
yang lengkap dan relevan dengan melakukan pengkajian yang
komprehensif terhadap kesehatan setiap klien, termasuk
mengumpulkan riwayat kesehatan dan pemeriksa fisik.
2. Mengidentifikasi masalah dan membuat diagnosa berdasarkan
interpretasi data dasar.
3. Mengidentifikasi kebutuhan terhadap asuhan kebidanan dalam
menyelesaikan masalah dan merumuskan tujuan asuhan kebidanan
bersama klen.
Menurut Hellen Varney, manajemen kebidanan adalah proses
pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode untuk
mengorganisasi pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah,
penemuan-penemuan, keterampilan dalam memberikan asuhan

37
kebidanan kepada individu, keluarga dan masyarakat. Berikut adalah
tujuh langkah pendokumentasian asuhan kebidanan menurut Hellen
Varney.
1. Langkah I : Pengumpulan data dasar
Melakukan pengkajian dengan pengumpulan semua data yang
diperlukan untuk mengevaluasi keadaan klien meliputi, riwayat
kesehatan, pemeriksaan fisik, meninjau catatan terbaru atau
catatan sebelumnya, meninjau data laboratorium dan
membandingkannya dengan hasil studi.
2. Langkah II : Interpretasi data dasar
Menetapkan diagnosis atau masalah berdasarkan penafsiran data
dasar yang telah dikumpulkan.
3. Langkah III : Mengidentifikasi diagnosis atau masalah potensial,
berdasarkan diagnose mengantisipasi penanganannya atau
masalah yang telah ditetapkan.
4. Langkah IV : Identifikasi kebutuhan akan tindakan segera Untuk
melakukan konsultasi kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain
berdasarkan kondisi klien.

5. Langkah V : Perencanaan
Tindakan yang dilakukan merupakan kelanjutan penata-laksanaan
terhadap masalah atau diagnose yang telah diidentifikasikan dan
diantisipasi.
6. Langkah VI : Pelaksanaan
Melaksanakan rencana asuhan komprehensif.
7. Langkah VII : Evaluasi
Pada langkah ini dilaksanakan evaluasi keefektifan dari asuhan
yang sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan
akanbantuan apakah sudah benar-benar terpenuhi sesuai
kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasi dalam masalah dan
diagnosa.

38
Selain metode Varney, dalam dunia kebidanan ada juga yang
disebut dengan metode dokumentasi SOAP. Dokumentasi SOAP
merupakan urutan langkah yang dapat membantu kita mengatur pola
pikir kita dan memberikan asuhan yang menyeluruh. Dalam metode
SOAP, S adalah data subjektif, O adalah data objektif, A adalah
analisis/assessment dan P adalah planning.
1. Data Subjektif (S)
Merupakan pendokumen manajemen kebidanan menurut
Hellen Varney langkah pertama (pengkajian data), terutama data
yang diperoleh dari anamnesis. Data subjektif ini berhubungan
dengan masalah dari sudut pandang klien (ekspresi mengenai
kekhawatiran dan keluhannya). Data subjektif ini nantinya akan
menguatkan diagnosis yang akan disusun.
2. Data Objektif (O)
Merupakan pendokumentasian manajemen kebidanan
menurut Hellen Varney langkah pertama (pengkajian data),
terutama data yang diperoleh melalui hasil observasi dari
pemeriksaan fisik pasien, pemeriksaan laboratorium atau
pemeriksaan diagnostik lain. Data ini akan memberikan bukti gejala
klinis pasien dan fakta yang berhubungan dengan diagnosis.

c. Analisis/Assesment (A)
Merupakan pendokumentasian hasil analisis dan interpretasi
dari data subjektif dan objektif. Analisis/Assesment merupakan
pendokumentasian manajemen kebidanan menurut Hellen varney
langkah kedua, ketiga dan keempat sehingga mencakup hal-hal
berikut ini : diagnosa / masalah kebidanan, diagnosa / masalah
potensial serta perlunya mengidentifikasi kebutuhan tindakan
segera harus diidentifikasi menurut kewenangan bidan, meliputi
tindakan mandiri, tindakan kolaborasi dan tindakan merujuk
klien.
d. Perencanaan (P)

