Anda di halaman 1dari 22

ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN

“DETEKSI KEGAWATDARURATAN MATERNAL MASA NIFAS”

DOSEN PENGAMPU:
WAHYUNI, S.ST, M.Biomed

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 2
DELPI GUSMAN (1815301345)
DINA RAMANDAWATI (1815301346)
DWI PUTRIANINGSIH (1815301347)
ELFIRA ARIANI (1815301348)
ELPIDA WELLA (1815301349)

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN


UNIVERSITAS FORT DE KOCK
BUKITTINGGI
2019

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan kesempatan dan kesehatan kepada kami sehingga kami bisa
menyelesaikan tugas makalah ini. Dan tidak lupa pula kami panjatkan syukur
kami kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kami dari alam
kebodohan menjadi alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan seperti sekarang
ini. Tak lupa pula kami ucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing kami, Ibu
Wahyuni,S.ST, M.Biomed yang telah memberikan ilmu dalam mata kuliah ini.
Makalah ini berisikan tentang deteksi kegawatdaruratan maternal masa
nifas. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami
harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga
Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.

Bukittinggi,14 November 2019

Penulis,

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1


A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.............................................................................. 2
C. Tujuan Penulisan ............................................................................... 2

BAB II TINJAUAN TEORI .......................................................................... 3


A. Konsep Masa Nifas............................................................................. 3
B. Konsep dan Prinsip Deteksi Kegawatdaruratan Maternal Masa
Nifas ..................................................................................................... 4

BAB III PENUTUP ........................................................................................ 18


A. Kesimpulan ........................................................................................ 18
B. Saran ................................................................................................... 18

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masa nifas (puerperium) adalah masa pemulihan kembali, mulai dari
persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra hamil. Lama
masa nifas yaitu 6-8 minggu. Masa nifas (puerperium) dimulai setelah
kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti
keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu
(Sukma, 2017).
Masa nifas merupakan masa yang rawan bagi ibu. Sekitar 60% kematian
ibu setelah melahirkan dan hampir 50% dari kematian pada masa nifas terjadi
pada 24 jam pertama setelah melahirkan diantaranya disebabkan adanya
komplikasi masa nifas (Purwoastuti, 2015).
Pada tahun 2015, diperkirakan 303.000 wanita di seluruh dunia
meninggal selama kehamilan, persalinan, dan nifas. Angka kematian ibu di
negara-negara Asia Tenggara yaitu Indonesia 126 per 100.000 kelahiran hidup,
Vietnam 54 per 100.000 kelahiran hidup, Thailand 20 per 100.000 kelahiran
hidup, Brunei Darussalam 23 per 100.000 kelahiran hidup, Malaysia 40 per
100.000 kelahiran hidup, Singapura 10 per 100.000 kelahiran hidup (WHO,
2018).
Berdasarkan data dari WHO, AKI di Indonesia masih tinggi
dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya. Di Indonesia 75% penyebab
kematian ibu disebabkan oleh perdarahan (sebagan besar perdarahan pasca
bersalin), infeksi yang terjadi pasca bersalin, tekanan darah tinggi saat
kehamilan (preeklampsia, eklampsia), partus lama/macet, dan aborsi yang tidak
aman (Achadi, 2019).
Oleh karena itu kemauan dan keterampilan tenaga medis yang menangani
ibu mutlak sangat dibutuhkan, tetapi tidak semua tenaga medis memiliki
kemampuan dan keterampilan standart, dalam melakukan kegawatdaruratan
maternal masa nifas yang dapat dihandalkan, walaupun mereka itu memiliki
latar belakang pendidikan sebagai profesional ahli.