39
Planning / perencanaan adalah membuat rencana asuhan saat
ini dan yang akan datang. Rencana asuhan disusun berdasarkan
hasil analisis dan interpretasi data. Planning dalam metode SOAP
ini juga merupakan gambaran pendokumentasian implementasi
dan evaluasi. Sehingga P dalam SOAP meliputi
pendokumentasian manajemen kebidanan menurut Hellen Varney
langkah kelima, keenam dan ketujuh.

40
BAB III TINJAUAN KASUS

Asuhan Kebidanan Nifas Pada


Ny”C” Umur 29 Tahun P2A0 7 Hari Postpartum

Tempat Pelayanan : Bumi Sehat


Nomor RM : Tidak Ada
Tanggal diberikan pelayanan : 28 Februari 2021
Jam diberikan pelayanan : 16.00 WITA
Bidan yang Merawat : Bidan “S” dan DP

A. DATA SUBJEKTIF
Tabel 2.
Identitas Ibu dan Suami
1. Identitas
Ibu Suami
Nama Ny”C” Tn “B”
Umur 29 Tahun 31Tahun

Suku Bangsa Bali, Indonesia Bali, Indonesia


Agama Hindu Hindu
Pendidikan SMA SMA
Pekerjaan Petani Petani
Alamat Rumah Jl Raya Sayan Sindu Jl Raya Sayan Sindu Sayan
Sayan Ubud Gianyar Ubud Gianyar

No. HP/ 08573896xxxx 0877623xxxxx


Rumah
Jaminan BPJS Kelas 2 BPJS Kelas 2
Kesehatan
2. Keluhan
Ibu mengatakan tidak ada keluhan.

41
3. Riwayat Kehamilan dan Persalinan Sebelumnya
Ny”C” mengatakan bahwa ini merupakan hari ke-7 pasca melahirkan
anak keduanya. Anak pertama NY”C” perempuan umur empat
tahun, lahir tanggal 12 Juni 2017 saat UK 39 minggu. Ibu melahirkan
di Bumi Sehat dengan jenis partus psptb, ditolong oleh bidan, BB
3200, PB 50cm laktasi sampai umur 2 tahun, kondisi anak serakang
sehat dan normal.
4. Riwayat Persalinan Sekarang
Ny”C” melahirkan anak keduanya pada tanggal 21 Februari 2021
pukul 17.10 WITA di Bumi Sehat dengan BB 3100 gram, PB 49 cm,
jenis kelamin laki-laki, lahir cukup bulan serta lahir spontan segera
menangis dan tidak ada kelainan.
5. Riwayat Pernikahan
Tn”D” merupakan suami pertama Ny”C”, status pernikahan sah, dan
lama menikah 6 tahun.
6. Riwayat Pemakaian Kontrasepsi
Ny”C” pernah mengguanakan kontrasepsi jenis IUD setelah
melahirkan anak pertamanya dengan lama pemakaian empat tahun.
Ny”C” mendapatkan pelayanan KB di puskesmas.
7. Kebutuhan Biologis a Bernafas
Ny”C” tidak mengalami kesulitan saat bernafas.
b Pola Makan dan mnium
Ny”C” makan 3x sehari porsi sedang dengan komposisi nasi,
sayur dan lauk pauk, tidak ada makanan pantangan, dan Ny”C”
minum 9-10 gelas air putih setiap harinya.
c Pola Eliminasi
Ny”C” Buang Air Kecil (BAK) 4-6 kali/hari, dengan warna
kekuningan. Buang Air Besar (BAB) 1 kali/hari dengan warna
Kecoklatan. Ny”C” mengatakan tidak ada keluhan selama BAK
dan BAB.