1
Berdasarkan masalah pada latar belakang diatas kejadian
kegawatdaruratan ibu pada masa nifas sangat erat kaitanya dengan penyebab
kematian dan kesakitan ibu. Oleh karena itu penulis tertarik untuk membahas
mengenai deteksi kegawatdaruratan maternal masa nifas untuk mewujudkan
asuhan nifas yang sesuai sehingga komplikasi pada masa nifas tidak terjadi.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu nifas?
2. Apa itu deteksi kegawatdaruratan maternal masa nifas?
3. Apa saja klasifikasi kegawatdaruratan maternal pada masa nifas?
4. Bagaimana cara melakukan deteksi kegawatdaruratan pada maternal masa
nifas?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui konsep nifas.
2. Untuk mengetahui tentang deteksi kegawatdaruratan maternal masa nifas.
3. Untuk mengetahui klasifikasi deteksi kegawatdaruratan maternal masa
nifas.
4. Untuk mengetahui langkah-langkah dalam melakukan deteksi
kegawatdaruratan maternal masa nifas.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Masa Nifas
Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali, mulai dari
persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra-hamil. Lama
masa nifas ini yaitu 6-8 minggu. Masa nifas ini dimulai sejak 1 jam setelah
lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu (Rahmawati,
2011).
Nifas dibagi dalam 3 periode :
1. Puerperium dini yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan
berjalan-jalan.
2. Puerperium intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang
lamanya 6-8 minggu.
3. Remote puerperium yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat
sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai
komplikasi (Rahmawati, 2011).
Tujuan asuhan masa nifas yakni:
1. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan psikologis bagi ibu dan bayi.
2. Pencegahan, diagnose dini, dan pengobatan komplikasi pada ibu.
3. Merujuk ibu ke asuhan tenaga ahli bilamana perlu.
4. Mendukung dan memperkuat keyakinan ibu, serta memungkinkan ibu untuk
mampu melaksanakan perannya dalam situasi keluarga dan budaya khusus.
5. Imunisasi ibu terhadap tetanus.
6. Mendorong pelaksanaan metode yang sehat tentang pemberian makan
anak, serta peningkatan pengembangan hubungan yang baik antara ibu dan
anak (Sulistyawati, 2009).
Kebijakan Program Nasional masa nifas dilakukan minimal 4 kali untuk
menilai status ibu dan bayi baru lahir dan untuk mencegah, mendeteksi dan
menangani masalah yang terjadi.
a. 6-8 jam setelah persalinan : mencegah perdarahan nifas, mendeteksi dan
merawat penyebab perdarahan, rujuk bila perdarahan berlanjut, pemberian

3
ASI awal 1 jam setelah IMD berhasil dilakukan, melakukan hubungan
antara ibu dan bayi, dan menjaga bayi tetap sehat dengan mencegah
hipotermia.
b. 6 hari setelah persalinan : memastikan involusi uteri berjalan normal dan
berkontraksi, tidak ada erdarahan abnormal, menilai adanya tanda demam,
infeksi, memastikan ibu mendapatkan nutrisi dan cairan yang cukup,
memastikan ibu menyusui dengan baik, dan member konseling mengenai
asuhan pada bayi.
c. 2 minggu setelah persalinan : memastikan involusi uteri berjalan normal dan
berkontraksi, tidak ada erdarahan abnormal, menilai adanya tanda demam,
infeksi, memastikan ibu mendapatkan nutrisi dan cairan yang cukup,
memastikan ibu menyusui dengan baik, dan member konseling mengenai
asuhan pada bayi.
6 minggu setelah persalinan : menanyakan tentang keluhan ibu yang
dialami, dan memberikan konseling untuk menggunakan KB secara dini
(Sukma, 2017)

B. Konsep dan Prinsip Kegawatdaruratan Maternal Masa Nifas


Kegawatdaruratan maternal adalah kejadian gawat darurat yang terjadi
selama kehamilan, persalinan, dan nifas. Kegawatdaruratan maternal mayoritas
disebabkan oleh karena perdarahan yang mengancam nyawa selama kehamilan
meliputi perdarahan yang terjadi pada minggu awal kehamilan (abortus, mola
hidatidosa, kista vasikuler, kehamilan ekstrauteri/ektopik) dan perdarahan pada
minggu akhir kehamilan serta mendekati cukup bulan (plasenta previa, solusio
plasenta, rupture uteri, perdarahan persalinan pervaginam setelah seksio
caesaria, retensio plasenta/plasenta inkomplet), perdarahan pasca persalinan,
hematoma, dan koagulopati obstetric (Masruroh, 2016).
1. Perdarahan Pervaginam
Perdarahan post partum adalah perdarahan lebih dari 500 ml (pada
persalinan pervaginam) atau lebih dari 1000 ml (pada persalinan caesar)
setelah bayi lahir (Norma, 2013).

4
Hemorragic postpartum primer mencakup semua kejadian perdarahan
dalam 24 jam setelah kelahiran. Penyebab hemorragic postpartum primer:
a. Uterus atonik (terjadi krena misalnya: plasenta atau selaput ketuban
tertahan).
b. Trauma genetalia (meliputi penyebab spontan dan trauma akibat
pelaksanaan atau gangguan, misalnya kelahiran yang menggunakan
peralatan termasuk section caesaria, episiotomi).
c. Koagulasi intravascular disetaminata.
d. Inversi uterus (Purwoastuti, 2015).
Hemorragic postpartum sekunder mencakup semua kejadian PPH yang
terjadi antara 24 jam setelah kelahiran bayi dan 6 minggu masa postpartum.
Penyebab hemorragic postpartum sekunder:
a. Fragmen plasenta atau selaput ketuban tertahan.
b. Pelepasan jaringan mati setelah persalinan macet (dapat terjadi di serviks,
vagina kandung kemih, dan rectum).
c. Terbukanya luka pada uterus (setelah sectio caesaria, rupture uterus)
(Purwoastuti, 2015).
Tabel 2.1
Tanda dan Gejala PPH Sekunder
Tanda dan Gejala Diagnosa Kerja Penyulit
 Uterus tidak Atonia Uteri  Syok
berkontraksi dan  Bekuan darah pada
lembek servik/posisi
 Perdarahan segera telentang akan
setelah anak lahir menghambat aliran
darah keluar
 Darah segar mengalir Luka/Robekan jalan  Pucat
segera setelah bayi lahir  Lemah
lahir.  menggigil
 Uterus berkontraksi
dan keras
 Plasenta lengkap
 Plasenta/sebagian Retensi Plasenta  Uterus
selaput tidak lengkap berkontraksi tetapi
 Sub-involusi uterus tinggi fundus tidak
 Perdarahan berkurang.

5
 Uterus berkontraksi Gangguan pembekuan  Pucat
dan lembek. darah  Anemia
 Plasenta lahir lengkap  Demam
 Perdarahan
 Riwayat perdarahan
lama
Sumber : (Setyarini, 2016).
Penanganan yang dilakukan yakni:
a) Segera tentukan ada shock/tidak.
b) Lakukan perkiraan/restimasi volume perdarahan. Bila shock segera
berikan cairan.
c) Amati respons terhadap pemberian cairan dan berikan O2, pantau KU,
vital sign.
d) Bila tidak ada shock, segera mencari penyebab pendarahan.
e) Pastikan kandung kemih kosong, cek apakah plasenta sudah lepas atau
tidak, dan periksa robekan jalan lahir.
f) Tatalaksana sesuai dengan penyebab seperti yang akan dijabarkan pada
bagian selanjutnya (Norma, 2013).

2. Infeksi Masa Nifas


Infeksi pada dan melalui traktus genitalis setelah persalinan disebut
infeksi nifas. Suhu 38˚C atau lebih yang terjadi antara hari ke 2-10
postpartum dan diukur peroral sedikitnya 4 kali sehari disebut morbiditas
puerperalis. Kenaikan suhu tubuh yang terjadi di dalam masa nifas,
dianggap sebagai infeksi nifas jika tidak diketemukan sebab-sebab
ekstragenital (Sukma, 2017).
Bermacam-macam jalan kuman masuk ke dalam alat kandungan,
seperti eksogen (kuman datang dari luar), autogen (kuman masuk dari
tempat lain dalm tubuh), dan endogen (dari jalan lahir sendiri). Penyebab
yang terbanyak dari 50% adalah streptococcus anaerob yang sebenarnya
tidak patogen sebagai penghuni jalan lahir (Lisnawati, 2013). Kuman yang
sering menyebabkan infeksi yakni :

6
 Streptococcus haemoliticus aerobic: masuk secara eksogen dan
menyebabkan infeksi berat yang ditularkan dari penderita lain, alat-alat
yang tidak bebas dari hama, tangan penolong dan sebagainya.
 Staphylococcus aureus: masuk secara eksogen, infeksi sedang, banyak
ditemukan sebagai penyebab infeksi di Rumah Sakit.
 Escherichia coli: sering berasal dari kandung kemih dan rectum,
menyebabkan infeksi terbatas.
 Clostridium welchii: kuman anaerob yang sangat berbahaya, sering
ditemukan pada abortus kriminalis dan partus yang ditolong dukun dari
luar Rumah Sakit (Purwoastuti, 2015).
Cara terjadinya infeksi yakni:
 Tangan pemeriksa/penolong yang tertutup sarung tangan pada
pemeriksaan dalam atau operasi membawa bakteri yang sudah ada dalam
vagina ke dalam uterus.
 Droplet infection. Sarung tangan atau alat-alat terkena kontaminasi
bakteri yang berasal dari hidung atau tenggorokan dokter/petugas
kesehatan lainnya.
 Dalam rumah sakit terlalu banyak kuman-kuman patogen, berasal dari
penderita-penderita dengan berbagai jenis infeksi.
 Koitus pada akhir kehamilan tidak merupakan sebab infeksi, kecuali
apabila mengakibatkan pecah ketuban.
 Infeksi intrapartum, sering dijumpai pada kasus lama, partus terlantar,
ketuban pecah lama, terlalu sering periksa dalam (Sukma, 2017).
Faktor predisposisi dari infeksi nifas yakni
 Partus lama, partus terlantar, dan ketuban pecah lama.
 Tindakan obstetri operatif baik pervaginam maupun perabdominal.
 Tertinggalnya sisa-sisa uri, selaput ketuban, dan bekuan darah dalam
rongga rahim.
 Keadaan-keadaan yang menurunkan daya tahan seperti perdarahan,
kelelahan, malnutrisi, pre-eklamsi, eklamsi dan penyakit ibu lainnya
(penyakit jantung, tuberkulosis paru, pneumonia, dll) (Purwoastuti,
2015).