42
d Istirahat dan tidur
Ny”C” tidur malam ± 8 jam / hari dan kadang-kadang tidur siang
± 30 menit /hari. Ny”C” mengatakan tidak ada keluhan saat
istirahat dan tidur di siang hari maupun malam hari. e Aktivitas Saat
Ini
Aktivitas Ny”C” saat ini ringan, Ny”C” tidak ikut bertani karena
harus merawat kedua anaknya di rumah. Jadi saat ini kegiatan
Ny”C” fokus melakukan pekerjaan rumah dan merawat kedua
anaknya. f Mobilisasi
Saat ini jenis mobilisasi yang dapat dilakukan Ny”C” terdiri dari
miring kanan/kiri, duduk, berdiri, dan Ny”C” juga telah mampu
berjalan secara mandiri. Ny “C” Sudah mampu beraktivitas
seperti biasa.
g Kebersihan Diri
Ny”C” mandi 2x sehari, menggosok gigi 2-3x sehari, keramas 3x
dalam seminggu. Ny”C” telah membersihkan alat kelamin
dengan cara yang benar, yaitu dari arah depan ke belakang,
mencuci tangan juga sudah menjadi kebiasaan Ny”C” saat
beraktivitas di rumah maupun saat di luar rumah. Ny”C”
mengganti pakaian dalam 2-3 kali dalam sehari dan mengganti
pembalut 2-3x dalam sehari.
h Rasa Nyeri
Ny”C” tidak merasakan afterpain, nyeri pada luka jahitan
perineum, maupun nyeri simfisis. Ny”C” juga tidak merasakan nyeri
lain selain ketiga jenis nyeri tersebut. i Kondisi Psikologis dan
sosial
Perasaan Ny”C” saat ini senang/bahagia karena kondisinya
telah membaik, ASI nya lancar, dan bayinya juga dalam kondisi
sehat. Selain itu, saat ini Ny”C” sudah mampu mandiri dalam
memenuhi kebutuhannya sendiri serta telah mampu mandiri
merawat bayinya. Fase adaptasi psikologi Ny”C” saat ini yaitu

43
fase letting go. Hubungan Ny”C” dengan suami, mertua, dan
anggota keluarga lainnya baik.
j Rencana
Ny”C” berencana untuk menyusui secara eksklusif karena anak
pertamanya juga ASI eksklusif. Berencana untuk mengasuh
bayi sendiri, serta berencana untuk menggunakan kontrasepsi
jenis suntik 3 bulan. Ibu berencvana untuk memulai kontrasepsi
42 hari setelah melahirkan.
k Pengetahuan
Ibu telah mengetahui tentang tanda bahaya masa nifas, cara
memeriksa kontraksi dan masase fundus uteri, cara dan posisi
menyusui yang benar, ASI eksklusif, cara merawat luka jahitan
perineum serta telah mengetahui tentang senam nifas dan
senam kegel.

B. DATA OBJEKTIF
Pengumpulan data objektif dilakukan melalui pemeriksaan fisik
pada tanggal 28 Oktober 2020, pukul 16.05 WITA di Bumi Sehat Berikut
adalah hasil pemeriksaan fisik pada Ny”C.
1. Pemeriksaan Umum
KU : Baik, Kesadaran composmentis, TD :120/90 mmHg, HR : 82
x/menit, RR : 22 x/menit, Suhu 36,8OC.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Wajah
Wajah normal, konjungtiva merah muda, sclera putih, dan bibir
merah muda.
b. Leher
Tidak ada pembesaran pada kelenjar limfe dan kelenjar tiroid, dan
tidak ada pelebaran pada vena jugularis.