7
Klasifikasi dari infeksi nifas yakni:
 Infeksi terbatas lokalisasinya pada perineum, vulva, serviks dan
endometrium.
 Infeksi yang menyebar ke tempat lain melalui : pembuluh darah vena,
pembuluh limfe dan endometrium (Sukma, 2017).
a. Vulvitis
Vulvitis adalah robekan perineum yang terkena infeksi (Purwoastuti,
2015), atau pada infeksi bekas sayatan episiotomi atau luka perineum
jaringan sekitarnya membengkak, tepi luka menjadi merah dan bengkak ;
jahitan ini mudah terlepas dan luka yang terbuka menjadi ulkus dan
mangeluarkan pus (Setyarini, 2016).
b. Vaginitis
Infeksi vagina dapat terjadi secara langsung pada luka vagina atau
melalui perineum. Permukaan mukosa membengkak dan kemerahan,
terjadi ulkus, dan getah mengandung nanah yang keluar dari daerah
ulkus. Penyebaran dapat terjadi, tetapi pada umumnya infeksi tinggal
terbatas (Setyarini, 2016).
c. Servisitis
Infeksi sering juga terjadi, akan tetapi biasanya tidak menimbulkan
banyak gejala. Luka serviks yang dalam dan meluas dan langsung
kedasar ligamentum latum dapat menyebabkan infeksi yang menjalar ke
parametrium (Setyarini, 2016).
Tanda dan gejala pada vulva, vagina, dan serviks yakni:
 Rasa nyeri dan panas pada tempat infeksi..
 Terkadang perih bila kencing.
 Nadi dibawah 100x permenit.
 Getah radang dapat keluar.
 Suhu sekitar 380C
 Bila luka infeksi tertutup jahitan dan getah radang tidak keluar, demam
naik sampai 39-400C disertai menggigil.
 Penanganan kasus yakni pemberian antibiotic, roborantia, pemantauan
vital sign, serta in take out pasien (Purwoastuti, 2015).

8
d. Endometritis
Endometritis adalah infeks yang terjadi di endometrium. Jenis
infeksi yang paling sering ialah endometritis. Kumankuman memasuki
endometrium, biasanya pada luka bekas Insersio plasenta, dan dalam
waktu singkat mengikutsertakan seluruh endometrium (Setyarini, 2016).
Tanda dan gejalanya yakni:
1) Uterus membesar
2) Nyeri pada saat perabaan uterus.
3) Uterus lembek.
4) Suhu meningkat.
5) Nadi menurun (Purwoastuti, 2015).
e. Septicemia dan pyemia
Septikemia adalah ada dan berkembangbiaknya bakteri di dalam
aliran darah (Setyarini, 2016). Gejala yang muncul yakni:
 Permulaan penderita sudah sakit dan lemah.
 Sampai hari ke-3 postpartum, suhu meningkat dengan cepat dan
menggigil.
 Selanjutnya suhu berkisar antara 39-400C, KU memburuk, nadi
menjadi cepat (140-`160 kali/menit) (Purwoastuti, 2015).
Pyemia adalah terdapat trombophlebitis dahulu pada vena-vena di
uterus dan sinus-sinus pada bekas implantasi plasenta. Gejala yang
dimunculkan yakni:
 Perut nyeri
 Suhu berulang-ulang meningkat dengan cepat disertai menggigil.
 Lambat laun timbul gejala abses pada paru-paru, jantung, pneumonia,
dan pleuritis (Purwoastuti, 2015)
f. Parametritis
Parametritis adalah infeksi pada parametrium, jaringan yang
memanjang sampai kesisi servik dan kepertengahan lapisan- lapisan
ligamen besar (Setyarini, 2016). Tanda dan gejala yakni:
 Suhu badan meningkat 38-400C dan menggigil.
 Nyeri perut bagian bawah dan terasa kaku.

9
 Denyut nadi meningkat.
 Terjadi lebih dari hari ke-7 postpartum.
 Lochea yang purulen dan berbau (Purwoastuti, 2015).
g. Peritonitis
Peritonitas menyeluruh adalah peradangan pada semua bagian
peritonium, ini berarti baik peritoneum parietal, yaitu membran yang
melapisi dinding abdomen,maupaun peritoneum viseral,yang terletak di
atas vasera atau organ-organ internal meradang (Setyarini, 2016).
Peritonitis dapat berasal dari penyebaran melalui pembuluh limfe
uterus, parametritis yang meluas ke peritoneum, salpingo-ooforitis
meluas ke peritoneum atau langsung sewaktu tindakan perabdominal
(Sukma, 2017). Gambaran klinis dan diagnosis :
 Pelvioperitonitis : demam, nyeri perut bagian bawah, nyeri pada
pemeriksan dalam, kavum douglasi menonjol karena adanya abses
(kadang-kadang). Bila hal ini dijumpai maka nanah harus dikeluarkan
dengan kolpotomi posterior, supaya nanah tidak keluar menembus
rektum.
 Poeritonitis umum adalah berbahaya bila disebabkan oleh kuman yang
patogen. Perut kembung, meteorismus dan dapat terjadi paralitik ileus.
Suhu badan tinggi, nadi cepat dan kecil, perut nyeri tekan, pucat,
muka cekung, kulit dingin, mata cekung yang disebut muka hipokrates
(Sukma, 2017).
Penanganan umum
 Antisipasi setiap kondisi (faktor predisposisi dan masalah dalam proses
persalinan) yang dapat berlanjut menjadi penyulit/komplikasi dalam
masa nifas.
 Berikan pengobatan yang rasional dan efektif bagi ibu yang mengalami
infeksi nifas.
 Lanjutkan pengamatan dan pengobatan terhadap masalah atau infeksi
yang dikenali pada saat kehamilan ataupun persalinan.
 Jangan pulangkan penderita apabila masa kritis belum terlampaui.

10
 Beri catatan atau instruksi tertulis untuk asuhan mandiri di rumah dan
gejala-gejala yang harus diwaspadai dan harus mendapat pertolongan
dengan segera.
 Lakukan tindakan dan perawatan yang sesuai bagi bayi baru lahir, dari
ibu yang mengalami infeksi pada saat persalinan.
 Berikan hidrasi oral/IV secukupnya (Sukma, 2017).

3. Infeksi Saluran Kemih


Infeksi saluran kemih adalah infeksi bakteri yang terjadi pada saluran
kemih. Faktor risikonya yakni, trauma kandung kemih waktu persalinan,
kontaminasi kuman dari perineum, katerisasi yang sering dilakukan, dan
teknik katerisasi yang kurang benar, nutris yang buruk, persalinan lama,
episiotomy, dan hygiene perineum yang buruk. Tanda yang dapat dijumpai
yakni, nyeri atau rasa terbakar saat berkemih, demam, menggigil, mual dan
muntah, urin bercampur darah jika sudah parah, dan urin tampak pekat dan
keruh karena ada sel darah putih atau bakteri.pengobatan yang dilakukan
yakni (Purwoastuti, 2015).
 Infeksi saluran kemih awal dapat diobati dengan ampisilin (250 mg 4 kali
sehari)/nitrofurantion (100 mg per oral 4 kali sehari). Gantilah dengan
obat yang sesuai dengan hasil pemeriksaan laboratorium tetapi obati
selama 2 minggu.
 Untuk mengatasi keluhan urgensi dan urinaria frequency, berikan
piridium 100 mg empat kali sehari. Keluarkan cairan secara paksa dan
asamkan urin (vitamin C). berikan obat analgetik pencahar dan
antipiretik jika diperlukan.
 Pengobatan antibiotic yang terpilih meliputi golongan nitrofurantoin,
sulfonamide, trimetropim, sulfametoksazol, atau sefalosprin
(Purwoastuti, 2015).

11
4. Metritis
Metritis ialah infeksi pada uterus setelah persalinan. Keterlambatan
terapi akan menyebabkan abses, peritonitis, syok, trombosis vena, emboli
paru, infeksi panggul kronik, sumbatan tuba, infertilitas. Faktor predisposisi
dari metritis yakni, kurangnya tindakan aseptik saat melakukan tindakan,
kurangnya higien pasien, dan kurangnya nutrisi. Tanda dan gejala yang
dialami yakni, demam >380C dapat disertai menggigil, nyeri perut bawah,
lokia berbau dan purulen, nyeri tekan uterus, subinvolusi uterus dan dapat
disertai perdarahan pervaginam dan syok (Kemenkes RI, 2013).
Penanganan yang dilakukan adalah:
 Berikan transfusi bila dibutuhkan/terjadi perdarahan.
 Berikan antibiotika broadspektrum dalam dosis yang tinggi.
 Pertimbangkan pemberian antitetanus profilaksis.
 Bila dicurigai sisa plasenta lakukan pengeluaran(digital/dengan kuret).
 Bila ada pus lakukan drainase(kalau perlu kolpotomi), ibu dalam posisi
fowler.
 Bila tak ada perbaikan dengan pengobatan konservatif dan tanda
peritonitis generalisata lakukan laparotomi dan keluarkan pus
(Purwoastuti, 2015).