44
c. Payudara
Bentuk payudara simetris, puting menonjol, tidak ada lecet pada
puting susu, ada pengeluaran berupa ASI, kebersihan baik, dan
tidak ada bengkak pada payudara.
d. Dada
Bentuk dada simetris, dan tidak retraksi.
e. Perut
Pada perut tidak ada bekas luka operasi dan kandung kemih tidak
penuh. TFU 2 jari di atas simpisis, kontraksi uterus baik, dan tidak
ada nyeri tekan pada perut bagian bawah.
f. Ekstremitas
Pada Ekstremitas tidak ada oedema, tidak ada varises, dan tidak
ada Tanda Homan.
3. Pemeriksaan Khusus
a. Penilaian Bonding Score
1) Melihat :4
2) Meraba :4
3) Menyapa :4
b. Inspeksi Genetalia dan Anus
Kebersihan baik, ada pengeluaran berupa lochea sanguinolenta,
tidak ada hematoma, luka jahitan perineum sudah kering, tidak
ada perdarahan aktif, dan tidak ada tanda-tanda infeksi. Anus
normal tidak ada haemoroid.
C. ANALISIS
1. Diagnosa : Ny”C” Umur 29 Tahun P2A0 7 hari postpartum
2. Masalah : Tidak ada
D. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanan yang diberikan pada Ny”C” dilakukan pada tanggal 28
Februari 2021, pukul 08.30 WITA di Bumi Sehat . Berikut adalah
penatalaksanaan yang diberikan untuk Ny”C.

45
1. Menginformasikan hasil pemeriksaan kepada ibu dan suami, Ibu dan
suami telah mengetahui hasil pemeriksaan.
2. Melakukan KIE tentang masa nifas, dan menganjurkan ibu untuk
membaca buku KIA hal. 13-18, ibu paham dan bersedia melakukannya.
3. Melakukan KIE tentang perawatan bayi sehari-hari dan menganjurkan
ibu untuk membaca buku KIA hal 33-35 tentang bayi baru
lahir/neonatus 0-28 hari, ibu paham dan bersedia melakukannya.
4. Melakukan KIE tentang jadwal imunisasi BCG dan Polio untuk bayi ibu
“C”, ibu dan suami paham tentang penjelasan yang diberikan.
5. Mengingatkan ibu untuk melakukan senam kegel, ibu bersedia
melakukannya.
6. Mengingatkan ibu untuk melakukan senam nifas, ibu bersedia
melakukannya.
7. Mengingatkan ibu dan suami untuk melakukan pijat oksitosin, ibu dan
suami bersedia melakukannya.
8. Menganjurkan ibu untuk selalu menyusui secara on demand dengan
kedua payudara secara bergantian, ibu bersedia melakukannya.
9. Melakukan pendokumentasian dengan metode dokumentasi SOAP,
pendokumentasian telah dilakukan.

46
BAB IV PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan yang telah dilakukan


pada Ny”C”, penulis menemukan kesesuaian antara teori dan kasus yang
dibuat. Kesesuaian pertama yang didapat yaitu terkait dengan periode
masa nifas. Menurut Sari Pertiwi (2020), masa nifas terbagi menjadi tiga
periode yaitu Puerperium dini (immediate postpartum), Puerperium
intermedial (early post partum), &
Remote Puerperium (late postpartum). Saat diberikan asuhan, Ny”C”
terhitung post partum pada hari ke-7, sehingga Ny”C” termasuk dalam
periode Remote Puerperium (late postpartum), karena secara teori periode
tersebut dimulai dari hari ke-8 sampai 5 minggu setelahnya dan fase ini
merupakan waktu yang diperlukan ibu nifas untuk pulih dan sehat
sempurna, terutama bila ibu mempunyai komplikasi saat hamil maupun
bersalin.
Kesesuaian yang kedua yaitu terkait dengan tahapan adaptasi masa
nifas. Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Sari Pertiwi (2020) salah
satu tahapan adaptasi ibu nifas adalah fase letting go. Letting Go
merupakan salah satu tahapan masa nifas yang terjadi mulai dari hari ke4
hingga hari ke-10 hari masa nifas. Pada tahap ini ibu beradaptasi dengan
kebutuhan bayi yang menyebabkan kurangnya hak ibu dalam kebebasan
dan hubungan sosial. Ny”C” dikategorikan berada pada fase letting go
karena dilihat dari hasil anamnesa Ny”C” sudah bisa menerima bayinya
sehingga ia merasa senang/bahagia, apalagi kondisi ibu telah membaik,
ASI nya lancar, dan bayinya juga dalam kondisi sehat sehingga
Ny”C” berfokus pada bayinya.
Kesesuaian selanjutnya yaitu terkait dengan hasil pemeriksaan
Inspeksi Genetalia. Hasil pemeriksaan yang ditekankan penulis adalah
jenis lochea yang ditemukan saat melakukan inspeksi. Penulis menemukan