5. Abses Pelvic
Abses pelvis adalah abses pada regio pelvis (Kemenkes RI, 2013), atau
penyakit radang panggul (pelvic inflammatory disease/PID) yang merujuk
pada infeksi uterus (rahim), tuba falopii, dan organ reproduksi lainnya
(Purwoastuti, 2015). Ditandai dengan nyeri perut bagian terbawah,
pembesaran perut bagian bawah, dan demam terus menerus (Lisnawati,
2013). Penanngannya yakni:
 Berikan antibiotika kombinasi sebelum pungsi dan drain abses sampai 48
jam bebas demam:
• Ampisilin 2 g IV setiap 6 jam
• Ditambah gentamisin 5 mg/kgBB IV tiap 24 jam
• Ditambah metronidazol 500 mg IV tiap 8 jam

12
 Jika kavum Douglas menonjol, lakukan drain abses, jika demam tetap
tinggi, lakukan laparotomi (Kemenkes RI, 2013).

6. Infeksi Luka Perineum


Luka perineum adalah luka perineum adanya robekan jalan lahir baik
karena rupture maupun karena episiotomy pada waktu melahirkan janin
(Purwoastuti, 2015). Ada 2 jenis luka perineum yakni:
 Ruptur adalah luka perineum yang diakibatkan oleh rusaknya jaringan
secara alamiah karena proses desakan kepala janin atau bahu pada saat
persalinan, kebanyakan rupture robekannya tidak teratur sehingga sulit
untuk dijahit.
 Episiotomi adalah tindakan insisi perineum yang menyebabkan
terpotongnya selaput lender vagina cincin selaput darah, jaringan pada
septum rektovaginal, otot-otot dan pasiaperineum dan kulit sebelah depan
perineum (Purwoastuti, 2015).
Derajat perlukaan pada perineum yakni:
 Derajat I : mukosa vagina, fauchette posterior, kulit perineum.
 Derajat II : mukosa vagina, fauchette posterior, kulit perineum, otot
perineum.
 Derajat III : mukosa vagina, fauchette posterior, kulit perineum, otot
perineum, otot spinter ani eksternal, dinding rectum anterior
(Purwoastuti, 2015).
Penyembuhan luka adalah proses pergantian dan perbaikan fungsi
jaringan yang rusak. Fase-fase penyembuhan luka dibagi menjadi:
 Fase inflamasi : berlangsung 1 sampai 4 hari.
 Fase ploliferatif, berlangsung 5 sampai 20 hari.
 Fase maturasi, berlangsung 21 sampai sebulan bahkan tahunan
(Purwoastuti, 2015).
Dalam penatalaksanaan bedah penyembuhan luka dibagi menjadi yakni:
 Penyembuhan melalui itensi pertama (penyatuan primer). Luka dibuat
secara septic, dengan perusakan jaringan minimum, dan penutupan
dengan baik.

13
 Penyembuhan melalui itensi kedua (granulasi). Pada luka terjadi
pembentukan pus (supurasi)/dimana tepi luka tidak saling merapat,
proses perbaikannya kurang sederhana dan membutuhkan waktu yang
lama.
 Penyembuhan melalui itensi ketiga (sutura sekunder). Jika luka dalam
baik yang belum disuture atau terlepas hal ini mengakibatkan jaringan
parut yang lebih dalam dan luas (Purwoastuti, 2015).

7. Bendungan ASI
Bendungan payudara adalah bendungan yang terjadi pada kelenjar
payudara oleh karena ekspansi dan tekanan dari produksi dan penampungan
ASI (Kemenkes RI, 2013), atau peningkatan aliran vena dan limfe pada
payudara dalam mempersiapkan untuk laktasi (Purwoastuti, 2015).
Bendungan ASI biasanya disebabkan bayi belum menyusu dengan baik.
Payudara akan terasa panas, keras, dan nyeri perabaan. Putting susu
mendatar dan ini dapat menyulitkan bayi menyusu (Sulistyawati, 2009).
Penanganannya yakni:
 Sangga payudara ibu dengan bebat atau bra yang pas.
 Kompres payudara dengan menggunakan kain basah/hangat selama 5
menit.
 Urut payudara dari arah pangkal menuju puting.
 Keluarkan ASI dari bagian depan payudara sehingga puting menjadi
lunak.
 Susukan bayi 2-3 jam sekali sesuai keinginan bayi (on demand feeding)
dan pastikan bahwa perlekatan bayi dan payudara ibu sudah benar.
 Pada masa-masa awal atau bila bayi yang menyusu tidak mampu
mengosongkan payudara, mungkin diperlukan pompa atau pengeluaran
 ASI secara manual dari payudara.
 Letakkan kain dingin/kompres dingin dengan es pada payudara setelah
menyusui atau setelah payudara dipompa (Kemenkes RI, 2013).