47
adanya pengeluaran berupa lochea serosa. Hal ini telah seuai dengan teori
yang dikemukakan oleh Wulandari & Handayani, (2011) yang membahas
bahwa lochea serosa adalah pengeluaran sekret berwarna merah muda
sampai kecoklatan yang terjadi pada hari ke delapan hingga 14 hari pasca
melahirkan. Lochea jenis ini berwarna pink sampai kekuningan yang
mengandung cairan serosa, jaringan desidua, leukosit dan eritrosit.
Berdasarkan kesesuaian antara teori dan kasus yang penulis
uraikan tadi, ditambah dengan hasil anamnesa serta pemeriksaan fisik
yang semunya masih dalam batas normal serta tidak ada masalah, penulis
telah merumuskan diagnosa yang tepat untuk kondisi Ny”C” saat ini yaitu:
Ny”C” Umur 29 Tahun P2A0 7 Hari Post Partum. Penatalaksanaan yang
penulis lakukan yaitu melakukan KIE tentang masa nifas, dan
menganjurkan ibu untuk membaca buku KIA yang membahas tentang bayi
baru lahir/neonatus 0-28 hari. Hal tersebut dilakukan untuk menambah
wawasan ibu tentang masa nifas dan bayi dengan harapan ibu dapat
mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu peulis
juga melakukan KIE tentang jadwal imunisasi BCG dan Polio untuk bayi ibu
“C” agar ibu dan suami mampu merencanakan dan mempersiapkan proses
imunisasi bayinya, mulai dari mencaritahu jadwal imunisasi di PMB “AP”,
mempersiapkan dana dan lain sebagainya.
Selanjutnya penulis mengingatkan ibu untuk melakukan senam
kegel dan senam nifas. Senam kegel dapat membantu pemulihan kondisi
jalan lahir ibu akibat laserasi. Senam nifas menjadi salah satu kegiatan
yang baik dilaksanakan oleh ibu “C” karena menurut Sukma, dkk (2017)
salah satu tujuan dari senam nifas adalah untuk melancarkan peredaran
darah. Selain itu menurut Asih dan Risneni (2016), salah satu manfaat
senam nifas yaitu membantu menormalkan sendi-sendi yang menjadi
longgar akibat dari proses kehamilan hingga persalinan dan bermanfaat
untuk menambah kemampuan ibu dalam menghadapi stress serta merasa
lebih rileks sehingga mengurangi depresi pasca persalnan.

48
Penulis mengingatkan ibu dan suami untuk melakukan pijat
oksitosin, pijat oksitosin bertujuan untuk memperlancar produksi ASI ibu.
Tak hanya itu, penulis juga menganjurkan ibu untuk selalu menyusui secara
on demand pada kedua payudara secara bergantian, karena sesuai
dengan teori yang dikemukakan oleh Reni (2012), hisapan bayi akan
merangsang puting susu dan payudara, karena ujung-ujung saraf sensoris
yang berfungsi sebagai reseptor mekanik. Rangsangan ini dilanjutkan ke
hipotalamus melalui medulla spinalis. Hipotalamus akan merangsang
pengeluaran faktor pemacu sekresi hormon prolaktin yang berperan
penting dalam produksi ASI. Hal tersebut diperkuat oleh teori yang
dikemukakan oleh Yusari (2016), yang menyatakan bahwa rangsangan
puting susu tidak hanya diteruskan sampai ke kelenjar hipofisis depan,
tetapi juga kelenjar hipofisis bagian belakang, yang mengeluarkan hormon
oksitosin. Hormon ini berfungsi memacu kontraksi otot polos yang ada di
dinding alveolus dan dinding saluran, sehingga ASI dipompa keluar. Makin
sering menyusui, pengosongan alveolus dan saluran makin baik sehingga
kemungkinan terjadinya bendungan susu makin kecil, dan menyusui akan
makin lancar. Selain mampu memperlancar prosuksi ASI ibu, menyusui
secara on demand juga dapat membantu ibu untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi bayi, serta mempererat jalinan kasih sayang antara ibu dan bayi.