14
8. Mastitis
Mastitis adalah infeksi peradangan pada mamma, terutama pada
primipara yang biasanya disebabkan oleh staphylococcus aureus, infeksi
terjadi melalui luka pada putting susu, tetapi mungkin juga melalui
peredaran darah. Bila tidak segera ditangani menyebabkan abses payudara
(pengumpulan nanah lokal di dalam payudara) merupakan komplikasi berat
dari mastitis (Setyarini, 2016). Penyebab terjadinya mastitis yakni karena
statis ASI (ASI tidak dikeluarkan secara efisien), dan infeksi (Purwoastuti,
2015).
Tabel 2.2
Macam Mastitis
Dibedakan Berdasar Tempat Serta Penyebab Dan Kondisinya
1. Mastitis yang menyebabkan abses di bawah areola mammae
2. Mastitis di tengah-tengah mammae yang menyebabkan abses di tempat itu.
3. Mastitis pada jaringan di bawah dorsal dari kelenjar-kelenjar yang
menyebabkan abses antara mammae dan otot-otot di bawahnya.
Menurut Penyebab Dan Kondisinya
Mastitis Periductal Mastitis Puerperalis/ Mastitis Supurativa
Lactational
 Muncul pada  Banyak dialami oleh  Paling banyak
wanita di usia wanita hamil atau dijumpai.
menjelang menyusui.
menopause.  Penyebabnya bisa dari
 Penyebab utama Kuman
 Penyebab utamanya mastitis puerperalis Staphylococcus,
tidak jelas yaitu kuman yang jamur, kuman TBC
diketahui. menginfeksi payudara dan juga sifilis.
ibu, yang ditransmisi Infeksi kuman TBC
 Keadaan ini dikenal ke puting ibu melalui memerlukan
juga dengan kontak langsung penanganan yang
sebutan mammary ekstra intensif.
duct ectasia, yang
berarti peleburan
saluran karena
adanya
penyumbatan pada
saluran di
payudara.
Sumber : (Setyarini, 2016).

15
Penatalaksanaannya yakni:
 Dimulai dengan memperbaiki teknik menyusui ibu untuk aliran ASI yang
baik dengan lebih sering menyusui dimulai dari payudara yang
bermasalah.
 Bila ibu merasa sangat nyeri, menyusui dimulai dari sisi payudara yang
sehat, kemudian sesegera mungkin dipindahkan ke payudara bermasalah,
bila sebagian ASI telah menetes (let down) dan nyeri sudah berkurang.
 Posisikan bayi pada payudara, dagu atau ujung hidung berada pada
tempat yang mengalami sumbatan agar membantu mengalirkan ASI dari
daerah tersebut.
 Ibu yang tidak mampu melanjutkan menyusui harus memerah ASI dari
payudara dengan tangan atau pompa.
 Pijatan payudara yang dilakukan dengan jari-jari yang dilumuri minyak
atau krim selama proses menyusui dari daerah sumbatan ke arah puting
juga dapat membantu melancarkan aliran ASI.

9. Abses Payudara
Breast abscess adalah akumulasi nanah pada jaringan payudara, yang
disebabkan oleh infeksi bakteri Staphylococcus aureus. Cedera dan infeksi
pada payudara dapat menghasilkan gejala yang sama dengan dibagian tubuh
lainnya, kecuali pada payudara, infeksi cenderung memusat dan
menghasilkan abses kecil dan dapat menyerupai kista. Faktor risiko dari
abses payudara yakni diabetes mellitus, dan perokok berat. Tanda dan gejala
yakni (Purwoastuti, 2015):
a) Sakit pada payudara ibu tampak lebih parah.
b) Payudara lebih mengkilap dan berwarna merah.
c) Benjolan terasa lunak karena berisi nanah.
d) Lokasi payudara yang terkena akan tampak membengkak.
e) Nyeri dan teraba masa yang fluaktif/empuk.
f) Sensasi rasa panas padaarea terkena.
g) Demam, kedinginan, dan menggigil.
h) Rasa sakit keseluruhan.