49
BAB V PENUTUP

A. Simpulan
Masa nifas adalah fase setelah melahirkan dengan rentang waktu
42 hari. Masa nifas dimulai sejak kelahiran plasenta. Masa nifas disebut
juga masa pemulihan karena pada masa ini organ tubuh ibu yang
mengalami perubahan secara fisiologis dari sebelum hamil sampai
melahirkan kembali ke keadaan sebelum hamil. Berdasarkan data yang
didapat dari tinjauan pustaka, tinjauan kasus dan pembahasan kasus,
dapat disimpulkan bahwa kondisi Ny”C” termasuk kondisi nifas
fisiologis, karena penulis tidak menemukan adanya kesenjangan
antara teori-teori yang ada dengan hasil anamnesis dan pemeriksaan
fisik yang dilakukan pada Ny”C”.

Penatalaksanaan yang dilakukan oleh penulis telah disesuaikan


dengan kondisi dan kebutuhan ibu, sehingga asuhan yang diberikan
pada Ny”C” dapat dikategorikan sebagai asuhan kebidaan pada ibu
nifas yang telah sesuai dengan standar pelayanan kebidanan.

B. Saran
1. Institusi pendidikan
Dengan disusunnya laporan ini, penulis berharap institusi
pendidikan khususnya yang bergerak di bidang kesehatan, dapat
menjadikan laporan ini sebagai tolok ukur dalam menilai
pemahaman dan keterampilan mahasiswa dalam memberikan
asuhan kebidanan nifas. Sehingga dengan berbagai evaluasi yang
didapat, mahasiwa mampu memahami kesalahan yang dilakukan,
kemudian memperbaiki kesalahan tersebut dan menyempurnakan
asuhan yang diberikan. Dengan itu penulis berharap institusi
pendidikan di bidang kesehatan ini mampu mencipkatan lulusan

50
tenaga kesehatan yang berkualitas dengan ilmu dan keterampilan
yang unggul di dunia kerja.
2. Petugas kesehatan
Petugas kesehatan diharapkan selalu menjaga mutu pelayanan
kesehatan, khususnya di bidang kebidanan, dalam memberikan
asuhan nifas. Asuhan yang diberikan harus sesuai standar atau lebih
dikenal dengan istilah evidence based, selain itu petugas kesehatan
terutama bidan diharapkan mampu mendeteksi tanda bahaya dan
komplikasi pada ibu nifas secara dini, sehingga tanda bahaya atau
komplikasi tersebut dapat ditangani sesegera mungkin dan
membantu mengurangi morbiditas dan mortalitas pada ibu dan bayi.
3. Ibu Nifas (pasien)
Penulis berharap dalam proses pemberian asuhan kebidanan
nifas selama penyusunan laporan ini, ibu nifas (pasien) mampu
menambah wawasan, serta menambah pengalamannya terkait
dengan tata cara melakukan perawatan diri selama masa nifas serta
mampu mengaplikasikan pemahamannya itu secara mandiri di
rumah, sehingga kondisi ibu cepat pulih pasca melahirkan.
4. Keluarga / Pendamping Pasien
Melalui pemberian asuhan kebidanan nifas ini, penulis berharap
anggota keluarga ibu nifas (keluarga pasien) mampu memahami
pentingnya peran pendamping selama masa nifas, khususnya dalam
memberikan dukungan pada ibu nifas. Dukungan tersebut akan
membantu ibu nifas untuk merasa lebih percaya diri dalam menjalani
masa pemulihan serta dalam menjalankan tugasnya sebagai
seorang ibu. Dengan begitu, kondisi psikologis ibu nifas akan lebih
stabil, sehingga dapat meminimalisir terjadinya masalahmasalah
tertentu terkait dengan gangguan psikologis pada masa nifas.