16
i) Malaise, dan timbulnya limfadenopati pectoralis, axiller, parasternalis,
dan subclavia (Purwoastuti, 2015).
Penatalaksanaannya yakni :
a) Diperlukan anastesi umum.
b) Insisi radial dari tengah dekat pinggir areola, ke pinggir supaya tidak
memotong saluran ASI.
c) Pecahkan kantung pus dengan tissue forceps/jari tangan.
d) Pasang tampon dan drain dan diangkat setelah 24 jam.
e) Berikan kloksasilin 500 mg setiap 6 jam selama 10 hari.
f) Sangga payudara.
g) Kompres dingin.
h) Berikan paracetamol 500 mg setiap 4 jam sekali bila diperlukan.
i) Ibu tetap memberikan ASI walaupun pus.
j) Lakukan follow up setelah pemberian pengobatan selama 3 hari
(Purwoastuti, 2015).

17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali, mulai dari
persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra-hamil. Lama
masa nifas ini yaitu 6-8 minggu. Masa nifas ini dimulai sejak 1 jam setelah
lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu. Nifas dibagi
menjadi 3 periode yakni : puerperium dini, puerperium intermediate, dan
remote puerperium (Rahmawati, 2011).
Kegawatdaruratan maternal adalah kejadian gawat darurat yang terjadi
selama kehamilan, persalinan, dan nifas (Masruroh, 2016). Kegawatdaruratan
maternal masa nifas yakni ada perdarahan pervaginam terbagi dua ada
perdarahan pervaginam primer/perdarahan dalam 24 jam setelah melahirkan,
dan perdarahan pervaginam sekunder/perdarahan setelah lewat dari 24 jam
sampai 6 minggu masa postpartum. Infeksi nifas terbagi menjadi dua yakni
infeksi nifas terbatas lokalisasinya yakni vagina, vulva, serviks,dan
endometrium, dan infeksi nifas yang menyebar ke tempat lain; ke pembuluh
darah limfe, pembulah darah vena dan endometrium. Infeksi saluran kemih
biasanya terjadi karena trauma waktu persalinan. Metritis yakni infeksi uterus
setelah persalinan. Abses pelvic merupakan penyakit radang panggul/infeksi
yang terjadi pada organ reproduksi. Infeksi luka perineum sering terjadi karena
kurang perhatian terhadap hygiene organ reproduksinya. Bendungan ASI
terjadi karena bayi kurang menyusu dengan baik. Mastitis adalah infeksi
peradangan pada mammae, biasanya disebabkan oleh staphylococcus aureus,
apabila tidak diobati akan menjadi abses payudara.
B. Saran
Marilah kita sebagai tenaga kesehatan melakukan penatalaksanaan di
lapangan sesuai dengan teori yang telah dipelajari atau sesuai dengan
pengetahuan dan ketrampilan demi memberikan pelayanan baik.

18
DAFTAR PUSTAKA

Achadi, E. L. (2019). Kematian Maternal dan Neonatal di Indonesia. Rakernas


(Rapat Kerja Nasional) . ICE, BSD, Tangerang, Banten: Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia.

Kemenkes RI. (2013). BUKU SAKU : Pelayanan Kesehatan IBU Di Fasilitas


Kesehatan Dasar Dan Rujukan. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.

Lisnawati, L. (2013). Asuhan Kebidanan Terkini Kegawatdaruratan Maternal


dan Neonatal. Jakarta: Trans Info Media.

Masruroh. (2016). Buku Ajar Kegawatdaruratan Maternal & Neonatal.


Yogyakarta: Nuha Medika.

Norma, N. (2013). Asuhan Kebidanan : Patologi Teori dan Tinjauan Kasus.


Yogyakarta: Nuha Medika.

Purwoastuti, E. (2015). ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI SOSIAL BAGI


KEBIDANAN. Yogyakarta: Pustaka Bar Press.

Rahmawati, E. N. (2011). Ilmu Praktis Kebidanan . Surabaya: Victory Inti Cipta.

Setyarini, D. I. (2016). Modul Bahan Ajar Cetak Kebidanan: Asuhan Kebidanan


Kegawatdaruratan Maternal Neonatal. Jakarta: Pusdik SDM.

Sukma, F. (2017). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifa. Jakarta:
Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta.

Sulistyawati, A. (2009). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas.


Yogyakarta: Andi Offset.

WHO. (2018). World Health Statistics 2018: Monitoring Health For The SDGs,
Sustainable Development Goals. Luxembourg: World Health Organization .

19

Anda mungkin juga menyukai