51
DAFTAR PUSTAKA

Asih, Yusari dan Risneni, Hj. 2016. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas dan
Menyusui. Jakarta: CV. Trans Info Media.
Citra Hadi,K, Intan, S, Isna, H.(2014). Analisis Pengetahuan dan
Tindakan Senam Kegel terhadap Penyembuhan Luka Perineum
Pada Ibu Nifas. Pharmacy. 11 (01). Hal. 26-39
Handayani, Sri dkk. 2019. Hubungan Antara Pengetahuan Ibu Tentang
Manajemen Laktasi dengan Keberhasilan Pemberian ASI Ekslusif.
Jurnal Ilmiah Forilkesuit. I (2), Hal 66.
Heryani, Reni. 2012. Asuhan Kebidanan Ibu Nifas dan Menyusui. Jakarta:
CV. Trans Info Media.
Indriati, Tunjung, S, Ika, F. (2014). Pengaruh Senam Nifas terhadap
Kecepatan Involusi Uteri Ibu Post Partum. Kosala. 2 (1). Hal. 39-44
Maryunani, Anik. 2015. Asuhan Ibu Nifas dan Asuhan Ibu Menyusui. Jawa
Barat. In Media
Nugroho T, Nurzeki, Desi,Wilis. 2014. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas.
Yogyakarta: Nuha Medika
Prawirohardjo, Sarwono. 2014. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT.Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo
Sari Pertiwi, L.P. 2020. Asuhan Kebidanan Pada Ibu “NT” Umur 34 Tahun
Primi Sekunder Dari Kehamilan Trimester III Sampai 42 Hari Masa
NIfas.Laporan Tugas Akhir Poltekkes Denpasar Jurusan Kebidanan
Sukma, dkk. 2017. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta :
Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta
Sulistyawati, Ari. 2015. Buku Ajar Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas.
Yogyakarta: ANDI PUBLISHING
Suryanti dan Ambarwati, Dewi. 2015. Manfaat Stimulus Vertebra Cervikalis
Ke 5-6 dan Stimulus Otot RectusAbdominis Terhadap Perubahan TFU
Ibu Post Partum Pervaginam. Jurnal Kesehatan Akademi Kebidanan
Graha Mandiri Cilacap. 20
Wahyuningsih, H.P. 2018. Bahan Ajar Kebidanan Asuhan KebidananNIfas
dan Menyusui. Kementerian Kesehatan RI
Widayanti, Wiwin. 2014. Tinjauan Pustaka Nifas. Universitas Diponegoro.
diakses pada 4 September 2019. Tersedia: https://eprints.undip.ac.id
Widya Wati, N.W. dan Putri Ratnasari. 2016. Gambaran Tingkat
Pengetahuan Ibu Post Partum Primipara Tentang Perubahan
Fisiologis pada Masa Nifas di BPM Hj. Syariah Noor Hasanah, S.ST
Loktabat Utara Banjarbaru Tahun 2016. Jurnal Kesehatan STIKES
Husada Borneo. VII (2), 23.
Wulandari & Handayani. 2011. Asuhan Kebidanan Ibu Masa Nifas.
Yogyakarta: Gosyen Publishing
Zakiyyah, Muthmainnah, dkk. 2018. Pendidikan Kesehatan dan Pelatihan
Senam Nifas. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat.2(1). Hal.11-16

Anda mungkin juga menyukai